Anda di halaman 1dari 14

Komang Suarta 49

MEMAKNAI SARASWATI SEBAGAI UPAYA PENCERAHAN DIRI


(Kajian Pasal 41 Panaturan)

Komang Suarta
Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangkaraya
bawiayahfda@gmail.com

Riwayat Jurnal -
Artikel diterima :-
Artikel direvisi :-
Artikel disetujui :-

Abstrak
Seseorang yang dihadapkan dengan kegelapan, tentu ia akan membutuhkan cahaya
agar mampu melangkah dengan benar. Begitu pula halnya dalam hal ini, agama dipegang
bagaikan sebuah obor untuk menerangi jalan di dalam kegelapan, agar kita mengetahui
mana jalan yang patut dan mana pula jalan yang tidak patut untuk dipijak. Dewasa ini,
banyak kita saksikan fenomena-fenomena yang menunjukan perilaku manusia yang
dikuasai oleh kegelapan pikiran dengan cenderung melakukan perbuatan-perbuatan asubha
karma yang dilarang dalam ajaran Hindu. Hal tersebut bukan saja dilakukan oleh mereka
yang memiliki pendidikan rendah, namun juga oleh mereka yang memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi. Selain dari fenomena yang kita saksikan tersebut, hal serupa juga
dikisahkan dalam sejarah kehidupan leluhur Hindu Kaharingan yang melupakan segala
bentuk ajaran yang disampaikan oleh Ranying Hatalla (Tuhan) pada keturunan Raja Bunu
(manusia) sebelum diturunkan untuk mengisi kehidupan di dunia ini. Hal tersebut
diceritakan dalam Pasal 41 Panaturan. Panaturan merupakan kitab suci umat Hindu
Kaharingan yang dijadikan pedoman dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka adapun rumusan masalah dalam tulisan ini
adalah (1) Siapakah Saraswati dalam theologi Hindu?. (2) Bagaimanakah memaknai
Saraswati sebagai upaya pencerahan diri (kajian Pasal 41 Panaturan)?. Adapun yang
menjadi tujuan dalam tulisan ini adalah (1) Untuk mengetahui Saraswati dalam theologi
Hindu, (2) Untuk mengetahui makna Saraswati sebagai upaya pencerahan diri (kajian Pasal
41 Panaturan).
Dalam ajaran Hindu Tuhan adalah sumber dari segala pengetahuan yang ada dan
diberi gelar Saraswati.Dengan senantiasa mempelajari, mengingat dan
mengimplementasikan pengetahuan yang telah diperoleh, maka sesungguhnya telah
memuja Saraswati yakni perwujudan Tuhan sebagai penguasa pengetahuan yang dalam
ajaran leluhur Hindu Kaharingan dikenal dengan sebutan Bawi Ayah. Dengan demikian,
maka hidup akan senantiasa terarah karena melangkah dengan tuntunan pikiran yang
tercerahkan.

Kata kunci : Saraswati, Upaya Pencerahan Diri, Panaturan

Jurnal Bawi Ayah Volume 8. Nomor 2. Oktober 2017


Komang Suarta 50

I. Pendahuluan (kemabukan/minuman keras), matsarya


Ketika seseorang dihadapkan (iri hati), mala (tingkah laku yang kotor),
dengan kegelapan, tentu ia akan dikuasai dan mabuk oleh sapta timira (7
membutuhkan cahaya agar mampu macam yang membuat mabuk), yakni;
melangkah dengan benar. Tanpa cahaya, Surupa (wajah yang rupawan), Dana
ia bisa saja tersandung atau masuk dalam (kekayaan), Guna (kepandaian), Kulina
lobang yang akan menggagalkan (keturunan ningrat), yowana (masa
langkahnya untuk mencapai tujuan yang muda), sura (minuman keras), kasuran
diharapkan. Demikian pula agama dalam dan ajaran asubha karma lainnya. Hal-hal
kehidupan manusia. Agama berfungsi tersebutlah yang membuat manusia
untuk memberi pengetahuan tentang menjadi tidak mengetahui siapa dirinya
tujuan dan bagaimana caranya hidup”. atau disebut awidya. Awidya memiliki arti
Dalam hal ini, agama dipegang bagaikan tidak memiliki/tanpa pengetahuan.
sebuah obor untuk menerangi jalan di Dengan demikian, maka hanya dengan
dalam kegelapan, agar kita mengetahui memiliki pengetahuanlah manusia akan
mana jalan yang patut dan mana pula mendapatkan cahaya yang memberikan
jalan yang tidak patut untuk dipijak. Dari pencerahan dalam kegelapan
hal itulah, maka agama dapat berfungsi pikirannya.Pemujaan terhadap Saraswati
sebagai daya dorong untuk berbuat baik dalam Hindu membuktikan bahwa Hindu
atau mempunyai “Motive Power of doing memandang pentingnya peguasaan
Good”. Untuk mencapai tujuan agama, pengetahuan dalam kehidupan manusia.
maka manusia harus mampu menjalankan Dewasa ini, banyak kita saksikan
fungsi yang dimiliki oleh agama tersebut. fenomena-fenomena yang menunjukan
Ajaran kesusilaan Hindu perilaku manusia yang dikuasai oleh
menyebutkan begitu banyak hal yang kegelapan pikiran dengan cenderung
dapat membuat manusia dikuasai oleh melakukan perbuatan-perbuatan asubha
kegelapan pikiran, antara lain kama karma yang dilarang dalam ajaran Hindu.
(hawa nafsu), lobha (keserakahan), kroda Hal tersebut bukan saja dilakukan oleh
(kemarahan), moha (kebingungan), mada mereka yang memiliki pendidikan rendah,

Jurnal Bawi Ayah Volume 8. Nomor 2. Oktober 2017


Komang Suarta 51

namun juga oleh mereka yang memiliki “Vid” yang berarti pengetahuan suci.
tingkat pendidikan yang tinggi. Selain Kitab suci Weda merupakan sumber dari
dari fenomena yang kita saksikan segala ilmu. Ilmu pada dasarnya adalah
tersebut, hal serupa juga dikisahkan pengetahuan tentang sesuatu hal atau
dalam sejarah kehidupan leluhur Hindu fenomena, baik yang menyangkut alam
Kaharingan yang melupakan segala atau sosial (kehidupan masyarakat), yang
bentuk ajaran yang disampaikan oleh diperoleh manusia melalui proses berfikir.
Ranying Hatalla (Tuhan) pada keturunan Itu artinya bahwa setiap ilmu merupakan
Raja Bunu (manusia) sebelum diturunkan pengetahun tentang sesuatu yang menjadi
untuk mengisi kehidupan di dunia ini. Hal objek kajian dari ilmu terkait.
tersebut diceritakan dalam Pasal 41 Dalam ajaran Hindu, menguasai
Panaturan. Panaturan merupakan kitab ilmu pengetahuan adalah salah satu yang
suci umat Hindu Kaharingan yang akan membuat seseorang memiliki sifat-
dijadikan pedoman dalam menjalankan sifat kedewataan sebagaimana yang
kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal disampaikan dalam Bhagavadgita XVI.1
itulah, maka penulis sangat tertarik untuk Damas ca yajnas ca
Abhayam sattwasamsuddhir
mengkaji fenomena dengan permasalahan
Jnanayoga wyawasthitih
tersebut di atas melalui sebuah judul Danam Swadhyayas tapa arjawam
Artinya:
“Memaknai Saraswati Sebagai Upaya
Tak gentar, suci hati, bijaksana,
Pencerahan Diri (Kajian Pasal 41 berketetapan, mengabdi, menguasai
ilmu pengetahuan, menguasai
Panaturan).
indria, beryajna dan mempelajari
II. Pembahasan kitab-kitab Weda, meditasi dan
kejujuran (Pudja, 2003:345).
2.1 Saraswati dan Ilmu Pengetahuan
dalam Agama Hindu
Dalam agama Hindu, Tuhan
Umat Hindu senantiasa merupakan sumber dari segala
menjadikan susastra-susastra Hindu yang Pengetahuan. Sebagai Sumber
bersumber dari kitab sucinya sebagai Pengetahuan, Tuhan diberi gelar dengan
pedoman dalam menjalani kehidupannya sebutan Saraswati. Ada beberapa hal
sehari-hari. Kitab suci agama Hindu yang dapat menjadi gambaran tentang
disebut Weda. Weda berasal dari kata Saraswati.

Jurnal Bawi Ayah Volume 8. Nomor 2. Oktober 2017


Komang Suarta 52

a. Dewi Saraswati digambarkan sebagai 2) Genitri ; melambangkan kekuatan


sosok wanita cantik, dengan kulit meditasi dan pengetahuan
halus dan bersih, merupakan spiritual/kekekalan ilmu
perlambang bahwa ilmu pengetahuan pengetahuan.
suci akan memberikan keindahan dan 3) Wina (kecapi), alat musik yang
kelembutan hati dalam diri. melambangkan kesempurnaan
b. Dewi Saraswati tampak berpakaian seni dalam ilmu pengetahuan.
dengan dominasi warna putih, terkesan 4) Damaru (kendang kecil). Damaru
sopan, menunjukan bahwa menghasilkan suara yang bergetar.
pengetahuan suci akan membawa para Dalam kitab Hindu suara yang
pelajar pada kesahajaan. bergetar dari suku kata Omyang
c. Dewi Saraswatidigambarkan duduk suci dipercaya sebagai sumber
atau berdiri diatas bunga teratai yang dari penciptaan. Sebuah Damaru
mana semua itu merupakan simbol pada salah satu tangan
dari kebijaksanaan dengan mengandung makna bahwa ia
kemampuan penyesuaian diri dalam menyangga seluruh ciptaan di
berbagai kondisi lingkungan. tangannya, mengatur sesuai
d. Burung Merak; simbol kewibawaan dengan keinginannya.
pada orang yang menguasai ilmu f. Angsa merupakan simbol yang
pengetahuan. berkaitan erat dengan Saraswati
e. Dewi Saraswati digambarkan memiliki sebagai wahana (kendaraan suci).
empat lengan yang melambangkan Angsa juga melambangkan
empat aspek kepribadian manusia penguasaan atas Wiweka (daya nalar)
dalam mempelajari ilmu pengetahuan. yakni memiliki kemampuan memilah-
Di masing-masing lengan tergenggam milah antara yang baik dan yang
empat benda yang berbeda, yaitu: buruk. Angsa berenang di air tanpa
1) Lontar (buku), adalah kitab suci membasahi bulu-bulunya, yang
Weda, yang melambangkan memiliki makna filosofi, bahwa
sumber pengetahuan universal, seseorang yang bijaksana dalam
abadi, dan ilmu sejati.

Jurnal Bawi Ayah Volume 8. Nomor 2. Oktober 2017


Komang Suarta 53

menjalani kehidupan layaknya orang Demikianlahkeagungan yang akan


biasa tanpa terbawa arus keduniawian. dimiliki oleh orang-orang yang senantiasa
Berdasarkan penjabaran tentang memuja Saraswati sebagai sumber dari
simbol-simbol Saraswati di atas, maka ilmu pengetahuan dan mengamalkannya
sangat jelas bahwa Hindu mengajarkan dalam kehidupan sehari-hari.
bahwa dengan mempelajari ilmu 2.2 Memaknai Saraswati sebagai
Upaya Pencerahan Diri (Kajian
pengetahuan dan mengamalkannya dalam
Pasal 41 Panaturan)
kehidupan sehari-hari, maka
Umat Hindu Kaharingan adalah
sesungguhnya kita telah melakukan
umat Hindu yang berasal dari keturunan
persembahan suci yang menghantarkan
Suku Dayak yang mendiami Pulau
pada Tuhan sebagai sumber ilmu
Kalimantan. Mereka berasal dari
pengetahuan itu sendiri. Hindu juga
keturunan Manyamei Tunggul Garing dan
memberikan penjelasan tentang
Kameluh Putak Bulau Janjulen Karangan
keutamaan bagi mereka yang memiliki
Limut Batu Kamasan Tambun, yakni
pengetahuan, karena persembahan berupa
sepasang manusia pertama yang
pengetahuan dikatakan sebagai
diciptakan oleh Ranying Hatalla/ Tuhan.
persembahan yang paling utama dari
Dari sepasang manusia pertama tersebut,
persembahan lainnya sebagaimana yang
terlahirlah anak laki-laki kembar tiga
diajarkan dalam Bhagavadgita IV.33.
yang diberi nama Raja Sangen, Raja
Sreyan drawyamayad yajnaj
Jnanayajnah parantapa Sangiang dan Raja Bunu. Raja Sangen
Sarwam karma’khilam Partha
dan Raja Sangiang telah ditakdirkan
Jnane parisamapyate (Pudja, 2003:
116) untuk tinggal di kahyangan/alam atas,
Artinya:
sementara itu keturunan Raja Bunu
Persembahan berupa ilmu
pengetahuan, wahai Arjuna lebih ditakdirkan diturunkan ke Pantai Danum
mulia dari persembahan materi;
Kalunen/bumi ini. Sebelum diturunkan
dalam keseluruhannya semua kerja
ini akan mendapat apa yang untuk mengisi permukaan bumi, mereka
diinginkan dalam ilmu
telah diajarkan tentang tata cara menjalani
pengetahuan, oh Partha.
kehidupan di dunia ini serta cara mereka
kelak kembali ke Pantai Danum

Jurnal Bawi Ayah Volume 8. Nomor 2. Oktober 2017


Komang Suarta 54

Sangiang/Salam atas ketika mengalami Bunyi ayat tersebut


kematian. Ajaran itu dituturkan secara menggambarkan bahwa setelah beberapa
turun temurun secara lisan untuk diingat lapis keturunan, apa yang telah diajarkan
dan dilaksanakan dalam kehidupan oleh Ranying Hatalla dilupakan oleh
sehari-hari. mereka di dunia ini, sehingga kegelapan
Pasal 41 Panaturan pada intinya pikiran menyelimuti manusia. Pali-pali/
adalah menceritakan tentang “Bawi Ayah pantangan/larangan kehidupan dilanggar,
Hadurut Bara Lewu Telu Nanturung sehingga terjadi kekacauan dalam
Pantai Danum Kalunen” yaitu turunnya kehidupan manusia. Penyakit dan
Bawi Ayah dari Alam Atas menuju sebagainya mengganggu, sehingga
tempat kehidupan manusia, yaitu di dunia mereka mengalami penderitaan.
ini. Menyaksikan fenomena tersebut, maka
Amun kalute ampin kakare taluh Ranying Hatalla dengan sifat maha kasih-
handiai, huang pambelum anak
Nya kemudian memerintahkan Raja Uju
esun Raja Bunu mijen Pantai
Danum Kalunen, ije jadi uras Hakanduang agar segera mengutus Bawi
nalingau kakare ajar Ranying
Ayah ke dunia ini untuk mengingatkan
Hatalla, te ranying Hatalla hamauh
hayak nyahuan raja Uju kembali ajaran yang pernah disampaikan
Hakanduang Kanaruhan Hanya
sebelumnya. Untuk mengingat cerita
Basakati uka hadurut nanturung
Lewu Telu Kalabuan Tingang Bawi Ayah tersebut, maka Tatu Hiang/
Rundung Epat Kalihulun Talawang
leluhur Dayak secara turun-temurun
(Panaturan, Pasal 41.2)
Artinya: meriwayatkannya dari sebuah generasi
Memperhatikan keadaan kehidupan
kegenari berikutnya dalam cerita Tetek
anak-cucu Raja Bunu yang hidup di
Pantai Danum Kalunen yang sudah Tatum.
banyak melupakan ajaran Ranying
Diceritakan pada masa yang lalu,
Hatalla, maka oleh sebab itu
Ranying Hatalla berfirman dan dari Pengarang Jaman Tetek Tatum, di
memerintahkan Raja Uju
pertengahan Sungai Kahayan ada
Hakanduang Kanaruhan Hanya
Basakati agar supaya segera turun beberapa kampung yang bernama
ke Lewu Telu Kalabuan Tingang
Tangkahen Tutuk Rantau, Tangkahen
Rundung Epat Kalihulun Talawang.
Tutuk Busung dan Tangkahen. Tiga
Kampung ini tidak berjauhan, hanya

Jurnal Bawi Ayah Volume 8. Nomor 2. Oktober 2017


Komang Suarta 55

Tangkahen Tutuk Rantau dan Tangkahen depan. Tiba-tiba mereka berempat


yang memiliki Tarusan Halange (sungai mendengar suara Sangahem dan suara itu
kecil yang menghubungkan”Halange”). berkata; “Bolehkan masuk paman-
Tetua kampung tersebut yakni : bapak”? Mendengar suara tersebut,
1. Tangkahen Tutuk Rantau bernama Hanggarung berdiri dan langsung melihat
Tingang dasar tangga. Terlihat ada seorang laki-
2. Tangkahen Tutuk Busung bernama laki mendatangi tangga serta kelihatannya
Ringkai dan Tumbung gagah perkasa. Hanggarung berkata :
3. Tangkahen bernama Hanggarung “Silahkan masuk nak, kami ada di
Mereka berempat ini semuanya dalam!”. Mendengar suara tersebut, laki-
laki-laki dan semuanya bisa laki itu langsung menaiki anak tangga dan
bersatu/bekerjasama merangkul lagsung masuk ke dalam rumah diiringi
masyarakat kampung hidup bertani, oleh Haggarung menuju tempat mereka
berusaha dengan semangat, berkebun. berempat tadi duduk, langsung saja
Karena pekerjaan mereka berempat ini, mereka duduk bersama dan menyediakan
maka masyarakat kampung tersebut tidak tempat Penginangan serta
pernah mengalami kekurangan. mempersilahkannya menginang dan
Demikanlah sedikit cerita yang merokok. Mereka bersama-sama
menceritakan Tangkahen “Kampung menginang, dan saat itulah Ringkai
Tiga” tersebut. Demikianlah Ayah serta bertanya :
orang kampung menerima dan “Bagaikan bertanya melanjutkan
pembicaraan Tingang Aken
menghargai mereka berempat menjadi
(sebutan anak-keponakan yang
Tetua mereka. memiliki pasangan kata dengan
Burung Anak); berapa orang
Suatu hari ketika menjelang fajar,
kedatangan Tingang Aken serta
yakni purnama pada bulan ketiga, mereka mau kemana sehingga sampai pada
rumah Tingang Mamam
berempat kumpul di rumah Hanggarung,
(pamanmu) Hanggarung saat ini”.
di Kampung Tangkahen. Saat
Mendengar perkataan itu, maka
pertengahan pagi menjelang siang,
berkatalah ia menjawabnya :
mereka berempat membicarakan
Tidak ada salahnya Paman
perencanaan masyarakat untuk tahun
menanyakan perjalanan Tingang

Jurnal Bawi Ayah Volume 8. Nomor 2. Oktober 2017


Komang Suarta 56

Akem, bahwa perjalanan saya semuanya mempunyai dan


hanyalah sendiri, tidak berdua memelihara berbagai kesaktian
ataupun bertiga. Datang dari (jimat dan lain sebagainya) yang
Batang Danum Jalayan dan ini tiada bandingnya, begitu pulanya
sudah 7 tahun lamanya perjalanan para wanitanya, takut rasanya jika
saya mengelilingi dunia ini (Bumi), kami tidak mampu memelihara/
melihat dan mencari sebuah menjaga pantangan dari kesaktian
kampung yang cocok bagi tempat kalian tersebut, pantangan garu
kami dari Lewu Telu Kalabuan jaman dahulu tersebut.
Tingang (alam atas), kami akan
turun ikut dengan kalian di alam Mendengarkan hal itu, lalu orang
manusia (Bumi) selama 7 tahun
tersebut kembali menjawab :
sesuai perintah Ranying Hatalla
Langit. Perjalananku untuk Tidak apa-apa Paman semuanya,
manusia ini mencari Sungai, kami sudah mengetahui bagaimana
Kampung yang tanahnya bisa kalian manusia.Oleh karena itu,
menjadi tempat kami tinggal aku disuruh oleh mereka dari Lewu
selama 7 tahun.Selama perjalanan Telu agar memilih kampung di
7 tahun ku ini, barulah sekarang Bumi ini.Tidak apa-apa saja jika
menjumpai kampung yang demikian halnya wahai Tingang
diharapkan yang sesuai dengan Aken.
kehendak kami Lewu Telu, yakni
kampung Tangkahen tuh.Bersama Kami ini bertanya : siapa nama
ini aku menemui kalian berempat
Tingang Aken? Bersama itu pula ia
dari 3 kampung ini. Apakah kalian
berkenan 3 kampung ini menjadi menjawab pertanyaan pamannya :
tempat bagi kami selama 7 tahun,
Aku ini datang dari Batang Danum
banyaknya kami yang akan ikut
Jalayan, jadi sebut saja namaku
turun nanti dari Lewu Telu 160
Ungku Jalayan; dan juga memang
orang perempuan dan 160 orang
itu namaku serta memudahkan
laki-laki. Masuk dari Sungai
paman mengetahuinya. Tidak apa-
Sangkalila, masuk dari Sungai
apa Paman, karena memang aku
Letai Runjan. Yang perempuan
yang menyebut namaku demikian,
akan tinggal di kampung
jangan kalian Pantai Danum
Tangkahen ini, sementara yang
Kalunen (Manusia) sungkan
laki-laki akan tinggal di Tangkahen
menyebut namaku demikian.Kalau
Tutuk Rantau.
ada kalian manusia atau orang dari
alam Sangiang mencari Aku, sebut
Mereka berempat menjawab,
saja namaku “Ungku Jalayan”.
katanya : Aku ini 7 hari ikut kalian di
kampung ini. Aku mau melihat-lihat
Permohonan kalian dari Lewu Telu
kampung ini, kalau saja ada
itu tidak ada salahnya. Hanya satu
pantangan dari kesaktian/garu
Tingang Aken, kami ketahui bahwa
kami Lewu Telu yang salah biar
kalian penghuni Lewu Telu

Jurnal Bawi Ayah Volume 8. Nomor 2. Oktober 2017


Komang Suarta 57

aku lihat dulu.Setelah ketujuh Hanggarung. Pada saat Tumbung


harinya, kalau tidak ada kalian
Manawur, Ungku Jalayan datang serta
yang melihat aku, jangan kalian
repot dan bingung mencari aku. bertanya bagaikan adat orang yang
Selama 7 hari ini kalian jangan
bertamu. Silahkan masuk Tingang Aken,
repot-repot menyediakan makanan
untukku, karena sudah cukup kata Hanggarung. Ia langsung masuk
Pinang bekalku.
rumah, dan duduk di dekat Tumbung
Setelah percakapan mereka yang sedang Manawur. Tumbung
berlima selesai, dia (Ungku Jalayan) berhenti sebentar Manawur, dan serta
turun dan langsung berjalan. Mereka merta berkata :
berempat sama-sama diam, setelah itu Kami ini kalau saatnya bulan
purnama tiba, maka kami
selama tenggang waktu menginang
mengundang Antang Patahu agar
mereka tidak ada yang berbicara, barulah tetap memelihara kami di kampung
ini dari beratus penyakit dan
Ringkai akhirnya berkata :
sebagainya. Baik sekali Paman,
Apakah orang tersebut orang baik-baik sekalian agar membersihkan Tanah
dari kampung ini pada bagian hilir
atau orang/ sesuatu yang tidak baik.
tempat Bawi Ayah (160) orang
Para wanita yang ada di dalam yang akan turun bersama kalian
Manusia. Begitu pula bagian
rumah semuanya keluar menuju tengah
Kampung Tangkahen Tutuk Rantau
ruangan rumah. Tumbung berkata : di sebelah hilirnya untuk
Pambujang Linga Danum Jalayan
Kita semua harus tetap waspada,
(laki-lakinya) (160) orang yang
malam nanti kita memberitahukan
juga ikut turun, agar melenyapkan
Antang Patahu agar mereka
Panas/ sial tanah-air, seandainya
menceritakan kepada kita semua
ada yang penghuni gaib yang
siapa orang tersebut, agar mereka
tinggal disana agar kiranya mereka
tetap memelihara kampung kita ini.
pindah dari tempat tersebut. Bisa
Keinginanmu benar sekali, kata
saja Aken! Tumbung melanjutkan
Hanggarung; Rumah siapa kita
Tawurnya sampai selesai.
jadikan tempat manawurnya? Sahut
isterinya Hanggarung! Sebaiknya
Ungku Jalayan mendengarkan
dirumah ini saja, karena
merupakan tempatnya bertamu. dengan seksama suara tawur tersebut
Sepakat semua kehendak mereka di
sampai selesai. Selesai melaksanakan hal
rumah Hanggarung.
tersebut, warga masyarakat pulang ke
Malam harinya kemudian mereka
rumahnya masing-masing, sementara
berkumpul kembali di Rumah

Jurnal Bawi Ayah Volume 8. Nomor 2. Oktober 2017


Komang Suarta 58

Ungku Jalayan tidur di rumahnya Sebelum ia diturunkan, 3 tahun


Ranying Hatalla dan Raja Uju
Hanggarung.
Hakanduang telah menceritakan
Setiap malam warga kampung untuknya berbagai cara kehidupan
yang baik di Pantai Danum
kumpul di rumah Hanggarung, mereka
Kalunen agar anak cucunya
semua ingin mendengar cerita Ungku berlapis tetap mengingat dan
menggunakan janji Ranying
Jalayan membicarakan mahluk di atas
Hatalla, Raja Uju agar mereka
langit, serta ada pula yang bertanya pada Manusia tetap mengetahui Ranying
Hatalla Langit dan Raja Uju
Ungku Jalayan kemana arah/tujuan
Hakanduang yang menguasai
perjalanan Bawi Ayah serta Pambujang segala yang ada ini. Ia telah
membuat dan menjadikannya.
Linga Danum Jalayan turun mendatangi
Bersama itu agar mengetahui ada
alam manusia dan langsung tinggal di dua tempat yakni Pantai Danum
Kalunen Luwuk Kampungan Bunu/
Kampung Tangkahen tersebut. Karena
Lewu Injam Tingang Rundung
itulah, Ungku Jalayan segera Nasik Nampui Burung dan Pantai
Danum Sangiang Luwuk Guhung
menjawabnya dengan bercerita panjang
Jalayan, inilah tempat kami, tempat
untuk warga kampung, katanya : Raja Uju, tempat Ranying Hatalla
Langit. Pada saat Maharaja Bunu
Pada saat dulu kala, di Lewu Batu
sampai 14 lapis setelah ia,
Nindan Tarung Rundung Liang
keturunannya di Pantai Danum
Angkar Bantilung Nyaring, Tunggul
Kalunen belum ada yang berubah
Garing Janjahunan Laut mereka
sebagaimana mereka melaksanakan
berdua Putak Bulau Janjulen
berbagai pekerjaan yang
Karangan Limut Batu Kamasan
diharapkan mengikuti petunjuk/
Tambun memiliki 3 anak, yakni;
pesan dari Maharaja Bunu. Dalam
Maharaja Sangen, Maharaja
14 lapis lagi, banyak yang sudah
Sangiang dan Maharaja Bunu.
tertukar susunan pekerjaan
Maharaja Sangen dan Maharaja
itu.Bersamaan dengan semakin
Sangiang melahirkan orang di alam
banyaknya jumlah kalian manusia,
Sangiang dari Tasik Ambun sampai
dalam 14 lapisan lagi banyak hal
Tasik Rumpang Matan Andau.
yang telah dilupakan susunan
Maharaja Bunu diturunkan oleh
pekerjaan tersebut. Dalam 14 lapis
Ranying Hatalla dan Raja Uju
sampai saat ini, kalian banyak
Hakanduang dahulu kala ke alam
kekurangannya dari apa yang telah
Manusia (Bumi), kampung tempat
disampaikan. Kalian manusia
yang bisa mengalami Kematian,
jumlahnya telah banyak, berbagai
Kampung Pinjaman. Dan mereka
pantangan hidup-mati sudah tidak
melahirkan kalian manusia, kalian
ditaati lagi atau mengikuti Pantai
semuanya, paman!
Danum Sangiang Luwuk Guhung
Jalayan, berlapis sampai pada

Jurnal Bawi Ayah Volume 8. Nomor 2. Oktober 2017


Komang Suarta 59

Ranying Hatalla Langit, banyak melangsungkan kehendak yang


manusia yang tidak mengetahuinya. dilakukan secara benar
Pantangan dan Sial Angui Bungai berdasarkan petunjuk-Nya selama 7
Mama Lengai Bungai sudah banyak tahun, agar kalian manusia tidak
yang mengikuti kehidupan tersesat sampai kalian pulang ke
manusia.Gigi merasuk/ berubah Lewu Tatau Dia Rumpang Tulang
menjadi Hambaruan orang yang Rundung Raja Isen Kamalesu Uhat
tidak mengingat janji Ranying bersatu dengan leluhur Maharaja
Hatalla Langit yang telah Bunu di sebuah tempat yang teah
diceritakan oleh Maharaja Bunu diatur oleh Ranying Hatalla dahulu
untuk manusia dahulu kala. Karena kala. Nanti kalau mereka semuanya
aku telah mengelilingi Alam telah turun ke Pantai Danum
manusia ini (Pantai Danum Kalunen ini, maka yang laki-laki
Kalunen) melihat Sungai, kampung, akan mengajar laki-laki, bagi yang
hanya menjumpai hanya kampung perempuan akan mengajar para
ini saja yang tidak disinggahi oleh perempuan. Kampung Tangkahen
Pantangan dan Sial Angui Bungai untuk mereka yang perempuan,
Mama Lengai Tingang, serta sementara Tangkahen Tutuk Rantau
mampu untuk orang atas tinggal, bagi yang laki-laki.
tidak akan merubah/ melenyapkan/
merusak kesaktian serta Garu Setelah Bawi Ayah dan
Kuno. Yang akan turun nanti
Pambujang Linga Jalayan menyelesaikan
adalah 160 perempuan dan 160
laki-laki dari Lewu Telu. Ada tugas untuk mengajarkan pengetahuan
Sangiang Laut Mangantung yakni
yang telah dilupakan tersebut, Semuanya
Raja Cina Bakuncir Panjang, Raja
Lenda Bagadung Batu, Raja Siam diminta untuk berkumpul, maka Raja
yang memiliki Tembakau enak,
Pampulau Hawun berkata :
Raja Kaling Babilem Pamungkal
Garantung, Raja Garahasik Kintum 7 tahun 2 bulan kami dari Lewu
Kamarewut Badil, mereka inilah Telu Ije Kalabuan Tingang sudah
yang akan mengelilingi dunia ini, mengembara ke Pantai Danum
mengajar dan mengingatkan Kalunen, menyambung pesan yang
mereka yang berasal dari leluhur disampaikan Ranying Hatalla
yang lainnya. Langit, menyampaikan kepada
Karena Ranying Hatalla Langit kalian Pantai Danum Kalunen
melihat keturunan anak cucu tentang tata cara kalian hidup di
Pantai Danum Kalunen sudah Pantai Danum Kalunen, agar
banyak bagai Burung terbang tak kalian bisa hidup bersatu padu,
mengenal arah, sebagaimana yang agar kalian tidak tersesat ketika
ku katakana tadi maka IA menyuruh kembali ke Lewu Tatau. Sudah
keturunan Maharaja Sangen dan disediakan oleh Ranying Hatalla
Maharaja Sangiang turun ke Pantai Langit semenjak dahulu kala, sudah
Danum Kalunen agar mengajarkan disiapkan semuanya oleh leluhur
kalian berbagai cara kalian Maharaja Bunu. Secara

Jurnal Bawi Ayah Volume 8. Nomor 2. Oktober 2017


Komang Suarta 60

lengkap telah kami sampaikan, dari mengajarkan serta meriwayatkan


yang terkecil sampai pada yang kepada kalian kembali Sabda
terbesar selama 7 tahun 2 bulan Ranying Hatalla kepada leluhur
ini.Satupun tak ada yang tertinggal. kalian yakni Maharaja Bunu
Sebaiknya kalian tetap mengingat dahulu kala.Setelah kami ini, tidak
dan melaksanakannya, sebab ada orang Pantai Sangiang turun
diantara kalian manusia ini telah mengajar kalian manusia seperti
terdapat begitu banyak Manifestasi kami ini.
Kemahakuasaan Ranying Hatala
yang lepas dari aturan Ranying Pesan inti dari hal tersebut adalah
Hatalla Langit, seperti Pali, Tulah,
bahwa pengetahuan tersebut tidak hanya
Sial kawe Angui Bungai
Mamalengai Tingang yang berhenti untuk dipelajari dan diingat
semuanya menginginkan kalian
semata, namun hendaknya juga
manusia mengikuti mereka. Siapa
saja kalian manusia yang ikut diimplementasikan dalam kehidupan
mereka, kalau ia mengalami
sehari-hari, sehingga akan bermanfaat
kematian, anak cucunya akan
melaksanakan upacaraTiwah untuk dalam kehidupan kita. Dengan demikian,
mengantarkan Liau Haring
maka pikiran kita tidak dikuasai oleh
Kaharingan menuju Lewu Tatau,
raja-raja di semua pintu langit kegelapan dan sebaliknya pikiran akan
semua berkumpul di Lewu Tatau,
jernih yang pada akhirnya akan membuat
pada saat itulah Ranying Hatala
memerintahkan Raja Panimbang kecerdasan/budhi tercerahkan
Darah Kanaruhan Panaraju Isi,
sebagaimana halnya Sang Budha. Dalam
menimbang/ mengadili seluruh Liau
Haring Kaharingan yang diantar. Manawa Dharma Sastra, menyatakan
Liau kepunyaan Tulah Pali itu akan
bahwa pengetahuan adalah salah satu
diantar ke tempat Liau Anak Sarau,
Liau kepunyaan Sial Liau sarana untuk pembersihan dan pensucian
kepunyaan Angui Bungai
diri.
Mamalengai Tingang itu akan
diantar ke Angui Bungai. Liau milik Adbhirgatrani cuddhyanti
Ranying Hatalla Langit akan Manah satyena cuddhyanti
diantar ke tempat-Nya, yakni ke Widhya tapobhyam bhutatma
Lewu Tatau bersatu dengan Bhuddir Jnanena cuddhyanti
leluhurnya Maharaja Bunu. Ini aku (Manawa Dharma Sastra V. 109).
ulang agar kuat ingatan kalian Artinya :
wahai manusia, serta jelas bagi Tubuh disucikan dengan air
kalian manusia mengetahui kelak Manah disucikan dengan kejujuran
jalan kalian kembali ke Lewu Tatau Atma disucikan dengan tapa brata
untuk selamanya.Karena kami ini Budhi disucikan dengan ilmu
turun dan ikut kalian di Pantai pengetahuan (Pudja & Sudhartta,
Danum Kalunen adalah untuk 2002:311).

Jurnal Bawi Ayah Volume 8. Nomor 2. Oktober 2017


Komang Suarta 61

Setelah Raja Pampulau Hawun III. Penutup


mengakhiri perkataannya, mereka Bawi 3.1 Kesimpulan
Ayah dan Pambujang Linga memberi Dari pembahasan sebelumnya,
masing-masing 1 buah pinang kepada maka dapatlah disimpulkan bahwa dalam
seluruh yang hadir, Bawi Ayah ajaran Hindu Tuhan adalah sumber dari
membagikan pada mereka yang segala pengetahuan yang ada. Dengan
perempuan, sementara itu Pambujang senantiasa mempelajari, mengingat dan
Linga membagikannya untuk yang laki- mengimplementasikan pengetahuan yang
laki. Kameluh Tempun Taiawun dengan telah diperoleh, maka sesungguhnya telah
mereka semua, katanya : memuja Saraswati yakni perwujudan
Buah pinang ini diberikan kepada Tuhan sebagai penguasa pengetahuan.
kalian semuanya, karena selama 7
Dengan demikian, maka hidup kita akan
tahun ini tidak ada diantara kalian
yang memakannya, agar kalian senantiasa terarah karena melangkah
sama merasakannya makanan kami
dengan tuntunan pikiran yang
Pantai Sangiang, karena setelah ini
roh pinang ini akan kami ambil tercerahkan.
dan kami bawa pulang kembali
3.2 Saran
kealam atas. Siapa diantara kalian
yang ikut perjalanan sangiang Sebagai umat Hindu kita
kealam atas pada saatnya nanti,
hendaknya senantiasa selalu mempelajari,
barulah ia akan memakan buah
pinang ini. Pohon pinang ini tetap mengingat dan mengimplementasikan
ditinggalkan untuk kalian manusia,
pengetahuan suci yang telah diturunkan
kalian jaga dengan baik, bisa
kalian menanam buahnya, tapi Tuhan melalui manifestasi-Nya
orang yang menanamnya pernah
sebagaimana Tuhan yang telah
didinginkan dengan mengoleskan
darah, agar ia tidak tulah/ sakit- menurunkan pengetahuannya kepada
sakitan dan sebaginya. Buah
manusia di dunia ini melalui Bawi Ayah,
pinang ini bisa saja kalian makan,
dan merasakan perbedaan rasanya sehingga akan bermanfaat untuk
dari memakan buah yang kami
mencerahkan diri dari kegelapan dan
berikan saat ini.
kelak mengantarkan kita pada Tuhan
sebagai sumber dari segala yang ada.

Jurnal Bawi Ayah Volume 8. Nomor 2. Oktober 2017


Komang Suarta 62

Daftar Pustaka

Jalaludin. 2004. PsikologiAgama. Jakarta


: Raja Grapindo Persada.
Kajeng, I Nyoman dkk. 1977.
Sarasamuccaya. Surabaya :
Paramita.
Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan.
2005. Panaturan. Palangka Raya
: Kanwil Depag Prop. Kalteng.
Oka Netra, Anak Agung Gde. 1994.
Tuntunan Dasar Agama Hindu.
Surabaya : Paramita.
Pudja, G & Rai Sudharta, Tjokorda. 2002.
Manawa Dharma Sastra. Jakarta
: Felita Nursatama Lestari.
Pudja, G. 2003. Bhagawad Gita.
Surabaya : Paramita.
Titib, I Made. 2003. Theologi dan
Simbol-simbol Dalam Agama
Hindu. Surabaya : Paramita.

Jurnal Bawi Ayah Volume 8. Nomor 2. Oktober 2017

Anda mungkin juga menyukai