Anda di halaman 1dari 5

Lex Crimen Vol.I/No.

4/Okt-Des/2012

PENYALAHGUNAAN WEWENANG POLISI pidana di atas memiliki dimensi yang


DALAM PENYIDIKAN berbeda dengan sudut pandang yang
PERKARA PIDANA MENURUT KUHAP1 berbeda pula. Sistem peradilan pidana
Oleh : I Wayan Eka Candra Pande2 merupakan konstruksi (sosial) yang
menunjukkan proses interaksi manusia (di
ABSTRAK dalamnya ada aparatur hukum, pengacara
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan terdakwa, serta masyarakat) yang
bagaimana karakteristik dan asas-asas saling berkaitan dalam membangun dunia
dalam penyidikan perkara pidana, dan (realitas) yang mereka ciptakan. Aparatur
sejauhmana penyalahgunaan wewenang hukum membawa pengetahuan yang
penyidikan oleh Polisi dalam perkara diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari
pidana. Dengan metode yuridis normatif untuk membangun realitas. Melalui proses
disimpulkan bahwa: 1. Sistem peradilan dialektika, dunia peradilan (pidana) terus
pidana merupakan jaringan (network) menerus mengalami apa yang dinamakan
peradilan yang menggunakan hukum oleh Berger denganeksternalisasi,
pidana materiil, hukum pidana formil objektivasi dan internalisasi. Pemeriksaan
maupun hukum pelaksanan pidana. di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan
Namun, kelembagaan ini harus dilihat merupakan representasi dari proses yang
dalam konteks sosial. Sifat yang terlalu melibatkan komunikasi dalam
berlebihan jika dilandasi hanya untuk pembentukan realitas. Proses ini
kepentingan kepastian hukum saja akan menjelaskan realitas peradilan, sementara
membawa bencana berupa ketidakadilan. aturan normatif merupakan refleksi dari
Sistem peradilan pidana Indonesia proses interaksi yang demikian itu.
berlangsung melalui tiga komponen dasar Kata kunci: penyalahgunaan wewenang,
sistem.Pertama substansi, merupakan hasil polisi, penyidikan
atau produk sistem termasuk Undang-
undangNomor 8 tahun 1981, yang berlaku A. PENDAHULUAN
menggantikan Het HerzieneInlandsch Tumbangnya Orde Baru oleh gerakan
Reglement (Stbl. 1941 No. 44), serangkaian reformasi yang dimotori mahasiswa
ketentuan sistematis untuk memberikan membawa perubahan pada banyak bidang
arahan atau petunjuk kepada aparatur kehidupan. Salah satunya adalah reposisi
penegak hukum dalam melaksanakan tugas dan restrukturisasi Polri sebagai lembaga
sehari-harinya.Kedua, struktur yaitu pemelihara keamanan dan ketertiban
lembaga-lembaga dalam sistem hukum masyarakat (Kamtimbas). Sejak 1 April 1999
yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Polri dipisahkan dari institusi TNI agar lebih
Pengadilan Negeri dan Lembaga mandiri dan tidak terpolusi sikap dan
Pemasyarakatan.Ketiga, kultur yaitu perilaku militerisme seperti pada saat
bagaimana sebetulnya sistem tersebut akan bergabung dengan ABRI/TNI. Pemisahan itu
diberdayakan. Dengan kata lain, kultur dikukuhkan melalui Tap MPR No. VII Tahun
merupakan penggerak atau bensin dari 2000 dan UUPolriNo.2Tahun2002.
sistem peradilan pidana. 2. Berbagai Polri menduduki posisi sebagai aparat
pandangan mengenai sistem peradilan “penegak hukum” sesuai dengan prinsip
“diferensiasi fungsional” yang digariskan
1
Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Prof.Hi. KUHAP. Kepada Polri diberikan
Atho Bin Smith, SH,MH, Kenny Pongoh, SH,MH, “peran”(role) berupa “kekuasaan umum
Fransiscus Tangkudung, SH,MH. menangani kriminal” (general policing
2
NIM: 080711285. Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Sam Ratulangi, Manado.

5
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

authority in criminal matter) di seluruh primer yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun


wilayah negara. 1981 tentang KUHAP, Undang-Undang No.
Polri dalam melaksanakan fungsi dan 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI,
kewenangan “penyidikan”, harus Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2003
berpatokan dan berpegang pada tentang Pemberhentian Anggota Polri, PP
“ketentuan khusus” (special rule) yang No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan
diatur dalam “hukum acara pidana” Disiplin Anggota Polri, dll. Sedangkan bahan
(criminal procedure) dalam hal ini KUHAP hukum sekunder yaitu bahan-bahan (buku-
(Undang-Undang No. 8 Tahun 1981). buku literatur) yang ada hubungannya
Pemeriksaan perkara pidana di Indonesia dengan materi perumusan masalah,
secara normatif (substansi) menunjuk sedangkan bahan hukum tersier yaitu
kepada peraturan induk yang termaktub materi yang memberikan petunjuk maupun
dalam UU No. 8 tahun 1981 (KUHAP), penjelasan terhadap bahan hukum primer
beserta aturan lain yang memiliki dan sekunder.
keterkaitan dengan ketentuan tersebut.
Tahapan pemeriksaan dalam aturan itu D. TINJAUAN PUSTAKA
dapat digambarkan adalah:Tahap 1. Tugas dan Wewenang Kepolisian
Penyelidikan; Tahap Penyidikan; Tahap Tugas pokok Kepolisian Negara Republik
Penuntuta; Tahap Pemeriksaan di Sidang Indonesia diatur dalam pasal 13 Undang-
Pengadilan; Upaya hukum biasa dan luar undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri.
biasa dan Pelaksanaan putusan pengadilan. Tugas pokok Polri dalam pasal 13 dimaksud
Tahap pemeriksaan diatur sangat rinci diklasifikasikan menjadi tiga, yakni:
dalam KUHAP yang pada prinsipnya memelihara keamanan dan ketertiban
memberikan kewenangan tertentu kepada masyarakat; menegakkan hukum; dan
lembaga (administratif-birokratis) untuk memberikan perlindungan, pengayoman,
melaksanakan sistem, mekanisme aturan, dan pelayanan kepada masyarakat.
serta menjamin hak tersangka dalam Tugas pokok kepolisian yang dimaksud
proses pemeriksaan. dalam pasal 13 Undang-Undang No. 2
Tahun 2002 tersebut dirinci dalam pasal 14
B. PERUMUSAN MASALAH Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang
1. Bagaimana karakteristik dan asas-asas Polri
dalam penyidikan perkara pidana? Wewenang kepolisian yang diperoleh
2. Sejauhmana penyalahgunaan secara atributif, yakni wewenang yang
wewenang penyidikan oleh Polisi dalam dirumuskan dalam peraturan perundang-
perkara pidana? undangan, antara lain wewenang kepolisian
yang dirumuskan dalam pasal 30 ayat (4)
C. METODE PENELITIAN Undang-Undang Dasar 1945, wewenang
Metode penelitian yang digunakan kepolisian yang dirumuskan dalam Undang-
dalam penyusunan karya tulis ini adalah undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri,
metode yuridis normatif untuk wewenang yang dirumuskan dalam
mendapatkan suatu konsep, teori dan Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang
doktrin, pendapat atau pemikiran KUHAP, dan lain-lain.
konseptual para ahli, peraturan perundang-
undangan, karya ilmiah yang ada 2. Bentuk dan Fungsi Sistim Peradilan
hubungannya dengan judul yang dibahas. Pidana
Data pokok dalam penelitian ini adalah data Sistem peradilan pidana sebagai suatu
sekundair yang meliputi bahan hukum sistem pada dasarnya merupakan suatu

6
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

open system, dalam pengertian sistem menghasilkan alat-alat yang canggih untuk
peradilan pidana dalam gerakannya akan mengungkap suatu kejahatan, maka tentu
selalu mengalami interface (interaksi, akan mempengaruhi bagaimana proses
interkoneksi dan interpendensi) dengan penyelesaian kejahatan itu dilakukan, jika
lingkungannya dalam peringkat-peringkat, ada alat yang mampu mendeteksi
masyarakat: ekonomi, politik, pendidikan, keberadaan seseorang dan berarti bagi
dan teknologi, serta subsistem-subsistem pengungkapan dan penyelesaian suatu
dari sistem peradilan pidana itu sendiri kasus.
(subsystem of criminal justice system). Sistem Peradilan pidana adalah menjadi
Sistem peradilan pidana di dalamnya perangkat hukum yang dapat digunakan
terkandung gerak sistemik dari subsistem dalam menanggulangi berbagai bentuk
pendukungnya, yakni Kepolisian, Kejaksaan, kriminalitas sebagai bagian dari upaya
Pengadilan, Lembaga Pemasyarakatan, perlindungan masyarakat.
yang secara keseluruhan dan merupakan
suatu kesatuan (totalitas) berusaha 2. Penyalahgunaan Wewenang Dalam
mentransformasikan masukan menjadi Penyidikan Oleh Polisi Perkara Pidana
luaran yang menjadi tujuan sistem Peradilan pidana memiliki tanggung
peradilan pidana yaitu, menanggulangi jawab mendasar terhadap kepentingan
kejahatan atau mengendalikan terjadinya rakyat. Sejauh mana tindakan atau putusan
kejahatan agar berada dalam batas-batas yangdikeluarkan peradilan (pidana) bisa
toleransi yang dapat diterima masyarakat. dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Saat ini peradilan tengah dihadapkan pada
E. PEMBAHASAN tantangan untuk meningkatkan citranya di
1. Karakteristik dan Asas-asas Dalam masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan
Penyidikan Perkara Pidana sebuah crash program yang ditunjukkan
Sistem Peradilan Pidana disingkat SPP melalui perilaku yang patut dijadikan
adalah jaringan peradilan yang bekerja contoh dalam setiap usaha membangun
sama secara terpadu di antara bagian- peradilan yang bersih dan berwibawa. Hal
bagiannya untuk mencapai tujuan tertentu demikian berkaitan dengan kecenderungan
baik jangka pendek maupun jangka transformasi sosial politik dan kondisi riil
panjang. Sebagai sebuah sistem, SPP tidak yang berkembang, di mana kepedulian
berbeda dengan sistem lainnya namun terhadap kepentingan lebih luas harus
memiliki karakteristik yang dapat menjadi pemikiran utama.
membedakan dengan sistem lainnya. Peradilan pidana memiliki tanggung
Sistem Peradilan Pidana memiliki jawab terhadap masyarakat mengenai
karakter “keterbukaan”, yang mengandung realisasi tugas yang direfleksikan melalui
arti bahwa sistem peradilan pidana sistem bertingkat, yaitu lembaga (atasan)
membuka diri terhadap perkembangan pada tingkat lebih tinggi melaksanakan
yang terjadi dalam lingkungan masyarakat. kontrol terhadap lembaga (bawahan) yang
Dalam bekerjanya sistem peradilan ada di bawahnya. Prestasi kerja dinilai
pidana menuntut membuka diri melalui hasil, pelaksanaan kebijakan dan
menyesuaikan dengan perkembangan dan norma kelembagaan. Pada tingkat ini,
perubahan yang terjadi Perkembangan ilmu benturan kepentingan antara
pengetahuan khususnya di bidang ilmu profesionalisme dan ketaatan pada sistem
hukum tumbuh dan berkembang seirama atau atasan tidak dapat dihindarkan.
dengan perkembangan zaman dan Aparatur peradilan memiliki kesempatan
teknologi. Jika teknologi telah untuk melakukan perbuatan menghalalkan

7
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

segala cara yang efeknya berupa peradilan pidana merupakan konstruksi


kecenderungan tidak netral tidak dapat (sosial) yang menunjukkan proses
dihindarkan. interaksi manusia (di dalamnya ada
Pelayanan keadilan yang didasarkan aparatur hukum, pengacara dan
status, kemampuan ekonomi, kepentingan, terdakwa, serta masyarakat) yang
dan pertemanandijalin berulang-ulang saling berkaitan dalam membangun
membentuk siklus bahkan kultur (trend) dunia (realitas) yang mereka ciptakan.
penyelesaian perkara. Aparatur hukum membawa
pengetahuan yang diperolehnya dalam
F. PENUTUP kehidupan sehari-hari untuk
1. Kesimpulan membangun realitas. Melalui proses
1) Sistem peradilan pidana merupakan dialektika, dunia peradilan (pidana)
jaringan (network) peradilan yang terus menerus mengalami apa yang
menggunakan hukum pidana materiil, dinamakan oleh Berger
hukum pidana formil maupun hukum denganeksternalisasi, objektivasi dan
pelaksanan pidana. Namun, internalisasi. Pemeriksaan di
kelembagaan ini harus dilihat dalam kepolisian, kejaksaan dan pengadilan
konteks sosial. Sifat yang terlalu merupakan representasi dari proses
berlebihan jika dilandasi hanya untuk yang melibatkan komunikasi dalam
kepentingan kepastian hukum saja pembentukan realitas. Proses ini
akan membawa bencana berupa menjelaskan realitas peradilan,
ketidakadilan. sementara aturan normatif merupakan
Sistem peradilan pidana Indonesia refleksi dari proses interaksi yang
berlangsung melalui tiga komponen demikian itu.
dasar sistem.Pertama substansi,
merupakan hasil atau produk sistem 2. Saran
termasuk Undang-undangNomor 8 1) Diharapkan dalam proses pemeriksaan
tahun 1981, yang berlaku perkarapidana, perilaku beragam
menggantikan Het HerzieneInlandsch (membawa nilai, kultur yang berbeda)
Reglement (Stbl. 1941 No. 44), yang memicu timbulnya konflik
serangkaian ketentuan sistematis berkaitan dengan fungsi dan peran
untuk memberikan arahan atau aparatur peradilan pidana. Secara
petunjuk kepada aparatur penegak khusus apabila dikaitkan dengan sifat
hukum dalam melaksanakan tugas perkara dapat dijelaskan sebagai
sehari-harinya.Kedua, struktur yaitu berikut:
lembaga-lembaga dalam sistem hukum - Sifat formal, yakni konflik yang
yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, melekat pada nilai atau norma
Pengadilan Negeri dan Lembaga hukum yang mengaturnya,
Pemasyarakatan.Ketiga, kultur yaitu mungkin karena nilai norma
bagaimana sebetulnya sistem tersebut hukumnya kurang jelas, terdapat
akan diberdayakan. Dengan kata lain, beberapa aturan yang berbeda
kultur merupakan penggerak atau atau berlawanan, adanya keragu-
bensin dari sistem peradilan pidana. raguan atau ketidakpastian
2) Berbagai pandangan mengenai sistem hukum, atau belum ada aturannya
peradilan pidana di atas memiliki dan sebagainya.
dimensi yang berbeda dengan sudut - Sifat substansial yakni konflik yang
pandang yang berbeda pula. Sistem melekat pada tugas yang diemban

8
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

atau dilaksanakan (masing-masing Indonesia”, Penerbit Bulan Bintang,


berlawanan) dan sebagainya. Jakarta, 1987.
- Sifat emosional, yakni sifat MuhamadRusli, Sistim Peradilan Pidana
sengketa yang melekat pada Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2011.
manusianya, mungkin karena Muladi, Hak Asasi Manusia,PT Rafika
perasaannya (yang meliputi etika Aditama, 2005.
dan estetika), pemikirannya ReksodiputroMardjono, Hak Asasi Manusia
(anggapan, penilaian, pandangan, Dalam Sistem Peradilan Pidana, Pusat
penguraian, analisis, cara berpikir Pelayanan Keadilan dan Pengabdian
dan keyakinannya), keinginan atau Hukum Universitas Indonesia, Jakarta
kepentingan yang berbeda atau 1997.
berlawanan. Sadjijono M. Khoidin, Mengenal Figur Polisi
2) Diharapkan bahwa penyelenggaraan Kita, LaksBang, Yogyakarta, 2007.
keadilan di bidang hukum pidana _____, Memahami Hukum Kepolisian,
ini,sebagaimana biasanya proses yang LaksBang, Yogyakarta, 2009.
melibatkan badan-badan dalam suatu SalehRoeslan. “Hukum Pidana sebagai
sistem birokrasi, maka problem utama Konfrontasi Manusia dan Manusia”.
yangdihadapi adalah efisiensi kerjanya. Galia, Jakarta, 1983.
Kecaman-kecaman yang biasa SoekantoSoerjono dan Mustafa Abdullah,
dilontarkan dalam hubungan dengan “Sosiologi Hukum dalam Masyarakat”,
administrasi yang demikian itu adalah Rajawali, Jakarta, 1980.
ketidaksamaan perlindungan yang Susanto Anthon F., Wajah Peradilan Kita,
diberikan kepada tersangka, sehingga RefikaAditama, Bandung, 2004.
mengalami penderitaan lebih dari yang
bisa diterima. Sumber-sumber lain :
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981, tentang
DAFTAR PUSTAKA KUHAP.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang
Abdurrahman,Tebaran Pikiran Tentang Polri.
Studi Hukum dan Masyarakat, Media Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2004
Sarana Press, Jakarta, 1986. tentang Kejaksaan.
BrotodiredjoSoebroto dalam R. Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2004
Abdussalam,Penegakan Hukum Di Perubahan Atas Undang-Undang No. 2
Lapangan Oleh Polri, Dinas Hukum Polri, Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
Jakarta, 1997. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009
DirdjosisworoSoedjono,Pengantar Ilmu tentang Kekuasaan Kehakiman.
Hukum,PT. Raja Grafindo Persada, Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2010
Jakarta, 1994. tentang perubahan Atas Peraturan
HaharapYahya, Pembahasan Permasalahan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang
dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Pelaksanaan Kitab Undang-Undang
Edisi Kedua, Cet. 8, Jakarta, 2006. Hukum Acara Pidana.
Kaligis O.C., Ontologi Tulisan Ilmu Hukum,
Jilid 2, Alumni, Bandung, 2007.
Kartono, Peradilan Bebas, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1982.
LopaBaharuddin, “Permasalahan
Pembinaan dan Penegakan Hukum Di

Anda mungkin juga menyukai