Anda di halaman 1dari 17

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MIPA


UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR

JURNAL FITOKIMIA LANJUTAN

OLEH :

NAMA : ELIS

NIM : 17.031.014.141

KELAS : VI D

KELOMPOK : II (DUA)

ASISTEN : EKA QURNIATI SYAHPUTRI

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
MAKASSAR
2020
A. PENDAHULUAN

Wilayah Indonesia merupakan wilayah yang sangat strategis dan

baik untuk pertumbuhan tanaman-tanaman. Hal ini dibuktikan dengan

banyaknya keanekaragaman dari tumbuhan yang dapat dijumpai.

Berbagai tanaman tersebut, memiliki banyak potensi untuk dijadikan

obat-obat yang berasal dari alam (Gibbons, 2006).

Pengobatan tradisional yang menggunakan bahan-bahan alam

telah sangat berkembang hingga saat ini dan sangat menarik minat

masyarakat pada umumnya untuk kembali menggunakan bahan-bahan

alam sebagai obat karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan

dengan obat-obat sintesis. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemisahan

senyawa bermanfaat dari tanaman untuk dapat di manfaatkan secara

maksimal (Raymond, 2006).

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul

berdasarkan perbedaan pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam

untuk memisahkan komponen (senyawa) yang berada pada larutan.

Molekul yang terlarut dalam fase gerak, akan melewati kolom yang

merupakan fase diam. Molekul yang memiliki ikatan yang kuat dengan

kolom akan cenderung bergerak lebih lambat dibanding molekul yang

berikatan lemah (Gibbons, 2006).

Senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan merupakan

hasil metabolisme dari tumbuhan itu sendiri. Dari hasil penelitian banyak

ahli tak jarang senyawa kimia ini memiliki efek fisiologi dan farmakologi
yang bermanfaat bagi manusia. Senyawa kimia tersebut lebih dikenal

dengan senyawa metabolit sekunder yang merupakan hasil dari

penyimpangan metabolit primer tumbuhan. Senyawa tersebut adalah

golongan alkaloid, steroid, terpenoid, fenol, flavonoid, saponin dan

antioksidan (Raymond, 2006).

Manfaat kromatografi dalam bidang farmasi yaitu untuk

memurnikan bahan dan menganalisis senyawa kimia, menganalisis

adanya kontaminan pada suatu produk, serta sebagai pemisahan dan

pemurnian kandungan tumbuhan.

Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukan

senyawa yang terkandung dan nilai Rf pada ekstrak daun sambiloto

(Andrographis paniculata) menggunakan metode kromatografi kolom,

kromatografi cair vakum, kromatografi lapis tipis preparatif dan

kromatografi dua dimensi/multieluen.


B. TEORI UMUM

1. Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom adalah teknik pemisahan dan pemurnian dari

suatu campuran baik itu dalam fase cair maupun padat untuk

menghasilkan senyawa yang diinginkan secara individu. Pemisahan dalam

kromatografi kolom didasarkan pada perbedaan interaksi setiap senyawa

yang ingin dipisahkan dengan media kromatografi kolom yang digunakan

(Yazid, 2005).

Sama seperti pada kromatografi lain, pada kromatografi kolom

juga digunakan media berupa fase diam dan fase gerak. Pada umumnya,

fase diam dan fase gerak dibuat berdasarkan kepolarannya dimana


keduanya dibuat berlawanan seperti fase diam yang bersifat polar dan

fase gerak yang cenderung lebih non polar (Yazid, 2005).

Kromatografi kolom menggunakan alat berupa kolom yang

terbuat dari gelas atau kaca yang ditempatkan secara vertikal sehingga

zat dapat turun secara perlahan dengan bantuan gravitasi. Pada kolom

tersebut juga dilengkapi dengan keran yang berfungsi untuk mengalirkan

fasa gerak atau eluen sehingga dapat ditampung menggunakan wadah

seperti flakon (Yazid, 2005).

Kelebihan dan kekurangan kromatografi kolom:

a. Kelebihan

 Dapat digunakan untuk analisis dan aplikasi preparatif

 Digunakan untuk menentukan jumlah komponen campuran

 Digunakan untuk memisahkan dan purifikasi substansi

b. Kekurangan

 Untuk mempersiapkan kolom dibutuhkan kemampuan teknik dan

manual

 Metode ini sangat membutuhkan waktu yang lama

2. Kromatografi Cair Vakum

Kromatografi cair vakum merupakan salah satu jenis dari

kromatografi kolom. Kromatografi vakum cair (KVC) adalah kromatografi

yang dilakukan untuk memisahkan golongan senyawa metabolit sekunder

secara kasar dengan menggunakan silika gel sebagai adsorben dan

berbagai perbandingan pelarut n-heksana : etil asetat : metanol (elusi


gradien) dan menggunakan pompa vakum untuk memudahkan penarikan

eluen (Raymond, 2006).

Kelebihan dan kekurangan kromatografi cair vakum:

a. Kelebihan

 Proses pemisahan cepat karena adanya bantuan vakum

 Proses elusi terjadi secara sempurna

b. Kekurangan

 Proses pemisahan tidak sempurna karena prosesnya cepat

membutuhkan biaya yang mahal

3. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Kromatografi lapis tipis preparatif merupakan proses isolasi

yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi

serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak

mengikuti kepolaran eluen oleh karena daya serap adsorben terhadap

komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan


kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan

pemisahan (Nasution, 2010).

kromatografi lapis tipis Preparatif dapat digunakan untuk

memisahkan bahan dalam jumlah gram, namun sebagian besar

pemakaian hanya dalam jumlah milligram. Seperti halnya kromatografi

lapis tipis secara umum, kromatografi lapis tipis Preparatif juga

melibatkan fase diam dan fase gerak. Dimana fase diamnya adalah

sebuah plat dengan ukuran ketebalan bervariasi (Munson, 2010).

Pemisahan komponen kimia dengan metode kromatografi lapis

tipis preparatif pada dasarnya sama dengan kromatografi lapis tipis

biasa, namun perbedaannya adalah pada kromatografi lapis tipis

preparatif menggunakan lempeng yang berukuran besar (ukuran 20 x 20

cm dan 20 x 40 cm) dengan ketebalan 0,5 – 2 mm (Munson, 2010).

Proses isolasi kromatografi lapis tipis preparatif terjadi

berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari

komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran

eluen, oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak

sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda

sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan (Munson, 2010).

Kelebihan dan kekurangan dari kromatografi preparatif:

a. Kelebihan

 Biaya yang digunakan murah dan memakai peralatan paling dasar.


b. Kekurangan

 Adanya kemungkinan senyawa yang diambil dari plat adalah

senyawa beracun

 Waktu yang diperlukan dalam proses pemisahan cukup panjang

 Adanya pencemar setelah proses ekstraksi senyawa dari adsorben

 Biasanya rendemen yang diperoleh berkurang dari 40%-50% dari

bahan awal

4. Kromatografi Dua Dimensi/Multieluen

kromatografi lapis tipis dua arah adalah cara yang memungkinkan

pemakaian lapisan fase diam yang lebih luas untuk memisahkan

campuran yang mengandung banyak komponen. Selain itu, dua sistem

pelarut yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada

campuran tertentu, jadi memungkinkan pemisahan campuran yang

mengandung komponen yang kepolarannya sangat berbeda (Ibnu, 2008).

Multi eluen adalah penggunaan eluen atau fase gerak yang

berbeda yang memungkinkan pemisahan analit dengan berdasarkan

tingkat polaritas yang berbeda (Ibnu, 2008).

Dalam hal untuk mendapatkan resolusi yang baik, penting untuk

memilih dua campuran pelarut yang berbeda, meskipun dengan kekuatan

pelarut yang sama ini cukup sulit tetapi penting (Wall, 2005).
C. PRINSIP KERJA DARI METODE KROMATOGRAFI

Prinsip kerja dari kromatografi kolom yaitu pemisahan komponen

campuran berdasarkan perbedaan interaksinya dalam fase diam dan

fase gerak.

Prinsip kerja kromatografi cair vakum adalah partisi dan

adsorpsi, dimana komponen senyawa yang pemisahannya dibantu dengan

tekanan dari alat vakum.

Prinsip kerja dari metode kromatografi lapis tipis preparatif

adalah dimana proses isolasi berdasarkan perbedaan daya serap dengan

kecepatan yang berbeda sehingga terjadi pemisahan.

Prinsip kerja dari kromatografi lapis tipis dua dimensi adalah

adsorpsi dan partisi dengan menggunakan lempeng GF 254 sebagai fase

diam dan perbandingan eluen pada profil kromatografi lapis tipis dimana

akan memperpanjang lintasan noda (Rf) dengan menunjukkan senyawa

tunggal yang terdapat pada sampel.


D. HASIL PERCOBAAN
- Percobaan Kromatografi Kolom dan Cair Vakum
Fraksi Perbandingan pelarut Keterangan
N heksan Bening
N heksan : etil asetat (8:2) Merah

KCV N heksan : etil asetat (6:4) Orange


N heksan : etil asetat (2:8) Kuning
N heksan : etil asetat (1:9) Bening
N heksan Bening
N heksan : etil asetat (8:2) Orange

KK N heksan : etil asetat (6:4) Kuning


N heksan : etil asetat (3:7) Kuning pucat
N heksan : etil asetat (1:9) Bening

- KLT Preparatif
Pengamatan UV 254
Eluen 6:4 Fraksi Rf
dan UV 366
Kuning 0,37
N heksan : etil asetat KK
Kuning pucat 0,6
Orange 0,51
N heksan : etil asetat KCV
Kuning 0,3

- Kromatografi Dua Dimensi/Multieluen


Pengamatan UV 254
Eluen 6:4 Fraksi Rf Bercak
dan UV 366
N heksan : etil asetat KK Kuning 0,3 1
N heksan : etil asetat KCV - - -

E. PEMBAHASAN
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul

berdasarkan perbedaan pola pergerakan antara fase gerak dan fase

diam untuk memisahkan komponen (senyawa) yang berada pada

larutan (Gibbons, 2006).

Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukan senyawa yang

terkandung dan nilai Rf pada ekstrak daun sambiloto (Andrographis

paniculata) menggunakan metode kromatografi kolom, kromatografi cair

vakum, kromatografi lapis tipis preparatif dan kromatografi dua

dimensi/multieluen.

1. Kromatografi vakum cair (KVC)

Kromatografi vakum cair (KVC) adalah kromatografi yang

dilakukan untuk memisahkan golongan senyawa metabolit sekunder

secara kasar dengan menggunakan silika gel sebagai adsorben dan

berbagai perbandingan pelarut n-heksana : etil asetat : metanol (elusi

gradien) dan menggunakan pompa vakum untuk memudahkan penarikan

eluen (Raymond, 2006).

Pada kromatografi cair vakum digunakan eluen N heksan dan etil

asetat dengan konsentrasi yang berbeda yaitu N heksan, N heksan : etil

asetat (8:2), N heksan : etil asetat (6:4), N heksan : etil asetat (2:8),

N heksan : etil asetat (1:9). Alasan digunakan eluen dengan konsentrasi

yang berbeda yaitu karena kita mau melihat tingkat dari kepolarannya,

dimana penggunaan eluen dengan tingkat kepolaran yang rendah terlebih

dahulu dimasukkan ke dalam kolom yaitu karena jika yang dimasukkan


terlebih dahulu adalah pelarut polar maka ditakutkan senyawa non polar

pada sampel akan tertarik juga, sementara kita akan melakukan proses

pemisahan antara senyawa polar dan non polar. Pada akhir dari proses

isolasi tidak ada lagi senyawa non polar yang akan ditarik jika pelarut

non polar digunakan lebih akhir (Gritter, 1991).

Hasil yang diperoleh pada kromatografi cair vakum dengan eluen

yang hanya menggunakan N heksan berwarna bening, pada eluen N

heksan : etil asetat (8:2) berwarna orange, pada eluen N heksan : etil

asetat (6:4) berwarna kuning, pada eluen N heksan : etil asetat (2:8)

berwarna kuning pucat dan pada eluen N heksan : etil asetat (1:9)

berwarna bening.

Dari hasil yang diperoleh yaitu berdasarkan tingkat kepolaran

dengan menggunakan 5 fraksi dihasilkan warna yang berbeda-beda,

dimana pada fraksi N-Heksan : etil asetat (1:9) warna yang diperoleh

sama dengan pelarut N-heksan tanpa perbandingan yaitu berwarna

bening, hal ini dikarenakan pada fraksi pertama proses penarikan

senyawanya belum sempurna sehingga senyawa tidak dapat tertarik

seluruhnya sehingga menghasilkan warna bening dan pada fraksi kelima

dikarenakan pada fraksi tersebut merupakan proses paling akhir sehingga

senyawa yang terkandung pada sampel sudah tertarik pada fraksi

sebelumnya sehingga menghasilkan warna bening, jika dilihat dari

literatur, warna merah, kuning dan orange positif mengandung flavonoid

(Asep Supriadin, 2017; Gritter, 1991).


2. Kromatografi kolom

Kromatografi kolom adalah teknik pemisahan dan pemurnian dari

suatu campuran baik itu dalam fase cair maupun padat untuk

menghasilkan senyawa yang diinginkan secara individu. Pemisahan dalam

kromatografi kolom didasarkan pada perbedaan interaksi setiap senyawa

yang ingin dipisahkan dengan media kromatografi kolom yang digunakan

(Yazid, 2005).

Hasil yang diperoleh pada kromatografi kolom dengan eluen yang

hanya menggunakan N heksan berwarna bening, pada eluen N heksan :

etil asetat (8:2) berwarna orange, pada eluen N heksan : etil asetat (6:4)

berwarna kuning, pada eluen N heksan : etil asetat (3:7) berwarna

kuning pucat dan pada eluen N heksan : etil asetat (1:9) berwarna

bening.

Dari hasil yang diperoleh yaitu berdasarkan tingkat kepolaran

dengan menggunakan 5 fraksi dihasilkan warna yang berbeda-beda,

dilihat dari fraksi N-Heksan : etil asetat (1:9) warna yang diperoleh sama

dengan pelarut N-heksan tanpa perbandingan yaitu berwarna bening, hal

ini dikarenakan pada fraksi pertama proses penarikan senyawanya belum

sempurna sehingga senyawa tidak dapat tertarik seluruhnya sehingga

menghasilkan warna bening dan pada fraksi kelima dikarenakan pada

fraksi tersebut merupakan proses paling akhir sehingga senyawa yang

terkandung pada sampel sudah tertarik pada fraksi sebelumnya

sehingga menghasilkan warna bening, jika dilihat dari literatur,


warna orange, kuning dan kuning pucat positif mengandung flavonoid

(Asep Supriadin, 2017; Gritter, 1991).

3. Kromatografi lapis tipis preparatif

Kromatografi lapis tipis preparatif merupakan proses isolasi

yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi

serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak

mengikuti kepolaran eluen oleh karena daya serap adsorben terhadap

komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan

kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan

pemisahan (Nasution, 2010).

Pada percobaan ini merupakan percobaan berkelanjutan, dimana

hasil penotolan eluen yang cocok berdasarkan hasil pengamatan

sebelumnya, dimana digunakan dua fraksi yaitu KK dan KCV, sampel yang

telah ditotolkan kemudian dielusi dengan menggunakan pelarut N-Heksan

: Etil asetat (8:2) kemudian diamati pada lampu UV 256 dan 364,

terdapat dua pita yang terbentuk pada lempeng KLTP pada fraksi KK 1

berwarna kuning dengan nilai Rf 0,37 dan fraksi KK 2 berwarna kuning

pucat dengan nilai Rf 0,6. Sedangkan pada fraksi KCV 1 berwarna orange

dengan nilai Rf 0,51 dan fraksi KCV 2 berwarna kuning dengan nilai Rf

0,3. Berdasarkan hasil percobaan pada kedua fraksi tersebut

menunjukkan bahwa ekstrak daun sambiloto (Andrographis paniculata)

positif mengandung flavonoid dan nilai Rf yang didapatkan telah sesuai

dengan literatur yang mana range nilai Rf yaitu 0,2-0,8 (Munzil, 2008).
4. Kromatografi lapis tipis dua arah

Kromatografi lapis tipis dua arah adalah cara yang

memungkinkan pemakaian lapisan fase diam yang lebih luas untuk

memisahkan campuran yang mengandung banyak komponen. Selain itu,

dua sistem pelarut yang sangat berbeda dapat digunakan secara

berurutan pada campuran tertentu, jadi memungkinkan pemisahan

campuran yang mengandung komponen yang kepolarannya sangat

berbeda (Ibnu, 2008).

Pada percobaan ini didapatkan hasil bahwa pada fraksi KK terdapat

bercak tunggal berwarna orange yang menunjukkan bahwa ekstrak daun

sambiloto (Andrographis paniculata) positif mengandung flavonoid

dengan nilai Rf 0,3. Nilai Rf tersebut telah sesuai dengan literatur ,

dimana range nilai Rf yaitu 0,2-0,8 sedangkan pada fraksi KCV tidak

terdapat noda/bercak (Munzil, 2008).

F. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa pada

metode kromatografi cair vakum ekstrak daun sambiloto (Andrographis

paniculata) mengandung senyawa flavonoid ditandai dengan adanya

perubahan warna merah, kuning dan orange.

Pada metode kromatografi kolom ekstrak daun sambiloto

(Andrographis paniculata) juga mengandung senyawa flavonoid ditandai

dengan adanya perubahan warna orange, kuning dan kuning pucat.

Pada metode kromatografi lapis tipis preparatif ekstrak daun

sambiloto (Andrographis paniculata) pada fraksi KK 1 juga mengandung

senyawa flavonoid ditandai dengan adanya perubahan warna kuning

dengan nilai Rf 0,37 dan fraksi KK 2 berwarna kuning pucat dengan nilai

Rf 0,6. Sedangkan pada fraksi KCV 1 juga mengandung senyawa flavonoid

ditandai dengan adanya perubahan warna orange dengan nilai Rf 0,51

dan fraksi KCV 2 berwarna kuning dengan nilai Rf 0,3. Nilai Rf pada

masing-masing fraksi telah memenuhi syarat dimana range nilai Rf yaitu

sekitar 0,2-0,8.

Pada metode kromatografi dua arah ekstrak daun sambiloto

(Andrographis paniculata) pada fraksi KK juga mengandung senyawa

flavonoid ditandai dengan adanya bercak tunggal berwarna orange

dengan nilai Rf 0,3. Nilai Rf tersebut telah memenuhi syarat dimana

range nilai Rf yaitu sekitar 0,2-0,8, sedangkan pada fraksi KCV tidak

terdapat noda/bercak.

DAFTAR PUSTAKA
Asep Supriadin. 2017. Efek Larvasida Hasil Fraksinasi Metanol Daun
Aglaia glabrata Terhadap Larva Aedes Aegypti. Faculty of
Science and Technology UIN Sunan Gunung Djati: Bandung.

Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Konsius: Yogyakarta.

Gibbons, S. 2006. An Introduction to Planar Chromatograph. Humana


press: Totowa, New Jersey.

Gritter J. R, dkk. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB: Bandung.

Haeria. 2016. Isolation of A Flavonoid from The Roots of Citrus Sinensis.


Malaysian Journal of Pharmaceutical Sciences.

Harborne, J.B. 1986. Metode Fitokimia. ITB: Bandung.

Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rahman. 2008. Kimia Farmasi Analisis.


Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Munson. 2010. Cara Kromatografi Preparatif, Penggunaan pada Isolasi


Senyawa Alam. Institut Teknologi Bandung: Bandung.

Munzil. 2008. Kimia Analitik II. Universitas Negeri Yogyakarta:


Yogyakarta.

Nasution, R., Barus, T., Nasution, P., and Saidi, N. 2010. Isolation and
Structure Elucidation of Steroid from Leaves of Artocarpus
camansi (Kulu) as Antidiabetic. Int. J. Pharmtech Res.

Raymond G. Reid and Satyajit D. Sarker. 2006. Isolation of Natural


Products by Low-Pressure Column Chromatography. Human Press
Inc. Totowa ;New Jersey.s.

Wall, Peter E. (2005). Thin-Layer Chromatography, A Modern Practical


Approach. UK: RS.C7.

Yazid, E. 2005. Kimia Fisika untuk paramedis. Erlangga: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai