Perdanakusuma
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Akurasi Terperiksa
Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian
Lambang Lanud
Negara Indonesia
IATA: HLP
ICAO: WIHH
Informasi
Publik
Eksekutif
Jenis
Latihan
Militer (Angkatan Udara)
Melayani Jakarta
http://www.halimperdanakusuma-
Situs web
airport.co.id/
Peta
HLP
Lokasi termasuk di Jakarta, Indonesia
HLP
HLP
HLP
Menampilkan peta Jakarta Menampilkan peta Jawa
Menampilkan peta Indonesia Menampilkan peta
Southeast Asia Tampilkan semua
Landasan pacu
Panjang
Arah Permukaan
kaki m
06/24 9.843 3.000 Aspal
Statistik (2018)
Penumpang 7.400.000
Sumber: Daftar bandar udara tersibuk di Indonesia
Bekas terminal lama lapangan terbang Cililitan sekitar tahun 1915-1925
Daftar isi
1 Sejarah
2 Maskapai penerbangan dan tujuan
o 2.1 Domestik
o 2.2 Internasional
o 2.3 Kargo
3 Bandar Udara Express Train
4 Komandan Lanud Halim Perdanakusuma
5 Catatan kaki
6 Pranala luar
Lapangan terbang ini juga turut andil dalam peresmian Bandar Udara Internasional Kemayoran
yaitu dengan cara menerbangkan pesawat berjenis Douglas DC-3 menuju Kemayoran yang baru
saja diresmikan.[3]
Pada tanggal 20 Juni 1950, Belanda sepenuhnya menyerahkan lapangan terbang ini kepada
pemerintah Indonesia. Ketika itu lapangan terbang ini langsung dipegang oleh AURI dan
dijadikan pangkalan udara militer. Kemudian bertepatan dengan 17 Agustus 1952, lapangan
terbang ini berganti nama menjadi Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma untuk mengenang
almarhum Abdul Halim Perdanakusuma yang gugur dalam menjalankan tugasnya.[4]
Disamping sebagai pangkalan militer, Halim juga digunakan sebagai bandar udara sipil utama di
kota Jakarta bersamaan dengan Kemayoran. Pada tahun 1974, bandar udara ini harus berbagi
penerbangan internasional dengan Kemayoran karena padatnya jadwal penerbangan disana.
Halim juga sempat ditunjuk menggantikan peranan Kemayoran yang semakin padat. Namun
hasilnya justru tertuju kepada pembangunan sebuah bandar udara baru di daerah Cengkareng.
Kelak bandar udara tersebut dinamakan Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta. Setelah
Kemayoran ditutup, Bandar Udara Halim Perdanakusuma mulai mengurangi jadwal penerbangan
sipil untuk berfokus guna kepentingan militer. Namun pada tahun 2013, Halim memberikan 60
slot/jam untuk penerbangan berjadwal domestik maupun internasional. Hal tersebut dikarenakan
untuk mengurangi padatnya jadwal penerbangan di Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta.
[5]
Maskapai Tujuan
Ambon, Balikpapan, Banda Aceh, Bandar Lampung, Batam, Bengkulu, Denpasar/Bali,
Jambi, Kupang, Makassar, Malang, Mataram—Lombok, Medan, Padang, Palembang,
Batik Air
Pekanbaru, Samarinda, Semarang, Silangit, Surabaya, Surakarta/Solo, Tanjung Pandan,
Yogyakarta–Adisutjipto, Yogyakarta–Internasional
Citilink Balikpapan, Banda Aceh, Bandar Lampung, Bandung, Batam, Denpasar/Bali, Malang,
Mataram—Lombok, Medan, Padang, Palembang, Pekanbaru, Semarang, Silangit,
Surabaya, Surakarta/Solo, Tanjung Pandan, Way Kanan, Yogyakarta–Adisutjipto,
Maskapai Tujuan
Yogyakarta—Internasional
Balikpapan, Bandar Lampung, Batam, Bengkulu, Denpasar/Bali, Makassar, Malang,
Garuda
Medan, Padang, Palembang, Samarinda, Semarang, Sibolga, Silangit, Surabaya,
Indonesia
Surakarta/Solo, Tasikmalaya, Yogyakarta–Adisutjipto
Pelita Air Charter: Cilacap, Dumai, Matak
Susi Air Cilacap, Pangandaran
TransNusa Charter: Cilacap, Matak
Bandar Lampung, Bandung, Banyuwangi, Bengkulu, Denpasar/Bali, Jambi, Mataram–
Wings Air Lombok, Palembang, Pangkal Pinang, Pangkalan Bun, Pontianak, Semarang, Surabaya,
Surakarta/Solo, Tanjung Pandan, Tasikmalaya, Yogyakarta–Adisutjipto
Maskapai Tujuan
Singapura
Garuda Indonesia
Haji: Jeddah, Madinah
Lion Air Haji: Jeddah, Madinah
Saudia Haji: Jeddah, Madinah
Maskapai Tujuan
Cardig Air Balikpapan, Singapura
Tri-MG Intra Asia Airlines Balikpapan, Singapura
Pada waktu itu, menentukan daerah untuk dijadikan lapangan terbang tidak rumit, cukup
mencari lapangan cukup luas dan datar dan lebih bagus lagi memiliki akses jalan darat.
LA memutuskan wilayah di dekat desa Tjililitan (Cililitan) dijadikan lapangan terbang.
Tujuannya hanya satu, bukan menjadi pangkalan udara LA melainkan untuk mendukung
uji penerbangan jarak jauh dari maskapai penerbangan KLM (Koninklijke Luchtvaart
Maatschappij).
Dari lapangan terbang sederhana inilah sejarah penerbangan terukir, KLM berhasil
melakukan uji penerbangan jarak jauh dari Amsterdam menuju Batavia dengan Fokker
F.VII.
Uji penerbangan jarak jauh tersebut dilakukan oleh pesawat Fokker F.VII beregistrasi H-
NACC, berangkat dari Amsterdam dan tiba di Tijilitan pada tanggal 24 Oktober 1924.
Penerbangan yang melalui banyak kota persinggahan di Eropa dan di Asia serta dua kota
di Hindia Belanda, Medan dan Muntok itu membutuhkan total 55 hari karena sempat
mengalami kerusakan mesin.
Berikutnya KLM mencoba beberapa uji penerbangan lagi lalu secara resmi membuka
rute Amsterdam (Schiphol)-Batavia (Tjililitan) pada tahun 1930 dengan menggunakan
Fokker F.VIIb atau Fokker Trimotor. Rute ini menjadi rute terjauh yang dimiliki KLM
dengan perhentian terakhir di Andir untuk perawatan pesawat sebelum kembali lagi ke
Tjililitan dan terbang ke Amsterdam.
Tjililitan menjadi pusat perkembangan dunia penerbangan sipil, lalu lintas penerbangan
semakin ramai membuat dibangunnya terminal dan landasan pacu. Pesawat pun semakin
canggih, muncullah pesawat serba logam Douglas DC-2, C-47/DC-3 Dakota yang
legendaris, dan Lockheed 14 Super Electra.
LA tidak menjadikan Tjililitan sebagai salah satu pangkalan udara militer tetap, memilih
memusatkan kekuatan di Andir sebagai pangkalan pesawat pembom (Baca : Andir, De
Fabriek dan Lapangan Terbang LA) dan Kalijati sebagai pangkalan pelatihan pilot. Tapi
untuk antisipasi ke depannya, penerbangan sipil dan militer ini harus dipisah.
Untuk itu pemerintah Hindia Belanda mulai membangun Bandara Kemayoran pada tahun
1934 dan aktivitas KLM dan KNILM secara bertahap dipindah ke sana periode tahun
1939-1940 sekaligus membuat Tjililitan menjadi sepi dan mengakhiri perannya sebagai
pintu gerbang ke Eropa.
Tjililitan awal tahun 1930-an, tampak begitu sederhana dan belum dibangun landasan
pacu, tapi sudah dilengkapi hanggar dan terminal penumpang.
Saat Belanda ingin kembali berkuasa di Hindia Belanda pasca Jepang menyerah kepada
Sekutu tahun 1945, Tjililitan kembali menjadi pangkalan udara ML (Militaire
Luchtvaart)-KNIL. Sebenarnya Belanda lebih memilih Andir karena memiliki bengkel
perawatan pesawat yang lengkap namun daerah Bandung dan Jawa Barat pada umumnya
dinilai belum aman, masih ada kemungkinan diserbu tiba-tiba oleh pejuang dan
gerilyawan TNI (Tentara Nasional Indonesia).
Maka berdatanganlah pembom North American B-25 Mitchell, pesawat angkut Dakota,
dan pesawat tempur North American P-51 Mustang di Tjililitan. Selain untuk
melindungi Batavia sebagai ibukota pemerintahan NICA (Nederlandsch-Indische Civiele
Administratie), Tjililitan dapat mendukung pangkalan udara di sekitarnya seperti di
Semplak, Kalijati, Andir, dan Subang.
Mitchell dari Skuadron 18 dan Mustang dari Skuadron 121 ML yang berpangkalan di
Tjililitan siap bertempur melawan TNI. Ironisnya kedua tipe pesawat itu justru menjadi
aset TNI pasca pengakuan kedaulatan pada akhir tahun 1949.
Setelah pengakuan kedaulatan giliran AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) yang
menggunakan pesawat militer eks Belanda itu di Tjililitan. Nama Tjililitan resmi diganti
menjadi Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma pada tanggal 17 Agustus
1952 lewat SK (Surat Keputusan) KSAU (Kepala Staf Angkatan Udara) No.72 tahun
1952.
Setidaknya ada empat skadron yang bernaung di sana waktu itu, Skadron 1 Pembom
(berkekuatan Mitchell), Skadron 2 Angkut (Dakota), Skadron 3 Tempur (Mustang), dan
Skadron 4 Intai (Taylorcraft Auster). Dua skadron terakhir ini akhirnya dipindahkan
masing-masing ke Bugis, Malang dan Semplak, Bogor.(Aviahistoria.com, Sejarah
Penerbangan Indonesia)