Anda di halaman 1dari 2

Pulsa Anda telah terpotong untuk membeli hago45diamcod senilai Rp16500 (inc ppn 10%) dari

UPoint. (CS:1500853)

HATI2 PENIPUAN! Pulsa Kamu akan terpotong Rp22.000 (inc. ppn) untuk pembelian Hago. Kirim UA
226646 ke 97080 untuk melanjutkan. CS: 1500853

Dalam kaidah disebutkan

‫تبدل سبب الملك قائم مقام تبدل الذات‬

Perubahan sebab kepemilikan (suatu barang) merubah kedudukan (hukum barang) secara dzatnya.

Jadi apabila ada seorang jual beli barang atau jasa yang halal, lalu ia dibayar dengan uang yang
berasal dari riba misalnya, maka hukumnya adalah mubah/halal, karena ia memperoleh harta
tersebut dari usaha yang halal.

Demikian pula dengan seorang isteri yang mendapatkan nafkah dari suami yang bekerja dari
penghasilan haram. Maka ketika suami memberikan harta tersebut dengan cara halal ke isteri,
maka harta tersebut halal untuk isteri, haram bagi suami.

Perlu diketahui, harta haram itu ada 2 macam :

1. Haram lidzatihi (haram secara dzatnya), seperti Khamr, babi, anjing, dan lain-lain.

2. Haram likasbihi (haram dari sebab perolehannya), seperti riba, judi, dan lain-lain.

Uangnya itu secara dzat halal, tapi cara perolehannya haram.

Untuk harta yang haram likasbihi, disebutkan ulama, sebagaimana dipaparkan Syaikh Ibnu
Utsaimin :

‫ دون َمن أخذه منه بطريق مباح‬،‫أن ما حُرِّ م لكسبه فهو حرام على الكاسب فقط‬

Harta yang diharamkan likasbihi  (cara pemerolehannya) maka haram bagi pelakunya saja, tidak
haram bagi yang mengambilnya dengan cara mubah.

Misal seorang pekerja ribawi membeli barang ke orang dengan hartanya, atau memberi hadiah,
termasuk memberi nafkah ke keluarganya. Maka yang dosa yang melakukan riba, adapun yang
dibayar atau diberi uang tersebut, maka hukumnya mubah.
Wallahu a’lam

Adapun bagi yang diberi, maka perhatikan, sebagai bentuk waro’ (kehati²an dari yang haram) 

1. Jika orang tersebut bekerja di tempat yang 100% penghasilannya haram, seperti di bank
konvensional, atau PUB, maka lebih baik ditolak pemberiannya.

2. Jika orang tersebut bekerja di tempat yang bercampur antara halal dan haram, misal
asuransi, maka tidak mengapa.
Wallâhu a’lam bish showaab
Abu salma”
[Selesai nukilan artikel].

 Pertanyaannya :

Kalo suami kerjanya haram apakah benar (menurut artikel di atas) menjadi halal?
Bagaimana dengan hadits setiap daging yang hidup dari yang haram tempatnya di neraka?

Mohon penjelasan nya

Jazakumullahu khoiron

GBPAKEOVOLAGI GBPAKEOVOLAGIGBPAKEOVOLAGI

Anda mungkin juga menyukai