Disusun Oleh:
Nurul Ismira Kusumawardani
111 2019 2121
Pembimbing:
dr. Ratna Dewi Artati, Sp.A(K)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Pembimbing
1
BAB I
PENDAHULUAN
Malnutrisi energi protein (MEP) merupakan salah satu dari empat masalah
gizi utama di Indonesia. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah umur
5 tahun (balita) serta pada ibu hamil dan menyusui. Malnutrisi energi protein
merupakan salah satu hal yang melatar belakangi terjadinya >50% kematian
balita menderita gizi kurang dan gizi buruk, dan 8% balita menderita gizi buruk.
Pada MEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis, tergantung pada berat
tersebut turun menjadi 13% balita gizi kurang dan 5,4% gizi buruk.1
diklasifikasikan menjadi MEP berat derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan MEP
derajat berat (gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukkan gejala klinis yang
khas, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan dan anak tampak kurus. Pada gizi
buruk, disamping gejala klinis didapatkan kelainan biokimia sesuai dengan bentuk
klinis. Pada gizi buruk didapatkan 3 bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus,
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
kwashiorkor adalah hasil akhir dari tingkat keparahan penderita gizi buruk.
Marasmus ditandai dengan tubuh yang sangat kurus dengan berbagai tanda
B. Etiologi
energi dan protein yang sangat kurang dalam makanan sehari-hari dengan
jangka waktu yang cukup lama. Pada anak-anak usia pra sekolah di
3
Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi adalah
faktor kebersihan yang kurang, faktor ekonomi dan faktor budaya. Selain
terjadinya kurang gizi termasuk protein pada balita, karena masih banyak
C. Epidemiologi
Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah umur 5 tahun (balita)
serta pada ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan SUSENAS 2000, 26%
balita menderita gizi kurang dan gizi buruk, dan 8% balita menderita gizi
tersebut turun menjadi 13% balita gizi kurang dan 5,4% gizi buruk.8
berkulit putih.2
4
Menurut suatu penelitian yang dilakukan di salah satu daerah
9% anak di Sub Sahara, dan 15% di Asia Selatan terancam menderita gizi
kurang dan buruk, dan sekitar 2% anak yang tinggal di negara berkembang
sekitar 2,8% balita sangat kurus. Sementara di negara yang lebih miskin
sakit.6
D. Patofisiologi
5
karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis
relatif kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih di atas -3SD
peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stress katabolik ini terjadi
pada saat status gizi di bawah -3SD, maka akan terjadi marasmik-
sintesa enzim.8
6
dan gastroenteritis. Infeksi akan mengalihkan penggunaan asam amino ke
diet akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Hal
dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika hal ini tidak terpenuhi maka
harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein digunakan juga
E. Klasifikasi
a. Marasmus
sering ditemukan pada balita. Hal ini merupakan hasil akhir dari
tampak sangat kurus, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel
dan kusam, tulang iga tampak jelas, pantat kendur dan keriput
7
Pada marasmus awalnya pertumbuhan yang kurang dan atrofi
b. Kwashiorkor
8
dengan gejala tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
9
Gambar 2.2. Gambaran klinis kwashiorkor
c. Marasmus-kwashiorkor
menurut umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai
F. Diagnosis
Anamnesis
anak kurus, atau berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak
Pemeriksaan Fisis
10
Gambar 2.3 Grow Chart WHO untuk Laki-laki
11
Gambar 2.5 Grow Chart CDC untuk Laki-laki
12
MEP ringan
h. Anemia ringan
sehat
MEP Berat
1) Marasmus:
2) Kwashiorkor:
13
b. Anemia
e. Pembesaran hati
g. Atrofi otot
tubuh
3) Marasmik-kwashiorkor:
bersamaan.
Pemeriksaan penunjang
a. Kadar gula darah, darah tepi lengkap, urin lengkap, feses lengkap,
b. Tes mantoux
d. EKG
Kriteria Diagnosis
c. BB/TB < -3 SD
14
G. Tatalaksana
fase yang harus dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 3-
7), fase rehabilitasi (Minggu ke 2–6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7–26).
seringkali sebagai tanda adanya infeksi. Periksa kadar gula darah bila ada
15
hipotermia ( suhu aksila <36C/suhu rektal <36C). Pemberian makanan
10% (1 sdt gula dalam 5 sdm air) secara oral atau pipa naso-gastrik.
langkah 6).
Pemantauan:
a. Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan
c. Bila gula darah turun lagi sampai <50 mg/dl, ulangi pemberian 50 ml
kesadaran menurun.
Pencegahan :
16
Catatan :
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak
tidak tersedia termometer suhu rendah dan suhu anak sangat rendah pada
hipotermia.4,12
perlu)
letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas)
Pemantauan:
a. Periksa suhu rektal setiap 2 jam sampai suhu mencapai >36,5C, bila
malam hari
17
c. Raba suhu anak
Pencegahan:
a. Segera beri makan / formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah 6).
c. Selalu diselimuti dan hindari keadaan basah (baju, selimut, alas tempat
tidur)
terlalu lama).
jantung.4,12
anggap semua anak PEM berat/gizi buruk dengan diare encer mengalami
18
b. Selanjutnya beri 5–10 ml/kg/jam untuk 4–10 jam berikutnya; jumlah
muntah.
menetap/stabil.
Pemantauan
selama 2 jam pertama, kemudian setiap jam untuk 6-12 jam selanjutnya
diare / muntah.4,12
Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar
denyut nadi yang cepat dan menetap selama rehidrasi menunjukkan adanya
19
tersebut, hentikan segera pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam.
4,12
Pencegahan:
6)
Pada semua PEM berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun
Berikan :
/kgBB/hari)
20
pada 1 liter formula, dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg. (Lihat
b. Ulangi pemberian vaksin setelah keadaan gizi anak menjadi baik. 4,12
Catatan:
usus halus.
oral, 2 x/hari selama 5 hari (2,5 ml bila berat badan < 4 Kg),Atau
kencing), beri :
21
jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin
6. Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap,
serta apakah vitamin dan mineral telah diberikan dengan benar. 4,12
dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk
a. Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-
osmolar.
22
d. Protein : 1 – 1.5 g/kgBB/hari
formula.
Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal
pemberian makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3
hari saja (1 hari untuk setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai
Jangan beri makanan lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini. 4,12
frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja, BB (harian). Selama fase
stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik, tetapi pada
agar tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan
23
dianjurkan untuk menghindari risiko gagal jantung dan intoleransi saluran
cerna yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah
a. Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per
100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein
2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi
(=200 ml/kgBB/hari).
nadi. Bila terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi
seperti di atas.
24
d. Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula,
karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-
kejar.
diatasi.
preparat besi (Fe), tetapi tunggu sampai anak mau makan dan berat
hari: 4,12
a. Suplementasi multivitamin
mg/kgBB/hari
25
f. Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan :
100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak
a. Kasih sayang
Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80%
BB/U, dapat dikatakan anak sembuh.Pola pemberian makan yang baik dan
sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat dan terapi
bermain terstruktur.4,12
Puskesmas
26
b. Pelayanan di Pos Pemulihan Gizi (PPG) untuk memperoleh pemberian
yang padat
H. Pemantauan :
Kriteria sembuh
BB/TB > - 2 SD
Tumbuh kembang
Edukasi
a. Pengetahuan gizi
27
Langkah Promotif/Preventif
samping kuantitasnya.
28
tahan tubuh terhadap infeksi.
I. Diagnosis Banding
a. Syndrome nefrotik
b. Sirosis hepatis
d. Pellagra infantil.
J. Prognosis
adanya infeksi berat, gagal tumbuh serta abnormalitas elektrolit yang berat
29
BAB III
KESIMPULAN
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) terbagi menjadi
anak kurus, atau berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang/tidak
mau makan, sering menderita sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada
kedua kaki, kadang sampai seluruh tubuh dimana pada antropometri anak BB/TB
yang harus dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 3–7 ), fase
30
DAFTAR PUSTAKA
6. Sjarif, Damayanti. Lestari, Endang. Et al. 2014. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik
www.kurang-energi-protein-pdf
11. CDC and WFP. 2014. A Manual: Measuring and Interpreting Malnutrition
12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Tata Laksana Anak Gizi
31