Peran Keluarga Dalam Membentuk
Peran Keluarga Dalam Membentuk
Dewan hakim yang arif dan bijaksana. Hadirin generasi qur’ani yang kami hormati...
Prihatih kami atas dasar tersebut, tergugah hati kami untuk menyampaikan sebuah
syarahan yang berjudul:
وال6ْ 6وا َق66ُوا اللَّهَ َولَْي ُقول66 َعلَْي ِه ْم َف ْليََّت ُق6افُوا6خ6َ َعافًا6وا ِم ْن َخ ْل ِف ِه ْم ذُِّريَّةً ِض66و َتَر ُك6ْ 6َين ل ِ َّ ولْيخ
َ ش الذَ ََْ
َس ِد ًيدا
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
maninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Menurut imam Ath-Thabari dalam tafsir jaami’ul Bayyan, Fakhruddin ar-Razi dalam
tafsir al-Kabir serta mayoritas pakar tafsir lainya mengatakan bahwa ayat tadi hanya di
tunjukan kepada orang tua yang telah lanjut usia, sakit-sakitan serta memiliki tanda-tanda
kematian. Namun menurut Muhammad Sayyid Thanthawi dalam tafsir al-Wasith, ayat ini
merupan peringatan kepada semua orang untuk khawatir, cemas dan takut untuk
meninggalkan generasi yang lemah. Lebih lanjutnya hadirin, pakar tafsir Indonesia berdarah
Arab, Muhammad Quraish Shihab, mengatakan bahwa ( ) ضعافاbermakna lemah harta.
Namun jika kita kaji lebih mendalam, bukankah karna lemah ekonomi, lemah harta,
anak-anak, remaja dan generasi muda tidak berpindidikan? Akhirnya lahirlah kebodohan,
keterbelakangan, buta huruf, tidak faham agama, lebih tragis, anak-anak tidak pernah
mengenal Al- Qur’an.
Menurut data statistik tahun 2014, indonesia yang mayoritasnya muslim dan fanatic
dengan keislamanya, namun 75% generasinya tidak mampu membaca Al-Qur’an, fakta
tersebut cukup memalukan, mengkhawatirkan, bahkan mencemaskan kita. Hadirin, disadari
atau tidak ini merupakan rencana awal barat dalam menjajah dunia islam, perdana menteri
Victoria, pernah bepidato di depan parlemennya: “Apabila kita ingin mengalahkan Negara-
negara yang penduduknya mayoritas muslim, maka yang paling utama harus dilakukan
adalah menjauhkan mereka dari Al-Qur’an supaya mereka buta terhadap kandungannya.
Sebab, hanya dengan itu kita akan berhasil menaklukan mereka. Selama mereka berpegang
teguh pada Al-Qur’an , selama itu pula kita tidak akan sanggup mengalahkan mereka.
Oleh sebab itu, keluarga sebagai madrasah pertama umat islam, bekewajiban untuk
mndidik, mengarahkan dan mengajarkan anak-anak Al-Qur’an. Sebagaimana di katakan
dalam ungkapan Arab:
Ketika ayat ini turun Umar bin Khatab bertanya kepada baginda Rasulullah saw: “ya
rasulullah, kami telah menjaga diri kami, tapi bagaimana menjaga keluarga kami?”
Lantas rasulullah menjawab: Engkau cegah mereka dari larangan Allah dan menyuruh
keluargamu kepada perintah sang rabbul Alamin.
Lebih lanjut hadirin, imam Ali Ash-Shabuni dalam tafsir shafwantafasir menjelaskan
bahwa : jagalah dirimu dan periharalah istri-istrimu dan anak-anakmu dari siksaan neraka
yang pedih, degan cara memerintahkan mereka untuk meninggalkan maksiat, mengerjakan
ketaatan serta mendidik dan menanamkan Al-Qur’an dalam jiwanya.
Degan demikian, ayat tadi merupakan landasan filosofis bagi orang tua dalam
menjaga, membimbing dan mengarahkan anak-anaknya. Sebab itu, Dr.Ashli al-Muntaqo
dalam kitabnya “kaifa nusaa ‘idul Abna’ ‘Ala Qiyamihimul khuluqiyyah” mengatakan bahwa:
anak-anak memang butuh materi,anak-anak juga memerlukan tarbiyyah jasmaniyyah,
namun,mereka jauh lebih memerlukan tarbiyah islamiyah, rabbaniyyah dan qur’aniyyah.
Sejarah telah membuktikan, bukankah orang seperti Alfredo Timoti, seorang mafia
kelas kakap dunia, Jhonson the Lion Boy, seorang La Cosa Nostra Amerika, Kazuo
Nomigaki seorang Yakuza Jepang, serta Lee Tiger Lee, seorng preman Hongkong, mereka
telah menciptakan keonaran dunia, membajak pesawat, menjadi gembong narkoba,
memperjualbelikan wanita, ternyata mereka adalah sosok anak-anak muda yang terlahir dari
rahim para ibunda yang tak betah di rumah, hidup dalam kemegahan, bergelimang harta,
namun tak penah tersentuh kasih sayang orang tua.
Sebaliknya, Muhammad bin Idris atau Imam Syafi’i, tumbuh dari keluarga yang
sederhana di besarkan dalam kondisi yang pas-pasan, namun degan kasih sayang dan
tarbiyyah quraniyyah mengantarkan beliau sebagai tokoh dan ulama besar dalam peradaban
islam.
كل مولود يولد: عن أيب هريرة رضي اهلل عنه أن رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم قال
رواه البخاري ومسلم. على الفطرة فأبواه يهودانه أو ميجسانه أو ينصرانه
Setiap anak yang di lahirkan dalam keadaan fitrah, maka orangtuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani, maupun Majusi.
Keluarga merupakan benteng utama umat islam, jika kita mendambakan masyarakat
yang taat, umat yang hebat, bangsa yang kuat, maka mari ciptakan keluarga-keluarga yang
sakinah yang menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman, manhaj dan jalan hidup.
Demikian yang dapat kami sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan dan terimakasih
atas segala perhatian.