Anda di halaman 1dari 26

PORTOFOLIO

Kasus 4
Topik: AFRVR dan CHF
Tanggal (kasus): 21 Maret 2019 Presenter: dr. Oktavia Sulistiana
Tangal presentasi: April 2019 Narasumber: dr. M. Hatta Sp.JP
Pembimbing: dr. Agus Soeprapto, SH
Tempat presentasi: Ruang diskusi RS. TK.IV Dr. Bratanata Jambi
Obyektif presentasi:
□ Keilmuan
√ □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja √ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi:
TN. D ( 76 tahun) dengan AFRVR dan CHF
□ Tujuan:
 Mengetahui penegakkan diagnosis, faktor resiko, dan tata laksana AFRVR dab CHF
Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset √ Kasus □ Audit
Cara membahas: √ Diskusi □Presentasi dan diskusi □ E‐mail □ Pos

Data pasien: Nama: TN. D No registrasi: 02.68.00


Nama RS: RS TK.IV Dr. Bratanata Usia: 76 tahun Terdaftar sejak: -
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:
Tn. D 76 tahun datang ke IGD RS dr. Bratanata dengan keluhan sesak nafas sejak ± 12 jam
sebelum masuk rumah sakit. Sesak terasa bertambah berat saat beraktivitas dan berkurang
saat istirahat. Os juga mengeluh dada berdebar-debar sejak ± 3 jam yang lalu. Sesak nafas
betambah berat ± 1 jam SMRS. Nyeri ulu hati (+) Mual (+) muntah (-). Sebelumnya Os tidak
pernah mempunyai keluhan yang sama. Sesak saat melakukan pekerjaan ringan (-), Sesak
dimalam hari dan tidur dengan bantal yang tinggi (-), nyeri dada (-). BAK dan BAB tidak ada
keluhan.
2. Riwayat Pengobatan:
(-)
3. Riwayat kesehatan/ Penyakit:
Hipertensi (-) dan penyakit jantung (-)
DM (-)
4. Riwayat keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti ini.
Hipertensi (-)
DM (-)
Daftar Pustaka:

Page 1
1. PERKI. Pedoman tatalaksana Atrial Fibrilasi. Jakarta: Perhimpunan dokter Spesialis
kardiovaskular Indonesia. 2014.
2. ACCF/AHA. Management of Patients With Atrial Fibrillation. American: American
College of Cardiology Foundation and American Heart Association. 2011.
3. Doenges, Marylyn E (1993) ., Nursing Care Plans, Edisi III,
4. RS Jantung “Harapan Kita”,(1993) Dasar-dasar Keperawatan Kardiotorasik,
Kumpulan bahan kuliah, Edisi ke tiga,Jakarta,
5. Soeparman,(1987) Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Kedua, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta,
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis AF dan CHF
2. Etiologi AF dan CHF
3. Patofisiologi AF dan CHF
4. Penatalaksanaan AF dan CHF

Subyektif
Tn. D 76 tahun datang ke IGD RS dr. Bratanata dengan keluhan sesak nafas sejak ±
12 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak terasa bertambah berat saat beraktivitas dan
berkurang saat istirahat. Os juga mengeluh dada berdebar-debar sejak ± 3 jam yang lalu.
Sesak nafas betambah berat ± 1 jam SMRS. Nyeri ulu hati (+) Mual (+) muntah (-).
Sebelumnya Os tidak pernah mempunyai keluhan yang sama. Sesak saat melakukan
pekerjaan ringan (-), Sesak dimalam hari dan tidur dengan bantal yang tinggi (-), nyeri dada
(-). Riwayat HT (-), Jantung (-), DM (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan. .

Obyektif
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital
TD : 130/90mmhg
Nadi : 130 x/menit

Page 2
RR : 38 x/menit
Suhu : 36,8 0C
SPO2 : 98 %
Berat badan : 49 kg
Tinggi Badan : 165 cm

Kepala : normocephali
Mata : conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, palpebra edema (-)
Telinga : Normotia, sekret (-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-),
Bibir : sianosis (-)
Leher : tidak teraba pembesaran tiroid, tidak teraba pembesaran KGB, retraksi supra
sternal (-), JVP meningkat
Thoraks
- Paru
a) Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, sikatrik (-), retraksi sela iga (-)
b) Palpasi : fremitus kiri = kanan
c) Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
d) Auskultasi : suara nafas vesikuler
- Jantung
a) Inspeksi : ictus cordis terlihat di ICS VII linea axilaris anterior sinistra
b) Palpasi : ictus cordis teraba ICS VII linea axilaris anterior sinistra
c) Perkusi : batas kanan linea parasternalis dextra, batas atas ICS III lineaa
sternalis sinistra, dan batas kiri jantung ICS VII linea axilaris anterior sinistra
d) Auskultasi : S1 S2 ireguler, mur-mur (-), gallop (-)
Abdomen : soepel, hepar/lien teraba, bising usus +, shifting dulllnes -
Ektremitas : Akral hangat, oedem tungkai (-/-), Sianosis -/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah (19 Maret 2019)
Pemeriksaan Hematologi Hasil Nilai rujukan Satuan

Hemoglobin 13.0 11-16 g/dl


Hematokrit 39.9 40-45 %
Leukosit 5.6 4-11 Ribu/ul

Page 3
Trombosit 153 150-450 Ribu/ul
Eritrosit 4.43 4.5-6 Juta/ul
MCV 96.1 80-100 Fl
MCH 31.7 26.0-34.0 Pg
MCHC 32.2 32.0-36.0 g/dl
RDW-CV 12.1 11-16 %
Pemeriksaan kimia darah (19 Maret 2019)
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Glukosa 165 mg/dl 70 - 115
Cholesterol 115 mg/dl 0 - 200
Asam urat 5.2 mg/dl 3.5 - 7.5
Ureum 22.4 mg/dl 10.0 – 50.0
Creatinine 0.9 mg/dl 0.6 – 1.3
CK-NAC 4802 U/L 0 – 171
CK-MB 503 U/L 0 - 24

Pemeriksaan Kimia klinik (3 Maret 2019)


- Troponin I : - (negatif)
EKG

Kesan : AFRVR
RADIOLOGI

Page 4
Kesan : Cardiomegaly (LV), gambaran edema pulmonum
DIAGNOSA KERJA
Dipsnoe ec AFRVR
Terapi IGD
Konsul dr. Sp.JP (DPJP)
 IVFD RL 10 tpm
 Inj. Fargoxin 1 Amp
 Inj. Furosemid 1 Amp
 Inj. Ranitidin 2x1 Amp
 PO: Simarc 1 x 2 mg
 rawat ICU
Prognosis
 Quo Ad vitam : Dubia
 Quo Ad fungsionam: Dubia
 Quo Ad sanationam : Dubia

“Assessment”

Page 5
ATRIAL FIBRILASI
Definisi
Atrial fibrilasi (AF) merupakan sustained aritmia yang paling sering terjadi. AF ditandai
dengan adanya aktivasi atrium yang berantakan, cepat, dan ireguler. Pada EKG ciri FA
adalah tiadanya konsistensi gelombang P, yang digantikan oleh gelombang getar
(fibrilasi) yang memiliki amplitudo, bentuk dan durasi yang bervariasi. Ciri-ciri pada
gambaran EKG Umum:
1. EKG menunjukan pola interval RR yang iregular
2. Tidak dijumpai gelombang P yang jelas pada EKG permukaan. Kadang-kadang
dapat dilihat aktivitas atrium yang iregular pada beberapa sadapan EKG, paling
sering sadapan V1.
3. Interval antara dua gelombang aktivasi atrium tersebut biasanya bervariasi,
umumnya kecepatan melebihi 450x/menit

EPIDEMIOLOGI
Atrial fibrilasi (AF) merupakan aritmia yang paling sering ditemui dalam praktik
sehari-hari. Prevalensi AF mencapai 1-2% dan akan terus meningkat dalam 50 tahun
mendatang. Sementara itu, data dari studi observasional (MONICA multinational monitoring
of trend and determinant in Cardiovascular disease) pada populasi urban di Jakarta
menemukan angka kejadian AF sebesar 0,2% dengan rasio laki-laki dan perempuan 3:2.
Selain itu, karena terjadi peningkatan signifikan persentase populasi usia lanjut di Indonesia
yaitu 7,74% (pada tahun 2000-2005) menjadi 28,68% (estimasi WHO tahun 2045-2050),
maka angka kejadian atrium juga akan meningkat secara signifikan. Dalam skala yang lebih
kecil, hal ini juga tercermin pada data di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita yang menunjukkan bahwa persentase kejadian atrium pada pasien rawat selalu
meningkat setiap tahunnya, yaitu 7,1% pada tahun 2010, meningkat menjadi 9,0% (2011),
9,3% (2012) dan 9,8% (2013).
Atrial fibrilasi juga berkaitan erat dengan penyakit kardiovaskular lain seperti
hipertensi, gagal jantung, penyakit jantung koroner, hipertiroid, diabetes melitus, obesitas,
penyakit jantung bawaan seperti defek septum atrium, kardiomiopati, penyakit ginjal kronis
maupun penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Gagal jantung simtomatik dengan kelas
fungsional New York Heart Association (NYHA) II sampai IV dapat terjadi pada 30% pasien
AF, namun sebaliknya AF dapat terjadi pada 30-40% pasien dengan gagal jantung tergantung
dari penyebab dari gagal jantung itu sendiri. Atrial fibrilasi dapat menyebabkan gagal jantung

Page 6
melalui mekanisme peningkatan tekanan atrium, peningkatan beban volume jantung,
disfungsi katup dan stimulasi neurohormonal yang kronis. Distensi pada atrium kiri dapat
menyebabkan AF seperti yang terjadi pada pasien penyakit katup jantung dengan prevalensi
sebesar 30% dan 10-15% pada defek septal atrium. Sekitar 20% populasi pasien AF
mengalami penyakit jantung koroner meskipun keterkaitan antara AF itu sendiri dengan
perfusi koroner masih belum jelas.

ETIOLOGI
Pada dasarnya etiologi yang terkait dengan atrial fibrilasi terbagi menjadi beberapa
faktor-faktor, diantaranya yaitu
1. Peningkatan tekanan atau resistensi atrium
a. Peningkatan katub jantung
b. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium
c. Hipertrofi jantung
d. Kardiomiopati
e. Hipertensi pulmo (chronic obstructive purmonary disease dan cor pulmonary
chronic)
f. Tumor intracardiac
2. Proses Infiltratif dan Inflamasi :
a. Pericarditis atau myocarditis
b. Amiloidosis dan sarcoidosis
c. Faktor peningkatan usia
3. Proses Infeksi
Demam dan segala macam infeksi
4. Kelainan Endokrin
Hipertiroid, Feokromotisoma
5. Neurogenik
Stroke, Perdarahan Subarachnoid
6. Iskemik Atrium
Infark myocardial
7. Obat-obatan
Alkohol, Kafein
8. Keturunan atau Genetik.
KLASIFIKASI

Page 7
1. Waktu presentasi & Durasi
a. FA yang pertama kali terdiagnosis: Jenis ini berlaku untuk pasien yang pertama
kali datang dengan manifestasi klinis, tanpa memandang durasi atau berat
ringanya gejala yang muncul
b. FA Paroksismal: FA yang mengalami terminasi spontan dalam 48 jam, namun
dapat berlanjut hingga 7 hari
c. FA Persisten: FA dengan episode menetap hingga lebih dari 7 hari atau FA yang
memerlukan kardioversi dengan obat atau listrik
d. FA Persisten lama (long standing persistent) adalah FA yang bertahan hingga >
1 tahun, dan strategi kendali irama masih akan diterapkan.
e. FA Permanen merupakan FA yang ditetapkan sebagai permanen oleh dokter
sehingga strategi kendali irama sudah tidak digunakan lagi. Apabila strategi
terkendali irama masih digunakan maka FA masuk ke kategori FA persisten lama.

2. Kategori FA tambahan menurut ciri-ciri pasien:


a. FA sorangan: FA tanpa disertai penyakit struktur kardiovaskular lainnya,
termasuk hipertensi, penyakit paru terkait atau abnormalitas anatomi jantung
seperti pembesaran atrium kiri, dan usia dibawah 60 tahun

Page 8
b. FA non-valvular: FA yang tidak terkait dengan penyakit rematik mitral, katup
jantung protease atau operasi perbaikan katup mitral.
c. FA Sekunder: FA yang terjadi akibat kondisi primer yang menjadi pemicu FA,
seperti infark miokard akut, bedah jantung, perikarditis, miokarditis
hipertiroidisme, emboli paru, pneumonia atau penyakit paru akut lainnya. FA
sekunder yang berkaitan dengan penyakit katup disebuat FA valvular.
3. Berdasarkan kecepatan laju respon ventrikel (Interval RR) :
a. FA dengan respon ventrikel cepat: Laju ventrikel > 100x/menit
b. FA dengan respon ventrikel normal: Laju ventrikel 60-100x/menit
c. FA dengan respon ventrikel lambat: Laju ventrikel <60x/menit

PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya mekanisme atrial fibriasi terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi
fokal dan multiple wavelet reentry. Pada proses aktivasi fokal bisa melibatkan proses
depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi fokal, fokus ektopik
yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa
juga berasal dari atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini
menimbulkan sinyal elektrik yang dapat mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan
menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus sino-atrial (SA). Sedangkan multiple
wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang berulang dan melibatkan sirkuit atau
jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentry tidak tergantung pada adanya fokus
ektopik seperti pada proses aktivasi fokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya
sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi.
Timbulnya gelombang yang menetap dari depolarisasi atrial atau wavelet yang dipicu
oleh depolarisasi atrial prematur atau aktivas aritmogenik dari fokus yang tercetus secara
cepat. Pada multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3
faktor, yaitu periode refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa
dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan
periode refractory dan terjadi penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebut yang
akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta
mencetuskan terjadinya atrial fibrilasi.

Page 9
PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Spektrum presentasi klinis sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik hingga syok
kardiogenik atau kejadian serebrovaskular berat. Hampir >50% episode FA tidak
menyebabkan gejala (silent atrial fibrillation). Beberapa gejala ringan yang mungkin
dikeluhkan pasien antara lain:
a. Palpitasi. Umumnya diekspresikan oleh pasien sebagai: pukulan genderang,
gemuruh guntur, atau kecipak ikan di dalam dada.
a) Mudah lelah atau toleransi rendah terhadap aktivitas fisik
b) Presinkop atau sinkop
c) Kelemahan umum, pusing
Selain itu, FA juga dapat menyebabkan gangguan hemodinamik, kardiomiopati yang
diinduksi oleh takikardia, dan tromboembolisme sistemik. Penilaian awal dari pasien
dengan FA yang baru pertama kali terdiagnosis harus berfokus pada stabilitas
hemodinamik pasien.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Hemodinamik dapat stabil atau tidak stabil
b. Denyut nadi tidak teratur
c. Denyut nadi dapat lambat, jika disertai dengan kelainan irama block
d. Jika hemodinamik tidak stabil dengan denyut yang cepat sebagai kompensasi,
maka terdapat tanda2 hipoperfusi (akral dingin, pucat)
3. Kriteria diagnostik
a. Anamnesis
b. EKG :

Page 10
1) Laju ventrikel bersifat ireguler
2) tidak terdapat gelombang P yang jelas
3) Gel P digantikan oleh gelombang F yang ireguler dan acak, diikuti
oleh kompleks QRS yang ireguler pula.
4) secara umum: Laju jantung umumnya berkisar 110-140x/menit, tetapi
jarang melebihi 160-170x/menit.
5) Dapat ditemukan denyut dengan konduksi aberan (QRS lebar) setelah
siklus interval RR panjang-pendek (fenomena Ashman)
6) Preeksitasi
7) Hipertrofi ventrikel kiri
8) Blok berkas cabang
9) Tanda infark akut/lama
c. Foto torax :
Pemeriksaan foto toraks biasanya normal, tetapi kadang-kadang dapat
ditemukan bukti gagal jantung atau tanda-tanda patologi parenkim atau vaskular
paru (misalnya emboli paru, pneumonia).

TATALAKSANA
1. Kondisi Akut :
a. Untuk Hemodinamik tidak stabil :
Kardioversi elektrik : Ekokardiografi transtorakal harus dilakukan untuk
identifikasi adanya trombus di ruangruang jantung. Bila trombus tidak terlihat
dengan pemeriksaan ekokardiografi transtorakal, maka ekokardiografi
transesofagus harus dikerjakan apabila FA diperkirakan berlangsung >48 jam
sebelum dilakukan tindakan kardioversi. Apabila tidak memungkinkan dilakukan
ekokardiografi transesofagus, dapat diberikan terapi antikoagulan (AVK atau
dabigatran) selama 3 minggu sebelumnya. Antikoagulan dilanjutkan sampai
dengan 4 minggu pascakardioversi. (target INR 2-3 apabila menggunakan AVK).
b. Untuk laju denyut ventrikel dalam keadaan stabil
1) Diltiazem 0,25 mg/kgBB bolus iv dalam 10 menit, dilanjutkan 0,35 mg/kgBB
iv
2) Metoprolol 2,5-5 mg iv bolus dalam 2 menitsampai 3 kali dosis.
3) Amiodaron 5 mg/kgBB dalam satu jampertama, dilanjutkan 1 mg/ menit dalam
6jam, kemudian 0,5 mg/ menit dalam 18 jamvia vena besar

Page 11
4) Verapamil 0,075- 0,15 mg/kgBB dalam 2menit
5) Digoksin 0,25 mg iv setiap 2 jam sampai 1,5mg
2. Kondisi stabil jangka panjang untuk kendali laju :
 Metoprolol 2x50-100 mg po
 Bisoprolol 1x5-10 mg po
 Atenolol 1x25-100 mg po
 Propanolol 3x10-40 mg po
 Carvedilol 2x3,125-25 mg po
 CCB: Verapamil 2x40 sampai 1x240 mg po (lepas lambat)
 Digoksin 1x0,125-0,5 mg po
 Amiodaron 1x100-200 mg po
 Diltiazem 3x30 sampai 1x200 mg po (lepas lambat)
3. Pemberian obat pencegah stroke

Page 12
Pencegahan Stroke menggunakan antikoagulan:

Page 13
4. Secara umum, AFR direkomendasikan pada pasien FA :
a. Masih simtomatik meskipun telah dilakukan terapi medikamentosa optimal
b. Pasien yang tidak dapat menerima medikamentosa oral karena kondisi alergi obat
ataupun penyakit penyerta lainnya yang menjadi kontraindikasi terapi oral
c. Pasien memilih strategi kendali irama karena menolak mengonsumsi obat
antiaritmia seumur hidup.
d. FA simtomatik yang refrakter atau intoleran dengan ≥1 obat antiaritmia golongan
3.
5. Ablasi dan modifikasi Nodus AV (NAV) + PPM Adalah ablasi AV node dan
pemasangan pacu jantung permanen merupakan terapi yang efektif untuk mengontrol
respon ventrikel pada pasien FA. Ablasi NAV adalah prosedur yang ireversibel
sehingga hanya dilakukan pada pasien dimana kombinasi terapi gagal mengontrol
denyut atau strategi kendali irama dengan obat atau ablasi atrium kiri tidak berhasil
dilakukan. Pemasangan Sumbatan Aurikular Atrium Kiri (LAA Occluder)
6. Pada pasien AF permanent yang tidak dapat dilakukan ablasi dengan pertimbangan
struktur atrium kiri yang terlalu dilatasi Atau alternatif terhadap antikoagulan oral

Page 14
bagi pasien FA dengan risiko tinggi stroke tetapi kontraindikasi pemberian
antikoagulan oral jangka lama. Dinilai dari perhitungan skor perdarahan.
7. Tatalaksana atrial fibrilasi pada pasien gagal jantung.
Untuk kendali laju pada FA sebaiknya menggunakan obat penyekat beta dan bila
perlu dapat ditambahkan digitalis. Pada kondisi gagal jantung akut, pilihan terapi
adalah digitalis cepat berupa digoksin 0.25-0.5 mg intravena (0.01-0.03
mg/kgbb/hari). Pemberian dengan bolus selama 2 menit yang diencerkan dalam 10cc
larutan isotonis. Bila laju jantung belum terkontrol, bolus digoksin dapat diulang 4
jam setelah pemberian pertama dengan dosis maksimal 1.5 mg/ 24 jam.

Page 15
PROGNOSIS
Penelitian epidemiologi telah menunjukan bahwa pasien dengan irama sinus hidup
lebih lama dibandingkan dengan seseorang kelainan atrium. Penelitian juga menunjukkan
penggunaan antikoagulan dan pengontrolan secara rutin bertujuan untuk asimptomatik pada
pasien usia lanjut. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terapi medis yang ditujukan
untuk mengendalikan irama jantung tidak menghasilkan keuntungan keberhasilan
dibandingkan dengan terapi control rate dan antikoagulan.
Terapi AF secara keseluruhan memberikan prognosis yang lebih baik pada kejadian
tromboemboli terutama stroke. AF dapat mencetuskan takikardi kardiomiopati bila tidak
terkontrol dengan baik. Terbentuknya AF dapat menyebabkan gagal jantung pada individu
yang bergantung pada komponen atrium dari cardiac output dimana pasien dengan penyakit
jantung hipertensi dan pada pasien dengan penyakit katup jantung termasuk dalam resiko
tingi akan terjadinya gagal jantung saat terjadi AF.

Page 16
GAGAL JANGTUNG KONGESTIF

Definisi
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung,
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal. Kelainan ini dikarenakan akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari
jantung.. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal
jantung sisi kiri dan sisi kanan.

Epidemiologi
Setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena Penyakit Tidak Menular (PTM)
(63% dari seluruh kematian). Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak
menular terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian “dini” tersebut terjadi di
negara berpenghasilan rendah dan menengah.  Secara global PTM penyebab kematian nomor
satu setiap tahunnya adalah penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit
yang disebabkan gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah, seperti:Penyakit Jantung
Koroner, Penyakit Gagal jantung atau Payah Jantung, Hipertensi dan Stroke.  Pada tahun
2008 diperkirakan sebanyak 17,3 juta kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler.
Lebih dari 3 juta kematian tersebut terjadi sebelum usia 60 tahun dan seharusnya dapat
dicegah. Kematian “dini” yang disebabkan oleh penyakit jantung terjadi berkisar sebesar 4%
di negara berpenghasilan tinggi sampai dengan 42% terjadi di negara berpenghasilan rendah.
Komplikasi hipertensi menyebabkan sekitar 9,4 kematian di seluruh dunia setiap tahunnya.
Hipertensi menyebabkan setidaknya 45% kematian karena penyakit jantung dan 51%
kematian karena penyakit stroke.Kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler,
terutama penyakit jantung koroner dan stroke diperkirakan akan terus meningkat mencapai
23,3 juta kematian pada tahun 2030.

Klasifikasi
Gagal jantung diklasifikasikan berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas
fungsional jantung atau berdasarkan kelainan struktural. Untuk menilai derajat gangguan
kapasitas fungsional gagal jantung, diperkenalkan pertama kali oleh New York Heart
Association (NYHA) tahun 1994, tergantung dari tingkat aktivitas dan timbulnya keluhan.

Page 17
Klasifikasi NYHA
Kelas Deskripsi
Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas fisik. Aktifitas fisik sehari-
Kelas I hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak napas namun sesak
timbul saat beraktifitas berlebih.
Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
Kelas II namun aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak
napas.
Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
Kelas III
tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak.
Tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
Kelas IV
istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas.

Klasifikasi terbaru yang dikeluarkan American College of Cardiology/American Heart


Association (ACC/AHA) tahun 2005 menekankan pembagian gagal jantung berdasarkan
progresifitas kelainan struktural jantung dan perkembangan status fungsionalnya.
 
Klasifikasi ACC/AHA
Grade Deskripsi
Memiliki risiko tinggi (diabetes, hipertensi, penyakit jantung koroner) untuk
Grade A berkembang menjadi gagal jantung namun belum ada gangguan struktural
atau fungsional jantung. Tidak terdapat tanda atau gejala.
Memiliki faktor-faktor risiko seperti Grade A dan sudah terdapat kelainan
Grade B struktural dengan atau tanpa gangguan fungsional, namun masih belum ada
tanda dan gejala (asimptomatik).
Gagal jantung yang simptomatik berhubungan dengan penyakit struktral
Grade C
jantung yang mendasari.
Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat
Grade D bermakna saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal
(refrakter).
Terdapat juga istilah-istilah dalam gagal jantung yang merujuk pada onset terjadinya gejala
gagal jantung yaitu akut dan kronik.
 Gagal jantung akut: serangan cepat (rapid onset) atau adanya perubahan gejala-gejala
atau tanda-tanda (symptoms and signs) dari gagal jantung yang berakibat
diperlukannya tindakan secara urgent. Gagal jantung akut dapat berupa serangan
pertama atau perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya.

Page 18
 Gagal jantung kronik: kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi
secara perlahan-lahan, ditandai dengan kongesti perifer yang sangat menyolok.
Etiologi
1. Disritmia, seperti: Bradikardi, takikardi, dan kontraksi premature yang sering dapat
menurunkan curah jantung.
2. Malfungsi katup, dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan beban
tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang , seperti stenosis katup
aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban volume yang
menunjukan peningkatan volume darah ke ventrikel kiri.
3. Abnormalitas otot jantung, menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark
miokard, aneurisme ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari aterosklerosis
koroner jantung atau hipertensi lama), fibrosis endokardium, penyakit miokard primer
(kardiomiopati), atau hipertrofi l uas karena hipertensi pulmonal, stenosis aorta, atau
hipertensi sistemik.
4. Ruptur miokard, terjadi sebagai awitan dramatik dan sering membahayakan kegagalan
pompa dan dihubungkan dengan mortalitas tinggi. Ini biasa terjadi selama 8 hari
pertama setelah infa rk.
Sedangkan menurut Brunner dan Suddarth (2002) penyebab gagal jantung kongestif, yaitu:
kelainan otot jantung, aterosklerosis koroner, hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan
afterload) , peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, penyakit jantung lain, faktor
sistemik.

Page 19
Patofisiologi
Sindrom dari CHF meningkat sebagai  konsekuensi dari abnormalitas pada struktur, fungsi
ritme, dan konduksi dari jantung. Sindrom gagal jantung disebabkan oleh beberapa
komponen:
1. Ketidak mampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan
stroke volum dan cardiac output menurun.
2. Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel(systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah
ventrikel.
3. Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel(diastolic overload) akan
menyebabkan volume dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi.
4. Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung
dimana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung
walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mamu untuk memenuhi
kebuthuna sirkulasi tubuh.

Page 20
5. Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk kedalam ventrikel
atau pada aliran balik venous return akan menyebabkan pengeluaran atau output
ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
Manifestasi Klinik
Gagal jantung kiri :
Peningkatan tekanan atrium kiri meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan menyebabkan
kongesti paru dan akhirnya edema alveolar, mengakibatkan sesak napas, batuk, dan kadang
hemoptisis. Dispnu awalnya timbul pada aktivitas namun bila gagal ventrikel kiri berlanjut
dapat terjadi saat istirahat, menyebabkan dispnu nokturnal paroksismal. Kongesti paru
menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu  memompa darah yang
datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi  yaitu :
 Dispnu, terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran
gas. Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada malam
hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
 Batuk
 Mudah lelah, terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat  jaringan 
dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya  pembuangan sisa  hasil
katabolisme. Juga terjadi karena  meningkatnya  energi  yang digunakan  untuk
bernafas dan insomnia yang terjadi karena  distress pernafasan dan batuk.
 Kegelisahan dan kecemasan, terjadi akibat gangguan oksigenasi  jaringan, stress
akibat kesakitan  bernafas dan pengetahuan bahwa jantung  tidak berfungsi dengan
baik.
 Kulit lembab dan pucat menandakan vasokonstriksi perifer.
 Tekanan darah dapat menjadi rendah akibat perburukan disfungsi jantung.
 Denyut nadi mungkin memiliki volume kecil dan irama mungkin normal atau
ireguler.
 Apeks jantung bergeser ke lateral karena dilatasi ventrikel kiri.
 Pada auskultasi dapat didapat bunyi jantung ketiga (S3), gallop dan murmur dari
regurgitasi mitral sekunder karena dilatasi anulus mitral.
 Suara P2 dapat lebih keras karena tekanan arteri pulmonalis meningkat sekunder
karena hipertensi paru sekunder.
 Terjadi krepitasi paru karena edema alveolar dan edema dinding bronkus dapat
menyebabkan mengi.

Page 21
Gagal jantung kanan
 Kongestif jaringan perifer dan viseral.
 Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan
berat badan,
 Dan nyeri tekan pada kuadran  kanan atas abdomen  terjadi akibat  pembesaran  vena
di  hepar
 Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran  vena  dan statis  vena dalam rongga
abdomen.
 Dapat ditemukan nyeri dada karena ada dilatasi ventrikel kanan.
 Tekanan vena jugularis sering meningkat.
 Pada auskultasi didapakan bunyi jantung S3 atau S4 ventrikel kanan.
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi/foto thoraks,
ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat
digunakan kriteria Framingham dalam mendiagnosis gagal jantung kongestif. Diagnosis
ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Kriteria mayor:
 Paroksismal nokturnal dispnu
 Distensi vena leher
 Ronki paru
 Kardiomegali
 Edema paru akut
 Gallop S3
 Peninggian tekanan vena jugularis
 Refluks hepatojugular

Kriteria minor:
 Edema ekstremitas
 Batuk malam hari
 Dispnea d’ effort
 Hepatomegali

Page 22
 Efusi pleura
 Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
 Takikardia (>120x/menit)
Mayor atau minor:
 Penurunan BB ≥4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
X-Ray Thorax, foto x-ray thorax sangat membantu dalam menegakkan diagnosis CHF.
Selain untuk melihat pembesaran jantung, foto rontgen thorax juga dapat untuk mendiagnosis
penyakit komplikasi yang dapat mengenai paru-paru.
Echocardiogram (ECG),  merupakan penunjang diagnosis utama pada CHF yang digunakan
untuk menenukan fakor resiko dan kelainan jantung lainnya. Ekokardiogram dapat berguna
dalam menentukan penyebab gagal jantung (seperti masalah dengan otot, katup, atau
perikardium) dan menyediakan pengukuran yang akurat dari fraksi ejeksi ventrikel kiri ini,
suatu ukuran penting dari fungsi memompa jantung.
Echocardiography, salah satu penunjang penegakkan diagnosis CHF adalah dengan
menggunakan echocardiography atau lebih dikenal dengan sebutan echo. Dengan tamplaan
2D echo bisa menggambarkan keadaan jantung yang ditampilkan pada layar.
 Tata Laksana
  Berdasarkan AHA ( American Heart Association ) tatalaksana gagal jantung dibagi
menjadi tatalaksana untuk resiko gagal jantung dan tata laksana untuk yang telah terkena
gagal jantung, sehingga dibagi dalam beberapa klasifikasi

 Tatalaksana Pasien Resiko Gagal Jantung


Stage A
Pada stage ini tatalaksana ditujukan untuk pasien yang memiliki resiko gagal jantung tetapi
tanpa perubahan struktur dari jantung atau gejala gagal jantung, misalnya pada pasien
arteriskelrosis, Diabetes Melitus (DM), Obesitas, sindrom metabolik, dan pasien yang
menggunakan cardiotoksin atau riwayat keluarga menderita kardiomiopati.
Tujuan pengobatan
 agar jantung tetap sehat,
 mencegah penyakit korener vaskuler,
 mencegah perubahan struktur yang abnormal pada vetrikel kiri.
Pengobatan

Page 23
 golongan ACEI dan ARB pada pasien yang tepat untuk penyakit vaskuler dan
diabetes melitus.
 Dan pemberian statin sewajarnya (sesuai kebutuhan)

Stage B
Stage ini ditujukan untuk pasien dengan perubahan struktural jantung tanpa disertai tanda-
tanda atau gejala gagal jantung. Stage ini biasanya mencakngkup pasien dengan adanya
penyakit miocard infark, perubahan bentuk ventrikel kiri, atau penyakit vulvular yang
asimtomatik.
Tujuan Pengobatan
 Mencegah gejala HF
 Mencegah perubahan otot jantung yang semakin berlanjut
Pengobatan
 Biasanaya diberikan ACEI atau ARB seperlunya
 Bete blocker seperlunya
 Pada pasien tertentu biasanya dipasang implan defebrilator atau dengan orasi
o Tata Laksana pada Pasien dengan Gagal Jantung
Stage C
Stage C merupakan tatalaksana yang digolongkan untuk orang-orang dengan gejala sebelum
atau saat gagal jantung, misalnya untuk pasien yang telah pasti didiagnosis dengan penyakit
perubahan struktural jantung, dan telah ada gejala-gejala gagal jantung
Terapi pada pasien dengan HFpEF (heart failure preserved ejection fraction).
Terapi bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan mencegah mortalitas.
Terapi yang diberakan adalah
 Diursis untuk meredakan gejala kongestif
 Mengikuti petunjuk untuk peyakit penyakit tertentu seperti hipertensi, CAD, DM, dll
 Revaskularisasi atau dilakukan pemedahan cakuler jika dibutuhkan
Terapi pada pasien dengan HfrEF ( Heart failure reserved ejection fraction)
Terapi yang diberikan adalah:
 Diuretik untuk mengurangi cairan
 ACEI atau ARB
 Beta blocker

Page 24
 Aldosteron antagonist
 Pada beberapa pasien biasanya digunakan hidralazin atau digoxin
Stage D
Pada stage ini biasanya treatment yang diberikan unntuk pasien dengan HF yang sulit diatasi
dengan pengobatan biasa. Pada stage ini terapi yang berupa support, transplantasi jantung,
pemakaian alat untuk membantu kerja jantung dan operasi.
Follow Up
Tanggal S O A P
19/03/201 Sesak nafas KU : -AFRVR  IVFD RL 500 cc/24
9 (+) Tampak sakit sedang - CHF jam
Ruang Kesadaran:  Inj. Fargoxin 1 amp
ICU Composmentis (ekstra)
TD:152/109 mmhg  Inj. Ranitidine 2 x 1
Nadi: 90 x/menit amp
RR: 28 x/menit  Inj. Furosemid 1x1
Suhu: 36.20C amp
SPO2 : 98%  Simarch 1 x 2 mg
 Hyperil 1x 2.5 mg

20/03/201 Sesak nafas KU : -AFRVR  IVFD RL 500 cc/24


9 berkurang Tampak sakit sedang - CHF jam
Ruang Kesadaran:  Inj. Ranitidine 2 x 1
biasa Composmentis amp
TD:120/70mmhg  Inj. Furosemid 1x1
Nadi: 92x/menit amp
RR: 22 x/menit,  Simarch 1 x 2 mg
Suhu: 36 0C  Hyperil 1x 2.5 mg
SPO2 : 99%  Digoxin 1x1 tab

Page 25
21/03/201 Sesak nafas KU : -AFRVR  IVFD RL 500 cc/24
9 berkurang, Tampak sakit sedang - CHF jam
batuk (+) Kesadaran:  Inj. Ranitidine 2 x 1
Composmentis amp
TD:130/80 mmhg  Inj. Furosemid 1x1
Nadi: 99 x/menit amp
RR: 24 x/menit  Simarch 1 x 2 mg
Suhu: 36 0C  Hyperil 1x 2.5 mg
SPO2 : 99%  Digoxin 1x1 tab
 Farmavon syr 3x C1

22/03/201 Sesak (-) KU : -AFRVR  Simarch 1 x 2 mg


9 Tampak sakit ringan - CHF  Hyperil 1x 2.5 mg
Kesadaran:  Digoxin 1x1 tab
Composmentis  Pasien pulang
TD:120/80 mmhg
Nadi: 90 x/menit
RR: 20 x/menit
Suhu: 36 0C
SPO2 : 99%

Page 26

Anda mungkin juga menyukai