Anda di halaman 1dari 21

STIU DARUL HIKMAH

Muwatha’ Imam Malik Studi analisis kitab al-Muwatha’

A.  Pendahuluan

   Mempelajari pemikiran orang lain merupaka suatu hal yanga


sangat membantu bagi pengembangan dinamika khazanah intlektual
pemikiran, karena olah pikir kita tidak dapat berangkat dari
kekosongan, melainkan harus melihat dan menelaah pemikiran-
pemikiran yang dihasilkan orang lain dengan harapan dapat
memperoleh keluasan dalam wawasan ilmu, baik dari sudut materi
maupun metodologi khususnya dalam bidang syariah dan ilmu-ilmu
hadits.
Hadits atau sunah yang secara struktur maupun fungsional
disepakati oleh mayoritas kaum muslim dari berbagai madzhab,
sebagai sumber ajaran Islam, karena dengan adanya hadits itulah
ajaran Islam menjadi jelas, rinci, dan spesifik. Sepanjang sejarahnya,
hadits-hadits yang tercantum dalam berbagai kitab telah melalui
proses penelitian. Oleh karenanya, kemudian banyak Ulama’ yang
menyusun kitab-kitab hadits, baik kalangan Ulama’ terdahulu
maupun Ulama’ sekarang. Salah satu buah hasil karya Ulama’
terdahulu yang sampai saat ini sangat terkenal dikalangan umat Islam
adalah al-Muwatha’ yang dikarang oleh Imam Malik dan merupakan
kitab tertua di bidang hadits.
Namun kemudian apakah kitab al-Muwatha’ merupakan kitab
hadits atau kitab Fiqih? Dan mungkin juga kita akan bertanya-tanya
tentang bagaimana sistematika penulisan al-Muwatha’ itu sendiri dan
bagaimana Imam Malik menyaring hadits-hadits yang sampai
kepadanya, atau bagaimana kualitas hadits yang terdapat dalam al-
Muwatha’? sehingga muncul berbagai macam pendapat tentang
bagaimana keoutentikan hadits yang terdapat di dalamnya. Oleh
karenanya, perlu kiranya kami bahas dalam makalah yang sangat
sederhana ini bagaimana sesungguhnya Imam Malik menyusun
kitab al-Muwatha’ ini.

B. Sekilas Riwayat Hidup Imam Malik.


Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Malik bin Anas bin Malik
bin Abu ‘Amir bin ‘Amr bin al-Harits bin Gaiman bin Husail bin Amr
bin al-Harits al-Ashbahi al-Madani. Di Madinah Ia dikenal sebagai
seorang faqih dan Imam madzhab Maliki. Sehingga Ia mempunyai
beberapa nama laqab, yang di antaranya adalah al-Ashbahi, al-
Madani, al-Faqih, al-Imam, Dar al-Hijrah dan al-Humairi. Kunyah-nya
adalah Abu Abdullah, Ia juga memilki silsilah yang samapi pada
salah seorang sahabat, Abu Amir, yang mengikuti seluruh
peperangan yang terjadi pada zaman Nabi kecuali perang Badar.
Sedang kakeknya, Malik, adalah seorang tabi’in yang dikenal sebagai
salah satu kibaru al-tabi’in dan fuqoha kenamaan dan salah satu dari 4
tabi’in yang jenazahnya diusung sendiri oleh khalifah Usman.
Imam Malik dilahirkan di kota Madinah al-Munawwarah, dari
sepasang suami-istri, Anas bin Malik dan Aliyah binti Syarik bin
Abdurrahman, sumber lain lain menyebutkan Suraik. Ayah Imam
Malik bukan Anas bin Malik sahabat Nabi, tetapi Ia adalah seorang
tabi’in yang informasinya dalam buku-buku sejarah sangat minim,
hanya saja tercatat bahwa, ayah Imam Malik tinggal di Zulmarwah,
suatu tempat yang terletak di padang pasir sebelah utara Madinah
dan bekerja sebagai pembuat panah[1].
Mengenai kelahiran Imam Malik, menurut Nurun Najwah dalam
karyamya yang terdapat dalam buku studi kitab hadits, terdapat
beberapa pendapat di alangan para sejarawan. Ada yang mengatakan
90 H, 93 H, 94 H dan ada juga yang menyatakan 97 H. tetapi
mayoritas mereka lebih cenderung pada 93 H,  yaitu bertepatan pada
masa Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik bin Marwan. Imam Malik
menikah dengan seorang hamba (nama istri Imam Malik tidak
disebutkan dalam buku sejarah) yang kemudian di karuniai 4
keturunan, Mohammad, Hammad, Yahya, dan Fatimah.
Imam Malik berguru pada 900 orang, 300 di antaranya adalah dari
tabi’in, 600 dari kalangan tabi’it tabi’in. beliau masuk dalam kategori
tani’it tabi’in.  Tentang kewafatan Imam Malik, juga terdapat
beberapa pendapat. Ada yang berpendapat tanggal 11, 12, 13, 14
bulan Rajab 179 H dan ada yang berpendapat tanggal 12 Rabiul Awal
179 H. tetapi pendapat yang banyak di ikuti oleh para sejarawan
adalah pendapat yang di kemukakan oleh Qadi Abu Fadl Iyad yang
menyatakan bahwa Imam Malik meninggal pada hari ahad tanggal 12
Rabiul Awal 179 Hdalam usia 87 tahun, setelah satu bulan menderita
sakit dan dikebumikan di kuburan Baqi’. Sebelum Ia meninggal, Ia
sempat berwasiat untuk di kafani dengan kain kafan berwarna putih
dan di shalatkan di tempat dimana Ia meninggal[2].

C.  Latar Belakang Penyusunan dan Penamaan Kitab al-Muwatha’.


Ada beberapa factor yang melatarbelakangi penyusunan kitab al-
Muwatha’ yang kemudian oleh Ulama’ di kemukakan dalam
beberapa versi. Seperti yang terdapat dalam muqaddimah al-
Muwatha’, disebutkan bahwa ketika Imam Malik melihat buah hasil
karya Abdul Aziz bin al-Majisyun yang tidak menyebutkan hadits
Nabi saw. maka muncullah keinginan untuk mengarang subuah
kitab.
Menurut Noel J. Coulson[3], latar belakang penyusunan al-
Muwatha’ adalah adanya problem politik dan keagamaan. Kondisi
politik yang penuh konflik pada masa pemerintahan Daulah
Umayyah dan Abbasiyah yang melahirkan tiga kelompok besar
(Khawarij. Syi’ah dan keluarga istana) yang mengancam integritas
kaum muslim dan berkembangnya nuansa perbedaan kondisi social
keagamaan—khususnya di bidang hukum-- yang berangkat dari
perbedaan metode nash di satu sisi dan rasio di sisi yang lain, telah
melahirkan pluralitas yang penuh konflik.

3
 
Selain pernyataan yang di kemukakan oleh Noel J.. Coulson di atas,
ada versi lain yang mengatakan bahwa latar belakang penyusunan al-
Muwatha’ adalah adanya usulan Muhammad bin Muqaffa’ kepada
Khalifah Ja’far al-Mansur untuk membuat semacam peraturan atau
undang-undang yang menjadi penengah dan dapat di terima oleh
semua kalangan karena Muhammad bin Muqaffa’ sangat prihatiur
terhadap adanya perbedaan fatwa dan pertentangan yang
berkembang pada saat itu. Khalifah Ja’far al-Mansur kemudian
meminta Imam Malik untuk menyusun Kitab hukum sebagai Kitab
standar bagi seluruh wilayah Islam. Imam Malik menerima
permintaan tersebut, namun ia keberatan menjadikan kitabnya
sebagai kitab standar atau kitab resmi Negara. 
Ada juga versi lain yang mengatakan bahwa, di samping
terinisiatif oleh usulan Khalifah Ja’jafar al-Mansur, sebenarnya Imam
Malik mempunyai keinginan kuat untuk menyusun kitab yang dapat
memudahkan umat Islam dalam memahami agama[4].
Mengenai penamaan kitab al-Muwatha’ adalah berasal dari Imam
Malik sendiri, hanya saja ulama’ berbeda pendapat tentang mengapa
kitab tersebut dinamakan al-Muwatha’. Kemudian munculah beberapa
pendapat yang di antaranya adalah; pertama, sebelum kitab tersebut
di sebarluaskan, Imam Malik telah melakukan sosialisasi dengan
menyodorkan karyanya tersebut di hadapan 70 ulama’ Fiqh Madinah
dan mereka menyepakatinya. Hal ini seperti yang terdapat dalam
sebuah riwayat al-Suyuti bahwa, Imam Malik berkata “Aku
mengajukan kitabku ini kepada 70 ahli Fiqh Madinah, mereka semua
setuju dengan kitabku tersebut, maka Aku namai dengan al-
Muwatha’.
Kedua, penamaan kitab al-Muwatha’ tersebut adalah karena kitab
tersebut memudahkan khalayak umat Islam dalam memilih dan
menjadi pegangan hidup dalam beraktivitas dan
beragama. Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa penamaan al-
Muwatha’, karena kitab al-Muwatha’ merupakan perbaikan terhadap
kitab-kitab Fiqh sebelumnya[5].

D. Isi Kitab al-Muwatha’


       Kitab al-Muwatha’ menghimpun hadits-hadts Nabi, baik yang
bersambung sanadnya maupun yang tidak bersambuang sanadnya,
Qaul sahabat, qaul tabi’in, ijma’ ahlul-Madinah dan pendapat Imam
Malik sendiri. Salah satu contoh hadits yang tidak bersambung
sanadnya adalah hadits yang berbunyi;
: ‫ قال‬.‫عن عطاء بن يسار أنه قال جاء رجل إىل رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم فسأله عن وقت صالة الصبح‬

‫فسكت رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم حىت إذا كان من الغد صلى الصبح حني طلع الفجر مث صلى الصبح من‬

["‫وقت‬ ‫ فقال "ما بني هذين‬,‫الغد حني أسفر مث قال "أين السائل عن وقت الصالة؟" ها أناذا يارسول اهلل‬
]6              

            Sedangkan contoh hadits yang termasuk Qaul sahabat adalah;


]7[.‫ إذا نام أحدكم مضطجعا فليتوضأ‬: ‫و حدثين عن مالك عن زيد بن اسلم أن عمر بن اخلطاب قال‬

            Sementara contoh hadits yang termasuk Qaul tabi’in adalah;


‫ فكتب إليه أن‬,‫وحدثين عن مالك أنه بلغه أن عامال لعمر بن عبد العزيز كتب إليه يذكر أن رجال منع زكاة ماله‬

‫ فكتب عامل‬,‫ قال فبلغ ذلك الرجل فاشتد عليه وأدى بعد ذالك زكاة ماله‬,‫دعه وال تأخذ منه زكاة مع املسلمني‬

]8[.‫عمر إليه يذكر له ذلك فكتب إليه عمر أن خذها منه‬

Para ulama’ berbeda pendapat tentang jumlah hadits yang


terdapat dalam Al-Muwattha’:
a)      Ibnu Habbab yang dikutip Abu bakar Al-A’rabi dalam syarah Al-
Tirmidzi menyatakan ada 500 hadits yang disaring dari 100.000
hadits.
b)      Abu Bakar Al-Abhari berpendapat ada 1726 hadits dengan
perincian 600 musnad, 222 mursal, 613 mauquf dan 285 qaul tabi’in.
c)     

Al-Harasi dalam “ Ta’liqah fi Al-Ushul” mengatakan kitab Malik


memuat 700 hadits dari 9000 hadits yang telah disaring.
d)     Abu Al-Hasan Bin Fahr dalam “fada’il” mengatakan ada 10.000
hadits dalam kitab Al-Muwatta’
e)      Arnold John Wensinck menyatakan dalam Al-Muwatta’ ada 1612
hadits.
f)       Muhammad Fuad Abdul Al-baqi mengatakan Al-Muwatta’ berisi
1824 hadits.
g)      Ibnu Hazm berpendapat dengan tanpa menyebutkan jumlah
persisnya. 500 lebih hadits musnad, 300 lebih hadits mursal,70 hadits
lebih yang tidak diamalkan Imam Malik dan beberapa hadits dhaif.
h)      Muhmmad Syuhudi Ismail menyatakan kitab Al-Muwatta’ 1804
hadits[9].
Perbedaan pendapat ini terjadi karena perbedaan sumber
periwayatan di satu sisi dan perbedaan cara penghitungan.Ada
Ulama’ hadits yang menghitung hadits hanya berdasar jumlah hadits
yang disandarkan kepada nabi saja, namun ada pula yang
menghitung dengan mengabungkan fatwa sahabat, fatwa tabi’in yang
termaktub dalam Al-muwatta’.
Ada perbedaan pendapat yang berkembang ketika dihadapkan
pada pertanyaan, apakah kitab Al-muwatta’ adalah Kitab fiqih, Kitab
hadits atau kitab fiqih sekaligus hadits?. Menurut Abu Zahra, Al-
Muwatta’ adalah kitab fiqih, alasannya adalah bahwa, tujuan Imam
Malik mengumpulkan hadits adalah untuk melihat fiqih dan undang-
undangnya bukan keshahihannya dan Imam Malik menyusun
kitabnya dalam bab bersistematika fiqih.
Seperti halnya Abu Zahra, Ali Hasan Abdul Qadir  juga melihat
Al-Muwatta’ sebagai kitab fiqih dengan dalil hadits. Tradisi yang
dipakai  adalah tradisi kitab fiqih yang sering kali hanya menyebut
sebagian sanad atau bahkan tidak menyebut sanadnya sama sekali
karena untuk memudahkan dan demi kepraktisannya[10]. Sedangkan
menurut Abu Zahwu kitab ini bukan semata-mata kitab fiqih, tetapi
hadits, karena sistematika fiqih juga dipakai dalam kitab-kitab hadits
yang lain.

E. Metode Penyusunan dan Klasifikasi Kitab Al-Muwatha’


        Secara khusus, tidak ada pernyataan yang tegas tentang metode
yang di pakai Imam Malik dalam menghimpun kitab al-Muwatha’.
Namun sacara umum dengan melihat penjelasan dan cara
pembukuan yang di lakukan oleh Imam Malik dalam kitabnya,
metode yang di pakai adalah metode pembukuan hadits berdasarkan
klasifikasi hukum Islam (fiqih) dengan mencantumkan hadis-hads
yang bersumber langsung dari Nabi saw, yang disebut
dengan Marfu’ dan yang besumber dari sahabat Nabi saw, yang di
sebut dengan Mauqufataupun yang berasal dari tabi’in, yang
disebut Maqthu’. Imam Malik juga menggunakan tahapan-tahapan,
yang berupa; a) penyeleksian terhadap hadis-hadis yang di sandarkan
kepada Nabi.saw. b) atsar atau fatwa sahabat. c) fatwa tabi’in. d) ijma’
ahli Madinah dan e) pendapat Imam Malik sendiri[11].
                   Meskipun sebenarnya kelima tahapan tersebut tidak selalu
muncul besamaan dan digunakan dalam setiap pembahasan dan
urutan pembahasannya, Ia  mendahulukan penulusuran dari hadits
Nabi saw. yang telah diseleksi sebagai acuan pertama yang dipakai
Imam Malik, sedangkan tahapan kedua dan seterusnya dijelaskan
Imam Malik tatkala Ia merasa perlu untuk dijelaskan.
Dalam penyeleksian suatu hadis, ada empat kriteria yang
dikemukakan Imam Malik dalam mengkritisi periwayatan hadits,
keempat kriteria tersebut adalah; a) periwayat bukan orang yang
berperilaku jelek. b) periwayat bukan ahli bid’ah c) periwayat bukan
orang yang suka berdusta dalam hadits d) periwayat bukan orang
yang tahu ilmu, tetapi tidak mengamalkannya[12].

Imam Malik dalam mengklasifiksi hadist-hadits yang terdapat


dalam al-Muwatha’ berdasarkan pada sistematika yang dipakai
dalam kitab Fiqih, yaitu dengan klasifikasi hadits sesuai dengan
hukum Fiqih. Menurut Fuad al-Baqi, kitab ini, terdiri dari dua juz, 61
bab, dan 1824 hadits. Kitab al-Muwatha’, mayoritas berisi tentang
fiqih, ada pula tentang tauhid, akhlaq, dan al-Quran dengan perincian
sebagai berikut;
1.    Fiqih, di bagi lagi kedalam beberapa bagian; yaitu fiqih iabadah,
muamalah, munakahat, mawarits dan fiqih perbudakan
a.    Fiqih ibadah, yang termasuk fiqih ibadah adalah sebagai berikut;

No Fiqih Ibadah Jumlah Jumah


. bab hadits
01 Kitabu Auqati al- 80 bab 30 hadits
shalah
02 Kitabu al-Thaharah 32 bab 115 hadits
03 Kitabu al-Shalat 8 bab 70 hadits
04 Kitabu al-Sahw fi al- 1 bab 3 hadits
Shalah
05 Kitabu Shalat al-Jum’at 9 bab 21 hadits
06 Kitabu al-Shalati fi 2 bab 7 hadits
Ramadlan
07 Kitabu Shalat al-Lail 5 bab 33 hadits
08 Kitabu Shalat al- 10 bab 38 hadits
Jama’ah
Kitabu Qashri al-
09 25 bab 95 hadits
Shalati fi al-safar
10 Kitabu Shalat al-‘idain 7 bab 13 hadits
11 Kitabu Shalati al-khauf 1 bab 4 hadits
Kitabu shalati khusufi
12 al-syamsi wa kusufi al- 2 bab 4 hadits
qamar
13 Kitabu Shalat al- 3 bab 6 hadits
istisqa’
14 Kitabu istibali al- 6 bab 15 hadits
qiblah
15 Kitabu Shalat al-Jana’iz 16 bab 59 hadits
16 Kitabu al-Zakat 30 bab 55 hadits
17 Kitabu al-shiam 22 bab 60 hadits
18 Kitabu al-I’tikaf 8 bab 16 hadits
19 Kitabu al-Haj 83 bab 255 hadits
20 Kitabu al-Sadaqah 3 bab 15 hadits
21 Kitabu al-Jihad 21 bab 50 hadits
22 Kitabu al-Dlahaya 6 bab 13 hadits
23 Kitabu al-Zaba’ih 4 bab 19 hadits
24 Kitabu al-Shaid 7 bab
8
 
19 hadits
25 Kitabu al-Aqiqah 2 bab 7 hadits
26 Kiabu Al-Jami’[13] 7 bab 26 hadits
27 Kitabu al-Ilmu 1 bab 1 hadits
28 Kitabu al-Aqdliah[14] 41 bab 54 hadits
29 Kitabu al-Hudud 11 bab 35 hadits
30 Kitabu al-Bai’ah 1 bab 3 hadits

b.    Fiqih muamalah, yang termasuk fiqih muamalah adalah sebagai


berikut;

No Fiqih Muamalah Jumlah Jumah


. bab hadits
01 Kitabu al-Buyu’ 49 bab 101 hadits
02 Kitabu al-Qiradh 15 bab 16 hadits
03 Kitabu al-Musaqat 2 bab 3 hadits
04 Kitabu kira’I al-ardl 1 bab 5 hadits
05 Kitabu al-Syuf’ah 2 bab 4 hadits

c.    Fiqih munakahat, yang termasuk bagian ini adalah sebagai berikut;

No Fiqih Munakahat Jumlah bab Jumah


. hadits
01 Kitabu al-Nikah 22 bab 58 hadits
02 Kitabu al-Thalaq 35 bab 109 hadits
03 Kitabu al-Radha’ 3 bab 17 hadits

d.   Fiqih mawarits, yang termasuk dalan bagian ini adalah;

No Fiqih Mawarits Jumlah bab Jumah


. hadits
01 Kitabu al-Wasiat 10  bab 9 hadits
02 Kitabu al-Faraid 15 bab 16 hadits
03 Kitabu al-Qasamah 5 bab 2 hadits

e.    Fiqih perbudakan, yang termasuk bagian ini adalah;

No Fiqih perbudakan Jumlah bab Jumah


. hadits
01 Kitabu al-Itqi wa al- 13 bab 25 hadits
Wala’
02 Kitabu al-Mukatab 13 bab 15 hadits
03 Kitabu al-Mudabbar 7 bab 8 hadits
2.    Tauhid, yang termauk kedalam bagian tauhid adalah;

No Tauhid Jumlah bab Jumah


. hadits
01 Kitabu al-Qadar 2 bab 10 hadits
02 Kitabu Jahannam 1 bab 2 hadits
03 Kitabu da’wati al- 1 bab 1 hadits
madhlum
Kitabu al-Nuzur wa
04 9 bab 17 hadits
al-Aiman

3.    Akhlaq, yang termasuk bagian akhlaq adalah;

No Akhlaq Jumlah bab Jumah


. hadits
01 Kitabu husnu al- 4 bab 18 hadits
khuluq
O2 Kitabu al-Libas 8 bab 19 hadits
03 Kitabu al-Ain 7 bab 18 hadits
04 Kitabu al-sya’ri 5 bab 17 hadits
05 Kitabu al-Ru’ya 2 bab 7 hadits
06 Kitabu al-salam 3 bab 8 hadits
07 Kitabu al-Isti’zan 17 bab 44 hadits
08 Kitabu al-Kalam 12 bab 27 hadits

4.    Al-Qur’an, yang termasuk dalam bagian ini adalah;

No Al-Qur’an Jumlah bab Jumah


. hadits
01 Kitabu Al-Qur’an 10 bab
10
 
49 hadits

5.    Sirah dan sifat-sifat Nabi saw. yang termasuk bagian ini adalah;

No Sirah dan sifat- Jumah


Jumlah bab
. sifat Nabi saw. hadits
01 Kitabu Sifat al-Nabi 13 bab 39 hadits
saw
02 Kitabu asma’i al- 1 bab 1 hadits
Nabi saw.

F. Komentar Ulama’ dan kritik terhadap kitab al-Muwatha’ dan


kualitas haditsnya.
                   Meskipun Imam Malik telah berupaya seselektif mungkin
dalam menyaring hadits-hadits yang diterima untuk dihimpun, tetapi
para Muhadditsin (Ulama’ hadits) berbeda pendapat dalam
memberikan komentar dan penilaian terhadap al-Muwatha’ dan
kualiatas hadits-haditsnya:
a)      Sufyan bin Uyainah dan Al-Suyuti menyatakan, seluruh hadits
yang diriwayatkan Imam Malik adalah shahih, karena diriwayatkan
oleh orang-orang yang terpercaya.
b)      Abu Bakar al-Abhari berpendapat, bahwa tidak semua hadits
dalam al-Muwatta’ shahih, terdapat 222 hadits Mursal, 623
hadits Mauquf dan 285 hadits Maqtu’.
c)      Ibnu Hajar al-Asqalani menyatakan bahwa hadits-hadits yang
termuat dalam Al-Muwatta’ adalah shahih menurur Imam Malik dan
pengikutnya.
d)     Ibnu Hazm dalam penilaiannya yang termaktub dalam maratib al-
diniyah, ada 500 haditsMusnad, 300 hadits Mursal dan 70
hadits dhaif yang ditinggalkan Imam Malik. Sedangkan menurut Ibnu
Hajar didalamnya ada hadits yang Mursal dan Munqati’.
e)      Al-Ghafiqi berpendapat dalam Al-Muwatta’ ada 27
hadits Mursal dan 15 hadits Mauquf.
f)      

Hasbi As-shiddiqi menyatakan dalam Al- Muwatta’ ada hadits yang


shahih, hasan dan dhaif[15].
Selain penilaian Ulama’ tentang kualitas hadits al-Muwatha’, ada
pula ulama’ yang memberikan komentar terhadap kitab al-Muwatha’,
yang di antaranya adalah;  a) Al-Syafi’i berkata bahwa di dunia ini
tidak ada kitab setelah al-Quran yang lebih shahih dari pada kitab al-
Muwatha’ Imam Malik. Sedangkan orang-orang Hijaz membernya
gelar “ Sayyidi Fuqahal Hijz”. b) Al-Hafidz  al-Muglatayi al-Hanafi
berkata, buah karya Imam Malik adalah kitab shahih yang pertama
kali. c) Waliyullah al-Dahlawi berkata al-Muwatha’ aladah kitab yang
paling shahih, masyhur dan paling terdahulu pengumpulannya. d)
Abdurrahman bin Waqid berkata, tidak ada seorang pun di muka
bumi ini yang seperti Imam Malik. e) Imam Yahya bin Sa’id al
Qahthan dan Yahya bin Ma’in memberi beliau gelar “Amirul
Mu’minin Fil Hadits.” Sementara Ibnu Wahb berkata, Kalau bukan
karena (perantara) Imam Malik dan al-Laih niscaya kita akan
sesat[16]. Sehingga kitab ini tetap di jadikan sebagai pegangan umat
Islam dalam menjadikannya sebagai rujukan suatu permaslahan.
Namun kendati demikian, hadits-hadits yang terdapat di dalamnya
banyak yang tidak bersambung sanadnya bahkan ada yang terputus,
sehingga hal ini menimbulkan kritikan dan keraguan dalam kepastian
suatu hukum, dan di ragukan ke shahihannya, sebab untuk mencapai
tingkatan hadits shahih di butuhkan kejelasan dalam periwayatan
hadits dan kebersambungan sanadnya.

Dan juga tidak kalah pentingnya dalam al-Muwatha’ ini untuk di


perhatikan adalah Matanhadits, sebab ada kalanya Matan hadits di
tambah dan di kurangi, jika suatu hadits di tambah atau di kurangi,
maka akan mengurangi terhadap keoutentikan haditsnya bahkan oleh
sebagian Ulama’ di anggap hadits dlaif, yang kedudukannya sangat
lemah dalam kehujjahan hukum. Sanad dan matan merupakan hal
utama yang harus di perhatikan dalam penelitian suatu hadits dan
dalam menjadikannya sebagai smbuer hukum.
Posisi kitab al-Muwatha’ dalam sumber-sumber ilmu hadits juga
terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli hadits, ada yang
mengatakan bahwa, al-Muwatha’ merupakan salah satu kutubu al-
tis’ah  (kitan yang sembilan), ada pula yang mengatakan bahwa, al-
Muwatha’, bukanlah semata-mata kitab hadits, tetapi merupakan
kumpulan kitab hadits yang pengumpulannya berdasarkan hukum
Fiqih. dan sebagai pengganti adalah Sunan al-Darimi.

G. Syarah Kitab al-Muwatha’.


Kitab al-Muwatha’ di ysarahi oleh beberapa ulama’ yang di
antaranya adalah;

1. al-Tamhid lima fi al-muwatha’ min al-Ma’ani wa al-Asanid  yang di


karang oleh Abu Umar bin Abdil Bar al-Namri al-Qurthubi (w.
463 H.)
2. al-Istizkar fi Syarh Mazahib Ulama’ al-Amsar  karya Ibn Abdil Bar
(w. 463 H)
3. Kasyf al-Mugti fi Syarh al-Muwatha’ karya Jalaluddin al-Suyuti
(w.911 H)
4. Tanwirul Hawalik,  karya Jalaluddin al-Suyuti (w.911 H)
5. Syarh al-Ta’liq al-Mumajjad ala Muwatha’  Imam Muhamad yang
disusun oleh al-Haki Ibn Muhamad al-Laknawi al-Hindi.
6. al-Muntaqa, karya Abu Walid al-Bajdi (w. 474 H)
7. al-Maswa, karya al-Dahlawi al-Hanafi (w. 1176 H)
8. Syarh al-Zarqani, karya al-Zarqani al-Misri al-Maliki (w. 1014 H)

KESIMPULAN
            Dari pejelasan di atas, dapat kami simpulkan bahwa;

1. Kitab al-Muwatha’  disusun atas usulan Khalifah Ja’far al-Mansur


dan keinginan kuat dari dirinya yang berniat untuk menyusun
sebuah kitab yang dapat memudahkan umat Isalm dalam
memahami agamanya.
2. Kitab al-Muwatha’ tidak hanya terdiri dari hadits Nabi saw.
tetapi juga terdiri dari pendapat sahabat, Qaul tabi’in, Ijma’
Ahlul Madainah dan pendapat Imam Malik sendiri deangan
metode penyusunan hadist berdasarkan klasifikasi hukum Fiqih.
3. Dalam penyeleksian hadits, Imam Malik selalu memperhatikan
empat kriteria, yaitu, a) periwayat bukan orang yang
berperilaku jelek. b) periwayat bukan ahli bid’ah c) periwayat
bukan orang yang suka berdusta dalam hadits d) periwayat
bukan orang yang tahu ilmu, tetapi tidak mengamalkannya.
4. Dan kitab ini, merupakan kitab tertua di bidang hadits yang
disusun berdasakan klasifikasi hukum Fiqih, dan Ulama’
berbeda pendapat mengenai jumlah hadits yang terdapat di
dalamnya.

Daftar Referensi
1.      Malik, Imam, Al-Muwatha’, Bairut Lebanon, Darul Kutub al-
Ilmiyah.

2.      Kumpumlan Jurnal Study Kitab Hadits, penulis dosen fakultas


Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2003, Yogyakarta; TERAS Press.

3.      Azami, M. Musthafa, 1996, Metodologi Kritik Hadits,  terjemah A. Yamin,


Bandung; Pustaka Hidayah.

4.   http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Malik

[1] Azami, M. Musthafa, 1996, Metodologi Kritik Hadits,  terjemah A.


Yamin, Bandung; Pustaka Hidayah. Hal. 131-133
[2] Muqaddimah al-Muwatha’, Bairut; Lebanon, hal. 5-10 dan 
Kumpulan Jurnal Study Kitab Hadits, Penulis Dosen Tafsir Hadits
fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakata, 2003, Yogyakata;
TERAS press, hal. 2-6
[3] Noel J. coulson, Hukum Islam dalam Persfektif Sejarah, terjemah
Hamid Ahmad, 1987, Jakarta, P3M, hal. 59.
[4] Kumpulan Jurnal Study Kitab Hadits, Penulis Dosen Tafsir Hadits
fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakata, 2003, Yogyakata;
TERAS press, hal 7.
[5] Ibid, hal. 8
[6] Hadits Nomor 11  kitab al-Muwatha’.
[7] Hadits Nomor 36  kitab al-Muwatha’.
[8] Hadits Nomor 673  kitab al-Muwatha’.
[9] Kumpulan Jurnal Study Kitab Hadits, Penulis Dosen Tafsir Hadits
fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakata, 2003, Yogyakata;
TERAS press, hal. 9-10
[10] Ibid  hal 7.
[11] Kumpulan Jurnal Study Kitab Hadits, Penulis Dosen Tafsir
Hadits fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakata, 2003,
Yogyakata; TERAS press, hal 13-14.
[12] Ibid, hal 14.
[13] Menghimpun beberapa do’a khusus orang-orang Madinah.
[14] Berisi tentang berbagai macam hukum.
[15] Kumpulan Jurnal Study Kitab Hadits, Penulis Dosen Tafsir
Hadits fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakata, 2003,
Yogyakata; TERAS press, hal 14-15
dan http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Malik
[16] Ibid hal. 14-15 dan http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Malik

Anda mungkin juga menyukai