Anda di halaman 1dari 100

POLTEKKES KEMENKES

BENGKULU
Kode/No : RPP-T/UPM/02
JURUSAN KEBIDANAN

STANDAR PROSES TGL :


Revisi :
BAHAN AJAR TEORI
Halaman :

A. KEGIATAN BELAJAR I
1. TINJAUAN

Topik : Analisis Situasi Secara Partisipatif


Sub Topik : l. Teknik Participatory Rural Appraisal
Waktu : 150 menit
Dosen : Sri Yanniarti, SST, M. Keb.

OBJEKTIF PRILAKU SISWA


Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa mampu:
l. Menjelaskan Konsep Teknik Participatory Rural Appraisal
2. Mampu melakukan Teknik Participatory Rural Appraisal dalam Analisis situasi kesehatan

REFERENSI
1. Dr. J. Syahlan. SKM, 1996, Kebidanan Komunitas, Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
2. Depkes RI. 2000, Bidan di Masyarakat.
3. Chambers, R. 1996. Participatory Rural Appraisal: Memahami Desa Secara Partisipatif. Oxfam –
Kanisius. Yogyakarta.

4. Djohani, R. 1996. Berbuat Bersama Berperan Setara. Driya Media. Bandung

5. Kumar, S. 2002. Methods for Commmunity Participation.ITDP Publishing. London.

6. Mikkelsen, B. 2001.Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan.Yayasan


Obor Indonesia.

7. Soetrisno, L. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Kanisius.Yogyakarta.

PENDAHULUAN

Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses yang mengembangkan dan memperkuat


kemampuan masyarakat untuk terus terlibat dalam proses pembangunan yang berlangsung secara
dinamis sehingga masyarakat dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi serta dapat mengambil
keputusan secara bebas (independent) dan mandiri (Oakley, 1991; dan Fatterman, 1996). Manusia
memiliki berbagai daya, yakni daya atau kekuatan berfikir, bersikap, dan bertindak.Daya-daya itulah
yang harus ditumbuhkembangkan pada manusia dan kelompok manusia agar tingkat berdayanya
optimal untuk mengubah diri dan lingkungannya.
Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya adalah sama dengan pembangunan masyarakat.
Beberapa pendekatan dalam pembangunan masyarakat yang berkembang antara lain:
1. Pendekatan pada masyarakat secara menyeluruh. Pendekatan ini menuntut partisipasi
yang luas, masyarakat sebagai konsep sentral, serta memerlukan pendekatan holistik.

1
2. Pendekatan berdasarkan kemandirian.
3. Pendekatan pemecahan masalah tertentu.
4. Pendekatan demonstratif.
5. Pendekatan eksperimental.
6. Pendekatan konflik kekuasaan.
Konsep pemberdayaan masyarakat dalam pandangan UNICEF (1997) pendekatannya
bertumpu pada risiko di keluarga, kebutuhan dan hak-haknya dalam rangka menentukan prioritas
dan strategi pembangunan. tingkat kematian ibu yang tinggi, kekeurangan gizi ibu dan anak,
rendahnya tngkat pendidikan / kualitas pendidikan yang rendah, penyakit HIV / AIDS dan
psikotropika, serta anak-anak yang memerlukan upaya perlindungan khusus merupakan lima
masalah pkkok yang selalu bergantian.Hasil kajian UNICEF menunjukkan bahwa intervensi paling
strategis adalah pada kelompok remaja, kelompok yang menempati posisi terbesar dari penduduk
negara kita. Dalam pertimbangan sosial dan ekonomi, kelompok remaja (10-19 tahun) merupakan
kelompok yang akan memasuki pasar kerja, sehingga potensinya untuk menjadi pekerja yang
disiplin, terampil dan fleksibel harus dimaksimalkan.

URAIAN MATERI
PARTICIPATORY RURAL APPRAISAL

A. Pengertian Participatory Rural Appraisal (PRA)


PRA yang dikembangkan oleh Robert Chamber lebih ditunjukkan untuk orang luar, bagaimana
srharusnya orang luar yan gmembantu masyarakat untuk mengembangkan dirinya, mendudukan
posisinya ditengah-tengah masyarakat.Orang luar ini bisa para pegawai pemerintah, anggota LSM,
orang-orang Perguruan Tinggi dll. PRA itu sendiri menurutnya adalah metode yang mendorong
masyarakat pedesaan/pesisir untuk turut serta meningkatkan pengetahuan dan menganalisa kondisi
mereka sendiri, wilayahnya sendiri yang berhubungan dengan hidup mereka sehari-hari agar dapat
membuat rencana dan tindakan yang harus dilakukan, dengan cara pendekatan berkumpul bersama.

B. Penerapan Metode PRA


Participatory Rural Appraisal (PRA) atau Pemahaman Partisipatif Kondisi Pedesaan (PRA)
adalah pendekatan dan metode yang memungkinkan masyarakat secara bersama-sama
menganalisis masalah kehidupan dalam rangka merumuskan perencanaan dan kebijakan secara
nyata.Metode dan pendekatan ini semakin meluas dan diakui kegunaannya ketika paradigma
pembangunan berkelanjutan mulai dipakai sebagai landasan pembangunan di negara-negara sedang
berkembang.
Dalam paradigma pembangunan berkelanjutan, manusia ditempatkan sebagai inti dalam
proses pembangunan. Manusia dalam proses pembangunan tidak hanya sebagai penonton tetapi
mereka harus secara aktif ikut serta dalam perencanaa, pelaksanaan, pengawasan dan menikmati
hasil pembangunan. Metode dan pendekatan yang tampaknya sesuai dengan tuntutan paradigma
itu adalah metode dan pendekatan yang partisipatif. Metode PRA mulai menyebar dengan cepat
pada tahun 1990-an yang merupakan bentuk pengembangan dari metode Pemahaman Cepat
Kondisi Pedesaan (PCKP) atau Rapid Rural Appraisal (RPA) yang menyebar pada tahun 1980-an.
Kedua metode tersebut saling berhubungan erat dan masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangannya dan bisa saling melengkapi.

Tabel 1. Pendekatan-pendekatan untuk memajukan partisipasi

1 Partisipasi Pendekatan "kami Tipe komunikasi satu arah seperti antara


Pasif, lebih tahu apa guru dan muridnya yang diterapkan
pelatihan yang diantara staf proyek dan masyarakat

2
dan informasi baik bagimu" setempat pada saat kunjungan ke desa.
Paket-paket teknis yang berbeda diiklankan
kepada masyarakat untuk menerimanya
2 Sesi partisipasi Pendekatan Dialog dan komunikasi dua arah
aktif "pelatihan dan memberikan
kunjungan" kepada masyarakat kesempatan untuk
berinteraksi dengan penyuluh / petugas
dan pelatih dari luar.
3 Partisipasi Pendekatan Masyarakat setempat, baik sebagai pribadi
dengan "kontrak, ataupun kelompok kecil, diberikan pilihan
keterikatan tugas yang untuk terikat pada sesuatu dengan
dibayar": bila Anda tanggungjawab atas setiap kegiatan pada
melakukan ini, masyarakat dan juga pada proyek. Model
maka proyek ini memungkinkan untuk beralih dari
akan melakukan model klasik ke model yang diberi subsidi,
itu. panitia setempat bertanggungjawab atas
pengorganisasian dan pelaksanaan tugas.
Manfaatnya, dapat dibuat modifikasi
seiring tujuan yang diinginkan.
4 Partisipasi atas Pendekatan PRA Kegiatan proyek lebih berfokus pada
permintaan dan kegiatan menjawab kebutuhan yang dinyatakan
setempat penelitian, oleh masyarakat setempat, bukan
pendekatan yang kebutuhan yang dirancang dan disuarakan
didorong oleh oleh orang luar. Kegiatan bukanlah proyek
permintaan yang tipikal; tidak ada jadual untuk
intervensi fisik; tidak ada anggaran untuk
suatu periode tertentu; tidak ada rencana
pelaksanaan atau struktur proyek; dan
tidak ada komando satu arah dari proyek
kepada kelompok sasaran. Masalahnya:
bagaimana masyarakat setempat dapat
memberi perhatian terhadap sesuatu yang
baru dan berbeda, apabila sebelumnya
mereka tidak Mengetahui apapun
mengenai apa yang akan terjadi. Metode
yang dipakai adalah motivasi dan animasi,
bukan 'menjual atau mendorong'.
Pertanyaan sukarela dan permintaan untuk
bantuan serta lebih banyak informasi jelas
diperlukan.

Namun dalam perkembangannya, metode PRA banyak digunakan dalam proses pelaksanaan
program pembangunan secara partisipatif, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun
pengawasannya.

C. Tujuan Penerapan Metode PRA


Pada intinya PRA adalah sekelompok pendekatan atau metode yang memungkinkan
masyarakat desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka
tentang kondisi dan kehidupan desa, serta membuat rencana dan tindakan nyata (Chambers, 1996).
Beberapa prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam metode PRA anatara lain adalah : saliang belajar
dan berbagi pengalaman,keterlibatan semua anggota kelompok dan informasi, orang luar sebagai

3
fasilitator, konsep triangulasi, serta optimalisasi hasil, orientasi praktis dan keberlanjutan program
(Rochdyanto, 2000:55). Metode tersebut dipandang telah memiliki teknis-teknis yang dijabarkan
cukup operasional dengan konsep bahwa keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam seluruh
kegiatan.Pendekatan PRA memang bercita-cita menjadikan masyarakat menjadi peneliti, perencana,
dan pelaksana pembangunan dan bukan sekedar obyek pembangunan.Tekanan aspek penelitian
bukan pada validitas data yang diperoleh, namun pada nilai praktis untuk pengembangan program
itu sendiri.Penerapan pendekatan dan teknik PRA dapat memberi peluang yang lebih besar dan lebih
terarah untuk melibatkan masyarakat. Selain itu melalui pendekatan PRA akan dapat dicapai
kesesuaian dan ketepatgunaan program dengan kebutuhan masyarakat sehingga keberlanjutan
(sustainability) program dapat terjamin.

D. Prinsip-Prinsip PRA
1. Saling belajar dari kesalahan dan berbagi pengalaman dengan masyarakat.
Prinsip dasar PRA bahwa PRA adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat.Ini berarti bahwa
PRA dibangun dari pengakuan serta kepercayaan masyarakat yang meliputi pengetahuian
tradisional dan kemampuan masyarakat untuk memecahkan persoalannya sendiri.Prinsip ini
merupakan pembalikan dari metode pembelajaran konvensional yang bersifat mengajari
masyarakat.
Kenyataan membuktikan bahwa dalam perkembangannya pengalaman dan pengetahuan
tradisional masyarakat tidak sempat mengejar perubahan yang terjadi, sementara itu
pengetahuan modern yang diperkenalkan orang luar tidak juga selalu memecahkan masalah.
Oleh karenanya diperlukan ajang dialog di antara ke duanya untuk melahirkan sesuatu program
yang lebih baik. PRA bukanlah suatu perangkat teknik tunggal yang telah selesai, sempurna, dan
pasti benar.Oleh karenanya metode ini selalu harus dikembangkan yang disesuaikan dengan
kebutuhan setempat.
Kesalahan yang dianggap tidak wajar, bisa saja menjadi wajar dalam proses
pengembangan PRA. Bukannya kesempurnaan penerapan yang ingin dicapai, namun penerapan
sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan yang ada dan mempelajari kekurangan yang terjadi
agar berikutnya menjadi lebih baik.Namun PRA bukan kegiatan coba-coba (trial and error) yang
tanpa perhitungan kritis untuk meminimalkan kesalahan.
2. Keterlibatan semua anggota kelompok, menghargai perbedaan, dan informal.
Masyarakat bukan kumpulan orang yang homogen, namun terdiri dari berbagai individu
yang mempunyai masalah dan kepentingan sendiri.Oleh karenanya keterlibatan semua golongan
masyarakat adalah sangat penting.Golongan yang paling diperhatikan justru yang paling sedikit
memiliki akses dalam kehidupan sosial komunitasnya (miskin, perempuan, anak-anak,
dll).Masyarakat heterogen memiliki pandangan pribadi dan golongan yang berbeda.Oleh
karenanya semangat untuk saling menghargai perbedaan tersebut adalah penting artinya. Yang
terpenting adalah pengorganisasian massalah dan penyusunan prioritas masalah yang akan
diputuskan sendiri oleh masyarakat sebagai pemiliknya. Kegiatan PRA dilaksanakan dalam
suasana yang luwes, terbuka, tidak memaksa, dan informal. Situasi santai tersebut akan
mendorong tumbuhnya hubungan akrab, karena orang luar akan berproses masuk sebagai
anggota bukan sebagai tamu asing yang harus disambut secara protokoler. Dengan demikian
suasana kekeluargaan akan dapat mendorong kegiatan PRA berjalan dengan baik.
3. Orang luar sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaku.
Konsekuensi dari prinsip pertama, peran orang luar hanya sebagai fasilitator, bukan
sebagai pelaku, guru, penyuluh, instruktur, dll. Perlu bersikap rendah hati untuk belajar dari
masyarakat dan menempatkannya sebagai nara sumber utama. Bahkan dalam penerapannya,
masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan.Secara ideal sebaiknya penentuan dan penggunaan
teknik dan materi hendaknya dikaji bersama, dan seharusnya banyak ditentukan oleh
masyarakat.
4. Konsep triangulasi

4
Untuk bisa mendapatkan informasi yang kedalamannya dapat diandalkan, bisa digunakan
konsep triangulasi yang merupakan bentukpemeriksaan dan pemeriksaan ulang (check and
recheck). Triangulasi dilakukan melalui penganekaragaman keanggotaan tim (disiplin ilmu),
sumber informasi (latar belakang golongan masyarakat, tempat), dan variasi teknik.
a. Penggunaan variasi dan kombinasi berbagai teknik PRA, yaitubersama masyarakat
bisa diputuskan variasi dan kombinasi teknik PRA yang paling tepat sesuai dengan
proses belajar yang diinginkan dan cakupan informasi yang dibutuhkan dalam
pengembangan program.
b. Menggali berbagai jenis dan sumber informasi, dengan mengusahakan kebenaran data
dan informasi (terutama data sekunder) harus dikaji ulang dan sumbernya
denganmenggunakan teknik lain.
c. Tim PRA yang multidisipliner, dengan maksud sudut pandang yang berbeda dari
anggota tim akan memberi gambaran yang lebih menyeluruh terhadappenggalian
informasi dan memberi pengamatan mendalam dari berbagai sisi.
5. Optimalisasi hasil
Pelaksanaan PRA memerlukan waktu, tenaga narasumber, pelaksana yang terampil,
partisipasi masyarakat yang semuanya terkait dengan dana. Untuk itu optimalisasi hasil dengan
pilihan yang menguntungkan mutlak harus dipertimbangkan.Oleh karenanya kuantitas dan
akurasi informasi sangat diperlukan agar jangan sampai kegiatan yang berskala besar namun
biaya yang tersedia tidak cukup.
6. Berorientasi praktis
Orientasi PRA adalah pemecahan masalah dan pengembangan program. Dengan demikian
dibutuhkan penggalian informasi yang tepat dan benar agar perkiraan yang tepat akan lebih baik
daripada kesimpulan yang pasti tetapi salah, atau lebih baik mencapai perkiraan yang hampir
salah daripada kesimpulan yang hampir benar.
7. Keberlanjutan program
Masalah dan kepentingan masyarakat selalu berkembang sesuai dengan perkembangan
masyarakat itu sendiri.Karenanya, pengenalan masyarakat bukan usaha yang sekali kemudian
selesai, namun merupakan usaha yang berlanjut. Bagaimanapun juga program yang mereka
kembangkan dapat dipenuhi dari prinsip dasar PRA yang digerakkan dari potensi masyarakat.
8. Mengutamakan yang terabaikan
Prinsip ini dimaksudkan agar masyarakat yang terabaikan dapat memperoleh kesempatan
untuk berperan dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pembangunan.Keperpihakan
pada pihak atau golongan masyarakat yang terabaikan bukan berarti bahwa golongan
masyarakat lainnya (elite masyarakat) perlu mendapat giliran untuk diabaikan atau tidak
diikutsertakan.
Keberpihakan ini lebih pada upayauntuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap
berbagai golongan dan lapisan yang ada di masyarakat, dengan mengutamakan golongan paling
miskin agar kehidupannya dapat meningkat.
9. Pemberdayaan (Penguatan) masyarakat
Kemampuan masyarakat ditingkatkan melalui proses pengkajian keadaan, pengambilan
keputusan, penentuan kebijakan, peilaian dan koreksi terhadap kegiatan yang dilakukan. Dengan
demikian masyarakat memiliki akses peluang dan kesempatan) serta memiliki kemampuan
memberikan keputusan dan memilih berbagai keadaan yang terjadi.Dengan demikian mereka
dapat mengurangi ketergantungan terhadap bantuan ‘orang luar’.
10. Santai dan informal
Penyelenggaraan kegiatan PRA bersifat luwes, tidak memaksa, dan informal sehingga
antara orang luar dan masyarakat setempat terjalin hubungan yang akarab, orang luar akan
berproses masuk sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian kedatangan orang luar tidak
perlu disambut atau dijamu secara adat oleh masyarakat dan tokohnya maupun oleh

5
pemerintah setempat. Orang luar yang masuk harus memperhatikan jadwal atau waktu
kegiatan masyarakat, sehingga penerapan PRA tidak mengganggu kegiatan rutin masyarakat.
11. Keterbukaan
PRA sebagai metode dan perangkat teknik pendekatan kepada masyarakat masih belum
sempurna, dan belum selesai.Berbagai teknik penerapannya di dalam praktik masih terus
dikembangkan dan disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat setempat.Oleh
karena itu berbagai pengalaman penerapan tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemi kiran untuk memperbaiki konsep dan pemikiran serta dalam merancang teknik-teknik baru
sehingga sangat berguna dalam memperkaya metode ini.

E. Struktur Program
Karena tujuan penerapan metode PRA adalah pengembangan program bersama masyarakat,
penerapannya perlu senantiasa mengacu pada siklus pengembangan program. Gambaran umum
siklus tersebut secara ringkas adalah sebagai berikut :
1. Pengenalan masalah/kebutuhan dan potensi, dengan maksud untukmenggali informasi
tentang keberadaan lingkungan dan masyarakat secara umum.
2. Perumusan masalah dan penetapan prioritas guna memperoleh rumusan atas dasar
masalah dan potensi setempat.
3. Identifikasi alternatif pemecahan masalah atau pengembangan gagasan guna membahas
berbagai kemungkinan pemecahan masalah melalui urun rembug masyarakat.
4. Pemilihan alternatif pemecahan yang paling tepat sesuai dengan kemampuan masyarakat
dan sumber daya yang tersedia dalam kaitannya dengan swadaya.
5. Perencanaan penerapan gagasan dengan pemecahan masalah tersebut secara konkrit agar
implementasinya dapat secara mudah dipantau.
6. Penyajian rencana kegiatan guna mendapatkan masukan untuk penyempurnaannya di
tingkat yang lebih besar.
7. Pelaksanaan dan pengorganisasian masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan tingkat
perkembangan masyarakat.
8. Pemantauan dan pengarahan kegiatan untuk melihat kesesuaiannya dengan rencana yang
telah disusun.
9. Evaluasi dan rencana tindak lanjut untuk melihat hasil sesuai yang diharapkan, masalah
yang telah terpecahkan, munculnya massalah lanjutan, dll.

F. Permasalahan PRA
Meningkatnya secara cepat popularitas PRA dikhawatirkan menyebabkan sedemikian terburu-
burunya menerima gagasan ini tanpa pemahaman yang cukup mendasar akan prinsip dasar yang ada
yang kemudian diikuti dengan harapan yang terlalu tinggi akan keampuhan PRA. Oleh karenanya
beberapa masalah yang timbul akibat merebaknya penggunaan metode PRA adalah :
1. Permintaan melampaui kemampuan akibat metode ini dilatihkandalam forum yang formal
tanpa cukup kesempatan untuk menghayati dan mendalami prinsip yang mendasarinya.
2. Kehilangan tujuan dan kedangkalan hasil akibat penerapan yang serampangan di
lapangan tanpa tujuan yang jelas.
3. Kembali menyuluh akibat petugas tidak siap untuk memfasilitasipartisipasi masyarakat.
Menjadi penganut fanatik karena tidak munculnya improvisasi dan variasi petugas untuk
menggali lebih dalam permasalahan di masyarakat.
4. Mengatasnamakan PRA untuk kegiatan yang sepotong-potong di luar konteks program
pengembangan masyarakat.
5. Terpatok waktu akibat program yang berorientasi pada target (teknis, administratif).
6. Kerutinan yang dapat membuat kegiatan tidak hidup lagi sehingga terjebak dalam
pekerjaan yang rutin dan membosankan.

6
G. Teknik-Teknik PRA
Dalam perkembangannya telah banyak dikembangkan beberapa teknik PRA yang pada intinya
merupakan bentuk implementasi dari metode PRA.Sudah barang tentu teknik teknik yang
dikembangkan tersebut disesuaikan dengan maksud dan tujuan penerapan metode PRA sendiri,
serta semestinya tidak menutup kemungkinan atau bahkan dapat disebutkan mengharuskan adanya
improvisasi dan modifikasi terhadap metode PRA itu sendiri. Beberapa teknik penerapan PRA anatar
lain :
1. Penelusuran sejarah desa
2. Pembuatan bagan perubahan dan kecendrungan
3. Pembuatan kalender musim
4. Pembuatan peta desa

Penelusuran sejarah desa 


Setiap kelompok masyarakat senantiasa memiliki sejarahnya sendiri yang menjadikannya
berbeda dari kelompok-kelompok masyarakat yang lain.  Sejarah tersebut menjadi bagian dari
kebanggaan suatu masyarakat.  Sejarah itu bukanlah sejarah tertulis, tetapi sejarah "lisan" yang
hidup di kalangan masyarakat, dalam ingatan warga yang mengalaminya dan diteruskan dari
generasi ke generasi melalui cerita-cerita.
PengertianTeknik penelusuran alur sejarah desa adalah teknik PRA yang dipergunakan untuk
mengungkap kembali sejarah masyarakat di suatu lokasi tertentu berdasarkan penuturan
masyarakat sendiri.  Peristiwa-peristiwa dalam sejarah desa tersebut disusun secara beruntun
menurut waktu kejadiannya (secara kronologis), dimulai dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
masa lampau yang masih dapat diingat, sampai dengan peristiwa-peristiwa saat ini.
Jenis-jenis informasi yang seringkali muncul adalah:
1. Sejarah terbentuknya pemukiman penduduk desa, asal-usul penduduk yang merintis
pemukiman tersebut, perkembangan jumlah penduduk, serta berbagai peristiwa yang
berkenaan dengan hal itu.
2. Keberadaan dan pengelolaan sumberdaya alam, seperti lahan sawah,  pekarangan,
tegalan, ladang penggembalaan, sumber air irigasi, dan sebagainya.
3. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam status kepemilikan, penguasaan, dan
pemanfaatan tanah/lahan.
4. Pengenalan dan penanaman jenis-jenis tanaman baru, dan penerapan teknologi baru
lainnya.
5. Terjadinya wabah penyakit yang pernah melanda penduduk desa, kapan terjadinya, jenis
wabah penyakitnya, berapa orang yang terkena dan menjadi korban, dan sebagainya.
6. Tanggapan masyarakat atas berbagai masukan dan kegiatan pembinaan yang telah
diterima masyarakat, serta masalah-masalah yang dihadapi dan berbagai alternatif
pemecahannya, pengalaman masyarakat dalam mengatasi permasalahan tersebut, tingkat
keberhasilan dalam mengatasi permasalahan tersebut, kendala-kendala yang dihadapi
dalam mengatasi permasalahan tersebut, dan sebagainya.
7. Pembangunan sarana dan prasarana umum, seperti jalan, saluran irigasi, sekolah,
peuskesmas, tempat-tempat ibadah, lapangan olah raga, dan sebagainya.  Kapan
pembangunan dilakukan, dan siapa yang memprakarsai pembangunan sarana-prasarana
tersebut.
8. Sejarah dan struktur organisasi pemerintahan desa, person-person yang menduduki
jabatan dalam organisasi desa, tahun berapa, efektivitas perkembangan sistem organisasi
desa tersebut, dan sebagainya.
9. Topik-topik lainnya yang sesuai dengan kebutuhan program atau tujuan pelaksanaan PRA
yang direncanakan.
7
Kajian sejarah desa bertujuan untuk:
1. Memfasilitasi masyarakat agar dapat mengungkapkan pemahamannya tentang keadaan
mereka di masa kini dengan mengkaji latar belakang atau peristiwa-peristiwa di desa
tersebut pada masa lalu.
2. Memfasilitasi masyarakat untuk mengkaji latar belakang perubahan-perubahan
masyarakatnya dan masalah-masalah yang terjadi karena perubahan, serta bagaimana cara
mereka mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
3. Memfasilitasi masyarakat untuk mengkaji hubungan sebab akibat antara berbagai
kejadian dalam sejarah kehidupan mereka.
Baberapa Manfaat kajian sejarah desa, antara lain:
1. Bagi 'orang dalam' (masyarakat):  diskusi yang terjadi memiliki potensi untuk
memperkuat kesadaran masyarakat akan keberadaannya dirinya, karena diskusi tersebut
mengajak masyarakat untuk menceriterakan kembali sejarah dan perkembangan
masyarakatnya.
2. Bagi 'orang luar':  diskusi tersebut akan memberikan wawasan dan pemahaman
tentang masyarakat desa tersebut, baik sejarahnya maupun cara pandang masyarakat
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.  Dengan pemahaman sejarah, program yang
dikembangkan diharapkan akan mepertimbangkan keadaan yang telah berakar di masa
lampau.
3. Hasil diskusi teknik ini adalah gambaran umum keadaan desa sehingga dapat
dimunculkan  topik-topik informasi yang masih perlu dikaji lebih lanjut dengan teknik-
teknik lainnya.
Langkah-langkah penerapan teknik penelusuran sejarah desa:
Penerapan teknik penelusuran alur sejarah desa, dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
1. Jelaskan maksud dan proses pelaksanaan kegiatan.  Mulailah diskusi dengan topik yang
ringan seperti asal-usul nama desa dan arti atau makna nama desa, serta asal-usul warga
masyarakat desa tersebut, misalnya suku dan pembauran antar suku yang terjadi.
2. Ajaklah masyarakat untuk secara umum mendiskusikan kejadian-kejadian penting dalam
perkembangan desa dan berbagai perubahan penting yang terjadi.
3. Setelah cukup tergambarkan, mintalah peserta untuk menuliskannya di atas kertas lebar
yang ditempelkan di dinding sesuai dengan keterangan yang diungkapkan warga peserta
diskusi.
4. Tetapkanlah titik waktu pertama sejarah desa yang akan dicantumkan, namun urutan
waktunya tidak mutlak benar pada proses diskusi tersebut sebab seringkali hal-hal yang
diingat tersebut waktunya melomcat-loncat.
5. Lakukan diskusi sejarah desa lebih lanjut: 
a. mengapa atau apa sebab-sebab kejadian dianggap penting; 
b. apa saja sebab dan akibat dari kejadian-kejadian yang dicacat;
c. apakah terdapat hubungan sebab akibat diantara kejadian-kejadian tersebut.
6. Catatlah seluruh masalah, potensi, dan informasi yang muncul dalam diskusi dengan
cermat, sebab hasil diskusi ini akan menjadi bahan bagi kegiatan penerapan teknik PRA
yang lain.
7. Cantumkan nama-nama peserta diskusi (bila terlalu banyak dapat disebutkan beberapa
nama tokoh yang hadir, jumlah peserta laki-laki dan perempuan). 
8. Cantumkan pula nama pemamndu diskusi, tempat dilalakukannya diskusi, dan waktu
(tanggal) diskusi.
Ada beberapa hal yang seringkali luput dari perhatian dari semua peserta diskusi maupun
fasilitator . 
Pertama, kadangkala terjadi pengungkapan informasi yang bersifat pemujaan berlebihan
terhadap peristiwa-peristiwa di masa lampau atau terhadap tokoh-tokoh pelaku sejarah desa.  Hal

8
ini dapat menyebabkan terjadinya bias informasi.  Informasi seperti itu sebaiknya perlu dicek
kembali. 
Kedua, seringkali masyarakat tidak mengetahui secara tepat waktu terjadinya peristiwa-
peristiwa masa lampau.  Untuk itu, cukup diperkirakan waktu kejadian tersebut, misalnya dengan
mengajukan pertanyaan tidak langsung: "berapa umur Saudara ketika kejadian itu berlangsung?". 
Dengan demikian pemandu dapat membantu masyarakat untuk menemukan perkiraan waktu
kejadian suatu peristiwa.  
Ketiga, kadangkala timbul suasana yang tidak menyenangkan dalam diskusi karena munculnya
pembahasan mengenai individu-individu atau hal-hal tertentu yang bersifat peka (sensitif).  Untuk
menghindari konflik, secara halus pemandu dapat mengajak agar diskusi membahas keadaannya,
bukan individu-individunya.

A. Pengertian Teknik pembuatan bagan kecenderungan


Teknik pembuatan bagan kecenderungan dan dan perubahan adalah teknik PRA yang dapat
menggambarkan perubahan-perubahan berbagai keadaan, kejadian, serta kegiatan masyarakat dari
waktu ke waktu.  Dari besarnya perubahan hal-hal yang diamati, yang dapat berarti berkurang,
tetap, atau bertambah, kita dapat memperoleh gambaran adanya kecenderungan umum perubahan
yang akan berlanjut di masa depan.
Bagan Perubahan dan Kecenderungan merupakan teknik PRA yang memfasilitasi
masyarakat dalam mengenali perubahan dan kecenderungan berbagai keadaan, kejadiaan
serta kegiatan masyarakat dari waktu ke waktu. Hasilnya digambar dalam suatu matriks. Dari
besarnya perubahan hal-hal yang diamati dapat diperoleh gambaran adanya kecenderungan
umum perubahan yang akan berlanjut di masa depan. Hasilnya adalah bagan/matriks
perubahan dan kecenderungan yang umum desa atau yang berkaitan dengan topik tertentu,
misalnya jumlah pemeluk agama Islam, jumlah musholla, jumlah masjid, jumlah gereja,
jumlah majlis taklim, dan lain-lain.
Jenis-jenis informasi yang dikaji dalam pembuatan bagan kecenderungan dan perubahan, antara
lain:
1. Perubahan dan perkembangan keadaan berbagai sumberdaya seperti tingkat
kesuburan tanah, produktivitas lahan, curah hujan, ketersediaan air, ketersediaan kayu
bakar dan kayu bangunan.
2. Perubahan dan perkembangan tata guna lahan (luas lahan untuk persawahan,
perladangan, permukiman, hutan, rata-rata luas kepemilikan, dan sebagainya).
3. Perubahan dan perkembangan penanaman pepohonan (jenis-jenis pohon, jenis dan
jumlah hasil, dan sebagainya).
4. Perubahan dan perkembangan penduduk (kelahiran, kematian, dan perpindahan
penduduk).
5. Perubahan jenis dan jumlah ternak yang dipiara masyarakat desa setempat.
Perubahan dan perkembangan aspek sosial, ekonomi dan budaya, politik, keamanan
dan ketertiban, dan sebagainya.

Bagan Kecenderungan dan Perubahan


Desa bukanlah suatu lingkungan yang statis atau tidak mengalami perubahan. 
Perubahan di desa berasal dari dua arah, yaitu dari dalam desa itu sendiri dan dari luar desa.
Sudah menjadi hukum alam, bahwa setiap masyarakat akan mengalami perubahan-
perubahan keadaan dengan sendirinya, baik itu kearah kemajuan dtau kemunduran
(kemerosotan).  Hal RGtersebut disebabkan oleh dinamika hidup masyarakat, seperti:
berkembang biak;  berlangsungnya perang antar kelompok, antar suku, atau antar bangsa; 
menghabiskan sumberdaya alam; membudidayakan tanaman dan hewan; penemuan teknologi
baru yang bersifat lokal, dan sebagainya.
9
Sejalan dengan perkembangan teknologi moderen, serta perkembangan jaringan
transportasi dan komunikasi, semakin hari perubahan yang terjadi di desa akan datang lebih
cepat akibat pengaruh dari luar (terutama dari kota).  Arah perubahan tersebut juga dapat
berakibat terjadinya kemajuan atau kemunduran (kemerosotan) keadaan masyarakat suatu
desa.
Memahami perubahan-perubahan yang terjadi di desa dan memahami kecenderungan
perubahan tersebut sangat berharga bagi perencanaan dan pelaksanaan kegiatan program
pembangunan desa dalam jangka panjang.
Brikut merupakan Teknik Pembuatan Bagan Kecenderungan dan Perubahan:
1.    Jenis informasi yang dikaji
a. Perubahan dan perkembangan keadaan berbagai sumber daya,
b. Perubahan dan perkembangan penduduk
c. Perubahan dan perkembangan aspek sosial, ekonomi, dan budaya dsb
2.    Tujuan kajian kecenderungan dan perubahan
a. Memfasilitasi masyarakat untuk mengenali berbagai perubahan serta mengkaji hubungan
antara berbagai perubahan tersebut
b. Memfasilitasi masyarakat untuk membaca atau memperkirakan arah kecenderungan umum
dalam jangka panjang dengan cara menggambar bagan
3.    Manfaat kajian kecenderungan dan perubahan
a. Bagi orang dalam (masyarakat )
Memunculkan kesadaran tentang peran diri mereka sebagai pelaku perubahan keadaan
masyarkatnya sendiri
b. Bagi orang luar ( kita )
Memberikan pemahaman tentang perubahan perubahan dan cara pandang masyarakat
tentang perubahan tersebut.
4.    Langkah langkah penerapan
a. Terangkan maksud dan proses pelaksanaan kegiatan
b. Mulailah diskusi dengan topic yang ringan
c. Ajak masyarkat untuk mendiskusikan tentang perubahan serta sebab akibat perubahan

B. Tujuan Kajian kecenderungan dan perubahan


Kajian kecenderungan dan perubahan bertujuan untuk:
1. Memfasilitasi masyarakat untuk mengenali berbagai perubahan terpenting yang
terjadi di berbagai bidang kehidupannya, serta mengkaji hubungan antar berbagai
perubahan tersebut.
2. Memfasilitasi masyarakat untuk 'membaca' atau memperkirakan arah kecenderungan
dalam jangka panjang dengan cara menggambar bagan.  Bagan tersebut tersebut dapat
kita jadikan grafik kecenderungan.

C. Manfaat kajian kecenderungan dan perubahan


Beberapa manfaat kajian kecenderungan dan perubahan:
1. Bagi 'orang dalam' (masyarakat) antara lain: diskusi tersebut akan memunculkan
kesadaran tentang peran diri mereka sebagai pelaku perubahan keadaan
masyarakatnya sendiri;  diskusi tersebut juga memunculkan pemikiran-pemikiran
mereka tentang sebab-sebab perubahan dan akibat (dampak) perubahan yang baik dan
yang buruk bagi mereka.
2. Bagi 'orang luar' antara lain: diskusi tersebut akan memberikan pemahaman tentang
perubahan-perubahan dan cara pandang masyarakat tentang perubahan tersebut. 
Selain itu kita dapat memfasilitasi masyarakat dalam menilai dan menemukan cara-
cara mengatasi dan mencegah perubahan yang buruk.

10
Hasil diskusi tersebut juga akan bermanfaat dalam menentukan topik kajian selanjutnmya, serta
sebagai bahan dalam penyusunan rencana kegiatan pembangunan.

Langkah-langkah pembuatan Bagan Perubahan meliputi:


1. Lakukan persiapan-persiapan seperlunya.
2. Diskusikan bersama masyarakat perubahan-perubahan penting yang terjadi di desa serta
sebab-sebabnya.
3. Sepakatilah topik-topik utama yang akan dicantumkan ke dalam bagan.
4. Sepakatilah simbol-simbol yang akan dipakai, baik untuk topik (gambar-gambar
sederhana) maupun untuk nilai (biji-bijian, kerikil dan lain-lain)
5. Sepakati bersama masayarakat selang waktu (range) yang akan dicantumkan.
6. Buatlah bagan di kertas, papan tulis atau tanah
7. Diskusikan perubahan-perubahan, sebab-sebab, akibat-akibatnya, apakah perubahan akan
berlanjut pada masa depan (kecenderungan)
8. Simpulkan bersama masayakat persoalan-persoalan dibahas dalam diskusi
9. Tim yang bertugas sebagai pencatat proses, bertugas mendokumentasi semua hasil
diskusi. Kalau pembuatan bagan dan diskusi sudah selesai, bagan digambar kembali atas
kertas (secara lengkap dan sesuai gambar masyarakat).
Bagaimana membuat Bagan Perubahan dan Kecenderungan?
Bagan Perubahan dan Kecenderungan dapat dibuat di atas kertas atau di tanah. Bahan-bahan yang
bisa digunakan, berupa biji-bijian, kerikil, atau bahan lain yang mudah didapat dan mudah dipahami
masayarakat. Hasilnya Bagan Perubahan dan Kecenderungan digambar atas kertas, papan tulis atau
di tanah.
Contoh bagan perubahan dan kecenderungan masyarakat

Beberapa hal yang seringkali lepas dari perhatian kita: jika masyarakat kurang terbiasa
dengan patokan tahun-tahun kejadian fasilitator dapat menyarankan dengan cara lain, misalnya
dengan berpatokan pada peristiwa-peristiwa masa lampau, seperti masa penjajahan, masa
kemerdekaan, pemberontakan, atau peristiwa spesifik yang dialami masyarakat seperti saat
terjadinya gempa bumi hebat, masuknya jalan aspal ke desa, dibangunnya masjid atau gereja, dan
sebagainya.  Kesepakatan tentang waktu akan tergantung pada kemampuan peserta diskusi dalam
mengingat kembali kejadian masa lampau.

KALENDER MUSIM

1. PEMBUATAN KALENDER MUSIM


A. Pengertian
Teknik penyusunan kalender musim adalah teknik PRA yang memfasilitasi
pengkajian kegiatan-kegiatan dan keadaan-keadaan yang terjadi berulang dalam

11
suatu kurun waktu tertentu (musiman) dalam kehidupan masyarakat.  kegiatan-
kegiatan dan keadaan-keadaan itu dituangkan ke dalam 'kalender' kegiatan atau
keadaan-keadaan, biasanya dalam jarak waktu 1 tahun (12 bulan).

B. Tujuan
a. Untuk Mengetahui kegiatan – kegiatan masyarakat berdasarkan perubahan
waktu
b. Untuk mengetahui kejadian – kejadian yang berkaitan dengan kebutuhan dasar
yang terjadi secara berulang dalam kehidupan masyarakat
c. Untuk mengetahui masa - masa kritis dalam kehidupan masyarakat

C. Manfaat Kajian Kalender Musim

Adapun manfaat kajian kalender musim adalah:

1. Gambaran mengenai pola kegiatan dan pola pembagian kerja masyarakat


memunculkan berbagai pemikiran tentang keadaan usaha mereka sendiri
terutama usaha pertanian.  Melalui teknik ini muncul pembahasan tentang
masa-masa sulit dan masa-masa baik bagi usaha mereka, serta keadaan-
keadaan yang mempengaruhi terjadinya masa-masa tersebut.

2. Informasi yang diperoleh melalui teknik kalender musim dapat menjadi


masukan dalam pembuatan perencanaan.  Sebagai contoh, dalam
merencanakan suatu program pertanian di desa perlu diketahui keadaan
pertanian yang sudah ada, misalnya pola tanam di desa yang bersangkutan.

3. Teknik ini juga berguna sebagai salah satu cara untuk menilai suatu tawaran
program, misalnya tentang penanaman jenis tanaman baru, perbaikan
varietas, perubahan pola tanam, atau anjuran tanam serentak.

D. Informasi Yang Dapat Dihimpun Dari Kalander Musim

Sesuai dengan tujuan pengkajian keadaan desa dengan kalender musim maka informasi
yang dapat dihimpun meliputi hal-hal berikut:

1. Masalah-masalah kebutuhan dasar masyarakat, seperti kesehatan, pangan, perumahan,


sandang, dan pendidikan.
2. Masalah kegiatan masyarakat di pedesaan, misalnya kegiatan tanam, panen, dan
menangkap ikan.
3. Kegiatan sosial ( kemasyarakatan ), adat, agama

E. Tahapan Penggunaan Teknik Kalender Musim


PERSIAPAN
a. Persiapkan Tempat yang memadai
b. Siapkan alat yang akan digunakan ( Spidol, Plano, Kertas manila,
gunting dan I solatif )
c. Siapakan format masalah kalender musim
d. Jelaskan tujuan kajian dengan kalender musim
e. Membagi tugas ( Fasilitator dan Pencatat )

12
F. Membuat Kalender Musim
 Ajaklah peserta mendiskusikan musim yang ada
 Hasilnya tuliskan pada kolom yang tersedia
 Ajaklah peserta untuk mengidentifikasi kejadian – kejadian( masalah ,
kegiatan) penting yang berkaitan dengan kebutuhan dasar yang kejadiannya
terus berulang
 Tuliskanlah dalam kolom masalah / kejadaian pada kalender musim
 Ajaklah peserta mendiskusikan kapan biasanya kejadian – kejadian tersebut
terjadi
 Tuliskan dengan memberi tanda X pada kolom yang tersedia
G. Contoh Kalender Musim
Kemarau Penghujan Pancaroba
Masalah
Ok No Ja Ma Ap
Kegiatan Agus Sept Des Feb Mei Juni Juli
t v n r r
Banjir * *** *
Penyakit
* ** *** *
Diare
Paceklik * **
Banyak
* ** ***
kondangan
Pangen
* *** *
raya
Hama
* ** *
tanaman

H.   Menggali Masalah dan Potensi


1. Tanyakan kepada peserta musyawarah berkaitan dengan kejadian / masalah yang
ada
 Dimana lokasi kejadiannya
 Siapa yang terkena dampak masalah tersebut
 Bagaimana kapasitas masalahnya
2. Tanyakan kepada peserta musyawarah potensi apa yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah tersebut
3. Tuliskan masalah dan potensi kedalam format masalah dan potensi kalender
musim

I. Format 2 Kalender Musim


NO MASALAH POTENSI
1 Pada musim penghujan RT Batu
01/RT03 tergenang banjir Pasir
Tenaga
2 Pada musim pancaroba 12 Posyandu
warga RW1 RT 02 terserang Bidang Desa
diare
3 Pada musim kemarau terjadi Lumbung desa
paceklik

13
PETA DESA

Teknik Pembuatan Peta Desa

Salah satu sumber informasi dan bahan perencanaan pembangunan yang umum dikenal adalah
peta.  Hampir di setiap kantor lembaga pemerintah kita bisa menemukan peta-peta yang dipasang di
dinding. Ada peta topografi (peta yang menggambarkan bentuk permukaan wilayah), peta geologi
(peta yang menggambarkan susunan dan jenis batu-batuan), peta hidrologi (peta yang
menggambarkan keadaan sumber-sumber dan aliran air), peta rencana kawasan, dan sebagainya. 
Ada pula peta-peta sosial, misalnya yang menunjukkan penyebaran penduduk dari berbagai suku
dan bahasa, serta ada juga  peta yang menunjukkan batas-batas daerah administratif pemerintahan.

Dengan penerapan PRA, peta lingkungan desa dibuat oleh masyarakat sendiri.  Berikut ini akan
diuraikan mengenai teknik pemetaan yang tidak bertyujuan hanya sekedar membuat peta itu
sendiri, melainkan juga untuk penyadaran masyarakat akan kondisi lingkungannya.

1. Pengertian

Pemetaan adalah teknik PRA yang digunakan untuk memfasilitasi diskusi mengenai keadaan
wilayah desa tersebut beserta lingkungannya.  Keadaan-keadaan tersebut digambarkan ke dalam
peta atau sketsa desa.  Ada peta yang menggambarkan keadaan sumberdaya umum desa, dan ada
peta dengan tema tertentu yang menggambarkan hal-hal yang sesuai dengan ruang lingkup tema
tersebut (misalnya peta desa yang menggambarkan jenis-jenis tanah, peta sumberdaya pertanian,
peta penyebaran penduduk, peta pola pemukiman, dan sebagainya).

2. Ada beberapa cara pemetaan keadaan desa:

A.    Pemetaan di atas tanah

Pemetaan di atas tanah dapat dilakukan di halaman rumah atau tempat terbuka yang
memadai.  Peralatan yang dipergunakan adalah peralatan yang sederhana, misalnya tongkat kayu
untuk menggaris, batu-batuan, biji-bijian, ranting-ranting, daun-daunan, pasir atau kapur berwarna
(bila ada).  Bisa juga bahan-bahan lain yang tersedia untuk dapat menandai bagian-bagian penting.

Keunggulan pemetaan di atas tanah adalah cara ini dapat dilakukann oleh banyak orang
secara cepat dan mudah.  Kesalahan informasi mudah diperbaiki kembali dan lahan yang luas
membuat informasi yang digambarkan lebih jelas dan detail.  Cara ini juga disukai oleh masyarakat
serta menimbulkan kegembiraan dan suasana santai.  Hanya saja cara ini memiliki kelemahan,
apabila peserta terlalu banyak dan ramai agak sulit memfasilitasi diskusi.  Selain itu, hasilnya harus
digambar kembali di atas kertas lebar untuk mendapatkan dokumentasinya.

B.    Pemetaan di atas kertas

Cara ini mirip dengan cara pemetaan di atas tanah, hanya saja dilakukan di atas kerta dngan
menggunakan alat tulis (kalau bisa berwarna).  Mula-mula dilakukan penandaan dengan simbol-
simbol seperti kacang-kacangan (biji-bijian), daun-daun kecil, kerikil, atau digambar dengan pensil.  
Dengan demikian, mudah diperbaiki atau dihapus bila terdapat kesalahan.  Setelah tanda-tanda
(simbol-simbol) tersebut diganti dengan menggunakan spidol bermacam warga agar menarik dan
mudah dikenali.  Bisa juga diganti dengan kertas warna-warni yang dibentuk menjadi berbagai
simbol dan ditempelkan.  Arti simbol-simbol informasi yang dicantumkan di atas peta diberi
keterangan di sudut kertas.

14
Keunggulan cara ini adalah hasil pemetaan dapat ditinggalkan di desa atau dibawa sebagai
dokumentasi.  Kelemahannya terletak pada lebar kertas yang terbatas, sehingga menyulitkan dalam
menggambarkan keterangan yang lebih rinci.  Selain itu, partisipasi masyarakat tidak sebesar dengan
pemetaan di atas tanah karena jumlah orang yang terlibat lebih sedikit.

C.    Pembuatan model atau maket

Selain dalam bentuk gambar (dua dimensi), pemetaan dapat pula dibuat dengan model atau
maket (tiga dimensi).  Pembuatan model merupakan pengembangan dari pemetaan di atas tanah,
yang berbeda adalah bhwa dalam kegiatan ini simbol-simbol dibuat dalam bentuk yang menyerupai
keadaan sebenarnya, meskipun dalam ukuran yang lebih kecil.  Pembuatan model ini meliputi
bentuk rumah-rumahan, bentuk balai desa, bentuk rumah ibadah, tiang-tianglistrik, sumber air,
bentuk-bentuk manusia, ternak, dan sebagainya.

Untuk keperluan itu, masyarakat desa bersama tim PRA membuat berbagai model dengan
menggunakan peralatan seperti kertas karton untuk membuat model bangunan, tanah liat atau lilin
plastis untuk membuat model manusia dan ternak, lidi dan benang untuk membuat model tiang
listrik, dan sebagainya.  Pembuatan model ini dapat juga menggunakan benda-benda dan bahan
lokal yang tersediadi lokasi kegiatan, misalnya batu, ranting, daun, dan sebagainya.

Keuntungan cara ini adalah bahwa model atau maket jauh lebih menarik dari segi
penampilan.  Juga diharapkan mampu menimbulkan partisipasi peserta yang lebih baik, karena
kegiatan ini menyenangkan semua pihak yang terlibat.  Cara ini sangat baik untuk menarik minat
masyarakat dan seringkali dianggap sebagai hiburan oleh masyarakat.  Kekurangan cara pembuatan
model atau maket adalah membutuhkan persiapan yang lebih lama untuk membuat model-
modelnya, dan untuk membuatnya dibutuhkan keterampilan khusus.  Apabila proses terlalu lama,
masyarakat dapat menjadi bosan karena menghabiskan waktu dan mengganggu acara keseharian
mereka.

Sebenarnya setiap teknik PRA dapat mengkaji jenis informasi apa saja.  Secara garis besar, jenis
informasi yang biasa dikaji dengan pemetaan adalah:

A. Peta sumberdaya desa (umum). 

Peta dibuat untuk melihat keadaan umum desa dan lingkungannya yang menyangkut
sumberdaya dan sarana/prasarana yang ada di desa, keadaan fisik lingkungan desa seperti kondisi
topografis, luas dan tata letak  lahan untuk kebun, persebaran pemukiman, daerah berhutan, lahan-
lahan kritis, mata air, sungai atau aliran air, pasar, sekolah, posyandu, puskesmas, jalan raya, dan
sebagainya.

B. Peta sumberdaya alam desa

Peta ini dilakukan untuk mengenal dan mengamati secara lebih tajam mengenai potensi
sumberdaya alam serta permasalahannya, terutama sumberdaya pertanian.  Yang perlu
diperhatikan dalam hal ini adalah kebun, hutan, sumber air pertanian, dan sumberdaya pertanian
lainnya.  Seringkali lokasi kebun dan lahan pertanian lainnya milik masyarakat berada di batas dan
luar desa, sehingga peta sumberdaya alam ini dapat sampai ke luar desa.

C. Peta khusus (topikal)

15
Peta dibuat untuk menggali aspek tertentu dalam sebuah wilayah seperti pertanian,
kehutanan, peternakan, perikanan, ekonomi, keagamaan, kemasyarakatan, pendidikan, kesehatan
(misalnya peta khusus penyebaran kebun dan lahan pertanian, peta khusus pemukiman dan
penyebaran penduduk berdasarkan kelas-kelas sosial, pemetaan penyebaran hama tikus, pemetaan
penyebaran penyakit tertentu, pemetaan rumah-rumah ibu hamil /menyusui dan anak-anak balita,
dan sebagainya.  Yang dikaji antara lain adalah berbagai sumberdaya yang ada, berbagai masalah,
serta harapan-harapan masyarakat mengenai keadaan tersebut.

Untuk kegiatan pemetaan yang bertujuan menggali informasi yang bersifat umum, akan lebih baik
bila dihadiri oleh anggota masyarakat dari berbagai lapisan, tua muda, laki-laki dan perempuan, kaya
dan miskin, penguasa dan rakyat biasa.  Untuk kegiatan pemetaan yang topiknya spesifik kadang-
kadang perlu sumber informasi tertentu yang dianggap memiliki pengetahuan tentang informasi
yang bersangkutan.  Berbagai jenis peta di kantor desa yang telah ada dapat dimanfaatkan sebagai
data sekunder.

  

3. Manfaat kajian pemetaan desa

Bagi 'orang dalam' (masyarakat).  Masyarakat  telah turun-temurun hidup dan bekerja di wilayahnya,
sehingga mereka jarang memikirkan kembali seluruh keadaan lingkungannya karena telah terlalu
terbiasa.  Dengan membuat peta, masyarakat 'mengambil jarak' dari lingkungannya.  Mereka dapat
merenungkan dan memikirkan kembali keadaan-keadaan yang dipetakan itu, serta merencanakan
arah perubahan.

Bagi 'orang luar', pemetaan bermanfaat untuk mengetahui gambaran tentang keadaan wilayah,
termasuk berbagai kejadian, masalah, hambatan, dan sumberdaya yang ada di masyarakat.   Selain
itu pembuatan peta akan membantu orang luar untuk menyelami cara berpikir masyarakat desa,
prioritas-prioritas mereka, alasan-alasan mereka melakukan sesuatu, cara mereka mengatasi
masalah, dan sebagainya.

Manfaat-manfaat pemetaan yang lain adalah:

 Kegiatan pemetaan bersama masyarakat dapat menimbulkan partisipasi yang sangat baik
karena kegiatan ini cukup mudah dan mengasyikkan dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat. 
dengan demikian, kegiatan pemetaan juga merupakan bagian dari proses penyadaran masyarakat.
 Pemetaan untuk pengenalan tata batas dapat bermanfaat dalam usaha-usaha mengatasi
persengketaan mengenai tata batas yang sering terjadi dalam masyarakat.
 Dalam proses PRA secara umum, informasi yang diperoleh dari kegiatan pemetaan dapat
menjadi dasar bagi pemilihan dan penggalian informasi dengan teknik-teknik PRA lainnya.
 Biasanya pemetaan dilakukan sebagai dasar perencanaan program yang akan dilakukan. 
Juga dapat dilakukan untuk keperluan evaluasi program di waktu-waktu mendatang.  Hasil
pencatatan (dokumentasi) kegiatan pemetaan tersebut, bila dilakukan beberapa kali dengan selang
waktu yang cukup,  merupakan salah satu media yang akan banyak membantu evaluasi
perkembangan program.

5. Langkah-langkah penerapan pemetaan desa


A. Jelaskan maksud dan proses pemetaan yang akan dilakukan.

16
B. Diskusikan tentang jenis-jenis sumberdaya yang ada di desa, dan lokasi-lokasi sumberdaya
tersebut.  Setelah cukup tergambarkan, sepakatilah bersama peserta:
Jenis-jenis sumberdaya penting yang akan dicantumkan ke dalam peta serta perlu didiskusikan lebih
lanjut
Simbol setiap jenis sumberdaya yang dicantumkan ke dalam peta, baik berupa gambar-gambar
sederhana yang mudah dikenali maupun simbol dengan bahan-bahan lokal yang tersedia (biji
jagung, kerikil, daun singkong, dan sebagainya).
C. Mintalah masyarakat untuk mulai membuat peta baik di atas tanah maupun di atas kertas lebar
yang ditempelkan di dinding dengan cara berikut:
 Pembuatan peta ini dimulai dari tempat-tempat tertentu (titik awal) yang diinginkan
masyarakat.  Titik awal ini biasanya berupa tempat-tempat yang mudah dikenal,
seperti rumah ibadah, sekolah, kantor desa, persimpangan jalan utama, lapangan,
rumah kepala desa, sungai utama, dan sebagainya.
 Setelah lokasi-lokasi utama dipetakan, kemudian peta itu dilengkapi dengan detail-
detail yang lain seperti jalan setapak, sungai-sungai kecil, batas dusun, dsb.
 Lengkapi peta tersebut dengan detail-detail khusus yang sesuai dengan jenis peta yang
akan dibuat, misalnya untuk pembuatan peta mengenai sumberdaya alam yang perlu
digambarkan dengan teliti adalah lahan-lahan pertanian, lahan-lahan kritis, hutan,
ladang, ladang penggembalaan, dan sebagainya.
 Perhatikan proses terjadinya peta/model.  Apabila masih terdapat hal-hal yang
terlewatkan, ajukanlah pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghidupkan diskusi. 
Pastikan bahwa informasi yang diperoleh melalui peta sudah cukup memadai.
D. Cantumkanlah di sudut peta, simbol-simbol beserta artinya atau penjelasan lain untuk memahami
gambar.
E.Setelah peta selesai, lakukan diskusi lebih lanjut, mengenai:
 Bagaimana keadaan sumberdaya dan apa masalah-masalah yang terjadi dengan
sumberdaya tersebut
 Apa akibat dari perubahan-perubahan dan masalah-masalah tersebut terhadap
kehidupan masyarakat
 Apakah terdapat hubungan sebab akibat diantara perubahan-perubahan tersebut.
F. Catatlah seluruh masalah, potensi, dan infromasi yang muncul dalam diskusi dengan cermat,
sebab hasil penggalian ini akan menjadi bahan bagi kegiatan penerapan teknik PRA yang lain.
G. Dokumentasi peta yang dihasilkan merupakan bahan acuan di kemudian hari.  Jika peta dibuat di
atas tanah, maka perlu digambar kembali pada kertas.  Pada saat menyalin peta, gambar dapat
dilengkapi dengan rincian tambahan, memberinya  keterangan nama-nama tempat, pemberian
tanda untuk mata angain dan nama tempat /dusun.
H. Cantumkan pada sudut peta, peserta, pemandu, tempat dan tanggal dilangsungkannya diskusi.
 
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan teknik pemetaan:
 Waktu.  Pemetaan di atas tanah membutuhkan waktu cukup lama (sebaiknya tidak
lebih 3—4 jam), tergantung topik-topik yang didiskusikan.  Pembuatan model/maket
akan membutuhkan waktu yang lebih lama jika bahan-bahan belum dipersiapkan oleh
tim pemandu sebelumnya.
 Tempat.  Persiapan yang lain adalah persiapan lokasi kegiatan.  Untuk pemetaan di
atas tanah, siapkan tempat yang cukup luas, yang kira-kira dapat menampung jumlah
peserta diskusi.  Tempat kegiatan sebaiknya cukup teduh dan datar, tidak berbatu agar
mudah digambar dan mudah diamati, dan  tidak berair.  Perlu dipertimbangkan juga
bahwa pembuatan peta di luar ruangan mungkin dapat terganggu oleh hujan, panas,
dan angin.  Jangan lupa mengikutsertakan masyarakat dalam meilih lokasi.
17
 Skala.  Akan sangat baik jika peta yang dihasilkan dapat mendekati keadaan yang
sebenarnya.  Namun, sebagai sarana diskusi, peta cukup dibuat sederhana saja.  Skala
hanya diperkirakan saja, tidak perlu terlalu mutlak tetapi perbandingan cukup masuk
akal.
DIAGRAM VENN

A. Pembuatan Bagan Hubungan Kelembagaan (Diagram Venn)


Dalam setiap masyarakat pasti terdapat berbagai lembaga, baik lembaga
adat/tradisional yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat itu sendiri,
maupun lembaga-lembaga dari 'luar', seperti lembaga pemerintah atau swasta.  Ada
lembaga yang bersifat longgar (perkumpulan atau kelompok), ada pula lembaga-
lembaga yang organisasinya jelas (pemerintahan desa).
Salah satu hal yang penting dipertimbangkan dalam usaha pengembangan
masyarakat adalah pemanfaatan potensi lembaga-lembaga tersebut. Oleh karenanya,
keberadaan dan tingkat penerimaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga tersebut
perlu diperhitungkan dalam setiap usaha pengembangan masyarakat.  Teknik
diagram Venn merupakan teknik PRA yang sering dipergunakan untuk melihat
hubungan berbagai lembaga yang terdapat di desa, sehingga diagram ini dikenal
sebagai 'bagan hubungan kelembagaan'.

1. Pengertian

Teknik pembuatan bagan hubungan kelembagaan merupakan teknik PRA


yang digunakan untuk memfasilitasi kajian hubungan antara masyarakat dengan
lembaga-lembaga yang terdapat di lingkungannya.  Hasil pengkajian dituangkan ke
dalam diagram Venn (sejenis diagram lingkaran, diadaptasi dari disiplin ilmu
matematika), yang akan menunjukkan besarnya manfaat, pengaruh dan dekatnya
hubungan suatu lembaga dengan masyarakat.

Informasi yang dikaji dalam pembuatan bagan hubungan kelembagaan adalah:

a. Lembaga secara umum, yaitu informasi mengenai semua lembaga yang


berhubungan dengan masyarakat desa, baik yang berada di dalam desa tersebut,
maupun yang berada di luar desa, tetapi berhubungan dengan desa (misalnya
puskesmas di kecamatan).  Jenis lembaga yang dikaji adalah: lembaga-lembaga
lokal (tradisional), lembaga-lembaga pemerintah (misal pemerintahan desa,
puskesmas, KUD, dsb), lembaga-lembaga suasta, misalnya lembaga swadaya
masyarakat.

b. Lembaga-lembaga khusus, yaitu informasi mengenai lembaga-lembaga tertentu,


misalnya lembaga yang kegiatannya berhubungan dengan pertanian saja,
kesehatan saja, lembaga adat, dsb.

Sumber informasi utama adalah warga masyarakat, terutama mereka yang secara
langsung atau tidak langsung mempunyai pengalaman yang menyangkut lembaga-
lembaga yang bersangkutan.  Informasi dari masyarakat dapat dicek silang dengan
informasi dari pengelola lembaga yang bersangkutan.  Sementara itu, data sekunder
dapat juga digunakan sebagai perbandingan.

18
2. Tujuan dan manfaat kajian bagan hubungan kelembagaan

Kajian bagan hubungan kelembagaan bertujuan:

a. Memfasilitasi diskusi masyarakat mengenai keberadaan, manfaat dan peranan


berbagai lembaga di desa.

b. Memfasilitasi diskusi masyarakat mengenai saling hubungan diantara lembaga-


lembaga tersebut.

c. Memfasilitasi diskusi masyarakat mengenai keterlibatan berbagai kelompok


masyarakat di dalam kegiatan kelembagaan tersebut.

Adapun manfaat kajian bagan hubungan kelembagaan, dapat dibedakan menjadi


dua:

a. Bagi orang dalam (masyarakat).  Diskusi ini akan lebih memperkenalkan


keberadaan lembaga-lembaga di desa karena seringkali lembaga-lembaga luar
hanya dikenal oleh sebagian kecil masyarakat yang terlibat.  Diskusiini juga
berguna untuk membahas peningkatan berbagai lembaga.  Setelah mendiskusikan
permasalahan dalam hubungan masyarakat dengan lembaga tersebut, kemudian
mengkaji harapan-harapan mereka mengenai kegiatan lembaga dan bentuk
hubungan yang sesuai dengan harapan tersebut.

b. Bagi orang luar. Kita bisa memahami cara masyarakat membuat urutan prioritas
terhadap kegiatan lembaga-lembaga tersebut dan penilaian mereka tentang
sumbangan yang diberikannya kepada masyarakat desa.  Bagi lembaga luar yang
telah menyelenggarakan program, informasi yang terungkap dapat menjadi umpan
balik yang bermanfaat dalam memperbaiki pelayanan lembaganya pada
masyarakat; sedangkan bagi yang sedang menjajagi kemungkinan pengembangan
program, kajian ini menjadi bahan acuan bagi kemungkinan kerjasama dalam
membuat kegiatan.

PETA TRANSEK
A. Pengertian peta transek (transect mapping)
Secara harfiah, transek berarti gambar irisan muka bumi.  Pada awalnya, transek
dipergunakan oleh para ahli lingkungan untuk mengenali dan mengamati wilayah-
wilayah ekologi (pembagian wilayah lingkungan alam berdasarkan sifat khusus
keadaannya).  Dalam pendekatan partisipatif, teknik penelusuran lokasi (transek)
merupakan teknik PRA untuk melakukan pengamatan langsung lingkungan dan
sumberdaya masyarakat, dengan cara berjalan menelusuri wilayah desa mengikuti suatu
lintasan tertentu yang disepakati.  Hasil pengamatan dan lintasan tersebut, kemudian
dituangkan ke dalam bagan atau gambar irisan muka bumi untuk didiskusikan lebih
lanjut.

19
Transek (Penelusuran Desa) merupakan teknik untuk memfasilitasi masyarakat dalam
pengamatan langsung lingkungan dan keadaan sumber-sumberdaya dengan cara berjalan
menelusuri wilayah desa mengikuti suatu lintasan tertentu yang disepakati. Dengan teknik
transek, diperoleh gambaran keadaan sumber daya alam masyarakat beserta masalah-
masalah, perubahan-perubahan keadaan dan potensi-potensi yang ada. Hasilnya digambar
dalam diagram transek atau 'gambaran irisan muka bumi.
Teknik Penelusuran Lokasi (Transek) adalah teknik PRA untuk melakukan
pengamatan langsung lingkungan dan sumber daya masyarakat, dengan cara berjalan
menelusuri wilayah desa mengikuti suatu lintasan tertentu yang disepakati. Hasil
pengamatan dan lintasan tersebut, kemudian dituangkan ke dalam bagan atau gambar
irisan muka bumi untuk didiskusikan lebih lanjut.

B. Jenis-jenis Transek
Berdasarkan jenis informasi (topik kajian), jenis transek mirip dengan pembuatan peta
desa:
1. Transek sumberdaya desa (umum)
Penelusuran desa adalah pengamatan sambil berjalan melalui daerah pemukiman
desa guna mengamati dan mendiskusikan berbagai keadaan.  Keadaan-keadaan yang
diamati yaitu pengaturan letak perumahan dan kondisinya, pengaturan halaman
rumah,  pengaturan air bersih untuk keluarga, keadaan sarana MCK, sarana umum
desa (sekolahan, toko, tiang listrik, gapura desa, puskesmas, lapangan olah raga, dsb),
juga lokasi kebun dan sumberdaya pertanian secara garis besar.  Kajian transek ini
terarah terutama pada aspek-aspek umum pemukiman desa tersebut dan sarana-sarana
yang dimiliki desa; sedangkan keadaan sumberdaya alam dibahas secara garis
besarnya saja.  Kajian ini akan sangat membantu dalam mengenal desa secara umum
dan beberapa aspek lainya dari wilayah pemukiman yang kurang diperhatikan.
2. Transek sumberdaya alam
Transek ini dilakukan untuk mengenal dan mengamati secara lebih tajam
mengenai potensi sumberdaya alam serta permasalahan-permasalahan-nya, terutama
sumberdaya pertanian.  Seringkali, lokasi kebun dan lahan pertanian lainnya milik
masyarakat berada di batas dan luar desa, sehingga transek sumberdaya alam ini bisa
sampai ke luar desa. Informasi-informasi yang biasanya muncul antara lain:
a. Bentuk dan keadaan permukaan alam (topografi), termasuk kedalamnya adalah
kemiringan lahan, jenis tanah dan kesuburannya, daerah tangkapan air dan
sumber-sumber air (sungai, mata air, sumur).
b. Pemanfaatan sumberdaya tanah (tataguna lahan), yaitu untuk wilayah pemukiman,
kebun, sawah, ladang, hutan, bangunan, jalan, padang penggembalaan, dan
sebagainya.
c. Pola usahatani, mencakup jenis-jenis tanaman penting dan kegunaannya (tanaman
pangan, tanaman obat, pakan ternak, dsb), produktivitas lahan dan hasilnya, dan
sebagainya.
d. Teknologi setempat dan cara pengelolaan sumberdaya alam termasuk teknologi
tradisional misalnya teknologi penahan erosi dari batu, kayu; pemeliharaan ternak,
budidaya tanaman, sistem pengelolaan air, dan sebagainya.
e. Pemilikan sumberdaya alam, biasanya terdiri dari milik perorangan, milik adat,
milik desa, milik pemerintah/negara.
Kajian lebih lanjut yang dilakukan antara lain:
a. Kajian mata pencaharian yang memanfaatkan sumberdaya tersebut, baik oleh
pemilik maupun bukan.

20
b. Kajian mengenai hal-hal lain yang mempengaruhi pengelolaan sumberdaya,
seperti perilaku berladang dan tatacara adat dalam pengelolaan tanah, pengelolaan
air, peraturan memelihara ternak, upacara panen, dan sebagainya.
3. Transek Topik-topik lain
Transek juga bisa dilakukan untuk mengamati dan membahas topik-topik khusus,
seperti halnya dengan pembuatan peta desa.  Misalnya, transek yang dilakukan khusus
untuk mengamati sarana kesehatan dan kondisi kesehatan lingkungan desa, transek
wilayah persebaran hama penyakit, atau transek khusus untuk mengamati sumber air
dan sistem pengelolaan aliran air irigasi, dan sebagainya.

Berdasarkan Lintasan, transek dapat dibedakan menjadi:


1. Transek lintasan garis lurus
Di tempat dan masyarakat berkumpul untuk melakukan penelusuran lokasi,
dibahas dan ditetapkan lintasan yang akan dilakukan.  Kegiatan penelusuran lokasi ini
bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) Berjalan mengikuti garis atau mengikuti jalan utama dan jalan-jalan di
pemukiman, di wilayah pertanian, dan di berbagai bagian wilayah yaang ingin
diamati keadaannya (dengan demikian, lintasan yang sebenarnya tentu saja tidak
benar-benar berupa garis lurus).
b) Berjalan mulai dari titik terendah sampai ke titik tertinggi atau sebaliknya dari
titik tertinggi ke titik terendah (biasanya dilakukan untuk membandingkan kondisi
lahan dan jenis usaha pertanian yang dilakukan pada tingkat ketinggian yang
berbeda di wilayah dataran tinggi).
2. Transek lintasan bukan garis lurus
Kegiatan ini dilakukan dengan perjalanan yang mengabaikan lintasan jalan yang
ada.  Yang menentukan adalah letak-letak atau lokasi pengamatan yang telah
direncanakan sebelumnya.  Dengan demikian, perjalanan dimulai dari lokasi yang
paling dekat  ke paling jauh.  Arah perjalanan untuk mencapai lokasi-lokasi yang akan
diamati tersebut dapat dilakukan dengan beberapa kemungkinan, yaitu: berkelak-
kelok (zig-zag); bisa pulang pergi atau juga berputar; atau menyapu semua arah. 
Berdasarkan pengalaman, cara ini memberikan suatu hasil yang lebih menyeluruh
daripada melintas lokasi mengikuti garis lurus.
3. Transek lintasan saluran air (sumber air)
Penelusuran ini dilakukan dengan berjalan mengikuti aliran air secara sistematis
untuk menyusuri aliran air atau tepian sungai.  Pengamatan dilakukan terhadap daerah
di sepanjang saluran air atau tepian sungai untuk mengkaji penataan sumber air bagi
pertanian dan memperoleh informasi tentang pengelolaan daerah aliran sungai yang
dilakukan oleh para petani.

C. Manfaat transek
Bagi orang dalam (masyarakat) penelusuran lokasi akan menimbulkan perasaan
senang karena mereka dapat memperkenalkan langsung pekerjaan, keadaan, pengetahuan
dan keterampilan mereka kepada sesama petani dan orang luar.
Bagi orang luar, transek dapat membantu untuk melihat dengan jelas mengenai
kondisi alam dan rumitnya sistem pertanian dan pemeliharaan sumberdaya alam yang
dijalankan oleh masyarakat.  Selain itu kita dapat belajar tentang cara masyarakat dalam
memanfaatkan sumberdaya alam.
Dalam perencanaan program, transek dipergunakan untuk observasi langsung bagi
kegiatan penjajagan kebutuhan dan potensi, sedangkan dalam evaluasi program teknik ini
dapat dimanfaatkan untuk mengetahui fakta-fakta dan perubahan yang telah terjadi.

21
D. Tujuan transek
Tujuan transek (penelusuran lokasi) adalah untuk memfasilitasi masyarakat agar
mendiskusikan keadaan sumberdaya-sumberdaya dengan cara mengamati langsung hal
yang didiskusikan di lokasinya. Hal-hal yang biasanya didiskusikan adalah:
1. Masalah-masalah pemeliharaan sumberdaya pertanian, seperti erosi, kurangnya
kesuburan tanah, hama dan penyakit tanaman, pembagian air, penggundulan hutan,
dan sebagainya.
2. Potensi-potensi yang tersedia.
3. Pandangan dan harapan-harapan para petani mengenai keadaan-keadaan tersebut.
4. Hal lain yang disesuaikan dengan jenis transek dan topik bahasan yang dipilih untuk
diamati.

E. Langkah-langkah transek
1. Persiapan
Persiapan pelaksanaan kegiatan transek yang sebaiknya secara khusus
diperhatikan adalah mempersiapkan tim dan masyarakat yang akan ikut, termasuk
menentukan kapan dan dimana akan berkumpul.  Juga dipersiapkan berbagai alat
tulis, kertas lebar (kertas plano), karton warna-warni, kertas berwarna, lem, spidol
berwarna, dan bekal makanan minuman secukupnya.
Peserta terdiri dari tim PRA dan masyarakat, biasanya terdapat anggota
masyarakat yang menjadi penunjuk jalan.  Tim PRA sebaiknya memiliki anggota atau
narasumber yang memahami hal-hal yang sudah diperkirakan akan dikaji dalam
kegiatan transek ini, terutama masalah-masalah teknis pertanian.
2. Pelaksanaan
a. Sebelum berangkat, bahas kembali maksud dan tujuan kegiatan penelusuran lokasi
serta proses kegiatan yang akan dilakukan.
b. Sepakati bersama peserta, lokasi-lokasi penting yang akan dikunjungi serta topik-
topik kajian yang akan dilakukan.  Setelah itu sepakati lintasan penelusuran.
c. Sepakati titik awal perjalanan (lokasi pertama), biasanya diambil dari titik terdekat
dengan kita berada pada saat itu.
d. Lakukan perjalanan dan amati keadaan di sepanjang perjalanan.  Biarkan petani
(masyarakat) menunjukkan hal0hal yang dianggap penting untuk diperlihatkan
dan dibahas keadaannya.  Diskusikan keadaan sumberdaya tersebut dan amati
dengan seksama.
e. Buatlah catatan-catatan hasil diskusi di setiap lokasi  (tugas anggota tim PRA).
3. Setelah perjalanan
Bisa saja selama berhenti di lokasi-lokasi tertentu, gambar bagan transek dibuat
untuk setiap bagian lintasan yang sudah ditelusuri, namun yang sering terjadi adalah
pembuatan bagan setelah seluruh lintasan ditelusuri.  Langkah-langkah kegiatannya
adalah sebagai berikut:
a. Jelaskan cara dan proses membuat bagan.
b. Sepakati lambang atau simbol-simbol yang akan dipergunakan untuk menggambar
bagan transek. Catat simbol-simbol tersebut beserta artinya di sudut kerta. 
Pergunakan spidol berwarna agar jelas dan menarik.
c. Mintalah masyarakat untuk menggambarkan bagan transek berdasarkan hasil
lintasan yang telah dilakukan. Buatlah dengan bahan atau cara yang mudah
diperbaiki atau dihapus karena akan banyak terjadi koreksi.

22
d. Selama penggambaran, tim PRA mendampingi karena pembuatan irisan ini cukup
sulit terutama mengenai:  perkiraan ketinggian (naik turun permukaan bumi),
perkiraan jarak antara satu lokasi dengan lokasi lain.
e. Pergunakan hasil gambar transek tersebut untuk mendiskusikan lebih lanjut
permasalahan, potensi, serta harapan-harapan masyarakat mengenai semua
informasi bahasan.
f. Buatlah catatan-catatan hasil diskusi tersebut (tugas anggota tim PRA).
g. Cantumkan nama-nama atau jumlah peserta, pemandu, tanggal dan tempat
pelaksanaan diskusi.

F. Catatan dan Anjuran


Kegiatan ini biasanya dilakukan pada hari supaya cuaca masih sejuk dan segar karena
itu sebaiknya sebelumnya dibuat kesepakatan dengan masyarakat yang harus bekerja ke
kebun. Kegiatan ini memerlukan waktu 2-3 jam perjalanan, tergantung panjang lintasan
yang ditelusuri, ditambah 2-3 jam pembuatan bagan dan diskusi lanjutan. Karena waktu
kegiatan yang cukup panjang, persiapan dan persetujuan dengan masyrakat perlu
dilakukan. Bisa juga diskusi dilakukan pada pertemuan berikutnya (tidak langsung)
asalkan desepakati oleh masyarakat yang menjadi peserta.
Hujan akan merupakan hambatan yang cukup serius dalam kegiatan teknik
penelusuran lokasi ini, oleh karena itu cuaca harus benar-benar diperhatikan sebelum
melaksanakan kegiatan penelusuran lokasi ini.

G. pembuatan peta transek


1. Tujuan : Diketahuinya gambaran potensi suatu wilayah lengkap dengan informasi
kondisi dan ekosistem dengan gambaran membelah wilayah/desa.
2. Data yang diambil : Topografi dan kemiringan wilayah, jenis flora dan fauna, Tata
guna lahan, Kepemilikan lahan.

23
Contoh Peta Transek

RANGKING KESEJAHTERAAN

A. Rangking Kesejahteraan
Salah satu teknik analisis yang bisa diterapkan secara luas adalah membanding-bandingkan
berbagai aspek dari sejumlah topik serta menyusun peringkatnya.  Matriks rangking ini dirancang
khusus untuk melakukan pilihan-pilihan dari sejumlah hal secara lebih cermat, terutama apabila
melakukan pilihan-pilihan kegiatan program.
Ranking Kesejahteraan merupakan suatu teknik PRA yang sangat berguna dalam
mengidentifikasi tingkatan kesejahteraan dalam satu wilayah (dusun/ desa). Ranking Kesejahteraan
memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan kriteria-kriteria terhadap kesejahteraan
masyarakat serta menilai perbedaan-perbedaan dalam kesejahteraan di wilayah mereka. Melalui
metode ini dapat diperoleh suatu gambaran tentang perbedaan-perbedaan kesejahteraan
masyarakat dan dapat membantu lembaga untuk mengidentifikasi kelompok sasaran suatu program.
Teknik pembuatan bagan peringkat adalah teknik untuk mengkaji sejumlah topik dengan
memberi nilai pada masing-masing aspek kajian, berdasarkan sejumlah kriteria perbandingan. 
Kriteria perbandingan tersebut berdasarkan pendapat masyarakat sehingga sesuai dengan keadaan
setempat.  Biasanya yang dibandingkan adalah topik-topik bahasan terpenting yang perlu
dipertimbangkan untuk pengembangan kegiatan-kegiatan.

24
Teknik ini sesungguhnya lebih merupakan cara analisis daripada untuk mengumpulkan
informasi.  Oleh karenanya, kegiatan ini biasanya dilakukan untuk melengkapi kajian oleh teknik-
teknik lainnya.  Informasi-informasi yang dikaji ditentukan berdasarkan keperluan tertentu.

B. Tujuan
a.  Mengklasifikasi jumlah penduduk ke dalam kategori tingkatan tertentu (seperti kaya, miskin,
menengah) menurut kriteria khusus setempat dan sesuai istilah di komunitas tersebut.
b.  Mengidentifikasi kriteria setempat mengenai kemiskinan dan memahami alasan-alasan
dikemukakannya kriteria-kriteria tersebut.
c.  Menghitung tingkat kesejahteraan masing-masing rumah tangga dari tingkat kampung sampai
desa.
d.  Hasil klasifikasi kesejahteraan digunakan untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok yang akan
terlibat dalam diskusi kelompok terfokus (FGD), untuk pemetaan akses orang miskin terhadap
sarana–sarana umum dan sumberdaya yang ada serta diskusi kajian mendalam selanjutnya.
e.  Mengetahui proporsi masing-masing tingkatan/kategori menurut masyarakat.

Ada beberapa tujuan dan manfaat ranking kesejahteraan yaitu :


Teknik ini bertujuan untuk memfasilitasi pilihan masyarakat tentang sejumlah topik
informasi dengan cara memberikan penilaian sehingga bisa diperolehsuatu urutan atau peringkat
keadaan.  Dalam melakukan penilaian, aspek-aspek yang dipertimbangkan antara lain: manfaat-
manfaat pilihan, ketersediaan potensi-potensi untuk mengembangkan keadaan, hambatan-
hambatan yang ada untuk mengembangkan sustu keadaan.  Secara sederhana, pengurutan
biasanya dilakukan untuk memberikan urutan jumlah (volume) suatu keadaan.
Adapun manfaat utama yang dapat diperoleh dengan menggunakan teknik ini adalah
dapat mendorong dan merangsang pemikiran masyarakat dalam menentukan pilihan berdasarkan
keadaan setempat (potensi dan pembatasnya) dan memperoleh pengertian tentang pilihan
tersebut.
C..Jenis-Jenis
Jenis-jenis informasi kajian yang seringkali dilakukan, antara lain:
1. Pilihan teknologi pertanian, misalnya saat melakukan transek atau kunjungan usahatani.
2. Pilihan jenis tanaman yang perlu dikembangkan , misal muncul saat melakukan transek atau
saat diskusi bagan KP.
3. Pengurutan mata pencaharian utama, misal muncul saat melakukan dengan teknik kajian mata
pencaharian.
4. Pengurutan kelas sosial  atau urutan kekayaan seseorang.
5. Pilihan masalah-masalah utama / prioritas yang perlu diatasi.
6. Pilihan-pilihan kegiatan; dan sebagainya.
Sumber informasi utama tentang penilaian sejumlah keadaan biasanya adalah dari hasil
teknik-teknik PRA sebelumnya.  Kriteria-kriteria penilaiannya dibahas bersama masyarakat,
sedangkan infromasi teknis tentang hal-hal yang dinilai dapat diperbandingkan antara teknologi
lokal milik masyarakat dengan pengetahuan atau pengalaman orang luar.

D. Langkah-langkah
1. Menjelaskan tujuan, alur proses, waktu yang dibutuhkan dalam pengkajian
2. Mengidentifikasi indikator /aspek yang berpengaruh terhadap Kesejahteraan.
Langkah awal pengkajian difokuskan pada, “Bagaimana masyarakat membedakan antara
rumah tangga dalam komunitas desa mereka”. Para peserta diminta menyampaikan
pendapatnya mengenai hal-hal apa saja yang membedakan tingkat kehidupan satu rumah
tangga dengan rumah tangga lainnya di desa. Jawaban-jawaban peserta didiskusikan dan
dibahas melalui pemetaan pemikiran yang menghasilkan kriteria tingkatan kesejahteraan
berdasarkan indikator setempat.

25
3. Menyusun pembobotan terhadap indikator/ aspek yang telah teridentifikasi.
4. Menyusun kelompok ciri-ciri pembeda pada setiap indikator/aspek
Dari berbagai indikator yang telah disepakati, kelompok diskusi kemudian menyusun
pembobotan berdasarkan pengaruh paling besar terhadap pandangan tingkat kesejahteraan
penduduk sesuai kondisi lokal.Pengaruh yang paling besar diberi bobot tertinggi sedangkan
indikator yang memiliki pengaruh paling kecil diberi bobot yang terendah.
5. Menetapkan penilaian terhadap setiap kelompok ciri-ciri pembeda
Pada setiap indikator, kelompok diskusi kemudian menyusun ciri-ciri pembeda untuk
penetapan strata setiap indikator yang dimunculkan.Hal ini dimaksudkan untuk memberi
pertimbangan dalam pemberian nilai sesuai kondisi setiap rumah tangga.
6. Menetapkan rentang nilai untuk rumah tangga sangat miskin, miskin, sedang dan kaya.
7. Setelah semua indikator dan ciri-ciri pembeda setiap indikator dibobot, selanjutnya dilakukan
penilaian untuk menetapkan rentang nilai bagi rumah tangga sangat miskin, miskin, sedang dan
kaya dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menghitung skor tertinggi (jumlah keseluruhan skor tertinggi ciriciri pembeda dari
setiap indikator) dan menghitung skor terendah (jumlah keseluruhan skor terendah
ciri-ciri pembeda dari setiap indikator)
b. Hasil skor tertinggi dikurangi hasil skor terendah kemudian dibagi empat (4) (angka
4 diambil dari empat tingkatan peringkat kesejahteraan yaitu: Sangat Miskin,
Miskin, Sedang dan Kaya). Dengan demikian didapatkanlah jumlah nilai standar
yang digunakan dalam rangka menentukan rentang nilai antara rumah tangga sangat
miskin, miskin, sedang dan kaya.
8. Membuat kesepakatan untuk matrik peringkat kesejahteraan sebelum melakukan sensus pada
setiap rumah tangga, maka pleno desa dilakukan untuk mendapatkan kesepakatan atas Matrik
Peringkat Kesejahteraan yang kemudian akan menjadi pedoman dalam melakukan penetapan
kondisi tingkat kesejahteraan setiap rumah tangga
9. Fasilitator menjelaskan bahwa peringkat kesejahteraan keluarga yang telah dihasilkan akan
dipakai untuk melakukan sensus sosial keseluruh rumah tangga.Olehnya itu dibangunlah
kesepakatan untuk menyepakati agenda untuk merumuskan format sensus bersama
Pemerintah Desa.
10.Sebelum mengakhiri sesi ini,dipersilahkan salah seorang peserta untuk memberikan apresiasi
dan hikmah pembelajaran terkait dengan peringkat kesejahteraan yang telah dihasilkan.

Focus Group Discussion(FGD)


A. Pengertian
Focus Group Discussion(FGD) adalah bentuk diskusi yang didesain untuk memunculkan
informasi mengenai keinginan, kebutuhan, sudut pandang, kepercayaan dan pengalaman yang
dikehendaki peserta.

Definisi lain, FGD adalah salah satu teknik dalam mengumpulkan data kualitatif; di mana
sekelompok orang berdiskusi dengan pengarahan dari seorang
fasilitator atau moderator mengenai suatu topik
(http://www.enolsatoe.org/content/view/15/33/).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa FGD adalah salah satu teknik pengumpulan data
kualitatif yang didesain untuk memperoleh informasi keinginan, kebutuhan, sudut pandang,
kepercayaan dan pengalaman peserta tentang suatu topik, dengan pengarahan dari seorang
fasilitator atau moderator. Berikut beberapa hal yang
berkaitan dengan teknik pengumpulan data kualitatif
melalui FGD.

26
B. Tujuan
Tujuan FGD adalah untuk mengeksplorasi masalah yang spesifik, yang berkaitan
dengan topik yang dibahas. Teknik ini digunakan dengan tujuan untuk menghindari
pemaknaan yang salah dari peneliti terhadap masalah yang diteliti. FGD digunakan untuk
menarik kesimpulan terhadap makna-makna intersubjektif yang sulit diberi makna sendiri
oleh peneliti karena dihalangi oleh dorongan subjektivitas peneliti (Kresno S. dkk., 1999).

C. Karakteristik
a) Peserta memiliki kesamaan ciri, tidak saling mengenal
Jumlah peserta dalam kelompok cukup 7–10 orang, namun dapat diperbanyak hingga 12
orang, sehingga memungkinkan setiap individu untuk mendapat kesempatan mengeluarkan
pendapatnya serta cukup memperoleh pandangan anggota kelompok yang bervariasi (Krueger,
1988). Jumlah peserta yang lebih besar, sebenarnya juga bisa memberi keuntungan lain, yaitu
memperluas sudut
pandang dan pengalaman peserta yang mungkin muncul. Namun walaupun jumlah peserta tidak
banyak dan waktu untuk mengemukakan pendapat tidak dibatasi, peserta mempunyai batasan
waktu tertentu dalam berbicara karena fokus perhatian tidak hanya pada satu responden melainkan
seluruh peserta. Inilah yang membedakan teknik pengumpulan data kualitatif FGD dengan teknik
wawancara one by one.

Peserta harus mempunyai ciri-ciri yang sama atau homogen. Cir i- cir i yang sama ini
ditentukan oleh tujuan atau topik diskusi dengan tetap menghormati dan memperhatikan
perbedaan ras, etnik, bahasa, kemampuan baca-tulis, penghasilan dan gender (Krueger, 1988).
Sebagai contoh, petugas Puskesmas ingin mengetahui mengapa para ibu yang memiliki anak balita
tidak menggunakan Posyandu. Maka
ciri-ciri yang sama yang harus dipilih sebagai peserta adalah ibu-ibu balita yang tidak pernah
mengunjungi Posyandu. Semakin homogen peserta, semakin mereka dapat berkomunikasi dengan
bebas, tanpa rasa takut atau segan, serta tetap fokus terhadap topik yang didiskusikan.
Kemungkinan terjadinya kondisi di mana ada peserta terpinggirkan akan berkurang dengan
kehomogenan

Peserta idealnya terdiri dari orang-orang yang tidak saling mengenal. Jika sulit dilakukan,
minimal tidak memasukkan orang yang selalu melakukan interaksi sehari-hari secara teratur.
Demikian juga antara fasilitator dan peserta sebaiknya tidak saling
mengenal. Hal ini berkaitan dengan analisa data, yaitu apakah hasil FGD berkaitan sepenuhnya
dengan materi yang didiskusikan atau ternyata pendapat peserta telah dipengaruhi akibat adanya
interaksi di antara mereka sebelumnya. Orang yang bertugas menganalisa tidak dapat mengisolasi
faktor-faktor apa yang memengaruhi peserta (Krueger, 1988)

b) Proses pengumpulan data kualitatif


FGD bertujuan untuk mengumpulkan data mengenai persepsi dan pandangan
peserta terhadap sesuatu, tidak berusaha mencari konsensus atau mengambil keputusan
mengenai tindakan apa yang akan diambil. Oleh karena itu dalam FGD digunakan pertanyaan
terbuka (open ended), yang memungkinkan peserta untuk memberikan jawaban yang disertai
dengan penjelasan-penjelasan (Krueger, 1988). Teknik ini berbeda dengan teknik diskusi
kelompok lainnya, misalnya Delphi process, Brainstorming, Nominal Group yang bisanya
bertujuan untuk membuat suatu konsensus dan memecahkan masalah sesuai persetujuan
semua pihak (Krueger, 1988).

27
c) Menggunakan topik terfokus
Topik diskusi ditentukan terlebih dahulu dan diatur secara berurutan. Pertanyaan
diatur sedemikian rupa sehingga dimengerti oleh peserta diskusi (Krueger, 1988). Topik penelitian
yang tidak dapat dilakukan yaitu topik penelitian yang mempelajari preferensi manusia (seperti
bahasa, sarana diseminasi, pesan kunci, dan sebagainya), topik yang menjelaskan bagaimana
pengertian dan penerimaan kelompok masyarakat terhadap suatu hal, serta topik penelitian yang
bertujuan untuk menggali respons individu (untuk informasi kuantitatif). Sebaliknya wawancara one
by one lebih tepat untuk hal ini

D.PELAKSANAAN
a) Waktu
Biasanya FGD dilangsungkan selama 60–120 menit dan dapat dilakukan beberapa kali (Krueger,
1988).Frekuensi tergantung pada kebutuhan penelitian, sumber dana, kebutuhan pembaharuan
informasi, serta seberapa mampu dan cepat pola peserta terbaca. Jika respons yang terjadi telah
jenuh, artinya tidak ada yang terbarukan, maka jumlah sesi bisa diakhiri. Sesi yang pertama kali
biasanya lebih lama jika dibandingkan sesi berikutnya karena semua informasi masih baru.
Disarankan paling tidak harus ada dua sesi dalam satu babak FGD

b)Tempat
Tempat harus netral, maksudnya suatu tempat yang memungkinkan partisipan dapat
mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Contoh, FGD tentang pelayanan Posyandu tidak tepat jika
dilaksanakan di mana pelayanan Posyandu biasanya dilakukan, karena dapat menimbulkan rasa
takut partisipan untuk mengemukakan pendapat atau penilaiannya secara jujur

c)Langkah-langkah / Metodologi
1.Persiapan FGD
Fasilitator dan pencatat harus datang tepat waktu sebelum peserta datang. Fasilitator dan
pencatat (notulen) sebaiknya bercakap-cakap secara informal dengan peserta, sekaligus mengenal
nama peserta dan yang menjadi perhatian fasilitator maupun pencatat. Sebelum FGD dilaksanakan
perlu ada persiapan-persiapan sebagai berikut (Krueger, 1988):
a. Menentukan jumlah kelompok FGD
Untuk menentukan jumlah kelompok yang dibutuhkan perlu ditetapkan terlebih dahulu
hipotesa topik yang akan diteliti. Misalnya apakah jenis kelamin, umur, pendidikan, status sosial
ekonomi penting bagi topik penelitian. Pedoman dalam menentukan jumlah kelompok:
 Minimal 2 kelompok pada tiap kategori. Misalnya melaksanakan 2 kelompok
pada tiap-tiap segmen populasi, seperti kelompok pengguna Posyandu dan
kelompok non pengguna, kelompok laki-laki dan kelompok wanita. Hal ini
dilakukan karena tiap segmen dianggap berbeda perilaku dan sifatnya.
 Bahasan kelompok bervariasi. Misalnya menilai mutu pelayanan kesehatan,
maka tanggapan dari kelompok kedua akan membiaskan tanggapan dari
kelompok pertama. Demikian pula bila ada kelompok ketiga dan seterusnya.
 Sampai tidak ada informasi baru. Perlu dilaksanakan pada beberapa kelompok
sampai diperoleh informasi yang secara umum sejalan dengan sebelumnya.
Bila dari 2 kelompok diperoleh informasi yang berbeda maka perbedaan
tersebut perlu ditelusuri pada beberapa kelompok lagi, sampai informasi yang
diperoleh dapat dimengerti dan digunakan.
 Ada makna dalam letak geografis. Bila letak geografis memberikan perbedaan
pandangan, gaya hidup, perilaku maupun angka kesakitan maka perlu
dilakukan di tiap wilayah geografis

b. Menentukan komposisi kelompok FGD

28
 Kelas sosial. Dalam satu kelompok sebaiknya peserta mempunyai status
sosial yang sama untuk menghindari terjadinya ketimpangan. Peserta dengan
status sosial lebih tinggi cenderung lebih dominan daripada yang status
sosialnya rendah.
 Status hidup. Peserta yang mempunyai status hidup yang berbeda, seperti
umur, status perkawinan, sebaiknya tidak disatukan dalam satu kelompok
karena pengalaman yang berbeda akan memberikan informasi yang berbeda
pula.
 Status spesifik tertentu. Status spesifik tertentu yang berhubungan dengan
tujuan penelitian seperti peserta KB dan non peserta KB yang melaksanakan
ANC di tenaga kesehatan dan ANC di non tenaga kesehatan, tidak boleh
disatukan ke dalam satu kelompok karena akan memberikan tanggapan yang
berbeda terhadap suatu masalah.
 Tingkat keahlian. Peserta yang memiliki tingkat keahlian maupun pengalaman
yang berbeda terhadap sesuatu sebaiknya tidak disatukan dalam satu kelompok
karena akan memengaruhi tanggapan mereka terhadap sesuatu masalah.
 Perbedaan budaya. Peserta dengan perbedaan budaya sebaiknya tidak
disatukan dalam satu kelompok, karena budaya yang dianutnya biasanya akan
memengaruhi sikap dan perilakunya terhadap topik yang didiskusikan.
 Jenis kelamin. Apabila topik diskusi berkaitan dengan jenis kelamin maka
peserta harus dipisahkan. Namun jika tidak, maka peserta pria dan wanita
dapat disatukan dalam satu kelompok FGD.

c. Menentukan tempat diskusi FGD


Faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan tempat FGD yaitu :

 Mendatangkan rasa aman. Lokasi harus dipilih di tempat di mana peserta merasa aman
untuk berbicara dan berpendapat karena tidak diamati oleh orang di luar kelompok
 Nyaman. Pilih tempat yang nyaman bagi peserta, dalam arti tidak terlalu sempit dan
panas, sehingga mengganggu jalannya diskusi.
 Lingkungan yang netral. Jangan pilih tempat yang dapat memengaruhi tanggapan
peserta, sehingga tanggapan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dirasakannya.
Hindari tempat yang menimbulkan suasana intimidasi.Contoh, bila ingin mendiskusikan
masalah kualitas pelayanan kesehatan maka jangan dilakukan di tempat pelayanan,
seperti Puskesmas, Rumah Sakit, dan lain-lain.
 Mudah dicapai peserta. Sebaiknya dilakukan di tempat yang lokasinya tidak terlalu jauh
dari tempat tinggal peserta, karena faktor kelelahan dapat memengaruhi tanggapan
peserta. Pilih tempat yang mudah dijangkau alat transportasi, dan jika perlu sediakan
tempat penitipan anak agar peserta yang punya anak dan tak bisa ditinggalkan, bersedia
datang
 One way mirror screen. Di negara-negara maju, FGD dilaksanakan di ruang kaca satu
arah, di mana selama diskusi berlangsung dapat diobservasi oleh pihak luar (dalam hal
ini peneliti) tanpa diketahui oleh peserta diskusi sehingga tidak memengaruhi tanggapan
yang diberikan.

29
d.Pengaturan Tempat Duduk
Tempat duduk diatur sedemikian rupa sehingga peserta terdorong mau berbicara.Sebaiknya
peserta duduk dalam satu lingkaran bersamasama fasilitator.Pencatat biasanya duduk di luar
lingkaran. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengatur tempat duduk adalah:
 Hindari pengurutan status. Urutan duduk peserta sebaiknya dilakukan secara acak,
sehingga tidak memengaruhi tanggapan peserta.
 Memungkinkan fasilitator bertatap mata dengan peserta. Hal ini penting dilakukan
untuk mengendalikan kelompok, mendorong peserta pemalu dan pendiam serta
membatasi peserta dominan.
 Jarak yang sama antara fasilitator dengan tiap peserta. Hal ini dimaksudkan untuk
mendorong interaksi dan perasaan sebagai bagian dari kelompok, sehingga seluruh
peserta bisa berperan aktif dalam diskusi
e. Menyiapkan undangan
Agar FGD memperoleh hasil yang baik, peserta FGD harus homogen yaitu mempunyai
persamaan jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain.Pada waktu mengundang
peserta, ada beberapa yang perlu diperhatikan yaitu:
 Menjelaskan kepada calon peserta mengenai lembaga yang mengadakan penelitian
dan tujuannya. Namun peserta tidak perlu tahu secara mendetail perihal topik yang
akan didiskusikan sebelum dimulai agar peserta tidak membuat opini sebelum
memasuki sesi. Hal ini tidak berlaku untuk yang bertujuan mendapatkan
feedbackterhadap pengetahuan peserta, contohnya peserta yang menjalankan fungsi
sebagai mediator atau provider

30
 Menjelaskan rencana dan meminta calon peserta untuk berpartisipasi. Menyebutkan
juga beberapa orang yang telah bersedia ikut serta agar calon peserta lain ikut
berpartisipasi.
 Memberitahukan tanggal, waktu, tempat dan lamanya pertemuan.
 Apabila seseorang tidak mau atau tidak dapat datang, maka tekankan pentingnya
kontribusi orang tersebut. Dan jika tetap menolak maka ucapkan terima kasih.Jika
orang tersebut mau datang maka beritahukan kembali tentang hari, jam, tempat dan
pentingnya berpartisipasi.
f. Menyiapkan fasilitator
Fasilitator haruslah seorang yang peka, serta perhatian terhadap adanya perbedaan peserta
dalam sebuah kelompok. Jika memungkinkan, fasilitator dipilih seorang yang secara
demografimempunyai kesamaan dengan peserta (etnis, usia, penghasilan, gender, dan lain-lain)
Standar minimal yang perlu dikuasai oleh asilitator adalah tujuan dan topik sehingga
mampu memahami diskusi yang berlangsung dan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan lanjutan.
Kemampuan fasilitator dalam membaca bermacam-macam respons peserta, dengan tetap menjaga
agar diskusi tetap pada jalurnya, juga
sangat penting. Fasilitator bisa berasal dari tenaga profesional (dengan menggaji seorang fasilitator
yang sudah terlatih), atau salah seorang tim peneliti yang dianggap mampu. Fasilitator profesional
adalah fasilitator yang telah dilatih untuk mampu menjaga netralitas, tidak menghakimi, dan
memimpin diskusi serta memberi pertanyaan secara jelas tapi ringkas. Langkah-langkah yang perlu
diperhatikan jika memakai fasilitator profesional adalah sebagai :
 Temui calon fasilitator untuk mengetahui kemampuan interpersonal dan tingkah
lakunya. Kepribadian fasilitator dapat memengaruhi respons peserta. Apakah calon
fasilitator bijaksana dan ramah, apakah orang ini pendengar dan penanya yang baik?
 Sedapat mungkin dengarkan hasil rekaman baik audio atau video sesi FGD yang
pernah dipimpin oleh calon fasilitator tersebut.
 Lihatlah salinan laporan singkat maupun tuntunan wawancara yang telah dibuat oleh
fasilitator dalam FGD terdahulu.
Jika tidak ada dana untuk menggaji seorang profesional, fasilitator dapat direkrut dari tim peneliti
yang telah mempunyai pengalaman sebagai fasilitator. Kuncinya adalah: pilih seorang yang mampu
bersikap objektif dan tidak defensif saat berbicara dengan orang lain. Peranan fasilitator adalah
sebagai berikut:
 Menjelaskan tentang topik diskusi.
 Memahami topik diskusi sehingga dapat menguasai pertanyaan. Seorang fasilitator
tidak perlu seorang ahli yang berkaitan dengan topik diskusi.
 Melakukan pendekatan kepada peserta sehingga peserta terdorong untuk
mengeluarkan pendapatnya. Fasilitator yang mempunyai rasa humor menjadi nilai
plus dalam memimpin sebuah FGD
 Mampu mengarahkan kelompok, bukan sebaliknya.
 Bertugas mengajukan pertanyaan dan tetap netral terhadap jawaban peserta.
Memastikan kepada peserta bahwa tidak ada jawaban mereka yang benar atau salah.
Tidak boleh memberikan persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap jawaban yang
akan memengaruhi pendapat peserta.
 Mengamati peserta dan tanggap terhadap reaksi para peserta. Mendorong semua
peserta untuk berpartisipasi dan tidak membiarkan sejumlah individu memonopoli
diskusi. Perlu disadari bahwa dinamisitas sebuah kelompok bisa menimbulkan
dampak tak terprediksi bagi peserta. Sebagai contoh, seorang peserta yang dominan,
bisa menjadikan peserta lain malas berbicara. Contoh lain adalah sebuah komentar
jujur peserta, ternyata dapat memancing peserta lain untuk memberikan respons
yang lebih jujur lagi

31
 Menciptakan hubungan baik dengan peserta sehingga dapat menggali jawaban dan
komentar yang lebih dalam.
 Fleksibel dan terbuka terhadap saran, perubahan mendadak dan lain-lain.
 Mengamati komunikasi non verbal (gerakan tangan, perubahan raut wajah) antar
peserta dan tanggap terhadap hal tersebut.
 Hati-hati terhadap nada suara dalam mengajukan pertanyaan. Peserta akan merasa
tidak senang apabila nada suara fasilitator memperlihatkan ketidaksabaran, dan tidak
bersahabat.
 Mengusahakan tidak ada interupsi dari luar pada waktu FGD berjalan.
 Menganalisa data dengan menggunakan proses induktif
Fasilitator juga bertugas memberikan laporan tertulis yang secara singkat berisi temuan-temuan
meliputi pengertian, tren, pola dan tema yang muncul selama diskusi.Potongan-potongan komentar
peserta dapat digunakan untuk menggambarkan ide-ide yang muncul selama FGD. Jadi tugas
fasilitator bukan sekedar menghubungkan pendapat/opini peserta melainkan menyampaikan

g. Menyiapkan pencatat (notulen) FGD


Pencatat berlaku sebagai observer selama FGD berlangsung dan bertugas mencatat hasil diskusi.
Catatan hasil FGD harus ditulis lengkap, yang meliputi:
 Tanggal pertemuan, waktu mulai dan waktu selesai.
 Nama lingkungan dan catatan singkat mengenai lingkungan tersebut serta informasi
lain yang mungkin dapat memengaruhi aktivitas peserta, misalnya jarak yang harus
ditempuh peserta ke tempat FGD.
 Tempat pertemuan dan catatan ringkas mengenai tempat serta sejauh mana tempat
tersebut memengaruhi peserta. Misalnya apakah tempat tersebut cukup luas,
menyenangkan peserta dan lain-lain.
 Jumlah peserta dan beberapa uraiannya yang meliputi jenis kelamin, umur,
pendidikan dan lain-lain.
 Deskripsi umum mengenai dinamika kelompok. Contoh gambaran partisipasi peserta,
apakah ada peserta dominan, peserta yang menunjukkan kebosanan, peserta yang
selalu diam dan lain-lain.
 Pencatat harus menuliskan kata-kata yang diucapkan dalam bahasa lokal oleh peserta.
 Pencatat memperingatkan kepada fasilitator kalau ada pertanyaan yang terlupakan
atau juga mengusulkan pertanyaan yang baru.
 Pencatat dapat meminta peserta untuk mengulangi komentarnya apabila fasilitator
tidak dapat mendengarkan komentar peserta tersebut karena sedang mendengarkan
komentar peserta lain.
h. Menyiapkan perlengkapan FGD
Agar pelaksanaan berjalan dengan baik maka perlu dipersiapkan terlebih dahulu peralatan
maupun perlengkapan yang dibutuhkan dalam FGD. Misalnya: alat untuk mencatat hasil (notes atau
notebook/laptop), tape atau video recorder, kaset, baterai, petunjuk diskusi, serta gambar atau
fotofoto apabila dibutuhkan. Dengan adanya media rekaman maka sikap verbal dan non verbal
dapat dilihat kembali setelah FGD selesai dilakukan.
i. Pembukaan FGD
Pada waktu membuka diskusi, fasilitator perlu memperhatikan hal-hal sebagai :
1. Memperkenalkan diri serta nama pencatat dan peranan masing-masing.
2. Memberi penjelasan tujuan diadakan FGD.
3. Meminta peserta memperkenalkan diri dan dengan cepat mengingat nama
peserta dan menggunakannya pada waktu berbicara dengan peserta.

32
4. Menjelaskan bahwa pertemuan tersebut tidak bertujuan untuk memberikan
ceramah tetapi untuk mengumpulkan pendapat dari peserta. Tekankan bahwa
fasilitator ingin belajar dari para peserta.
5. Menekankan bahwa fasilitator membutuhkan pendapat dari semua peserta dan
sangat penting, sehingga diharapkan semua peserta bebas mengeluarkan
pendapat
6. Menjelaskan bahwa pada waktu fasilitator mengajukan pertanyaan, jangan
berebutan menjawab pada waktu yang bersamaan.
7. Memulai pertemuan dengan mengajukan pertanyaan yang sifatnya umum, yang
tidak berkaitan dengan topik diskusi

j. Pelaksanaan atau Teknik Pengelolaan FGD


Usahakan agar orang yang dianggap ahli tidak hadir (misalnya bidan, dokter atau lurah dalam
FGD ibu-ibu pengunjung Posyandu). Tetapi apabila tidak dapat dihindari maka mohon kepada
mereka untuk diam dan mendengarkan diskusi dan apabila ada ide atau saran-saran bisa
dikemukakan kepada fasilitator sesudah diskusi selesai. Beberapa teknik yang dapat dilakukan pada
waktu melaksanakan FGD yaitu :
1. Klarifikasi. Sesudah peserta menjawab pertanyaan,fasilitator dapat mengulangi
jawaban peserta dalam bentuk pertanyaan untuk meminta penjelasan yang lebih
lanjut. Misalnya, apakah saudara dapat menjelaskan lebih lanjut tentang hal
tersebut
2. Reorientasi. Agar diskusi hidup dan menarik,teknik reorientasi harus efektif.
Fasilitator dapat menggunakan jawaban seorang peserta untuk ditanyakan
kepada peserta lainnya. Misalnya; Ibu Tati, Ibu Sri mengatakan bahwa beliau
menyusui bayinya sampai 6 bulan. Bagaimana ibu Tati? (yang selalu diam),
sampai berapa bulan ibu menyusui bayi ibu?
3. Peserta yang dominan. Apabila ada peserta yang dominan, maka fasilitator
harus lebih banyak memperhatikan peserta lain agar supaya mereka lebih
berpartisipasi. Dapat juga dilakukan dengan tidak memperhatikan orang yang
dominan tersebut sehingga tidak mendorongnya untuk mengeluarkan pendapat
atau jawaban. Apabila tidak berhasil maka secara sopan fasilitator dapat
menyatakan kepadanya untuk memberi kesempatan pada peserta yang lain
untuk berbicara.
4. Peserta yang diam. Agar peserta yang diam mau berpartisipasi, maka sebaiknya
memberikan perhatian yang banyak kepadanya dengan selalu menyebutkan
namanya dan mengajukan pertanyaan.
5. Penggunaan gambar atau foto. Dalam melakukan FGD, fasilitator dapat
menggunakan foto atau gambar, misalnya memperlihatkan foto anak yang
kurang gizi dan menanyakan ”bagaimana keadaan anak tersebut? Apa yang
harus ibu lakukan?”

E.CONTOH PENERAPAN FOCUS GROUP DISCUSSION


Berikut diberikan contoh penerapan FGD dalam upaya meningkatkan kunjungan pelayanan
Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) di Puskesmas. Sampai saat ini kebutuhan remaja akan
informasi, pendidikan dan pelayanan tentang kesehatan reproduksi masih belum dapat terpenuhi
dengan baik.Puskesmas sebagai pelaksana pelayanan kesehatan reproduksi strata pertama
diharapkan dapat mengisi kebutuhan remaja, mengingat semakin

33
pesatnya pengetahuan dan teknologi yang membuat remaja semakin mudah untuk mengakses
informasi mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas dari berbagai media sesuai dengan
kebutuhannya. Namun sayangnya, informasi yang diberikan oleh media tersebut belum tentu benar.

Salah satu hasil penelitian tahun 2006 menyebutkan bahwa pelayanan KRR di Puskesmas masih
belum maksimal, dan salah satu penyebabnya adalah kurangnya respons siswa SMP maupun SMA
terhadap pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja
di Puskesmas. Hal ini karena kurangnya kesadaran remaja terhadap kesehatan reproduksi (Paramita
A. dkk, 2006).Dengan demikian, penyelesaian masalah kurang maksimalnya pelayanan KRR di
Puskesmas ini bukan hanya menjadi tanggung jawab petugas Puskesmas namun juga perlu adanya
pemberdayaan masyarakat, khususnya pada kelompok remaja sebagai sasaran pelayanan KRR.
Kegiatan pemberdayaan ini dapat berupa kegiatan diskusi untuk mendapatkan data-data respons
remaja terhadap keberadaan pelayanan KRR serta model pelayanan yang diharapkan.Untuk
menyelesaikan masalah kurang maksimalnya pelayanan KRR di Puskesmas maka
diperlukan penelitian untuk menggali data sebanyakbanyaknya yang berkaitan dengan faktor
penyebab masalah. Untuk itu akan dilakukan teknik FGD guna
menggali data yang diperlukan. Berikut adalah tahap-tahap pelaksanaannya:
a.Bagian pertama
Beberapa menit pertama begitu FGD dimulai, merupakan saat yang kritis. Dalam waktu yang
singkat, fasilitator harus dapat menciptakan suasana nyaman untuk mengungkapkan pendapat
namun penuh pemikiran. Sesudah memberikan penjelasan
tentang tujuan FGD dan apa yang akan dikerjakan, sangat penting untuk membuat pertanyaan
terbuka untuk mendorong terjadinya diskusi/debat. Untuk tujuan ini, fasilitator bisa presentasi atau
menampilkan visualisasi pada layar lebar tentang KRR.Kemudian, berikan pertanyaan untuk
memancing peserta mendiskusi presentasi yang baru saja diberikan.Pada tahap ini fasilitator bisa
menanyakan beberapa pertanyaan tentang apa itu KRR, seputar permasalahan KRR yang ada,
pengetahuan tentang adanya fasilitas pelayanan KRR yang sudah ada, dan lain-lain. Beberapa contoh
pertanyaan:
1. Apa yang anda ketahui tentang KRR?
2. Permasalahan apa saja yang dijumpai sehari-hari sehubungan dengan KRR?

34
3. Apakah anda tahu bahwa ada fasilitas pelayanan KRR di Puskesmas A? Pernahkah
berkunjung ke sana, jika tidak kenapa?
4. Dan seterusnya
b.Bagian kedua
Bagian kedua bertujuan untuk mengeksplorasi aspek atau menjawab tujuan penelitian.Beberapa
contoh per tanyaan yang bisa diber ikan antara lain:
1. Apakah pelayanan KRR memang ada gunanya. Jika ya, kenapa?(kegunaan/fungsi
berguna untuk mengerti kebutuhan pengguna) Apakah anda tertarik jika ada informasi
tentang KRR maupun pelayanan KRR?
2. Menurut anda apakah jenis pelayanan KRR yang ada di puskesmas A sudah cukup
menampung permasalahan KRR yang ada?
3. Apakah anda pernah memanfaatkan pelayanan KRR tersebut? Jika ya, bagaimana
pelayanannya dan apa manfaat yang anda dapatkan? Jika tidak, mengapa?
4. Apakah ada pihak lain, selain puskesmas, yang menyelenggarakan pelayanan
semacam ini?
5. Apa saran anda untuk lebih mengenalkan masalah KRR pada remaja?
6. Apa saran anda mengenai pelayanan KRR agar lebih baik?
7. Apakah anda mempunyai ide bagaimanakah metode yang harusnya dijalankan agar
KRR maupun fasilitas pelayanan KRR lebih efektif?

Setiap pertanyaan di atas, dapat dikembangkan lebih lanjut tergantung pada jawaban yang
diberikan oleh peserta. Melalui teknik FGD, dapat diperoleh data faktor penyebab masalah
rendahnya kunjungan remaja terhadap pelayanan kesehatan reproduksi di puskesmas, pelayanan
kesehatan reproduksi yang dibutuhkan masyarakat, serta potensi yang dimiliki remaja agar angka
kunjungan remaja terhadap pelayanan kesehatan reproduksi remaja di puskesmas dapat meningkat.

WAWANCARA SEMI TERSTRUKTUR

A. Wawancara Semi Terstruktur


1. Pengertian
Teknik wawancara semi terstruktur adalah teknik PRA (Participatory Rural
Appraisal) yang dipergunakan untuk mengkaji sejumlah topik informasi mengenai
aspek-aspek kehidupan keluarga petani, yang disusun didalam pedoman wawancara.
Pedoman wawancara ini sifatnya semi terbuka karena hanya merupakan bahan
acuan wawancara, yang dapat dirubah dan disesuaikan dengan proses diskusi untuk
mencapai tujuan kajian.
Wawancara ini dimulai dari isu yang dicakup dalam pedoman wawancara.
Pedoman wawancara bukanlah jadwal seperti dalam penelitian kuantitatif. Sekuensi
pertanyaan tidaklah sama pada tiap partisipan bergantung pada proses wawancara
dan jawaban tiap individu. Namun pedoman wawancara menjamin bahwa peneliti
mengumpulkan jenis data yang sama dari para partisipan. Peneliti dapat menghemat
waktu melalui cara ini. Dross rate lebih rendah daripada wawancara tidak
berstruktur. Peneliti dapat mengembangkan pertanyaan dan memutuskan sendiri
mana isyu yang dimunculkan.
Pedoman wawancara berfokus pada subyek area tertentu yang diteliti, tetapi
dapat direvisi setelah wawancara karena ide yang baru muncul belakangan.
Walaupun pewawancara bertujuan mendapatkan perspektif partisipan, mereka harus
ingat bahwa mereka perlu mengendalikan diri sehingga tujuan penelitian dapat
dicapai dan topik penelitian tergali.

35
2. Jenis Wawancara Semi Terstruktur 
a. Wawancara Individu
1) Wawancara informan kunci : dilakukan jika dibutuhkan kajian dengan
sumber informasi yang dianggap dimiliki oleh sumber informasi khusus.
Informan kunci adalah orang yang dianggap pengalaman dan memiliki
pengetahuan yang luas mengenai sesuatu. Informan kunci tersebut misalnya
orang luar yang sudah lama tinggal seperti guru, dokter, pendatang lain,
dsb, Sesepuh/tetua, pejabat desa atau mereka yang memiliki kedudukan
ditengah masyarakat, atau masyarakat yang terlibat aktif dalam berbagai
kegiatan/organisasi
2) Wawancara perorangan pilihan yaitu orang tertentu yang dapat dianggap
mewakili kelompok masyarakat tertentu misal seorang dokter, seorang
bidan, seorang perawat, dan sebagainya, hasilnya disebut profil perorangan.
b. Wawancara Keluarga
1) Wawancara keluarga tenaga kesehatan dilakukan untuk mengkaji berbagai
aspek kehidupan seorang keluarga tenaga kesehatan, hasilnya disebut Profil
Keluarga tenaga kesehatan.
2) Yang disebut keluarga adalah keluarga inti (ayah,ibu,anak) atau keluarga
besar. Rumah tangga adalah unit pengelolalaan perekonomian didalam
keluarga.
c. Wawancara Kelompok
1) Wawancara dilakukan untuk membahas sejumlah topik informasi yang
telah ditetapkan didalam pedoman wawancara tetapi dibahas dan
didiskusikan dalam kelompok
2) Hal yang didiskusikan tergantung dari kebutuhan informasi biasanya untuk
mencek (triangulasi)

3. Tujuh komponen kunci wawancara semi terstruktur :


a. Persiapan, termasuk menyusun pertanyaan dan petunjuk wawancara :
1) Fokusnya pada pengembangan dan perbaikan arah atau daftar pertanyaan.
2) Pemilihan narasumber / responden.
3) Apabila akan dilakukan wawancara kelompok, maka dalam komponen ini
termasuk bagaimana mempersiapkan tim, memperjelas tugas/peran masing
masing pewawancara , serta meningkatkan kesolidan tim dan
mengembangkan kebiasaan kebiasaan yang baik selama melakukan
wawancara
b. Konteks wawancara
1) Setting 4) Penyusunan tempat duduk
2) Penetapan waktu 5) Bias
3) Bahasa tubuh
c. Wawancara sensitif
1) Fokusnya untuk menciptakan peluang / mendorong sensitifitas dalam
mendengarkan dan sikap terbuka
d. Pertanyaan sensitif
1) Perlu memahami bahwa tidaklah mudah memberikan pertanyaan terbuka, tidak
mengarahkan dan menggali informasi secara hati hati
Pertanyaan yang kurang sensitif :
a) Pertanyaan tertutup
b) Pertanyaan yang mengarahkan

36
c) Pertanyaan ambigu
d) Pertanyaan yang terlalu cepat dan melompat lompat dari satu topik ke topik
lain
e) Pertanyaan yang terlalu banyak dan disampaikan pada waktu yang
bersamaan.
e. Penilaian dan pengecakan silang respon respon
1) Kemampuan untuk menilai informasi yang diberikan
2) Pewawancara tidak begitu saja menerima jawaban / respon pertama dari yang
diwawancarai
f. Rekaman wawancara
2) Sangat penting. Seringkali banyak informasi penting yang hilang karena
kesalahan dalam membuat catatan , dan terlalu memfokuskan hal hal yang
kurang penting
i. Tinjauan kritis
1) Setelah wawancara selesai penting untuk menilai secara kritis kemampuan kita
sebagai pewawancara. Apakah kita sudah mampu menyampaikan pertanyaan
dengan baik, mudahkah dipahami oleh orang lain, apakah bahasa tubuh kita juga
berdampak positif terhadap orang yang diwawancarai?
j. Strategi Wawancara
1) Berkaitan dengan pengambilan keputusan dan aktivitas yang mengatur hubungan
dua orang ( iter dan itee )
2) Berisi tentang semua keputusan yang dibuat sebelum iter mendatangi /
berhadapan dengan subjek
4. Langkah-Langkah Penerapan
a. Persiapan
1) Menyusun Pedoman wawancara ( pedoman disusun sesuai topik kajian)
Daftar topik-topik pertanyaan hanya sebagai bahan acuan
2) Memilih keluarga/rumahtangga yang akan diwawancara
Keluarga yang mewakili berbagai keadaan dimasyarakat misal berbagai
tingkat ekonomi.
3) Keluarga yang lengkap dan yang tidak lengkap
b. Pelaksanaan Wawancara
1) Menyepakati dan mengatur waktu dengan keluarga yang akan diwawancara
2) Pewawancara menjelaskan maksud kegiatan secara sederhana tetapi jelas
3) Amati keadaan sekitar untuk membantu mengetahui tarf kesejahteraannya
4) Lakukan obrolan pendahuluan, biasanya tentang kebunnya
5) Lanjutkan wawancara dari satu topik ketopik lain dengan menggunakan
pedoman wawancara
6) Jawaban petani untuk mengembangkan topik obrolan
7) Gunakan pertanyan yang dapat memancing pendapat mereka tentang
berbagai hal
8) Buat catatan proses dan hasil wawancara secara cermat
9) Cantumkan nama responden,pewawancara, tempat dan tanggal wawancara

B. Hambatan dalam Partisipasi Masyarakat


Hambatan yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari faktor dari dalam
masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi,
maupun faktor dari luar masyarakat (eksternal) yaitu peran aparat dan lembaga formal
yang ada. kemampuan masyarakat akan berkaitan dengan stratifikasi sosial dalam
masyarakat.

37
Menurut max weber dan zanden (1988), mengemukakan pandangan
multidimensional tentang stratifikasi masyarakat yang mengidentifikasi adanya 3
komponen di dalamnya, yaitu : kelas (ekonomi), status (prestise) dan kekuasaan.
kelas (ekonomi) akan membedakan kelompok masyarakat satu dengan yang lain
apabila ditinjau dari tingkat pendapatan dan kekayaan. status bergantung pada
keberadaan bagaimana seseorang dilihat atau dinilai.
Sedangkan kekuasaan menurut thio (1989) adalah kemampuan seseorang untuk
meminta orang lain melakukan sesuatu yang tidak dapat dikerjakan olehnya. biasanya
yang lebih banyak kekayaannya, maka akan lebih besar kekuasaan yang dimilikinya.
Stratifikasi masyarakat tersebut akan menyebabkan terbentuknya kelas-kelas sosial
dalam masyarakat yang akan mempengaruhi perilaku tolong menolong yang menjadi
jiwa partisipasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Faktor internal
Untuk faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat
sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. tingkah laku
individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur,
jenis kelamin, pengetahuan pekerjaan dan penghasilan (slamet, 1994:97). Secara
teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti
usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat,
besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat
berpengaruh pada partisipasi (slamet, 1994:137-143).
Menurut plumer (dalam suryawan, 2004:27), beberapa faktor yang
mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah:
(1) pengetahuan dan keahlian. dasar pengetahuan yang dimiliki akan
mempengaruhi seluruh lingkungan dari masyarakat tersebut. hal ini membuat
masyarakat memahami ataupun tidak terhadap tahap-tahap dan bentuk dari
partisipasi yang ada;
(2) pekerjaan masyarakat. biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan
dapat lebih meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun
waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. seringkali alasan
yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan antara komitmen
terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi;
(3) tingkat pendidikan dan buta huruf. faktor ini sangat berpengaruh bagi
keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk
memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada.
tingkat buta huruf pada masyarakat akan mempengaruhi dalam partisipasi;
(4) jenis kelamin. sudah sangat diketahui bahwa sebagian masyarakat masih
menganggap faktor inilah yang dapat mempengaruhi keinginan dan
kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi beranggapan bahwa laki-laki dan
perempuan akan mempunyai persepsi dan pandangan berbeda terhadap suatu
pokok permasalahan;
(5) kepercayaan terhadap budaya tertentu. masyarakat dengan tingkat
heterogenitas yang tinggi, terutama dari segi agama dan budaya akan
menentukan strategi partisipasi yang digunakan serta metodologi yang
digunakan. seringkali kepercayaan yang dianut dapat bertentangan dengan
konsep-konsep yang ada.

38
Menurut sastropoetro (1985:20), faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat dalam pembangunan adalah pendidikan, kemampuan membaca dan
menulis, kemiskinan, kedudukan sosial dan percaya terhadap diri sendiri,
penginterpretasian yang dangkal terhadap agama, kecenderungan untuk menyalah
artikan motivasi, tujuan dan kepentingan organisasi penduduk yang biasanya
mengarah kepada timbulnya persepsi yang salah terhadap keinginan dan motivasi
serta organisasi penduduk seperti halnya terjadi di beberapa negara dan tidak
terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan.

2) faktor-faktor eksternal
menurut sunarti (dalam jurnal tata loka, 2003:9), faktor-faktor eksternal ini
dapat dikatakan stakeholder, yaitu semua pihak yang berkepentingan dan
mempunyai pengaruh terhadap program ini. stakeholder kunci adalah siapa yang
mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna
kesuksesan program. pengaruh bertitik tolak kepada bagaimana kewenangan atau
kekuatan pengaruh stakeholder tersebut, pentingnya bertitik tolak pada
permasalahan, kebutuhan dan kepentingan stakeholder yang menjadi prioritas dalam
program.
Menurut sunarti (dalam suryawan 2004:29), menjelaskan tentang hambatan-
hambatan yang dapat ditemui dalam pelaksanaan partisipasi oleh masyarakat yang
bersangkutan, antara lain adalah sebagai berikut:
(1) kemiskinan. hambatan ini dapat merupakan faktor yang mendasar karena
dengan kemiskinan seseorang akan berpikir lebih banyak untuk melakukan
sesuatu yang mungkin saja tidak menguntungkan bagi diri atau kelompoknya;
(2) pola masyarakat yang heterogen. hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya
persaingan dan prasangka dalam sistem masyarakat yang ada;
(3) sistem birokrasi. faktor ini dapat dijumpai di lingkungan pemerintahan.
seringkali birokrasi yang ada melampaui standar serta terpaku pada prosedur
formal yang komplek.

Menurut loekman sutrisno (dalam suparjan dan hempri suyatno, 2003:56-57)


mengungkapkan beberapa hal yang menyebabkan terhambatnya partisipasi masyarakat
dalam pembangunan yaitu; pertama, belum ada satu kesepahaman konsep partisipasi oleh
pihak perencana dan pelaksana pembangunan. definisi yang berlaku di lingkungan
perencana dan pelaksana pembangunan, partisipasi diartikan sebagai kemauan rakyat
untuk mendukung secara mutlak program-program pemerintah yang dirancang dan
ditentukan tujuannya oleh pemerintah.

Hambatan kedua adalah reaksi balik yang datang dari masyarakat sebagai akibat dari
diberlakukannya ideologi developmentalisme di negara indonesia. pengamanan yang ketat
terhadap pembangunan menimbulkan reaksi balik dari masyarakat yang merugikan usaha
membangkitkan kemauan rakyat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. sedangkan
kendala yang akan dihadapi dengan pendekatan partisipasi ini menurut parwoto (dalam
sunarti, 2001:44) adalah:

(1) diperlukan perubahan sikap pemerintah dan para profesional dari penyedia
(provider) menjadi enabler, hal ini seringkali membutuhkan waktu yang lama;
(2) tata administrasi pada suatu pembangunan seringkali kurang mendukung
pendekatan partisipatif (pelibatan masyarakat);

39
(3) perlu unsur pendamping yang profesional untuk mengisi kelemahan kaum
awam (masyarakat) dalam pelaksanaan suatu program pembangunan.

B. KEGIATAN BELAJAR II

Kode/No : HO-T/UPM/06
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU Logo Jurusan
PRODI D III KEBIDANAN Tgl :
JURUSAN KEBIDANAN
STANDAR PROSES Revisi :

BAHAN AJAR Halaman :

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Komunitas


Kode Mata Kuliah : Bd. 306
Topik : Analisis Masalah dalam Asuhan Kebidanan di Komunitas
Waktu : 100 menit
Dosen : Rialike Burhan, M.Keb
Tujuan Pembelajaran:
Setelah membaca bahan ajar ini mahasiswa diharapkan dapat mengetahui, memahami dan
melakukan analisis masalah situasi kesehatan ibu, bayi dan anak balita serta kesehatan
reproduksi perempuan dan KB di Indonesia, dan analisis masalah kesehatan reproduksi dalam
layanan kebidanan komunitas.

Sumber Kepustakaan:
1. Meilani, Niken. 2009. Kebidanan Komunitas. Fitrimaya: Yogyakarta
2. YPKP. 2013. Modul Perspektif Gender dan HAM dalam Asuhan Kebidanan Komunitas.
YPKP: Jakarta

A. PENDAHULUAN

Analisis masalah adalah langkah selanjutnya dari analisis situasi yang telah dipelajari.
Analisis masalah merupakan proses sistematis untuk melihat suatu keadaan atau masalah
sosial secara obyektif dengan menempatkannya dalam konteks sosial yang lebih luas.
Analisis masalah membantu untuk memahami dan mengedintifikasi permasalahan kunci
dalam suatu masyarakat, kaitan antar berbagai faktor sosial, potensi yang ada, dan siapa yang
memiliki akses terhadap sumber daya. Analisis masalah dilakukan dengan mengidentifikasi
masalah utama dan mengembangkan ‘pohon masalah’ melalui analisis sebab-akibat. Cara

40
analisis ‘pohon masalah’ akan mengurai penyebab-penyebab masalah utama hingga kita
mengetahui akar masalah utama hingga kita mengetahui akar penyebabnya.
Masalah adalah kondisi atau situasi di luar gagasan dan harapan. Di sini perlu dibedakan
antara masalah individual (personal problems) dan masalah sosial (sosial problems). Masalah
sosial adalah suatu kondisi sosial yang diluar harapan masyarakat, meresahkan masyarakat,
dan jika tidak diatasi akan berkonsekuensi negatif lebih luas dan mengganggu kepentingan
publik. Sebuah fenomena dianggap sebagai masalah sosial bila sebagian besar warga
masyarakat merasakan bahwa hal itu mengganggu kehidupan mereka, mengakibatkan
kerugian atau bahkan membahayakan sehingga perlu upaya untuk mengatasinya. Masalah
sosial muncul karena adanya perbedaan antara yang ideal dengan yang aktual, misalnya hak
atas pelayanan kesehatan yang dijamin UU bagi setiap orang dan diskriminasi dalam
pelayanan kesehatan terhadap orang miskin.
Dalam pelajaran ini isu kesehatan ibu, bayi dan anak balita serta kesehatan reproduksi
perempuan dan KB menjadi contoh untuk melakukan analisis masalah dalam asuhan
kebidanan di komunitas. Sementara kerangka determinan kesehatan dari Hendrik L. Blum
digunakan dalam analisis masalah untuk mengidentifikasi faktor penyebab langsung dari
masalah kesehatan reproduksi.

B. ISI
Sejak konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan tahun1994 di Kairo,
kesehatan reproduksi merupakan salah satu isu penting dalam pembangunan kesehatan
global. Bahkan dalam tujuan pembangunan millennium (MDGs) yang harus dicapai oleh
setiap Negara, termasuk Indonesia sampai dengan tahun 2015, sejumlah indikator berkaitan
dengan kesehatan reproduksi. Pemerintah Indonesia mempunyai sejumlah target dalam
bidang kesehatan, yaitu: (1) mengurangi 2/3 dari angka tingkat kematian anak dibawah usia
lima tahun dari 97 (tahun 1990) menjadi 32; (2) mengurangi ¾ dari angka kematian ibu dari
390 (tahun 1990) menjadi 102; (3) meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatn terlatih dari 40,7% menjadi 90%; (4) menghentikan dan mengurangi laju
penyebaran HIV/AIDS, malaria serta penyakit menular utama lainnya. Bagi Indonesia,
tantangan terberat yang harus dihadapi dalam mencapai sasaran MDGs tahun 2015 di bidang
kesehatan adalah:
1) Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang umumnya rendah, sehingga menjadi kendala
untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang layak.

41
2) Tingkat pendidikan juga berhubungan dengan kesehatan, dimana targetan MDGs 2015
berusaha mencapai pendidikan dasar untuk semua sementara angka buta huruf di
Indonesia masih besar, data susenas 2012 usia 15 tahun ke atas memiliki 6,9%.
(http://www.bps.go.id/tab_sub?view.php?tabel=1&id_subyek=28, diakses 17 juli 2013)
3) Kondisi geografis, terutama di wilayah-wilayah pedesaan yang sulit dijangkau oleh akses
pelayanan kesehatan sehingga mempengaruhi kesiapan penempatan tenaga kesehatan
(dokter dan bidan)
4) Kebijakan pemerintah di bidang kesehatan yang lebih memfokuskan pada tindakan
kuratif daripada preventif dan promotif, yang dapat dilihat dari besaran proporsi anggaran
untuk pelayanan kesehatan masyarakat dengan proporsi anggaran untuk rumah sakit
dengan upaya kuratif yang belum seimbang.
5) Konsep dan strategi kebijakan pengelolaan kesehatan yang dilakukan selama ini lebih
difokuskan pada program-program kesehatan, sementara masalah determinan dan
persoalan–persoalan riil yang terjadi di masyarakat kurang mendapat prioritas.
Berbicara tentang hak dan kesehatan reproduksi ada 12 hak reproduksi dan seksual meliputi:
 Hak untuk hidup
 Hak mendapatkan kebebasan dan keamanan
 Hak atas kesetaraan dan terbebas dari segala bentuk diskriminasi
 Hak privasi
 Hak kebebasan berfikir
 Hak atas informasi dan edukasi
 Hak memilih untuk menikah atau tidak serta untuk membentuk dan merencanakan
sebuah keluarga
 Hak untuk memutuskan apakah ingin dan kapan punya anak
 Hak atas pelayanan dan proteksi kesehatan
 Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan
 Hak atas kebebasan berserikat dan berpartisipasi dalam arena politik
 Hak untuk terbebas dari kesakitan dan kesalahan pengobatan
Lambatnya upaya penurunan AKI dan AKB, serta berbagai penyakit epidemic lainnya
di Indonesia merupakan indikator kurangnya perhatian pemerintah dan pelibatan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sistem kesehatan. Berdasarkan survey demografi kesehatan
Indonesia (SDKI) 2000 AKI adalah 320 per 100.000 KH (MOH, 2002) dan berdasarkan
SDKI 2002-2003 turun menjadi 307 per 100.000 KH, sedangkan pada SDKI 2007

42
menunjukkan AKI 228 per 100.000 KH. Penyebab utama kematian ibu (46,7%) disebabkan
komplikasi yang terjadi selama atau segera setelah persalinan. Semua itu dapat terjadi akibat
40,2% ibu hamil di pedesaan yang dirawat oleh dukun bayi dan anggota keluarga yang tidak
terlatih serta tidak mendapatkan pelayanan kebidanan esensial yang dibutuhkan (Riskesdas,
2010). Akibat keterlambatan pertolongan ini, 27% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan
pada masa nifas, disusul oleh eklamsia (23%), infeksi (11%) dan selebihnya karena penyebab
lain (SDKI 2007; SKRT 2001). Sekitar 15% dari semua kehamilan akan membutuhkan
pelayanan kebidanan akibat komplikasi yang membahayakan jiwa ibu dan bayinya.
Tabel 1. Persentase Penyebab Komplikasi Kehamilan dan Persalinan
Komplikasi Kehamilan Komplikasi Persalinan
Persalinan Prematur 2,3 Partus Lama 36,6
Perdarahan 2,5 Perdarahan 8,9
Demam 1,0 Demam / cairan vagina berbau busuk 6,8
Kejang dan Pingsan 0,4 Kejang 2,0
Janin Sungsang 1,1 Ketuban pecah > 6 jam sebelum 16,5
Pembengkakan 0,3 Persalinan
Hipertensi 0,4 Lainnya 4,0
Pening 0,4
Lainnya 3,7
Sumber: SDKI, 2007
Dari tabel diatas, diketahui jenis komplikasi yang paling banyak terjadi selama
kehamilan yaitu: perdarahan (2,5%), sedangkan jenis komplikasi yang paling banyak terjadi
selama persalinan yaitu: partus lama (36,6%). Angka kematian bayi dan anak tidak jauh
berbeda dengan angka kematian ibu (MMR). Berdasarkan data SDKI 2007, angka kematian
bayi (IMR) masih besar 34 per 1000 kelahiran hidup. Penyebab utama dari kematian bayi
menurut Riskesdas 2007 adalah kelainan pernafasan (35,9%), Prematuritas (32,4%) dan
selebihnya karena penyebab lain. Sementara jumlah bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) sebanayk 11,1% dari jumlah kelahiran (Riskesdas, 2010). Penyebab utama dari
BBLR adalah kekurangan gizi sebelum dan selama masa kehamilan.
Selain persoalan kesehatan perempuan, bayi dan anak balita, penyakit lain yang
mengancam kelangsungan hidup masyarakat pedesaan pada usia produktif adalah TBC. Pada
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2002, penyakit TBC masih menduduki
peringkat kedua penyebab kematian pada penduduk kelompok usia 15-34 tahun. Peringkat
yang sama juga terjadi pada kelompok umur 35-44 tahun. Penyakit epidemik lainnya yang
menunjukan kecenderungan meningkatkan kematian di berbagai wilayah di Indonesia pada 3
tahun terakhir adalah malaria dan demam berdarah. Ironinya, banyak kasus TBC, malaria dan

43
demam berdarah yang tidak terdeteksi lebih dini karena kurangnya akses terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan serta biaya tes yang tinggi.
Persoalan kesehatan masyrakat, khususnya kesehatan perempuan di Indonesia
semakin kompleks akibat krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998, yang dampaknya
masih dirasakan sampai saat ini. Naiknya berbagai kebutuhan pokok dan dikuranginya
subsidi akan berimbas pada pencapaian akses pada pelayanan kesehatan dan pendidikan
semakin mempersulit kehidupan masyarakat, terutama yang berada di pedesaan dengan
pendapatan dibawah $ 1 per hari.
1. Faktor Determinan Kesehatan Reproduksi
Dalam ilmu kesehatan masyarakat kerangka pikir Hendrik L. Blum menjadi dasar
pemetaan masalah kesehatan dan faktor-faktor determinan yang mempengaruhinya. Masalah
kesehatan terkait dengan derajat kesakitan yang terdiri dari kesakitan (morbiditas) dan
kematian (mortalitas). Determinan derajat kesehatan adalah faktor yang mempengaruhi
terjadinya kesakitan dan kematian yaitu (1) genetika dan kependudukan (2) lingkungan
kesehatan (3) perilaku kesehatan dan (4) program dan pelayanan kesehatan.

Genetika
(Keturunan)/Kependudukan

Lingkungan
Kesehatan Derajat Kesehatan: Program dan Sarana
Morbiditas dan Pelayanan Kesehatan
Mortalitas

2. Derajat Kesehatan
Perilaku Kesehatan
Derajat kesehatan menunjuk pada suatu kondisi yang diukur pada kesakitan dan
kematian. Untuk mengetahui berapa besar derajat kesehatan angka kesakitan digunakan
perhitungan kuantitatif dan prevalensi dan insidens.
Prevalensi = Jumlah kasus baru dan lama dalam kurun waktu tertentu. Misalnya, kalau
dalam satu tahun ada 100 orang yang sakit dari jumlah 100.000 penduduk maka angka
prevalens di daerah tersebut pada adalah 0,1%.
Insidens = Jumlah kasus baru dalam kurun waktu tertentu (dalam persen), misalnya,
ada 50 orang yang sakit diantara 1000 penduduk selama 1 bulan, maka insidens sakit daerah
tersebut adalah 5%.
44
Untuk mengetahui angka kematian, indikator kualitatif yang biasa digunakan adalah :
1. CDR (Crude Death Rate atau angka kematian kasar)
2. ASDR (Age Specific Death Rate atau angka kematian kelompok umur tertentu )
3. IMR (Infant Mortality Rate atau angka kematian bayi=AKB)
4. MMR (Maternal Mortality Rate atau kematian ibu=AKI)
5. DSDR (Disease specific Death Rate atau angka kematian yang disebabkan oleh
penyakit tertentu
Angka-angka tersebut dapat diperoleh melalui hasil penelitian besar atau yang biasa
dilakukan oleh BPS. Mengapa demikian, karena untuk menentukan Angka Kematian Ibu
misalnya, diperlukan angka pembagi yang sangat besar yaitu 100.000 kelahiran, dan angka
itu hanya diperoleh pada tingkat propinsi. Permasalahannya adalah ketika diminta untuk
menghitung (misal angka kematian) di tingkat yang kecil wilayahnya seperti kabupaten,
kecamatan atau bahkan desa. Kalau ini menjadi keharusan maka yang dilakukan adalah
menghitung jumlah kematian secara absolut, artinya dihitung sejumlah yang ada. Untuk lebih
melihat ketajaman angka tersebut dan keperluan intervensi program maka dari jumlah
kematian tersebut dicari masing-masing penyebabnya.
Contoh Data;
Tabel 2. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2007
Jumlah Yang Dilaporkan dan Jumlah Kelahiran
Masalah Kesehatan Persentase
Tercatat total
Kematian Ibu 2 200 1
Kematian Bayi 5 200 2,5
BBLR 30 200 15

Faktor diatas menunjukan cara yang sederhana dalam menghitung jumlah dan
persentase kasus kematian ibu dan bayi, yang terpenting dalam hal ini adalah Bidan harus
memiliki data yang akurat sehingga dapat diketahui pasti jumlahnya, dan akan memudahkan
upaya penelusuran dan intervensi kegiatan yang akan dilakukan. Perlu diingat Bidan harus
memiliki catatan setahun jumlah ibu hamil di Desa, mulai dari pemeriksaan awal,
pemeriksaan kehamilan, melahirkan dan perawatan bayi.
Derajat kesehatan menjadi masalah, ketika kondisi yang nyata memiliki kesenjangan
dengan yang diharapkan, misal, dari tabel diatas, kematian bayi sampai 5 jiwa, sudah
menunjuk pada masalah kesehatan yang serius, walau hanya 2,5%. Begitu juga dengan
anemia 30%. Kalau Bidan memiliki catatan rutin setiap tahun maka dapat dilihat
kecenderungannya, apakah semakin menurun atau ada peningkatan.

45
3. Genetika Kependudukan
Genetika atau keturunan ini sangat memiliki pengaruh dalam menentukan kesehatan
seseorang, ini terlihat dari berbagai penyakit tidak menular seperti diabetes, gangguan
tekanan pembuluh Negara. Faktor ini memang tidak mutlak karena keturunan, ada faktor lain
yang ikut memicu percepatannya seperti pola makan dan stress. Pola penyakit ini menjadi
kecenderungan jika suatu wilayah memiliki kesamaan pola sakitnya, sehingga elemen-elemen
demografi kependudukan menjadi penting untuk ditelusuri, dibawah beberapa elemen yang
dapat dilihat:
1. Jumlah penduduk berdasar umur dan jenis kelamin.
2. Pertumbuhan penduduk (Lahir dan Mati)
3. Mobilitas penduduk ( Pindah dan Masuk)
4. Jumlah penduduk rentan (penduduk miskin, ibu hamil, bayi balita, usia lanjut, pekerka
seks komersial, pekerja pabrik, jumlah wanita usia subur).
Di Desa data tersebut dapat dilihat di kantor desa berupa MONOGRAFI desa, hanya
saja perlu ditelusuri lagi, karena akurasi dan kekinian datanya sering tidak valid. Pada
informasi penduduk rentan, desa biasanya tidak punya, maka perlu dibuat sendiri atau
bersama-sama dengan desa mendata watga yang masuk dalam kategori rentan.

4.Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah salah satu faktor determinan pada derajat kesehatan.
Perilaku ini meliputi seluruh perilaku seseorang atau masyarakat yang dapat memberi akibat
pada kesehatan, kesakitan atau kematian. Perilaku ini sangat banyak dipengaruhi oleh
pengetahuan, kepercayaan dan kebiasaan yang dimiliki dan kemungkinannya berpengaruh
pada kesehatan atau kesakitan tubuhnya. Ada beberapa elemen yang dapat dijelaskan
dibawah ini untuk melihat perilaku yang berakibat pada derajat kesehatan atau seseorang
masyarakat.
 Kepercayaan Kesehatan (Health Belief)
Kepercayaan masyarakat terhadap sehat atau sakit memiliki keunikan, dan mereka
menganggap hal itu benar. Mereka belajar dari kebiasaan dan pengalaman hidup mereka,
dan terbukti mereka bisa bertahan (survive). Banyak contoh di daerah-daerah keunikan-
keunikan itu terutama dalam perawatan kehamilan, melahirkan dan perawatan bayi.
Pemberian nasi papah di NTB masih dilakukan dengan keyakinan bahwa nasi papah–

46
selain wujudnya lembut, karena dikunyah oleh ibunya atau neneknya merupakan wujud
kasih sayang dan kedekatan emosional yang akan memberi ketentraman pada bayi.
Pelajaran yang dapat dipetik disini, adalah bahwa masing-masing masyarakat mempunyai
cara untuk bertahan hidup, dan keyakinan mereka telah mebuktikannya. Maka menjadi
berlawanan ketika sudah menerima ilmu dari luar yang sama sekali berbeda dengan yang
terjadi di masyarakat. Eksistensi dukun bayi merupakan permasalahan keyakinan, dan itu
hak, maka sampai sekarang masih dibutuhkan. Bidan disini dituntut untuk arif dalam
menghadapi keyakinan masyarakat. Peran Bidan sebagai perempuan yang sudah terlatih
dalam menolong persalinan tentunya diharapkan dapat sedikit demi sedikit mengurangi
peran dukun bayi dalam menolong persalinan. Perlu adanya pendampingan dan
pembagian peran.
 Gaya Hidup (Life Style)
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan biasanya dikaitkan dengan pola makan dan
asupan yang masuk melalui mulut, sedangkan di sisi lain ada faktor perilaku yang
berpengaruh pada kejiwaan, sehingga memunculkan stress dan akhirnya gangguan fisik.
Di Lombok, misalnya perilaku kawin cerai, biasanya istri ditinggalkan begitu saja ketika
sedang hamil dan saat melahirkan. Ini menimbulkan masalah kejiwaan yang dapat
berpengaruh pada kondisi ibu hamil dan melahirkan, risiko meninggal sangat
memungkinkan. Kebiasaan lain yang berpengaruh pada kesehatan misal pola konsumsi
lemak berlebihan, konsumsi rokok, alkohol, zat adiktif (narkoba) dan perilaku seks yang
tidak aman.
 Perilaku Mencari kesehatan (Health Seeking Behavior)
Perilaku mencari kesehatan merupakan gambaran kebiasaan masyarakat ke mana mereka
memilih layana kesehatan apabila memerlukannya. Seringkali pertimbangan ini
dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat setempat, misal ke dukun, Puskesmas, bidan.
Ketika mereka memilih, ada keterbatasan-keterbatasan sehingga pilihan yang dijatuhkan
menyesuaikan kemampuan yang mereka miliki. Keterbatasan tersebut dapat terkait
dengan keuangan, informasi tempat layanan kesehatan, kendala geografis dan sulitnya
akses yang tersedia.
 Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan sama halnya ketika mereka mencari tempat berobat atau layanan
kesehatan. Pertolongan persalinan juga dipengaruhi oleh keterbatasan yang dimiliki
masyarakat atau keluarga yang akan melahirkan. Meskipun ada bidan desa, sebagian

47
masyarakat justru memilih ke dukun bayi karena terkait dengan kepercayaan, tradisi atau
memerlukan persyaratan yang dianggap cukup rumit.

Tabel 3
Jenis Penolong Persalinan Tahun 2008
Penolong Persalinan Jumlah Persentase
Dokter Praktik 20 10
Bidan (Polindes) 100 50
Mantri 5 2,5
Dukun 30 15
Keluarga 15 7,5

 Pemberian Air Susu Ibu (ASI)


Pemberian Air Susu Ibu (ASI) juga banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, secara naluri ibu
akan menyusui anaknya. Perlu dipertahankan disini bukan hanya kebiasaan saja yang dilihat
tetapi alasan yang mereka ajukan ketika mereka memberi ASI pada bayinya. Faktor agama
berperan penting disini dalam pengaruhnya ibu menyusui, misal pada agama Islam, dalam satu
ayat dikatakan “susuilah anakmu sampai 2 tahun”. Tetapi yang menjadi alasan rasionalnya tentu
saja untuk kesehatan bayi, maka konsep-konsep kolostrum, ASI Eksklusif menjadi penting,
Bidan perlu memonitor pola pemberian kolostrum, ASI Eksklusif, serta MP ASI.

5. Lingkungan Kesehatan
Lingkungan merupakan salah satu faktor determinan derajat kesehatan. Lingkungan
adalah penyebab utama terjadinya penyakit infeksi, yang diakibatkan oleh kondisi lingkungan
yang kotor. Lingkungan merupakan keadaan fisik yang berada diluar kita,yang memiliki
interaksi dengan manusia baik disengaja maupun tidak sengaja. Interaksi timbal balik ini
seringkali memberi konsekuensi yang berakibat pada kesakitan seseorang atau masyarakat.
Lingkungan sering dipakai sebagai media untuk sarang dan hidup suatu penyebab penyakit,
misal, nyamuk yang membawa penyakit malaria atau demam berdarah. Ada beberapa elemen
yang perlu dilihat terkait dengan lingkungan yaitu:
 Vektor Penyakit
Vektor merupakan pembawa penyakit yang terdapat di lingkungan sekitar, misalnya
nyamuk anopheles merupakan pembawa penyakit malaria, atau tikus yang membawa
leptospirosis, oleh karena itu perlu mengenali vektor ini dengan melakukan penyelidikan

48
pada tempat-tempat yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya penyakit.
Pemahaman entomologis, yaitu pengetahuan dan keterampilan untuk mempelajari perilaku
biologis suatu hewan yang membawa penyakit, mulai dari bertelur, tempat bernaung,
istirahat dan pola menghisap darah sampai matinya binatang.
 Air
Air metupakan sumber kehidupan, tanpa air tidak ada kehidupan. Lalu air seperti apa yang
diperlukan manusia untuk kesehatannya, yaitu air bersih dan sehat. Air bersih mutlak
diperlukan untuk minum, memasak, mandi dan cuci. Desa memerlukan air untuk irigasi
sawah danperkebunan. Jika saja air bersih dan sehat tidak dapat ditemukan akan berakibat
pada timbulnya beragam penyakit, seperti diare. Masyarakat dalam mengkonsumsi air
bermacam-macam mulai dari air sungai, air tuk (sumber mata air), telaga, air tadah hujan,
sumur, air dalam kemasan, PDAM, DLL.
 Tempat Buang Air Besar
Tempat pembuangan air besar juga menjadi masalah ketika tempat yang digunakan tidak
memenuhi kesehatan. Jamban merupakan bentuk umum dari standar pembuangan air besar
yang sehat. Bidan perlu mengetahui, sarana yang digunakan untuk buang air besar di
masing-masing KK.
Contoh Data :
Tabel 4
Jenis Sarana Buang Air Besar di Rumah Tangga Tahun 2008
Tempat Buang Air Besar Jumlah Persen
Septic tank 250 50
Sungai 50 10
Lubang tanah 30 6
Ladang Terbuka 10 2
Kolam 100 20
Danau/Telaga 10 2
Laut 50 10

 Lantai rumah
Lantai rumah berupa tanah merupakan indikator lingkungan yang kurang sehat, sebab
lantai rumah dari tanah memiliki risiko menyebabkan penyakit ISPA dan Diare. Data
tentang lantai rumah menjadi penting untuk memberi gambaran rencana kegiatan dan
juga memberi gambaran kondisi kemiskinan warga. Namun demikian ada beberapa
masyarakat yang memandang lantai rumah merupakan kebiasaan atau tradisi yang mereka
anggap cocok dengan kondisi lingkungan setempat.

49
 Sampah
Sampah kerupakan produk sisa dari suatu proses produksi yang setiap hari dihasilkan baik
di rumah tangga, pabrik, pasar, kandang, dll. Jenis sampah ini yang perlu diketahui, apa
yang diakibatkannya jika sampah tidak dikelola dengan baik. Jika pengelolaan tidak baik
akan berpengaruh pada penyakit ISPA dan juga Diare, dengan mengenali jenis sampah,
jumlah yang dihasilkan maka akan mudah melakukan penyelesaian berkait dengan
sampah.

6. Program dan Sarana Pelayanan Kesehatan


Program dan sarana pelayanan kesehatan yang ada sekarang ini merupakan fasilitas
atau akses yang diberikan pemerintah kepada masayarakat. Faktor ini juga memiliki pengaruh
yang besar terhadap derajat kesehatan masyarakat. Sebuah desa yang jauh dari tempat
layanan kesehatan seperti Puskesmas atau Polindes, maka akan kesulitan ketika harus minta
pertolongan persalinan yang berisiko karena perdarahan. Ibu tersebut mungkin tidak bisa
tertolong jiwanya.
Puskesmas dan Polindes (Bidan di Desa) memiliki program untuk meningkatkan
derajat kesehatan pada kelangsungan hidup anak. Tentu saja ini merupakan program yang
baik, tetapi untuk melihat baik atau tidaknya diperlukan suatu analisis, bagaimana kinerja
program dan dampak apa yang ditimbulkannya. Maka untuk melihat program dan sarana
pelayanan kesehatan perlu diketahui hal-hal dibawah ini yaitu:
1. Proses dan hasil (output) dari kinerja program dan pelayanan.
2. Tenaga kesehatan, saran dan biaya yang disediakan untuk program dan layanan.
Keberadaan tenaga, sarana dan biaya merupakan input yang harus dikelola dengan baik,
agar input tersebut apat dipakai untuk kelancaran program, sedangkan proses dan output
merupakan rangkaian cara untuk mencapai tujuan program dan layanan kesehatan. Misal,
bagaimana untuk meningkatkan cakupan layanan pemeriksaan ibu hamil, maka disini perlu
ditentukan target tujuan yang akan dicapai, misal 90% ibu hamil terlayani, lalu program apa
saja yang akan didukung oleh metode atau caran dan juga input untuk menghasilkan capaian
pemeriksaan ibu hamil yang benar (output).
Tabel 5
Contoh Program dan Indikator

50
Nama
Kegiatan Indikator
Program

Pemeriksaan ibu hamil (ANC)


pertolongan persalinan Cakupan K1 & K4
rujukan Persentase pertolongan oleh nakes
perawatan bayi (kunjungan masa Cakupan kunjungan nifas (KN1)
KIA
nifas)

Persentase ibu hamil yang


mendapat tablet Fe
Pemberian Fe ibu hamil
Persentase balita yang
Penimbangan balita
Gizi ditimbangnya berat badannya
Pemberian PMT
Persentase yang mendapat PMT
ASI ekslusif
Persentase bayi yang
mendapatkan ASI ekslusif
Persentase bayi yang di imunisasi
Imunisasi Pemberian imunisasi TT, DPT, dll
lengakap tepat waktu
Persentase akseptor baru
Keluarga Persentase IUD yang diberikan
Pelayanan KB
Berencana Persentase complain
Persentase yang memutus alat KB
7. Analisis Masalah Kesehatan Reproduksi
Dalam pelajaran analisis situasi, pengumpulan data dan informasi dalam rangka
analisis kesehatan dalam suatu masyarakat dilakukan dengan metode PRA. Dari hasil analisis
situasi kesehatan, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis masalah untuk
mengidentifikasi masalah sosial yang dirasakan oleh msyarakat dan perlu dicarikan jalan
keluarnya. Dalam melakukan analisis masalah kesehatan reproduksi maka dapat digunakan
tekhnik ‘pohon masalah’ dengan beberapa langkah sebagai berikut:
Langkah 1
Carilah atau tentukan masalah inti yang akan diatasi. Identifikasi masalah inti
diperoleh dari analisis situasi kesehatan yang telah dilakukan lebih dahulu. Masalah inti yang
dimaksud adalah masalah sosial yang dianggap penting untuk diselesaikan oleh masyarakat.
Misalnya masalah inti yang dijadikan kasus adalah banyaknya kasus BBLR disuatu daerah.
Langkah 2
Carilah penyebab langsung dari kasus BBLR tersebut. Gunakan kerangka Blum
tentang determinan kesehatan untuk mengidentifikasi penyebab langsung. Misalnya
kekurangan gizi saat hamil (perilaku kesehatan), kehamilan usia dini (kependudukan), atau
riwayat melahirkan lebih dari 4 kali. (perilaku kesehatan)
Langkah 3

51
Carilah penyebab tidak langsung dari kasus BBLR tersebut. Sebagai contoh dalam
diagram 2.1. pendidikan rendah dan keluarga miskin adalah penyebab tidak langsung yang
terkait determinan kependudukan; tidak mengikuti program KB dan gagal KB penyebab tidak
langsung yang terkait determinan pelayanan kesehatan; menikah dini adalah determinan
perilaku kesehatan.
Langkah 4
Carilah akibat dari inti masalah kesehatan. Dalam contoh diagram masalah, akibat
dari kasus BBLR adalah kematian bayi.
Diagram 2.1. Masalah BBLR

Kematian
Akibat Bayi

Banyaknya bayi
Masalah inti BBLR

Kehamilan usia Kurang gizi Jarak Kehamilan


Penyebab dini saat hamil terlalu dekat
langsung

Pantangan Kemiskinan Tidak


Penyebab tidak Pendidikan Menikah Usia mengikuti
makan saat E,eemiskina
langsung rendah dini program KB
hamil n
C. EVALUASI
Buatlah analisis masalah dengan mengidentifikasi masalah dari di lingkup:
1. Bayi Baru Lahir
2. Remaja
3. Ibu Hamil
4. Ibu Bersalin
5. Ibu Nifas/menyusui
6. Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana
7. Wanita Menopause
C. KEGIATAN BELAJAR III

52
Kode/No : HO-T/UPM/06
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU Logo Jurusan
PRODI D III KEBIDANAN Tgl :
JURUSAN KEBIDANAN
STANDAR PROSES Revisi :

BAHAN AJAR Halaman :

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Komunitas


Kode Mata Kuliah : Bd. 306
Topik : Analisis Gender dalam Layanan Kebidanan Komunitas
Waktu : 170 menit
Dosen : Rialike Burhan, M.Keb
Tujuan Pembelajaran :
Setelah membaca bahan ajar ini mahasiswa diharapkan dapat mengetahui, memahami dan
melakukan analisis gender dalam layanan kebidanan komunitas.

Sumber Kepustakaan :
3. Sweet R Betty, Mayes Midwifery a Text Books For Midwives, Jones & Banlet Publishers,
London S : 1997 (BU-2)
4. YPKP. 2013. Modul Perspektif Gender dan HAM dalam Asuhan Kebidanan Komunitas.
YPKP: Jakarta
5. Varney H, Varneys Midwifery, Jones & bart1et Publisher, London S: 1997 (BA-1).
6. Elita V, 2014. Asuhan Kebidanan Komunitas, Jakarta: EGC

A. PENDAHULUAN

Derajat kesehatan perempuan dan anak, juga layanan kesehatannya tidak hanya dipengaruhi
oleh faktor kesehatan namun juga dipengaruhi oleh faktor non-kesehatan (sosial, budaya,
ekonomi, dll) termasuk isu gender. Berkenaan dengan kesenjangan dan ketimpangan
gender, ditengarai ada sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya kondisi tersebut,
yakni:
1. Tata nilai sosial budaya dan adat istiadat
2. Kebijakan, peraturan dan perundang-undangan
3. Penafsiran ajaran agama dan atau praktik keagamaan
4. Sikap dan persepsi masyarakat, khususnya perempuan sendiri
5. Rendahnya pemahaman masyarakat tentang gender

53
6. Kemiskinan dan kebodohan/keterbelakangan

B. ISI
Dalam upaya mengidentifikasi kesenjangan dan ketimpangan gender, termasuk
faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka perlu dilakukan analisis gender. Berdasar alur
kerja analisis gender pathway (GAP), maka tahapan terpokok adalah mengidentifikasi ada
tidak kesenjangan gender dengan menggunakan 4 indikator, yakni: akses, partisipasi, kontrol,
dan pemanfaat/beneficiares. Identifikasi kesenjangan ini akan menghantarkan pada
pertanyaan “apa bentuk kesenjangan?” dan “mengapa terjadi kesenjangan?”. Jawaban atas
pertanyaan mengapa, bisa mengarah pada identifikasi faktor-faktor penyebab langsung dan
faktor penyebab tidak langsung.
Alur kerja Gender Analisis Pathway (GAP)

Outcome
kebijakan:
Ada tidak
kesenjangan gender Masalah
Kuantitatif Indikator Gender:
Gender? Dan Kesenjangan
Sasaran umum: kualitatif mengapa?
Kajian formulasi Apa dan
kebijakan/program mengapa?
Kesenjanangan
Gender: Perancangan
Akses partisipasi Kebijakan
control benefit Program

Identifikasi kesenjangan dan faktor-faktor yang melatar belakanginya bisa menggunakan atau
memanfaatkan beberapa alat analisis gender (tools of gender analysis), misalnya: kerangka
Harvard, Analisis Moser, dll.
1. Alat Analisis Gender
Dalam upaya menjamin perancangan kegiatan/proyek/program bahkan kebijakan
layanan kebidanan di komunitas yang tanggap/responsive gender, maka tahap analisis
masalah dan kebutuhan dilakukan melalaui proses analisis gender. Yakni, analisis yang
dilakukan dengan menggunakan kacamata/lensa gender. Artinya, identifiaksi analisis atas
masalah, kebutuhan, serta faktor yang melatarbelakanginya perlu mempertimbangkan faktor
jenis kelamin (dan usia), guna memberikan gambaran yang tepat tentang peran gender dan
relasi gender.
a) Kerangka Analisis Harvard
54
Alat analisis gender Harvard ini dikembangkan di Harvard Institute, Amerika sekitar
tahun 1986. Asumsi yang mendasarinya bahwa ada hubungan ekonmi dalam alokasi
sumber daya alam dengan pembagian peran kerja antara perempuan dan laki-laki. Alat ini
bertujuan membantu perencana dalam merancang proyek yang efisien dan meningkatkan
produktivitas secara menyeluruh yang dilakukan melalui pemetaan kerja laki-laki dan
perempuan dalam sebuah komunitas. Kerangka analisis Harvard ini dikenal sebagai
perencanaan yang berorientasi manusia (people-oriented planning).
Tujuan dari alat analisis ini adalah:
1) membedah alokasi sumberdaya ekonomis laki-laki dan perempuan;
2) membantu perencanaan proyek untuk lebih efisien dan meningkatkan produktivitas
secara keseluruhan.
Tiga data utama yang diperlukan:
1) Siapa melakukan apa, kapan, di mana, dan berapa banyak alokasi waktu yang
diperlukan? Hal ini dikeanl sebagai Profil Aktivitas
2) Siapa yang memiliki akses dan control (seperti pembuatan kebijakan) atas sumber
daya tertentu? Hal ini kerap dikenal dengan Profil Akses dan Kontrol. Siapa yang
memiliki akses dan control atas “benefit” seperti produksi pangan, uang, dsb?
3) Faktor yang mempengaruhi perbedaan dalam pembagian kerja berbasis gender, serta
akses dan control yang ada pada “profil aktivitas” dan “profil akses dan control”

Berikut paparan 3 komponen data utama dalam Harvard Analytical Framework:


1) Profil Kegiatan, yakni mengidentifikasi tugas-tugas produktif dan reproduktif dalam
keluarga dan komunitas. Pertanyaan utama adalah “siapa yang melakukan apa?”.
Parameter lain yang dapat di ukur adalah dominasi gender dan umur, alokasi waktu,
tempat kegiatan, atau dapat ditambahkan ketegori kegiatan sosial kemasyarakatan,
keagamaan, bahkan politik. Berdasarkan waktunya, profil kegiatan ini dapat dibuat
harian, dan musiman.
2) Profil akses dan control terhadap sumber daya. Yakni mengungkap siapa saja
anggota keluarga /komunitas yang memiliki akses ke sumber daya dan mengontrol
penggunaannya. Selain itu juga dapata ditambahkan kategori sumber daya politik,
ekonomi, serta sumber daya waktu.
3) Faktor-faktor yang berpengaruh. Yakni identifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi perbedaan perlakuan gender (baik menyangkut kesempatan maupun
hambatan yang dihadapi laki-laki dan perempuan). Faktor-faktor ini antara lain:

55
norma-norma masyarakat, keduduakn di msyarakat, kelembagaan, prenatal institus
sosial, kondisi ekonomi, faktor politik, hokum, serta sikap masyarakat terhadap
proyek/program. Hasil identifikasi ini dapat menjadi dasar memprediksi peluang dan
tantangan terhadap pengembangan maupun implementasi program/proyek, dengan
demikian bisa strategi yang efektif dan efisien. Berdasar data-data dan profil kegiatan
dapat memperlihatkan perbedaan beban kerja antara laki-laki dan perempuan.
Umumnya perempuan beban kerjanya lebih berat dibanding dengan laki-laki, dan
beban ini diwariskan secara turun temurun sehingga dianggap kelaziman dan tidak
bernilai ekonomis.
Melalui profil kegiatan akan dapat diketahui jenis kegiatan berbasis jenis kelamin dan
usia, serta alokasi waktu yang dicurahkan. Profil kegiatan ini bermanfaat dalam
perencanaan kegiatan, meski demikian profil kegiatan sebetulnya juga mampu
mengidentifikasi ‘sasaran kegiatan’ dan ‘bentuk kegiatan’.

b) Kerangka Moser
Model analisis ini dikembangkan oleh Caroline Moser (1993) yang mencoba untuk
membawa satu agenda pemberdayaan perempuan kedalam proses perencanaan dengan
cara menyusun perencanaan berbasis perspektif gender. Salah satu kekurang efektifan atau
bahkan kegagalan kebijakan/program adalah ketidak tepatan dalam menganalisis:
o Situasi
o Masalah/kebutuhan pokok yang perlu di intervensi
o Kelompok sasarannya
Berkenaan dengan itu, Moser menawarkan pentingnya identifikasi kebutuhan
gender, baik yang praktis maupun strategis, dan membedakannya dengan kebutuhan
spesifik perempuan. Kerangka Moser ini juga menunjukkan keterkaitan fokus
kebijakan/program dengan berbagai pendekatan pembangunan terhadap perempuan. Sebab
itu konsep-konsep yang terdapat dalam kerangka Mosser adalah:
1) Konsepsi “tiga peran” (triple roles) perempuan pada tiga asas kerja reproduksi, kerja
produktif dan kerja komunitas. Pemilahan pran ini berguna untuk pemetaan pembagian
kerja gender dan alokasi kerja.

56
2) Pembedaan kebutuhan gender yang bersifat praktis dan strategis. Kebutuhan
praktis terkait dengan kondisi perempuan sedangkan kebutuhan strategis terkait
dengan penguatan posisi perempuan dalam relasi gendernya.
3) Pendekatan analisis kebijakan mulai dari fokus pada kesejahteraan (welfare),
kesamaan (equity), anti-kemiskinan, efisiensi, dan pendekatan pemberdayaan. Fokus
kebijakan ini menyiratkan bagaimana asumsi pembangunan tentang peran perempuan:
apakah perempuan di integrasikan ke pembangunan (women in development) atau
perempuan sudah terlibat dalam pembangunan namun berstatus dan berposisi marginal
(gender and development)
Tiga alat utama kerangka Moser:
Alat 1:  Kerja Reproduksi Perempuan
Tiga peran perempuan  Kerja reproduktif
(triple roles of women)  Kerja komunitas
Alat 2:  Kebutuhan/kepentingan praktis
Gender need assessment  Kebutuhan/kepentingan strategis

Alat 3: Siapa mengontrol apa dan siapa yang memiliki


Gender Disaggregated data- kekuasaan atas pengambilan keputusan?
intra-household

Alat 1: Identifikasi peran gender


Tujuan alat ini adalah melakukan “pemetaan pembagian gender siapa melakukan apa?”.
Dalam melakukan pemetaan peran gender, kerangka Moser berangkat dari anggapan bahwa
umunya perempuan, khusunya kalangan lapisan bawah, memiliki ‘tiga peran’ (triple roles),
yaitu: (a) peran reproduktif, (b) peran produktif, (c) peran sosial/kemasyarakatan. Sebab itu
tiga peran lebih identik dengan perempuan. Sedangkan laki-laki umunya berperan ‘dua’.
Yakni peran produktif dan peran kemasyarakatan (politik).

Peran komunikasi
Peran Reproduktif Peran produktif
kemasyarakatan
Kegiatan-kegiatan, atau Kerja-kerja yang dilakukan Kerja-kerja yang berkaitan
tugas tugs yang lebih dalam rangka mendapatkan nilai dengan
diorientasikan pada tukar baik dalam bentuk uang keterlibatan/partisipasi laki-
pemenuhan kebutuhan dan natura. Misalnya: laki maupun perempuan
orang lain dan berkaitan dagang,bertani, dll. Baik diberbagai kegiatan di
dnengan upaya menjaga perempuan maupun laki-laki masyarakat, baik sosial,
keseimbangan dan dapat terlibat dalam kegiatan- keagamaan, politik, dll.
keberlanjutan kehidupan kegiatan produktif tapi Kegiatan atau peran ini
bersama (keluarga, seringkali kedudukan/status dan jarang dipertimbangkan atau
komunitas, masyarakat, tanggung jawab mereka berbeda. dilihat dari analisis ekonomi

57
Negara, dll). Misalnya Kerja produktif perempuan lebih suatu masyarakat, meskipun
dalam keluarga, dianggap sebagai pendapatan kegiatan tersebut menyita
perempuan mengasuh ‘penunjang’, karena yang utama waktu dan dilakukan secara
anak, mengurus rumah bagi perempuan adalah sukarela. Kegiatan in
tangga, menjaga pekerjaan reproduktifnya. penting bagi pengembangan
kesehatan keluarga, Bahkan peran produktif kapasitas baik pada level
mengambil air, dll. perempuan seringkali ‘invisible’ individu maupun
Kegiatan ini dianggap (tidak nyata) dan kurang di masyarakat. Kegiatan ini
tidak produktif karena hargai dibandingkan dengan juga bissa mensejahterakan,
tidak ada nilai tukar laki-laki, karena laki laki keterlibatan/partisipasi
(upah baik secara uang dianggap pencari nafkah utama. dalam kegiatan sosial
maupun natura). kemasyarakatan juga
Kegiatan ini dilekatkan mengindikasikan adanya
pada perempuan, pembagian kerja berdasar
dianggap kewajiban, gender.
bahkan kodrat
perempuan.

Pada dasarnya perempuan, laki-laki, anak-anak laki-laki dan perempuan, melakukan


ketiga peran, namun laki-laki lebih sedikit terllibat dalam pekerjaan reproduktif. Di banyak
masyarakat, perempuan mengerjakan hampir semua pekerjaan reproduktif dan banyak
melakukan pekerjaan produktif. Berkenaan dengan peran komunitas, Moser memilahnya
menjadi 2 kegiatan:
1) Kegiatan ‘pengaturan masyarakat’ (community managing). Yang umumnya dilakukan
perempuan sebagai perluasan dari peran reproduktif mereka, misalnya: menjamin
kesediaan dan kelestariansumber daya-sumber daya konsumsi kolektif, antara lain: air,
perawatan kesehatan dan pendidikan. Keterlibatan dalam kegiatan bersifat sukarela, tidak
dibayar, dan dijalankan di waktu senggang.
2) Kegiatan ‘politik masyarakat’, terutama ditangani oleh laki-laki. Pada tingkat politik
formal seringkali berada dalam satu kerangka politik nasional. Pekerjaan ini biasanya
dibayar, baik langsung maupun tidak, melalui pemberian status dan kekuasaan.
Alat 2: Identifikasi Kebutuhan Gender
Tujuan alat ini adalah mengidentifiksi kebutuhan berbasis gender, dengan anggapan
dimungkinkan perempuan memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu yang berbeda dengan laki-
laki, yang tidak hanya disebabkan oleh 3 peran gendernya tetapi juga karena posisi mereka
yang dianggap lebih rendah dari laki-laki. Kerangka kerja Moser membedakan antar 2 jenis
kebutuhan. (mengadaptasi ide Molyneux tentang kepentingan)

Kebutuhan praktis Gender Kebutuhan strategis Gender

58
Kebutuhan yang dikaitkan dengan Kebutuhan kebutuhan yang teridentifikasi untuk
peran gender yang dilekatkan pada mengubah pola pola hubungan kekuasaan yang
perempuan selama ini. sebab itu tidak adil antara laki-laki dan perempuan.
diperlukan identifikasi kebutuhan yang Diakrenakan posisi perempuan yang lebih rendah
dianggap mendesak (praktis), misalnya dalam masyarakat. Jadi, kebutuhan strategis gender
pengembangan peluang atau mengarah pada pemenuhan kebutuhan jangka
keterampilan kerja guna meningkatkan panjang. Untuk perbaikan posisi perempuan dalam
produktivitas prempuan sebagai pencari relasi gendernya. Berupaya mengubah tatanan
nafkah penunjang keluarga. Kebutuhan sosial yang diangggap timpang gender. Kebutuhan
praktis lebih mengarah kepada strategis beragam tergantung konteks
pemenuhan kebutuhan jangka pendek masyarakatnya. Pada dasarnya kebutuhan strategis
dalam rangka memperbaiki kondisi berhubungan dengan pembagian peran gender,
yang dihadapi perempuan terkait peran relasi kuasa berasarkan gender. Pemenuhan
gendernya. Kebutuhan praktis kebutuhan-kebutuhan gender strategi ini membantu
seringkali berhubungan dengan perempuan mencapai persamaan yang pada
kebutuhan dasar untuk kelangsungan gilirannya akan mengubah peran-peran yang ada
hidup seperti: yang meningkatkan posisi tawar perempuan.
 Persediaan air
 Perawatan kesehatan Kebutuhan-kebutuhan gender strategis antara lain:
 Pendapatan untuk memenuhi  Penghapusan pembagian kerja berdasarkan jenis
kebutuhan rumah tangga kelamin
 Perumahan dan kebuthan kebutuhan  Penghapusan beban pekerjaan
dasar  Penghilangan bentuk-bentuk diskriminasi yang
 Persediaan pangan keluarga telah melembaga, misalnya hak-hak untuk
memiliki tanah atau lahan atau kekayaan sendiri
 Akses terhadap penghargaan dan sumberdaya-
sumberdaya lainnya
 Kebebasan memilih dalm mempunyai anak
 Tindakan-tindakan untuk menentang kekerasan
dan kontrol laki-laki terhadap perempuan.

Alat 3: Data Terpilah di tingkat Rumah Tangga


Pada dasarnya alat ketigas ini bertujuan mengidentifikasi “siapa mengontrol apa? Siapa
menentukan apa? Bagaimana caranya?”. Hal ini penting mengingat alokasi sumber daya
dalam keluarga merupakan cermin kuasa dan relasi kuasa (bargaining power). Perlu dilihat
siapa yang memiliki kontrol atau kekuasaan atas sumberdaya dan siapa yang berkuasa dalam
mengambilm keputusan atas pengelolaan atau pemanfaatan sumber daya.

c) Gender Analisis Matrix


Gender analisis Matrix (GAM) dikembangkan oleh Rani Parker pada tahin 1993.
Analisis ini diciptakan untuk sekelompok praktisi pembangunan di timur-tengah yang

59
bekerja untuk LSM-LSM. Tujuan kerangka ini adalah membantu identifikasi perbedaan
dampak dari berbagai intervensi pembangunan terhadap perempuan dan laki-laki.
Hal ini dilakukan melalui proses analisis yang mengidentifikasi dan mempertanyakan
asumsi-asumsi tentang peran-peran gender di masyarakat dengan cara yang
konstruktif/membangun. Kegunaan alat ini adalah untuk melakukan perencanaan,
pengawasan, dan evaluasi proyek pada suatu tingkatan berbasis masyarakat.

APA Suatu alat untuk analisis gender di proyek-proyek pembangunan ditingkat


masyarakat

MENGAPA Untuk menentukan dampak-dampak yang berbeda dari intervensi-intervensi


pembangunan terhadap perempuan dan laki-laki.

SIAPA Analisis dilakukan oleh suatu kelompok dalam masyrakat yang idealnya terdiri
dari perempuan dan laki-laki yang jumlahnya berimbang

Di tingkat perncanaan untuk menentukan bagaimana potensi pengaruh–pengaruh


KAPAN gender yang diharapkan dan sesuai tujuan-tujuan program? Ditahap
perencanaan/desain bagaimana pertimbangan gender dapat merubah desain
proyek? Ditahap pengawasan dan evaluasi, untuk melihat dampak-dampak yang
lebih luas.

Matriks ini memilki empat tingkat analisis dan empat kategori analisis. Ke-empat
tingkat ini adalah perempuan, laki-laki, rumah tangga (termasuk anak anak dan anggota
keluarga yang tinggal atau hidup bersama), dan satu unit yang lebih besar, yakni: masyarakat.

Tingkat Analisis Kategori Analisis

 Perempuan adalah perempuan darin semua  Pekerjaan adalah perubahan tugas-tugas


umur yang ada dikelompok sasaran (jika (mengambil air di sungai), tingkat
terdapat perempuan di kelompok sasaran) atau keterampilan yang dibutuhkan (terampil
semua perempuan dikelompok msyarakat. dengan tidak terampil, pendidikan formal,
pelatihan), dan kapasitas tenaga kerja
 Laki-laki adalah laki-laki dari semua umur (berapa jumlah orangnya dan berapa
yang ada di kelompok sasaran (jika tedapat banyak yang dikerjakan; apakah perlu
laki-laki di kelompok sasaran) atau semua mempekerjakan orang atau dapatkah
laki-laki di masyarakat. anggota-anggota keluarga
melakukannya?).
 Rumah tangga adalah semua perempuan dan

60
laki-laki dan anak-anak yang tinggal bersama ,  Waktu adalah perubahan dalam jumlah
bahkan walaupun tidak ada keluarga inti. waktu (3 jam, 4 jam, dst), yang diperlukan
Meskipun jenis rumah tangga mungkin dalam menjalankan tugas tugs yang
macam-macam dalam suatu masyarakat, orang berkaitan dengan proyek atau kegiatan
selalu mengenal apa yang ada dalam rumah tersebut.
yang meliputi: tangga atau keluarganya. Itulah
analisis definisi atau unit yang mesti  Sumber daya adalah perubahan dalam

digunakan untuk di tingkatan ini di GAM. akses ke modal (pendapatan, tanah,


penghargaan) sebagai konsekuensi dari
 Masyarakat adalah setiap orang dalam bidang proyek dan pelaksanaan control terhadap
proyek tersebut secara keseluruhan. Tujuan perubahan-perubahan sumber daya (lebih
dari tingkatan ini adalah untuk melakukan banyak atau lebih sedikit) untuk masing-
analisis di luar keluarga, jadi ke suatu masing tingkat analisis.
msyarakat luas. Tetapi masyarakat bersifat
kompleks dan dan biasanya terdiri dari  Faktor-faktor budaya adalah perubahan

kelompok-kelompok yang berbeda-beda. Jika sosial kehidupan para peserta (perubahan

masyarakat yang didefinisikan dengan jelas peran-peran dan status gender) akibat dari

tidak memiliki arti dalam konteks proyek proyek.

tersebut, tingkatan analisis ini dapat dihapus

Pinsip Matrix Analisis Gender


Penerapan GAM bersumber dari pengetahuan dan pengalamaan dari semua pihak
yang dijadikan sumber data. Analisis gender bersifat partisipatif sehingga tidak memerlukan
ahli dari luar msyarakat kecuali fasilitator. Analisis gender tidak dapat diubah jika analisis
tidak dilakukan oleh orang-orang yang di analisa.
Contoh GAM:
Tenaga Kerja Waktu Sumber daya Budaya
Perempuan + perempuan + hemat waktu + air lebih - Mengurangi
tidak lagi harus + ada waktu mudah tersedia mobilitas
mengambil air luang + Ada irigasi - Interaksi sosial
untuk ke kebun di terminal
sumber air
Laki-laki + mendapatkan
keahlian dalam
membangun dan
merawat system
pengairan
Rumah + pengamanan
tangga jaringan atau

61
pekerjaan
Masyarakat + komisi
masyrakat
terlatih untuk
perawatan
system air.

Aturan dalam penggunaan GAM:


1. Jika mungkin perempuan dan laki-laki dalm jumlah yang sama (atau hampir sama) harus
melakukan analisis
2. Analisis harus dikaji ulang dan direvisi sekali sebulan selama 3 bulan pertama dan sekali
dalam 3 bulan setelah itu.
3. Setiap kontak harus diverifikasi setiap kali dilakukan kaji ulang GAM
4. Hasil-hasil yang ditambahkan harus ditambahkan ke matriks
5. GAM harus digunakan dengan alat-alat analisis standar yang lain, seperti alat-alat
monitoring, pengujian-pengujian kebutuhan, dll.

d) Kerangka Pemberdayaan Perempuan Sarah Longwe


Kerangka Longwe berfokus langsung pada situasi dan kondisi dalam mengatasi
masalah kesenjangan, diskriminasi dan subordinasi. Masalah utama dalam pembangunan
perempuan menjadi lebih produktif, efisien, atau menggunakan tenaga mereka secara lebih
efektif, tetapi untuk memungkinkan perempuan memiliki kesetaraan dengan laki-laki dan
berpartisipasi secara sama dalam proses pembangunan guna meraih kontrol atas faktor-
faktor produksi sebagaimana laki-laki. Untuk itu Longwe mengembangkan kerangka
untuk mencapai tingkat pemberayaan dan kesetaraan (equality) dengan parameter
(berurutan dari rendah ke tinggi) yang meliputi:

Level Kesederajatan dan Pemberdayaan


Kontrol Equality Pemberdayaan
perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki
Partisipasi
Kesadaran
Kritis
(conscience)

62
Welfare
(kebutuhan
dasar Praktis)

Parameter pemberdayaan dan kesetaraan adalah:


1. Kesejahteraan: Mencakup makanan, pendapatan, perawatan kesehatan, pendapatan dan
waktu luang.
2. Akses: mencakup akses terhadap lahan/tanah, pekerjaan, penghargaan, pelatihan,
fasilistas pemasaran, dan semua jasa dan keuntungan yang tersedia secara umum.
Persamaan kesempatan, yang memerlukan adanya reformasi hokum dan administrasi
guna menghapuskan segala bentuk diskriminasi.
3. Kesadaran kritis: mencakup pemahaman atas perbedaan antara peran berdasarkan
gender dan seks. Perbedaan ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya dan dapat
diaubah. Keyakinan juga meliputi keprcayaan bahwa pemabgian kerja secara seksual
harus adil dan disetujui oleh kedua belah pihak tanpa dominasi baik ekonomi maupun
politik dari satu jenis kelamin. Keyakinan akan kesetaraan berdasarkan gender dan seks
memberi dasar bagi partisipasi bersama dalam proses pembangunan perempuan.
4. Partisipasi: meliputi partisipasi perempuan yang setara dalam proses pembuatan
keputusan, kebijakan, perencanaan, dan administrasi. Partisipasi merupakan aspek
penting dalam pembangunan dimana perempuan dilibatkan dalam penilaian kebutuhan-
kebuthan, perumusan, penerapan, dan evaluasi kegiatan. Persamaan dalam pasrtisipasi
berarti melibatkan perempuan sebagai bagian dari masyarakat dengan proporsi yang
seimbang dalam pengambilan keputusan.
5. Control: keseimbangan laki-laki dan perempuan dalam mengontrol sumberr daya
sehingga tidak ada satupun yang berposisi lebih dominan. Berkenaan dengan isu
kesederajatan atau kesetaraan (equality), maka Longwe menawarkan rumusan konsep
‘masalah/urusan spesifik perempuan’, yang berkaitan dengan peran gender atau streotipe
yang ditentukan secara seksual. Asumsi utamanya adalah bahwa semua isu perempuan
berkaitan dengan equality dalam peran sosial dan ekonomis. Tiga level pengenalan atas
isu perempuan di dalam proyek adalah NEGATIF, NETRAL, POSITIF. Dengan
demikian, kegunaan alat analisis ini adalah untuk menguji metode analisis terhadap
program yang bertujuan untuk memberdayakan tetapi kegiatannya tidak mencerminkan
hal tersebut.

63
Kerangka kesetaraan gender (Gender Equality Framework) yang dikembangkan
World Bank pada tahun 2007 ini bisa dikatakan mencakup berbagai dimensi yang
ditawarkan beberapa alat analisis gender yang sudah dibahas.
Gender Equality Framework

Gender equality in rights, resources, and voice

HouseHold Economy and Society


Household markets Civic and
resource and Acces to land,
political
task financial
allocations,
participation
services, labor
fertility markets,
decisions technology

Aggregate economic performance (poverty reduction, growth


Dari kerangka tersebut bahwa analisis gender perlu diawali dengan identifikasi
kesenjangan dan ketimpangan gender baik menyangkut hak, sumber daya, dan artikulasi
kepentingan (voice). Identifikasi ini dilakukan di ranah rumah tangga dan komunitas, serta
menyangkut dimensi ekonomi maupun non-ekonomi (sosial-politik). Level dan dimensi
kesenjangan akan berimplikasi pada strategi intervensi, baik kebijakan maupun layanan yang
akan dikembangkan.

C. EVALUASI
Buatlah analisis Gender yang ada di lingkungan sekitar rumah berdasarkan salah satu alat
analisis gender:
 Kerangka Analisis Harvard
 Kerangka Analisis Moser
 Gender Analisis Matrik
 Kerangka Pemberdayaan Sarah Longwee
D. KEGIATAN BELAJAR IV

64
Kode/No : HO-T/UPM/06
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU Logo Jurusan
PRODI D III KEBIDANAN Tgl :
JURUSAN KEBIDANAN
STANDAR PROSES Revisi :

BAHAN AJAR Halaman :

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Komunitas


Kode Mata Kuliah : Bd. 306
Topik : Perencanaan Pelayanan Kebidanan Komunitas yang Tanggap
Gender dan Partisipatif
Waktu : 240 menit
Dosen : Rialike Burhan, M.Keb
Tujuan Pembelajaran :
Setelah membaca bahan ajar ini mahasiswa diharapkan dapat mengetahui, memahami dan
melakukan analisis gender dalam layanan kebidanan komunitas.

Sumber Kepustakaan :
7. Sweet R Betty, Mayes Midwifery a Text Books For Midwives, Jones & Banlet Publishers,
London S : 1997 (BU-2)
8. YPKP. 2013. Modul Perspektif Gender dan HAM dalam Asuhan Kebidanan Komunitas.
YPKP: Jakarta
9. Varney H, Varneys Midwifery, Jones & bart1et Publisher, London S: 1997 (BA-1).
10. Elita V, 2014. Asuhan Kebidanan Komunitas, Jakarta: EGC

D. PENDAHULUAN

Berbagai program kesehatan sudah dikembangkan dan dijalankan dimasyarakat,


mulai dari program kesehatan ibu dan anak (KIA) termasuk imunisasi, kesehatan reproduksi
remaja, program pencegahan infeksi saluran reproduksi dan penyakit menular seksual
(ISR/PMS), termasuk HIV/AIDS, dll. Namun pertanyaannya adalah apakah program-
program tersebut dirancang sesuai dengan kebutuhan masyarakat? Apakah program-program
tersebut berangkat dari asumsi pentingnya mengakomodir kebutuhan dan keterlibatan
perempuan maupun laki-laki, anak, atau dewasa? Apakah program-program yang ada mampu
memberdayakan masyarakat? apakah program berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin di
capai? Dalam konsep Brian, ada 4 aspek yang sejak awal perlu di pertanyakan, dan hal ini

65
akan menjadi dasar pertimbangan urgensi penetapan prioritas program, yakni: (1) prevalence
(jumlah kasus); (2) seriousness (tingkat urgensi di intervensi terkait dengan
konsekuensi/dampak masalah ); (3) manageability (kemampuan pengolaan program terkait
dengan sumber daya); (4) community concern (kepedulian komunitas,
karena ini menjadi basis partisipasi masyarakat).
Pertanyaan-pertanyaan tersebut penting dan relevan, karena jangan sampai program
tidak menjawab kebutuhan,dan berbagai sumber daya yang telah di alokasikan tidak berjalan
optimal, sehingga implikasinya derajat kesehatan tidak pernah meningkat. Faktor mendasar
adalah program yang ada tidak efektif memenuhi kebutuhan komunitas, serta tidak
direncanakan denga partisipatif lebih jauh dari itu, rancangan program dimungkinkan belum
tanggap gender karena belum menjamin kesetaraan baik dalam: akses, partispasi, kontrol,
serta pemanfaatan program/kegitan. Hal ini dikarenakan masih minimnya pemahaman bahwa
laki-laki dan perempuan dimungkinkan punya kebutuhan dan kepentingan berbeda.
Perencanaan pembangunan partisipatif di pandang sebagai sebuah metodologi yang mampu
mengantarkan warga atau komunitas untuk dapat memahami masalah yang dihadapi,
menganalisa akar-akar masalah tersebut, mendesain tindakan-tindakan terpilih, dan
memeberikan kerangka untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program.

E. ISI
Di dalam era demokrasi dan desentralisasi seperti saat ini, tuntutan masyarakat untuk
terlibat didalam proses penyusunan perencanaan pembangunan menjadi suatu keniscayaan.
Argumentasi yang mendasarinya adalah adanya kesadaran dari masyarakat itu sendiri bahwa
yang mengetahui dengan baik kebutuhan dan kepentingannya adalah mereka sendiri, oleh
karena itu, berpartisipasi atau ikut terlibat di dalam proses penyusunan perencanaan/
kebijakan oublik menjadi hak dan kewajiban yang harus diperoleh dan dimiliki oleh
masyarakat.
Partisipasi ditempatkan sebagai keterlibatan masyarakat terutama yang dipandang
sebagai “beneficiary” pembangunan dalam konsultasi atau pengambilan keputusan dalam
semua tahapan siklus proyek pembangunan dari penilaian kebutuhan, perencanaan,
pelaksanaan, sampai pemantauan dan evaluasi program. Ada beberapa asumsi yang diterima
secara umum untuk mendorong partisipasi sosial, yakni: Pertama, rakyatlah yang paling tahu
kebutuhannya, karena itu rakyat mempunyai hak untuk mengidentifikasi dan menentukan
kebutuhan pembangunan di wilayah lokalnya. Kedua, partisipasi sosial dapat menjamin
kepentingan dan suara kelompok-kelompok yang selama ini dimarjinalkan dalam

66
pembangunan hokum, ekonomi, sosial, budaya. Ketiga, partisipasi sosial dalam pengawasan
terhadap proses pembangunan dapat mengurangi penurunan kualitas, dan kuantitas program
pembangunan. Untuk mengagregasi dan mengartikulasikan kepentingannya, dalam
partisipasi sosial masyarakat didorong utnuk membangun organisasi baik dalam bentuk
gerakan sosial atau kelompok mandiri.

Proses/tahapan Perencanaan
Program
1) Analisis masalah
2) Analisis tujuan
3) Analisis prioritas
4) Analisis stakeholder
5) Matriks Perencanaan Program
6) Project proposal

Sebab itu, partisipasi yang efektif dan mampu menggerakkan perubahan di


masyarakat sebaiknya bersifat kolektif dan institusional, bukan semata individual.
Pembentukan organisasi atau kelompok mandiri, misalnya melalui forum warga, akan
berfungsi sebagai wadah penyalur aspirasi dan kepentingan warga dalam merancang
sekaligus mengambil keputusan tentang program/kebijakan yang menjadi
kebutuhan/kepentingan bersama. Forum warga bisa merupakan forum multi stakeholder
karena terdiri dari berbagai kelompok warga/masyarakat berbasis latar belakang sosial
ekonomi, umur, gender dan lain-lain. Melalui forum tersebut diharapkan terbangun: (i)
kesadaran masyarakat akan perlunya mereka ikut terlibat dalam perencanaan pembangunan
atau pengembangan masyarakat, dan (ii) kesadaran bahwa perlu suatu pengorganisasia sosial
atas berbagai kelompok warga dalam merancang dan menetapkan (memutuskan) program
prioritas masyarakat, serta (iii) identitas diri sebagai suatu kelompok yang berkepentingan
yang sama dan sama-sama terlibat dalam proses perencanaan.
Berkenaan dengan itu, maka sejak awal penting dilakukan identifikasi pihak-pihak yang
dianggap strategis berpengaruh dmasyarakat, yang mana pihak-pihak ini potensial dalam
proses perencanaan.
ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN : JENIS STAKEHOLDER
No KATEGORI STAKEHOLDER CONTOH
1 Pekerja kemasyarakatan yang dipekerjakan oleh Pendamping IDT yang dipekerjakan
pemerintah (baik pusat maupun daerah) atau oleh program pemerintah dari pusat
olehg lembaga lain (LSM dan swasta) Kepala Desa Badan Perwakilan Desa
the employed community workers (BPD)

67
2 Pekerja kemasyarakatan yang dipekerjakan oleh PLKB, Bidan dan Dokter yang
lemabaga sektoral (Lembaga Pemerintah) ditempatkan di Desa.
The employed sectoral Workers
3 Profesional yang bekerja untuk melayani Bidan, Dokter, Juranalis, Guru (Bisa
masyarakat Pegawai Negeri atau bukan), aktivis
The community-focused professional LSM.
4 Aktivis yang bekerja tanpa dibayar Kader Kesehatan, Toma, Toga,
the unpaid community activis. Relawan lainnya.

Terbukanya peluang keterlibatan warga menempatkan istilah partisipasi tidak menjadi


sekedar retorika semata tetapi diaktualisasikan secara nyata dalam berbagai kegiatan dan
pengambilan kebijakan publik baik ditingkat nasional hingga lokal (desa). Upaya perubahan
yang didasarkan pada keinginan, kebutuhan, dan kepentingan masyarakat dan direncanakan
olehg mereka sendiri dikenal sebagai “Perencanaan Partisipatif”. Partisipatif masyarakat
dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip, yakni: mengutamakan masyarakat, berbasis
pengetahuan masyarakat, dan melibatkan perempuan, dengan demikian, terbukanya ruang
partisipasi masyarakat merupakan kesempatan positif sehingga masyarakat bias terlibat
dalam proses mengidentifikasi, membahas, menyampaikan perspesi, kebutuhan, dan tujuan-
tujuan bagi pengembangan masyarakat.

Tingkat Partisipasi :
8 = Mendorong/mempercepat terjadinya perubahan
7 = Mobilisasi diri sendiri
6 = Terlibat dalam suatu pekerjaan bersama dan saling mendorong satu sama lain.
5 = Terlibat dalam bekerja
4 = Terlibat untuk memberikan dukungan materi
3 = Terlibat dalam konsultasi
2 = Terlibat dalam memberikan informasi
1 = Terlibat tapi pasif

Namun demikian partsipasi masyarakat-merujuk, UNDP (1997)- bisa menunjukkan


tangga keterlibatannya mulai dari: 1) manipulasi, 2) informasi, 3) konsultasi, 4) membangun
konsesnsus, 5) pembuatan keputusan, 6) berbagi risiko, 7) kerjasama, 8) mengatur sendiri.
Kondisi ideal adalah partisipasi sebagai tujuan bukan sekedar alat. Artinya masyarakat
mampu mengidentifikasi kebutuhan dan mengatasinya secara mandiri guna memperbaiki
kondisinya yang ada. Dengan kata lain, pasrtisipasi bukanlah bentuk mobilisasi masyarakat,
sehingga masyarakat terlibat tapi lebih bersifat pasif.

Pertanyaan perencanaan program/kegiatan:


 Apakah tujuan program ?
 Berapa lama intervensi melalui program ini akan berlangsung ? Berapa lama waktu 68
yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan program ?
 Indikator-indikator apa yang akan anda gunakan untuk mengukur dampak intervensi
ini ?
Terlepas dari tangga ataupun tingkat partisipasi warga, yang jelas tujuan keterlibatan
masyarakat/warga adalah untuk perubahan atau pengembangan masyarakat yang berdasar
kepentingan dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Hal ini mengingat program
pengembangan masyarakat merupakan “upaya membangun atau memperkuat struktur
masyarakat atau komunitas agar menjadi suatu entitas yang otonom dan bisa
menyelenggarakan kehidupannya serta melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan manusia
(human needs)”.
Sebab itu, sasaran yang ingin dicapai oleh program pengembangan masyarakat adalah
penguatan kapasitas masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks
ini dilakukan juga upaya pemberdayaan (empowerment) masyarakat agar mereka dapat
melakukan transformasi ekonomi, teknologi dan sosial budaya. Berkenaan dengan
pengembangan kapasitas masyarakat, dapat dilihat dari tiga tingkatan/dimensi, yakni:
Dimensi Kapasitas Sistem
Pengembangan kapasitas sistem bisa merujuk pada perencanaan berkala yang terpadu
dan berkesinambungan, yang dirumuskan secara obyektif, terarah, dan sesuai kebijakan
normatif yang menjadi rujukan bersama.
Dimensi Kapasitas Institusi
Pengembangan kapasitas institusi yang mampu memfasilitasi proses perencanaan
secara jelas dan konsisten. Untuk itu perlu struktur pengorganisasian yang jelas, termasuk
penjabaran tugas dan fungsi dari masing-masing pelaku/aktor yang terlibat, mekanisme

69
koordinasi, serta evaluasi kinerja dan monitoring dampak untuk menilai efektifitas, efisiensi,
dan akuntabilitas (pertanggungjawaban) jalannya program pelayanan masyarakat.

Dimensi Kapasitas Individu


Pengembangan kapasitas individu akan mencakup:
i) Keterampilan perencanaan (kemampuan atau kapasitas melakukan analisis situasi hingga
monitoring evaluasi)
ii) Keterampilan manajerial, yakni kapasitas memfasilitasi, memoderasi dan mengkoordinir
semua pelaku dan kepentingan ke dalam suatu proses perencanaan yang teratur
iii) Keterampilan sosial yakni kapasitas dalam membangun proses dialogis yang konstruktif
dalam rangka membangun kebersamaan dalam keberagaman kepentingan untuk
menghasilkan produk perencanaan yang mampu mengakomodir kepentingan dari bawah.
Selain itu, diperlukan kapasitas atau kemampuan mensosialisasikan peluang, hambatan,
keberhasilan dalam implementasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi.

Perencanaan Partisipatif yang Tanggap Gender


Sebagaimana sudah dipaparkan di awal, pertanyaan mendasar dalam perencanaan adalah
“Apakah rancangan program sudah mempertimbangkan dan menjamin kesetaraan akses,
partisipasi, kontrol, dan pemanfaatan yang adil gender?” Lebih dari itu, “Apakah
program/proyek sudah memenuhi prinsip kesetaraan dan keadilan dalam perencanaan
maupun implementasinya?”. Pada dasarnya berbagai pertanyaan tersebut sejalan dengan
kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Instruksi Presiden (INPRES) No.9 tahun 2000
tentang Pengarusutamaan Gender (PUG), yakni :
“strategi pembangunan yang dilakukan dengan cara mengintegrasikan pengalaman,
aspirasi, kebutuhan dan kepentingan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program dan kegiatan di
bidang pembangunan”.
Jadi, pengarusutamaan gender merupakan strategi untuk memastikan perbedaan
kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki betul-betul diintegrasikan pada setiap
tahapan pembangunan (desain program, implementasi, monitoring & evaluasi terhadap
semua aspek politis, ekonomi dan sosial), sehingga perempuan dan laki-laki mendapatkan
manfaat yang sama dari program pembangunan, dan kesenjangan tidak dilanggengkan.
Dengan demikian, melalui kebijakan/program yang responsive gender, maka subjek
pembangunan baik perempuan maupun laki-laki perlu diupayakan dan dijamin untuk :

70
1. Memperoleh akses yang sama terhadap sumber daya (pembangunan)
2. Mempunyai peluang berpartisipasi yang sama, termasuk dalam proses pengambilan
keputusan.
3. Memiliki kontrol yang sama atau sumber daya (pembangunan).
4. Memperoleh manfaat yang sama dari hasil (pembangunan)

Adapun perencanaan yang tidak responsive gender bisa berupa perencanaan


‘Buta/netralgender’ yang ditandai dengan ciri-ciri : (i) tidak mengenal perbedaan antara laki-
klaki dan perempuan, (ii) informasi yang terkumpul tidak berdasarkan apakah hal itu
kebutuhan dan kepentingan perempuan atau laki-laki, tetapi pada asumsi apakah yang
dibutuhkan orang secara umum agar mereka tetap dapat hidup. (iii) sering berdampak pada
hubungan gender yang tidak seimbang. Sementara perencanaan yang ‘bias gender’ ditandai
dengan anggapan bahwa satu jenis kelamin tertentu lebih diakui dan diakomodir
kebutuhannya, sehingga berdampak kembali pada dominasi kelompok tertentu.
Dalam Upaya merancang program yang responsive gender, makan perlu dilakukan
intergrasi aspek gender dalam siklus program/kegiatan. Pada dasarnya setiap siklus
program/proyek yang terkait gender kurang lebih sama dalam mengelola program /proyek
secara umum. Tetapi yang digaris bawahi adalah bagaimana pengelolaan program/proyek
telah responsive gender dengan memperhatikan hal-hal yang terkait dengan isu gender
menjadi isu sentral disetiap tahapan kegiatan.
Siklus Program/Proyek

Identifikasi Masalah, Potensi dan


kebutuhan analisis gender

Monev (Indikator Responsif Gender Perencanaan


Gender)

Implementasi

Untuk itu analasis gender perlu dilakukan pada setiap program/proyek guna menjamin akses,
partisipasi, dan kontrol berbagai kelompook warga termasuk perempuan atas jalannya
program/kegiatan, sekaligus memastikan mereka juga sebagai pengambil manfaat. Berikut
akan digambarkan bagaimana perencanaan yang reponsif atau tanggap gender.

Bagan 1

71
Analisis Gender dalam perencanaan Program/proyek/kegiatan

apa yang laki-laki dan perempuan


Profil aktivitas
Siapa melakukan apa? (dewasa, anak-anak, orangtua) lakukan
dan dimana dan kapan aktifitas berada
Profil akses dan kontrol siapa yang memi8liki akses dan untuk
Siapa mempunyai apa ?
dan mengontrol sumber daya dan
pelayanan dan pengambil keputusan
Analisis dan factor-faktor dan tren bagaimana aktifitas , akses dan pola
Apa konteks sosioekonominya?
kontrol yang dibentuk oleh factor
struktur(demokrasi, ekonomi, hukum
dan institusi) dan dengan budaya, agama
Analisis siklus program
Apa pertimbangan gender yang dan pilihan sikap
diperlukan dalam proyek ?
rencana proyek sensitif gender, desain,

Dengan demikian, hal terpokok dalam perancangan program adalah identifikasi


kebutuhan/masalah yang diharapkan bersifat responsif/tanggap gender. Identifikasi ini akan
berimplikasi pada desain program termasuk strategi implementasi, serta pengenbangan sistem
dan alat monitoring dan evaluasinya. Inilah yang dikenal sebagai pengarustamaan gender
dalam perencanaan pembangunan/program.
"Proses yang memasukkan analisis gender kedalam program dan kegiatan dari instansi
pemerintah dan organisasi kemasyarakatan mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program dan kegiatan instansi pemerintah
dan organisasi kemasyarakatan", (INPRES no.9/2000)

Policy outlook and action process (POP)

Indikator Perancanga Kebijakan


gender n strategi Strategi pelaksa Penilaian

kesenjanga modev nana

n subyek Program

Umpa

proyek n

72
Dengan demikian melalui perencanaan yang responsif gender, maka isu kesenjangan
gender bisa diatasi, sehingga kesetaraan gender bisa tercapai. Berikut contoh matriks
rancangan program:
Level Rumah tangga
Isu Masalah yang Isu gender Progra Kegiata INDIKATOR Stake Waktu
Output Outcome Dampak
dihadapi m n holder
Gizi Anak malnutrisi Keterlibata Penyulu Cerama Jumlah Penyebarluasan Praktik Guru 1
n laki-laki han h brosur laki-laki informasi gizi makan sehat Toma kali/ming
rendah sebagai ke keluarga di masyarakat Toga gu
peserta Puskesma
s
DST

Monitoring dan Evaluasi yang Tanggap Gender


Jalannya dan capaian program bisa dipantau dan atau dievaluasi. Evaluasi sebagai
salah satu dari fungsi manajemen bertujuan untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi
pelaksanaan suatu perencanaan, sekaligus mengukur seobyektif mungkin hasil-hasil
pelaksanaan dengan ukuran-ukuran yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang terlibat dalam
suatu perencanaan. Tujuan utama dari penilaian/evaluasi adalah agar hasil penilaian tersebut
dipakai sebagai umpan balik bagi perencanaan selanjutnya.
Kegiatan monitoring maupun evaluasi dapat dilakukan secara partisipatori, misalnya
melalui pertemuan berkala yang melibatkan seluruh stakeholders, bukan penerima program
langsung dan pengelola program/proyek. Merupakan hal yang penting bahwa perempuan
(dan anak perempuan) berpartisipasi secara setara dan aktif dalam pertemuan-pertemuan
tersebut dan terlibat dalam diskusi-diskusinya. Pengelola program/proyek wajib
mengembangkan metode pengumpulan dan analisis data terpilih untuk kegiatan monev.
Selain itu, sangat penting untuk merumuskan indikator gender tambahan untuk mengukur
perubahan-perubahan posisi dan peran perempuan (dan anak perempuan) dan laki-laki (dan
anak laki-laki).
Monitoring Evaluasi
 Melihat kemajuan kinerja program  Menilai hasil program(outcomes)untuk
(performance) secara periodic untuk perbaikan program selanjutnya
tindakan korektif  Evaluasi merupakan proses periodic dan
 Pemantauan ini dilakukan secara sistematis untuk menilai seluruh fungsi
sistematis yang bersifat periodik dan organisasi dengan cara menilai hasil
berkesinambungan untuk mengetahui yang dicapai kemudan dibandingkan
sedini mungkin apakah pelaksanaan dengan tujuan / harapan/ target yang
program sesuai atau menyimpang dari ingin dicapai.
rencana awal dengan memanfaatkan  Tujuan evaluasi adalah untuk menjawab :

73
sekumpulsn indikstor terpilih 1. Pencapaian tujuan
 Tujuan monitoring adalah untuk 2. Pengaruh program
menjawab dua pertanyaan penting, yakni 3. Keluaran dan dampak yang tidak
: diharapkan
1. Apakah program telah mencapai 4. Penilaian program berdasar
populasi atau target yang diinginkan keberhasilan dan kegagalan
2. Apakah pelaksanaan program sesuai  Manfaat evaluasi , yaitu :
dengan yang direncanakan 1. Memberikan gambaran sampai
 Manfaat monitoring adalah : seberapa jauh tujuan dan sasaran telah
1. Mengenali masalah program sedini tercapai
mungkin 2. Memberikan motivasi pad asseseorang
2. Melakukan perbandingan antar untuk brtindak
lokasi/ tempat 3. Dapat membantu menetapkan prioritas
3. Menilai tren status situasi tertentu, dalam mengambil tindakan yang
sehingga dapat diambil tindakan– diperlukan
tindakan korektif 4. Membantu menguji asumsi mengenai
strategi dan sasaran sehingga menejer
program dapat meikirkan kembali
strategi yang tepat

Indikator Monitoring dan Evaluasi


Indikator merupakan ukuran–ukuran tidak langsung (indirect) yang digunakan dalam proses
monev untuk membantu mengukur perubahan–perubahan yang merefleksikan “keadaan
sebenarnya” . contoh: angka kematian bayi ( AKB ) merupakan indikator tingkat
kesejahteraan masyarakat karena kematian bayi bukan disebabkan bayi tersebut tetapi
tergantung perlakuan keluarga kepadanya, oleh karena itu secara langsung, AKB menunjukan
indikator kematian bayi, tetapi secara tidak langsung menunjukan tingkat kesejahteraan
masyarakat suatu Negara.
Indikator dapat dibedakan menjadi indikator input, output, dan efek dan impact. Indikator
input dan output merupakan indikator ditingkat program yang bertujuan mrnilai kinerja
(performance) program, sedangkan indikator efek dan impact merupakan indikator ditingkat
masyarakat/ populasi yang menjadi target program/intervensi. Indikator ditingkat masyarakat
bertujuan menilai outcome keberhasilan dari program baik bersifat efek (intermediate
outcomes) seperti peningkatan pengetahuan, peningkatan prevalensi kontrasepsi aupun
impact ( long-term out-comes ) seperti penurunan fertilitas, penurunan kematian ibu.
Contoh Indikator pelayanan keluarga Berencana
Tingkat program (Kinerja) Tingkat Masyarakat (Outcomes)
Input Efek
Ketersidaan tenaga kerja Prilaku (dikenal dengan cakupan)
Suplai Pengetahuan
Dana Prevalensi kontrasepsi

74
Output Impact
Utilisasi pelayanan Penurunan fertilitas (TFR)
Kualitas pelayanan
Kontak
Akses pelayanan

Apabila kita akan melakukan evaluasi program kerja maka memfokuskan pada
indikator outcome ditingkat masyarakat, sedangkan apabila kita akan malakukan monitoring
maka memfokuskan pada indikator kinerja ditingkat program untuk mendapatkan masukan
tindakan korektif apa yang diperlukan. Keberhasilan program tidak dapat diukur dari satu
indikator saja karena dimensi program yang kita lakukan pasti banyak. Padahal indikator
biasanya bersifat parsial, yaitu hanya mengukur salah satu bagian aspek yang akan diukur,
apalagi pengukuran yang dilakukan biasanya bersifat tidak langsung. Namun demikian,
terlalu banyak menggunakan indikator justru akan mempersulit penilaian karena akan
semakin banyak data yang akan dikumpulkan dan dianalisis . solusinya, dalam penentuan
indikator perlu adanya keseimbangan (balancing) yang relevan dalam menentukan
jumlah indikator yang ditetapkan. Kriteria yang digunakan adalah keseimbangan antara
kriteria akademik dengan kriteria praktis.
Adapun kriteria akademik adalah : Valid ( mengukur apa yang diukur );Objektif
(hasil sama,walaupun diukur oleh oang berbeda dengan waktu berbeda ); sensitif ( hasil
pengukuran berubah sesuai perubahan kondisi yang diukur); spesifik ( hasil pengukuran
berubah hanya apabila kondisi yang diukur berubah, bukan karena perubahan kondisi lain
yang tidak diukur). Sedangkan kriteria praktis adalah data dapat diperoleh dengan mudah
sesuai sumber daya yang ada/ tersedia.
Ukuran Indikator
Beberapa ukuran indikator yang biasa digunakan yaitu :
Jumlah : merupakan ukuran yang paling sederhana, yaitu hanya jumlah
kejadian atau objek/ kasus. Contoh : 56 kunjungan/hari,9765 bayi
yang diimunisasi.

Ratio : perbandingan dua angka ( pembilang / numerator dan penyebut/


denominator)yang saling terpisah satu sama lain atau pembilang bukan
bagian dari penyebut. Contoh : jumlah dukun terlatih per populasi
(1:490),rasio jenis kelamin (99:100), dan jumlah kematian ibu per
100.000- kelahiran hidup (390: 100.000)

75
Proporsi : Ratio perbandingan pembilang denga penyebut dimana pembilang
merupakan bagian dari penyebut. Contoh : Dari 3250 bayi telah
diimunisasikan (3250/5000= 0,65)

Persentase : proporsi dikalikan 100. Contoh : 65% bayi telah diimunisasi


( 3250/5000*100=0,65)
Pada umumnya ukuran indikator menggunakan ukuran ratio proporsi dibanding
dengan ukuran jumlah / angka absolut. Hal ini dikarenakan ukuran ratio dan proporsi
memiliki kelebihan, yaitu : (i) Membuat perbandingan antara dua populasi yang berbeda
yang mungkin berbeda dalam jumlah orang yang beresiko, oleh karena itu, perlu
pembakuan dengan mempertimbangkan populasinya. Contoh : membuat perbandingan
masalah status gizi ibu hamil antar beberapa desa; atau membandingkan 3 tahun mendatang,
maka perlu dipertimbangkan jumlah ibu hamil dua periode tersebut. (ii) menghitung
taksiran jumlah kasus dengan menggunakan angka rata-rata nasional / standar nasional
yang telah diketahui maka taksiran kasus dapat diketahui. Contoh : angka kematian bayi
nasional 120 per 1000 kelahiran hidup per tahun, jika kecamatan tercatat terdapat 200
kelahiran hidup maka taksiran kematian bayi 120/1000*200= 48 per 1000 kelahiran hidup/
Langkah – langkah monitoring dan evaluasi
Perencanaan
Langkah pertama dalam melakukan monitoring,yaitu 1) tentukan kegiatan / program apa
yang akan dimonitor, 2) dan jabarkan tujuannya? Gunakan metriks berikut ini sebagai
contoh :
Matriks 1. Kegiatan dan Tujuan Monitoring
Kegiatan yang dimonitor Tujuan
Keluarga Berencana Mengetahui tingkat Output
pemakaian kontrasepsi baik
di kalangan laki-laki
maupun perempuan
Mengetahui tingkat Effect
pengetahuan perempuan dan
laki-laki mengenai KB
Mengetahui banyak Effect
kehamilan yang tidak
direncanakan
KIA/Persalinan Aman Mengetahui banyaknya Input
dukun terlatih
Mengetahui penanganan Output

76
kasus komplikasi obstetrik
Mengetahui banyaknya Effect
persalinan aman

Lingkup Monitoring
Sesudah program dan tujuan monitoring telah dijabarkan, kita sebaiknya menentukan
seberapa luas lingkup monitoring yang akan dilakukan. Berikut ini beberapa pertanyaan
penting untuk menentukan ruang lingkup monitoring, yaitu:
Matriks 2. Tentukan Lingkup Monitoring
1 Seberapa luas area yang dimonitor ? Desa Sinargih kecamatan Kemang
2 Fasilitas apa saja yang akan dimonitor ? Puskesmas
3 Petugas apa saja yang akan dipilih (manajer, penyedia pelayanan, atau relawan) ?
Bidan
4 Berapa lama monitoring akan dilakukan ? 6 bulan

Lingkup monitoring perlu dipertimbangkan karena terkait dengan lamanya waktu


pengumpulan dan pengolahan serta analisa datanya. Apabila lingkup monitoring terlalu luas,
dapat menjadi beban dalam pengumpulan data sehingga dapat terjadi keterlambatan untuk
mendapatkan informasi untuk tindakan korektif. (104)
Tentukan indikator dan/atau performance standard (Target)
Setelah tujuan dan lingkup monitoring telah dijabarkan, maka lakukan pemilihan
beberapa indikator sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Indikator yang telah dipilih kemudian
dijabarkan ukuran indikator yang dipilih apakah dalam bentuk jumlah/angka absolut, ukuran
ratio, atau proporsi/persentase ? Jabarkan formulasi perhitungan indikator tersebut baik
numerator maupun denominator. Formulasi tersebut diperlukan untuk mengetahui di mana
data tersebut bersumber.
Matriks 3. Tentukan Indikator, formulasi indikator dan standar/target
Tujuan Indikator & Formulasi Standar/
Target
Mengetahui tingkat % pemakaian kontrasepsi modern 67 %
pemakaian ∑ perempuan/laki-laki yang memakai kontrasepsi
kontrasepsi modern × 100 %
∑ perempuan/laki-laki usia subur (15-49 tahun)
Mengetahui tingkat % perempuan/laki-laki mengetahui salah satu jenis 90 %
pengetahuan kontrasepsi modern & dimana tahu mendapatkannya
perempuan ∑ perempuan/laki-laki mengetahui salah satu jenis
mengenai KB kontrasepsi modern & dimana tahu mendapatkannya
×100 %
∑ perempuan/laki-laki usia subur (15-49 tahun)
Mengetahui banyak % perempuan melahirkan yang ditolong tenaga 60 %

77
persalinan aman kesehatan (nakes)
∑ perempuan yang ditolong nakes pada persalinan
terakhir ×
100 %
∑ persalinan terakhir

Tidak kala penting adalah penentuan standar (pervorments standar) untuk masing-masing
indikator, biasanya dikenal dengan “target”. Terget dibutuhkan untuk mengetahui apakah
program yang dilaksanakan efektif. Contohnya : berepa persen seharusnya persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan, berpa persen seharusnya imunisasi lengkap oleh balita
dicapai, berapa jumlah balita yang seharusnya berat badan naik perbulan, dan lain-lain.
Pertanyaan ini diketaahui jika kita membandingkan dengan terget. Target biasanya ditetapkan
menggunakan rata-rata nasional atau lokal ataupun ditetapkan oleh instansi terkait.
Contoh penggunaan terget, yaitu sebagai berikut :
Target cangkupan imunisasi lengkap biasanya ditetpkan 80 % dari jumlah balita. Jika
diperkirakan jumlah balita dikabupaten 5000 dan tercatat jumlah balita yang mendapatkan
imunisasi lengkap sebanyak 3250 orang.

Cangkupan imunisasi lengkap


∑ bayi yang diimunisasi (3250) X 100 = 65 %
∑ balita dikabupaten (5000)

Pencapaian program :
∑ bayi yang diimunisasi (3250) X 100 = 81%
∑ balita 5000 *0,80

Ini berarti cangkupan 65% (3250/5000*100) atau lebih rendah 15% dibawah terget atau
program yang dilaksanakan baru mencapai 81% dari target.

Sumber Dan Teknik Pengumpulan Data


Sumber data
Kebutuhan data untuk kegiatan monoev sangat penting, mengingat data merupakan bukti
yang menunjukkan fakta kondisi yang sebenarnya dimasyarakat. Data yang digunakan untuk
monitoring dan evaluasi dikumpulkan dari banyak sumber. Secara garis besar sumber data
dibedakan menjadi 2 sumber, yaitu pertama berasal dari masyarakat (population databest) dan
yang kedua berasal dari fasilitas (fasiliti data best). Sumber data tersebut sangat terkait
dengan tingkat pengukuran. Apabila monitoring dilakukan ditingkat program maka sumber
data berasal dari fasilitas baik melalui data rutin program maupun survei yang difasilitasi,
sedangkan jika monitor dilakukan ditingkat masyarakat maka sumber data berasal dari
masyarakat.

78
Matriks 4. Sumber data
Tingkat pengukuran Sumber data Contoh
Output (tingkat program) Data rutin program Sistem pencatatan pelaporan
puskesmas
Survey fasilitas
Exit interview
Outcomes (tingkat Survey masyarakat Survey cepat (repit survey)
masyarakat)
Survey nasional SDKI*SKRT**S
*SDKI (survey demografi dan kesehtan indonesia) : salah satu survey nasional yang
memfokuskan pada masalah kependududkan dan keluarga berencana
**SKRT (survey kesehtan rumah tangga) : salah satu survey nasional yang memfokuskan
pada masalah kesehtan (kesakitan, kematian, dan disabilitas)

Teknik Pengumpulan Data


1. Angket, merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat searah karena responden
mengisi jawaban pada instrument yang diberikan. Ini berarti responden harus
berpendidikan tinggi minimal dapat membaca menulis.
2. Wawancara, teknik ini merupakan teknik yang paling banyak dikenal dan dipakai,
bersifat dua arah dan menggunakan instrument/kuesioner dengan pertanyaan terstruktur.
3. Observasi, seringkali beberapa fenomena/gejalah disekitar kita yang tidak dapat tanyakan,
tetapi dapat diukur lewat pengamatan/observasi. Contohnya : menilai keterampilan bidan
dalam melakukan pemasangan IUD, apakah sesuai dengan standar pelayanan medis.
4. Review Dokumen, melakukan pencatatan data dari dokumentasi kegiatan atau program
yang ada.
Untuk setiap indikator, teentukan sumber dan teknik pengumpulan data. Untuk satu
indikator sumber data biasannya berbeda-beda. Metode Parcipatory Rapid Apprasial (PRA)
juga bisa digunakan sebagai alat monev, tergantung kebutuhan akan jenis informasi dan
sumber datanya.
Pada dasarnya pilihan sumber informasi tergantung ketersediaan sistem informasi.
Sebagian besar sumber data monitoring dan evaluasi berasal dari data rutin yang ada, seperti
catatan logistic, register pengobatan, catatan rekam medis pasien.

Buat matriks berikut ini :

79
Matriks 5. Sumber dan teknik pengumpulan data
Indikator dan formulasi Sumber data Teknik pengumpulan
Data
% pemakaian kontrasepsi Survey masyarakat Wawancara/PRA
Modern
% perempuan mengetahui Survey masyarakat Wawancara/PRA
salah satu jenis kontrasepsi
Modern & dimana tahu
mendapatkannya
% perempuan melahirkan Survey masyarakat Wawancara
yang ditolong nakes
% dukun yang Catatan rutin program Review Dokumen
mendapatkan pelatihan

Kegiatan Pembelajaran
1. Berdasarkan hasil analisis situasi dan gender, dikembangkan program pelayanan
BBLR.
2. Siapa saja yang perlu dilibatkan, apa bentuk keterlibatannya? dan apa pula
kontribusinya?
3. Sebutkan sumber daya dan stakeholders yang terkait.
4. Tuang program tersebut dalam matriks, sesuai alat bantu yang ada. Anda punya
keleluasaan memodifikasi atau menggunakan alat atau kerangka lainnya ?
Uji Kemampuan Diri
Lakukan studi literatur untuk mengetahui program pemerintah apa saja yang telah
diimplementasi sebagai respon untuk mencapai tujuan MDG.
Lampiran
Alat bantu : matriks perencanaan
Isu Masalah Isu gender program kegiatan Indikator Stake waktu
yang holder
dihadapi

Gizi Anak Keterlibat Penyuluhan Ceramah Output Outcome Dampak 1


malnutsisi an laki- brosur kali/mingg
laki u
rendah

dst Jumlah Penyebarluasa Praktik Guru


laki-laki n informasi makanan Toma
sebagai gizi ke sehat di Toga
peserta keluarga masyarakat
puskesma
s

80
F. EVALUASI
Buatlah secara berkelompok sebuah perencanaan pelayanan kebidanan komunitas yang
tanggap gender dan partisipatif yang ada di sekitar wilayah tempat tinggal!

E. KEGIATAN BELAJAR V

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan di Komunitas


Semester/SKS : IV/ 3 SKS.
Topik : Pemantauan Wilayah setempat Kesehatan Ibu
dan Anak.

Sub Topik : l. Pemantauan Wilayah setempat Kesehatan Ibu


dan Anak.
`
Waktu : 170 menit
Dosen : Sri Yanniarti, SST, M. Keb.

OBJEKTIF PRILAKU SISWA


Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa mampu:
l. Menjelaskan Konsep Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
2. Mampu melakukan Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak

REFERENSI
1. Dr. J. Syahlan. SKM, 1996, Kebidanan Komunitas, Yayasan Bina Sumber Daya
Kesehatan.
2. Depkes RI. 2000, Pemantauan Wilayah setempat Kesehatan Ibu dan Anak.

PENDAHULUAN

81
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan msyarakat yang setinggi
tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan peri
kemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan
manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, manusia
usia lanjut (manula), dan keluarga miskin.
Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan
Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan beberapa indicator status kesehatan masyarakat.
Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya.
Menurut data survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI 228 / 100.000 Kelahiran
Hidup, AKB 34 / 1000 Kelahiran Hidup, AKN 19 / 1000 Kelahiran Hidup, AKABA 44 / 1000
Kelahiran Hidup.
Dalam upaya penurunan Angka Kemtian Ibu dan Anak Indonesia, sistim pencatatan dan
pelaporan merupakan komponen yang sangat penting. Selain sebagai alat untuk memantau
kesehatan ibu daan bayi, bayi baru lahir, bayi dan balita, juga untuk menilai sejuh mana
keberhasilan program serta sebagai bahan untuk membuat perencanaan di tahun – tahun
berikutnya, dengan melaksanakan berbagai program KIA.
Agar pelaksanaan program KIA, aspek peningkatan mutu pelayanan program KIA tetap
diharapkan menjadi kegiatan prioritas di tingkat kabupaten atau kota. Peningkatan mutu
program KIA juga dinilai dari besarnya ckupan program di masing – masing wilayah kerja.Untuk
itu, besarnya cakupan pelayanan KIA disuatu wilayah kerja perlu dipantau secara terus menerus,
agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai kelompok mana dalam wilayah kerja tersebut
yang paling rawan.

URAIAN MATERI

PEMANTAUAN WILAYAH SETEMPAT KESEHATAN IBU DAN ANAK (PWS-KIA)


1. Pengertian
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA)
adalah ala manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah
kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat.
Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu
dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir
dengan komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan,

82
pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke
penyelenggara program dan pihak/instansi terkait untuk tindak lanjut.
Definisi dan kegiatan PWS tersebut sama dengan definisi Surveilens. Menurut
WHO, Surveilens adalah suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai dari
kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk
selanjutnya dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi
dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan
surveilens dalam kesehatan ibu dan anak adalah dengan melaksanakan
PWS KIA.
Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan
menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh
sasaran maka diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi dapat
ditemukan sedini mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat advokasi, informasi dan
komunikasi kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam
pendataan dan penggerakan sasaran. Dengan demikian PWS KIA dapat digunakan
untuk memecahkan masalah teknis dan non teknis. Pelaksanaan PWS KIA akan lebih
bermakna bila ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan
KIA, intensifikasi manajemen program, penggerakan sasaran dan sumber daya yang
diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA. Hasil
analisis PWS KIA di tingkat puskesmas dan kabupaten/kota dapat digunakan untuk
menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula hasil analisis
PWS KIA di tingkat propinsi dapat digunakan untuk menentukan kabupaten/kota
yang rawan.

2. Tujuan

Tujuan umum :
Terpantaunya cakupan dan mutu pelayanan KIA secara terus-menerus di setiap
wilayah kerja.

Tujuan Khusus :
a. Memantau pelayanan KIA secara Individu melalui Kohort

83
b. Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara teratur
(bulanan) dan terus menerus.
c. Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.
d. Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target yang
ditetapkan.
e. Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani secara
intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
f. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
dan yang potensial untuk digunakan.
g. Meningkatkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran dan
mobilisasi sumber daya.
h. Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan
pelayanan KIA.

3. Indikator pemantauan KIA data sasaran


Indikator
Indicator pemantauanprogram KIA yang dipakai untuk PWS-KIA meliputi
indicator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA.
Ditetapkan 6 indikator dalam PWS-KIA yaitu:
a. Akses pelayanan antenatal (cakupan I)
Merupakan alat untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta
kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.
DENGAN RUMUS:
Jumlah kunjungan baru ibu hamil (KI)  X 100 %
                         ----------------------------------------------------------
                          Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun
b. Cakupan ibu hamil (cakupan K4)
Menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil disuatu wilayah serta
menggambarkan kemampuan manajemen / kelangsungan program KIA.
DENGAN RUMUS :
Jumlah kunjungan ibu hamil (cakupan K4)  X 100%
                                  -------------------------------------------------------------
                                Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun

84
c. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
Merupakan alat untuk memperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh
tenaga kesehatan yang menggambarkan kemampuan manajemen program KIA
dalam pertolongan persalinan secara professional.
DENGAN RUMUS:
Jumlah persalinan oleh tenaga kesehatan  X 100%
                                   --------------------------------------------------------------
                                   Jumlah sasaran persalinan dalam satu tahun
d. Deteksi ibu hamil beresiko oleh tenaga kesehatan
Merupakan alat untuk mengukur besarnya masalah yang dihadapi oleh
program KIA yang harus ditindak lanjuti dan diintervensi secara intensif.
DENGAN RUMUS:     

    Jumlah ibu hamil beresiko                       X 100%


                                  -------------------------------------------------------------
                                   Jumlah sasaran bumil dalam satu tahun

e. Detaksi ibu hamil beresiko oleh masyarakat.


Merupakan alat untuk mengukur tingkat kemampuan dan peran serta
masyarakat dalam melakukan deteksi ibu hamil beresiko di suatu wilayah.
DENGAN RUMUS:
Jumlah bumil yang dirujuk oleh          X 100%
kader ke peskesmas/nakes
---------------------------------------------------------
                                 Jumlah sasaran bumil dalam 1 tahun

f. Cakupan pelayanan neonatal oleh tenaga kesehatan


Untuk mengetahui jangkauan layanan kesehatan neonatal serta kemampuan
program dalam menggerakan masyarakat melakukan layanan kesehatan
neonatal.
DENGAN RUMUS:
Jumlah kunjungan baru bayi usia < 1 bulan yang      X 100%
                                     mendapatkan layanan kesehatan oleh nakes
                                     ----------------------------------------------------------------------

85
                                    Jumlah sasaran bayi dalam satu tahun

Dalam PWS-KIA 6 indikatornya disebut sebagai “INDIKATOR PEMANTAUAN TEKNIS”


Untuk KI dan K4 disebut sebagai “INDIKATOR PEMANTAUAN NON TEKNIS”. Kedua inikator
ini digunakan sebagai alat motivasi dan komunikasi dengan lintas terkait dalam
menyampaikan kemajuan maupun permasalahan operasional KIA di suatu wilayah.kedua
indicator ini disajikan setiap bulan dalam rakor,untuk menyampaikan desa (RW) mana yang
maju atau yang masih kurang dari target.
JIKA : pencapaian KI kurang dari 80% dan pencapaian K4 kurang dari 70%
            Menunjukan:
 Managemen program KIA belum optimal

 Petugas bersifat pasif

 Upaya KIEnya belum memadai.

Data Sasaran
Data sasaran PWS-KIA meliputi:

a. Jumlah seluruh ibu hamil.


b. Jumlah seluruh ibu bersalin.
c. Jumlah seluruh bayi berusia kurang dari 1 bulan (neonatal).

4. Cara menentukan sasaran program KIA


Beberapa cara untuk mengetahui 3 sasaran dalam 1 tahun yaitu dengan rumus:
  Sasaran bumil:
 CBR (crude birth rate) propinsi x 1,1 x jumlah penduduk setempat.
 Jika tiadak punya CBR / angka kelahiran kasar,memakai angka
nasional,dengan rumus 3% x jumlah penduduk setempat.
 Misal : Untuk DKI Jakarta dengan rumus : 2,8 % x jumlah penduduk setempat.
  Sasaran ibu bersalin.
 CBR propinsi x 1,05 x jumlah penduduk setempat.
 Angka nasional dengan rumus :2,8 % x jumlah penduduk setempat.
 Misal : DKI Jakarta :2,67 % x jumlah penduduk setempat.
  Sasaran bayi
 CBR propinsi x jumlah penduduk setempat.
 Angka nasional dengan rumus : 2,7 % x jumlah penduduk setempat

86
 Misal : DKI Jakarta ; 2,55 % x jumlah penduduk setempat.

5. Cara pembuatan dan pengisianGrafik PWS KIA


PWS-KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang dipakai, juga
menggambarkan pencapaian tiap desa dalam tiap bulan.Dengan demikian tiap
bulanannya dibuat 6 grafik yaitu:
 Grafik cakupan K1
 Grafik cakupan K4
 Grafik cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
 Grafik penjaringan ibu hamil berisiko oleh masyarakat
 Grafik penjaringan ibu hamil berisiko oleh tenaga kesehatan
 Grafik cakupan neonatal oleh tenaga kesehatan

Langkah-langkah pokok dalam pembuatan grafik PWS-KIA


 Pengumpulan data
 Pengolahan data
 Penggambaran grafik PWS-KIA

a. Pengolahan Data
Di bawah ini contoh perhitungan / pengelolaan data untuk cakupan K1 dan cakupan
K4:
 Perhitungan untuk cakupan K1 (Akses)
 Pencapaian kumulatif per desa adalah :
Pencapaian cakupan kumulatif bumil baru per desa
(Januari s/d April 2007) . x 100%
Sasaran Bumil per desa selama satu tahun

 Pencapaian bulan ini per desa


Pencapaian cakupan bumil baru per desa
April 2007 . x 100%
Sasaran Bumil per desa selama satu tahun

 Pencapaian Bulan lalu per desa adalah


Pencapaian cakupan bumil baru per desa

87
Selama Bulan Maret 2007 . x 100%
Sasaran Bumil per desa selama satu tahun
 Perhitungan untuk cakupan K4
 Pencapaian kumulatif per desa adalah :
Pencapaian cakupan kumulatif kunjungan bumil (K4)
per desa(Januari s/d April 2007) . x 100%
Sasaran Bumil per desa selama satu tahun

 Pencapaian bulan ini per desa


Pencapaian cakupan bumil (K4) per desa
April 2007 . x 100%
Sasaran Bumil per desa selama satu tahun
 Pencapaian Bulan lalu per desa adalah
Pencapaian cakupan bumil (K4) per desa
Selama Bulan Maret 2007 . x 100%
Sasaran Bumil per desa selama satu tahun

b. Penggambaran Grafik PWS-KIA


Langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat grafik PWS-KIA (dengan
menggunakan indikator cakupan K1) sebagai berikut :
 Menentukan target rata-rata per bulan untuk menggambarkan skala pada grafik
vertical ( sumbu Y)
 Misalnya : target cakupan ibu hamil baru (cakupan K1) dalam satu tahun
ditentukan 90% (garis a), maka sasaran rata-rata setiap bulan:
90% = 7,5% 12 bl
 Dengan demikian, maka sasaran pencapaian kumulatif sampai dengan Bulan
April adalah (4 x 7,5% =) 30 % (garis b)
 Hasil perhitungan pencapaian kumulatif cakupan K1 sampai bulan April
dimasukkan dalam jalur % kumulatif secara berurutan sesuai peringkat.
Pencapaian tertinggi di sebelah kiri dan terendah di sebelah kanan, sedangkan
pencapaian untuk Puskesmas dimasukkan ke dalam kolom terakhir.
 Nama desa bersangkutan dituliskan dalam lajur desa, sesuai dengan cakupan
kumulatif masing-masing desa yang dituliskan pada butir b diatas.

88
 Hasil perhitungan pencapaian bulan ini ( April ) dan bulan lalu ( Maret ) untuk
tiap desa dimasukkan kedalam lajur masing-masing.
 Gambar anak panah dipergunakan untuk mengisi lajur trend. Bila penacapaian
cakupan bulan ini lebih besar dari cakupan bulan lalu, maka digambar anak panah
yang menunjuk ke atas. Sebaliknya, untuk cakupan bulan ini yang lebih rendah
dari cakupan bulan lalu, digambarkan anak panah yang menunjuk ke bawah ;
sedangkan * Contoh grafik akses ibu hamil bulan April 2007 Puskesmas
Sukamejeng

Des 90,0%
Nov 82,5%
Okt 75,0 %
Sep 67,5%
Ags 60,0%
Juli 52,5%
Juni 45% Target 30,0%
Mei 37,5% ↓
Apr 30,0%
Mar 22,5%
Feb 15,0%
Jan 7,5 %

% kumulatif 55 48 40 22,5 15 40
% bulan ini 14 6 7,5 7,5 6 9

89
% bulan lalu 10 8 7,5 10 4 7
TREND
_

Desa A B C D E Pusk

6. Analisis PWS KIA


Grafik PWS-KIA perlu di analisis dan ditafsirkan, agar dapat diketahui desa
mana yang paling memerlukan perhatian dan tindak lanjut yang perlu
dilakukan.Analisis grafik PWS-KIA .
Analisis dari grafik cakupan ibu hamil baru (akses) pada pemantauan bulan
April 2007 dapat digambarkan dalam matriks seperti di bawah ini.:
Desa Cakupan terhadap Terhadap cakupan bulan lalu Status Desa
target

Di atas Di bawah Naik Turun Tetap

A + + Baik
B + + Kurang
C + + Baik
D + + Jelek
E + + Cukup

Dari matriks di atas dapat disimpulkan adanya 4 macam status cakupan desa, yaitu :
1. Status Baik
Adalah desa dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan April 2007, dan
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat atau tetap jika dibandingkan
dengan cakupan bulan lalu. Desa-desa ini adalah Desa A dan C. jika keadaan tersebut
berlanjut, maka desa-desa tersebut akan mencapai atau melebihi target tahunan yang
ditentukan.
2. Status Kurang
Adalah desa dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan April 2007, dan
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika dibandingkan dengan
cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa B, yang perlu mendapatkan

90
perhatian karena cakupan bulan ini hanya 6 %. Jika cakupan terus menurun,, maka desa
tersebut tidak akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
3. Status Cukup
Adalah desa dengan cakupan dibawah target yang ditetapkan untuk bulan April 2007, dan
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat jika dibandingkan dengan
cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa E, yang perlu didorong agar
cakupan bulanan selanjutnya tidak lebih kecil daripada cakupan bulanan minimal. Jika
keadaan tersebut dapat terlaksana, maka desa ini kemungkinan besar akan mencapai target
tahunan yang ditentukan.
4. Status Jelek
Adalah desa dengan cakupan dibawah target yang ditetapkan untuk bulan April 2007, dan
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika dibandingkan dengan
cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa D, yang perlu diprioritaskan untuk
pembinaan agar cakupan bulanan selanjutnya tidak lebih kedapat ditingkatkan di atas
cakupan bulanan minimal agar dapat mengejar kekurangan target sampai bulan April 2007,
sehingga dapat pula mencapai target tahunan yang ditentukan.
Rencana Tindak Lanjut :
Bagi kepentingan program, analisis PWS-KIA ditujukan untuk menghasilkan suatu
keputusan tindak lanjut teknis dan non-teknis bagi Puskesmas keputusan tersebut harus
dijabarkan dalam bentuk rencana operasional jangka pendek untuk dapat menyelesaikan
masalah yang dihadapi.

KESIMPULAN

Pendataan sasaran dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri, dengan adanya pantauan dari
tenaga kesehatan setempat di wilayah kerja komunitas. Data sasaran yang diperoleh antara lain
data jumlah ibu hamil, jumlah bayi dan balita, jumlah PUS, jumlah ibu nifas, jumlah usia lanjut
dan lain-lain.
Data yang ada haruslah data yang baru dan senanntiasa diperbaharui apabila terjadi perubahan.

EVALUASI

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan tepat


1. Yang dimaksud K1 dalam PWS-KIA adalah…
A. Kunjunganibuhamil
B. Kunjunganibuhamilpertama kali pada trimester I

91
C. Kunjunganibuhamilpertama kali padamasakehamilan
D. Kontakibuhamildenganpetugaskesehatan

2. Sasaranibuhamiladalahjumlahseluruhibuhamil di suatuwilayahdalamkurunwaktu.
A. 1 kali
B. 3 kali
C. 1 tahun
D. 3 tahun

3. Untukmengetahuisasaranibubersalindalam 1 tahunadalah ( ……x CBR x


Jumlahpenduduk)
A. 1,10
B. 1,05
C. 1,2
D. 1,3

4. Dalamsuatuwilayahdalamkurunwaktutertentudiperkirakanibuhamil yang
akanmengalamikomplikasiadalah
A. 10%
B. 15%
C. 20%
D. 25%

Kasusuntuksoal 5 - 6
Padatahub 2013:
- CBR= 0,027
- jumlahpendudukDesaDermayu 3.500 jiwa
Kumulatif K4 15
- JumlahpendudukDesaSukaraja 2.500 jiwa
Kumulatif K4 17
- JumlahpendudukDesaCahayaNegeri 3.000 jiwa
Kumulatif K4 19

5. Berapakah Sasaran ibu hamil untuk masing – masingdesa?


A. 100-70-85
B. 103-74-89
C. 105-75-80
D. 108-77-89

6. Berapakah Sasaran ibu bersalin untuk masing – masingdesa?


A. 90-65-80
B. 94-67-81
C. 99-70-85
D. 99-68-83

F. KEGIATAN BELAJAR VI
G. KEGIATAN BELAJAR VII

92
POLTEKKES KEMENKES
BENGKULU
Kode/No : HO-T/UPM/06
JURUSAN KEBIDANAN

STANDAR PROSES TGL :


Revisi :
BAHAN AJAR TEORI
Halaman :

Mata Kuliah : Asuhan Komunitas


Kode Mata Kuliah : Bd. 306
Topik : Pendokumentasian asuhan kebidanan komunitas; pengkajian,
analisis masalah, prioritas masalah, perencanaan,
Implementasi, Evaluasi
Waktu : 170 menit
Dosen : Diah Eka Nugraheni M.Keb
Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa mampu membuat pendokumentasian asuhan
kebidanan di komunitas.
Sumber kepustakaan :
Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal
Essensial. 2008.
Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.
Walsh, WindA V. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas : EGC : Jakart
Saifudin, Abdul Bari. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prwirohardjo : Jakarta

A. PENDAHULUAN
Dokumentasi ini perlu karna dapat digunakan sebagai bahan untuk mempertanggung
jawabkan tindakan yang dilakukan dan juga bila ada kejadian gunggatan, maka
dokumentasi kebidanan dapat memebantu. Bidan sebagai tenaga kesehatan dan
pelaksana asuhan kebidanan wajib mencatat dan melaporkan kegiatannya yang
dokumentasinya harus tersimpan dengan baik. Sistem pendokumentasian yang
dilaksanakan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai sarana komunikasi antara
tenaga kesehatan, sarana untuk dapat mengikuti perkembangan dan evaluasi pasien,

93
dapat dijadikan data penelitian dan pendidikan, dan mempunyai nilai hukum merupakan
dokumentasi yang sah. Dalam kebidanan banyak hal penting yang harus
didokumentasikan yaitu segala asuhan atau tindakan yang diberikan oleh bidan baik
pada ibu hamil, bersalin, nifas, bayi, dan keluarga berencana.

B. ISI
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN DI KOMUNITAS
A.Pengkajian/Analisa
Analisa atau assesmen pengkajian yaitu masalah atau diagnosa yang ditegakkan
berdasarkan data atau informasi subyektif dan obyektif yang dikumpulkan dan disimpulkan.
Karena keadaan pasien terus berubah dan selalu ada informasi baru baik subyektif dan
obyektif, dan sering diungkapkan secara terpisah-pisah, maka proses pengkajian adalah
sesuatu yang penting dalam mengikuti perkembangan pasien dan menjamin sesuatu
perubahan baru cepat diketahui dan dapat diikuti sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
Catatan ini menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subyektif
dan data obyektif dalam suatu identifikasi :
1. Diagnosa/masalah
2. Antisipasi diagnosa/masalah
3. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi dan atau
rujukan.

B.Prioritas Masalah
Dalam menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat dan kebidanan perlu
mempertimbangkan berbagai faktor sebagai kriteria, diantaranya adalah :
1.      Perhatian masyarakat
2.      Prevalensi kejadian
3.      Berat ringannya masalah
4.      Kemungkinan masalah untuk diatasi
5.      Tersedianya sumber daya masyarakat
6.      Aspek politis
Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan hierarki kebutuhan menurut
Abraham H. Maslow yaitu :
1.      Keadaan yang mengancam kehidupan
2.      Keadaan yang mengancam kesehatan

94
3.      Persepsi tentang kesehatan dan kebidanan

Dalam menyusun atau mengurut masalah atau diagnosis komunitas sesuai dengan
prioritas (penapisan) yang digunakan dalam kebidanan komunitas adalah format penapisan
menurut Meuke dan Stanhope, Lancaster 1988 :
1.         Format A (Meuke) : Seleksi atau penapisan diagnosa kesehatan komunitas
2.         Format B (Stanhope dan Lancaster 1988)
Format B : Prioritas masalah (Stanhope dan Lancaster 1988)

C.Perencanaan
Membuat rencana tindakan saat itu atau yang akan datang, ini untuk mengusahakan
mencapai kondisi pasien sebaik mungkin atau menjaga /mempertahankan kesejahteraannya.
Proses ini termasuk kriteria tujuan tertentu dari kebutuhan pasien yang harus dicapai dalam
batas waktu tertentu, tindakan yang diambil harus membantu pasien mencapai kemajuan
dalam kesehatan dan harus mendukung rencana dokter jika melakukan kolaborasi.

D.Implementasi
Pelaksanaan rencana tindakan untuk mengatasi masalah, keluhan, atau mencapai tujuan
pasien (persalinan). Tindakan ini harus disetujui oleh pasien kecuali bila tidak dilaksanakan
akan membahayakan keselamatan pasien. Oleh karena itu, pilihan pasien harus sebanyak
mungkin menjadi bagian dari proses ini. Apabila kondisi pasien berubah, intervensi mungkin
juga harus berubah atau disesuaikan.

F.Evaluasi
Tafsiran dari efek tentang tindakan yang telah diambil adalah penting untuk menilai
keefektifan asuhan yang diberikan. Analisa dari hasil yang dicapai menjadi fokus dari
penilaian ketepatan tindakan. Kalau tujuan tidak tercapai, proses evaluasi dapat menjadi dasar
untuk mengembangkan tindakan alternatif sehingga dapat mencapai tujuan.

95
ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS
TERHADAP KELUARGA TN. D
DI DESA TANGGA BATU

I.                    PENGKAJIAN
1.I Identitas Kepala Keluarga
Nama : Tn.D
Umur : 36 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Desa Tangga Batu

1.2              Data anggota keluarga yang hidup


Umur Hub. Serumah/td
No Nama Agama Pendidikan
L P Keluarga k

1. Ny. C 31 th Islam Istri Smp Serumah


2. Siti 11th Islam Anak Sd Serumah
3. Adi 6th Islam Anak Sd Serumah

1.3             Data Kesehatan Keluarga

No Nama Umur Keadaan Penyakit Berobat


Sekarang yang
diderita
1. Tn. D 36 th Sehat Batuk Pilek Obat warung
2.. Ny. C 31 th sehat Batuk Pilek Obat warung
3. Siti 11th Sehat demam Bidan
4. Adi 6th Sehat Batuk Obat warung

1.4            Pola kebiasaan keluarga sehari hari


1.      Pola Nutrisi
Makanan pokok nasi dengan frekuensi makan 3 kali sehari.Penyajian makanan
meliputi nasi, sayur dan lauk pauk,porsi makan disesuaikan

2.      Pola Eliminasi


Anggota keluarga memiliki kebiasaan BAB setiap pagi di WC septitank milik
sendiri

3.      Pola Istirahat


Kepala keluarga dan anggotanya punya kebiasaan tidur malam pukul
21.00 – 23.00 bangun pukul 05.00, tidur siang ± 2 jam
4.      Pola aktivitas

96
Tn D tiap hari bekerja sebagai penjaga warung di depan rumahnya. istrinya sebagai ibu
rumah tangga dan mengerjakan pekerjaan rumah sendiri seperti memasak, mencuci,
membersihkan rumah juga ikut menjaga warung. Ari dan dodi melakukan aktivitas setiap
pagi sebagai siswa SD.

5.      Pola rekreasi dan hiburan


Keluarga Tn D jarang mengadakan rekreasi waktu senggang digunakan untuk berkunjung
ke rumah mertua

6.      Pola komunikasi keluarga


Bahasa yang digunakan sehari hari adalah Jawa. Dalam menghadapi masalah, Tn D
selalu memusyawarahkan dengan anggota keluarganya

7.      Pola hubungan social


Hubungan keluarga dengan tetangga rukundan saling bergotong royong dalam suatu aktifitas
tertentu

8.      Pola seksual


Tidak dijadwalkan

9.      Pola penanggulangan stress


Keluarga sering berunding dan musyawarah dalam menyelesaikan masalah

10.  Pola nilai


Anggota keluarga menerima keadaan saat ini dan berusaha untuk memperbaiki dan
meningkatkan taraf hidupnya

11.  Pola penanggulangan kesehatan


Bila ada anggota keluarga yang sakit, dibawa ke Rumah Bidan

1.5   Data Kesehatan lingkungan


1.      Perumahan
Status rumah : Milik sendiri
Bentuk bangunan : Permanen
Dinding rumah : Bata dan Kayu
Luas bangunan : 8 x 15 m2
Lantai rumah : Semen
Kebersihan : Kurang Baersih
Penerangan : Listrik
Atap : Genteng
Ventilasi rumah : Sehat
Komposisi ruangan : Ruang tamu berisi satu set kursi, ada 1 kamr tidur, di ruang
tengah terdapat 21 inch TV , ada dapur dan di luar terdapat
sumur dan WC septictank yang digunakan untuk 2 keluarga
Lingkungan rumah : Terletak di pemukiman penduduk

2.      Saran sanitasi lingkungan


Sumur milik sendiri, WC septitank milik sendiri , dibuat galian di belakang
rumah jika sampah penuh lalu dibakar, tidak memiliki ternak.
3.      Pemanfataan sarana kesehatan

97
Bila sakit dibawa ke Bidan

4.      Fasilitas yang dimiliki


TV, Motor, HP, Kulkas, Magic com

1.6   Data personal hygiene


a.Rambut : Bersih, dicuci setiap 1x 2 hari,pakai
shampoo
b.         Mulut dan gigi : Gosok gigi habis makan dan
sebelum tidur
c.          Kulit : Tidak ada penyakit kulit
d.         Pakaian : Ganti 2 x sehari setiap mandi pagi
dan sore
e.          Kebersihan tangan dan kaki : Menggunakan alas kaki

1.7   Data KIA dan KB


a.       Anak Balita :-
b.      Data Kehamilan Terdahulu : setiap hamil ibu selalu memeriksakan ke
Bidan , setiap hamil ibu mendapat
imunisasi TT lengkap
c.       Data masa Nifas : selama nifas ibu tidak memmiliki masalah
ataupun kesulitan dan di tangani oleh
tenanga kesehatan
d.      Data Keluarga Berencana :saat ini ibu tidak menjadi akseptor KB
karena ibu tidak mau menggunakan KB,
ibu bahwa KB tidak ada yang cocok bagi
ibu tersebut.

a. Data social, ekonomi dan budaya serta spiritual


  
a. Data social dan budaya : hubungan anggota keluarga dengan penduduk sekitar cukup
baik
b. Data social dan ekonomi : pendapatan keluarga di dapat dari hasil menjaga warung
yang tidak menentu setiap bulan
c. Data spiritual : seluruh anggota keluarga beragama islam dan menjalankan sholat 5
waktu di rumah

1.9          Analisa Data


Data Masalah
-          Lingkungan rumah yang -          Ketidak mengertian keluarga terhadap
kurang bersih pentingnya menjaga kebersihan rumah
sehingga akan mempengaruhi kesehatan
keluarga
-          Keluarga menggunakan -          Ketidak mampuan keluarga membuat
sumur, WC dan kamar mandi sumur dan WC sendiri yang dapat
dengan anggota keluarga lain yang mempengaruhi kesehatan keluarga
tinggal berdekatan dengan
keluarga Tn.Hasyim
-          Ibu tidak menjadi akseptor KB -          Kurangnya pengetahuan PUS tentang
apapun KB

98
1.10          Prioritas Masalah

1.      Ibu tidak menjadi akseptor KB apapun


Kriteria Perhitungan Score Pembenaran
1.      Sifat masalah 2/3 x 1 2/3 Ancama keluarga, karena
wanita subur yang tidak KB
memiliki kemungkinan
hamil cukup besar dan hal
ini tidak diinginkan anggota
keluarga
2.      ½x1 ½ Hanya sebagai untuk
Kemungkinan menyelesaikan masalah ini
masalah dapat di perlukan kesadaran dan
diubah pengetahuan dari wanita
untuk menggunakan KB
3.      Potensi untuk 1/3 x 1 1/3 Rendah, keluarga tidak
masalah dicegah memiliki potensi untuk
mencegah masalah
4.      Menonjolnya 0/2 x 1 0 Keluarga tidak menyadari
masalah adanya masalah
Score total 1½

II.                 PERENCANAAN
MASALAH TUJUAN PERENCANAAN
1.      Kurangnya Ibu dapat mengerti Jelaskan kepada bapak dan
pengetahuan dan memiliki ibu tentang pentingnya
PUS tentang KB kesadaran untuk menggunakan KB serta
mengyunakan KB dan beri motivasi dan
setelah itu ibu akan dorongan kepada ibu untuk
memilih salah satu menggunakan KB
jenis KB

III.               PELAKSANAAN
1.      Menjelaskan kepada keluarga tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan
2.      Memberikan penyuluhan dan pengertian kepada keluarga tentang pentingnya
perilaku hidup bersih dan sehat
3.      Memberikan penyuluhan kepada ibu tentang pentingnya menggunakan alat
kontrasepsi
4.      Mengajak ibu untuk menggunakan alat kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan

IV.              EVALUASI
1.      Setelah diberi penjelasan , keluarga mengerti tentang pentingnya menjaga
kebrsihan dan lingkungan

99
2.      Setelah di berikan penyuluhan dan pengertian keluarga mengerti dan memahami
tentang pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat
3.      Setelah diberikan penyuluhan , ibu mengerti tentang pentingnya menggunakan alat
kontrasepsi
4.      Ibu akan menggunakan alat kontrasepsi dengan keinginan ibu
C. EVALUASI
Buatlah pendokumentasian asuhan kebidanan pada keluarga di Komunitas dengan
mengambil sampel dilingkungan tempat tinggal anda.

100

Anda mungkin juga menyukai