Anda di halaman 1dari 9

2.

RESOURCE-BASED LEARNING
Dengan resource based learning dimaksud segala bentuk belajar yang langsung
menghadapkan murid dengan suatu atau sejumlah sumber belajar secara individual atau
kelompok dengan segala kegiatan belajar yang bertalian dengan itu, jadi buan dengan cara
yang konvensional dimana guru menyampaikan bahan pelajaran kepada murid.
Resource based learning biasanya bukan satu-satunya metode yang digunakan di
suatu sekolah. Disamping itu masih dapat digunakan metode belajar lainnya. Metode belajar
ini hanya merupakan salah satu diantara metode belajar lainnya. Perubahan yang besar
diakibatkan oleh metode belajar ini antara lain pentingnya peranan ahli perpustakaan dan
mereka yang memproduksi bahan, media sumber belajar.
Sumber belajar tidak sama artinya dengan audio visual aids. Dengan audio visual aids
dimaksud alat-alat yang membantu guru dalam kegiatan mengajar, karena itu juga disebut
instructional aids. Belajar berdasarkan sumber bukan sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan
bertalian dengan sejumlah perubahan-perubhan yang mempengaruhi pembinaan kurikulum.
Perubahan itu mengenai:
a. Perubahan dalam sifat dan pola ilmu pengetahuan manusia
b. Perubahan dalam masyarakat dan tafsiran kita tentang tuntutannya
c. Perubahan tentang pengertian kita tentang anak dan caranya belajar
d. Perubahan dalam media komunikasi
Sumber yang sejak lama digunakan dalam proses belajar mengajar adalah buku-buku
dan hingga sekarang buku-buku masih memegang peranan yang penting. Oleh sebab itu ahli
perpustakaan mendapat peranan yang penting sekali dalam resource based learning ini.
Kerjasama antar guru dan ahli perpustakaan menjadi syarat mutlak. Disamping itu para ahli
perpustakaan harus mendapatkan pendidikan khusus untuk menjalankan perannya itu.
Pemahaman Baru Tentang Pelajar
Jika dahulu diutamakan soal mengajar, maka akhir-akhir ini ditonjolkan soal
belajar,setidaknya dalam teori. Selain itu belajar akan lebih berhasil bila bahan pelajaran
sesuai dengan kebutuhan dan minat anak. dalam kenyataan masih kebanyakan proses belajar
mengajar dilakukan denngan klasikal. Walaupun diketahui bahwa ada perbedaan individual,
bahan pelajaran masih uniform bagi semua murid. Diharapkan dan di tuntut dari setiap anak
untuk belajar dengan kecepatan yang sama. Walau diketahui sebenarnya kelas heterogen,
guru menganggap dan memperlakuakan anak seakan kelas itu homoge. Oleh sebab itu
banyak kegagalan dan frustasi yang dialami oleh anak-anak. bagaimana pengaruhnya
terhadap pribadi anak dapat kita rasakan, yakni enggan belajar, benci terhadap pelajaran ,
merasa terpaksa ke sekolah, rasa rendah diri dan berbagai efek negatif lainnya.
Perubahan dalam Media Komunikasi
Perkembangan media komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat akhir-akhir ini.
Dari buku yang ditulis lahirlah buku-buku yang dicetak setelah penemuan alat cetak oleh
Gutenberg pada abat ke lima belas. Penemuan fotografi mempercepat ilustrasi. Lahirnya
gambar hidup memungkinkan kita melihat dalam slow motion apa yang dahulu kita amati
dengan teliti. Rekaman memungkinkan kita mengulangi lagu-lagu yang dibawakan oleh
orkest terkenal.
Para pendidik segera mellihat manfaat kemajuan dalam media komunikasi itu bagi
pendidikan. Buku sampai sekarang masih memegang peranan penting sekali. Ada yang
berpendapat bahwa banyak dari apa yang diketahui anak pada zaman modern ini
diperolehnya melalui radio, film, apalagi melalui televisi. Jadi melalui media massa.

A. Asumsi Belajar Tuntas

metode pemelajaran adalah suatu cara untuk mempermudah peserta didik dalam mencapai
kompetensi tertentu. Dapat diartikan bahwa, semakin baik metode yang digunakan makin
efektif pula pencapaian tujuan belajar. Metode pembelajaran merupakan penjabaran dari
pendekatan dan strategi pemelajaran, serta diimplementasikan oleh metode dan teknik
pembelajaran. Langkah metode yang dipilih memainkan peran utama yang membuat makin
meningkatnya prestasi belajar. Pembelajaran tuntas (mastery learning) merupakan
pendekatan dalam sebuah pemelajaran dimana siswa harus menguasi secara tuntas standar
kompetensi mata pelajaran tertentu

Dalam model sederhana caroll mengemukakan bahwa jika setiap siswa diberikan waktu
sesuai yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan dan menghaiskan waktu
yang diperlukannnya, maka besar kemungkinan siswa akan dapat mencapai tingkat
penguasaan kompetensi. Tetapi jika siswa tidak diberi waktu yang cukup maka beralik pada
penjabaran diatas, maka siswa dalam tingkat menguasai kompetensi akan berkurang. Kondisi
demikian dinyatakan oleh lock sebagai berikut:

Model ini menggambarkan aha tingkat penguasaan kompetensi (Degree of learning)


ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (Time actually spent)
untuk belajar, diagi dengan waktu yang diperlukan (Time needed) untuk menguasai
kompetensi tertentu.

Simbol di atas menggambarkan bahwa jika setiap siswa diberikan waktu sesuai dengan yang
diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan dan jika siswa itu menghabiskan waktu
yang dibutuhkan, maka besar kemungkinan siswa tersebut akan mencapai tingkat penguasaan
itu. Sebaliknya, jika seorang siswa tidak diberi cukup waktu atau ia tidak menggunakan
waktu yang diperlukan, maka siswa tersebut bisa dipastikan tidak akan mencapai tingkat
penguasaan belajar.

Walaupun waktu merupakan faktor esensial dalam belajar, namun Carroll tetap
mengingatkan bahwa sebenarnya proses belajar itu sendiri dipengaruhi oleh banyak variabel,
dan waktu merupakan bagian dari banyak variabel itu. Dalam teorinya, Carroll bahkan tidak
berpretensi bahwa variabel waktu ini menjadi faktor terpenting dalam proses belajar siswa.
Menurutnya waktu bukan satu- satunya faktor terpenting yang mempengaruhi proses belajar,
meskipun beberapa variabel dari teori ini dinyatakan dalam waktu, namun apa yang
sebenarnya terjadi dalam rentang waktu itulah yang terpenting. Waktu jelas diperlukan dalam
belajar, tapi waktu saja belum memadai. Masih ada tiga variabel utama dan dua variabel
tambahan dalam teori Carroll. Variabel pertama disebut aptitude (bakat), yaitu jumlah waktu
ideal yang dimiliki siswa untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Variabel kedua disebut
perseverance (ketekunan), yaitu jumlah waktu yang benar-benar dipakai siswa untuk belajar.
Variabel ketiga disebut opportunity to learn (kesempatan untuk belajar), yaitu jumlah waktu
yang dialokasikan atau disediakan. 

Selain itu, menurut carol pada buku strategi blajar mengajar karya karya Drs.syaiful Bahri
dan Drs. Aswan Zain mengemukakan setiap anak didik itu akan mampu menguasai bahan
kalau diberikan waktu atau kesempatn yang cukup untuk mempelajarinya, sesuai dengan
kapasitas masing-masing anak didik. Dengan demikian, taraf atau tingkat belajar itu pada
dasarnya merupakan sebuah fungsi dari porsi waktu yang disediakan untuk belajar (time
allowed for learning), dengan waktu yang diperlukan untuk belajar ( time nedded for learning
) oleh setiap anak didik.

Calor tidak menyangkal bahwa faktor dominan yang lain yang dapat berpengaruh terhadap
penguasan belajar, yaitu antara kualitas pendidik dengan taraf kemampuan anak didikuntuk
memahami pelajaran. Selain itu faktor motivasi juga sangat berpengaruh. Karena itu, jika
guru menginginkan peserta didik menguasai bahan pelajaran tertentu, maka bahan pelajaran
tersebut harus disusun secara sempurna, selain bahaan ajarnya cara mengevaluasi dan
mengukur hasil belajarnya. Bahan pelajaran harus diperinci atau membagi materi
pembelajaran unit-unit terkecil. Satuan unit terkicil itu yang biasanya disebut dengan modul.

Dari sekian banyak penjelasan tentang elajar tuntas, sebenarnya harapan dari belajar tuntas
menurut buku Strategi Pembelajaran karya Abdul Majid yang saya kutip yaitu untuk
mempertinggi rata-rata prestasi peserta didik dalam belajar dengan memberikan kualitas yang
sesuai, bantuan, dan perhatian khusus bagi siswa yang lamat agar menguasai standar
kompetensi dasar. Darikonsep tersebut dapat dikemukakan prinsip-prinsip utama
pembelajaran tuntas (Gentile dan Lalley: 2003) adalah sebagai berikut:

1. Kompetensi yang harus dicapai siswa dirumuskan dengan urutan yang hirarkis.
2. Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan stiap kompetensi harus
diberikan feedback.
3. Pemberian elajar remedial dan bimingan jika diperlukan.
4. Pemberian program pengayaan bagi siswa yang mencapai ketuntasan lebih awal.

B. Sistem Belajar Tuntas

Sitem belajar tuntas merupakan suatu pola pengajaran tersetruktur yang ertujuan untuk
mengadaptasikan pengajaran kepada pesrta didik sedemikian rupa, sehingga diberikan
perhatian yang cukup terhadap perbedaan yang terdapat pada setip siswa, khususnya yang
menyangkut laju kemajuan atau kecepatan dalam belajar. Sistem ini diharapkan dapat
memantu mengatasi kelemahan-kelemahan yang sering melekat pada pengajaran klasikal;
hanya siswa pandi yang akan mencapai semua tujuan pembelajaran, sedangkan siswa-siswi
yang tidak begitu cerdas hanya mencapai sebagian tujuannya, bahkan bisa jadi sama sekali
tidak mencapai sama sekali. Bagi siswa yang trakhir ini, belajar disekolah merupakan sumber
frustasi, motivasi elajar menghilang, dan rasa percaya diri lenyap.dengan adanya pendeketan
individualisasi pengajaran, dapat memantu siswa dengan kebutuhan masing-masing dalam
hal jumlah waktu elajar dan pertolongan individual, diusahakan setiap siswa mencapai semua
tujuan pemelajaran, dan sekelompok siswa yang menjadi satuan pun dapat melaju dalam
mempelajari materi pelajaran dengan tempo yang layak dan wajar.

Agar pola pengajaran tersetruktur dengan efesien dan efektif diperlukan hal-hal berikut:
1. Tujuan-tujuan pembelajaran yang harus dicapai ditetapkan secara tegas. Semua tujuan
itu dirangkai, materi pelajaran yang diurutkan sesuai dengan rangkaian semua semua
tujuan instruksional.
2. Siswa dituntut supaya mencapai tujuan pembelajaran lebih dahulu, seelum siswa
diperbolehkan mempelajari unit pelajaran yang baru untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang kedua; tujuan pemelajaran yang kedua harus tercapai terlebih
dahulu sebelum siswa maju leih lanjut; dan seterusnya. Dengan kata lain yang
berikutnya tidak dimulai sebelum materi yang sebelumnya dikuasai. Maka sistem
belajar ini menekankan pada penguasaan (mastering).
3. Motivasi belajar dan efektifitas usaha belajar siswa harus ditingkatkan dengan
memonitorproses belajar siswa melalau testing berkala dan kontinu, serta memberikan
umpan balik kepada siswa mengenai keberahasilan atau kegagalan pada waktu itu
juga.
4. Diberikan antuan atau pertolongan kepada siswa yang masih mengalami kessulitan
pada sat-saat yang tepat, yaitu sesudah oenyelenggaraan testing formatif, dan dengan
cara yang efektif untuk siswa yang bersangkutan.

Carleton Mashaburne dan Henry C. Marrison sudah memperjuangkan suatu sistem


pengajaran yangmemungkinkan semua siswa, paling sedikit atau sebagian besar dapat
mencapi tujuan-tujuan pendidikan sekolah secara maksimal. Jadi terlebih dahulu harus
menjaarkan materi pelajaran ke unit satuan bahan yang dirangkai secara berurutan; satuan
bahan yang satu harus dikuasai terlebih dahulu sebelum satuan bahan berikutnya dihadapi.
Siswa yang belum menguasai bahan tertentu, tampak dari hasil saat melaksanakan tes
kemajuan belajar, harus melakukan uasaha-usaha perbaikan. Program pengajarn perbaikan
dapat terlaksana melalui pengajaran kembali pada kelompok yang belum menguasai melalui
pengajaran remidial secara individual, serta dengan mengtur kembal kegiatan belajar
siswa.landasan dari setrategi ini dikenal seagai “mastery learning”, dikembangkan dalam
karya John B. Carrol, Benyamin S. Bloon dan James H. Block. 

C. Perbedaan antar Pembelajaran Tuntas dengan Pemelajaran Konvensional

Pembelajaran tuntas yang dimaksudkan dalam pelaksanaan KBK adalah pola pembelajaran
yang menggunakan prinsip “ketuntasan secara individual”. Dalam hal pemberian kebebasan
belajar dan untuk mengurangi kegagalan siswa dalam belajar, strategi belajar menganut
pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan ditunjukan kepada sekolompok siswa
(kelas), tetapi pendidik harus dapat melayani perbedaan peserta didik dengan sedemikian
rupa, sehingga dengan diterapkannya pembelajaran tuntas dapat memungkinkan
berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Untuk merealisasikan
pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaan individu, pembelajaran harus menggunakan
strategi pembelajaran yang berasaskan maju erkelanjutan. Untuk itu pendekatan sistem yang
merupakan salah satu prinsip dasar dalam pemelajaran harus benar-benar dapat
diimplementasikan. Salah satu carannya adalah dengan menyatakan standar kompetensi dan
kompetensi dasar secara jelas, dan pembelajaran dipecah-pecah kedalam satuan-satuan
dimana siswa belajar selangkah demi selangkah, dan baru boleh eranjak mempelajari
kompetensi dasar berikutnya, setelah menguasai sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan
menurut kriteria tertentu. 

Sedangkan pembelajaran konvensional menurut buku Strategi Pembelajaran karya Abdul


Majid yang saya kutip pembelajaran konvesional sendiri diartikan sebagai pembelajaran
dalam konteks klalsikal yang sudah terbiasa dilakukan yang sifatnya berpusat pada guru,
sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan keseluruhan situasi belajar

Selain itu pembelajaran konvensional ini pada dasarnya sama dengan pendekatan yang
berpusat pada guru (teacher-centered approach). Dalam pendekatan ini hampir seluruh
kegiatan pembelajaran dikendalikan sepenuhnya oleh guru. Kegiatan pembelajaran
berlangsung dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh lembaga/sekolah.
Metode pembelajaran yang sering digunakan kurang beragam dan cenderung memperbanyak
komunikasi satu arah (one-way communication) dengan penggunaan metode ceramah.

Dengan memperhatikan uarain diatas, dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara


pembelajaran tuntas dengan pembelajaran adalah bahwa pembelajaran tuntas dilakukan
melalui azas-azas ketuntasan belajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada umumnya
kurang memperhatikan ketuntasa belajar siswa secara individual. Secara kualitatif
perbandingan keduanya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

D. Indikator Guru dalam Melaksanakan Pembelajaran Tuntas

1. Metode pembelajaran

Pembelajaran tuntas dilakukan dengan pendekatan diagnostik. Strategi pembelajaran tuntas


sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditunjukan
kepada sekelompok siswa (kelas)tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai
dengan perbedaan individual sedemikian rupa, sehingga pembelajaran memungkinkan
berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Metode yang sangat
ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan
teman dan bekerja dalam kompok kecil. Pendekatan-pendekatan alternatif tambahan harus
digunakan untuk mengakomodsi perbedaan gaya belajar siswa.

Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial  dengan sesi-sesi


kelompok kecil, tutorial orang perorang, pemelajaran terperogram, permainan dan
pemelajaran berasis komputer.

2. Peran guru

Strategi pembelajaran tuntas menekankan peran guru atau tanggung jawab guru dalam
mendorong keerhasilan peserta didik secara individual. Pendekatan yang dipakai mendekati
dengan model personalized system of instruction (PSI) seperti yang dikembangkan oleh
Keller, yaitu lebih menekankan pada interaksi antara peserta didik dengan materi atau objek
belajar. Guru harus berperan secara intensif dalam hal-hal berikut:

1. Menjabarkan kompetensi dasar ke dalam unit yang lebih kecil dengan memerhatikan
pengetahuan prasyaratnya.
2. Menata indikator berdasarkan cakupan serta urutan unit
3. Menyajikan materi dalam bentuk yang berfariasi
4. Memonitor seluruh pekerjaan siswa
5. Menilai perkembangan siswa dalam pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor,
dan afektif)
6. Menggunakan teknik diagnostik
7. Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi siswa yang mengalami
kesulitan.[16]

     3. Peran siswa

Peran siswa yaitu sebagai subyek didik. Fokus program sekolah itu bukan berorientasi kepada
guru dan tugas yang dikerjakan, tetapi kepada siswa dan tugas yang akan dikerjakan siswa.
Jadi siswa dalam pembelajaran tuntas lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar
yang diprlukan.
4. Evaluasi

Ketuntasan belajar ditetapkan dengan penilaian acuan patokan pada setiap kompetensi dasar,
tidak ditetapkan berdasarkan norma. Dalam hal ini batas ketuntasan harus ditetapkan oleh
guru, misalnya apakah siswa harus mencapai nilai 75, 65, 55 atau sampai nilai berapa
seseorang siswa dinyatakan mencapai ketuntasan dalam belajar.

E. Pelaksanaan Program Remidial, Pengayaan, dan Percepatan

1. Program remidial

Program remidial bisa disebut juga program perbaikan yaitu kegiatan yang diberikan ke
peserta didik yang belum menguasai bahan pelajaran yang diberikan oleh guru, dengan
maksud mempertinggi tingkat penguasaan terhadap materi pelajaran.

Masalah pertama yang akan selalu timul dalam pelaksanaan pembelajaran tuntas adalah
bagaimana guru menangani peserta didik yang lamban dan mengalami kesulitan dalam
menguasai KD tertentu. Dalam kondisi ini ada dua cara yang dapat ditempuh.

1. Pemberian bimbingan secara khusus dan perorangan bagi siswa yang belum tuntas
atau mengalami kesulitan dalam menguasai kd tertentu.
2. Pemberian tugas atau perlakuan secara khusus yang sifatnya penyederhanaan dari
pelaksanaan pembelajaran reguler. Bentuk penyederhanaan tersebut dapat dilakukan
guru antara lain melalui:

 Penyederhanaan isi atau materi pembelajaran untuk KD tertentu


 Penyederhanaan cara penyajian
 Penyederhanaan soal atau pertanyaan yang diberika

Program remedial diberikan hanya kepada siswa yang belum menguasai KD yang belum
dikuasai. Program remedial dilaksanaka:

 Setelah mengikuti tes atau KD tertentu[20]

2. Program pengayaan
Program pengayaan adalah kegiatan yang diberikan kepada peserta didik yang
keterampilannya atau pemahamannya lebih cepat dalam menerima materi yang diberikan.

Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran tuntas, kondisi yang sebaliknya dari program
remedial adalah akan selalu ada peserta didik yang leih cepat menguasai kompetensi yang
ditetapkan. Mereka perlu mendapatkan tambahan pengetahuan atau keterampilan melalui
program pengayaan yang sesuai dengan kapasitasnya.

Adapun cara yang dapat ditempuh diantaranya adalah:

 Pemberian bacaan tambahan atau berdiskusi yang bertujuan memperluas wawasan


bagi KD tertentu.
 Pemberian tugas untuk melakukan analisis gambar, bacaan dan sebagainya.
 Memerikan soal-soal latihan tambahan yang bersifat pengayaan.
 Memantu guru membimbing teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan.

3. Program percepatan

Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran tuntas memungkinkan adanya siswa yang luar
biasa, cerdas dan mampu menyelesaikan KD jauh lebih cepat dengan nilai yang amat baik
pula. Peserta didik dengan kecerdasan luar biasa ini memiliki karakteristik khusus, yaitu tdk
banyak memerlukan bantuan berupa program remedial maupun pengayaan, ditakutkannya
akan mengganggu pengoptimallan belajarnya.

Anda mungkin juga menyukai