Anda di halaman 1dari 17

Contoh Best Practice Penelitian

PENERAPAN PERMAINAN MONOPOLI SEDERHANA


UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN
CIRI-CIRI TUMBUHAN ATAU BINATANG
PADA SISWA LAMBAT BELAJAR DI KELAS II SDN CIBALA

BEST PRACTICES

OLEH :

NENI WINARNI, S.Pd.


NIP. 198610202009022003

SEKOLAH DASAR NEGERI CIBALA


UPTD TK-SD DAN PNF KECAMATAN JATINUNGGAL
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUMEDANG
PROPINSI JAWA BARAT
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah Best Practices dengan

judul “Penerapan Permainan Monopoli Sederhana untuk Meningkatkan Kemampuan

Mendeskripsikan Ciri-Ciri Tumbuhan atau Binatang pada Siswa Lambat Belajar di Kelas II

SDN Cibala”.

Makalah ini berisi deskripsi mengenai penerapan metode permainan yang diberi
nama ”Monopoli Sederhana” dalam proses pembelajaran tematik sebagai salah satu
alternatif pemecahan masalah dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa Lambat
Belajar.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih terdapat berbagai
kelemahanan, baik dari segi isi maupun penggunaan kebahasaannya, sehingga masih
begitu jauh dari kesempurnaan.
Akhirnya, apapun yang penulis sajikan dalam makalah sederhana ini, semoga
dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri, umumnya bagi siapa saja yang
berkepentingan.
Semoga Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan petunjuk yang terbaik bagi kita
semua. Aamiin.

Cibala, Mei 2014

Penulis

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................. 1
B. Permasalahan .................................................................... 5
C. Strategi Pemecahan Masalah ........................................... 6
BAB II PEMBAHASAN
A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah ............. 8
B. Hasil yang Dicapai dari Strategi yang Dipilih ................. 9
C. Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Melaksanakan Strategi yang Dipilih 11
D. Faktor-faktor Pendukung ................................................................................. 11
E. Alternatif Pengembangan ................................................................................. 12
BAB III SIMPULAN DAN REKOMENDASI OPERASIONAL
A. Simpulan 13
B. Rekomendasi Operasional .................................................................................... 14
LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak

berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama-sama teman

seusianya (Sapon-Shevin dalam O‟Neil,1994). Mengacu pada definisi tersebut, pendidikan

inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak


berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat

dengan tempat tinggalnya.

Secara yuridis formal, pendidikan inklusif di Indonesia juga memiliki landasan hukum

yang kuat. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal. 5

dinyatakan sebagai berikut.

Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu‟.
Ayat (2): Warganegara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau
sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Ayat (3) „Warga negara di daerah terpencil atau
terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan
khusus‟. Ayat (4) „Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak
memperoleh pendidikan khusus.

Sejalan dengan Pasal 5 di atas, dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2) juga dinyatakan bahwa

„Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin

terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi‟.

Selain itu, pasal 3 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009

menyatakan bahwa :

Setiap siswa yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial, atau memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan
pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Berdasarkan landasan-landasan hukum yang dinyatakan di atas, jelas bahwa

penyelenggaraan pendidikan inklusif pada dasarnya harus dapat memfasilitasi siswa yang

berkebutuhan khusus, seperti lambat belajar untuk dapat memperoleh pengalaman belajar yang

bermakna bersama-sama dengan siswa lain yang normal tanpa adanya diskriminasi.

Implikasi dari landasan hukum tersebut, penyelenggaraan pendidikan inklusif dalam

wujud sekolah inklusif menuntut pihak sekolah untuk melakukan penyesuaian baik dari segi

kurikulum, sarana-prasarana, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan

individu siswa. Sehingga, melalui pendidikan inklusi, siswa yang berkebutuhan khusus memiliki
kesempatan yang sama dengan siswa lain yang normal untuk dapat mengoptimalkan potensi

yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh suatu kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat

anak normal dan anak tidak normal (berkebutuhan khusus) yang tidak dapat dipisahkan sebagai

suatu komunitas sosial. Sebagaimana asumsi yang diungkapkan dalam Teori Piaget bahwa

seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun perkembangan itu

berlangsung pada kecepatan berbeda.

Bertitik tolak dari hal itu, penyelenggaraan pendidikan inklusif dalam wujud sekolah

inklusif baik secara langsung maupun tidak langsung menuntut guru untuk mampu mengemas

setiap proses pembelajaran sedemikian rupa agar sesuai dengan prinsip PAIKEM dan dapat

mengakomodasi pemenuhan kebutuhan siswa berkebutuhan khusus yang ada di kelas tersebut.

Karena, apabila pembelajaran yang dilakukan hanya sebatas mentransfer ilmu pengetahuan,

siswa yang berkebutuhan khusus tidak dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Hal itu juga

dialami dalam kegiatan pembelajaran di kelas II SDN Cibala. Ketika proses pembelajaran

dilaksanakan secara konvensional, hasil belajar siswa berkebutuhan khusus masih jauh dari

KKM yang ditentukan. Sebagai dasar pengembangan proses pembelajaran, berikut akan

dipaparkan proses pembelajaran sebelum diterapkannya tindakan perbaikan yang difokuskan

pada siswa berkebutuhan khusus. Siswa berkebutuhan khusus yang terdapat di kelas II SDN

Cibala termasuk pada kategori lambat belajar (slow learner). Menurut John David (2009 : 68) :

Istilah lambat belajar (Slow Learner) seringkali dipakai untuk seorang anak yang tidak dapat
belajar dengan baik di sekolah. Anak yang termasuk Slow Learner ditandai dengan skor IQ yang
rendah dan memiliki ketidakstabilan emosional.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan terhadap pembelajaran tematik di kelas

II SDN Cibala pada hari Sabtu tanggal 22 Maret 2014 yang memuat mata pelajaran Bahasa

Indonesia dan Penjasorkes dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa lambat belajar masih belum
mencapai target yang ditentukan. Siswa tersebut mendapat nilai paling rendah diantara teman-

temannya, yaitu 33, sedangkan KKM yang harus dicapai adalah 65. Secara lebih lengkap, data

mengenai perolehan nilai kemampuan berbicara siswa Lambat belajar dapat dilihat pada tabel

1.1 (terlampir)

Setelah diidentifikasi, diketahui bahwa ketidaktercapaian target hasil belajar tersebut

dikarenakan proses pembelajaran yang dilaksanakan kurang menyentuh sisi kebutuhan khusus

siswa yang bersangkutan. Siswa tersebut motivasi belajarnya tergolong sangat kurang. Dalam

kegiatan pembelajaran sehari-hari, siswa tersebut pasif dan tidak mau berpartisipasi. Siswa

kurang berani untuk tampil di depan teman-temannya. Kemudian, dia tidak pernah mau bertanya

atau mengajukan pendapat ketika proses pembelajaran berlangsung. Sehingga hal itu berdampak

pada rendahnya kemampuan berbicara siswa, khususnya pada materi pokok mendeskripsikan

ciri-ciri tumbuhan atau binatang secara lisan.

Rendahnya hasil belajar siswa tersebut juga disebabkan oleh proses pembelajaran yang

bersifat konvensional, yaitu pembelajaran masih bersifat teacher centered. Metode pembelajaran

didominasi oleh metode ceramah dan kurang melibatkan keaktifan siswa.

Mengacu pada permasalahan-permasalahan di atas, maka diperlukan adanya suatu

alternatif pemecahan masalah yang dapat memberikan perubahan ke arah yang lebih baik dalam

proses pembelajaran, sehingga hasil belajar seluruh siswa terutama siswa lambat belajar dapat

lebih meningkat dari sebelumnya. Sebagai salah satu solusi yang dapat dilakukan berkaitan

dengan permasalahan di atas adalah dengan menerapkan suatu metode pembelajaran yang lebih

menarik bagi siswa dan dapat memfasilitasi siswa lambat belajar untuk lebih aktif dan

termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya, terutama kemampuan berbicara yang dijadikan


sebagai fokus kajian. Metode yang akan diterapkan yaitu metode bermain dengan jenis

permainan “Monopoli Sederhana”.

Dengan demikian, penulis mendokumentasikan deskripsi praktik pembelajaran yang telah

dilaksanakan sebagai upaya pengembangan pembelajaran dalam setting pendidikan inklusif

untuk meningkatkan kemampuan siswa lambat belajar dalam sebuah Best Practices yang

berjudul “Penerapan Permainan Monopoli Sederhana untuk Meningkatkan Kemampuan

Mendeskripsikan Ciri-Ciri Tumbuhan atau Binatang pada Siswa Lambat belajar di Kelas II

SDN Cibala”.

B. Permasalahan

Berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan terhadap pembelajaran di kelas II

yang difokuskan pada siswa lambat belajar, diperoleh temuan-temuan permasalahan sebagai

berikut.

1. Aktivitas Siswa

a. Siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran.

b. Siswa kurang konsentrasi terhadap materi pembelajaran yang disampaikan.

c. Siswa kurang mendapatkan stimulus yang menarik untuk membangkitkan motivasi belajarnya.

d. Siswa kurang menguasai penggunaan bahasa Indonesia yang baik dalam kegiatan pembelajaran.

e. Siswa kurang memiliki keberanian untuk tampil di depan teman-temannya.

2. Kinerja Guru

a. Guru lebih dominan menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran.

b. Guru kurang melibatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.

c. Penggunaan media pembelajaran masih kurang optimal.


d. Upaya untuk membangkitkan motivasi belajar siswa masih kurang.

C. Strategi Pemecahan Masalah

Mengacu pada permasalahan yang muncul dalam pembelajaran siswa lambat belajar yang

telah diuraikan pada latar belakang di atas, penulis memilih suatu alternatif pemecahan masalah

yang dianggap dapat mengatasi permasalahan dengan hasil yang baik yaitu dengan menerapkan

metode permainan “Monopoli Sederhana”.

Permainan “Monopoli Sederhana” ini merupakan penyederhanaan dari permainan

monopoli yang sudah dikenal pada umumnya. Adapun prosedur permainan Monopoli Sederhana

ini adalah sebagai berikut.

a. Siswa dikondisikan ke dalam 3 kelompok yang terdiri dari 10 orang setiap kelompoknya.

b. Siswa dari setiap kelompok secara bergantian mendapat giliran bermain.

c. Siswa yang mendapat giliran harus melempar dadu terlebih dahulu untuk mengetahui banyaknya

lompatan yang harus dilakukan pada petak-petak yang telah disediakan.

d. Siswa mengambil kartu yang berisi soal sesuai dengan warna petak tempat mereka berhenti

melompat.

e. Siswa mendeskripsikan ciri-ciri tumbuhan/ binatang yang terdapat pada kartu yang mereka

ambil.

f. Demikian seterusnya, sampai semua anggota mendapat giliran, dan kelompok yang paling cepat

mencapai petak juara, maka kelompok itulah yang menjadi pemenangnya.

Berikut ini disajikan gambar bentuk permainan Monopoli Sederhana yang akan

diterapkan.

“PETAK MONOPOLI”
“DAD

“KARTU”

BAB II
PEMBAHASAN

A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

Metode permainan “Monopoli Sederhana” ini dipilih sebagai strategi pemecahan masalah

dengan dasar pertimbangan bahwa pada hakikatnya dunia anak-anak adalah bermain. Bermain

merupakan satu kegiatan yang sangat disukai anak bahkan orang dewasa. Dengan bermain akan

dapat menumbuhkan kreativitas siswa.


Bermain juga bisa digunakan sebagai media untuk mengeksplorasi keinginan dan cita-

cita yang diidam-idamkan anak. Bermain dapat digunakan sebagai wahana untuk mentransfer

ilmu pengetahuan. Bermain dapat menimbulkan semangat dan motivasi.

Dalam pembelajaran di sekolah dasar yang dihadapi guru adalah anak-anak dengan

berbagai karakter dan keinginan yang selalu ingin bermain. Minat anak terhadap segala bentuk

permainan sangat tinggi.

Selain dasar pertimbangan di atas, penerapan metode permainan dalam pembelajaran

juga sesuai dengan tahapan perkembangan anak usia sekolah dasar yang sangat erat dengan

benda-benda konkrit di sekitarnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Piaget bahwasannya

anak usia sekolah dasar berada pada tahap operasional konkrit, yang mana pada tahap ini mereka

akan lebih mudah memahami suatu konsep melalui penggunaan benda-benda konkrit yang dekat

dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, penulis yakin bahwa dengan diterapkannya

permainan Monopoli Sederhana dalam pembelajaran mendeskripsikan ciri-ciri tumbuhan atau

binatang, siswa Lambat belajar dapat lebih termotivasi untuk terlibat secara aktif dalam proses

pembelajaran. Sehingga, kemampuan siswa tersebut dalam mendeskripsikan ciri-ciri tumbuhan

atau binatang dapat mengalami peningkatan dari pembelajaran sebelumnya.

B. Hasil yang Dicapai dari Strategi yang Dipilih

Penerapan strategi yang dipilih, yaitu permainan “Monopoli Sederhana” dilakukan dalam

pembelajaran tematik yang memadukan mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Penjasorkes.

Pembelajaran tersebut dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 26 April 2014 Selama proses

pembelajaran berlangsung, dilakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa yang lebih difokuskan
pada siswa lambat belajar sebagai sasaran utama penerapan strategi yang dipilih. Untuk lebih

jelas, berikut ini akan dipaparkan secara rinci proses pembelajaran yang dilaksanakan beserta

hasilnya.

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran diawali dengan kegiatan appersepsi yang dilakukan

dengan mengajak seluruh siswa bernyanyi bersama lagu yang berjudul “Orang Berjalan” sambil

memeragakan gerakannya. Pada saat bernyanyi, tampak siswa lambat belajar ikut bernyanyi dan

memeragakan gerakan. Dari hal itu dapat diketahui bahwa siswa tersebut sudah mulai

menunjukkan suatu perkembangan yang baik, karena pada waktu-waktu sebelumnya dia tidak

pernah mau berpartisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Selanjutnya, memasuki kegiatan inti siswa dikondisikan ke dalam 3 kelompok yang

masing-masing terdiri dari 10 orang untuk melakukan permainan sesuai dengan prosedur yang

telah direncanakan. Setelah guru menjelaskan aturan permainan yang harus dijalankan,

permainan pun dimulai. Semua siswa tampak semangat dan bermain dengan gembira, begitupun

dengan siswa lambat belajar. Siswa tersebut mulai termotivasi untuk ikut serta dalam permainan

itu. Namun, ketika tiba gilirannya, dia masih terlihat ragu untuk tampil ke depan, karena tidak

terbiasa. Melihat kondisi seperti itu, teman-temannya yang lain memberinya semangat agar siswa

tersebut berani dan mau tampil ke depan. Akhirnya, dia beranjak dari tempat duduknya dan mau

ke depan dengan ditemani oleh seorang temannya. Walaupun belum berani tampil sendiri,

perubahan yang baik sudah terjadi pada siswa tersebut.

Ketika melakukan permainan, tampak keceriaan di wajah siswa tersebut. Dia

melemparkan dadu dengan semangat dan dia mampu melakukan gerakan melompat pada petak-

petak monopoli sederhana yang disediakan. Setelah itu, dia mengambil kartu soal pada kotak
yang telah disediakan. Dengan bimbingan guru, dia mampu menyebutkan 3 ciri dari tumbuhan

yang ada pada gambar.

Dari segi kelancaran dalam menyebutkan ciri-ciri binatang, siswa tersebut sudah lebih

lancar dari sebelumnya, intonasinya pun sudah lebih nyaring. Namun, dalam penggunaan bahasa,

dia masih dominan menggunakan bahasa daerah.

Meskipun demikian, secara keseluruhan hasil yang diperoleh siswa lambat belajar sudah

jauh lebih baik. Nilai yang diperoleh siswa meningkat 42% dari 33 menjadi 75, dan nilai

tersebut di atas KKM, sehingga siswa dinyatakan tuntas. Perubahan yang terjadi pada aktivitas

siswa tersebut sudah dapat membuktikan bahwa permainan “Monopoli Sederhana” ini cukup

efektif dalam meningkatkan keaktifan siswa, terutama siswa lambat belajar. Sehingga

kemampuan siswa dalam mendeskripsikan ciri-ciri tumbuhan/ binatang pun mengalami

peningkatan.

C. Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Melaksanakan Strategi yang Dipilih

Pelaksanaan pembelajaran melalui penerapan permainan “Monopoli Sederhana” telah

menciptakan suatu perubahan positif, baik pada proses maupun hasil belajar siswa lambat belajar

yang terdapat di kelas II SDN Cibala. Namun, tidak dapat dipungkiri adanya kendala-kendala

yang dihadapi ketika proses pembelajaran berlangsung. Adapun kendala-kendala yang dihadapi

adalah sebagai berikut.

1. Ketika siswa yang lambat belajar melakukan permainan dibantu oleh siswa lain, ada saja siswa

yang normal yang merasa diperlakukan secara tidak adil.


2. Dalam pelaksanaan permainan, siswa lambat belajar menghabiskan waktu yang cukup lama

dibandingkan dengan siswa yang normal, dan hal itu menimbulkan adanya protes dari beberapa

siswa yang lain karena menunggu giliran terlalu lama.

3. Pelaksanakan pembelajaran melalui permainan memerlukan waktu yang lebih banyak dari

pembelajaran yang biasa dilakukan.

D. Faktor-faktor Pendukung

Keberhasilan penerapan strategi yang dipilih dalam mengatasi permasalahan yang

muncul, khususnya dalam meningkatkan kemampuan siswa lambat belajar, tentunya tidak lepas

dari adanya faktor-faktor pendukung. Faktor-faktor tersebut yaitu sebagai berikut.

1. Antusiasme siswa yang besar terhadap pembelajaran yang dilaksanakan melalui permainan.

2. Pemberian reward terhadap keberhasilan siswa, baik secara verbal maupun non-verbal.

3. Pengemasan pembelajaran yang dilakukan sedemikian rupa sehingga siswa merasa enjoy dan

tidak terbebani seperti ketika pembelajaran dilakukan secara konvensional.

4. Kerja sama dan respon yang baik dari kepala sekolah dan dari guru-guru lain, terutama dari guru

mata pelajaran Penjasorkes.

E. Alternatif Pengembangan

Berdasarkan pengalaman dari pembelajaran yang telah dilaksanakan, agar hasil yang

dicapai lebih optimal dan kendala yang dihadapi dapat lebih diminimalisir, untuk ke depannya

dapat dilakukan pengembangan terhadap strategi yang telah diterapkan dengan alternatif sebagai

berikut.
1. Memodifikasi permainan, misalnya dengan menambah jumlah petak monopoli dan mengubah

aturan permainan menjadi sedikit lebih kompleks agar kemampuan berpikir siswa semakin

berkembang.

2. Menggunakan permainan “Monopoli Sederhana” ini dalam pembelajaran yang lain, misalnya

dalam mata pelajaran Matematika, yaitu dengan membubuhkan angka-angka pada petak-petak

monopoli dan menambahkan soal-soal operasi hitung bilangan pada kartu soal yang disediakan.
BAB III
SIMPULAN DAN REKOMENDASI OPERASIONAL

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tentang upaya meningkatkan kemampuan

mendeskripsikan ciri-ciri tumbuhan atau binatang pada siswa lambat belajar di kelas II SDN

Cibala dengan menerapkan permainan “Monopoli Sederhana” dapat ditarik simpulan sebagai

berikut.

1. Melalui permainan “Monopoli Sederhana”, motivasi siswa lambat belajar untuk mengikuti

proses pembelajaran menjadi lebih meningkat, sehingga siswa menjadi lebih aktif, berani tampil

ke depan dan partisipatif dalam setiap tahapan kegiatan yang dilaksanakan.

2. Permainan dapat membuat suasana lingkungan belajar menjadi lebih menyenangkan, segar,

hidup, bahagia, dan santai namun tetap memiliki suasana belajar yang kondusif. Hal itu

menyebabkan siswa lambat belajar menjadi lebih mudah menyerap dan memahami materi

pembelajaran yang disampaikan.

3. Melalui diterapkannya aturan dalam permainan “Monopoli Sederhana”, kondisi emosional siswa

lambat belajar menjadi lebih terkendali. Sehingga, siswa bersangkutan yang tadinya mudah

tersinggung dan cepat marah menjadi lebih tenang.

4. Dengan dikondisikannya siswa menjadi beberapa kelompok dalam permainan Monopoli

Sederhana, semua siswa berbaur dan bekerja sama dengan baik, sehingga tidak terdapat

kesenjangan anatara siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus.


B. REKOMENDASI OPERASIONAL

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari diterapkannya permainan “Monopoli Sederhana”

dalam pembelajaran di kelas inklusif, ternyata permainan tersebut telah memberikan kontribusi

yang cukup berarti terhadap peningkatan motivasi belajar siswa lambat belajar, sehingga dapat

meningkatkan kemampuan mendeskripsikan ciri-ciri tumbuhan atau binatang. Dengan demikian,

metode permainan tersebut seyogyanya dapat digunakan oleh guru-guru yang lain, terutama di

sekolah-sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif sebagai salah satu alternatif dalam

meningkatkan kualitas pembelajaran.

Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan berdasarkan temuan-temuan yang

diperoleh dari pembelajaran dengan menerapkan permainan “Monopoli Sederhana” untuk

perbaikan pembelajaran pada waktu yang akan datang adalah sebagai berikut.

1. Pendekatan dan bimbingan terhadap siswa Lambat belajar hendaknya dilakukan secara lebih

intensif agar kebutuhan siswa dapat terpenuhi dengan baik, sehingga hasil belajar yang dicapai

dapat lebih optimal.

2. Nilai-nilai kebersamaan harus senantiasa ditanamkan pada semua siswa dalam setiap

pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusif agar tidak ada diskriminasi antara siswa normal dan

siswa berkebutuhan khusus sesuai dengan salah satu dari empat pilar pendidikan yaitu learning

to live together.

DAFTAR PUSTAKA

Smith, J. David. 2009. Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Nuansa: Bandung.
Nur‟aini Umri dan Indriyani. 2008. Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas II. Depdiknas : Pusat
Perbukuan.
http://ycaitasikmalaya46111.wordpress.com/2013/01/11/landasan-pendidikan-inklusif/ [diunduh
5/6/2014]
http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus [diunduh 5/6/2014]
http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/27/permainan-menjadikan-suasana-pembelajaran- kondusif/ [
diunduh 5/6/2014]
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif [diunduh 5/6/2014]
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2295385-contoh-kerangka-penulisan-best-practices/
[diunduh 5/6/2014]
Sunanto,J. 2002. Mengharap Pendidikan Inklusif-Makalah. Bandung: Program Pascasarjana UPI

Anda mungkin juga menyukai