BENGKULU
Kode/No : RPP-T/UPM/02
JURUSAN KEBIDANAN
A. KEGIATAN BELAJAR I
1. TINJAUAN
REFERENSI
1. Dr. J. Syahlan. SKM, 1996, Kebidanan Komunitas, Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
2. Depkes RI. 2000, Bidan di Masyarakat.
3. Chambers, R. 1996. Participatory Rural Appraisal: Memahami Desa Secara Partisipatif. Oxfam –
Kanisius. Yogyakarta.
PENDAHULUAN
1
2. Pendekatan berdasarkan kemandirian.
3. Pendekatan pemecahan masalah tertentu.
4. Pendekatan demonstratif.
5. Pendekatan eksperimental.
6. Pendekatan konflik kekuasaan.
Konsep pemberdayaan masyarakat dalam pandangan UNICEF (1997) pendekatannya
bertumpu pada risiko di keluarga, kebutuhan dan hak-haknya dalam rangka menentukan prioritas
dan strategi pembangunan. tingkat kematian ibu yang tinggi, kekeurangan gizi ibu dan anak,
rendahnya tngkat pendidikan / kualitas pendidikan yang rendah, penyakit HIV / AIDS dan
psikotropika, serta anak-anak yang memerlukan upaya perlindungan khusus merupakan lima
masalah pkkok yang selalu bergantian.Hasil kajian UNICEF menunjukkan bahwa intervensi paling
strategis adalah pada kelompok remaja, kelompok yang menempati posisi terbesar dari penduduk
negara kita. Dalam pertimbangan sosial dan ekonomi, kelompok remaja (10-19 tahun) merupakan
kelompok yang akan memasuki pasar kerja, sehingga potensinya untuk menjadi pekerja yang
disiplin, terampil dan fleksibel harus dimaksimalkan.
URAIAN MATERI
PARTICIPATORY RURAL APPRAISAL
2
dan informasi baik bagimu" setempat pada saat kunjungan ke desa.
Paket-paket teknis yang berbeda diiklankan
kepada masyarakat untuk menerimanya
2 Sesi partisipasi Pendekatan Dialog dan komunikasi dua arah
aktif "pelatihan dan memberikan
kunjungan" kepada masyarakat kesempatan untuk
berinteraksi dengan penyuluh / petugas
dan pelatih dari luar.
3 Partisipasi Pendekatan Masyarakat setempat, baik sebagai pribadi
dengan "kontrak, ataupun kelompok kecil, diberikan pilihan
keterikatan tugas yang untuk terikat pada sesuatu dengan
dibayar": bila Anda tanggungjawab atas setiap kegiatan pada
melakukan ini, masyarakat dan juga pada proyek. Model
maka proyek ini memungkinkan untuk beralih dari
akan melakukan model klasik ke model yang diberi subsidi,
itu. panitia setempat bertanggungjawab atas
pengorganisasian dan pelaksanaan tugas.
Manfaatnya, dapat dibuat modifikasi
seiring tujuan yang diinginkan.
4 Partisipasi atas Pendekatan PRA Kegiatan proyek lebih berfokus pada
permintaan dan kegiatan menjawab kebutuhan yang dinyatakan
setempat penelitian, oleh masyarakat setempat, bukan
pendekatan yang kebutuhan yang dirancang dan disuarakan
didorong oleh oleh orang luar. Kegiatan bukanlah proyek
permintaan yang tipikal; tidak ada jadual untuk
intervensi fisik; tidak ada anggaran untuk
suatu periode tertentu; tidak ada rencana
pelaksanaan atau struktur proyek; dan
tidak ada komando satu arah dari proyek
kepada kelompok sasaran. Masalahnya:
bagaimana masyarakat setempat dapat
memberi perhatian terhadap sesuatu yang
baru dan berbeda, apabila sebelumnya
mereka tidak Mengetahui apapun
mengenai apa yang akan terjadi. Metode
yang dipakai adalah motivasi dan animasi,
bukan 'menjual atau mendorong'.
Pertanyaan sukarela dan permintaan untuk
bantuan serta lebih banyak informasi jelas
diperlukan.
Namun dalam perkembangannya, metode PRA banyak digunakan dalam proses pelaksanaan
program pembangunan secara partisipatif, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun
pengawasannya.
3
fasilitator, konsep triangulasi, serta optimalisasi hasil, orientasi praktis dan keberlanjutan program
(Rochdyanto, 2000:55). Metode tersebut dipandang telah memiliki teknis-teknis yang dijabarkan
cukup operasional dengan konsep bahwa keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam seluruh
kegiatan.Pendekatan PRA memang bercita-cita menjadikan masyarakat menjadi peneliti, perencana,
dan pelaksana pembangunan dan bukan sekedar obyek pembangunan.Tekanan aspek penelitian
bukan pada validitas data yang diperoleh, namun pada nilai praktis untuk pengembangan program
itu sendiri.Penerapan pendekatan dan teknik PRA dapat memberi peluang yang lebih besar dan lebih
terarah untuk melibatkan masyarakat. Selain itu melalui pendekatan PRA akan dapat dicapai
kesesuaian dan ketepatgunaan program dengan kebutuhan masyarakat sehingga keberlanjutan
(sustainability) program dapat terjamin.
D. Prinsip-Prinsip PRA
1. Saling belajar dari kesalahan dan berbagi pengalaman dengan masyarakat.
Prinsip dasar PRA bahwa PRA adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat.Ini berarti bahwa
PRA dibangun dari pengakuan serta kepercayaan masyarakat yang meliputi pengetahuian
tradisional dan kemampuan masyarakat untuk memecahkan persoalannya sendiri.Prinsip ini
merupakan pembalikan dari metode pembelajaran konvensional yang bersifat mengajari
masyarakat.
Kenyataan membuktikan bahwa dalam perkembangannya pengalaman dan pengetahuan
tradisional masyarakat tidak sempat mengejar perubahan yang terjadi, sementara itu
pengetahuan modern yang diperkenalkan orang luar tidak juga selalu memecahkan masalah.
Oleh karenanya diperlukan ajang dialog di antara ke duanya untuk melahirkan sesuatu program
yang lebih baik. PRA bukanlah suatu perangkat teknik tunggal yang telah selesai, sempurna, dan
pasti benar.Oleh karenanya metode ini selalu harus dikembangkan yang disesuaikan dengan
kebutuhan setempat.
Kesalahan yang dianggap tidak wajar, bisa saja menjadi wajar dalam proses
pengembangan PRA. Bukannya kesempurnaan penerapan yang ingin dicapai, namun penerapan
sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan yang ada dan mempelajari kekurangan yang terjadi
agar berikutnya menjadi lebih baik.Namun PRA bukan kegiatan coba-coba (trial and error) yang
tanpa perhitungan kritis untuk meminimalkan kesalahan.
2. Keterlibatan semua anggota kelompok, menghargai perbedaan, dan informal.
Masyarakat bukan kumpulan orang yang homogen, namun terdiri dari berbagai individu
yang mempunyai masalah dan kepentingan sendiri.Oleh karenanya keterlibatan semua golongan
masyarakat adalah sangat penting.Golongan yang paling diperhatikan justru yang paling sedikit
memiliki akses dalam kehidupan sosial komunitasnya (miskin, perempuan, anak-anak,
dll).Masyarakat heterogen memiliki pandangan pribadi dan golongan yang berbeda.Oleh
karenanya semangat untuk saling menghargai perbedaan tersebut adalah penting artinya. Yang
terpenting adalah pengorganisasian massalah dan penyusunan prioritas masalah yang akan
diputuskan sendiri oleh masyarakat sebagai pemiliknya. Kegiatan PRA dilaksanakan dalam
suasana yang luwes, terbuka, tidak memaksa, dan informal. Situasi santai tersebut akan
mendorong tumbuhnya hubungan akrab, karena orang luar akan berproses masuk sebagai
anggota bukan sebagai tamu asing yang harus disambut secara protokoler. Dengan demikian
suasana kekeluargaan akan dapat mendorong kegiatan PRA berjalan dengan baik.
3. Orang luar sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaku.
Konsekuensi dari prinsip pertama, peran orang luar hanya sebagai fasilitator, bukan
sebagai pelaku, guru, penyuluh, instruktur, dll. Perlu bersikap rendah hati untuk belajar dari
masyarakat dan menempatkannya sebagai nara sumber utama. Bahkan dalam penerapannya,
masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan.Secara ideal sebaiknya penentuan dan penggunaan
teknik dan materi hendaknya dikaji bersama, dan seharusnya banyak ditentukan oleh
masyarakat.
4. Konsep triangulasi
4
Untuk bisa mendapatkan informasi yang kedalamannya dapat diandalkan, bisa digunakan
konsep triangulasi yang merupakan bentukpemeriksaan dan pemeriksaan ulang (check and
recheck). Triangulasi dilakukan melalui penganekaragaman keanggotaan tim (disiplin ilmu),
sumber informasi (latar belakang golongan masyarakat, tempat), dan variasi teknik.
a. Penggunaan variasi dan kombinasi berbagai teknik PRA, yaitubersama masyarakat
bisa diputuskan variasi dan kombinasi teknik PRA yang paling tepat sesuai dengan
proses belajar yang diinginkan dan cakupan informasi yang dibutuhkan dalam
pengembangan program.
b. Menggali berbagai jenis dan sumber informasi, dengan mengusahakan kebenaran data
dan informasi (terutama data sekunder) harus dikaji ulang dan sumbernya
denganmenggunakan teknik lain.
c. Tim PRA yang multidisipliner, dengan maksud sudut pandang yang berbeda dari
anggota tim akan memberi gambaran yang lebih menyeluruh terhadappenggalian
informasi dan memberi pengamatan mendalam dari berbagai sisi.
5. Optimalisasi hasil
Pelaksanaan PRA memerlukan waktu, tenaga narasumber, pelaksana yang terampil,
partisipasi masyarakat yang semuanya terkait dengan dana. Untuk itu optimalisasi hasil dengan
pilihan yang menguntungkan mutlak harus dipertimbangkan.Oleh karenanya kuantitas dan
akurasi informasi sangat diperlukan agar jangan sampai kegiatan yang berskala besar namun
biaya yang tersedia tidak cukup.
6. Berorientasi praktis
Orientasi PRA adalah pemecahan masalah dan pengembangan program. Dengan demikian
dibutuhkan penggalian informasi yang tepat dan benar agar perkiraan yang tepat akan lebih baik
daripada kesimpulan yang pasti tetapi salah, atau lebih baik mencapai perkiraan yang hampir
salah daripada kesimpulan yang hampir benar.
7. Keberlanjutan program
Masalah dan kepentingan masyarakat selalu berkembang sesuai dengan perkembangan
masyarakat itu sendiri.Karenanya, pengenalan masyarakat bukan usaha yang sekali kemudian
selesai, namun merupakan usaha yang berlanjut. Bagaimanapun juga program yang mereka
kembangkan dapat dipenuhi dari prinsip dasar PRA yang digerakkan dari potensi masyarakat.
8. Mengutamakan yang terabaikan
Prinsip ini dimaksudkan agar masyarakat yang terabaikan dapat memperoleh kesempatan
untuk berperan dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pembangunan.Keperpihakan
pada pihak atau golongan masyarakat yang terabaikan bukan berarti bahwa golongan
masyarakat lainnya (elite masyarakat) perlu mendapat giliran untuk diabaikan atau tidak
diikutsertakan.
Keberpihakan ini lebih pada upayauntuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap
berbagai golongan dan lapisan yang ada di masyarakat, dengan mengutamakan golongan paling
miskin agar kehidupannya dapat meningkat.
9. Pemberdayaan (Penguatan) masyarakat
Kemampuan masyarakat ditingkatkan melalui proses pengkajian keadaan, pengambilan
keputusan, penentuan kebijakan, peilaian dan koreksi terhadap kegiatan yang dilakukan. Dengan
demikian masyarakat memiliki akses peluang dan kesempatan) serta memiliki kemampuan
memberikan keputusan dan memilih berbagai keadaan yang terjadi.Dengan demikian mereka
dapat mengurangi ketergantungan terhadap bantuan ‘orang luar’.
10. Santai dan informal
Penyelenggaraan kegiatan PRA bersifat luwes, tidak memaksa, dan informal sehingga
antara orang luar dan masyarakat setempat terjalin hubungan yang akarab, orang luar akan
berproses masuk sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian kedatangan orang luar tidak
perlu disambut atau dijamu secara adat oleh masyarakat dan tokohnya maupun oleh
5
pemerintah setempat. Orang luar yang masuk harus memperhatikan jadwal atau waktu
kegiatan masyarakat, sehingga penerapan PRA tidak mengganggu kegiatan rutin masyarakat.
11. Keterbukaan
PRA sebagai metode dan perangkat teknik pendekatan kepada masyarakat masih belum
sempurna, dan belum selesai.Berbagai teknik penerapannya di dalam praktik masih terus
dikembangkan dan disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat setempat.Oleh
karena itu berbagai pengalaman penerapan tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemi kiran untuk memperbaiki konsep dan pemikiran serta dalam merancang teknik-teknik baru
sehingga sangat berguna dalam memperkaya metode ini.
E. Struktur Program
Karena tujuan penerapan metode PRA adalah pengembangan program bersama masyarakat,
penerapannya perlu senantiasa mengacu pada siklus pengembangan program. Gambaran umum
siklus tersebut secara ringkas adalah sebagai berikut :
1. Pengenalan masalah/kebutuhan dan potensi, dengan maksud untukmenggali informasi
tentang keberadaan lingkungan dan masyarakat secara umum.
2. Perumusan masalah dan penetapan prioritas guna memperoleh rumusan atas dasar
masalah dan potensi setempat.
3. Identifikasi alternatif pemecahan masalah atau pengembangan gagasan guna membahas
berbagai kemungkinan pemecahan masalah melalui urun rembug masyarakat.
4. Pemilihan alternatif pemecahan yang paling tepat sesuai dengan kemampuan masyarakat
dan sumber daya yang tersedia dalam kaitannya dengan swadaya.
5. Perencanaan penerapan gagasan dengan pemecahan masalah tersebut secara konkrit agar
implementasinya dapat secara mudah dipantau.
6. Penyajian rencana kegiatan guna mendapatkan masukan untuk penyempurnaannya di
tingkat yang lebih besar.
7. Pelaksanaan dan pengorganisasian masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan tingkat
perkembangan masyarakat.
8. Pemantauan dan pengarahan kegiatan untuk melihat kesesuaiannya dengan rencana yang
telah disusun.
9. Evaluasi dan rencana tindak lanjut untuk melihat hasil sesuai yang diharapkan, masalah
yang telah terpecahkan, munculnya massalah lanjutan, dll.
F. Permasalahan PRA
Meningkatnya secara cepat popularitas PRA dikhawatirkan menyebabkan sedemikian terburu-
burunya menerima gagasan ini tanpa pemahaman yang cukup mendasar akan prinsip dasar yang ada
yang kemudian diikuti dengan harapan yang terlalu tinggi akan keampuhan PRA. Oleh karenanya
beberapa masalah yang timbul akibat merebaknya penggunaan metode PRA adalah :
1. Permintaan melampaui kemampuan akibat metode ini dilatihkandalam forum yang formal
tanpa cukup kesempatan untuk menghayati dan mendalami prinsip yang mendasarinya.
2. Kehilangan tujuan dan kedangkalan hasil akibat penerapan yang serampangan di
lapangan tanpa tujuan yang jelas.
3. Kembali menyuluh akibat petugas tidak siap untuk memfasilitasipartisipasi masyarakat.
Menjadi penganut fanatik karena tidak munculnya improvisasi dan variasi petugas untuk
menggali lebih dalam permasalahan di masyarakat.
4. Mengatasnamakan PRA untuk kegiatan yang sepotong-potong di luar konteks program
pengembangan masyarakat.
5. Terpatok waktu akibat program yang berorientasi pada target (teknis, administratif).
6. Kerutinan yang dapat membuat kegiatan tidak hidup lagi sehingga terjebak dalam
pekerjaan yang rutin dan membosankan.
6
G. Teknik-Teknik PRA
Dalam perkembangannya telah banyak dikembangkan beberapa teknik PRA yang pada intinya
merupakan bentuk implementasi dari metode PRA.Sudah barang tentu teknik teknik yang
dikembangkan tersebut disesuaikan dengan maksud dan tujuan penerapan metode PRA sendiri,
serta semestinya tidak menutup kemungkinan atau bahkan dapat disebutkan mengharuskan adanya
improvisasi dan modifikasi terhadap metode PRA itu sendiri. Beberapa teknik penerapan PRA anatar
lain :
1. Penelusuran sejarah desa
2. Pembuatan bagan perubahan dan kecendrungan
3. Pembuatan kalender musim
4. Pembuatan peta desa
8
ini dapat menyebabkan terjadinya bias informasi. Informasi seperti itu sebaiknya perlu dicek
kembali.
Kedua, seringkali masyarakat tidak mengetahui secara tepat waktu terjadinya peristiwa-
peristiwa masa lampau. Untuk itu, cukup diperkirakan waktu kejadian tersebut, misalnya dengan
mengajukan pertanyaan tidak langsung: "berapa umur Saudara ketika kejadian itu berlangsung?".
Dengan demikian pemandu dapat membantu masyarakat untuk menemukan perkiraan waktu
kejadian suatu peristiwa.
Ketiga, kadangkala timbul suasana yang tidak menyenangkan dalam diskusi karena munculnya
pembahasan mengenai individu-individu atau hal-hal tertentu yang bersifat peka (sensitif). Untuk
menghindari konflik, secara halus pemandu dapat mengajak agar diskusi membahas keadaannya,
bukan individu-individunya.
10
Hasil diskusi tersebut juga akan bermanfaat dalam menentukan topik kajian selanjutnmya, serta
sebagai bahan dalam penyusunan rencana kegiatan pembangunan.
Beberapa hal yang seringkali lepas dari perhatian kita: jika masyarakat kurang terbiasa
dengan patokan tahun-tahun kejadian fasilitator dapat menyarankan dengan cara lain, misalnya
dengan berpatokan pada peristiwa-peristiwa masa lampau, seperti masa penjajahan, masa
kemerdekaan, pemberontakan, atau peristiwa spesifik yang dialami masyarakat seperti saat
terjadinya gempa bumi hebat, masuknya jalan aspal ke desa, dibangunnya masjid atau gereja, dan
sebagainya. Kesepakatan tentang waktu akan tergantung pada kemampuan peserta diskusi dalam
mengingat kembali kejadian masa lampau.
KALENDER MUSIM
11
suatu kurun waktu tertentu (musiman) dalam kehidupan masyarakat. kegiatan-
kegiatan dan keadaan-keadaan itu dituangkan ke dalam 'kalender' kegiatan atau
keadaan-keadaan, biasanya dalam jarak waktu 1 tahun (12 bulan).
B. Tujuan
a. Untuk Mengetahui kegiatan – kegiatan masyarakat berdasarkan perubahan
waktu
b. Untuk mengetahui kejadian – kejadian yang berkaitan dengan kebutuhan dasar
yang terjadi secara berulang dalam kehidupan masyarakat
c. Untuk mengetahui masa - masa kritis dalam kehidupan masyarakat
3. Teknik ini juga berguna sebagai salah satu cara untuk menilai suatu tawaran
program, misalnya tentang penanaman jenis tanaman baru, perbaikan
varietas, perubahan pola tanam, atau anjuran tanam serentak.
Sesuai dengan tujuan pengkajian keadaan desa dengan kalender musim maka informasi
yang dapat dihimpun meliputi hal-hal berikut:
12
F. Membuat Kalender Musim
Ajaklah peserta mendiskusikan musim yang ada
Hasilnya tuliskan pada kolom yang tersedia
Ajaklah peserta untuk mengidentifikasi kejadian – kejadian( masalah ,
kegiatan) penting yang berkaitan dengan kebutuhan dasar yang kejadiannya
terus berulang
Tuliskanlah dalam kolom masalah / kejadaian pada kalender musim
Ajaklah peserta mendiskusikan kapan biasanya kejadian – kejadian tersebut
terjadi
Tuliskan dengan memberi tanda X pada kolom yang tersedia
G. Contoh Kalender Musim
Kemarau Penghujan Pancaroba
Masalah
Ok No Ja Ma Ap
Kegiatan Agus Sept Des Feb Mei Juni Juli
t v n r r
Banjir * *** *
Penyakit
* ** *** *
Diare
Paceklik * **
Banyak
* ** ***
kondangan
Pangen
* *** *
raya
Hama
* ** *
tanaman
13
PETA DESA
Salah satu sumber informasi dan bahan perencanaan pembangunan yang umum dikenal adalah
peta. Hampir di setiap kantor lembaga pemerintah kita bisa menemukan peta-peta yang dipasang di
dinding. Ada peta topografi (peta yang menggambarkan bentuk permukaan wilayah), peta geologi
(peta yang menggambarkan susunan dan jenis batu-batuan), peta hidrologi (peta yang
menggambarkan keadaan sumber-sumber dan aliran air), peta rencana kawasan, dan sebagainya.
Ada pula peta-peta sosial, misalnya yang menunjukkan penyebaran penduduk dari berbagai suku
dan bahasa, serta ada juga peta yang menunjukkan batas-batas daerah administratif pemerintahan.
Dengan penerapan PRA, peta lingkungan desa dibuat oleh masyarakat sendiri. Berikut ini akan
diuraikan mengenai teknik pemetaan yang tidak bertyujuan hanya sekedar membuat peta itu
sendiri, melainkan juga untuk penyadaran masyarakat akan kondisi lingkungannya.
1. Pengertian
Pemetaan adalah teknik PRA yang digunakan untuk memfasilitasi diskusi mengenai keadaan
wilayah desa tersebut beserta lingkungannya. Keadaan-keadaan tersebut digambarkan ke dalam
peta atau sketsa desa. Ada peta yang menggambarkan keadaan sumberdaya umum desa, dan ada
peta dengan tema tertentu yang menggambarkan hal-hal yang sesuai dengan ruang lingkup tema
tersebut (misalnya peta desa yang menggambarkan jenis-jenis tanah, peta sumberdaya pertanian,
peta penyebaran penduduk, peta pola pemukiman, dan sebagainya).
Pemetaan di atas tanah dapat dilakukan di halaman rumah atau tempat terbuka yang
memadai. Peralatan yang dipergunakan adalah peralatan yang sederhana, misalnya tongkat kayu
untuk menggaris, batu-batuan, biji-bijian, ranting-ranting, daun-daunan, pasir atau kapur berwarna
(bila ada). Bisa juga bahan-bahan lain yang tersedia untuk dapat menandai bagian-bagian penting.
Keunggulan pemetaan di atas tanah adalah cara ini dapat dilakukann oleh banyak orang
secara cepat dan mudah. Kesalahan informasi mudah diperbaiki kembali dan lahan yang luas
membuat informasi yang digambarkan lebih jelas dan detail. Cara ini juga disukai oleh masyarakat
serta menimbulkan kegembiraan dan suasana santai. Hanya saja cara ini memiliki kelemahan,
apabila peserta terlalu banyak dan ramai agak sulit memfasilitasi diskusi. Selain itu, hasilnya harus
digambar kembali di atas kertas lebar untuk mendapatkan dokumentasinya.
Cara ini mirip dengan cara pemetaan di atas tanah, hanya saja dilakukan di atas kerta dngan
menggunakan alat tulis (kalau bisa berwarna). Mula-mula dilakukan penandaan dengan simbol-
simbol seperti kacang-kacangan (biji-bijian), daun-daun kecil, kerikil, atau digambar dengan pensil.
Dengan demikian, mudah diperbaiki atau dihapus bila terdapat kesalahan. Setelah tanda-tanda
(simbol-simbol) tersebut diganti dengan menggunakan spidol bermacam warga agar menarik dan
mudah dikenali. Bisa juga diganti dengan kertas warna-warni yang dibentuk menjadi berbagai
simbol dan ditempelkan. Arti simbol-simbol informasi yang dicantumkan di atas peta diberi
keterangan di sudut kertas.
14
Keunggulan cara ini adalah hasil pemetaan dapat ditinggalkan di desa atau dibawa sebagai
dokumentasi. Kelemahannya terletak pada lebar kertas yang terbatas, sehingga menyulitkan dalam
menggambarkan keterangan yang lebih rinci. Selain itu, partisipasi masyarakat tidak sebesar dengan
pemetaan di atas tanah karena jumlah orang yang terlibat lebih sedikit.
Selain dalam bentuk gambar (dua dimensi), pemetaan dapat pula dibuat dengan model atau
maket (tiga dimensi). Pembuatan model merupakan pengembangan dari pemetaan di atas tanah,
yang berbeda adalah bhwa dalam kegiatan ini simbol-simbol dibuat dalam bentuk yang menyerupai
keadaan sebenarnya, meskipun dalam ukuran yang lebih kecil. Pembuatan model ini meliputi
bentuk rumah-rumahan, bentuk balai desa, bentuk rumah ibadah, tiang-tianglistrik, sumber air,
bentuk-bentuk manusia, ternak, dan sebagainya.
Untuk keperluan itu, masyarakat desa bersama tim PRA membuat berbagai model dengan
menggunakan peralatan seperti kertas karton untuk membuat model bangunan, tanah liat atau lilin
plastis untuk membuat model manusia dan ternak, lidi dan benang untuk membuat model tiang
listrik, dan sebagainya. Pembuatan model ini dapat juga menggunakan benda-benda dan bahan
lokal yang tersediadi lokasi kegiatan, misalnya batu, ranting, daun, dan sebagainya.
Keuntungan cara ini adalah bahwa model atau maket jauh lebih menarik dari segi
penampilan. Juga diharapkan mampu menimbulkan partisipasi peserta yang lebih baik, karena
kegiatan ini menyenangkan semua pihak yang terlibat. Cara ini sangat baik untuk menarik minat
masyarakat dan seringkali dianggap sebagai hiburan oleh masyarakat. Kekurangan cara pembuatan
model atau maket adalah membutuhkan persiapan yang lebih lama untuk membuat model-
modelnya, dan untuk membuatnya dibutuhkan keterampilan khusus. Apabila proses terlalu lama,
masyarakat dapat menjadi bosan karena menghabiskan waktu dan mengganggu acara keseharian
mereka.
Sebenarnya setiap teknik PRA dapat mengkaji jenis informasi apa saja. Secara garis besar, jenis
informasi yang biasa dikaji dengan pemetaan adalah:
Peta dibuat untuk melihat keadaan umum desa dan lingkungannya yang menyangkut
sumberdaya dan sarana/prasarana yang ada di desa, keadaan fisik lingkungan desa seperti kondisi
topografis, luas dan tata letak lahan untuk kebun, persebaran pemukiman, daerah berhutan, lahan-
lahan kritis, mata air, sungai atau aliran air, pasar, sekolah, posyandu, puskesmas, jalan raya, dan
sebagainya.
Peta ini dilakukan untuk mengenal dan mengamati secara lebih tajam mengenai potensi
sumberdaya alam serta permasalahannya, terutama sumberdaya pertanian. Yang perlu
diperhatikan dalam hal ini adalah kebun, hutan, sumber air pertanian, dan sumberdaya pertanian
lainnya. Seringkali lokasi kebun dan lahan pertanian lainnya milik masyarakat berada di batas dan
luar desa, sehingga peta sumberdaya alam ini dapat sampai ke luar desa.
15
Peta dibuat untuk menggali aspek tertentu dalam sebuah wilayah seperti pertanian,
kehutanan, peternakan, perikanan, ekonomi, keagamaan, kemasyarakatan, pendidikan, kesehatan
(misalnya peta khusus penyebaran kebun dan lahan pertanian, peta khusus pemukiman dan
penyebaran penduduk berdasarkan kelas-kelas sosial, pemetaan penyebaran hama tikus, pemetaan
penyebaran penyakit tertentu, pemetaan rumah-rumah ibu hamil /menyusui dan anak-anak balita,
dan sebagainya. Yang dikaji antara lain adalah berbagai sumberdaya yang ada, berbagai masalah,
serta harapan-harapan masyarakat mengenai keadaan tersebut.
Untuk kegiatan pemetaan yang bertujuan menggali informasi yang bersifat umum, akan lebih baik
bila dihadiri oleh anggota masyarakat dari berbagai lapisan, tua muda, laki-laki dan perempuan, kaya
dan miskin, penguasa dan rakyat biasa. Untuk kegiatan pemetaan yang topiknya spesifik kadang-
kadang perlu sumber informasi tertentu yang dianggap memiliki pengetahuan tentang informasi
yang bersangkutan. Berbagai jenis peta di kantor desa yang telah ada dapat dimanfaatkan sebagai
data sekunder.
Bagi 'orang dalam' (masyarakat). Masyarakat telah turun-temurun hidup dan bekerja di wilayahnya,
sehingga mereka jarang memikirkan kembali seluruh keadaan lingkungannya karena telah terlalu
terbiasa. Dengan membuat peta, masyarakat 'mengambil jarak' dari lingkungannya. Mereka dapat
merenungkan dan memikirkan kembali keadaan-keadaan yang dipetakan itu, serta merencanakan
arah perubahan.
Bagi 'orang luar', pemetaan bermanfaat untuk mengetahui gambaran tentang keadaan wilayah,
termasuk berbagai kejadian, masalah, hambatan, dan sumberdaya yang ada di masyarakat. Selain
itu pembuatan peta akan membantu orang luar untuk menyelami cara berpikir masyarakat desa,
prioritas-prioritas mereka, alasan-alasan mereka melakukan sesuatu, cara mereka mengatasi
masalah, dan sebagainya.
Kegiatan pemetaan bersama masyarakat dapat menimbulkan partisipasi yang sangat baik
karena kegiatan ini cukup mudah dan mengasyikkan dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat.
dengan demikian, kegiatan pemetaan juga merupakan bagian dari proses penyadaran masyarakat.
Pemetaan untuk pengenalan tata batas dapat bermanfaat dalam usaha-usaha mengatasi
persengketaan mengenai tata batas yang sering terjadi dalam masyarakat.
Dalam proses PRA secara umum, informasi yang diperoleh dari kegiatan pemetaan dapat
menjadi dasar bagi pemilihan dan penggalian informasi dengan teknik-teknik PRA lainnya.
Biasanya pemetaan dilakukan sebagai dasar perencanaan program yang akan dilakukan.
Juga dapat dilakukan untuk keperluan evaluasi program di waktu-waktu mendatang. Hasil
pencatatan (dokumentasi) kegiatan pemetaan tersebut, bila dilakukan beberapa kali dengan selang
waktu yang cukup, merupakan salah satu media yang akan banyak membantu evaluasi
perkembangan program.
16
B. Diskusikan tentang jenis-jenis sumberdaya yang ada di desa, dan lokasi-lokasi sumberdaya
tersebut. Setelah cukup tergambarkan, sepakatilah bersama peserta:
Jenis-jenis sumberdaya penting yang akan dicantumkan ke dalam peta serta perlu didiskusikan lebih
lanjut
Simbol setiap jenis sumberdaya yang dicantumkan ke dalam peta, baik berupa gambar-gambar
sederhana yang mudah dikenali maupun simbol dengan bahan-bahan lokal yang tersedia (biji
jagung, kerikil, daun singkong, dan sebagainya).
C. Mintalah masyarakat untuk mulai membuat peta baik di atas tanah maupun di atas kertas lebar
yang ditempelkan di dinding dengan cara berikut:
Pembuatan peta ini dimulai dari tempat-tempat tertentu (titik awal) yang diinginkan
masyarakat. Titik awal ini biasanya berupa tempat-tempat yang mudah dikenal,
seperti rumah ibadah, sekolah, kantor desa, persimpangan jalan utama, lapangan,
rumah kepala desa, sungai utama, dan sebagainya.
Setelah lokasi-lokasi utama dipetakan, kemudian peta itu dilengkapi dengan detail-
detail yang lain seperti jalan setapak, sungai-sungai kecil, batas dusun, dsb.
Lengkapi peta tersebut dengan detail-detail khusus yang sesuai dengan jenis peta yang
akan dibuat, misalnya untuk pembuatan peta mengenai sumberdaya alam yang perlu
digambarkan dengan teliti adalah lahan-lahan pertanian, lahan-lahan kritis, hutan,
ladang, ladang penggembalaan, dan sebagainya.
Perhatikan proses terjadinya peta/model. Apabila masih terdapat hal-hal yang
terlewatkan, ajukanlah pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghidupkan diskusi.
Pastikan bahwa informasi yang diperoleh melalui peta sudah cukup memadai.
D. Cantumkanlah di sudut peta, simbol-simbol beserta artinya atau penjelasan lain untuk memahami
gambar.
E.Setelah peta selesai, lakukan diskusi lebih lanjut, mengenai:
Bagaimana keadaan sumberdaya dan apa masalah-masalah yang terjadi dengan
sumberdaya tersebut
Apa akibat dari perubahan-perubahan dan masalah-masalah tersebut terhadap
kehidupan masyarakat
Apakah terdapat hubungan sebab akibat diantara perubahan-perubahan tersebut.
F. Catatlah seluruh masalah, potensi, dan infromasi yang muncul dalam diskusi dengan cermat,
sebab hasil penggalian ini akan menjadi bahan bagi kegiatan penerapan teknik PRA yang lain.
G. Dokumentasi peta yang dihasilkan merupakan bahan acuan di kemudian hari. Jika peta dibuat di
atas tanah, maka perlu digambar kembali pada kertas. Pada saat menyalin peta, gambar dapat
dilengkapi dengan rincian tambahan, memberinya keterangan nama-nama tempat, pemberian
tanda untuk mata angain dan nama tempat /dusun.
H. Cantumkan pada sudut peta, peserta, pemandu, tempat dan tanggal dilangsungkannya diskusi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan teknik pemetaan:
Waktu. Pemetaan di atas tanah membutuhkan waktu cukup lama (sebaiknya tidak
lebih 3—4 jam), tergantung topik-topik yang didiskusikan. Pembuatan model/maket
akan membutuhkan waktu yang lebih lama jika bahan-bahan belum dipersiapkan oleh
tim pemandu sebelumnya.
Tempat. Persiapan yang lain adalah persiapan lokasi kegiatan. Untuk pemetaan di
atas tanah, siapkan tempat yang cukup luas, yang kira-kira dapat menampung jumlah
peserta diskusi. Tempat kegiatan sebaiknya cukup teduh dan datar, tidak berbatu agar
mudah digambar dan mudah diamati, dan tidak berair. Perlu dipertimbangkan juga
bahwa pembuatan peta di luar ruangan mungkin dapat terganggu oleh hujan, panas,
dan angin. Jangan lupa mengikutsertakan masyarakat dalam meilih lokasi.
17
Skala. Akan sangat baik jika peta yang dihasilkan dapat mendekati keadaan yang
sebenarnya. Namun, sebagai sarana diskusi, peta cukup dibuat sederhana saja. Skala
hanya diperkirakan saja, tidak perlu terlalu mutlak tetapi perbandingan cukup masuk
akal.
DIAGRAM VENN
1. Pengertian
Sumber informasi utama adalah warga masyarakat, terutama mereka yang secara
langsung atau tidak langsung mempunyai pengalaman yang menyangkut lembaga-
lembaga yang bersangkutan. Informasi dari masyarakat dapat dicek silang dengan
informasi dari pengelola lembaga yang bersangkutan. Sementara itu, data sekunder
dapat juga digunakan sebagai perbandingan.
18
2. Tujuan dan manfaat kajian bagan hubungan kelembagaan
b. Bagi orang luar. Kita bisa memahami cara masyarakat membuat urutan prioritas
terhadap kegiatan lembaga-lembaga tersebut dan penilaian mereka tentang
sumbangan yang diberikannya kepada masyarakat desa. Bagi lembaga luar yang
telah menyelenggarakan program, informasi yang terungkap dapat menjadi umpan
balik yang bermanfaat dalam memperbaiki pelayanan lembaganya pada
masyarakat; sedangkan bagi yang sedang menjajagi kemungkinan pengembangan
program, kajian ini menjadi bahan acuan bagi kemungkinan kerjasama dalam
membuat kegiatan.
PETA TRANSEK
A. Pengertian peta transek (transect mapping)
Secara harfiah, transek berarti gambar irisan muka bumi. Pada awalnya, transek
dipergunakan oleh para ahli lingkungan untuk mengenali dan mengamati wilayah-
wilayah ekologi (pembagian wilayah lingkungan alam berdasarkan sifat khusus
keadaannya). Dalam pendekatan partisipatif, teknik penelusuran lokasi (transek)
merupakan teknik PRA untuk melakukan pengamatan langsung lingkungan dan
sumberdaya masyarakat, dengan cara berjalan menelusuri wilayah desa mengikuti suatu
lintasan tertentu yang disepakati. Hasil pengamatan dan lintasan tersebut, kemudian
dituangkan ke dalam bagan atau gambar irisan muka bumi untuk didiskusikan lebih
lanjut.
19
Transek (Penelusuran Desa) merupakan teknik untuk memfasilitasi masyarakat dalam
pengamatan langsung lingkungan dan keadaan sumber-sumberdaya dengan cara berjalan
menelusuri wilayah desa mengikuti suatu lintasan tertentu yang disepakati. Dengan teknik
transek, diperoleh gambaran keadaan sumber daya alam masyarakat beserta masalah-
masalah, perubahan-perubahan keadaan dan potensi-potensi yang ada. Hasilnya digambar
dalam diagram transek atau 'gambaran irisan muka bumi.
Teknik Penelusuran Lokasi (Transek) adalah teknik PRA untuk melakukan
pengamatan langsung lingkungan dan sumber daya masyarakat, dengan cara berjalan
menelusuri wilayah desa mengikuti suatu lintasan tertentu yang disepakati. Hasil
pengamatan dan lintasan tersebut, kemudian dituangkan ke dalam bagan atau gambar
irisan muka bumi untuk didiskusikan lebih lanjut.
B. Jenis-jenis Transek
Berdasarkan jenis informasi (topik kajian), jenis transek mirip dengan pembuatan peta
desa:
1. Transek sumberdaya desa (umum)
Penelusuran desa adalah pengamatan sambil berjalan melalui daerah pemukiman
desa guna mengamati dan mendiskusikan berbagai keadaan. Keadaan-keadaan yang
diamati yaitu pengaturan letak perumahan dan kondisinya, pengaturan halaman
rumah, pengaturan air bersih untuk keluarga, keadaan sarana MCK, sarana umum
desa (sekolahan, toko, tiang listrik, gapura desa, puskesmas, lapangan olah raga, dsb),
juga lokasi kebun dan sumberdaya pertanian secara garis besar. Kajian transek ini
terarah terutama pada aspek-aspek umum pemukiman desa tersebut dan sarana-sarana
yang dimiliki desa; sedangkan keadaan sumberdaya alam dibahas secara garis
besarnya saja. Kajian ini akan sangat membantu dalam mengenal desa secara umum
dan beberapa aspek lainya dari wilayah pemukiman yang kurang diperhatikan.
2. Transek sumberdaya alam
Transek ini dilakukan untuk mengenal dan mengamati secara lebih tajam
mengenai potensi sumberdaya alam serta permasalahan-permasalahan-nya, terutama
sumberdaya pertanian. Seringkali, lokasi kebun dan lahan pertanian lainnya milik
masyarakat berada di batas dan luar desa, sehingga transek sumberdaya alam ini bisa
sampai ke luar desa. Informasi-informasi yang biasanya muncul antara lain:
a. Bentuk dan keadaan permukaan alam (topografi), termasuk kedalamnya adalah
kemiringan lahan, jenis tanah dan kesuburannya, daerah tangkapan air dan
sumber-sumber air (sungai, mata air, sumur).
b. Pemanfaatan sumberdaya tanah (tataguna lahan), yaitu untuk wilayah pemukiman,
kebun, sawah, ladang, hutan, bangunan, jalan, padang penggembalaan, dan
sebagainya.
c. Pola usahatani, mencakup jenis-jenis tanaman penting dan kegunaannya (tanaman
pangan, tanaman obat, pakan ternak, dsb), produktivitas lahan dan hasilnya, dan
sebagainya.
d. Teknologi setempat dan cara pengelolaan sumberdaya alam termasuk teknologi
tradisional misalnya teknologi penahan erosi dari batu, kayu; pemeliharaan ternak,
budidaya tanaman, sistem pengelolaan air, dan sebagainya.
e. Pemilikan sumberdaya alam, biasanya terdiri dari milik perorangan, milik adat,
milik desa, milik pemerintah/negara.
Kajian lebih lanjut yang dilakukan antara lain:
a. Kajian mata pencaharian yang memanfaatkan sumberdaya tersebut, baik oleh
pemilik maupun bukan.
20
b. Kajian mengenai hal-hal lain yang mempengaruhi pengelolaan sumberdaya,
seperti perilaku berladang dan tatacara adat dalam pengelolaan tanah, pengelolaan
air, peraturan memelihara ternak, upacara panen, dan sebagainya.
3. Transek Topik-topik lain
Transek juga bisa dilakukan untuk mengamati dan membahas topik-topik khusus,
seperti halnya dengan pembuatan peta desa. Misalnya, transek yang dilakukan khusus
untuk mengamati sarana kesehatan dan kondisi kesehatan lingkungan desa, transek
wilayah persebaran hama penyakit, atau transek khusus untuk mengamati sumber air
dan sistem pengelolaan aliran air irigasi, dan sebagainya.
C. Manfaat transek
Bagi orang dalam (masyarakat) penelusuran lokasi akan menimbulkan perasaan
senang karena mereka dapat memperkenalkan langsung pekerjaan, keadaan, pengetahuan
dan keterampilan mereka kepada sesama petani dan orang luar.
Bagi orang luar, transek dapat membantu untuk melihat dengan jelas mengenai
kondisi alam dan rumitnya sistem pertanian dan pemeliharaan sumberdaya alam yang
dijalankan oleh masyarakat. Selain itu kita dapat belajar tentang cara masyarakat dalam
memanfaatkan sumberdaya alam.
Dalam perencanaan program, transek dipergunakan untuk observasi langsung bagi
kegiatan penjajagan kebutuhan dan potensi, sedangkan dalam evaluasi program teknik ini
dapat dimanfaatkan untuk mengetahui fakta-fakta dan perubahan yang telah terjadi.
21
D. Tujuan transek
Tujuan transek (penelusuran lokasi) adalah untuk memfasilitasi masyarakat agar
mendiskusikan keadaan sumberdaya-sumberdaya dengan cara mengamati langsung hal
yang didiskusikan di lokasinya. Hal-hal yang biasanya didiskusikan adalah:
1. Masalah-masalah pemeliharaan sumberdaya pertanian, seperti erosi, kurangnya
kesuburan tanah, hama dan penyakit tanaman, pembagian air, penggundulan hutan,
dan sebagainya.
2. Potensi-potensi yang tersedia.
3. Pandangan dan harapan-harapan para petani mengenai keadaan-keadaan tersebut.
4. Hal lain yang disesuaikan dengan jenis transek dan topik bahasan yang dipilih untuk
diamati.
E. Langkah-langkah transek
1. Persiapan
Persiapan pelaksanaan kegiatan transek yang sebaiknya secara khusus
diperhatikan adalah mempersiapkan tim dan masyarakat yang akan ikut, termasuk
menentukan kapan dan dimana akan berkumpul. Juga dipersiapkan berbagai alat
tulis, kertas lebar (kertas plano), karton warna-warni, kertas berwarna, lem, spidol
berwarna, dan bekal makanan minuman secukupnya.
Peserta terdiri dari tim PRA dan masyarakat, biasanya terdapat anggota
masyarakat yang menjadi penunjuk jalan. Tim PRA sebaiknya memiliki anggota atau
narasumber yang memahami hal-hal yang sudah diperkirakan akan dikaji dalam
kegiatan transek ini, terutama masalah-masalah teknis pertanian.
2. Pelaksanaan
a. Sebelum berangkat, bahas kembali maksud dan tujuan kegiatan penelusuran lokasi
serta proses kegiatan yang akan dilakukan.
b. Sepakati bersama peserta, lokasi-lokasi penting yang akan dikunjungi serta topik-
topik kajian yang akan dilakukan. Setelah itu sepakati lintasan penelusuran.
c. Sepakati titik awal perjalanan (lokasi pertama), biasanya diambil dari titik terdekat
dengan kita berada pada saat itu.
d. Lakukan perjalanan dan amati keadaan di sepanjang perjalanan. Biarkan petani
(masyarakat) menunjukkan hal0hal yang dianggap penting untuk diperlihatkan
dan dibahas keadaannya. Diskusikan keadaan sumberdaya tersebut dan amati
dengan seksama.
e. Buatlah catatan-catatan hasil diskusi di setiap lokasi (tugas anggota tim PRA).
3. Setelah perjalanan
Bisa saja selama berhenti di lokasi-lokasi tertentu, gambar bagan transek dibuat
untuk setiap bagian lintasan yang sudah ditelusuri, namun yang sering terjadi adalah
pembuatan bagan setelah seluruh lintasan ditelusuri. Langkah-langkah kegiatannya
adalah sebagai berikut:
a. Jelaskan cara dan proses membuat bagan.
b. Sepakati lambang atau simbol-simbol yang akan dipergunakan untuk menggambar
bagan transek. Catat simbol-simbol tersebut beserta artinya di sudut kerta.
Pergunakan spidol berwarna agar jelas dan menarik.
c. Mintalah masyarakat untuk menggambarkan bagan transek berdasarkan hasil
lintasan yang telah dilakukan. Buatlah dengan bahan atau cara yang mudah
diperbaiki atau dihapus karena akan banyak terjadi koreksi.
22
d. Selama penggambaran, tim PRA mendampingi karena pembuatan irisan ini cukup
sulit terutama mengenai: perkiraan ketinggian (naik turun permukaan bumi),
perkiraan jarak antara satu lokasi dengan lokasi lain.
e. Pergunakan hasil gambar transek tersebut untuk mendiskusikan lebih lanjut
permasalahan, potensi, serta harapan-harapan masyarakat mengenai semua
informasi bahasan.
f. Buatlah catatan-catatan hasil diskusi tersebut (tugas anggota tim PRA).
g. Cantumkan nama-nama atau jumlah peserta, pemandu, tanggal dan tempat
pelaksanaan diskusi.
23
Contoh Peta Transek
RANGKING KESEJAHTERAAN
A. Rangking Kesejahteraan
Salah satu teknik analisis yang bisa diterapkan secara luas adalah membanding-bandingkan
berbagai aspek dari sejumlah topik serta menyusun peringkatnya. Matriks rangking ini dirancang
khusus untuk melakukan pilihan-pilihan dari sejumlah hal secara lebih cermat, terutama apabila
melakukan pilihan-pilihan kegiatan program.
Ranking Kesejahteraan merupakan suatu teknik PRA yang sangat berguna dalam
mengidentifikasi tingkatan kesejahteraan dalam satu wilayah (dusun/ desa). Ranking Kesejahteraan
memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan kriteria-kriteria terhadap kesejahteraan
masyarakat serta menilai perbedaan-perbedaan dalam kesejahteraan di wilayah mereka. Melalui
metode ini dapat diperoleh suatu gambaran tentang perbedaan-perbedaan kesejahteraan
masyarakat dan dapat membantu lembaga untuk mengidentifikasi kelompok sasaran suatu program.
Teknik pembuatan bagan peringkat adalah teknik untuk mengkaji sejumlah topik dengan
memberi nilai pada masing-masing aspek kajian, berdasarkan sejumlah kriteria perbandingan.
Kriteria perbandingan tersebut berdasarkan pendapat masyarakat sehingga sesuai dengan keadaan
setempat. Biasanya yang dibandingkan adalah topik-topik bahasan terpenting yang perlu
dipertimbangkan untuk pengembangan kegiatan-kegiatan.
24
Teknik ini sesungguhnya lebih merupakan cara analisis daripada untuk mengumpulkan
informasi. Oleh karenanya, kegiatan ini biasanya dilakukan untuk melengkapi kajian oleh teknik-
teknik lainnya. Informasi-informasi yang dikaji ditentukan berdasarkan keperluan tertentu.
B. Tujuan
a. Mengklasifikasi jumlah penduduk ke dalam kategori tingkatan tertentu (seperti kaya, miskin,
menengah) menurut kriteria khusus setempat dan sesuai istilah di komunitas tersebut.
b. Mengidentifikasi kriteria setempat mengenai kemiskinan dan memahami alasan-alasan
dikemukakannya kriteria-kriteria tersebut.
c. Menghitung tingkat kesejahteraan masing-masing rumah tangga dari tingkat kampung sampai
desa.
d. Hasil klasifikasi kesejahteraan digunakan untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok yang akan
terlibat dalam diskusi kelompok terfokus (FGD), untuk pemetaan akses orang miskin terhadap
sarana–sarana umum dan sumberdaya yang ada serta diskusi kajian mendalam selanjutnya.
e. Mengetahui proporsi masing-masing tingkatan/kategori menurut masyarakat.
D. Langkah-langkah
1. Menjelaskan tujuan, alur proses, waktu yang dibutuhkan dalam pengkajian
2. Mengidentifikasi indikator /aspek yang berpengaruh terhadap Kesejahteraan.
Langkah awal pengkajian difokuskan pada, “Bagaimana masyarakat membedakan antara
rumah tangga dalam komunitas desa mereka”. Para peserta diminta menyampaikan
pendapatnya mengenai hal-hal apa saja yang membedakan tingkat kehidupan satu rumah
tangga dengan rumah tangga lainnya di desa. Jawaban-jawaban peserta didiskusikan dan
dibahas melalui pemetaan pemikiran yang menghasilkan kriteria tingkatan kesejahteraan
berdasarkan indikator setempat.
25
3. Menyusun pembobotan terhadap indikator/ aspek yang telah teridentifikasi.
4. Menyusun kelompok ciri-ciri pembeda pada setiap indikator/aspek
Dari berbagai indikator yang telah disepakati, kelompok diskusi kemudian menyusun
pembobotan berdasarkan pengaruh paling besar terhadap pandangan tingkat kesejahteraan
penduduk sesuai kondisi lokal.Pengaruh yang paling besar diberi bobot tertinggi sedangkan
indikator yang memiliki pengaruh paling kecil diberi bobot yang terendah.
5. Menetapkan penilaian terhadap setiap kelompok ciri-ciri pembeda
Pada setiap indikator, kelompok diskusi kemudian menyusun ciri-ciri pembeda untuk
penetapan strata setiap indikator yang dimunculkan.Hal ini dimaksudkan untuk memberi
pertimbangan dalam pemberian nilai sesuai kondisi setiap rumah tangga.
6. Menetapkan rentang nilai untuk rumah tangga sangat miskin, miskin, sedang dan kaya.
7. Setelah semua indikator dan ciri-ciri pembeda setiap indikator dibobot, selanjutnya dilakukan
penilaian untuk menetapkan rentang nilai bagi rumah tangga sangat miskin, miskin, sedang dan
kaya dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menghitung skor tertinggi (jumlah keseluruhan skor tertinggi ciriciri pembeda dari
setiap indikator) dan menghitung skor terendah (jumlah keseluruhan skor terendah
ciri-ciri pembeda dari setiap indikator)
b. Hasil skor tertinggi dikurangi hasil skor terendah kemudian dibagi empat (4) (angka
4 diambil dari empat tingkatan peringkat kesejahteraan yaitu: Sangat Miskin,
Miskin, Sedang dan Kaya). Dengan demikian didapatkanlah jumlah nilai standar
yang digunakan dalam rangka menentukan rentang nilai antara rumah tangga sangat
miskin, miskin, sedang dan kaya.
8. Membuat kesepakatan untuk matrik peringkat kesejahteraan sebelum melakukan sensus pada
setiap rumah tangga, maka pleno desa dilakukan untuk mendapatkan kesepakatan atas Matrik
Peringkat Kesejahteraan yang kemudian akan menjadi pedoman dalam melakukan penetapan
kondisi tingkat kesejahteraan setiap rumah tangga
9. Fasilitator menjelaskan bahwa peringkat kesejahteraan keluarga yang telah dihasilkan akan
dipakai untuk melakukan sensus sosial keseluruh rumah tangga.Olehnya itu dibangunlah
kesepakatan untuk menyepakati agenda untuk merumuskan format sensus bersama
Pemerintah Desa.
10.Sebelum mengakhiri sesi ini,dipersilahkan salah seorang peserta untuk memberikan apresiasi
dan hikmah pembelajaran terkait dengan peringkat kesejahteraan yang telah dihasilkan.
Definisi lain, FGD adalah salah satu teknik dalam mengumpulkan data kualitatif; di mana
sekelompok orang berdiskusi dengan pengarahan dari seorang
fasilitator atau moderator mengenai suatu topik
(http://www.enolsatoe.org/content/view/15/33/).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa FGD adalah salah satu teknik pengumpulan data
kualitatif yang didesain untuk memperoleh informasi keinginan, kebutuhan, sudut pandang,
kepercayaan dan pengalaman peserta tentang suatu topik, dengan pengarahan dari seorang
fasilitator atau moderator. Berikut beberapa hal yang
berkaitan dengan teknik pengumpulan data kualitatif
melalui FGD.
26
B. Tujuan
Tujuan FGD adalah untuk mengeksplorasi masalah yang spesifik, yang berkaitan
dengan topik yang dibahas. Teknik ini digunakan dengan tujuan untuk menghindari
pemaknaan yang salah dari peneliti terhadap masalah yang diteliti. FGD digunakan untuk
menarik kesimpulan terhadap makna-makna intersubjektif yang sulit diberi makna sendiri
oleh peneliti karena dihalangi oleh dorongan subjektivitas peneliti (Kresno S. dkk., 1999).
C. Karakteristik
a) Peserta memiliki kesamaan ciri, tidak saling mengenal
Jumlah peserta dalam kelompok cukup 7–10 orang, namun dapat diperbanyak hingga 12
orang, sehingga memungkinkan setiap individu untuk mendapat kesempatan mengeluarkan
pendapatnya serta cukup memperoleh pandangan anggota kelompok yang bervariasi (Krueger,
1988). Jumlah peserta yang lebih besar, sebenarnya juga bisa memberi keuntungan lain, yaitu
memperluas sudut
pandang dan pengalaman peserta yang mungkin muncul. Namun walaupun jumlah peserta tidak
banyak dan waktu untuk mengemukakan pendapat tidak dibatasi, peserta mempunyai batasan
waktu tertentu dalam berbicara karena fokus perhatian tidak hanya pada satu responden melainkan
seluruh peserta. Inilah yang membedakan teknik pengumpulan data kualitatif FGD dengan teknik
wawancara one by one.
Peserta harus mempunyai ciri-ciri yang sama atau homogen. Cir i- cir i yang sama ini
ditentukan oleh tujuan atau topik diskusi dengan tetap menghormati dan memperhatikan
perbedaan ras, etnik, bahasa, kemampuan baca-tulis, penghasilan dan gender (Krueger, 1988).
Sebagai contoh, petugas Puskesmas ingin mengetahui mengapa para ibu yang memiliki anak balita
tidak menggunakan Posyandu. Maka
ciri-ciri yang sama yang harus dipilih sebagai peserta adalah ibu-ibu balita yang tidak pernah
mengunjungi Posyandu. Semakin homogen peserta, semakin mereka dapat berkomunikasi dengan
bebas, tanpa rasa takut atau segan, serta tetap fokus terhadap topik yang didiskusikan.
Kemungkinan terjadinya kondisi di mana ada peserta terpinggirkan akan berkurang dengan
kehomogenan
Peserta idealnya terdiri dari orang-orang yang tidak saling mengenal. Jika sulit dilakukan,
minimal tidak memasukkan orang yang selalu melakukan interaksi sehari-hari secara teratur.
Demikian juga antara fasilitator dan peserta sebaiknya tidak saling
mengenal. Hal ini berkaitan dengan analisa data, yaitu apakah hasil FGD berkaitan sepenuhnya
dengan materi yang didiskusikan atau ternyata pendapat peserta telah dipengaruhi akibat adanya
interaksi di antara mereka sebelumnya. Orang yang bertugas menganalisa tidak dapat mengisolasi
faktor-faktor apa yang memengaruhi peserta (Krueger, 1988)
27
c) Menggunakan topik terfokus
Topik diskusi ditentukan terlebih dahulu dan diatur secara berurutan. Pertanyaan
diatur sedemikian rupa sehingga dimengerti oleh peserta diskusi (Krueger, 1988). Topik penelitian
yang tidak dapat dilakukan yaitu topik penelitian yang mempelajari preferensi manusia (seperti
bahasa, sarana diseminasi, pesan kunci, dan sebagainya), topik yang menjelaskan bagaimana
pengertian dan penerimaan kelompok masyarakat terhadap suatu hal, serta topik penelitian yang
bertujuan untuk menggali respons individu (untuk informasi kuantitatif). Sebaliknya wawancara one
by one lebih tepat untuk hal ini
D.PELAKSANAAN
a) Waktu
Biasanya FGD dilangsungkan selama 60–120 menit dan dapat dilakukan beberapa kali (Krueger,
1988).Frekuensi tergantung pada kebutuhan penelitian, sumber dana, kebutuhan pembaharuan
informasi, serta seberapa mampu dan cepat pola peserta terbaca. Jika respons yang terjadi telah
jenuh, artinya tidak ada yang terbarukan, maka jumlah sesi bisa diakhiri. Sesi yang pertama kali
biasanya lebih lama jika dibandingkan sesi berikutnya karena semua informasi masih baru.
Disarankan paling tidak harus ada dua sesi dalam satu babak FGD
b)Tempat
Tempat harus netral, maksudnya suatu tempat yang memungkinkan partisipan dapat
mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Contoh, FGD tentang pelayanan Posyandu tidak tepat jika
dilaksanakan di mana pelayanan Posyandu biasanya dilakukan, karena dapat menimbulkan rasa
takut partisipan untuk mengemukakan pendapat atau penilaiannya secara jujur
c)Langkah-langkah / Metodologi
1.Persiapan FGD
Fasilitator dan pencatat harus datang tepat waktu sebelum peserta datang. Fasilitator dan
pencatat (notulen) sebaiknya bercakap-cakap secara informal dengan peserta, sekaligus mengenal
nama peserta dan yang menjadi perhatian fasilitator maupun pencatat. Sebelum FGD dilaksanakan
perlu ada persiapan-persiapan sebagai berikut (Krueger, 1988):
a. Menentukan jumlah kelompok FGD
Untuk menentukan jumlah kelompok yang dibutuhkan perlu ditetapkan terlebih dahulu
hipotesa topik yang akan diteliti. Misalnya apakah jenis kelamin, umur, pendidikan, status sosial
ekonomi penting bagi topik penelitian. Pedoman dalam menentukan jumlah kelompok:
Minimal 2 kelompok pada tiap kategori. Misalnya melaksanakan 2 kelompok
pada tiap-tiap segmen populasi, seperti kelompok pengguna Posyandu dan
kelompok non pengguna, kelompok laki-laki dan kelompok wanita. Hal ini
dilakukan karena tiap segmen dianggap berbeda perilaku dan sifatnya.
Bahasan kelompok bervariasi. Misalnya menilai mutu pelayanan kesehatan,
maka tanggapan dari kelompok kedua akan membiaskan tanggapan dari
kelompok pertama. Demikian pula bila ada kelompok ketiga dan seterusnya.
Sampai tidak ada informasi baru. Perlu dilaksanakan pada beberapa kelompok
sampai diperoleh informasi yang secara umum sejalan dengan sebelumnya.
Bila dari 2 kelompok diperoleh informasi yang berbeda maka perbedaan
tersebut perlu ditelusuri pada beberapa kelompok lagi, sampai informasi yang
diperoleh dapat dimengerti dan digunakan.
Ada makna dalam letak geografis. Bila letak geografis memberikan perbedaan
pandangan, gaya hidup, perilaku maupun angka kesakitan maka perlu
dilakukan di tiap wilayah geografis
28
Kelas sosial. Dalam satu kelompok sebaiknya peserta mempunyai status
sosial yang sama untuk menghindari terjadinya ketimpangan. Peserta dengan
status sosial lebih tinggi cenderung lebih dominan daripada yang status
sosialnya rendah.
Status hidup. Peserta yang mempunyai status hidup yang berbeda, seperti
umur, status perkawinan, sebaiknya tidak disatukan dalam satu kelompok
karena pengalaman yang berbeda akan memberikan informasi yang berbeda
pula.
Status spesifik tertentu. Status spesifik tertentu yang berhubungan dengan
tujuan penelitian seperti peserta KB dan non peserta KB yang melaksanakan
ANC di tenaga kesehatan dan ANC di non tenaga kesehatan, tidak boleh
disatukan ke dalam satu kelompok karena akan memberikan tanggapan yang
berbeda terhadap suatu masalah.
Tingkat keahlian. Peserta yang memiliki tingkat keahlian maupun pengalaman
yang berbeda terhadap sesuatu sebaiknya tidak disatukan dalam satu kelompok
karena akan memengaruhi tanggapan mereka terhadap sesuatu masalah.
Perbedaan budaya. Peserta dengan perbedaan budaya sebaiknya tidak
disatukan dalam satu kelompok, karena budaya yang dianutnya biasanya akan
memengaruhi sikap dan perilakunya terhadap topik yang didiskusikan.
Jenis kelamin. Apabila topik diskusi berkaitan dengan jenis kelamin maka
peserta harus dipisahkan. Namun jika tidak, maka peserta pria dan wanita
dapat disatukan dalam satu kelompok FGD.
Mendatangkan rasa aman. Lokasi harus dipilih di tempat di mana peserta merasa aman
untuk berbicara dan berpendapat karena tidak diamati oleh orang di luar kelompok
Nyaman. Pilih tempat yang nyaman bagi peserta, dalam arti tidak terlalu sempit dan
panas, sehingga mengganggu jalannya diskusi.
Lingkungan yang netral. Jangan pilih tempat yang dapat memengaruhi tanggapan
peserta, sehingga tanggapan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dirasakannya.
Hindari tempat yang menimbulkan suasana intimidasi.Contoh, bila ingin mendiskusikan
masalah kualitas pelayanan kesehatan maka jangan dilakukan di tempat pelayanan,
seperti Puskesmas, Rumah Sakit, dan lain-lain.
Mudah dicapai peserta. Sebaiknya dilakukan di tempat yang lokasinya tidak terlalu jauh
dari tempat tinggal peserta, karena faktor kelelahan dapat memengaruhi tanggapan
peserta. Pilih tempat yang mudah dijangkau alat transportasi, dan jika perlu sediakan
tempat penitipan anak agar peserta yang punya anak dan tak bisa ditinggalkan, bersedia
datang
One way mirror screen. Di negara-negara maju, FGD dilaksanakan di ruang kaca satu
arah, di mana selama diskusi berlangsung dapat diobservasi oleh pihak luar (dalam hal
ini peneliti) tanpa diketahui oleh peserta diskusi sehingga tidak memengaruhi tanggapan
yang diberikan.
29
d.Pengaturan Tempat Duduk
Tempat duduk diatur sedemikian rupa sehingga peserta terdorong mau berbicara.Sebaiknya
peserta duduk dalam satu lingkaran bersamasama fasilitator.Pencatat biasanya duduk di luar
lingkaran. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengatur tempat duduk adalah:
Hindari pengurutan status. Urutan duduk peserta sebaiknya dilakukan secara acak,
sehingga tidak memengaruhi tanggapan peserta.
Memungkinkan fasilitator bertatap mata dengan peserta. Hal ini penting dilakukan
untuk mengendalikan kelompok, mendorong peserta pemalu dan pendiam serta
membatasi peserta dominan.
Jarak yang sama antara fasilitator dengan tiap peserta. Hal ini dimaksudkan untuk
mendorong interaksi dan perasaan sebagai bagian dari kelompok, sehingga seluruh
peserta bisa berperan aktif dalam diskusi
e. Menyiapkan undangan
Agar FGD memperoleh hasil yang baik, peserta FGD harus homogen yaitu mempunyai
persamaan jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain.Pada waktu mengundang
peserta, ada beberapa yang perlu diperhatikan yaitu:
Menjelaskan kepada calon peserta mengenai lembaga yang mengadakan penelitian
dan tujuannya. Namun peserta tidak perlu tahu secara mendetail perihal topik yang
akan didiskusikan sebelum dimulai agar peserta tidak membuat opini sebelum
memasuki sesi. Hal ini tidak berlaku untuk yang bertujuan mendapatkan
feedbackterhadap pengetahuan peserta, contohnya peserta yang menjalankan fungsi
sebagai mediator atau provider
30
Menjelaskan rencana dan meminta calon peserta untuk berpartisipasi. Menyebutkan
juga beberapa orang yang telah bersedia ikut serta agar calon peserta lain ikut
berpartisipasi.
Memberitahukan tanggal, waktu, tempat dan lamanya pertemuan.
Apabila seseorang tidak mau atau tidak dapat datang, maka tekankan pentingnya
kontribusi orang tersebut. Dan jika tetap menolak maka ucapkan terima kasih.Jika
orang tersebut mau datang maka beritahukan kembali tentang hari, jam, tempat dan
pentingnya berpartisipasi.
f. Menyiapkan fasilitator
Fasilitator haruslah seorang yang peka, serta perhatian terhadap adanya perbedaan peserta
dalam sebuah kelompok. Jika memungkinkan, fasilitator dipilih seorang yang secara
demografimempunyai kesamaan dengan peserta (etnis, usia, penghasilan, gender, dan lain-lain)
Standar minimal yang perlu dikuasai oleh asilitator adalah tujuan dan topik sehingga
mampu memahami diskusi yang berlangsung dan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan lanjutan.
Kemampuan fasilitator dalam membaca bermacam-macam respons peserta, dengan tetap menjaga
agar diskusi tetap pada jalurnya, juga
sangat penting. Fasilitator bisa berasal dari tenaga profesional (dengan menggaji seorang fasilitator
yang sudah terlatih), atau salah seorang tim peneliti yang dianggap mampu. Fasilitator profesional
adalah fasilitator yang telah dilatih untuk mampu menjaga netralitas, tidak menghakimi, dan
memimpin diskusi serta memberi pertanyaan secara jelas tapi ringkas. Langkah-langkah yang perlu
diperhatikan jika memakai fasilitator profesional adalah sebagai :
Temui calon fasilitator untuk mengetahui kemampuan interpersonal dan tingkah
lakunya. Kepribadian fasilitator dapat memengaruhi respons peserta. Apakah calon
fasilitator bijaksana dan ramah, apakah orang ini pendengar dan penanya yang baik?
Sedapat mungkin dengarkan hasil rekaman baik audio atau video sesi FGD yang
pernah dipimpin oleh calon fasilitator tersebut.
Lihatlah salinan laporan singkat maupun tuntunan wawancara yang telah dibuat oleh
fasilitator dalam FGD terdahulu.
Jika tidak ada dana untuk menggaji seorang profesional, fasilitator dapat direkrut dari tim peneliti
yang telah mempunyai pengalaman sebagai fasilitator. Kuncinya adalah: pilih seorang yang mampu
bersikap objektif dan tidak defensif saat berbicara dengan orang lain. Peranan fasilitator adalah
sebagai berikut:
Menjelaskan tentang topik diskusi.
Memahami topik diskusi sehingga dapat menguasai pertanyaan. Seorang fasilitator
tidak perlu seorang ahli yang berkaitan dengan topik diskusi.
Melakukan pendekatan kepada peserta sehingga peserta terdorong untuk
mengeluarkan pendapatnya. Fasilitator yang mempunyai rasa humor menjadi nilai
plus dalam memimpin sebuah FGD
Mampu mengarahkan kelompok, bukan sebaliknya.
Bertugas mengajukan pertanyaan dan tetap netral terhadap jawaban peserta.
Memastikan kepada peserta bahwa tidak ada jawaban mereka yang benar atau salah.
Tidak boleh memberikan persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap jawaban yang
akan memengaruhi pendapat peserta.
Mengamati peserta dan tanggap terhadap reaksi para peserta. Mendorong semua
peserta untuk berpartisipasi dan tidak membiarkan sejumlah individu memonopoli
diskusi. Perlu disadari bahwa dinamisitas sebuah kelompok bisa menimbulkan
dampak tak terprediksi bagi peserta. Sebagai contoh, seorang peserta yang dominan,
bisa menjadikan peserta lain malas berbicara. Contoh lain adalah sebuah komentar
jujur peserta, ternyata dapat memancing peserta lain untuk memberikan respons
yang lebih jujur lagi
31
Menciptakan hubungan baik dengan peserta sehingga dapat menggali jawaban dan
komentar yang lebih dalam.
Fleksibel dan terbuka terhadap saran, perubahan mendadak dan lain-lain.
Mengamati komunikasi non verbal (gerakan tangan, perubahan raut wajah) antar
peserta dan tanggap terhadap hal tersebut.
Hati-hati terhadap nada suara dalam mengajukan pertanyaan. Peserta akan merasa
tidak senang apabila nada suara fasilitator memperlihatkan ketidaksabaran, dan tidak
bersahabat.
Mengusahakan tidak ada interupsi dari luar pada waktu FGD berjalan.
Menganalisa data dengan menggunakan proses induktif
Fasilitator juga bertugas memberikan laporan tertulis yang secara singkat berisi temuan-temuan
meliputi pengertian, tren, pola dan tema yang muncul selama diskusi.Potongan-potongan komentar
peserta dapat digunakan untuk menggambarkan ide-ide yang muncul selama FGD. Jadi tugas
fasilitator bukan sekedar menghubungkan pendapat/opini peserta melainkan menyampaikan
32
4. Menjelaskan bahwa pertemuan tersebut tidak bertujuan untuk memberikan
ceramah tetapi untuk mengumpulkan pendapat dari peserta. Tekankan bahwa
fasilitator ingin belajar dari para peserta.
5. Menekankan bahwa fasilitator membutuhkan pendapat dari semua peserta dan
sangat penting, sehingga diharapkan semua peserta bebas mengeluarkan
pendapat
6. Menjelaskan bahwa pada waktu fasilitator mengajukan pertanyaan, jangan
berebutan menjawab pada waktu yang bersamaan.
7. Memulai pertemuan dengan mengajukan pertanyaan yang sifatnya umum, yang
tidak berkaitan dengan topik diskusi
33
pesatnya pengetahuan dan teknologi yang membuat remaja semakin mudah untuk mengakses
informasi mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas dari berbagai media sesuai dengan
kebutuhannya. Namun sayangnya, informasi yang diberikan oleh media tersebut belum tentu benar.
Salah satu hasil penelitian tahun 2006 menyebutkan bahwa pelayanan KRR di Puskesmas masih
belum maksimal, dan salah satu penyebabnya adalah kurangnya respons siswa SMP maupun SMA
terhadap pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja
di Puskesmas. Hal ini karena kurangnya kesadaran remaja terhadap kesehatan reproduksi (Paramita
A. dkk, 2006).Dengan demikian, penyelesaian masalah kurang maksimalnya pelayanan KRR di
Puskesmas ini bukan hanya menjadi tanggung jawab petugas Puskesmas namun juga perlu adanya
pemberdayaan masyarakat, khususnya pada kelompok remaja sebagai sasaran pelayanan KRR.
Kegiatan pemberdayaan ini dapat berupa kegiatan diskusi untuk mendapatkan data-data respons
remaja terhadap keberadaan pelayanan KRR serta model pelayanan yang diharapkan.Untuk
menyelesaikan masalah kurang maksimalnya pelayanan KRR di Puskesmas maka
diperlukan penelitian untuk menggali data sebanyakbanyaknya yang berkaitan dengan faktor
penyebab masalah. Untuk itu akan dilakukan teknik FGD guna
menggali data yang diperlukan. Berikut adalah tahap-tahap pelaksanaannya:
a.Bagian pertama
Beberapa menit pertama begitu FGD dimulai, merupakan saat yang kritis. Dalam waktu yang
singkat, fasilitator harus dapat menciptakan suasana nyaman untuk mengungkapkan pendapat
namun penuh pemikiran. Sesudah memberikan penjelasan
tentang tujuan FGD dan apa yang akan dikerjakan, sangat penting untuk membuat pertanyaan
terbuka untuk mendorong terjadinya diskusi/debat. Untuk tujuan ini, fasilitator bisa presentasi atau
menampilkan visualisasi pada layar lebar tentang KRR.Kemudian, berikan pertanyaan untuk
memancing peserta mendiskusi presentasi yang baru saja diberikan.Pada tahap ini fasilitator bisa
menanyakan beberapa pertanyaan tentang apa itu KRR, seputar permasalahan KRR yang ada,
pengetahuan tentang adanya fasilitas pelayanan KRR yang sudah ada, dan lain-lain. Beberapa contoh
pertanyaan:
1. Apa yang anda ketahui tentang KRR?
2. Permasalahan apa saja yang dijumpai sehari-hari sehubungan dengan KRR?
34
3. Apakah anda tahu bahwa ada fasilitas pelayanan KRR di Puskesmas A? Pernahkah
berkunjung ke sana, jika tidak kenapa?
4. Dan seterusnya
b.Bagian kedua
Bagian kedua bertujuan untuk mengeksplorasi aspek atau menjawab tujuan penelitian.Beberapa
contoh per tanyaan yang bisa diber ikan antara lain:
1. Apakah pelayanan KRR memang ada gunanya. Jika ya, kenapa?(kegunaan/fungsi
berguna untuk mengerti kebutuhan pengguna) Apakah anda tertarik jika ada informasi
tentang KRR maupun pelayanan KRR?
2. Menurut anda apakah jenis pelayanan KRR yang ada di puskesmas A sudah cukup
menampung permasalahan KRR yang ada?
3. Apakah anda pernah memanfaatkan pelayanan KRR tersebut? Jika ya, bagaimana
pelayanannya dan apa manfaat yang anda dapatkan? Jika tidak, mengapa?
4. Apakah ada pihak lain, selain puskesmas, yang menyelenggarakan pelayanan
semacam ini?
5. Apa saran anda untuk lebih mengenalkan masalah KRR pada remaja?
6. Apa saran anda mengenai pelayanan KRR agar lebih baik?
7. Apakah anda mempunyai ide bagaimanakah metode yang harusnya dijalankan agar
KRR maupun fasilitas pelayanan KRR lebih efektif?
Setiap pertanyaan di atas, dapat dikembangkan lebih lanjut tergantung pada jawaban yang
diberikan oleh peserta. Melalui teknik FGD, dapat diperoleh data faktor penyebab masalah
rendahnya kunjungan remaja terhadap pelayanan kesehatan reproduksi di puskesmas, pelayanan
kesehatan reproduksi yang dibutuhkan masyarakat, serta potensi yang dimiliki remaja agar angka
kunjungan remaja terhadap pelayanan kesehatan reproduksi remaja di puskesmas dapat meningkat.
35
2. Jenis Wawancara Semi Terstruktur
a. Wawancara Individu
1) Wawancara informan kunci : dilakukan jika dibutuhkan kajian dengan
sumber informasi yang dianggap dimiliki oleh sumber informasi khusus.
Informan kunci adalah orang yang dianggap pengalaman dan memiliki
pengetahuan yang luas mengenai sesuatu. Informan kunci tersebut misalnya
orang luar yang sudah lama tinggal seperti guru, dokter, pendatang lain,
dsb, Sesepuh/tetua, pejabat desa atau mereka yang memiliki kedudukan
ditengah masyarakat, atau masyarakat yang terlibat aktif dalam berbagai
kegiatan/organisasi
2) Wawancara perorangan pilihan yaitu orang tertentu yang dapat dianggap
mewakili kelompok masyarakat tertentu misal seorang dokter, seorang
bidan, seorang perawat, dan sebagainya, hasilnya disebut profil perorangan.
b. Wawancara Keluarga
1) Wawancara keluarga tenaga kesehatan dilakukan untuk mengkaji berbagai
aspek kehidupan seorang keluarga tenaga kesehatan, hasilnya disebut Profil
Keluarga tenaga kesehatan.
2) Yang disebut keluarga adalah keluarga inti (ayah,ibu,anak) atau keluarga
besar. Rumah tangga adalah unit pengelolalaan perekonomian didalam
keluarga.
c. Wawancara Kelompok
1) Wawancara dilakukan untuk membahas sejumlah topik informasi yang
telah ditetapkan didalam pedoman wawancara tetapi dibahas dan
didiskusikan dalam kelompok
2) Hal yang didiskusikan tergantung dari kebutuhan informasi biasanya untuk
mencek (triangulasi)
36
c) Pertanyaan ambigu
d) Pertanyaan yang terlalu cepat dan melompat lompat dari satu topik ke topik
lain
e) Pertanyaan yang terlalu banyak dan disampaikan pada waktu yang
bersamaan.
e. Penilaian dan pengecakan silang respon respon
1) Kemampuan untuk menilai informasi yang diberikan
2) Pewawancara tidak begitu saja menerima jawaban / respon pertama dari yang
diwawancarai
f. Rekaman wawancara
2) Sangat penting. Seringkali banyak informasi penting yang hilang karena
kesalahan dalam membuat catatan , dan terlalu memfokuskan hal hal yang
kurang penting
i. Tinjauan kritis
1) Setelah wawancara selesai penting untuk menilai secara kritis kemampuan kita
sebagai pewawancara. Apakah kita sudah mampu menyampaikan pertanyaan
dengan baik, mudahkah dipahami oleh orang lain, apakah bahasa tubuh kita juga
berdampak positif terhadap orang yang diwawancarai?
j. Strategi Wawancara
1) Berkaitan dengan pengambilan keputusan dan aktivitas yang mengatur hubungan
dua orang ( iter dan itee )
2) Berisi tentang semua keputusan yang dibuat sebelum iter mendatangi /
berhadapan dengan subjek
4. Langkah-Langkah Penerapan
a. Persiapan
1) Menyusun Pedoman wawancara ( pedoman disusun sesuai topik kajian)
Daftar topik-topik pertanyaan hanya sebagai bahan acuan
2) Memilih keluarga/rumahtangga yang akan diwawancara
Keluarga yang mewakili berbagai keadaan dimasyarakat misal berbagai
tingkat ekonomi.
3) Keluarga yang lengkap dan yang tidak lengkap
b. Pelaksanaan Wawancara
1) Menyepakati dan mengatur waktu dengan keluarga yang akan diwawancara
2) Pewawancara menjelaskan maksud kegiatan secara sederhana tetapi jelas
3) Amati keadaan sekitar untuk membantu mengetahui tarf kesejahteraannya
4) Lakukan obrolan pendahuluan, biasanya tentang kebunnya
5) Lanjutkan wawancara dari satu topik ketopik lain dengan menggunakan
pedoman wawancara
6) Jawaban petani untuk mengembangkan topik obrolan
7) Gunakan pertanyan yang dapat memancing pendapat mereka tentang
berbagai hal
8) Buat catatan proses dan hasil wawancara secara cermat
9) Cantumkan nama responden,pewawancara, tempat dan tanggal wawancara
37
Menurut max weber dan zanden (1988), mengemukakan pandangan
multidimensional tentang stratifikasi masyarakat yang mengidentifikasi adanya 3
komponen di dalamnya, yaitu : kelas (ekonomi), status (prestise) dan kekuasaan.
kelas (ekonomi) akan membedakan kelompok masyarakat satu dengan yang lain
apabila ditinjau dari tingkat pendapatan dan kekayaan. status bergantung pada
keberadaan bagaimana seseorang dilihat atau dinilai.
Sedangkan kekuasaan menurut thio (1989) adalah kemampuan seseorang untuk
meminta orang lain melakukan sesuatu yang tidak dapat dikerjakan olehnya. biasanya
yang lebih banyak kekayaannya, maka akan lebih besar kekuasaan yang dimilikinya.
Stratifikasi masyarakat tersebut akan menyebabkan terbentuknya kelas-kelas sosial
dalam masyarakat yang akan mempengaruhi perilaku tolong menolong yang menjadi
jiwa partisipasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Faktor internal
Untuk faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat
sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. tingkah laku
individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur,
jenis kelamin, pengetahuan pekerjaan dan penghasilan (slamet, 1994:97). Secara
teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti
usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat,
besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat
berpengaruh pada partisipasi (slamet, 1994:137-143).
Menurut plumer (dalam suryawan, 2004:27), beberapa faktor yang
mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah:
(1) pengetahuan dan keahlian. dasar pengetahuan yang dimiliki akan
mempengaruhi seluruh lingkungan dari masyarakat tersebut. hal ini membuat
masyarakat memahami ataupun tidak terhadap tahap-tahap dan bentuk dari
partisipasi yang ada;
(2) pekerjaan masyarakat. biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan
dapat lebih meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun
waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. seringkali alasan
yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan antara komitmen
terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi;
(3) tingkat pendidikan dan buta huruf. faktor ini sangat berpengaruh bagi
keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk
memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada.
tingkat buta huruf pada masyarakat akan mempengaruhi dalam partisipasi;
(4) jenis kelamin. sudah sangat diketahui bahwa sebagian masyarakat masih
menganggap faktor inilah yang dapat mempengaruhi keinginan dan
kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi beranggapan bahwa laki-laki dan
perempuan akan mempunyai persepsi dan pandangan berbeda terhadap suatu
pokok permasalahan;
(5) kepercayaan terhadap budaya tertentu. masyarakat dengan tingkat
heterogenitas yang tinggi, terutama dari segi agama dan budaya akan
menentukan strategi partisipasi yang digunakan serta metodologi yang
digunakan. seringkali kepercayaan yang dianut dapat bertentangan dengan
konsep-konsep yang ada.
38
Menurut sastropoetro (1985:20), faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat dalam pembangunan adalah pendidikan, kemampuan membaca dan
menulis, kemiskinan, kedudukan sosial dan percaya terhadap diri sendiri,
penginterpretasian yang dangkal terhadap agama, kecenderungan untuk menyalah
artikan motivasi, tujuan dan kepentingan organisasi penduduk yang biasanya
mengarah kepada timbulnya persepsi yang salah terhadap keinginan dan motivasi
serta organisasi penduduk seperti halnya terjadi di beberapa negara dan tidak
terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan.
2) faktor-faktor eksternal
menurut sunarti (dalam jurnal tata loka, 2003:9), faktor-faktor eksternal ini
dapat dikatakan stakeholder, yaitu semua pihak yang berkepentingan dan
mempunyai pengaruh terhadap program ini. stakeholder kunci adalah siapa yang
mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna
kesuksesan program. pengaruh bertitik tolak kepada bagaimana kewenangan atau
kekuatan pengaruh stakeholder tersebut, pentingnya bertitik tolak pada
permasalahan, kebutuhan dan kepentingan stakeholder yang menjadi prioritas dalam
program.
Menurut sunarti (dalam suryawan 2004:29), menjelaskan tentang hambatan-
hambatan yang dapat ditemui dalam pelaksanaan partisipasi oleh masyarakat yang
bersangkutan, antara lain adalah sebagai berikut:
(1) kemiskinan. hambatan ini dapat merupakan faktor yang mendasar karena
dengan kemiskinan seseorang akan berpikir lebih banyak untuk melakukan
sesuatu yang mungkin saja tidak menguntungkan bagi diri atau kelompoknya;
(2) pola masyarakat yang heterogen. hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya
persaingan dan prasangka dalam sistem masyarakat yang ada;
(3) sistem birokrasi. faktor ini dapat dijumpai di lingkungan pemerintahan.
seringkali birokrasi yang ada melampaui standar serta terpaku pada prosedur
formal yang komplek.
Hambatan kedua adalah reaksi balik yang datang dari masyarakat sebagai akibat dari
diberlakukannya ideologi developmentalisme di negara indonesia. pengamanan yang ketat
terhadap pembangunan menimbulkan reaksi balik dari masyarakat yang merugikan usaha
membangkitkan kemauan rakyat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. sedangkan
kendala yang akan dihadapi dengan pendekatan partisipasi ini menurut parwoto (dalam
sunarti, 2001:44) adalah:
(1) diperlukan perubahan sikap pemerintah dan para profesional dari penyedia
(provider) menjadi enabler, hal ini seringkali membutuhkan waktu yang lama;
(2) tata administrasi pada suatu pembangunan seringkali kurang mendukung
pendekatan partisipatif (pelibatan masyarakat);
39
(3) perlu unsur pendamping yang profesional untuk mengisi kelemahan kaum
awam (masyarakat) dalam pelaksanaan suatu program pembangunan.
B. KEGIATAN BELAJAR II
Kode/No : HO-T/UPM/06
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU Logo Jurusan
PRODI D III KEBIDANAN Tgl :
JURUSAN KEBIDANAN
STANDAR PROSES Revisi :
Sumber Kepustakaan:
1. Meilani, Niken. 2009. Kebidanan Komunitas. Fitrimaya: Yogyakarta
2. YPKP. 2013. Modul Perspektif Gender dan HAM dalam Asuhan Kebidanan Komunitas.
YPKP: Jakarta
A. PENDAHULUAN
Analisis masalah adalah langkah selanjutnya dari analisis situasi yang telah dipelajari.
Analisis masalah merupakan proses sistematis untuk melihat suatu keadaan atau masalah
sosial secara obyektif dengan menempatkannya dalam konteks sosial yang lebih luas.
Analisis masalah membantu untuk memahami dan mengedintifikasi permasalahan kunci
dalam suatu masyarakat, kaitan antar berbagai faktor sosial, potensi yang ada, dan siapa yang
memiliki akses terhadap sumber daya. Analisis masalah dilakukan dengan mengidentifikasi
masalah utama dan mengembangkan ‘pohon masalah’ melalui analisis sebab-akibat. Cara
40
analisis ‘pohon masalah’ akan mengurai penyebab-penyebab masalah utama hingga kita
mengetahui akar masalah utama hingga kita mengetahui akar penyebabnya.
Masalah adalah kondisi atau situasi di luar gagasan dan harapan. Di sini perlu dibedakan
antara masalah individual (personal problems) dan masalah sosial (sosial problems). Masalah
sosial adalah suatu kondisi sosial yang diluar harapan masyarakat, meresahkan masyarakat,
dan jika tidak diatasi akan berkonsekuensi negatif lebih luas dan mengganggu kepentingan
publik. Sebuah fenomena dianggap sebagai masalah sosial bila sebagian besar warga
masyarakat merasakan bahwa hal itu mengganggu kehidupan mereka, mengakibatkan
kerugian atau bahkan membahayakan sehingga perlu upaya untuk mengatasinya. Masalah
sosial muncul karena adanya perbedaan antara yang ideal dengan yang aktual, misalnya hak
atas pelayanan kesehatan yang dijamin UU bagi setiap orang dan diskriminasi dalam
pelayanan kesehatan terhadap orang miskin.
Dalam pelajaran ini isu kesehatan ibu, bayi dan anak balita serta kesehatan reproduksi
perempuan dan KB menjadi contoh untuk melakukan analisis masalah dalam asuhan
kebidanan di komunitas. Sementara kerangka determinan kesehatan dari Hendrik L. Blum
digunakan dalam analisis masalah untuk mengidentifikasi faktor penyebab langsung dari
masalah kesehatan reproduksi.
B. ISI
Sejak konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan tahun1994 di Kairo,
kesehatan reproduksi merupakan salah satu isu penting dalam pembangunan kesehatan
global. Bahkan dalam tujuan pembangunan millennium (MDGs) yang harus dicapai oleh
setiap Negara, termasuk Indonesia sampai dengan tahun 2015, sejumlah indikator berkaitan
dengan kesehatan reproduksi. Pemerintah Indonesia mempunyai sejumlah target dalam
bidang kesehatan, yaitu: (1) mengurangi 2/3 dari angka tingkat kematian anak dibawah usia
lima tahun dari 97 (tahun 1990) menjadi 32; (2) mengurangi ¾ dari angka kematian ibu dari
390 (tahun 1990) menjadi 102; (3) meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatn terlatih dari 40,7% menjadi 90%; (4) menghentikan dan mengurangi laju
penyebaran HIV/AIDS, malaria serta penyakit menular utama lainnya. Bagi Indonesia,
tantangan terberat yang harus dihadapi dalam mencapai sasaran MDGs tahun 2015 di bidang
kesehatan adalah:
1) Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang umumnya rendah, sehingga menjadi kendala
untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang layak.
41
2) Tingkat pendidikan juga berhubungan dengan kesehatan, dimana targetan MDGs 2015
berusaha mencapai pendidikan dasar untuk semua sementara angka buta huruf di
Indonesia masih besar, data susenas 2012 usia 15 tahun ke atas memiliki 6,9%.
(http://www.bps.go.id/tab_sub?view.php?tabel=1&id_subyek=28, diakses 17 juli 2013)
3) Kondisi geografis, terutama di wilayah-wilayah pedesaan yang sulit dijangkau oleh akses
pelayanan kesehatan sehingga mempengaruhi kesiapan penempatan tenaga kesehatan
(dokter dan bidan)
4) Kebijakan pemerintah di bidang kesehatan yang lebih memfokuskan pada tindakan
kuratif daripada preventif dan promotif, yang dapat dilihat dari besaran proporsi anggaran
untuk pelayanan kesehatan masyarakat dengan proporsi anggaran untuk rumah sakit
dengan upaya kuratif yang belum seimbang.
5) Konsep dan strategi kebijakan pengelolaan kesehatan yang dilakukan selama ini lebih
difokuskan pada program-program kesehatan, sementara masalah determinan dan
persoalan–persoalan riil yang terjadi di masyarakat kurang mendapat prioritas.
Berbicara tentang hak dan kesehatan reproduksi ada 12 hak reproduksi dan seksual meliputi:
Hak untuk hidup
Hak mendapatkan kebebasan dan keamanan
Hak atas kesetaraan dan terbebas dari segala bentuk diskriminasi
Hak privasi
Hak kebebasan berfikir
Hak atas informasi dan edukasi
Hak memilih untuk menikah atau tidak serta untuk membentuk dan merencanakan
sebuah keluarga
Hak untuk memutuskan apakah ingin dan kapan punya anak
Hak atas pelayanan dan proteksi kesehatan
Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan
Hak atas kebebasan berserikat dan berpartisipasi dalam arena politik
Hak untuk terbebas dari kesakitan dan kesalahan pengobatan
Lambatnya upaya penurunan AKI dan AKB, serta berbagai penyakit epidemic lainnya
di Indonesia merupakan indikator kurangnya perhatian pemerintah dan pelibatan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sistem kesehatan. Berdasarkan survey demografi kesehatan
Indonesia (SDKI) 2000 AKI adalah 320 per 100.000 KH (MOH, 2002) dan berdasarkan
SDKI 2002-2003 turun menjadi 307 per 100.000 KH, sedangkan pada SDKI 2007
42
menunjukkan AKI 228 per 100.000 KH. Penyebab utama kematian ibu (46,7%) disebabkan
komplikasi yang terjadi selama atau segera setelah persalinan. Semua itu dapat terjadi akibat
40,2% ibu hamil di pedesaan yang dirawat oleh dukun bayi dan anggota keluarga yang tidak
terlatih serta tidak mendapatkan pelayanan kebidanan esensial yang dibutuhkan (Riskesdas,
2010). Akibat keterlambatan pertolongan ini, 27% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan
pada masa nifas, disusul oleh eklamsia (23%), infeksi (11%) dan selebihnya karena penyebab
lain (SDKI 2007; SKRT 2001). Sekitar 15% dari semua kehamilan akan membutuhkan
pelayanan kebidanan akibat komplikasi yang membahayakan jiwa ibu dan bayinya.
Tabel 1. Persentase Penyebab Komplikasi Kehamilan dan Persalinan
Komplikasi Kehamilan Komplikasi Persalinan
Persalinan Prematur 2,3 Partus Lama 36,6
Perdarahan 2,5 Perdarahan 8,9
Demam 1,0 Demam / cairan vagina berbau busuk 6,8
Kejang dan Pingsan 0,4 Kejang 2,0
Janin Sungsang 1,1 Ketuban pecah > 6 jam sebelum 16,5
Pembengkakan 0,3 Persalinan
Hipertensi 0,4 Lainnya 4,0
Pening 0,4
Lainnya 3,7
Sumber: SDKI, 2007
Dari tabel diatas, diketahui jenis komplikasi yang paling banyak terjadi selama
kehamilan yaitu: perdarahan (2,5%), sedangkan jenis komplikasi yang paling banyak terjadi
selama persalinan yaitu: partus lama (36,6%). Angka kematian bayi dan anak tidak jauh
berbeda dengan angka kematian ibu (MMR). Berdasarkan data SDKI 2007, angka kematian
bayi (IMR) masih besar 34 per 1000 kelahiran hidup. Penyebab utama dari kematian bayi
menurut Riskesdas 2007 adalah kelainan pernafasan (35,9%), Prematuritas (32,4%) dan
selebihnya karena penyebab lain. Sementara jumlah bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) sebanayk 11,1% dari jumlah kelahiran (Riskesdas, 2010). Penyebab utama dari
BBLR adalah kekurangan gizi sebelum dan selama masa kehamilan.
Selain persoalan kesehatan perempuan, bayi dan anak balita, penyakit lain yang
mengancam kelangsungan hidup masyarakat pedesaan pada usia produktif adalah TBC. Pada
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2002, penyakit TBC masih menduduki
peringkat kedua penyebab kematian pada penduduk kelompok usia 15-34 tahun. Peringkat
yang sama juga terjadi pada kelompok umur 35-44 tahun. Penyakit epidemik lainnya yang
menunjukan kecenderungan meningkatkan kematian di berbagai wilayah di Indonesia pada 3
tahun terakhir adalah malaria dan demam berdarah. Ironinya, banyak kasus TBC, malaria dan
43
demam berdarah yang tidak terdeteksi lebih dini karena kurangnya akses terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan serta biaya tes yang tinggi.
Persoalan kesehatan masyrakat, khususnya kesehatan perempuan di Indonesia
semakin kompleks akibat krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998, yang dampaknya
masih dirasakan sampai saat ini. Naiknya berbagai kebutuhan pokok dan dikuranginya
subsidi akan berimbas pada pencapaian akses pada pelayanan kesehatan dan pendidikan
semakin mempersulit kehidupan masyarakat, terutama yang berada di pedesaan dengan
pendapatan dibawah $ 1 per hari.
1. Faktor Determinan Kesehatan Reproduksi
Dalam ilmu kesehatan masyarakat kerangka pikir Hendrik L. Blum menjadi dasar
pemetaan masalah kesehatan dan faktor-faktor determinan yang mempengaruhinya. Masalah
kesehatan terkait dengan derajat kesakitan yang terdiri dari kesakitan (morbiditas) dan
kematian (mortalitas). Determinan derajat kesehatan adalah faktor yang mempengaruhi
terjadinya kesakitan dan kematian yaitu (1) genetika dan kependudukan (2) lingkungan
kesehatan (3) perilaku kesehatan dan (4) program dan pelayanan kesehatan.
Genetika
(Keturunan)/Kependudukan
Lingkungan
Kesehatan Derajat Kesehatan: Program dan Sarana
Morbiditas dan Pelayanan Kesehatan
Mortalitas
2. Derajat Kesehatan
Perilaku Kesehatan
Derajat kesehatan menunjuk pada suatu kondisi yang diukur pada kesakitan dan
kematian. Untuk mengetahui berapa besar derajat kesehatan angka kesakitan digunakan
perhitungan kuantitatif dan prevalensi dan insidens.
Prevalensi = Jumlah kasus baru dan lama dalam kurun waktu tertentu. Misalnya, kalau
dalam satu tahun ada 100 orang yang sakit dari jumlah 100.000 penduduk maka angka
prevalens di daerah tersebut pada adalah 0,1%.
Insidens = Jumlah kasus baru dalam kurun waktu tertentu (dalam persen), misalnya,
ada 50 orang yang sakit diantara 1000 penduduk selama 1 bulan, maka insidens sakit daerah
tersebut adalah 5%.
44
Untuk mengetahui angka kematian, indikator kualitatif yang biasa digunakan adalah :
1. CDR (Crude Death Rate atau angka kematian kasar)
2. ASDR (Age Specific Death Rate atau angka kematian kelompok umur tertentu )
3. IMR (Infant Mortality Rate atau angka kematian bayi=AKB)
4. MMR (Maternal Mortality Rate atau kematian ibu=AKI)
5. DSDR (Disease specific Death Rate atau angka kematian yang disebabkan oleh
penyakit tertentu
Angka-angka tersebut dapat diperoleh melalui hasil penelitian besar atau yang biasa
dilakukan oleh BPS. Mengapa demikian, karena untuk menentukan Angka Kematian Ibu
misalnya, diperlukan angka pembagi yang sangat besar yaitu 100.000 kelahiran, dan angka
itu hanya diperoleh pada tingkat propinsi. Permasalahannya adalah ketika diminta untuk
menghitung (misal angka kematian) di tingkat yang kecil wilayahnya seperti kabupaten,
kecamatan atau bahkan desa. Kalau ini menjadi keharusan maka yang dilakukan adalah
menghitung jumlah kematian secara absolut, artinya dihitung sejumlah yang ada. Untuk lebih
melihat ketajaman angka tersebut dan keperluan intervensi program maka dari jumlah
kematian tersebut dicari masing-masing penyebabnya.
Contoh Data;
Tabel 2. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2007
Jumlah Yang Dilaporkan dan Jumlah Kelahiran
Masalah Kesehatan Persentase
Tercatat total
Kematian Ibu 2 200 1
Kematian Bayi 5 200 2,5
BBLR 30 200 15
Faktor diatas menunjukan cara yang sederhana dalam menghitung jumlah dan
persentase kasus kematian ibu dan bayi, yang terpenting dalam hal ini adalah Bidan harus
memiliki data yang akurat sehingga dapat diketahui pasti jumlahnya, dan akan memudahkan
upaya penelusuran dan intervensi kegiatan yang akan dilakukan. Perlu diingat Bidan harus
memiliki catatan setahun jumlah ibu hamil di Desa, mulai dari pemeriksaan awal,
pemeriksaan kehamilan, melahirkan dan perawatan bayi.
Derajat kesehatan menjadi masalah, ketika kondisi yang nyata memiliki kesenjangan
dengan yang diharapkan, misal, dari tabel diatas, kematian bayi sampai 5 jiwa, sudah
menunjuk pada masalah kesehatan yang serius, walau hanya 2,5%. Begitu juga dengan
anemia 30%. Kalau Bidan memiliki catatan rutin setiap tahun maka dapat dilihat
kecenderungannya, apakah semakin menurun atau ada peningkatan.
45
3. Genetika Kependudukan
Genetika atau keturunan ini sangat memiliki pengaruh dalam menentukan kesehatan
seseorang, ini terlihat dari berbagai penyakit tidak menular seperti diabetes, gangguan
tekanan pembuluh Negara. Faktor ini memang tidak mutlak karena keturunan, ada faktor lain
yang ikut memicu percepatannya seperti pola makan dan stress. Pola penyakit ini menjadi
kecenderungan jika suatu wilayah memiliki kesamaan pola sakitnya, sehingga elemen-elemen
demografi kependudukan menjadi penting untuk ditelusuri, dibawah beberapa elemen yang
dapat dilihat:
1. Jumlah penduduk berdasar umur dan jenis kelamin.
2. Pertumbuhan penduduk (Lahir dan Mati)
3. Mobilitas penduduk ( Pindah dan Masuk)
4. Jumlah penduduk rentan (penduduk miskin, ibu hamil, bayi balita, usia lanjut, pekerka
seks komersial, pekerja pabrik, jumlah wanita usia subur).
Di Desa data tersebut dapat dilihat di kantor desa berupa MONOGRAFI desa, hanya
saja perlu ditelusuri lagi, karena akurasi dan kekinian datanya sering tidak valid. Pada
informasi penduduk rentan, desa biasanya tidak punya, maka perlu dibuat sendiri atau
bersama-sama dengan desa mendata watga yang masuk dalam kategori rentan.
4.Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah salah satu faktor determinan pada derajat kesehatan.
Perilaku ini meliputi seluruh perilaku seseorang atau masyarakat yang dapat memberi akibat
pada kesehatan, kesakitan atau kematian. Perilaku ini sangat banyak dipengaruhi oleh
pengetahuan, kepercayaan dan kebiasaan yang dimiliki dan kemungkinannya berpengaruh
pada kesehatan atau kesakitan tubuhnya. Ada beberapa elemen yang dapat dijelaskan
dibawah ini untuk melihat perilaku yang berakibat pada derajat kesehatan atau seseorang
masyarakat.
Kepercayaan Kesehatan (Health Belief)
Kepercayaan masyarakat terhadap sehat atau sakit memiliki keunikan, dan mereka
menganggap hal itu benar. Mereka belajar dari kebiasaan dan pengalaman hidup mereka,
dan terbukti mereka bisa bertahan (survive). Banyak contoh di daerah-daerah keunikan-
keunikan itu terutama dalam perawatan kehamilan, melahirkan dan perawatan bayi.
Pemberian nasi papah di NTB masih dilakukan dengan keyakinan bahwa nasi papah–
46
selain wujudnya lembut, karena dikunyah oleh ibunya atau neneknya merupakan wujud
kasih sayang dan kedekatan emosional yang akan memberi ketentraman pada bayi.
Pelajaran yang dapat dipetik disini, adalah bahwa masing-masing masyarakat mempunyai
cara untuk bertahan hidup, dan keyakinan mereka telah mebuktikannya. Maka menjadi
berlawanan ketika sudah menerima ilmu dari luar yang sama sekali berbeda dengan yang
terjadi di masyarakat. Eksistensi dukun bayi merupakan permasalahan keyakinan, dan itu
hak, maka sampai sekarang masih dibutuhkan. Bidan disini dituntut untuk arif dalam
menghadapi keyakinan masyarakat. Peran Bidan sebagai perempuan yang sudah terlatih
dalam menolong persalinan tentunya diharapkan dapat sedikit demi sedikit mengurangi
peran dukun bayi dalam menolong persalinan. Perlu adanya pendampingan dan
pembagian peran.
Gaya Hidup (Life Style)
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan biasanya dikaitkan dengan pola makan dan
asupan yang masuk melalui mulut, sedangkan di sisi lain ada faktor perilaku yang
berpengaruh pada kejiwaan, sehingga memunculkan stress dan akhirnya gangguan fisik.
Di Lombok, misalnya perilaku kawin cerai, biasanya istri ditinggalkan begitu saja ketika
sedang hamil dan saat melahirkan. Ini menimbulkan masalah kejiwaan yang dapat
berpengaruh pada kondisi ibu hamil dan melahirkan, risiko meninggal sangat
memungkinkan. Kebiasaan lain yang berpengaruh pada kesehatan misal pola konsumsi
lemak berlebihan, konsumsi rokok, alkohol, zat adiktif (narkoba) dan perilaku seks yang
tidak aman.
Perilaku Mencari kesehatan (Health Seeking Behavior)
Perilaku mencari kesehatan merupakan gambaran kebiasaan masyarakat ke mana mereka
memilih layana kesehatan apabila memerlukannya. Seringkali pertimbangan ini
dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat setempat, misal ke dukun, Puskesmas, bidan.
Ketika mereka memilih, ada keterbatasan-keterbatasan sehingga pilihan yang dijatuhkan
menyesuaikan kemampuan yang mereka miliki. Keterbatasan tersebut dapat terkait
dengan keuangan, informasi tempat layanan kesehatan, kendala geografis dan sulitnya
akses yang tersedia.
Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan sama halnya ketika mereka mencari tempat berobat atau layanan
kesehatan. Pertolongan persalinan juga dipengaruhi oleh keterbatasan yang dimiliki
masyarakat atau keluarga yang akan melahirkan. Meskipun ada bidan desa, sebagian
47
masyarakat justru memilih ke dukun bayi karena terkait dengan kepercayaan, tradisi atau
memerlukan persyaratan yang dianggap cukup rumit.
Tabel 3
Jenis Penolong Persalinan Tahun 2008
Penolong Persalinan Jumlah Persentase
Dokter Praktik 20 10
Bidan (Polindes) 100 50
Mantri 5 2,5
Dukun 30 15
Keluarga 15 7,5
5. Lingkungan Kesehatan
Lingkungan merupakan salah satu faktor determinan derajat kesehatan. Lingkungan
adalah penyebab utama terjadinya penyakit infeksi, yang diakibatkan oleh kondisi lingkungan
yang kotor. Lingkungan merupakan keadaan fisik yang berada diluar kita,yang memiliki
interaksi dengan manusia baik disengaja maupun tidak sengaja. Interaksi timbal balik ini
seringkali memberi konsekuensi yang berakibat pada kesakitan seseorang atau masyarakat.
Lingkungan sering dipakai sebagai media untuk sarang dan hidup suatu penyebab penyakit,
misal, nyamuk yang membawa penyakit malaria atau demam berdarah. Ada beberapa elemen
yang perlu dilihat terkait dengan lingkungan yaitu:
Vektor Penyakit
Vektor merupakan pembawa penyakit yang terdapat di lingkungan sekitar, misalnya
nyamuk anopheles merupakan pembawa penyakit malaria, atau tikus yang membawa
leptospirosis, oleh karena itu perlu mengenali vektor ini dengan melakukan penyelidikan
48
pada tempat-tempat yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya penyakit.
Pemahaman entomologis, yaitu pengetahuan dan keterampilan untuk mempelajari perilaku
biologis suatu hewan yang membawa penyakit, mulai dari bertelur, tempat bernaung,
istirahat dan pola menghisap darah sampai matinya binatang.
Air
Air metupakan sumber kehidupan, tanpa air tidak ada kehidupan. Lalu air seperti apa yang
diperlukan manusia untuk kesehatannya, yaitu air bersih dan sehat. Air bersih mutlak
diperlukan untuk minum, memasak, mandi dan cuci. Desa memerlukan air untuk irigasi
sawah danperkebunan. Jika saja air bersih dan sehat tidak dapat ditemukan akan berakibat
pada timbulnya beragam penyakit, seperti diare. Masyarakat dalam mengkonsumsi air
bermacam-macam mulai dari air sungai, air tuk (sumber mata air), telaga, air tadah hujan,
sumur, air dalam kemasan, PDAM, DLL.
Tempat Buang Air Besar
Tempat pembuangan air besar juga menjadi masalah ketika tempat yang digunakan tidak
memenuhi kesehatan. Jamban merupakan bentuk umum dari standar pembuangan air besar
yang sehat. Bidan perlu mengetahui, sarana yang digunakan untuk buang air besar di
masing-masing KK.
Contoh Data :
Tabel 4
Jenis Sarana Buang Air Besar di Rumah Tangga Tahun 2008
Tempat Buang Air Besar Jumlah Persen
Septic tank 250 50
Sungai 50 10
Lubang tanah 30 6
Ladang Terbuka 10 2
Kolam 100 20
Danau/Telaga 10 2
Laut 50 10
Lantai rumah
Lantai rumah berupa tanah merupakan indikator lingkungan yang kurang sehat, sebab
lantai rumah dari tanah memiliki risiko menyebabkan penyakit ISPA dan Diare. Data
tentang lantai rumah menjadi penting untuk memberi gambaran rencana kegiatan dan
juga memberi gambaran kondisi kemiskinan warga. Namun demikian ada beberapa
masyarakat yang memandang lantai rumah merupakan kebiasaan atau tradisi yang mereka
anggap cocok dengan kondisi lingkungan setempat.
49
Sampah
Sampah kerupakan produk sisa dari suatu proses produksi yang setiap hari dihasilkan baik
di rumah tangga, pabrik, pasar, kandang, dll. Jenis sampah ini yang perlu diketahui, apa
yang diakibatkannya jika sampah tidak dikelola dengan baik. Jika pengelolaan tidak baik
akan berpengaruh pada penyakit ISPA dan juga Diare, dengan mengenali jenis sampah,
jumlah yang dihasilkan maka akan mudah melakukan penyelesaian berkait dengan
sampah.
50
Nama
Kegiatan Indikator
Program
51
Carilah penyebab tidak langsung dari kasus BBLR tersebut. Sebagai contoh dalam
diagram 2.1. pendidikan rendah dan keluarga miskin adalah penyebab tidak langsung yang
terkait determinan kependudukan; tidak mengikuti program KB dan gagal KB penyebab tidak
langsung yang terkait determinan pelayanan kesehatan; menikah dini adalah determinan
perilaku kesehatan.
Langkah 4
Carilah akibat dari inti masalah kesehatan. Dalam contoh diagram masalah, akibat
dari kasus BBLR adalah kematian bayi.
Diagram 2.1. Masalah BBLR
Kematian
Akibat Bayi
Banyaknya bayi
Masalah inti BBLR
52
Kode/No : HO-T/UPM/06
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU Logo Jurusan
PRODI D III KEBIDANAN Tgl :
JURUSAN KEBIDANAN
STANDAR PROSES Revisi :
Sumber Kepustakaan :
3. Sweet R Betty, Mayes Midwifery a Text Books For Midwives, Jones & Banlet Publishers,
London S : 1997 (BU-2)
4. YPKP. 2013. Modul Perspektif Gender dan HAM dalam Asuhan Kebidanan Komunitas.
YPKP: Jakarta
5. Varney H, Varneys Midwifery, Jones & bart1et Publisher, London S: 1997 (BA-1).
6. Elita V, 2014. Asuhan Kebidanan Komunitas, Jakarta: EGC
A. PENDAHULUAN
Derajat kesehatan perempuan dan anak, juga layanan kesehatannya tidak hanya dipengaruhi
oleh faktor kesehatan namun juga dipengaruhi oleh faktor non-kesehatan (sosial, budaya,
ekonomi, dll) termasuk isu gender. Berkenaan dengan kesenjangan dan ketimpangan
gender, ditengarai ada sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya kondisi tersebut,
yakni:
1. Tata nilai sosial budaya dan adat istiadat
2. Kebijakan, peraturan dan perundang-undangan
3. Penafsiran ajaran agama dan atau praktik keagamaan
4. Sikap dan persepsi masyarakat, khususnya perempuan sendiri
5. Rendahnya pemahaman masyarakat tentang gender
53
6. Kemiskinan dan kebodohan/keterbelakangan
B. ISI
Dalam upaya mengidentifikasi kesenjangan dan ketimpangan gender, termasuk
faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka perlu dilakukan analisis gender. Berdasar alur
kerja analisis gender pathway (GAP), maka tahapan terpokok adalah mengidentifikasi ada
tidak kesenjangan gender dengan menggunakan 4 indikator, yakni: akses, partisipasi, kontrol,
dan pemanfaat/beneficiares. Identifikasi kesenjangan ini akan menghantarkan pada
pertanyaan “apa bentuk kesenjangan?” dan “mengapa terjadi kesenjangan?”. Jawaban atas
pertanyaan mengapa, bisa mengarah pada identifikasi faktor-faktor penyebab langsung dan
faktor penyebab tidak langsung.
Alur kerja Gender Analisis Pathway (GAP)
Outcome
kebijakan:
Ada tidak
kesenjangan gender Masalah
Kuantitatif Indikator Gender:
Gender? Dan Kesenjangan
Sasaran umum: kualitatif mengapa?
Kajian formulasi Apa dan
kebijakan/program mengapa?
Kesenjanangan
Gender: Perancangan
Akses partisipasi Kebijakan
control benefit Program
Identifikasi kesenjangan dan faktor-faktor yang melatar belakanginya bisa menggunakan atau
memanfaatkan beberapa alat analisis gender (tools of gender analysis), misalnya: kerangka
Harvard, Analisis Moser, dll.
1. Alat Analisis Gender
Dalam upaya menjamin perancangan kegiatan/proyek/program bahkan kebijakan
layanan kebidanan di komunitas yang tanggap/responsive gender, maka tahap analisis
masalah dan kebutuhan dilakukan melalaui proses analisis gender. Yakni, analisis yang
dilakukan dengan menggunakan kacamata/lensa gender. Artinya, identifiaksi analisis atas
masalah, kebutuhan, serta faktor yang melatarbelakanginya perlu mempertimbangkan faktor
jenis kelamin (dan usia), guna memberikan gambaran yang tepat tentang peran gender dan
relasi gender.
a) Kerangka Analisis Harvard
54
Alat analisis gender Harvard ini dikembangkan di Harvard Institute, Amerika sekitar
tahun 1986. Asumsi yang mendasarinya bahwa ada hubungan ekonmi dalam alokasi
sumber daya alam dengan pembagian peran kerja antara perempuan dan laki-laki. Alat ini
bertujuan membantu perencana dalam merancang proyek yang efisien dan meningkatkan
produktivitas secara menyeluruh yang dilakukan melalui pemetaan kerja laki-laki dan
perempuan dalam sebuah komunitas. Kerangka analisis Harvard ini dikenal sebagai
perencanaan yang berorientasi manusia (people-oriented planning).
Tujuan dari alat analisis ini adalah:
1) membedah alokasi sumberdaya ekonomis laki-laki dan perempuan;
2) membantu perencanaan proyek untuk lebih efisien dan meningkatkan produktivitas
secara keseluruhan.
Tiga data utama yang diperlukan:
1) Siapa melakukan apa, kapan, di mana, dan berapa banyak alokasi waktu yang
diperlukan? Hal ini dikeanl sebagai Profil Aktivitas
2) Siapa yang memiliki akses dan control (seperti pembuatan kebijakan) atas sumber
daya tertentu? Hal ini kerap dikenal dengan Profil Akses dan Kontrol. Siapa yang
memiliki akses dan control atas “benefit” seperti produksi pangan, uang, dsb?
3) Faktor yang mempengaruhi perbedaan dalam pembagian kerja berbasis gender, serta
akses dan control yang ada pada “profil aktivitas” dan “profil akses dan control”
55
norma-norma masyarakat, keduduakn di msyarakat, kelembagaan, prenatal institus
sosial, kondisi ekonomi, faktor politik, hokum, serta sikap masyarakat terhadap
proyek/program. Hasil identifikasi ini dapat menjadi dasar memprediksi peluang dan
tantangan terhadap pengembangan maupun implementasi program/proyek, dengan
demikian bisa strategi yang efektif dan efisien. Berdasar data-data dan profil kegiatan
dapat memperlihatkan perbedaan beban kerja antara laki-laki dan perempuan.
Umumnya perempuan beban kerjanya lebih berat dibanding dengan laki-laki, dan
beban ini diwariskan secara turun temurun sehingga dianggap kelaziman dan tidak
bernilai ekonomis.
Melalui profil kegiatan akan dapat diketahui jenis kegiatan berbasis jenis kelamin dan
usia, serta alokasi waktu yang dicurahkan. Profil kegiatan ini bermanfaat dalam
perencanaan kegiatan, meski demikian profil kegiatan sebetulnya juga mampu
mengidentifikasi ‘sasaran kegiatan’ dan ‘bentuk kegiatan’.
b) Kerangka Moser
Model analisis ini dikembangkan oleh Caroline Moser (1993) yang mencoba untuk
membawa satu agenda pemberdayaan perempuan kedalam proses perencanaan dengan
cara menyusun perencanaan berbasis perspektif gender. Salah satu kekurang efektifan atau
bahkan kegagalan kebijakan/program adalah ketidak tepatan dalam menganalisis:
o Situasi
o Masalah/kebutuhan pokok yang perlu di intervensi
o Kelompok sasarannya
Berkenaan dengan itu, Moser menawarkan pentingnya identifikasi kebutuhan
gender, baik yang praktis maupun strategis, dan membedakannya dengan kebutuhan
spesifik perempuan. Kerangka Moser ini juga menunjukkan keterkaitan fokus
kebijakan/program dengan berbagai pendekatan pembangunan terhadap perempuan. Sebab
itu konsep-konsep yang terdapat dalam kerangka Mosser adalah:
1) Konsepsi “tiga peran” (triple roles) perempuan pada tiga asas kerja reproduksi, kerja
produktif dan kerja komunitas. Pemilahan pran ini berguna untuk pemetaan pembagian
kerja gender dan alokasi kerja.
56
2) Pembedaan kebutuhan gender yang bersifat praktis dan strategis. Kebutuhan
praktis terkait dengan kondisi perempuan sedangkan kebutuhan strategis terkait
dengan penguatan posisi perempuan dalam relasi gendernya.
3) Pendekatan analisis kebijakan mulai dari fokus pada kesejahteraan (welfare),
kesamaan (equity), anti-kemiskinan, efisiensi, dan pendekatan pemberdayaan. Fokus
kebijakan ini menyiratkan bagaimana asumsi pembangunan tentang peran perempuan:
apakah perempuan di integrasikan ke pembangunan (women in development) atau
perempuan sudah terlibat dalam pembangunan namun berstatus dan berposisi marginal
(gender and development)
Tiga alat utama kerangka Moser:
Alat 1: Kerja Reproduksi Perempuan
Tiga peran perempuan Kerja reproduktif
(triple roles of women) Kerja komunitas
Alat 2: Kebutuhan/kepentingan praktis
Gender need assessment Kebutuhan/kepentingan strategis
Peran komunikasi
Peran Reproduktif Peran produktif
kemasyarakatan
Kegiatan-kegiatan, atau Kerja-kerja yang dilakukan Kerja-kerja yang berkaitan
tugas tugs yang lebih dalam rangka mendapatkan nilai dengan
diorientasikan pada tukar baik dalam bentuk uang keterlibatan/partisipasi laki-
pemenuhan kebutuhan dan natura. Misalnya: laki maupun perempuan
orang lain dan berkaitan dagang,bertani, dll. Baik diberbagai kegiatan di
dnengan upaya menjaga perempuan maupun laki-laki masyarakat, baik sosial,
keseimbangan dan dapat terlibat dalam kegiatan- keagamaan, politik, dll.
keberlanjutan kehidupan kegiatan produktif tapi Kegiatan atau peran ini
bersama (keluarga, seringkali kedudukan/status dan jarang dipertimbangkan atau
komunitas, masyarakat, tanggung jawab mereka berbeda. dilihat dari analisis ekonomi
57
Negara, dll). Misalnya Kerja produktif perempuan lebih suatu masyarakat, meskipun
dalam keluarga, dianggap sebagai pendapatan kegiatan tersebut menyita
perempuan mengasuh ‘penunjang’, karena yang utama waktu dan dilakukan secara
anak, mengurus rumah bagi perempuan adalah sukarela. Kegiatan in
tangga, menjaga pekerjaan reproduktifnya. penting bagi pengembangan
kesehatan keluarga, Bahkan peran produktif kapasitas baik pada level
mengambil air, dll. perempuan seringkali ‘invisible’ individu maupun
Kegiatan ini dianggap (tidak nyata) dan kurang di masyarakat. Kegiatan ini
tidak produktif karena hargai dibandingkan dengan juga bissa mensejahterakan,
tidak ada nilai tukar laki-laki, karena laki laki keterlibatan/partisipasi
(upah baik secara uang dianggap pencari nafkah utama. dalam kegiatan sosial
maupun natura). kemasyarakatan juga
Kegiatan ini dilekatkan mengindikasikan adanya
pada perempuan, pembagian kerja berdasar
dianggap kewajiban, gender.
bahkan kodrat
perempuan.
58
Kebutuhan yang dikaitkan dengan Kebutuhan kebutuhan yang teridentifikasi untuk
peran gender yang dilekatkan pada mengubah pola pola hubungan kekuasaan yang
perempuan selama ini. sebab itu tidak adil antara laki-laki dan perempuan.
diperlukan identifikasi kebutuhan yang Diakrenakan posisi perempuan yang lebih rendah
dianggap mendesak (praktis), misalnya dalam masyarakat. Jadi, kebutuhan strategis gender
pengembangan peluang atau mengarah pada pemenuhan kebutuhan jangka
keterampilan kerja guna meningkatkan panjang. Untuk perbaikan posisi perempuan dalam
produktivitas prempuan sebagai pencari relasi gendernya. Berupaya mengubah tatanan
nafkah penunjang keluarga. Kebutuhan sosial yang diangggap timpang gender. Kebutuhan
praktis lebih mengarah kepada strategis beragam tergantung konteks
pemenuhan kebutuhan jangka pendek masyarakatnya. Pada dasarnya kebutuhan strategis
dalam rangka memperbaiki kondisi berhubungan dengan pembagian peran gender,
yang dihadapi perempuan terkait peran relasi kuasa berasarkan gender. Pemenuhan
gendernya. Kebutuhan praktis kebutuhan-kebutuhan gender strategi ini membantu
seringkali berhubungan dengan perempuan mencapai persamaan yang pada
kebutuhan dasar untuk kelangsungan gilirannya akan mengubah peran-peran yang ada
hidup seperti: yang meningkatkan posisi tawar perempuan.
Persediaan air
Perawatan kesehatan Kebutuhan-kebutuhan gender strategis antara lain:
Pendapatan untuk memenuhi Penghapusan pembagian kerja berdasarkan jenis
kebutuhan rumah tangga kelamin
Perumahan dan kebuthan kebutuhan Penghapusan beban pekerjaan
dasar Penghilangan bentuk-bentuk diskriminasi yang
Persediaan pangan keluarga telah melembaga, misalnya hak-hak untuk
memiliki tanah atau lahan atau kekayaan sendiri
Akses terhadap penghargaan dan sumberdaya-
sumberdaya lainnya
Kebebasan memilih dalm mempunyai anak
Tindakan-tindakan untuk menentang kekerasan
dan kontrol laki-laki terhadap perempuan.
59
bekerja untuk LSM-LSM. Tujuan kerangka ini adalah membantu identifikasi perbedaan
dampak dari berbagai intervensi pembangunan terhadap perempuan dan laki-laki.
Hal ini dilakukan melalui proses analisis yang mengidentifikasi dan mempertanyakan
asumsi-asumsi tentang peran-peran gender di masyarakat dengan cara yang
konstruktif/membangun. Kegunaan alat ini adalah untuk melakukan perencanaan,
pengawasan, dan evaluasi proyek pada suatu tingkatan berbasis masyarakat.
SIAPA Analisis dilakukan oleh suatu kelompok dalam masyrakat yang idealnya terdiri
dari perempuan dan laki-laki yang jumlahnya berimbang
Matriks ini memilki empat tingkat analisis dan empat kategori analisis. Ke-empat
tingkat ini adalah perempuan, laki-laki, rumah tangga (termasuk anak anak dan anggota
keluarga yang tinggal atau hidup bersama), dan satu unit yang lebih besar, yakni: masyarakat.
60
laki-laki dan anak-anak yang tinggal bersama , Waktu adalah perubahan dalam jumlah
bahkan walaupun tidak ada keluarga inti. waktu (3 jam, 4 jam, dst), yang diperlukan
Meskipun jenis rumah tangga mungkin dalam menjalankan tugas tugs yang
macam-macam dalam suatu masyarakat, orang berkaitan dengan proyek atau kegiatan
selalu mengenal apa yang ada dalam rumah tersebut.
yang meliputi: tangga atau keluarganya. Itulah
analisis definisi atau unit yang mesti Sumber daya adalah perubahan dalam
masyarakat yang didefinisikan dengan jelas peran-peran dan status gender) akibat dari
61
pekerjaan
Masyarakat + komisi
masyrakat
terlatih untuk
perawatan
system air.
62
Welfare
(kebutuhan
dasar Praktis)
63
Kerangka kesetaraan gender (Gender Equality Framework) yang dikembangkan
World Bank pada tahun 2007 ini bisa dikatakan mencakup berbagai dimensi yang
ditawarkan beberapa alat analisis gender yang sudah dibahas.
Gender Equality Framework
C. EVALUASI
Buatlah analisis Gender yang ada di lingkungan sekitar rumah berdasarkan salah satu alat
analisis gender:
Kerangka Analisis Harvard
Kerangka Analisis Moser
Gender Analisis Matrik
Kerangka Pemberdayaan Sarah Longwee
D. KEGIATAN BELAJAR IV
64
Kode/No : HO-T/UPM/06
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU Logo Jurusan
PRODI D III KEBIDANAN Tgl :
JURUSAN KEBIDANAN
STANDAR PROSES Revisi :
Sumber Kepustakaan :
7. Sweet R Betty, Mayes Midwifery a Text Books For Midwives, Jones & Banlet Publishers,
London S : 1997 (BU-2)
8. YPKP. 2013. Modul Perspektif Gender dan HAM dalam Asuhan Kebidanan Komunitas.
YPKP: Jakarta
9. Varney H, Varneys Midwifery, Jones & bart1et Publisher, London S: 1997 (BA-1).
10. Elita V, 2014. Asuhan Kebidanan Komunitas, Jakarta: EGC
D. PENDAHULUAN
65
akan menjadi dasar pertimbangan urgensi penetapan prioritas program, yakni: (1) prevalence
(jumlah kasus); (2) seriousness (tingkat urgensi di intervensi terkait dengan
konsekuensi/dampak masalah ); (3) manageability (kemampuan pengolaan program terkait
dengan sumber daya); (4) community concern (kepedulian komunitas,
karena ini menjadi basis partisipasi masyarakat).
Pertanyaan-pertanyaan tersebut penting dan relevan, karena jangan sampai program
tidak menjawab kebutuhan,dan berbagai sumber daya yang telah di alokasikan tidak berjalan
optimal, sehingga implikasinya derajat kesehatan tidak pernah meningkat. Faktor mendasar
adalah program yang ada tidak efektif memenuhi kebutuhan komunitas, serta tidak
direncanakan denga partisipatif lebih jauh dari itu, rancangan program dimungkinkan belum
tanggap gender karena belum menjamin kesetaraan baik dalam: akses, partispasi, kontrol,
serta pemanfaatan program/kegitan. Hal ini dikarenakan masih minimnya pemahaman bahwa
laki-laki dan perempuan dimungkinkan punya kebutuhan dan kepentingan berbeda.
Perencanaan pembangunan partisipatif di pandang sebagai sebuah metodologi yang mampu
mengantarkan warga atau komunitas untuk dapat memahami masalah yang dihadapi,
menganalisa akar-akar masalah tersebut, mendesain tindakan-tindakan terpilih, dan
memeberikan kerangka untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program.
E. ISI
Di dalam era demokrasi dan desentralisasi seperti saat ini, tuntutan masyarakat untuk
terlibat didalam proses penyusunan perencanaan pembangunan menjadi suatu keniscayaan.
Argumentasi yang mendasarinya adalah adanya kesadaran dari masyarakat itu sendiri bahwa
yang mengetahui dengan baik kebutuhan dan kepentingannya adalah mereka sendiri, oleh
karena itu, berpartisipasi atau ikut terlibat di dalam proses penyusunan perencanaan/
kebijakan oublik menjadi hak dan kewajiban yang harus diperoleh dan dimiliki oleh
masyarakat.
Partisipasi ditempatkan sebagai keterlibatan masyarakat terutama yang dipandang
sebagai “beneficiary” pembangunan dalam konsultasi atau pengambilan keputusan dalam
semua tahapan siklus proyek pembangunan dari penilaian kebutuhan, perencanaan,
pelaksanaan, sampai pemantauan dan evaluasi program. Ada beberapa asumsi yang diterima
secara umum untuk mendorong partisipasi sosial, yakni: Pertama, rakyatlah yang paling tahu
kebutuhannya, karena itu rakyat mempunyai hak untuk mengidentifikasi dan menentukan
kebutuhan pembangunan di wilayah lokalnya. Kedua, partisipasi sosial dapat menjamin
kepentingan dan suara kelompok-kelompok yang selama ini dimarjinalkan dalam
66
pembangunan hokum, ekonomi, sosial, budaya. Ketiga, partisipasi sosial dalam pengawasan
terhadap proses pembangunan dapat mengurangi penurunan kualitas, dan kuantitas program
pembangunan. Untuk mengagregasi dan mengartikulasikan kepentingannya, dalam
partisipasi sosial masyarakat didorong utnuk membangun organisasi baik dalam bentuk
gerakan sosial atau kelompok mandiri.
Proses/tahapan Perencanaan
Program
1) Analisis masalah
2) Analisis tujuan
3) Analisis prioritas
4) Analisis stakeholder
5) Matriks Perencanaan Program
6) Project proposal
67
2 Pekerja kemasyarakatan yang dipekerjakan oleh PLKB, Bidan dan Dokter yang
lemabaga sektoral (Lembaga Pemerintah) ditempatkan di Desa.
The employed sectoral Workers
3 Profesional yang bekerja untuk melayani Bidan, Dokter, Juranalis, Guru (Bisa
masyarakat Pegawai Negeri atau bukan), aktivis
The community-focused professional LSM.
4 Aktivis yang bekerja tanpa dibayar Kader Kesehatan, Toma, Toga,
the unpaid community activis. Relawan lainnya.
Tingkat Partisipasi :
8 = Mendorong/mempercepat terjadinya perubahan
7 = Mobilisasi diri sendiri
6 = Terlibat dalam suatu pekerjaan bersama dan saling mendorong satu sama lain.
5 = Terlibat dalam bekerja
4 = Terlibat untuk memberikan dukungan materi
3 = Terlibat dalam konsultasi
2 = Terlibat dalam memberikan informasi
1 = Terlibat tapi pasif
69
koordinasi, serta evaluasi kinerja dan monitoring dampak untuk menilai efektifitas, efisiensi,
dan akuntabilitas (pertanggungjawaban) jalannya program pelayanan masyarakat.
70
1. Memperoleh akses yang sama terhadap sumber daya (pembangunan)
2. Mempunyai peluang berpartisipasi yang sama, termasuk dalam proses pengambilan
keputusan.
3. Memiliki kontrol yang sama atau sumber daya (pembangunan).
4. Memperoleh manfaat yang sama dari hasil (pembangunan)
Implementasi
Untuk itu analasis gender perlu dilakukan pada setiap program/proyek guna menjamin akses,
partisipasi, dan kontrol berbagai kelompook warga termasuk perempuan atas jalannya
program/kegiatan, sekaligus memastikan mereka juga sebagai pengambil manfaat. Berikut
akan digambarkan bagaimana perencanaan yang reponsif atau tanggap gender.
Bagan 1
71
Analisis Gender dalam perencanaan Program/proyek/kegiatan
n subyek Program
Umpa
proyek n
72
Dengan demikian melalui perencanaan yang responsif gender, maka isu kesenjangan
gender bisa diatasi, sehingga kesetaraan gender bisa tercapai. Berikut contoh matriks
rancangan program:
Level Rumah tangga
Isu Masalah yang Isu gender Progra Kegiata INDIKATOR Stake Waktu
Output Outcome Dampak
dihadapi m n holder
Gizi Anak malnutrisi Keterlibata Penyulu Cerama Jumlah Penyebarluasan Praktik Guru 1
n laki-laki han h brosur laki-laki informasi gizi makan sehat Toma kali/ming
rendah sebagai ke keluarga di masyarakat Toga gu
peserta Puskesma
s
DST
73
sekumpulsn indikstor terpilih 1. Pencapaian tujuan
Tujuan monitoring adalah untuk 2. Pengaruh program
menjawab dua pertanyaan penting, yakni 3. Keluaran dan dampak yang tidak
: diharapkan
1. Apakah program telah mencapai 4. Penilaian program berdasar
populasi atau target yang diinginkan keberhasilan dan kegagalan
2. Apakah pelaksanaan program sesuai Manfaat evaluasi , yaitu :
dengan yang direncanakan 1. Memberikan gambaran sampai
Manfaat monitoring adalah : seberapa jauh tujuan dan sasaran telah
1. Mengenali masalah program sedini tercapai
mungkin 2. Memberikan motivasi pad asseseorang
2. Melakukan perbandingan antar untuk brtindak
lokasi/ tempat 3. Dapat membantu menetapkan prioritas
3. Menilai tren status situasi tertentu, dalam mengambil tindakan yang
sehingga dapat diambil tindakan– diperlukan
tindakan korektif 4. Membantu menguji asumsi mengenai
strategi dan sasaran sehingga menejer
program dapat meikirkan kembali
strategi yang tepat
74
Output Impact
Utilisasi pelayanan Penurunan fertilitas (TFR)
Kualitas pelayanan
Kontak
Akses pelayanan
Apabila kita akan melakukan evaluasi program kerja maka memfokuskan pada
indikator outcome ditingkat masyarakat, sedangkan apabila kita akan malakukan monitoring
maka memfokuskan pada indikator kinerja ditingkat program untuk mendapatkan masukan
tindakan korektif apa yang diperlukan. Keberhasilan program tidak dapat diukur dari satu
indikator saja karena dimensi program yang kita lakukan pasti banyak. Padahal indikator
biasanya bersifat parsial, yaitu hanya mengukur salah satu bagian aspek yang akan diukur,
apalagi pengukuran yang dilakukan biasanya bersifat tidak langsung. Namun demikian,
terlalu banyak menggunakan indikator justru akan mempersulit penilaian karena akan
semakin banyak data yang akan dikumpulkan dan dianalisis . solusinya, dalam penentuan
indikator perlu adanya keseimbangan (balancing) yang relevan dalam menentukan
jumlah indikator yang ditetapkan. Kriteria yang digunakan adalah keseimbangan antara
kriteria akademik dengan kriteria praktis.
Adapun kriteria akademik adalah : Valid ( mengukur apa yang diukur );Objektif
(hasil sama,walaupun diukur oleh oang berbeda dengan waktu berbeda ); sensitif ( hasil
pengukuran berubah sesuai perubahan kondisi yang diukur); spesifik ( hasil pengukuran
berubah hanya apabila kondisi yang diukur berubah, bukan karena perubahan kondisi lain
yang tidak diukur). Sedangkan kriteria praktis adalah data dapat diperoleh dengan mudah
sesuai sumber daya yang ada/ tersedia.
Ukuran Indikator
Beberapa ukuran indikator yang biasa digunakan yaitu :
Jumlah : merupakan ukuran yang paling sederhana, yaitu hanya jumlah
kejadian atau objek/ kasus. Contoh : 56 kunjungan/hari,9765 bayi
yang diimunisasi.
75
Proporsi : Ratio perbandingan pembilang denga penyebut dimana pembilang
merupakan bagian dari penyebut. Contoh : Dari 3250 bayi telah
diimunisasikan (3250/5000= 0,65)
76
kasus komplikasi obstetrik
Mengetahui banyaknya Effect
persalinan aman
Lingkup Monitoring
Sesudah program dan tujuan monitoring telah dijabarkan, kita sebaiknya menentukan
seberapa luas lingkup monitoring yang akan dilakukan. Berikut ini beberapa pertanyaan
penting untuk menentukan ruang lingkup monitoring, yaitu:
Matriks 2. Tentukan Lingkup Monitoring
1 Seberapa luas area yang dimonitor ? Desa Sinargih kecamatan Kemang
2 Fasilitas apa saja yang akan dimonitor ? Puskesmas
3 Petugas apa saja yang akan dipilih (manajer, penyedia pelayanan, atau relawan) ?
Bidan
4 Berapa lama monitoring akan dilakukan ? 6 bulan
77
persalinan aman kesehatan (nakes)
∑ perempuan yang ditolong nakes pada persalinan
terakhir ×
100 %
∑ persalinan terakhir
Tidak kala penting adalah penentuan standar (pervorments standar) untuk masing-masing
indikator, biasanya dikenal dengan “target”. Terget dibutuhkan untuk mengetahui apakah
program yang dilaksanakan efektif. Contohnya : berepa persen seharusnya persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan, berpa persen seharusnya imunisasi lengkap oleh balita
dicapai, berapa jumlah balita yang seharusnya berat badan naik perbulan, dan lain-lain.
Pertanyaan ini diketaahui jika kita membandingkan dengan terget. Target biasanya ditetapkan
menggunakan rata-rata nasional atau lokal ataupun ditetapkan oleh instansi terkait.
Contoh penggunaan terget, yaitu sebagai berikut :
Target cangkupan imunisasi lengkap biasanya ditetpkan 80 % dari jumlah balita. Jika
diperkirakan jumlah balita dikabupaten 5000 dan tercatat jumlah balita yang mendapatkan
imunisasi lengkap sebanyak 3250 orang.
Pencapaian program :
∑ bayi yang diimunisasi (3250) X 100 = 81%
∑ balita 5000 *0,80
Ini berarti cangkupan 65% (3250/5000*100) atau lebih rendah 15% dibawah terget atau
program yang dilaksanakan baru mencapai 81% dari target.
78
Matriks 4. Sumber data
Tingkat pengukuran Sumber data Contoh
Output (tingkat program) Data rutin program Sistem pencatatan pelaporan
puskesmas
Survey fasilitas
Exit interview
Outcomes (tingkat Survey masyarakat Survey cepat (repit survey)
masyarakat)
Survey nasional SDKI*SKRT**S
*SDKI (survey demografi dan kesehtan indonesia) : salah satu survey nasional yang
memfokuskan pada masalah kependududkan dan keluarga berencana
**SKRT (survey kesehtan rumah tangga) : salah satu survey nasional yang memfokuskan
pada masalah kesehtan (kesakitan, kematian, dan disabilitas)
79
Matriks 5. Sumber dan teknik pengumpulan data
Indikator dan formulasi Sumber data Teknik pengumpulan
Data
% pemakaian kontrasepsi Survey masyarakat Wawancara/PRA
Modern
% perempuan mengetahui Survey masyarakat Wawancara/PRA
salah satu jenis kontrasepsi
Modern & dimana tahu
mendapatkannya
% perempuan melahirkan Survey masyarakat Wawancara
yang ditolong nakes
% dukun yang Catatan rutin program Review Dokumen
mendapatkan pelatihan
Kegiatan Pembelajaran
1. Berdasarkan hasil analisis situasi dan gender, dikembangkan program pelayanan
BBLR.
2. Siapa saja yang perlu dilibatkan, apa bentuk keterlibatannya? dan apa pula
kontribusinya?
3. Sebutkan sumber daya dan stakeholders yang terkait.
4. Tuang program tersebut dalam matriks, sesuai alat bantu yang ada. Anda punya
keleluasaan memodifikasi atau menggunakan alat atau kerangka lainnya ?
Uji Kemampuan Diri
Lakukan studi literatur untuk mengetahui program pemerintah apa saja yang telah
diimplementasi sebagai respon untuk mencapai tujuan MDG.
Lampiran
Alat bantu : matriks perencanaan
Isu Masalah Isu gender program kegiatan Indikator Stake waktu
yang holder
dihadapi
80
F. EVALUASI
Buatlah secara berkelompok sebuah perencanaan pelayanan kebidanan komunitas yang
tanggap gender dan partisipatif yang ada di sekitar wilayah tempat tinggal!
E. KEGIATAN BELAJAR V
REFERENSI
1. Dr. J. Syahlan. SKM, 1996, Kebidanan Komunitas, Yayasan Bina Sumber Daya
Kesehatan.
2. Depkes RI. 2000, Pemantauan Wilayah setempat Kesehatan Ibu dan Anak.
PENDAHULUAN
81
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan msyarakat yang setinggi
tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan peri
kemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan
manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, manusia
usia lanjut (manula), dan keluarga miskin.
Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan
Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan beberapa indicator status kesehatan masyarakat.
Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya.
Menurut data survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI 228 / 100.000 Kelahiran
Hidup, AKB 34 / 1000 Kelahiran Hidup, AKN 19 / 1000 Kelahiran Hidup, AKABA 44 / 1000
Kelahiran Hidup.
Dalam upaya penurunan Angka Kemtian Ibu dan Anak Indonesia, sistim pencatatan dan
pelaporan merupakan komponen yang sangat penting. Selain sebagai alat untuk memantau
kesehatan ibu daan bayi, bayi baru lahir, bayi dan balita, juga untuk menilai sejuh mana
keberhasilan program serta sebagai bahan untuk membuat perencanaan di tahun – tahun
berikutnya, dengan melaksanakan berbagai program KIA.
Agar pelaksanaan program KIA, aspek peningkatan mutu pelayanan program KIA tetap
diharapkan menjadi kegiatan prioritas di tingkat kabupaten atau kota. Peningkatan mutu
program KIA juga dinilai dari besarnya ckupan program di masing – masing wilayah kerja.Untuk
itu, besarnya cakupan pelayanan KIA disuatu wilayah kerja perlu dipantau secara terus menerus,
agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai kelompok mana dalam wilayah kerja tersebut
yang paling rawan.
URAIAN MATERI
82
pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke
penyelenggara program dan pihak/instansi terkait untuk tindak lanjut.
Definisi dan kegiatan PWS tersebut sama dengan definisi Surveilens. Menurut
WHO, Surveilens adalah suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai dari
kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk
selanjutnya dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi
dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan
surveilens dalam kesehatan ibu dan anak adalah dengan melaksanakan
PWS KIA.
Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan
menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh
sasaran maka diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi dapat
ditemukan sedini mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat advokasi, informasi dan
komunikasi kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam
pendataan dan penggerakan sasaran. Dengan demikian PWS KIA dapat digunakan
untuk memecahkan masalah teknis dan non teknis. Pelaksanaan PWS KIA akan lebih
bermakna bila ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan
KIA, intensifikasi manajemen program, penggerakan sasaran dan sumber daya yang
diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA. Hasil
analisis PWS KIA di tingkat puskesmas dan kabupaten/kota dapat digunakan untuk
menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula hasil analisis
PWS KIA di tingkat propinsi dapat digunakan untuk menentukan kabupaten/kota
yang rawan.
2. Tujuan
Tujuan umum :
Terpantaunya cakupan dan mutu pelayanan KIA secara terus-menerus di setiap
wilayah kerja.
Tujuan Khusus :
a. Memantau pelayanan KIA secara Individu melalui Kohort
83
b. Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara teratur
(bulanan) dan terus menerus.
c. Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.
d. Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target yang
ditetapkan.
e. Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani secara
intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
f. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
dan yang potensial untuk digunakan.
g. Meningkatkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran dan
mobilisasi sumber daya.
h. Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan
pelayanan KIA.
84
c. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
Merupakan alat untuk memperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh
tenaga kesehatan yang menggambarkan kemampuan manajemen program KIA
dalam pertolongan persalinan secara professional.
DENGAN RUMUS:
Jumlah persalinan oleh tenaga kesehatan X 100%
--------------------------------------------------------------
Jumlah sasaran persalinan dalam satu tahun
d. Deteksi ibu hamil beresiko oleh tenaga kesehatan
Merupakan alat untuk mengukur besarnya masalah yang dihadapi oleh
program KIA yang harus ditindak lanjuti dan diintervensi secara intensif.
DENGAN RUMUS:
85
Jumlah sasaran bayi dalam satu tahun
Data Sasaran
Data sasaran PWS-KIA meliputi:
86
Misal : DKI Jakarta ; 2,55 % x jumlah penduduk setempat.
a. Pengolahan Data
Di bawah ini contoh perhitungan / pengelolaan data untuk cakupan K1 dan cakupan
K4:
Perhitungan untuk cakupan K1 (Akses)
Pencapaian kumulatif per desa adalah :
Pencapaian cakupan kumulatif bumil baru per desa
(Januari s/d April 2007) . x 100%
Sasaran Bumil per desa selama satu tahun
87
Selama Bulan Maret 2007 . x 100%
Sasaran Bumil per desa selama satu tahun
Perhitungan untuk cakupan K4
Pencapaian kumulatif per desa adalah :
Pencapaian cakupan kumulatif kunjungan bumil (K4)
per desa(Januari s/d April 2007) . x 100%
Sasaran Bumil per desa selama satu tahun
88
Hasil perhitungan pencapaian bulan ini ( April ) dan bulan lalu ( Maret ) untuk
tiap desa dimasukkan kedalam lajur masing-masing.
Gambar anak panah dipergunakan untuk mengisi lajur trend. Bila penacapaian
cakupan bulan ini lebih besar dari cakupan bulan lalu, maka digambar anak panah
yang menunjuk ke atas. Sebaliknya, untuk cakupan bulan ini yang lebih rendah
dari cakupan bulan lalu, digambarkan anak panah yang menunjuk ke bawah ;
sedangkan * Contoh grafik akses ibu hamil bulan April 2007 Puskesmas
Sukamejeng
Des 90,0%
Nov 82,5%
Okt 75,0 %
Sep 67,5%
Ags 60,0%
Juli 52,5%
Juni 45% Target 30,0%
Mei 37,5% ↓
Apr 30,0%
Mar 22,5%
Feb 15,0%
Jan 7,5 %
% kumulatif 55 48 40 22,5 15 40
% bulan ini 14 6 7,5 7,5 6 9
89
% bulan lalu 10 8 7,5 10 4 7
TREND
_
Desa A B C D E Pusk
A + + Baik
B + + Kurang
C + + Baik
D + + Jelek
E + + Cukup
Dari matriks di atas dapat disimpulkan adanya 4 macam status cakupan desa, yaitu :
1. Status Baik
Adalah desa dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan April 2007, dan
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat atau tetap jika dibandingkan
dengan cakupan bulan lalu. Desa-desa ini adalah Desa A dan C. jika keadaan tersebut
berlanjut, maka desa-desa tersebut akan mencapai atau melebihi target tahunan yang
ditentukan.
2. Status Kurang
Adalah desa dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan April 2007, dan
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika dibandingkan dengan
cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa B, yang perlu mendapatkan
90
perhatian karena cakupan bulan ini hanya 6 %. Jika cakupan terus menurun,, maka desa
tersebut tidak akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
3. Status Cukup
Adalah desa dengan cakupan dibawah target yang ditetapkan untuk bulan April 2007, dan
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat jika dibandingkan dengan
cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa E, yang perlu didorong agar
cakupan bulanan selanjutnya tidak lebih kecil daripada cakupan bulanan minimal. Jika
keadaan tersebut dapat terlaksana, maka desa ini kemungkinan besar akan mencapai target
tahunan yang ditentukan.
4. Status Jelek
Adalah desa dengan cakupan dibawah target yang ditetapkan untuk bulan April 2007, dan
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika dibandingkan dengan
cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa D, yang perlu diprioritaskan untuk
pembinaan agar cakupan bulanan selanjutnya tidak lebih kedapat ditingkatkan di atas
cakupan bulanan minimal agar dapat mengejar kekurangan target sampai bulan April 2007,
sehingga dapat pula mencapai target tahunan yang ditentukan.
Rencana Tindak Lanjut :
Bagi kepentingan program, analisis PWS-KIA ditujukan untuk menghasilkan suatu
keputusan tindak lanjut teknis dan non-teknis bagi Puskesmas keputusan tersebut harus
dijabarkan dalam bentuk rencana operasional jangka pendek untuk dapat menyelesaikan
masalah yang dihadapi.
KESIMPULAN
Pendataan sasaran dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri, dengan adanya pantauan dari
tenaga kesehatan setempat di wilayah kerja komunitas. Data sasaran yang diperoleh antara lain
data jumlah ibu hamil, jumlah bayi dan balita, jumlah PUS, jumlah ibu nifas, jumlah usia lanjut
dan lain-lain.
Data yang ada haruslah data yang baru dan senanntiasa diperbaharui apabila terjadi perubahan.
EVALUASI
91
C. Kunjunganibuhamilpertama kali padamasakehamilan
D. Kontakibuhamildenganpetugaskesehatan
2. Sasaranibuhamiladalahjumlahseluruhibuhamil di suatuwilayahdalamkurunwaktu.
A. 1 kali
B. 3 kali
C. 1 tahun
D. 3 tahun
4. Dalamsuatuwilayahdalamkurunwaktutertentudiperkirakanibuhamil yang
akanmengalamikomplikasiadalah
A. 10%
B. 15%
C. 20%
D. 25%
Kasusuntuksoal 5 - 6
Padatahub 2013:
- CBR= 0,027
- jumlahpendudukDesaDermayu 3.500 jiwa
Kumulatif K4 15
- JumlahpendudukDesaSukaraja 2.500 jiwa
Kumulatif K4 17
- JumlahpendudukDesaCahayaNegeri 3.000 jiwa
Kumulatif K4 19
F. KEGIATAN BELAJAR VI
G. KEGIATAN BELAJAR VII
92
POLTEKKES KEMENKES
BENGKULU
Kode/No : HO-T/UPM/06
JURUSAN KEBIDANAN
A. PENDAHULUAN
Dokumentasi ini perlu karna dapat digunakan sebagai bahan untuk mempertanggung
jawabkan tindakan yang dilakukan dan juga bila ada kejadian gunggatan, maka
dokumentasi kebidanan dapat memebantu. Bidan sebagai tenaga kesehatan dan
pelaksana asuhan kebidanan wajib mencatat dan melaporkan kegiatannya yang
dokumentasinya harus tersimpan dengan baik. Sistem pendokumentasian yang
dilaksanakan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai sarana komunikasi antara
tenaga kesehatan, sarana untuk dapat mengikuti perkembangan dan evaluasi pasien,
93
dapat dijadikan data penelitian dan pendidikan, dan mempunyai nilai hukum merupakan
dokumentasi yang sah. Dalam kebidanan banyak hal penting yang harus
didokumentasikan yaitu segala asuhan atau tindakan yang diberikan oleh bidan baik
pada ibu hamil, bersalin, nifas, bayi, dan keluarga berencana.
B. ISI
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN DI KOMUNITAS
A.Pengkajian/Analisa
Analisa atau assesmen pengkajian yaitu masalah atau diagnosa yang ditegakkan
berdasarkan data atau informasi subyektif dan obyektif yang dikumpulkan dan disimpulkan.
Karena keadaan pasien terus berubah dan selalu ada informasi baru baik subyektif dan
obyektif, dan sering diungkapkan secara terpisah-pisah, maka proses pengkajian adalah
sesuatu yang penting dalam mengikuti perkembangan pasien dan menjamin sesuatu
perubahan baru cepat diketahui dan dapat diikuti sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
Catatan ini menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subyektif
dan data obyektif dalam suatu identifikasi :
1. Diagnosa/masalah
2. Antisipasi diagnosa/masalah
3. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi dan atau
rujukan.
B.Prioritas Masalah
Dalam menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat dan kebidanan perlu
mempertimbangkan berbagai faktor sebagai kriteria, diantaranya adalah :
1. Perhatian masyarakat
2. Prevalensi kejadian
3. Berat ringannya masalah
4. Kemungkinan masalah untuk diatasi
5. Tersedianya sumber daya masyarakat
6. Aspek politis
Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan hierarki kebutuhan menurut
Abraham H. Maslow yaitu :
1. Keadaan yang mengancam kehidupan
2. Keadaan yang mengancam kesehatan
94
3. Persepsi tentang kesehatan dan kebidanan
Dalam menyusun atau mengurut masalah atau diagnosis komunitas sesuai dengan
prioritas (penapisan) yang digunakan dalam kebidanan komunitas adalah format penapisan
menurut Meuke dan Stanhope, Lancaster 1988 :
1. Format A (Meuke) : Seleksi atau penapisan diagnosa kesehatan komunitas
2. Format B (Stanhope dan Lancaster 1988)
Format B : Prioritas masalah (Stanhope dan Lancaster 1988)
C.Perencanaan
Membuat rencana tindakan saat itu atau yang akan datang, ini untuk mengusahakan
mencapai kondisi pasien sebaik mungkin atau menjaga /mempertahankan kesejahteraannya.
Proses ini termasuk kriteria tujuan tertentu dari kebutuhan pasien yang harus dicapai dalam
batas waktu tertentu, tindakan yang diambil harus membantu pasien mencapai kemajuan
dalam kesehatan dan harus mendukung rencana dokter jika melakukan kolaborasi.
D.Implementasi
Pelaksanaan rencana tindakan untuk mengatasi masalah, keluhan, atau mencapai tujuan
pasien (persalinan). Tindakan ini harus disetujui oleh pasien kecuali bila tidak dilaksanakan
akan membahayakan keselamatan pasien. Oleh karena itu, pilihan pasien harus sebanyak
mungkin menjadi bagian dari proses ini. Apabila kondisi pasien berubah, intervensi mungkin
juga harus berubah atau disesuaikan.
F.Evaluasi
Tafsiran dari efek tentang tindakan yang telah diambil adalah penting untuk menilai
keefektifan asuhan yang diberikan. Analisa dari hasil yang dicapai menjadi fokus dari
penilaian ketepatan tindakan. Kalau tujuan tidak tercapai, proses evaluasi dapat menjadi dasar
untuk mengembangkan tindakan alternatif sehingga dapat mencapai tujuan.
95
ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS
TERHADAP KELUARGA TN. D
DI DESA TANGGA BATU
I. PENGKAJIAN
1.I Identitas Kepala Keluarga
Nama : Tn.D
Umur : 36 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Desa Tangga Batu
96
Tn D tiap hari bekerja sebagai penjaga warung di depan rumahnya. istrinya sebagai ibu
rumah tangga dan mengerjakan pekerjaan rumah sendiri seperti memasak, mencuci,
membersihkan rumah juga ikut menjaga warung. Ari dan dodi melakukan aktivitas setiap
pagi sebagai siswa SD.
97
Bila sakit dibawa ke Bidan
98
1.10 Prioritas Masalah
II. PERENCANAAN
MASALAH TUJUAN PERENCANAAN
1. Kurangnya Ibu dapat mengerti Jelaskan kepada bapak dan
pengetahuan dan memiliki ibu tentang pentingnya
PUS tentang KB kesadaran untuk menggunakan KB serta
mengyunakan KB dan beri motivasi dan
setelah itu ibu akan dorongan kepada ibu untuk
memilih salah satu menggunakan KB
jenis KB
III. PELAKSANAAN
1. Menjelaskan kepada keluarga tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan
2. Memberikan penyuluhan dan pengertian kepada keluarga tentang pentingnya
perilaku hidup bersih dan sehat
3. Memberikan penyuluhan kepada ibu tentang pentingnya menggunakan alat
kontrasepsi
4. Mengajak ibu untuk menggunakan alat kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan
IV. EVALUASI
1. Setelah diberi penjelasan , keluarga mengerti tentang pentingnya menjaga
kebrsihan dan lingkungan
99
2. Setelah di berikan penyuluhan dan pengertian keluarga mengerti dan memahami
tentang pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat
3. Setelah diberikan penyuluhan , ibu mengerti tentang pentingnya menggunakan alat
kontrasepsi
4. Ibu akan menggunakan alat kontrasepsi dengan keinginan ibu
C. EVALUASI
Buatlah pendokumentasian asuhan kebidanan pada keluarga di Komunitas dengan
mengambil sampel dilingkungan tempat tinggal anda.
100