Oleh:
Dosen Pengampu:
2
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim
Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantari
Daftar Isiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang1
B. Rumusan Masalah1
C. Tujuan1
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Najis2
A. Kesimpulan21
Daftar Pustaka 22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam menjalankan ibadah kepada Allah tentunya kita harus
bersih dan suci. Karena Allah itu Maha suci maka untuk menemuinya
kita juga harus bersih dan suci. Betapa banyak dalil-dalil baik dari Al-
Qur’an dan hadis Nabi untuk memastikan agar kita bersuci terlebih
dahulu dalam beribadah. Bahkan dalam keadaan tidak beribadahpun
kita dianjurkan untuk bersih. Sebagaimana hadis Rasulullah saw.
“bersuci itu merupakan sebaagian dari iman”.
Sebagai generasi Islam kita tentu hendaknya dapat memahami
dan mengamalkan bagaimana tata cara bersuci yang baik dan benar.
Semua telah diajarkan Rasulullah saw. sebagaimana hadis-hadis beliau
yang diriwayatkan oleh para sahabat yang sampai ke kita saat ini. Oleh
karena itu kami ingin mengumpulkan hadis-hadis Rasulullah saw.
tentang segala macam najis dan cara membersihkannya.
B. Rumusan masalah
1. Apa saja hadis tentang macam-macam najis dan cara
membersihkannya?
C. Tujuan
1. menjelaskan hadis tentang macam-macam najis dan cara
membersihkannya
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Najis
Najis adalah lawan kata dari suci , dan najis itu sendiri adalah
sesuatu yang kotor secara syar’i, dimana hal itu mewajibkan bagisetiap
muslim untuk mensucikan diri darinya dan mencuci semua yang terkena
najis tersebut1.
1
Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim. Shahih Fiqih Sunnah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2006 cet. 1
2
Muhammad Anis Sumaji, 125 Masalah Thaharah, Solo: Penerbit Tiga Serangkai, 2008 hlm.27
2
ini lain daripada kedua macam diatas. Najis ini dibagi menjadi dua
bagian:
Najis hukmiah yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata
zat, bau, rasa, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama
kering sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencucinya
cukup dengan mengalirkan air diatas benda yang kena najis itu.
Najis ‘ainiyah yaitu najis yang masih ada zat, warna, rasa dan
baunya kecuali warna atau bau yang sangat sukar
menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencucinya yaitu
dengan menghilangkan zat, rasa, warna dan baunya.
d) Najis yang dapat dimaafkan, antara lain:
Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir. Seperti:
nyamuk, kutu busuk, dsb
Najis yangsedikit sekali
Nanah atau darah dari kudis atau bisulnya sendiri yang belum
sembuh
Debu yang dicampur najis dan lain-lainnya yang sukar
dihindarkan3
2. Hal-hal yang ditunjuk oleh dalil syar’i sebagai suatu yang Najis
a) Kotoran dan Air seninya
3
Moh. Toha Rifa’i. Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang: CV. Toha putra, 1978, hlm. 47
3
Abu Thahir mengabarkan kepada kami, Abu Bakar mengabarkan
kepada kami, Al Hasan bin Abdullah bin Mansur al Anthaki
mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Katsir, mengabarkan
kepada kami dari al Auza’I, dari Muhammad bin Ajlan, dari Sa’id al
Maqburi [dari ayahnya], dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah
Saw bersabda, “ Apabila salah seorang dari kalian menginjak
kotoran dengan khuf atau sandal, maka mensucikan keduanya
adalah dengan debu”.
ِ ِ ح وح َّدثَنا عبَّاس بن الْول، ح َّد َثنا أَب و الْمغِ ريِة،ح َّدثَنا أَمْح ُد بن حْنب ٍل
،يد بْ ِن َم ْزيَ ٍد َ ُْ ُ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ ُْ َ َ َ
َع ِن،اح ِد ِ ح َّدثَنَا عم ر يعيِن ابن عب ِد الْو، وح َّدثَنَا حَمْم ود بن خالِ ٍد،أَخب ريِن أَيِب ح
َ َْ َ ْ ْ َ ُ َ ُ َ َ ُْ ُ ُ َ َ َْ
َع ْن،يه ِ ِ عن أَب،َّث ٍ ِيد بن أَيِب سع
َّ ِيد الْ َم ْقرُب ِ َّ أُنْبِْئت أ:اعي الْمع قَ َال ِ
ْ َ َ ي َحد َ َ ْ َ َن َسع ُ اأْل َْوَز ِّ َ ْ ىَن
،َح ُد ُك ْم بَِن ْعلِ ِه اأْل َ َذى ِ ِ ِ
َ ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم قَ َال إ َذا َوط َئ أ
ِ َ َن رس
َ ول اللَّه ُ َ َّ أ،أَيِب ُهَرْيَرَة
ور َ فَِإ َّن التَُّر
ٌ اب لَهُ طَ ُه
Ahmad bin Hanbal menyampaikan kepada kami dari Abu al-
Mughirah, dalam sanad lain, Abbas bin al-Walid bin Mazyad
menyampaikan kepada kami dari ayahnya yang mengabarkan
kepadaku dalam sanad lain, Mahmud bin Khalid menyampaikan
kepada kami dari Umar bin Abdul Wahid, dari al-Auza’i makna
hadis tersebut, dia berkata, “Dikabarkan kepadaku bahwa Sa’id bin
Abu Sa’id al-Maqburi menyampaikan dari ayahnya, dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Jika salah seorang dari
kalian menginjak sesuatu yang najis dengan sandalnya, sungguh
tanah (yang diinjak setelahnya akan) menyucikannya.”4
Keterangan Hadis:
4
Abu Daud Sulaiman bin Al-Asy‘ats al-azdi as-sijistani, Ensiklopedia Hadis 5; Sunan Abu Dawud,
Terj. Muhammad Ghazali dkk, Jakarta: Al-Mahira, 2013, hlm.81
4
Sandal/terompah yang bernajis dan begitu juga sepatu,
merupakan tempat yang biasanya sering terkena Najis. Oleh
karenanya, seperti yang disebutkan dalam hadis di atas,
sepatu/sandal/terompah yang bernajis kemudian menjadi suci
dengan cara menggosokannya ke tanah sehingga bekas najis
tersebut menjadi hilang.5
Hadis di bawah menjelaskan najisnya Air seni,:
Keterangan Hadis:
Hadis diatas menjadi hal yang mendasari Najisnya Air seni,
seperti dalam Hadis di atas, Rasulullah Saw meminta air kemudian
disirankan di tempat bekas kencing tersebut, dalam rangka untuk
mensucikannya.
ِ أَخبرنَ ا أَس ٌد,وق ٍ أَخبرنَ ا نَص ر بن م رُز, أَخبرنَا أَب و ب ْك ٍر,اه ٍر ِ َأَخبرنَ ا أَب و ط
َ ي ْعننْب-
َ َ ََ ْ ْ َ ُ ْ ُ ْ ََ ْ َ ْ ُ ََ ْ ْ ُ ََ ْ
:َخَبَرنَ ا َعلِ ُّي بْ ُن َم ْعبَ ٍد قَ اال ِ
ْ َو َح َّد َثنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن َعم رٍو بْ ِن مَتَّ ٍام امل,ُم ْو َس ى
ُّ ص ِر
ْ أ,ي
5
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terj. Nor Hasanudin, Jakarta Selatan: Pena Pundi Aksara, 2006,
hlm.31
6
Al Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Tarjamah Shahih Bukhari,
Semarang: CV. Asy Syifa’, 1993, hlm.159
5
س بْ ِن أَيِب امل َخ ا ِرِق َع ْن لُبأبَ ةَ بِْنت ٍ عن مِس,ص ِ َح َو
ُ َ ع ْن قَ ابُ ْو, َ اك َ ْ َ ْ َح َّدثَنَاأَبُو األ
ِ ه: َف ُق ْلت,يه وس لَّم ِ ِ ِ ِ
ات َ ُ َ َ َ َلى اهلل َعل َّ صَ ِّ بَ َال احلُ َس ْينُفي ح ْج ٍر النَّيِب:ت ْ َ قَ ال,احلَ ا ِرث
َّ ضح َبو ُل ِ ِ ِ
الذ َك ِر ْ ُ َ َويُْن, إمَّنَا يُ ْغ َس ُل َب ْو ُل األُْنثَى: َف َق َال,ُ َهات أَ ْغس ْله,ك َ ََث ْوب
Abu Thahir mengabarkan kepada kami, Abu Bakar mengabarkan
kepada kami, Nashr bin Marzuq mengabarkan kepada kami, Asad-
maksudnya adalah Ibnu Musa-mengabarkan kepada kami, Ha’,
Muhammad binAmr bin Tammam al Mishri menceritakan kepada
kami, Ali bin Ma’bad menceritakan kepada kami, keduanya berkata
, Abul Ahwash menceritakan kepada kami dari Simak dari Qabus
bin Al Makhariq, dari Lubabah binti Al Harits , ia berkata, “Husein
pernah membuang air seni dikamar Nabi Saw, lalu aku katakan ”
berikanlah pakaianmu!, berikanlah! Aku akan mencucinya”. Lalu
beliau bersabda “Air seni Bayi perempuan harus dicuci dan air seni
bayi laki-laki cukup disiram”.7
Keterangan Hadis:
Bayi laki-laki yang dimaksud adalah yang belum memakan
makanan selain air susu ibu dan korma/madu untuk mentahniknya
atau mengobatinya dan keperluan lainnya selain sebagai makanan.
Hadis di atas menunjukan bahwa cara membersihkan kencingnya
bayi laki-laki (seperti kriteria di atas), cukup dengan memercikan air
ke atasnya, lain halnya dengan bayi perempuan apabila kencing,
cara membersihkannya adalah dengan dicuci.8
7
Ibn khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, Terj. M. Faishol dan Tohirin Suparta, Jkarta:
Pustaka Azzam, 2007, hlm.340
8
Syaikh Faishal bin Abdul Aziz, Ringkasan Nailul Authar, Terj. Amir Hamzah Fachrudin dan Asep
Saefullah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2011, hlm.31
6
badan dan pakaian. Hukuman berat bagi yang meninggalkan.
Membasuhnya bila mengenai badan dan pakaian.
,اس ٍ َّ َع ِن بْ ِن َعب,اه ٍد ِ عن جُم, عن مْنص وٍر, ح َّدثَنا ج ِري ر,ح َّدثَنا يوس ف بن موسى
َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ ٌْ َ َ َ َ ُ ُ ُ َ َ
, اَ ِو الْ َم ِد ْينَ ِة,َان َم َّكة ِ َاهلل ص لى اهلل علَي ِه وس لَّم حِب ائِ ٍط ِمن ِحيط
ْ ْ َ َ َ َ َ َّ َ
ِ ول ُ قَ َال َم َّر َر ُس
ِ َاهلل ص لى اهلل عل
يه َو َس لَّ َم َ َّ َ
ِ ول ُ َف َق َال َر ُس,َان يِف ُقبُوِرمِه اِ فَس ِمع ص وت إِنْس ا َن ِ يع ِّذب
َ َ ُ َ َ َ ْ َ َ نْي
َوَك ا َن,َح ُدمُهَا الَيَ ْس تَرِت ُ ِم ْن َب ْولِ ِه ِ ِ
َ َك ا َن أ, َبلَى: مُثَّ قَ َال, ٍ َوَم ا يُ َع َّذبَان يِف َكبِرْي,يُ َع ِّذبَان
ٍ جِب ِ ِ اآلخ ر ميْ ِش ي بِالن ِ
ٍ(علَى ُك ِّل َقرْب َ ض َع َ َف َو, ِ مُثَّ َد َع ا َ ِريْ َدة فَ َك َس َرَها َك ْس َرَتنْي,َّمْي َم ة ْ ُ
ِ ِ ِ
أَو-ِّف َعْن ُه َم ا َم امَلْ َتْيبَ َس ا ُ لت َه َذا؟ قَ َال لَ َعلَّهُ خُيَف َ ل َم ا َف َع:ُ فَقْي َل لَ ه,)مْن ُه َم ا َك ْس َرًة
اِىل أَ ْن َيْيبَ َسا
Yusuf bin Musa menceritakan kepada kami , Jarir menceritakan
kepada kami dari Manshur dari Mujahid dari Ibnu Abbas, ia
berkata, “Rasulullah Saw pernah melintasi salah satu tembok
kota Makkah atau Madinah , lalu beliau mendengar dua orang
disiksa dalam kuburnya. Rasulullah Saw bersabda: ”keduanya
sedang disiksa, dan mereka tidak disiksa karena kesalahan besar
“. Kemudian beliau bersabda: “Ya, salahsatunya dulu tidak
bertutup diri dari Air seninya. Sedang yang lain suka adu domba”.
Lalu beliau minta satu pelepah kurma. Beliau belah menjadi dua,
lalu beliau letakkan [masing-masing kubur satu bagian]. Beliau
ditanya, “mengapa engkau melakukan ini?”, beliau menjawab, “
mudah-mudahan ini dapat meringankan keduanya, selama belum
kering atau sampai ia kering”. 9
8
Abu Bakar berkata, “sabda beliau ‘jangan kau lakukan’ termasuk
jenis yang aku katakan sebagai kalimat pencegahan, dimaksudkan
untuk menafikan kewajiban perbuatan itu.10
َو,ًي ِش َّد ًة َو ِعنَ اء ِّ ت أَلْ ِق َي ِم َن امل ِذُ ُكْن:ف َر ِض َي اهللُ َعْن هُ قَ َالٍ َعن س ْه ِل بْ ِن حَنْي
ُ َ ْ
َ
: َف َق َال,لى اهلل َعلَ ِيه َو َس لَّ َم ِ ِ ِ َ ِ فَ َذ َكرت َذل,األ ْغتِس َال ِ ُكْنت أَ ْكَثر ِمْنه
َّ صَ ك لَر ُسول اهلل ُْ َ ُ ُ ُ
ب ثَ ْويِب ِمْن هُ؟ ِ ول ِ
ِ َكي مِب,اهلل
ُ ف َ ا يُص ْي َ ْ َ يَ ا َر ُس:ت ُ ض وءُ َف ُق ْل
ُ الو
ُ ك َ ك ِم ْن ذَل َ ْإِمَّنَ ا جَيْ ِزي
ِ ث َترى أَنَّه قَ ْد أَص ٍ ِ ِ
ُاب مْنه
َ َ ُ َ ُ ك َحْي َ َض َح بِِه َث ْوب
َ ك أَ ْن تَأْ ُخ َذ َك ًفا م ْن َماء َفَتْن
َ يَكْفْي:قَ َال
Sahl bin Hanif r.a berkata: “ aku menghadapi kesulitan sehingga
akhirnya aku sering mandi akibat madzi yang sering keluar.
Akhirnya aku ceritakan hal itu kepada Rasulullah Saw. sabda
beliau, “cukuplah kamu berwudhu!”. Aku bertanya lagi, “Ya
Rasululah Saw, bagaimanakah jika ia menimpa pakaianku?”. Nabi
Saw menjawab: “cukup engkau mengambil semangkok air, lalu
percikkan ke pakaianmu itu hingga jelas bahwa air itu
mengenainya”.
10
Ibn khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, Terj. M. Faishol dan Tohirin Suparta, Jkarta: Pustaka
Azzam, 2007, hlm.64
11
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terj. Nor Hasanudin, (Jakarta Selatan: Pena Pundi Aksara, 2006),
hlm.25
9
Hadis diatas menunjukan bahwa mandi tidak diwajibkan hanya
karena keluarnya madzi. Disebtkan dalam Al Fath, bahwa ini sudah
merupakan Ijma’. Perintah berwudhu karena keluarnya madzi
adalah seperti perintah berwudhu karena kencing. Hadis di atas
juga menunjukan bahwa untuk menyucikan madzi adalah dengan
menggunakan air.12
keluar setelah air seni.13 Wadi ini dihukumi najis dan harus
disucikan seperti halnya kencing, akan tetapi, tidak wajib mandi.
Mengenai ini Aisyah r.a mengatakan:
12
Syaikh Faishal bin Abdul Aziz, Ringkasan Nailul Authar, Terj. Amir Hamzah Fachrudin dan
Asep Saefullah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2011, hlm.37
13
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terj. Nor Hasanudin, Jakarta Selatan: Pena Pundi Aksara, 2006,
hlm.107
10
wadi, maka cukup dengan membersihkannya secara semprna”
(HR. Al-Atsram dan Baihaqi)
الصالَِة
َّ ضوءَ َك يِف َّ إِ ْغ ِس ْل ذَ َكَرَكأَو َم َذاكِْيَرَك َوَت َو:الوِدى َوامل ِذي َف َق َال
ُ ضأْ ُو َ َو أ ََّما َو
َ
)(رواه والبيهقي
“mengenai wadi dan Madzi Rasulullah Saw bersabda: basuhlah
kemaluanmu atau tempat kemaluanmu dan berwudhulah seperti
pada saat hendak melaksanakan shalat” (HR. Baihaqi)14
Keterangan Hadis:
Wadi sama dengan madzi dalam status hukum, yaitu Najis. Dan
apabila Wadi keluar, maka tidak diwajibkan mandi, melainkan
hanya dengan berwudhu dan mencuci kemaluannya, serta tempat
kemaluannya dengan bersih.
c) Darah Haid
ِ ِ ِ َن اليه َد ك اَنُوا إِ َذا ح ا ِ ٍ َعن أَن
ْومَل,ا
َ وه َ ُض ة املَ ْرءَةُ فْي ِه ْم مَلْ يُ َؤكل َ َ ُ َ َّ س َرض َي اهللُ َعْن هُ أ َْ
فَأَْنَزَل اهللُ َت َع اىَل,ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ِ ِ
َ ِّ اب النَّيِب
ُ َص َحْ فَ َس أ ََل أ,البيُوتُ وها يِف َ ُجُيَامع
آخ ِر ِ ) اِىَل...يض ِ ِّس ا ء يِف امل ِح ض قُ ْل ُه َو أ ًذى فَ ا ْعتَ ِزلُ و الن ِ ك َع ِن امل ِحْيَ َ(ويَ ْس أَلُون
َ َ َ َ
ٍِ ِ ِ ُ َف َق َال رس.اآلي ِة
َفَبلَ َغ.اح َ اص َنعُ ْوا ُك َّل َش ْيء االَّ النِّ َك ْ لى اهلل َعلَيه َو َس لَّ َم َّ ص َ ول اهلل َُ َ
.ع ِم ْن أ َْم ِرنَ ا َش ْيئًا اِالَّ َخالََفنَ ا فِْي ِه َ الر ُج ُل أَ ْن يَ َد ِ
َ الوا َم ا يُري ُد َه َذا
ْ َف َق,ودَ الي ُه
َ ك
ِ
َ ذَل
ِ ِ ُ ي ا رس:فَج اء أُس ي ُد بن حض ٍ وعبَّاد بن بِ ْش ٍر َف َق َال
ود
َ الي ُه َ أ َّن,لى اهلل َّ ص َ ول اهلل َُ َ ُ ْ ُ َ َ َ َ َ ْ ْ ُ ُ َ رْي
لى اهلل َعلَي ِه َو َس لَّ َم َّ ص
ِ ِ ِ
َ أَفَالَ جُنَ ا معُ ْو ُه َّن؟ َفَتغََّيَر َو ْج هُ َر ُس ول اهلل,ول َك َذا َوَك َذا ُ َت ُق
14
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, Terj. Muhammad Abdul
Ghoffar, (Jakarta:Pustaka Al Kautsar, 1998), hlm, 19
11
ِ ول
اهلل ُ است ْقَبلَ ُه َما َه ِديَّةٌ ِمن لَنَب ٍ إِىَل َر ُس
َ َ ف, فَ َخَر َج ا,َحىَّت ظََننَّا أَ ْن قَ ْد َو َج َد َعلَْي ِه َم ا
مِه
َ َف َعَر,لى اهلل َعلَ ِيه َو َسلَّ َم فَأ َْر َس َل يِف آثَا ِر َا فَ َسقا مُهَا
ف أَ ْن مَل جَيِ ْد َعلَْي ِه َما َّ ص
َ
Diriwayatkan dari Anas r.a bahwa orang-orang yahudi apabila
wanita mereka haid, mereka tidak makan bersama wanita tersebut
dan tidak tinggal serumah. Maka, para sahabat bertanya kepada
Nabi Saw, Lalu Allah Swt menurunkan ayat 222 Surat Al-Baqarah,
“mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah Haid itu
kotor, maka jauhilah para wanita itu semasa haid…”sampai akhir
ayat. Kemudian Rasulullah Saw bersabda, “ Lakukanlah apasaja
kecuali persetubuhan”.
Berita itu kemudian sampai kepada orang-orang yahudi, lalu
mereka mengatakan, “Tidaklah orang ini (Nabi) ingin
meninggalkan ajaran kita kecuali hanya ingin berbeda dengan kita.
Maka datanglah Usail ibnul Hudair dan Abbad bin Bisyr, keduanya
mengatakan Ya Rasulullah! Sesungguhnya orang-orang yahudi
mengatakan begini dan begitu, apakah sebaiknya kita lakukan
senggama dengan wanita-wanita yang sedang Haid?” Wajah
Rasulullah Saw, berubah, sehingga kami menyangka beliau marah
kepada keduanya, lalu keduanya pergi. Kemudian Nabi menyuruh
orang menyusul keduanya untuk diberi susu. Maka keduanya
mengerti bahwa Rasulullah Saw, tidak memarahi mereka berdua.
(Muslim1/169)15
15
M. Nashiruddin Al Albani, Ringkasan Shahih Muslim, Terj. Elly Lthifah, Jakarta: Gema Insani
Press, 2005, hlm.98
12
Dari Asma’, ia berkata, “Seorang perempuan mendatangi Nabi
saw. seraya bertanya, ‘Salah seorang dari kami pakaiannya terkena
darah haid, apa yang mesti dilakukan?’ Beliau menjawab, ‘Dia
mesti mengeriknya, lalu menggosoknya dengan air, lalu
membasahinya, kemudian dia bisa mengenakannya untuk
shalat.”16
16
Al Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Tarjamah Shahih Bukhari,
Semarang: CV. Asy Syifa’, 1993, hlm.163
13
َع ْن، َع ْن ِه َش ِام بْ ِن َح َّس ا َن،يم ِ ِ ِ ِ ٍ
ُ َح َّدثَنَا إمْسَاع،َو َح َّدثَنَا ُزَهْي ُر بْ ُن َح ْرب
َ يل بْ ُن إ ْب َراه
:ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ِ ُ قَ َال رس: قَ َال،َ عن أَيِب هري رة،حُم َّم ِد ب ِن ِس ِريين
َ ول اهلل َُ َ َْ ُ ْ َ َ ْ َ
»اب ٍ أَ ْن ي ْغ ِسلَه سبع مَّر،«طَهور إِنَ ِاء أَح ِد ُكم إِ َذا ولَ َغ فِ ِيه الْ َك ْلب
ِ ات أُواَل ُه َّن بِالتُّر
َ َ َ َْ ُ َ ُ َ ْ َ ُُ
Zuhair bin Harb menyampaikan kepada kami dari Ismail bin
Ibrahim, dari Hisyam bin Hassan, dari Muhammad bin Sirin, dari
Abu hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Cara mencuci
wadah salah seorang diantara kalian, jika anjing menjilatnya
adalah dengan mencucinya sebanyak tujuh kali, kali pertama
dengan tanah.
Keterangan Hadis:
Dibersihkannya jilatan anjing ini adalah: karena najisnya terletak
pada mulut dan air liurnya. Adapun bulu anjing adalah suci (jika ia
berada dalam keadaan kering) dan tidak ada ketetapan yang
menyebutkannya sebagai najis. Apabila ada anjing yang meminum
air dari suatu bejana seorang muslim, maka tempatnya (bejana
tersebut) harus dicuci sebanyak tujuh kali, yang salah satunya
menggunakan tanah, sebagaimana disebutkan dalam hadis di
atas.17
Dalam riwayat lain menyebutkan hal serupa:
َّب مُثِ َول اللَّ ِه ص لَّى اهلل َعلَْي ِه وس لَّم بَِقْت ِل الْ ِكال
َ ََ ُ َ ِ َع ْن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن ُمغَف
َ أ ََم َر َر ُس:َّل قَ َال
ِ الصْي ِد و َك ْل
إِذَا َولَ َغ: َوقَ َال,ب الغَنَ ِم ِ ِ ِ ُ ما باهُلُم وب:قَ َال
َ َّ ص يِف َك ْلب َ ال الْكاَل ب مُثَّ َر َّخ ََ ْ َ َ
َويِف ِرَويَ ِة حَيْىَي بْ ِن.اب ِ ات و عفِّروه الث
ِ َّامنَ ةَ يِف التُّر ٍ ِ ِ ِ
َ ُ ُ َ َ ب يِف األنَ اء َف ْغس لُ ْوهُ َس ْب َع َم َّر ُ ال َك ْل
َّ الصْي ِد َو
.الزْرِع َّ ب الغَنَ ِم َوِ ص يِف َك ْلَ َوَر َّخ:َسعْيد
ٍِ
17
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, Terj. Muhammad Abdul
Ghoffar, (Jakarta:Pustaka Al Kautsar, 1998), hlm. 15
14
Abdullah Ibnul Mughaffal r.a berkata, Rasulullah Saw
memerintahkan membunuh anjing seraya bertanya, “ada apa
dengan mereka dan dengan anjing? (mengepa mereka memelihara
anjing?) kemudian beliau memberi pengecualian pada Anjing
pemburu dan anjing penjaga kembing, lalu bersabda, “ Apabila
ada anjing menjilat bejana, maka basuhlah tujuh kali, campur
basuhan kedelapan dengan tanah. “menurut riwayat Yahya bin
Sa’id, “ Dan Rasulullah memberikan pengecualian pada anjing-
anjing yang digunakan untuk menjaga kambing, untuk berburu,
dan untuk menjaga tanaman”. (Muslim1/162).18
18
M. Nashiruddin Al Albani, Ringkasan Shahih Muslim, Terj. Elly Lthifah, Jakarta: Gema Insani
Press, 2005, hlm.75
19
Al Imam Zainudin Ahmad bin Abd Al Lathif az Zabidi, Ringkasan Hadis Shahih Al-Bukhari, Terj.
Achmad Zaidun, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hlm.74
15
Dari Abu Hurairah r.a, dimana ia berkata: “Nabi Saw pernah buang
air besar, lalu beliau menyuruhku membawakan tiga buah batu
untuk beliau. Akan tetapi aku hanya mendapatkan dua batu saja.
Selanjutnya aku mencari batu yang ketiga, namun tidak juga
mendapatkannya. Lalu aku mengambil kotoran dan membawanya
kepada beliau. Maka beliau hanya mengambil dua batu saja dan
membuang kotoran tersebut seraya berkata: “ ini adalah kotoran
(tidak dapat digunakan untuk bersuci). (HR.Bukhari, Ibnu Majah
dan Ibnu Khuzaimah).20
Keterangan Hadis:
20
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, Terj. Muhammad Abdul
Ghoffar, (Jakarta:Pustaka Al Kautsar, 1998), hlm, 16
21
Muhammad Anis Sumaji, 125 Masalah Thaharah, Solo: Penerbit Tiga Serangkai, 2008 hlm.29
16
Setiap binatang yang tidak boleh (haram) dimakan dagingnya
menurut syariat islam seperti keledai dan bighal, maka semua yang
keluar dari binatang-binatang tersebut adalah najis, baik itu
kotoran maupun kencingnya. Akan tetapi, sedikit darinya adapat
dimaafkan pada saat berada dalam kondisi kesulitan (mencari
benda yang dapat digunakan untuk bersuci).
Mengenai air kencing binatang-binatang yang tidak dapat
dimakan (diharamkan memakannya) seperti Bighal, Keledai, atau
Kuda, dalam hal ini para sahabat pernah terkena kencing binatang-
binatang tersebut pada beberapa peperangan yang mereka ikuti.
Akan tetapi, mereka dalam hal ini tidak mencuci tubuh atau
pakaian yang terkena kencing itu. sedangkan mengenai binatang
yang boleh dimakan dagingnya, maka kotoran dan kencingnya
adalah suci dan tidak ada nash yang menetapkan atas
kenajisannya. Dengan demikian,semua yang keluar dari Unta, Sapi,
Kambing, dan seluruh binatang yang jinak bukanlah merupakan
sesuatu yang dihukumi najis (sebagaimana najisnya babi).
Sedangkan mencuci kotoran tersebut hanyalah merupakan usaha
22
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, Terj. Muhammad Abdul
Ghoffar, (Jakarta:Pustaka Al Kautsar, 1998), hlm, 16
17
(HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa’I, dan Tirmidzi. Tirmidzi
mengatakan, Hadis ini Shahih).
Keterangan Hadis:
Jalalah adalah hewan liar yang memakan kotoran, baik kotoran
unta, sapi, kambing, dsb, sehingga hewan tersebut berubah
baunya. Semua yang keluar dari hewan tersebut adalah najis,
dagingnya tidak boleh dimakan dan air susunya juga tidak boleh
diminum, serta tidak boleh dijadikan sebagai hewan tunggangan
(dinaiki punggungnya).
Akan tetapi, jika hewan jalalah ini ditangkarkan serta diberi
makanan yang suci, sehingga dagingnya menjadi baik dan baunya
pun hilang, maka hewan ini menjadi halal untuk dimakan.
Sementara sebutan jalalah padanya pun menjadi hilang dengan
18
sendirinya dan selanjutnya kembali suci secara lahir maupun
batin.23
g) Bangkai
20
بش ٍاة ِ ِ ٍ َّع ِن ب ِن عب
َ ََّق َعلَى َم ْوالَةٌ ل َمْي ُمونَ ة َ صد َ َ ت:اس َرض َي اهللُ َعْن ُه َم ا قَ َال َ ْ َ
ِ ِ ُ فَم َّر هِب ا رس,فَم اتَت
َْخ ْذمُت
َ ه ْل أ: َ َف َق َال,ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َ ول اللَّه َُ َ َ ْ َ
إِمّنَا ُحِّرَم أَ ْكلُ َها: َف َق َال,ٌ إِن ََّها َمْيتَة:إِ َه َاب َها فَ َد َب ْغتُ ُموهُ فَأَْنَت َف ْعتُ ْم بِِه؟ َف َقالُوا
Majikan Maimunah bersedekah seekor kambing kepadaku.
Tiba-tiba ia mati. Kebetulan Rasulullah Saw. lewat dan
bersabda, “mengapa anda tidak mengambil kulitnya untuk
disamak, kemudian dimanfaatkan?”, bukankah itu bangkai?
Ujar mereka. Nabi Saw bersabda, “yang diharamkan
adalah memakannya saja”.
25
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terj. Nor Hasanudin, (Jakarta Selatan: Pena Pundi Aksara, 2006),
hlm.20
21
Keterangan Hadis: Menyamak kulit untuk menyucikannya sama dengan
menyembelih untuk menghalalkan daging.26BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Najis adalah bentuk kotoran
yang setiap muslim diwajibkan untuk membersihkan diri darinya atau
mencuci bagian yang terkena olehnya. Najis terbagi menjadi tiga, yaitu
Najis Najis mugalazzah, Mukhoffafah, Mutawassitoh-terbagi menjadi
dua, yaitu Najis Hukmiyah dan Ainiyah.
Benda-benda yang termasuk Najis, diantaranya: Air Kencing dan
Kotoran Manusia, Darah, Madzi, Bangkai, dan lainnya. Dan cara
menghilangkan Najisnya pun berbeda-beda. Contoh: Apabila keluar
kotoran dari salah satu pintu tempat keluar kotoran, maka wajib istinja’
dengan air atau batu-tiga buah (ganjil), dan lainnya.
26
Syaikh Faishal bin Abdul Aziz, Ringkasan Nailul Authar, Terj. Amir Hamzah Fachrudin dan
Asep Saefullah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2011, hlm.48
22
Daftar Pustaka
23