Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya ketercapaian
EL
APK/APM jenjang pendidikan dasar dan menengah di Kabupaten Banjar. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner dan wawancara. Analisis datanya adalah analisis isi. Hasil penelitian
kemudian menunjukkan bahwa daya tarik siswa bersekolah rendah, pemahaman guru terhadap angka
partisipasi dalam pendidikan juga rendah, siswa yang berasal dari luar daerah dan usia kurang/lebih dari usia
LS
sekolah cukup banyak sehingga ini kemudian berdampak bagi rendahnya partisipasi dalam pendidikan,
siswa tidak naik kelas dan drop out juga besar sehingga ikut memberikan sumbangan besar bagi rendahnya
APK/APM, dan banyak siswa yang tidak melanjutkan sekolah akibat rendahnya pemahaman tentang
pentingnya pendidikan sebagai bekal masa depan.
KA
Kata Kunci:APK danAPM, Partisipasi Pendidikan, dan Kesadaran Pendidikan
Abstract
The research aims to find out the factors influencing the low achievment of Gross Enrolment Ratio and
A
Enrollment of junior and high education in Banjar Regency. The instrument used here is questionnaire and
interview. The analysis technique is content analysis. The result states the students'interestedness in
GD
education is low; the teachers' understanding about participation in education is low; many students going to
school in Banjar Regency are from the outside Regency and the age for those who study are not in the normal
stage so that this condition creates the low participation in education; and many students fail in grade and
AN
drop out so that this condition also contributes the low understanding about the importance of education as
the future capital.
Keywords: Gross Enrolment Ratio and Enrollment, Education Participation, and Education Awareness
TB
pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek standar nasional sebesar 72.
huruf, pendidikan dan standar hidup negara yanag Sumbangan terhadap rendahnya IPM di
bersangkutan. Indikator yang digunakan dalam IPM Kabupaten Banjar salah satunya dapat dilihat dari
meliputi 3 dimensi dasar pembangunan manusia: (1) sumbangan pendidikan yang diukur melalui APK dan
Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur APM. Angka Partisipasi Kasar (APK) didefinisikan
dengan harapan hidup saat kelahiran, (2) sebagai perbandingan antara jumlah murid pada
Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca jenjang pendidikan tertentu (SD, SLTP, SLTA dan
tulis pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan sebagainya) dengan penduduk kelompok usia
kombinasi pendidikan dasar, menengah, atas gross sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam
enrollment ratio (bobot satu per tiga), (3) Standard persentase. Hasil perhitungan APK ini digunakan
kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita untuk mengetahui banyaknya anak yang bersekolah
gross domestic product/ produk domestik bruto di suatu jenjang pendidikan tertentu pada wilayah
dalam paritas kekuatan beli purchasing power parity tertentu. Semakin tinggi APK berarti semakin banyak
dalam Dollar AS. Berikut ini data IPM anak usia sekolah yang bersekolah di suatu jenjang
Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan. pendidikan pada suatu wilayah. Angka Partisipasi
IPM
No Kabupaten/Kota
2008 2009 2010 2011
1 Banjarbaru 74.09 74.43 74.74 75.43
2 Banjarmasin 72.85 73.49 73.84 74.24
3 Tanah Laut 70.40 70.62 71.16 72.00
4 Kota Baru 70.52 70.86 71.20 71.69
5 Banjar 70.16 70.52 70.94 71.35
6 H.S. Selatan 70.11 70.50 70.83 71.20
7 H.S. Tengah 70.00 70.46 70.77 71.19
8 Tapin 69.79 70.13 70.58 71.00
9 Tabalong 68.98 69.45 70.00 70.45
10 Tanah Bumbu 68.80 69.24 69.74 70.41
EL
11 H.S. Utara 67.86 68.45 68.89 69.45
12 Barito Kuala 66.09 66.80 67.54 68.36
13 Balangan 65.69 66.06 66.74 67.35
LS
Provinsi 68.72 69.30 69.92 70.44
Standar Nasional 72
(BPS Kabupaten Banjar, 2012)
persentase. Indikator APM ini digunakan untuk pendidikan dasar untuk SMP dan jenjang menengah.
mengetahui banyaknya anak usia sekolah yang
bersekolah pada suatu jenjang pendidikan yang Angka Partisipasi dalam Pendidikan
AN
sesuai. Semakin tinggi APM berarti banyak anak usia Wakhinuddin (2009) mengatakan bahwa
sekolah yang bersekolah di suatu daerah pada tingkat angka partisipasi dalam suatu pendidikan sangat
pendidikan tertentu. Berikut ini APK dan APM penting untuk mengetahui angka kegiatan
TB
jenjang pendidikan dasar dan menengah di pendidikan. Semakin besar angka partisipasi suatu
Kabupaten Banjar tahun 2011. program pendidikan, ini berarti berarti bahwa
APK secara nasional sebesar 90% program, lembaga, daerah tersebut berkualitas,
LI
diharapkan dapat dicapai pada semua jenjang sebaliknya kurang dan peserta banyak berhenti dalam
BA
proses pelaksanaan program berarti program, (SLTA) yaitu Kelompok usia 16 – 18 tahun.
lembaga dan daerah tersebut tidak berkualitas.
Berikut disampaikan beberapa konsep tentang Standar Pelayanan Minimal Sekolah
berkaitan dengan partisipasi dalam pendidikan. Pelayanan minimal pendidikan merupakan
tolak ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar yang
1. Angka Partisipasi Kasar (APK) berlaku bagi pemerintah kabupaten/kota dan satuan
Angka Partisipasi Kasar (APK) didefinisikan pendidikan. SPM pendidikan dasar bagi kabupaten/
sebagai perbandingan antara jumlah murid pada kota terdiri atas 14 indikator dikelompokkan ke
jenjang pendidikan tertentu (SD, SLTP, SLTA dan dalam aspek ketersediaan, kualifikasi, dan
sebagainya) dengan penduduk kelompok usia kompetensi guru/kepala sekolah, serta ketersediaan,
sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam kualifikasi, kompetensi pengawas, dan frekuensi
persentase. Hasil perhitungan APK ini digunakan pengawasan. Adapun SPM bagi satuan pendidikan
untuk mengetahui banyaknya anak yang bersekolah terdiri atas 13 indikator dikelompokkan dalam aspek
di suatu jenjang pendidikan tertentu pada wilayah isi pembelajaran, proses pembelajaran, penilaian
tertentu. Semakin tinggi APK berarti semakin banyak pendi di kan, bu ku, per al at an, dan medi a
anak usia sekolah yang bersekolah di suatu jenjang pembelajaran.
pendidikan pada suatu wilayah. SPM pendidikan dasar dikembangkan
EL
Nilai APK bisa lebih besar dari 100% karena sejalan dan berdasarkan pada Standar Nasional
terdapat murid yang berusia di luar usia resmi Pendidikan (SNP), serta instrumen akreditasi
sekolah, terletak di daerah kota, atau terletak pada sekolah/madrasah. SPM pendidikan dasar
LS
daerah perbatasan. Nilai APK dapat ditentukan merupakan tahap awal implementasi SNP yang
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: mencakup delapan standar, yakni standar isi, proses,
Jumlah murid di tingkat pendidikan tertentu *
pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan
Nilai APK =
Jumlah penduduk usia tertentu
KA
prasarana, pengelolaan, pembiayaan, evaluasi
pendidikan, dan kompetensi lulusan. Sasaran utama
penerapan SPM pendidikan dasar adalah
sekolah/madrasah yang memiliki nilai akreditasi
usia 7–12 tahun, murid Tingkat Sekolah Lanjutan terendah atau 'D', belum menempuh proses
A
Tingkat Pertama (SLTP) yaitu Kelompok usia 13–15 akreditasi, dan belum memenuhi persyaratan
GD
tahun, dan murid Tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat akreditasi terendah (D). Program-program untuk
Atas (SLTA) yaitu Kelompok usia 16 – 18 tahun. mendukung tercapainya SPM di antaranya melalui
program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Dana
AN
sekolah yang bersekolah pada suatu jenjang guru yang memenuhi persyaratan kualifikasi maupun
pendidikan yang sesuai. Semakin tinggi APM berarti kompetensi); (2) yang merupakan tanggung-jawab
banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu tidak langsung Pemerintah Kabupaten/Kota c/q
BA
daerah pada tingkat pendidikan tertentu. Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama -
Nilai ideal APM = 100% karena adanya karena layanan diberikan oleh pihak sekolah dan
murid usia sekolah dari luar daerah tertentu, madrasah, para guru dan tenaga kependidikan,
diperbolehkannya mengulang di setiap tingkat, dengan dukungan yang diberikan oleh Pemerintah
daerah kota,atau daerah perbatasan. Nilai APM dapat Kabupaten/Kota dan Kantor Kementerian Agama
ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai (contoh: persiapan rencana pembelajaran dan
berikut: evaluasi hasil belajar siswa terjadi di sekolah,
dilaksanakan oleh guru tetapi diawasi oleh
Jlh murid kelp usia sekolah di jenjang pendidikan tertentu *
x 100% Pemerintah Kabupaten/Kota).
Jumlah penduduk kelompok usia tertentu *
Adapun tujuan penelitian ini adalah
Murid pada kelompok usia tertentu meliputi mengetahui berbagai faktor penyebab rendahnya
murid kelompok Sekolah Dasar yaitu Kelompok usia ketercapaian APK dan APM, dan menjelaskan
7 – 12 tahun, murid kelompok Sekolah Lanjutan berbagai upaya alternatif untuk meningkatkan APM
Tingkat Pertama (SLTP) yaitu Kelompok usia 13 – 15 dan APK jenjang pendidikan dasar dan menengah di
tahun, dan murid Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Kabupaten Banjar.
EL
ditentukan SD/MI, SMP/MTS, dan SMA/SMK/MA untuk bersekolah, terutama siswa yang berada di
secara proporsional. Dari setiap sampel diambil daerah yang jauh dari sekolah karena biasanya usia
responden penelitian meliputi semua kepala sekolah anak-anak lebih menyukai bermain-main/membantu
LS
sampel, satu guru wali kelas X, satu guru wali kelas orang tua daripada belajar di sekolah. Sumber daya
XII, satu rombongan belajar kelas X , tiga orang tua manusia di sekolah yang berkualitas juga merupakan
siswa kelas X dan XII dari strata tinggi, sedang dan daya tarik bagi siswa maupun orang tua untuk
bawah, serta pejabat Dinas Pendidikan, dan Pejabat
Kementerian Agama kabupaten Banjar. Penelitian ini
dilaksanakan di pendidikan jenjang dasar dan
menengah baik negeri maupun swasta di Kabupaten
KA
menyekolahkan putra/putrinya, tetapi semakin naik
jenjang semakin berkurang pengaruhnya, kebalikan
layanan sekolah yang baik semakin naik jenjang
pendidikan semakin diutamakan. Selain itu juga
Banjar Kalimantan Selatan. Pengumpulan data faktor pertemanan di sekolah sebelumnya juga
A
dilakukan pada bulan September-Desember 2013. mempengaruhi daya tarik siswa untuk bersekolah.
GD
analisis SWOT yang selanjutnya digunakan dalam Pemahaman guru terhadap angka partisipasi
r angka menyus un s t rat egi ar ahan unt uk dalam pendidikan dapat dilihat pada tabel dan
meningkatkan APM dan APK jenjang pendidikan gambar di bawah ini.
TB
Pemahaman guru terhadap angka partisipasi Siswa Berasal dari Luar Daerah dan Usia
dalam pendidikan secara tidak langsung Kurang/Lebih dari Usia Sekolah
mempengaruhi peran guru sebagai motivator bagi Siswa bersekolah di Kabupaten Banjar bisa
EL
siswa untuk senantiasa senang belajar. Pemahaman berasal dari luar kabupaten atau siswa yang sekolah
guru semakin ke jenjang lebih atas ternyata pada di kecamatan tertentu bisa berasal dari kecamatan
umumnya cukup memahami angka partisipasi dalam lain, serta usia siswa yang mendaftar di sekolah bisa
LS
pendidikan, berarti guru kurang memahami kurang atau lebih dari usia sekolah dengan berbagai
pentingnya angka partisipasi sebagai salah satu alat macam alasan sebagai berikut:
evaluasi bagi sekolah.
KA
Tabel 4. Alasan Siswa Bersekolah dilihat dari Asal dan Usia Sekolah
Usia Lebih dari Kurang Kesadaran pentingnya pendidikan 37% 44% 29%
Usia Sekolah Lingkungan tempat tinggal menunjang 30% 23% 40%
Orang tua berpendidikan kurang SMA 30% 30% 25%
BA
Lain-lain 2% 3% 6%
Daerah asal siswa bersekolah dan usia siswa yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Secara
saat mendaftar di sekolah merupakan beberapa faktor grafik dapat dilihat pada halaman berikut.
yang mempengaruhi APK dan APM di sekolah. Siswa yang berasal dari luar kabupaten
Mengingat Angka Partisipasi Kasar (APK) Banjar atau dari kecamatan berbeda memilih sekolah
merupakan perbandingan antara jumlah murid pada tertentu berdasarkan pertimbangan utama jarak
jenjang pendidikan tertentu (SD/MI, SLTP, SLTA dan sekolah dipilih yang paling dekat dengan tempat
sebagainya) dengan penduduk kelompok usia tinggal, kemudian memilih sekolah yang lebih
sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam berkualitas dan faktor pertemanan di jenjang sekolah
persentase. Sedangkan Angka Partisipasi Murni sebelumnya. Siswa yang bersekolah kurang dari usia
(APM) didefinisikan sebagai perbandingan antara yang seharunya (murid usia SD/MI yaitu kelompok
jumlah siswa kelompok usia sekolah pada jenjang usia 7–12 tahun, murid SLTP yaitu Kelompok usia
pendidikan tertentu dengan penduduk usia sekolah 13–15 tahun, dan murid SLTA yaitu Kelompok usia
EL
Gambar 2. Alasan Siswa Bersekolah dilihat dari Asal dan Usia
LS
tidak Sesuai Usia Sekolah
antara 16 – 18 tahun paling dominan karena siswa bekerja membantu orang tua memenuhi nafkah
maupun orang tua menyadari akan arti pentingnya
pendidikan bagi masa depan mereka, selain itu juga
lingkungan tempat tinggal yang menunjang terutama
terlihat dengan jelas di kecamatan yang sarana
KA
keluarga. Selain itu, faktor tidak kalah pentingnya
adalah faktor lingkungan tempat tinggal siswa yang
kurang menunjang untuk bersekolah misalnya
keterbatasan sarana dan prasarana sekolah maupun
prasarana sekolah maupun gurunya lebih banyak guru, banyak anak-anak yang tidak bersekolah, dan
A
seperti Martapura, Gambut, dan Sungai Tabuk. lingkungan yang kurang peduli terhadap pendidikan
Sementera siswa yang bersekolah lewat dari usia anak-anak.
GD
Siswa tidak naik kelas paling dominan ini biasanya didukung oleh opini sebagai warga
dipengaruhi oleh lingkungan keluarga tidak masyarakat yang lebih mementingkan belajar ilmu
mendukung untuk bersekolah, sehingga seorang anak agama daripada ilmu umum, sehingga lebih
daripada sekolah lebih baik membantu bekerja mengutamakan belajar ilmu agama di pondok
mencari nafkah buat membantu ekonomi keluarga. pesantren daripada ilmu umum di sekolah.
Siswa tidak naik kelas juga dipengaruhi rendahnya Beberapa alasan lain adalah siswa kelelahan
kesadaran siswa untuk bersekolah, seorang siswa karena jarak sekolah dengan tempat tinggal terlalu
meskipun belajar di sekolah tetapi jika kurang jauh, sulit dijangkau transportasi, sehingga perlu
mendapatkan perhatian dan motivasi dari keluarga waktu beberapa jam untuk sampai ke sekolah. Dalam
maupun lingkungan sekitar maka bisa menyebabkan kondisi seperti ini, hanya siswa dan orang tua yang
siswa malas belajar, sering membolos, dan berbuat memiliki motivasi yang kuat untuk bersekolah yang
onar di kelas yang secara tidak langsung bisa bertahan dan terus berusaha sekuat tenaga untuk
mempengaruhi pemahaman konsep siswa. Zaman selalu berhasil dalam belajar di sekolah. Beberapa
sekarang ini pada umumnya seseorang ingin segala alasan di atas apabila tidak diperhatikan dengan
sesuatu serba instan, ingin sukses dan kaya tanpa serius secara tidak langsung akan mempengaruhi
banyak berusaha dan kerja keras. Seorang anak suka kemampuan siswa dalam memahami materi yang
bermain-main daripada belajar di sekolah. Orang tua diajarkan sehingga bisa tidak naik kelas.
EL
menganggap sekolah atau tidak sekolah nantinya
juga akan bingung mencari kerja karena di jaman Siswa Tidak Melanjutkan Sekolah
sekarang ini banyak sarjana yang menganggur. Semakin tinggi jenjang pendidikan, maka
LS
Siswa yang drop out ternyata paling dominan semakin sedikit siswa yang bersekolah bahkan ada
juga dipengaruhi lingkungan keluarga yang tidak kecamatan yang tidak ada siswa yang melanjutkan ke
mendukung untuk siswa bersekolah dan kesadaran SLTA. Hal ini berarti ada banyak siswa tidak
keluarga akan pentingnya sekolah bagi masa depan
seorang anak masih kurang, sehingga kurang ada
perhatian atau teguran dari masyarakat sekitar
apabila ada anak usia sekolah yang tidak masuk
KA
melanjutkan sekolah setelah lulus SD/MI ke SLTP
maupun yang lulus SLTP tidak melanjutkan ke SLTA.
Pada Tabel 7 disajikan beberapa kendala dari persepsi
guru, orang tua, dan masyarakat terkait alasan siswa
sekolah bahkan drop out dari sekolah pun tidak tidak melanjutkan sekolah.
A
dipedulikan. Hal ini terjadi terutama di daerah-daerah Siswa tidak melanjutkan sekolah menurut
GD
yang kekurangan sarana prasarana sekolah, guru, dan guru lebih dominan disebabkan kurangnya kesadaran
di lingkungan tersebut banyak anak yang tidak masyarakat akan pentingnya pendidikan, orang tua
bersekolah dan bekerja membantu orang tua mencari lebih mengutamakan anaknya belajar ilmu agama di
AN
nafkah keluarga, sehingga bukanlah hal yang aneh pondok pesantren daripada ilmu umum di sekolah,
apabila seorang anak drop out sekolah. Pada Tabel 6 kemudian kemiskinan juga membuat orang tua
akan disajikan persepsi orang tua berkaitan dengan mengeluh tidak memiliki biaya untuk menyekolah-
tidak naik kelas.
TB
oleh kesadaran sekolah masih rendah, seorang anak Selain itu, faktor geografis, dimana tempat sekolah
bekerja membantu orang tua telah menjadi budaya sangat jauh dari tempat tinggal juga mempengaruhi
dalam beberapa warga masyarakat yang kurang motivasi siswa maupun orang tua untuk mengijinkan
BA
memahami akan arti pentingnya pendidikan. Budaya sekolah. Keterbatasan sarana dan prasaranaa di
daerah dan keterbatasan anggaran biaya dari Sedangkan alasan siswa tidak melanjutkan
pemerintah, menyebabkan tidak semua wilayah sekolah menurut persepsi masyarakat dapat dilihat
memperoleh pemerataan pendidikan yang bermutu. pada Tabel 9 dan gambar di bawah ini.
Alasan siswa tidak melanjutkan sekolah Masyarakat menyatakan bahwa anak usia
menurut persepsi orang tua siswa juga tidak jauh beda SD/MI tidak bersekolah paling dominan disebabkan
dengan persepsi guru. Siswa tidak melanjutkan kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan
sekolah lebih dominan disebabkan jarak kesekolah bagi masa depan anak-anak, orang tua tidak
yang jauh dan kesulitan transportasi, selain itu menyekolahkan anaknya meskipun sarana dan
keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan di prasarana SD/MI di setiap kecamatan hampir merata.
daerah juga mempengaruhi minat dan motivasi siswa Selain itu juga kendala biaya, transportasi, dan
untuk bersekolah dan orang tua yang ekonominya lingkungan yang tidak mendukung yang membuat
tergolong biasa umumnya keberatan anaknya belajar orang tua merasa keberatan menyekolahkan anaknya.
di tempat yang jauh dan sulit transportasi. Bagi anak
lulusan SLTP pada umumnya lebih memilih belajar SIMPULAN DAN REKOMENDASI
ilmu agama di pondok pesantren daripada ke sekolah
umum, karena sebagian masyarakat lebih Simpulan
mengutamakan ilmu agama daripada ilmu umum di Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan
EL
sekolah. Pada Tabel 8 disajikan persepsi masyarakat diperoleh kesimpulan hasil penelitian terkait faktor-
terkait siswa tidak melanjutkan sekolah. faktor penyebab rendahnya APK dan APM
LS
Tabel 7. Persepsi Guru terkait Siswa tidak Melanjutkan Sekolah
EL
Bauntung. APM, maka dirumuskan saran kebijakan dalam
rangka meningkatkan APK dan APM di Kabupaten
LS
Tabel 10. Rekomendasi Kebijakan Peningkatan APM/APK Kabupaten Banjar
1
Kebijakan
(%)
Sosial Budaya
2013 KA
Proyeksi
2014 2015
Asumsi
EL
guru yang bersedia geografis: jarak dan
ditempatkan di wilayah transportasi
terkendala geografis
LS
b. Wokshop peranan guru 50% 30% 20% Program searah dengan
dalam meningkatkan peran utama guru dalam
angka partisipasi dalam menarik dan memotivasi
KA
pendidikan siswa untuk berpartisipasi
Bandung: Alfabeta.
Anonim. 2010. Penelitian Survei dalam Sukardi. 2007. Metodologi Penelitian
Pendidikan.
AN
Remaja
Rineka Cipta. Rosdakarya.
Doll. Ronald C. 1964. Curriculum Improvement, Ul Haq, M. .2003. 'The human
LI
EL
LS
KA
A
GD
AN
TB
LI
BA