Anda di halaman 1dari 10

Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis 2020

Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis


Sukma R. Tampoy
Program studi Farmasi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Prisma Jl. Pomorow
No.113, Kec. Tikala, Kel. Tikala baru, Kota Manado, 95126
mail@prisma.ac.id

ABSTAK :
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis. Sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lainnya. Tuberculosis merupakan salah satu penyebab kemmatian utama
dikarenakan infeksi. Dalam review artikel ini tujuannya untuk mencari tahu tentang evaluasi
penggunaan OAT. Dengan menggunakan metode studi pustaka ilmiah. Dan hasilnya didapati
bahwa dalam terapi OAT masih terdapat ketidaksesuaian terapi yang dapat menyebabkan
potensi interaksi obat. Dan jenis OAT yang sering diresepkan ialah jenis KDT (Kombinasi
dosis tetap).

Kata kunci : Tuberkulosis , OAT, KDT

ABSTRACT :
Tuberculosis is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis infection. Most
of the tuberculosis germs attack the lungs, but can also affect other organs. Tuberculosis is
one of the main causes of death that causes infection. In this review the article supports
finding out about evaluating the use of OAT. By using scientific library study methods. And
the results were found that in OAT therapy there are still therapeutic discrepancies that can
cause potential drug interactions. And the type of OAT that is often prescribed is the type of
KDT (fixed dose combination).

Keywords: Tuberculosis, OAT, KDT


1
Page
Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis 2020
PENDAHULUAN World Health Organization

Tuberkulosis adalah penyakit menular memperkirakan bahwa setiap tahunnya

yang disebabkan oleh infeksi 175.000 orang meninggal karena TB dari

Mycobacterium tuberculosis. sekitar 500.000 kasus baru dengan 260.000


orang tidak terdiagnosis serta mendapat
Sebagian besar kuman tuberkulosis pelayanan yang tidak tuntas. WHO
menyerang paru, tetapi dapat juga melaporkan dalam Global Tuberculosis
mengenai organ tubuh lainnya. (Monita Report 2011 terdapat perbaikan bermakna
Prananda, Nurmainah, 2011). TB paru dalam pengendalian TB dengan
adalah pen- yakit yang dapat menular menurunnya angka penemuan kasus dan
melalui udara (airborne disease). Kuman angka kematian akibat TB dalam dua
TB menular dari orang ke orang melalui dekade terakhir .
percikan dahak (droplet) ketika penderita
TB paru aktif batuk, bersin, bicara atau Tingginya angka kejadian TB disebabkan

tertawa. Kuman TB cepat mati denga sinar oleh ketidakpatuhan terhadap program

matahari lang- sung, tetapi dapat bertahan pengobatan

hidup beberapa jam di tempat yang gelap maupun penggunaan Obat Anti
dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman Tuberkulosis (OAT) yang tidak adekuat.
ini dapat tertidur lama (domaint) selama (Fristiohady et al., 2015)
beberapa tahun. (Afiat et al., 2018)
Kegagalan pengobatan TB, umumnya
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu disebabkan karena pengobatan yang terlalu
penyebab kematian utama yang singkat, tidak teratur dan obat kombinasi
diakibatkan oleh infeksi. Diperkirakan yang tidak tepat. Pengobatan TB yang
sekitar sepertiga penduduk dunia telah memerlukan waktu panjang, dapat
terinfeksi oleh Mycobacterium menyebabkan kurangnya tingkat
tuberculosis. Pada tahun 1995, kepatuhan pasien dalam minum obat,
diperkirakan ada 9 juta pasien TB paru dan sehingga akan mempengaruhi keberhasilan
3 juta kematian akibat TB di seluruh terapi. Rendahnya tingkat kepatuhan
dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan pasien, dan ketidaktepatan pemberian obat
98% kematian akibat TB di dunia terjadi anti-tuberkulosis (OAT) akan
pada negara-negara berkembang. menyebabkan timbulnya Multi Drug
2

(Sukandar & Hartini, 2017). Resistence (MDR), hingga terjadinya


Page
Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis 2020
kegagalan terapi TB. (Pradani & Kundarto, dilakukan setelah suatu jarak-waktu
2018). (interval) lebih lama, biasanya setiap 6–12
bulan. Untuk mengukur keberhasilan
Penekanan dan pemberantasan terkait
program TB diperlukan indikator dan
dengan tingkat keberhasilan pengobatan
pengawasan PMO. Bila dijumpai
TB bisa ditentukan dari hasil pengobatan
perbaikan klinis yang nyata walaupun
seorang pasien yakni persentase
gambaran radiologik tidak menunjukkan
kesembuhan, sehingga dengan demikian
perubahan yang berarti, OAT tetap
pencatatan hasil pengobatan perlu
dihentikan. (Kautsar & Intani, 2016).
dilakukan.Berkembang atau tidaknya
penyakit secara klinik setelah infeksi Dari penelitian yang dilakukan Tricahyono
mungkin dipengaruhi oleh umur, (2014) dapat diketahui bahwa jumlah
banyaknya penyakit penyerta kronik yang terapi yang tepat dengan merujuk pada
diderita, jenis kelamin, hingga lama Pedoman Nasional Penanggulangan
pengobatan, sehingga faktor-faktor Tuberkulosis adalah sebesar 33,8%,
tersebut mungkin berperan terhadap hasil sedangkan tingkat keberhasilan terapi
pengobatan seorang pasien mencapai 48,5%, dengan metode analisis
nantinya.Dalam upaya untuk mencapai cross sectional diperoleh hasil rasio
kesembuhan, salah satunya juga dapat prevalensi 1,2 > 1 yang artinya ketepatan
terealisasi dengan penggunaan OAT yang terapi akan meningkatkan angka
sesuai dengan Standar Pedoman Nasional keberhasilan terapi. (Rosita et al., 2019).
oleh pasien- pasien yang menjalani
Dalam rangka mensukseskan pelaksanaan
pengobatan TB. (Dara Junia Hartanti,
penanggulangan TB, prioritas terhadap
2019).
peningkatan mutu pelayanan, penggunaan
Pemantauan dan evaluasi merupakan salah obat yang rasional dan paduan obat yang
satu fungsi manajemen untuk menilai sesuai dengan strategi DOTS. Target
keberhasilan pelaksanaan program TB. program pemberantasan adalah pencapaian
Pemantauan dilaksanakan secara berkala konversi minimal 80% pada fase awal
dan terus menerus untuk dapat segera (intensif) khusunya penderita baru TB
mendeteksi bila ada masalah dalam positif dan mencapai angka kesembuhan
pelaksanaan kegiatan yang telah minimal 85% dari kasus baru yang
direncanakan, supaya dapat dilakukan ditemukan. (Zulaikhah & Turijan, 2010).
3
Page

tindakan perbaikan segera. Evaluasi


Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis 2020
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti selanjutnya untuk melakukan
maka dalam review artikel in akan penelitian konseling dan pengawasan
membahas mengenai evaluasi penggunaan menelan obat kepada pasien mengenai
obat anti tuberculosis. efek samping obat anti tuberculosis dan
keteraturan pengobatan tuberculosis.
METODE
(Wilda Rizwani, 2017).
Dalam review artikel ini digunakan
Berdasarkan pola penggunaan obat
pendekatan studi pustaka ilmiah. Yaitu
antituberkulosis (OAT) di instalasi rawat
dengan mengumpulkan berbagai informasi
inap BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
dan referensi yang berkaitan dengan judul.
Manado, pasien dengan kategori 1 tahap
PEMBAHASAN intensif diberikan paduan HRZE
(Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid,
Tuberkulosis merupakan penyakit menular
Ethambutol) atau 4FDC (Fixed Dose
yang disebabkan oleh Mycobacterium
Combination) dan untuk tahap lanjutan
tuberculosis.. Indonesia merupakan Negara
diberikan paduan HR (Isoniazid,
ketiga di dunia dalam urutan penderita
Rifampisin). Pasien kategori 2, pada tahap
tuberkulosis tertinggi. Obat-obat yang
intensif 2 bulan diberikan paduan HRZES
digunakan pada pengobatan tuberkulosis
(Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid,
adalah obat anti tuberkulosis (OAT) yang
Ethambutol, Streptomycin) dan untuk
merupakan antibiotic. Penelitian yang
pasien kategori 2 pada tahap intensif 1
dilakukan adalah pengumpulan data dan
bulan diberikan paduan OAT HRZE
analisis data tentang penggunaan obat anti
(Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid,
tuberkulosis yang menggunakan metode
Ethambutol). Jenis OAT yang diberikan
retrospektif. Penelitian dilakukan di
pada pasien tuberkulosis paru yang dirawat
Puskesmas Kota Juang Kabupaten
di instalasi rawat inap BLU RSUP Prof.
Bireuen, Aceh. Hasil; Penggunaan obat
Dr. R. D. Kandou Manado, sebanyak
anti tuberkulosis di Puskesmas Kota Juang
97,7% pasien diresepkan OAT sediaan
Kabupaten Bireuen, Aceh tablet 4 Fix
obat tunggal (generik) dan 2,3% pasien
Dose Combination (4FDC) (48,9%), dan
diresepkan OAT Fixed Dose Combination
tablet 2 Fix Dose Combination (2FDC)
(FDC). Kesesuaian pemilihan paduan
(51%). Pada penelitian ini, obat anti
OAT pada pasien tuberkulosis paru di
tuberkulosis FDC yang cenderung lebih
4

instalasi rawat inap BLU RSUP Prof. Dr.


Page

banyak digunakan. Disarankan kepada


R. D. Kandou Manado, untuk pengobatan
Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis 2020
kategori 1 telah memenuhi kesesuaian menunjukkan 20 pasien dengan kategori 1
94,7% dan untuk pengobatan kategori 2 tahap intensif diberikan paduan HRZE
telah memenuhi kesesuaian 66,7% dengan atau 4FDC dan pasien tahap lanjutan
standar Pedoman Penanggulangan diberikan paduan HR. Pasien kategori 2,
Tuberkulosis dari Departemen Kesehatan pada tahap intensif 2 bulan diberikan
RI tahun 2009. Masih didapati paduan HRZES dan 5 pasien untuk
ketidaksesuaian pemberian OAT, hal ini kategori 2 pada tahap intensif 1 bulan
disebabkan oleh faktor penyakit penyerta diberikan paduan HRZE. Sebanyak 88%
yang diderita oleh pasien dimana rata-rata pasien diresepkan OAT FDC dan 12%
pasien tuberkulosis paru yang menjalani pasien diresepkan OAT Kombipak.
rawat inap telah mengalami komplikasi. Berdasarkan kesesuaian pemilihan paduan
(Simamora et al., 2010) OAT, pengobatan kategori 1 telah
memenuhi kesesuaian 100% dan kategori
Tuberculosis adalah penyakit menular
2 telah memenuhi kesesuaian 100%. Hasil
yang disebabkan oleh kuman TB
evaluasi kesesuaian penggunaan OAT
(Mycrobacterium Tuberculosis). Obat Anti
diperoleh kesesuaian indikasi 100%,
Tuberculosis adalah obat yang merupakan
kesesuaian jenis OAT 100%, dan
kombinasi beberapa jenis antibiotik untuk
kesesuaian dosis OAT 100% dengan
pengobatan tuberculosis atau disebut juga
standar Pedoman Nasional
dengan istilah tuberculostatika. Obat yang
Penanggulangan Tuberkulosis dari Depkes
umum dipakai adalah isoniazid, etambutol,
RI tahun 2011.
rifampisin, pirazinamid, dan streptomisin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pada penelitian (Sukandar & Hartini,
penggunaan obat anti tuberculosis sudah 2017) Tuberkulosis (TB) merupakan salah
rasional, meliputi tepat indikasi 100%, satu penyebab kematian utama yang
tepat obat 98,8%, tepat dosis 88,10% dan diakibatkan oleh infeksi. Ditemukan drug-
tepat pasien 100% untuk terapi related problems pada 86 pasien
tuberculosis paru. dan telah sesuai dengan tuberkulosis rawat inap di ruang perawatan
Pedoman Nasional Penanggulangan kelas III di salah satu rumah sakit di
tuberculosis dari Depkes RI tahun 2014. Bandung. Ketidaksesuaian dosis sebesar
(Rahmayanti, 2017). 19,82% dengan kejadian dosis yang berada
di bawah rentang normal adalah 18,15%
Berdasarkan penelitian dari (Monita
5

dan dosis yang berada di atas rentang


Page

Prananda, Nurmainah, 2011) Hasilnya


normal 1,67%. Potensi kejadian interaksi
Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis 2020
obat sebesar 84,88% dengan tipe interaksi pola penggunaan OAT berdasarkan tipe
kuat (29%), sedang (63,92%), dan lemah pasien terbanyak pada tipe pasien kasus
(7,08%). Reaksi obat merugikan (ROM) baru yaitu 96,8%, pola penggunaan OAT
yang dicantumkan sebagai diagnosis berdasarkan kategori pengobatan
pasien yaitu sebesar 6,98% dengan ROM terbanyak pada kategori 1 yaitu 96,8% dan
tipe A sebesar 4,65% dan ROM tipe B pola penggunaan OAT berdasarkan jenis
sebesar 2,33%. Indikasi tidak tertangani OAT terbanyak pada OAT sediaan tunggal
sebesar 13,96% dengan 2 kategori yaitu (kombipak) yaitu 67,2%. Berdasarkan
pasien dengan 1 indikasi tidak tertangani kesesuaian paduan OAT diperoleh
(10,47%) dan pasien dengan 2 indikasi persentase 96,8% dan ketidaksesuaian
tidak tertangani (3,49%). Medikasi tanpa paduan sebesar 3,2%. Sedangkan
indikasi sebesar 11,63%. Tidak ditemukan persentase kesesuaian dosis adalah 32,8%.
kegagalan menerima medikasi dan seleksi (Fristiohady et al., 2015).
obat tidak sesuai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Menurut penelitian dari (Pradani & sebesar 98,3% pasien di puskesmas
Kundarto, 2018) pasien memiliki penyakit tersebut diberikan OAT jenis KDT
penyerta. HIV merupakan penyakit (kombinasi dosis tetap) sedangkan untuk
penyerta terbanyak yang diderita pasien. kesembuhan mencapai 60%. Berdasarkan
Ketepatan obat pada semua fase kesesuaian terhadap standar Pedoman
pengobatan 100% dan ketidaktepatan dosis Penanggulangan TB Nasional tahun 2014,
sebanyak 5,3% yaitu mengalami subdosis diperoleh hasil untuk paduan pengobatan
pada fase pengobatan intensif. kategori 1 hanya memenuhi 98,3%
Berdasarkan hasil penelitian perlu sedangkan kategori 2 telah memenuhi
dilakukan penelitian lebih lanjut secara 100%, untuk indikasi dan dosis mencapai
prospektif tentang monitoring efek 100% kesesuaian. Analisis hubungan
samping obat. antara beberapa faktor terhadap hasil
pengobatan diperoleh kesimpulan bahwa
Tingginya angka kejadian TB disebabkan
faktor umur (p=0,027; p<0,05)lama
oleh ketidakpatuhan terhadap program
pengobatan (p=0,000; p<0,05) dan
pengobatan maupun penggunaan paduan
banyaknya penyakit penyerta kronik yang
obat anti tuberculosis (OAT) yang tidak
diderita pasien (p=0,002; p<0,05),
sesuai. Hasil penelitian menunjukkan
6

ketiganya memiliki hubungan yang


Page

bahwa dari 61 pasien diperoleh persentase


bermakna terhadap hasil pengobatan
Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis 2020
pasien. Sedangkan hanya jenis kelamin Desember 2013 sebesar 249,36 DDD/1000
(p=0,325; p>0,05), sehingga tidak KPRJ/6bulan (95,01%) dan periode
memiliki hubungan yang bermakna Januari – Juni 2013sebesar 358,54
dengan hasil pengobatan pasien. (Dara DDD/1000 KPRJ/6bulan (95,41%).
Junia Hartanti, 2019). (Anwar & Ayuni, 2016).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak Hasil penelitian menunjukkan bahwa


ada hubungan antara jenis OAT (KDT dan sebesar 100% pasien di puskesmas
tunggal) terhadap kepatuhan (p=0,09) dan tersebut diberikan OAT jenis KDT
efektivitas pengobatan (p=0,32). Sehingga (kombinasi dosis tetap), diperoleh hasil
dapat disimpulkan bahwa penyedia untuk paduan pengobatan kategori 1
pelayanan kesehatan dapat memberikan memenuhi 100% dan kategori 2 memenuhi
OAT KDT atau tunggal saja walaupun 100%, untuk indikasi dan dosis mencapai
KDT lebih banyak memiliki keuntungan 100% kesesuaian. (Qiyaam et al., 2020).
dibandingkan dengan tunggal. (Kautsar &
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Intani, 2016).
89,2% menerima pengobatan yang sesuai.
Hasil penelitian menunjukan bahwa profil Keberhasilan terapi menunjukkan bahwa
penggunaan OAT yang paling banyak 89,2% pasien mendapatkan pengobatan
digunakan adalah Isoniazide 300 mg lengkap dan sembuh, 10,8% pasien gagal
(30,74%) tahun 2013 dan (35,84%) tahun dalam keberhasilan terapi. Data dianalisis
2014. Ketepatan pemilihan obat pada dengan Fisher’s Exact Test (p value>0,05)
kategori 1 adalah 93,64% pasien. menunjukkan hasil bahwa tidak ada
Ketepatan dosis dalam sediaan rifampisin, hubungan antara ketepatan pemberian
isoniazid, pirazinamid dan etambutol dosis obat antituberkulosis kategori 1
adalah 214 pasien (97,5%). Tepat lama terhadap konversi sputum BTA (p
terapi 100 %. Profil penggunaan OAT value=1,000). (Rosita et al., 2019).
kombinasi periode Juli – Desember 2013
KESIMPULAN
sebesar 13,10 DDD/1000 Kunjungan
Pasien Rawat Jalan (KPRJ)/6bulan Berdasarkan review artikel yang dibuat
(4,99%) dan periode Januari – Juni 2013 didappati kesimpulan bahwa Tuberkulosis
sebesar 17,25 DDD/1000 KPRJ/6bulan menempati salah satu penyakit yang
(4,59%), sedangkan profil penggunaan menyebabkan kematian di Negara
7
Page

OAT sediaan tunggal periode Juli – berkembang. Tuberkulosis adalah penyakit


Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis 2020
menular yang disebabkan oleh infeksi Anwar, Y., & Ayuni, F. (2016). Evaluasi
Mycobacterium tuberculosis. Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis
pada Pasien Baru Penderita
Dalam teraapi farmakologis obat anti
Tuberkulosis Rawat Jalan Di Rumah
tuberculosis didapati pasien sering
Sakit Atma Jaya. Farmasains, 3(1),
diberikan obat jenis KDT (kombinasi dosis
2014–2017.
tetap), ini sesuai dengan penelitian dari
(Qiyaam et al., 2020) yang mendapati Dara Junia Hartanti. (2019). Evaluasi
bahwa 100% pasienn diberikan OAT jenis Penggunaan Obat Antituberkulosis
KDT. Juga sejalan dengan penelitian dari (OAT) Pada Pasien Tuberkulosis.
(Dara Junia Hartanti, 2019) pada Concept and Communication,
penelitiannya di sebuah puskesmas juga null(23), 301–316.
diberikan OAT jenis KDT. https://doi.org/10.15797/concom.201
9..23.009
Dalam evaluasi penggunaan obat OAT,
masih sering didapati kegagalan terapi, Fristiohady, A., Ihsan, S., & Haringi, E.
atau ketidak tepatan terapi. Ini sejalan (2015). Evaluasi Penggunaan Obat
dengan penelitian dari (Sukandar & Antituberkulosis pada Pasien TB Paru
Hartini, 2017), yang mendapati bahwa di Rumah Sakit Umum Bahteramas
ketidaksesuaian terapi dalam terapi pasien Provinsi Sulawesi Tenggara.
anti tuberculosis masih memppunyai Pharmauho: Jurnal Farmasi, Sains,
presentase yang besar, sehingga dapat Dan Kesehatan, 1(1), 1–5.
memunculkan potensi interaksi pbat dan
Kautsar, A. P., & Intani, T. A. (2016).
medikasi yang tidak tertangani.
Kepatuhan dan Efektivitas Terapi
DAFTAR PUSTAKA Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Kombinasi Dosis Tetap (KDT) dan
Afiat, N., Mursyaf, S., & Ibrahim, H.
Tunggal pada Penderita TB Paru
(2018). Keberhasilan Pengobatan
Anak di Salah Satu Rumah Sakit di
Tuberkulosis ( TB ) Paru di Wilayah
Kota Bandung. Indonesian Journal of
Kerja Puskesmas Panambungan Kota
Clinical Pharmacy, 5(3), 215–224.
Makassar. Higiene, 4, 32–40.
https://doi.org/10.15416/ijcp.2016.5.3
journal.uin-
.215
alauddin.ac.id/index.php/higiene/artic
8
Page

le/download/5837/5068 Monita Prananda, Nurmainah, R. (2011).


Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis 2020
Evaluasi penggunaan obat anti Fakultas Farmasi Universitas Setia
tuberkulosis paru pada pasien dewasa Budi, 3(1), 87.
rawat jalan di unit pengobatan https://doi.org/10.1017/CBO9781107
penyakit paru-paru (up4) pontianak. 415324.004
Program Studi Farmasi, Fakultas
Rosita, H., Zakiah, R., Muhammad, O.,
Kedokteran, Universitas
Ramadhian, R., Carolia, N., Farmasi,
Tanjungpura, Pontianak, 1–18.
B., Kedokteran, F., Lampung, U.,
Pradani, S. A., & Kundarto, W. (2018). Mikrobiologi, B., Kedokteran, F.,
Evaluasi Ketepatan Obat dan Dosis Lampung, U., Farmasi, B.,
Obat Anti Tuberkulosis pada Pasien Kedokteran, F., & Lampung, U.
Anak Di Instalasi Rawat Jalan (2019). Ketepatan Pemberian Dosis
RSUDDr. Moewardi Surakarta Obat Antituberkulosis Kategori Satu
Periode 2016-2017. JPSCR : Journal terhadap Konversi Sputum BTA
of Pharmaceutical Science and Pasien Tuberkulosis Paru di
Clinical Research, 3(2), 93. Puskesmas Rawat Inap Kemiling
https://doi.org/10.20961/jpscr.v3i2.22 Bandar Lampung The Accuracy of
200 Antituberculosis Drugs Dosage
Category One on BTA Sputum
Qiyaam, N., Furqani, N., & Hartanti, D. J.
Conversion Among Tuberkulosis ’ s
(2020). Evaluasi Penggunaan Obat
Lungs Patients in Kemiling Primary
Antituberkulosis (OAT) Pada Pasien
Health Center Bandar Lampung. 8,
Tuberkulosis Paru di Puskesmas
314–319.
Kediri Lombok Barat Tahun 2018.
Lumbung Farmasi: Jurnal Ilmu Simamora, V., Tjitrosantoso, H. M., &
Kefarmasian, 1(1), 1. Wiyono, W. I. (2010). Evaluasi
https://doi.org/10.31764/lf.v1i1.1197 Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis
Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di
Rahmayanti, N. (2017). EVALUASI
Insatalasi Rawat Inap BLU RSUP
PENGGUNAAN OBAT ANTI
Prof. DR.R.D Kandou Manado.
TUBERCULOSIS PADA PASIEN
Jurnal FMIPA Unsrat Manado, 1(1),
TUBERCULOSIS PARU DI
27–32.
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
9

PANDAN ARANG BOYOLALI Sukandar, E. Y., & Hartini, S. (2017).


Page

PERIODE TAHUN 2016. Skripsi Evaluasi Penggunaan Obat


Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis 2020
Tuberkulosis pada Pasien Rawat Inap
di Ruang Perawatan Kelas III di
Salah Satu Rumah Sakit di Bandung.
Acta Pharmaceutica Indonesia, 37(4),
153–158.

Wilda Rizwani, S. (2017).


PENGGUNAAN OBAT ANTI
TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS
KOTA JUANG KABUPATEN
BIREUEN ACEH. Jurnal Dunia
Farmasi, 1(2), 70–73.

Zulaikhah, S., & Turijan, T. (2010).


Pemantauan Efektivitas Obat Anti
Tuberkulosis Berdasarakan
Pemeriksaan Sputum Pada Penderita
Tuberkulosis Paru. Jurnal Kesehatan
Unimus, 3(1), 105394.
10
Page

Anda mungkin juga menyukai