Anda di halaman 1dari 2

PEMBAHASAN

Pada praktikum P3 ini yang berjudul ‘’Absorpsi Perkutan Obat Secara In Vivo’’ yang
bertujuan agar mahasiswa mengetahui absorpsi perkutan dan fungsi stratum korneum sebagai
penghalang fisik dalam absorpsi perkutan obat.

Kulit merupakan organ tubuh terbesar yang tidak hanya berfungsi sebagai pembungkus
tubuh dan terdapatnya syaraf perasa tetapi kulit berfungsi untuk menjaga dari pengaruh luar
seperti suhu, tekanan, senyawa kimia dan menahan masuknya kuman ke dalam tubuh.

Absorpsi perkutan dapat didefinisikan sebagai absorbsi obat kedalam stratum korneum
(lapisan tanduk) dan berlanjut obat penembus lapisan dibawahnya serta akhirnya obat masuk ke
dalam sirkulasi darah. Penetrasi obat melalui kulit dapat terjadi dengan 2 cara :

1. Rute transdermal → difusi oba menembus stratum korneum

2. Rute transfolikuler →difusi obat melewati pori kelenjar keringat dan serum

Yang akan dipakai dalam praktikum kali ini adalah penetrasi dengan rute transdermal.
Pada umumnya absorbsi terjadi secara difusi pasif, difusi pasif adalah proses perpindahan masa
dan tempat yang berkonsentrasi tingggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah. Difusi mengikuti
ukum fisik yaitu teori menggabarkan hubungan fluks obat melewati Membran sebagai fungsi
perbedaan konsentrasi.

Sebelum perlakuan hewan uji. Pertama-tama membuat blanko terlebih dahulu sebagai
pembanding blanko dibuat dari 2 ml darah vena marginalis kelinci ditambah sedikit EDTA dan
sentrifuge selama 15 menit lalu diambil plasmanya 1 ml ditambah 1 ml TCA 10% kemudian di
sentrifuge lagi selama 15 menit lalu ambil 1 dan rambahkan 3 ml aquadest baru di absorbarsi
pada λ max yang telah didapatkan sebelumnya. Di dapat nilai absorbansi stripping pada menit
ke-30 nilai absorbansinya adalah 0,348 ; menit ke-60 = 0,548 ; menit ke-120 = 0,501 ; menit ke-
180 = 0,365. Kemudian didapat nilai absorbansi pada non stripping pada menit ke-30 nilai
absorbansinya adalah 0,291 ; menit ke-60 = 0,467 ; menit ke-120 = 0,386 ; menit ke-180 =
0,297.
Kemudian perlakuan pada hewan uji untuk stripping dan non stripping pertama dicukur
bulu bagian punggung kelinci seluas 20 cm2 atau dengan panjang 5 cm dan lebar 4 cm. Bagian
yang telah dicukur kemudian dioleskan salep asam salisilat sebanyak 2 gram tetapi untuk
perlakuan stripping dilakukan stripping terlebih dahulu sebanyak 5x menggunakan lakban baru
kemudian dioles dengan 2 gram salep asam salisilat. Kemudian setelah diolesi salep, baik
stripping maupun non stripping ditutup dengan aluminium foil dan dibalut dengan kain kasa.

Dari data praktikum ini dapat kita lihat perbandingan antara dua perlakuan yang berbeda, hewan
uji stripping dan non stripping. Hewan uji kelinci dikelompokkan menjadi 2 kelinci, dimana
kelinci 1 mendapat perlakuan stripping, sedangkan kelinci 2 mendapat perlakuan non-strpping.
Pada hewan uji stripping didapatkan hasil Cp Asam salisilat pada cp30 adalah 0,2404 ppm ;
cp60 = 5,1970 ppm ; cp120 = 4,0322 ppm ; cp180 = 0,6617 ppm. Sedangkan pada kelinci non
stripping didapatkan hasil Cp Asam salisilat pada cp30 adalah 0,0669 ppm ; cp60 = 4,4287 ppm ;
cp120 = 2,4213 ppm ; cp180 = 0,2156 ppm. Dari hasil tersebut dapat kita lihat dan kita
bandingkan pada kelinci 1 dan 2 pada pengujian perlakuan stripping didapatkan hasil nilai Cp
lebih besar dari pada kelompok perlakuan hewan uji non – stripping.

Anda mungkin juga menyukai