Anda di halaman 1dari 254

APLIKASI TEORI COMFORT KATHARINE KOLCABA DALAM ASUHAN

KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PENINGKATAN SUHU TUBUH

DISUSUN OLEH :

1. AGUS FELANI

2. ASMUNI

3. CASIDIN

4. JULEHA

5. KESIH

6. NANAN RAHTIANA

7. PUPUN SARIPUDIN

8. KIKI KARTINAH

9. WINDI ASTRI

10. WARIAH

11. YOPI ISNAENI

12. YUDI ARIS PERMANA

13. SRI ANGGUN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CIREBON
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan kasih sayang yang dicurahkanNya,
sehingga Tugas Stase dengan judul “Aplikasi Teori Comfort Katharine Kolcaba Dalam
Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Peningkatan Suhu Tubuh” ini dapat
terselesaikan. Tugas Stase ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners di STIKes Cirebon.
Penulis menyadari Tugas Stase ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu,
pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada yang terhormat :
1. Ibu Ns. Supriatin, M.Kep., selaku Koordinator Mata Ajar Keperawatan Anak yang
telah banyak memberikan bimbingan, saran dan arahan, dengan penuh kesabaran
dan keikhlasan

2. Teman- teman Profesi Ners STIKes Cirebon yang telah membantu pekerjaan
selama proses pendidikan

3. Pihak-pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan Tugas Stase ini
yang tidak bisa disebutkan satu-satu.
BAB 1
PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan

penulisan dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang


anak yang kemungkinan besar memiliki pusat pengaturan suhu yang imatur
atau
abnormal pada sistem termoregulasi, sehingga tanggapan mediator
terhadap demam tidak menghasilkan respon terhadap infeksi tertentu. Demam
akan terbentuk ketika terjadi peningkatan set point pada sistem termoregulasi
yang pada akhirnya menghasilkan peningkatan suhu tubuh yang mendalam.

m k a
B
k
h

o a m
Respon anak terhadap kondisi ini berbeda-beda, tergantung usia dan tahapan
perkembangan anak, salah satunya adalah peningkatan suhu tubuh.

Suh tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang dihasilkan tubuh
u
dengan jumlah panas yang
hilang ke lingkungan luar. Suhu tubuh manusia
diatur dengan mekanisme umpan balik (feed back) yang diperankan oleh pusat
pengaturan suhu di hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus
akan melakukan mekanisme umpan balik untuk mempertahankan suhu tubuh inti konstan pada 37°C, yang disebut titik tet
2010).

u b m
ubahan meta olisme tubuh, mengganggu rasa nyaman, menjadi tanda penyakit infeksi yang l bih serius dan dapat mem ahay
b
e b
a
k d

s
daan dimana suhu tubuh melebihi 38°C (Thompson, 2007). Selain demam, peningkatan suhu tubuh secara abnormal dapat t

delirium, kejang sampa dengan kondisi koma yang disebabkan atau


i
dipengaruhi oleh panas eksternal (lingkungan) atau internal (metabolik) (Neto,
2004).

Demam berkepanjangan masih menjadi masalah morbiditas dan mortalitas di


negara-negara tropis dan sedang berkembang. Demam persisten atau demam
berkepanjangan adalah demam berlangsung lebih dari delapan hari perawatan
di rumah sakit, dan terkadang gagal mendeteksi penyebab demam (Palazzi et
al., 2009). Hasil penelitian Bakry (2008), yang dilakukan pada 100 pasien
anak
di RSCM menjelaskan bahwa penyakit infeksi merupakan penyebab
terbanyak demam pada anak yaitu 80 anak (80%) dari seluruh kasus, diikuti
dengan penyakit kolagen-vaskular 6 anak (6%), penyakit keganasan 5 anak
(5%), serta tidak terdiagnosis 9 anak (9%).

ara 2-6 tahun sebanyak 35 anak (35%), sedangkan kelompok usia di atas 6 tahun sejumlah 19 anak (19%) kasus. Durasi dem

p
n

m
nak arus mengalami prosedur yang menimbulkan nyeri, cemas berlebihan, keta utan, perasaan rendah diri, marah, depresi,
n

h
k

pola tidur dan penurunan nafsu makan (Kazemi dkk., 2012).

Salah satu prinsip atraumatic care pada anak yang dapat dilakukan adalah
dengan meminimalkan dan
mencegah trauma akibat demam pada anak.
Walaupun pemeriksaan suhu tubuh tidak menimbulkan nyeri, namun pada
umumnya anak
memperlihatkan reaksi kecemasan yang berlebihan pada
waktu dilakukan pemeriksaan suhu tubuh. Faktor yang menyebabkan trauma
pada
anak adalah waktu yang dibutuhkan dalam pemeriksaan suhu tubuh
cukup lama (5-12 menit). Selain itu, penggunaan termometer yang bervariasi
juga berdampak terhadap lama hari rawat anak (Hockenberry, 2009).

Beragamnya termometer yang ditemukan residen di ruangan, memunculkan


suatu
ide residen keperawatan anak untuk membuat suatu proyek inovasi
berbasis Evidence Based Nursing selama periode praktik residensi 2 terkait intervensi pengelolaan d
termometer timp ni menggunakan probe (Jefferies, 2011).

u u

b
a
m d
b
a

s
r Interpretasi dan espon anak terh
keluarga atau Family Centered C
o

rumah sakit. Pengalaman stres yang terjadi pada orang tua diakibatkan karena
belum mendapatkan informasi atau kurangnya informasi tentang kondisi anak,
prognosis, rencana pengobatan dan pemeriksaan diagnostik. Informasi ini
memungkinkan
mereka untuk memahami atas situasi yang belum diketahui
sebelumnya (Kristension, Shields & O’Challaghan, 2003).
Hasil riset Stein, Zeitner dan Jensen (2008) menjelaskan bahwa intervensi
yang efektif untuk mengurangi stres pada anak dan orang tua adalah dengan
intervensi psikososial, dimana perawat, orang tua dan teman di ruang rawat
ikut terlibat didalamnya. Intervensi tersebut adalah pemberian konseling,
membantu memenuhi kebutuhan rasa nyaman anak, melatih anak untuk
mengenal dan menangani depresi, terapi perilaku, komunikasi singkat antara
anak dengan orang tuanya,adanya support dan keterlibatan orang tua dalam

setiap perawatan anak serta pemberian pendidikan kesehatan.

u
Teori keperawatan comfort yang diperkenalkan oleh Katharine Kolcaba merupa an pendekatan yang esuai untuk mengatasi
a
a

p m
e n

watan. Kolcaba menilai kenyamanan dengan membuat struktur taksonomi yang bersumber pada tiga tipe kenyamanan yait

intervening variables, peningkatan kenyamanan, health seeking behaviors


(HSBs) dan integritas institusional. Seluruh konsep tersebut terkait dengan
klien dan keluarga (Sitzman & Eichelberger, 2011).

Berdasarkan pemahaman inilah, residen mencoba untuk meningkatkan


kompetensi spesialis keperawatan anak sesuai target kompetensi perawat di
ruang infeksi anak. Keseluruhan deskripsi pencapaian target kompetensi
spesialis keperawatan anak
tersebut akan dijabarkan dalam laporan karya
ilmiah akhir ini.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Umum
Mendeskripsikan pengalaman praktik residensi serta aplikasi teori comfort
oleh Katharine Kolcaba dalam asuhan keperawatan pada anak dengan peningkatan suhu tubuh di ruang infeksi anak RSUP
Mangunkusumo.

enerapan asuhan ke erawatan erdasarkan teori keperawatan co fort oleh Katharine Kolcaba pada anak dengan masal h pen
p
tifitas penggunaan teori kepe awatan comfort oleh Katharine Kolcaba d lam asuhan b
keperawatan pada anak dengan masalah
encapaian kompetensi praktik spesialis m
yang telah dicapai.
a a
r
a
h

ang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika penulisan; Bab II Aplikasi teori keperawatan comfort oleh K

terdiri dari gambaran kasus, tinjauan teoritis peningkatan suhu tubuh, integrasi
teori keperawatan dalam proses keperawatan serta aplikasi teori keperawatan
pada kasus yang dipilih; Bab III Pencapaian kompetensi melalui pelaksanaan
target asuhan keperawatan dan target prosedur oleh residen; Bab IV
Pembahasan; dan Bab V Kesimpulan dan Saran.
BAB 2
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA PRAKTIK RESIDENSI

Bab ini menguraikan tentang gambaran kasus kelolaan, tinjauan teori mengenai
peningkatan suhu tubuh dan aplikasi teori dalam melakukan asuhan keperawatan
pada kasus terpilih. Teori keperawatan yang digunakan dalam asuhan
keperawatan pada anak dengan peningkatan suhu tubuh adalah teori comfort dari

lcaba. Asuhan keperawatan berdasarkan teori comfort Kolcaba ini terdiri dari pengkajian, penegakkan diagnosis keperawat
n, menyusun intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi.

an tambahan dala pembahasan adalah kasus anak RR dengan Meningitis Tuberculosis (TB), kasus anak RA dengan Pneumon
n
p-kedip, mulut mengecap, tangan dan kaki menghentak berulang selama 15 menit. Saat itu diberikan stesolid melalui anus (
m
m

a M
n

Karena anak masih kejang, diberikan fenobarbital 20 mg yang diberikan


secara intra
muscular (IM). Pasien dipindahkan ke ruang infeksi anak
kamar 102 D pada tanggal 26 September 2013 jam 03.45 WIB.

Saat pengkajian pada tanggal 27 September 2013 jam 09.00 WIB, keadaan
umum anak lemah, tingkat kesadaran Apatis.
Penilaian Glasgo Coma
w

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


7

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


8

Scale (GCS) pada anak SR adalah 10, yang terdiri atas E2M5V3. Pada
hidung anak
SR terpasang selang nasogastric tube (NGT) dan tampak
mukosa bibir anak kering. Hasil pengukuran tanda-tanda vital pada anak
SR, yaitu tekanan darah
90/55 mmHg, suhu 38,6°C, nadi 120 x/menit,
pernapasan 28x/menit.
Berat badan anak SR adalah 6965 gram dan
panjang badan 72 cm. Setelah dila ukan pengukuran pada lingkar kepala
anak adalah 39 cm, diameter ubun-ubun besar 2 mm dan didapatkan kesan
osefali. Ekstrimitas anak mengalami parese, terpasang selang infus di tangan kiri anak dan penghitungan risiko jatuh pada a
ah genetalia anak terpasang selang kateter untuk mengalirkan urin.

a riwayat kejang dalam keluarga. Pasien adalah anak pertama, lahirnsecara spontan, usia m
kehamilan cu up bulan. Terdapat ri

u
b global delayed development
alami gizi kurang. Riwayat erkemban an anakd mengalami n karena anak baru bisa mengangkat ke
p g

Hasil pemeriksaan analisis cairan otak pada tanggal 24 September 2013,


tidak ada kelainan pada anak dan hasil pemeriksaan
urin yang telah
dilakukan pada tanggal 27 September 2013, didapatkan natrium (Na) 96
mEq, kalium (K) 8 mEq, klorida (Cl) 78 mEq.

Universitas Indonesia
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Pengobatan yang didapatkan anak selama dirawat di rumah sakit adalah
Cefotaxime 170 mg (3x) IV, Fenobarbital 20 mg (2x) IV, Parasetamol 80
mg (3x) PO dan mendapatkan terapi infus N5 + KCl 11 ml/jam. Anak SR
mendapatkan diit susu formula 60 cc sebanyak 8 kali sehari melalui NGT.

Masalah keperawatan yang ditemukan pada anak SR yaitu: 1) Perfusi


jaringan serebral tidak
efektif, 2) Peningkatan suhu tubuh: demam, 3)
Gangguan elektrolit, 4) Gangguan tumbuh kejar, 5) Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit,
klien.

n n
a
n n
r m
n

s
m d
k a

2.1.2 Kasus 2
Anak RR, laki-laki, 13 tahun, dengan diagnosa medis Meningitis

tuberculosis. Pasien tidak sadar sejak 12 jam sebelum masuk rumah


sakit, mengalami kejang seluruh tubuh kurang lebih 10 menit, teraba
panas, tetapi ibu lupa tidak mengukur suhu. Anak RR kembali kejang
dalam tenggang waktu 1-3 jam, dengan durasi 5-10 menit, diantara
kejang anak tidak sadar.

Saat pengkajian pada tanggal 16 September 2013 jam 09.00 WIB,


didapatkan keadaan umum anak lemah, pengukuran GCS 10 (E3M5V2)
dan tingkat kesadaran anak apatis. Hasil pengukuran tanda-tanda vital
pada anak adalah tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 110x/menit, suhu

nak mengalamihemiparese sinistra, turgor kulit jelek dan tampak membran mukosa kering. Pada hidung pasien terpasang n

g
a a
a

g pasie sudah se uai R


a, didapatkan kesan gizi cukup. Perkemba gan tahapan usia, yaitu saat ini anak duduk di bangku sekola

n n s
e
d u d

u mengatakan imunisasi dasar anak sudah lengkap. anak mengalami kejang demam sejak usia 4 tahun, belum pernah diraw
an ayah pasien menderita penyakit tuberculosis (TB) aktif dalam

pengobatan obat anti tuberculosis (OAT). Pasien adalah anak pertama


dari tiga bersaudara, lahir secara spontan, ditolong oleh dokter, berat
badan saat lahir 2900 gram dan panjang lahir 49 cm. Hasil pemeriksaan
yang didapat, anak terkena meningitis TB dan hasil laboratorium darah
anak didapatkan leukosit 22.600.
Pengobatan yang didapatkan anak selama dirawat adalah Streptomycin
800 mg (1x) IM, Omeprazole 20 mg (2x) IV, Farmadol 400mg (3x) IV,
Prednison 3 tab (3x) PO. Anak mendapatkan diit makanan cair (MC)
sebanyak 150 ml (6x).

Masalah keperawatan yang didapatkan pada anak RR yaitu 1) Perfusi


jaringan serebral tidak efektif, 2) Peningkatan suhu tubuh:
tanda-tanda vital dan status neurologis, memberikan kompres hangat, memonitor keseimbangan cairan, memonitor intake

e a
k
a
m n

Pada hari perawatan kesebelas anak RR telah sadar penuh, tidak ada demam, tetapi ekstri itas anakasih mengalami spasti
memperbolehkan anak RR pulang. m m

hari sebelum masuk rumah sakit, anak mengalami demam naik turun dengan suhu tertinggi
m 38,9°C. Demam turun dengan

09.00 WIB, didapatkan anak sesak nafas, disertai demam, batuk dan
pilek. Terdengar suara stridor pada anak RA dan tampak pasien malas
minum.

Dari hasil pengukuran tanda-tanda vital pada anak RA, didapatkan nadi
150x/menit, suhu 38,5°C, pernapasan 50x/menit, berat badan 4 kg,
panjang badan 60 cm, saturasi O2 70% tanpa terapi O2. Pada hidung
anak RA terpasang kanul oksigen 2 liter per menit dan nasogastric tube
(NGT). Tampak wajah anak RA terlihat dismorfik. Hasil pengukuran
lingkar kepala pada anak 38 cm (mikrosefali) dan ubun-ubun terbuka
3x3x3cm. Pada hasil pemeriksaan jantung anak RA terdapat mur mur
ejeksi sistolik grade III/b dan ditemukan palmar crease pada anak. Pada
tangan kanan anak RA terpasang IV catheter (stopper).

g. Anak lahir cukup bulan secara spontan di bidan, menangis lemah dengan berat saat lahir: 3000 gram dan panja g lahir: 47

g
kurang. Riwayat perkembangan anak didapatkan anak tengkurap usia 3 bulanndan mengangkat kepal usia 5 bulan. Hasil pem

Cefotaxime 125 mg (3x) IV, Ranitidin 5 mg (3x) IV, Sildenafil 5 mg


(3x) PO, Inhalasi Illoprost 2,5 mcg (4x), Inhalasi Combivent 1 respule
(2x), Furosemid 2 mg (3x) PO, Captopril 1,25 mg (2x) PO, Parasetamol
60 mg (3x) PO. Anak mendapatkan diit susu formula BBLR 90 ml (8x)
melalui NGT.
Masalah keperawatan yang muncul pada anak RA yaitu 1) Bersihan
jalan nafas tidak efektif, 2) Peningkatan suhu tubuh: Demam, 3) Resiko
tinggi infeksi, 4) Intoleransi aktivitas, 5) Risiko pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan, 6) Kurang pengetahuan keluarga
tentang penyakit. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan residen
selama anak dirawat adalah memonitor tanda-tanda vital, memberikan
kompres air hangat, memonitor keseimbangan cairan, memonitor intake
ga dalam memantau asupan nutrisi dan cairan, mencegah penyebaran infeksi, memonitor suplai oksigen dan saturasi oksig
ciptakan lingkungan yang nyaman.

k saturasi oksigen 90% tanpa oksigen, tetapi anak masih harus diber
asien sudah tidak ditemukan demam, jalan nafas bersih,
ulang oleh dokter yan merawatnya.

9.00 WIB, did patkan an k sesak n pas disertai demam, batuk dan pilek.Hasil pengukuran tanda-tanda vital pada anak adal

a a a

wajah anak IB terkesan Fascies Mongoloid.

Ibu mengatakan penyakit jantung bawaan VSD pada anak sejak usia 1
bulan. Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara, lahir cukup bulan
melalui operasi Sectio Caesaria atas indikasi letak sungsang, berat
badan lahir 2450 gram, panjang badan lahir 49 cm. Anak langsung
menangis, tidak ada riwayat biru. Anak hanya mendapatkan air susu ibu
selama 1 bulan, selanjutnya anak mendapatkan susu formula.

Hasil pemeriksaan darah laboratorium didapatkan melalui pemeriksaan


analisa gas darah (AGD) dengan penggunaan 1 liter
per menit nasal
kanul, yaitu pH 7,216, pCO2 35,9 mmHg, pO2 33,3 mmHg, HCO3
14,7 mmol/L, Saturasi O2 54,4%, BE -11,5 mmol/L, Na/K/Cl: 141/ 4,6/
2x) PO, Captopril 1,5 mg (2x) PO, Aldactone 1x6,25 mg (1x) PO, Parasetamol 60 mg (3x) PO, Sildenafil 3 mg (3x) PO. Anak me

ervensi keperawatan yan telah dilakukan residen selama perawatan antara lain memonitor tanda-tanda vital, memberik n k

a
g

Pada hari perawatan keempat, jalan nafas anak IB sudah bersih, tidak
ditemukan peningkatan suhu tubuh pada anak, hasil pemeriksaan
laboratorium AGD dalam batas
normal, saturasi oksigen 99% tanpa
oksigen dan anak sudah diperbolehkan
pulang oleh dokter yang
merawatnya.
2.1.5 Kasus 5
Anak MK, perempuan, 4 bulan, diagnosa medis diare akut tanpa
dehidrasi,
tersangka pneumonia, gizi buruk marasmik, CAVSD dan
hipertensi pulmonal. Pada saat masuk IGD, anak sesak hingga tampak
sianosis pada bibir. Saat pengkajian pada tanggal 21 Oktober 2013 jam
09.00 WIB ibu mengatakan anak buang air besar 3x (jam 06.00-09.00),
konsistensi cair, feces warna hijau, ada lendir, tidak ada darah, rewel,
ampak sesak, terdapat retraksi interkostae, saturasi oksigen 92% dengan menggunakan O2 nasal kanul 1,5 liter per menit, t

d
pada tangan kiri anak, akral teraba hangat, terlihat Sindrom Down pada gambaran klinis di wajahnya. Pengukuran status giz

b
m k

PadabulanSeptember2013klienterdiagnosaCompleteAtrio
Ventricular Septal Defect (CAVSD). Pasien adalah anak ketiga da i tiga

bersaudara, usia kehamilan ibu cukup bulan 38 minggu, lahir melalui


Sectio Caesar atas indikasi pla enta letak bawah. Hasil pemeriksaan
echocardiographi tanggal 24 Oktober 2013, didapatkan CAVSD,
balance
ventricle, ASD secundum small, Plan: case conference
d
(repair CAVSD)
Hasil pemeriksaan darah laboratorium pada tanggal 17 Oktober 2013
didapatkan
kesan anak mengalami anemia makrositi nomokro dan
k m
lekositosis. Hasil pemeriksaan AGD pada anak didapatkan pH 7,368,
pCO2 41,7 mmHg, pO2 94,4
mmHg, HCO3 24,3 mmol/L, BE -0,3
mmol/L, saturasi O2 96%. Hasil pemeriksaan biakan dan aerob darah
belum tumbuh, sediaan langsung: Coccus
gram positif (+), Isolate 1:
Staphylococcus saprophyticus.

amol 40 mg (3x) PO, Captopril 1 mg (3x) PO, Furosemid 2 mg (2x) PO, Asam f lat 1 mg ( x) PO, Urdafalk 20 mg (3x) PO, Evion

o 1
a

tervensi keperawatan yang dil kukan residen pada anak selama masa perawatan diantaranya memonitor tanda-tanda vital,
e
6
a

Pada hari
perawatan kelima, pola nafas pasien dalam batas normal,
tidak ada
demam, hasil pemeriksaan laboratorium AGD dalam batas
normal, saturasi oksigen 99% dengan oksigen, tetapi anak masih harus
diberikan suplai oksigen. Anak diperbolehkan pulang oleh dokter yang
merawatnya.
2.2 Tinjauan Teoritis
2.2.1 Termoregulasi
2.2.1.1 Sistem pengaturan suhu tubuh
Menurut kamus kedokteran, termoregulasi adalah kemampuan tubuh
untuk mempertahankan suhu d lam batas-batas sehat tertentu, bahkan
ketika suhu eksternal sangat berbeda. Berikut akan dibahas anatomi
dan fisiologi yang berhubungan dengan sistem pengaturan suhu tubuh.

anterior berespon terhadap peningkatan suhu dengan menyebabkan vasodilatasi, sehingga pana menguap dan hipotalamus

a
r

Sistem syaraf dan endokrin


Sistem lain yang mengatur suhu tubuh meliputi :
Sistem syaraf: Pemanasan dan pendinginan di kulit menstimulasi

ujung syaraf yang sensitif terhadap suhu dengan menghasilkan

respon
yang tepat, yaitu tubuh menggigil untuk kedinginan dan
berkeringat untuk kepanasan.
2. Sistem Endokrin: Medula adrenal meningkatkan sekresi adrenalin
dan
kelenjar tiroid meningkatkan sekres tiroksin yang
i
menstimulasi metabolisme sehingga meningkatkan pembentukan
panas. Pemaparan panas menyebabkan peningkatan aliran darah
melalui kulit dan meningkatkan pembentukan keringat. Pemaparan
terhadap dingin
menyebabkan tubuh menggigil, vasokonstriksi
pembuluh darah. Aliran darah yang lebih dingin menuju ke
hipotalamus mengakibatkan sedikit darah yang mengalir ke kulit,
sedikit kehilangan panas, sedikit keringat, sehingga meningkatkan
sekresi adrenalin dan tiroksin (Sherwood, 2001; Ball & Bindler,
2003).

2.2.1.2 Produksi dan kehilangan panas


Pengend lian panas tubuh
a menurut Ga ong (200 ), dapatn terjadi melalui
2 4 mekanisme yaitu:
Proses metabolisme tubuh
Pembentukan panas tubuh terjadi melalui proses met bolisme sebagai berikut:
Laju metabolisme basal (basal metabolic rate) berperan terhadap panas yang dihasilkan oleh tubuh
Term genesis menggigil (shivering thermogenesis) pada gerakan otot lurik membutuhkan energi yan
a
Termogenesis tak menggigil (non-shivering thermogenesis) biasanya terjadi pada jaringan coklat vas
Pengambilan panas dari lingkungan:
Radiasi langsung dari matahari, radiasi yang di refleksikan dari langit,

s
o

k
h
m

makan dan minum panas, mandi air panas, udara/ iklim panas, kaki
menginjak tanah.
3. Kehilangan panas, melalui 3 cara:
a. Melalui kulit:
1) Radiasi adalah kehilangan panas dalam bentuk gelombang panas
tanpa
kontak langsung antara keduanya. Tubuh manusia
menyebarkan gelombang panas ke segala jurusan. Bila seseorang
telanjang, maka akan kehilangan panas 60% dari kehilangan total.
2) Konduksi adalah pemindahan panas secara langsung dari tubuh ke
suatu
benda yang lebih dingin, misalnya tubuh pada kursi besi,
meja, tempat tidur, udara dan air. Bila seseorang telanjang, maka
akan kehilangan panas 3% dari panas total.
3) Konveksi adalah kehilangan panas dengan cara pergerakan udara
u panas 15% dari panas
(angin, kipas ngin). Bila seseorang telanjang maka akan kehilangan n total.
alan nafas (hidung, mulut, par ). Setiap harinya penguapan
a terjadi sekitar 450-600cc atau satu gram air s ma dengan 0,58 kil
suhu tubuh.

u
u
a
k

insensible karena kehilangan ini tidak dapat dirasakan dan tidak dapat terlihat. Proses difusi ini berlangsung terus dan tidak

yang terlarut. Cairan disekresi dari kelenjar keringat dan menyebar


ke seluruh kulit.
Keringat disekresi sebagai akibat dari dilatasi
pembuluh kulit dibawah pengaruh syaraf, hipotalamus, korteks
serebral dan bagian-bagian lain di susunan syaraf pusat.
2.2.1.3 Mekanisme pengaturan suhu
Bagian otak yang berpengaruh terhadap pengaturan suhu tubuh adalah
hipotalamus anterior dan hipotalamus posterior. Hipotalamus anterior
berperan meningkatkan hilangnya panas, vasodilatasi dan
menimbulkan keringat. Hipotalamus posterior berfungsi
meningkatkan penyimpanan
panas, menurunkan aliran darah,
menggigil, meningkatnya produksi panas, meningkatkan sekresi

meningk tkan basal metabolisme rate. Jika terjadi penurunan suhu tubuh inti, maka akan terjadi mekanisme homeostasis y
a

e
on Thyrotropin releasing hormon (TRH) sebagai tanggapan. Hipotalamus menyalurkan impuls syaraf d n mensekresi TRH, ya
g a

2.2.1.4 Klasifikasi suhu tubuh manusia


Secara umum suhu tubuh normal manusia berkisar 36,5 – 37,5 °C. MenurutKelly(2007),gangguanpadasuhutubuhdap

diklasifikasikan menjadi hipotermia (<35 °C), demam (>37,5–38,3


°C), hipetermia (>37,5–38,3 °C), dan hiperpireksia
(>40 –41,5 °C).
Berdasarkan tingginya suhu, pada demam dan hipertermia memiliki
nilai rentang suhu yang sama yaitu berkisar antara > 37,5-38,3 °C.
Perbedaan antara demam dan hipertermia tersebut adalah mekanisme
terjadinya. Pada demam, peningkatan suhu tubuh
disebabkan oleh
peningkatan titik pengaturan suhu (set point) hipotalamus. Sementara,
pada hipertermia titik pengaturan suhu dalam batas
normal (Kelly,
2007).

Protokol Kaiser Permanete Appoinment and Advice Call Center


mendefinisikan demam atau febris untuk semua umur yaitu temperatur
rectal diatas 38°C, aksila 37,5°C dan membran timpa ni di atas 38,2°C.
Sedangk e
an demam tinggi (hip rtermia) bila suhu di atas 39,5°C dan
hiperpireksia deng
an suhu > 41°C (Kania, 2010). Sedangkan
klasifikasi suhu tubuh manusia menurut Mackowiak (2007) adalah
hipotermia, suhu tubuh normal, hipertermia dan hiperpireksia.
Hipotermia adalah
suhu kurang dari 36,5°C, suhu tubuh manusia
dalam batasan normal yaitu
n antara 36,5 – 37,5 °C, suhu tubuh
dikataka a
demam apabila suhu berkisar 37,5– °C. Hipertermia
a 39,5
merupak
n suhu tubuh antara 39,5- , sedangkan hiperpireksia
41°
C
merupak n suhu tubuh yang melebihi dari 41°C.

2.2.1.5 Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh


Bayi dan anak rentan dengan adanya perubahan suhu tubuh, karena
imunitasnya sedang dalam tahap perkembangan. Suhu tubuh biasanya
diukur untuk memastikan adanya peningkatan atau penurunan suhu
tubuh. Suhu tubuh
adalah perbedaan antara jumlah panas yang
diproduksi oleh proses tubuh
dan jumlah panas yang hilang ke
lingkungan luar (El Radhi, 2006).

Pengukuran suhu tubuh ditunjukkan untuk memperoleh suhu inti


jaringan
tubuh. Suhu normal rata-rata bervariasi bergantung lokasi
pengukuran. Tempat pengukuran suhu inti merupakan indikator suhu
tubuh yang lebih dapat diandalkan daripada tempat yang menunjukkan
suhu permukaan. Namun, pengukuran suhu inti sulit dilakukan karena
menimbulkan ketidaknyamanan pada anak. Masih ada kontroversi
mengenai termometer yang paling tepat
dan tempat terbaik untuk
pengukuran temperatur (Susan, 2011).

Suhu inti (core temperatur) secara umum didefinisikan sebagai


pengukuran suhu dalam arteri paru-paru. Suhu ini biasanya
dipertahankan relatif konstan
(sekitar 37°C). Suhu inti merupakan
suhu jaringan tubuh bagian dalam seperti kranial, toraks, rongga abdomen dan rongga pelvis. P man
Beasley, 2011). e
e

m
a a

tertentu, dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel


neuron, dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion K maupun
Na melalui membran. Perpindahan ini mengakibatkan lepas
muatan listrik yang besar, sehingga meluas ke membran sel lain
melalui neurotransmitter dan terjadilah kejang.
BMR cendererung berkurang seiring dengan bertambahnya usia.
BMR
seseorang dapat turun sekitar 2% per dekade. Pada saat
lahir, mekanisme kontrol suhu bayi masih imatur. Produksi panas
meningkat seiring dengan
pertumbuhan bayi memasuk masa
i
anak-anak. Regulasi suhu
akan normal setelah anak mencapai
pubertas (El-Radhi, Caroll & Klein, 2009). Sejalan dengan
penelitian dari
Cogulu dkk. (2003) anak yang terkena demam

Luas permukaan tubuh dan berat tubuh, dimana orang yang lebih tinggi dan besar cenderung mem
dengan wanita 41 anak (41%).

Sejalan dengan penelitian dari Cogulu dkk. (2003), status nutrisi


merupakan aspek penting
dan perlu diperhatikan pada pasien.
Status nutrisi berperan dalam mempengaruhi
perjalanan dan
prognosis penyakit. Keadaan gizi juga berpengaruh terhadap status
imunologi, misalnya pada
malnutrisi energi protein sedang/berat
terdapat defisiensi/defek imunologi seluler maupun humoral.
Aktivitas otot dan gerakan otot pada bayi dan anak membutuhkan
lebih banyak darah serta peningkatan pemecahan karbohidrat dan
lemak. Gerakan bayi dan anak yang aktif dapat meningkatkan
suhu
tubuh hingga 38,3-40°C. Semakin beratnya otot bergerak,
maka
suhunya akan meningkat 15x dari basal ratenya (Dalal &
Zhukovsky, 2006).
2) Sistem syaraf
bolisme rate dari sel tubuh. Perawat dapat memperkirakan bah a anak ya g sangat stress atau sangat cemas akan me galami
o u
ermoregulator tubuh, sehingga menyebabkan demam (Cimpella, Goldman & Khine, 2000; dalam Ball & Blinder, 2003).
r
n h
g
w n
n n

a
n a

Menurut Bakry (2008), penyebab terbanyak demam


berkepanjanga
dari kelompok infeksi adalah penyakit saluran
n
kemih sejumlah
23 anak, dari kelompok penyakit keganasan
adalah leukemia 4 anak (80%), dari kelompok penyakit kolagen-
vaskular adalah penyakit a thritis rheumatoid juvenile sistemik 4
anak (67%).
4) Hormon
Hipotalamus menerima informasi tentang lingkungan internal dan
eksternal dari otak. Hipotalamus mengeluarkan hormon yang
berespon terhadap stress yaitu Corticotropin Releasing Faktor
(CRF). Pelepasan CRF dipicu oleh
stressor yang kemudian

o H

n n

o
Thyr xine dan Triiodothyronine adalah pengatur utama basal meta olisme rate. Hormon lain yan
5) Ling ungan
Mekanisme kontrol suhu
b tubuh akan dipengaruhi oleh suhu disekitar. Bayi sangat dipengaruhi oleh
m
b
w

suhu lebih rendah, sehingga dapat menyebabkan hipotermia pada


tubuh
anak (Fisher & Boyce, 2005). Suhu lingkungan juga
berpengaruh pada tingkat BMR seseorang. Ini berkaitan dengan
upaya penstabilan suhu tubuh. Semakin rendah suhu lingkungan,
BMR akan cenderung lebih tinggi.
6) Irama sirkadian
Suhu
tubuh berubah secara normal 0,5-1°celcius selama periode
24 jam. Titik suhu tubuh tertinggi biasanya terjadi antara pukul
24.00 dan 06.00 pagi hari dan titik suhu terendah, yaitu pada pukul
04.00 dan 06.00 sore hari (El-Radhi, Caroll & Klein, 2009).

2.2.2 Peningkatan suhu tubuh

eningkata suhu tubuh 1°C atau lebih besar di atas nilai rerata suhu normal. Hal ini dicapai secara fisiologis dengan meminim

a
n

ak masih rendah. Hasil yang diperoleh, 27% orang tua mengatakan demam adalah keadaan suhu tubuh di bawah 38°C. seda

demam tinggi adalah demam dengan suhu tubuh masih dibawah 40°C.
sedangkan
39% orang tua yang menyatakan bahwa demam disebut
tinggi apabila suhu tubuh diatas 39°C.

Hipertermi adalah keadaan ketika seorang individu mengalami atau


beresiko untuk mengalami kanaikan suhu tubuh terus menerus lebih
tinggi dari 37,8˚C per oral atau 38,8˚C per rektal karena faktor
eksternal.
Atau suatu keadaan dimana suhu tubuh sangat inggi
(mencapai sekitar 40˚C) yang disebabkan gangguan otak atau akibat
bahan toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu tubuh
(Totapally, 2005).

2.2.2.2 Etiologi
uberculosis, b kterimia, sepsis, bacterial gastroenteritis, menin itis, ensef litis, selulitis, otitis media, infeksi saluran ke ih dan
D

a
g a
m y
e n
n a
m m

o 6

(suhu lingkungan eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi), penyakit autoimun (arthritis, sistemik lupus eritemato

juga dapat mengalami demam sebagai efek samping dari pemberian


imunisasi selama kurang lebih 1-10 hari. Hal lain yang juga berperan
sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem
syaraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera
hipotalamus atau gangguan lainnya (Nelwan, 2006; Wilmana & Gan,
2007, Guyton & Hall, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Kazeem menyatakan bahwa mayoritas
ibu menyatakan bahwa penyebab demam adalah karena infeksi
(43,7%), sakit gigi (33%) dan paparan sinar matahari (27%).

Manifestasi klinis hipertermi, yaitu sengatan panas memiliki ciri khas


di mana suhu tubuh inti lebih dari 40,6° C disertai disfungsi sistem
an festasi dini, disebut kelelahan panas (heat exhaustion), tidak khas, rasa pusing, rasa kehausan, mulut kering, kedinginan

e n
k

Klasifikasi
Menurut Dalal dan Zhukovsk yaitu: y (2006), d emam memiliki tiga fase,
Fase kedinginan

ntuk memproduksi panas, sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Pada fase tersebut anak mengalami peni

n a

berlebih dan peningkatan suhu tubuh.


2) Fase proses demam
Fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas
dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat.
Pada fase ini anak mengalami proses menggigil lenyap, kulit teraba
hangat/ panas, merasa tidak panas atau dingin, peningkatan nadi
dan laju pernafasan, peningkatan rasa haus, dehidrasi ringan hingga
berat, mengantuk, delirium atau kejang akibat iritasi sel syaraf, lesi
mulut, kehilangan nafsu makan (jika demam memanjang),
keletihan, kelemahan dan nyeri ringan pada otot akibat katabolisme
protein.
3) Fase pemulihan
Fase
pemulihan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai
dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang
berusaha untuk
menghilangkan panas sehingga tubuh akan
berwarna kemerahan. Pada
fase ini, anak mengalami mengigil
ringan, berkeringat, kemungkinan me
ngalami dehidrasi dan kulit
tampak kemerah n.
a

Menurut Nelwan, terdapat berbagai macam demam yang menyertai

penyakit infeksi, seperti yang disebutkan dalam tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Macam demam
Jenis Demam Penjelasan
Demam Septik m
Pada de am ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat
di atas normal pada pagi hari. Demam ini disebut juga
demam hektik.
Demam Remitten Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi
tidak pernah mencapaiu suhu normal.
Demam Pada demam ini, suh badan turun ke tingkat yang normal
Intermitten
selama beberapa jam dalam satu hari.
Demam Kontinyu Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang
tidak berbeda lebih dari satu derajat.
Demam Siklik Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari
yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Sumber: Nelwan, 2006

Pembagian hipertermi menurut Soedjatmiko (2005) adalah sebagai


berikut:
1. Hipertermia yang disebabkan oleh peningkatan produksi panas
Hipertermia malignan adalah kondisi bawaan tidak dapat
mengontrol produksi panas, yang terjadi ketika orang yang rentan
menggunakan obat-obatan anastetik tertentu. Pada fase ini terjadi
peningkatan kalsium intraselular dalam otot rangka sehingga
pasien mengalami kaku otot masseter, peningkatan CO2, tak kardi
dan peningkatan suhu yang cepat 1° tiap 5 menit hingga mencapai
44°C. Pada kondisi ini, pusat pengatur suhu di hipotalamus normal
sehingga pemberian antipiretik tidak bemanfaat.

Exercise-Induced hyperthermia (Exertional heat stroke) adalah

Endocrine Hyperthermia (EH) adalah kondisi metabolik yang menyebabkan hipertermia lebih seri g
2. Hipertermia yang disebabkan oleh penurunan pele nasan panas.k Hipertermia neonatal yaitu penin
komplikasi kejang.

Heat stroke dimana suhu tubuh >40°C, kulit kering, kelainan


susunan syaraf pusat, takikardi, aritmia, perdarahan miokard, mual,
muntah, kram; Haemorrhargic Shock and Encephalopathy (HSE)
diduga berhubungan dengan cacat genetik dalam produksi atau
pelepasan serum
inhibitor alpha-1-trypsin. Biasanya menyerang
anak usia 17 hari sampai dengan 15 tahun; Sudden Infant Death
Syndrome (SIDS) adalah adalah kematian bayi
usia 1-12 bulan
yang mendadak, tidak diduga dan tidak dapat dijelaskan. Kejadian
yang mendahului sering berupa infeksi saluran nafas akut dengan
febris ringan yang tidak fatal.

2.2.2.4 Patofisiologi peningkatan suhu tubuh


Peningkatan suhu tubuh yang
berhubungan langsung dengan sitokin
pirogen eksogen seperti agen
infeksius, toksin dan tumor dapat
merusak jaringan. Sebagai resp
on terhadap rangsanga piogenik, maka
monosit, makrofag dan sel kupfer mengeluarkan sitokin yang berperan
sebagai pirogen endogen (IL-
, IL-6, TNF-α dan interferon) yang
g
bekerja
pada pusat termore ulasi hip talamus Sebagai respon
. n
m
terhadap sitokin tersebut maka terjadi sintesis prostaglandin, terutama
m
prostagl
ndin E2 melalui etabolism asam jalur
a o
e
arakidonat
siklooksigenase-2(COX-
empengaruhi pus t pengaturan
2) a
a a
hipotalamus dan terjadilah peningkatan su
u tubuh, y ng dapat berupa
h a
demam m
n hiperter ia.
d

Pada saat proses peradangan kan terjadi peningkatan metabolisme


tubuh nyaman sebagai mekanisme pertahanan tubuh sehingga
mengakibatkan anak sangat tidak nyaman. Demam dengan
peningkatan suhu
tubuh yang terlalu tinggi dapat mengubah
keseimbangan membrane sel
neuron dan lepasnya muatan listrik
sehingg
memerlukan kewaspadaan karena dapat berdampak buruk
a
seperti meningkatkan risiko kejang demam terutama pada anak di
bawah 5 Peningkatan
tahun.
suhu tubuh meningkat kan
juga dapat
evaporasi
(keringa berlebih sehingga mengakibatkan dehidrasi
t )
(Tortora
& Grabowski, 2000; Sherwood, 2001; Ganong, 2002;
Nelwan, 2006; Laupland, 2009).

Menurut Laupland (2009), dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh


total yang terdiri dari:
a. Dehidrasi hipertonik, yaitu: hilangnya air lebih banyak dari
natrium. Dehidrasi hipertonik ditandai dengan
tingginya kadar
natrium serum (lebih dari 145 mmol/liter) dan peningkatan
osmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/liter).
b. Dehidrasi isotonik, yaitu: hilangnya air dan natrium dalam jumlah
yang
sama. Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar
natrium serum (135-145 mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum

ng lebih banyak dari pada air. Dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135mmol/

s e
n sampai d ngan masalah keperawatan
Proses peningkatan uhu di atas
yang mu cul akibat peningkatan suhu tersebut secara
a singkat dapat dilihat dalam skema 2.1. pada h laman 3

m
vagus yang dimediasi oleh produk lokal Macroph ge Inflammatory Pr tein-1 (MIP-1), suat kemokin yang bekerja langsung te
a o u

Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi


panas, sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan
cepat mengurangi pengeluara panas. Kedua mekanisme tersebut
n
mendorong suhu naik. Dengan demikian, pembentukan demam
sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang
disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme
termoregulasi (Sherwood, 2001).
Skema 2.1 Proses peningkatan suhu tubuh

Pirogen eksogen (agen infeksius, toksin & tumor)

Kerusakan jaringan

Aktivitas monosit

Produksi endogen pirogen interleukin I (IL-1, IL-6, TNF & Interferon)

Merangsang produksi prostaglandin E

Mempengaruhi pusat pengaturan hipotalamus

Terjadi peningkatan suhu tubuh

Demam Hipertermia

Proses peradangan Mengubah keseimbangan Evaporasi (keringat berlebihan)


membran sel neuron

Mekanisme pertahanan tubuh Lepasnya muatan listrik Dehidrasi

Gangguan pemenuhan
kebutuhan rasa nyaman Kejang
Defisit Gangguan
volume cairan elektrolit

Cemas pada keluarga Risiko cidera

Kurang informasi tentang penyakit

Kurang pengetahuan keluarga

Sumber: Tortora & Grabowski (2000); Sherwood (2001); Ganong (2002); Nelwan
(2006); Laupland (2009)

Universitas Indone
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
34

2.2.2.5 Pemeriksaan
Penegakkan diagnosis demam untuk menentukan penanganan tidak
hanya berpatokan dengan tingginya suhu, tetapi juga keadaan umum
anak. Apabila anak tidak nyaman atau gelisah, demam perlu segera
diobati. Pemeriksaan keadaan umum dapat menentukan apakah pasien
tergolong toksis atau tidak toksis (McCarthy, 1997; Luszczak, 2001;
Lau, 2002).

putih berfungsi untuk mengetahui adanya leucopeni (penurunan sel darah putih) sebelumnya dan leucositosis (15.000-30.0

a g f
b
a

ukkan fungsi pertahanan tubuh manusia bekerja baik pada temperatur demam dibandingkan suhu normal. Meskipun masih

beberapa kuman patogen dan menyebabkan lingkungan yang tidak


kondusif bagi kuman. Sel darah putih juga berproliferasi lebih cepat
sehingga
membantu melawan kuman-kuman patogen dan mikroba
yang masuk ke dalam tubuh (Dalal & Zhukovsky, 2006).

Universitas Indonesia
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Totapally (2005 menjelaskan bahwa peningkatan suhu tubuh
)
menyebabkan peningkatan aliran darah
ke otak sehingga dapat
menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial. Demam di atas 41°C
dapat menyebabkan hiperpireksia yang sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan berbagai perubahan metabolisme, fisiologi dan akhirnya
terjadi kerusakan susunan saraf pusat. Pada awalnya anak tampak
menjadi gelisah disertai nyeri kepala, pusing, kejang, serta akhirnya
tidak sadar. Keadaan koma terjadi bila suhu >43°C dan kematian
terjadi dalam beberapa jam bila suhu 43-45°C.

Komplikasi hipertermia mencakup gagal jantung kongestif, aritmia


jantung, edema serebral, kejang, nekrosis hepatoseluler, defisit
neurologis dan terjadi syok. Ketika cairan yang hilang mencapai 5-6%
dari berat e d
badan, fr kuensi na i meningkat, denyut jantung menjadi
cepat. na as jadi memburu, penurunan konsentrasi, sakit kepala, mual
p
dan rasa mengantuk yang teramat sangat. Kehilangan cairan tubuh 10-
15% dap t menyebabkan otot menjadi kaku, kulit keriput, gangguan
a
a
penglihat
a n, ganggu n buang air kecil, dan gangguan kesadaran. Dan
apabila m
encapai lebih
a dari 15% akan mengakibatkan kegagalan
multi-organ dan anc
man kema ian (Fisher & Boyce, 2005; Totapally,
2005).

2.2.2.7 Penatalaksanaan

Menurunkan demam pada anak dapat dilakukan secara self


management maupun non self management (Plipat dkk., 2002).
A. Pengelolaan self management
1. Terapi fisik
Pengelolaan demam
melalui terapi fisik merupakan upaya yang
dilakukan untuk menurunkan demam dengan cara memberi tindakan
atau perlakuan tertentu secara
mandiri. Tindakan paling sederhana
yang dapat dilakukan adalah
mengusahakan agar anak tidur atau
istirahat supaya metabolismenya menurun. Selain itu, kadar cairan
dalam tubuh anak harus tercukupi agar kadar elektrolit tidak
meningkat saat evaporasi terjadi. Memberi aliran udara yang baik,
memaksa tubuh berkeringat dan mengalirkan hawa panas ke tempat
lain juga akan membantu menurunkan suhu tubuh. Membuka pakaian
atau selimut yang tebal bermanfaat karena mendukung terjadinya
radiasi dan evaporasi.

acu terjadinya vasodilat si pembul h darah perifer. Hal ini menyebabkan pembuangan panas melalui kulit meningkat sehingg

a u

m
°

t karena justru mengakibatkan vasokon triksi, sehingga panas sulit disalurkan baik le at mekanisme evaporasi maupun radi
s
w a
g

n demam anak adalah antipiretik seperti parasetamol, ibuprofen dan aspirin. Cara kerja antipiretik adalah dengan menurunk

menghambat enzim siklooksigenase sehingga membuat pembuluh


darah kulit melebar dan pengeluaran panas ditingkatkan. namun perlu
diwaspadai karena pemberian obat ini dapat bersifat masking effect,
misalny
pada pasien demam berdarah dengue, dimana penurunan
a
panas dengan antipiretik tersebut menunjukkan bahwa seolah-olah
penyakit telah sembuh, padahal sebenarnya virus penyebab penyakit
masih ada (Victor dkk, 1994).

Antipiretik hanya dapat diberikan apabila demam anak diatas 38,5°C,


demam yang diikuti rasa tidak nyaman, atau demam pada anak yang
memiliki riwayat kejang demam atau penyakit jantung. Antipiretik
tidak boleh digunakan untuk anak dibawah 3 bulan. Dosis pemberian

fek an lgesik par setamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan tau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek irita

a
a g
m
h a a
a

a
k a
m n

0-15 mg/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis maksimal 90 mg/kgBB/hari. Pada umumnya dosis ini dapat dito
ksikasi dan kerusakan hepar (Paul, 1996).

b. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan turunan asam propionate yang berkhasiat
sebagai anti inflamasi, analgetik dan antipiretik. Efek analgesiknya
sama
seperti aspirin, sedangkan daya anti inflamasinya tidak
terlalu kuat. Efek samping yang timbul berupa mual, perut
kembung, dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan
aspirin. Efek
sampin hematologis yang berat meliputi
g
agranulositosis dan anemia aplastik. Efek lainnya seperti eritema
kulit,
sakit kepala, dan rombositopenia jarang terjadi. Efek
terhadap ginjal
berupa gagal ginjal akut, terutam bila
a
dikombinasikan dengan asetaminofen. Dosis terapeutik yaitu 5-10
mg/kgBB/kali tiap 6-8 jam (Wilmana & Gan, 2007).
c. Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat sering digunakan sebagai
analgesic,antipiretikdanantiinflamasi.Aspirin tidak
terbukti
direkomendasikanpadaanak<16tahunkarena
urkan untuk demam ringan karena memiliki efek samping lambung dan perdarahan usus. Efek sam ing lain tidak enak di per

o
a p
uksi, konveksi atau radiasi. Selimut mandi yan diletakkan di antarakklien dan selimut serta pembungkus n ekstremitas dista
g

B. Pengelolaan non self management


Non self management merupakan pengelolaan demam yang tidak dilakukan sendiri melainkan menggunakan bantuan tena

Pengelolaan secara non self management memang merupakan salah


satu jalan keluar untuk mengatasi anak yang menderita demam, tetapi
belum tentu merupakan pilihan yang terbaik karena penanganan
demam pada anak tidak bersifat mutlak dan tergantung kepada
tingginya
suhu, keadaan umum, dan umur anak tersebut (Walsh,
2008).
Terapi farmakologis hipertermia, yaitu obat nonsteroid seperti
asetaminofen, salisilat, indometasin, dan ketorolak menurunkan
demam dengan meningkatkan kehilangan panas, sedangkan golongan
steroid menurunkan produksi demam dengan memodifikasi sistem
imun dan
menyembunyikan tanda infeksi. Steroid tidak digunakan
untuk penanganan demam, namun steroid dapat menekan demam yang
terjadi akibat pirogen (Katzung, 2002).

pemberian terapi furosemid 1 mg/kgBB, infus dextrose dan manitol 20% (1 /kgBB), pemberian insulin, hidrokortison, Dantro
keluarga mereka dalam sistem pelayanan kesehatan. Mencegah atau meminimalkan perpisahan anak dan keluarga dapat di
g
n

g
m

(Hockenberry & Wilson, 2009).

Menurut Supartini (2004), atraumatic care bukan satu bentuk intervensi


yang
nyata terlihat, tetapi memberi perhatian pada apa, siapa, dimana
mengapa, dan
bagaimana prosedur dilakukan pada anak dengan tujuan
mencegah dan
mengurangi stress fisik dan psikologis. Mencegah atau
meminimalkan stress fisik diantaranya dengan menghindari atau mengurangi
prosedur yang mengganggu dan menyakitkan, misalnya pemberian sukrosa
atau EMLA pada bayi saat dilakukan pengambilan sampel darah, mengatur
jam tindakan perawatan 60-120 menit sebelum anak tidur, mengurangi
kebisingan pada ruang rawat dapat mencegah kerusakan telinga, mengontrol
nyeri (Joseph & Ulrich, 2007).

Salah satu prinsip atraumatic care yang lain pada anak yang dapat dilakukan
ress yang berlebihan pada waktu dilakukan pemeriksaan suhu tu uh. Faktor yang men ebabkan trauma pada anak adal h wa
h m

b y
a s
H
e

onsep keperawatan dalam proses keperawatan. Uraian integrasi tersebut dapat dilihat secara singkat dalam skema 2.3.

n
m penulisan karya ilmiah ini menggunakan pendekatan teori keperawatan comfort dari Katharine Kolcaba. Kolcaba (2003) m

abstraksi yang rendah dan mudah diaplikasikan dalam praktik keperawatan.

Sejak tahun 1900 sampai dengan tahun 1929, rasa nyaman menjadi tujuan
profesi keperawatan dan
kedokteran, dimana terdapat keyakinan rasa
nyaman akan membantu proses penyembuhan dan merupakan modal dasar
utama dalam memperbaiki kondisi klien. Perbaikan kondisi klien tidak akan
tercapai jika kebutuhan akan rasa nyaman tidak terpenuhi (March, 2009).

Menurut March, terdapat tiga tipe comfort, yaitu relief, ease dan renewal.
Relief didefinisikan sebagai keadaan dimana rasa tidak nyaman berkurang.
Ease didefinisikan sebagai hilangnya rasa tidak nyaman yang spesifik.
Untuk berada
dalam tingkat ease, pasien atau keluarga tidak harus

y
Pada akhirn a istilah renewal diubah menjadi transcendence. Transcendence dianggap sebagai hal y
tua maupun keluarga.

Kolcaba mendefinisikan kebutuhan pelayanan kesehatan sebagai suatu


kebutuhan akan kenyamanan, yang dihasilkan dari situasi pelayanan
kesehatan yang stressful, yang tidak dapat dipenuhi oleh penerima support
sistem tradisional. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan fisik, psikospiritual,
sosial dan lingkungan, yang kesemuanya membutuhkan monitoring, laporan
verbal maupun non verbal, serta kebutuhan yang berhubungan dengan
parameter patofisiologis, membutuhkan edukasi dan dukungan serta
kebutuhan akan konseling financial dan intervensi.

B. Comfort
Comfort merupakan sebuah konsep yang mempunyai hubungan yang kuat
dalam keperawatan. Comfort diartikan sebagai suatu keadaan yang dialami
oleh penerima yang dapat didefinisikan sebagai suatu pengalaman
immediate yang menjadi
meliputi aspek fisik, psiko

y n

u
mempertahankan hom ostasis. e
2. Kebutuhan rasa nyaman psikospiritual (Psychospiritual comfort) Kebutuhan rasa nyaman psikosp

3. Kebutuhan rasa nyaman sosiokultural (Socialcultural comfort)


Kebutuhan rasa nyaman sosiokultural adalah kebutuhan penentraman
hati, dukungan, bahasa tubuh yang positif dan perawatan yang dilihat
dari segi
budaya. Kebutuhan ini dipenuhi melalui coachin atau
g
pemberian
informasi (pendidikan kesehatan), promosi kesehatan,
pelatihan,
termasu perilaku dapat melakukan, pesan kesejahteraan
k
mendapatkan informasi sesuai dengan perkembangan yang berhubungan
dengan prosedur pulang dari rumah sakit dan rehabilitasi.
4. Kebutuhan rasa nyaman lingkungan (environmental comfort)
Kebutuhan rasa nyaman lingkungan termasuk kerapian, lingkungan
yang sepi,
perabotan yang nyaman, bau lingkungan minimu dan
m
keamanan seperti dalam tatanan pediatrik. Juga termasuk perhatian dan
saran terhadap adaptasi lingkungan di kamar rumah sakit dan rumah
sien. Perawat seharusnya melakukan upaya menurunkan kebisingan, penerangan dan gangguan pada saat tidur untuk mem
sehatan lingkungan.

e n r
e
l, sosiokultural dan lingkungan yang nyaman bagi klien. Comfort care mempunyai 3 komponen, yaitu intervensi yang sesuai
e

p
n

a e
amanan klien atau keluarga. Tindakan kenyamanan diartikan sebagai suatu intervensi keperawatan yang didesain untuk me

Comfort needs adalah kebutuhan akan rasa nyaman relief, ease dan
transcendence dalam
kontek pengalaman manusia secara fisik,
psikospiritual, sosisokultural dan lingkungan.
D. Enhanced Comfort
Enhanced comfort yaitu meningkatkan kenyamanan yang terus menerus
dengan melakukan intervensi kenyamanan secara konsisten dan terus-
menerus, sampai klien akan mencapai kesehatan yang diinginkan dalam
mencari kesembuhan
(HSBs). Ini dilakukan dengan cara melakukan
asuhan keperawatan
secara menyeluruh dengan tindakan yang
independent dan dependen sesuai dengan kewenangan perawat.

n dan dievaluasi secara terus-menerus dengan SOAP dan SOAPIER sampai klien mengalami kesembuhan sesuai den an tujua

g p p k n

rawat atau institusi tetapi berpengaruh langsung esuksesan rencana intervensi kenyamanan. Variabel ini meliputi pengalam

a
k
k

arga yang terlibat secara sadar atau tidak sadar, menggerakkan mereka ke arah kesejahteraan. HSBs ini merupakan sebuah

berhubungan dengan pencarian kesehatan yang didefinisikan oleh


resipien saat konsultasi dengan perawat. HSBs ini dapat berasal dari
eksternal
(aktivitas yang terkait dengan kesehatan), internal
(penyembuhan/pengembalian fungsi imun atau kematian yang damai).
G. Institusional integrity
Institusional integrity adalah kondisi sarana perawatan kesehatan yang
menyeluruh, jujur, professional dan beretika. Integritas institusional
dianggap sebagai nilai-nilai etik, stabilitas
finansial, dan keseluruhan
dari organisasi pelayanan kesehatan pada area lokal, regional, dan
nasional. Pada sistem
rumah sakit, definisi institusi diartikan sebagai
pelayanan kesehatan umum atau home care.

rawatan dengan diawali dari kemampuan p rawat dalam mengkaji kebutuhan rasa nyaman terkait pengalaman fisik, psikos

w
khususnya eksternal. y tidak dapat
kebutuhan yang c dipenuhi oleh support system
kebutuhan Perawatmen usunren ana keperawatanuntukmemenuhi

kenyamanan, merancang intervensi e


danmenentukan
keberhasilannya dengan memperhatikan intervening variabl s.
d a
u akan mengkaitkan
but comfort measures. Sedangkan comfort care g a
semua komponen tersebut. Pasien dan perawat sepaka

masyarakat akan mengetahui kontribusi institusi tersebut terhadap program


kesehatan pemerintah. Institusi jadi lebih terpandang dan berkembang
(Kolcaba, 2003; Sitzman & Eichelberger, 2011).
Skema 2.2 Konsep teori keperawatan comfort Katharine Kolcaba

Sumber: Kolcaba&Dimarco (2005); Tomey&Alligood (2006);


March (2009); Sitzman, Kathleen&Eichelberger (2011)

Perawat mengkaji pasien anak secara holistik dengan mengacu pada empat konteks pengalaman terkait rasa nyaman (fisik
e

Menurut Herlina (2012) aplikasi pengkajian teori comfort Kolcaba pada


pasien anak dengan demam tipoid dapat digambarkan dalam struktur
taksonomi pada tabel 2.2 dan uraian masing-masing kebutuhan kenyamanan
sebagai berikut:
1) Kebutuhan rasa nyaman terkait pengalaman fisik:
Klien adalah seorang anak berusia 15 tahun, perempuan, dirawat ruang
rawat non bedah dengan diagnosis medis demam tipoid. Keluhan saat ini
klien mengeluh mual, pusing, lemas. Sebelumnya tidak pernah dirawat
di rumah sakit dengan penyakit yang sama. Pengukuran tanda-tanda
vital tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 96x/menit, suhu 36,4°C. Berat
badan klien 43 kg, toinggi badan 155 cm. pemeriksaan fisik didapatkan
data konjungtiva tidak anemis, suara nafas vesikuler, bising usus 8
x/menit, hepar tidak teraba. Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb: 14,9
Hematokrit: 45, trombosit 210.000, widal titer O:1/320 widal titer H

nguk oleh teman-temannya di ru ah sakit. Klien teratur melaksanakan ibadah agama dan berdoa di rumah. Sejak dirawat klie

bu dibandingkan dengan ayah.

e
m

o
m

s a

kamar menggunakan AC dengan pengharum ruangan, satu kamar untuk


2 pasien dengan lampu penerangan masing-masing klien. Terdapat sofa
untuk keluarga. Kamar mandi bersih dan nyaman. Namun demikian
anak dan keluarga ingin segera pulang ke rumah.
Tabel 2.2 Struktur taksonomi anak dengan demam tipoid
Tipe Comfort Relief Ease Transcendence
Mual, pusing, lemas,
Fisik
konjungtiva anemis
Anak menyesal Anak senang
Psikospiritual berpisah dengan dijenguk teman-
teman-temannya temannya
Keluarga dan klien
Anak dan
merasa nyaman
Lingkungan keluarga ingin
dengan lingkungan
segera pulang
kamarnya
Anak tidak sedih
berpisah dengan
Sosial
ayahnya karena
ayahnya bekerja

n, memberikan jaminan dan infor asi, menanamkan harapan, mendengarkan dan membantu erencanakan pemuli an, 3) ti

a k

o n
m
m h

secara keseluruhan. Perawat dapat menyiasati dengan memperbanyak


diskusi bersama pasien dan mengidentifikasi intervening variables apa
saja yang
dimiliki pasien serta bagaimana cara yang paling sesuai
menurut pasien. Intervensi holistik yang sesuai
dengan teori
kenyamanan antara lain: terapi
usik, pijatan dan sentuhan terapeutik
(Peterson & Bredow, 2004).
Salah satu contoh diagnosa keperawatan pada aplikasi comfort Kolcaba
pasien anak dengan demam tipoid terkait mual berhubungan dengan
iritasi intestinum, dengan tujuan rasa
mual berkurang, tidak
mengganggu aktifitas
makan dapat dilihat dalam tabel 2.3 sebagai
berikut.
Tabel 2.3 Intervensi keperawatan pada pasien anak dengan demam tipoid
o Comf rt KolcabaTindakan Keperawatan
Tipe intervensi
Tehnikal 1. Kaji ulang intensitas mual, faktor
(standar yang memperberat mual dan
comfort)
memperingan mual.
2. Berikan Acran injeksi 3x25 mg
(IV)
3. Berikan Tricefin 2x1 gr (drip
dekstrose 5% 100cc)
Coaching Jelaskan pada nak penyebab

a
munculnya mual
Comforting 1. Ajarkan pada klien tehnik Ima ery
(Comf ort food for the guidance
soul)
2. Libatkan keluarga dalam latihan
imagery guidance
Sumber: Herlina
(2012)

III. Enhanced Comfort


Proses dalam u
keperawatan ini sesuai dengan asuhan keperawatan yaitu
dengan melak
kan tinda an dan dievaluasi secara terus-menerus dengan
k
menggunakan format SOAP (Subjektif, Objektif, Analisis dan Planning)
sampai pasien
mengalami kesembuhan sesuai dengan tujuan perawatan
(outcomes comfort). Subjektif merupakan hasil evaluasi yang disampaikan
pasien atau keluarga secara langsung, objektif adalah hasil evaluasi
pengamatan residen yang dialami pasien dan keluarga. Analisis digunakan
untuk menilai
masala keperawatan yang dialami anak sudah teratasi,
h
teratasi sebagian atau bahkan belum teratasi setelah dilakukan intervensi
keperawatan oleh residen. Planning adalah perencanaan tindak lanjut yang
dibuat residen untuk mengatasi masalah keperawatan.
Tahap ketiga dari proses keperawatan comfort Kolcaba pada Enhanced
Comfort terdiri atas:
1. Implementasi
Aplikasi empat konteks pengalaman holistik comfort pada praktik
keperawatan anak diuraikan pada beberapa paragraf di bawah ini.
a. Physical comfort
Intervensi kenyamanan
terkait fisik adalah intervensi yang ditujukan
untuk menjaga homeostasis tubuh. Tujuan dari tindakan yang bersifat
teknis ini adalah membantu pasien mencapai status
kesehatan serta
kenyamanan
yang diinginkan dan mencegah komplikasi. Contoh dari
kenyamanan fisik tersebut diantaranya tindakan monitoring seperti tanda tanda vital, status tingkat
Psycospiritual comfort
Upaya yang dapat dilakukan erawat untuk memenuhi kebutuhan psikospiritual, meliputi pemberia w
Sosiocultural comfort s
Rumah sakit membuka k layanan konseling yang dilakukan tenaga kesehatan kepada orang tua dan a
m u

p
n e

dari prinsip comfort, petugas kesehatan memberikan rasa nyaman


sosiocultural dengan memberikan informasi yang jelas kepada klien dan
keluarganya. Orientasikan pada anak dan keluarga tentang situasi rumah
sakit dengan bentuk miniatur rumah sakit. Pengenalan tentang tata tertib
rumah sakit dan biaya perawatan.
d. Environmental comfort
Intervensi yang dapat dilakukan agar kenyamanan lingkungan dapat
tercapai adalah sebagai berikut:
1) Tatanan/penataan ruang perawatan seperti di rumah dan fasilitas
tempat tidur untuk orang tua dan penunggu. Ruang perawatan
dimodifikasi seperti di rumah misal dinding di cat berwarna diberi wall
paper, tirai dan sprei bermotif anak, alat makan bergambar kartun atau

hankan fasilitas rumah sakit seperti bed untuk penunggu, bangku u tuk anak, televisi, ruangan dicat dengan warna yang me
inimalkan dampak pemisahan pada anak. Intonasi suara juga akan memberikan penguatan pada anak. Apabila orang tua tid
dan tindakan perawatan sebaiknya diberikan dalam ruang konsultasi, hal ini akan memberikan kesempatan kepada orang tu
g bermain tersebut disediakan beberapa alatn permainan untuk stimulasi sesuai tahap tumbuh kembang anak.

u
a u a
m

mengeksplorasi informasi yang diinginkan terutama untuk anak pada


tahap prasekolah.
6) Penyediaan fasilitas untuk beribadah mudah dijangkau dan dapat
digunakan anak saat didampingi orang tuanya.
7) Seragam perawat yang menarik dengan memakai warna selain putih
dapat menurunkan
ketakuta anak terhadap orang asing sehingga
n
perawat dapat lebih mudah dalam melakukan pendekatan pada anak.
8) Perawat dapat menggunakan alat – alat dalam tindakan perawatan yang
dimodifikasi seperti alat bermain misal menggunakan stetoskop
berwarna warni, alas bermotif atau manset yang dijahit dengan gambar
kartun.
2. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan setelah implementasi. Evaluasi bisa dilihat
dari
perubahan tingkat kenyamanan pasien setelah dilakukan tindakan
perawatan. Penilaian tingkat kenyamanan adalah menentukan tingkat
kenyamanan yang dialami oleh pasien sebelum dan sesudah diintervensi.
Beberapa cara atau skala yang dapat dilakukan untuk mengukur
kenyamanan menurut Kolcaba (2005) adalah:
a. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban
“ya” dan “tidak”. Pertanyaan tertutup dapat diajukan pada anak usia 2-3
tahun.
b. Skala kenyamanan dengan bunga Daisi (Children’s Comfort Daisies),
yang dikembangkan Kolcaba tah un 1997-2000. Skala sesuai gambar 2.1
tersebut dapat mengukur tingkat kenyamananpada anak usia 1-4 tahun.
Gambar 2.1 Children’s Comfort Daisies, 2000

c. Visual analog scale yaitu anak meletakkan satu titik pada garis vertical
sepanjang
10 cm untuk menila tingkat kenyamanan dirinya. Posisi
nyaman berada di titik teratas,
sedangkan rasa paling tidak nyaman
berada di titik terbawah. Gambar skala dapat dilihat pada gambar 2.2.
d. Skala 1 – 10 (Skala Kusher).
Perawat meminta anak menunjuk nomor yang dianggap dapat mewakili
tingkat kenyamanan yang sedang dirasakan anak. Gambar skala Kusher
dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Visual analog scale dan skala Kusher

l 2 3 4 5 6 7 9 10
8

e. Kuesioner

General Comfort Qu stioner (GCQ) yang diadaptas dapat


i
n
digunakan untuk mengukur tingk
t kenyamanan pada a ak remaja.
e
f. Comfort C m
haviour hecklist ( BC) yang dibuat Kolcaba pada tahun
B
s a
1997 dapat digunakan untuk me C
gukur tingkat kenya anan anak yang
tidak dapat bicara. n
2.4.5 Konsep metaparadigma keperawatan teori comfort Kolcaba
p
Uraian konse
paradigm keperaw tan yang diaplikasikan dalam teori
Kolcaba adalah sebagai berikut.
1. Keperawatan
Keperawatan adalah penilaian kebutuhan akan
kenyamanan, perancangan
kenyamanan digunakan untuk mengukur suatu
kebutuhan, dan penilaian
kembali digunakan untuk mengukur kenyamanan setelah dilakukan
implementasi. Pengkajian dan evaluasi dapat dinilai secara subyektif, seperti
ketika perawat menanyakan kenyamanan pasien, atau secara obyektif,
misalnya observasi terhadap suhu tubuh anak, kondisi anak dan interaksi
anak dengan keluarga. Pengukuran rasa nyaman pada anak didasarkan pada
instrument tingkat usia perkembangan anak.
2. Manusia
Manusia adalah penerima asuhan
keperawatan dapat berupa individu
(pasien), keluarga, institusi atau komunitas yang membutuhkan perawatan
kesehatan. Dalam lingkup keperawatan anak
dengan peningkatan suhu
tubuh di sini, pasien adalah anak dan keluarga.
3. Lingkungan
Lingkungan adalah aspek dari pasien, keluarga, atau institusi yang dapat
dimanipulasi
oleh perawat atau orang tercinta untuk meningkatkan
kenyamanan anak selama perawatan. Dalam kasus ini paparan AC dalam
ruangan, pembatas tirai,
kondisi ruangan yang kotor, sempit dan ramai
merupakan gambaran dari pengkajian ketidaknyamanan yang dialami
pasien.

residen dalam kasus kelolaandiharap an kenyamanan tercapai, pasien dan anggota keluarga terikat oleh HSBs da akan lebih

u
k
n
a e
55

Skema 2.3 Integrasi teori comfort Katharine Kolcaba dan konsep keperawatan dalam asuhan keperawatan pada anak
Jalur 1 dengan peningkatan suhu tubuh
Institutional Integrity
Health
+ +
Health Nursing Intervening Enhanced
Care Interventions Variables Seeking
Comfort Behaviors
Needs

Jalur 2 Variabel Intervening:


1. Pengalaman Outcome Comfort:
Pengalaman: 1. Daya tahan
2. Usia 1. Rasa nyaman fisik Kepuasan
Fisikal Intervensi Comfort: 3. Perilaku
2. Rasa nyaman tubuh kuat keluarga segera teratasi
Psikospiritual (Atraumatik care) 4. Status emosional
psikospiritual 2. Keluarga Tindakan medis berkurang
Sosialkultural 1. Tehnikal 5. Sistem pendukung
3. Rasa nyaman menjalankan
Lingkungan 2. Coaching 6. Prognosis
sosiokultural pola hidup
3. Comforting 7. Status ekonomi
4. Rasa nyaman sehat
lingkungan 3. Meninggal
dengan tenang

1. Rehidrasi
Jalur 3 2. Pakaian yang tipis dan
menyerap keringat 1. Catat usia dan jenis
1. Tidak terjadi kejang 3. Kompres air hangat kelamin anak 1. Suhu dalam batas normal
4. Kolaborasi pemberian 1. LOS minimal
dan dehidrasi 2. Observasi suhu tubuh, (36,5-37,5°C)
antipiretik 1. Percaya pada 2. Antipiretik
2. Suhu tubuh normal nutrisi dan balance cairan 2. Perilaku anak
5. Pendidikan kesehatan tenaga kesehatan berkurang
3. Tidak menimbulkan 3. Jaminan/Asuransi menunjukkan rasa nyaman
6. Pemberian dukungan 2. Anak tidak 3. Keluarga puas
stress dan trauma kesehatan 3. Penilaian rasa nyaman
kepada pasien dan keluarga menangis/takut dengan
4. Anak dan keluarga 7. Empati dan sentuhan 4. Libatkan keluarga disesuaikan dengan usia 3. Tidak terjadi pelayanan
merasa nyaman 8. Lingkungan yang tenang (Family Centered Care) dan kondisi anak komplikasi rumah sakit
9. Musik kesukaan anak 4. Adanya support keluarga penyakit dan
penyebaran infeksi

Sumber: Plipat (2002); Soedjatmiko (2005); Tomey&Alligood (2006);


Wilmana&Gan (2007); Hockenberry&Wilson (2009); Sitzman&Eichelberger (2011)

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


56

2.5 Aplikasi Konsep Teori Comfort Kolcaba Pada Kasus Terpilih


Aplikasi teori
comfort Kolcaba akan diterapkan pada salah satu kasus
kelolaan yang terpilih, yaitu kasus pasien anak SR dengan Kejang Demam
Kompleks. Proses asuhan keperawatan akan dimulai dari tahap pengkajian
menurut Kolcaba (rasa nyaman terkait pengalaman fisik, psikospiritual,
sosiokultural dan lingkungan), penentuan masalah keperawatan yang dapat
dianalisa dari struktur taksonomi kenyamanan
pada tabel 2.4, menyusun
intervensi keperawatan dengan menggunakan comfort measures, implementasi keperawatan kemu
2.5.1 Gambaran umum pasien
Identitas pasien
Anak S.R, perempuan, usia 21 bulan. Pasien adalah anak pertama
Keluha utama
Ibu m ngatakan anak demam tinggi, kejang dan mengalami penurunan kesadaran.
Riwayat penyakit
Sejak usia 6 bulan, anak kejang berulang tanpa de am dan berobat rutin ke poli Neur RSCM sejak 3 b
n
e

m
o
1
d

WIB. Skala risiko jatuh: 17.


2.5.2.4 Diagnosa Medis
Diagnosis pasien adalah kejang demam kompleks. Yang dimaksud
kejang demam kompleks adalah kejang demam yang terjadi dengan
ciri salah satu tanda gejala sebagai berikut: kejang lama > 15 menit,
kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


57

kejang parsial , serta kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24
jam (Annegers, 1987).

2.5.2 Pengkajian
2.5.2.1 Pengkajian Kenyamanan Terkait Pengalaman
Fisik Keadaan umum anak lemah, tingkat Apatis. Glasgow
kesadaran
Coma Scale (GCS) E2M5V3=10. Mukosa bibir anak kering,
iri. Ge etalia terpasang kateter. Penghitungan risiko jatuh: 17. Sejak usia 6 bulan pasien kejang berulang tanpa demam, bero

u n

a
o a

diderita anaknya, tetapi keluarga yakin dan selalu berdoa memohon


untuk kesembuhan anaknya.
2.5.2.3 Pengkajian Kenyamanan Terkait Pengalaman Sosiokultural
Pasien
adalah anak pertama, usia kehamilan cukup bulan, lahir
secara spontan, terdapat riwayat biru dirawat selama 10 hari, tetapi
tidak dipasang alat bantu nafas. Berat
badan anak saat lahir 1900
gram dan panjang badan lahir 42 cm. Perkembangan anak
Universitas Indonesia
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
58

mengalami keterlambatan, seperti angkat kepala usia 8 bulan dan


miring ke kanan kiri usia 10 bulan. Sampai saat ini, anak belum bisa
duduk, berdiri dan berjalan. Perhatian dan kehadiran kedua orang tua
selalu ada disampingnya. Hubungan dalam keluarga berlangsung
harmonis, anak mendapat kasih sayang dari keluarga.
2.5.2.4 Pengkajian Kenyamanan Pada Lingkungan
Keluarga kurang merasakan nyaman dengan lingkungan kamar yang
sempit dan kotor. Ruangan digunakan untuk 6 pasien tanpa penutup
tirai sebagai privasi. Ruangan kadang-kadang terasa panas. Pada saat
jam berkunjung tiba, ruanga n terlalu ramai. Keluarga ingin segera
pulang ke rumah.
Tabel 2.4 Struktur taksonomi comfort Kolcaba pada kasus anak S.R
Tipe
comfort Relief Ease Transedence
Fisik 1. Tin gkat kesadaran : Apatis.
Glasgow Coma Scale (GC ) S
E2M 5V3=10.
2. Tanda-tanda vital:
tekanan darah: 90/55 mmHg,
suhu: 38,6°C
nadi: 120 x/mnt
pernafasan: 28x/mnt.
3. Hasil laboratorium: (Urin)
Natrium (Na): 96 mEq/24 jam
Kalium (K): 8 mEq/24 jam
Klorida (Cl): 78 mEq/24 jam.
4. Pengukuran status gizi
mempunyai kesan status gizi
anak kurang
5. Anak mempunyai riwayat
kejang, penghitungan risiko
jatuh: 17.
Psikospiritual Anak membuka Keluarga tetap berdoa
mata dan melihat untuk kesembuhan
orang tuanya saat anaknya
diberikan stimulus.
Sosiokultural Keluarg khawatir Klien merupakan anak
a
terhadap penyakit pertama, sehingga
yang diderita perhatian dan kehadiran
anaknya. kedua orang tuanya
selalu ada di
sampingnya.
Lingkungan Ruang perawatan terdapat 6 pasien,
yang ramai bila jam kunjung tiba,
ruangan kadang-kadang terasa
panas, tidak ada pembatas/ tirai
sebagai privasi.

Universitas Indonesia
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Dari uraian pengkajian comfort dan gambaran struktur taksonomi di
atas dapat
dianalisi masalah keperawatan dan penegakkan diagnosis
s
keperawatan yang muncul pada anak S.R antara lain:
a. Perfusi jaringan serebral tidak efektif
b. Peningkatan suhu tubuh: demam
c. Gangguan elektrolit
d. Gangguan tumbuh kejar
e. Risiko tinggi cidera
f. Kurang pengetahuan orang tua tentang penyakit

omfort Kolcaba disusun dengan menggunakan comfort measure dan intervening variables p da masing-masing diagnosa ke
s
otak
a
darah ke otak dapat kembali normal, dengan
e kriteria hasil
e sebagai berikut:
mHg, saturasi oksigen: 99-100%).
til, sakit/nyeri kepala) tidak terjadi b

B. Intervensi Keperawatan
Intervensi
keperawatan pertama adalah intervensi yang dilakukan
untuk memelihara perfusi jaringan otak secara adekuat. Intervensi
tersebut dicantumkan dalam tabel 2.5 di bawah ini.
Tabel 2.5. Intervensi DP 1 Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d
reduksi aliran darah ke otak
Intervensi kenyamanan
Tindakan keperawatan
Tehnikal 1. Monitor sirkulasi darah secara teratur: tekanan darah dan
saturasi oksigen
2. Monitor adanya peningkatan tekanan intrakranial:
meningkatnya lingkar kepala, meningkatnya tekanan
darah, menurunnya nadi, pernapasan tidak beraturan dan
gelisah berlebihan.
3. Tinggikan kepala klien 15-45 derajat sesuai indikasi.
4. Kolaborasi untuk pemberian anti konvulsi Fenobarbital 20
mg (2x) IV sesuai indikasi
Coaching 1. Ajarkan keluarga tentang pemantauan status sirkulasi darah
anak
2. Ajarkan keluarga tentang tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial
o
3. Ajarkan keluarga tentang pencegahan komplikasi penyakit
pada anak
Comforting 1. Cegah stimulus yang dapat menimbulkan komplikasi
penyakit
2. Ciptakan lingkungan yang tenang

2.5.3.2 Peningkatan suhu tubuh: demam b.d efek langsung dari sirkulasi
endotoksin pada hipotalamus
A. Tujuan Keperawatan: setelah dilakukan ti n
dakan keperawatan selama
2 minggu, suhu tubuh dalam
rentang normal, dengan kriteria hasil
sebagai berikut:
1. Tanda-tanda vital dalam keadaan stabil (suhu: 36-37°C, nadi: 100-
110x/menit, RR: 24-28x/menit)
2. Perubahan warna kulit tidak tampak dan peningkatan intra cranial
tidak terjadi
B. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan kedua adalah intervensi yang dilakukan untuk
mengatasi demam pada anak. Intervensi tersebut dicantumkan dalam
tabel 2.6 di bawah ini.
Tabel 2.6. Intervensi DP 2 Peningkatan suhu tubuh: Demam b.d efek
langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Intervensi kenyamanan k
Tindakan eperawatan
Tehnikal 1. Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, RR, dan saturasi oksigen.
2. Pantau tanda-tanda hiperpireksia: suhu meningkat drastis, kulit
kemerahan, ruam, takikardi dan takipnoe.
3. Berikan kompres air hangat
4. Kolaborasi pemberian terapi antibiotik Cefotaxime 170 mg (3x) IV
dan antipiretik Parasetamol 80 mg (3x) PO.
Coachin 1. Anjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 1 / 24jam
g 2. Jelaskan manfaatnya banyak minum bagi klien
3. Anjurkan keluarga untuk mengganti pakaian yang tipis dan
menyerap keringat pada anak
4. Ajarkan keluarga tentang observasi suhu dan pemberian kompres
air hangat
5. Berikan penjelasan pada keluarga untuk tetap disampingnya
selama anak masih demam tinggi
Comfortin 1. Ganti linen bila sudah basah ol h keringat
g
2. Atur suhu lingkungan sesuai dengan suhu tu buh anak

2.5.3.3 Gangguan elektrolit b.d kegagalan mekanisme pengaturan


n
A. Tujuan Keperawatan: setelah dilakukan ti dakan keperawatan selama
selama 2 minggu, mekanisme pengaturan cairan dan elektrolit dalam
tubuh kem
bali normal, dengan kriteria hasil:
1. Status hidrasi pa
da elektrolit adekuat
2. Pemeriksaan lab o
oratorium elektrolit dalam
p batas rmal.
n
3. Komplikasi shock tidak terjadi
erawatan
selama
B. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan ketiga adalah intervensi yang dilakukan untuk
mengatas
hidrasi dan mencegah terjadinya shock pada anak.
i
Intervensi tersebut dicantumkan dalam tabel 2.7 di bawah ini.
Tabel 2.7. Intervensi DP 3 Gangguan elektrolit b.d kegagalan
mekanisme pengaturan
Intervensi
Tindakan k
eperawatan
kenyamanan
Tehnikal 1. Berikan cairan infus N5 + KCl 11 ml/jam sesuai program
2. Cegah terjadinya dehidrasi berat pada anak
3. Berikan cairan dan tingkatkan intake oral
4. Memantau tanda dan gejala adanya retensi cairan
Coaching 1. Ajarkan keluarga cara memonitor dan menghitung keluaran cairan
2. Ajarkan keluarga untuk memberikan perawatan selang kateter
yang digunakan anaknya
Comforting 1. Berikan penutup ruang saat keluarga melakukan perawatan kateter
untuk menjaga privasi anaknya.
2. Berikan kesempatan pada orang tua untuk mengekspresikan
perasaannya
2.5.3.4 Gangguan tumbuh kejar b.d status neurologis anak (Apatis)
A. Tujuan keperawatan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
minggu, status pertumbuhan dan perkembangan psikososial sesuai
dengan usia, dengan kriteria hasil sebagai berikut:
1. Kesadaran membaik, Nilai GCS 15 E4M6V5
2. Mengkonsumsi asupan makanan yang cukup sesuai berat badan
dan tinggi badan anak
3. Memiliki asupan cairan yang cukup tanpa tanda-tanda dehidrasi
4. Terlibat dalam interaksi sosial dan dap
at mengungkapkan perasaan
secara verbal
B. Intervensi Keperawatan
Intervensi
keperawatan keempat adalah intervensi yang dilakukan
untuk mengatasi st tus neurologi, pengaturan nutrisi dan interaksi
a
sosial pa n
da anak. Intervensi tersebut dica tumkan dalam tabel 2.8 di
bawah ini.
Tabel 2.8. Intervensi DP 4 Gangg
uan tumbuh kejar b.d status neurologis
ana
Intervensi
k (Apatis)
kenyamanan Tindakan keperawatan
Tehnikal 1. Pantau status neurologis secara teratur: respon pupil,
kejang, gerakan mata, respon verbal, tingkat kesadaran
dan nilai GCS
2. Monitor perkembangan status nutrisi pada anak
3. Timbang berat badan klien tiap hari
4. Monitor keseimbangan intake dan output
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit susu
formula 8 x 60 cc sesuai indikasi
Coaching 1. Ajarkan keluarga tentang penilaian GCS pada anak
2. Ajarkan keluarga memberikan minum anak melalui NGT
3. Ajarkan keluarga memberikan stimulus sesuai usia
perkembangan anak
Comforting 1. Berikan kesempatan anak mengungkapkan perasaannya
secara verbal
2. Ciptakan komunikasi terapeutik antara klien dan keluarga
3. Berikan terapi musik

2.5.3.5 Kurang pengetahuan orang tua tentang penyakit b.d kurang


informasi yang didapat tentang prognosis dan
penatalaksanaan
penyakit
A. Tujuan Keperawatan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 1
x pertemuan, keluarga mengerti tentang kondisi pasien, dengan kriteria
hasil sebagai berikut:
1. Keluarga paham tentang prognosis dan penatalaksanaan penyakit
2. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar
3. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/ tim kesehatan lainya
B. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan kelima adalah intervensi yang dilakukan untuk
mengatasi kurangnya pengethuan orang tua yang diakibatkan
kurangnya informasi yang k
dibutuh an. Intervensi tersebut
dicantumkan dalam tabel 2.9 di bawah ini.
Tabel 2.9. Intervensi DP 5 Kurang pengetahuan orang tua tentang
a
penyakit b.d ang informasi yang pat tentan g prognosis dan
kur did
penatalaksanaan penyakit
Intervensi
Tindakan keperawatan
kenyamanan
Tehnikal 1. Kaji pengetahuan keluargag tentang penyakit yang diderita
anaknya
2. Identifikasi informasi yan ndiperlukan keluarga
g
3. Jelaskan prosedur perawatan yang dilakukan pada anaknya
4. Jelaskan pro nosis dan pe atalaksanaan penyakit
Coaching 1. Anjurkan keluarga untuk tetap berdoa memohon
kesembuhan anaknya
2. Ajak keluarga untuk mengikuti perkembangan kondisi
anaknya
3. Berikan kesempatan pada orang tua untuk mengekspresikan
perasaannya
4. Berikan reinforcement positif bila keluarga memberikan
respon baik setelah diberikan penjelasan tentang penyakit
Comforting Jaga kebersihan ruangan agar terhindar dari penyebaran infeksi
penyakit anak

2.5.3.6 Resiko tinggi cidera b.d aktivitas kejang


A. Tujuan Keperawatan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
selama 2 minggu, tidak terjadi kejang berulang, dengan kriteria hasil
sebagai berikut:
1. Keluarga mengetahui penatalaksanaan kejang
2. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko cidera
3. Keluarga mengetahui strategi efektif pengendalian kejang berulang
B. Intervensi Keperawatan
Intervensi
keperawatan keenam adalah intervensi yang dilakukan
untuk mencegah cidera selama
perawatan dan mencegah terjadinya
kejang berulang pada anak. Intervensi tersebut dicantumkan
dalam
tabel 2.10 di bawah ini.
Tabel 2.10. Intervensi DP 6 Resiko tinggi cidera b.d aktivitas kejang
Intervensi
kenyamanan Tindakan keperawatan
Tehnikal 1. Identifikasi faktor pasien yang dapat menjadikan potensial
cidera dalam setiap keadaan
2. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat
menjadikan potensial cidera.
Coaching 1. Ajarkan keluarga untuk melakukan alih baring tiap jam
untuk menjaga kelancaran sirkulasi darah
2. Informasikan al-hal
h d yang perlu dilakukan keluarga untuk
mencegah ci era saat terjadi kejang berulang pada anak
3. Anjurkan keluarga
r untuk memasang penghalang dan
mengunci oda tempat tidur saat a tidak berada
disampingnya
Comforting 1. Pasang penghalang dan mengunci roda tempat tidur
2. Pasang gelang berwarna kuning sebagai tanda risiko jatuh
pada anak dan gambar segitiga ku ning pada tempat
tidurnya
2.5.4 Implementasi dan evaluasi keperawatan
Implementasi dan evaluasi keperawatan pada anak S.R berdasarkan teori dan taksonomi comfort oleh Kolcaba, dapat dilihat
dalam tabel 2.11 sebagai berikut:
Tabel 2.11 Implementasi dan evaluasi pada anak SR
Kebutuhan Kenyamanan Fisik
Evaluasi Keperawatan
Implementasi Diagnosa
27-09-2013 30-10-2013 1-10-2013 2-10-2013 4-10- 2013
Keperawatan Keperawatan Jam 14.00 WIB Jam 14.00 WIB Jam 14.00 WIB Jam 21.00 WIB Jam 08.00WIB
1. Memonitor adanya 1. Perfusi Subyektif: Subyektif: Subyektif: Subyektif: Subyektif:
perubahan jaringan
sirkulasi darah cerebral - Ibu mengatakan - Ibu mengatakan - Ibu mengatakan - Ibu mengatakan - Ibu mengatakan
secara teratur tidak efektif anak masih tidur anak sudah mulai anak sudah mudah anak sudah mulai anak sudah
2. Memonitor adanya b.d reduksi terus tetapi kejang mudah dibangunkan bangun sendiri. diperbolehkan
peningkatan aliran darah sudah tidak ada. dibangunkan, tapi pulang oleh dokter.
tekanan ke otak - Ibu mengatakan masih terlihat - Ayah mengatakan
intrakranial anak lebih suka mengantuk, kejang Obyektif: Obyektif: akan menyelesaikan
3. Memberikan tidak sudah tidak ada. administrasinya
posisi tidur yang menggunakan - tekanan darah: - tekanan darah: segera.
nyaman bagi anak bantal saat tidur 110/65 mmHg, 110/60 mmHg, -
4. Memberikan Obyektif: SpO2 100% SpO2 100% Obyektif:
terapi Anti - lingkar kepala: 39 - lingkar kepala: 39
Konvulsif Obyektif: - tekanan darah: cm cm - tekanan darah:
100/60 mmHg, - Terapi obat - anak lebih terlihat 110/65 mmHg,
- tekanan darah: SpO2 99% Depakene masuk 2,5 nyaman tidur SpO2 100%
90/55 mmHg, - lingkar kepala: 39 ml (PO). menggunakan - lingkar kepala: 39
SpO2 98% cm bantal cm
- lingkar kepala: 39 - Terapi obat - Terapi obat - Terapi obat
cm Depakene masuk Analisis: Fenobarbital masuk Depakene masuk 3
- Terapi obat 2,5 ml (PO). 20 mg (IV). ml (PO).
Depakene masuk - Keefektifan perfusi
2,5 ml (PO). Analisis: jaringan serebral

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Kebutuhan Kenyamanan Fisik
Evaluasi Keperawatan
Implementasi Diagnosa
27-09-2013 30-10-2013 1-10-2013 2-10-2013 4-10- 2013
Keperawata Keperawata
Jam 14.00 WIB Jam 14.00 WIB Jam 14.00 WIB Jam 21.00 WIB Jam 08.00WIB
n n
- Keefektifan perfusi teratasi sebagian. Analisis: Analisis:
jaringan serebral
teratasi sebagian. - Keefektifan perfusi - Keefektifan perfusi
Analisis: Planning: jaringan serebral jaringan serebral
Planning: sudah teratasi. sudah teratasi.
Keefektifan perfusi 1. Monitor adanya Planning: Planning:
jaringan serebral perubahan 1. Monitor adanya
sirkulasi darah perubahan 1. Monitor adanya 1. Pertahankan
belum teratasi.
secara teratur sirkulasi darah perubahan prinsip sirkulasi
2. Monitor adanya secara teratur sirkulasi darah 2. Monitor tanda-
Planning:
peningkatan 2. Monitor adanya secara teratur tanda
tekanan peningkatan 2. Monitor adanya peningkatan
1. Monitor adanya
intrakranial tekanan peningkatan tekanan intra
perubahan
3. Berikan posisi intrakranial tekanan kranial
sirkulasi darah
tidur yang 3. Berikan posisi intrakranial 3. Berikan posisi
secara teratur
nyaman bagi tidur yang 3. Berikan posisi tidur yang
2. Monitor adanya
anak nyaman bagi anak tidur yang nyaman bagi
peningkatan
4. Berikan terapi 4. Berikan terapi nyaman bagi anak
tekanan
Fenobarbital 20 Fenobarbital 20 anak 4. Berikan terapi
intrakranial
mg (2x) IV dan mg (2x) IV dan 4. Berikan terapi Depakene (pagi-
3. Berikan posisi
Depakene (pagi- Depakene (pagi- Fenobarbital 20 sore) PO.
tidur yang
sore) PO. sore) PO. mg (2x) IV dan
nyaman bagi
Depakene (pagi-
anak
sore) PO.
4. Berikan terapi
Fenobarbital 20
mg (2x) IV dan
Depakene (pagi-
sore) PO.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Kebutuhan Kenyamanan Fisik
Evaluasi Keperawatan
Implementasi Diagnosa
27-09-2013 30-10-2013 1-10-2013 2-10-2013 4-10- 2013
Keperawatan Keperawatan
Jam 14.00 WIB Jam 14.00 WIB Jam 14.00 WIB Jam 21.00 WIB Jam 08.00WIB
1. Mengobservasi 2. Peningkatan Subyektif: Subyektif: Subyektif: Subyektif: Subyektif:
tanda-tanda vital suhu tubuh:
2. Memantau tanda- demam b.d - Ibu mengatakan - Ibu mengatakan - Ibu mengatakan - Ibu mengatakan - Ibu mengatakan
tanda efek anak masih demam demam anak masih suhu anak tidak anak sudah tidak anak sudah boleh
hiperpireksia langsung naik turun setinggi kemarin ada demam. pulang oleh dokter.
3. Memberikan dari sirkulasi Obyektif: - Ayah mengatakan
kompres air endotoksin Obyektif: Obyektif: Obyektif: akan menyelesaikan
hangat pada - Tanda-tanda vital: administrasinya
4. Memberikan hipotalamus suhu: 38,5°C, nadi: - Tanda-tanda vital: - Tanda-tanda vital: - Tanda-tanda vital: segera
terapi antipiretik
130x/mnt, suhu: 38,2°C, nadi: suhu: 37,6°C, nadi: suhu: 37°C, nadi:
dan antibiotik
sesuai indikasi pernafasan: 126x/mnt, 120x/mnt, 110x/mnt,
32x/mnt. pernafasan: pernafasan: pernafasan: Obyektif:
- Tidak ditemukan 30x/mnt. 28x/mnt. 26x/mnt.
- Tanda-tanda vital:
tanda-tanda - Tidak ditemukan - Tidak ditemukan - Tidak ditemukan
suhu: 36,5°C, nadi:
hiperpireksia tanda-tanda tanda-tanda tanda-tanda
100x/mnt,
- Anak tampak hiperpireksia hiperpireksia hiperpireksia
pernafasan:
dikompres air - Anak tampak - Anak masih tampak - Anak sudah tidak
26x/mnt.
hangat di area dahi dikompres air dikompres air dikompres
- Tidak ditemukan
dan ketiak. hangat di area dahi hangat di area dahi. - Terapi Cefotaxime
tanda-tanda
- Terapi Cefotaxime dan ketiak. - Terapi Cefotaxime 170 mg (IV).
hiperpireksia
170 mg (IV) - Terapi Cefotaxime 170 mg (IV)
- Terapi Parasetamol 170 mg (IV) - Terapi Parasetamol
80 mg (PO) Analisis: Analisis:
80 mg (PO). - Terapi Parasetamol
80 mg (PO). dihentikan. Peningkatan suhu
Peningkatan suhu
tubuh demam sudah
tubuh demam sudah
teratasi.
teratasi.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Kebutuhan Kenyamanan Fisik
Implementasi Diagnosa Evaluasi Keperawatan
Kepera 27- 30- 1- 2- 4-10- 2013
Kepera
Jam 14.00 WIB
watan Jam 14.0009-
WIB Jam10-14.00 WIB 10-Jam 21.00 WIB 10- Jam 08.00WIB
watan
Analisis: 2013 2013
Analisis: 201
Planning: 201 Planning:
3 3
Implem
Analisis: Peningkatan suhu Peningkatan suhu 1. Observasi
Evaluasi tanda- 1. Pertahankan tanda-
Keperawatan
entasi Diag
Peningkatan suhunosatubuh demam belum tubuh demam teratasi tanda vital tanda vital dalam
tubuh demam
Kepera belum teratasi. 27-09- sebagian.
30-10-2013 2. Pantau
1-10-2013 tanda-tanda
2-10- batas normal
4-10- 2013
Kepera
watan
teratasi. 2013 Jam 14.00 Jamhiperpireksia 2013 2. Pantau Jam
tanda-tanda
watan
Planning: Jam Planning:
WIB 14.00
3. Berikan Jam
terapi21.00 hiperpireksia
08.00WIB
pada anak 14.00 WIB WIB
Planning: N5 + Cefotaxime 170 3. Berikan N5 + terapi
KCl
3. 1. Observasi
1. Observasi WIB
TTV KCl 11 tanda- N5 + KCl 11 N5 + 11
Memberikan mg (3x) IV Parasetamol 80
1. Observasi TTV 2. Pantau masuk: N5
tanda-tanda ml/jam
tanda vital sesuaiml/jam sesuai KCl11 ml/jam
+ KCl program ml/jam mg (bila suhu
sesuai
2. Pantau tanda- hiperpireksia 2. Pantau tanda-tanda
11 ml/jam daiatas 38°C) PO.
sesuai
tanda 3. Berikan kompres hiperpireksia
cairan dan intake program program
sesuai - Turgor kulit cukup program program
oral hiperpireksia
- Turgor kulit cukup - Turgor air hangat
kulit cukup 3. Berikancairan dalam
- Balans terapi - Turgor kulit baik - Turgor kulit baik
3. Berikan kompres 4. Berikan terapi Cefotaxime 170
air hangat tanda
4. Memantau Cefotaxime - Balans mg (3x)
170 IV. - Balans cairan dalam
cairan 7 jam adalah + 96,3 - Balans
dan
4. Berikan gejala
terapi mg (3x) IV dandalam 7 jam 7 jam adalah + cc/ 7 jam (asupan = dalam 5 jam a
adanya retensi
Cefotaxime 170 Parasetamol 80 mg adalah + 127,1 cc/ 143,15 cc/ 7 jam 343 cc, dan haluaran + 61,8 cc/
cairan
mg (3x) IV dan (3x) PO. 7 jam cc (asupan = (asupan = 503 cc, = 246,7 cc). (asupan =3
2 = 160,9 cc). 3. dan haluaran
Parasetamol 80
8 - Terpasang kateter urin.= 359,85 cc). Planning:
mg (3x) PO. 8 - Tidak
c tampak 1. Pantau
1. Memberikan 3. Defisit Subyektif: - Subyektif: - Subyektif: - Subyektif: - Subyektif: -
c Analisis: retensio urin pemberian
terapi cairan elektrolit b.d , karena terapi infus
infus kegagalan
d Defisit terpasang 2. Cegah
mekanisme a kateter urin.
2. Mencegah pengaturan Obyektif: Obyektif: n Obyektif: Obyektif: Obyektif: terjadinya
terjadinya elektrolit dehidrasi
h
dehidrasi berat - Terapi infus - Terapi infus masuk: - Terapi infus masuk: - Terapi infus masuk: - Terapi infus masuk:
berat pada
a Planning: Analisis:
l anak
u 1. Defisit 3. Berikan cairan
a dan
r elektrolit
a 2.
belum teratasi.
n
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Fisik
- Tida n a i d te n n da t tahankan status hidrasi
k r a nsi n r 2. Berikan cairan dan intake oral sesuai
t d a n o t d o kebutuhan anak
terja e uri ha l
e n e a
di h n. lu
r h Ana r n ar i
reten a
sio a i d l lisis a an t
urin p d a u : p i
- Kate i r n a Defi i n = b
ter c a r sit t 74 e
urin a s i a
c a 1, l
suda i n
i n elek a k 25 u
h cc
r b t troli i e m
dilep = ).
as. a e a t r
n r k 2 suda a o t
a e 8 h n r A e
Analis i t 6 terat a n r
is: n p o , asi. i l a a
f a r 2 Pla n l
Defisit t
c nni f i
u d a
c ng: s a
s a l ) u i s
elektro 1. P
2. Ce . s s i
lit a
g a - T 2. B : .
teratas n
a n i e
i d t D P
h a r
sebagi a a e l
k i
an. k u f a
3.t Be k
i n
Plann e r t a n
ing: r i p s
e n i
j k r e i n
1. Pant a a j m t g
c
au d n a b :
a
pe i d e e
i i 1. P
m n c r l
r r
be y a i e e
e a
ria a k r
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Fisik
Evaluasi Keperawatan
Implementasi Diagnosa
Keperawatan Keperawatan 27-09-2013 30-10 2013 1-10-2013 2-10-2013 4-10- 2013
Jam 14.00 WIB Jam 14 00 WIB Jam 14.00 WIB Jam 21.00 WIB Jam 08.00WIB
4. Pantau tanda dan intake oral 4. Pantau tanda dan
gejala adanya 4. Pantau tanda dan gejala adanya
retensi cairan gejala adanya retensi cairan
retensi cairan.

1. Memantau status 4. Gangguan Subyektif: - Subyektif: - Subyektif: - Subyektif: - Subyektif: -


neurologis secara tumbuh kejar
teratur b.d status Obyektif: Obyektif: Obyektif: Obyektif: Obyektif:
2. Memonitor neurologis
perkembangan (Apatis) - Kejang tidak - Kejang tidak - Kejang tidak - Kejang tidak - Kejang tidak
status nutrisi pada ditemukan ditemukan ditemukan ditemukan ditemukan
anak - tingkat kesadaran: - tingkat kesadaran: - tingkat kesadaran: - tingkat kesadaran: - tingkat kesadaran:
3. Menimbang berat Apatis Somnolen Compos mentis Compos mentis Compos mentis
badan klien tiap - Glasgow Coma - Glasgow Coma - Glasgow Coma - Glasgow Coma - Glasgow Coma
hari Scale (GCS) Scale (GCS) Scale (GCS) Scale (GCS) Scale (GCS)
4. Melakukan E2M5V3=10. E3M5V4=12. E4M6V5=15. E4M6V5=15. E4M6V5=15.
kolaborasi dengan - Pengukuran status - Pengukuran status - Pengukuran status - Pengukuran status - Pengukuran status
gizi: gizi kurang gizi: gizi kurang gizi: gizi kurang gizi: gizi kurang gizi: gizi cukup
ahli gizi untuk
- BB: 6965 gram - BB : 6840 gram - BB: 7051 gram - BB: 8990 gram - BB: 9875 gram
pemberian diit - Diit: susu formula - Diit: susu formula 8 - Diit: susu formula 8 - Diit: susu formula - Diit: susu formula 8
sesuai indikasi 8 x 60 cc diberikan x 60 cc diberikan x 70 cc diberikan 8x100 cc diberikan x 100 cc diberikan
melalui NGT. melalui NGT. melalui NGT. melalui botol susu. melalui botol susu.
Analisis: Analisis:

Gangguan tumbuh Analisis: Analisis: Gangguan tumbuh Analisis:


kejar belum teratasi kejar teratasi
Gangguan tumbuh Gangguan tumbuh sebagian Gangguan tumbuh

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Kebutuhan Kenyamanan Fisik
Implementasi Diagnosa Evaluasi Keperawatan
Kepera 27-09- 30-10- 1-10- 2-10- 4-10-
Kepera
watan 2013 2013 2013 2013 2013
watan
Jam Jam Jam Jam Jam
14.00 14.00 14.00 21.00 08.00W
WIB WIB WIB WIB IB
Planning: kejar belum teratasi kejar teratasi sebagian Planning:

1. Pantau status Planning: Planning: 1. Pantau

n 2. Monitor neuro
e 1. Pantaustatus
perkembangan 1. Pantaustatus logis 1. P
u neurologis neurologis secar e
r secara secara a rt
o teratur teratur teratu a
l r h
o 2. Mo a
g nit n
i or k
s pe a
rk n
s em n
e ba e
c ng u
a an r
r o
a l
o
t g
e is
r 2. M
o
a
ni
t to
u r
r
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Fisik
r u statt z perkembangan 4. Kolaboras untuk diit saat
status at k us i i status nutrisi pada anak i ahli gizi pemberian dirumah
2. M nutrisi
status t a2. M
pada anak 3. Timbang berat badan klien tiap hari
o o b nuta
3. n b h n a d risip u
4. it a l it d i pad n
1. Mengkaji 5. Kurang Subyektif:
o d i o pengetahu pengeta
r r a i a h t an
a g huan - Ibu mengatakan tidak tahu tentang penyakit kejang demam
pe pe n t anaa u keluarga
n i orang -I
rk rk k k r k tentang tua b
z li 3. T i penyakit
e e tentang u
k i e 4.i K p penyaki
m m diderita
l u n mo e t b.d h
ba ba anaknya
i n ti b l m kurang a
ng n 2. Mengidenti
e t a a a b informa n
an ga fikasi si yang
n u p n b e y
sta n informasi didapat
k a
tus st h g o r tentang
diperluka
nu t at a r i prognos m
i d ri n keluarga
tri us b a a is dan e
a i 3. Menj
si n 4. K e s n n
i elas
p ut o r i g
pa kan
t la a e
da ri d pros
h b t d i edu t
an si a
ak a pa o e i r
h
3. T r da r b n t u
i i an a a g i
4. K
m ak si d a
b o 3. T a a n p
l i h n e
a
li n
n a m a
y
g b b g k h a
o a iz l l k
i
b r n i i i
u
e a g e t
s b n n g tersebut
r
t d
a i e i
a
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Fisik
r s s n 30- 2-10-2013 Jam 21.00 WIB 4-10- Jam 08.0 0WIB
i a i m d 10- 10- 2013
p n b e e 201201 Implem
entasi Diag Evaluasi Keperawatan
s e u n n nosa
e n d g g Ja
Kepera 27-09- masa 30-10-2013 1-10- 2-10-2013
k j a m h a Kepera
14. 14. watan 2013 perawata Jam 14.00 2013 Jam 21.00
i e r e a r watan
00 Jam n. WIB Jam WIB
l l i n d k 14.00 14.00
a a g a a- WI WI 2. Berikan
WIB WIB
Imple a p n informas
Diagn
ment mendengar
asiosa Keperawat n i s i yang
kalimat
g n e dibutuhk
an yang tidak
g y ti
dia an
Kepe
s 27- u a a
K mengerti. keluarga
rawa e 09- su k b p
tanda 201 da _ il .
p 3
n h a a p Analisis:
perawe Ja
pe di n s e
atan r m
nat ru g u n Kurang
yang a 14.0
ala ma g d j
dilakuw 0 pengetahuan
ksa h. a e
kan a WI orang tua
na
pada t B u h l
an k d a teratasi.
anakna dok
pe O ir s
ya n ter Planning:
ny b s u a
4. saat
aki pen y a m n
M di 1. Libatkan
t atal e a a y
e poli
aksa sela k t h a keluarga
nj
n. njut t d - I n dalam
el -I
aan nya i i b g
as
penb f b u d
k tindakan
yakiu dan : e s i
a yang
t cara r e b
n m men- K i l e
pr u dilakukan
ghad e k a r
o l perawat/ti
apin p a l i
g a ya a n u k m medis
n i bila l m a
o m
si a p e n selama
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Fisik
4-10- Jam
08.00
WIB S a
S a S n S an anak
u n
u n u u Implem
1. M6. Ri a S i A entasi Diag Evaluasi Keperawatan
b a
b b a b nosa
e s n p y n a
y y n y Keperawa 27-09- 30-10- 1-10-2013 2-10-2013 4-10- 2013
n i g u f a e a n
e e a e tan
Keperaw
2013 2013 Jam Jam 21.00 Jam
gi t k k a
k k k k k atan
Jam 14.00 Jam 14.00 WIB 08.00WIB
d o b : i t k karakteris
t t t WIB 14.00 WIB mentis men
e s i mi i c i tik dari berada di WIB mentis berada berada di tis.
nt
t y- f a f a f o f lingkunga tempat tidur. Somnolen di tempat tempat tidur. Ana
if T : s : d : m n yang
i : Analisis: berada di tidur, tetapi Analisis: lisis
ik
n e i i a p dapat tempat tidur. masih :
as n - h - l - o menjadika
g - Risiko cidera Analisis: cenderung Risiko cidera
i
g k g a s n
belum teratasi. mengantuk. sudah teratasi. Risiko cidera
fa k O Oh O potensial
i O Risiko cidera Analisis: sudah teratasi.
kt
t a b b b b cidera
Planning: belum teratasi.
or t y y C y Planning:
c y Risiko cidera Plan
i i e e o e e
p k k k mk 1. Identifikasi Planning: teratasi 1. Identifikasi ning:
d k faktor
as sebagian. faktor
e f e t t p t t 1. Identifikasi 1. Identifikasi
ie s i pasien pasien
r i o i i Planning: faktor
n : a f
a f s f f yang dapat
yang d : menjadika pasien yang menjadikan pasien
: : : 1. Identifikasi
a dapat yang dapat
b n potensial
dapat r - menjadikan menjadika
. - - - potensial cidera
menja a T pasien yang
d - n T T T cidera potensial 2. Identifikasi n potensial
dikan i dapat
i i i 2. Identifikasi cidera karakteristi cidera
potens n n n n menjadikan
ial a a g karakterist 2. Identifikasi k dari 2. Identifikasi
g g g
ciderak n k ik dari karakteristi potensial lingkungan karakteristi
k k k
2. M t O a a lingkunga k dari cidera yang dapat k dari
i a a a n yang lingkungan 2. Identifikasi menjadikan lingkungan
e k t
v b t t t dapat yang dapat karakteristi potensial yang dapat
n
i k menjadika menjadikan k dari cidera menjadika
gi a k
t y d k e k n potensial lingkungan n potensial
d e
a e s e potensial cidera yang dapat cidera
e a s
s e l s a s cidera menjadikan
nt a a d a potensial
if a d
k k h d a d cidera
ik a a r a
as e r
j t r a r
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Fisik

Imple
mentas
Diagno
i sa Keperawat
an
30-10-
1-10-
Keper
Keper 10-
awata
awatan 201 201
n
14.00
14.00 Jam Jam
21.0 08.0
0WI

1. Mencegah
stimulus yang

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Kebutuhan Kenyamanan Psikospiritual
Implementasi Diagnosa Evaluasi Keperawatan
27-09- 30-10- 1-10- 2-10- 4-10-
Kepera Kepera 2013 2013 2013 2013 2013
watan watan
Jam Jam Jam Jam Jam
14.00 14.00 14.00 21.00 08.00
WIB WIB WIB WIB WIB
dapat cerebral tidak Obyektif: Obyektif: Obyektif: Obyektif:
menimbulkan efektif b.d
komplikasi reduksi aliran - Anak masih - Anak masih - Anak masih - Anak su
pen darah terbaring Perfusi terbaring Perfusi jaringan serebral
yak ke lemah di lemah di tidak efektif belum teratasi.
it otak tempat tidur jaringan tempat tidur
dengan serebral tidak dengan
kesadaran kesadaran
efektif belum
Apatis somnolen
- Tidak teratasi. - Tidak
ditemukan ditemukan
tanda-tanda tanda-tanda
peningkatan peningkatan
tekanan tekanan intra
intra kranial kranial
- Tidak ada - Tidak ada
kejang kejang
berulang berulang
- Tidak ada - Tidak ada
dehidrasi dehidrasi
berat berat
- Tidak - Tidak
hiperpireksia hiperpireksia
- Tidak - Tidak
ditemukan ditemukan
tanda-tanda tanda-tanda
penyebaran penyebaran
infeksi. infeksi.

Analisis: Analisis:

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Kebutuhan Kenyamanan Psikospiritual
terb l i- T sad
in n : tif sudah
arin -T d i ar
fe b t d Implem
entasi Dia Evaluasi Keperawatan
g di i r d pe
ks e e a P gno
tem d a a nu
i. r r - e sa
pat a s k h u j t r 27-09- 30-10- 1-10- 2-10- 4-10-
tidu k i -T l a a Kepera Kepera 2013 2013 2013 2013 2013
f watan watan
r d An i a d n Jam Jam Jam Jam Jam
a b i alis d n i d u 14.00 14.00 14.00 21.00 08.00
den d e t is: a g h a s WIB WIB WIB WIB WIB
gan a r e k -T i i
kes a m Per d i p p
ada k t u fusi it d e e j Planning: Planning: teratasi sebagian. teratasi.
ran e- T k e a r n a
co j i a jari m k p y r Cegah stimulus yang Cegah stimulus yang Planning: Planning:
mp a d n nga u i e dapat menimbulkan dapat menimbulkan bergantian ibu terlihat
k i Cegah stimulus yang - Pertahankan bergantian dapat menimbulkan
os n a a r b komplikasi penyakit komplikasi penyakit menjaga
me n a d e a n komplikasi
g k t anaknya. menjaga
ntis a ser n a k r g penyakit
Analisis: anaknya.
-T b t n ebr t s a a Analisis:
i e e d al a d i n n Peningkatan
d r r a tida n e a suhu
a u j - d h - Ti
k s
k l a t efe a i i n
Memberikan 2. Peningka Subyektif: Subyektif:
a d a - d d f e
ktif t r a e r penjelasan tan suhu Subyektif:
d n i n
a a k k e tubuh: - Ibu - Ibu
i g d
n s s b demam mengatakan mengatakan - Ibu mengatakan
t -T h a untuk tetap
d b.d efek anak masih demam demam sudah
e i i i d i r disampingnya
a b langsung demam. masih naik mulai turun.
m d p p i . a selama anak
p e dari - Ibu turun. - Ibu mengatakan
u a e e t l masih demam
e r sirkulasi mengatakan - Ibu akan selalu di
k k r n e
n a mA endotoks akan selalu di mengatakan samping anaknya
a p y
i t u n t in pada samping akan selalu meskipun demam
n a i e
n -T k a i hipotala anaknya. di samping sudah turun.
d r b mus Obyektif: anaknya.
t g i a l d Obyektif:
a e a Obyektif:
a k r k d n i a
a a s k - Suhu tubuh: - Suhu
n d s a 38,5°C
t k - Suhu tubuh: tubuh: 37,5°C
d e i n t i ef
a - Ayah dan ibu 38,2°C - Ayah dan ibu
a h a a s ek terlihat - Ayah dan terlihat
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Psikospiritual
b k p aa l u t a a a h a Kepera watan
e o i rh u h a n t du t
r di r g : k g a mt
g si i at d 3 u b
a k i
a an t S i i 7 b e
n u n o a nu
ak u d s ° r
t- a b a a C l n i h g demam
B Planning: Peningkatan
i l y k m- A a e s : a
e Be suhu tubuh Peningkatan suhu
a r e p y S n h a t 3 n
n rik Berikan teratasi tubuh sudah
i d k d i a u a k r 6 t
a t e n h , i an penjelasan sebagian. teratasi.
k b k d a a
a r i mg d y 5 a pe pada keluarga
i f a o n s ° n Planning: Planning:
n a e nje untuk tetap
s k i C
: ma n k las disampingnya
t - n i t u t m n- A m Berikan Berikan penjelasan
d an selama anak
u e- I a b i d e e yy e penjelasan pada
pa masih demam
k n I b k u f a r n a a n pada keluarga untuk
da
u a b u n t : h . y h j keluarga tetap disampingnya
g u y e Od a kel
n - e a untuk tetap selama anak
g a ma r - b b g uar
masih demam
m e . l Al yn disampingn
a I o a ga
k e n O i y e e i ya selama
n b l unt
e n g b h a s kb a uk anak masih
u e
p s g a y a h a t u n tet demam
s e a t e t h i i t a
ap
i h t a k b m mk
f e k
a a k t e : r n dis
k e p e a l
o t k a i r n u y am
n n- S i
l a a n f g g l a pin
o n n : a g uh . gn
n a
g a ya
d a k - S t I t
i i Dia sel
s a n a u m a 27-09-2013 30-10-2013 1-10-2013 2-10-2013 4-10- 2013
a n h a gno am
nKeperawatan p s Keperawatan
k u n sa Jam 14.00 WIB Jam 14.00 WIBa Jam 14.00 WIB Jam 21.00 WIB Jam 08.00WIB
d l i
k s e tubuh belum teratasi. Peningkatan an
suhu menjaga anaknya. menjaga Analisis:
a
n e s e t m ak
tubuh belum teratasi. Analisis: anaknya.
l u l u e Planning: ma Analisis: Peningkatan suhu tubuh
s u d a b n sih
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Psikospiritual
teratas p e t S p k S h f: Subyektif: a d uda
i. e l a s Subyektif:
u e t u a a a h
n u p e b n i b d - Keluarga sudah - s k n sad
Planni j a y y f y a tidak khawatir K khawatir a ar
l u
ng: e a : e p melihat m pe
e r d a e d k
l g k k k anaknya sudah l a e n nu
Pert i m
t i- H t p mulai sadar. u h l y h.
aha a a s a i t a i e Obyektif: a i a Obyektif:
nka s a f y s f n h
r t
n a u m d : a i : y - Anak i a s
g
kon n n p i n l a masih t
disi t i - g l - k Implem
entasi Dia Evaluasi Keperawatan
p u n r K d a Ki gno
ana sa
a k e i b e t
k g u 27-09- pada orang 30-10- Berikan 1-10-2013
l d o l
dan d n m Kepera Kepera 2013 2013
u e r u y tua untuk Jam 14.00
beri a t y a a r a a a watan watan kesempatan
Jam mengekspres Jam WIB
kan e a h r i t r n 14.00 ikan 14.00 pada orang
k g t o g g WIB WIB terpasang infus
perasaannya tua untuk
a a r a di - Anak
menunjukka - Anakmasih mengekspres
a i de masih
M pa3.pr anis n adanya terpasang ikan minum
D k n u m rit
e da es e b me h a ma a infus dan perasaannya
m or ik f . pen a k gangguan dilakukan melalui NGT.
d gatu s elektrolit rehidrasi
b an an i wp i an
Analisis:
ran a e pada anak. elektrolit
er g pe s h ak - Anak masih
k t r Analisis: Defisit
ik ra i pe minum
t e i t
a tu sa k rta Defisit melalui
g r a elektrolit teratasi
n a an h m NGT.
e a m
a an Analisis: sebagian.
k ny l g t a elektrolit
w ya
es un a e a e n belum teratasi.
a . Defisit
e tu k l r y t O
k t a h a Planning:
m i b Planning:
r n a . elektrolit
p m r y
o d O t e Berikan belum teratasi. Berikan
at en
l m a b e k kesempatan pada
a ge e p y Planning:
i r t kesempatan
n ks k e orang tua untuk
t i
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Psikospiritual
m 2 m k r n m 2013 Jam 08.0
0WI Subyektif: -
Subyektif: - cenderung Subyektif: - l - An
e - e t t e ngantuk. a ak tampak
n 1 l r a k n 1. Me ko p Obyektif: i akt
g
0 a
o h e g 4. G S i Obyektif: Obyektif:
sadar if
- l m mua u a i
e 2 l a s e benikn b m n - Anak masih p ber
u - Anak sudah - Anak
k 0 i n belum sadar. e ko
i e k rikasig y g mulai
1 anterg e s n n mu
s b t k m s sadar, sudah
3 ke ape a y u nik
p o a p p u k tetapi m
se uti j a Analisis: h asi
r J t s n masih u
a r a t
a o mk n i a . Implem
e u t e entasi Dia Evaluasi Keperawatan
m l paanttumf gno
s d k a s ta arabuh: m sa
s
i u a o n i n kli e 27-09- terapeut 30-10- klien 1-10-2013
2 Kepera Kepera 2013 2013
k h n k anen ik keluarga
1 s - s
kejar watan watan
Jam 14.00 WIB
ak
a . u d p a b.d k Jam 14.00 antara Jam 14.00
Analisis:
m dan
n 0 . t i a n Oi WIB klien WIB
en
0 A e s d p
keluarg b p keluarga
n gua statu u Analisis: Gangguan Gangguan tumbuh
p W r i a e ng s
y
kejar
e I
a
a r neure n Gangguan
l ka tumbuh kejar
B k
r i t d o a pk olog a belum teratasi. teratasi sebagian.
is t
a- A s a a r s an
i d tumbuh kejar
(Apa
s n i s n a a
pe
tis)f a belum teratasi. Planning: Planning:
a a s i n a
ra
:
k : sa k Planning: 1. Berikan 1. Berikan
a . t g n
an
n s e n - e kesempata kesempatan
D ny 1. Berikan
n u P y Al n anak anak
t t a
e l n u kesempata mengungk mengungkapka
y d
f a a u a se
a a n anak
a a ca apkan n perasaannya
n p a k r
h i n
ra g
mengungk perasaann secara verbal
s ve apkan ya secara 2. Ciptakan
i b u h a
m i n
rb perasaann verbal komunikasi
e n al a
i t ya secara
g
r 2. Men n d 2. Ciptakan terapeutik
n t verbal
:
ci y i komunika antara klien
u e i u
pt a s 2. Ciptakan si
m l P k k a
ak komunikas terapeutik dan keluarga
e e a an d m i antara
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Psikospiritual
2 a n kan 4- WIB a el g 0WI
- Jam Subyektif: e n
b t s pera 10- d n u a B
08.0 r g
1 u u i k saan 20 k ar
0 13 -K i
n e k
- m . o nya k
y M pe 5.
2 a b n seca Ja Kuran l a o
0 m e nje g u n n
. u d ra
1 08. m las penge a d
h i verb 00 tahua
3 P bean r p i
al WI
l s rikten n g e s
J A k a i3. C B orang a r i
a n e n2. B i antan
tua a
m a j n e p reig
tentan m w d
l t nf pe g
a i r e a a
2 i n i a or ny penya n t n
1 s r g k k ce aki kit j
. i : a a mt kuran a s p
0 s s n n en g w e e
0 : 1.uP kom
kese infor a t
t n
d e mpa unik masi b e g
WG a po
r tanasi yang l o
I a sit didap
h t anatera p a b
B n if at e h
a peut a
k ke tentan r
d g t ik diberikan t
g h men pa g t p
e a
e a gunanta progn a
n u da e n
r n gkara osis n n
g a
a n a k p dan y j a
ke
n t a klien penat a e n
lu alaksa a
Imple l a
Diagnos
mentas ar naa n n a
i a k
Keperawat ga penya s n
an set kit a
y y
27-09- 30-10-
1-10-2013
2-10-4-10-el n
a a
2013 2013 20132013
n
Keper
Kepera B ah .
JamJam Ja di g t
awata
watan
n 14.00
14.00 m be e
WIBWIB 14. Jam d n Obyektif:
rik
00 21.0 i t
WI 0 an a
b -K
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Psikospiritual
e n n i a n 4 1 - J m 8 00WIB
l j g t n y - 0 2013 a 0 .
u e e a a
a l
t k
r a
g s a Implem Menganjurka
Diagnos
entasi 6. Risiko Subyektif: - Subyektif: - Subyektif: - Subyektif: -
a a h a n keluarga tinggi
n u Evalua memasang cidera Obyektif: Obyektif: Obyektif: Obyektif:
t a si penghalang b.d
a p n Kepera aktivitas - Anak - Anak - Anak -
dan
m e watan kejang terbaring terbaring terbaring An
r mengunci
p 27-09-
ap 30- lemah di lemah di lemah di ak
a a o Kepera
Keperaberi10- 10-
roda tempat
tempat tidur tempat tidur tempat tidur ter
k w r watankan201 201 tidur saat
watan - Kesadaran - Kesadaran - Kesadaran bar
a a tidak berada Apatis somnolen compos ing
t n rein
a Jam disampingny - Riwayat - Riwayat mentistetapi le
. g forc
n a kejang pada kejang pada masih ma
t sudeme 21. anak. anak. cenderung h
u ahnt WI mengantuk di
t
s A terposi - Riwayat te
u WI
i n atatif Analisis: Analisis: kejang pada mp
a a a si.kep anak. at
s l Risiko tinggi Risiko tinggi Analisis: tid
i ada
t Pla cidera belum cidera ur
m s
e nnikel Risiko tinggi -
teratasi.
e i
n ng:uar cidera Ri
n s ga. wa
t
:
d Per yat
a
e tah kej
n K n an
an
g u g g
ka
a r pa
n
r a p da
k n e ko ana
a ndi k
g n
n si - An
y da ak
p p a n sud
e e k tet ah
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Psikospiritual
s h : i r t a n i 1-A a i 2-10-2013 Planning: tetap anjurkan mengunci 4- 1 m
a . n a e r c s 10n n d Jam 21.00 keluarga 10 3 08.00W
d A R g r g i a j g a Pertahankan memasang roda tempat - IB
20 WIB 20 J
a n i g s a kondisi dan
a r m 13u d k penghalang dan tidur . a
r a s i
u t o p r a
l i c
p i k i d a md i kn b
e s o a s e a n 14.a m e
d Kebutuhan Kenyamanan Sosiokultural
n i h i mt g 00n e r
s e Implem Evaluasi Keperawatan
u t . a e n W n a entasi Dia
gno
Imple s m y IBk g d sa
Diagnos
mentas 27-09- 30-10- 1-10- 2-10- 4-10-
i a Keperawat a p a t e u a
Kepera Kepera 2013 2013 2013 2013 2013
an n a e l n watan watan
ng 30- g t r uc d Jam Jam Jam Jam Jam
Keper
Keperape ber10-P t a a i i 14.00 14.00 14.00 21.00 08.00
awata
watan2013 t r r WIB WIB WIB WIB WIB
ng ada l p i s
n a a go
hal dis e d a 1. Mengajarkan 1. Perfusi Subyektif: -
n s keluarga tentang jaringan
14.00
an am n n u a d m
i pemantauan cerebral tidak Obyektif:
g pin i g r s a p
14. status sirkulasi efektif b.d
Pl dangny n h s e mt i
darah anak reduksi aliran - Ibu mampu
an me a WIg a a b e e n 2. Mengajarkan darah ke otak memasang tensi
ni ng : l a a mm g keluarga tentang meter dan alat
ng un a t g a p n tanda-tanda pengukur saturasi
: b A i s a peningkatan oksigen secara
ci e n n t y
a
g i a t a
An rod l j n
jur a u d . nt
ka te m u d a gi
r a k P d
n mp
at t k n b l pu
e a e a e r
kel tid r n n s
uar ur mr n
a n
ga saa t k e a i g
a
me t a n d n ha
e
ma tid s l g a g a t
sa ak i u u d : l t
.
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Sosiokultural
Implementasi Diagnosa Evaluasi Keperawatan
27-09-2013 1- 2- 4-10- 2013
10- 10-
201 201
3 3
Keperawat Kepera monitor
Jam 14.00 Jam 14.00 Jam 14.00 Jam 21.00
an watan kondisi
WIB WIB WIB WIB
anak.
teka mandiri
nan - Ibu
intra mengetahui
kran tanda
ial peningkatan
3. tekananintra
Mengajar kranial
kan - Ibu
keluarga menyebutka
tentang n komplikasi
pencegah penyakit
an anaknya.
komplika
si
penyakit Analisis:

Perfusi

jaringan
serebral
teratasi.

Planning:

Pertahankan
kondisi dan
tetap anjurkan
keluarga

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Kebutuhan Kenyamanan Sosiokultural
J m 0 .0 W B Kepera watan
a 8 0 I 27-09-2013 30- 1- 2- 4-10- 2013
10- 10- 10-
1. 2.
MPeni Su Su Subyektif: 2013 201 201
e ng 3 3
by by
n ka Keperawat Keperawat termometer
ekt ekt - Ibu Jam 14.00 Jam 14.00 WIB Jam 14.00
g ta an an
if: if: WIB WIB Jam
a n digital aksila sudah memberikan anak
mengatakan WIB
n su anak efek sudah cukup minum.
- I - Ibu
j hu langsung memberikan s
b dan
u banyak dari anak cukup u
u men termometer
r minum minum dan Obyektif: d
tu gata timpani
k 2. Menjelaska sirkulasi mengetahui a
bu m kan - Ibu tampak
a n manfaat endotoksi manfaatnya. - Suhu tubuh anak: 38,2°C h
h: e rajin
n banyak n pada - Ibu tampak rajin mengganti
de n
k minum hipotala mengganti air hangat m
m g
e mus Obyektif: air hangat e
a a untuk kompres anak
l 3. Menganjur untuk m
m t
u kan - Suhu tubuh b
b. a
a keluarga anak: 38,6°C e
d k
r - Ibu r
a Analisis:
g menggant i
n tampak
a i pakaian k
memberikan Peningkatan suhu tubuh
yang a
tipis pakaian demam belum teratasi
u n
n menyerap anak dengan
t keringat bahan yang Planning:
a
u tipis dan n
k 4. Mengajarka Anjurkan keluarga untuk
menyerap a
m n memberikan anak banyak k
keringat
e keluarga minum cukup
tentang - Ibu sudah
m m
b observasi bisa i
e mengukur n
ri suhu dan suhu u
k tubuh m
a pemberian .
n kompres dengan
Imp entasi air hangat menggunakan
lem Diagnosa
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Sosiokultural
Ob t i a -09- n cairan tubuh demam 30-10- 1-10- 2-10- 4-10-
J 2013 2013 2013 2013 2013
yek P e s anak: ± belum teratasi.
a
tif: e r i m Jam 2,5 cc / Jam Jam Jam Jam
m
n 14.0 24jam. Planning: 14.00 14.00 21.00 08.00
a e
-S 0 WIB WIB WIB WIB
i t d m 0
u WIB Anjurkan
n a a b 8
h Analisis: keluarga untuk
g s n e . kompres
u 0 memberikan
k i r anak Peningkat
0 anak banyak
a t i - Rata-rata an suhu
t W minum
t k kebutuha
e I
u a t a B
b Pla 1. Mengajarka 3. Defisit Subyektif: Subyektif: - Subyektif: - Subyektif: -
n a n
u nni n keluarga elektrolit
ng: p b.d - Ibu Obyektif: Obyektif: Obyektif:
h s a cara kegagala mengatakan
u P a n memonito n kurang - Ibu tampak - Ibu dan ayah - Ibu
a h e r
n a mekanis nyaman rajin tampak da
n u r dan me karena tidak melakukan bergantian n
j k
a menghitu pengatur ada pembatas perawatan mencatat aya
t u
k ng an ruangan saat kateter urin intake dan h
t a r b keluaran
: h melakukan - Ibu dan output anak ta
u k a perawatan ayah tampak pada sebuah mp
b a a n pengguna kateter. bergantian buku. ak
3 u n an kateter
n y - Kateter urin ber
7 h k 2. Mengajarka
a sudah ga
, a n keluarga nti
k k
5 d n an
e memberik
° e me
l m an nca
C m k u i tat
a o a n int
An
m n r u ake
alis
is: d g m da
Imp n
lem Diag out
enta nosa
si put
era an era an 2 ana
Kep wat Kep wat 7 k
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Sosiokultural
p d s b a menunjukkan anak Defisit elektrolit
a a e u h mengalami teratasi sebagian.
Imp k teratasi.
lem Diag e
enta nosa
si k Planning:
Analisis:
27-09-2013 30-10-1-10- 2- u keperawatan dengan: Planning: modifikasi
2013 2013 1 r Defisit
0- intervensi keperawatan
a 1.
2 dengan:
n elektrolit
0
g belum teratasi. Pantau keluarga cara memonitor
1
3 a
n dan menghitung
Planning: keluaran cairan dari
1
0- e penggunaan pampers
modifikasi
2 l
intervensi
0 e
k keperawatan
1
3 t dengan:
Kep Kep r
Ja Ja Ja J J 1. Pantau
era era o
wat wat m m m a a
l keluarga
an an 14. 14. 14. m m
i cara
00 00 00
t memonitor
WI WI WI 2 0 . dan
B B B 1 8 An
. . menghitun
ali
0 0 sis g keluaran
0 0 : cairan dari
W W penggunaa
I I De n
B B
fisi
perawatan t
selang kateter
yang digunakan
ele
anaknya
ktr
olit
bel
um
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Sosiokultural
a a l 4-10- 2013
h n u Kepera Kepera
Jam 14.00 Jam 14.00 Jam 14.00 WIB Jam Jam 08.00WIB
Analisis: k a watan watan
WIB WIB 21.00 WIB
t a r
D 2. Pantau kateter m
e n g
e 2. Pantau en
r a
f keluarga gh
a k dalam keluarga
i itu
t o c memberik dalam
s ng
a n a an memberika
i ke
s d r perawatan n
t lu
i i a selang perawatan ar
. s kateter selang
e an
i m kateter
l ca
e yang ira
e
a m digunakan yang n
k Pl
an n o anaknya digunakan
t
ni a n anaknya da
r
ng k i ri
o
: 2. P t pe
l
a o ng
i 1. P n r gu
t e t
a na
r
u d an
s t
k a pa
u a
e n m
d h
pe
Imp
lem Diag rs
enta nosa
si
27-09-2013 3 013 2- perke ga
0 10- 1. Mengajarka mbang memberi 4. Gangguan status Subyektif: -
- 1-10- 201 n keluarga an kan tumbuh neurologis
1 2013 3 memberik anak minum (Apatis) Obyektif:
0 an 2. Mengaja kejar
- stimulus rkan melalui b.d - Ibu terlihat mengajak
2 keluar NGT komunikasi anak, meskipun
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Sosiokultural
-I l a erbal. k i
a b a Su s - Kesadar Subyektif: - penuh. Subyektif: - o s ora
n u l by i an - Kesadaran m a ng
a u ekt a Somnol Obyektif: anak Obyektif: u diajak tua
k s i if: n en. compos n k ny
b u s - a - Ibu - Ibu mentis - i o a.
el d e k member tetapi I k m - Ke
u a l Ob , ikan terlihat mengantuk. b a u sad
m h a ye m minum mengajak - Ibu u s n ara
a n kti e anak komunikasi terlihat i i n
d b g f: s melalui anak, meskipun memberika m k ana
a i N k selang n minum e a a k
re s G - i NGT. anak n n s sad
s a T I p anak melalui g a i ar
p . b u belum a k pe
o m u n j . o nu
n e respon a - Anak l h.
v m t a verbal k sudah e - Anak sudah
er b e n b h bisa minum
b e rl a susu dengan
al r i k Implem
entasi Dia Evaluasi Keperawatan
. i h gno
-K k a b sa
es a t e 27-09- Modifikasi membe 30-10-
a m l Kepera Kepera 2013 intervensi rikan 2013 Modifikasi
n
d e u watan watan keperawatan minum intervensi
Jam Jam
ar m n m 14.00 dengan: anak 14.00 keperawatan
a i g WIB melalui WIB dengan:
n n a a 1. Pantau
Analisis: NGT. Analisis:
u j d 1. Pantau
a m a a
Gangguan dalam Gangguan
n k r keluarga dalam
k member
a a e
tumbuh kejar ikan belum memberikan
k n o s
A m p belum teratasi. stimulus stimulus anak
a teratasi.
p k u o anak 2. Pantau
at n n 2. Pantau
is m i keluarga dalam
. e k v Planning: Planning: memberikan
dalam
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Sosiokultural
mi 1- ant me 2 l ntau 4-
nu 10 Gan au lal - s keluarga 1
m - ggu ui 1 u dalam 0-
20 0 s 2
an kel N memberi
13 - u 0
an tum uar GT 2 kan 1
J buh .
ak ga . 0 stimulus 3
me a keja dal 1 anak.
3 Anal Ja
lal r am m
m
ui me J isis: 0
N terat mb a 8.
G 1 asi eri m Gan 0
T seba kan ggua 0
4 2 n W
gian sti
. 1 tumb I
. mu . uh B
0 lus 0
ana kejar
0
0
k
Pla
2. Panta W suda
nni
u I h
W ng: B terat
I Mo
kel m asi.
difi
B uar e
kasi n
ga
inte g
dal
N rve g Plan
am
nsi u ning
G kep
me n :
mb a
T era 1.kPerta
eri
wat
. kan a han
an n kan
mi
den kon
A nu
gan b disi
n m
: o ana
al t k
isi 1. P ana o
s: k 2. Pa
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Sosiokultural
Evaluasi Keperawatan
Implementasi Diagnosa
27-09-2013 30-10-2013 1-10-2013 2-10-2013 4-10- 2013
Keperawatan Keperawatan
Jam 14.00 WIB Jam 14.00 WIB Jam 14.00 WIB Jam 21.00 WIB Jam 08.00WIB
1. Menganjurkan 5. Kurang Subyektif:
keluarga untuk pengetahuan
tetap berdoa orang tua - Keluarga tetap
memohon tentang berdoa untuk
kesembuhan penyakit b.d kesembuhan
anaknya kurang anaknya.
2. Mengajak informasi yang
keluarga untuk didapat
selalu mengikuti tentang Obyektif:
perkembangan prognosis dan
kondisi anaknya penatalaksanaa - Keluarga
n penyakit menjalankan ibadah
sholat
- Orang tua selalu
mengikuti
perkembangan
anaknya
- Orang tua sudah
mendapatkan
informasi yang
dibutuhkan.

Analisis:

Kurang pengetahuan
orang tua tentang
penyakit sudah

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Kebutuhan Kenyamanan Sosiokultural
Implementasi Diagnosa Evaluasi Keperawatan
27-09- 30-10- 1-10- 2-10- 4-10-
Kepera Kepera 2013 2013 2013 2013 2013
watan watan
Jam Jam Jam Jam Jam
14.00 14.00 14.00 21.00 08.00
WIB WIB WIB WIB WIB
teratasi.

Planning:

1. Anjurkan
keluarga
untuk
berdoa
memohon
kesembuh
an
anaknya
2. Ajak

keluarga
untuk

selalu
mengikuti
perkemba
ngan
kondisi
anaknya

1. Mengajarka n 2. Menginfor n 6. Risiko tinggi cidera


n keluarga alih menjaga masikan keluarg b.d aktivitas kejang
baring kelancar hal-hal a untuk
tiap an yang menceg
untuk jam sirkulasi perlu ah
melakuka untuk darah dilakuka cidera
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Sosiokultural
S a h S ar u S e n S a e l g Obyektif:
u r b u a u n g u r b r a .
b a e b m mb g . b a u n
y r y e e y h y Implem
entasi Dia Evaluasi Keperawatan
e m u e n l e a e m gno
k e l g a k d Ok e sa
k 27-09- 30-10- 1-10- 2-10-2013
t n a t h k t a b t n
i g n a p y i g Keperawa Kepera 2013 2013 2013 keluarga
i u i Jam 21.00 WIB
f h g d i e f h tan watan
f k f Jam Jam Jam
: a . a a : a k : a 14.00 14.00 14.00 melakukan - Anak sudah
: saat sadar penuh.
d pi n n t d WIB WIB WIB
- a a a i- a kejang - Anak sudah
- - berulang baring baring alih baring bisa mengubah
I p O I n a I k f I p
b i b a : b i pada anak anaknya. anaknya. pada posisinya sendiri.
b l b
u k - Kesadaran - Kesadaran anaknya.
y u i u s u - Kesadaran
a e sa h m a- I a
n k at b Apatis. somnolen.
m m e a m n anak compos
a t te u Analisis:
e e n t e a
n k i rj g t
n n k mentis Risiko tinggi
g f a a e mg
g Analisis: Analisis: tetapi masih
a s : di t r e a s cidera sudah
a mengantuk.
t a k a j l t a teratasi.
t Risiko tinggi Risiko tinggi
a a- I ej k a a a a
a
k t b a a d k k t cidera belum cidera belum
k Analisis:
a u n n i u a teratasi. teratasi
a
n t g s k k n t Planning:
n Risiko tinggi
e m b u e a e Planning: Planning: Pertahankan
s r e er d j n Modifikasi Modifikasi cidera teratasi
s ul s r kondisi anak
u j l u a a u j intervensi intervensi sebagian.
d a a a h n
d n d a keperawatan keperawatan
a d k a t g a d dengan: dengan: Pantau
h i u g.
h a h i Pantau
k h b Planning:
t k a u e keluarga dalam Modifikasi
t Ob t k
a e n c r e keluarga dalam melakukan alih intervensi
a yek a
h j h tif: a u h j melakukan baring keperawatan
u a a u r a u a alih baring. dengan:
n l a l n
c g i - Ib ma
c c g
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Sosiokultural

10-
201

Jam
08.

WI

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Kebutuhan Kenyamanan Lingkungan
Evaluasi Keperawatan
Implementasi Diagnosa
27-09-2013 30-10-2013 1-10-2013 2-10-2013 4-10- 2013
Keperawatan Keperawatan
Jam 14.00 WIB Jam 14.00 WIB Jam 14.00 WIB Jam 21.00 WIB Jam 08.00WIB
Menciptakan 1. Perfusi Subyektif: Subyektif: Subyektif:
lingkungan yang jaringan
tenang cerebral tidak - Ibu mengatakan - Ibu mengatakan - Ibu mengatakan
efektif b.d kurang nyaman mencoba untuk sudah beradaptasi
reduksi aliran dengan ruangan. menyesuaikan dengan dengan kondisi
darah ke otak Obyektif: kondisi ruangan. ruangan.
- Ruangan berisi 6 Obyektif:
pasien, ruangan - Ruangan berisi 6 Obyektif: -
terasa panas, tidak pasien, ruangan kadang
ada sekat antar terasa panas, tidak ada Analisis:
pasien.
sekat antar pasien.
Analisis: Keefektifan Perfusi
Analisis: jaringan serebral
Keefektifan Perfusi sudah teratasi.
jaringan serebral Keefektifan Perfusi
belum teratasi. jaringan serebral
teratasi sebagian.
Planning: Planning:
Planning:
Ciptakan Pertahankan
lingkungan yang Ciptakan lingkungan kondisi
tenang yang tenang

1. Mengganti linen 2. Peningkatan Subyektif: Subyektif: Subyektif:


yang basah oleh suhu tubuh:
keringat demam b.d - Ibu mengatakan - Ibu mengatakan - Ibu mengatakan
2. Mengatur suhu efek langsung kurang nyaman kurang nyaman ruangan sudah
lingkungan dari sirkulasi

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Kebutuhan Kenyamanan Lingkungan
Implementasi Diagnosa Evaluasi Keperawatan
27-09- 30-10-2013 anak 1-10-2013
Keperawa Kepera 2013 suhu Jam 14.00 Jam 14.00 WIB
tan watan
Jam lingkunga WIB
terasa dingin.
14.00 n sesuai
sesuai endoto dengan
WIB
ksin ruangan Obyektif:
dengan pada dengan dengan
karena
suhu hipotal suhu - ruangan terasa
ruangan
tubuh amus ruangan tubuh dingin
masih terasa
anak karena anak
panas.
Analisis:
ruangan Obyektif:
Peningkatan suhu
kadang-
- ruangan tubuh demam
kadang
terasa panas belum sudah
panas.
teratasi
Obyektif: Analisis:
Planning:
- ruangan Peningkatan
suhu tubuh 1. Ganti linen yang
terasa panas
demam belum basah oleh
Analisis: teratasi keringat
2. Atur suhu
Peningkatan Planning: lingkungan
suhu tubuh sesuai dengan
demam 1. Ganti linen suhu tubuh
belum teratasi yang anak
basah
Planning: oleh
keringat
1. Ganti linen 2. Atur suhu
yang lingkung
basah an sesuai
oleh dengan
keringat suhu
2. Atur tubuh
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Lingkungan
2 2 J 2 0 WIBa i n h k 1-10-2013 Defisit 2-10-2013 4-10-
- 0 a 1 W r d . a Analisis: Obyektif: 2013
1 1 m 201 Jam 14.00 Jam 21.00
. I e a n n elektrolit Jam
0 3 WIB WIB
0 B n k y - Kateter Analisis: sudah 08.00
- a a p Subyektif: - sudah
Jam teratasi. WIB
Imple a me
14.0 dilepas.
mentas Diagnosa
i Keperaw p d a r Planning:
atan r a n a Analisis: Defisit
sa pri a 27- n i s w
at va Keg 09- v e d a elektrolit
e kel si pe a 201 k a k Se t
p ra l 3 u s a un a
ua an
er waa Jam r i t bg n
a rg ak ta n a / y a
14.0
w a ny n n e n k
0 y t
at m a mWI g k a
a i
a ela3. De e B t s t
n r
n ku f k n a i e e
g
ka i aS y i f k t
M s nu a s : a e
n k
e i ib m e
pe t u t r
m sy a r b - I p
ra e me n b e u
b a a
wa l ekt u n r
er n g
ta e if d
ik g a u i
n k p: e i mt n
a .
t e n p e u .
n r n- I g e n p
kat
p o g b a m g
ete l O
e a u n b b a sO
r i t
n y a t ab
un t u m r t a aye
ut e
tu r e u k a k t kt
u b a n a
k t s a mif:
p . n g n n e
i r
ru m d a g u
f l- T
a enj t a l a e
: a
n ag k a n n e k r
e k g b u s
g a -T
g a k a i
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Lingkungan
t -P n n ngan 30-10-2013 1-10-2013 mengantu 2-10-2013
Defisit
e penu e k d penuh dengan k.
Jam 14.00 Jam 14.00 Jam 21.00 WIB
r tup/s r a i pengunjung.
WIB WIB
a
elektrolitekat t n s
t saat a i melakukan
a h k Obyektif: perawatan
s kelua a o kateter urin
i
Planning: rga - Kebutuhan Subyektif: -
Implem
Diagnos
entasi keluarga Subyektif: Subyektif: -
a
- s akan suasana Obyektif:
e Evalua perawatan dan - Ibu Obyektif:
b si lingkungan mengatakan - Kebutuhan
a Kepera yang tenang. kurang nyaman - Kebutuhan keluarga akan
g watan - Musik saat jam keluarga suasana
i neur2 ar: a sentral kunjung tiba, akan perawatan dan
a Keper
Kep 7 ga m
ologi diperdengarka ruangan suasana lingkungan
n eras - m- I a
awatan n pada jam penuh dengan perawatan yang tenang.
wat(Apa0 elab n 10.00 WIB pengunjung. dan - Musik sentral
an tis)9 ku u s - Kesadaran lingkungan diperdengarkan
- ka a anak Apatis. yang pada jam 10.00
2 n m a Obyektif: tenang. WIB
0 pe e t - Musik - Anak terlihat
M 1 ra
P n j - Kebutuhan sentral menikmati lagu
3 wa a
l e g keluarga akan diperdengar kesukaannya
a 4. mG J ta a m suasana kan pada diperdengarkan
n bea a n t perawatan jam 10.00 di telinganya.
n n m ka a k dan WIB Analisis:
rikg
i tet k u lingkungan - Musik
ang
n 1 er a n yang tenang. kesukaan Gangguan
g u 4 uri n j - Musiksentral anak tumbuh kejar
tera . n u diperdengarkan diberikan
:
ap n 0 S k n pada jam 10.00 saat
-B i tumb 0 u u g WIB terbangun
e m uh b r ti - Kesadaran dari
r us Wy a b somnolen. tidurnya
i kejar I e n a - Kesadaran
ik b.d
k Bk g , anak
a t r Analisis: compos
n statu kei n u mentis
lu f
s y a tetapi masih
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Lingkungan
4 10 20 Ja 080W p k p t r
S
13 m .0 IB r e a i u
u
Imple o b b k a a
Diagnos
mentas g e s n n
i a Keperawat y
n e r a g
an
o k s m a
30-10-
Keper
Kepera 10- 10- s t i h e n
awata 2013
watan 2013i i h a m
n s f a r b s
14.00 Jam n u e e
:
14.00 08.0 d s r n
WIB 0WI a
21. - I r s d
n b u b i i

WI u a e h r
p n r k i
e m g g a
n e a a n
a n n n Obyektif:
t g ,
a a -T
l t k e
a a e r
k k l l
s a u i
a n a h
n r a
a u g t
a n a
M sih5. Kurang t k
e an pengetah n u p e
nj ru uan k a l
a an orang p s u
g ga tentang e m i a
a n penyakit n e e r
b.d y n n g
k
kurang a j a
e informasi k a t
b yang i g e p
er didapat t a r a
tentang
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kebutuhan Kenyamanan Lingkungan
i- P a n n a
e- d g g s d
lantai c r A a Subyektif: - Subyektif: - Subyektif: - a i
I i t n r d d n t
D d a a a i i Obyektif:27-09-2013 Obyektif: Obyektif: g e
m Keperawat 30-10-2013 1-10-2013 2-10-2013 4-10- 2013
i e h k n t t di m
p an
a Keperawatan r a Keperawatan
a e - Anak terbaring
Jam 14.00 WIB
- AnakJam
- 14.00 WIB t Jam 14.00 WIB p Jam 21.00 WIB Jam 08.00WIB
le
g a n t A n m a a
m lemahkamar.
di terbaring K
n k e p g p tempat tidur lemah di e n t
e
o b a r a a a - Kesadaran g k
n tempat s
s . n b t n t somnolen tidur a a
ta a
si
a d k a i k - Riwayat - Kesadaran d n n
o r s k a kejang kiri
compos a
a n i- R i n - Gelang mentis r a d
k d n i r terpasang di tetapi a n i
t i g wi d tangan kiri masih n a
i s a a i k t
anak mengantuk
v i l y n t - Gambar - G e
- Riwayat s
i S e a a
Analisis: e segitiga kuning kejang a
a m
t u m k t m m p
ditempatkan di - Gelang d
Kuranga b a k
pengetahuan
- G p orang b a
tempat tidur terpasang a
tua tentang
s y h e a
penyakita teratasi. a t
anak. di tangan r
j m t r tidur
e kiri anak
Planning: d a b t a
k k p
n a i s
e t i e n
g nd ga pa g r d e a
j i t n
be a m da -G u g
a f e u k
M rw ris ba te 6. R n : m s e r i .
l h
e ar ik r m i g - p e a t
a -G
s a g n i
m na o se pa n e
i Ot i a g
as ku jat gi t g t l
a
k b t k
a ni uh ti tid a
o y i i .
n ng pa ga ur n
e d t g g
k
g se da k ny t k u e a u
g ba an u a i t r r k t
n
el ga ak ni n i- K p u e
i
g f e a n n
a i da n r
g : s s i g
n ta n g a p
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
98

Kebutuhan Kenyamanan Lingkungan


Implementasi Evaluasi Keperawatan
Diagnosa
27-09-2013 30-10-2013 1-10-2013 2-10-2013 4-10- 2013
Keperawatan Keperawatan Jam 14.00 WIB Jam 14.00 WIB Jam 21.00 WIB Jam 08.00WIB
Jam 14.00 WIB
Analisis: - Gambar segitiga
kuning
Analisis: Risiko cidera belum ditempatkan di Analisis:
teratasi. tempat tidur
Risiko cidera belum anak. Risiko cidera
teratasi. Planning: sudah teratasi.

Planning: Modifikasi intervensi Analisis: Planning:


Modifikasi keperawatan
Risiko cidera Pertahankan
intervensi
Observasi kejang teratasi sebagian. kondisi
keperawatan
berulang dan risiko
Planning:
Observasi kejang cidera
berulang dan risiko Observasi kejang
cidera. berulang dan risiko
cidera

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Universitas Indonesia

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


99

2.5.5 Penilaian tingkat kenyamanan pada anak S.R


Pada kasus anak S.R, bila dilihat dari kelompok usia, bisa dinilai
tingkat kenyamanan dengan menggunakan gambar Daisi dari Kolcaba.
Namun, karena kondisi anak SR mengalami penurunan kesadaran,
residen tidak bisa
melakukan penilaian tingkat kenyamanan baik
sebelum maupun setelah dilakukan intervensi.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


BAB 3
PENCAPAIAN KOMPETENSI

Ilmu keperawatan sebagai salah satu ilmu kesehatan sangat berbeda dengan
disiplin ilmu kesehatan. Perbedaan ini terletak pada fokus keilmuan dimana ilmu
keperawatan mempelajari respon tubuh manusia terhadap penyakit, pengobatan
dan lingkungan yang berubah sebagai akibat penyakitnya dan mengakibatkan
tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, dari masa fetus hingga ajal. Dalam memahami respon
Indonesiadkk., 2012).

D 0

Perawat adalah seseorang y nga telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dala
Perawat Nasional Indonesia, 2005). a

e
g
g p

Kompetensi menurut SK. Mendiknas No. 045/U/2002 adalah seperangkat


tindakan
cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat
untuk dianggap mampu oleh
masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di
bidang pekerjaan tertentu.

100

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


101

Kompetensi berkaitan dengan aplikasi secara efektif dari kombinasi pengetahuan,


keterampilan dan kemampuan
penilaian yang ditampilkan oleh individu dalam
praktik mereka sehari-hari. Dalam keperawatan, kompetensi memiliki pemahaman
dalam rentang yang luas yaitu, penampilan dari peran seorang perawat terhadap
standar pelayanan yang dibutuhkan dan secara langsung diikuti kompetensi diri
perawat yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
penilaian(AIPNI, 2011).

individu yang akan bekerja di bidang pelayanan keperawatan. Menghadapi era globalisasi, standar tersebut harus ekuivalen

d
e
dang spesialisasi yang memperkuat da meningkatkan kualitas y kepera atan di bidang spesialisasi terse ut melalui upa
layanan

e a
w
w
n a
S

alis menurut International Council of Nurses (2003) bahwa Ners Spesialis merupakan seorang perawat yang memiliki ting
lan yang melebihi perawat generalis dan bertanggung jawab dalam

praktiknya sebagai seorang spesialis dengan keahlian yang lebih maju di

bidang keperawatan.

Sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun


2003, Organisasi Profesi yaitu Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
dan Asosiasi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI), bersama
dukungan dari

Universitas Indonesia
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), telah menyusun dan
memperbaharui
kelengkapan sebagai suatu profesi.Sejak tahun 2008 PPNI,
AIPNI dan dukungan serta bekerjasama dengan Kemendiknas melalui project
Healt
Profession Educational Quality (HPEQ), memperbaharui dan
h
menyusun kembali Standar Kompetensi Perawat Indonesia, Naskah Akademik
Pendidikan Keperawatan Indonesia, Standar Pendidikan Ners, standar borang
akreditasi pendidikan ners Indonesia. Semua standar tersebut mengacu pada

aikan menjadi dokumen negara yang berkaitan dengan arah dan kebijakan tentang pendidikan keperawatan Indonesia.Stan

au praktek rofesional ya melaui riset hing a menghasilkan karya inovatif dan teruji; mampu memecahkan permasalahan sai

n g

Sebagaimana gambaran Ners Spesialis di atas, Program Pendidikan Ners


Spesialis yang ditempuh oleh residen keperawatan anak merupakan upaya
mencapai kompetensi sebagai Ners Spesialis Keperawatan Anak yang
memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien anak dengan peningkatan suhu tubuh secara mandiri
serta mengembangkan inovasi berdasarkan evidence based practice di ruangan
yang diharapkan dapat bermanfaat untuk masyarakat dalam hal ini pasien dan
keluarga serta keilmuan anak.
3.2 Kompetensi Sesuai Area Peminatan Selama Praktik Residensi
Sebagai seorang
ners spesialis keperawatan anak, perawat spesialis harus
mampu melaksanakan praktik klinik
berbasis 3 ranah utama kompetensi
perawat, yaitu
1) praktik profesional, etis, legal dan peka budaya; 2)
pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan; 3) pengembangan
profesional (PPNI, 2010). Untuk itu, sebagai calon ners spesialis keperawatan
anak,
residen melakukan pencapaian kompetensi berdasarkan ketiga ranah

3.2.1 Praktik profesional, etis, legal dan peka budaya


Pada setiap tahapan asuhan keperawatan yang diberikan

Pada penerapannya, residen me berikan penjelasan pada keluarga anak SR, memegang prinsip etik
b
dalam mengasuh anak.
b

karena tidak jadi pulang, tetapi dokter seharusnya meyakinkan keluarga


bahwa tanda gejala ditemukan lebih dini mencegah terjadinya kondisi
yang lebih buruk apabila klien dipulangkan tetapi hasil pemeriksaan
echocardiografi ternyata memberikan informasi kepada keluarga untuk
tetap tinggal di rumah sakit. Penerapan prinsip otonomijuga dilakukan
residen pada keluarga anak RA dengan cara memberikan informasi
yang dibutuhkan, sehingga keluarga an RA, sehingga keluarga tidak
kecewa.

3.2.2 Pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan


Praktik residensi dilaksanakan oleh residen mulai tanggal 25 Februari
2013 sampai 24 November 2013. Sebelum melaksanakan praktik
residensi, residen terlebih dahulu menyusun kontrak belajar sesuai
eksi, perinatologi dan non infeksi dengan area ata unit peminatan utama adalah infeksi. Rumah akit yang digunakan residen

u
s
s d K

awali 6 minggu pertama di ruang non infeksi, dilanjutkan praktik di ruang perinatologi selama 6 minggu dan 6 minggu terak

3.2.2.1 Pencapaian target kompetensi di ruang non infeksi


Praktik di ruang non infeksi dilaksanakan di ruang IKA 1
Gedung A RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta yang
berlangsung selama 6 minggu mulai tanggal 25 Februari 2013
sampai dengan 5 April 2013. Kompetensi yang telah dicapai
selama praktik di ruang non infeksi adalah merawat anak dengan
kasus-kasus non infeksi sejumlah 6 kasus utama sebagai kasus
kelolaan dan
6 kasus resume sebagai laporan kegiatan harian
selama praktik di rumah sakit.

Residen merawat anak pada gangguan sistem hematologiyaitu


anak dengan leukemia limfoblastik akut(LLA), akut myeloblastik
leukemia (AML), thalasemia dan
hemophilia. Residen juga
merawat anak dengan gangguan kardiovaskuler yaitu tetralogi of fallot (TOF), patent duktus arterio
– 31 Mei 2013 dan hasil pelaksanaan dipresentasikan pada
tanggal 4 Juni 2013.

e
m a

(CPAP), melakukan observasi pada bayi dengan perawatan


inkubator, terapi penyinaran, memberikan nutrisi, ibu dengan
perawatan metode kangguru,positioning, sehingga bayi bisa
dilakukan perawatan di tempat tidur bayi terbuka. Kasus yang
dirawat residen antara lain bayi dengan masalah pernapasan
dengan distress pernapasan, gangguan termoregulasi yaitu bayi
premature dan BBLR, neonatus dengan infeksi (sepsis) dan
kejang, bayi dengan hiperbilirubinemia, dan pengawasan bedah
anak dengan kasus gastroschizis. Di ruang ini, residen
menerapkan evidence based practice meberikan posisi yang baik
pada bayi dengan prematur dan hipotermia (Positioning).

3.2.2.3 Pencapaian target kompetensi di ruang infeksi


laringomalasia. Residen jug merawat anak dengan gangguan pada saluran pencernaan yaitu masalah gizi buruk marasmik, k

a y
a

e e
n

3.2.2.4 Pencapaian target kompetensi di unit peminatan infeksi


Residensi II dilaksanakan selama 11 minggu,
mulai tanggal 9
September 2013 sampai dengan 22 November
2013 di IKA 1
Gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Dari
empat ruang yang ada, residen mempunyai target sebanyak 11
kasus selama praktik pemberian asuhan dan manajemen asuhan
keperawatan. Lima diantaranyadijadikan residen sebagai bahan
kajian karya ilmiah akhirdalam aplikasi teori keperawatan
comfort oleh
Katharine Kolcaba pada pasien anak dengan
peningkatan suhu tubuh. Kasus infeksi yang ditemukan residen
diantaranya kasus pneumonia, kejang demam kompleks,
endokarditis, gizi buruk marasmik, diare akut denganComplete

Atrioventrikel Septal Defect (CAVSD),


HIV,meningoencephalitis, encephalitis, meningitis tuberculosis
dan bakteri.

awatan yaitu pemantauan tanda-tanda vital pengukuran


v suhu tubu dengan menggunakan termometer timpani yang terbuk
a
h

r
1 k
o

kumentasikan proses asuhan keperawatan menggunakan format pengkajian yang tersedia di ruangan, tetapi selama prose

Katharine Kolcaba sebagai kerangka dasar yang tepat dan efektif.


Pengkajian teori tersebut dikembangkan residensi untuk mempermudah
pendokumentasian setiap prosedur yang
diberika residen dalam
n
pemberian
asuhan keperawatan pasien anak dengan masalah
peningkatan suhu tubuh.
Pengembangan secara profesional dilakukan residen juga dengan
mengikut
tambaha materi sebagai penambahan ilmu pengetahuan
i
n
yang dimiliki residen dalam
mengelola kasus. Materi tersebut
disampaikan oleh dokter pengajar dr RSCM, salah satu diantaranya
adalah pemberian materi sesak pada sistem pernapasan dan malnutrisi
pada sistem pencernaan. Bimbingan lain yang juga diiukti residen untuk
meningkatkan kualitas diri residen adalah penerapan evidence based

Selama praktik residensi I dan II, residen melakukan aplikasi dan sosialisasi proyek inovasi terkait int
mendeteksi adanya perubahan suhu tubuh p da anak.a
m

m v
m a
n

bidang keperawatan anak, 3) peran advokat bagi klien dalam area keperawatan
anak, 4) peran pengelola asuhan keperawatan anak, 5) peran peneliti terkait
keperawatan anak.

Perawat spesialis anak memiliki tanggungjawab untuk kualitas standar asuhan


keperawatan untuk anak dan keluarga. Selain itu, seorang ners spesialis anak
mampu menunjukkan gambaran diri, akuntabilitas dalam pengembangan
peran inidan mencerminkan kepedulian dan komitmen perawat terhadap
kebutuhan dan hak-hak anak. Tanggungjawab utama dari ners spesialis anak
adalah aplikasi secara langsung kompetensi spesialis klinis untuk perawatan
holistic anak dan keluarga dalam berbagai tatanan layanan kesehatan
(International Council of Nurses, 2008).

ekerjasama dengan HPEQ Project pada tahun 2010 diidentifikasi bahwa terdapat esenjangan antara harapan masyarakat de

ksecara mandiri harus berperan sebagai:


a w
ampu melakukan artinya perawat mampu melaksanakan tindakan keperawatan mandiri maupun tindakan yang sifatnya ko

e
n s a

menggunakan metodologi proses keperawatan (pengkajian, analisa


masalah,
penegakkan diagnosis keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi), melakukan koordinasi interdisiplin serta
menginisiasi proses perubahan/inovasi sehingga tercapai tujuan asuhan
keperawatan yang bermutu.
Dibeberapa area praktik klinik yang dilaluiresiden keperawatan anak,
diantaranya adalah area praktik non infeksi, perinatologi, dan infeksi
anak. Asuhan keperawatan yang dilakukan residen keperawatan
anakpadaarea praktik NonInfeksi antara lain pada kasus ALL,AML,
hemofili
retinoblastoma tumor wilms, neuroblastoma,
,
,
rabdomiosarkoma, osteosarkoma,ewingsarcoma, sindrom
nefrotik,demam rematik akut dan penyakit jantung bawaan (PJB).

kukan di area praktik Perinatologi, diantaranya yaitu: pada kasus bayi dengan masalah gastroschizis, kejang neonatus, hiper

k
naktelah elakukan asuhan eperawata pada m k
beberapa kasus, diantaranya n asuhan keperawatan pada anak dengan m
adalah

ani selama 11 minggu adalah praktik klinik di ruang infeksianak. Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya terkait as

beberapa pasien anak dengan fokus utama masalah gangguan rasa


nyaman peningkatan suhu tubuh.

Residen keperawatan anak melakukan asuhan keperawatan tersebut


dengan mengaplikasikan teori
kenyamanan comfort oleh Katharine
Kolcaba, melalui proses pengkajian, penilaian tingkat kenyamanan
sebelum dan setelah intervensi dengan menggunakan instrument yang
telah disediakan oleh
Kolcaba yaitu gambar bunga Daisi,identifikasi
masalah melalui struktur taksonomi Kolcaba, penegakkan diagnosa
keperawatan, menentukan intervensi beserta tujuannya, mela ukan
implementasi baik mandiri maupun kolaborasi dan melakukan evaluasi
sesuai dengan taksonomi Kolcaba.

ngan beberapa kompetensi praktik kli ik kepera atan yang dilakukan sesuai dengan masalah pasien yang ditemukanresiden

n w

a
p

k a
memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga terkait prognosis dan penetalaksanaan penyakit klien. Meskipun terlamba

rumah, sehingga keluarga memiliki pengetahuan, sikap dan


keterampilan yang cukup untuk mencegah gejala penyakit sesuai
kondisi dan sebagai
pengambil keputusan untuk dilakukan tindakan
yang spesifik.
Selama praktik, residen berusaha menjadi persepto bagi mahasiswa
r
pada jenjang di bawah residen atau bahkan perawat baru yang sedang
magang dan praktik
di ruang yang sama. Residen juga mela ukan
komunikasi yang baik dalam
berdiskusi dan berbagi ilmu dengan
perawat ruangan terkait perkembangan teori keperawatan comfort
Kolcaba yang dapat
menjadi dasar dalam melaksanakan tindakan
keperawatan yang diberikan pada pasien anak.Seperti yang dilakukan

yang baik, informatif dan terintegrasi, (sebagai masukan) pada format observasi dan dokumentasi ruangan. Peran ini dilaku
gan.

n m

e a
ti mengingatka keluarga, perawat, dokter dan staf lainuntuk melakukan
a hand rub sebelum dan sesudah kontak dengan pasi

Sedangkan pada keluarga, perawat memastikan bahwa keluarga


mendapatkan informasi yang lengkap terkait perkembangan k ndisi
anak, membantu keluarga untuk memilih keputusan yang tepat untuk
kemajuan kondisi anak, membantu mempertahankan lingkungan yang
aman bagi keluarga dan mencegah terjadinya cidera pada anak, serta
mendukung program famil centered care (FCC) disetiap unit
y
perawatan (Canadian Nurses Association, 2010).
3.3.4 Peran pengelola asuhan keperawatan anak
Peranyan
dimaksud adala merupakan peran perawat sebagai
g
h
koordinator pelayanan keperawatan anak.
Peran ini dilakukanresiden
keperawatananakdengan berkoordinasi dengan tim keperawatan
diruangan maupun tim kesehatan lainnya. Koordinasi yang dilakukan
tian dinas. Tim kesehatan lain yang dapat berkoordinasi langsung dengan perawat a tara lain adalah dokter, ahli gizi, ahli fa

n m
a m P
s
a
c iran,manajemen
manaje
m enRO,pemeriksaan
nutrisi,ma najemenfarmakoterapi, M
mentasi asuhan pasien. Bentuk koordinasi dengan ti kesehata lain kini merupakan bentuk kerjasama lintas bidang keahlian ya
n

n terkait masalah yang ditemukan pada klien kelolaan, menerapkan hasil-hasil penelitian dan melakukan sosialisasi evidenc

Sosialisas yang dilakukan residen pada ruang non infeksi adalah


i
mengajarkan pada keluarga dan anak yang mengalami kemoterapi
untuk mencuci tangan yang tepat dengan menggunakan hand rub
sebagai pencegahan
infeksi silang selama masa perawatan di rumah
sakit. Di ruang perinatologi, residen menerapkan positioning yang tepat

m
pada bayi prematur. Pada ruang infeksi, residen menerapkan evidence
based practice penggunaan kompres air hangat (water tepid sponge)
untuk menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam sebagai
salah satu gejala penyerta penyakit infeksi.

Pencapaian target kompetensi ini memerlukan waktu dan wahana praktik yang
memadai. Upaya pencapaian kompetensi ini dirasakan residen keperawatan
keperawatananak, namun residen keperawatan anak harus terus meningkatkan pengetahuandan keterampilan lebih lanjut

a g

o Mangunkusumo Jakarta beserta staffnya, maupun pembimbing klinis di la angan. Selain itu dukungan juga diperoleh d ri t

U
p
a

ng waktu atau kesempatan yang cukup untuk berdiskusi bersama dokter konsulen mengenai evidence based practice, dik
u jumlah perawatruangan yang

dinasnya kurang sesuai dengan rasio pasien. Ditambah lagi dengan suasana
yang
kurang kondusif pada pagi hari, karena banyak sekali dokter residen,
diskusi dan menjalankan programnya.
Kendal lain adalah peralatan yang
a
tidak tersedia seperti gunting, tensimeter, termometer dan alat saturasi
oksigen, serta bahan habis pakai yang tidak mempunyai cadangan berlebih,
seperti sarung tangan, kapas alkohol
dan plester hipafik. Sehingga banyak
sekali prosedur yang dilakukan tidak sesuai dengan standar operasional yang
benar.

Setelah pelaksanaan praktik klinik dan upaya pencapaian kompetensi sebagai


calon
perawat spesialis anak yangditempuh selama 2semester, residen
keperawatan anak melakukan penyusunanTugas Stase (KIA) sebagai laporan
akhir hasil pelaksanaan praktik keperawatan anak yang telah dilalui.

sunan karya ilmiah akhir ini akan disampaikan dalam seminar akhir sebagai syarat pencapaian gelar Ners Spesialis Keperawa
BAB 4
PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang pembahasan aplikasi teori comfort Katharine Kolcaba dalam
asuhan keperawatan
pasien anak dengan peningkatan suhu tubuh, serta
pembahasan tentang praktek spesialis anak dalam pencapaian target kompetensi.

aba yaitu teori comfort dalaasuhan keperawatan pada anak dengan peningkatan s hu tubuh. Empat konsep sentral alam pa

m
u d
d
o a
a

p
k R UPN Dr. Cipto Mangunkusum . Masalah tersebut adalah peningkatan suhu tubuh yang berisiko terhadap terjadinya gang
m a d
S o

ataupun resiko tinggi infeksi akibat gangguan rasa nyaman lingkungan.

Dari uraian tersebut, dibutuhkan teori comfort sebagai bentuk rangkaian


proses keperawatan yang komprehensif dari ketidaknyamanan yang
disebabkan oleh
peningkatan suhu tubuh. Asuhan keperawatan tersebut
dimulai dari tahap pengkajian, perencanaan
(Comfor Measure dan
t s

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


116

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


117

Intervening Variable), implementasi dan evaluasi keperawatan (Enhanced


Comfort) melalui penilaian tingkat kenyamanan dengan menggunakan
instrument sesuai dengan usia pasien.

4.1.1 Pengkajian
Pada tahap ini akan dianalisis pengkajian dan pengukuran terhadap 4
konteks kenyamanan terkait pengalaman fisik, psikospiritual, sosialkultural
dan l
4.1.1
Peng

Residen dalam memperoleh ata melalui wawancara dengan orang tua, karena kondisi anak yang be
d
dan membandingkan perubahan kondisi dan tingkat kenyamanan

M
b

pasien dengan melihat gambar bunga Daisi sebagai instrumen dari


Kolcaba.

Pengkajian keperawatan dilakukan secara menyeluruh, namun


difokuskan pada
masalah peningkatan suhu tubuh dan yang
kemungkinan timbul sebagai akibat dari peningkatan suhu tubuh,

Universitas Indonesia
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
seperti anak SR yang mengalami peningkatan suhu tubuh sehingga
anak mengalami kejang dan mengalami penurunan kesadaran.

Observasi dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Akibat dari


peningkatan tekanan intra kranial (TIK)
anak akan mengakibatkan
sakit kepala, muntah, anoreksia, gangguan fungsional syaraf motorik
dan sensorik sehingga terjad kejang. Masalah tersebut ditemukan
an sensorik sehingga mengalami kejang dan penurunan tingkat kesadaran (apatis). Sedangkan anak RA, IB dan MK hanya me

a
brospinal di sekitar otak dan edula spinalis sehingga terjadi vasodilatasi yang cepat d ri pembul h darah dan menekan saraf-
a

d
m
a
u
V

Gangguan kesadaran dapat menimbulkan gangguan perfusi jaringan


otak, hal itu dapat mempengaruhi pertukaran O2 dan CO2 di
jaringan otak, sehingga suplai O2 ke otak berkurang, otak menjadi
rusak dan mempengaruhi saraf motorik yang dapat mengakibatkan
penurunan kekuatan otot dan akhirnya terjadi kelumpuhan anggota
gerak sampai dengan atropi anggota gerak. Hal inilah yang
didapatkan residen saat melakukan pemeriksaan fisik pada kasus
kelolaan, dimana
anak SR dan RR mengalami kelemahan pada
anggota geraknya. Sedangkan anak RA, IB dan MK tidak mengalami
kelemahan anggota gerak.

Pemeriksaan hemodinamik juga dapat memberikan gambaran rasa


tidak nyaman klien. Pengkajian secara menyeluruh dapat dilakukan

pada saat pengkajian adalah sebagai berikut: anak SR tekanan darah 90/55 mmHg, suhu 38,6°C, nadi 120 x/menit, pernapa

n
isme terjadinya demam pada penyakitnya adalah efek peradangan yang akan menyebabkan kenaikan suhu tubuh dan penin

menurunkan tekanan darah. Efek yang lain dari peradangan tersebut


adalah
hiperemi pada meningen, edema dan eksudasi yang
kesemuanya menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial.

Menurut Totapally (2005), pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan


sebagai penguat adanya rasa tidak nyaman fisik pada anak dengan
peningkatan suhu tubuh diantaranya yaitu dengan pemeriksaan
laboratorium. Residen juga
memonitor hasil laboratorium kelima
kasus kelolaan seperti pemeriksaan elektrolit melalui spesimen urin
yang dilakukan
oleh anak SR tanggal 27 September 2013,
didapatkan: Natrium (Na) urin 24 jam: 96 mEq/24 jam, Kalium (K)
urin 24 jam: 8 mEq/24 jam, Klorida (Cl) urin 24 jam: 78
mEq/24
jam. Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk mengetahui
olit asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal, seperti yang terjadi pada kasus anak SR yang mengalami gang
ektrolit melalui cairan intravena.

a
k e
n
gai berikut pH: 7,216, pCO2: 35,9 mmHg, pO2: 33,3 mmHg, HCO3: 14,7 mol/L, Saturasi O2: 54,4%, BE: -1 ,5 mmol/ , Na/K/C
n

a
s
k
m
1

L
3

4.1.1.2 Pengkajian rasa nyaman terkait pengalaman psikospiritual


Pengkajian rasa nyaman terkait psikospiritual mencakup
kepercayaan diri,
motivasi dan kepercayaan terhadap Tuhan.
Pengkajian psikospiritual pada anak
disesuaikan dengan tahap
perkembangan anak. Pencapaian tahap perkembangan psikoseksual
termasuk di dalam pengalaman psikospiritual
karen akan
berpengaruh terhadap kepercayaan diri anak. a
Residen tidak dapat melakukan pengkajian kebutuhan rasa nyaman
psikospiritual lebih dalam, dikarenakan pasien mengalami gangguan
neurologis yaitu terjadi penurunan kesadara (apatis) dan
n
berhubungan dengan tahapan usia infant. Penurunan kesadaran
terjadi
pada anak SR dan RR, sedangkan anak RA, IB dan MK
masih dalam tahapan usia infant. Melalui stimulus yang dilakukan

itu dengan menilai tingkat kenyamanan menggunakan instrumen comfort behavior checklist dari Kolcaba, akan tetapi men
emudian kem ali menutup mata.

a m
b

a
2 fisik sebaiknya dapato diterim dengan baik oleh anak sehingga terb
hingga terjad perubahan psikoseksual. Perubahan bentuk

a
a
n

4.1.1.3 Pengkajian rasa nyaman terkait pengalaman sosiokultural


Pengkajian sosiokultural mencakup perkembangan sosial anak baik interpersonal maupun intra personal. Lingkungan sosial

berinteraksi dengan anak adalah keluarga. Kondisi hubungan dalam


keluarga banyak dikaji pada aspek ini. Masalah yang muncul antara
pemberi asuhan dengan anak akan menimbulkan rasa
ketidaknyamanan
sosial. Residen mengkaji anak dengan tahapan
usia infant dilihat dari respon anak saat menangis, bersedih,
tersenyum dan tertawa ketika berinteraksi dengan orang tuanya.
Berbeda
dengan tahapan usia remaja. Remaja tidak lagi banyak
terikat oleh hubungan orang tua dan anak, tetapi lebih banyak terikat
dengan
hubunga kelompoknya yang mempunyai nilai tersendiri
n
yang tidak dapat
diterima oleh masyarakat, sehingga rasa tidak
nyaman kultural bisa saja terjadi.

Berdasarkan penelitian Harrison (2010), orang tua dapat menularkan


ketidaknyamanan mereka kepada anaknya. Bentuk ketidaknyamanan
orang tua dapat b erupa rasa cemas sebagai respon mereka melihat
anak mereka saat
mengalami demam. Dampak ketidaknyamanan
orang tua terhadap penatalaksanaan emam pada anak adalah
d
kesalahan atau kurang tepatnya pemberian obat
a
antipiretik untuk
u
anak m
ereka ata salah menerapkan tehnik kompres, sehingga
menghambat proses penyembuhan.

e
Dari k lima kasus kelolaan yang dipilih residen sebagai bahan
kajian,
orang tua khususnya ibu mengalami kecemasan karena
kurangnya informasi terkait penyakit anaknya dan merasa khawatir
akan penyakit anaknya yang tidak tahu kapan bisa disembuhkan.

4.1.1.4 Pengkajian rasa nyaman terkait pengalaman lingkungan


Pengkajian lingkungan pada teori comfort ini mencakup respon
adaptasi anak dan keluarga terhadap lingkungan fisik di rumah sakit.
Lingkungan yang berbeda dapat menjadi suatu stressor tersendiri
bagi anak dan keluarga. Stressor tersebut dapat berupa cahaya lampu
kamar,
kebisingan atau suara yang tidak biasa didengar suhu
,
ruangan yang terlalu panas/dingin. Apabila anak dan keluarga tidak
dapat beradaptasi
maka akan timbul rasa tidak nyaman terhadap
lingkungan (Peterson dan Bredow, 2004; Kolcaba, 2003).
Keluarga anak SR dan RR mengalami ketidaknyamanan tersebut,
dikarenakan suhu
ruanga yang terkadang panas dan suara
n
pengunjung yang
ramai saat jam kunjung tiba. Keluarga anak SR
merasa
kurang nyaman terhadap privasi anakny karena tidak ada
a
pembatas atau sekat dalam
ruangan yang berisi enam pasien.
Keluarga anak RA, IB dan
MK masih bisa beradaptasi dengan
lingkungan rumah sakit.

ompokkan secara mandiri dengan melihat batasan karakteristik masalah keperawatan pada buku diagnosa keper watan.

en megalami masalah peningkatan suhu tubuh. Dua diantaranya mengalami hipertermia dan tiga anak mengalami demam.
m a

e o
a
k

nafas.
2) Pengalaman psikospiritual pada kelima kasus kelolaan anak mengalami
rasa tidak
nyaman karena tidak bisa mengungkapkan secara verbal,
hanya saja
orang tua mereka yang mengalami kekhawatiran dengan
kondisi anak yang terbaring lemah di tempat tidur.
3) Pengalaman sosiokultural kelima kasus kelolaan, pasien mengalami
ketidaknyamanan dalam berinteraksi dikarenakan 2 anak mengalami
penurunan
kesadaran (apatis) dan 3 anak masih dalam tahap infant.
Keluarga kelima kasus kelolaan residen mengalami masalah
sosiokultural pada level transcendence karena keluarga merasa cemas
dengan penyakit anaknya yang
tidak tau kapan sembuhnya. Setelah
adanya dukungan dari tenaga kesehatan dalam pemberian informasi

ga memahami tentang kondisi anak masing-masing, merasa nyaman dan bisa beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit.
arga. Pada awalnya keluarga anak SR ingin segera pulang kerumah karena kondisi lingkungan ruangan yang kurang nyaman,

e d a
wat harus secara intens berinteraksi dan berkomunikasi dengan pasien. Respon selama interaksi akan mempengaruhi inter

Intervensi keperawatan mempunyai pedoman tiga tipe yang dikelompokkan


berdasarkan kebutuhan rasa nyaman pasien, yaitu: intervensi yang dilakukan
secara standar (tehnikal) untuk mengatasi kebutuhan rasa nyaman fisik,
intervensi pelatihan/ ajakan (Coaching) untuk kebutuhan rasa nyaman
sosiokultural dan intervensi comforting untuk kebutuhan rasa nyaman
psikospiritual dan lingkungan.
Intervensi keperawatan telah dikelompokkan sehingga memudahkan residen
untuk menyusun intervensi sesuai
diagnosa keperawatan yang telah
diidentifikasi sebelumnya dengan menggunakan struktur taksonomi comfort
Kolcaba.

4.1.4 Implementasi keperawatan


Pemeriksaan dan pemantauan suhu adalah salah satu indikator penting

Salah satu prinsip atraumatic care pada anak yang dapat dilakukan adalah dengan meminimalkan d
e m
(Hockenberry, 2009).
u
a
F
n a
M

Implementasi yang dilakukan residen terkait kebutuhan rasa nyaman fisik


anak adalah dengan melakukan proyek inovasi dengan berdasarkan
evidence based practice, yaitu penggunaan termometer timpani dapat
meminimalkan
rasa trauma pada anak dengan mengukur suhu tubuh secara cepat dalam
waktu 1 detik dan mampu mencegah terjadinya infeksi silang karena
termometer menggunakan probe. Implementasi tersebut dilakukan residen
setiap tiga jam dalam pergantian shift pada kelima kasus kelolaan. Seluruh
anak pada kasus kelolaan residen tidak ada yang mengalami trauma.

Implementasi lain yang dilakuka residen dengan penatalaksanaan self


n
management yaitu memantau keseimbangan cairan dalam tubuh anak harus
tercukupi agar kadar elektrolit tidak meningkat saat evaporasi terjadi,
res air hangat yang dapat memberikan sinyal ke hipotalamus dan memacu terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer.

b
h

e intravena untuk kasus dengan hipertermi. T


oral untuk 3 kasus anak dengan demam dan terapi obat Farmadol 3 kali melalui

t Plaisance dan Mackowiak (2000), terapi obat-obatan secara self management dapat dilakukan dengan memberi antipire
asetamaol, merupakan salah satu antipiretik yang sering digunakan,

dimana demam akan turun setelah 2 jam pemberian. Pemberian harus sesuai
aturan atau instruksi penggunaan
obat, yaitu pada anak dosis harian
parasetamol sirup = 3-4
x 250 mg atau 3-4 x sendok takar 5ml. Efek
samping hepatotoksik dapat timbul jika dosis harian (dosis yang diminum
dalam satu hari) melebihi 8 gram
(=16 tablet parasetamol, @1 tablet
parasetamol 500 mg atau jika menggunakan parasetamol sirup=32 sendok
takar 5 ml dalam sehari). Dengan adanya peran kompetensi perawat sebagai
pendidik yang
sesuai dengan salah satu intervening variables pada teori
comfort Kolcaba, residen berusaha memberikan informasi yang dibutuhkan
oleh
keluarga tentang dosis pemberian obat yang tepat untuk pasien.
Sehingga keluarga mendapatkan kebutuhan informasi yang bisa membuat
rasa nyaman sosiokultural terhadap tenaga kesehatan.

r terasa nyaman, seperti merapikan tempat tidur pasien, mengganti linen, menjaga kebersihan ruang perawatan anak, dima

n n
berbeda antara pasien satu dengan lainnya, sesuai dengan usia perkembangan anak. Untuk meningk tkan kenyamanan pas

y
ning), kelima pasien diijinkan pulang kerumah dengan masa rawat paling lama adalah anak RA, yaitu 3 minggu (11 hari) dan
g m O

4.1.5 Evaluasi keperawatan


Setelah dilakukan intervensi keperawatan yang dilakukan residen untuk
kelima kasus kelolaan 2 anak pulang dengan menggunakan alat bantu napas
(nasal oksigen) pada hidungnya untuk mencegah kekambuhan penyakitnya,
sedangkan 3 anak tidak terpasang. Dari hasil analisis, masalah keperawatan
demam dan hipertermia sudah teratasi. Dari kelima kasus kelolaan untuk
menilai tingkat kenyamanan sesuai dengan tahapan usia perkembangan pada
kasus kelolaan residen, menilai dengan menggunakan gambar bunga Daisi
yang diciptakan oleh Kolcaba. Tetapi, kelima kasus kelolaan residen
mempunyai penilaian yang sama yaitu tidak dapat dinilai karena masih
dalam tahap usia infant dan mengalami penurunan kesadaran. Residen
mencoba menggunakan instrumen Comfort Behaviours Checklist.

gkaji pasien, sehingga perawat mempu yai waktu luang untuk melakukan intervensi dan berinte aksi dengan pasien. Hanya s

n
r
n n
a m o
b

kat kenyamanan anak dengan menggunakan instrumen Kolcaba, dimana instrumen tida bisa digunakan oleh tingkat usia pe
a

k a

Dari hasil kelolaan kasus utama residen secara keseluruhan proses


keperawatan terkait konsep utama teori comfort Kolcaba terhadap struktur
taksonomi yang telah dibuat residen adalah sebagai berikut. Reliefe yaitu
suatu keadaan dimana anak SR belum dapat menemukan keempat
kebutuhan rasa nyaman secara spesifik dari dirinya terkait tahapan usia dan
status neurologisnya yang tidak dapat diungkapkan secara verbal yang dikaji
pada pengalaman terkait kebutuhan fisik, psikospiritual, sosiokultural dan
lingkungannya. Ease digambarkan residen sebagai kesembuhan anak SR
yang dapat dilihat dari kondisi tubuh anak SR yang sudah tidak mengalami
demam, gambaran tingkat kesadaran anak compos mentis, dan senyuman
yang dianggap sebagai
respon perubahan perilaku anak terhadap
kenyamanan yang dirasakan, serta adanya support dari keluarga pasien.

masuk durasi minimal yang tidak membutuhkan waktu lama, sehingga mengurangi tindakan medis dan menghasilkan kepua

amanan pasien. Teknik perawatan yang tepat, pembinaan dan pendampingan pasien yang sesuai dengan kondisi asien, sert
u n
n

p p

, kompetensi perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada jenjang Ners diantaranya perawat mampu mengelola
tahankan suhu tubuh.

Mencermati kondisi tersebut di atas, maka diperlukan peran perawat ners


spesialis anak untuk mengembangkan profesionalisme dalam melakukan
asuhan keperawatan pada
anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh
akibat adanya
penyakit infeksi dengan menggunakan pendekatan teori
keperawatan sebagai kerangka dasar berfikir yang tepat dan efektif.
Pera
n keperawatan pada teori comfort ini pada intinya adalah perawat

mengidentifikas
kebutuhan kenyamanan yang tidak terpenuhi dari klien,
i
sehingga berdasar pengkajian tersebut kemudian menentukan desain tindakan
comfort untuk
mengatasi serta menggali hal-hal yang dapat meningkatkan
kenyamanan pasien yang
mana hal ini merupakan outcome langsung dari
keperawatan. Peningkatan kenyamanan tersebut berhubungan secara langsung
asi lingkungan dari berbagai aspek pasien, keluarga atau lingkungan institusi, sehingga dapat meningkatkan kenyamanan pe
akuk n tindakan yang tepat untuk mengatasi demam, seperti memberikan dosis a tipiretik dengan benar, mengukur suhu de

a
n

menyelimuti anak dengan selimut tebal, dan mempunyai keyakinan bahwa


tumbuh gigi merupakan penyebab demam.

Residen telah menjalani praktik spesialis keperawatan anak selama 2 semester


di RSCM. Selama menjalani praktik spesialis keperawatan anak ini, residen
melewati beberapa stase ruang perawatan anak, diantaranya adalah ruang
perawatan Non Infeksi, Perinatologi dan ruang perawatan Infeksi. Peminatan

a
m

d
u

n
khusus yang residen pilih adalah keperawatan infeksi anak yaitu di ruang
p
perawatan infeksi Anak IKA 1 Gedung A RSUPNnDr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta.
a

Dalam upaya pencapaian targe o


bkompetensi sebagai e calon spesialis
t
keperawatan anak, residen
keperawatan anak secara umum telah mencapai
kompetensi yang telah ditetapkan, terutama menjalani peran sebagai perawat
Kesempatan lainnya dalam mengelol pasien di ruang infeksi anak adalah
uang infeksi anak. Dalam pencapaian target kompetensi ini residen memperoleh dukungan oleh pihak manajemen gedung
a
mahasiswa residensi keperawatan anak dapat berdiskusi langsung dengan
mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak (PPDS), ahli gizi, dan
perawat ruang infeksi anak terkait kondisi pasien yang dikelola. Mahasiswa
residensi keperawatan anakejuga mendapatkan bimbingan dan supervisi dari
a
buat mahasiswa residensi keperawatan an k dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dan mencapai beber pa t
awatan a

diawalidengan
a
yang muncul,
melakukan pengkajian, menentukan masalah keperawata
kukan. Asuhan keperawatan ini dilaksanakan deng n berfokus pada salah satu teori keperawatan yaitu teori comfort leh Kat
pembimbing akademik dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien
kelolaan selama praktik di ruang infeksi anak.

Dalam memberikan asuhan keperawatan, mahasiswa residensi keperawatan


anak juga telah berupaya memberikan praktik keperawatan yang memegang
prinsip profesional, etis, legal dan peka budaya. Prinsip tersebut dipenuhi
melalui pemberian asuhan keperawatan yang berfokus pada memberikan
pasien, merawat pasien dengan menjaga privasi pasien, serta menghargai dan memberikan kesempatan pada keluarga un

n dan mendapatkan
n benar), dimana keluarga berhak menanyakan n penjelasanstentang k ndisi
e anak yang sebenarnya, karena
s r
o

ewa karena tidak jadi pulang, tetapi dokter seharusnya m yakinkan keluarga bahwa tanda gejala ditemukan lebih dini menc

prinsip otonomi juga dilakukan residen pada keluarga anak RA dengan cara
memberikan informasi yang dibutuhkan, sehingga keluarga an RA, sehingga
keluarga tidak kecewa.

Target pencapaian kompetensi lainnya yang harus dicapai mahasiswa


residensi keperawatan anak adalah pelaksanaan proyek inovasi yang menjadi
targe kompetensi seorang perawat sebagai change agent untuk dapat
t
menerapkan hal
baru dalam pemberian perawatan pada pasien. Proyek
inovasi yang
mahasiswa residensi keperawatan anak lakukan adalah
pengukuran suhu tubuh
yang akurat dengan menggunakan termometer
timpani. Inovasi ini dipilih oleh
residen keperawatan anak untuk
diaplikasikan karena ruang infeksi anak masih ditemukan beragam
termometer yang digunakan untuk pemantauan tanda-tanda vital suhu tubuh
ung A RSCM untuk dapat melaksanakan proyek inovasi. Bentuk dukungan yang diberikan adalah berupa bimbingan dalam m

a m

n B

e suhu tubuh lebih cep t, tidak menimbulkan trauma pada anak ka


kan ha il yang a urat, dapat mendeteksi adanya perubahan
s k
a

pelaksanaan pengukuran suhu, terutama anak yang masih kecil, terlalu aktif
dan anak yang trauma terhadap tindakan invasif.

Secara umum pelaksanaan dan pencapaian target kompetensi di ruang infeksi


anak oleh residen telah berjalan dengan baik atas dukungan banyak pihak.
Melalui praktik spesialis keperawatan ini, residen mendapat banyak
pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dalam mengelola pasien anak
terutama pada pasien anak dengan penyakit infeksi yang bervariasi di ruang
infeksi anak.
Residen berupaya untu mempertahankan bahkan
k
mengembangkan lebih lanjut pengetahuan dan keterampilan di bidang
perawatan infeksi anak sebagai suatu kompetensi khusus dari seorang
spesialis keperawatan anak.
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan kesimpulan hasil penerapan teori comfort oleh Katharine
Kolcaba dalam asuhan keperawatan pasien anak dengan peningkatan suhu tubuh
di ruang infeksi anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

5.1 Kesimpulan
1. Tahapan asuhan keperawatan menurut teori comfort ini diawali dengan
tahap pengkajian dengan
mengacu pada kebutuhan rasa nyaman terkait
pengalaman fisik, psikospiritual, sosiokultural dan lingkungan. Kemudian
tahap penentuan masala h diidentifikasi berdasarkan struktur taksonomi
menurut teori comfort Kolcaba. Langkah selanjutnya penyusunan tujuan
keperawatan dan pengelompokan intervensi sesuai denga n diagnosis yang
telah ditegakk n
an. Interve si yang terdiri atas intervensi standar/ tehnikal,
a
pendidikan kesehatan/ co ching dan kenyamanan jiwa/ comforting tersebut
diimplementasikan sesuai kelompok. Tahap
terakhir adalah evaluasi
keperawatan disusun menggunakan format SOAP (Subjektif, Objektif,
r
Analisis dan
Planning) dengan pedoman tujuan kepe awatan sebagai
keberhasilan/
kegagalan intervensi keperawatan. Penilaian tingkat
kenyamanan dilakuka dengan menggunakan instrument yang telah
h
n
disediakan ole Kolcaba sesuaia dengan usia perkembangan anak.

2. Pemberian asuhan keperawatan pada lima pasien kelolaan dengan


peningkatan suhu tubuh berdasarkan teori comfort oleh Katharine Kolcaba
secara umum dapat diterapkan dengan baik. Teori comfort oleh Katharine
Kolcaba menyatakan bahwa memberikan rasa nyaman pada pasien
merupakan tujuan profesi keperawatan, dimana terdapat keyakinan rasa
nyaman akan membantu proses penyembuhan dan merupakan modal dasar
utama dalam memperbaiki kondisi klien. Perbaikan kondisi klien tidak akan
tercapai jika kebutuhan akan rasa nyaman tidak terpenuhi.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


135

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


136

3. Peran yang dijalani residen keperawatan anak dalam memberikan asuhan


keperawatan merupakan
salah satu peran sebagai perawat primer, yaitu
sebagai praktisi asuhan keperawatan (care giver). Dalam memberikan
asuhan keperawatan, mahasiswa
residensi keperawatan anak juga
memegang prinsip etik, legal dan peka budaya sebagai cerminan praktik
profesional seorang perawat. Peran lainnya yang juga telah dilaksanakan
adalah peran pendidik, advokat, dan peneliti. Peran pendidik dicapai oleh
informasi yang lengkap pada keluarga dan memberikan yang terbaik serta mencegah tindakan yang dapat merugikan pasie

p u
a
a n

oleh mahasiswa residensi keperawatan anak, diharapkan kenyamanan pasien tetap terjaga dan instansi pelayanan kesehata
s

2. Bagi pendidikan keperawatan


Residen mengembangkan
format pengkajian dengan menggunakan teori
comfort Kolcaba sebagai
kerangka dasar yang efektif dalam pemberian
asuhan keperawatan selama praktik residensi berlangsung. Format tersebut
disusun untuk
mempermudah residen dalam pendokumentasian proses

Universitas Indonesia
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan masalah
peningkatan suhu tubuh. Dalam menerapkan teori keperawatan yang sesuai
dengan peminatan yang akan dipilih oleh mahasiswa residensi keperawatan
anak, sebaiknya teori keperawatan yang akan diterapkan, dilakukan uji coba
keefektifan penggunaan terlebih dulu sebelum praktik residensi keperawatan
anak dilaksanakan. Dengan demikian, residen yang akan menggunakan
dapat lebih efektif dalam penerapan pendokumentasian asuhan keperawatan
sesuai dengan kasus-kasus yang ditemukan pada unit perawatan yang
diminati oleh mahasiswa residensi keperawatan anak.

a
n terus mengembangkan profesionalisme sebagai
n perawat
e ners spesialis keperawatan
n anpk dengan membuat royek inovasi b

e
m

a p
n
DAFTAR PUSTAKA

AIPNI. (2011). Standar Pendidikan Ners Indonesia.

Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI), Asosiasi Institusi


Pendidikan Diploma Tiga Keperawatan Indonesia (AIPDIKI) dan
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2012). Draft Naskah
Akademik Sistem Pendidikan Keperawatan Di Indonesia. Diunduh dari
www.hpeq.dikti.go.id. Pada tanggal 1 Oktober 2013.

Alligood, M.R & Tomey, A.M. (2006). Nursing theory utilization and
application. St louis: Elsevier Mosby.

Alves, J.G.B., Almeida, N.D.C.M., & Almeida, C.D.C.M. (2008). Tepid sponge
plus dipyrone versus dipyrone alone for reducing body temperature in
febrile children. Sao Paulo Medical Jurnal, 126 (2), 107-111.

Al-Eissa, Y., Al-Sanie, A., Al-Alola, S., Al-Shaalan, M., Ghazal, S. & Al-Harbi,
A. (2000). Parental perception of fever in children. Ann Saudi Med.,
20(3), 202-5.

Annegers, J. F., Hauser, W., Shirts, S. B. & Kurland, L. T. (1987). Factors


prognostic of unprovoked seizures after febrile convulsions. NEJM, (316)
, 493-8.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2011). Laporan pencapaian tujuan


pembangunan millennium di Indonesia 2011. Kementrian Perencanaan
Pembangunan Nasional: BAPPENAS.

Badan Pusat Statistik. (2011). Profil statistik kesehatan Indonesia 2011. Jakarta:
BPS.

Badan Pusat Statistik. (2007). Survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI)
2007. Jakarta: BPS.

Bakashvili, L. Z, Makhviladze, M. A, Pagava, E. K & Pagava, K. I. (2006). Fever


of unknown origin in children and adolescents in Georgia: A review of
52 patients. Georgian Med News, (135), 66-9.

Bakry, B.A., Tumbelaka,A. R, & Chair, I. (2008). Etiologi dan karakteristik


demam berkepanjangan pada anak Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta. Sari Pediatri, 10(2), 83-88.

Ball, J.W. & Bindler, R.C. (2003). Pediatric nursing: Caring for children. 3rded.
New Jersey: Pearson Education Inc.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Barraf, L. J. (2008). Management of infant and young children with fever without
source. Pediatrics Annals, 37(10), 673-679.

Carpenito, L. J. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta: EGC.

Chen, W.L. (2005). Nurse’s and parent’s attitudes toward pain management and
parental participation in postoperative care of children, Thesis, Centre for
Research, The Queensland University of Technology.

Cogulu O., Koturuglu, G. & Kurugol, Z. (2003). Evaluation 80 children with


prolonged fever. Pediatrics, 45, 564-9.

Crocetti, M., Moghbelli, N., Serwint, J. (2001). Fever phobia revisited: have
parental misconceptions about fever changed in 20 years. Pediatric,
(107), 1241-6.

Dalal, S. & Zhukovsky, D. S. (2006). Pathophysiology and Management of Fever.


J Support Oncol; (4), 9–16.

Davie, A & Amoore, J. (2010). Best practice in the measurement of body


temperature. Nurs Stand., 24(42), 42-49.

Depkes R.I. (2002). Pedoman pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan


akut untuk penanggulangan pneumonia pada balita dalam pelita VI.
Jakarta: Dirjen PPM & PLP.

Dodd, S. R., Lancaster, G. A., Craig, J. V., Smyth, R. L. & Williamson, P. R.


(2006). In a systematic review, infrared ear thermometry for fever
diagnosis in children finds poor sensitivity. J Clin Epidemoiol., 59(4),
354-7.

Doenges, M.E., Moorhause, M.F. & Geissler, A.C. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan : pedoman untuk perencanan dan pendokumentasian
perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Dorland, N. (2008). Kamus kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.

Ellis, J. R. & Hartley, C. L. (2008). Nursing in Today’s World: Trends, issues,


and management. 9th Edition. By Wolters Kluwer Health & Lippincott
Williams & Wilkins.

El-Radhi, A. S, Caroll, J., Klein, N. & Abbas, A. (2002). Fever. In: Clinical
manual of fever in children. 9th ed. Berlin: Springer-Verlag.

El-Radhi, A. S. & Barry, W. (2006). Thermometry in paediatric practice. Arch Dis


Child., 91(4), 351-6.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


El-Radhi, A. S., Caroll, J. & Klein, N. Clinical Manual of Fever in Children.
(2009). Springer-Verlag: Berlin Heidelberg.

Finkelstein, J. A., Christiansen, C. L. & Platt, R. (2000). Fever in pediatric


primary care: Occurrence, management and outcome. Pediatrics., (105),
260-6.

Fisher, R. G. & Boyce, T. G. (2005). Fever and shock syndrome. In: Moffet’s
Pediatric infectious disease: A problem-oriented approach. 4th ed. New
York: Lippincott William&Wilkins.

Ganong, W. F. (2002). Pengaturan sentral fungsi visera. In: Buku ajar fisiologi
kedokteran. 20th ed. Jakarta: EGC.

Guyton, A. C. & Hall, J.E. (2008). Buku ajar fisiologi kedokteran. edisi 11.
Jakarta : EGC.

Harrison, M.T. (2009). Family centered pediatric nursing care: state of the
science. Journal Pediatr Nurs. 25(5), 335-343.

Herlina. (2012). Aplikasi Teori Kenyamanan Pada Asuhan Keperawatan Anak.


Bina Widya, 23(4), 191-197.

Hockenberry & Wilson, D. (2009). Essential of Pediatric Nursing. St. Louis:


Mosby Yearbook.

Hockenberry. (2012). Clinical Manual of Pediatric Nursing. 8th ed. St. Louis
Missauri: Elvier Mosby.

HPEQ Project. (2010). Laporan hasil survey data dasar keperawatan tahap satu.

International Council of Nurses. (2003). ICN Framework of Competencies for the


Generalis Nurse. Geneva.

International Council of Nurses. (2008). Nursing Continuum Framework and


Competencies. ICN Regulation Series.

Jalil, H.K.A.A., Jumah, N.A., & Al-Baghli, A.A. (2007). Mother’s knowledge,
feras and self-management of fever: A cross-sectional study from the
capital governorate in Kuwait. Kuwait Medical Journal, 39 (4), 349-354.

Jefferies, S., Weatherall, M., Young, P. & Beasley R. (2011). A Systematic


review of the accuracy of peripheral thermometry in estimating core
temperatures among febrile critically ill patients. Crit Care Resusc.,
13(3), 194-9.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Joseph, A. & Ulrich, R. (2007). Sounth control for improved outcomes in
healthcare setting. Diunduh dari http://www.healthdesign.org, tanggal 1
Oktober 2013.

Judith M. (2007). Buku saku diagnosis keperawatan NIC dan kriteria hasil NOC,
ed. 7. Jakarta: EGC.

Kania N. (2010). Penatalaksanaan demam pada anak. Available at:


http://hiperkes.com/pdf/nia-kania-penatalaksanaan-demam.html. [Last
access: 1 Oktober 2013].

Katzung, B. G. (2002). Obat-obat anti inflamasi non steroid, obat-obat rematik


pemodifikasi penyakit, analgesic nonopioid dan obat-obat untuk pirai.
In: Farmakologi dasar dan klinik. 8th ed. Jakarta: Salemba Medika.

Kayman, H. (2003). Management of fever: making evidence-based decision. Clin


Pediatr J. 43, 383.

Kazemi, S., Ghazimoghaddam, K., Besharat, S. & Kashani, L. (2012). Music and
anxiety in hospitalized children. Journal of Clinical and Diagnostic
Research, 6(1), 94-96.

Kelly, G. S. (2007). Body temperature variability (Part 2): masking influences of


body temperature variability and a review of body temperature variability
in disease. Altern Med Rev, 12(1), 49-62.

Kepmendiknas Nomor 045. (2002). Kurikulum Inti Perguruan Tinggi.

Kolcaba, K. (2003). Comfort theory and practice: a vision for holistic health care
and research. New York: Springer Publishing Company.

Kolcaba, K. & Dimarco, M. (2005). Comfort theory and its application to


pediatric nursing. Pediatric Nursing, 31(3). Diunduh dari
www.proquest.com tanggal 1 Oktober 2013.

Kozier, Berman & Snyder. (2011). Buku ajar fundamental keperawatan konsep,
proses & praktik. (Ed.7). Jakarta: EGC.

Kristension, I., Shields, L. & O’Challaghan, M. (2003). An examination of the


needs of parents of hospitalized children: Comparing parents’ and staff’s
perceptions. Scand J Caring Sci. 17, 176-184.

Lau, A. S., Uba, A. & Lehman, D. (2002). Infectious disease. In: Rudolph’s
fundamental of pediatrics. 2nd ed. New York: McGraw-Hill.

Laupland, K.B. (2009). Fever in the critically ill medical patient. Critical care
medical, 37(7), 273-278.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Lee, G. M., Freidman, J. F., Ross-Degnan, D., Hibberd, P. L. & Goldmann, D. A.
(2003). Misconception about colds and predictors of health service
utilization. Pediatrics, (111), 231-6.

Luszczak M. (2001). Evaluation and management of infants and young children


with fever. Am Fam Phys., 64, 1219-26.

Mackowiak, P.A., Wasserman, M. S. & Levine, M. (2007). A critical appraisal of


98.6 degrees F, the upper limit of the normal body temperature, and other
legacies of Carl Reinhold August Wunderlich. JAMA, 268 (12), 1578-
1580.

Mahar, A. F., Allen, S.J., Milligan, P., Suthumnirund, S., Chotpitayasunondh, T.


(1994). Tepid sponge to reduce temperature in febrile children in a
tropical climate. Clinical Pediatric, 33(4), 227-231.

March, A. & Dianne, M. (2009). Nursing Theory-Directed Healthcare: Modifying


Kolcaba's Comfort Theory as an Institution-Wide Approach. Holistic
Nursing Practice, 23(2), 75-80.

McCarthy, P. L. (1997). Fever in infants and children. In: Fever basic mechanism
and management. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher.

Mouaket, A. E., El-Ghanim, M. M, Abd-el-Al, Y. K., Al-Quod., N. (1990).


Prolonged unexplained pyrexia: A review of 221 paediatric cases from
Kuwait. Infection, (18), 226-9.

Nusing Diagnosis Definitions and Classification (NANDA). (2006). Panduan


Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika.

Nelwan, R. H. H. (2006). Demam: Tipe dan pendekatan. In: Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit
Dalam.

Neto, G. (2004). Evidence-based pediatrics and child health. BMJ.

Newman, J. (1985). Evaluation of sponging to reduce body temperature in febrile


children. Can Med Assoc J., 132, 641-2.

Oshikoya, K. & Senbajo, I. (2008). Fever in children: mother’s perceptions and


their home management. Iran J Pediatr., 18 (3), 229-36.
Palazzi, D. L., Feigin, R. D., Cherry, J. D., Demmler, G. J. & Kaplan, S. L.
(2009). Textbook of Pediatric, infectious diseases. Edisi ke-6.
Philadelphia: Elsevier.

Park, H. S., Im, S. J. & Park S. E. (2006). Investigation of causes of FUO (Fever
of unknown origin) in children. Korean J Pediatr, 49, 1282-86 [abstrak].

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Paul, A. (1996). Analgesic, antipyretic and antiinflamatory agent and drugs
employed in the treatment of gout. In: Goodman and Gilman is the
pharmacological basis of theurepeutics. 9th ed. Philadelphia: McGraw-
Hill.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2005). Standar Kompetensi


Perawat Indonesia. Dipublikasi oleh bidang Organisasi PP-PPNI.
Diunduh dari http://www.inna-ppni.or.id. Tanggal 1 Oktober 2013.

Peraturan Presiden Nomor 8. (2012). Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia.

Peterson, S. J. & Bredow, T. S. (2004). Middle Ranges Theories Application to


Nursing Research. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Pizzo, P. A., Lovejoy, F. H. & Smith, D. H. (1975). Prolonged fever in children:


review of 100 cases. Pediatrics, 55, 468-73.

Plaisance, K. I. & Mackowiak, P. A. (2000). Antipyretic therapy: Physiologic


rational, diagnostic implication, and clinical consequences. Arch
International Medical, (160), 449-456.

Plipat, N., Hakim, S. & Ahrens, W. R. (2002). The febrile child. In: Pediatric
emergency medicine. 2nd ed. New York: McGraw-Hill.

Potter, P. A., & Perry, A.G. (2005). Fundamental of nursing consept: proses and
practice. Philadelphia: Mosby. Inc.

Potter, P. A., & Perry, A.G. (2010). Fundamentals of nursing: fundamental


keperawatan; buku 2 edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.

PPNI. (2010). Standar Profesi Perawat Indonesia.

Putra, S.T. (2005). Psikoneuroimunologi kedokteran. Graha masyarakat ilmiah


kedokteran (GRAMIK). Surabaya: FK Unair-RSU Dr. Sutomo.

Schmitt, B. D. (1984). Fever in childhood. Pediatrics, 74, 929-36.

Sharber, J. (1997). The efficacy of tepid sponge bathing to reduce fever in young
children. American Journal Emergency Medical, 15 (2), 188-192.

Sherwood, L. (2001). Keseimbangan energy dan pengaturan suhu. In: Fisiologi


manusia dari sel ke sistem. 4th ed. Jakarta: EGC.

Sitzman, K. L. & Eichelberger, L.W. (2011). Understanding the work of nurse


theorist: a creative beginning. Ed 2nd. Ontario: Jones and Bartlett
Publisher.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Stein, R. E. K., Zitner, L. E. & Jensen, P. S. (2008). Interventions for adolescent
depression in primary care. Official Journal of the American Academy of
Pediatric, (118), 669-682.

Soedjatmiko. (2005). Penanganan demam pada anak secara professional. In:


Pendidikan kedokteran berkelanjutan ilmu kesehatan anak XLVII. 1 st ed.
Jakarta: FKUI-RSCM.

Supartini, Y. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Editor : Monica
Ester. Jakarta: EGC.

Susan, B. (2011). Emergency Nursing Resource: Non-invasive temperature


measurement in the emergency departement. Journal of Emergency
Nursing, 38(2), 523-530.

Susan, C. (2011). First Aid & Emergencies. Medical Healthwise,


http://firstaid.webmd.com/body-temperature diunduh tanggal 28
September 2013.

Thomas, S. Vijaykumar, C., Naik, R., Moses, P. D. & Antonisamy, B. (2009).


Comparative effectiveness of tepis sponge and antipyretic drug versus
only antipyretic drug in management of fever among children: A
randomized controlled trial. Indian Pediatrics, 46(2), 133-136.

Thompson, H. J., Kirkness, C. J. & Mitchell, P. H. (2007). Intensive care unit


management of fever following traumatic brain injury. Intensive Critical
Care Nursing, 23(2), 91-96.

Tortora, J.T. & Grabowski, S.R. (2000). Principles of anatomy and physiology.
(9th ed.). Toronto.

Totapally, B.R. (2005). Fever, fever phobia and hyperthermia: what pediatricians
need to know. International Pediatrics, 20(2), 95-102.

Victor, N., Vinci, R. J. & Lovejoy, F. H. (1994). Fever in children. Pediatr Rev.,
15, 127-34.

Walsh, A.M. (2008). Fever management for children. The Australian Journal of
Pharmacy, 89, 66-69.
Wilmana, P. F. & Gan, S. G. (2007). Analgesik, antipiretik, anti inflamasi
nonsteroid dan obat gangguan sendi lainnya. In: Farmakologi dan terapi.
5th ed. Jakarta: Gaya Baru.

Wong, D. L., dkk. (2009). Wong buku ajar keperawatan pediatric. Vol 1. Jakarta:
EGC.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK
APLIKASI TEORI COMFORT KATHARINE KOLCABA

I. DATA BIOGRAFI
A. Identitas Klien
Nama Klien : ……………………………………………………..
Jenis Kelamin : ……………………………………………………..
Tgl Lahir/usia : ……………………………………………………..
Tgl Masuk RS : ……………………………………………………..
Tgl Masuk Ruangan : ……………………………………………………..
Tgl Pengkajian : ……………………………………………………..
No. Register : ……………………………………………………..
Diagnosa Medis : ……………………………………………………..

B. Identitas Penanggungjawab
Nama : ……………………………..………………
Pendidikan : ……………………………………………..
Pekerjaan : ……………………………………………..
Hubungan dengan pasien : ……………………………………………..
Alamat Rumah : ……………………………………………..

II. Gambaran Umum Pasien


A. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Keluhan Utama:
……………………………………………………………………………
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
……………………………………………………………………………
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
……………………………………………………………………………
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
……………………………………………………………………………
5. Riwayat Kelahiran:
……………………………………………………………………………
6. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan:
…………………………………………………………………………..
7. Riwayat Imunisasi:
……………………………………………………………………………
8. Riwayat Nutrisi:
……………………………………………………………………………
9. Diagnosa Medis:
……………………………………………………………………………

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


B. Pengkajian Kenyamanan Fisik (Physical Comfort)
1. Kondisi Umum
a. Keadaan umum : ……………………..………………
b. Tingkat kesadaran : …………………..…………………
c. Glasgow Coma Scale (GCS) : ……………………………………..
1) Eye: …………………………………………………………………..
2) Motorik: ……………………………………………………………...
3) Verbal: ……………………………………………………………….
d. Skala Risiko Jatuh : ……………………………………..
1) Jenis Risiko Jatuh : [ ] Rendah [ ] Sedang [ ] Tinggi
2. Tanda-tanda vital
a. Berat badan : ……………………………………..
b. Tinggi badan : ……………………………………..
c. Tekanan darah : ……………………………………..
d. Nadi : ……………………………………..
e. Frekuensi napas : ……………………………………..
f. Suhu tubuh : ……………………………………..
3. Nyeri (Pain Relief)
a. Keluhan nyeri : [ ] Ya [ ] Tidak
b. Lokasi : ……………………………………..
c. Skala nyeri (FLACC) : ……………………………………..
d. Durasi nyeri : ……………………………………..
e. Kualitas nyeri : ……………………………………..
4. Pencernaan (Reguler Bowel Function)
a. Muntah : [ ] Tidak [ ] Ya, Frekuensi: ………………
b. Bising usus...............................................................................x / menit
c. Diare : [ ] Tidak [ ] Ya Frekuensi: ……………
d. Konsistensi feses : [ ] Lunak [ ] Cair [ ] Lendir [ ] Darah
e. Warna feses : [ ] Hijau [ ] Kuning [ ] Lainnya
f. Konstipasi : [ ] Tidak [ ] Ya
5. Cairan dan Elektrolit (Fluid and electrolyte balance)
g. Turgor kulit : [ ] Elastis [ ] Kurang elastis
a. Membran Mukosa : [ ] Lembab [ ] Kering
b. Edema : [ ] Ya [ ] Tidak
c. Intake : …………………..…………………………
d. Output : ……………………………………………..
e. Urin/BAK : [ ] genetalia [ ] pampers [ ] kateter
f. Hasil laboratorium :
……………………………………………………………………………
6. Oksigenasi (Adequate oxygen saturation)
a. Jalan nafas : [ ] Bersih [ ] Ada sumbatan : ……………...
b. Pernafasan : [ ] Tidak sesak [ ] Sesak

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


c. Penggunaan otot bantu nafas : [ ] Tidak [ ] Ya
d. Irama : [ ] Tidak Teratur [ ] Teratur
1) Jenis pernafasan : ……………………………………………..
2) Kedalaman : [ ] Dalam [ ] Dangkal
e. Batuk : [ ] Tidak [ ] Ya,(produktif/tidak produktif)
1) Sputum : [ ] Tidak [ ] Ya, (putih/kuning/hijau)
2) Konsistensi : [ ] Kental [ ] Encer
3) Terdapat darah : [ ] Tidak [ ] Ya
f. Suara nafas : [ ] Vesikuler [ ] Ronkhi
[ ] Wheezing [ ] Rales
g. Nyeri saat nafas : [ ] Tidak [ ] Ya
h. Alat bantu nafas : [ ] Tidak [ ] Ya
1) Saturasi Oksigen :
7. Aktifitas dan Gerak (Turning and positioning)
a. Keterbatasan pergerakan : [ ] Tidak [ ] Ya
b. Fraktur : [ ] Tidak [ ] Ya
1) Lokasi : …………………………………………..
c. Ekstrimitas : [ ] Normal [ ] Spastis [ ]Parese
d. Skala Barthel Indeks : …………..………………………………
e. Skala Norton : …………………………………………..

C. Pengkajian Kenyamanan Psikospiritual (Psikospiritual Comfort)


1. Kondisi anak : [ ] Tenang [ ] Rewel [ ] Cemas
a. Masalah yang diungkapkan anak:
…………………………………………………………………………..
b. Cara anak menyelesaikan masalah:
…………………………………………………………………………..
c. Aktifitas keagamaan yang dilakukan:
…………………………………………………………………………..
d. Harapan setelah menjalani perawatan:
…………………………………………………………………………..
2. Kondisi orang tua : [ ] Tenang [ ] Cemas [ ] Panik
a. Dampak penyakit pasien terhadap keluarga:
………………………………………………………………………......
b. Harapan keluarga setelah anak menjalani perawatan:
…………………………………………………………………………..
c. Aktifitas keagamaan selama mendampingi anak:
…………………………………………………………………………..

D. Pengkajian Kenyamanan Sosial (Social Comfort)


1. Orang terdekat dengan pasien dalam rumah :
[ ] Ibu [ ] Ayah [ ] Kakak [ ] Adik [ ] Pengasuh

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


2. Hubungan dengan keluarga:
……………………………………………………………………………
3. Hubungan dengan teman bermain :
……………………………………………………………………………
4. Interaksi anak terhadap teman di lingkungan RS: [ ] Aktif [ ] Pasif
5. Pengetahuan keluarga terhadap penyakit/kondisi anak:
[ ] Baik [ ] Cukup [ ] Kurang
6. Informasi yang dibutuhkan pasien dan keluarga:
………………………………………………………………………….

E. Pengkajian Kenyamanan Lingkungan (Environment Comfort)


Yang dirasakan pasien dan keluarga terhadap lingkungan:
…………………………………………………………………………....
2. Keramaian pengunjung : [ ] Tenang [ ] Ramai
3. Kebersihan kamar : [ ] Bersih [ ] Cukup [ ] Kotor
4. Suhu lingkungan : [ ] Dingin [ ] Cukup [ ] Panas
5. Pencahayaan : [ ] Terang [ ] Remang-remang [ ] Gelap
6. Ventilasi udara : [ ] Ada [ ] Tidak ada
7. Pembatas/sekat ruang : [ ] Ada [ ] Tidak ada
8. Dekorasi ruangan : [ ] Menarik [ ] Tidak menarik
9. Ruang bermain : [ ] Ada [ ] Tidak ada
10. Alat permainan : [ ] Ada [ ] Tidak ada

Tanggal…………….. jam ……. WIB

Perawat yang melengkapi, Perawat yang melakukan pengkajian,

( ) ( )

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


KONTRAK BELAJAR
RESIDENSI KEPERAWATAN ANAK
I

Pembimbing
Happy Hayati, Ns., Sp. Kep. An.

Oleh :
TRI SAKTI WIDYANINGSIH 1006834095

PROGRAM NERS SPESIALIS


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS
INDONESIA 2013

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


KONTRAK BELAJAR

RESIDENSI KEPERAWATAN ANAK I

Oleh :
TRI SAKTI WIDYANINGSIH 1006834095

PROGRAM NERS SPESIALIS


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
2013

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


KONTRAK BELAJAR RESIDENSI 1 KEPERAWATAN ANAK

Nama Mahasiswa : Tri Sakti Widyaningsih


: 1006834095
NPM
: RSUP dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
Tempat Praktik : Residensi Keperawatan Anak I
Mata Ajar

No. Tujuan Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran/Kompetensi Metoda Waktu Bukti Pembelajaran


Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu memberikan Menggunakan proses keperawatan dalam  Anamnesa 25 Feb – 5 April  Laporan kasus
asuhan keperawatan pada anak menyelesaikan masalah klien anak  Pemeriksaan fisik 2013 dalam bentuk log
dengan penyakit non infeksi dengan penyakit non infeksi pada  Pemeriksaan book (2 laporan
pada berbagai tingkat berbagai tingkat perkembangan dalam penunjang kasus)
perkembangan dalam konteks konteks keluarga, meliputi :  Rekam medis  Catatan
keluarga 1. Melakukan pengkajian: klien keperawatan klien
a. Riwayat penyakit sekarang,  Diskusi kasus di ruangan
Riwayat penyakit dahulu,  Jurnal terkait  Lampiran jurnal
riwayat keluarga, riwayat evidence terkait kasus
tumbuh kembang based  SAP pendidikan
b. Pemeriksaan fisik head to practice kesehatan
toe, tanda vital dan  Laporan target
antropometri pencapaian
c. Pemeriksaan penunjang keterampilan
2. Merumuskan diagnosa keperawatan:
a. Menginterpretasi data
pengkajian
b. Merumuskan diagnosa
keperawatan
c. Menentukan prioritas masalah

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


keperawatan berdasarkan
diagnosa keperawatan
3. Menyusun rencana
asuhan keperawatan
a. Membuat tujuan asuhan
keperawatan yang ingin dicapai
b. Menentukan intervensi sesuai
dengan masalah keperawatan
yang dirumuskan dan
rasional dari setiap intervensi
yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan
c. Monitoring dan kolaborasi
d. Membuat rancangan
pendidikan kesehatan bagi
klien dan keluarga
e. Mengembangkan
program bermain
4. Melakukan intervensi keperawatan
sesuai rencana:
a. Memberikan perawatan fisik
dan kebutuhan dasar
b. Memberikan obat‐obatan
c. Melakukan
bimbingan
pemberian nutrisi
d. Monitoring dan kolaborasi
e. Memberikan pendidikan
kesehatan pada klien
dan keluarga
f. Melaksanakan program
bermain pada anak
g. Menciptakan dan
mempertahankan lingkungan

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


yang aman
h. Melaksanakan setiap intervensi
dengan memperhatikan prinsip
atraumatic care
i. Melakukan
pendokumentasian untuk
setiap intervensi yang
dilakukan
5. Mengevaluasi rencana asuhan
keperawatan yang diberikan
dengan menganalisa pencapaian
tujuan asuhan keperawatan yang
sudah ditetapkan sebelumnya
2. Mahasiswa mampu membuat 1. Melakukan pengkajian terkait  Membuat 25 Feb – 5 April  Kuesioner/format
proyek inovasi dalam usaha permasalahan asuhan keperawatan kuesioner/format 2013 pengkajian proyek
peningkatan kualitas asuhan 2. Menganalisa dan merumuskan pengkajian inovasi
keperawatan data terkait permasalahan  Wawancara  Proposal
asuhan keperawatan  Presentasi proyek inovasi
3. Membuat rencana proyek  Membuat proposal  Laporan
strategis dalam penyelesaian kegiatan pelaksanaan proyek
permasalahan asuhan  Diskusi dan inovasi
keperawatan Konsultasi proyek
4. Melaksanakan proyek inovasi inovasi
terkait asuhan keperawatan
5. Mengevaluasi hasil pelaksanaan
proyek inovasi asuhan
keperawatan
3. Mahasiswa mampu memberikan Menggunakan proses keperawatan dalam  Anamnesa 8 April‐3 Mei  Laporan kasus
asuhan keperawatan pada anak menyelesaikan masalah klien anak  Pemeriksaan fisik 2013 dalam bentuk log
dengan masalah Bayi Baru lahir dengan masalah Bayi Baru Lahir  Pemeriksaan book (1 laporan)
(Neonatus) (Neonatus), meliputi : penunjang  Catatan
1. Melakukan pengkajian:  Rekam medis keperawatan klien
a. Riwayat penyakit sekarang, klien di ruangan
Riwayat penyakit dahulu,  Diskusi kasus  Lampiran jurnal
4
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
 Jurnal terkait

5
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
riwayat keluarga, riwayat evidence based terkait kasus
tumbuh kembang practice  SAP pendidikan
b. Pemeriksaan fisik head to kesehatan
toe, tanda vital dan  Laporan target
antropometri pencapaian
c. Pemeriksaan penunjang keterampilan
2. Merumuskan diagnosa keperawatan:
a. Menginterpretasi data
pengkajian
b. Merumuskan diagnosa
keperawatan
c. Menentukan prioritas
masalah keperawatan
berdasarkan diagnosa
keperawatan
3. Menyusun rencana
asuhan keperawatan
a. Membuat tujuan asuhan
keperawatan yang ingin dicapai
b. Menentukan intervensi sesuai
dengan masalah keperawatan
yang dirumuskan dan
rasional dari setiap intervensi
yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan
c. Monitoring dan kolaborasi
d. Membuat rancangan
pendidikan kesehatan bagi
klien dan keluarga
e. Mengembangkan
program bermain
4. Melakukan intervensi keperawatan
sesuai rencana:
a. Memberikan perawatan fisik dan
5
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
kebutuhan dasar

6
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
b. Memberikan obat‐obatan
c. Melakukan
bimbingan
pemberian nutrisi
d. Monitoring dan kolaborasi
e. Memberikan pendidikan
kesehatan pada klien
dan keluarga
f. Melaksanakan program
bermain pada anak
g. Menciptakan dan
mempertahankan lingkungan
yang aman
h. Melaksanakan setiap intervensi
dengan memperhatikan prinsip
atraumatic care
i. Melakukan
pendokumentasian untuk
setiap intervensi yang
dilakukan
5. Mengevaluasi rencana asuhan
keperawatan yang diberikan
dengan menganalisa pencapaian
tujuan asuhan keperawatan yang
sudah
ditetapkan sebelumnya
4. Mahasiswa mampu memberikan Menggunakan proses keperawatan dalam  Anamnesa 20 Mei‐28 Juni  Laporan kasus
asuhan keperawatan pada anak menyelesaikan masalah klien anak  Pemeriksaan fisik 2013 dalam bentuk log
dengan penyakit infeksi pada dengan penyakit infeksi pada berbagai  Pemeriksaan book (2 laporan
berbagai tingkat perkembangan tingkat perkembangan dalam konteks penunjang kasus)
dalam konteks keluarga keluarga, meliputi :  Rekam medis  Catatan
1. Melakukan pengkajian: klien keperawatan klien
a. Riwayat penyakit sekarang,  Diskusi kasus di ruangan
Riwayat penyakit dahulu,  Jurnal terkait  Lampiran jurnal
6
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
riwayat keluarga, riwayat evidence based terkait kasus
tumbuh kembang practice  SAP pendidikan
kesehatan

7
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
b. Pemeriksaan fisik head to  Laporan target
toe, tanda vital dan pencapaian
antropometri keterampilan
c. Pemeriksaan penunjang
2. Merumuskan diagnosa keperawatan:
a. Menginterpretasi data
pengkajian
b. Merumuskan diagnosa
keperawatan
c. Menentukan prioritas
masalah keperawatan
berdasarkan diagnosa
keperawatan
3. Menyusun rencana
asuhan keperawatan
a. Membuat tujuan asuhan
keperawatan yang ingin dicapai
b. Menentukan intervensi sesuai
dengan masalah keperawatan
yang dirumuskan dan
rasional dari setiap intervensi
yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan
c. Monitoring dan kolaborasi
d. Membuat rancangan
pendidikan kesehatan bagi
klien dan keluarga
e. Mengembangkan
program bermain
4. Melakukan intervensi keperawatan
sesuai rencana:
a. Memberikan perawatan
fisik dan kebutuhan dasar
b. Memberikan obat‐obatan
7
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
c. Melakukan bimbingan

8
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
pemberian nutrisi
d. Monitoring dan kolaborasi
e. Memberikan pendidikan
kesehatan pada klien
dan keluarga
f. Melaksanakan program
bermain pada anak
g. Menciptakan dan
mempertahankan lingkungan
yang aman
h. Melaksanakan setiap intervensi
dengan memperhatikan prinsip
atraumatic care
i. Melakukan
pendokumentasian untuk
setiap intervensi yang
dilakukan
5. Mengevaluasi rencana asuhan
keperawatan yang diberikan
dengan menganalisa pencapaian
tujuan asuhan keperawatan yang
sudah
ditetapkan sebelumnya
Depok, Februari 2013

Mengetahui Pembimbing Mahasiswa

( Happy Hayati, Ns., Sp. Kep. An. ) Tri Sakti Widyaningsih

NPM : 1006834095
8
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
KONTRAK BELAJAR
RESIDENSI KEPERAWATAN ANAK
II

Pembimbing
Nani Nurhaeni, MN.
Elfi Syahreni, Ns. Sp. Kep. An

Oleh :
TRI SAKTI WIDYANINGSIH 1006834095

PROGRAM NERS SPESIALIS


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS
INDONESIA 2013

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


KONTRAK BELAJAR

RESIDENSI KEPERAWATAN ANAK II

Oleh :
TRI SAKTI WIDYANINGSIH 1006834095

PROGRAM NERS SPESIALIS


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
2013

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


KONTRAK BELAJAR RESIDENSI II KEPERAWATAN ANAK
Nama Mahasiswa : Tri Sakti Widyaningsih
NPM : 1006834095
Tempat Praktik : RSUP dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
: Residensi Keperawatan Anak II
Mata Ajar
No. Tujuan Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran/Kompetensi Metoda Waktu Bukti Pembelajaran
Pembelajaran
1. Mahasiswa mampumemberikan Melaksanakan asuhan keperawatan 1.Anamnesa 9 September‐6 1. Laporan kasus
asuhan keperawatan pada anak dengan mengaplikasikan 2.Pemeriksaan fisik Desember 2013 dalam bentuk log
dengan penyakit Infeksi yaitu: Teori keperawatan comfort Kolcaba, 3.Pemeriksaan book (2 laporan
infeksi respirasi, gangguan pada anak dengan masalah: penunjang kasus)
keseimbangan cairan, HIV/AIDS, A. PNEUMONIA 4.Rekam medis 2. Catatan
infeksi saluran kemih, infeksi saluran 1. Melaksanakan pengkajian dengan klien 5.Diskusi keperawatan klien
cerna, infeksi persyarafan dan prinsip comfort: kasus 6.Jurnal di ruangan
anak yang mengalami demam a. Kebutuhan rasa nyaman fisik: terkait 3. Lampiran
dengue. batuk non produktif, dispnea, evidence based jurnal terkait
adanya retraksi dinding dada, practice kasus 4.SAP
pernafasan cuping hidung, pendidikan
takipnea dengan RR> 70x/mnt, kesehatan
sianosis, adanya suara ronchi, 5.Laporan target
anak tampak lemah dan lesu, pencapaian
nafsu makan menurun, sulit keterampilan
minum.
b. Kebutuhan rasa nyaman
psikospiritual: pemeriksaan
laboratorium analisa gas darah,
batuk efektif, manajemen
fisioterapi dada.
c. Kebutuhan rasa nyaman
sosiokultural: berpisah dengan
orang tua, saudara dan teman
sebaya.
d. Kebutuhan rasa nyaman lingkungan:

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


ketakutan terhadap pengobatan
dan prosedur yang dilakukan,
lingkungan yang tidak biasa.
2. Merumuskan diagnosa
keperawatan:
a. Pola nafas tidak efektif
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan
c. Kekurangan volume cairan
d. Intoleransi aktifitas
e. Cemas
3. Memvalidasi dan memodifikasi
rencana asuhan keperawatan:
a. Pemberian posisi yang nyaman
b. Pemantauan tanda‐tanda vital
dan suara nafas secara teratur.
c. Pemberian nutrisi adekuat
d. Pencegahan dehidrasi dengan
pemberian cairan intravena selama
fase akut.
e. Monitoring dan kolaborasi.
f. Lakukan manajemen ansietas dan
ketakutan dengan terapi bermain
g. Pendidikan kesehatan pada orang
tua
4. Mengimplementasikan intervensi
keperawatan sesuai rencana:
a. Menciptakan lingkungan yang
nyaman
b. Mengembangkan program
bermain pada anak usia toddler,
pra sekolah dan sekolah dengan
masalah hospitalisasi dan akan
menjalani tindakan invasif
c. Berkolaborasi dengan tim kesehatan

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


fisioterapis dan dokter
d. Memberikan obat‐obatan (oral, sub
kutan, intra muskuler, dan intravena)
e. Memberikan pendidikan kesehatan
pada orang tua
f. Menggunakan komunikasi
therapeutik dan hubungan
interpersonal dalam memberikan
asuhan keperawatan.
g. Memberikan bimbingan konsultasi
terhadap tindakan keperawatan
yang dilaksanakan perawat
h. Melakukan pendelegasian dalam
pelayanan keperawatan
i. Merancang program follow up
kasus klien pasca rawat di rumah
sakit
5. Melakukan observasi yang
mendalam dan Mengevaluasi
rencana asuhan keperawatan yang
diberikan:
a. Pola nafas efektif
b. Kebutuhan nutrisi dan cairan
terpenuhi secara adekuat
c. Istirahat dan tidur dengan tenang.
d. Cemas berkurang
e. Orang tua selalu mendampingi anak.
6. Pendokumentasian asuhan
keperawatan
7. Mengidentifikasi etik dan legal
praktik keperawatan anak dalam
pelayanan keperawatan
B. DIARE
4
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
1. Melaksanakan pengkajian dengan
prinsip comfort:
a. Kebutuhan rasa nyaman fisik:
keadaan umum lemah,
berkurangnya haluaran urine,
berat badan menurun, membrane
mukosa kering, turgor kulit jelek,
ubun‐ubun cekung, kulit pucat
dingin serta kering, riwayat
mengkonsumsi makanan
terkontaminasi.
b. Kebutuhan rasa nyaman
psikospiritual: melakukan rendam
duduk untuk kulit kemerahan di
sekitar anus.
c. Kebutuhan rasa nyaman
sosiokultural: berpisah dengan
orang tua, saudara dan teman
sebaya, tidak bisa bermain
d. Kebutuhan rasa nyaman lingkungan:
ketakutan terhadap pengobatan
dan prosedur yang dilakukan,
lingkungan yang tidak biasa.
2. Merumuskan diagnosa
keperawatan:
a. Kekurangan volume cairan
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan
c. Risiko menularkan infeksi
d. Kerusakan integritas kulit
e. Ansietas
3. Memvalidasi dan memodifikasi
rencana asuhan keperawatan:
a. Pemberian cairan rehidrasi
b. Pemberian nutrisi adekuat
5
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
c. Tindakan pencegahan penularan

6
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
infeksi
d. Perawatan kulit di sekitar anus
e. Pendidikan kesehatan yang benar
tentang perawatan anak diare.
4. Mengimplementasikan intervensi
keperawatan sesuai rencana:
a. Memonitor intake dan output klien
b. Memberikan obat‐obatan (oral, sub
kutan, intramuskuler, dan
intravena)
c. Memberikan pendidikan
kesehatan pada orang tua
d. Mengembangkan program bermain
pada anak usia toddler, pra
sekolah dan sekolah dengan
masalah hospitalisasi dan akan
menjalani tindakan invasive
e. Menggunakan komunikasi
therapeutik dan hubungan
interpersonal dalam memberikan
asuhan keperawatan
f. Menciptakan dan mempertahankan
lingkungan yang nyaman
g. Melakukan pendelegasian dalam
pelayanan keperawatan
h. Merancang program follow up
kasus klien pasca rawat di rumah
sakit
i. Memberikan bimbingan konsultasi
terhadap tindakan keperawatan
yang dilaksanakan perawat
j. Berkolaborasi dengan tim kesehatan
lain dokter dan ahli gizi.
5. Melakukan observasi yang
6
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
mendalam dan Mengevaluasi

7
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
rencana asuhan keperawatan yang
diberikan:
a. Mempertahankan hidrasi adekuat.
b. Mendapatkan nutrisi adekuat sesuai
program dan memperlihatkan
peningkatan BB .
c. Mencegah penyebaran Infeksi
d. Mencegah adanya kerusakan
integritas kulit di daerah perianal
seperti kemerahan atau lecet.
e. Meminimalkan tanda distress fisik
atau emosional orang tua yang
berpartisipasi dalam perawatan.
6. Pendokumentasian asuhan
keperawatan
7. Mengidentifikasi etik dan legal
praktik keperawatan anak dalam
pelayanan keperawatan
C. HIV AIDS
1. Melaksanakan pengkajian dengan
prinsip comfort:
a. Kebutuhan rasa nyaman fisik:
demam, lemas, penurunan berat
badan, diare kronis, perdarahan,
sesak nafas.
b. Kebutuhan rasa nyaman
psikospiritual: memberikan terapi
madu pada mukosa mulut yang
kering.
c. Kebutuhan rasa nyaman
sosiokultural: berpisah dengan
orang tua, saudara dan teman
sebaya, tidak
7
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
bisa bermain
d. Kebutuhan rasa nyaman
lingkungan: ketakutan terhadap
pengobatan dan prosedur yang
dilakukan, lingkungan yang tidak
biasa.
2. Merumuskan diagnosa
keperawatan:
a. Risiko penyebaran infeksi
b. Risiko kekurangan volume cairan
c. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan
d. Nyeri
e. Perubahan membrane mukosa oral
f. Intoleransi aktifitas
g. Risiko perubahan pertumbuhan dan
perkembangan
3. Memvalidasi dan memodifikasi
rencana asuhan keperawatan:
a. Pencegahan penyebaran infeksi
dengan meberikan kamar khusus
b. Monitoring dan kolaborasi
c. Pemberian cairan adekuat
d. Pemberian nutrisi adekuat
e. Ajarkan manajemen nyeri
f. Penangangan kerusakan mukosa
g. Bantuan pemenuhan ADL
h. Pemantauan dan dukungan
tumbuh kembang
i. Pendidikan kesehatan pada orang
tua
4. Mengimplementasikan intervensi
keperawatan sesuai rencana:
a. Memberikan kamar khusus
8
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
b. Memberikan obat‐obatan (oral, sub
kutan, intramuskuler, dan
intravena)

9
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
c. Memberikan pendidikan
kesehatan pada orang tua
d. Mengembangkan program bermain
pada anak usia toddler, pra
sekolah dan sekolah dengan
masalah hospitalisasi dan akan
menjalani tindakan invasive
e. Menggunakan komunikasi
therapeutic dan hubungan
interpersonal dalam memberikan
asuhan keperawatan
f. Menciptakan dan mempertahankan
lingkungan yang nyaman
g. Melakukan pendelegasian dalam
pelayanan keperawatan
h. Merancang program follow up
kasus klien pasca rawat di rumah
sakit
i. Memberikan bimbingan konsultasi
terhadap tindakan keperawatan
yang dilaksanakan perawat
j. Berkolaborasi dengan tim kesehatan
lain: dokter dan klinik tumbuh
kembang.
5. Melakukan observasi yang
mendalam dan Mengevaluasi
rencana asuhan keperawatan yang
diberikan :
a. Tidak menunjukkan tanda‐tanda
penyebaran infeksi
b. Tidak menunjukkan tanda‐tanda
kekurangan volume cairan
c. Nutrisi dan cairan terpenuhi sesuai
kebutuhan
9
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
d. Menunjukkan penurunan rasa nyeri
e. Kebutuhan ADL terpenuhi
f. Menunjukkan tumbuh kembang
sesuai tahapan usia
g. Orang tua berpartisipasi dalam
perawatan anak
6. Pendokumentasian asuhan
keperawatan
7. Mengidentifikasi etik dan legal
praktik keperawatan anak dalam
pelayanan keperawatan
D. GAGAL GINJAL AKUT
1. Melaksanakan pengkajian dengan
prinsip comfort:
a. Kebutuhan rasa nyaman fisik: nyeri,
demam, reaksi syok, atau gejala
dari penyakit yang ada
sebelumnya (pre renal) Oliguria
(Urine < 400 ml/24 jam),
Azotemia
b. Kebutuhan rasa nyaman
psikospiritual: memberikan latihan
manajemen nyeri.
c. Kebutuhan rasa nyaman
sosiokultural: berpisah dengan
orang tua, saudara dan teman
sebaya, tidak bisa bermain
d. Kebutuhan rasa nyaman lingkungan:
ketakutan terhadap pengobatan
dan prosedur yang dilakukan,
lingkungan yang tidak biasa.
2. Merumuskan diagnosa keperawatan:
10
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
a. Perubahan eliminasi berkemih:
retensio urin
b. Gangguan volume cairan dan
elektrolit
c. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan
d. Nyeri
e. Intoleransi aktifitas
3. Memvalidasi dan memodifikasi
rencana asuhan keperawatan:
a. Ajarkan latihan berkemih
b. Monitoring volume cairan dan
elektrolit
c. Pemberian nutrisi adekuat
d. Ajarkan manajemen nyeri
e. Pendidikan kesehatan pada orang
tua
4. Mengimplementasikan intervensi
keperawatan sesuai rencana:
a. Memberikan latihan berkemih
b. Memasang selang kateter bila
diperlukan
c. Memberikan obat‐obatan (oral, sub
kutan, intramuskuler, dan
intravena)
d. Memberikan pendidikan
kesehatan pada orang tua
e. Mengembangkan program bermain
pada anak usia toddler, pra
sekolah dan sekolah dengan
masalah hospitalisasi dan akan
11
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
menjalani
tindakan invasive

12
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
f. Menggunakan komunikasi
therapeutic dan hubungan
interpersonal dalam memberikan
asuhan keperawatan
g. Menciptakan dan mempertahankan
lingkungan yang nyaman
h. Melakukan pendelegasian dalam
pelayanan keperawatan
i. Merancang program follow up
kasus klien pasca rawat di rumah
sakit
j. Memberikan bimbingan konsultasi
terhadap tindakan keperawatan
yang dilaksanakan perawat
k. Berkolaborasi dengan tim kesehatan
lain: dokter dan ahli gizi.
5. Melakukan observasi yang
mendalam dan Mengevaluasi
rencana asuhan keperawatan yang
diberikan :
a. Menunjukkan pola berkemih yang
normal
b. Tidak menunjukkan tanda‐tanda
kekurangan volume cairan dan
elektrolit
c. Nutrisi dan cairan terpenuhi
sesuai kebutuhan
d. Menunjukkan penurunan rasa nyeri
e. Orang tua berpartisipasi dalam
perawatan anak
12
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
6. Pendokumentasian asuhan
keperawatan
7. Mengidentifikasi etik dan legal
praktik keperawatan anak dalam
pelayanan keperawatan
E. TYPOID
1. Melaksanakan pengkajian dengan
prinsip comfort:
a. Kebutuhan rasa nyaman fisik:
nyeri tekan abdomen, nyeri hepar,
demam, kelemahan, kelelahan,
malaise, cepat lelah, perasaan
gelisah dan ansietas, pembatasan
aktivfitas, anoreksia, mual,
muntah, penurunan berat badan,
ketidakmampuan mempertahankan
perawatan diri, lidah kotor,
penurunan kesadaran (apatis)
somnolen
b. Kebutuhan rasa nyaman
psikospiritual: memberikan
perawatan mulut, memberikan terapi
madu.
c. Kebutuhan rasa nyaman
sosiokultural: berpisah dengan
orang tua, saudara dan teman
sebaya, tidak bisa bermain
d. Kebutuhan rasa nyaman
lingkungan:
ketakutan terhadap pengobatan
13
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
dan prosedur yang dilakukan,
lingkungan

14
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
yang tidak biasa.
2. Merumuskan diagnosa keperawatan:
a. Perubahan Nutrisi Kurang
dari Kebutuhan Tubuh
b. Resiko Kurang Volume Cairan
c. Perubahan Persepsi Sensori
d. Kurang Perawatan Diri
e. Hiperthermi
3. Memvalidasi dan memodifikasi
rencana asuhan keperawatan:
a. Pemberian nutrisi adekuat
b. Monitoring volume cairan dan
elektrolit
c. Ajarkan manajemen nyeri
d. Penuhi kebutuhan ADL dan
perawatan diri klien
e. Pendidikan kesehatan pada orang
tua
4. Mengimplementasikan intervensi
keperawatan sesuai rencana:
a. Menganjurkan klien bedrest total
b. Menganjurkan klien makan porsi
kecil tapi sering
c. Memberikan obat‐obatan (oral, sub
kutan, intramuskuler, dan
intravena)
d. Memberikan pendidikan
kesehatan pada orang tua
e. Mengembangkan program bermain
pada anak usia toddler, pra
14
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
sekolah
dan sekolah dengan masalah

15
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
hospitalisasi dan akan menjalani
tindakan invasive
f. Menggunakan komunikasi
therapeutic dan hubungan
interpersonal dalam memberikan
asuhan keperawatan
g. Menciptakan dan mempertahankan
lingkungan yang nyaman
h. Melakukan pendelegasian dalam
pelayanan keperawatan
i. Merancang program follow up
kasus klien pasca rawat di rumah
sakit
j. Memberikan bimbingan konsultasi
terhadap tindakan keperawatan
yang dilaksanakan perawat
k. Berkolaborasi dengan tim kesehatan
lain: dokter.
5. Melakukan observasi yang
mendalam dan Mengevaluasi
rencana asuhan keperawatan yang
diberikan :
a. Nutrisi dan cairan terpenuhi
sesuai kebutuhan
b. Tidak terjadi deficit perawatan
diri
c. Menunjukkan penurunan rasa nyeri
d. Orang tua berpartisipasi dalam
perawatan anak
6. Pendokumentasian asuhan
15
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
keperawatan

16
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
7. Mengidentifikasi etik dan legal
praktik keperawatan anak dalam
pelayanan keperawatan
F. ENCEPHALITIS
1. Melaksanakan pengkajian dengan
prinsip comfort:
a. Kebutuhan rasa nyaman fisik:
lesu, mudah terkena rangsang,
demam, muntah penurunan nafsu
makan, nyeri kepala.
b. Kebutuhan rasa nyaman
psikospiritual: memberikan latihan
ROM aktif pasif.
c. Kebutuhan rasa nyaman
sosiokultural: berpisah dengan
orang tua, saudara dan teman
sebaya, tidak bisa bermain
d. Kebutuhan rasa nyaman lingkungan:
ketakutan terhadap pengobatan
dan prosedur yang dilakukan,
lingkungan yang tidak biasa.
2. Merumuskan diagnosa
keperawatan:
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral
b. Risiko terhadap trauma
c. Nyeri
d. Gangguan pemenuhan ADL
e. Ansietas
3. Memvalidasi dan memodifikasi
rencana asuhan keperawatan:
a. Perbaikan perfusi cerebral
b. Pemberian nutrisi adekuat
c. Pemenuhan ADL

16
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
d. Tindakan penanganan nyeri
e. Monitoring penurunan tingkat
kesadaran.
f. Pencegahan trauma
g. Pendidikan kesehatan pada orang
tua
4. Mengimplementasikan intervensi
keperawatan sesuai rencana:
a. Memberikan alih baring tiap 2 jam
b. Memberikan obat‐obatan (oral, sub
kutan, intramuskuler, dan
intravena)
c. Memberikan pendidikan
kesehatan pada orang tua
d. Mengembangkan program bermain
pada anak usia toddler, pra
sekolah dan sekolah dengan
masalah hospitalisasi dan akan
menjalani tindakan invasive
e. Menggunakan komunikasi
therapeutic dan hubungan
interpersonal dalam memberikan
asuhan keperawatan
f. Menciptakan dan mempertahankan
lingkungan yang nyaman
g. Melakukan pendelegasian dalam
pelayanan keperawatan
h. Merancang program follow up
kasus klien pasca rawat di rumah
sakit
i. Memberikan bimbingan konsultasi
terhadap tindakan keperawatan
yang dilaksanakan perawat
j. Berkolaborasi dengan tim kesehatan
17
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
lain dokter, fisioterapis, rehabilitasi
medic, ahli gizi.

18
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
5. Melakukan observasi yang
mendalam dan Mengevaluasi
rencana asuhan keperawatan yang
diberikan:
a. Menunjukkan perbaikan tingkat
kesadaran
b. Menunjukkan penurunan rasa nyeri
c. Kebutuhan ADL terpenuhi
d. Nutrisi dan cairan terpenuhi
sesuai kebutuhan
e. Orang tua berpartisipasi dalam
perawatan anak
6. Pendokumentasian asuhan
keperawatan
7. Mengidentifikasi etik dan legal
praktik keperawatan anak dalam
pelayanan keperawatan
G. DEMAM DENGUE (DHF)
1. Melaksanakan pengkajian dengan
prinsip comfort:
a. Kebutuhan rasa nyaman fisik:
demam 5‐7 hari, keadaan umum
lemah, mual, muntah, membrane
mukosa kering, nafsu makan
menurun, nyeri otot, tulang sendi,
abdomen, dan ulu hati, sakit
kepala, Perdarahan terutama
perdarahan bawah kulit, ptechie,
echymosis, hematoma, tanda‐
tanda renjatan (sianosis, kulit
lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill
lebih dari dua detik, nadi cepat dan
lemah),
18
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
epistaksis, hematemisis, melena,

19
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
hematuri.
b. Kebutuhan rasa nyaman
psikospiritual: menganjurkan klien
bedrest.
c. Kebutuhan rasa nyaman
sosiokultural: berpisah dengan
orang tua, saudara dan teman
sebaya, tidak bisa bermain
d. Kebutuhan rasa nyaman lingkungan:
ketakutan terhadap pengobatan
dan prosedur yang dilakukan,
lingkungan yang tidak biasa.
2. Merumuskan diagnosa
keperawatan:
a. Risiko syok hipovolemik
b. Ketidakseimbangan volume cairan
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan
d. Ansietas
3. Memvalidasi dan memodifikasi
rencana asuhan keperawatan:
a. Pemberian cairan rehidrasi
b. Pemberian nutrisi adekuat
c. Pemberian kompres hangat
d. Pendidikan kesehatan tentang
perawatan anak demam dengue.
4. Mengimplementasikan intervensi
keperawatan sesuai rencana:
a. Memberikan kompres hangat
b. Memonitor suhu tiap 4 jam
c. Memberikan obat‐obatan (oral, sub
kutan, intramuskuler, dan
intravena)
d. Memberikan pendidikan
kesehatan pada orang tua
19
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
e. Mengembangkan program bermain

20
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
pada anak usia toddler, pra
sekolah dan sekolah dengan
masalah hospitalisasi dan akan
menjalani tindakan invasive
f. Menggunakan komunikasi
therapeutik dan hubungan
interpersonal dalam memberikan
asuhan keperawatan
g. Menciptakan dan mempertahankan
lingkungan yang nyaman
h. Melakukan pendelegasian dalam
pelayanan keperawatan
i. Merancang program follow up
kasus klien pasca rawat di rumah
sakit
j. Memberikan bimbingan konsultasi
terhadap tindakan keperawatan
yang dilaksanakan perawat
k. Berkolaborasi dengan tim kesehatan
lain dokter dan ahli gizi.
5. Melakukan observasi yang
mendalam dan Mengevaluasi
rencana asuhan keperawatan yang
diberikan:
a. Pasien memperlihatkan tanda
rehidrasi dan mempertahankan
hidrasi adekuat.
b. Mendapatkan nutrisi adekuat sesuai
program dan memperlihatkan
peningkatan BB .
c. Tidak terjadi syok hipovolemik
d. Memperlihatkan tanda distress fisik
atau emosional yang minimal dan
orang tua berpartisipasi dalam
20
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
perawatan.
6. Pendokumentasian asuhan
keperawatan
7. Mengidentifikasi etik dan legal
praktik
keperawatan anak dalam pelayanan
keperawatan
2. Mahasiswa mampu membuat 1. Melakukan pengkajian terkait 1. Membuat 9 September‐6 1. Kuesioner/fo
proyek inovasi dalam usaha permasalahan asuhan keperawatan kuesioner/format Desember 2013 rmat pengkajian
peningkatan kualitas asuhan di ruang infeksi melalui pengkajian proyek inovasi
keperawatan di ruang infeksi pengumpulan data dengan 2.Wawancara 2. Proposal
kuisioner, wawancara dan 3.Presentasi proyek inovasi
observasi. 4.Membuat 3. Laporan
2. Menganalisa dan merumuskan data proposal pelaksanaan proyek
terkait permasalahan asuhan kegiatan inovasi
keperawatan di ruang infeksi 5.Diskusi dan
3. Menyusun proposal yang Konsultasi proyek
dikonsultasikan dan disetujui oleh inovasi
supervisor utama dengan
berkoordinasi dengan lahan
praktik
4. Mempresentasikan rencana proyek
inovasi dengan lahan praktik
5. Melaksanakan proyek inovasi
6. Mengevaluasi hasil pelaksanaan
dan perubahan yang dihasilkan
7. Mempresentasikan laporan hasil
proyek inovasi di lahan praktik
Mengetahui, Depok, September 2013

Supervisor Utama Mahasiswa

21
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
( Nani Nurhaeni, MN. ) Tri Sakti Widyaningsih

22
Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN KEGIATAN PROYEK INOVASI


PENGUKURAN SUHU TUBUH YANG AKURAT
DENGAN MENGGUNAKAN TERMOMETER TIMPANI
DI RUANG ANAK INFEKSI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

Disusun Oleh:
TRI SAKTI WIDYANINGSIH
1006834095

PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2013

i Universitas Indonesia

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, kami dapat menyelesaikan laporan inovasi ini, sebagai salah satu penugasan praktek
residensi II kekhususan keperawatan anak.
Penulis menyadari penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Nani Nurhaeni, MN, selaku koordinator mata ajar Residensi Keperawatan Anak II
sekaligus sebagai supervisor utama Praktek Klinik Khusus dalam Keperawatan II.
2. Ibu Elfi Syahreni, M.Kep., Sp.Kep.An, selaku ko koordinator Residensi Keperawatan
Anak II Ruang Infeksi sekaligus sebagai supervisor Praktek Klinik Khusus dalam
Keperawatan II.
3. Ibu Happy Hayati, M.Kep., Sp.Kep.An, selaku ko koordinator Residensi Keperawatan
Anak II Ruang Infeksi sekaligus sebagai supervisor Praktek Klinik Khusus dalam
Keperawatan II.
4. Ibu Yunisar Gultom, SKp., MCINsg., selaku pembimbing klinik manajemen Gedung A
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
5. Supervisor ruangan, Head Nurse, Perawat Primer, dan Perawat Assosiet di ruang
infeksi Gedung A Lantai 1 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta yang telah
membantu pengumpulan data dan pengidentifikasian masalah untuk proyek inovasi ini
6. Seluruh pasien dan keluarga pasien yang telah berpartisipasi dalam pelaksanaan proyek
inovasi ini
7. Rekan-rekan Program Ners Spesialis Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia Kekhususan Keperawatan Anak yang bersama-sama membuat
proyek inovasi.
Penulis berharap laporan ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu
keperawatan khususnya keperawatan anak.
.

Depok, November 2013

Penulis

ii Universitas Indonesia

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar belakang1
Tujuan4
Manfaat4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


Suhu Tubuh5
Telinga dan Termometer timpani6
Kalibrasi dan pemeliharaan8
Skema proses peningkatan suhu tubuh9
Atraumatic care10

BAB 3 PERENCANAAN
Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta11
Analisis SWOT11
Identifikasi masalah13
Strategi penyelesaian masalah13
Sasaran15
Media15
Rencana pelaksanaan(Planning of action)16
Anggaran kegiatan16

BAB 4 PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN


Pelaksanaan17
Pembahasan20

BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan..............................................................................................24
5.2 Penutup....................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Universitas
Indonesia

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Daftar hadir peserta sosialisasi proyek inovasi


Lampiran 2: Foto pelaksanaan proyek inovasi
Lampiran 3: Lembar observasi pengukuran suhu tubuh

iv Universitas Indonesia

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang dihasilkan tubuh dengan
jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar (Potter & Perry, 2010). Peningkatan suhu
tubuh dapat terjadi sebagai reaksi adanya infeksi yang dapat mempengaruhi seluruh
tubuh atau bagian tubuh tertentu (infeksi lokal). Suhu yang meningkat terkadang bisa
menjadi tanda penyakit yang lebih serius, seperti infeksi bakteri yang parah dari darah
(sepsis), infeksi saluran kemih, pneumonia, atau meningitis. Jadi suhu yang meningkat
adalah suatu respon tubuh untuk melawan infeksi yang masuk dalam tubuh (Susan,
2011).

Metabolisme tubuh yang meningkat menggunakan energi yang memproduksi panas


tambahan. Selama suhu meningkat, metabolisme meningkat dan konsumsi oksigen
bertambah. Pada anak, suhu yang meningkat dan berlangsung lama, dapat
mempengaruhi perubahan metabolisme tubuh dan berisiko terjadinya dehidrasi,
sehingga evaluasi tanda vital, perubahan perilaku dan status hidrasi adalah pengkajian
klinis yang penting dan krusial pada anak dengan perubahan suhu tubuh (Thompson,
2007; Barraf, 2008).

Peningkatan suhu tubuh menjadi masalah yang sering dihadapi oleh tenaga kesehatan
seperti dokter, perawat dan orang tua, baik di rumah sakit maupun di masyarakat.
Orang tua menganggap peningkatan suhu tubuh berbahaya bagi kesehatan bayi atau
anak karena dapat menyebabkan kejang dan kerusakan otak (Avner, 2009). Penelitian
yang dilakukan Jeffrey tahun 2002, menemukan bahwa kejadian bakteri yang
mengakibatkan penyakit sekitar 10% yang mengalami peningkatan suhu tubuh pada
bayi atau anak usia 1-2 bulan.

Pemeriksaan dan pemantauan suhu adalah salah satu indikator penting dalam mengkaji
kondisi kesehatan anak yang dirawat di rumah sakit. Alat yang sering digunakan dalam
pemeriksaan suhu adalah termometer. Pemeriksaan suhu secara non invasif secara
tidak langsung lebih dipilih untuk meminimalkan ketidaknyamanan pada pasien.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Dalam dua dekade terakhir ini terjadi perubahan dalam tekhnologi termometer klinik
yang menawarkan pembacaan suhu yang tepat dan memberikan informasi yang akurat
tentang suhu tubuh, selain itu juga dapat meminimalkan ketidaknyamanan pada pasien
(Davie & Amoore, 2010).

Salah satu prinsip atraumatic care pada anak yang dapat dilakukan adalah dengan
meminimalkan dan mencegah trauma pada anak. Walaupun pemeriksaan suhu tubuh
tidak menimbulkan nyeri, namun pada umumnya anak memperlihatkan reaksi
kecemasan dan stress yang berlebihan pada waktu dilakukan pemeriksaan suhu tubuh.
Faktor yang menyebabkan trauma pada anak adalah waktu yang dibutuhkan dalam
pemeriksaan suhu tubuh cukup lama (5-12 menit). Hal ini dapat mempengaruhi lama
hari rawat anak, karena informasi tentang kondisi kesehatan anak tidak teridentifikasi
dengan tepat melalui pemeriksaan yang dilakukan (Hockenberry, 2009).

Suhu tubuh biasanya diukur untuk memastikan adanya peningkatan atau penurunan
suhu tubuh. Masih ada kontroversi mengenai termometer yang paling tepat dan tempat
terbaik untuk pengukuran temperatur. Suhu inti secara umum didefinisikan sebagai
pengukuran suhu dalam arteri paru-paru. Standar lain dalam pemantauan suhu inti
adalah esophagus distal, kandung kemih, dan nasofaring yang akurat ke dalam 0,1-
0,2°C dari suhu inti. Namun, pengukuran suhu inti sulit dilakukan karena menimbulkan
ketidaknyamanan pada anak (Thomas et al., 2009).

Mengingat permasalahan di atas, para ilmuan dan ahli tekhnologi menemukan


beberapa cara yang tepat dalam melakukan pemeriksaan suhu dengan cepat, akurat dan
tepat serta tidak menimbulkan trauma terutama bagi anak, sehingga penggunaan
termometer air raksa yang merupakan standar emas sudah mulai digantikan dengan
termometer peralatan elektronik dimana hasil pengukuran dan pembacaan menjadi
lebih cepat dan memberikan informasi yang akurat dengan ketidaknyamanan minimal
pada anak. Termometer yang ideal harus bebas merkuri, minimal invasif, cepat, handal,
akurat, aman dan harus mengurangi ketergantungannya pada tekhnik penggunaan
(Martin, 2004).

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Beberapa tempat yang dapat dilakukan dalam pengukuran suhu tubuh adalah melalui
ketiak, mulut, dahi dan membran timpani. Penelitian El Radhi (2006) menjelaskan
bahwa termometer timpani jauh lebih akurat mencerminkan suhu arteri paru, bahkan
ketika suhu tubuh berubah dengan cepat. Termometer timpani kemungkinan akan
menjadi standar emas untuk mengukur suhu pada anak. Serupa dengan analisis review
yang dilakukan Jefferies (2011), menyimpulkan bahwa termometer timpani
memberikan hasil pengukuran yang akurat pada pasien kritis dengan demam. Metode
lain pengukuran suhu tubuh adalah menggunakan termometer inframerah telinga
(infrared thermometer). Termometer ini mengukur panas yang dipancarkan membran
timpani tanpa menggunakan probe melalui lubang telinga. Sejak diperkenalkan oleh
Dodd (2006), sensitivitas dan spesifisitas inframerah telinga gagal mendeteksi demam
pada tiga atau empat dari sepuluh pasien demam.

Pemeriksaan suhu dengan menggunakan peralatan elektronik memang mudah


dilakukan selama tehnik dan penggunaannya sesuai dengan usia dan tidak
mempengaruhi kondisi anak. Namun pemeriksaan suhu dengan perangkat ini
membutuhkan pemahaman dan kesadaran dari pengguna terhadap karakteristik dan
keterbatasannya dalam menafsirkan dengan benar pembacaan suhu pada layar (Susan,
2011).

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo merupakan rumah sakit umum pendidikan nasional
di Indonesia dan sekaligus merupakan rumah sakit rujukan penatalaksanaan penyakit
infeksi pada anak dengan hampir 90% disertai gejala peningkatan suhu tubuh, sehingga
intervensi yang dilakukan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo untuk mengetahui adanya
perubahan suhu tubuh tersebut dengan menggunakan termometer digital aksila,
termometer temporal atau termometer timpani inframerah. Beragamnya termometer
tersebut, masih belum ditentukan mana termometer yang lebih akurat digunakan dalam
pengukuran suhu tubuh.

Berdasarkan uraian di atas, residen merasa tertarik untuk mencari dasar yang tepat
menurut evidence based, metoda mana yang paling akurat untuk pengukuran suhu
tubuh pada anak untuk dapat digunakan di ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengaplikasikan intervensi asuhan keperawatan anak pengukuran suhu tubuh yang
akurat dengan menggunakan termometer timpani berdasarkan Evidence Based
Nursing Practice.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Menerapkan salah satu teknik pemantauan tanda-tanda vital dengan
menggunakan termometer timpani untuk pengukuran suhu tubuh.
b. Mengimplementasikan evidence based nursing practice dalam pemberian
asuhan keperawatan pada anak melalui upaya preventif monitoring suhu tubuh.
c. Menerapkan konsep atraumatic care dalam asuhan keperawatan.

1.3 Manfaat
1.3.1 Rumah sakit
Pengembangan proyek inovasi ini dapat menjadi bahan evaluasi dan pembaharuan
sebagai upaya preventif terhadap pemberian asuhan keperawatan pada anak
khususnya pemantauan suhu tubuh yang akurat di ruang infeksi RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo.
1.3.2 Perawat
Memberikan informasi kepada perawat dalam penggunaan termometer yang akurat
sebagai pemberi asuhan keperawatan yang berkualitas berdasarkan evidence based
practice.
1.3.3 Keluarga
Memberikan perlindungan terhadap peningkatan keselamatan pasien dan
memberikan kenyamanan terhadap tindakan pengukuran suhu tubuh, serta
memberikan informasi pilihan termometer yang akurat, cepat dan aman.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Suhu Tubuh


a. Pengaturan suhu tubuh
Suhu inti merupakan suhu jaringan tubuh bagian dalam, seperti rongga abdomen
dan rongga pelvis. Suhu inti relative konstan. Suhu permukaan merupakan suhu
pada kulit, jaringan sub kutan dan lemak, akan meningkat dan menurun tergantung
respon terhadap lingkungan. Sistem pengaturan suhu tubuh memiliki tiga bagian
penting yaitu sensor di bagian permukaan dan inti tubuh, integrator di hipotalamus,
dan sistem efektor yang dapat menyesuaikan produksi serta pengeluaran panas.
Sebagian besar sensor atau reseptor sensori terdapat pada kulit, oleh sebab itu
sensor kulit lebih efisien dalam mendeteksi suhu dingin daripada suhu hangat.
Ketika kulit di seluruh bagian tubuh dingin, terjadi proses fisiologis menggigil
untuk meningkatkan produksi panas, produksi keringat dihambat untuk mengurangi
kehilangan panas, vasokonstriksi mengurangi panas (Kozier, 2011).
b. Klasifikasi suhu tubuh
Klasifikasi suhu tubuh
Normal 36,5-37,5°C 97,7-99,5°F
Hipotermia < 35,0°C 95,0°F
Demam > 37,2-37,6°C 99,5-100,9°F
Hipertermia > 37,5-38,3°C 100-101°F
Hiperpireksia > 40,0-41,5°C 104-106,7°F
(Sumber: Hill, 2011)

c. Peningkatan dan penanganan suhu tubuh


Peningkatan suhu tubuh atau biasa dikatakan demam adalah peningkatan set point
sehingga pengaturan suhu tubuh lebih tinggi dan dapat didefinisikan secara mutlak
sebagai suhu diatas 38°C (Hockenberry, 2009).

Fokus penanganan dan pengobatan demam yang paling penting pada anak yang
tidak berisiko mengalami kerusakan otak sekunder adalah pada ketidaknyamanan
dan nyeri yang dirasakan anak akibat demam. Evaluasi tanda vital, perubahan

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


perilaku dan status hidrasi adalah pengkajian klinis yang penting dan krusial pada
anak dengan demam (Barraf, 2008).

Beberapa tahun yang lalu, pemeriksaan suhu tubuh atau demam melalui rectum
merupakan standar emas. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan termometer
air raksa kaca. Pengembangan elektronik dan non elektronik yang lebih cepat dan
mudah telah menciptakan kontroversi terkait dengan metode terbaik untuk
mengukur suhu dan mengidentifikasi demam pada anak. Perawat di ruangan anak
dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan dan mendiskusikan dengan keluarga
dalam memonitor suhu anak di rumah sakit maupun di rumah (Asher &
Northingthon, 2008).

Untuk memperoleh hasil pemeriksaan suhu yang akurat, semua faktor yang
mempengaruhi pengukuran suhu harus dipertimbangkan, diantaranya: faktor
fisiologis (tempat pengukuran, waktu, aktivitas, jenis kelamin, usia); faktor teknis
(konfigurasi dan karakteristik perangkat); tehnik pengguna; kalibrasi dan
pemeliharaan (Davie & Amoore, 2010).

2.2 Telinga dan termometer timpani


a. Anatomi telinga

Gendang telinga atau membran timpani adalah selaput atau membrane tipis yang
memisahkan telinga dalam dengan telinga luar. Berfungsi untuk menghantarkan
getaran suara dari udara menuju tulang pendengaran di dalam telinga tengah.
Membran ini cukup tipis dan hampir transparan, sehingga energi yang dipancarkan
oleh membran timpani dapat dianggap sebagai indikasi dari suhu tubuh bagian
dalam.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


b. Jenis dan teknik penggunaan termometer timpani
Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu (temperatur),
ataupun perubahan suhu. Istilah termometer berasal dari bahasa Latin thermo yang
berarti panas dan meter yang berarti untuk mengukur.

Penempatan termometer timpani adalah pada lubang telinga, masukkan ujung


probe termometer secara perlahan kedalam saluran telinga yang mengarah ke titik
tengah. Tehnik yang benar adalah tergantung pada bagaimana perangkat
digunakan. Probe harus ditempatkan lembut di telinga kanal memastikan cocok,
nyaman dan ditujukan pada gendang telinga. Probe termometer pada beberapa
model harus dimasukkan hanya cukup sampai mencapai segel cahaya, sedangkan
model lainnya memerlukan segel penuh dan putaran dari termometer. Pengukuran
ini hanya merekam suhu dalam waktu 1 detik. Oleh karena itu penting perawat
dilatih dalam penggunaan yang benar dari termometer timpani di area klinis.

c. Prinsip kerja termometer timpani


Dalam kondisi normal, 60% dari total kerugian panas dari tubuh terjadi melalui
radiasi dalam bentuk panas sinar inframerah, bentuk energi elektromagnetik.
Kehilangan panas meningkat saat demam. Sebagai membran timpani yang
menerima pasokan darah dari arteri karotis, suhunya mencerminkan sesuai dengan
darah yang mengalir ke hipotalamus, sehingga berhubungan erat dengan suhu inti
tubuh. Termometer timpani berlisensi untuk digunakan pada orang dari segala usia,
termasuk bayi dan anak-anak.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


d. Kisaran suhu normal
Metode pengukuran Kisaran suhu normal
Timpani (telinga) 35,8 ° C hingga 38 ° C
(96,4 ° F hingga 100.4 ° F)

e. Keuntungan dan kerugian pengukuran suhu timpani


Jenis Keuntungan Kerugian Keterangan
termometer
Timpani - Non invasif - Penggunaan Metoda ini kurang
(Telinga) - Mudah terbatas pada sesuai digunakan
digunakan neonatus karena pada pasien dengan:
- Cepat ukuran probe yang - Infeksi telinga tengah
memberikan besar - Adanya obstruksi
hasil - Ketidaktepatan telinga
- Praktis hasil pengukuran - Memakai alat bantu
akibat posisi dengar
memasukkan
probe yang salah

2.3 Kalibrasi dan pemeliharaan


Pengggunaan termometer diatur oleh International Standard BS EN 12470 (Inggris
Standards Institution 2001) yang menetapkan kesalahan maksimum untuk
termometer, sebagaimana diukur dengan menggunakan suhu kalibrasi dalam
kondisi laboratorium. Termometer harus dikalibrasi secara rutin dengan peralatan
dan prosedur yang sesuai dengan kriteria standar nasional atau internasional.
Penjual harus memberikan bimbingan protokol dan instrument kalibrasi untuk
mengaktifkan verifikasi akurasi termometer itu.
Termometer harus dibersihkan secara teratur untuk memberikan hasil akurat.
Perawat harus memastikan bahwa probe termometer bebas dari kotoran. Khususnya
pada termometer inframerah dimana lensa yang kotor akan mengakibatkan
artificial rendah dalam membaca suhu.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


2.4 Skema Proses Peningkatan Suhu
Pirogen eksogen (agen infeksius, toksin & tumor)

Kerusakan jaringan

Kegiatan monosit

Produksi endogen pirogen interleukin I (IL-1, IL-6 : tumor nekrosis


factor (TNF) & Interferon (infeksi virus)

Merangsang produksi prostaglandin E

Pusat pengaturan hipotalamus

Proses peradangan Demam Hipertermia Suhu

Evaporasi (keringat berlebihan)


Mengubah keseimbangan
membran sel neuron

Melepasnya muatan listrik Gangguan pemenuhan cairan


yang benar

Dehidrasi
Risiko injuri Kejang

Deficit volume cairan


Risiko kerusakan sel otak Cemas

Kurang pengetahuan

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


2.5 Atraumatic Care
a. Definisi Atraumatic Care
Atraumatic care adalah bentuk perawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga
kesehatan dalam tatanan pelayanan kesehatan anak, melalui penggunaan tindakan
yang dapat mengurangi distress fisik maupun psikologis yang dialami anak
maupun orang tuanya (Wong, 1989).

Atraumatic care bukan satu bentuk intervensi yang nyata terlihat, tetapi memberi
perhatian pada apa, siapa, diamana mengapa, dan bagaimana prosedur dilakukan
pada anak dengan tujuan mencegah dan mengurangi stress fisik dan psikologis
(Supartini, 2004).
b. Pencetus stressor antara anak dengan orang tua :
1) Physical stressor : gangguan rasa nyaman nyeri terhadap tindakan invasif
seperti suntikan, infus, intubasi, suction, pembatasan aktivitas, gangguan
tidur, perubahan pola eliminasi, pengukuran suhu tubuh.
2) Psychologic stressor : perpisahan antara orang tua dan anak, malu, sedih,
kecewa dan adanya rasa bersalah.
3) Environtmental stressor : keramaian dan suara bising.
c. Prinsip utama dalam asuhan terapeutik :
1) Cegah/turunkan dampak perpisahan antara orang tua dan anak dengan
menggunakan pendekatan family centred care (the family is the patient).
2) Tingkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anaknya.
Pendidikan kesehatan merupakan strategi yang tepat untuk menyiapkan
orang tua sehingga terlibat aktif dalam perawatan anaknya.
3) Cegah dan atau turunkan cedera baik fisik maupun psikologis. Rasa nyeri
karena tindakan perlukaan (misalnya disuntik) tidak akan bisa dihilangkan,
tetapi dapat dikurangi dengan menggunakan tekhnik distraksi/relaksasi.
4) Modifikasi lingkungan fisik rumah sakit, dengan mendesainnya seperti di
rumah, yaitu penataan dan dekorasi yang bernuansa anak (misal :
menggunakan alat tenun dan tirai bergambar bunga/binatang lucu, hiasan
dinding bergambar dunia binatang, papan nama pasien bergambar lucu,
dinding berwarna cerah, dan tangga dicat warna-warni

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


BAB 3
PERENCANAAN

Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 9-18 Oktober 2013 didapatkan data:
3.1 Profil singkat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
3.1.1 Visi: memberikan pelayanan keperawatan paripurna yang bermutu dan
professional dalam rangka menuju pelayanan keperawatan terkemuka di Asia
pasifik tahun 2014.
3.1.2 Misi:
1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau
oleh semua lapisan masyarakat
2. Menjadi tempat pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan
3. Tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajad
kesehatan masyarakat melalui manajemen yang dinamis dan akuntabel
3.1.3 Motto:
R : Respek
S : Sigap
C : Cermat
M : Mulia
3.1.4 Komitmen
Kesehatan dan kepuasan pelanggan adalah komitmen kami. Senantiasa
memberikan pelayanan paripurna yang prima untuk meningkatkan kepuasan
dan menumbuhkan kepercayaan pasien sebagai pelanggan utama kami.

3.2 Analisis SWOT


3.2.1 STRENGTH (kekuatan)
a. Dukungan dari manajemen termasuk perawat untuk melakukan tindakan
keperawatan berdasarkan Evidence Based Practice.
b. Monitoring dan evaluasi terus dilakukan terkait 6 standar
International Patient Safety Goals.
c. Berdasarkan hasil wawancara beberapa perawat telah mendapatkan
pelatihan tentang research keperawatan dan evidence based nursing.
d. Tersedianya lembar pengukuran suhu tubuh untuk monitoring pasien.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


3.2.2 WEAKNESS (kelemahan)
a. Beragamnya termometer yang digunakan di ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo.

3.2.3 OPPORTUNITY (kesempatan)


a. RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo merupakan rumah sakit pendidikan dan
merupakan lahan praktek bagi mahasiswa keperawatan sehingga
pengetahuan dapat terus diperbaharui
b. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo merupakan rumah sakit rujukan nasional
c. Adanya perhatian dari pihak manajemen Gedung A dan ruangan untuk
mengoptimalkan pemberian tindakan keperawatan berbasis evidence
based nursing.
d. Rumah Sakit telah mendapat akreditasi dari Joint Commission International
(JCI)
e. Visi dan komitmen RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo untuk meningkatkan
mutu pelayanan dari kepuasan pelanggan
f. Hasil yang didapatkan dari buku register ruangan menunjukkan hampir 90%
anak mengalami peningkatan suhu tubuh sebagai tanda gejala penyakit di
ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo..

3.2.4 THREAT (ancaman)


a. Undang-undang perlindungan konsumen menuntut adanya peningkatan kualitas
pelayanan keperawatan.
b. Adanya program speak up yang dicanangkan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
memberi kesempatan masyarakat untuk lebih kritis terhadap pelayanan yang
diberikan oleh perawat
c. Responsibilitas dan akuntabilitas perawat telah diatur dalam Undang-Undang
Kesehatan RI.
Keluarga memilih termometer yang lebih murah untuk mengukur suhu tubuh pada
anaknya.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


3.3 Identifikasi Masalah
Pemantauan tanda-tanda vital sebagai upaya preventif membutuhkan teknik dan
metoda yang akurat untuk pengukuran suhu tubuh pada anak, dimana peningkatan
suhu tubuh merupakan salah satu penyerta hampir seluruh penyakit infeksi pada anak.

3.4 Strategi Penyelesaian Masalah


1. Tahap Persiapan
a. Pembuatan pertanyaan masalah berdasarkan model PICO (P=
problem/population/patient; I= intervention; C= comparation; O= outcome)
Population : Pasien anak
Intervention : termometer timpani
Comparison : termometer inframerah telinga
Outcome : termometer akurat

Pertanyaan masalah: penggunaan termometer mana yang paling akurat untuk


mengukur suhu tubuh pada anak?

b. Searching literature/jurnal terutama jenis penelitian dengan menggunakan metode


random clinical trial (RCT) dan systematic review.

Kata kunci (Keyword):


“Thermometer Accuracy”

Batasan metode penelitian dalam penelusuran jurnal:

√ Systematic Review or Meta-Analysis


√ Clinical Practice Guidelines

Jurnal penelitian yang ditelusuri:


√ Cochrane
√ AHRQ Evidence Reports
√ Guidelines Clearinghouse
√ CINAHL
√ PubMed

Informasi yang dibutuhkan dalam penelusuran jurnal:


1) Cochrane: tidak ditemukan
2) AHRQ Evidence Reports : tidak ditemukan
3) Guidelines: tidak ditemukan

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


4) Evidence-Based Journals: tidak ditemukan
5) EBSCO – CINAHL: tidak ditemukan
6) PubMed:
a) Jefferies S, Weatherall M, Young P, Beasley R. (2011). A Systematic
review of the accuracy of peripheral thermometry in estimating core
temperatures among febrile critically ill patients. Crit Care Resusc. ;
13(3): 194-9.
Penelitian diidentifikasi menunjukkan bahwa pada pasien sakit
kritis, termometer timpani menghasilkan ukuran yang akurat dari
suhu inti dalam kisaran demam dan dapat direkomendasikan untuk
tujuan ini (Level of evidence Ia).
b) El-Radhi AS, Barry W. (2006). Thermometry in paediatric practice.
Arch Dis Child. ;91(4):351-6.
Pengukuran suhu tubuh dengan menggunakan termometer timpani
lebih akurat daripada yang lain, karena itu adalah suhu inti sejati.
Tapi harus dicatat dengan pemasangan probe teknik membran
timpani dengan posisi yang tepat. Termometer timpani termometer
kemungkinan menjadi standar emas untuk semua anak (Level of
evidence Ib).
c) Dodd SR, Lancaster GA, Craig JV, Smyth RL, Williamson PR. (2006).
In a systematic review, infrared ear thermometry for fever diagnosis in
children finds poor sensitivity. J Clin Epidemoiol.; 59(4): 354-7.
Temuan ini mendukung kekhawatiran sebelumnya tentang
penggunaan termometer telinga inframerah dalam situasi di mana
kegagalan untuk mendeteksi demam memiliki implikasi serius
(Level of evidence Ib).
c. Appraise literature/ analisa jurnal dengan menggunakan systematic review
worksheet.
d. Pembuatan kerangka acuan proyek inovasi
e. Berkonsultasi dengan supervisor utama dan supervisor serta pihak manajemen
gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
f. Berkoordinasi dengan supervisor ruangan, kepala ruangan dan perawat primer
ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


2. Tahap Pelaksanaan
a. Presentasi dan sosialisasi mengenai pengukuran suhu tubuh yang akurat dengan
menggunakan termometer timpani.
b. Mengaplikasikan penggunaan termometer yang akurat pada pasien anak di
ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
c. Membandingkan hasil pengukuran termometer timpani dengan termometer
yang terdapat di ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

3. Tahap Evaluasi
a. Evaluasi proses: mengusulkan dan menunjuk salah satu perawat ruang infeksi
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sebagai penanggung jawab tindak lanjut
penggunaan termometer timpani dalam pemantauan suhu tubuh selama proses
pemberian asuhan keperawatan berlangsung.
b. Evaluasi hasil: mengevaluasi respon pasien terhadap hasil penggunaan termometer
timpani apakah metoda tersebut akurat dalam pengukuran perubahan suhu tubuh
pada anak di ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

3.5 Sasaran
Sasaran proyek inovasi adalah semua anak di ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo.

3.6 Media
1. Baki yang berisi termometer timpani, termometer infra merah timpani,
termometer aksila dan termometer temporal
2. Alcohol swab
3. Alat tulis bolpoin dan lembar observasi hasil pengukuran suhu tubuh

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


3.7 Rencana Pelaksanaan
Waktu
9-18 21-25 28 4-15 18-22
No Kegiatan Okt Okt Okt-1 Nov Nov PJ PRODUK
2013 2013 Nov 2013 2013
2013
1. Persiapan dan studi PICO model,
literature (evidence searching artikel
base practice) dan hingga appraise
proses konsultasi. artikel
2. Pembuatan dan Proposal kegiatan
konsultasi proposal
3. Presentasi proposal Mahasiswa, Presentasi dengan
dan sosialisasi head nurse, perawat ruangan
supervisor gedung A lantai I
gedung A
lantai 1
4. Perencanaan dan Mahasiswa
persiapan dan perawat
implementasi primer (PP)
5. Implementasi Mahasiswa,
PP, Perawat
Associate (PA)
dan keluarga
6. Evaluasi proses Mahasiswa Hasil
kegiatan dan keluarga dokumentasi
7. Evaluasi hasil dan Mahasiswa Laporan dan
penyusunan laporan rekomendasi

3.8 Kegiatan
Anggaran
Persiapan
Pembuatan dan foto copy proposal Konsumsi presentasi
Pelaksanaan : Rp. 50.000,00
Pembelian termometer timpani Probe timpani isi 40 buah : Rp. 50.000,00
Evaluasi
Penyusunan dan foto copy laporan
: Rp. 475.000,00
: Rp. 200.000,00

: Rp. 50.000,00
Konsumsi presentasi : Rp. 50.000,00
4. Kenang-kenangan ruangan : Rp. 125.000,00
JUMLAH : Rp. 1.000.000,00

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


BAB IV
PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pelaksanaan
Pelaksanan kegiatan proyek inovasi yang dilakukan di Gedung A lantai 1 Ruang
Infeksi Anak dilakukan melalui tahap-tahap berikut:
1. Tahap Persiapan
Presentasi proposal proyek inovasi dilakukan pada hari Jum’at, 8 November
2013 di gedung serbaguna RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, pada pukul
9.1 WIB sampai dengan 11.30 WIB. Presentasi dihadiri oleh 20 peserta
undangan yang terdiri dari Manajemen gedung A, kepala bidang keperawatan,
kepala ruang BCH, perwakilan perawat lantai 8, Supervisor ruangan, Head
Nurse, Perawat Primer (PP), Perawat Asosiet (PA), dan mahasiswa. Kegiatan
diawali dengan presentasi proyek inovasi dari kekhususan keperawatan medikal
bedah, dilanjutkan oleh kekhususan keperawatan anak mahasiswa residensi II
FIK UI. Kegiatan dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab. Hasil dari
kegiatan presentasi ini didapatkan:
a. Persetujuan dan ijin dari supervisor ruangan, head nurse serta PP untuk
mengaplikasikan termometer timpani pada semua anak di ruang infeksi
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
b. Rencana sosialisasi penggunaan termometer timpani dengan
menggunakan probe yang tepat pada PP dan PA ruang infeksi RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo.
c. Rencana pelaksanaan pengukuran suhu tubuh dengan menggunakan
termometer timpani langsung pada pasien.
d. Rencana evaluasi dengan menunjuk PP ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo untuk mendelegasikan rencana tindak lanjut
monitoring tanda-tanda vital pengukuran suhu tubuh dengan
menggunakan termometer timpani.
2. Pelaksanaan Proyek Inovasi
Pelaksanaan inovasi penggunaan termometer timpani dilaksanakan mulai dari
tanggal 11-15 November 2013 sebagai berikut:

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


a. Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi dilaksanakan tanggal 11-12 November 2013 pada
PP dan PA ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
b. Pelaksanaan penggunaan termometer timpani
Pelaksanaan penggunaan termometer timpani pada pasien anak di rumah
sakit dilaksanakan pada tanggal 13 November 2013 pada pasien anak di
ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Langkah-langkah yang dilakukan:
1) Mempersiapkan baki yang berisi alat termometer timpani, aksila,
temporal dan inframerah telinga.
2) Mempersiapkan alkohol swab.
3) Memberikan informasi pada keluarga tentang beragamnya
termometer yang bisa digunakan untuk pengukuran suhu tubuh.
4) Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan.
5) Memeriksa kebersihan ketiak, dahi dan telinga sebelum
melakukan pengukuran suhu.
6) Mempersiapkan anak untuk dilakukan pengukuran suhu tubuh
sesuai waktu yang dibutuhkan masing-masing termometer.
7) Membersihkan alat dengan alkohol swab sebelum melakukan
pengukuran suhu pada pasien selanjutnya.
8) Mencuci tangan selesai melakukan tindakan
9) Mendokumentasikan dalam form pengukuran suhu.
3. Hasil Pelaksanaan
Hasil yang didapatkan dari 15 anak di ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo pada tanggal 13 November 2013 didapatkan:
1) Setelah dilakukan pengukuran menggunakan termometer aksila,
temporal dan termometer inframerah telinga didapatkan hasil 5 anak
dengan suhu tubuh di kisaran suhu normal 36,4 – 37,6°C, tidak jauh
beda hasil yang didapatkan setelah dilakukan pengukuran suhu dengan
menggunakan termometer timpani.
2) 6 anak didapatkan suhu tubuh lebih tinggi setelah dilakukan pengukuran
suhu dengan menggunakan termometer timpani.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


3) 1 anak ditemukan suhu sub febris (suhu = 37,9°C) dengan hasil yang
serupa setelah anak diukur dengan menggunakan termometer timpani
dan termometer aksila.
4) 1 anak terdeteksi hipertermi (suhu = 39,8°C) setelah dilakukan
pengukuran suhu menggunakan termometer timpani dengan beda rerata
1,1°C pada termometer aksila; 1,3°C beda dengan menggunakan
termometer inframerah telinga dan beda rerata 1,7°C bila diukur dengan
menggunakan termometer temporal.
5) Pada 1 pasien usia 2 bulan, ditemukan suhu lebih tinggi diukur dengan
menggunakan termometer aksila dan temporal (suhu = 36,8°C), saat
dibandingkan dengan termometer timpani didapatkan hasil beda rerata
0,1°C, sedangkan termometer inframerah didapatkan hasil beda 0,2°C .
6) 1 anak terdeteksi hipotermia (suhu = 35,8°C) setelah diukur dengan
menggunakan termometer timpani, sedangkan termometer lainnya
didapatkan hasil suhu rata-rata 36°C.
4. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan inovasi
Kendala yang ada pada pelaksanaan inovasi ini adalah:
a) Pengukuran suhu tubuh ke seluruh pasien anak ruang infeksi hanya
dilakukan pada satu waktu, sehingga belum diketahui perbedaan hasil
bila dilakukan pengukuran suhu pada malam hari dan pagi hari.
b) Tidak semua pasien kooperatif dengan pelaksanaan pengukuran suhu,
terutama anak yang masih kecil, terlalu aktif dan pasien yang trauma
terhadap tindakan invasif.
5. Faktor pendukung yang ditemui dalam pelaksanaan inovasi
Hal yang mendukung pelaksanaan proyek inovasi adalah pada pasien usia pra
sekolah dan usia sekolah serta keluarga sebagian besar menerima dan merespon
dengan baik inovasi pengukuran suhu yang akurat dengan menggunakan
termometer timpani. Beberapa pasien yang lebih besar dan keluarga diantaranya
mengajukan pertanyaan dan mengatakan akan menggunakan termometer
timpani untuk persediaan di rumah. Perawat di ruangan juga memberikan
respon yang baik terhadap pelaksanaan inovasi.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


6. Evaluasi
a) Evaluasi Proses
Proses pelaksanaan inovasi berjalan dengan lancar sesuai dengan yang
telah direncanakan. Beberapa kendala ditemui saat pelaksanaan, yaitu
pada pasien yang kecil belum bisa kooperatif, pasien yang terlalu aktif
bergerak, dan pasien yang trauma terhadap tindakan invasif, sehingga
peran keluarga dalam pendampingan sangat diperlukan. Pengukuran
dilakukan hanya pada satu waktu, sehingga belum didapatkan perbedaan
hasil pada saat dilakukan malam hari dan pagi hari.
b) Evaluasi Hasil
Hasil pelaksanaan inovasi pengukuran suhu tubuh dengan menggunakan
termometer timpani pada anak di ruang infeksi Gedung A lantai 1
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, menunjukkan bahwa termometer
timpani mampu memberikan hasil yang akurat dan dapat mendeteksi
adanya perubahan suhu tubuh lebih cepat, sehingga infeksi penyakit
yang lebih serius dapat segera dicegah Evaluasi hasil pelaksanaan
inovasi dipaparkan dalam presentasi hasil hari Jum’at, 22 November
2013 di ruang rawat infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

4.2 Pembahasan
Bayi dan anak rentan dengan adanya perubahan suhu tubuh, karena imunitasnya
sedang dalam tahap perkembangan. Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara
produksi dan pengeluaran panas dari tubuh yang diukur dalam unit panas yang
disebut derajat. Meskipun dalam kondisi tubuh yang ekstrim dan aktivitas fisik,
mekanisme kontrol suhu manusia tetap menjaga suhu inti atau suhu jaringan dalam
relative konstan (Potter & Perry, 2010).

Suhu inti merupakan suhu jaringan tubuh bagian dalam seperti rongga abdomen
dan rongga pelvis. Suhu tubuh inti yang normal berada dalam dalam satu rentang
suhu. Suhu permukaan merupakan suhu pada kulit jaringan subkutan dan lemak.
Suhu permukaan akan meningkat atau menurun bergantung pada aliran darah ke
kulit dan jumlah panas yang hilang sebagai respon terhadap lingkungan (Kozier,
2011).

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Pengukuran suhu tubuh ditunjukkan untuk memperoleh suhu inti jaringan tubuh.
Suhu normal rata-rata bervariasi bergantung lokasi pengukuran. Tempat
pengukuran suhu inti merupakan indikator suhu tubuh yang lebih dapat diandalkan
daripada tempat yang menunjukkan suhu permukaan (Thomas et al., 2009).

Tempat pengukuran suhu inti dan suhu permukaan adalah sebagai berikut:
1. Suhu inti: rectum, membran timpani, esophagus, arteri pulmoner, kandung
kemih
2. Suhu permukaan: kulit, aksila, oral.

Peningkatan suhu tubuh (demam) adalah tanda bahwa tubuh bayi sedang
mengalami infeksi bakteri ataupun virus. Seseorang dikatakan demam jika suhu
tubuhnya di atas suhu tubuh normal, yaitu 36,5 – 37,6°C. Untuk mengetahui suhu
tubuh, maka diperlukan termometer.
Penelitian El Radhi (2006) menjelaskan bahwa termometer timpani jauh lebih
akurat mencerminkan suhu arteri paru, bahkan ketika suhu tubuh berubah dengan
cepat. Arteri pulmoner menunjukkan nilai yang paling representative karena darah
bercampur dari semua bagian tubuh. Pengukuran suhu pada arteri pulmoner
merupakan standar dibandingkan dengan semua tempat yang dikatakan akurat.

Serupa dengan analisis review yang dilakukan Jefferies (2011), menyimpulkan


bahwa termometer timpani memberikan hasil pengukuran yang akurat pada pasien
kritis dengan demam. Membran timpani di dalam telinga memancarkan energi
infrared. Membran timpani secara klinis dianggap cukup mewakili suhu tubuh
karena letaknya berdekatan dengan hipotalamus yang merupakan pengatur suhu
tubuh. Hipotalamus terletak antara hemisfer serebral, mengontrol suhu tubuh. Suhu
yang nyaman adalah “set point” dimana sistem panas beroperasi. Di rumah,
turunnya suhu ruangan, mengaktifkan perapian, sebaliknya naiknya suhu
mematikan perapian, hipotalamus merasakan perubahan ringan pada suhu tubuh.
Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas melebihi set-point, impuls
akan dikirimkan untuk menurunkan suhu tubuh (Hockenberry, 2009).

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Mekanisme pengeluaran panas termasuk berkeringat, vasodilatasi (pelebaran)
pembuluh darah dan hambatan produksi panas. Darah didistribusi kembali ke
pembuluh darah permukaan untuk meningkatkan pengeluaran panas. Jika
hipotalamus posterior merasakan suhu tubuh lebih rendah dari set point,
mekanisme konservasi panas bekerja. Vasokonstriksi (penyempitan) pembuluh
darah, mengurangi aliran darah ke kulit dan ekstrimitas. Kompensasi produksi
panas di stimulasi melalui kontraksi otot volunter dan getar atau menggigil pada
otot. Bila vasokonstriksi tidak efektif dalam pencegahan tambahan pengeluaran
panas, tubuh mulai menggigil. Lesi atau trauma pada hipotalamus atau kord
spinalis yang membawa pesan hipotalamus, dapat menyebabkan perubahan serius
pada kontrol suhu (Hockenberry, 2009).

Membran timpani cukup tipis dan hampir transparan, sehingga dapat diasumsikan
membran tersebut merupakan jalur untuk memancarkan energi infrared dari dalam
tubuh, sehingga energi yang dipancarkan oleh membran timpani dapat dianggap
sebagai indikasi dari suhu tubuh bagian dalam. Karena menggunakan infrared,
termometer ini akan menghasilkan hasil yang akurat karena hasil pengukuran
bukan hasil kontak tetapi dari sinar infrared yang keluar melalui probe termometer.

Metode lain pengukuran suhu tubuh adalah menggunakan termometer inframerah


telinga (infrared thermometer). Termometer ini mengukur panas yang dipancarkan
membran timpani tanpa menggunakan probe melalui lubang telinga. Sejak
diperkenalkan oleh Dodd (2006), sensitivitas dan spesifisitas inframerah telinga
gagal mendeteksi demam pada tiga atau empat dari sepuluh pasien demam. Faktor
yang dapat mempengaruhi kegagalan hasil pengukuran suhu tubuh dengan
menggunakan termometer timpani, yaitu (Davie & Amoore, 2010):
1. Usia
Bayi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu tubuh anak akan terus
bervariasi dibandingkan suhu orang dewasa hingga menginjak pubertas atau
masa remaja. Suhu tubuh normalnya akan berubah sepanjang hari, dengan
perbedaan 1°C antara pagi dan sore hari. Titik suhu tubuh tertinggi biasanya
terjadi antara pukul 20.00 dan 24.00 dan titik suhu terendah saat tidur, yaitu
pada pukul 04.00 dan 06.00.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


2. Anak bergerak aktif
Gerakan bayi dan anak yang aktif dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 -
40°C.
3. Hormon
Wanita biasanya mengalami fluktuasi hormon lebih sering dari pada pria. Pada
wanita usia sekolah sekresi progresteron pada saat menstruasi/ ovulasi akan
meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 – 0,6°C.
4. Stress
Stimulasi pada sistem saraf simpatis dapat meningkatkan epinefrin dan
norepinefrin yang akan meningkatkan aktifitas metabolisme basal dan produksi
panas. Perawat dapat memperkirakan bahwa anak yang sangat stress atau
sangat cemas akan mengalami peningkatan suhu karena alasan tersebut.
5. Lingkungan
Suhu tubuh yang ekstrim dapat mempengaruhi sistem pengaturan suhu tubuh
seseorang. Paparan uadara pada Air Conditioner (AC) juga dapat
mempengaruhi perubahan suhu tubuh yang akan mengakibatkan suhu lebih
rendah, sehingga dapat menyebabkan hipotermia pada tubuh anak.

Setelah dilakukan pengukuran suhu tubuh dengan beragam termometer, maka dapat
dianalisis kelebihan dan kekurangan menurut lokasi pengukuran tersebut:
Lokasi pengukuran
Kelebihan Kelemahan
suhu
a. Aman 1. Anak kurang menyukai karena termometer
b. Non invasif membutuhkan waktu lama (5 menit)
Aksila 2. Anak yang bergerak aktif dan keringat di
ketiak dapat mempengaruhi hasil
pengukuran
a. Mudah diakses 1. Hasil pengukuran pada membran timpani
b. Mencerminkan suhu sebelah kanan dan kiri dapat berbeda
Membran inti 2. Adanya infeksi/ serumen pada telinga
timpani c. Sangat cepat (1 detik) dapat mempengaruhi hasil pengukuran
d. Hasil lebih akurat 3. Membutuhkan teknik yang tepat dalam
meletakkan probe termometer
a. Aman 1. Hasil lebih rendah dari tempat pengukuran
b. Non invasif lain bila terjadi perubahan suhu,
Kulit
khususnya pada saat hipertermia
(Temporal)
2. Keringat dapat mempengaruhi hasil
pengukuran

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1) Hasil dari telaah jurnal ini merupakan evidence base nursing practice yang
dapat menunjukkan keakuratan penggunaan termometer timpani pada pasien
dengan sakit kritis disertai demam dan digunakan pada pasien anak.
2) Termometer timpani layak digunakan untuk pengukuran suhu tubuh secara
akurat, cepat dan tidak membahayakan pasien karena merupakan suhu inti
sejati..
3) Pelaksanaan proyek inovasi pengukuran suhu tubuh yang akurat dengan
menggunakan termometer timpani di ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto
Mnagunkusumo pada tanggal 13 November 2013 sejumlah 15 pasien anak,
didapatkan hasil 6 anak suhu terukur lebih tinggi dari termometer lain, 1 anak
terdeteksi hipertermia dengan beda rerata 1,1-1,7°C pada termometer lain, 1
anak diketahui mengalami hipotermia, 1 anak sub febris serupa dengan hasil
pengukuran termometer aksila, 1 bayi usia 2 bulan terukur 0,1°C lebih rendah
dibandingkan dengan termometer aksila dan 5 anak berada di kisaran suhu
normal.
4) Kendala yang ada pada pelaksanaan inovasi ini adalah: pengukuran suhu tubuh
ke seluruh pasien anak ruang infeksi hanya dilakukan dalam satu waktu,
sehingga belum didapatkan perbedaan hasil pengukuran di malam hari dengan
pagi hari, dan tidak semua pasien kooperatif dengan pelaksanaan pengukuran
suhu, terutama anak yang masih kecil, terlalu aktif dan anak yang trauma
terhadap tindakan invasif.
5) Hal yang mendukung pelaksanaan proyek inovasi adalah mendapatkan respon
yang baik dari perawat ruang infeksi, anak usia pra sekolah dan usia sekolah,
bahkan ada keluarga yang memilih termometer timpani untuk dipersiapkan
apabila pasien sudah kembali ke rumah.
6) Faktor yang dapat mempengaruhi kegagalan hasil pengukuran suhu tubuh
dengan menggunakan termometer timpani, yaitu: suhu, anak bergerak aktif,
hormon, stress dan lingkungan.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


7) Termometer timpani direkomendasikan untuk digunakan karena mudah diakses,
mencerminkan suhu inti, pengukuran sangat cepat (1 detik), hasil lebih akurat,
dan meminimalkan trauma pada anak. Tetapi harus lebih diperhatikan dengan
tehnik pemasangan probe terhadap membran timpani dengan posisi yang tepat
dan adanya infeksi/serumen pada telinga yang dapat mempengaruhi keakuratan
hasil pengukuran.
5.2 Saran
1) Bagi Pelayanan Keperawatan
Perlunya persamaan persepsi dan sosialisasi kepada seluruh perawat tentang
teknik pengukuran yang tepat dalam penggunaan termometer timpani yang
telah terbukti akurat sesuai evidence based nursing practice dalam aplikasi dan
tindak lanjut dalam memonitor tanda-tanda vital untuk pengukuran suhu tubuh
pada anak di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
2) Bagi Pendidikan Keperawatan
Perlunya informasi dan edukasi pada keluarga dalam pemilihan penggunaan
termometer yang akurat, cepat dan aman untuk pengukuran suhu tubuh sebagai
deteksi dini dan upaya preventif pada anak. Informasi ini diharapkan pula dapat
dijadikan kajian literatur dalam pemberian asuhan keperawatan pasien anak
yang mengalami perubahan suhu tubuh.
3) Bagi Penelitian Keperawatan
Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang presisi penggunaan termometer
timpani dan termometer yang tersedia di ruang anak RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo dengan menggunakan metode uji klinik acak pada populasi
anak usia 0-18 tahun.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


DAFTAR PUSTAKA

1. Academy of neonatal nursing. (2013). Necrotizing Enterocolitis and Feeding


Interventions Malignancies and Tumors in the Neonate Amniotic Fluid Index. The
Journal of Neonatal Nursing. 32(1).
2. Asher C & Northington L. (2008). Position statement for measurement of temperature/
fever in children. Society of Pediatric Nurses. Diakses dari www.pednurses.org pada
tanggal 30 September 2013.
3. Avner, J.R. (2009). Acute Fever. Pediatric in review, 30(1): 5-13. Diunduh pada 28
September 2013.
4. Barraf, L. J. (2008). Management of infant and young children with fever without
source. Pediatrics Annals, 37(10): 673-679.
5. Davie A & Amoore J. (2010). Best practice in the measurement of body temperature
Nursing Standard, 24(42): 42-49.
6. Dodd SR, Lancaster GA, Craig JV, Smyth RL, Williamson PR. (2006). In a systematic
review, infrared ear thermometry for fever diagnosis in children finds poor sensitivity.
J Clin Epidemoiol.; 59(4): 354-7.
7. El-Radhi AS, Barry W. (2006). Thermometry in paediatric practice. Arch Dis Child.
;91(4):351-6.
8. Hockenberry. (2009). Essential of Pediatric Nursing. St. Louis: Mosby Yearbook.
9. Jefferies S, Weatherall M, Young P, Beasley R. (2011). A Systematic review of the
accuracy of peripheral thermometry in estimating core temperatures among febrile
critically ill patients. Crit Care Resusc. ; 13(3): 194-9.
10. Kozier, Erb., Berman, & Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses & Praktik. (Ed.7). Jakarta:EGC.
11. McGraw-Hill. (2011). Harrison’s principles of internal medicine. (18th ed). New York,
4012.
12. NICE Clinical Guideline (2013). Feverish illness in children: assessment and initial
management in children younger than 5 years. Royal College of Paediatrics and Child
Health (RCPCH).
13. Susan B, et al. (2011). Emergency Nursing Resource: Non-Invasive Temperature
Measurement In The Emergency Departement.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


14. Susan C. Kim. (2011). First Aid & Emergencies, WebMD Medical Healthwise,
http://firstaid.webmd.com/body-temperature diunduh tanggal 28 Septemebr 2013.
15. Supartini. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Editor : Monica Ester.
EGC : Jakarta.
16. Thomas, S. Vijaykumar, C., Naik, R., Moses, P. D., & Antonisamy, B. (2009).
Comparative effectiveness of tepis sponge and antipyretic drug versus only antipyretic
drug in management of fever among children: A randomized controlled trial. Indian
Pediatrics, 46(2), 133-136.
17. Thompson, H.J., Kirkness, C.J., & Mitchell, P.H. (2007). Intensive Care Unit
Management of Fever Following Traumatic Brain Injury. Intensive Critical Care
Nursing, 23(2), 91-96.
18. Wong. (1989). Wong on Web Paper Beyond First Do No Harm : Principles of
Atraumatic Care.
19. .(2010).http://arl.blog.ittelkom.ac.id/blog/files/2010/05/termometer.jpg.
Diunduh pada tanggal 19 Oktober 2013.
20. .(2010).http://www.google.co.id/imgres.http://arl.blog.ittelkom.ac.id/blog/
2010/05/termometer-telinga-menggunakan-infrared. Diunduh pada tanggal 19 Oktober
2013.
21. .(2012).http://www.google.co.id/imgres.http://www.kabarlamongan.com/2
012/02/indra-pendengaran-dan-alat keseimbangan. Diunduh pada tanggal 19 Oktober
2013.

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


LAMPIRAN

28

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


LEMBAR OBSERVASI PROYEK INOVASI
PENGUKURAN SUHU TUBUH PADA
ANAK
DI RUANG INFEKSI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

JENIS JENIS TERMOMETER


RUANG NAMA PASIEN USIA DIAGNOSA PENYAKIT
KELAMIN TIMPANI PROBE INFRA MERAH TELINGA AKSILA TEMPORAL
101
A M. Yuda 17 th PRIA ADEM 35,8 36,4 36,5 36,2
B Nur Rohmah 11 th WANITA GIZI BURUK 36,7 36,8 36,5 36,7
C M. Raziyyin 4 th PRIA ENDOKARDITIS 36,2 36,4 36,2 35,8
Irsyad
D Putri Anggarini 2 th WANITA POST VP SHUNT 36, 5 36,6 36 36,3
E Safira 2 BLN WANITA GIZI KURANG 36,7 36,5 36,8 36,5
F Herdiana 17 th WANITA ABSES CEREBRI 36,4 36,5 36,1 35,9
102
A M. Reza 15 th PRIA POST WSD 39,8 38,5 38,7 38,1
B Rahdyan 10 th PRIA PANKREATITIS 37,3 36,7 36,7 36,5
C Azka 8 bln WANITA CEREBRAL PALSY 36,8 36,4 37,6 36
D Joudy 14 th PRIA KISTA ABDOMEN 37 35,9 36,7 36
E Naura 4 bln WANITA MENINGITIS 36,7 37 37,5 36,5
F Wulan 3 th PRIA DECOMP CORDIS 36,5 36,6 36,1 36,5
103
A Suryani 3 bln WANITA HIGH OUT PUT STOMA 37,1 36,9 36,9 36,5
PERDARAHAN
B Marcia 3 th WANITA 37,9 37,3 37,9 36,5
SALURAN CERNA
F Iman Santoso 6 th PRIA HIGH OUT PUT STOMA 37 36,9 36,3 36,2

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Foto presentasi proposal proyek inovasi

Audience

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Foto pelaksanaan proyek inovasi
Perbandingan termometer timpani dengan probe, termometer inframerah
telinga tanpa probe, termometer inframerah temporal dan termometer
aksila digital

Aplikasi pada pasien anak ruang infeksi


RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Penanggung jawab suster Erlinawati

Termometer timpani dengan probe

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Termometer infra merah telinga tanpa probe

Termometer aksila digital

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Foto Presentasi hasil akhir proyek inovasi

Audience

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Saran Supervisor FIK‐ Wejangan Divisi Bid.
UI Perawatan

Kesan Komting Residensi II Pelepasan Head Nurse R.anak

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Penyerahan Kenang‐kenangan dari perwakilan Mahasiswa
Program Profesi Ners Spesialis Tahun 2013
kepada Kepala Ruang anak RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta

Mahasiswa Program Profesi Ners Spesialis Tahun 2013

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014


Penyerahan Kenang‐kenangan dari perwakilan Mahasiswa
35

Aplikasi teori…, Tri Sakti, FIK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai