Anda di halaman 1dari 14

ISTI’ADZAH

Gini Luthfiani, S.Pd.I

Kelas X Smk Negeri 1 Cimahi


A. Pengertian Isti’adzah
Suatu Keharusan mengetahui ilmu tajwid bagi orang yang membaca Al-Quran karna ilmu tajwid
merupakan suatu kemestian, sebab Al-Quran sebagai Firman Allah dan kitab suci umat islam yang di
turunkan bersama tajwidnya. Dalam membaca alquran terdapat adab atau etika khusus yang harus
diperhatikan, yakni membaca isti’adzah dan basmalah sebelum membaca alquran dan sudah
menjadi kesepakatan ulama bahwa membaca keduanya sangat di anjurkan ketika membaca Al-Quran.
Isti’adzah adalah mashdar (kata dasar) dari kata kerja (fi’il) isti’adza-yasta adzu yang berarti memohon
perlindungan. Menurut istilah isti’adzah adalah kalimat yang berisi ungkapan dalam rangka memohon
perlindungan kepada allah dari godaan syaitan yang terkutuk.
Ia bagaikan tabir untuk menghalangi datangnya keburukan yang tidak tampak, keburukan yang bersifat
batiniah. Nabi secara tegas mengajarkan kepada dua sahabat yang sedang bertikai untuk membaca
isti’adzah agar amarah dan angkuh dalam jiwanya melebur menjadi ketenangan.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa membaca isti’adzah merupakan permohonan agar terhindar
dari hal-hal negatif yang bersifat batiniah, dan untuk mendatangkan kebaikan. Membaca isti’adzah
merupakah anjuran yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, ia boleh dibaca kapan saja, lebih-lebih
dibaca saat membaca Al-Qur’an.

Redaksi isti’adzah yang paling populer dan unggul menurut jumhur ulama dan praktisi ahli qira’at adalah

( )ُ‫الر ِج ْي ِم‬
َّ ُُ‫ان‬
ِ ‫ط‬ ُِ ‫ ) أ َ ُع ْوذُُُ ِبا‬karena sesuai dengan nash Al-Qur’an dan Sunnah.
َ ‫للُ ِم َنُُال َّش ْي‬
Dalam Al-Qur’an yang tertera pada surat al-Nahl ayat 98,

.)ُ‫ُالر ِج ْي ِم‬
َّ ‫ان‬ َ ‫ُم َن ُال َّش ْي‬
ِ ‫ط‬ ِ ‫لل‬ َ ْ‫)فإِذَاُقَ َرأ‬
ِ ‫تُاْلقُ ْرأ َ َنُفَا ْست َ ِع ْذُ ِبا‬

“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang
terkutuk.”

Sedangkan dalam hadits yaitu diriwayatkan oleh Nafi dari Jubair bin Mut’im dari bapaknya dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, ’ “Sesungguhnya Beliau membaca isti’adzah sebelum membaca Al-Qur’an
persis seperti lafadz di atas”, ( .)ُ‫ُالر ِج ْي ِم‬
َّ ‫ان‬ َ ‫ُم َنُال َّش ْي‬
ِ ‫ط‬ ِ ‫)أ َ ُع ْوذُُ ِبا‬.
ِ ‫لل‬

Para ulama sepakat bahwa isti’adzah bukan bagian dari Al-Qur’an. Meskipun demikian, jumhur
ulama menganjurkan bagi orang yang hendak membaca Al-Qur’an untuk membacanya, baik ketika
membaca di awal surat atau pertengahan surat. Tapi sebagian riwayat menyatakan bahwa anjuran di atas
tidak sekadar anjuran yang bersifat tanpa tuntutan namun anjuran yang bersifat keharusan, yaitu wajib.
B. Arti kata Isti’adzah (‫الر ِج ِيم‬
‫ان ه‬ِ ‫ط‬ ُ َ ‫)أ‬
‫عوذُ ِبا َ هَّللِ ِم َن ال ه‬
َ ‫ش ْي‬
a. A’udzu (ُُ‫ ) أ َ ُعوذ‬: Mohon perlindungan, membentengi, meminta penjagaan, berlindung kepada Alloh.

‫أعوذ‬ secara harfiah bermakna “aku berlindung”. Bagi Abu Bakar


al-Jazairy, makna lafal tersebut setidaknya mencakup dua wilayah. Pertama wilayah
‫ استجير‬meminta perlindungan, yaitu ia meminta Allah untuk melindungi dirinya dari berlaku jahat dan
jangan sampai kejahatan yang mulanya adalah murni bisikan syaitan namun kemudian menjadi kebiasaan
dirinya disebabkan ia telah berulang kali melakukannya. . Kedua wilayah ‫ اتحصن‬membentengi diri. Yaitu
ia meminta Allah untuk membentengi dirinya dari bisikan syaitan yang memanfaatkan keadaanya untuk
mengambil momentum berbuat maksiat. Dengan benteng tersebut, ia mengharapkan agar lebih kuat
untuk menolak berbuat kejahataan di tengah mudahnya melakukan kejahatan tersebut. Di sinilah konteks
wilayah meminta dibentengi diri.
yang menjadi pertanyaan …… ????????
kenapa setelah meminta perlindungan
kita harus lagi meminta agar Allah
membentengi diri kita?
KENAPAAAAA
HAYOOOOOOO
…….? 
ADA YANG BISA
JAWAB GAK
NIH… 
IBU JAWAB DEH …

Sebab hakikatnya fitrah manusia adalah Suci / bersih /


Baik, kalian terlahir dengan unsur kebaikan yang telah
ditanamkan Allah, tidak ada unsur kejahatannya.
b. Billahi (ِ ‫) ِبا َ هَّلل‬: Rabb atas segala sesuatu yang diIlahkan dan disembah sendirian, tidak ada
sekutu bagiNya.

‫ باهلل‬secara harfiah bermakna kepada Allah.


Bagi AbuBakar al-Jaza’iry, ketika seseorang beristi’adzah, meminta perlindungan kepadaAllah, maka
layaknya hamba tersebut faham akan sifat Allah yang Ia mintai perlindungan. Jangan sampai Allah hanya
menjadi simbol nama tuhan belaka yang itu nantinya akan mengurangi dari mendalami ungkapan doa yang
ia sebut.
Di dalam konteks beristi’dzah, setidaknya Allah memiliki dua kriteria.
Pertama adalah al-Qadir ala kulli syain (Maha mampu untuk menentukan segala sesuatu). Artinya
orang yang meminta perlindungan kepada Allah, karena orang itu percaya bahwa Allahlah satu-satunya
zat yang bisa menentukan segala sesuatu, termasuk diantaranya adalah memastikan bahwa hamba tersebut
akan senantiasa terlindungi dan terbentengi dari syaitan dan peluang berbuat jahat.
Kedua Allah sebagai al-Alim bi kulli Syain (Maha Mengetahui Segala Sesuatu). Artinya kita
beristiadzah meminta perlindungan Allah, dengan kepercayaan bahwa Allah adalah zat yang mengetahu
keadaan kita, keadaan terbaik kita, yang dengan begitu Allah mampu menggiring kita kepada keadaan
terbaik, dan menghindari keadaan yang bisa membentuk kepribadian kita menjadi pribadi yang tidak baik.
c. Minas Syaithon (‫)من الشيطان‬: Iblis yang Alloh melaknatnya.
‫ من الشيطان‬Makna as-Syaitan dalam konteks isti’adzah, menurut Abu Bakar al-jazairy adalah Iblis
La’anahu Allah (Iblis yang dilaknat oleh Allah). Syarh atau penjelasan yang singkat ini setidaknya
membantu kita memetakan secara sederhana konsep syaitan. Kata iblis dipergunakan dalam al-Qur’an
kepada sekelompok jin yang tidak mau mengikuti perintah Allah untuk sujud kepada Nabi Adam.
Sehingga Iblis adalah bagian dari jin yang telah durhaka kepada Allah. Sementara lafal Syaitan adalah iblis
yang telah durhaka dan telah menggoda manusia untuk ikut ingkar kepada Allah. Dengan begitu, Allah
melaknatnya. Dengan kata lain, syaitan adalah gelar kepada Iblis yang telah dilaknat oleh Allah karena
menggoda manusia agar masuk di dalam keingkaran.
Sehingga, dimensi syaitan tidaklah ditujukan kepada iblis saja, tetapi juga kepada makhluk lain, termasuk
manusia yang mencoba untuk durhaka dan menggoda manusia untuk ikut ingkar kepada Allah. Hal ini
mendapatkan pembuktian dari surat an-Nas di mana kita juga meminta perlindungan kepada Rajanya
manusia, Allah dari makhluk yang suka membisiki kejahatan (Yuwaswisu fi Shudur an-Nas). Dan dikatakan
pada ayat terakhir, mahluk yang seperti itu terdapat pada golongan jinyaitu iblis, juga pada kelompok
manusia sendiri yang memiliki sifat atau gelar syaitan.
Dengan demikian, perlindungan kita terhadap syaitan pada lafal isti’adzah tidak terbatas pada iblis saja,
tetapi juga manusia yang berlaku seperti syaitan.
d. Arrojiim (‫ )الرجيم‬: Terkutuk, terjauhkan, tertolak dari semua rahmat dan
kebaikan, yang tidak akan mendatangkan kejelekan kepada dienku dan duniaku.
‫ الرجيم‬yang biasa kita artikan “terkutuk”.
Adapun Abu Bakar al-Jaza’iry mengartikannya dengan almub’ad wa al-
Matrud min rahmatin wa khairin (yang dijauhkan dan ditolak dari
rahmat dan kebaikan). Hal ini mengindikasikan bahwa predikat syaitan akan
membuat pelakunya tidak akan diliputi rahmat dan kebaikan dari Allah.
Sehingga sangat logis ketika kita meminta perlindungan dari syaitan, sebab
syaitan akan menjauhkan kita dari rahmat dan kebaikan.
C. Makna Isti’adzah
• Berdasarkan pemaparan kata per-kata yang sebelumnya disebutkan setidaknya
dapat kita simpulkan bahwa lafal isti’adzah yang dimaksudkan atau dibaca
memiliki konsep permintaan kepada Allah untuk dilindungi dan dibentengi dari
syaitan baik itu jin atau pun manusia yang dapat menjauhkan kita dari rahmat
dan kebaikan. Ketika lafal isti’adzah itu kita baca sebelum membaca al-Qur’an,
berarti kita meminta agar jangan sampai syaitan membuat kita salah di dalam
membaca al-Qur’an.
• Dalam konteks yang lebih umum, dengan lafal isti’adzah
kita meminta agar Allah menjauhkan upaya syaitan menyesatkan diri kita, baik
itu ketersesatan dalam mengamalkan al-Qur’an juga ketersesatan dengan
menjadikan al-Qur’an hanya sebatas bacaan kita, tanpa memfungsikannya sebagai
sumber petunjuk.
D. Hukum Membaca al-Isti’adzah
Pentingnya fungsi kalimat audzu billahhi minsysyaithanirrajim, sebagaimana yang telah
dipaparkan di atas, menjadikan kalimat ini sangat dianjurkan kepada seluruh umat
muslim membacanya. Setidaknya ada tiga keadaan di mana seorang muslim sangat
dianjurkan (sunnah muakkadah) membaca isti’dzah menurut abu Bakar al-jaza’iry. Yaitu :
Pertama, ketika mau menyebut atau membaca ayat al-Qur’an. Tujuannya agar syaitan
tidak membuat kita salah membaca al-Qur’an, atau salah menempatkan konteks al-
Qur’an sehingga tidak sesuai yang dimaksud di dalam syariat Islam
Kedua, ketika hendak atau sedang marah. Bertujuan agar kemarahan kita menjadi reda
dan kita tidak melakukan hal-hal yang berlebihan. Sebab seseorang marah salah satunya
disebabkan syaitan yang memanfaatkan kondisi jiwanya yang sedang kesal dan kecewa.
Ketiga, Ketika seseorang dalam kondisi mudah melakukan perbuatan jahat sehingga
dikhawatirkan ia lebih cenderung kepada melakukan perbuatan tersebut.
‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ِ‬ ‫ه‬ ‫ِ‬ ‫ْ‬
‫ٱل َح ْمد ُ هَّلل َر ِّ ِ‬
‫ب ٱلعَال ِم َ‬
‫ين‬

‫َجزَ اُكُمُُهللاُخَ ي ًْرا َكثِي ًْرا‬

Anda mungkin juga menyukai