“Sosial Budaya”
Disusun oleh :
Ervina islamiati
BANDUNG
2020
Pendahuluan
Negara Indonesia saat ini sedang memasuki masa revolusi industri 4.0,
dimana yang kita tahu bahwa revolusi industri 4.0 merupakan nama tren dari perubahan
otomatisasi dan mengolahan,pertukaran data terkini dengan memanfaatkan teknologi
di setiap aspeknya. Dampak dari terjadinya revolusi industri 4.0 ini merubah berbagai
aspek salah satunya pada aspek ekonomi dan sosial di Indonesia, hal ini menjadikan
adanya era baru bernama ekonomi digital dan society era 5.0.
Salah satu hal yang paling mencolok dari revolusi industry 4.0 adalah internet,
dimana penggunaan internet merupakan sudah menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan
dari masyarakat. Internet menjadi salah satu pemacu perubahan dan pergantian arah
dari berbagai aspek kegiatan dalam kehidupan masyarakat. Pengguna internet
terbanyak di Indonesia berada di daerah barat Indonesia.
Namun perubahan yang terjadi di Indonesia masih tidak merata, hal ini bisa
saja disebab kan oleh luasnya Negara Indonesia serta banyaknya pulau-pulau yang
dimiliki Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia jumlah pulau di Indonesia
adalah 16.056 angka tersebut terus menurun disetiap tahunnya. Yang paling mencolok
adalah teknologi lebih berkembang pesat di Indonesia bagian barat terutama pulau
jawa, hal ini berpengaruh juga karena pusat negara berada di pulau jawa dan pulau
sumatera yang berdekatan dengan Negara Singapore dan Malaysia. Wilayah timur
Indonesia sangat ketertinggalan dalam urusan perkembangan teknologi, hal ini bisa
saja terjadi karena kurangnya akses informasi dan trasportasi ke Indonesia bagian
timur, yang dimana justru terjadi ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam
berbagai aspek antara Indonesia bagian barat dengan timur.
Ekonomi digital merupakan salah satu dunia baru dalam sektor perekonomian.
Dimana hal ini memanfaatkan transformasi informasi dan teknologi dalam setiap
transaksinya. E-commerce merupakan salah satu pencetus utama dalam ekonomi
digital. Menurut Badan Pusat Statistika Indonesia ada sekitar 70.000 perusahaan
Unicorn berbasis teknologi di Indonesia.
Namun untuk E-Commerce pajak masih belum bisa meraihnya, para pelaku
usaha berbasis online atau tekhnologi ini tidak membayar pajak dalam menjalankan
usahanya hanya dikenakan pajak pada barang yang di jualnya, sehingga semakin
banyak dan tidak terkendalinya para pelaku usaha ini, padahal pemerintah dapat
mendapatkan kesempatan untuk menaikan APBD dari para pelaku usaha online
tersebut.
Dunia sekarang sedang masuki era society 5.0, dimana artinya adalah
menjadikan teknlogi sebagai bagian dari kehidupan manusia. Society era 5.0
dicetuskan di Jepang karena kekhawatiran manusia yang tidak bisa beradaptasi dngan
pertumbuhan teknologi yang pesat. Namun di Indonesia segi sosial terjadi banyaknya
pergergeseran budaya di masyarakat saat ini, banyaknya budaya-budaya yang berubah,
tergantikan, bahkan hilang karena pesatnya transformasi digital dan teknologi yang
masuk ke Negara kita ini. Hal ini tentu juga berdampak kepada tingkah laku serta adat
istiadat sekitar.
Isi
Indonesia belum siap memasuki revolusi industri 4.0 hal ini didasarkan pada
perkembangan teknologi di Indonesia yang sangat lambat, serta belum mumpuninya
pembuatan teknologi canggih, hal ini menyebabkan banyaknya mengimpor peralatan-
peralatan teknologi dari luar negeri, terutama Jepang.
Menurut Badan Statistika Nasional pengguna internet Indonesia mencapai
lebih dari 50% penduduk Indonesia, itu berarti lebih dari 100 juta penduduk Indonesia
merupakan pengguna internet dan sebagian besar dari daerah barat Indonesia.
Salah satu dampak dari revolusi industri 4.0 adalah terciptanya hal baru
bernama digital ekonomi dimana merupakan perkembangan dari bidang ekonomi, hal
ini berdampak baik dan buruk bagi masyarakat. Dampak baik yang sangat terlihat
adalah tumbuhnya dan berkembangnya jiwa-jiwa kewirausahaan rakyat Indonesia
dimana mereka menjadi para pelaku bisnis online yang mempunyai lapak-lapak di
flatform-flatform e-commerce. Salah satu Flatform e-commerce terbesar di Indonesia
adalah bukalapak dan tokopedia. Dimana ada lebih ratusan ribu pelaku usaha yang
melapak disana. Hal ini sebenarnya bisa menjadi ladang bagi pemerintah di sektor
pajak karena yang kita tahu bahwa para pelaku usaha online tidak dikenakan biaya
pajak dalam melakukan usahannya. Majalah Forbes membuat daftar 10 alasan memilih
usaha rintisan, antara lain bisa memberi dampak kepada individu dan perubahan
masyarakat, mudah belajar dan mendapat wawasan lebih banyak, umur relative sama
sehingga bisa bekerja dengan teman sebaya, hasil pekerjaan akan terlihat lebih cepat,
dan struktur organisasi tidak berhierarki sehingga mereka bisa menikmati kesetaraan.
Selain itu lapangan pekerjaan yang semakin berkurang karena sudah banyak
digantikan oleh mesin menyebabkan masyarakat lebih memilih untuk berwirausaha.
Penduduk Indonesia memang sangat banyak bahkan melebihi 250 juta orang
penduduk. Namun Sumber Daya Manusia yang mumpuni dan ahli dibidangnya masih
dikatakan kurang, sehingga perusahaan-perusahaan di Indonesia lebih memilih tenaga
ahli dari luar negeri karena dirasa lebih terampil dan terlatih. Padahal banyak sekali
orang Indonesia di luar negeri sana yang menjadi penemu-penemu teknologi hebat,
Akan semakin banyak jenis pekerjaan yang akan hilang dan digantikan oleh
mesin, membuat manusia harus menguasai teknologi, bahkan kebanyakan perusahaan-
perusahaan sekarang ingin setiap karyawannya bisa menggunakan teknologi. Namun
karena belum meratanya pertumbuhan dan pembangunan negeri mengakibatkan
kebanyakan daerah timur tidak terlalu melek teknologi, sehingga kurangnya
pemberdayaan untuk orang-orang dari timur.
Faktor resiko terbesar utama adalah semakin maraknya para penjahat digital
atau biasa disebut dengan hacker, yang mana dapat mengakses berbagai informasi
pribadi yang kita punya serta akun-akun lain seperti bank dan sosial media. Banyaknya
kasus pembobolan atm yang bisa diakses hanya melalui username dan password yang
digunakan pada M-Banking membuat kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat,
terlebih lagi akses yang tidak dilapisi dengan keamanan yang aman serta tidak
mengertinya para generasi tua dalam menyesuaikan dengan perubahan zaman.
Kesimpulan
menurut saya Indonesia masih belum siap dalam menerima era ekonomi
digital ini, selain karena kecanggihan teknologi yang kurang mumpuni, kurangnya
Sumber Daya Manusia ahli, dan masih banyaknya aspek-aspek yang dikembangkan
membuat Indonesia lambat dalam perubahan segi transformasi informasi dan
teknologinya.
Disaat dunia sudah digadag-gadag akan memasuki era revolusi industry 5.0
indonesia baru mengenal revolusi industry 4.0. mengapa pemerintah tidak
memanfaatkan era revolusi industry 4.0 ini lebih kepada bagian pertanian dan agraris,
dan pemanfaatannta pada Sumber Daya Alam nya yang sangat melimpah ?, karena
seperti yang kita tahu bahwa Indonesia sangat luas dan subur tanahnya dan sangat kaya
akan Sumber Daya Alamnya.
Mudahnya akses informasi dari luar negeri, membuat banyaknya kaum muda
Indonesia lebih memilih dan menyukai budaya dari luar negeri dari pada budaya
sendiri. Indonesia sendiri merupakan pasar yang sangat potensial bagi para pelaku
usaha luar karena banyaknya penduduk di Indonesia dan budaya konsumtifnya yang
lebih menyukai produk luar daripada produk dalam negeri.
Pergeseran budaya pun menajdi isu utama, seperti mulai berkurangnya budaya
gotong royong, kebanyakan di zaman yang serba bisa cepat ini masyarakat menjadi
lebih individualistis dan tidak terlalu mementingkan keadaan sekitarnya.
Para milenial seharusnya menjadi penggerak dalam dunia yang serba digital
ini, harus bisa lebih inovatif dan kreatif serta generasi ini lah yang lebih mengenal
dengan teknologi masa kini maupun yang akan datang. Meskipun revolisi industry baru
menginjakan kakinya di negara Indonesia milenial harus bisa manfaatkan teknologi
yang ada demi memajukan Indonesia kita ini.
DAFTAR PUSTAKA
www.bps.go.id
wibowo, Edi Wahyu , 2018. Jurnal: Analisis Ekonomi Digital Dan Keterbukaan
Terhadap Pertumbuhan Gdp Negara Asean. Jakarta: Politeknik LP3I Jakarta.