Tumor Ginekologi
Oleh:
Preseptor:
Jika kista ini tidak disertai dengan infeksi sekunder, umumnya tidak
bergejala dan hanya diketahui pada palpasi. Pada infeksi akut terjadi
penyumbatan, indurasi, dan peradangan. Jika terjadi infeksi, gejala utama
berupa nyeri pada palpasi dan dispareunia. Dinding kista akan kemerahan,
tegang, dan nyeri pada tahap supuratif dan berkurangnya rasa nyeri dan
tegang pada tahap eksudatif dimana sudah terjadi abses. 7
2. Kista Pilosebasea
Kista pilosebasea merupakan kista yang paling sering ditemukan di
vulva.1 Kista terbentuk akibat obstruksi pada duktus kelenjar pilosebasea
yang disebabkan oleh infeksi atau akumulasi material sebum pada saluran
tersebut, atau dapat terjadi secara sekunder akibat trauma seperti episiotomi
atau ruptur perineum.7,9
2.1.2.1 Epidemiologi
Kanker vulva lebih banyak terjadi pada lansia yaitu antara usia 65-75 tahun,
akan tetapi 15% terjadi pada usia di bawah 40 tahun.1 Secara histologi, tipe
terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (95%), diikuti oleh melanoma, sarkoma,
dan basalioma.10
2.1.2.2 Etiologi
Kanker vulva disebabkan oleh infeksi hPV (human papilloma virus). 7
2.1.2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan biopsi pada lesi. Pemeriksaan fisik
dapat dilakukan dengan pengukuran massa tumor di vulva dan kelenjar getah
bening inguinal. Pemeriksaan radiologi berupa foto toraks dan CT-scan pelvis
diperlukan untuk melihat metastasis dan kelenjar getah bening regional.7
2. Stadium I: tumor terbatas pada vulva, atau vulva dan perineum dengan
diameter terpanjang tidak lebih dari 2 cm.
3. Stadium I A: tumor terbatas pada vulva, atau vulva dan perineum, dengan
diameter 2 cm atau kurang, dan dengan invasi stroma tidak lebih dari 1,0
mm.
4. Stadium I B: tumor terbatas pada vulva, atau vulva dan perineum, dengan
diameter 2 cm atau kurang, dan dengan invasi stroma lebih dari 1,0 mm.
5. Stadium II: tumor terbatas pada vulva, atau vulva dan perineum, dengan
diameter tumor terbesar lebih dari 2 cm.
6. Stadium III: tumor menginfiltrasi salah satu dari : uretra bagian bawah,
vagina, anus, dan / atau metastasis kelenjar getah bening regional unilateral.
2.1.2.6 Tatalaksana
Tatalaksana kanker vulva adalah pembedahan dan radioterapi pasca bedah
bila termasuk kelompok prognosis buruk. Pada stadium I dilakukan eksisi luas
sekitar lesi, bila kedalaman invasi kurang dari 1 mm dari jaringan sekitarnya. Pada
stadium II dan III, dilakukan vulvektomi radikal dan limfadenektomi inguinal
bilateral. Pada stadium lanjut, pembedahan yang dilakukan adalah eksenterasi jika
memungkinkan.7
2.1.2.7 Prognosis
Prognosis pasien dengan kanker vulva cukup baik jika tatalaksana yang
tepat dilakukan pada waktu yang tepat. Keterlibatan kelenjar getah bening inguinal
dan / atau femoral adalah faktor prognostik yang paling signifikan untuk
kelangsungan hidup pada pasien dengan kanker vulva. Pertumbuhan ekstrakapsular
metastasis kelenjar getah bening, 2 atau lebih kelenjar getah bening yang terkena,
dan lebih dari 50% penggantian kelenjar getah bening oleh tumor adalah prediktor
kelangsungan hidup yang buruk. Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun secara
keseluruhan berkisar dari 70-93% pada pasien tanpa keterlibatan kelenjar getah
bening dan 25-41% pada pasien dengan keterlibatan kelenjar getah bening.10
Faktor prognostik lainnya termasuk stadium, invasi ke saluran limfatik, dan
usia yang lebih tua.7,10 Lesi yang rekuren di kelenjar getah bening, serta metastasis
jauh, memiliki prognosis yang buruk dengan angka kelangsungan hidup 5 tahun
yang kurang dari 5%.10
2.2 Tumor Serviks
2.2.1 Tumor Ganas Serviks
2.2.1.1 Definisi
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks yaitu
sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan
dengan vagina melalui ostium uteri eksternum.11
2.2.1.2 Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus Human Papiloma
Virus (HPV) sub tipe onkogenik terutama sub tipe 16 dan 18. Virus ini merupakan
virus DNA rantai ganda termasuk kedalam keluarga Papovaviridae. Hampir 200
jenis HPV telah teridentifikasi dengan lebih dari 40 jenis menginfeksi genital.
Infeksi HPV dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan sifat karsinogeniknya yaitu
resiko tinggi dan resiko rendah. Jenis HPV yang beresiko tinggi yaitu sub tipe 16,
18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 68, dan 59. HPV 16 dan 18 merupakan
genotipe risiko tinggi yang paling ganas dan menyebabkan sekitar 70% dari semua
kanker serviks invaf di dunia.11,12
2.2.1.3 Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya kanker serviks antara lain :7,11
• Merokok
2.2.1.5 Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada umumnya, lesi prakanker atau stadium dini kanker serviks belum
memberikan gejala. Bila telah menjadi kanker invasif, gejala yang paling umum
adalah perdarahan pervaginam (contact bleeding, perdarahan saat berhubungan
intim, perdarahan diluar haid) dan keputihan. Pada stadium lanjut, gejala dapat
berkembang menjadi keluarnya cairan pervaginam yang berbau busuk, nyeri
pinggang atau perut bagian bawah karena desakan tumor di daerah pelvik ke arah
lateral sampai obstruksi ureter, bahkan sampai oligo atau anuria. Gejala lanjutan
bisa terjadi sesuai dengan infiltrasi tumor ke organ yang terkena, misalnya: fistula
vesikovaginal, fistula rektovaginal, edema tungkai.7,11
Pemeriksaan Penunjang
Deteksi lesi pra kanker terdiri dari berbagai metode :
1. Papsmear (konvensional atau liquid-base cytology /LBC )
Papsmear direkomendasikan pada saat mulai melakukan aktivitas
seksual atau setelah menikah. Setelah tiga kali pemeriksaan tes Pap tiap
tahun, interval pemeriksaan dapat lebih lama (tiap 3 tahun sekali). Bagi
kelompok perempuan yang berisiko tinggi (infeksi hPV, HIV, kehidupan
seksual yang berisiko) dianjurkan pemeriksaan tes Pap setiap tahun.
Pemastian diagnosis dilaksanakan dengan biopsi serviks.7
2. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA),
3. Inspeksi Visual Lugoliodin (VILI),
4. Test DNA HPV (genotyping / hybrid capture)
Pemeriksaan klinik meliputi inspeksi, kolposkopi, biopsi serviks,
sistoskopi, rektoskopi, USG, BNO -IVP, foto toraks dan bone scan , CT scan
atau MRI, PET scan. Kecurigaan metastasis ke kandung kemih atau rektum
harus dikonfirmasi dengan biopsi dan histologik. Konisasi dan amputasi
serviks dianggap sebagai pemeriksaan klinik. Khusus pemeriksaan sistoskopi
dan rektoskopi dilakukan hanya pada kasus dengan stadium IB2 atau lebih.11
Biopsi serviks merupakan cara diagnosis pasti dari kanker serviks,
sedangkan tes Pap dan/atau kuret endoserviks merupakan pemeriksaanyang
tidak adekuat. Pemeriksaan radiologi berupa foto paru-paru, pielografi
intravena atau CT-scan merupakan pemeriksaan penunjang untuk melihat
perluasan penyakit, serta menyingkirkan adanya obstruksi ureter. Pemeriksaan
laboratorium klinik berupa pemeriksaan darah tepi, tes fungsi ginjal, dan tes
fungsi hati diperlukan untuk mengevaluasi fungsi organ serta menentukan jenis
pengobatan yang akan diberikan.7
Stadium kanker Serviks
Stadium kanker serviks ditetapkan secara klinis. Stadium klinis menurut
FIGO membutuhkan pemeriksaan pelvik, jaringan serviks (biopsi konisasi untuk
stadium IA dan biopsi jaringan serviks untuk stadium klinik lainnya), foto paru-
paru, pielografi intravena (dapat pula digantikan dengan foto CT-scan). Untuk
kasus-kasus stadium lebihIanjut diperlukan pemeriksaan sistoskopi, proktoskopi,
dan barium enema.7
2.4.4 Klasifikasi
Neoplasma ovarium secara patologi dibagi atas tipe epitelial, germ sel dan
sex cord stromal sel.
1. Tipe epitelial
Tipe yang paling sering pada neoplasma ovarium dapat bersifat jinak,ganas
atau borderline. Terdapat lima subtipe dari tumor epitel, yaitu serousa, musin,
endometroid, clear celldan tumor Brener. Selain itu tipe ini juga dapat
disebabkan karena metastasis kanker lain seperti payudara, kolon, gaster dan
pankreas.
2. Tipe Germ sel
Misalnya disgerminoma dan teratoma teratur
3. Tipe sex cord stromal sel
Misalnya tumor sel granulosa, tumor Sertoli Leydig dan sebagiannya. 9
Gambar 2.13 Pembagian tumor ovarium berdasarkan sel asalnya54
2.4.5 Diagnosis
Sebagian besar pasien tidak merasa ada keluhan sehingga biasanya
terdiagnosis saat kanker telah menyebar hingga pelvis. Keluhan yang muncul pada
stadium lanjut mencakup kembung, nyeri abdomen, dan keluhan berkemih. Akan
tetapi, keluhan bisa muncul pada stadium awal apabila terjadi torsio pada masa
ovarium yang mengakibatkan nyeri atau massa ovarium yang menyebabkan
peningkatan frekuensi urin atau konstipasi. Keluhan perdarahan pervaginam jarang
ditemukan. Pada pemeriksaan fisik akan teraba massa. Pemeriksaan seperti
USG,X-ray toraks, CT-scan atau MRI abdomen dan sonografi abdomen serta
pelvis dapat digunakan untuk membantu prediksi penyebaran tumor. Gejala dari
kandung kemih atau disfungsi ginjal dapat dievaluasi dengan sitoskopi atau
pielografi inravena. Pemeriksaan darah tepi, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, serta
biokimia darah lainnya perlu dilakukan Pada pasien muda dianjurkan pemeriksaan
human chorionic gonadotropin (hCG), titer alfa fetoprotein(AFP), dan laktat
dehidrogenase (LDH).
2.4.6 Stadium pada kanker ovarium
Stadium surgikal pada kanker ovarium (FIGO 1988).7
Tumor terbatas pada ovarium.
• IA: Tumor terbatas pada satu ovarium, kapsul utuh, tidak ada tumor pada
permu- kaan luar, tidak terdapat sel kanker pada cairan asites atau pada
bilasan peritoneum.
• IB: Tumor terbatas pada kedua ovarium, kapsul utuh, tidak terdapat tumor
pada permukaan luar, tidak terdapat sel kanker pada cairan asites atau
bilasan peritoneum.
• IC: Tumor terbatas pada satu atau dua ovarium dengan satu dari tanda-tanda
sebagai berikut: kapsul pecah, tumor pada permukaan luar kapsul, sel
kanker positif pada cairan asites atau bilasan peritoneum.
Tumor mengenai satu atau dua ovarium dengan perluasan ke pelvis.
• IIA: Perluasan dan/implan ke uterus dan/atau tuba fallopii. Tidak ada sel
kanker di cairan asites atau bilasan peritoneum.
• IIB : Perluasan ke organ pelvis lainnya. Tidak ada sel kanker di cairan asites
atau bilasan peritoneum.
• II C: Tumor pada stadium IIA/IIB dengan sel kanker positif pada cairan
asites atau bilasan peritoneum.
Tumor mengenai satu atau dua ovarium dengan metastasis ke peritoneum yang
dipastikan secara mikroskopik di luar pelvis dan/atau metastasis ke kelenjar getah
bening
regional.
• III A: Metastasis peritoneum mikroskopik di luar pelvis.
• III B : Metastasis peritoneum makroskopik di luar pelvis dengan diameter
terbesar 2 cm atau kurang
• III C: Metastasis peritoneum di luar pelvis dengan diameter terbesar lebih
dari 2 cm dan/atau merastasis kelenjar getah bening regional.
IV Metastasis jauh di luar rongga peritoneum. Bila terdapat effusi pleura,
maka cairan pleura mengandung sel kanker positif. Termasuk metastasis
pada parenkim hati.
2.4.7 Tatalaksana
Tindakan pembedahan ada dua tujuan yakni pengobatan dan penentuan
stadium surgikal Terapi pembedahan termasuk histerektomi, salpingo-ooforektomi,
omentektomi, pemeriksaan asites, bilasan peritoneum, dan mengupayakan
debulking optimal (kurang dari 1 cm tumor residu), limfadenektomi (pengambilan
sampel untuk pemeriksaan histopatologi) pada stadium awal, stadium I A sampai
stadium I B derajat 1 dan 2, atau semua stadium pada jenis tumor potensial rendah
pada ovarium. Kemudian dilakukan observasi dan pengamatan lanjut dengan
pemeriksaan CA-125. Pasien dengan Stadium 1 A derajat 1 dan 2 jenis epitel
mempunyai kesintasan hidup 5 tahun 95% dengan atau pemberian kemoterapi.
Beberapa klinikus akan memberikan kemoterapi pada kanker ovarium derajat 2
stadium I A dan B derajat 3. Stadium II sampai IV: Kemoterapi: paclitaxel (taxol)
dengan carboplatin atau cisplatin. Setelah selesai pengobatan dengan kemoterapi,
ada 3 pilihan yang ditetapkan pada pasien: Observasi, teruskan pengobatan, bila
tumor regresi tapi belum bilang seluruhnya dan konsolidasi dengan kemoterapi lain.
Biasanya diberikan bexamethylmelamine secara terus menerus untuk menekan agar
tidak timbul residif.7
DAFTAR PUSTAKA