Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

Hadis Macam-Macam Najis dan Cara Membersihkannya

Untuk Memenuhi Tugas UAS Hadis Maudhu’i

Oleh:

Aida Fitriatunnisa (17210808)

Dosen Pengampu:

Sofyan Effendi, S.Th.I, MA

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
TH. 2018-2019

2
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahim

Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kehidupan di


dunia ini dan kepada-Nya jugalah kita kembali. Sholawat serta salam semoga
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw. yang akan memberikan
syafa’at bagi umatnya di hari kiamat kelak.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan banyak terima


kasih terutama kepada dosen pengampu mata kuliah Hadis Maudhu’i, Bapak
Sofyan Efendi dan kepada seluruh teman-teman yang telah ikut berpartisipasi
juga turut memberikan saran dan dukungan. Tugas ini disusun sebagai bahan
presentasi untuk memenuhi tugas UAS dalam mata kuliah Hadis Maudhu’i
dengan judul “Hadis Macam-Macam Najis dan Cara Membersihkannya”.

Demikianlah Tugas yang telah penulis susun dengan sebaik-baiknya,


mohon maaf apabila masih terdapat beberapa kekurangan, semoga makalah
ini dapat dibaca dan dipahami agar bermanfaat bagi kita semua.

Ciputat, 2 Desember 2019

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantari

Daftar Isiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang1

B. Rumusan Masalah1

C. Tujuan1

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Najis2

B. Macam-macam Najis dan Cara Membersihkannya2

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan21

Daftar Pustaka 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam menjalankan ibadah kepada Allah tentunya kita harus
bersih dan suci. Karena Allah itu Maha suci maka untuk menemuinya
kita juga harus bersih dan suci. Betapa banyak dalil-dalil baik dari Al-
Qur’an dan hadis Nabi untuk memastikan agar kita bersuci terlebih
dahulu dalam beribadah. Bahkan dalam keadaan tidak beribadahpun
kita dianjurkan untuk bersih. Sebagaimana hadis Rasulullah saw.
“bersuci itu merupakan sebaagian dari iman”.
Sebagai generasi Islam kita tentu hendaknya dapat memahami
dan mengamalkan bagaimana tata cara bersuci yang baik dan benar.
Semua telah diajarkan Rasulullah saw. sebagaimana hadis-hadis beliau
yang diriwayatkan oleh para sahabat yang sampai ke kita saat ini. Oleh
karena itu kami ingin mengumpulkan hadis-hadis Rasulullah saw.
tentang segala macam najis dan cara membersihkannya.

B. Rumusan masalah
1. Apa saja hadis tentang macam-macam najis dan cara
membersihkannya?

C. Tujuan
1. menjelaskan hadis tentang macam-macam najis dan cara
membersihkannya

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Najis
Najis adalah lawan kata dari suci , dan najis itu sendiri adalah
sesuatu yang kotor secara syar’i, dimana hal itu mewajibkan bagisetiap
muslim untuk mensucikan diri darinya dan mencuci semua yang terkena
najis tersebut1.

B. Macam-macam Najis dan cara membersihkannya


1. Najis terbagi atas tiga bagian:
a) Najis mugalazzah, yaitu najis berat. Para ulama sepakat bahwa
yang termasuk dalam najis ini adalah yang ditimbulkan dari najis
anjing dan babi2. Benda yang terkena najis ini hendaklah dibasuh
tujuh kali, satu kali diantaranya hendaklah dibasuh dengan air yang
dicampur dengan tanah.
b) Najis mukhaffafah, yaitu najis ringan. misalnya kencing anak laki-
laki yang belum memakan makanan apapun selain susu ibunya
saja. Cara mencuci benda yang terkena najis ini sudah memadai
dengan memercikan air pada benda itu, meskipun tidak mengalir.
Sedangkan kencing anak perempuan yang belum memakan apapun
selain ASI, hendaklah dibasuh sampai air mengalir diatas benda
yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya,
sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.
c) Najis mutawassitah, yaitu najis sedang, yaitu seperti kotoran
manusia ataui binatang, air kencing, nanah, darah, bangkai. Najis

1
Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim. Shahih Fiqih Sunnah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2006 cet. 1
2
Muhammad Anis Sumaji, 125 Masalah Thaharah, Solo: Penerbit Tiga Serangkai, 2008 hlm.27
2
ini lain daripada kedua macam diatas. Najis ini dibagi menjadi dua
bagian:
 Najis hukmiah yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata
zat, bau, rasa, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama
kering sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencucinya
cukup dengan mengalirkan air diatas benda yang kena najis itu.
 Najis ‘ainiyah yaitu najis yang masih ada zat, warna, rasa dan
baunya kecuali warna atau bau yang sangat sukar
menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencucinya yaitu
dengan menghilangkan zat, rasa, warna dan baunya.
d) Najis yang dapat dimaafkan, antara lain:
 Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir. Seperti:
nyamuk, kutu busuk, dsb
 Najis yangsedikit sekali
 Nanah atau darah dari kudis atau bisulnya sendiri yang belum
sembuh
 Debu yang dicampur najis dan lain-lainnya yang sukar
dihindarkan3
2. Hal-hal yang ditunjuk oleh dalil syar’i sebagai suatu yang Najis
a) Kotoran dan Air seninya

‫ص ْوٍر األَنْطَاكِ ُّي‬ ِ ِ ِ


ُ ‫َخَبَرنَا احْلَ َس ُن بْ ُن َعْبد اهلل بْ ِن َمْن‬ْ ‫ أ‬,‫َخَبَرنَا أَبُ ْو بَ ْك ٍر‬
ْ ‫ أ‬,‫َخَبَرنَا أَبُ ْو طَاه ٍر‬ ْ‫أ‬
,‫ي‬ ِّ ِ‫ َع ْن َسعِْي ِد بْ ِن امل ْقرُب‬,‫ َع ِن اأْل َْوَز ِع ِّي َع ْن حُمَ َّم ِد بْ ِن َع ْجالَ َن‬, ٍ‫َخَبَرنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن َكثِرْي‬
ْ‫أ‬,
‫لى اهلل َعلَ ِيه َو َسلَّ َم إِ َذا َو ِط َئ‬
َّ ‫ص‬
ِ ُ ‫ قَ َال رس‬:‫ قَ َال‬,‫ عن أَيِب هريرَة‬,‫عن أَبِيه‬
َ ‫ول اهلل‬ َُ َ َْ ُ ْ ْ َ ْ ْ ْ َ
‫اب‬ ِِ ِ ‫خِب‬
ُ ‫ورمهُاَ التَُّر‬
ُ ‫ فَطَ ُه‬,‫َح ُد ُك ُم اأْل َ َذى ُفِّه أ َْو َن ْعله‬ َ ‫أ‬.

3
Moh. Toha Rifa’i. Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang: CV. Toha putra, 1978, hlm. 47
3
Abu Thahir mengabarkan kepada kami, Abu Bakar mengabarkan
kepada kami, Al Hasan bin Abdullah bin Mansur al Anthaki
mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Katsir, mengabarkan
kepada kami dari al Auza’I, dari Muhammad bin Ajlan, dari Sa’id al
Maqburi [dari ayahnya], dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah
Saw bersabda, “ Apabila salah seorang dari kalian menginjak
kotoran dengan khuf atau sandal, maka mensucikan keduanya
adalah dengan debu”.

Dalam riwayat lain terdapat hadis tentang hal serupa:

ِ ِ‫ ح وح َّدثَنا عبَّاس بن الْول‬،‫ ح َّد َثنا أَب و الْمغِ ريِة‬،‫ح َّدثَنا أَمْح ُد بن حْنب ٍل‬
،‫يد بْ ِن َم ْزيَ ٍد‬ َ ُْ ُ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ ُْ َ َ َ
‫ َع ِن‬،‫اح ِد‬ ِ ‫ ح َّدثَنَا عم ر يعيِن ابن عب ِد الْو‬،‫ وح َّدثَنَا حَمْم ود بن خالِ ٍد‬،‫أَخب ريِن أَيِب ح‬
َ َْ َ ْ ْ َ ُ َ ُ َ َ ُْ ُ ُ َ َ َْ
‫ َع ْن‬،‫يه‬ ِ ِ‫ عن أَب‬،‫َّث‬ ٍ ِ‫يد بن أَيِب سع‬
َّ ِ‫يد الْ َم ْقرُب‬ ِ َّ ‫ أُنْبِْئت أ‬:‫اعي الْمع قَ َال‬ ِ
ْ َ َ ‫ي َحد‬ َ َ ْ َ ‫َن َسع‬ ُ ‫اأْل َْوَز ِّ َ ْ ىَن‬
،‫َح ُد ُك ْم بَِن ْعلِ ِه اأْل َ َذى‬ ِ ِ ِ
َ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم قَ َال إ َذا َوط َئ أ‬
ِ َ ‫َن رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َّ ‫ أ‬،‫أَيِب ُهَرْيَرَة‬
‫ور‬ َ ‫فَِإ َّن التَُّر‬
ٌ ‫اب لَهُ طَ ُه‬
Ahmad bin Hanbal menyampaikan kepada kami dari Abu al-
Mughirah, dalam sanad lain, Abbas bin al-Walid bin Mazyad
menyampaikan kepada kami dari ayahnya yang mengabarkan
kepadaku dalam sanad lain, Mahmud bin Khalid menyampaikan
kepada kami dari Umar bin Abdul Wahid, dari al-Auza’i makna
hadis tersebut, dia berkata, “Dikabarkan kepadaku bahwa Sa’id bin
Abu Sa’id al-Maqburi menyampaikan dari ayahnya, dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Jika salah seorang dari
kalian menginjak sesuatu yang najis dengan sandalnya, sungguh
tanah (yang diinjak setelahnya akan) menyucikannya.”4

Keterangan Hadis:

4
Abu Daud Sulaiman bin Al-Asy‘ats al-azdi as-sijistani, Ensiklopedia Hadis 5; Sunan Abu Dawud,
Terj. Muhammad Ghazali dkk, Jakarta: Al-Mahira, 2013, hlm.81
4
Sandal/terompah yang bernajis dan begitu juga sepatu,
merupakan tempat yang biasanya sering terkena Najis. Oleh
karenanya, seperti yang disebutkan dalam hadis di atas,
sepatu/sandal/terompah yang bernajis kemudian menjadi suci
dengan cara menggosokannya ke tanah sehingga bekas najis
tersebut menjadi hilang.5
Hadis di bawah menjelaskan najisnya Air seni,:

‫ول ىِف الْ َم ْس ِج ِد‬


ُ ُ‫لى اهلل َعلَي ِه َو َس لَّ َم َرأَى أ َْعَرابِيًّا َيب‬َّ ‫ص‬ ٍ ِ‫س ب ِن مال‬
َّ ‫ك أ‬
َ َّ ‫َن النَّىِب‬ َ ْ ِ َ‫َع ْن أَن‬
ِ‫صبَّهُ َعلَْيه‬ ٍ ‫ حىَّت إِذَا َفر َ مِب‬.»‫َف َق َال «دعوه‬
َ َ‫غ َد َعا َاء ف‬َ َ ُ َُ
“Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwasanya Nabi saw. melihat
seorang Arab badui kencing di masjid, maka beliau bersabda,
"Biarkan saja orang itu”. setelah ia selesai hajatnya, Nabi Saw lalu
meminta air kemudian disiramkan ke tempat kencing tersebut"6

Keterangan Hadis:
Hadis diatas menjadi hal yang mendasari Najisnya Air seni,
seperti dalam Hadis di atas, Rasulullah Saw meminta air kemudian
disirankan di tempat bekas kencing tersebut, dalam rangka untuk
mensucikannya.

Selanjutnya, terdapat Hadis mengenai Air Seni Bayi yang mengenai


pakaian dan cara mencucinya:

ِ ‫ أَخبرنَ ا أَس ٌد‬,‫وق‬ ٍ ‫ أَخبرنَ ا نَص ر بن م رُز‬,‫ أَخبرنَا أَب و ب ْك ٍر‬,‫اه ٍر‬ ِ َ‫أَخبرنَ ا أَب و ط‬
َ ‫ي ْعننْب‬-
َ َ ََ ْ ْ َ ُ ْ ُ ْ ََ ْ َ ْ ُ ََ ْ ْ ُ ََ ْ
:‫َخَبَرنَ ا َعلِ ُّي بْ ُن َم ْعبَ ٍد قَ اال‬ ِ
ْ ‫ َو َح َّد َثنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن َعم رٍو بْ ِن مَتَّ ٍام امل‬,‫ُم ْو َس ى‬
ُّ ‫ص ِر‬
ْ ‫ أ‬,‫ي‬

5
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terj. Nor Hasanudin, Jakarta Selatan: Pena Pundi Aksara, 2006,
hlm.31
6
Al Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Tarjamah Shahih Bukhari,
Semarang: CV. Asy Syifa’, 1993, hlm.159
5
‫س بْ ِن أَيِب امل َخ ا ِرِق َع ْن لُبأبَ ةَ بِْنت‬ ٍ ‫ عن مِس‬,‫ص‬ ِ ‫َح َو‬
ُ َ ‫ع ْن قَ ابُ ْو‬, َ ‫اك‬ َ ْ َ ْ ‫َح َّدثَنَاأَبُو األ‬
ِ ‫ ه‬:‫ َف ُق ْلت‬,‫يه وس لَّم‬ ِ ِ ِ ِ
‫ات‬ َ ُ َ َ َ َ‫لى اهلل َعل‬ َّ ‫ص‬َ ِّ ‫ بَ َال احلُ َس ْينُفي ح ْج ٍر النَّيِب‬:‫ت‬ ْ َ‫ قَ ال‬,‫احلَ ا ِرث‬
َّ ‫ضح َبو ُل‬ ِ ِ ِ
‫الذ َك ِر‬ ْ ُ َ ‫ َويُْن‬,‫ إمَّنَا يُ ْغ َس ُل َب ْو ُل األُْنثَى‬:‫ َف َق َال‬,ُ‫ َهات أَ ْغس ْله‬,‫ك‬ َ َ‫َث ْوب‬
Abu Thahir mengabarkan kepada kami, Abu Bakar mengabarkan
kepada kami, Nashr bin Marzuq mengabarkan kepada kami, Asad-
maksudnya adalah Ibnu Musa-mengabarkan kepada kami, Ha’,
Muhammad binAmr bin Tammam al Mishri menceritakan kepada
kami, Ali bin Ma’bad menceritakan kepada kami, keduanya berkata
, Abul Ahwash menceritakan kepada kami dari Simak dari Qabus
bin Al Makhariq, dari Lubabah binti Al Harits , ia berkata, “Husein
pernah membuang air seni dikamar Nabi Saw, lalu aku katakan ”
berikanlah pakaianmu!, berikanlah! Aku akan mencucinya”. Lalu
beliau bersabda “Air seni Bayi perempuan harus dicuci dan air seni
bayi laki-laki cukup disiram”.7

Keterangan Hadis:
Bayi laki-laki yang dimaksud adalah yang belum memakan
makanan selain air susu ibu dan korma/madu untuk mentahniknya
atau mengobatinya dan keperluan lainnya selain sebagai makanan.
Hadis di atas menunjukan bahwa cara membersihkan kencingnya
bayi laki-laki (seperti kriteria di atas), cukup dengan memercikan air
ke atasnya, lain halnya dengan bayi perempuan apabila kencing,
cara membersihkannya adalah dengan dicuci.8

Hadis lain yang berkaitan dengan air seni lainnya adalah,


tentang menjaga diri dari Najisnya air seni agar tidak mengenai

7
Ibn khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, Terj. M. Faishol dan Tohirin Suparta, Jkarta:
Pustaka Azzam, 2007, hlm.340

8
Syaikh Faishal bin Abdul Aziz, Ringkasan Nailul Authar, Terj. Amir Hamzah Fachrudin dan Asep
Saefullah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2011, hlm.31
6
badan dan pakaian. Hukuman berat bagi yang meninggalkan.
Membasuhnya bila mengenai badan dan pakaian.

,‫اس‬ ٍ َّ‫ َع ِن بْ ِن َعب‬,‫اه ٍد‬ ِ ‫ عن جُم‬,‫ عن مْنص وٍر‬,‫ ح َّدثَنا ج ِري ر‬,‫ح َّدثَنا يوس ف بن موسى‬
َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ ٌْ َ َ َ َ ُ ُ ُ َ َ
,‫ اَ ِو الْ َم ِد ْينَ ِة‬,َ‫ان َم َّكة‬ ِ َ‫اهلل ص لى اهلل علَي ِه وس لَّم حِب ائِ ٍط ِمن ِحيط‬
ْ ْ َ َ َ َ َ َّ َ
ِ ‫ول‬ ُ ‫قَ َال َم َّر َر ُس‬
ِ َ‫اهلل ص لى اهلل عل‬
‫يه َو َس لَّ َم‬ َ َّ َ
ِ ‫ول‬ ُ ‫ َف َق َال َر ُس‬,َ‫ان يِف ُقبُوِرمِه ا‬ِ ‫فَس ِمع ص وت إِنْس ا َن ِ يع ِّذب‬
َ َ ُ ‫َ َ َ ْ َ َ نْي‬
‫ َوَك ا َن‬,‫َح ُدمُهَا الَيَ ْس تَرِت ُ ِم ْن َب ْولِ ِه‬ ِ ِ
َ ‫ َك ا َن أ‬,‫ َبلَى‬:‫ مُثَّ قَ َال‬, ٍ‫ َوَم ا يُ َع َّذبَان يِف َكبِرْي‬,‫يُ َع ِّذبَان‬
ٍ ‫جِب‬ ِ ِ ‫اآلخ ر ميْ ِش ي بِالن‬ ِ
ٍ‫(علَى ُك ِّل َقرْب‬ َ ‫ض َع‬ َ ‫ َف َو‬, ِ ‫ مُثَّ َد َع ا َ ِريْ َدة فَ َك َس َرَها َك ْس َرَتنْي‬,‫َّمْي َم ة‬ ْ ُ
ِ ِ ِ
‫أَو‬-‫ِّف َعْن ُه َم ا َم امَلْ َتْيبَ َس ا‬ ُ ‫لت َه َذا؟ قَ َال لَ َعلَّهُ خُيَف‬ َ ‫ ل َم ا َف َع‬:ُ‫ فَقْي َل لَ ه‬,)‫مْن ُه َم ا َك ْس َرًة‬
‫اِىل أَ ْن َيْيبَ َسا‬
Yusuf bin Musa menceritakan kepada kami , Jarir menceritakan
kepada kami dari Manshur dari Mujahid dari Ibnu Abbas, ia
berkata, “Rasulullah Saw pernah melintasi salah satu tembok
kota Makkah atau Madinah , lalu beliau mendengar dua orang
disiksa dalam kuburnya. Rasulullah Saw bersabda: ”keduanya
sedang disiksa, dan mereka tidak disiksa karena kesalahan besar
“. Kemudian beliau bersabda: “Ya, salahsatunya dulu tidak
bertutup diri dari Air seninya. Sedang yang lain suka adu domba”.
Lalu beliau minta satu pelepah kurma. Beliau belah menjadi dua,
lalu beliau letakkan [masing-masing kubur satu bagian]. Beliau
ditanya, “mengapa engkau melakukan ini?”, beliau menjawab, “
mudah-mudahan ini dapat meringankan keduanya, selama belum
kering atau sampai ia kering”. 9

b) Madzi dan Wadi


Madzi adalah air yang lembut dan lengket, ia keluar disaat
syahwat sedang memuncak. Ketika keluar ia tidak muncrat dan
9
Ibn khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, Terj. M. Faishol dan Tohirin Suparta, Jkarta: Pustaka
Azzam, 2007, hlm.101
7
tidak disertai rasa capek setelah keluarnya. Bahkan, bisa jadi
seseorang tidak merasakan saat keluarnya. Hal ini bisa terjadi pada
laki-laki maupun perempuan. Para ulama sepakat bahwa madzi
hukumnya najis, tetapi tidak wajib mandi. Oleh karena itu, Nabi
Saw memerintahkan untuk mencuci kemaluan dari hal itu, seperti
hadis berikut:

‫ َو بِ ْش ُر بْ ُن‬,‫ي‬ ُّ ‫الس ْع ِد‬


َّ ‫ َح َّدثَنَا َعلِ ُّي بْ ُن ُح ْج ٍر‬,‫ َح َّدثَنَا أَبُ ْو بَ ْك ٍر‬,‫اه ٍر‬ِ َ‫أَخبرنَ ا أَب و ط‬
ْ ُ ََ ْ
:‫ قَ َال َح َّدثَيِن ح َو قَ َال بِ ْش ٌر‬:‫ قَ َال َعلِ ُّي‬,‫ َح َّد َثنَا َعبِْي َدةُ بْ ُن مُحَْي ٍد‬:‫ي قاَ َل‬ ُّ ‫ُمعاٍَذ الْ َع َق ِد‬
‫يص ةَ َع ْن َعلِ ِّي بْ ِن أَيِب‬َ ِ‫ص نْي ِ بْ ِن قَب‬ َ ُ‫ َع ْن ع‬,َ‫الربِْي ِع بْ ِن عُ َمْيلَ ة‬ ُ ‫ َح َّد َثنَا ال ُّرَك‬:‫َقَ َال‬
َّ ‫ني بْ ُن‬
,‫َّق ظَه ِري‬ ِ ِّ ‫ فَجع ْلت أ ْغت ِس ل يِف‬,‫ ُكْنت رجالً م َّذاء‬:‫ قَ َال‬,‫ب‬ ٍ ِ‫طَ ال‬
َ ‫الش تاَء َحىَّت تَ َش ق‬ ُ َ ُ ََ ً َ ُ َ ُ
ِ ِ ِ ِ ِ‫فَ َذ َكرت َذل‬
‫ي‬َ ‫ت امل ْذ‬ َ ْ‫ الَ َت ْف َع ْل أ َذا َرأَي‬:‫لى اهلل َعلَيه َو َسلَّ َم أ َْو ذُكَر لَهُ َف َق َال‬ َ ٍّ ‫ك لنَيِب‬
َّ ‫ص‬ َ ُْ
ِ َّ ِ‫ضأْ وضوء َك ل‬ ِ
َ ‫ فَِإذَا أ‬,‫صالَة‬
‫ فَا ْغتَ َس َل‬,َ‫َنض ْحتَالْماء‬ َ ْ ُ ُ َّ ‫فَا ْغس ْل ذَ َكَرَك َوَت َو‬
Abu Thahir mengabarkan kepada kami, Abu Bakar menceritakan
kepada kami, Ali bin Hujr as Sa’adi dan Bisyr bin Muadz Al Aqadi
menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Abidah bin Humaid
menceritakan kepada kami, Ali berkata, Abidah berkata seseorang
menceritakan kepadaku Ha’ Bisyr berkata Abidah berkata Al Rukain
bin Al Rabi’ bin Amilah menceritakan kepada kami dari Hushain bin
Qabishah dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata: “dulu aku seorang
yang sering keluar Madzi. Akupun mulai mandi di mkusim dingin
hingga punggungku pecah-pecah, kemudian aku menuturkan itu
kepada Nabi Saw-atau hal itu dituturkan kepada beliau-Beliau
bersabda kepadaku: “janganlah kamu lakukan bila kamu
mengeluarkan Madzi, cucilah kemaluanmu dan berwudhulah
seperti wudhu untuk sholat. Bila kamu sudah menyiramkan air
maka mandilah”.

8
Abu Bakar berkata, “sabda beliau ‘jangan kau lakukan’ termasuk
jenis yang aku katakan sebagai kalimat pencegahan, dimaksudkan
untuk menafikan kewajiban perbuatan itu.10

Disebutkan hal serupa dalam riwayat yang lain:

‫ َو‬,ً‫ي ِش َّد ًة َو ِعنَ اء‬ ِّ ‫ت أَلْ ِق َي ِم َن امل ِذ‬ُ ‫ ُكْن‬:‫ف َر ِض َي اهللُ َعْن هُ قَ َال‬ٍ ‫َعن س ْه ِل بْ ِن حَنْي‬
ُ َ ْ
َ
:‫ َف َق َال‬,‫لى اهلل َعلَ ِيه َو َس لَّ َم‬ ِ ِ ِ َ ِ‫ فَ َذ َكرت َذل‬,‫األ ْغتِس َال‬ ِ ‫ُكْنت أَ ْكَثر ِمْنه‬
َّ ‫ص‬َ ‫ك لَر ُسول اهلل‬ ُْ َ ُ ُ ُ
‫ب ثَ ْويِب ِمْن هُ؟‬ ِ ‫ول‬ ِ
ِ ‫ َكي مِب‬,‫اهلل‬
ُ ‫ف َ ا يُص ْي‬ َ ْ َ ‫ يَ ا َر ُس‬:‫ت‬ ُ ‫ض وءُ َف ُق ْل‬
ُ ‫الو‬
ُ ‫ك‬ َ ‫ك ِم ْن ذَل‬ َ ْ‫إِمَّنَ ا جَيْ ِزي‬
ِ ‫ث َترى أَنَّه قَ ْد أَص‬ ٍ ِ ِ
ُ‫اب مْنه‬
َ َ ُ َ ُ ‫ك َحْي‬ َ َ‫ض َح بِِه َث ْوب‬
َ ‫ك أَ ْن تَأْ ُخ َذ َك ًفا م ْن َماء َفَتْن‬
َ ‫يَكْفْي‬:‫قَ َال‬
Sahl bin Hanif r.a berkata: “ aku menghadapi kesulitan sehingga
akhirnya aku sering mandi akibat madzi yang sering keluar.
Akhirnya aku ceritakan hal itu kepada Rasulullah Saw. sabda
beliau, “cukuplah kamu berwudhu!”. Aku bertanya lagi, “Ya
Rasululah Saw, bagaimanakah jika ia menimpa pakaianku?”. Nabi
Saw menjawab: “cukup engkau mengambil semangkok air, lalu
percikkan ke pakaianmu itu hingga jelas bahwa air itu
mengenainya”.

(HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi yang berkomentar,


“Hadis ini Hasan, lagi Shahih) dalam hadits ini terdapat
Muhammad bijn Ishak. Ia adalah Dha’if. Jika ia meriwayatkan hadis
ini pasti mudallas. Akan tetapi dalam hadis ini, ia meriwayatkan
hadis dengan baik11.
Keterangan Hadis:

10
Ibn khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, Terj. M. Faishol dan Tohirin Suparta, Jkarta: Pustaka
Azzam, 2007, hlm.64
11
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terj. Nor Hasanudin, (Jakarta Selatan: Pena Pundi Aksara, 2006),
hlm.25
9
Hadis diatas menunjukan bahwa mandi tidak diwajibkan hanya
karena keluarnya madzi. Disebtkan dalam Al Fath, bahwa ini sudah
merupakan Ijma’. Perintah berwudhu karena keluarnya madzi
adalah seperti perintah berwudhu karena kencing. Hadis di atas
juga menunjukan bahwa untuk menyucikan madzi adalah dengan
menggunakan air.12

Adapun Wadi adalah cairan berwarna putih dan kental, ia

keluar setelah air seni.13 Wadi ini dihukumi najis dan harus
disucikan seperti halnya kencing, akan tetapi, tidak wajib mandi.
Mengenai ini Aisyah r.a mengatakan:

‫ضأُ َوالَ َي ْغتَ ِس ُل (رواه‬


َّ ‫الب ْوِل َفَي ْغ ِس ُل ذَ َكَرهُ َوأُْنَثَيْي ِه َوَيَت َو‬ ِ ِ ‫وأ ََّما‬
َ ‫الودي فَإنَّهُ يَ ُك ْو ُن َب ْع َد‬
َ َ
)‫ابن املنذر‬
“wadi itu keluar setelah proses kencing selesai. Untuk itu
hendaknya seorang muslim (muslimah) mencuci kemaluannya
(setelah keluarnya wadi) dan berwudhu serta tidak diharuskan
untuk mandi (HR. Ibnu Mundzir)

Dan dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata:

ُ‫الوِدى فَِفْي ِه َما إِ ْسبَاغ‬ ِ ِِ ِ ِ ‫امليِن و‬


َ ‫ أ ََّما املَيِن ُّ فَقْيه الغُ ْس ُل َو أ ََّما َواملَذي َو‬,‫الودى واملَذي‬
َ َ
)‫الطُّ ُهوِر (رواه األثرم والبيهقي‬
“tentang mani, wadi, dan madzi. Adapun mengenai mani, maka ia
diwajibkan mandi karenanya. Sedangkan mengenai madzi dan

12
Syaikh Faishal bin Abdul Aziz, Ringkasan Nailul Authar, Terj. Amir Hamzah Fachrudin dan
Asep Saefullah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2011, hlm.37
13
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terj. Nor Hasanudin, Jakarta Selatan: Pena Pundi Aksara, 2006,
hlm.107
10
wadi, maka cukup dengan membersihkannya secara semprna”
(HR. Al-Atsram dan Baihaqi)

Sedangkan menurut lafazh yang dikeluarkan oleh imam Al Baihaqi;


Rasulullah Saw bersabda:

‫الصالَِة‬
َّ ‫ضوءَ َك يِف‬ َّ ‫ إِ ْغ ِس ْل ذَ َكَرَكأَو َم َذاكِْيَرَك َوَت َو‬:‫الوِدى َوامل ِذي َف َق َال‬
ُ ‫ضأْ ُو‬ َ ‫َو أ ََّما َو‬
َ
)‫(رواه والبيهقي‬
“mengenai wadi dan Madzi Rasulullah Saw bersabda: basuhlah
kemaluanmu atau tempat kemaluanmu dan berwudhulah seperti
pada saat hendak melaksanakan shalat” (HR. Baihaqi)14

Keterangan Hadis:
Wadi sama dengan madzi dalam status hukum, yaitu Najis. Dan
apabila Wadi keluar, maka tidak diwajibkan mandi, melainkan
hanya dengan berwudhu dan mencuci kemaluannya, serta tempat
kemaluannya dengan bersih.

c) Darah Haid
ِ ِ ِ ‫َن اليه َد ك اَنُوا إِ َذا ح ا‬ ِ ٍ َ‫عن أَن‬
ْ‫ومَل‬,‫ا‬
َ ‫وه‬ َ ُ‫ض ة املَ ْرءَةُ فْي ِه ْم مَلْ يُ َؤكل‬ َ َ ُ َ َّ ‫س َرض َي اهللُ َعْن هُ أ‬ َْ
‫ فَأَْنَزَل اهللُ َت َع اىَل‬,‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ِ
َ ِّ ‫اب النَّيِب‬
ُ ‫َص َح‬ْ ‫ فَ َس أ ََل أ‬,‫البيُوت‬ُ ‫وها يِف‬ َ ُ‫جُيَامع‬
‫آخ ِر‬ ِ ‫) اِىَل‬...‫يض‬ ِ ‫ِّس ا ء يِف امل ِح‬ ‫ض قُ ْل ُه َو أ ًذى فَ ا ْعتَ ِزلُ و الن‬ ِ ‫ك َع ِن امل ِحْي‬َ َ‫(ويَ ْس أَلُون‬
َ َ َ َ
ٍِ ِ ِ ُ ‫ َف َق َال رس‬.‫اآلي ِة‬
‫ َفَبلَ َغ‬.‫اح‬ َ ‫اص َنعُ ْوا ُك َّل َش ْيء االَّ النِّ َك‬ ْ ‫لى اهلل َعلَيه َو َس لَّ َم‬ َّ ‫ص‬ َ ‫ول اهلل‬ َُ َ
.‫ع ِم ْن أ َْم ِرنَ ا َش ْيئًا اِالَّ َخالََفنَ ا فِْي ِه‬ َ ‫الر ُج ُل أَ ْن يَ َد‬ ِ
َ ‫الوا َم ا يُري ُد َه َذا‬
ْ ‫ َف َق‬,‫ود‬َ ‫الي ُه‬
َ ‫ك‬
ِ
َ ‫ذَل‬
ِ ِ ُ ‫ ي ا رس‬:‫فَج اء أُس ي ُد بن حض ٍ وعبَّاد بن بِ ْش ٍر َف َق َال‬
‫ود‬
َ ‫الي ُه‬ َ ‫ أ َّن‬,‫لى اهلل‬ َّ ‫ص‬ َ ‫ول اهلل‬ َُ َ ُ ْ ُ َ َ ‫َ َ َ ْ ْ ُ ُ َ رْي‬
‫لى اهلل َعلَي ِه َو َس لَّ َم‬ َّ ‫ص‬
ِ ِ ِ
َ ‫ أَفَالَ جُنَ ا معُ ْو ُه َّن؟ َفَتغََّيَر َو ْج هُ َر ُس ول اهلل‬,‫ول َك َذا َوَك َذا‬ ُ ‫َت ُق‬
14
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, Terj. Muhammad Abdul
Ghoffar, (Jakarta:Pustaka Al Kautsar, 1998), hlm, 19
11
ِ ‫ول‬
‫اهلل‬ ُ ‫است ْقَبلَ ُه َما َه ِديَّةٌ ِمن لَنَب ٍ إِىَل َر ُس‬
َ َ‫ ف‬,‫ فَ َخَر َج ا‬,‫َحىَّت ظََننَّا أَ ْن قَ ْد َو َج َد َعلَْي ِه َم ا‬
‫مِه‬
َ ‫ َف َعَر‬,‫لى اهلل َعلَ ِيه َو َسلَّ َم فَأ َْر َس َل يِف آثَا ِر َا فَ َسقا مُهَا‬
‫ف أَ ْن مَل جَيِ ْد َعلَْي ِه َما‬ َّ ‫ص‬
َ
Diriwayatkan dari Anas r.a bahwa orang-orang yahudi apabila
wanita mereka haid, mereka tidak makan bersama wanita tersebut
dan tidak tinggal serumah. Maka, para sahabat bertanya kepada
Nabi Saw, Lalu Allah Swt menurunkan ayat 222 Surat Al-Baqarah,
“mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah Haid itu
kotor, maka jauhilah para wanita itu semasa haid…”sampai akhir
ayat. Kemudian Rasulullah Saw bersabda, “ Lakukanlah apasaja
kecuali persetubuhan”.
Berita itu kemudian sampai kepada orang-orang yahudi, lalu
mereka mengatakan, “Tidaklah orang ini (Nabi) ingin
meninggalkan ajaran kita kecuali hanya ingin berbeda dengan kita.
Maka datanglah Usail ibnul Hudair dan Abbad bin Bisyr, keduanya
mengatakan Ya Rasulullah! Sesungguhnya orang-orang yahudi
mengatakan begini dan begitu, apakah sebaiknya kita lakukan
senggama dengan wanita-wanita yang sedang Haid?” Wajah
Rasulullah Saw, berubah, sehingga kami menyangka beliau marah
kepada keduanya, lalu keduanya pergi. Kemudian Nabi menyuruh
orang menyusul keduanya untuk diberi susu. Maka keduanya
mengerti bahwa Rasulullah Saw, tidak memarahi mereka berdua.
(Muslim1/169)15

Hadis lain yang berkaitan dengan Haid lainnya adalah, tentang


:membasuh darah Haid di pakaian

،‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ


َ ِّ ‫ َج اءَت ْام َرأَةٌ إِىَل النَّيِب‬:‫ت‬ ْ َ‫َع ْن أَمْسَاءَ َر ِض َي اهللُ َعْن َه ا قَ ال‬
‫ َو‬،‫صهُ بِالْ َم ِاء‬ ُ ‫ مُثَّ َت ْقُر‬،ُ‫صنَ ُع حَتُتُّه‬
ْ َ‫ف ن‬
َ ‫ َكْي‬، ‫ب‬ ِ ‫ض يِف الثَّو‬
ْ
ِ
ُ ‫ت إِ ْح َدانَا يتَحْي‬ َ ْ‫أ ََرأَي‬:‫ت‬
ْ َ‫َف َقال‬
)227:‫صلِّي فِ ِيه (رواه البخاري‬ َ ُ‫ َو ت‬،ُ‫ض ُحه‬ َ ‫َتْن‬

15
M. Nashiruddin Al Albani, Ringkasan Shahih Muslim, Terj. Elly Lthifah, Jakarta: Gema Insani
Press, 2005, hlm.98
12
Dari Asma’, ia berkata, “Seorang perempuan mendatangi Nabi
saw. seraya bertanya, ‘Salah seorang dari kami pakaiannya terkena
darah haid, apa yang mesti dilakukan?’ Beliau menjawab, ‘Dia
mesti mengeriknya, lalu menggosoknya dengan air, lalu
membasahinya, kemudian dia bisa mengenakannya untuk
shalat.”16

Hadis yang berkaitan lainnya:

‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ٍ ‫اطم ة بن ةأَيِب حبي‬ ِ


َ ِّ ‫ش اىَل النَّيِب‬ ْ َ ُ ْ ُ َْ ُ َ َ‫ت ف‬ ْ َ‫ت َج ائ‬ ْ َ‫َع ْن َعائش ة قَ ال‬
ِ ‫ول‬ ِ ُ ‫ يا رس‬:‫َف َق الَت‬
‫اهلل‬ ُ ‫الص الََة َف َق َال َر ُس‬ ُ ‫ول اهلل إِيِّن ْام َرأَةٌ اُ ْس تَ َح‬
َّ ُ‫ أَفَ أ ََدع‬,‫اد فَالَ أَطْ ُه ُر‬ َُ َ ْ
ٌ ‫ك ِع‬ ِ
‫ك‬ ِ ُ‫ض ت‬ َ ‫ت َحْي‬ ٍ ‫ َولَْيس حِب َْي‬,‫رق‬
ْ َ‫ فَ ِإ َذا أَْقَبل‬,‫ض‬ َ َ ‫ إِمَّنَ ا َذل‬,َ‫ ال‬:‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ َ
ِ ِِ َّ ‫فَ َد ِعى‬
ِ ‫ قَ َال َو قَ َال أَيِب مُثَّ َت َوض‬.‫ص لِّى‬
‫َّئ‬ َ َّ‫َّم مُث‬
َ ‫ت فَا ْغسلى َعْن ك الد‬ ْ ‫الصالََة َوإِ َذا أ َْد َبَر‬
.‫ت‬ ِ ِ‫ت جَي‬ ٍ ‫لِ ُك ِّل‬
ُ ْ‫الوق‬
َ ‫ك‬ َ ‫يئ ذَل‬ َ َّ ‫صالَة َح‬ َ
Dari Aisyah r.a berkata: Fathimah binti Abi Hubaisy datang kepada
Rasulullah Saw, seraya berkata: "saya mengalami istihadhah
(pendarahan dari dalam uterus di luar haid) sehingga saya tidak
pernah suci, apakah saya tidak perlu shalat?”. Rasulullah Saw
bersabda: “Tidak begitu. Darah tersebut berasal dari pembuluh
darah, bukan darah haid. Jika kamu mengalami haid berhentilah
shalat, dan Apabila haidmu selesai bersihkanlah darahmu
(mandilah), lalu sholatlah”. Dan ayahku berkata, “kemudian
berwudhulah setiap kali akan shalat, sampai tiba lagi masa
berikutnya”.

d) Air Liur Anjing

16
Al Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Tarjamah Shahih Bukhari,
Semarang: CV. Asy Syifa’, 1993, hlm.163
13
‫ َع ْن‬،‫ َع ْن ِه َش ِام بْ ِن َح َّس ا َن‬،‫يم‬ ِ ِ ِ ِ ٍ
ُ ‫ َح َّدثَنَا إمْسَاع‬،‫َو َح َّدثَنَا ُزَهْي ُر بْ ُن َح ْرب‬
َ ‫يل بْ ُن إ ْب َراه‬
:‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ُ ‫ قَ َال رس‬:‫ قَ َال‬،َ‫ عن أَيِب هري رة‬،‫حُم َّم ِد ب ِن ِس ِريين‬
َ ‫ول اهلل‬ َُ َ َْ ُ ْ َ َ ْ َ
»‫اب‬ ٍ ‫ أَ ْن ي ْغ ِسلَه سبع مَّر‬،‫«طَهور إِنَ ِاء أَح ِد ُكم إِ َذا ولَ َغ فِ ِيه الْ َك ْلب‬
ِ ‫ات أُواَل ُه َّن بِالتُّر‬
َ َ َ َْ ُ َ ُ َ ْ َ ُُ
Zuhair bin Harb menyampaikan kepada kami dari Ismail bin
Ibrahim, dari Hisyam bin Hassan, dari Muhammad bin Sirin, dari
Abu hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Cara mencuci
wadah salah seorang diantara kalian, jika anjing menjilatnya
adalah dengan mencucinya sebanyak tujuh kali, kali pertama
dengan tanah.

Keterangan Hadis:
Dibersihkannya jilatan anjing ini adalah: karena najisnya terletak
pada mulut dan air liurnya. Adapun bulu anjing adalah suci (jika ia
berada dalam keadaan kering) dan tidak ada ketetapan yang
menyebutkannya sebagai najis. Apabila ada anjing yang meminum
air dari suatu bejana seorang muslim, maka tempatnya (bejana
tersebut) harus dicuci sebanyak tujuh kali, yang salah satunya
menggunakan tanah, sebagaimana disebutkan dalam hadis di
atas.17
Dalam riwayat lain menyebutkan hal serupa:

َّ‫ب مُث‬ِ َ‫ول اللَّ ِه ص لَّى اهلل َعلَْي ِه وس لَّم بَِقْت ِل الْ ِكال‬
َ ََ ُ َ ِ ‫َع ْن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن ُمغَف‬
َ ‫ أ ََم َر َر ُس‬:‫َّل قَ َال‬
ِ ‫الصْي ِد و َك ْل‬
‫ إِذَا َولَ َغ‬:‫ َوقَ َال‬,‫ب الغَنَ ِم‬ ِ ِ ِ ُ ‫ ما باهُلُم وب‬:‫قَ َال‬
َ َّ ‫ص يِف َك ْلب‬ َ ‫ال الْكاَل ب مُثَّ َر َّخ‬ ََ ْ َ َ
‫ َويِف ِرَويَ ِة حَيْىَي بْ ِن‬.‫اب‬ ِ ‫ات و عفِّروه الث‬
ِ ‫َّامنَ ةَ يِف التُّر‬ ٍ ِ ِ ِ
َ ُ ُ َ َ ‫ب يِف األنَ اء َف ْغس لُ ْوهُ َس ْب َع َم َّر‬ ُ ‫ال َك ْل‬
َّ ‫الصْي ِد َو‬
.‫الزْرِع‬ َّ ‫ب الغَنَ ِم َو‬ِ ‫ص يِف َك ْل‬َ ‫ َوَر َّخ‬:‫َسعْيد‬
ٍِ

17
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, Terj. Muhammad Abdul
Ghoffar, (Jakarta:Pustaka Al Kautsar, 1998), hlm. 15
14
Abdullah Ibnul Mughaffal r.a berkata, Rasulullah Saw
memerintahkan membunuh anjing seraya bertanya, “ada apa
dengan mereka dan dengan anjing? (mengepa mereka memelihara
anjing?) kemudian beliau memberi pengecualian pada Anjing
pemburu dan anjing penjaga kembing, lalu bersabda, “ Apabila
ada anjing menjilat bejana, maka basuhlah tujuh kali, campur
basuhan kedelapan dengan tanah. “menurut riwayat Yahya bin
Sa’id, “ Dan Rasulullah memberikan pengecualian pada anjing-
anjing yang digunakan untuk menjaga kambing, untuk berburu,
dan untuk menjaga tanaman”. (Muslim1/162).18

Hadis lainnya yang terkait:


‫ب ُت ْقبِ ل َوتُ ْدبِر يِف‬ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ُ ُ َ‫ َك انَت الكال‬:‫َع ْن َعْبداهلل بْ ِن عُ َم َر َرض َي اهللُ َعْن ُه َم ا قَ َال‬
‫ َفلَ ْم يَ ُكونُ وا َيُر ُّش و َن َش ْيأً ِم ْن‬,‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ِ ِ ِِ
َ ‫ يِف َزَم ان َر ُس ول اللَّه‬,‫املَ ْس جد‬
)174 :‫ (رواه البخاري‬.‫ك‬ ِ
َ ‫ذَل‬
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a, dia berkata: pada masa
Rasulullah Saw. seringkali anjing-anjing mondar-mandir di dalam
masjid, sedangkan para sahabat tidak menyiram tempat bekas
anjing-anjing itu. (Hadis ini diriwayakan oleh Al Bukhari, nomor
hadis: 174)19

e) Kotoran dan kencing (hewan) yang tidak (halal) dimakan dagingnya.

‫ فَأ ََمَريِن أَ ْن‬,‫ط‬َ ِ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم الغَائ‬ ِ


َ ُّ ‫ أَتَى النَّيِب‬:‫َع ْن أَيِب ُهَرْيَرَة َرض َي اهللُ َعْن هُ قَ َال‬
ِ ِ ِ ِِ
ً‫ت َْوثَ ة‬
ُ ‫َخ ْذ‬ َ ‫ فَأ‬,ُ‫ث َفلَ ْم أَج ْده‬ َ ‫ت الثَّا ل‬ ُ ‫ َوالتَ َم ْس‬.‫ت َج َريْ ِن‬ ُ ‫ َف َو َج ْد‬,‫َح َج ا ٍر‬ ْ ‫آتْي ه بِثَاَل ثَ ة أ‬
ِ َّ ‫َخ َذ احْلَ َج َريْ ِن َوأَلْ َق‬ ‫هِب‬
‫ (رواه البخاري وإبن ماجه‬.‫س‬ ٌ ‫ َه َذا ر ْج‬:‫الرْوثَةَ َوقَ َال‬ َ ‫ فَأ‬,‫فَأََتْيتَهُ َا‬
)‫وإبن خزمية‬

18
M. Nashiruddin Al Albani, Ringkasan Shahih Muslim, Terj. Elly Lthifah, Jakarta: Gema Insani
Press, 2005, hlm.75
19
Al Imam Zainudin Ahmad bin Abd Al Lathif az Zabidi, Ringkasan Hadis Shahih Al-Bukhari, Terj.
Achmad Zaidun, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hlm.74
15
Dari Abu Hurairah r.a, dimana ia berkata: “Nabi Saw pernah buang
air besar, lalu beliau menyuruhku membawakan tiga buah batu
untuk beliau. Akan tetapi aku hanya mendapatkan dua batu saja.
Selanjutnya aku mencari batu yang ketiga, namun tidak juga
mendapatkannya. Lalu aku mengambil kotoran dan membawanya
kepada beliau. Maka beliau hanya mengambil dua batu saja dan
membuang kotoran tersebut seraya berkata: “ ini adalah kotoran
(tidak dapat digunakan untuk bersuci). (HR.Bukhari, Ibnu Majah
dan Ibnu Khuzaimah).20

Dalam riwayat lain disebutkan:


ٍ ِ‫ ح َّدثَنا حَي بن س ع‬:‫اهلِي قَ َال‬
، ٍ‫ َع ْن ُزهَرْي‬،‫يد الْ َقطَّا ُن‬ ِ ٍ
َ ُ ْ ‫َ َ ْىَي‬ ُّ َ‫َح َّدثَنَا أَبُ و بَ ْك ِر بْ ُن َخاَّل د الْب‬
،‫َس َوِد‬ َّ ‫ َعْب ُد‬- ‫ َولَ ِك ْن‬،ُ‫ ذَ َكَره‬،َ‫س أَبُو عَُبْي َدة‬
ْ ‫الرمْح َ ِن بْ ُن اأْل‬ َ ‫ لَْي‬- :‫ قَ َال‬،‫اق‬ َ ‫َع ْن أَيِب إِ ْس َح‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم أَتَى‬ ِ َ ‫َن رس‬ ٍ ِ ِ ِ ‫ع ِن اأْل‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َّ ‫ أ‬،‫ َع ْن َعْب د اللَّه بْ ِن َم ْس عُود‬،‫َس َود‬ ْ َ
ٍ ‫حِب‬ ِ ِ
ْ ‫ «ائْتيِن بِثَاَل ثَ ة أ‬:‫اخْلَاَل ءَ َف َق َال‬
َ ‫ فَأ‬،‫َح َج ا ٍر» فَأََتْيتُ هُ َ َج َريْ ِن َوَرْوثَ ة‬
‫َخ َذ احْلَ َج َريْ ِن َوأَلْ َقى‬
»‫س‬ ِ ِ
ٌ ‫ «ه َي ر ْج‬:‫ َوقَ َال‬،َ‫الرْوثَة‬ َّ
Abu Bakar bin Khallad al-Bahili menyampaikan kepada kami dari
Yahya bin Sa’id al-Qathan, dari Zuhair, dari Abus Ishaq –dia
mengatakan bahwa bukan Abu Ubaidah yang disebutkan, tetapi
Abdurrahman bin al-Aswad- dari al-Aswad, dari Abdullah bin
Mas’ud bahwa Rasulullah saw. pergi ke jamban. Lalu beliau
berkata, “Bawakan kepadaku tiga buah batu.” Aku (Abdullah bin
Mas’ud) pun membawakan kepadanya dua buah batu dan
sepotong kotoran hewan. Beliau mengambil dua batu itu dan
membuang kotoran hewan seraya berkata, “Ini adalah najis.”21

Keterangan Hadis:

20
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, Terj. Muhammad Abdul
Ghoffar, (Jakarta:Pustaka Al Kautsar, 1998), hlm, 16
21
Muhammad Anis Sumaji, 125 Masalah Thaharah, Solo: Penerbit Tiga Serangkai, 2008 hlm.29
16
Setiap binatang yang tidak boleh (haram) dimakan dagingnya
menurut syariat islam seperti keledai dan bighal, maka semua yang
keluar dari binatang-binatang tersebut adalah najis, baik itu
kotoran maupun kencingnya. Akan tetapi, sedikit darinya adapat
dimaafkan pada saat berada dalam kondisi kesulitan (mencari
benda yang dapat digunakan untuk bersuci).
Mengenai air kencing binatang-binatang yang tidak dapat
dimakan (diharamkan memakannya) seperti Bighal, Keledai, atau
Kuda, dalam hal ini para sahabat pernah terkena kencing binatang-
binatang tersebut pada beberapa peperangan yang mereka ikuti.
Akan tetapi, mereka dalam hal ini tidak mencuci tubuh atau
pakaian yang terkena kencing itu. sedangkan mengenai binatang
yang boleh dimakan dagingnya, maka kotoran dan kencingnya
adalah suci dan tidak ada nash yang menetapkan atas
kenajisannya. Dengan demikian,semua yang keluar dari Unta, Sapi,
Kambing, dan seluruh binatang yang jinak bukanlah merupakan
sesuatu yang dihukumi najis (sebagaimana najisnya babi).
Sedangkan mencuci kotoran tersebut hanyalah merupakan usaha

untuk membersihkannya saja.22

f) Hewan jalalah (liar)


‫ َع ْن‬,‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ُ ‫ َنهى رس‬:‫اس ر ِضي اهلل عْنهما قَ َال‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ َ ُ َ ُ َ َ ٍ َّ‫َع ِن بْ ِن َعب‬
‫ب لَنَب ِ اجلَالَّلَِة‬
ِ ‫ُشر‬
ْ
“Rasulullah Saw, melarang meminum air susu binatang jallalah”

22
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, Terj. Muhammad Abdul
Ghoffar, (Jakarta:Pustaka Al Kautsar, 1998), hlm, 16
17
(HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa’I, dan Tirmidzi. Tirmidzi
mengatakan, Hadis ini Shahih).

Riwayat lain menegaskan,


ِ ‫) نَهى َعن رُك‬
(‫وب اجلَالَّلَة‬ ُْ َ
“ Nabi Saw, melarang mengendarai binatang jallalah”

Dan, dalam riwayat lain dikatakan:


‫ول اللَّ ِه‬
ُ ‫ َن َهى َر ُس‬:‫ِّه َر ِض َي اهللُ َعْن ُه ْم قَ َال‬ ِ ‫وعن عمر بن سعيب عن أَبِي ِه عن جد‬
َ ْ َ ْ ْ َ َْ ُ ْ َ َ ُ ْ َ َ
‫ َع ْن ُرُكوهِبَا َوأَ ْك ِل‬:‫ َو َع ِن اجلَالَّلَ ِة‬,‫ َع ْن حُلُ ِوم احلُ ُم ِر األ َْهلِيَّ ِة‬,‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ
‫وم َها‬ ِ ‫حُل‬
ُ
“Rasulullah Saw melarang memakan daging keledai piaraan
dan binatang jallalah, baik untuk dikendarai maupun dimakan
dagingnya” (HR. Ahmad, Nasai, dan Abu Dawud)

Keterangan Hadis:
Jalalah adalah hewan liar yang memakan kotoran, baik kotoran
unta, sapi, kambing, dsb, sehingga hewan tersebut berubah
baunya. Semua yang keluar dari hewan tersebut adalah najis,
dagingnya tidak boleh dimakan dan air susunya juga tidak boleh
diminum, serta tidak boleh dijadikan sebagai hewan tunggangan
(dinaiki punggungnya).
Akan tetapi, jika hewan jalalah ini ditangkarkan serta diberi
makanan yang suci, sehingga dagingnya menjadi baik dan baunya
pun hilang, maka hewan ini menjadi halal untuk dimakan.
Sementara sebutan jalalah padanya pun menjadi hilang dengan

18
sendirinya dan selanjutnya kembali suci secara lahir maupun
batin.23

g) Bangkai

‫ َما قُ ِط َع ِم َن البَ ِهْي َم ِة‬:‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ِ ِ ِِ


َ ‫ قَ َال َر ُسول اللَّه‬:‫ قَ َال‬,‫َع ْن أَيِب َواقد الَّْيث ّي‬
ٌ‫وِه َي َحيَّةٌ َف ُه َو َمْيتَة‬.
َ
Rasulullah Saw bersabda: “binatang ternak yang dipatahkan
lehernya atau dipotong dalam keadaan masih hidup, maka ia
termasuk bangkai” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, ia
menganggapnya sebagai hadis Hasan. Katanya “ulama mengakui
ketentuan seperti ini”)24

Namun ada beberapa perkara yang dikecualikan dari binatang


yang mati tanpa dimasukan kedalam kategori bangkai, yaitu
sebagai berikut:
1. Bangkai ikan dan belalang. Ia tetap dianggap suci karena
berdasarkan hadis Ibnu Umar r.a

‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّم‬ ِ ِ ِ


َ ‫ قَ َال َر ُس ول اللَّه‬:‫َع ِن بْ ِن عُ َمَرَرض َي اهللُ َعْن ُه َم ا قَ َال‬
‫ان فَاال َكْب ُد‬ِ ‫ وأ ََّما الدَّم‬,‫ان فَاحْل وت واجْل راد‬ ِ َ‫ أ ََّما امليتَت‬:‫ان‬
ِ ‫ان ودم‬ ِ ِ
َ َ ُ َ َ ُ َْ َْ َ َ َ َ‫أُح َّل لَنَا َمْيتَت‬:َ
ُ ‫َوالطُّ َه‬
.‫ال‬
Rasulullah Saw bersabda, “ Ada dua jenis bangkai dan
darah yang dihalalkan kepada kita, yaitu bangkai ikan dan
belalang. Sedangkan dua jenis darah yang dihalalkan
kepada kita itu adalah hati dan limpa”. (HR. Ahmad, Syafi’I,
Ibnu Majah, Baihaqi, dan Daruquthni)
23
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terj. Nor Hasanudin, (Jakarta Selatan: Pena Pundi Aksara, 2006),
hlm.27
24
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terj. Nor Hasanudin, (Jakarta Selatan: Pena Pundi Aksara, 2006),
hlm.20
19
Keterangan Hadis:
Hadis tersebut Dha’if. Akan tetapi Imam Ahmad
menshahihkan dan menganggapnya Hadis Mauquf,
sebagaimana yang telah ditegaskan Zir’ah dan Abu Hatim.
Sedangkan Hadis seperti ini hukumnya Marfu’. Artinya,
silsilah sanadnya sampai kepada Nabi, karena terdapat
ucapan sahabat yang menyatakan, “kami dihalalkan, atau
kami diharamkan” dimana ungkapan semacam ini adalah
sama dengan sabda Nabi Saw. dari segi maknanya, bahkan
dari segi hukum pernyataan sepert itu adalah sama dengan
ungkapan sahabat yang bermakna “ kami diperintahkan
atau kami dilarang”. Sebagaimana yang telah disebutkan di
atas, Nabi Saw pernah bersabda mengenai hukum hal

memakan kekayaan laut, (‫)ه و الطهور م اؤه احلل ميتته‬ “ airnya

suci lagi menyucikan dan bangkainya halal untuk dimakan.”


2. Bangkai binatang yang tidak mempunyai darah mengalir
seperti lalat, semut, lebah, dan lainnya, maka ia adalah suci.
Jika ia jatuh kedalam sesuatu dan kemudian mati, maka ia
tidaklah menyebabkan tempat tersebut najis.
3. Tulang bangkai, tanduk, bulu, rambut, kuku, dan kulit, serta
perkara yang sejenis dengan itu, maka ia dikategorikan suci.
Karena asalnya adalah suci dan tidak ada satu dalilpun yang
yang menyatakan najis.

20
‫بش ٍاة‬ ِ ِ ٍ َّ‫ع ِن ب ِن عب‬
َ َ‫َّق َعلَى َم ْوالَةٌ ل َمْي ُمونَ ة‬ َ ‫صد‬ َ َ‫ ت‬:‫اس َرض َي اهللُ َعْن ُه َم ا قَ َال‬ َ ْ َ
ِ ِ ُ ‫ فَم َّر هِب ا رس‬,‫فَم اتَت‬
ْ‫َخ ْذمُت‬
َ ‫ه ْل أ‬: َ ‫ َف َق َال‬,‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم‬ َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ َ ْ َ
‫ إِمّنَا ُحِّرَم أَ ْكلُ َها‬:‫ َف َق َال‬,ٌ‫ إِن ََّها َمْيتَة‬:‫إِ َه َاب َها فَ َد َب ْغتُ ُموهُ فَأَْنَت َف ْعتُ ْم بِِه؟ َف َقالُوا‬
Majikan Maimunah bersedekah seekor kambing kepadaku.
Tiba-tiba ia mati. Kebetulan Rasulullah Saw. lewat dan
bersabda, “mengapa anda tidak mengambil kulitnya untuk
disamak, kemudian dimanfaatkan?”, bukankah itu bangkai?
Ujar mereka. Nabi Saw bersabda, “yang diharamkan
adalah memakannya saja”.

(HR. Jama’ah kecuali Ibnu Majah yang didalam riwayatnya


disebutkan, “Dari Maimunah”, sementara riwayat Bukhari
dan Nasa’I tidak menyebutkan masalah menyamak.)25

25
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terj. Nor Hasanudin, (Jakarta Selatan: Pena Pundi Aksara, 2006),
hlm.20
21
Keterangan Hadis: Menyamak kulit untuk menyucikannya sama dengan
menyembelih untuk menghalalkan daging.26BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Najis adalah bentuk kotoran
yang setiap muslim diwajibkan untuk membersihkan diri darinya atau
mencuci bagian yang terkena olehnya. Najis terbagi menjadi tiga, yaitu
Najis Najis mugalazzah, Mukhoffafah, Mutawassitoh-terbagi menjadi
dua, yaitu Najis Hukmiyah dan Ainiyah.
Benda-benda yang termasuk Najis, diantaranya: Air Kencing dan
Kotoran Manusia, Darah, Madzi, Bangkai, dan lainnya. Dan cara
menghilangkan Najisnya pun berbeda-beda. Contoh: Apabila keluar
kotoran dari salah satu pintu tempat keluar kotoran, maka wajib istinja’
dengan air atau batu-tiga buah (ganjil), dan lainnya.

26
Syaikh Faishal bin Abdul Aziz, Ringkasan Nailul Authar, Terj. Amir Hamzah Fachrudin dan
Asep Saefullah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2011, hlm.48
22
Daftar Pustaka

Al Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Tarjamah Shahih


Bukhari, Semarang: CV. Asy Syifa’, 1993
Anis Sumaji, Muhammad, 125 Masalah Thaharah, Solo: Penerbit Tiga
Serangkai, 2008
Faishal bin Abdul Aziz, Syaikh, Ringkasan Nailul Authar, Terj. Amir Hamzah
Fachrudin dan Asep Saefullah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2011
Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Syaikh, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, Terj.
Muhammad Abdul Ghoffar, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1998
khuzaimah, Ibnu, Shahih Ibnu Khuzaimah, Terj. M. Faishol dan Tohirin Suparta,
Jkarta: Pustaka Azzam, 2007
Nashiruddin Al Albani, Muhammad, Ringkasan Shahih Muslim, Terj. Elly
Lathifah, Jakarta: Gema Insani Press, 2005
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Terj. Nor Hasanudin, Jakarta Selatan: Pena Pundi
Aksara, 2006
Salim, Abu Malik Kamal bin As-Sayid, Shahih Fiqih Sunnah, Jakarta: Pustaka
Azzam, 2006 cet. 1
Sulaiman bin Al-Asy‘ats al-azdi as-sijistani, Abu Daud, Ensiklopedia Hadis 5;
Sunan Abu Dawud, Terj. Muhammad Ghazali dkk, Jakarta: Al-Mahira, 2013
Zainudin Ahmad bin Abd Al Lathif az Zabidi, Al Imam, Ringkasan Hadis Shahih
Al-Bukhari, Terj. Achmad Zaidun, Jakarta: Pustaka Amani, 2002

23

Anda mungkin juga menyukai