Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bidan adalah seorang tenaga kesehatan yang paling dekat dengan


masyarakat tentu dituntut untuk menguasai keterampilan yang menunjang bidan
untuk dapat memberikan pelayanan yang berkualitas. Untuk dapat
menguasaiketerampilan- keterampilan tersebut tentu dibutuhkan pelatihan agar
bidan dapat mempunyai kompetensi tersebut. Adapun upaya institusi untuk
mencetak bidanyang berkompetensi selain dengan pembekalan materi
mahasiswa juga dituntut untuk dapat terjun ke lahan praktik seperti Rumah sakit
maupun puskesmas.
Selama menimba ilmu di politeknik kesehatan denpasar jurusan kebidanan,
pada tingkat 1 semester II mendapatkan mata kuliah KDK (Keterampilan Dasar
Kebidanan) yang merupakan mata kuliah dasar di jurusan kebidanan sebagai
bekal utama untuk terjun di dunia Medis. Untuk itu seluruh Mahasiswa Jurusan
Kebidanan pada tingkat I semester II di wajibkan untuk mengikuti Praktik
terintegrasi mata kuliah di Rumah Sakit RSUD Wangaya Ruang Dara selama 4
kali pertemuan yaitu pada tanggal 19 , 23, 29, dan 30 mei 2017. Dengan adanya
upaya untuk terjun langsung di lahan praktik dengan pasien sebagai subjek,
diharapkan mahasiswa mampu menerapkan ilmu yang diperoleh dari
pembelajaran akademik dan mampu mengaplikasikannya pada situasi nyata.
Sehingga dengan diadakannya praktik terintegrasi mata kuliah ini mahasiswa
mampu meningkatkan konsistensinya, semakin bertambah ilmu
pengetahuannya, serta mampu meningkatkan mutu, keterampilan dan
kualitasnya guna dijadikan sebuah pembelajaran yang bermakna di kehidupan
mendatang untuk menjadi bidan yang professional.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

1
Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir dari
kegiatan praktik terintegrasi mata kuliah Keterampilan Dasar Kebidanan Di
Ruang Dara RSUD Wangaya pada tanggal 19 Mei 2017 sampai dengan
tanggal 30 Mei 2017.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penyusunan laporan ini yaitu mahasiswa
jurusan kebidanan prodi D-III semester 2 diharapkan mendapat pengalaman
nyata dalam menerapkan Keterampilan Dasar Kebidanan yang meliputi :
a. Melakukan persiapan dan pemeriksaan diagnostic yang berhubungan
dengan praktik kebidanan
b. Melakukan asuhan pada pasien pre dan pasca bedah pada kasus
kebidanan
c. Melakukan perawatan luka dalam praktik kebidanan
d. Melakukan resusitasi
e. Memahami obat-obatan oral maupun parental dan pemberian cairan
dalam praktik kebidanan serta pengelolaan obat
f. Melakukan tindakan-tindakan untuk pengobatan dan pemberian cairan
dalam asuhan kebidanan

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa memperoleh keterampilan danpengalaman lebih nyata di
lahan praktik sehingga pengetahuan dan keterampilan mahasiswa
semakin bertambah.
b. Mahasiswa mampu membandingkan antara teori yang didapatkan di
kampus dengan praktik yang dilakukan di lahan praktik, serta mampu
menarik kesimpulan dari tindakan yang dilakukan sehingga mahasiswa
dapat berpikir secara logis dan rasional,
c. Mahasiswa mengerti tentang cara penerapan perawatan luka yang telah
diberikan di kampus.

2
d. Mendidik kedisiplinan, tanggung jawab dan ketertiban mahasiswa pada
pasien, diri sendiri dan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Bagi Rumah Sakit (Lahan Praktik)


a. Dapat menjadi bahan masukan bagi lahan praktik dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan dan pelaksanaan dalam bidang
Keterampilan dasar kebidanan
b. Dapat membantu tenaga kesehatan di rumah sakit dalam melakukan
pelayanan kesehatan terhadap pasien
c. Meningkatkan keterampilan dalam membimbing mahasiswa

3. Bagi Institusi Pendidikan


a. Dapat digunakan sebagai sumber referensi, sumber bacaan dan bahan
pengajaran terutama yang berkaitan dengan mata Keterampilan dasar
kebidanan
b. Meningkatkan ilmu pengetahuan pengembangan Keterampilan Dasar
Kebidanan..

3
4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Persiapan dan Pemeriksaan Diagnostik yang Berhubungan dengan Praktik


Kebidanan
Persiapan dan pemeriksaan diagnostik adalah menyediakan bahan
pemeriksaan laboratorium, sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan
terhadap pasien yang bersangkutan. Pemeriksaan diagnostik dilakukan pada
klien baru dan klien yang sedang dirawat sesuai dengan kebutuhan. Tujuan
persiapan dan pemeriksaan diagnostik adalah agar bahan pemeriksaan dapat
segera dikirimkan ke laboratorium, untuk diperiksa sehingga hasilnya
secepatnya dapat digunakan untuk menentukan diagnose, program
pengobatan, dan mengetahui penyakit pasien bersangkutan. Berikut adalah
beberapa persiapan dan pemeriksaan diagnostik yang berhubungan dengan
praktik kebidanan yaitu seperti, pemeriksaan HB, pemeriksaan Urine (Reduksi
dan Albumin), pemeriksaan feses dan pemeriksaan sputum.

PERSIAPAN DAN PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan USG
Dalam bidang obstetri, indikasi yang dianut adalah melakukan
pemeriksaan USG dilakukan begitu diketahui hamil, penapisan USG pada
trimester pertama (kehamilan 10 – 14 minggu), penapisan USG pada
kehamilan trimester kedua (18 – 20 minggu), dan pemeriksaan tambahan
yang diperlukan untuk memantau tumbuh kembang janin. Jenis-jenis USG :
USG 2 Dimensi, USG 3 Dimensi, USG 4 Dimensi dan USG Doppler.
2. Pemeriksaan Rontgen
Teknologi rontgen sudah digunakan lebih dari satu abad yang lalu.
Tepatnya sejak 8 November 1890 ketika fisikawan terkemuka
berkebangsaan Jerman, Conrad Roentgen, menemukan sinar yang tidak
dikenalinya, yang kemudian diberi label sinar X. Sinar ini mampu menembus

5
bagian tubuh manusia, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memotret
bagian-bagian dalam tubuh. Pada prinsipnya sinar yang menembus tubuh ini
perlu dipindahkan ke format film agar bisa dilihat hasilnya. Seiring dengan
kemajuan teknologi, kini foto rontgen juga sudah bisa diproses secara digital
tanpa film. Sementara hasilnya bisa disimpan dalam bentuk CD atau bahkan
dikirim ke berbagai belahan dunia menggunakan teknologi e-mail.
3. Pemeriksaan PAP Smear
Pap Smear adalah sitologi epitel portio dan serviks untuk menentukan
adanya perubahan praganas di porsio atau serviks.
4. Pemeriksaan IVA
Inspeksi visual asam asetat yaitu suatu metode pemeriksaan dengan
mengoles serviks atau leher rahim menggunakan lidi wotten yang telah
dicelupkan ke dalam asam asetat atau asam cuka 3-5% tanpa menggunakan
mikroskop. Daerah yang tidak normal akan berubah warna menjadi putih
(aceto white) dengan batas yang tegas, dan mengindikasikan bahwa serviks
mungkin memiliki lesi prakanker. Jika tidak ada perubahan warna, maka
dapat dianggap tidak ada inspeksi pada serviks.
5. Vagina Swab
Vagina swab atau pemeriksaan apus vagina adalah pemeriksaan
cairan dari vagina dengan usapan, hasil usapan lalu ditambahkan cairan
fisiologis dan garam lalu ditunggu selama 4-5 menit. Swab V atau swab
vagina atau pemeriksaan apus vagina artinya mengambil sediaan seperti
lendir yang terdapat pada daerah vagina untuk diperiksa kuman-kuman
apakah yang ada di dalamnya dengan menggunakan bantuan bawah
mikroskop.
6. Persiapan Pemeriksaan Mamografi
Mammografi adalah proses pemeriksaan payudara manusia
menggunakan sinar-X dosis rendah (umumnya berkisar 0,7 mSv).
Mammografi digunakan untuk melihat beberapa tipe tumor dan kista, dan
telah terbukti dapat mengurangi mortalitas akibat kanker payudara. Selain
mammografi, pemeriksaan payudara sendiri dan pemeriksaan oleh dokter
secara teratur merupakan cara yang efektif untuk menjaga kesehatan
payudara. Beberapa negara telah menyarankan mammografi rutin (1-5 tahun

6
sekali) bagi perempuan yang telah melewati paruh baya sebagai metode
screening untuk mendiagnosa kanker payudara sedini mungkin

B. Memahami Obat-Obatan Oral Maupun Parenteral Dan Pemberian Cairan


Yang Digunakan Dalam Praktik Kebidanan.
PEMBERIAN OBAT SECARA TOPIKAL
1. Pemberian Obat Per Oral
a. Pengertian
Pemberian obat secara oral merupakan pemberian obat melalui mulut
yang dilakukan dengan tujuan mencegah, mengobati, dan mengurangi
rasa sakit sesuai dengan efek terapi dari jenis obat.
b. Karakteristik
Pemberian obat per oral merupakan cara yang paling banyak dipakai
karena ini merupakan cara yang peling mudah, murah, aman, dan nyaman
bagi pasien. Berbagai bentuk obat dapat diberikan secara oral baik dalam
bentuk tablet, sirup, kapsul atau puyer. Untuk membantu absorbsi, maka
pemberian obat per oral dapat disertai dengan pemberian setengah gelas
air atau cairan yang lain. Kelamahan dari pemberian obat per oral adalah
pada aksinya yang lambat sehingga cara ini tidak dapat dipakai pada
keadaan gawat. Obat yang diberikan per oral biasanya membutuhkan
waktu 30 sampai dengan 45 menit sebelum diabsorbsi dan efek
puncaknya dicapai setelah 1 sampai dengan 1,5 jam. Rasa dan bau obat
yang tidak enak sering mengganggu pasien. Cara per oral tidak dapat
dipakai pada pasien yang mengalami mual-mual, muntah, semi koma,
pasien yang akan menjalani pengisapan lambung serta pada pasien yang
mempunyai gangguan menelan. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan
iritasi lambung dan menyebabkan muntah (misalnya garam besi dan
salisilat). Untuk mencegah hal ini, obat dipersiapkan dalam bentuk kapsul
yang diharapkan tetap utuh dalam suasana asam di lambung, tetapi
menjadi hancur pada suasana netral atau basa di usus. Dalam
memberikan obat jenis ini, bungkus kapsul tidak boleh dibuka, obat tidak
boleh dikunyah dan pasien diberi tahu untuk tidak minum antacid atau
susu sekurang-kurangnya satu jam setelah minum obat.

7
Apabila obat dikemas dalam bentuk sirup, maka pemberian harus
dilakukan dengan cara yang paling nyaman khususnya untuk obat yang
pahit atau rasanya tidak enak. Pasien dapat diberi minuman dingin (es)
sebelum minum sirup tersebut. Sesudah minum sirup pasien dapat diberi
minum, pencuci mulut atau kembang gula.
2. Pemberian Obat Sublingual
a. Pengertian
Pemberian obat secara sublingual yaitu pemberian obat dengan cara
meletakkan obat di bawah lidah.
b. Karakteristik
Pemberian obat dengan cara sublingual, aksi kerja obat lebih cepat
yaitu setelah hancur di bawah lidah maka obat akan segera
mengalami absorbsi ke dalam pembuluh darah. Cara ini juga mudah
dilakukan dan pasien tidak mengalami kesakitan. Pasien diberitahu
untuk tidak menelan obat karena bila ditelan, obat menjadi tidak aktif
oleh adanya proses kimiawi dengan cairan lambung. Untuk mencegah
obat tidak ditelan, maka pasien diberitahu untuk tetap membiarkan di
bawah lidah sampai obat menjadi hancur dan terserap. Obat yang
sering diberikan dengan cara ini adalah nitrogliserin yaitu obat
vasodilatator yang mempunyai efek vasodilatasi pembuluh darah.
Obat ini banyak diberikan pada pasien yang mengalami nyeri dada
akibat angina pectoris. Dengan cara sublingual, obat bereaksi dalam
satu menit dan pasien dapat merasakan efeknya dalam tiga menit.
3. Pemberian Obat Melalui Rectum
a. Pengertian
Pemberian obat merupakan prosedur memasukkan obat melalui anus
dan kemudian rectum, dengan tujuan memberikan efek local dan
sistemik.

b. Karakteristik
Obat yang dimasukkan pada rectal biasanya dalam bentuk cairan
yang sering disebut enema. Obat tertentu dalam bentuk kapsul yang
besar dan panjang (supositoria) juga dikemas untuk diberikan melalui

8
anus/rectum. Ada beberapa keuntungan pengobatan obat supositoria,
antara lain :
1) Supositoria tidak menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan
bagian atas
2) Beberapa obat tertentu dapat diabsorbsi dengan baik melalui
dinding permukaan rectum
3) Supositoria rectal diperkirakan mempunyai tingkatan (titrasi)
aliran pembuluh darah yang besar, karena pembuluh daerah
vena pada rectum tidak ditransportasikan melalui liver
i. Bila diperlukan, beritahu pasien cara mengerjakan sendiri
enema atau memasukkan supositoria
ii. Lakukan evaluasi
iii. Lakukan pendokumentasian

4. Pemberian Obat Kulit


Merupakan pemberian obat dengan mengoleskannya di kulit yang
bertujuan untuk mempertahankan hidrasi, melindungi permukaan kulit,
mengurangi iritasi kulit atau mencegah infeksi. Jenis obat kulit yang
diberikan dapat bermacam-macam seperti krim, losion, aerosol, atau
spray. Obat dapat diberikan pada kulit dengan cara digosokkan,
ditepukkan, disemprotkan, dioleskan dan iontoforesis (pemberian obat
pada kulit dengan listrik).
5. Pemberian Obat Melalui Mata
Pemberian obat melalui mata biasanya selain dilakukan dengan
memberikan obat pada mata (instilasi) dan biasa dilakukan pula dengan
irigasi mata, yaitu suatu tindakan pencucian kantung konjunctiva mata.
Pemberian obat pada mata dengan obat tetes mata atau salep mata
digunakan untuk persiapan pemeriksaan structural internal mata dengan
mendilatasi pupil, pengukuran refraksi lensa dengan melemahkan otot
lensa, serta penghilangan iritasi mata. Berbagai bentuk spuit tersedia
khusus untuk melakukan irigasi tetapi bila tidak ada dapat digunakan spuit
dengan tabung besar. Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan
steril. Obat biasanya dalam bentuk cairan (obat tetes mata) dan

9
ointment/obat salep mata yang dikemas dalam tabung kecil. Karena sifat
selaput lendir dan jaringan mata yang lunak dan responsif terhadap obat,
maka obat mata biasanya diramu dengan kekuatan yang rendah misalnya
2%.

6. Pemberian Obat Melalui Telinga


Memberikan obat pada telinga dilakukan dengan obat tetes telinga atau
salep. Pada umumnya, obat tetes telinga yang dapat berupa obat
antibiotik diberikan pada gangguan infeksi telinga, khususnya otitis media
pada telinga tengah.

7. Pemberian Obat Melalui Hidung


Obat yang diberikan melalui tetesan hidung (instalasi hidung) diberikan
biasanya dengan maksud menimbulkan astringent effect yang merupakan
efek obat dalam mengerutkan selaput lendir yang bengkak. Obat tetes
hidung diberikan pula dengan tujuan untuk menyembuhkan infeksi pada
rongga atau sinus-sinus hidung.

8. Pemberian Obat Melalui Vagina


Pemberian obat melalui vagina merupakan tindakan memasukkan obat
melalui vagina. Irigasi vagina merupakan suatu prosedur membersihkan
vagina dengan aliran air yang pelan. Sedangkan instalasi merupakan
suatu prosedur mengobati vagina.
Tindakan irigasi vagina dilakukan untuk memasukkan larutan antimikrobia
guna mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab infeksi,
mengeluarkan kotoran dalam vagina dan mencegah perdarahan (dengan
cairan dingin atau hangat) dan mengurangi perdarahan. Sedangkan
tindakan instalasi vagina dilakukan dengan tujuan, antara lain untuk
mengobati infeksi atau menghilangkan rasa nyeri, maupun gatal pada
vagina. Peralatan steril digunakan untuk melakukan irigasi vagina di
rumah sakit, terutama bila terdapat luka terbuka pada vagina. Jenis cairan
yang digunakan tergantung pada prosedur rumah sakit dan tujuan irigasi.
Biasanya digunakan cairan normal salin, sodium bikarbonat, air ledeng,

10
dan lain-lain. Jumlah cairan bervariasi antara 1000 sampai dengan 2000
ml dan cairan dinhangatkan pada suhu 40,5o C. Obat yang dimasukkan
melalui vagina dikemas dalam bentuk yang bervariasi antara lain : cream,
jelly, foam atau supositoria.

PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL


9. Injeksi intracutan atau intradermal
Merupakan injeksi yang ditusukkan pada lapisan dermis atau di bawah
epidermis/permukaan kulit. Injeksi ini dilakukan secara terbatas, karena
hanya sejumlah kecil obat yang dapat dimasukkan. Cara ini lazim
digunakan untuk test tuberculin dan tes untuk mengetahui reaksi alergi
terhadap obat tertentu serta vaksinasi. Kadang- kadang cara ini digunakan
pada anastesi local kemudian dilanjutkan untuk injeksi pada area yang
lebih dalam. Area yang lazim digunakan untuk injeksi intracutan adalah
lengan bawah bagian dalam, dada bagian atas dan punggung pada area
scapula.
10. Injeksi Subcutan
Injeksi subcutan diberikan dengan menusuk area di bawah kulit yaitu pada
jaringan konektif atau lemak di bawah dermis. Setiap jaringan subkutan
dapat dipakai untuk area injeksi ini, yang lazim adalah pada lengan atas
bagian luar, pada bagian depan. Area lain yang lazim digunakan adalah
perut, area scapula, ventrogluteal dan dorsogluteal. Injeksi harus tidak
diberikan pada area yang nyeri, merah, pruritis, atau edema. Pada
pemakaian injeksi subcutan jangka lama, maka injeksi perlu direncanakan
untuk diberikan secara rotasi pad area yang berbeda. Jenis obat yang
lazim diberikan secara subcutan adalah vaksin, obat-obatan preoperasi,
narkotik, insulin, dan heparin.
11. Injeksi Intramuscular
Injeksi intramuscular merupakan pemberian obat dengan
memasukkannya ke dalam jaringan otot. Injeksi ini dilakukan dengan
beberapa tujuan yaitu untuk memasukkan obat dalam jumlah yang lebih
besar dibanding obat yang diberikan melalui subcutan. Absorbsi juga
lebih cepat dibanding dengan pemberian obat secara subcutan karena

11
lebih banyaknya suplai darah di otot tubuh. Pemberian dengan cara ini
dapat pula mencegah/mengurangi iritasi obat. Bagian tubuh yang lazim
digunakan untuk injeksi intramuskular adalah deltoid, dorsogluteal,
ventrogluteal, vastus lateralis, dan rektus femors. Area-area di atas
digunakan karena berbagai alasan antara lain karena massa otot yang
besar, vaskularisasi baik dan jauh dari saraf. Dalam pelaksanaanya
posisi jarum diatur pada posisi tegak lurus 90o.
Area Deltoid Area ini dapat ditemukan pada lengan atas bagian
luar. Area ini jarang digunakan untuk injeksi intramuscular karena
mempunyai risiko besar terhadap bahaya tertusuknya pembuluh darah,
mengenai tulang atau serabut saraf. Cara sederhana menentukan lokasi
injeksi pada deltoid adalah dengan cara meletakkan dua jari secara
vertical di bawah akromnion, dengan jari yang atas di atas akromnion.
Lokasi injeksi adalah tiga jari di bawah akromnion.
Area Dorsogluteal adalah lokasi yang dapat digunakan pada orang
dewasa dan anak-anak di atas usia 3 tahun, lokasi ini tidak boleh
digunakan pada anak-anak di bawah usia 3 tahun karena pada
kelompok usia ini otot dorsogluteal belum berkembang. Salah satu cara
menentukan lokasi dorsogluteal adalah dengan cara membagi area
gluteal menjadi kuadran-kuadran. Area gluteal tidak hanya terbatas pada
bokong saja, tetapi memanjang kearah krista iliaka. Area injeksi dipilih
pada area kuadran luar atas. Area injeksi dorsogluteal dapat pula
ditentukan dengan cara menarik garis bayangan dari spina iliaka
superior menuju trokanter besar. Injeksi dilakukan pada area lateral dan
superior terhadap garis bayangan. Untuk menampakkan area ini dengan
jelas, pakaian yang menutupi bokong harus dibuka secara penuh dan
pasien diatur berbaring menghadap ke bawah dalam posisi prone
dengan kedua tangan di atas kedua sisi tempat tidur dan kedua kaki
diputar ke dalam. Posisi ini akan membantu relaksasi otot gluteus dan
relaksasi pasien yang diinjeksi. Selain posisi pronasi, pasien dapat pula
diatur dalam posisi miring ke samping dengan kaki yang di atas ditekuk
pada pangkal paha dan lutut serta diletakkan di depan kaki bawah yang
diatur lurus.

12
Area Ventrogluteal Area ini disebut juga are von Hochstetter. Area
ini paling banyak dipilih untuk injeksi intramuscular karena pada area ini
tidak terdapat pembuluh darah dan saraf besar. Area ini juga jauh dari
anus sehingga tidak atau kurang terkontaminasi. Dalam melakukan
injeksi pada area ini, pasien dapat diatur dalam posisi berbaring
telentang, tengkurap (pronasi), duduk atau berbaring ke samping. Untuk
mendapatkan area ini, misalnya apabila pasien diatur miring ke samping
kanan, perawat meletakkan telapak tangan pada trokanter mayor
dengan jari-jari menghadap kearah kepala (perhatikan jangan sampai
keliru dengan krista iliaka superior). Jari tengah diletakkan pada spina
iliaka anterior superior dan direntangkan menjauh membentuk suatu
area berbentuk huruf V. Jarum injeksi ditusukkan di tengah-tengah area
ini. Bisa juga dengan menentukan 1/3 atas antara SIAS dan cocygeus.
Area vastus lateralis Area ini terletak diantara sisi median anterior
dan sisi mediolateral paha. Otot vasus lateralis biasanya tebal dan
tumbuh secara baik pada orang dewasa dan anak-anak. Bila melakukan
injeksi pada bayi, disarankan menggunakan area ini karena pada area ini
tidak terdapat serabut saraf dan pembuluh darah besar. Area injeksi
disarankan pada sepertiga bagian yang tengah. Area ini ditentukan
dengan dengan cara membagi area antara trokanter mayor sampai
dengan kondila femur lateral menjadi tiga bagian lalu pilih area tengah
untuk lokasi injeksi. Untuk melakukan injeksi ini, pasien dapat diatur
miring atau duduk.
12. Injeksi Intravena
Jalur intravena dipakai khususnya untuk tujuan agar obat yang diberikan
dapat bereaksi dengan cepat misalnya pada situasi gawat darurat, obat
dimasukkan ke dalam vena sehingga obat langsung masuk sistem
sirkulasi yang menyebabkan obat dapat bereaksi lebih cepat dibanding
dengan cara enteral atau parenteral yang lain yang memerlukan waktu
absorbsi. Pemberian obat intravena dapat dilakukan dengan berbagai
cara. Pada pasien yang tidak dipasang infus, obat diinjeksikan langsung
pada vena. Bila cara ini yang digunakan, maka biasanya dicari vena besar
yaitu vena basilica atau vena sefalika pada lengan. Pada pasien yang

13
dipasang infus, obat dapat diberikan melalui botol infus atau melalui karet
pada selang infus yang dibuat untuk memasukkan obat. Untuk
memasukkan obat melalui vena, perawat harus mempunyai pengetahuan
dan keterampilan yang memadai sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
pelaksanaan atau menyebabkan berbagai masalah yang fatal bagi pasien
misalnya terjadi emboli udara. Perawat juga harus mampu menceri vena
yang tepat untuk penusukan. Jangan lakukan penusukan sebelum yakin
mendapatkan vena yang mudah ditusuk. Pengulangan tusukan dapat
menyebabkan rasa sakit dan rasa takut pada pasien. Pasien yang
terpasang infus seringkali mendapat order obat yang dimasukkan secara
intravena. Pada pasien ini, perawat tidak perlu membuat tusukan baru
lagi, tetapi dapat memasukkan obat melalui karet pada pipa infus yang
dirancang untuk memasukkan obat atau melalui botol infus. Apabila obat
dimasukkan lewat botol infuse, dinamakan pemberian obat “per flash”, dan
bila diberikan lewat karet para pipa infuse dinamakan pemberian obat “per
set”. Dalam melakukan tindakan ini, perawat harus memperhatikan teknik
aseptik yaitu dengan mengusap tempat yang akan ditusuk dengan kapas
antiseptik. Klem infus dimatikan selama obat dimasukkan dan bila sudah
selesai, kecepatan tetesan diatur kembali. Pada setiap penambahan obat
melalui pipa atau botol infus, buat label pada botol infus, angkat dan
goyangkan botol agar obat dapat campur, observasi keadaan pasien dan
catat tindakan anda pada buku catatan pengobatan atau status kesehatan
pasien.

C. TINDAKAN-TINDAKAN UNTUK PENGOBATAN DAN PEMBERIAN


CAIRAN DALAM ASUHAN KEBIDANAN
Tindakan bidan dalam memberikan pengobatan dan pemberian cairan
meliputi pemberian nutrisi dan elektrolit.
1. Pemberian Nutrisi
Nutrisi adalah suatu senyawa kimia yang diperlukan tubuh untuk
melakukan fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan
memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan.
Pemberian nutrisi dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu:

14
a. Nutrisi Oral
Nutrisi oral adalah cara pemberian nutrisi yang paling umum dan paling
mudah dilakukan, yaitu melalui mulut. Nutrisi oral dapat diberikan pada
pasien yang memiliki kesadaran penuh dan mempunyai kemampuan
untuk menelan. Pemberian nutrisi ini dapat diberikan bersamaan atau
tanpa makanan dan minuman serta tidak memerlukan perlakuan
khusus pada saat pemberian.
b. Nutrisi Enteral
Nutrisi enteral diberikan kepada seorang yang mengalami gangguan
kesadaran atau tidak mampu mengkonsumsi nutrisi secara adekuat,
mengalami gangguan digestif, absorpsi, metabolisme dapat diberikan
dengan osmolaritas. Kekurangan dari pemberian nutrisi melalui enteral
adalah risiko infeksi, tidak nyaman, dan memerlukan tenaga ahli.
c. Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral diberikan kepada pasien yang tidak mampu
mendapatkan nutrisi dari rute enteral, dirawat di ruang intensif (ICU,
ICCU, NICU, PICU), keadaan malnutrisi berat, pasien sort bowel
syndrome. Kekurangan dari pemberian nutrisi paranteral adalah tidak
nyaman, perlu tenaga ahli, bentuk sediaan larutan steril dan bebas
pirogen.
2. Elektrolit
Unsur dalam larutan elektrolit dihitung berdasarkan umur, berat, dan
kebutuhan pemeliharaan biasa. Karena perubahan komposisi tubuh dan
laju pertambahan berat badan dan pertumbuhan, kebutuhan elektrolit per
kilo berat badan berubah seiring dengan pertambahan usia. Dengan
demikian, anak-anak usia tiga tahun atau kurang, lebih membutuhkan
natrium (2-5 meq/kg/hari), kalium (2-3 meq/kg/hari), klorida (2-3
meq/kg/hari), magnesium (0,25-0,5 meq/kg/hari), kalsium (1-2
meq/kg/hari), dan fosfat (0,5-1 meq/kg/hari).
Anak-anak memerlukan cairan dan elektrolit lebih banyak dari pada
dewasa karena itu mudah terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Hal ini karena :
a. Metabolic rate yang tinggi

15
b. Insensible loss yang tinggi (minute ventilation tinggi, rasio surface area:
volume tinggi, epidermis immature pada bayi preterm).
c. Kemampuan konsentrasi urin rendah. Tetapi kemampuan bayi-bayi
mengekskresikan air juga rendah karena immaturitas ginjal (usia < 1
tahun) dan mempunyai kecenderungan ADH-nya tinggi

D. Perawatan Luka dalam Praktik Kebidanan


1. Pengertian Luka
Kulit merupakan bagian tubuh paling luar yang berguna dalam melindungi
diri dari trauma luar serta masuknya benda asing. Trauma dapat
menyebabkan luka pada kulit, yaitu suatu keadaan terputusnya kontinuitas
jaringan tubuh, yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh
sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
2. Jenis Luka
Berdasarkan sifat kejadiannya, luka dibagi menjadi dua jenis, yaitu luka
disengaja dan luka tidak disengaja. Luka disengaja misalnya luka terkena
radiasi atau bedah, sedangkan luka tidak disengaja misalnya adalah luka
terkena trauma. Luka yang tidak disengaja juga dibagi menjadi luka tertutup
dan luka terbuka. Luka disebut tertutup jika tidak terjadi robekan,
sedangkan luka disebut terbuka jika terjadi robekan dan kelihatan. Luka
terbuka berarti luka abrasi (yakni luka akibat gesekan), luka puncture (luka
akibat tusukan), dan luka hautration (luka akibat alat-alat yang digunakan
dalam perawatan luka). Di bidang kebidanan, luka yang sering terjadi
adalah luka episiotomi, luka bedah seksio caesarea, atau luka saat proses
persalinan.
Berdasarkan penyebabnya, luka dibagi menjadi dua, yaitu luka mekanik
dan luka nonmekanik. Luka mekanik terdiri atas vulnus scissum, vulnus
constusum, vulnus kaceratum, vulnus punctum, vulnus seloferadum, vulnus
morcum, dan vulnus abrasion. Sedangkan luka nonmekanik terdiri atas luka
akibat zat kimia, termik, radiasi, atau serangan listrik.
3. Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka melalui tiga tahap, yaitu :
a. Fase Inflamasi

16
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira – kira
hari kelima.. pembuluh darah yang terputus pada luka akan
menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya
dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus
(retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit
yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama
dengan jalan fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari
pembuluh darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi.
Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine
yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi
cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang
menyebabkan edema dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik
reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler
melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan
pembengkakan (tumor).
Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus
dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya
kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu
mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang
kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan
bakteri (fagositosis). Fase ini disebut juga fase lamban karena reaksi
pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh
fibrin yang amat lemah.
b. Fase Proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol
adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase
inflamasi sampai kira – kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari
sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan
mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan prolin yang merupakan
bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.
Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk
penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung
mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast,

17
menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini kekuatan
regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses
penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan
intramolekul dan antar molekul.
Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan
kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan
yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka
yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi
permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang
terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah
yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah
yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling
menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya
permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan
granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam
fase penyudahan.
c. Fase Penyudahan (Remodelling)
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari
penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan
gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru
terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan – bulan dan dinyatakan
berkahir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha
menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses
penyembuhan. Edema dan sel radang diserap, sel muda menjadi
matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang
berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang
ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan
lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan
maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu
menahan regangan kira – kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini
tercapai kira – kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.
4. Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu :

18
a. Vaskularisasi, memengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan
peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
b. Anemia, memperlambat proses penyembuhan luka mengingat
perbaikan sel membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu,
orang yang mengalami kekurangan kadar hemoglobin dalam darah
akan mengalami proses penyembuhan lama.
c. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan
pertumbuhan atau kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya,
proses penuaan dapat menurunkan system perbaikan sel sehingga
dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
d. Penyakit lain, memengaruhi proses penyembuhan luka. Adanya
penyakit, seperti diabetes mellitus dan ginjal, dapat memperlambat
proses penyembuhan luka.
e. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel,
terutama karena kandungan zat gizi yang terdapat di dalamnya.
Sebagai contoh, vitamin A diperlukan untuk membantu proses
epitelisasi atau penutupan luka dan sintesis kolagen; vitamin B
kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengatur
metabolism protein, karbohidrat, dan lemak; vitamin C dapat berfungsi
sebagai fibroblast, dan mencegah adanya infeksi, serta membentuk
kapiler-kapiler darah; dan vitamin K yang membantu sintesis protombin
dan berfungsi sebagai zat pembekuan darah.
f. Kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stress, memengaruhi proses
penyembuhan luka. Orang yang terlalu gemuk, banyak mengonsumsi
obat-obatan, merokok, atau stress akan mengalami proses
penyembuhan luka yang lebih lama.
5. Komplikasi Spesifik Adanya Luka
a. Hemorrhage (Perdarahan)
Meningkaynya nadi, meningkatnya pernafasan, Menurunnya tekanan
darah, lemah, pasien mengeluh kehausan.
b. Infeksi
Luka memerah, bengkak, nyeri, jaringan sekitar mengeras, leukosit
meningkat.

19
c. Dehiscene (tepi sulit/tidak dapat menyatu)
d. Eviceration
e. Menonjolnya organ-organ tubuh bagian dalam ke arah luar melalui
incisi.

E. RESUSITASI
1. Pengertian resusitasi
Resusitasi (respirasi artifisialis) adalah usaha dalam memberikan
ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung jantung
yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat
vital lainnya. (pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, 2002)
Resusitasi adalah pernafasan dengan menerapkan masase jantung
dan pernafasan buatan. (kamus kedokteran, edisi 2000)
2. Tujuan resusitasi
a. Memberikan ventilasi yang adekuat
b. Membatasi kerusakan serebri
c. Pemberian oksigen & curah jantung yang cukup untuk menyalurkan O2
kepada otak, jantung & alat-alat vital lainnya.
d. Untuk memulai/mempertahankan kehidupan ekstra uteri
3. Tanda-tanda resusitasi perlu dilakukan
a. Pernafasan
Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak
dapat bernafas/ bahwa pernafasan tidak adekuat.Lihat gerakan dada
naik turun frekuensi dan dalamnya pernafasan selama satu
menit.Nafas tersenggal-sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu
tindakan misalnya apneu.Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi
normal biasanya 30-50 kali/menit dan menangis, kita melangkah ke
penilaian selanjutnya.
b. Denyut Jantung- frekuensi
Apabila penilaian denyut jantung menunjukkan bahwa denyut
jantung bayi tidak teratur.Frekuensi denyut jantung harus > 100
permenit. Cara yang termudah & cepat adalah dengan menggunakan
stetoskop/meraba denyut jantung secara terus menerus, dihitung

20
selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10 = frekuensi denyut jantung
selama 1 menit). Hasil penilaian : - apabila frekuensi >100x/menit
walaupun bayi bernafas spontan menjadi indikasi untuk dilakukan
VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
c. Warna Kulit
Apabila penilaian warna kulit menunjukkan bahwa warna kulit
bayi pucat/bisa sampai sianosis.Frekuensi denyut jantung baik,
seharusnya kulit menjadi kemerahan, jika masih terjadi sianosis
central, oksigen tetap diberikan.Bila terdapat sianosis perifler, oksigen
tidak perlu di berikan, disebabkan karena peredaran darah yang
masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersih yang dingin.
4. Kondisi yang memerlukan resusitasi
a. Sumbatan jalan nafas akibat lendir/ darah/ mekonium, atau akibat lidah
yang jatuh ke posterior.
b. kondisi depresi pernafasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu
misalnya obat-obatan anastesik, analgetik lokal, narkotik, diazepam,
magnesium sulfat, dan sebagainya.
c. Kerusakan neurologis,
d. Kelainan/ kerusakan saluran nafas/ kardiovaskular susunan saraf pusat,
&/ kelainan congenital yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan/
sirkulasi.
e. Syok hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan.
Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-menit pertama
kehidupan.Jika terlambat, bisa berpengaruh buruk bagi kualitas hidup
individu selanjutnya.
5. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama resusitasi
a. tenaga yang terampil
b. pemahaman tentang fisiologi dasar pernafasan kardiovaskular, serta
proses afiksia progresif
c. kemampuan/ alat pengaturan suhu, ventilasi/ monitoring
d. obat-obatan dan cairan yang diperlukan
6. Persiapan resusitasi bayi baru lahir

21
a. persiapan keluarga, sebelum melakukan pertolongan BBL, dilakukan
komunikasi terapeutik dengan keluarga tentang kemungkinan yang akan
terjadi pada bayi & persiapan persalinan
b. persiapan tempat resusitasi
c. ruangan harus hangat (mencegah hipotermi)
d. tempat resusitasi datar, rata, cukup keras, bersih, kering & hangat.
Misalnya: meja, dipan atau dolantai beralas tikar. Akan memudahkan
pengaturan posisi kepala bayi. Upayakan dekat dengan pemancar panas,
dapat meggunakan lampu 60 watt atau lampu petromak dengan jarak 60 cm
dari meja resusitasi & sudah dinyalakan menjelang persalinan.Tidak berangin
seperti jendela atau pintu yang terbuka

F. PERAWATAN PRE, INTRA, DAN PASCA BEDAH KEBIDANAN


1. Pengertian
Perioperative nursing merupakan tindakan yang diberikan pada pasien
yang menjalankan pembedahan / operasi dari pre, intra, dan post operative.
Tujuan utama dari perawatan perioperatif adalah (Association of Operating
Room Nursing; 1993), adalah sebagai berikut :
a. Bebas dari injuri akibat dari posisi dan benda asing
b. Bebas infeksi
c. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
d. Mempertahankan integeritas kulit
e. Pasien paham tentang respon fisiologis dan psikologis terhadap
pembedahan
f. Berpartisipasi terhadap proses pembedahan
Istilah yang Menggambarkan tentang Tiga Fase Pembedahan/Periode
Perioperative Nursing meliputi :
a. Tahap preoperative (preoperative phase)
Dimulai dari adanya keputusan dokter untuk melakukan operasi pada
pasien sampai diantar menuju kamar operasi
b. Tahap intraoperative (intraoperative phase)
Dimulai dari kamar operasi sampai masuk ke ruang pemulihan
(recaverry room)

22
c. Tahap pastoperative (pastoperative phase)
Dimulai pasien meninggalkan recovery room sampai mendapatkan
perawatan pemulihan selanjutnya.
Proses asuhan digunakan selama masing-masing fase untuk
menemukan dan memenuhi kebutuhan fisik dan psikososial serta
memfasilitasi klien untuk mengembalikan kesehatannya. Perawatan
diberikan bertitik tolak pada responfisiologis, psikologis, sosial budaya
dan spiritual pasien terhadap prosedur invasif.

Istilah dalam bedah (akhiran) :


1. Ectomy : membuang orga/galndula
2. Rrhaphy : menjahit/meyatukan bagian atau organ.
3. Scopy : melihat
4. Ostomy : membuat terbuka Istilah dalam bedah (akhiran) /stoma
5. Otomy : memotong
6. Plasty : memperbaiki

2. Anasthesia In Surgery
Merupakan hilangnya sensasi secara partial atau total yang disengaja
(dibuat) dengan atau tanpa hilangnya kesadaran. Anasthesia menyebabkan
relaksasi otot, memblok transmisi impuls saraf dan menekan refleks.
Penggunaan anesthesia tergantung dari :
a. Umur dan kondisi fisik pasien
b. Tipe, lokasi dan lamanya operasi
c. Riwayat penggunaan anesthesia
d. Konsultasi ahli
Klasifikasi Anesthesia :
a. General : yaitu mmblok stimulus nyeri pada cortex cerebri.
Menyebabkan depresi CNS dan memberikan efek analgesia, amnesia, tidak
sadar dengan karakterisitik hilangnya refleks dan tonus otot.
b. Regional : yaitu memblok stimulus pada asal nyeri, sepanjang saraf
afferent dan sepanjang spinal cord. Tidak seperti anesthesia general,

23
regional anesthesia berefek menghilangkan sensasi nyeri hanya pada area
tertentu tanpa menyebabkan menurunnya kesadaran pasien.
3. Faktor resiko terhadap pembedahan
a. Usia
Usia terlalu muda dan lanjut usia mempunyai resiko tinggi terhadap
pembedahan. Hal ini dikarenakan cadangan fisiologis pada usia lanjut sudah
sangat menurun, sedangkan pada bayi dan anak disebabkan oleh karena belum
matur (matang) semua fungsi organ.
b. Nutrisi
Kondisi malnutrisi beresiko karena nutrisi dalam tubuh diperlukan untuk sintesa
protein yang sangat menunjang proses penyembuhan. Sedangkan pada pasien
yang obesitas, jaringan lemak sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu juga
meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik pada saat perawatan pasca
operasi.
c. Penyakit Kronis
Karena banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi
pembedahan dan pasca operasi menjadi sangat tinggi
d. Ketidak Sempurnaan Neuro Endokrin
Pasien dengan gangguan fungsi endokrin seperti DM, bahaya utama adalah
terjadinya hipoglikemi akibat proses anestesi serta adanya pemberian nutrisi yang
tidak adekuat pasca operasi.
e. Merokok
Perokok beresiko mengalami gangguan vaskuler yang akan meningkatkan
tekanan darah sistemik.
f. Alcohol dan Obat-Obatan
Alcoholic kronik seringkali mengalami malnutrisi dan masalah sistemik yang akan
meningkatkan resiko pembedahan. Obat-obatan yang digunakan pasien sebelum
operasi harus sepengetahuan oleh dokter anestesi dan dokter bedah.

4. Komplikasi Pembedahan
a. Respirasi
Pada respirasi bila terjadi obstruksi atau hipoventilasi. Obstruksi terjadi
akibat mukus yang menumpuk atau mentahan yang menumpuk

24
padasaluran nafas akibat susah keluar, akibat lidah relaks sehingga
menyumbat saluran nafas.
b. Kardiovaskular
Komplikasi yang terjadi seperti aritmia, hipotensi, atau shock. Pasien post
operasi biasanya mengalami peningkatan atau penururnan tensi tapi
masih dalam batas normal dan disertai disritmia, pasien harus diobservasi
ketat. Distritmia terjadi akibat hipovolemia, nyeri, tak seimbang elektrolit,
hipoksemia, dan asidosis. Bila terjadi distritmia, perawat harus memonitor
tensi, saturasi oksigen dan ventilasi. Hipotensi postop terjadi akibat dari
ventilasi tak adekuat, efek samping dari anesthesi, perubahan posisi yang
terlalu cepat, nyeri, kehilangan cairan dan darah. Bila postop hipotensi
sangat bermakna mengindikasikan pasien mengalami hemorrhagy postop,
kegagalan sirkulasi atau pergerakan cairan. Sedangkan hipertensi dapat
terjadi akibat stress dan nyeri.
c. Ginjal
Pada ginjal dapat terjadi perubahan fungsi ginjal dan gangguan
keseimbangan cairan dan elktrolit. Hal tersebut disebabkan karena
pembedahan dan anesthesia menstimulasi skresi ADH (antidiuretik
hormon) dan Aldosteron yang menyebabkan retensi cairan, sehingga
volume urine menurun. Untuk itu hindari pemberian cairan berlebihan
sampai volume urine adekuat dan stabil.
d. Temperatur
Hipertemia dapat terjadi akibat kontraksi otot berlebih karena menahan
nyeri. Hipotermia terjadi akibat pasien kedinginan selama diruang operasi.
Untuk itu perlu pasien postop diberi selimut hangat guna mempertahankan
suhu tubuh pasien.
e. Nyeri
Saat efek anesthesia menghilang, pasien akan mengeluh nyeri dan ini
memerlukan intervensi yang tepat.
5. Asuhan Perioperatif
a. Perawatan Pre Operatif

25
Merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif. Fase awalan yang
menjadi landasan untuk keberhasilan tahap selanjutnya. Persiapan pasien atau
kilen di ruang unit perawatan meliputi :
1) Konsultasi dengan Tim Bedah dan Tim Anestesi
Semua ibu yang akan dioperasi harus melalui pemeriksaan dokter bedah dan
dokter anestesi maupun anggota tim lain yang terlibat seperti fisioterapis. Hal ini
dikarenakan klien harus mengetahui bagaimana operasi akan dilakukan,
bagaimana pembiusan akan diberikan serta hal hal lain yang menyangkut
dengan  tindakan operasi.
2) Pra Medikasi
Adalah obat yang diberikan sebelum operasi dilakukan sebagai persiapan atau
bagian dari anestesi. Pra medikasi dapat diberikan dalam berbagai bentuk sesuai
dengan kebutuhan misalnya relaksan, antiemetic, analgesic dan lain sebagainya.
3) Perawatan Kandung Kemih
Pemasangan kateter residu atau indelwing dipasang untuk mencegah terjadinya
trauma pada kandung kemih selama operasi serta untuk memudahkan
pengontrolan keseimbangan intake dan output.
4) Mengidentifikasi Protesis
Semua protesis seperti lensa kontak, gigi palsu, kaki palsu, perhiasan dan lainnya
harus dilepas sebelum pembedahan. Pada gigi hal ini untuk mencegah terlepas 
dan tertelan saat operasi dimana pasien dalam kondisi tidak sadar. Sedangkan
untuk perhiasan, selain dikhawatirkan akan menjadi sarang kuman juga
mencegah terjadinya reaksi perhiasan dengan alat atau medan listrik dan magnet
yang ada di ruang operasi.
5) Informed Consent
Hal sangat penting terkait dengan aspek hukum, tanggung jawab dan tanggung
gugat adalah inform consent. Pasien dan keluarga harus mengetahui dan
memahami bahwa setiap tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai
resiko. Oleh karena itu setiap tindakan medis wajib memberikan pernyataan
persetujuan tindakan medis. Setelah sebelumnya sudah mendapat informasi
detail terkait segala macam prosedur tindakan yang akan dilakukan.
6) Persiapan Fisik
Berbagai persiapan fisik  harus dilakukan sebelum pasien operasi antara lain :

26
a) Status Kesehatan Fisik Secara Umum
Meliputi identitas, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik lengkap mulai organ
dalam dan luar tubuh. Selain itu pasien juga harus cukup istirahat sehingga
pasien tidak akan mengalami stress fisik dan tubuh lebih rileks.
b) Status Nutrisi
Segala macam defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan agar
tubuh mempunyai protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi
yang buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi
pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di
rumah sakit. Yang paling sering terjadi adalah infeksi post operasi, demam,
penyembuhan luka yang lama serta dehisensi (terlepasnya jahitan sehingga
luka tidak bisa menyatu).
c) Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Keseimbangan cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan
output cairan. Demikian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam
rentang yang normal, yang biasa diperiksa adalah kadar natrium serum (N:
135-145 mmol), kalium serum (N: 3,5-5 mmol) dan kadar kreatinin serum (N:
0,70-1,50). Keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan erat dengan
fungsi ginjal.
d) Kebersihan Lambung dan Kolon
Sebelum operasi pasien dipuasakan dalam waktu 6-8 jam dan dilakukan
pengosongan kolon dengan tindakan lavement (huknah) yang bertujuan
untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru) dan
menghindari kontaminasi faeces di area pembedahan. Perkecualian pada
kasus pasien yang membutuhkan tindakan segera / cito seperti pada pasien
kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan
memasang NGT
e) Pencukuran Daerah Operasi
Ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang akan
dilakukan tindakan pembedahan karena rambut  dapat menjadi tempat
kuman bersembunyi serta menghambat proses penyembuhan luka dan
menyulitkan saat dilakukan perawatan luka.

27
f) Personal Hygiene
Kebersihan tubuh sangat penting karena jika tubuh dalam keadaan kotor
akan menjadi sarang kuman dan meningkatkan resiko infeksi pada daerah
yang dilakukan tindakan operasi.
Persiapan penunjang
Berbagai pemeriksaan penunjang adalah :
a) Pemeriksaan radiologi diagnostic seperti : foto rontgen, USG, CT Scan
(computerized tomography scan), MRI (magnetic resonance imagine), ECG
(elektro cardio grafi), mammografi, EEG (elektro enchephalo grafi) dll.
b) Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah seperti : hemoglobin,
leukosit, trombosit, LED (laju endap darah), elektrolit (kalium, natrium dan
chloride), ureum, kreatinin dll.
c) Biopsy, tindakan pengambilan bahan jaringan tubuh untuk menegakkan
diagnose.
d) Pemeriksaan kadar gula darah.
e) Pemeriksaan status anestesi, pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik
anestesi pada umumnya akan menganggu fungsi pernafasan, peredaran darah
dan sistem syaraf.
b. Perawatan Intra Operatif
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang
dilakukan oleh petugas medis di ruang operasi. Secara umum anggota tim dalam
prosedur pembedahan dibagi menjadi tiga kelompok besar. Meliputi ahli anestesi
dan perawat anestesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan
membaringkan pasien pada posisi yang tepat di meja operasi, berikutnya ahli
bedah dan asisten yang melakukan scrub (membersihkan anggota badan yang
akan dilakukan tindakan operasi), serta yang terakhir adalah perawat intra
operatif yang bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan
pasien.
1) Prinsip Umum
a) Prinsip Asepsis Ruangan
Antisepsis dan asepsis merupakan suatu usaha untuk mencapai keadaan
yang memungkinkan tidak adanya kuman pathogen baik secara kimiawi,

28
mekanis maupun fisik. Untuk seluruh sarana dan prasarana yang ada di
ruang operasi.
b) Prinsip Asepsis Personel
Meliputi 3 tahap yaitu scrubbing (cuci tangan steril), gowning ( teknik
penggunaan gaun operasi) dan gloving (teknik pemakaian sarung tangan
steril)..
c) Prinsip Asepsis Pasien
Dengan melakukan berbagai prosedur yang digunakan untuk membuat
medan operasi menjadi steril, seperti kebersihan pasien, desinfeksi
lapangan operasi dan tindakan drapping (menutupi anggota badan
dengan kain steril).
d) Prinsip Asepsis Instrument
Instrument bedah yang digunakan harus benar-benar dalam kondisi steril
dengan perawatan alat dan teknik sterilisasi yang benar dan
mempetahankan kesterilan alat pada saat pembedahan.
2) Hal-hal yang dilakukan oleh petugas medis terkait dengan pengaturan posisi
pasien di ruang operasi meliputi :
a. Kesejajaran fungsional
Adalah memeberikan posisi yang tepat selama dilakukan tindakan operasi,
karena setiap tindakan operasi membutuhkan posisi yang berbeda beda,
seperti:
(1) Supine , untuk operasi hernia, laparotomy, appendectomy,
mastectomy dll.
(2) Pronasi, untuk operasi pada daerah punggung dan spinal seperti
laminectomy
(3) Trendelenburg, untuk operasi pada daerah abdomen bawah atau
pelvis (panggul).
(4) Lithotomy, mengekspose daerah perineal dan rectal biasa digunakan
untuk operasi vagina, dilatasi dan kuretase serta pembedahan rectal
seperti haemoroidectomy.
(5) Lateral, digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul
b. Pemajanan area pembedahan

29
Maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan tindakan
pembedahan, sehingga petugas dapat mempersiapkan daerah operasi
dengan teknik drapping (menutup dengan kain lokasi operasi)
c. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
(1) Posisi pasien selama di meja operasi harus dipertahankan untuk
mempermudah proses pembedahan dan untuk menjaga keselamatan
pasien serta mencegah terjadinya injury.
(2) Memasang alat grounding (menetralkan medan listrik ke badan pasien)
(3) Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien
(4) Memastikan semua peralatan telah siap
d. Monitoring fisiologis
(1) Melakukan balance cairan
Untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien dan mengkoreksi jika ada
ketidakseimbangan pada balance cairan
(2) Memantau kondisi cardiopulmonal (jantung dan paru)
Dilakukan secara terus menerus meliputi tanda tanda vital
(3) Monitoring psikologis
Bisa diberikan dengan memberikan dukungan emosional dengan
berdiri dan memberikan sentuhan selama tindakan. Kemudian kondisi
emosional juga perlu dikaji dan menginformasikan kondisi emosional
tersebut pada tim bedah.
(4) Tim operasi. Terbagi menjadi dua kelompok besar :
(a) Steril terdiri dari ahli bedah, asisten bedah, perawat intrumentator
(scrub nurse)
(b) Non steril terdiri dari ahli anestesi, perawat anestesi, circulating
nurse, teknisi (operator alat, laboratorium dll).
3) Komplikasi
Komplikasi yang paling sering muncul adalah :
a) Hipotensi
Hipotensi pada tindakan operasi memang diinginkan dan dibuat dengan
pemberian obat obatan tertentu untuk menurunkan jumlah perdarahan pada
lokasi operasi. Petugas harus waspada agar tidak terjadi malhipotensi dan
segera dapat memberikan penanganan yang tepat.

30
b) Hipotermi
Merupakan keadaan suhu dibawah 36,5 derajat celcius. Bisa dialami oleh
pasien karena suhu rendah yang ada di ruang operasi (25-26,6 derajat
celcius), infuse dengan cairan yang dingin, obat obatan dll. Pencegahan
dapat dilakukan dengan mengatur suhu kamar operasi pada suhu ideal,
cairan infuse dibuat pada suhu 37 derajat celcius, baju dan selimut operasi
yang basah segera diganti. Hal ini dilakukan mulai pre operatif hingga pasca
operatif.
c) Hipertemi malignant
Angka kematian lebih dari 50%. Perlu penatalaksanaan yang tepat. Terjadi
akibat gangguan pada otot yang disebabkan oleh obat-obatan anestesi.
Ketika obat anestesi dimasukkan dalam tubuh, kalsium dalam plasma akan
dilepas ke membrane luar sehingga otot berkontraksi. Dalam kondisi normal,
tubuh akan memompa kembali kalsium ke dalam plasma, sehingga otot
kembali relaksasi. Jika tidak, pasien akan mengalami hipertemi malignant
dan mengalami kerusakan pada system syaraf pusat. Untuk menghindari
bisa dengan pemberian obat obatan serta monitoring ketat terhadap tanda
tanda vital.
c. Pasca Operatif
Dilakukan di ruang pemulihan tempat adanya akses yang cepat ke oksigen, suction
(penghisap), alat resusitasi, monitor, bel panggil serta petugas yang terampil.
Meliputi hal-hal peningkatan proses penyembuhan luka, mengurangi nyeri,
mempertahankan tanda vital dalam kondisi stabil, mempertahankan balance
cairan, memberikan posisi yang tepat serta mengurangi kecemasan dengan
melakukan komunikasi terapeutik.
Pemeriksaan pasca operatif :
1) Pemeriksaan GCS
Ada tiga komponen yang dinilai dalam skala ini yaitu mata, verbal, dan
motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam score dengan rentang
angka 1 – 6 tergantung responnya. Namun, hasil pemeriksaan GCS pada
orang dewasa berbeda dengan bayi karena adanya perbedaan respon
saat diberi rangsangan.
2) Penilaian Nyeri

31
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi
nyeri paska pembedahan yang efektif.Skala penilaian nyeri dan keterangan
pasien untuk menilai derajat nyeri.
3) Resiko Jatuh
Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan resiko jatuh :
a) Identifikasi : obat yang berhubungan dengan peningkatan risiko jatuh :
sedatif, analgetik, antihipertensi, diuretik, lazatif, psikotropika
b) Gunakan protokol dalam memindahkan pasien secara aman
c) Evaluasi berapa lama respon staf terhadap panggilan pasien (toilet,
makan, dll.
d) Gunakan instrumen untuk memprediksi risiko pasien jatuh.
e) Perhatikan lingkungan : cahaya, kontrol suara atau kebisingan

32
BAB III
PEMBAHASAN

A. HASIL

Dari hasil pratik yang dilakukan dari tanggal 19 mei - 30 Mei 2017 di
RSUD Wangaya Ruang Dara adalah sebagian besar tujuan dari praktik yang kami
dapatkan hanya perawatan luka, pemberian obat dan cairan serta persiapan pasien
pra dan pasca bedah, tetapi sebagian dari tujuan praktik tersebut hanya dilakukan
dengan mengobservasi.

Adapun rencana kegiatan yang dapat dicapai yaitu :

1. Melakukan perawatan luka

Selama praktik di RSUD Wangaya Ruang Dara kami dapat membantu dan
mengamati perawatan luka pada post operasi. Perawatan luka yang dapat
kami lakukan selama praktik dilapangan adalah merawat luka jaritan pasca
operasi. Hal yang dapat kami lakukan adalah membantu dalam persiapan
alat dan pasien selain itu kami juga dapat membantu dalam pencegahan
infeksi (memilah limbah/ sampah )

2. Melakukan asuhan pada pasien pre, intra dan pasca bedah

Selama praktik di RSUD Wangaya Ruang Dara kami dapat melakukan


asuhan pada pasien pre bedah yaitu melakukan pengukuran tanda-tanda
vital, memasang infus, memandikan pasien dan mengantarkan pasien ke
ruang operasi. Tindakan yang dapat kami lakukan adalah melakukan
pengukuran vital sign, membantu pasien mobilisasi dan membantu pasien
untuk melakukan BAK (buang air kecil).

3. Memahami Obat-Obatan Oral Maupun Parenteral Dan Pemberian Cairan


Yang Digunakan Dalam Praktik Kebidanan

33
Selama praktik di RSUD Wangaya Ruang Dara kami dapat melakukan
pemberian cairan yang di injeksikan pada infus pasien ¸ memberikan obat
oral pada pasien .

Selam kami praktik di RSUD Wangaya Ruang Dara tidak semua tujuan dapat kami
capai karena terdapat hambatan- hambatan selama proses praktik berlangsung

B. HAMBATAN

Selama proses praktik di RSUD Wangaya Ruang Dara adapun hambatan-


hambatan yang kelompok kami temukan sehingga beberapa tujuan praktik tidak
tercapai, hal itu disebabkan karena :

1. Waktu
Waktu untuk melakukan praktik di lahan praktik tergolong singkat yaitu hanya
pada hari senin dan selasa sesuai dengan jadwal mata kuliah yang membuat
kami tidak dapat memenuhi semua tujuan praktik yang ditargetkan.

2. Lahan praktik
Saat melakukan praktik tidak semua mahasiswa dapat melakukan tindakan
karena terdapat banyak mahasiswa yang melaksanakan praktek diruangan
tersebut sehingga kami hanya mengobservasi saja.

3. Pasien
Salah satu tujuan praktik yang harus kami capai adalah melakukan
resusitasi, namun di Ruangan Dara tidak ada tindakan resusitasi. Sehingga
menyebabkan tujuan praktik tidak tercapai. Selain itu, tidak ada pasien
kebidanan yang dirawat di ruang Dara sehingga target yang berhubungan
dengan praktik kebidanan tidak dapat kami capai.

4. Pengalaman dan keterampilan

34
Praktik ini merupakan kali pertama kalinya kami terjun ke Rumah sakit
sehingga kami belum memiliki pengalaman tentang kegiatan-kegiatan yang
harus dilakukan di Rumah Sakit. Keterampilan yang kami miliki juga belum
kompeten sehingga kami belum berani untuk melakukan tindakan.
Disamping itu kesempatan untuk melakukan tindakan dengan bimbingan
dapat kami lakukan hanya sesekali saja.

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Pentingnya keterampilan yang dimiliki oleh bidan tidak hanya berdampak
positif bagi klien saja, namun juga berdampak positif bagi bidan itu sendiri. Mata
kuliah Keterampilan Dasar Kebidanan sangat penting untuk meningkatkan
keterampilan yang dimiliki oleh seorang bidan dalam memberikan pelayanan bagi
masyarakat. Keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang bidan,
beberapa diantaranya adalah melakukan persiapan dan pemeriksaan doagnostik
yang berhubungan dengan pelayanan kebidanan, memahami obat-obatan dan
pemberian cairan yang digunakan dalam praktik kebidanan, melakukan tindakan
resusitasi, melakukan perawatan luka dalam praktik kebidanan, dan banyak lagi
keterampilan-keterampilan lainnya. Semua keterampilan tersebut akan saling
berkaitan satu sama lain dan akan mampu menunjang kualitas mutu pelayanan
yang diberikan oleh bidan. Dengan adanya praktik terintegrasi ini diharapkan
mahasiswa dapat melihat secara langsung kasus- kasus di lapangan yang
berhubungan dengan keterampilan dasar kebidanan. Selain itu mahasiswa dapat
melatih keterampilan dan menyesuaikan teori yang telah didapat di kampus
dengan praktik di lapangan.

B. Kesan dan Pesan


Kesan :

35
Selama melakukan praktik di RSUD Wangaya Ruang Dara, kami merasa
senang karena kami dapat mengasah keterampilan dasar kebidanan yang
didapat dari kampus, selain itu kami dapat menambah pengalaman. Kami
disambut dengan ramah dan petugas RSUD Wangaya Ruang Dara yang
bersedia membagi ilmu dan pengalamannya kepada kami , hanya saja ada
beberapa tindakan yang belum diperbolehkan untuk kami lakukan karena
keterampilan yang kami miliki masih terbatas dan besarnya resiko yang dapat
ditimbulkan jika terjadi kesalahan dalam pelaksanaan tindakan tersebut. Hal
yang paling berkesan adalah selain melakukan praktik dan mendapat ilmu,
kami juga dapat mengasah soft skill kami yang terus dituntut untuk
menerapkan kedisiplinan dan bertanggung jawab dalam setiap tindakan
maupun dalam bertingkah laku sehari-hari.

Pesan :

Melalui praktik terintegrasi ini dapat menambah pengalaman dan


memantapkan keterampilan dasar kebidanan kami, namun karena jadwal
praktik yang kurang efektif ( tidak satu minggu penuh) mengakibatkan
banyak tujuan praktik yang belum bisa tercapai. Kami berharap untuk jadwal
praktik selanjutnya sebaiknya dijadwalkan satu minggu penuh tanpa ada
selingan kuliah karena dapat mengganggu proses praktik dilapangan
maupun perkuliahan di kampus. Selain waktu yang tidak efektif, lahan praktik
yang tersedia juga sebaiknya disesuaikan dengan target atau tujuan praktik
sehingga kami tidak menemukan hambatan selama praktik.

36

Anda mungkin juga menyukai