Anda di halaman 1dari 19

A.

Akomodasi dan Modifikasi Kurikulum


1. Pengertian Akomodasi dan Modifikasi Kurikulum
Akomodasi adalah adaptasi kurikulum dan tes yang memungkinkan peserta didik
menampilkan apa yang mereka ketahui tanpa merubah isi maupun kriteria capaian
hasil belajar tujuan pembelajaran. Secara khusus, guru maupun sekolah dapat
merubah cara penyajian atau situasi penyampaian materi tertentu yang diajarkan
sehingga peserta didik dapat merespon, namun perubahan tersebut tidak
mencakup target pembelajaran atau bentuk tes.
Modifikasi kurikulum ditujukan untuk peserta didik yang tidak mampu mengikuti
kurikulum maupun pembelajaran yang berlaku di sekolah reguler karena
kebutuhan khusus yang mereka miliki. Modifikasi kurikulum dilakukan dengan
tujuan memberikan akses yang lebih luas kepada peserta didik untuk
berpartisipasi di kelas. Modifikasi kurikulum diartikan sebagai modifikasi isi,
pembelajaran dan target pembelajaran dari peserta didik (King-Sears, 2001).
Modifikasi kurikulum dibuat untuk menjembatani kebutuhan khusus dari peserta
didik kesulitan belajar khusus dengan kurikulum yang berlaku di kelas.

Akomodasi dalam pembelajaran yang diperuntukkan untuk anak berkebutuhan


khusus tetap mengacu pada dua prinsip pengajaran dalam Pendidikan Kebutuhan
Khusus (PKKh). Dua prinsip pengajaran tersebut meliputi: keberhasilan yang
disegerakan dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan kegagalan pada anak
(Cole & Chan, 1990: 14). Cole & Chan juga menambahkan bahwa metode dalam
PKKh dapat efektif diterapkan di kelas reguler jika disesuaikan dengan kebutuhan
anak. Hal tersebut juga terbukti pada program pembelajaran Montessori yang
dikembangkan dari pembelajaran anak tunagrahita dan sekarang ini banyak diadopsi
dalam setting sekolah dasar maupun pra sekolah.
Interaksi antara guru dan murid merupakan bagian paling vital. Interaksi positif
antara guru dan murid tercermin salah satunya dalam kepekaan guru untuk mengetahui
kebutuhan murid-muridnya. Pemenuhan kebutuhan tersebut dapat diwujudkan salah
satuya melalui akomodasi pembelajaran. Akomodasi pembelajaran tidak lepas dari
PBM. Sebagai sebuah proses, PBM dipengaruhi oleh berbagai faktor dari guru, siswa,

1
maupun lingkungan. Masing-masing faktor tersebut saling berinteraksi dalam rangka
mencapai tujuannya (Samsudin, 2004: 156).
Akomodasi dan modifikasi pembelajaran bagi peserta didik kesulitan belajar
khusus, dilakukan guru reguler melalui penyelarasan kurikulum reguler dengan
menjawab beberapa pertanyaan berikut:
a. Dapatkah peserta didik mengikuti kurikulum seperti peserta didik lain? Jika tidak,
(1) Dapatkan peserta didik mengikuti kurikulum seperti peserta didik lain jika
lingkungan diadaptasi?
(2) Dapatkah peserta didik mengikuti kurikulum seperti peserta didik lain jika
strategi pembelajaran diadaptasi?
(3) Dapatkah peserta didik mengikuti kurikulum seperti peserta didik lain
dengan tujuan pembelajaran yang berbeda?
b. Modifikasi apa yang diperlukan untuk meningkatkan partisipasi peserta didik dan
pembelajaran di kelas?

Pertanyaan-pertanyaan di atas dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru untuk


menentukan modifikasi maupun akomodasi kurikulum yang diperlukan. Pertanyaan
no 1 dapat diketahui dengan melihat hasil asesmen berbasis kurikulum yang
memberikan informasi tentang penguasaan materi peserta didik (sesuai kelas).
Apabila, dalam hasil asesmen berbasis kurikulum diketahui penguasaan materi
peserta didik setara kelas saat ini atau level penguasaan materi berada pada level
kelas namun peserta didik memerlukan waktu yang lebih lama, maka peserta didik
memerlukan adaptasi. Pertanyaan no 2 dapat diketahui dengan melihat hasil
asesmen berbasis kurikulum yang memberikan informasi tentang penguasaan materi
peserta didik (tidak sesuai kelas). Apabila, dalam hasil asesmen berbasis kurikulum
diketahui penguasaan materi peserta didik tidak setara kelas saat ini atau level
penguasaan materi berada di bawah level kelas. Misal: peserta didik menguasai
materi setara kelas 2 semester 1 sementara ia berada di kelas 3 maka perlu dilakukan
modifikasi dengan menyesuaikan materi pelajaran sesuai dengan kemampuan
peserta didik.

2
2. Prinsip Akomodasi dan Modifikasi Kurikulum
Pemberian adaptasi dan modifikasi kurikulum di atas mengacu prinsip (British
Columbia ministry of education, 2009), antaralain:
a. Pembelajaran memerlukan partisipasi aktif semua peserta didik
Keberadaan peserta didik dengan kemampuan yang beragam di kelas menjadi
pertimbangan guru untuk menggunakan modifikasi dan atau akomodasi
pembelajaran yang mampu mengikutsertakan partisipasi semua peserta didik
dalam aktivitas belajar mengajar di kelas.

b. Peserta didik belajar dengan beragam cara dengan kecepatan yang berbeda
Keberagaman kecepatan belajar pada peserta didik menjadikan target untuk
peserta didik dengan kesulitan belajar disesuaikan dengan kemampuan mereka.
Keberagaman cara peserta didikdalam belajar akan terbantu oleh cara pengajaran
guru yang mengoptimalkan berbagai modalitas belajar (visual, auditori, kinestetik
maupun spatial) yang ada pada peserta didik.

c. Pembelajaran terjadi secara individual maupun berkelompok.


Peserta didik dengan kesulitan belajar pada bidang tertentu memerlukan
pembelajaran individual tergantung dari kesulitan belajar spesifik mereka
(tertuang dalam program kebutuhan khusus) dan di pelajaran lainnya mereka
dapat belajar secara berkelompok dengan teman lain.

3. Cakupan Akomodasi Pembelajaran


Akomodasi dibuat dalam rangka memberikan kesempatan belajar yang sama
untuk dapat menampilkan apa yang diketahui dan dapat dilakukan oleh peserta didik.
Oleh beberapa ahli, akomodasi dapat mencakup perubahan yang mencakup: (a)
Pemaparan/penyajian materi; (b) Seting pengajaran (c) Prosedur respon peserta didik;
(d) Waktu/jadwal; dan (e) Evaluasi belajar. Heyden (2004) juga mengemukakan
tentang cakupan akomodasi yang pada intinya dilaksanakan pada saat PBM. Cakupan
akomodasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Materi dan cara pengajaran

3
2. Tugas dan penilaian di kelas

3. Tuntutan waktu dan penjadwalan

4. Lingkungan belajar

a. Pemaparan dan Penyajian Materi


Anak dengan kesulitan belajar mempunyai masalah dalam kognitif, memori dan
bahasa. Permasalahan persepsi (auditori, visual) kadang sering menyertai sehingga
informasi yang diterima melalui penglihatan maupun pendengaran sering
disalahartikan. Kondisi tersebut menyebabkan penyerapan materi yang berbeda dan
cenderung lebih lamban daripada teman-teman yang lain. Swanson (1999) menganalisis
penelitian selama 30 tahun terakhir dan menemukan bentuk pengajaran yang efektif
untuk anak dengan kesulitan belajar antara lain:
a. Bertahap (misal: latihan dibagi menjadi beberapa langkah)
b. Drill, pengulangan dan praktik (latihan setiap hari, pengulangan latihan dan
pembahasan bertahap).
c. Pembagian (materi disampaikan dalam beberapa bagian kemudian digabung
menjadi satu kesatuan).
d. Pertanyaan dan jawaban langsung (misal: guru bertanya langsung kepada
siswa pada saat proses pembelajaran).
e. Kontrol tingkat kesulitan.
f. Penggunaan teknologi (kalkulator, komputer, dan lain-lain)
g. Pemberian contoh pemecahan masalah oleh guru.
h. Pembelajaran pada kelompok kecil.
i. Pemberian isyarat-isyarat tertentu.
Strategi yang paling berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan anak
dari beberapa upaya di atas adalah pembelajaran pada kelompok kecil dan pemberian
pertanyaan langsung. Pembentukan kelompok memungkinkan kerjasama antar siswa
dan saling membantu ketika menemui kesulitan. Mercer & Mercer (1989: 84) juga
mengemukakan hal serupa, bahwa pengelompokan dapat meningkatkan partisipasi

4
siswa. Carnine & Silbert (1979 dalam Mercer & Mercer, 1989) menyarankan bentuk
semi lingkaran dan menghadap ke arah guru untuk meningkatkan efektivitas dari
kerja kelompok untuk anak dengan kesulitan belajar. Pertanyaan langsung dari guru
ke siswa dapat memfokuskan siswa untuk tetap memperhatikan materi pelajaran.
Selain itu, guru dapat mengetahui pemahaman anak dan dapat melakukan
pengulangan sesuai keperluan.
Kompilasi makalah dari NCLD (National Center for Learning Disabilities),
the Orton Dyslexia Society, LDAA (Learning Disabilities Association of America)
oleh The Emily Hall Tremaine Foundation, memberikan pendapat lebih spesifik
dalam hal interaksi guru dan siswa, antara lain:
a. Memastikan perhatian siswa tertuju pada guru sebelum pemberian arahan atau
penjelasan tertentu.
b. Memanggil siswa dengan nama mereka, untuk membantu perhatian anak
tertuju pada guru.
c. Menggunakan alat bantu yang dapat memungkinkan informasi masuk melalui
berbagi indera, misal: gambar, suara dengan intonasi tertentu, taktil, menulis
di udara, dll.
Smith (1998:53) menambahkan beberapa saran antara lain: 1) mencari dan
memantapkan kekuatan anak, 2) menyediakan struktur dan petunjuk yang jelas, serta
memastikan bahwa siswa memahami harapan guru, 3) bersikap fleksibel dengan
prosedur di ruang kelas (misal: mengijinkan pemakaian tape recorder dan
kalkulator), 4) menggunakan materi yang dapat dikoreksi sendiri (self-correcting
materials), yang memungkinkan adanya umpan balik langsung, 5) menggunakan
komputer dan teknologi.
Beberapa kesamaan strategi dalam pemberian materi untuk anak dengan
kesulitan belajar yang disarankan oleh beberapa ahli di atas antara lain: penggunaan
alat bantu (kalkulator, komputer) dan memfokuskan perhatian siswa ke guru.
Pemberian alat bantu dimaksudkan untuk menghindarkan anak pada kegagalan yang
berulang-ulang pada operasi matematika. Pemberian alat bantu ini bersifat sementara
dan menyesuaikan kemampuan anak.

5
Akomodasi pembelajaran dalam ruang lingkup pemaparan atau penyajian materi
dapat dilakukan antara lain melalui:
1) Menyediakan perekam
2) Mengurangi jumlah tampilan materi dalam 1 halaman
3) Menyediakan petunjuk bacaan
4) Penjelasan materi secara lisan
5) Meningkatkan keterbacaan. Sebagian peserta didik mungkin memerlukan
ukuran huruf yang agak besar, jarak antar kata yang diperlebar maupun spasi
ganda.
6) Menggarisbawahi hal-hal penting.
7) Menggunakan penjelasan yang simpel, tidak mendetail
8) Menambahkan penjelasan secara visual (gambar, diagram, peta konsep)
9) Menambahkan kata kunci dan pengulangan
10) Mengurangi materi pelajaran yang terlalu banyak.
11) Menggunakan bahasa yang simpel (kalimat pendek, kosakata sederhana)
12) Memfasilitasi materi pilihan (disesuaikan minat peserta didik)
13) Menggunakan beberapa alternatif materi ajar (CD, tidak hanya textbook)
14) Pemberian bantuan saat pembelajarn (tutor sebaya, orang tua, volunteer)
15) Menggunakan asistif teknologi (komputer)

b. Seting Pengajaran
Akomodasi pembelajaran dalam ruang lingkup seting pengajaran antara lain melalui:
1) Menyediakan tempat duduk dengan gangguan yang minim
2) Menyediakan tes dalam kelompok kecil
3) Menempatkan tempat duduk yang mudah diakses guru (dapat di depan, maupun
di tengah)
4) Menyelenggarakan tes di ruang khusus atau tempat tes khusus

Stevens (1997) mengemukakan bahwa guru dapat membantu mengatasi


permasalahan anak-anak dengan pengaturan kelas yang sesuai. Lingkungan belajar
yang diwarnai dengan kerjasama memungkinkan peningkatan motivasi yang

6
berdampak pada peningkatan prestasi, terlebih pada siswa dengan kemampuan
terbatas (Winkel, 2004: 325). Kerjasama ini salah satunya dapat diwujudkan melalui
tutor sebaya (peer tutoring). Tutor sebaya mempunyai posisi yang strategis dalam
pembelajaran kelompok untuk membantu anak dengan kesulitan belajar. Anak
dengan kemampuan yang lebih tinggi lebih peka terhadap kebutuhan teman yang
berada di bawah kemampuannya. Di samping itu, teman sebaya juga tidak keberatan
untuk membantu teman lain dalam kelompoknya (Elbaum et al. 1997; Thorkildsen,
1993; Vaughn, Schumm, Niarhos, & Gordon, 1993 dalam Vaughn, 2001). Elbaum et
al.(1997 dalam Vaughn, 2001) menambahkan bahwa anak dengan kesulitan belajar
lebih nyaman memperoleh bantuan dari teman dalam kelompok belajar yang
heterogen. Piaget dalam (Fore, Riser & Boon, 2006) juga menyarankan interaksi
dengan teman sebaya sebagai pengalaman yang dapat menstimulasi perkembangan
kognitif. Namun interaksi antar siswa melalui tutor sebaya tersebut perlu
dikondisikan untuk lingkungan kelas yang belum terbiasa bekerjasama. Pada
lingkungan kelas yang kompetitif, tidak sedikit siswa yang menganggap teman
sekelas sebagai lawan dan harus dikalahkan dan hal ini memerlukan antisipasi
strategis. Peran guru untuk mengarahkan anak-anak dalam suasana cooperative
learning akan menjadi sebuah catatan dalam penanaman nilai-nilai sosial yang
bermakna bagi anak-anak di kemudian hari.

Cooperative learning oleh Slavin (1987) dalam (Fore, Riser & Boon, 2006) sebagai
serangkaian metode pembelajaran yang mengkondisikan anak-anak bekerjasama
dalam mengerjakan tugas akademik. Lima komponen penting dalam Cooperative
learning antara lain: a) tujuan bersama, b) individual accountability, c) peluang yang
sama untuk berhasil, d) tugas khusus, dan e) disesuaikan dengan kebutuhan
individual anak. Cooperative learning dalam penelitian ini ingin diwujudkan melalui
strategi tutor sebaya dan diskusi kelompok seperti sudah diungkap pada pemaparan
terdahulu. Glaser (1986) dalam Lyman et al. (1988) menambahkan bahwa
Cooperative learning dapat meningkatkan motivasi anak karena dorongan dari
teman. Sebagai bagian dari sebuah tim, anak dapat mencapai keberhasilan dengan
bekerjasama dengan anak lain.

7
Lingkungan belajar bagi anak tidak hanya terbatas di sekolah namun juga termasuk
lingkungan keluarga. Meminta orang tua untuk lebih memperhatikan anak banyak
dilakukan guru pada orangtua anak yang mengalami kesulitan belajar (Yuen,
Westwood & Wong, 2004; pujaningsih, 2004). Vigotsky (Price et al. 2001)
menuturkan bahwa lingkungan sosial berperan penting dalam perkembangan anak.
Keluarga termasuk dalam lingkungan yang dimaksud disamping sekolah dan
masyarakat. Ketiga lingkungan tersebut dalam interaksi sehari-hari memberi suatu
pengalaman belajar pada diri anak dan akhirnya menjadi suatu pengetahuan. Barton
dan Coley (Price et al. 2001) juga menyatakan bahwa hal yang paling menentukan
keberhasilan belajar adalah segala sesuatu yang terjadi di rumah. Keterlibatan orang
tua berdampak pada perkembangan kognitif dan kemampuan akademik (Desimone.
1999, Kurtz-Cotes & Mahoney, 1999, Simon. 2001, Trusty, 1999 dalam Summers et
al. 2005). Walberg (1984 dalam Price, et al. 2001) juga menyatakan bahwa perhatian
orang tua lebih berkontribusi pada keberhasilan akademik daripada tingkat sosial
ekonomi.

c. Prosedur Respon Peserta didik


Akomodasi pembelajaran dalam ruang lingkup prosedur respon peserta didik antara
lain melalui:
1) Memperbolehkan jawaban lisan
2) Memperbolehkan jawaban yang direkam
3) Memperbolehkan jawaban menggunakan komputer
4) Memperbolehkan jawaban ditulis langsung di soal (tanpa harus dipindah di
lembar jawab)
d. Waktu atau Jadwal Pembelajaran
Akomodasi pembelajaran dalam ruang lingkup waktu atau jadwal pembelajaran
antara lain melalui:
1) Memperbolehkan istirahat dengan frekuensi lebih banyak (tertulis di RPP, misal:
setiap 20 menit istirahat selama 5 menit)
2) Memperpanjang waktu tes (tertulis di RPP, misal: waktu 2 x 45 menit)

8
Smith (1998: 53) menyarankan untuk bersabar dan memberikan waktu kepada anak
dengan kesulitan belajar. The Emily Hall Tremaine Foundation juga mengemukakan
tentang pemberian waktu khusus supaya diberikan agar siswa berkesulitan belajar
mampu menyelesaikan tugas yang diberikan. Paparan terdahulu juga menjelaskan
tentang alokasi waktu yang longgar dan pemberian jeda untuk istirahat.
Lingkungan belajar yang menyenangkan dapat meningkatkan motivasi belajar,
temasuk anak dengan kesulitan belajar. Menyenangkan dalam hal ini dapat dirasakan
oleh anak ketika ia berhasil menguasai materi. Hal ini menyiratkan pemberian materi
yang disesuaikan kemampuan masing-masing sehingga mereka dapat berhasil. Di
sisi lain, permainan dapat mempermudah anak memahami sesuatu. De Porter (2006)
mengatakan dengan masuk ke dunia anak-anak maka guru dapat mengajak anak-
anak memahami apa yang disampaikannya. Dunia anak cenderung mengarah ke
permainan maupun situasi yang tidak menyenangkan. Ginsburg & Opper (1972
dalam Charlton. 2005) menyatakan bahwa anak melalui permainan, mereka melatih
kemampuan dalam proses pembelajaran. Permainan dapat menjadi sesuatu yang
membosankan bila dilakukan terus menerus (Baker, Herman, & Yeh, 1981; Koran &
McLaughlin, 1990 dalam Charton. 2005) dan hal-hal baru dapat dikenalkan dengan
anak untuk memotivasi mereka. Golick (1973 dalam Charlton. 2005) menyatakan
untuk anak yang membutuhkan lebih banyak waktu dan bantuan lebih banyak
merupakan tantangan guru untuk mencari aktifitas yang menantang dan
menyenangkan.

e. Tugas dan Evaluasi Belajar


Swanson (1999) menemukan strategi yang mempunyai efek paling besar
dalam peningkatan kemampuan akademik anak adalah kontrol tingkat kesulitan.
Tingkat kesulitan soal/tugas diberikan secara bertahap. Guru memberikan bantuan
saat anak mengerjakan tugas atau tugas diberikan dimulai dari tingkat kesulitan yang
rendah ke tinggi. The Emily Hall Tremaine Foundation mengemukakan hal serupa
yaitu: mengubah materi tes dengan tetap berpedoman bahwa tes tersebut mampu
menunjukkan kemampuan anak. Strategi lain yang dikemukakan yaitu: menulis

9
tugas-tugas/PR di papan tulis sehingga siswa dapat mencatat, atau menyediakan
daftar tugas yang harus dikerjakan (untuk siswa yang belum lancar menulis).
Pekerjaan rumah merupakan tugas harian yang hampir selalu diberikan oleh
guru. Joshi (1995, dalam Dimmit, 2003) mengemukakan tentang pemberian PR yang
terlalu banyak terkait dengan kegagalan akademik. PR yang tidak selesai dikerjakan
menyebabkan banyak siswa gagal. Beberapa alasan utama anak tidak menyelesaikan
PR, antara lain: tidak dibantu oleh keluarga karena kesibukan bekerja, kesulitan
akademik menyebabkan waktu pengerjaan yang lama sehingga menjadi frustasi, atau
lupa membawa ke sekolah karena kemampuan pengaturan diri yang kurang.
Artikel dalam http://nichcy.org/states.htm mengemukakan empat alternatif
dalam mengevaluasi anak berkebutuhan khusus dalam kelas reguler. Empat cara
alternatif tersebut meliputi:
a. Evaluasi sesuai dengan standar dan dengan cara yang sama dengan siswa
lain.
b. Evaluasi sesuai dengan standar namun disertai akomodasi tertentu. Evaluasi
ini disesuaikan dengan kebutuhan spesifik anak.
Akomodasi dalam proses evaluasi dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu:
1) Penyampaian soal, guru menyampaikan soal dengan mengulang
instruksi, membacakan.
2) Cara menjawab soal, misal: siswa tidak harus menuliskan jawaban
namun ia dapat menandai jawaban yang sesuai di buku.
3) Tempat, misal untuk siswa dengan perhatian terbatas, dapat mengikuti
ulangan di ruang terpisah yang agak sepi.
4) Waktu: pemberian waktu yang lebih banyak dengan jeda untuk
istirahat.
c. Evaluasi alternatif dengan standar kesulitan yang sama dengan siswa lain.
Evaluasi tidak selalu menggunakan lembar soal yang harus di jawab, namun
perkembangan belajar anak dapat diketahui dari observasi guru, contoh
pekerjaan siswa yang menunjukkan penguasaan materi tertentu.

d. Evaluasi alternatif dengan standar kesulitan yang disesuaikan dengan


kemampuan anak. Evaluasi ini digunakan untuk anak yang tidak mampu

10
mengikuti evaluasi yang sudah ditetapkan meskipun dengan akomodasi
tertentu. Evaluasi ini banyak digunakan untuk anak yang mempunyai
keterbatasan kognitif.

Akomodasi pembelajaran dalam ruang lingkup evaluasi pembelajaran antara lain


melalui:
1) Menyelenggarakan tes dalam beberapa sesi atau beberapa hari
2) Menyediakan sub tes dalam urutan yang berbeda
3) Menyelenggarakan tes dalam waktu khusus dalam sehari
4) Memperbolehkan penggunaan kalkulator kecuali untuk soal matematika
komputasi sederhana
5) Membacakan soal kepada peserta didik yang belum lancar membaca kecuali
untuk tes membaca. Pada saat membacakan soal, kecepatan membaca dapat
diperlambat dan diulang 3 kali. Namun, pembaca dilarang memberikan kata kunci
dan membantu peserta didik menjawab soal.

Sebagai contoh pelaksanaan akomodasi pembelajaran adalah peserta didik yang


mengalami kesulitan dalam membaca intruksi maupun materi soal akan terhambat
dalam menampilkan kemampuan membaca pemahaman sehingga guru dapat
membacakan soal dan materi bacaan untuk mereka. Untuk evaluasi belajar, peserta
didik tersebut dapat menjawab secara lisan sementara peserta didik lain secara tertulis.
Akomodasi tidak sama dengan modifikasi. Akomodasi dimaksudkan untuk
mengurangi dampak dari kesulitan belajar khusus pada proses maupun hasil belajar
peserta didik, namun tidak ditujukan untuk mengurangi target belajar. Sementara itu,
pengurangan harapan capaian hasil belajar peserta didik merupakan modifikasi atau
perubahan. Tidak seperti akomodasi, modifikasi secara konsisten dapat meningkatkan
kesenjangan antara kemampuan peserta didik dengan kesulitan belajar dengan KKM
(kriteria ketuntasan minimal) kelas. Hal ini dapat mengarah pada hal negatif terkait
kelanjutan studi peserta didik di jenjang yang lebih tinggi.

11
Fahsl (2007) mengemukakan akomodasi yang diperuntukkan secara khusus
untuk membantu anak dengan kesulitan belajar mengerjakan soal-soal matematika.
Akomodasi tersebut meliputi:
a) Organization, penggunaan petak-petak dengan garis bantu yang membantu
anak dalam proses mengerjakan soal berhitung.
b) Highlighting, penghitungan yang memerlukan penyimpanan pada puluhan,
ratusan dapat dibantu dengan memberi tanda tertentu.
c) Fact charts, keterbatasan memori pada anak dengan kesulitan belajar dapat
dibantu dengan tabel perhitungan. Untuk menghindari ketergantungan,
perhitungan yang sudah dihapal dapat diblok hitam.
d) Calculators, fungsi penggunaan kalkulator hampir sama dengan tabel
perhitungan. Ketergantungan pada anak dapat diantisipasi dengan aturan
penggunaan kalkulator yang dibatasi, misal: untuk mengecek hasil pekerjaan.
e) Manipulatives, penandaan pada simbol operasi hitung maupun pemberian
lingkaran pada perintah soal dapat digunakan untuk mengingatkan anak.
f) Time management, penentuan waktu yang dipergunakan untuk mengerjakan
soal oleh anak dapat membantu mereka mengelola waktu dalam mengerjakan
tugas.
g) Class presentations, penggunaan media visual maupun auditori dapat
membantu anak memahami materi dari berbagai sensori. Berkeliling kelas
dapat mengurangi kecenderungan anak untuk beralih fokus pada saat PBM
berlangsung. Pengelompokan anak disarankan dengan memberikan
pembagian tugas yang jelas pada masing-masing anggota kelompok.
h) Assignments, pengurangan kualitas maupun kuantitas soal dapat dilakukan.
Pemberian lembar soal yang dipenuhi oleh gambar dapat meningkatkan minat
anak (kecuali pada anak dengan gangguan perhatian).
i) Assessments, pengerjaan ulangan dapat dimodifikasi dengan observasi
langsung pada saat mengerjakan ulangan sehingga diketahui pemahaman
tentang materi, bertanya langsung ke siswa. Penggunaan akomodasi a – h juga
dapat dilakukan saat anak mengerjakan ulangan.

12
4. Hal-hal yang diperhatikan pada penentuan dan penerapan akomodasi

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan akomodasi kurikulum


merujuk pada Washington State‘s Accommodation Guidelines for Students with
Disabilities, adalah sebagai berikut:
a. Apa kekuatan dan hal yang perlu ditingkatkan dari peserta didik? Bagaimana
guru dapat memberdayakan kekuatan peserta didik untuk mengakses
pembelajaran maupun evaluasi belajar? Contoh: jika peserta didik mempunyai
kesulitan dalam membaca namun mempunyai kemampuan mendengar yang
bagus, membacakan soal pada tes matematika dapat menjadi akomodasi yang
sesuai.
b. Bagaimana kebutuhan belajar peserta didik berdampak pada kemampuan
penguasaan materi pelajaran umum? Contoh, bila peserta didik tergantung dari
penggunaan kalkulator, abacus atau alat lain untuk menyelesaikan soal,
menyediakan alat-alat tersebut selama tes dapat menjadi akomodasi yang sesuai.
c. Apa kebutuhan belajar (strategi belajar, ketrampilan membaca, kemampuan
mengorganisasi) yang diperlukan peserta didik untuk mencapai KKM kelas?
Contoh: bila peserta didik menggunakan peta konsep untuk mengerjakan soal
matematika, dorong peserta didik untuk menggunakan strategi yang sama saat
mengerjakan soal di tes akan menjadi akomodasi yang sesuai.
d. Akomodasi apa yang dapat meningkatkan akses peserta didik untuk
meningkatkan peluang mencapai KKM dan sekaligus mengurangi dampak
kesulitan belajar khusus? Misal: bila peserta didik mempunyai kemampuan
pengembangan ide yang bagus namun kesulitan dalam menuliskannya, maka tes
lisan atau menulis karangan dapat menjadi akomodasi yang sesuai. Contoh: bila
peserta didik mudah terganggu di kelas besar dan dapat bekerja lebih fokus di
ruang yang lebih sunyi, maka penempatan ruang khusus untuk pengerjaan tes
dapat membantu peserta didik untuk menampilkan kemampuan terbaik.

13
e. Akomodasi apa yang sudah diterapkan secara rutin oleh peserta didik selama
pembelajaran? Maka akomodasi yang sama juga direkomendasikan pada saat
evaluasi pembelajaran
f. Bagaimana hasil belajar peserta didik ketika menggunakan akomodasi dan tidak
menggunakan akomodasi? Bila guru menjumpai kemampuan peserta didik
meningkat ketika mendapat akomodasi tertentu tapi menurun saat akomodasi
dihilangkan, maka kemungkinan akomodasi tersebut sesuai untuk peserta didik.
g. Apa persepsi peserta didik tentang seberapa manfaat akomodasi yang ia terima?
Bila, peserta didik merasa aneh dan kesulitan saat menggunakan perekam suara
sebagai pengganti mencatat maka dimungkinkan akomodasi tersebut kurang
sesuai.
h. Apakah dijumpai kombinasi dari berbagai akomodasi yang efektif? Contoh: bila
peserta didik dengan gangguan perhatian mempunyai kesulitan membaca,
diperlukan pemecahan materi ke beberapa tahap dan dibacakan oleh guru atau
teman lain.
i. Apa hambatan yang dialami oleh peserta didik saat menggunakan akomodasi?
j. Bagaimana persepsi orang tua, guru terkait penerapan akomodasi?
k. Apakah akomodasi perlu dilanjutkan atau diperlukan perubahan atau dihentikan?
Contoh: bila peserta didik mengalami peningkatan kemampuan membaca, maka
suatu saat ia tidak memerlukan bantuan dibacakan pada saat pembelajaran
maupun tes oleh guru maupun teman.

Berdasarkan pertanyaan informasi yang diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan di


atas maka tim dapat menyimpulkan dua hal. Pertama melanjutkan atau menghentikan
pemberian akomodasi, kedua, mengawali pemberian akomodasi baru.
Hal yang perlu dilakukan dan tidak perlu dilakukan saat memilih Akomodasi
Tabel 4 : hal yang perlu dilakukan saat pemilihan akomodasi kurikulum
Lakukan Tidak perlu dilakukan
Keputusan pemilihan akomodasi Keputusan akomodasi yang digunakan
didasarkan pada kebutuhan peserta didik berdasarkan hal yang termudah (misal:
penempatan tempat duduk di depan)
Pilih akomodasi yang dapat mengurangi Memilih akomodasi yang tidak sesuai
efek dari kesulitan mengakses dengan kebutuhan peserta didik atau

14
pembelajaran dan menampilkan bermaksud memberikan hal yang tidak
kemampuan belajar menguntungkan
Pastikan modifikasi terdokumen di PPI Menggunakan modifikasi yang tidak
terdokumen di PPI
Menjadi familiar dengan tipe dari Mengasumsikan bahwa semua akomodasi
akomodasi yang dapat digunakan di dapat diterapkan di kelas, ujian daerah
pembelajaran maupun tes. Tidak semua maupun ujian nasional
akomodasi dapat diterapkan di berbagai
jenjang tes.
Spesifik mencantumkan (dimana, kapan, Secara sederhana menyatakan akomodasi
siapa dan bagaimana menyediakan disediakan bila diperlukan
akomodasi)
Evaluasi penerapan akomodasi Menggunakan akomodasi yang sama dari
tahun ke tahun
Memutuskan penggunaan akomodasi Guru memutuskan sendiri pemilihan
berdasarkan tim (kepala sekolah, guru akomodasi
kelas, guru khusus, dan orang tua)
Berikan akomodasi untuk tes yang juga Memberikan akomodasi pada hari
digunakan secara rutin saat pembelajaran pertama saat tes
Memilih akomodasi didasarkan pada Mengasumsikan akomodasi tertentu
kebutuhan khusus peserta didik misal: tambahan waktu sesuai untuk
semua peserta didik di semua mata
pelajaran

Saat memilih akomodasi yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, perlu juga
diperhatikan:
a) Kemauan peserta didik untuk menggunakan akomodasi
b) Kesempatan untuk belajar atau menerapkan akomodasi di seting kelas.
c) Kesesuaian antara akomodasi yang diberlakukan di kelas dengan akomodasi yang
diberikan pada saat ujian karena beberapa akomodasi yang diberlakukan di kelas
tidak sesuai diberlakukan untuk ujian, misal: penggunaan kalkulator dalam soal
kuantitatif berhitung penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian,
membacakan bacaan untuk soal membaca pemahaman.

Hal-hal yang perlu diperhatikan saat penerapan akomodasi pembelajaran:


a. Penerapan tutor sebaya perlu memperhatikan beberapa hal-hal berikut ini:
1) Membuat suatu pemilihan tutor yang hati-hati (dapat dimulai dari yang dekat
dengan tutee/peserta didik yang mendapat tutorial atau memiliki penguasaan

15
akademik yang lebih memadai). Mathes (1994) merekomendasikan sesi
tutoring terjadwal 3 hari per minggu, 35 menit per hari;
2) Melatih tutor tentang cara memberikan umpan balik dan memberikan
pendampingan belajar. Mathes (1994) menyarankan guru memberikan
pelatihan tutor selama 45 menit untuk melatihkan tata cara peer tutoring;
3) Mengubah pasangan tutor secara periodik berdasarkan pertimbangan mata
pelajaran atau topik;
4) Membuat sistem penghargaan pasangan tutor-pembelajar yang baik;
5) Mendukung tutee supaya mempunyai kesempatan menjadi tutor pada
pelajaran lain, misal: seni;
6) Memonitor dan mengevaluasi peer tutor secara sistematis.
b Penggunaan kalkulator diperkenankan untuk mengerjakan soal matematika selain
komputasi atau penghitungan sederhana (menjumlahkan, mengurangi, membagi,
mengalikan), misal: penyelesaian soal cerita.
c Pemberian akomodasi lebih banyak bukan berarti lebih baik. Beberapa penelitian
menyarankan bahwa pemberian akomodasi yang berlebih cenderung tidak
membantu namun lebih menahan aktualisasi kemampuan mereka.
d Praktik merupakan kunci dari penguasaan materi, sementara akomodasi hanya
membantu bila peserta didik nyaman menggunakannya. Contoh: pemberian waktu
yang lebih banyak akan percuma bila tidak mengetahui cara mempergunakannya
secara efektif. Akomodasi sebaiknya terintregasi dalam pembelajaran di kelas
sebelum diterapkan dalam evaluasi pembelajaran.
e Untuk tujuan evaluasi pengajaran, pastikan bahwa akomodasi tidak menjadikan
perolehan nilai menjadi tidak valid. Maksud dari penggunaan akomodasi adalah
memfasilitasi peserta didik untuk mengetahui kemampuan mereka, bukan untuk
merubah ketrampilan yang diukur dalam tes tersebut.

Evaluasi penerapan akomodasi pembelajaran dilakukan setiap tahun. Dalam evaluasi


ini tim dapat mereviu beberapa hal antara lain:
a) Masing-masing akomodasi dan hasil dari tes saat akomodasi digunakan

16
b) Persepsi peserta didik mengenai seberapa bermakna penerapan akomodasi bagi
mereka
c) Efektifitas penggunaan kombinasi akomodasi dengan melihat peningkatan prestasi
belajar peserta didik
d) Persepsi guru, guru khusus dan ahli lain yang terlibat dalam layanan peserta didik.

5. Indikator Pemilihan Modifikasi maupun Akomodasi Kurikulum


a. Direkomendasikan oleh orang-orang yang mengetahui kekuatan serta kelemahan
peserta didik, termasuk orang tua.
b. Konsisten dengan akomodasi yang sebelumnya sudah diterapkan di kelas
c. Antar peserta didik mempunyai keragaman kebutuhan belajar sehingga pemilihan
bentuk akomodasi dapat bervariasi
d. Tidak hanya didasarkan pada klasifikasi peserta didik semata
e. Secara rutin diterapkan di kelas sehingga tidak diberlakukan pada awal
pelaksanaan evaluasi tahap akhir tingkat propinsi
f. Secara sistematis menggunakan panduan pertanyaan untuk memilih akomodasi
g. Didokumentasikan dalam PPI,
h. Setiap tahun direviu ulang oleh tim.

17
6. Alur Penerapan Akomodasi dan Modifikasi Kurikulum
Bagan 1: Alur Penerapan Akomodasi dan Modifikasi Pembelajaran

Dilanjutkan dengan adaptasi


Apakah peserta didik terhambat Tidak
pembelajaran
dalam satu atau lebih bidang
studi?
ya
Mencoba strategi yang berbeda dan
monitor

ya
Apakah peserta
didikmenunjukkan kemajuan?

Tidak
ya
Konsultasikan dengan guru lain,
lakukan asesmen ulang, atau
rujuk ke ahli lain, terapkan
adaptasi lain

Apakah peserta didik


menunjukkan peningkatan
Tidak
Refer ke asesmen lanjut
Apakah peserta didik
membutuhkan program
individual ?
Peningkatan prestasi belajar
Modifikasi pembelajaran

Pada bagan 1 dijabarkan bahwa pemberian akomodasi dapat diberikan di awal


penanganan semua peserta didik dengan kesulitan belajar, namun apabila tidak
dijumpai peningkatan maka modifikasi dapat diberikan ketika peserta didik
memenuhi kelayakan berdasarkan asesmen yang dilakukan oleh tim profesional
untuk memperoleh Program Pembelajaran Individual (PPI). Pemberian modifikasi

18
maupun akomodasi sepenuhnya tidak bersifat mutlak sepanjang jenjang pendidikan
peserta didik, namun dapat fleksibel sesuai hasil tinjauan tim setiap 3 bulan maupun
setiap tahun. Apabila peserta didik menunjukkan peningkatan kemampuan belajar
setelah mendapat program kebutuhan khusus, maka dimungkinkan ia dapat
mengakses kurikulum reguler dengan akomodasi pembelajaran dan berhak mengikuti
evaluasi belajar setara dengan teman lainnya.

Sumber pustaka:

Cole, P.G. & Chan, L.K.S. (1990). Methods And Strategies For Special Education.
Australia: Prentice Hall of Australia Ltd

Fahsl, A.J. (2007). “Mathematics Accomodations for All Students”. Intervention in


School and Clinic: Mar, 2007; 42, 4; ProQuest Education Journals pg.198

Hayden, T. (2004). “Mengakomodasi Murid Berkebutuhan Khusus. Makalah workshop


Kelas Pelangi: Pengalaman Heyden Hayden Mendidik Anak-Anak
Berkebutuhan Khusus”. Makalah seminar di Gedung Depdiknas di Jakarta
pada tanggal 7 & 8 September 2004

Lerner, J & Kline, F. (2006). Learning Disabilities and Related Disorders:


Characteristics and Learning Strategies(10 ed.). USA: Houghton Mifflin
Company

Samsudin, A. (2004). Psikologi Pendidikan. Cetakan ketujuh. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

19

Anda mungkin juga menyukai