Manifest:
Passenger manifested: 177
No shows: 23
Boarded:
Passengers boarded: 155 (128 adults, 16 childs and 1 baby)
Nationality: 149 Indonesia, 1 Malaysia, 1 Singapore, 3 South Korea and 1 United
Kingdom.
Crews boarded: 7 (2 cockpit crews and 5 cabin crews)
Total person: 162 boarded (see completed boarded list below article)
Bags:
Total bag checked: 106 collies
Total bag weight: 1,305 kg
Perkiraan Awal: AirAsia menuju Singapura diduga hilang kontak di
sekitar Teluk Kumai, Kalimantan Tengah
Sebelum hilang dari radar, pilot pesawat meminta rute yang tidak biasa sebelum
kehilangan kontak dengan kontrol lalu lintas udara. Menurut informasi Basarnas
dari petugas ATC Bandara Soekarno Hatta Jakarta, koordinat terakhir kontak
pesawat pada 03°05′29.4″S ; 111°16′55.4″E (lihat kordinat via satellite) atau
disekitar Teluk Kumai di lepas pantai pulau Kalimantan bagian Selatan, walau
wilayah itu masuk ke provinsi Kalimantan Tengah (Lokasi #1).
Kordinat lokasi terakhir hilang kontak AirAsia QZ 8501 PK-AXC lebih dari satu.
Altitude and speed atau ketinggian dan kecepatan Air Asia QZ 8501 pada saat terbang.
Satellite images of 00:32 UTC, one hour after AirAsia Qz-8501 went missing (23:24 UTC)
Namun, pilot kembali meminta mengubah posisinya ke ketinggian 38.000 kaki dan
permintaan itu ditolak oleh air traffic control(ATC). “Permintaan untuk menaikkan
ketinggian ditolak karena untuk naik 38.000 kaki di atasnya masih ada pesawat
lainnya,” ujar Direktur Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Djoko
Murjatmodjo di Kantor Otoritas Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Minggu
(28/12/2014).
“Request to higher level (Permintaan penambahan ketinggian),” ujar Kapten
Irianto, pilot Airasia QZ8501, yang saat itu menerbangkan pesawatnya di ketinggian
32.000 kaki.
Setelah itu, Wisnu mengatakan bahwa petugas ATC Bandara Soekarno-Hatta
menjawab langsung permintaan itu.
Awan Commulonimbus
Saat itu, pesawat diberikan izin naik ke 34.000 kaki karena pada saat yang sama
pada level 38.000 kaki masih terdapat pesawat lainnya, yakni AirAsia 502. “Saat
kami sampaikan jawaban agar naik ke 34.000 kaki, sudah tidak ada lagi jawaban
sekitar pukul 06.14,” papar Wisnu. ATC Bandara Soekarno-Hatta kemudian
mengontak pesawat-pesawat di sekitar AirAsia QZ8501 untuk juga membantu
menghubungi pesawat itu. Ketika itu, pesawat masih terdeteksi di radar ATC.
Penampakan petir di jalur AirAsia QZ 8501 PK-AXC jurusan Surabaya – Singapura
Dari lokasi, berdasarkan radar cuaca, kondisinya memang tidak bagus. Ada awan
comulonimbus (Cb) yang kemungkinan besar juga terjadi hujan dan petir.
Namun, upaya itu menemui kegagalan karena tak ada lagi jawaban dari pesawat
naas itu dan tiba-tiba pesawat sudah tidak ada di radar pemantau, alias hanya sinyal.
Pukul 06.17 WIB, atau lima menit kemudian, posisi pesawat hanya tampak sinyal di
antara kota Tanjung Pandan di pulau Belitung dan kota Pontianak di Kalimantan
Barat. Pukul 06.18 WIB, pesawat hilang dari radar dan hanya terlihat flight
plan saja.
Pesawat menghadapi awan yang sangat tebal di lokasi (antara Belitung dan
Kalimantan). Berdasarkan data, ketinggian puncak awan kumulonimbus yang
dihadapi pesawat 48.000 kaki. Menilik ketinggiannya saja, pesawat mungkin masih
akan berhadapan dengan awan bila naik ke ketinggian 38.000 kaki. Namun, apakah
pesawat bisa menghindar dari awan atau tidak, hal itu sangat tergantung pada
besarnya awan itu sendiri.
Foto Radar Sekunder yang memperlihatkan AirAsia 8501 (dilingkari kuning) saat di ketinggian 36.300 ft
(11,100 m) dan mulai memanjat ketinggian dengan kecepatan 353 knot (654 kmh atau 406 mph).
Sedangkan menurut mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Marsekal TNI (Purn)
Chappy Hakim, mengungkapkan bahwa masalah cuaca seperti awan adalah hal biasa
yang dihadapi dalam penerbangan modern saat ini.
“Sebelum terbang juga kita sudah mengisiflight plan dan melihat cuaca sepanjang
jalur penerbangan. Pesawat A320 yang dipakai Air Asia sendiri adalah pesawat
canggih yang sudah dilengkapi dengan radar cuaca yang baik,” ungkapnya.
Dengan teknologi dan perencanaan penerbangan yang baik, kasus pesawat hilang
atau jatuh akibat faktor cuaca itu sudah jarang terjadi dalam penerbangan modern.
Misterius: Hindari awan tebal, pilot memutuskan belok ke kiri, tapi
kenapa justru belok ke kanan?
Penampakan keadaan cuaca ketika pesawat AirAsia QZ 8501 PK-AXC terbang dari Surabaya menuju
Singapura pada prediksi awal menuju Teluk Kumai di lepas pantai Kalimantan bagian Selatan.
Kondisi cuaca di sekitar lokasi hilangnya pesawat memang buruk dan awan hujan
cumulonimbus sangat tebal.
Tapi, kenapa dari jalur penerbangan atauflight path terakhirnya justru pesawat itu
mengarah ke kanan mendekati pantai Kalimantan bagian Selatan?
Karena hilang kontak, maka tindakan ATC sesuai prosedur menyatakan tahap awal
pesawat hilang kontak 07.00 WIB, atau 50 menit setelah dicari.
Hingga saat ini tim SAR dan Basarnas masih terus melakukan pencarian hilangnya
pesawat misterius ini. Kabar mendarat darurat, jatuh dilaut hingga hilang tak
berbekas masih menyelimuti fenomena hilangnya AirAsia QZ 8501.
Pengguna blogger misterius asal Cina itu kemudian menegaskan bahwa ada “tangan
hitam” atau “black hand” akan keluar untuk “merusak AirAsia” (to ruin AirAsia)
yang merupakan sebuah maskapai atau perusahaan penerbangan terbesar kedua di
Malaysia itu.
Black hand, adalah “metafora” untuk sebuah organisasi bayangan yang melakukan
pekerjaan di balik layar yang telah membajak dan menembak jatuh MH370 dan
MH17. Kejadian ini cukup melumpuhkan salah satu maskapai penerbangan besar
ke-6 dunia, Malaysia Airline,” jelas blogger misterius itu.
“Sekarang, Black Hand sedang menargetkan AirAsia untuk merusak maskapai
tersebut, yang juga milik Malaysia. Mengingat betapa dahsyatnya Black Hand, saya
sarankan agar semua orang Tiongkok menghindari perjalanan dengan AirAsia,
sehingga anda tidak menghilang (mengalami kejadian serupa) seperti yang terjadi
pada MH370″, tambahnya.
“Anda bisa bahagia berlibur, bekerja, atau berlayar di atas kapal, tetapi jika anda
pergi menggunakan Malaysia Airline atau AirAsia, kau akan mati, hati-hati. Katakan
pesan ini kepada teman-teman anda untuk menghindari Malaysia Airline dan
AirAsia,” terang blogger misterius itu mengakhiri diskusi.
Kemudian, ia melanjutkan “Ini adalah pesan untuk menyelamatkan jiwa. Jika anda
bepergian tidak menggunakan Malaysia Airline dan AirAsia, jangan abaikan ini.
Setelah terjadi, anda akan menemukan peringatan ini sudah terlambat”, ujarnya.
Screenshot sebagian kecil di forum Reddit about Air Asia QZ8501 (by: IndoCropCircles)
Tetapi ada juga anggota forum yang mempercayai dan memilih menghindari
maskapai tersebut. Setelah tanggal 17 Desember, LandLord tidak mengatakan apa-
apa lagi.
Dalam sebuah komentar, ada pengunjung yang mengatakan bahwa kata “LandLord”
adalah sebuah kesalahan penerjemahan yang dalam arti sebenarnya adalah “OP”.
Pengguna blogger misterius asal Cina sejak 15 Desember lalu mempresikdi dan menegaskan bahwa ada
“tangan hitam” atau “black hand” akan keluar untuk “merusak AirAsia” (to ruin AirAsia) yang merupakan
sebuah maskapai atau perusahaan penerbangan terbesar kedua di Malaysia itu.
Banyak pengguna lainnya yang berspekulasi bahwa blogger misterius itu adalah
“orang dalam” atau insider atau sejenisnya yang memiliki koneksi atau terhubung
kepada pemerintah Malaysia atau pemerintah Cina. Sepertinya pesannya memang
berhasil dan telah ditanggapi oleh warga Cina, karena terbukti tiada satupun warga
negara China yang berada di Air Asia QZ8501 yang nahas itu.
Memang terkadang kita merasa tak percaya akan adanya campur tangan manusia
dalam suatu musibah. Namun anehnya, mengapa ia memposting tak jauh-jauh hari
sebelumnya? Misalnya tak lama setelah maskapai Malaysia Airlines MH370 hilang,
atau tak lama setelah ditembaknya MH17 diatas udara Ukraina.
Namun ia justru memposting tak lama sebelum musibah terjadi pada penerbangan
AirAsia QZ8501, seakan ia tahu bahwa dalam waktu dekat akan ada pesawat AirAsia
yang menjadi target Black Hand. Selain itu, mengapa ia memposting begitu massive-
nya secara berulang-ulang dan bertubi-tubi.
Mungkinkah hal ni hanya kebetulan semata? Atau adanya persaingan bisnis? Semua
pendapat itu terserah anda yang berhak menilainya. Anda juga dapat mencari berita
yang menghebohkan tentang blogger misterius asal Cina ini pada pencarian di
Google yang juga banyak diterbitkan pada laman web terkenal mulai dari
Huffingtonpost, Dailymail, BBC hingga the New York Times.
“ELT disiapkan pada tiap pesawat agar jika ada emergency maka stasiun didarat
pasti dapat menangkap frekuensinya termasuk Basarnas, dan untuk masalah ini
frekuensi tak tertangkap. Berarti pesawat itu perlu dipertanyakan kenapa ELT tidak
menyala,” kata Kepala KNKT Tatang Kurniadi di Tangerang, Minggu (28/12/2014).
Selain dikenal sebagai ELT (Emergency Locator Transmitter), namun banyak alat
sejenis yang dikenal dengan nama atau sebutan lain. Beberapa diantaranya,
sepertiDistress radio beacons atau emergency beacons atau PLB (Personal Locator
Beacon) atau EPIRB (Emergency Position-Indicating Radio Beacon), atau juga
ELBA (Emergency Locator Beacon Aircraft). Namun semua alat itu memiliki fungsi
dan kegunaan yang sama, yaitu sebagai perangkat suar penentu lokasi untuk pesawat
dan kapal laut bahkan dapat dimanfaatkan secara individual.
Sementara itu kotak hitam milik Airasia QZ 8501 juga sama-sama belum ditemukan,
biasanya ada pinger yang akan berbunyi di dalam air. Namun, untuk mendeteksi
bunyi itu, harus ada alat solar detector. Artinya harus ada kapal dulu yang diarahkan
ke pingeritu untuk menangkap sinyal.
Pendapat-pendapat para ahli penerbangan internasional antara MAS
MH370 dan AirAsia QZ 8501
The Telegraph menulis bahwa hilangnya pesawat AirAsia dalam penerbangan antara
Indonesia dan Singapura, mau tidak mau, memicu perbandingan dengan kasus tidak
terpecahkan hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH370.
Marc Dugain, Mantan Direktur Maskapai Prancis
Namun ia tak mendengar ledakan karena pada saat itu angin sangat kencang. Cuaca buruk
baru sedikit reda pada siang hari dan ia pun kembali melaut untuk bergegas pulang. Setelah
sampai rumah dan menonton televisi, ia baru sadar bahwa apa yang ia lihat mirip pesawat
AirAsia yang memiliki warna cat yang sama. Jadi ia hanya melihat pesawat terbang rendah,
namun ia tak mendengar dentuman pesawat jatuh. (lihat video kesaksian).
Setelah sampai rumah, ia menonton televisi dan baru mengetahui bahwa ada
pesawat jatuh. Ia memperkirakan bahwa dentuman yang telah ia dengar tadi pagi,
adalah pesawat yang jatuh itu. Situasi ini kebalikan dari saksi pertama, jadi ia hanya
mendengar dentuman pesawat jatuh, namun tak melihat sosok pesawat. (lihat video
kesaksian).
3. Fendi, seorang warga Pangkalan Bun, Pantai Kubu, Kecamatan Kumai,
Kalimantan Tengah, mengaku melihat pesawat seperti AirAsia sesaat sebelum
dikabarkan hilang kontak pada Minggu pagi, 28 Desember 2014. “Saya melihat
pesawat itu terbang rendah. Dia punya warna depan putih merah dan melintas agak
rendah,” ujar Fendi.
Menurut pengakuan Fendi, pesawat yang mengangkut ratusan penumpang itu
terlihat jelas dari pantai di Pangkalan Bun. Namun dia tidak mengetahui jika
pesawat itu yang dikabarkan hilang kontak. Saat itu dia tengah melakukan renovasi
terhadap atap rumahnya. “Saat saya ke rumah baru lihat berita, kok pesawat
(seperti) ini ada di berita dan dikabarkan hilang. Saya tidak tahu itu pesawat jatuh,”
kata Fendi. Lalu pengakuan Fendi selanjutnya ditelusuri oleh Badan SAR Nasional
untuk didalami keabsahannya. (sumber).
Crew (7 Crews):
156. Irianto / Captain
157. Remi Emmanuel Plesel / Flight officer(France)
158. Saiful Rakhmad / Flight Engineer
159. Wanti Setiawati (30) / Senior Flight Attendant (identified)
160. Khairunisa Haidar Fauzi (22) / Flight Attendant/ Palembang (identified)
161. Oscar Desano / Flight Attendant
162. Wismoyo Ari Prambudi (24)/ Flight Attendant/ Klaten (identified/018)
Total person boarded: 162
Dokumen manifest dari AirAsia:
Respons Dunia atas Tragedi Ketiga Pesawat
Malaysia
Hilangnya pesawat AirAsia dengan cepat dikaitkan tragedi MH370.
Selasa, 30 Desember 2014 | 00:10 WIB
Oleh : Adrianus Mandey
Suasana dan aktivitas calon penumpang dikantor perwakilan Air Asia di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta
terlihat normal. (VIVAnews/Ikhwan Yanuar)
VIVAnews - Ada sedikitnya tiga hal yang menjadi pusat perhatian berbagai media
internasional, saat pesawat AirAsia dengan nomor penerbangan QZ8501 dilaporkan
hilang, pada Minggu, 28 Desember 2014. Tiga hal itu yaitu Malaysia, MH370, dan
Indonesia.
Dua tragedi sebelumnya melibatkan pesawat milik Malaysia Airlines, yaitu pesawat
bernomor penerbangan MH370 yang hilang dalam penerbangan dari Kuala Lumpur
ke Beijing, pada 8 Maret. Lalu, MH17 yang ditembak jatuh di Ukraina, pada 17 Juli.
Peristiwa hilangnya pesawat AirAsia, dengan cepat dikaitkan dengan tragedi MH370
yang belum juga ditemukan. Berbulan-bulan pencarian yang masif, bahkan belum
memberikan satu atau sedikit pun petunjuk tentang keberadaan pesawat, yang
diduga jatuh di Samudra Hindia.
Teori konspirasi yang muncul, sejak beberapa jam setelah hilangnya MH370,
bertahan hingga saat ini. Sebagian meyakini, adanya konspirasi sebagai penjelasan
paling dapat diterima, terkait misteri hilangnya MH370.
Teknologi Pencarian
Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya FHB Soelistyo, Senin, 29
Desember, mengatakan bahwa saat ini terdapat kendala dalam pencarian pesawat,
terkait dengan kebutuhan beberapa alat penunjang yang tidak dimiliki Indonesia.
"Kita butuh dua alat, yakni marine detector, digunakan untuk mendeteksi pesawat
yang diduga jatuh ke air dan satu lagi untuk menindaklanjuti lokasi dengan evakuasi
dengan submersible capsule," ujar Soelistyo.
Basarnas disebutnya memiliki peralatan itu, namun dengan teknologi yang tidak
cukup mumpuni untuk mencakup wilayah pencarian. Oleh karena itu, Indonesia
berencana meminjamnya dari negara asing yang sudah menawarkannya.
"Melalui Kemenlu RI kita sudah bicarakan, dan kami berencana meminjam kedua
alat itu ke negara lain," katanya. Perangkat detektor pinjaman itu, menurut dia, dapat
menentukan lokasi hilangnya pesawat dengan lebih spesifik.
Sementara itu, submersible capsule digunakan, saat titik lokasi pencarian atau
tanda-tanda pesawat milik AirAsia QZ8501 sudah ditemukan di bawah laut.
Perangkat berbentuk kapsul itu dapat diturunkan hingga ke dasar laut.
Beberapa negara telah menawarkan bantuan saat ini, seperti Singapura dan
Australia dengan pesawat dan perangkat penangkap sinyal dari kotak hitam.
Sementara itu, untuk kapsul penyelam baru dimiliki Amerika Serikat (AS) dan
Prancis.
Catatan Keamanan
Hampir 650 jiwa tewas dalam sedikitnya delapan tragedi penerbangan di Indonesia,
selama dua dekade terakhir. Sebagian besar diyakini akibat kesalahan manusia.
Indonesia disebut tidak memiliki cukup tenaga berkualitas, baik itu pilot, maupun
mekanik.
Total ada 5,6 juta penumpang penerbangan di Asia Pasifik, dan dipastikan bakal
meningkat. Jurnal Penerbangan Orient menyebut 70 persen rute tersibuk dunia,
melakukan perjalanan melalui Asia Tenggara.
Bahkan ada sedikitnya satu insiden penerbangan di Indonesia, selama tiga tahun
berturut. Sebelum pesawat AirAsia, ada Boeing 737-800 milik Lion Air yang
tergelincir dari landasan saat akan mendarat, pada April 2013 di Bali.
Pada Mei 2012, pesawat Sukhoi Superjet-100 jatuh saat demonstrasi penerbangan,
menewaskan 45 orang. Lantas pada Januari 2007, Boeing 737 milik Adam Air hilang
dalam penerbangan dari Surabaya ke Manado, dengan korban 102 orang.
MH370
MH370 hilang tanpa jejak bersama 239 penumpang dan kru pesawat. Mantan
Direktur Maskapai Prancis, Marc Dugain, menuding adanya konspirasi dalam tragedi
MH370, yang diduga dibajak atau ditembak jatuh oleh AS.
Dikutip laman Huffingtonpost, Marc Dugain menduga pesawat Boeing dengan nomor
penerbangan MH370 dibajak, dan terbang mengarah ke Pulau Diego Garcia di
Samudra Hindia, yang merupakan instalasi militer rahasia AS.
Berdasarkan paten yang didaftarkan oleh Boeing, disebutkan bahwa semua pesawat
mereka dilengkapi dengan perangkat pengendali jarak jauh, yang dimaksudkan
untuk mencegah pesawat dibajak dan digunakan untuk serangan terorisme.
Seperti pesawat AirAsia, MH370 juga didahului dengan terputusnya kontak antara
pesawat dan pusat kendali lalu lintas udara (ATC), serta tidak ada sinyal darurat
yang dikirimkan sebagai tanda adanya masalah, hingga pesawat hilang dari radar.
Pakar penerbangan, Peter Stuart Smith, yang dikutip dalam laporan Mirror,
menyebut aneh bahwa QZ8501 tidak melakukan kontak dengan ATC. "Bahkan jika
kita berasumsi bahwa pesawat menghadapi cuaca sangat buruk, dan pecah di
udara," katanya.
"Jelas prioritas utama pilot adalah menerbangkan pesawat, tapi mengirim sebuah
pesan pada ATC tentang apa yang terjadi, hanya beberapa detik untuk mengirimkan
sinyal pada kotak SSR, yang akan memperingatkan ATC bahwa ada masalah,"
tambahnya.
Walau begitu, pakar penerbangan lainnya, Neil Hansford, menyebut tidak ada
komplikasi serumit MH370, dalam kasus hilangnya QZ8501, di mana otoritas
Indonesia mengatakan yakin mendapat sinyal terakhir lokasi hilangnya pesawat.
"Belum ada komplikasi MH370 (untuk QZ8501). Mereka tahu yang ini, dan jika
mereka tidak dapat menemukannya, maka kita memiliki persoalan," kata Hansford.
Lebih Mudah
Jurnalis penerbangan CNN, Paul Goelz, menilai ada perbedaan antara MH370 dan
QZ8501. Di mana pada kasus MH370, transponder untuk mengidentifikasi
keberadaan pesawat tampak sengaja dimatikan. Sementara itu, pada kasus AirAsia
hal itu tidak terjadi.
Sementara itu, Laut Jawa tempat pesawat AirAsia diduga hilang, adalah lautan yang
lebih dangkal dengan kedalaman diperkirakan hanya sekitar 150 kaki, dibandingkan
dengan Samudra Hindia yang memiliki kedalaman antara 10.000-20.000 kaki.
Kondisi itu diyakini lebih mudah menemukan pencarian puing-puing di Laut Jawa.
"Kita tidak akan melihat upaya proses pencarian seperti yang terjadi dalam kasus
Malaysia Airlines MH370," kata mantan Direktur Kantor Administrasi Penerbangan
Federal untuk Penyelidikan Kecelakaan, Steven Wallace.
Lebih lanjut, Goelz menyebut keberadaan pesawat sudah dapat diprediksi. Berbeda
dengan kasus hilangnya MH370, yang disertai tidak jelasnya informasi. Di mana
para pejabat berwenang menyampaikan pernyataan yang saling bertolak belakang.
Sementara itu, dalam kasus AirAsia, pemerintah Indonesia dan maskapai terlihat
menggunakan pendekatan yang lebih sesuai. CEO AirAsia Tony Fernandes bahkan
turun langsung, dan aktif melakukan berkomunikasi dengan publik melalui media
sosial.
Menurut analis penerbangan, Will Ripley, cara Fernandes mengatasi krisis sangat
meyakinkan. "Otoritas dan maskapai berkoordinasi dengan baik. Mereka juga
menempatkan keluarga penumpang sebagai prioritas utama dalam situasi yang
buruk ini," kata Ripley.
Dukungan bagi publik, di antaranya dengan transparansi informasi, sangat
dibutuhkan keluarga korban saat ini. Mereka sangat berharap, kasus AirAsia tidak
akan menjadi misteri seperti MH370. (art)
"Para pilot berkeyakinan, kru (QZ8501) dalam upaya menambah ketinggian untuk
menghindari badai, entah bagaimana menyadari bahwa mereka terbang terlalu lambat," ujar
dia.
"Dengan kecepatan itu, mereka tertarik ke aerodynamic stall, seperti yang terjadi dalam
hilangnya Air France AF447 pada 2009," lanjut Thomas, seperti dikutip dari AAP.
Pada 2009, Air France AF44 jatuh ke Samudra Atlantik dalam perjalanan dari Rio de
Janeiro, Brasil, menuju Paris, Perancis.
Thomas memperkirakan, kecepatan AirAsia QZ8501 sekitar 100 knot, setara sekitar 160
kilometer per jam. "Terlalu lambat. Saat itu ketinggiannya juga sangat berbahaya," ujar dia.
Menurut Thomas, Airbus A320-200 yang dipakai dalam penerbangan ini merupakan
pesawat canggih. Dengan pemikiran tersebut, dia berpendapat bahwa pesawat
ini hilang kontak karena faktor cuaca ekstrem semata.
"Pesawat ini 'tertangkap' oleh tarikan udara ke atas atau sesuatu semacam itu, sesuatu
yang sangat tidak beres," ujar Thomas.
Prinsip situasinya, papar Thomas, pesawat tersebut terbang dengan kecepatan terlalu
lambat untuk ketinggiannya saat itu, dan udara terlalu tipis sehingga sayap tidak mampu lagi
menopangnya. "Pesawat pun stall. Aerodynamic stall."
Meski sudah menyebut A320 sebagai pesawat canggih, Thomas mengatakan, radar di
pesawat tersebut bukan produk terbaru. Menurut dia, radar yang terpasang di A320 kadang-
kadang bermasalah ketika berada di lingkungan berbadai. "Ada kemungkinan pilot tertipu
oleh kondisi itu."
"Ketika Anda tak punya alat yang disebut dengan multi-skilledradar itu, Anda harus
mencermati data radar itu secara manual. Anda harus melihat ke dalam badai, berapa
intensitas kelembaban dan hujan di dalamnya, lalu Anda membuat keputusan seberapa
buruk itu. (Secara) manual, bisa jadi ada kesalahan, dan itu yang terjadi."
Beberapa Pertanyaan yang Tersisa dari Tragedi
AirAsia QZ8501
Rabu, 31 Desember 2014 | 14:04 WIB
Reska K. Nistanto/KOMPAS.comPK-AXC, Airbus A320-200 yang dioperasikan oleh maskapai Indonesia AirAsia,
yang hilang sejak Minggu (28/12/2014). Foto diambil pada 7 September 2011 di Bandara Soekarno-Hatta,
Tangerang, Banten.
Terkait
Doa Anak-anak PAUD untuk Korban AirAsia dan "Om-om Berbaju Oranye"
DPR Sebut Manajeman Penerbangan RI Sedang "Sakit"
Jenazah Mahasiswi Petra Korban AirAsia Berhasil Diidentifikasi
Kepala Basarnas: Benda Diduga CVR AirAsia Ditemukan, tetapi Belum Terkonfirmasi
22
Bahwa cuaca buruk di lintasan yang dilalui dari Surabaya menuju Singapura, hal itu rasanya
tidak terbantahkan lagi.
Ada juga satu fakta, pilot AirAsia minta izin naik ke ketinggian untuk menghindari cuaca
buruk. Izin tidak diberikan menara pengawas. Setelah itu, Airbus 320 itu hilang kontak.
Koran The Straits Times Singapura pada Rabu (31/12/2014) ini menampilkan grafis yang
memperlihatkan posisi pesawat di jalur itu, sesaat sebelum kecelakaan terjadi.
AirAsia 8501 terbang di ketinggian 32.000 kaki, dan berada pada posisi paling rendah. Di
atas AirAsia 8501 terdapat tujuh pesawat lain (lihat grafis).
Masuk akal kalau menara pengawas (ATC) tidak memberi izin ke pilot AirAsia 8501 untuk
menambah ketinggian. Itulah titik awal penyelidikan.
Namun, dua pertanyaan lain menyusul. Pertama, mengapa AirAsia 8501 tetap diizinkan
terbang padahal jalur penerbangan pada jam itu demikian padatnya? Cuaca juga merah di
beberapa spot.
Kedua, mengapa (atau apakah boleh dibenarkan jika) AirAsia memajukan jadwal
penerbangan dari semula pukul 08.00 pagi ke pukul 05.30 pagi?
Masalahnya, seperti terlihat pada grafis, dalam kondisi cuaca buruk, pilot membutuhkan
ruang manuver yang lebih besar dan lebih tinggi.
Hal itulah yang tidak diperoleh pilot berpengalaman dari AirAsia QZ8501. Cuaca buruk, pilot
tidak memiliki ruang untuk menaikkan pesawat, dan jadwal dimajukan ke jam sibuk.
Beberapa hari ke depan, publik menunggu penjelasan yang lebih komprehensif mengenai
apa yang terjadi.
Kecelakaan AirAsia bukan cuma soal AirAsia dan korban beserta keluarga.
Ini soal yang lebih besar: Apakah kita bisa menggantungkan nasib kita, nasib keluarga kita,
pada pengelola industri penerbangan?
Apakah maskapai dengan penerbangan murah benar-benar memberi harga murah atau
nyawa manusia yang dinilai murah?
Inilah inti soalnya: Seberapa kuat otoritas penerbangan dan pengelola low cost
carrier berpihak pada nasib manusia? (Dahlan Dahi dari Singapura)
Bahwa cuaca buruk di lintasan yang dilalui dari Surabaya menuju Singapura rasanya
tidak terbantahkan lagi.
Ada juga satu fakta: Pilot AirAsia minta izin naik ke ketinggian untuk menghindari
cuaca buruk. Izin tidak diberikan menara pengawas. Setelah itu Airbus 320 itu hilang
kontak. Dan jatuh.
Masuk akal kalau menara pengawas (ATC) tidak memberi izin ke pilot AirAsia 8501
untuk menambah ketinggian.
Pertama: Mengapa AirAsia 8501 tetap diizinkan terbang padahal jalur penerbangan
pada jam itu demikian padatnya. Cuaca juga merah di beberapa spot.
Memajukan jadwal penerbangan ke jam yang sibuk dan pada saat cuaca buruk
dianggap sebagai keputusan yang salah.
Masalahnya, seperti terlihat pada grafis, dalam kondisi cuaca buruk, pilot
membutuhkan ruang manuver yang lebih besar dan lebih tinggi.
Hal itulah yang tidak diperoleh pilot berpengalaman dari AirAsia 8501.
Cuaca buruk. Pilot tidak memiliki ruang untuk menaikan pesawat. Jadwal dimajukan
ke jam sibuk.
Kecelakaan AirAsia bukan cuma soal AirAsia dan korban beserta keluarga.
Ini soal yang lebih besar: Apakah kita bisa menggantung nasib kita, nasib keluarga
kita, pada pengelola industri penerbangan.
Inilah inti soalnya: Seberapa kuat otoritas penerbangan dan pengelola low cost
carrier berpihak pada nasib manusia.
(Dahlan Dahi/Tribunnews.com)
Eka Santoso keluarga dari Joe Jeng Fei yang merupakan korban dari hilangnya pesawat AirAsia QZ 8501
menangis saat mendengarkan radio komunikasi tim SAR yang menginformasikan bahwa telah ditemukan
jenazah dan serpihan pesawat saat ikut melakukan pencarian dengan pesawat patroli maritim CN235 TNI AL di
atas perairan Laut Jawa, Selasa (30/12/2014). Tim SAR telah menemukan sejumlah benda dan enam jenazah
korban hilangnya pesawat AirAsia QZ 8501 rute Surabaya - Singapura di Teluk Kumai, Pangkal Bun, Kalteng.
Berbagai Prediksi
Penyebab Hilangnya
Pesawat Air Asia QZ8501
Senin, 29 Desember 2014 07:02 WIB
Keluarga penumpang pesawat AirAsia yang hilang kontak, menunggu kepastian nasib keluarga mereka di Crisis
Center di Terminal 2 Bandara Juanda Surabaya di Sidoarjo, Minggu (28/12/2014). Pesawat AirAsia dengan
nomer penerbangan QZ 8501 berangkat dari Surabaya menuju Singapura pada pukul 05.20 WIB dengan
membawa 155 penumpang hilang kontak berada di antara Tanjung Pandan (Pulau Belitung) dan Pontianak
(Kalimantan Barat). SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ
Spekulasi dan teori mengenai penyebab musibah inipun bermunculan sejak saat itu.
Namun, kepastian mengenai penyebab kecelakaan ini baru didapat dari Komite
Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Salah satu analisis yang muncul datang dari sejumlah peneliti dari Puslitbang Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Tim yang terdiri dari Prof Edvin
Aldrian, Ferdika Amsal, Jose Rizal, dan Kadarsah menganalisis musibah itu dari sisi
meteorologis. Penelitian mereka ini kemudian diunggah ke laman BMKG.
Saat itu pesawat melaporkan akan menghindari awan Cumulonimbus (Cb) dengan
berbelok ke arah kiri, posisi ketinggian pesawat 32.000 kaki dan minta izin untuk
menaikkan ketinggian pesawat menjadi 38.000 kaki. Kemudian pada pukul 06.17
WIB, pesawat hilang kontak.
Dari penelitian ini terungkap juga bahwa pesawat berbelok ke kiri 329° di atas Laut
Jawa, setelah lepas landas pukul 05.36 waktu setempat.
Pada pukul 05:54, ketinggian pesawat mencapai FL320 (32.000 kaki). Kemudian
pesawat merubah arah ke kiri menjadi 319°. 10 menit kemudian merubah lagi arah
sedikit ke arah 310°. Pesawat terlihat terakhir di layar monitor ACC radar pada pukul
06:24 WIB.
Pada saat itu pesawat sedang melakukan deviasi (pengalihan arah) dari yang telah
direncanakan karena alasan cuaca buruk. Pesawat meminta kenaikan ketinggian
dari 32.000 kaki ke 38.000 kaki.
"Dari beberapa kali manuver perubahan arah (heading) yang dilakukan oleh
pesawat tersebut diperkirakan pesawat menghindari cuaca buruk yang menghadang
di depannya. Diperkirakan QZ8501 terjebak cuaca buruk yang sulit dihindari ketika
sedang berada di atas Selat Karimata dekat Pulau Belitung."
Penelitian ini juga memadukan data kondisi cuaca di rute QZ8501 saat itu.
"Dokumen penerbangan yang diberikan oleh kantor BMKG menunjukkan bahwa
pada rute yang akan dilewati selama pesawat cruising level terdapat kondisi yang
cukup mengkhawatirkan."
Icing
Salah satu data yang dipakai tim Puslitbang BMKG adalah citra satelit IR. Saat
kejadian, citra menunjukkan suhu puncak awan yang ada di jalur penerbangan
QZ8501 mencapai-80º hingga 85ºC (warna violet). "Yang berarti terdapat butiran-
butiran es di dalam awan tersebut (icing)."
Hal tersebut juga menunjukkan bukti bahwa ada beberapa puncak awan yang
menjulang tinggi pada jalur penerbangan yang dilewati.
Berdasarkan data yang tersedia di lokasi terakhir pesawat yang diterima cuaca
adalah faktor pemicu terjadinya kecelakaan tersebut. Fenomena cuaca yang paling
memungkinkan adalah terjadinya icing yang dapat menyebabkan
mesin pesawat mengalami kerusakan karena pendinginan
"Hal ini hanyalah salah satu analisis kemungkinan yang terjadi berdasarkan data
meteorologis yang ada, dan bukan merupakan keputusan akhir tentang penyebab
terjadinya insiden tersebut."
8 Fakta Menarik Terkait Hilangnya Air
Asia QZ8501
OPINI | 30 December 2014 | 17:29 Dibaca: 1030 Komentar: 3 1
Ada beberapa hal ataupun fakta yang menarik untuk di simak terkait
hilangnya Air Asia QZ8501 tersebut, yang penulis kutip dari sejumlah
media.
1. Jika memang benar nasib hilangnya pesawat Air Asia QZ8501 adalah
sebuah kecelakaan. Maka ini menjadi peristiwa ke-3 pesawat milik
maskapai asal malaysia yang mengalami kecelakaan di tahun 2014 ini.
2. Air Asia QZ8501 ini, menjadi pesawat ke-6 yang mengalami kecelakaan
pesawat yang terjadi di seluruh dunia sepanjang tahun 2014. Sebelumnya,
tercatat ada pesawat militer C-130 Hercules milik AU Aljazair pada 11
februari 2014, MH370 milik Malaysia Airlines pada 8 maret 2014, MH17
Malaysia Airlines pada 17 juli 2014, Pesawat ATR - 72
milik Taiwan 23 juli 2014, dan sebuah pesawat Air Algerie MD-83 pada 24
juli 2014.
3.Air Asia QZ8501 menambah daftar panjang kecelakaan pesawat yang
dialami oleh pesawat berjenis Airbus A320. Menurut data, selain Air Asia
QZ 8501, sudah berjumlah 9 pesawat jenis Airbus A320 yang mengalami
kecelakaan. Yang diantaranya adalah pesawat Air france A320 (26 juni
1988), Indian Airlines A320 (14 februari 1990), Air inter A320 (20 januari
1992), Lufthansa A320-200 (14 september 1993), Gulf Air A320 (23
agustus 2000), Armavia Airlines A320 (3 mei 2006), TAM Linhas A320-200
(17 juli 2007), TACA A320-200 (30 mei 2008), XL Airways Germany (27
november 2008).
6. Saat hilang kontak pada 06.17 wib diatas perairan belitung, terdapat 7
pesawat yang berada dekat dengan posisi QZ8501 berdasarkan pantauan
flightradar24. 7 pesawat tersebut , adalah Air asia QZ502 rute denpasar-
singapura yang tepat berada di belakang dengan ketinggian 37.975 kaki,
silk Air MI176 dari arah berlawanan tujuan singapura-denpasar di
ketinggian 31.000 kaki, Emirates 406 tujuan melbourne - kuala lumpur
dengan ketinggian 36.000 kaki, Air Asia QZ550 Denpasar - kuala lumpur
34.000 kaki, dan pesawat lainnya yakni pesawat milik maskapai Garuda
indonesia dan Lion Air.