Anda di halaman 1dari 16

KULTUR MIKROALGA PADA SKALA LABORATORIUM

Nama : Annisa Dwinda Fatimah


NIM : B1J011082
Kelompok :8
Rombongan : II
Asisten : Dwi Utami

LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat berlimpah,


termasuk di dalamnya adalah keanekaragaman hayati mikroalga. Mikroalga
adalah tanaman yang paling efisien dalam menangkap dan memanfaatkan energi
matahari dan CO2 untuk keperluan fotosintesis. Selain itu, CO 2 dimanfaatkan
untuk meningkatkan produktivitas. Di Indonesia sendiri dapat dijumpai ratusan
jenis mikroalga. Pada sisi lain, fungsi ekologis mikroalga sangat membantu dalam
pencegahan terjadinya pemanasan global. Beberapa jenis mikroalga yang banyak
dijumpai pada wilayah perairan serta dibudidayakan antar lain Chlorella vulgaris,
Chlorella sp. dan Nannochloropsis oculata.
Mikroalga merupakan tumbuhan air yang memiliki berbagai potensi yang
dapat dikembangkan sebagai sumber pakan, pangan, dan telah dimanfaatkan
untuk berbagai macam keperluan mulai dari bidang perikanan sebagai makanan
larva ikan, organisme penyaring, industri farmasi, dan makanan suplemen
dengan kandungan protein, karbohidrat, lipid, dan berbagai macam mineral.
Selain itu, mikroalga juga digunakan dalam pengolahan limbah logam berat
sebagai pengikat logam dari badan air dan mengendapkannya pada dasar kolam
serta dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif untuk biodiesel.
Sel mikroalga dapat dibagi menjadi sepuluh divisi, dan setiap divisi
mempunyai karakteristik yang ikut memberikan andil pada kelompoknya, tetapi
spesies-spesiesnya cukup memberikan perbedaan-perbedaan dari lainnya. Ada
empat karakteristik yang digunakan untuk membedakan divisi mikroalga yaitu;
tipe jaringan sel, ada tidaknya flagella, tipe komponen fotosintesa, dan jenis
pigmen sel. Selain itu morfologi sel dan bagaimana sifat sel yang menempel
berbentuk koloni atau filamen adalah merupakan informasi penting di dalam
membedakan masing-masing kelompok.
B. Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui cara kultur mikroalga


Chlorella sp., Nannochloropsis oculata, dan Skeletonema sp.
C. Tinjauan Pustaka

Alga merupakan organisme yang tersedia melimpah di alam dan dibedakan


menjadi 1.800 marga dan 21.000 spesies. Mikroalga mempunyai tingkat
pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan tanaman terestrial. Menurut
Inansetyo dan Kurniastuty (1995), terdapat beberapa mikroalga yang berpotensi
untuk dibudidayakan baik sebagai pakan alami di bidang perikanan maupun
sebagai sumber energi alternatif baru, diantaranya yaitu Chlorella,
Nannochloropsis, Skeletonema costatum, Tetraselmis, Dunaliella, Scenedesmus,
dan Spirulina.
Selain sebagai pakan alami, mikroalga juga bermanfaat dalam bidang
bioteknologi farmasi, agrikultur, dan lingkungan. Pada bidang bioteknologi
farmasi dan agrikultur, mikroalga seperti Spirulina sp. dimanfaatkan karena
kandungan proteinnya yang tinggi sebagai suplemen kesehatan, campuran
bahan kosmetika, selain itu beberapa jenis mikroalga yang lain juga mampu
menghasilkan asam lemak tak jenuh ganda, zat pewarna dan senyawa-senyawa
bioaktif. Pada bidang perlindungan lingkungan, kemampuan fotosintesis yang
dimiliki mikroalga dimanfaatkan dalam aplikasi fotobioreaktor untuk mengolah
gas-gas buangan dari proses industri terutama yang berupa CO 2 dan NOx sehingga
tidak mencemari udara dan mengurangi efek rumah kaca yang merupakan faktor
utama penyebab pemanasan global. Manfaat yang demikian besar dari mikroalga
dalam berbagai bidang membuat biota ini banyak dikultur dan dikembangkan
(Sasmita et al., 2004).
Secara prinsip, budidaya mikroalga meliputi proses produksi (proses
kultur), panen dan pascapanen. Proses kultur mikroalga dapat dilakukan dengan
sistem tertutup maupun terbuka, baik secara indoor atau outdoor, dengan
berbagai metode seperti metode batch, kontinu dan semi kontinu. Masing-
masing sistem dan metode kultur bisa dikombinasikan sesuai dengan target yang
ingin dicapai. Proses pemanenan umumnya dilakukan setelah mikroalga
mencapai konsentrasi 107 sel/ml. Proses pemanenan kultur mikroalga untuk
memperoleh konsentrat mikroalga menggunakan cara kovensional berupa teknik
flokulasi kimia dan sentrifugasi (Sasmita et al., 2004).
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah botol kultur, pipet
tetes, lampu TL 40 watt, batu aerasi, aerator, handcounter, mikroskop, selang
aerasi, beaker glass, haemocytometer, sedgewich rafter, object glass, dan cover
glass.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Chlorella sp.,
Nannochloropsis oculata, Skeletoma sp., media Zarrouk, akuades, dan pupuk
growth.

B. Metode

Sampel Mikroalga

Dihitung kepadatan menggunakan


haemocytometer dan sedgewich rafter

Dimasukkan ke dalam botol kultur (media,


pupuk, sampel)

Dikultur selama 7 hari


Rumus Perhitungan Menggunakan Haemocytometer

L1 L2

L3

L4 L5

∑L = L1+L2+L3+L4+L5
5

Rumus = ∑L x 2, 5.104

Rumus Perhitungan Menggunakan Sedgewich Rafter

N = Jbp x n

1000
= 2 xn
(3,14 x r )

N1.V1 = N2.V2

N1 = kelimpahan awal yang dikehendaki


V1 = volume media kultur yang akan digunakan
N2 = kelimpahan bibit mikroalga yang akan ditebarkan
V2 = Volume bibit mikroalga yang diperlukan untuk penebaran
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 3.1. Nannochloropsis sp.

Gambar 3.2. Kultur Nannochloropsis sp. Gambar 3.2. Hasil Kultur


Nannochloropsis sp.
Hasil Perhitungan
1. Perhitungan Sedgewich Refter
L1 = 1
L2 = 0
L3 = 2
L4 = 0
L5 =0
Total L = L1+L2+L3+L4+L5 = 3
3
n= = 0,6
5
Perbesaran 10 x 10
d = 2 mm
2
r= =1
2
Lbp = 3,14 x r2
= 3,14 x 12
= 3,14 mm
N = Jbp x n
1000
= xn
Lbp
1000
= xn
3,14 x r 2
1000
= x 0,6
3,14 x 12
= 191,083 sel/ml
2. Perhitungan Haemositometer:
L1 = 1
L2 = 4
L3 = 5
L4 = 4
L5 = 1
L1+ L 2+ L3+ L 4 + L5
∑L =
5
1+ 4+ 5+4 +1
=
5
15
=
5
=3
Kepadatan = ∑L x 2,5 x 104
= 3 x 2,5 x 104
= 7,5 x 104 sel/ml

N1.V1 = N2.V2
191,083. 800 = N2. 266,67
152866,4 = N2. 266,67
N2 = 152866,4/266,67
= 573,24183 sel/ml
B. Pembahasan

Penanaman bibit Chlorella sp., Nannochloropsis oculata, Skeletoma sp.


dilakukan setelah menghitung kepadatan stok dengan cara mengambil sampel
mikroalga dari media stok dan kemudian dihitung dibawah mikroskop dengan
haemocytometer dan sedgewich rafter. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui
bahwa kepadatan sel Chlorella sp., Nannochloropsis oculata adalah 7,5 x 104
sel/ml, sedangkan kepadatan sel Skeletonema sp. adalah 191,083 sel/ml. mikroalga
yang digunakan pada kelompok kami adalah Nannochloropsis oculata. Mikroalga
kemudian ditumbuhkan dalam botol kultur dan pertumbuhannya diamati selama empat
hari. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, kultur tidak memperlihatkan
adanya pertumbuhan. Hal ini diduga karena mikroalga belum melakukan pertumbuhan
yang banyak atau dapat pula dikarenakan bibit awal yang tidak steril.
Mikroalga merupakan sumber biosintesis dari banyak senyawa penting,
termasuk pigmen, antioksidan, dan suplemen makanan. Mikroorganisme ini
dapat mensintesis racun, dan menghasilkan berbagai molekul bioaktif dengan
antibiotik, anti-kanker, anti-inflamasi dan antivirus. Selain itu, mikroalga juga
memiliki potensi besar untuk menghilangkan nitrat dan fosfat dari air limbah dan
mengurangi efek rumah kaca jika digunakan di pabrik pengolahan air untuk
menghilangkan CO2, NOx dan SOx dari aliran udara dan asap industri (Encarnação
et al., 2012). Oleh karena itu mikroalga saat ini telah banyak dikultur dan
dikembangkan.
Kultur merupakan usaha perbanyakan dengan kondisi lingkungan yang
terkendali atau disesuaikan. Volume medium yang digunakan antara 0,5 liter
sampai dengan 3 liter. Kondisi lingkungan yang dikendalikan dimaksudkan agar
pertumbuhan mikroalga mampu optimum (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).
Terdapat dua tujuan kultur mikroalga (khususnya fitoplankton), yaitu monokultur
dan kultur murni. Monokultur dibuat apabila hendak hendak mengkultur
fitoplankton sebagai makanan zooplankton, misalnya sebagai makanan untuk
Brachionusplicatilis, yang hidup di air payau. Apabila mengkultur fitoplankton
untuk keperluan genetika, fisiologi, atau siklus hidup, maka harus mengkultur
fitoplankton yang bersangkutan secara murni, tanpa adanya organism lain
(Sachlan, 1982). Menurut Tahya (2012), hal-hal yang harus diperhatikan sebelum
mengkultur mikroalga yaitu:
1. Mengetahui laju pertumbuhan spesies mikroalga yang akan dikultur di
laboratorium
2. Kebutuhan mikroalga pada setiap fase siklus hidup
3. Menjaga inokulan atau bibit murni dan mengetahui jumlah alga yang
dibutuhkan
4. Mempersiapkan produksi ekstra gagal untuk mengantisipasi jika ada kultur
yang gagal
5. Stok kultur harus steril (bacteria free)
6. Tidak ada kontaminasi dari spesies mikroalga lain, jamur, dan protozoa
7. Menjaga kultur tetap pada fase eksponensial
Kegiatan kultur diawali dengan sterilisasi alat dan bahan. Sterilisasi alat dan
bahan adalah perlakuan untuk menjadikan suatu alat atau bahan yang bebas dari
mikroorganisme yang tidak diingikan (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995). Bibit
mikroalga yang digunakan terlebih dahulu dicek untuk mengetahui kualitas
mikroalga yang baik. Kualitas yang baik dapat diketahui dari kepadatan plankton
dan ada tidaknya kontaminasi baik dari protozoa maupun dari spesies plankton
lain. Langkah selanjutnya adalah menghitung kepadatan mikroalga. Kepadatan
mikroalga dihitung dengan menggunakan haemacytometer dan alat bantu
handcounter. Haemacytometer merupakan suatu alat yang terbuat dari gelas
dibagi menjadi kotak-kotak pada dua tempat bidang pandang. Cara
penghitungan kepadatan fitoplankton dengan hemacytometer adalah
dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu dengan kertas tissue, gelas
penutupnya dipasang. Mikroalga yang akan dihitung kepadatannya diteteskan
menggunakan pipet tetes pada bagian parit yang melintang hingga penuh.
Penetesan harus hati-hati agar tidak terjadi gelembung udara di bawah gelas
penutup. Selanjutnya haemocytometer tersebut diamati mikroskop dengan
perbesaran 100 atau 400 kali dan dicari bidang berkotak-kotak yang berjumlah
enam belas (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995).
Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) menyatakan bahwa kultur fitoplankton
membutuhkan berbagai macam unsur hara baik unsur hara makro misalnya N, P,
K, S, Si, Na, Ca maupun unsur hara mikro misalnya Fe, Zn, Mn, Cu, Mg, Co, Mo, B.
Nitrogen dan fosfor merupakan nutrien yang dibutuhkan fitoplankton dalam
jumlah besar untuk pertumbuhan dan perkembangannya karena nitrogen
merupakan komponen pembentukan klorofil, sedangkan fosfor merupakan
unsur penting untuk transformasi energi yang berperan dalam proses
fotosintesis dan pembentukan klorofil (Triastuti et al., 2011).
Sementara itu menurut Becker (1994), usur N, P, dan S penting untuk
pembentukan protein, dan K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat. Fe dan
Na berperan untuk pembentukan klorofil, sedangkan Si dan Ca merupakan bahan
untuk pembentukan dinding sel atau cangkang. Pertumbuhan mikroalga sangat
erat kaitannya dengan ketersediaan hara makro dan mikro serta dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain
intensitas cahaya, suhu, tekanan osmosis, pH, dan konsentrasi lingkungan dalam
media. Nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Chlorella sp. yaitu makro
dan mikro nutrien. Nutrien tersebut meliputi N, P, Mg, S, K, Ca, Fe, Mn, Zn, dan
Cu. Unsur N merupakan unsur dasar yang sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan Nannochloropsis oculata karena dibutuhkan dalam jumlah paling
banyak dibandingkan unsur lainnya. Sedangkan, hara mikro yang dibutuhkan
Skeletonema sp. adalah Fe (trace element), Zn, Mn, Cu, Mg, Mo, Co, B, dan lain-lain
(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Kultur mikroalga dapat mengalami kegagalan
yang diantaranya disebabkan antara lain oleh:
1. Kontaminasi kultur, seperti kultur medium kultur (air and nutrien), air kultur,
selang, tabung, dan kultur stok atau starter
2. Produksi kultur dengan kualitas yang tidak konsisten
3. Kualitas dan kuantitas seperti teknik kultur, musim, sumber nutrisi, dan
prosedur kultur yang tidak optimal
4. Pemanenan (harvesting)
5. Strategi transportasi (delivery)
6. Penyimpanan (preservation)
Nannochloropsis oculata adalah mikroalga yang biasa digunakan sebagai
pakan alami dan banyak digunakan pada pembenihan ikan. Nannochloropsis
oculata berupa sel berwarna kehijauan, tidak motil, dan tidak berflagela. Selnya
berbentuk bola berukuran sedang dengan diameter 2-4 μm, tergantung
spesiesnya, dengan khloroplas berbentuk cangkir. Nannochloropsis oculata
melimpah di sepanjang pantai dan estuari di atas zona fotik dengan konsentrasi
102-104 sel/cm3 (Hu & Gao, 2003). Fitoplankton ini dapat tumbuh baik pada
kisaran pH 7-9 tetapi tumbuh rendah pada pH 10,08 (Hermanto et al., 2012).
Nannochloropsis oculata adalah salah satu tanaman yang paling efisien
dalam menangkap dan memanfaatkan energi cahaya dan CO2 untuk keperluan
fotosintesis (Hermanto et al., 2011). Mikroalga bersel satu ini termasuk ke dalam
divisi Chromophyta atau Chrysophyta (Sze, 1998) dan kelas Eustigmatophyceae
(Sleigh, 1989). N. oculata mempunyai potensi yang sangat besar untuk bahan
baku produksi trigliserida. Pertumbuhan N. oculata sangat tergantung pada
ketersediaan nutrien, intensitas cahaya, karbondioksida, pH, suhu dan salinitas,
seperti halnya mikroalga yang lain (Endrawati & Riniatsih, 2013).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan yaitu:


1. Tahapan dalam kultur mikroalga yang pertama adalah sterilisasi, kemudian
kepadatan mikroalga hitung yaitu 7,5 x 104 sel/ml untuk Nannochloropsis
oculata dan 191,083 sel/ml untuk Skeletonema sp. Kultur mikroalga
Nannochloropsis oculata pada hari ke-4 belum menunjukkan adanya pertumbuhan.

B. Saran

Perlu dianalisis lebih lanjut mengenai kegagalan kultur mikroalga berserta


solusinya.
DAFTAR REFERENSI

Encarnação, T., Burrows, H. D., Pais, A. C., Campos, M. G., & Kremer, A. 2012.
Effect of N and P on the Uptake of Magnesium and Iron and on the
Production of Carotenoids and Chlorophyll by the Microalgae
Nannochloropsis sp. Journal of Agricultural Science and Technology A 2:
824-832.

Endrawati, H., & Riniatsih, I. 2013. Kadar Total Lipid Mikroalga Nannochloropsis
oculata yang dikultur dengan suhu yang berbeda. Buletin Oseanografi
Marina, 2(1): 25-33.

Hermanto, M. B., HS, S., Hawa, L. C., & Fiqtinovri, S. M. 2012. Bioreactor Design
for Microalgae Cultivation. Jurnal Teknologi Pertanian, 12(3): 153-162.

Hu H & Gao K. 2003. Optimization of Growth and Fatty Acid Composition of A


Unicellular Marine Picoplankton, Nannochloropsis sp. with enriched carbon
sources. Biotechnology Letters 25(5): 421-425.

Isnansetyo, A., & Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan


Zooplankton; Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.

Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan. Universitas


Dipenogoro, Semarang.

Sasmita, P.G., I.G. Wenten., & G. Suantika. 2004. Pengembangan Teknologi


Ultrafiltrasi untuk Pemekatan Mikroalga. Prosiding Seminar Nasional
Rekayasa Kimia dan Proses. Universitas Dipenegoro, Semarang.

Sleigh, M.A. 1989. Adaptations of Ciliary Systems for The Propulsion of Water
and Mucus. Comp. Biochem. Physiol. 94A: 359-364.

Sze, P. 1998. A Biology of The Algae. USA: Georgetown University.

Tahya, A. M. 2012. Metode Kultur Beberapa Mikroalga. Bahan Ajar Kuliah.


Universitas Hasanuddin, Makassar.

Triastuti, R. J., Mubarak, A. S., & Prabandari, L. 2011. Pengaruh Penambahan


Pupuk Bintil Akar Kacang Tanah sebagai Sumber Nitrogen dan Fosfor
terhadap Populasi Chlorella sp. .Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan
Vol, 3(2): 157-163.

Anda mungkin juga menyukai