SKRIPSI
Fitriana Nurwinarsih
G.0005099
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2009
6
7
ABSTRAK
.
Mual dan muntah pasca operasi atau yang dikenal dengan PONV ( Post Operative
Nausea and Vomiting ) akhir-akhir ini mendapat perhatian khusus dari profesi
anestesi karena dapat menjadi komplikasi yang serius pada pasien pasca bedah.
Ondansetron dan deksametason adalah obat premedikasi anestesi yang dapat
mengurangi mual dan muntah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbandingan efektivitas premedikasi ondansetron dan deksametason
dalam mencegah mual dan muntah pasca operasi.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan pendekatan cara
single blind. Populasi penelitian adalah pasien operasi di I.B.S (Instalasi Bedah
Sentral) RSUD dr. Moewardi, Surakarta. Data dalam penelitian ini dianalisa
dengan menggunakan uji chi square untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
yang bermakna.
Penelitian ini menggunakan 30 sampel yang terbagi menjadi 2 kelompok, 15
orang mendapat ondansetron 0,056 mg/kgBB dan 15 orang mendapat
deksametason 0,15 mg/kgBB.
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna
antara pemberian ondansetron dan deksametason dalam mencegah mual dan
muntah pasca operasi.
ABSTRACT
Queasy and puking after surgery or known as PONV ( Post Operative Nausea and
Vomiting ) lately get special attention from the proffesion of anesthesia because it
can make serious complication for after surgery patients. Ondansetron and
dexamethason are premedical anesthesia drugs that can reduce queasy and puking,
so this research purpose is knowing the effectiveness comparison between
ondansetron and dexamethasone premedication in preventing the PONV incident.
This research representing quasy experimental research with singe blind
approach. This research population is surgery patient in I.B.S (Instalasi Bedah
Sentral) RSUD dr. Moewardi, Surakarta.
This research using 30 samples that divide into 2 groups, 15 patients get 0,056
mg/kg of ondansetron and 15 patients get 0,15 mg/kg of dexamethason. Analysis
data in this research using chi square test.
Based on the analysis results, we conclude that there are differences between
ondansetron and dexamethason premedication given to preventing PONV.
8
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke-hadirat Tuhan YME karena limpahan
nikmat, rahmat, hidayah serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Pebandingan Efektivitas Premedikasi Ondansetron dan
Deksametason Dalam Mencegah Mual dan Muntah Pasca Operasi”.
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Prof. Dr. AA. Subijanto, dr., MS. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah mengijinkan pelaksanaan
penelitian ini dalam rangka penyusunan skripsi.
5. Mudzakkir, dr., Sp.An. sebagai ketua penguji yang juga telah memberikan
banyak pengarahan dan saran.
6. Dr. Diffah Hanim, dra.,M.Si. sebagai anggota penguji yang juga telah banyak
memberikan pengarahan.
7. Ketua IBS RSUD dr. Moewardi Surakarta beserta staf dan perawat yang telah
bersedia membantu pengambilan data.
Akhir kata, penulis mohon maaf atas segala kesalahan, serta mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penelitian ini.
Fitriana Nurwinarsih
DAFTAR ISI
PRAKATA…………………………………………………………………. vi
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. vii
DAFTAR TABEL………………………………………………………….. ix
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. x
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xi
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………. 1
A. Latar Belakang Masalah…………………………………......... 1
B. Perumusan Masalah………………………………………....... 3
C. Tujuan Penelitian…………………………………………....... 3
D. Manfaat Penelitian………………………………………......... 4
BAB V. PEMBAHASAN……………………………………….................. 36
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN………………………………............ 43
A. Simpulan……………………………………………….............. 43
B. Saran…………………………………………………............... 43
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………............. 44
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Antara 2 Kelompok………………………………………………. 30
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
dan Deksametason
BAB I
13
PENDAHULUAN
Mual dan muntah pasca operasi atau Post Operative Nausea and
tindakan operasi dan anestesi (Faranak et al, 2001). PONV dapat mengubah
disebut sebagai the big little problem, selain itu PONV juga dapat
tinggal di rumah sakit jadi lebih lama, jahit luka operasi menjadi tegang dan
terapi pasca bedah dengan efek samping yang minimal sampai sekarang
relatif rendah namun efektivitasnya kurang baik bila digunakan sendiri serta
mempunyai efek samping yang cukup signifikan. Karena itu pada saat ini
dibutuhkan obat untuk mencegah PONV yang efektif dengan efek samping
obat yang paling disukai untuk mencegah dan mengobati mual muntah pasca
bedah karena obat ini bekerja di sentral dan perifer tanpa menyebabkan rasa
dilaporkan pertama kali efektif sebagai antiemetik dan terbukti aman pada
mual dan muntah pasca bedah pada pasien-pasien yang mengalami operasi
15
strabismus (Liu, 1999; Wang, 1999; Cholwilli, 1999). Walaupun batas dosis
deksametason untuk profilaksis mual dan muntah pasca operasi sangat luas,
namun dosis 2,5 mg, 5 mg, dan 0,15 mg/kgBB intravena dilaporkan efektif
Hal ini menarik minat peneliti untuk meneliti ondansetron dosis 0,056
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
16
2. Manfaat Praktis
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
17
1. PONV
a. Definisi PONV
muntah, walaupun mual dan muntah terjadi melalui jalur saraf yang
dari sistem saraf otonom (simpatis dan parasimpatis) dan sistem saraf
kontrol dan koordinasi mual dan muntah. Di pusat muntah ini terjadi
vagus. Pusat muntah ini juga menerima input aferen dari beberapa
CTZ adalah suatu kelompok sel yang terletak dekat dengan area
membuat daerah ini sangat rentan terhadap obat-obat dan toksin yang
19
c. Penyebab PONV
medulla dimana reflek muntah dimulai. Dalam hal ini termasuk jalur
dan CTZ. Keterlibatan yang pasti dari masing-masing jalur PONV ini
d. Manajemen PONV
dengan obat profilaksis, tapi pakai obat yang bekerja pada reseptor
yang berbeda. Bila PONV timbul lebih dari 6 jam setelah pembedahan
Tidak ada satu obatpun atau jenis obat yang secara efektif dapat
satu obatpun yang dapat memblok semua jalur ke arah pusat muntah.
1) Terapi PONV
a) Terapi Farmakologi
lebih baik sebagai anti mual (nausea) dan kurang sebagai anti
muntah, ada pula yang mempunyai efek lebih baik sebagai anti
(Enqvist, 1997).
preoperasi
24 jam
24 jam
maksimal 24 jam
dosis tuggal
PONV, yaitu pasien dengan faktor resiko rendah (< 10%), faktor
faktor resiko sangat tinggi (> 60%) dan tergantung pada klasifikasi
(Pierre, 2002).
sebagai berikut :
25
Faktor Resiko
PONV
PROFILAKSIS
2. ONDANSETRON
Ondansetron merupakan obat golongan antagonis reseptor 5-HT3
yang dikembangakan sekitar tahun 1984 oleh ilmuwan yang bekerja di
Laboratorium Glaxo di London. Pada tahu 1991, ondansetron
direkomendasikan oleh FDA (Food and Drug Administration) dengan
merk dagang zofran. Yang termasuk ke dalam golongan antagonis reseptor
28
a. Farmakologi
Ondansetron merupakan golongan antagonis reseptor 5-HT3
(serotonin) selektif pertama yang dipasarkan, yang merupakan derivat
karbazol dan merupakan campuran rasemik (Gan, 2005), dimana efek
antiemetiknya melalui antagonis reseptor 5-HT3 yang terdapat di
viseral aferen vagus dan area postrema dan bersifat selektif kompetitif,
tidak mempunyai efek klinis terhadap reseptor 5-HT1 atau 5-HT2
maupun pada reseptor α1,β1, reseptor muskarinik dan nikotinik
kolinergik, reseptor H1 dan H2 reseptor GABA.
Obat ini dapat diberikan baik oral maupun parenteral. Setelah
dosis peroral, maka obat ini akan diabsorbsi melalui traktus
gastrointestinal dan selanjutnya mengalami metabolisme ekstensif di
hepar terutama hidroksilasi diikuti dengan konjugasi glukoronid atau
sulfat.
Obat ini mempunyai bioavailabilitas antara 56% - 71% dimana
kecepatan ini dipengaruhi sedikit dengan adanya makanan. Eliminasi
waktu paruh antara 3-6 jam pada orang dewasa sedangkan pada anak-
anak dibawah 15 tahun antara 2-3 jam. Kira-kira 5 - 10 % obat akan
diekskresi di urin dalam keadaan tidak berubah.
Inhibitor poten isoenzym cytochrome CYP1A2, 2D6, 2E1 dan
3A4 seperti cimetidine, allopurinol, ritonavir, dan disulfiram akan
mempengaruhi metabolisme dan klirens sehingga meningkatkan kadar
ondansetron serum. Begitu pula inducer CYP1A2, 2D6, 2E1, dan 3A4,
seperti rifampicin, barbiturate, fenytoin, dan carbamazepin dapat
29
b. Dosis
Ondansetron yang diberikan secara parenteral terbukti aman dan
efektif dalam mencegah mual dan muntah pasca bedah. Dosis yang
30
c. Efek Samping
Efek samping biasanya ringan dan terjadi pada 8-17% pasien
berupa sakit kepala, dizziness, muka kemerahan (flushing),
peningkatan enzim-enzim hati yang secara klinis tidak signifikan, serta
konstipasi (Tramer, 1997). Terdapat laporan terjadinya interval QT
yang memanjang pada pemakaian ondansetron dan granisetron
(Kasinath, 2003), namun banyak penelitian melaporkan bahwa
penggunaan ondansetron cukup aman (tidak ada reaksi
ekstrapiramidal, sedasi, dan perubahan kardiovaskuler), efek samping
minimal dan dapat diterima (Kelberg, 2001; Chang, 2005).
3. DEKSAMETASON
a. Farmakologi
Deksametason adalah derivat fluorinated prednisolon dan isomer
dengan betametason. Deksametason merupakan derivat steroid yang
memiliki durasi panjang. Memiliki efek seperti glukokortikoid yang
memiliki efek utama terhadap penyimpanan glikogen hepar, anti
inflamasi dan sedikit berpengaruh terhadap keseimbangan air dan
elektrolit (Henzi, 2000). Deksametason dilaporkan pertama kali efektif
sebagai antiemetik dan terbukti aman pada pasien yang menjalani
kemoterapi kanker tahun 1981. Penelitian yang dilakukan saat ini
31
1) Farmakokinetik
a) Onset deksametason secara intravena cepat, hanya dalam
beberapa menit sampai setengah jam, larut dalam air dan tidak
berikatan dengan protein.
b) Durasi selama 36-54 jam.
c) Absorbsi pada pemberaian oral dan intravena baik.
d) Metabolisme di hepar dan ekskresi melalui ginjal
2) Farmakodinamik
a) Efek terhadap kardiovaskuler
Dilaporkan pengaruh glukokortikoid terhadap keseimbangan air
dan elektrolit kecil, tetapi kelebihan glukokortikoid dapat
berakibat retensi air dan hipertensi pada pemakaian jangka
panjang (oleh karena meningkatnya substrat rennin dan
reaktivitas vaskuler).
b) Efek terhadap sistem imunitas
Pemberian deksametason jangka panjang dan dosis besar dapat
menyebabkan penekanan terhadap sistem imunitas.
c) Efek terhadap gastrointestinal
Dapat meningkatkan tukak lambung.
d) Efek terhadap tubuh lainnya
Pada pemakaian jangka panjang dapat terjadi gangguan
psikotik. Akibat pengaruhnya terhadap metabolisme lemak,
pemberian deksametason yang berlebihan akan berakibat moon
face, buffalo hump, kulit tipis dan striae. Dapat berakibat pula
kegagalan pembentukan matriks tulang dan kegagalan absorbsi
kalsium.
Menurut Thomas (2005), Liu et al (1999) dan Wang et al (2000)
pada penelitian dengan deksametason dosis 5 mg intravena dan 10 mg
intravena sebagai antiemetik untuk mencegah mual dan muntah pasca
33
b. Dosis
Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 5-10 mg
(evidence based IIA) dan pada anak 150 µg/kgBB (IIA) (Henzi, 2000).
Deksametason paling efektif bila diberikan sebelum induksi anestesi
(IIIA) (Liu et al, 1999).
Walaupun batas dosis deksametason untuk profilaksis PONV
sangat luas namun dosis 2,5 mg, 5 mg, dan 0,15 mg/kgBB intravena
dilaporkan bermakna menurunkan kekerapan PONV yang berhubungan
dengan pembedahan ginekokogi dan laparoskopi ginekologi (Pappas,
1999; Fujii, 1997) sedangkan dosis 0,056 mg/kgBB intravena
merupakan dosis terkecil yang pernah diteliti umtuk mencegah PONV
(Alwie, 1995).
c. Efek Samping
Dengan dosis deksametason 5 mg intravena yang diberikan
sebelum induksi anestesi sebagai agen tunggal terbukti tidak terdapat
efek samping yang signifikan sepeti pada penggunaan steroid dosis
tinggi atau pemakaian lama (evidence based IIA) (Henzi, 2000).
34
B. Kerangka Pemikiran
kerusakan jaringan
GIT CTZ
5-HT3
pusat muntah
(medulla)
C. Hipotesis
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
yaitu mencari hubungan antara variabel bebas dan variabel terikatnya melalui
B. Subyek Penelitian
Subyek dari penelitian ini adalah semua pasien yang akan mejalani
operasi elektif dengan anestesi umum di Instalasi Bedah Sentral (I.B.S)
RSUD dr. Moewardi Surakarta.
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien laki-laki atau perempuan
b. Usia pasien antara 17-50 tahun
c. Berat badan 40-60 kg
d. Status fisik ASA I atau ASA II
e. Operasi elektif yang dilakukuan dengan anestesi umum
f. Pasien yang telah menandatangani informed consent
2. Kriteria Eksklusi
a. Pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obatan
b. Memakai obat dengan efek antiemetik dalam 48 jam terakhir
(misalnya : fenothazin, tricyclic antidepressant)
c. Pasien hamil
d. Mempunyai kelainan gastrointestinal (gastroparesis)
e. Kebiasaan merokok saat ini
f. Pasien yang mempunya riwayat PONV dan mabuk kendaraan (motion
sickness)
37
C. Desain Penelitian
Populasi
purposive sampling
Sampel ( n = 30 )
15 15
Pendataan mual muntah pasca operasi Pendataan mual muntah pasca operasi
akan dibuat pada menit ke-0 s.d. 30 akan dibuat pada menit ke-0 s.d. 30
dan pada menit ke 30 s.d 60 dan pada menit ke 30 s.d 60
Pengolahan data
E. Identifikasi Variabel
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Kelompok
NO Variabel Uji p
Ondansetron Deksametason
3 ASA
4 Jenis Kelamin
5 ( 16,6 % ) 5 ( 16,6 % ) 1
Laki-laki
Perempuan 10 ( 33,3 % ) 10 ( 33,3 % ) 1
Dari data dasar subyek penelitian meliputi umur, berat badan, dan ASA
Tabel 3. Perbandingan rerata TDS, TDD dan Laju Nadi Antara 2 Kelompok
Kelompok
Variabel p
Ondansetron Deksametason
(mmHg) Pasca bedah menit ke-30 120,67 ± 17,17 118,53 ± 20,21 0,758
(mmHg) Pasca bedah menit ke-30 80,00 ± 11,78 78,07 ± 8,57 0,611
nadi/ Pasca bedah menit ke-30 95,20 ± 7,88 91,47 ± 12,90 0,347
menit Pasca bedah menit ke-60 92,87 ± 6,99 97,33 ± 9,05 0,142
Keterangan :
Dari Tabel 2 di atas, analisis statistik untuk tekanan darah dan laju nadi
pada perbandingan TDS, TDD, dan Laju Nadi antara 2 kelompok perlakuan.
43
Ondansetron Deksametason
Skor PONV p
n=15 n = 15
0
13 (86,7%) 7 (46,7%) 0,048
(tidak mual dan tidak muntah)
1
0 (0,0%) 3 (20,0%) 0,048
(hanya mual)
2
2 (13,3%) 5 (33,3%) 0,048
(muntah)
3
0 (0,0%) 0 (0,0%)
(mual > 30 menit atau muntah > 2x)
Keterangan :
p = Kemaknaan secara statistik, nilai < 0,05 secara statistik adalah bermakna.
44
90 86,7
80
70
Prosentase (%)
60
50 46,7
40
33,3 Ondanseton
30 Deksametason
20 20
13,3
10
0 0
Tidak Mual & Mual Muntah
Muntah
Skor PONV
hanya mengalami mual saja pada kelompok ondansetron (0,0%) lebih sedikit
Dari hasil penelitian ini, ada 3 subyek yang mengalami mual lalu
diikuti dengan muntah dalam interval waktu tertentu selama observasi 1 jam,
mual tanpa interval waktu dianggap hanya muntah saja. Tidak ada subyek
45
yang mengalami mual 30 menit atau muntah > 2x selama observasi 1 jam pada
kedua kelompok.
Keterangan :
p = Kemaknaan secara statistik, nilai p < 0,05 secara statistik adalah bermakna
40
40
35
30
Prosentase (%)
25
20
Ondanseton
15 13.3 Deksametason
10
6.67 6.67
5
0
0-30 menit 30-60 menit
Saat Timbulnya PONV
dan muntah pasca bedah selama 0-30 menit dan 30-60 menit. Karena ada 3
pasien yang mengalami mual lalu diikuti muntah dengan interval waktu
tertentu selama 1 jam observasi, maka waktu saat timbulnya PONV hanya
dihitung 1 x saja, yaitu pada tabulasi menit ke-30. Kejadian mual dan muntah
mengalami mual dan atau muntah pada kelompok ondansetron (86,7%) lebih
90 86.7
80
70
Prosentase (%)
60
53.3
50 46.7
Ondanseton
40 Deksametason
30
20
13.3
10
0
Mual & Muntah Tidak Mual & Muntah
B. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji chi square (x2)
dengan taraf signifikansi = 0,05. Karena harga p < 0,05 maka Ho ditolak.
48
BAB V
PEMBAHASAN
Mual muntah pasca bedah atau PONV merupakan suatu pengalaman yang
perawatan pasca bedah menjadi lebih lama. Banyak faktor yang mempengaruhi
timbulnya mual muntah pasca bedah, baik dari pasien maupun dari prosedur
yang telah diketahui dapat meningkatkan resiko PONV yaitu faktor pasien, faktor
jenis pembedahan, tehnik anestesi serta faktor post operasi. Dari faktor pasien
sedangkan dari faktor umur, jenis kelamin,dan status fisik dalam klasifikasi ASA
pada wanita hamil, mola hidatidosa dan choriocarcinoma. Pasien. yang obesitas
obat-obat anestesi bersifat lipofilik dan ada yang mempunyai efek menekan mual
muntah. Jika diberikan pada pasien obesitas, sebagian besar obat akan larut dalam
lemak dan obat bebas yang akan bekerja lebih sedikit, sehingga kerja obat dalam
menekan mual muntah tidak efektif. Oleh karena itu dosis obat anestesi pada
sering mengalami mual muntah pasca bedah dibandingkan dengan orang dewasa.
Angka kejadiannya dapat mencapai 2 kali lipat. Akan tetapi pada anak-anak yang
sangat muda, kejadian ini lebih rendah dan meningkat pada usia 5 tahun.
Sedangkan angka tertinggi terjadi pada anak-anak antara usia 5-15 tahun. Pada
penelitian ini, kriteria inklusi pasien adalah subjek berusia 17-50 tahun untuk
homogenisasi sampel.
Smoker dan non smoker memiliki daya tahan yang berbeda untuk menekan
terjadinya mual muntah. Rokok mengandung zat psikoaktif berupa nikotin yang
mempengaruhi sistem saraf dan otak. Pengaruhnya mirip asetilkolin, yang bekerja
lebih khusus pada otot, kelenjar, dan sistem saraf. Smoker akan mengalami
nikotin. Mungkin juga disebabkan karena pada smoker tidak mudah merasa lapar
sehingga lambung kosong. Oleh karena itu smoker lebih tahan terhadap mual
muntah. Selain itu juga dipilih pasien dengan status ASA I-II tanpa kelainan
sistemik yang berat. Semakin berat kelainan sistemik semakin banyak komplikasi
meningkatkan volume lambung dan udara yang tertelan. Kecemasan yang timbul
mungkin juga disebabkan karena pelaksanaan informed consent yang kurang baik.
beda.
tetapi tetap dilaksanakan karena kendala waktu dan jumlah kasus yang minimal.
Dari faktor jenis prosedur/tindakan pembedahan maka jenis operasi dan lamanya
kepustakaan kekerapan PONV lebih besar pada jenis operasi seperti ginekologi
operasi namun studi analisis multivariate saat ini menduga sangat kuat hal ini
51
dimana wanita merupakan faktor 1 dari 4 faktor resiko yang paling berpengaruh
dalam kekerapan PONV selain faktor riwayat PONV / motion sickness, status
tidak ada bukti bahwa jenis operasi tertentu berhubungan dengan peningkatan
resiko PONV, mereka menyimpulkan bahwa insiden PONV yang tinggi pada
operasi tertentu mungkin disebabkan keterlibatan faktor resiko pasien itu sendiri.
Selain ilu jenis operasi hanya berpengaruh terhadap efek mual saja (Stadler,2003).
timbulnya PONV, dimana prosedur pembedahan yang lama lebih sering terjadi
PONV dibandingkan dengan operasi yang lebih singkat. Walaupun pada akhir-
akhir ini prediktor faktor resiko PONV yang lebih baik dan banyak dipakai adalah
Apfel score dibandingkan dengan Sinclair score, dimana pada Sinclair score ada
12 prediktor dimana jenis operasi, lama operasi dan lama anestesi masih
dimasukkan sebagai faktor resiko PONV namun dari hasil uji statistik tidak
PONV. Hal ini mungkin disebabkan karena masa kerja dari obat anestesi yang
punya efek menekan mual muntah sudah hampir habis, semakin banyak
kehalusan dokter bedah juga mempengaruhi terjadinya PONV. Semakin sabar dan
dalam timbulnya PONV, dari segi anestesi meliputi obat-obat anestesi yang
dipakai, teknik anestesi. Dalam penelitian ini tetap digunakan propofol untuk
efek anti mual muntah karena sebagian besar GA (General Anestesi) yang
dilakukan di IBS RSUD Dr. Moewardi menggunakan obat tersebut. Selain itu
juga telah dipilih obat-obat anestesi yang mempunyai efek mual muntah kecil.
Pada Tabel 3. terlihat bahwa analisis statistik untuk tekanan darah sistolik
dan diastolik serta laju nadi menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna
(p>0,05) sehingga kedua kelompok ini layak diuji bandingkan. Pada tekanan
darah yang terlalu rendah (hipotensi) atau terlalu tinggi (hipertensi) lebih beresiko
terjadi PONV. Tekanan Darah Sistolik (TDS), Tekanan Darah Diastolik (TDD),
dan Laju Nadi dipengaruhi oleh curah jantung, tahanan perifer pembuluh darah,
volume darah. Dalam hal ini Deksametason dan Ondansetron tidak memberi
operasi, tidak 24 jam. Mengingat masa kerja obat yang diteliti mempunyai masa
kerja dalam 8 jam dan menurut Craigo (1996) kejadian mual muntah tertinggi
pada 2 jam pertama post operasi, selain itu juga disebabkan karena kendala waktu.
kelompok ondansetron terjadi pada menit ke 0-30 dan menit ke 30-60 setelah
53
terjadi pada menit ke 0-30 dan 30-60. Penderita mual muntah pada kelompok
daripada deksametason.
muntah. Terdiri dari kasus mastektomi dan radikal histerektomi. Pada pasien
histerektomi kejadian mual terjadi pada menit ke 0-30, lalu diikuti muntah pada
menit ke 30-60. Sedangkan pada pasien mastektomi, terjadi muntah pada menit ke
pembedahan.
dan 1 kasus kranioplasti. Pasa kasus mastektomi pasien yang pertama mengalami
mual pada menit ke 0-30 lalu muntah pada menit ke 30-60, sedangkan pada pasien
mastektomi yang kedua hnya mengalami mual pada menit ke 30-60. Perbedaan ini
terjadi muntah pada menit ke 30-60. Hal ini mungkin disebabkan karena faktor
Sedangkan pada kistoma ovarii dan fibroadenoma mamae terjadi mual pada
menit ke 30-60. Dan pada kasus histerektomi terjadi mual pada menit ke 0-30 lalu
dengan menghambat ikatan serotonin dengan reseptor pada ujung saraf vagus.
Secara sentral dengan blokade pada area postrema dan reseptor serotonin.
asam asam arachidonat dan modulasi substansi yang berasal dari metabolisme
BAB VI
A. Simpulan
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang obat anti mual dan muntah
pasca operasi untuk mendapatkan efektivitas anti mual dan muntah yang
DAFTAR PUSTAKA
Apfel CC, Kranke P, Karz MH, et al, 2002. Volatile Anesthetic May Be The Main
Cause of Eearly but not Delayed Post Operative Vomitting : A Randomized
Controlled Trial of Factoral Design. Br J ananesth : 88 : 659-68
Gan T, Sloan F, Dear Gde L, El-Moalem HE, Lubarsky DA, 2001. How Much are
Patients of Postoperative Nausea and Vomiting. Anesthesia and Analgesia
97:62-27
Gardner CJ, Armour DR, Beattle DT, et al, 1996. GR20517 : A Novel Antagonist
with High Affinity for the Tachikinin NK1 Receptor, and Potent Broad-
spectrum Anti-emetic Activity. Regul Pept; 65 : 45-53
Henzi I, walder B, Tramer MR, 2000. Dexamethasone for the Prevention of Post
Operrative Nausea and Vomitting, A Quantitave Systematic Review.
Anesthesia and Analgesia, 90: 186-194
Katzung, B, 1995. Farmakologi Dasar Klinik. Edisi VI. EGC. Jakarta. Hal : 411-
412
58
Kenny, G.N.C, 2003. Risk Factor for Postoperation Nausea and Vomiting,
Journal of the Association of Anesthetist of Great Britain and Ireland, vol
49 pp 6-10
Liu K, Chang, Yuan, 1999. The Effective Dose of Dexamethasone for Antiemetic
After Mayor Gynecology Surgery. Anesthesia and Analgesia 89 ; 1316
Sinclair DR, Chung F, Mezei G, 1999. Can Post Operative Nausea and Vomiting
be Predicted ? anesthesiology; 91: 109-18
Thomas, T.J, 2005. The Use of Intravenous Dexamethasone for Preventing PONV
in the Cosmetic Plastic Surgical Patients : an Analysis of 70 Consecutive
Patients. Anesthesiology. Vol 23 pp 1-2.
Wang JJ, Ho ST, Liu YH, 1999. Decamethasone Decreases Epidural Morphine-
related Nausea and Vomiting. Anest analg 89 : 117-20
Wang JJ, Ho ST, Lee ST, Chi LY, 2000. The Effect of Timing of Dexamethasone
Administration on its Efficacy as A Prophylactic Antiemetic for Post
Operative Nausea and Vomitting. Anesthesiology Vol.31: pp 136-139