Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS PENGARUH SOCIAL MEDIA MARKETING,

BRAND IMAGE, DAN BRAND LOVE TERHADAP WORD OF


MOUTH FASHION SPORTSWEAR

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Metodologi Penelitian Bisnis Semester V
Pengampu : Kussudyarsana, S.E., M.S.i., Ph.D

Oleh:
EMILIA RESA MEGA (B100170263)
ARIEF RAKHMAN (B100170228)
MUHAMMAD NUR MAHMUDI (B100170241)
ALAN ARDIAPRESTOGA (B100170247)
NOFI PERMANI (B100170279)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Di era globalisasi, pasar Indonesia sangat potensial untuk merek fashion

dan sportswear Internasional dalam memperluas pangsa produk mereka. Survei

komprehensif dilakukan oleh McKinsey & Company "Konsumen Baru

Indonesia", yang diterbitkan pada bulan Desember 2012, yang mewawancarai

5.500 responden di 44 kota yang mencakup 24 provinsi.

Pengeluaran tahunan pakaian jadi di Indonesia adalah $ 22 miliar dan

diprediksi akan tumbuh hingga $ 57 miliar pada tahun 2030 dengan tingkat

pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 5%. Dapat diindikasikan bahwa pasar

fashion / pakaian jadi di Indonesia sangat besar dan berkontribusi secara

signifikan dalam belanja konsumen serta menjanjikan pasar masa depan.

Dari tahun ke tahun dampak globalisasi menyebabkan penetrasi internet

dan jumlah pengguna Internet di Indonesia semakin meningkat. Hasil survei yang

dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bersama

dengan Puskakom Universitas Indonesia (UI), menunjukkan bahwa pengguna

internet di Indonesia pada tahun 2017 terdapat 171,2 jiwa. Survei ini juga

menunjukkan bahwa 85% pengguna internet di Indonesia semakin mudah

menjangkau jaringan internet dengan teknologi seperti smartphone.

Media social merupakan fenomena terbaru dari Internet yang memberikan

tren tersendiri di masyarakat. Pemanfaatan jejaring media sosial sebagai saluran


promosi atau periklanan mulai dilakukan oleh pelaku bisnis. Ada banyak alasan

mengapa orang menggunakan sosial media.

Instagram menjadi salah satu jejaring sosial yang mempunyai lingkup

kekuatan yang besar dalam komunitas onlinenya. Akun instagram resmi @nike

hingga sekarang telah memiliki sekitar 77 juta followers diseluruh dunia. Adidas

sendiri memiliki akun official khusus Indonesia, yaitu @adidasindonesia. Begitu

juga media sosial yang lebih dulu populer di tahun 2007-anyaitu Facebook dan

Twitter di tahun 2010-an.

Facebook dan Twitter mempunyai user yang banyak di

Indonesia.Facebook diakses sebanyak 28 juta orang pengguna internet di

Indonesia, yang kemudian menempatkan Facebook sebagai situs pertama yang

paling banyak dibuka di Indonesia. Pada Twitter, Indonesia menduduki peringkat

ketiga sebagai penyumbang twit terbanyak di bawah Amerika Serikat dan Jepang.

Kemudian platform Pinterest yang tergolong media sosial paling baru

karena baru diluncurkan pada Mei 2010 dan situsnya sampai sekarang dikunjungi

11 juta pengguna tiap minggunya (dikutip dari www.detik.com). Tren media

social ini mempunyai gairah baru terhadap pandangan perusahaan dalam

melakukan kegiatan pemasaran.

Media sosial memberikan tempat untuk berbagi informasi, review produk,

memberikan saran, bahkan tempat bertanya yang lazim dilakukan oleh pelanggan

saat ini. Interaksi yang terjadi di media sosial dapat menjadikan sebuah saran atau

rekomendasi positif tentang suatu merek produk. Penyebaran pesan atau informasi
yang positif oleh konsumen itu sendiri terhadap konsumen lainnya merupakan

bentuk word of mouth.

Kegiatan word of mouth dapat disengaja maupun tidak sengaja. Disengaja

maksudnya adalah word of mouth dibentuk secara sadar dan direncanakan. Tidak

sengaja maksudnya adalah penyebaran word of mouth bersifat random dan tidak

direncanakan sehingga word of mouth muncul begitu saja. Kemudahan untuk

mendapatkan informasi dan berbagi sesuatu di era digital ini dapat menstimulasi

komunikasi word-of-mouth lebih kuat dari sebelumnya.

Media sosial hadir dengan fungsi lebih dari sekedar marketing tools.

Instagram, Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya yang merupakan media

sosial dengan traffic yang padat sangat cocok digunakan sebagai media iklan dan

promosi. Relevansi adalah kunci untuk efektifitas iklan, konten iklan harus

meningkatkan situs yang menawarkan merek yang dipromosikan berakitan

dengan motivasi para pengguna untuk mengunjungi suatu situs atau akun. Iklan

yang menunjukkan kreatifitasnya dalam mendesain suatu iklan yang mendetail

dan spesifik dinilai memberikan manfaat lebih bagi para konsumen.

1.2 RumusanMasalah

1. Apakah social media marketing berpengaruh terhadap word of mouth

padatop brand fashion sportswear?

2. Apakah brand image berpengaruh terhadap word of mouth pada top brand

fashion sportswear?
3. Apakah brand love berpengaruh terhadap word of mouth pada top brand

fashion sportswear?

1.3 TujuanPenelitiandanKegunaanPenelitian

1.3.1 TujuanPenelitian

Tujuan penelitian pada penelitian ini adalah untuk menganalisis:

1. Pengaruh social media marketing terhadap word of mouth (WOM) pada top

brand fashion sportswear.

2. Pengaruh brand image terhadap word of mouth (WOM) pada top brand

fashion sportswear.

3. Pengaruh brand love terhadap word of mouth (WOM) pada top brand

fashion sportswear.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini yaitu:

1. Manfaat Teoritik

Penelitian ini dilakukan untuk menggunakan dan menerapkan teori-teori

yang di dapat selama kuliah dan realita pada kenyataan yang terjadi

mengenai problematika didalam pemasaran, khususnya tentang word of

mouth.

1. Bagiak ademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi ilmu

manajemen terutama konsentrasi pemasaran yang berkaitan dengan word


of mouth dan memberikan informasi serta wawasan tentang word of

mouth.

2. Bagi praktisi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemasar maupun

retailer produk Nike, Adidas, Puma, dan Reebok dalam melakukan

kebijakan pemasaran.

BAB II
PEMBAHASAN
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teori

2.1.1 Word Of Mouth (WOM)

WOM adalah proses menyampaikan informasi dari orang-orang dan

memainkan peran utama dalam keputusan pembelian pelanggan. WOM

melibatkan pelanggan untuk berbagi sikap, opini, atau reaksi tentang bisnis,

produk, atau jasa dengan orang lain. WOM positif juga dianggap sebagai media

pemasaran yang kuat bagi perusahaan untuk mempengaruhi pelanggan. (Duana,

Gub, & Whinston, 2008).

WOM adalah faktor kunci untuk merek fashion untuk memimpin

kesuksesan. WOM digambarkan sebagai sebuah proses yang memungkinkan

konsumen untuk berbagi informasi dan pendapat yang mengarahkan pembeli

menuju dan menjauh dari produk, merek, dan layanan tertentu. Ide dasar di balik

WOM adalah informasi tentang produk, layanan, toko, perusahaan, dan


sebagainya dapat menyebar dari pelanggan ke pelanggan lainnya. Dalam arti

secara luas, Word of mouth (WOM) memiliki arti masing-masing pada produk

khusus yang diperjualbelikan di antara orang-orang pada waktu tertentu.

WOM adalah sebuah percakapan yang dirancang secara online maupun

offline yang memiliki pengaruh ganda, non hirarkis, horizontal dan mutasional.

Karakteristik dari WOM adalah sebuah dialog yang baik yang bersumber dari

advokasi merek aktual dan orang-orang (rekomender) bersedia pergi dari suatu

tempat ke tempat lain (offline) untuk berbagi pengalaman, pendapat, atau

antusiasme mereka tentang suatu produk. Word of Mouth yang baik tidak

berusaha membohongi konsumen. Teknik word of mouth marketing berdasarkan

kepada kepuasan konsumen, dialog dua arah, dan komunikasi yang transparan.

Elemen dasarnya adalah :

 Memberikan edukasi kepada pasar tentang produk dan layanan

 Mengidentifikasi orang-orang yang senang menyebarkan opini mereka

 Menggunakan piranti yang paling umum digunakan

 Mempelajari bagaimana, dimana, dan kapan opini sering disebarkan

 Mendengarkan dan merespon pihak supporter (pendukung), detractor

(petidaksuka), dan neutral (netral)

Word of mouth didefinisikan sebagai komunikasi oral manusia dengan

manusia antara receiver dan communicator dimana receiver sebagai persepsi non

komersial tergantung merek, produk, atau service. Bagaimanapun, hal penting

sebagai opini bahwa WOM tidak selau terfokus terhadap merek, produk ataupun

service tetapi bisa juga terfokus dengan organisasi. WOM tidak selalu dilakukan
face to face, langsung, oral atau dalam waktu singkat. Dalam komunikasi

elektronik, sebagai contoh, memunculkan WOM secara maya dengan komunikasi

yang tidak face to face, tidak langsung, tidak oral dan tidak dalam waktu singkat.

Definisi aktual dan operasional dari WOM, memiliki kekhususan properti

dari entity dan hubungannya digambarkan sebagai berikut :

1. Properties of human entity seperti consumer, pelanggan dan non commercial

individu.

2. Properties of social relation seperti keluarga, teman, dan kolega.

3. Properties of communication relation seperti rekomendasi, speaking, saying,

encouraging/discouraging, asking, telling, talking, advising, conversion,

praising/complaining, discussing, transmitting, contacting, warning, mentioning,

informing, convincing, exchaning, dan offering.

4. Properties of the consumption entity seperti merek, produk, organisasi, karyawan,

event dan servis.

5. Properties of the psychological relation seperti pengalaman, tingkat kepuasan,

evaluasi, informasi, dan opini.

Berdasarkan properti di atas maka didefinisikan Word of Mouth adalah

tindakan komunikasi antara (1) dua consumer, customer atau individu non

komersil dengan (2) teman, keluarga, atau kolega yang (3) merekomendasikan,

menceritakan, atau berbicara dengan yang lainnya tentang (4) informasi,

pengalaman, atau evaluasi dari (5) produk, merek, servis, atau organisasi.

2.1.2 Social Media Marketing


Social Media Marketing merupakan jenis pemasaran interaktif, yaitu

manfaatkan internet dengan media sosial untuk interaksi langsung ke pelanggan

(Kotler & Keller, 2009). Masyarakat di situs jejaring sosial dan pengguna di suatu

media sosial berkumpul dan sering berbagi minat yang sama. social media

marketing tidak hanya memungkinkan perusahaan untuk berinteraksi dengan

pelanggan mereka, tetapi juga memungkinkan perusahaan untuk berinteraksi

dengan pelanggan lain. Untuk melakukan social media marketing penting untuk

menentukan segmen pelanggan untuk bisnis tersebut. Setelah menentukan segmen

target, melihat platform mana yang paling cocok untuk berkomunikasi dengan

pelanggan sasaran tersebut.

Menurut Endres (2013) hal menentukan target dalam social media

marketing sangat penting unutk memperhatikan apa yang pelanggan inginkan dan

tidak mengabaikan informasi dan sumber daya yang ada. Cowden (2014) juga

menyatakan bahwa media sosial tidak hanya memungkinkan perusahaan untuk

berinteraksi dengan pelanggan mereka, tetapi juga memungkinkan pelanggan

untuk berinteraksi dengan pelanggan lain. Hal ini juga digunakan untuk

meyakinkan pelanggan bahwa produk atau jasa perusahaan yang baik (Neti, 2011)

Media sosial memungkinkan orang untuk berkomunikasi dengan ribuan

orang. Dengan media sosial, perusahaan dapat berbicara dengan pelanggan

mereka dan pelanggan dapat berbicara satu sama lain secara langsung. Itulah

mengapa media sosial menjadi suatu faktor penting dalam bauran promosi. Akan

tetapi kenyataannya bagi perusahaan masih tidak mengerti manfaat yang


didapatkan dari penggunaan sosial media sebagai alat promosi. Di dalam

paradigma komunikasi saat ini, percakapan yang terjadi antara konsumen di media

sosial harus diakui oleh perusahaan. Media sosial dapat membuat dampak besar

bagi perusahaan dalam memperoleh manfaat besar.

Menurut Bashar dkk (2012) social media marketing merupakan tentang

memahami bagaimana teknologi membuat lebih mudah bagi orang untuk

berhubungan sosial dengan jaringan sosial mereka dan bagaimana bisnisnya

mendapat keuntungan dari adanya pemahaman tentang media sosial marketing.

Pemasaran melalui media sosial dapat lebih efektif ketika perusahaan dapat hadir

untuk memberikan informasi yang tepat waktu pada saat dibutuhkan oleh

konsumen. Berbeda dengan strategi pemasran tradisional, social media marketing

membutuhkan pemasar untuk lebih memperhatikan pelanggan untuk membangun

citra dan hubungan dengan yang lebih baik (Erdogmus dan Cicek, 2012).

Meskipun social media marketing adalah strategi pemasaran yang poternsial, pasti

tetap ada kelemahannya.

Media sosial akan memungkinkan pelanggan untuk berkomentar tentang

merek-mereknya baik itu berkomentar positif maupun negatif dan tidak pula

sering terdapat komentar dari pelanggan yang lebih berpengaruh dan meyakinkan.

Di sisi lain, pemasaran media sosial memiliki keunggulan seperti pemasaran dapat

dilakukan dengan hampir tidak mengeluarkan biaya, membuat ekposur besar pada

bisnis, meningkatkan penjualan, dan meningkatnya popularitas merek (Neti,

2011).

Terdapat empat fitur sosial e-commerce yang mendorong pertumbuhan:


1. Social sign-on: masuk di berbagai situs web melalui halaman

jaringan sosial seperti facebook. Hal ini memungkinkan situs web untuk

menerima informasi porfil sosial berharga dari facebook dan menggunakannya

dalam upaya pemasaran mereka sendiri.

2. Collaborative shopping / Belanja Bersama: menciptakan sebuah

lingkungan dimana konsumen dapat berbagi pengalaman belanja mereka dengan

satu sama lain dengan melihat produk-produk, chatting, atau sms. Alih-alih

berbicara tentang cuaca, teman dapat menyampaikan tentang merek produk atau

jasa.

3. Network notification / Pemberitahuan Jaringan: mencipatkan

sebuah lingkungan dimana konsumen dapat berbagi persetujuan mereka (atau

penolakan) atas produk, jasa, atau konten, atau berbagi geo-lokasi mungkin

restoran atau klub ke teman-teman.

4. Social search (recommendation)/Pencarian Sosial: memungkinkan

suatu lingkungan dimana konsumen dapat meminta teman-teman mereka saran

pada pembelian produk, jasa, dan konten.

Beragam situs media sosial dapat digunakan secara tak berbayar maupun

berbayar oleh perusahaan. Diantaranya seperti twitter, instagram, dan facebook

untuk memenuhi keperluan bisnis. Dalam urusan bisnis, media sosial dapat

dimanfaatkan untuk memperbaiki operasional perusahaan dan meningkatkan

reputasi toko/perusahaan. Hal tersebut dapat diperoleh dengan komunikasi yang

lebih baik, lebih dekat dan membangun hubungan yang baik dengan pelanggan,

menarik pelanggan baru, sebagai media promosi produk, meningkatkan kesadaran


merek, meningkatkan penjualan, meningkatkan kolaborasi dan membentuk

komunitas dunia maya (McCann & Barlow, 2015).

Berdasarkan uraian di atas, selanjutnya diajukan hipotesis penelitan

sebagai berikut:

H1: Social media marketing memiliki pengaruh positif terhadap Word of

Mouth (WOM)

2.1.3 Brand Image

Brand image adalah impresi total yang tercipta di dalam pikiran atau

benak konsumen mengenai sebuah merek dan termasuk didalamnya keseluruhan

asosiasi fungsi dan diluar fungsi (Yehsin & Fill, 2001). Scholars secara beragam

menggambarkan brand image sebagai “persepsi dan keyakinan yang dipegang

oleh konsumen, sebagaimana tercermin dalam asosiasi yang disimpan dalam

ingatan pelanggan” (Kotler dan Keller, 2009). Brand Image adalah hasil dari

decoding konsumen dari semua sinyal yang disampaikan oleh merek seperti nama

merek, tanda-tanda visual, produk, mensponsori, dan iklan. Misalnya, Louis

Vuitton terkait dengan glamor, kemewahan, dan prestise.

Brand image merupakan aspek penting untuk menarik konsumen. Faktor-

faktor yang berkontribusi terhadap pengembangan citra merek adalah: atribut

produk, perusahaan, bauran pemasaran, persepsi individu dari merek, nilai-nilai

pribadi, pengalaman, jenis pengguna merek dan variabel konteks (Ismail dan

Spinelli, 2012). Brand image adalah faktor paling penting yang menjadi

pertimbangan konsumen sebelum melakukan pemilihan produk atau layanan jasa.


Sehingga brand image yang positif menjadi salah satu pertimbangan apakah

konsumen akan memilih suatu merek tersebut atau tidak (Lin & Lin, 2007).

Brand image didefinisikan sebagai persepsi tentang merek yang tercermin

dari asosiasi merek yang berpegang pada memori konsumen. Dalam mencapai

citra merek yang positif, pemasar akan berkenaan dengan beberapa program

pemasaran dalam membentuk strength, favourability, dan uniqueness of brand

associations dalam mentransfer sebuah brand ke dalam memori konsumen.

Berikut penjelasannya, yaitu (Keller, 2008):

 Strength of Brand Association

Semakin banyak konsumen mendapatkan informasi dan

menghubungkan dengan pengetahuan akan merek, maka akan semakin kuat

asosiasi merek yang terbentuk. Kekuatan dari asosiasi merek tergantung pada

seberapa banyak informasi yang masuk kedalam memori konsumen dan

bagaimana informasi tersebut dipertahankan sebagai bagian dari sebuah merek.

Menurut Keller (1993) secara psikologis kognitif memori bersifat tahan lama,

sehingga informasi yang berubah menjadi memori merupakan sebuah kekuatan

akan sebuah merek.

 Favourability of Brand Association

Komponen ini mempunyai artian apakah merek tersebut disukai atau

tidak disukai khalayaknya. Terbentuk oleh keyakinan konsumen terhadap produk

yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Keberhasilan sebuah

program pemasaran tercermin dalam penciptaan favourable brand association,

dimana konsumen memiliki kepercayaan bahwa mereka memiliki attributes dan


benefits yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan seperti sikap positif yang

ingin ditunjukkan dari keseluruhan merek. Dengan demikian, keberhasilan sebuah

merek dapat dilihat apabila merek dapat memenuhi keinginan konsumen

(convenient, reliable, effective, efficient, colorful) yang berhasil dipenuhi dengan

program pemasaran yang dijalankan.

 Uniqueness of brand associations

Inti dari sebuah brand positioning adalah bahwa merek memiliki

keunggulan kompetitif dan “unique selling proposition” yang membuat konsumen

tertarik untuk melakukan pembelian. Keunggulan ini memberikan nilai lebih

kepada konsumen agar memiliki suatu ketertarikan dengan sebuah produk atau

layanan jasa. Hal-hal tersebut merupakan informasi-informasi yang mengandung

makna akan sebuah merek. Merek harus unik dan menarik, sehingga dapat

menimbulkan asosiasi yang kuat di dalam pikiran pelanggan. Keunikan dari

sebuah merek akan membedakan merek dengan pesaing-pesaingnya.

Citra yang tersirat dari sebuah merek berhubungan dengan sebuah sikap

(beliefs about and preference for the brand). Konsumen yang memiliki image

positif mengenai suatu merek mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk

melakukan pembelian, atau dengan kata lain mengarah pada keputusan pembelian

dan rekomendasi. Oleh karenanya tujuan utama dalam beriklan seringkali adalah

untuk membangun citra merek yang positif.

Berdasarkan uraian di atas, selanjutnya diajukan hipotesis penelitan

sebagai berikut:
H2: Brand Image memiliki pengaruh positif terhadap Word of Mouth

(WOM)

2.1.4 Brand love

Dewasa ini, peneliti pemasaran telah meneliti konsep brand love (Carroll

dan Ahuvia, 2006) di mana brand love didefinisikan sebagai "tingkat keterikatan

emosional yang bergairah yang dimiliki seseorang untuk nama merek tertentu."

Albert (2008) mengidentifikasi brand love dalam 11 dimensi, yaitu: (1) gairah, (2)

lamanya hubungan, (3) kesesuaian diri, (4) mimpi, (5) ingatan, (6) kesenangan,

(7) ketertarikan, (8) keunikan, (9) kecantikan, (10) kepercayaan, dan (11)

deklarasi. Studi lain yang dilakukan oleh Bartra (2012) yang mengidentifikasi

brand love ke 7 dimensi, yaitu: (1) ketahanan hasrat/gairah , (2) integrasi merek

dan diri sendiri, (3) hubungan jangka panjang, (4) hubungan emosional yang

positif, (5) antisipasi perpisahan yang membuat stress, (6) valensi sikap secara

keseluruhan, dan (7) kekuatan sikap (kepastian / keyakinan).

Hubungan brand love yang mendalam dan bertahan (di luar pengaruh

sederhana), membuat merek yang dicintai tidak tergantikan (Albert dan Merunka,

2013). Ketika konsumen jatuh cinta dengan merek, hal itu menciptakan

kepercayaan pada merek, keyakinan pada keunggulan, dan kemudian membelinya

secara terus-menerus. Jadi konsumen akan menaikkan posisi tinggi terhadap

merek. Jika seseorang merasa puas dengan merek dalam jangka panjang, maka

kemungkinan itu akan beralih ke ikatan emosional dan bersemangat terhadap

merek. Dengan kata lain, perasaan konsumen terhubung ke merek tertentu dan itu

akan mencerminkan mereka lebih dari merek lain. Ini adalah aspek penting antara
merek dan konsumen, di mana kita cenderung merasa lebih setia pada apa yang

kita rasakan terkait, melekat, dan suka pada sesuatu (Ismail dan Spinelli, 2012).

H3: Brand Love memiliki pengaruh positif terhadap Word of Mouth

(WOM)

2.2 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan kemudian

didukung oleh teori-teori, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

a) Hipotesis 1

Social media marketing memiliki pengaruh positif terhadap word of mouth

b) Hipotesis 2

Brand image memiliki pengaruh positif terhadap word of mouth

c) Hipotesis 3

Brand love memiliki pengaruh positif terhadap word of mouth


BAB III
METODE PENELITIAN

1.1 Strategi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan strategi survei

secara online. Metode kuantitatif menggambarkan hubungan antar variabel untuk

membentuk korelasi. Penelitian survei dapat didefinisikan paling sederhana

sebagai sarana pengumpulan informasi, biasanya menggunakan kuesioner atau

wawancara. Menurut Hair (2006), penelitian kuantitatif adalah penelitian yang

menekankan pada penggunaan standar formal dan pertanyaan-pertanyaan

sebelumnya telah didefinisikan serta beberapa pilihan dalam kuesioner survei

yang dibagikan kepada responden.

3.2 Desain Sampel

3.2.1 Metode Pengambilan Sampel

Populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk peristiwa

hal atau orang yang memiliki karakteristik yang serupa yang menjadi pusat

perhatian sorang peneliti karena itu dipandang sebagai sebuah semesta penelitian

(Ferdinand, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengguna media

sosial yang mengetahui dan menggunakan produk dari salah satu brand Nike,

Adidas, Puma, atau Reebok.

Sampel adalah subset dari populasi, terdiri dari beberapa anggota

populasi (Ferdinand, 2006). Subset ini diambil karena dalam banyak kasus tidak
mungkin kita meneliti seluruh anggota populasi, oleh karena itu kita membentuk

sebuah populasi yang disebut sampel. Dalam penelitian ini, teknik pengambilan

sampel yang dilakukan yaitu metode non probability sampling. Metode non

probability sampling digunakan untuk pengambilan sampel karena tidak diketahui

seberapa besar populasi dan setiap elemen dari populasi tidak memiliki

kesempatan yang sama untuk menjadi sampel (Sekaran dan Bougie, 2009).

Metode non probability sampling dianggap tepat oleh peneliti karena

teknik sampling adalah prosedur umum yang digunakan untuk mendapatkan unit

sampel ketika peneliti tidak mengetahui rincian kerangka sampling. Teknik non

probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive

sampling yang melibatkan pemilihan subjek yang berada dalam situasi paling

menguntungkan atau dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi yang

diperlukan (Sekaran dan Bougie, 2009) Dalam purposive sampling digunakan

judgement sampling, yaitu sampel dipilih dengan menggunakan pertimbangan

tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian (Ferdinand, 2006)

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.3.1 Variabel Penelitian

Variabel adalah apapun yang dapat membedakan atau membawa variasi

pada nilai. Sedangkan variable penelitian adalah sesuatu hal yang berbentuk apa

saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi

tentang hal tersebut, kemudia ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2000). Dalam

penelitian ini terdapat dua variabel penelitian, yaitu variabel independen dan

variabel dependen. Kedua variabel tersebut dijelaskan sebagai berikut:


1. Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel independen ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor,

antesenden atau variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang

mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel

dependen (terikat) (Sugiyono, 2004). Sedangkan menurut Ferdinand (2006)

variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen,

baik yang pengaruhnya positif maupun negatif. Variabel independen dalam

penelitian ini adalah variabel social media marketing, brand image, dan brand

love.

2. Variabel Dependen

Variabel ini adalah variabel yang menjadi pusat perhatian peniliti.

Menurut Ferdinand (2006) variabilitas dari atau atas faktor inilah yang berusaha

untuk dijelaskan oleh seorang peneliti. Sedangkan menurut Sugiyono (2004),

vaiabel dependen sering disebut juga sebagi variabel output, kriteria, konsekuen,

atau variabel terikat. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau

menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian

ini adalah word of mouth.

Penelitian ini melibatkan empat variabel, dimana terdapat tiga variabel

sebagai variabel independen dan satu variabel dependen. Keempat variabel

tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

Tabel 3.1

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


Variabel Nomor
Definisi Operasional Indikator
Penelitian Item
Social Merupakan jenis - Popularitas media 1
Media pemasaran interaktif, yaitu
Marketing manfaatkan internet dengan - Jangkauan media 2 dan 3
(X1) media sosial untuk
interaksi langsung ke - Kreativitas media 4 dan 5
pelanggan (Kotler &
Keller, 2009).
Brand Konsep yang dibangun - Merek ini modis 6 dan 7
Image (X2) oleh konsumen, karena dan trendi
konsumen menciptakan - Merek memiliki 8
citra personal yang terkait reputasi baik untuk
dengan merek yang kualitas produk
berkaitan dengan - Merek terkenal dan 9 dan 10
pengetahuan dan persepsi bergengsi
mereka (Nandan, 2005).
Brand Tingkat ketertarikan - Merek ini membuat 11 dan 12
Love (X3) emosional yang bergairah konsumen bahagia
yang dimiliki seseorang - Konsumen 13 dan 14
untuk nama merek tertentu mencintai merek ini
(Carroll dan Ahuvia, 2006). - Konsumen terikat
dengan merek ini 15
Word of WOM adalah proses - Mendorong orang 16 dan 17
Mouth (Y) menyampaikan informasi terdekat atau
dari orang-orang dan keluarga untuk
memainkan peran utama membeli merek ini
dalam keputusan pembelian - Merekomendasikan 18 dan 19
pelanggan (Richins & merek ini setiap kali
Root-Shaffer, 1998). ada yang meminta
saran
- Telah memberikan 20
rekomendasi merek
ini kepada orang
terdekat atau
keluarga

Indikator-indikator diatas diukur dengan skala penilaian Likert yang

memiliki lima tingkat preferensi jawaban yang masing-masing mempunyai skor

1-5 dengan rincian sebagai berikut:

1. Sangat Tidak Setuju (STS) skor 1

2. Tidak Setuju (TS) skor 2

3. Netral (N) skor 3

4. Setuju (S) skor 4

5. Sangat Setuju (SS) skor 5

3.4 ObjekPenelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah merek fashion sportswear

Nike, Adidas, Puma dan Reebok. Survei pertama dilakukan untuk menentukan

apakah responden memiliki akun aktif di media sosial. Survei ini juga

digunakan untuk mendaftar responden mana yang telah atau sudah membeli

produk salah satu produk dari brand tersebut sebelumnya

3.5 Metode Pengumpulan Data

1. Kuesioner
Kuesioner yaitu dengan membuat daftar pertanyaan yang akan

diisikan oleh responden untuk memperoleh data yang berupa jawaban

yang akan dianalisis menggunakan SPSS

3.6 Metode Analisis Data

a. Analisis data Kuantitatif

Analisis data kuantitatif adalah bentuk analisa yang menggunakan angka-

angka dan perhitungan dengan metode statistik, maka data tersebut harus

dklasifikasikan dalam kategori tertentu dengan menggunakan tabel

tertentu. Untuk mempermudah dalam menganalisis data tersebut yaitu

dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social

Science).

DAFTAR PUSTAKA

Albert, N., & Merunka, D. (2013). The role of brand love in consumer-brand
relationships. Journal of Consumer Marketing, 30(3), 258–266.
Augusty, Ferdinand. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Bashar, A., Ahmad, I. and Wasiq, M. 2012. Effectiveness of social media as a
marketing tool: An empirical study. International Journal of Marketing,
Financial Services and Management Research, 1(11):88-99.
Duana, W., Gub, B., & Whinston, A.B. (2008). “Do online reviews matter? An
empirical investigation of panel data. Decision Support Systems, 45(3),
1007–1016.
Kotler, P., & Keller, K., L. (2009). Manajemen Pemasaran Edisi Ketiga Belas
Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Kotler, Philip dan Gary Armstrong. (2004). Priciple of Marketing. Perason
Prentice Hall: New Jersey.
Kotler, P., & Keller, K. L. (2006). Marketing Management 12th ed). Pearson-
Prentice Hall.
Kotler, Philip dan Armstrong, Gary. (2011). 10 th Edition. “Marketing an
Introduction”.Indonesia: Perason.
Nisar, Tahir M. dan Whitehead, Caroline. (2015). Brand Interactions and Social
Media: Enhacing User Loyalty Through Social Networking Sites. UK:
University of Southampton.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
http://tukangmarketing.com/seberapa-bagus-instagram. Diakses pada tanggal 5
Desember 2019
http://www.topbrand-award.com/top-brand-survey. Diakses pada tanggal 5
Desember 2019

Anda mungkin juga menyukai