Anda di halaman 1dari 5

Hubungan Fungsi Partisi Dengan Besaran Termodinamika Gas

1. Fungsi Partisi.
Pada pertemuan sebelumnya telah dibahas 3 macam statistic untuk partikel-partikel klasik,
boson dan fermion dengan besaran-besaran termodinamika seperti energy dan kapasitas kalor.
Pada bagian ini kita akan masuk lebih jauh dengan mencari hubungan antara statistik dengan
besaran-besaran termodinamika yang lain. Akan tampak bahwa perumusan statistik benar-benar
dapat menjelaskan sifat termodinamika (kondisi makroskopik).
Sekarang kita tinjau kasus distribusi partikel-partikel klasik (seperti partikel gas) ke
berbagai tingkat energy untuk konfigurasi dengan peluang terbesar dan dikenal sebagai distribusi
Maxwell-Boltzmann,
  Ej
nj  g je . (1)

Total seluruh partikel dalam system didefinisikan sebagai


N   n j   g je  e  g j e
 Ej  Ej
 e Z , (2)
j j j

Diperoleh nilai
N
e  , (3)
Z
sehingga persamaan (1) dapat dituliskan sebagai
N E N  E / kT
nj  g je j  g je j , (4)
Z Z
dimana didefinisikan besaran fungsi partisi Z untuk kasus partikel klasik dan fungsi  sebagai,
 E  1
Z   g j exp  E j    g j exp   j ;  E   . (5)
j j  kT  kT

Pejumlahan di atas dilakukan untuk semua pita energi. Pita energi ke-j mengandung sejumlah gj
keadaan. Jika kita lupakan pita-pita energi dan menggunakan tingkat-tingkat energi secara
individual maka fungsi partisi (5) dapat ditulis kembali menjadi,
 E 
Z   exp   j  (6)
j  kT 

1
2. Ungkapan Energi system dalam Fungsi Partisi
Pada bagian ini, kita ingin menggunakan fungsi partisi sebagai jembatan antara statistic
dan Termodinamika, seperti besaran-besaran energi, entropi, dsb. Sekarang kita akan melihat
hubungan antara energi sistem dengan fungsi partisi. Energi total system didefinisikan sebagai,
E   E jn j   E j g je
  Ej

j j

   
 gj   exp    E j   g exp    E j 
  
j
j  j

 N Z  ln Z
E  e  g j exp  E j   N (7)
 j Z  

Dari perumusan   1/ kT akan diperoleh hubungan T  1/ k    1/ k   1 sehingga

diperoleh besaran turunan terhadap fungsi  sebagai,


 dT d 1 d d
   kT 2 , (8)
 d  dT k  dT
2
dT
Sehingga persamaan (7) dapat dituliskan sebagai
d ln Z
E  NkT 2 . (9)
dT
3. Entropi
Pada bagian ini kita akan masuk lebih jauh dengan mencari hubungan antara statistik
dengan besaran-besaran termodinamika yang lain. Akan tampak bahwa perumusan statistik
benar-benar dapat menjelaskan sifat termodinamika (kondisi makroskopik). Besaran
termodinamika seperti entropi yang didefinisikan sebagai
dQ
dS  . (10)
T
Dengan dS adalah perubahan entropi, dQ adalah sejumlah kecil kalor yang diterima assembli,
dan T adalah suhu assembli. Dari entropi tersebut kita dapat menurunkan sejumlah besaran
termodinamika yang lain. Pertanyaan sekarang adalah bagaimana merumuskan entropi secara
statistik? Kita sekarang fokuskan perhatian pada statistik Maxwell-Boltzmann karena assembli
yang akan kita bahas lebih terfokus ke assembli gas.

2
Pada perumusan statistik Maxwell-Boltzmann kita sudah menganggap bahwa partikel gas
dapat dibedakan satu dengan lainnya. Dengan asumsi ini maka probalilitas penyusunan buah
partikel gas pada tingkat-tingkat energi memenuhi

N!  g jnj 
 MB  g1 g 2 g 3 ......g n  N ! 
n1 n2 n3 nn
. (11)
n1 !n2 !n3 !.....nn ! j  n ! 
 j 
Sekarang bagaimana untuk kasus partikel gas yang tidak dapat dibedakan antara satu partikel gas
dengan partikel gas lainnya, misalnya jika partikel-partikel tersebut merupakan molekul gas yang
sama dari isotop yang sama pula? Pada kasus ini tentulah perhitungan probabilitas di atas terlalu
besar dari yang seharusnya, yaitu apabila dianggap satu partikel tidak dapat dibedakan dari
partikel lain. Jumlah cara menukar N buah partikel jika partikel tersebut dapat dibedakan adalah
sebanyak N! cara. Dengan demikian, jika dianggap bahwa partikel-partikel gas dalam assembli
tidak dapat dibedakan maka probalitas penyusunan partikel-partikel yang diungkapkan dalam
persamaan (11) harus dibagi sebesar N! menjadi
 g jnj 
    (12)
j  n ! 
 j 
Sebagai contoh terdapat N = 3 partikel yang berbeda yang diberi notasi sebagai (a, b, c). Maka
penyusunan yang mungkin dari ke-3 partikel tersebut terdapat N! = 3! = 6 cara yang dapat
dituliskan sebagai,
(a, b, c) ; (a, c, b) ; (b, a, c) ; (b, c, a) ; (c, a, b) ; (c, b, a). (13)
Cara penyusunan diatas, sudah tentu berbeda dengan penyusunan 3 partikel identic yang
biasanya diberi notasi sebagai (×, ×, ×), yang hanya mempunyai 1 cara penyusunan saja.
Besaran entropi didefinisikan sebagai
S  k ln maks . (14)
Berdasarkan persamaan (12), maka diperoleh
ln     n j ln g j  ln n j !    n j ln g j  n j ln n j  n j  (15)
j j

dimana telah dimasukkan pendekatan Stirling yaitu ln nj !  nj ln nj – nj. Terdapat kondisi


maksimum,
 ln       n j ln g j     n j  ln g j     n j ln n j   n j  ln n j    n j  0
j j j j j

3
  n ln g j     n j ln n j   n j
1
j  n j   n j  0
j j j nj j

  n
j
j ln g j     n j ln n j  0
j
atau   n
j
j ln g j     n j ln n j
j
(16)

Atau diperoleh untuk kondisi maksimum :


g j  nj (17)

Sehingga kondisi maksimum pada persamaan (15) menjadi,


ln  max    n j ln n j  n j ln n j  n j    n j (18)
j j

Dengan menggunakan definisi jumlah partikel dan jumlah energi yang konstan yang dikalikan
dengan konstanta-konstanta  dan ,
  n j  N dan   n j E j  E , (19)
j j

sehingga bila kondisi (19) dari definisi jumlah partikel dan jumlah energi yang konstan
ditambahkan pada persamaan (18), maka akan diperoleh persamaan
ln  maks    n j    n j E j   n j   N   E  N (20)
j j j

Dengan menggunakan  = -1/kT, maka nilai entropi bisa dituliskan sebagai

 E  E
S  k   N   N    k N  kN (21)
 kT  T
Dengan memasukkan nilai  dari persamaan (3), maka akan diperoleh persamaan

 E  E N E Z
S  k  N   N    kN ln    kN   kN ln    kN (22)
 kT  T Z T N

4. Energi Bebas Helmholtz


Energi bebas Helmholtz didefinisikan sebagai
F = E – TS. (23)
Dengan memasukkan nilai entropi ke dalam persamaan (23), akan menghasilkan bentuk Energi
bebas Helmhotz sebagai,
E Z   Z 
F  E  T   kN ln    kN   TkN ln    TkN .
T N  N

4
  NkT ln Z  NkT ln N  NkT   NkT ln Z  kT  N ln N  N 

 ZN 
  kT ln Z  kT ln N !   kT ln 
N
. (24)
 N! 
dimana telah dimasukkan pendekatan Stirling yaitu ln N!N ln N – N, pada persamaan (24)
diatas.

5. Kapasitas Kalor
Kapasitas kalor pada volume tetap dapat diturunkan dari besaran energy system, yaitu
dE
CV  . (25)
dT
Dengan menggunakan definisi energy pada persamaan (9) maka diperoleh nilai dari kapasitas
kalor sebagai
2
d  2 d ln Z  d ln Z 2 d ln Z
CV   NkT   2 NkT  NkT
dT  dT  dT dT 2

 d ln Z d 2 ln Z 
 Nk  2T T2  . (26)
 dT dT 2 

Dari perhitungan besaran-besaran Termodinamika seperti energy system, entropi, Energi bebas
Helmhotz serta kapsitas kalor , yang semuanya dimulai dari perhitungan fungsi partisi Z, maka
dapat disimpulakan bahwa fungsi partisi Z merupakan merupakan jembatan penghubung diantara
perhitungan statistic system (kondisi mikroskopik) dan termodinamika (kondisi makroskopik).

Fungsi partisi merupakan jembatan penghubung antara statistic dan termodinamika

Anda mungkin juga menyukai