MAKALAH Komplikasi BBL Kel. 5
MAKALAH Komplikasi BBL Kel. 5
MATERNITAS II
Kelas 2c Keperawatan
Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah swt. Atas berkat rahmatnya kami bisa
menyelesaikan makalah Keperawatan Anak. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi kita semua.
Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga Allah swt. Memberikan imbalan yang setimpal pada mereka
yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, aamiin
ya rabalalamin.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3
C. Etiologi....................................................................................................................................6
E. Penanganan Asfiksia................................................................................................................9
M. Hubungan Lama Waktu Ketuban Pecah Dini Memanjang dengan Kejadian Asfiksia .......11
3.1. Penutup................................................................................................................................28
3.2. Saran....................................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................29
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asfiksia neonatus merupakan suatu kondisi bayi tidak dapat segera bernapas
secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. Penyebab dari hal ini adalah terjadinya
hipoksia pada janin di dalam uterus. Hipoksia ini berhubungan dengan faktor yang timbul
saat persalinan, atau segera setelah bayi lahir, (Prawirohardjo, 2006). Asfiksia bayi baru
lahir merupakan satu diantara penyebab kematian bayi baru lahir di negara sedang
berkembang. Diperkirakan 130 juta bayi baru lahir tiap tahunnya di seluruh dunia, 4 juta
pada usia 28 hari pertama kehidupan ¾ bayi meninggal pada minggu pertama dan ¼ bayi
meninggal pada usia 24 jam pertama kehidupan (Hassan dan Alatas, 2005
Asfiksia neonatus merupakan urutan pertama penyebab kematian neonatus di
negara berkembang yaitu sebesar 21,1%, setelah itu pneumonia dan tetanus
neonatorum masing-masing sebesar 19,0% dan 14,1%. Sedangkan di rumah sakit
umum daerah Dr.R.Soeprapto Cepu, berdasarkan data dari bagian catatan medik, pada
tahun 2010 jumlah angka bayi baru lahir 1427, namun dari angka tersebut diperoleh
jumlah bayi baru lahir dengan asfiksia sedang 346 (24%) dan asfiksia berat 115 (8%),
ini menandakan bahwa asfiksia masih menjadi ancaman kematian bagi bayi baru lahir.
Sebagian besar bayi baru lahir mampu mengatasi transisi dari intrauteri ke
ekstrauteri, namun terkadang mengalami masalah yaitu terjadi asfiksia neonatorum
yang merupakan salah satu kegawatan bayi baru lahir, yang berupa depresi
pernafasan berkelanjutan sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh karena itu
asfiksia perlu intervensi dan resusitasi segera untuk meminimalkan mortalitas dan
mordibitas (Wahyudi, 2003).
Asfiksia neonatorum merupakan kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa gagal
nafas secara spontan dan teratur beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis. Seorang neonatus disebut asfiksia bila terdapat
nilai apgar menit kelima 0-3, adanya asidosis pada darah tali pusat (pH<7), adanya
gangguan neurologis (misal:kejang, hipotonia, atau koma), dan adanya gangguan
multiorgan misal: gangguan kardiovaskular, ganstointestinal, pulmonal dan renal
(DepKes RI, 2008). Bayi yang asfiksia berarti mengalami hipoksia yang progresif, yang
menyebabkan penimbunan CO₂ dan asidosis, bila proses ini terus berlangsung dapat
menyebabkan kerusakan otak, kematian, dan juga mempengaruhi fungsi organ vital
lainnya (Gilang dkk, 2010).
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa setiap tahunnya kira-kira
3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta dari kelahiran
bayi asfiksia ini kemudian meninggal. WHO pun pada pada tahun 2003 menyebutkan
bahwa asfiksia menempati urutan ke-6 yaitu sebanyak 8% sebagai penyebab kematian
anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran
prematur. Diantara bayi yang masih bisa bertahan hidup setelah asfiksia setidaknya satu
juta diantaranya hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi
mental, dan gangguan belajar (DepKes RI, 2008). Kejadian asfiksia neonatorum masih
menjadi masalah serius di Indonesia.Salah satu penyebab tingginya kematian bayi di
Indonesia adalah asfiksia neonatorum yaitu sebesar 33,6%. Angka kematian karena
asfiksia di Rumah Sakit Pusat Rujukan Propinsi di Indonesia sebesar 41,94%. Di
Indonesia angka kejadian asfiksia kurang lebih 40 per 1000 kelahiran hidup, secara
keseluruhan 110.000 neonatus meninggal setiap tahun karena asfiksia. Di daerah
pedesaan Indonesia angka kejadian asfiksia neonatorum sebanyak 31-56,5%. Dan
asfiksia menjadi penyebab 19% dari 5 juta kematian bayi baru lahir setiap tahun
(Setyobudi, 2009).
DepKes RI 2009 menyebutkan bahwa kehamilan yang terlalu muda (≤20 tahun)
atau terlalu tua (≥35 tahun) termasuk dalam kriteria risiko tinggi kehamilan. Usia muda
berisiko karena secara medis organ reproduksi ibu masih belum matang dan secara
mental pun masih belum siap. Pada usia tua (≥35 tahun) mempunyai predisposisi untuk
mengalami plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir dengan
terjadinya asfiksia neonatorum (Depkes, 2008).
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
BAB II
TINJAUAN TEORI
Faktor resiko :
C. Etiologi
Empat faktor ibu yang dapat mengakibatkan bayi lahir dengan asfiksia, yaitu :
1. preeklamsia/ eklamsia,
2. plasenta previa,
3. plasenta
demikian keempat faktor tersebut dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat resiko yang terjadi pada kejadian asfiksia, yaitu faktor
preeklamsia/ eklamsi memiliki nilai OR 0,764 (95% CI 0,340-1,715) yang
berarti ibu dengan pre eklamsia/eklamsia beresiko untuk melahirkan bayi
dengan asfiksia sebesar 0,7 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu tidak
dengan pre eklamsia/ eklamsia.Begitu pula dengan faktor plasenta previa
yang memperoleh hasil nilai OR 2,019 (95% CI 0,552-7,387) yang berarti
bahwa ibu dengan kejadian plasenta previa akan lebih beresiko untuk
melahirkan bayi dengan asfiksia dibandingkan dengan ibu yang tidak ada
komplikasi plasenta previa sebesar 2,0 kali lebih besar. Sedangkan pada
ibu postmatur memiliki tingkat resiko OR 0,673 (95% CI 0,256-1,766)
yang berarti bahwa ibu dengan postmatur memiliki resiko sebesar 0,6 kali
lebih besar untuk melahirkan bayi asfiksia dibandingkan ibu dengan usia
kehamilan aterm Penanganan pada kegawatan asfiksia neonatorum
salah satunya adalah dengan melakukan resusitasi jantung paru. Namun
sampai saat ini evaluasi dari tindakan resusitasi jantung paru hanya
sebatas observasi keadaan umum bayi diantaranya pola nafas dan warna
kulit bayi. Hal ini mempengaruhi dalam pengukuran dan
pendokumentasian kondisi bayi sehingga jauh dari skala obyektifitas,
selain itu pengaruh dalam tindakan resusitasi jantung paru juga
kurang terukur secara obyektif.
Menurut Sari, (2010) penilaian terbebasnya bayi dari kondisi
asfiksia adalah dengan menggunakan apgar score, yang juga
menunjukkan keberhasilan tindakan resusitasi yaitu dengan adanya
perubahan dari lima sistem penilaian dalam apgar score yang meliputi
fungsi pernafasan, jantung, warna kulit, reflek terhadap rangsang dan
tonus otot. Berdasarkan substansi yang telah diuraikan di atas perlu
dilakukan penelitian tentang pengaruh resusitasi jantung dan paru
terhadap nilai apgar score pada bayi baru lahir asfiksia neonatorum.
Nilai apgar score menunjukan kondisi bayi segera setelah lahir dan juga
menunjukan kondisi adaptasi bayi baru lahir. Masing-masing dari lima
tanda diberi nilai 0,1 atau 2, kelima nilai tersebut kemudian ditambah
inilah yang disebut ilia apgar score (sari,2010).
M. Hubungan Lama Waktu Ketuban Pecah Dini Memanjang Dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum
Salah satu faktor risiko terjadinya asfiksia neonatorum dari ibu adalah terjadinya ketuban
pecah dini (KPD). KPD merupakan sumber persalinan prematuritas, infeksi dalam rahim terhadap
ibu maupun janin yang cukup besar dan potensiil. KPD memanjang adalah pecahnya selaput
ketuban sebelum terjadi proses persalinan yang dapat terjadi dua belas jam atau lebih setelah
pecah ketuban pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu. Apabila persalinan tertunda
sampai 24 jam dan tidak segera ditangani berisiko menyebabkan mordibitas dan mortalitas
(Depkes RI, 2015).
1. Usia ibu
Berdasarkan hasil penelitan pada usia ibu, diketahui 81,8% berusia antara 20-35
tahun. Kehamilan di usia muda atau remaja (di bawah usia 20 tahun) akan
mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan
pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alatalat
reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (di atas 35
tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan persalinan serta alat-
alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil (Prawirohardjo, 2012).
usia responden sebagian besar antara 20-35 tahun, menurut pendapat peneliti
kejadian asfiksia neonatorum dapat terjadi pada usia ibu risiko tinggi maupun usia
risiko rendah dalam kehamilan dan persalinan. Meskipun responden dengan usia
diatas 35 tahun akan meningkatkan risiko kehamilan maupun persalinan.
2. Usia gestasi
Berdasarkan hasil penelitian usia gestasi paling banyak pada preterm sebesar
78,8%. Persalinan prematur adalah persalinan yang berlangsung pada usia kehamilan
20 - 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Persalinan prematur
merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatal, yaitu 60-
80% di seluruh dunia (Oroh, 2015).
Usia kehamilan preterm adalah 28-36 minggu ((<37 minggu) pada trimester
ketiga selaput ketuban mudah pecah, melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus,kontraksi rahim dan gerakan janin. Hal ini
dikarenakan pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia
yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler amnion, korion, dan apotosis
membrane janin.
Membran dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peranan
selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan
protein hormone yang merangsang aktivitas matrixsdegradingenzyme. Penelitian
Legawati (2018) menjelaskan usia kehamilan prematur meningkatkan kejadian KPD
10,8 kali lebih tinggi dibandingkan kehamilan aterm.
3. Cara persalinan
persalinan responden antara spontan dan SC hampir sama, masing-masing 48,5%
dan 51,5%. Persalinan spontan dengan ketuban pecah dini adalah proses pengeluaran
hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang sudah cukup bulan melalui jalan lahir
(pervaginam) dan dengan kekuatan ibu sendiri disertai ketuban pecah dini yaitu
pecahnya ketuban sebelum munculnya tanda-tanda persalinan (Johariyah, 2012).
Persalinan buatan memiliki komplikasi dan efek terhadap ibu dan janin,
komplikasi yang akan terjadi pada bayinya yaitu akan mengalami takipneu,
perdarahan intracranial, komplikasi tersebut akan sangat mempengaruhi sirkulasi
oksigen yang dialirkan pada bayi sehingga bayi akan mengalami kekurangan oksigen
(Guyton dan Hall, 2013).
Hasil penelitian Herianto (2013) menyebutkan cara persalinan spontan sebesar
46,7% sementara persalinan dengan tindakan sebesar 53,3% dalam penelitian faktor
faktor yang memengaruhi terjadinya asphyxia neonatorum di Rumah Sakit Umum St.
Elisabeth Medan.
4. Hubungan lama waktu KPD memanjang dengan kejadian asfiksia neonatorum
Lama KPD memanjang mengakibatkan kegawatdarutan pada janin. Ketuban
pecah dini merupakan salah satu faktor penyebab asfiksia neonatorum dan infeksi.
KPD mempengaruhi asfiksia karena terjadinya oligohidramnion yang menekan tali
pusat sehingga tali pusat mengalami penyempitan dan aliran darah yang membawa
oksigen ibu ke bayi terhambat sehingga menimbulkan asfiksia neonatorum atau
hipoksia (Lowdermilk., 2014). Manuaba (2012) berpendapat KPD yang terjadi lebih
dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan, KPD bisa menyebabkan terjadinya
hipoksia dan asfiksia akibat oligohidramnion, yaitu suatu keadaan dimana air ketuban
kurang dari normal, yaitu kurang dari 300 cc. Oligohidramnion juga menyebabkan
terhentinya perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat
lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan pecahnya ketuban,
terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia.
Nilai APGAR skor yang buruk yaitu dibawah 3 pada menit ke 10, 15, dan 30,
akan menyebabkan anak tersebut mengalami kerusakan syaraf dalam waktu yang
panjang serta yang paling parah bisa menyebabkan kerusakan pada otaknya (Oxorn,
2010). Penelitian Lestariningsih (2016) menyebutkan ada hubungan signifikan antara
ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum
Majeed (2019), menjelaskan faktor kurangnya layanan kesehatan, rendahnya
status gizi ibu hamil merupakan faktor risiko terjadinya asfiksia neonaturum,
Menurut peneliti bahwa ibu yang mengalami lama KPD memanjang akan
berpengaruh pada kesehatan janin. Lama KPD memanjang pada responden yang
lebih dari 12 jam mengakibatkan semakin berkurangnya cairan ketuban. Kondisi ini
mengakibatkan gangguan pada tali pusat, menghambat perturakan oksigen antara ibu
dan janin, sehingga menimbulkan asfiksia.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS PEMICU
Seorang ibu prepartum dating ke RS Medistra Indonesia bersama suami nya. Pengkajian
diambil pada tanggal 23 november 2019, pukul 10.00 WIB, ruangan / kelas: mawar/1, no kamar:
01. Didapatkan hasil pengkajian data identitas diantaranya, nama ibu: Ny. A dan bayi: An. B,
usia ibu: 29thn dan usia bayi: 0tahun 1 hari, jenis kelamin bayi: laki-laki, diagnosis medis:
aspiksia.
Pada tanggal 23 november 2019 pukul 09.30 WIB, Ny. A melahirkan anak pertamanya
yaitu An. B dengan kondisi fisik yaitu TTV: respirasi (beradipneu) : 25x/menit denyut jantung
menurun (nadi): 90x/menit, : Suhu: 36,5◦C, Didapatkan hasil pemeriksaan penunjang (H2TL):
Hb: 12gr dan Ht 43%. Ny. A mengatakan bahwa bayinya mengalami susah bernafas Ny. A juga
mengatakan dirinya dan suaminya merasa cemas. selain itu didapatkan hasil pemeriksaan fisik
lain yaitu bayi tampak sianosis, bayi tampak pucat, gerakan ekstremitas dan refleks sedikit serta
bayi tampak lemas.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. B DENGAN ASfIKSIA
A. Data demografi
1. Biodata pasien
Nama :An. B
Tempat/ tanggal lahir : bandung 23 Januari 2020
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Tanggal masuk : 23 Januari 2020
Tanggal keluar : 23 Januari 2020
Diagnose medis : Aspiksia
D. Riwayat Imunisasi
1. BCG - -
2. DPT (I,II,III) - -
3. Polio (I,II,III,IV) - -
4. Campak - -
5. Hepatitis - -
6. Lain-lain - -
E. Riwayat Tumbuh Kembang
a. Berat Badan Lahir : 2400 g
b. Tinggi Badan : 40 cm
c. Lingkar kepala : 30 cm
d. Lingkar dada : 28 cm
e. Lingkar lengan atas : 12 cm
f. Lingkar perut : 50 cm
F. Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI
Pertama kali disusui : belum pernah
Cara pemberian :-
Lama pemberian : -
b. Pemberian susu formula
Alasan pemberian : -
Jumlah pemberian : -
Cara memberikan : -
c. Pemberian makanan tambahan
Pertama kali diberikan usia : -
Jenis: Bubur susu: : -
G. Reaksi hospitalisasi
a. Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
Orang tua mengatakan merasa cemas dan kawatir mengenai keadaan
bayinya
Orang tua selalu menanyakan apakah sakit bayinya dapat sembuh
Orang tua berharap agar anaknya cepat sembuh
H. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum Klien :
klien nampak bradipneu, denyut jantung menurun, tampak sianosis, gerakan
ekstremitas dan reflexs sedikit.
b. Tanda-tanda vital
Suhu : 36,5o C
Nadi : 90 x/ mnt
Respirasi : 25 x/m
c. Antropometri
Tinggi badan : 40 cm
Berat badan : 2400 g
Lingkar lengan atas : 12 cm
Lingkar kepala : 30 cm
Lingkar dada : 28 cm
Lingkar perut : 50 cm
d. Penilaian Afgar Scor
Nilai afgar scor rendah
Jadi jumlah afgar scor pada bayi tersebut yaitu dengan skala 4 dimana bayi mengalami asfiksia
sedang.
e. Sistem Pernapasan
Hidung: Simetris kiri – kanan
Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar, tidak ada tomor
Dada :
Bentuk dada: tidak simetris
Gerakan dada: dada dan abdomen tidak bergerak secara
bersamaan,
Ekspansi dada berkurang
Suara napas melemah
f. Sistem Cardio Vaskuler
Capillary Refilling Time: >2 detik
Denyut jantung : 90x/m
g. System Syaraf
Bayi mengalami penurunan kesadaran
h. System Muskulo Skeletal
Terjadi penurunan tonus otot bayi
Gerakan ekstremitas fleksi pada bayi sedikit
Bayi nampak lemas dan lemah
i. System Integumen
Bayi mengalami sianosis pada kulit dan kuku
CRT: > 3 detik
bayi nampak pucat
j. System Endokrin
Kelenjar Thyroid : Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid
k. System Perkemihan
Tidak ada edema
Tidak ada bendungan kandung kemih
l. System Reproduksi
Penis : Bersih
Tidak ada kelainan pada area genetalia
m. Pemeriksaan Penunjang
Hb: 12g
Ht: 43%.
1. DATA FOKUS
2. ANALISA DATA
No Diagnose keperawatan
1. Gangguan pola nafas tidak efektif b.d Hambatan
upaya nafas
2. Gangguan pertukaran gas b.d Ketidakseimbangan
ventilasi - perfusi
3. Deficit nutrisi b.d nutrisi kurang dari kebutuhan
4. INTERVENSI
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gagal
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat
memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari
tubuhnya. umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah
yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan. asfiksia
neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin
sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2.
Prognosis bayi diprediksi melalui pemulihan motorik dan kemampuan mengisap. Bila
satu minggu sesudah kelahiran bayi masih lemas atau spastik, tidak responsif dan tidak
dapat mengisap, mungkin mengalami cedera otak berat dan mempunyai prognosis buruk.
Prognosis tidak begitu buruk untuk bayi-bayi yang mengalami pemulihan fungsi motorik
dan mulai mengisap. Keadaan ini harus dibahas dengan orangtua selama bayi di rumah
sakit.
B. Saran
Penting bagi seorang perawat melakukan penanganan secara cepat dan tepat
dengan emmperhatikan tanda-tanda kegawatan asfiksia sehingga diharapkan perawat
mampu secara profesional mencegah dampak dari asfiksia.
DAFTAR PUSTAKA