Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Belakangan ini banyak masalah kesehatan yang terjadi di
masyarakat, mulai dari penyakit menular sampai penyakit tidak
menular. Salah satu penyakit tidak menular dan merupakan faktor
risiko utama dari stroke, infark miokard dan penyakit ginjal kronik
adalah hipertensi, dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan
diastolik ≥ 90 mmHg. Hal tersebut diakibatkan karena adanya
perubahan gaya hidup dan rendahnya tingkat pengetahuan
seseorang tentang kesehatan (Arifin, 2016).
Penyakit tidak menular (PTM) dikenal sebagai penyakit dengan
kondisi medis yang kronis, dan tidak ditularkan dari orang ke orang
(Bradshaw D, Steyn K. Levitt N, Nojilana B, 2011). Menurut Badan
Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO), kematian akibat
penyakit tidak menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat
diseluruh dunia (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes
RI, 2010-2014). Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan
menengah termasuk Indonesia, dari seluruh kematian yang terjadi pada
orang berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh Penyakit Tidak
Menular (PTM), sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13%
kematian, proporsi penyebab kematian Penyakit Tidak Menular (PTM)
pada orang berusia kurang dari 70 tahun, prevalensi Penyakit Tidak
Menular (PTM) akibat hipertensi meningkat dari 25,8 persen menjadi 34,1
persen (Riskesdas, 2018).
Gaya hidup yang semakin komplek tanpa disadari telah
menimbulkan berbagai macam penyakit, salah satunya hipertensi.
Hipertensi biasanya tidak mempunyai gejala, kenyataannya banyak orang
yang mempunyai tekanan darah tinggi selama beberapa tahun tapi tidak
mengetahuinya itulah sebabnya mengapa tekanan darah tinggi disebut
pembunuh diam-diam atau silint killer (Ramadhan, 2010). Pola makan
yang salah merupakan salah satu faktor resiko yang meningkatkan

FIKES UIA Tahun 2020


penyakit hipertensi, faktor makanan modern sebagai penyumbang utama
terjadinya hipertensi (AS, M, 2010).
Menurut American Heart Association (AHA, 2017 dalam Whelton, P.
K., et al, 2017) hipertensi adalah suatu kondisi dimana tekanan darah
sistolik berada di atas 130 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 80
mmHg. (Triyanto, 2014) menyatakan bahwa hipertensi merupakan suatu
keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas
normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas)
dan angka kematian (mortalitas). Klasifikasi dari hipertensi terdiri atas
derajat 1 dan derajat 2 (Whelton, P.K, et al, 2017).
World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2013 terjadi
sejumlah 839 juta kasus hipertensi dan diperkirakan menjadi 1,15 milyar
pada tahun 2025 atau sekitar 29% dari total penduduk dunia, dimana
penderitanya lebih banyak pada wanita dibanding pria. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI, 2017) menyatakan
prevalensi Indonesia dengan hipertensi masyarakat sebesar 30,9%. Laki-
laki atau perempuan sama-sama memiliki kemungkinan beresiko
hipertensi, namun laki-laki lebih beresiko mengalami hipertensi
dibandingkan perempuan saat usia <45 tahun tetapi saat usia > 65 tahun
perempuan lebih beresiko mengalami hipertensi (Prasetyaningrum, 2014).
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, prevalensi
hipertensi dunia mencapai 29,2% pada laki-laki dan 24,8% pada
perempuan prevalensi hipertensi di Indonesia pada usia >18 tahun
mencapai 25,8%.
Tekanan darah merupakan tekanan yang dialami darah pada pembuluh
arteri darah ketika darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh
(wikipedia, 2013). Semakin meningkatnya usia maka lebih beresiko
terhadap peningkatan tekanan darah terutama tekanan darah sistolik
sedangkan diastolik meningkat hanya sampai usia 55 tahun (Nurrahmani,
2011). Seseorang yang kedua orang tuanya memiliki riwayat penyakit
hipertensi anaknya akan beresiko terkena hipertensi, terutama pada
hipertensi primer (essensial) yang terjadi karena pengaruh genetika

FIKES UIA Tahun 2020


(Sutanto, 2010). Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah
satu masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang
(Riskesdas, 2013).
Data World Health Organization (WHO) bulan September 2012,
disebutkan bahwa hipertensi menyebabkan 8 juta kematian per tahun di
seluruh dunia dan 1,5 juta kematian per tahun di wilayah Asia Tenggara,
hipertensi merupakan penyebab kematian utama ketiga di Indonesia untuk
semua umur (7.4%), setelah stroke (15.6%) dan tuberculosis (8.5%)
(Depkes, 2012). Berdasarkan riset terbaru kesehatan dasar (2013),
prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran
pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen, tertinggi di Bangka
Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur
(29,6%), Jawa Barat (29,4%), dan Pondok Gede Kota Bekasi (73,5%).
Berdasarkan profil kesehatan Kota Bekasi pada tahun 2014, hipertensi
termasuk 20 besar kasus penyakit tertinggi dengan terbanyak ke 4 dengan
jumlah kasus hipertensi sejumlah 36.807 kasus (13,8%) (Dinkes Kota
Bekasi, 2014), adapun data dari Puskesmas Jati Luhur pada tahun 2016
diperoleh bahwa penderita hipertensi sejumlah 2.214 kasus (7,2%) dan
pada tahun 2017 sejumlah 2.583 kasus (9,1%) (Dinkes UPTD Puskesmas
Jati Luhur, 2016).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 dan 2013 menunjukkan
adanya peningkatan prevalensi hipertensi di Indonesia, yakni dari 7,6%
menjadi 9,5% (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Riskesdas 2007
menyatakan bahwa prevalensi hipertensi tertinggi pada kelompok usia
lanjut menurut Kabupaten/Kota ditemukan di Jakarta Pusat, sebesar 12,6%
(Posyandu Lansia Wilayah Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat, 2013).
Dari beberapa data di atas, menunjukan bahwa angka kejadian hipertensi
masih tinggi. Penderita hipertensi diharuskan untuk mengkonsumsi obat
hipertensi secara rutin untuk mengendalikan tekanan darah dengan
mengkonsumsi obat hipertensi secara rutin dalam jangka waktu panjang
membuat penderita khawatir akan efek samping dari obat seperti batuk,

FIKES UIA Tahun 2020


kelelahan, pusing, sering kencing, retensi cairan, disfungsi seksual, aritmia
jantung dan reaksi alergi (Nurrahmani & Kurniadi, 2015).
Menurut American Heart Asociation (AHA) , 2017 (dalam Whelton, P.
K., et al, 2017) orang dewasa dengan hipertensi grade 1 diperkirakan 10
tahun mendatang berisiko menderita atherosclerosis cardiovasculer
disease (ASCVD), dimana 10% dari kasus hipertensi tersebut dapat
ditangani dengan terapi nonfarmakologi. Salah satu terapi nonfarmakologi
yang efektif untuk mengatasi hipertensi adalah terapi bekam (Rahman,
2016). Pengobatan zaman Nabi pada masa kini masih menjadi pengobatan
alternatif bagi kamu muslimin. Pengobatan Nabi sangat bersumber pada
konsep wahyu ilahi dan jauh dari efek samping dengan hasil pengobatan
Nabawi terbukti lebih efektif ampuh dan ekonomis (Hasmi, 2012). Dari
Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya cara pengobatan paling ideal yang kalian pergunakan
adalah hijamah (bekam).” (Muttafaq ‘alaihi, Shahih al-Bukhari dan
Shahih Muslim) .
Terapi bekam atau hijamah menurut Asosiasi Bekam Indonesia (ABI,
2011) adalah peristiwa penghisapan untuk mengeluarkan darah kotor dari
permukaan kulit. Menurut Umar, (2011) terapi bekam adalah metode
pengobatan dengan menggunakan tabung atau gelas yang ditelungkupkan
pada permukaan kulit sehingga menimbulkan bendungan local. (Murtie,
2013) menyatakan bahwa terapi bekam ini telah diwariskan secara turun
temurun oleh para Nabi dan Rasul. Dewasa ini pengobatan bekam semakin
di kenal luas oleh masyarakat Indonesia, pada ilmu kedokteran modern
bekam sudah menggunakan alat-alat yang sudah modern seperti cupping
set dan hand pump, penggunaan prinsip sterilisasi, dan penegakan
diagnosa (Syaikhu dalam Destur, 2011).
Berdasarkan uraian di atas hasil penelitian tentang “Efektifitas terapi
bekam terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi
primer, yang dilakukan terhadap 15 responden didapatkan responden rata-
rata berusia 51,9 tahun dan paling banyak berpendidikan SMP dengan
status pekerjaan sebagai wiraswasta. Dari hasil pengukuran diperoleh nilai

FIKES UIA Tahun 2020


rata-rata tekanan darah sebelum dibekam sebesar 166/96-67 dan setelah
diberikan terapi bekam selama 2 minggu sebanyak 2 kali, terjadi
penurunan rata-rata tekanan darah yang signifikan yaitu dengan mean
sebesar 140/75-67 hasil penelitian ini menunjukkan adanya penurunan
tekanan darah yang signifikan pada responden setelah diberikan terapi
bekam (Jansen, Karim, & Misrawati, 2013).
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti dengan
cara mewawancarai 10 pasien hipertensi yang mengobati dengan
pengobatan alternatif bekam pasien mengatakan 6 pasien terjadi
penurunan pada tekanan darahnya dan 4 pasien belum mengalami
perubahan dan data pasien hipertensi yang melakukan terapi bekam di
Rumah Bekam.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah
termasuk Indonesia, dari seluruh kematian yang terjadi pada orang
berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh Penyakit Tidak
Menular (PTM), sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan
13% kematian, proporsi penyebab kematian Penyakit Tidak
Menular (PTM) pada orang berusia kurang dari 70 tahun,
prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM) akibat hipertensi
meningkat dari 25,8 persen menjadi 34,1 persen (Riskesdas, 2018).
2. Data World Health Organization (WHO) bulan September 2012,
disebutkan bahwa hipertensi menyebabkan 8 juta kematian per
tahun di seluruh dunia dan 1,5 juta kematian per tahun di wilayah
Asia Tenggara, hipertensi merupakan penyebab kematian utama
ketiga di Indonesia untuk semua umur (7.4%), setelah stroke
(15.6%) dan tuberculosis (8.5%) (Depkes, 2012).
3. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,
prevalensi hipertensi dunia mencapai 29,2% pada laki-laki dan
24,8% pada perempuan prevalensi hipertensi di Indonesia pada
usia >18 tahun mencapai 25,8%.

FIKES UIA Tahun 2020


4. Berdasarkan riset terbaru kesehatan dasar (2013), prevalensi
hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada
umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen, tertinggi di Bangka
Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%),
Kalimantan Timur (29,6%), Jawa Barat (29,4%), dan Pondok Gede
Kota Bekasi (73,5%). Berdasarkan profil kesehatan Kota Bekasi
pada tahun 2014, hipertensi termasuk 20 besar kasus penyakit
tertinggi dengan terbanyak ke 4 dengan jumlah kasus hipertensi
sejumlah 36.807 kasus (13,8%) (Dinkes Kota Bekasi, 2014),
adapun data dari Puskesmas Jati Luhur pada tahun 2016 diperoleh
bahwa penderita hipertensi sejumlah 2.214 kasus (7,2%) dan pada
tahun 2017 sejumlah 2.583 kasus (9,1%) (Dinkes UPTD
Puskesmas Jati Luhur, 2016).
C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana tekanan darah pada pasien hipertensi sebelum
dilakukan terapi bekam?
2. Bagaimana tekanan darah pada pasien hipertensi setelah dilakukan
terapi bekam?
3. Bagaimana perubahan tekanan darah setelah pemberian intervensi
terapi bekam?
4. Bagaimana pengaruh terapi bekam terhadap tekanan darah pada
pasien hipertensi?

D. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui
tentang “Pengaruh Terapi Bekam Terhadap Tekanan Darah Pada
Pasien Hipertensi di Rumah Bekam”.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tekanan darah pada pasien hipertensi
sebelum dilakukan terapi bekam.

FIKES UIA Tahun 2020


b. Mengidentifikasi tekanan darah pada pasien hipertensi
setelah dilakukan terapi bekam.
c. Mengidentifikasi perubahan tekanan darah setelah
pemberian intervensi terapi bekam.
d. Mengidentifikasi adakah pengaruh terapi bekam terhadap
tekanan darah pada pasien hipertensi.

E. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengalaman
yang bermanfaat dalam pelaksanaan aplikasi ilmu dan teori yang
telah didapat dibangku perkuliahan.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Klien
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
memperkenalkan terapi bekam sebagai alternatif
pengobatan sehingga bisa membantu menurunkan tekanan
darah bagi penderita hipertensi.
b. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menjadi ilmu pengetahuan dan
informasi bagi keperawatan tentang pengaruh terapi bekam
terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi.
Hasil penelitian ini juga bisa dijadikan sebagai dasar untuk
penelitian selanjutnya.
c. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat memberikan ilmu dan pengalaman baru
yang sangat bermanfaat .
d. Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi
dan masukan bagi pelayanan keperawatan sebagai salah
satu terapi alternatif dalam pengobatan hipertensi karena

FIKES UIA Tahun 2020


harga yang terjangkau, selain itu juga meminimalisasikan
penggunaan obat-obat kimia.

FIKES UIA Tahun 2020

Anda mungkin juga menyukai