Anda di halaman 1dari 13

Bandar Udara Internasional Halim

Perdanakusuma
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Akurasi Terperiksa
Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma

Lambang Lanud

Negara Indonesia

Cabang TNI Angkatan Udara

Tipe unit Pangkalan Udara Militer

Bagian dari Komando Operasi Angkatan Udara I


Moto Prayatna Kerta Gegana

Situs web www.tni-au.mil.id

Bandar Udara Internasional


Halim Perdanakusuma

 IATA: HLP
 ICAO: WIHH

Informasi

Publik
Eksekutif
Jenis
Latihan
Militer (Angkatan Udara)

Pengelola PT Angkasa Pura II

Melayani Jakarta

Lokasi Jakarta Timur, Jakarta

 Garuda Indonesia (Domestik,


Internasional, dan Haji)
 Lion Air (Umroh, dan Haji)
 Saudia (Haji)
Maskapai
 Citilink
penghubung
 Batik Air
 Pelita Air
 Susi Air

Ketinggian dpl 82 kaki / 25 m

Koordinat 06°15′59″S 106°53′28″E6.26639°S


106.89111°EKoordinat: 06°15′59″S
106°53′28″E6.26639°S 106.89111°E

http://www.halimperdanakusuma-
Situs web
airport.co.id/

Peta

HLP
Lokasi termasuk di Jakarta, Indonesia

HLP

HLP

HLP
Menampilkan peta Jakarta Menampilkan peta Jawa
Menampilkan peta Indonesia Menampilkan peta
Southeast Asia Tampilkan semua
Landasan pacu
Panjang
Arah Permukaan
kaki m
06/24 9.843 3.000 Aspal
Statistik (2018)
Penumpang 7.400.000
Sumber: Daftar bandar udara tersibuk di Indonesia
Bekas terminal lama lapangan terbang Cililitan sekitar tahun 1915-1925

Lapangan terbang Clilitan pada tahun 1925


Pesawat Fokker F.VII di lapangan terbang Cililitan (1929)

Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma (bahasa Inggris: Halim Perdanakusuma


International Airport) (IATA: HLP, ICAO: WIHH) adalah sebuah bandar udara di Jakarta,
Indonesia. Bandar udara ini juga digunakan sebagai markas Komando Oara menjadi bandara
komersial mulai tanggal 10 Januari 2014 untuk mengalihkan penerbangan dari Bandar Udara
Internasional Soekarno–Hatta yang dinilai telah penuh sesak.[1]

Daftar isi
 1 Sejarah
 2 Maskapai penerbangan dan tujuan
o 2.1 Domestik
o 2.2 Internasional
o 2.3 Kargo
 3 Bandar Udara Express Train
 4 Komandan Lanud Halim Perdanakusuma
 5 Catatan kaki
 6 Pranala luar

Sejarah[sunting | sunting sumber]


Pada abad ke-17, daerah Cililitan merupakan sebuah tanah partikelir yang dimiliki oleh Pieter
van der Velde. Tanah tersebut dinamakan Tandjoeng Ost. Kemudian sekitar tahun 1924,
sebagian tanah tersebut dijadikan sebuah lapangan terbang pertama di kota Batavia. Lapangan
terbang tesebut dinamakan Vliegveld Tjililitan (Lapangan Terbang Tjililitan). Pada tahun yang
sama, lapangan terbang ini menerima kedatangan pesawat dari Amsterdam yang kemudian
menjadi penerbangan internasional pertama di Hindia Belanda. Sebelum mendarat di Cililitan,
pesawat Fokker ini memerlukan waktu cukup lama di perjalanan. Karena pernah jatuh dan
mengalami kerusakan di Serbia hingga harus didatangkan suku cadang dari pabriknya di
Amsterdam.[2]

Lapangan terbang ini juga turut andil dalam peresmian Bandar Udara Internasional Kemayoran
yaitu dengan cara menerbangkan pesawat berjenis Douglas DC-3 menuju Kemayoran yang baru
saja diresmikan.[3]

Pada tanggal 20 Juni 1950, Belanda sepenuhnya menyerahkan lapangan terbang ini kepada
pemerintah Indonesia. Ketika itu lapangan terbang ini langsung dipegang oleh AURI dan
dijadikan pangkalan udara militer. Kemudian bertepatan dengan 17 Agustus 1952, lapangan
terbang ini berganti nama menjadi Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma untuk mengenang
almarhum Abdul Halim Perdanakusuma yang gugur dalam menjalankan tugasnya.[4]

Disamping sebagai pangkalan militer, Halim juga digunakan sebagai bandar udara sipil utama di
kota Jakarta bersamaan dengan Kemayoran. Pada tahun 1974, bandar udara ini harus berbagi
penerbangan internasional dengan Kemayoran karena padatnya jadwal penerbangan disana.
Halim juga sempat ditunjuk menggantikan peranan Kemayoran yang semakin padat. Namun
hasilnya justru tertuju kepada pembangunan sebuah bandar udara baru di daerah Cengkareng.
Kelak bandar udara tersebut dinamakan Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta. Setelah
Kemayoran ditutup, Bandar Udara Halim Perdanakusuma mulai mengurangi jadwal penerbangan
sipil untuk berfokus guna kepentingan militer. Namun pada tahun 2013, Halim memberikan 60
slot/jam untuk penerbangan berjadwal domestik maupun internasional. Hal tersebut dikarenakan
untuk mengurangi padatnya jadwal penerbangan di Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta.
[5]

Maskapai penerbangan dan tujuan[sunting | sunting


sumber]
Domestik[sunting | sunting sumber]

Maskapai Tujuan
Ambon, Balikpapan, Banda Aceh, Bandar Lampung, Batam, Bengkulu, Denpasar/Bali,
Jambi, Kupang, Makassar, Malang, Mataram—Lombok, Medan, Padang, Palembang,
Batik Air
Pekanbaru, Samarinda, Semarang, Silangit, Surabaya, Surakarta/Solo, Tanjung Pandan,
Yogyakarta–Adisutjipto, Yogyakarta–Internasional
Citilink Balikpapan, Banda Aceh, Bandar Lampung, Bandung, Batam, Denpasar/Bali, Malang,
Mataram—Lombok, Medan, Padang, Palembang, Pekanbaru, Semarang, Silangit,
Surabaya, Surakarta/Solo, Tanjung Pandan, Way Kanan, Yogyakarta–Adisutjipto,
Maskapai Tujuan
Yogyakarta—Internasional
Balikpapan, Bandar Lampung, Batam, Bengkulu, Denpasar/Bali, Makassar, Malang,
Garuda
Medan, Padang, Palembang, Samarinda, Semarang, Sibolga, Silangit, Surabaya,
Indonesia
Surakarta/Solo, Tasikmalaya, Yogyakarta–Adisutjipto
Pelita Air Charter: Cilacap, Dumai, Matak
Susi Air Cilacap, Pangandaran
TransNusa Charter: Cilacap, Matak
Bandar Lampung, Bandung, Banyuwangi, Bengkulu, Denpasar/Bali, Jambi, Mataram–
Wings Air Lombok, Palembang, Pangkal Pinang, Pangkalan Bun, Pontianak, Semarang, Surabaya,
Surakarta/Solo, Tanjung Pandan, Tasikmalaya, Yogyakarta–Adisutjipto

Internasional[sunting | sunting sumber]

Maskapai Tujuan
Singapura
Garuda Indonesia
Haji: Jeddah, Madinah
Lion Air Haji: Jeddah, Madinah
Saudia Haji: Jeddah, Madinah

Kargo[sunting | sunting sumber]

Maskapai Tujuan
Cardig Air Balikpapan, Singapura
Tri-MG Intra Asia Airlines Balikpapan, Singapura

Bandar Udara Express Train[sunting | sunting sumber]


Studi kelayakan Bandar Udara ke Bandar Udara Express Train telah selesai dan siap untuk
prakualifikasi korban . The Express Train rencana awal adalah dari Bandar Udara Internasional
Soekarno-Hatta ( SHIA ) ke Manggarai, tetapi untuk menyadari kebutuhan transportasi dari
Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma ( HPIA ), sehingga rute tersebut memutuskan
untuk sejauh dari Manggarai ke HPIA . Rute ini akan 33 kilometer dari Halim - Cawang -
Manggarai - Tanah Abang - Sudirman - Pluit Terminal 2 & 3 SHIA di permukaan tanah, bawah
tanah dan ditinggikan, telah disepakati oleh Peraturan Menteri Nomor 1264 Tahun 2013 tentang
Kementerian Perhubungan . The Express Train memakan waktu 30 menit hanya antara dua
bandara bukannya 1-3 jam perjalanan.

Komandan Lanud Halim Perdanakusuma[sunting | sunting


sumber]
1. Kapten Iskandar (1950-1951)
2. Kapten Moeharto (1951-1952)
3. Kapten Jacub (1952-1956)
4. Kapten Adm Abasuki (1956-1958)
5. Letkol Noorsain (1958-1961)
6. Letkol Pnb Bill Sukanto (1961-1963)
7. Letkol Pnb Susanto (1963-1965)
8. Kolonel Pnb Wisnu Djajengminardo (1965-1966)
9. Kolonel Pnb Roesman Noerjadin (1966-1968)
10. Kolonel Pnb Soekardi (1968-1970)
11. Kolonel Pnb Slamet Noer Prapto (1970-1973)
12. Kolonel Pnb Soejitno (1973-1975)
13. Kolonel Pnb A. Umar Safiudin (1975-1977)
14. Marsma TNI Siboen Dipoatmodjo (1977-1981)
15. Marsma TNI Suparman N. (1981-1983)
16. Marsma TNI Hardadi M.S. (1983-1986);
17. Marsma TNI Djauhari (1986-1989)
18. Marsma TNI T. Tarigan Sibero SE, MBA (1989-1990)
19. Marsma TNI Sudiarso SE (1990-1991)
20. Marsma TNI M. Amin Kahar (1991-1992)
21. Marsma TNI Sutria Tubagus, S.IP (1992-1994)
22. Marsma TNI Iskak Kurmanto, S.IP (1994-1996)
23. Marsma TNI Abdullah Syirat, SE, S.IP (1996-1997)
24. Marsma TNI Mulyanto Djojoadikusumo (1997-1998)
25. Marsma TNI Teddy Sumarno, SE (1998-1999)
26. Marsma TNI Iwan Sidi, S.IP (1999-2001)
27. Marsma TNI Eko Edi Santoso, S.IP (2001-2002)
28. Marsma TNI Erry Biatmoko (2002-2004)
29. Marsma TNI Sukirno KS (2004-2005)
30. Marsma TNI Amirulloh Amin (2005-2007)
31. Marsma TNI Boy Syahril Qamar. SE. (2007-2009)
32. Marsma TNI Bagus Puruhito (2009-2010)
33. Marsma TNI M. Nurullah, S.IP (2010-2013)
34. Marsma TNI Asep Adang Supriyadi (2013-2013)
35. Marsma TNI Sri Pulung (2013-2015)
36. Marsma TNI Umar Sugeng Hariyono (2015-2016)
37. Marsma TNI Sri Mulyo Handoko (2016-2016)
38. Marsma TNI Fadjar Prasetyo, S.E.,M.P.P., (2016-2018)
39. Marsma TNI Mohamad Tony Harjono (2018-Sekarang)

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]


1. ^ AP II pesimis pengalihan penerbangan ke Bandara Halim lancar.
2. ^ "Sejarah Cililitan". July 17, 2013.
3. ^ "Kemayoran, Bandara". Diakses tanggal 14 Juli2012.
4. ^ "Sejarah Bandara Halim Perdana Kusuma". October 10, 2012.
5. ^ "Layani Penerbangan Komersial, Bandara Halim Kebut Renovasi". December 21, 2013.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]


Tjililitan, Pintu Gerbang ke Eropa dan Pangkalan
Udara Militer

Date: 9 Agu 2017Author: Sudiro Sumbodo0 Komentar

Awalnya dibangun secara sederhana, namun kemudian menjadi pintu gerbang


penerbangan dari dan menuju Eropa.

Pada tahun 1924, LA (Luchtvaartafdeling) sebagai dinas penerbangan militer yang


merupakan bagian dari Angkatan Darat Hindia Belanda, KNIL (Koninklijk Nederlands-
Indisch Leger) ditugaskan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk membangun lapangan
terbang (vliegveld) di sebelah timur Batavia.

Pada waktu itu, menentukan daerah untuk dijadikan lapangan terbang tidak rumit, cukup
mencari lapangan cukup luas dan datar dan lebih bagus lagi memiliki akses jalan darat.
LA memutuskan wilayah di dekat desa Tjililitan (Cililitan) dijadikan lapangan terbang.
Tujuannya hanya satu, bukan menjadi pangkalan udara LA melainkan untuk mendukung
uji penerbangan jarak jauh dari maskapai penerbangan KLM (Koninklijke Luchtvaart
Maatschappij).
Dari lapangan terbang sederhana inilah sejarah penerbangan terukir, KLM berhasil
melakukan uji penerbangan jarak jauh dari Amsterdam menuju Batavia dengan Fokker
F.VII.

Uji penerbangan jarak jauh tersebut dilakukan oleh pesawat Fokker F.VII beregistrasi H-
NACC, berangkat dari Amsterdam dan tiba di Tijilitan pada tanggal 24 Oktober 1924.
Penerbangan yang melalui banyak kota persinggahan di Eropa dan di Asia serta dua kota
di Hindia Belanda, Medan dan Muntok itu membutuhkan total 55 hari karena sempat
mengalami kerusakan mesin.

Berikutnya KLM mencoba beberapa uji penerbangan lagi lalu secara resmi membuka
rute Amsterdam (Schiphol)-Batavia (Tjililitan) pada tahun 1930 dengan menggunakan
Fokker F.VIIb atau Fokker Trimotor. Rute ini menjadi rute terjauh yang dimiliki KLM
dengan perhentian terakhir di Andir untuk perawatan pesawat sebelum kembali lagi ke
Tjililitan dan terbang ke Amsterdam.

Di Hindia Belanda, maskapai penerbangan KNILM (Koninklijke Nederlandsch-Indische


Luchtvaart Maatschappij) yang lahir pada tahun 1928, menggunakan Tjililitan sebagai
pusat operasi utama. Dari Batavia, KNILM melaksanakan penerbangan perdana ke
Bandung dan Semarang dengan tipe pesawat yang sama Fokker Trimotor.
Dua pesawat Fokker Trimotor milik KNILM melaksanakan penerbangan perdana pada
tanggal 1 November 1928, satu ke Andir, Bandung dan lainnya ke Darmo, Semarang
dari Tjililitan, Batavia.

Tjililitan menjadi pusat perkembangan dunia penerbangan sipil, lalu lintas penerbangan
semakin ramai membuat dibangunnya terminal dan landasan pacu. Pesawat pun semakin
canggih, muncullah pesawat serba logam Douglas DC-2, C-47/DC-3 Dakota yang
legendaris, dan Lockheed 14 Super Electra.

LA tidak menjadikan Tjililitan sebagai salah satu pangkalan udara militer tetap, memilih
memusatkan kekuatan di Andir sebagai pangkalan pesawat pembom (Baca : Andir, De
Fabriek dan Lapangan Terbang LA) dan Kalijati sebagai pangkalan pelatihan pilot. Tapi
untuk antisipasi ke depannya, penerbangan sipil dan militer ini harus dipisah.

Untuk itu pemerintah Hindia Belanda mulai membangun Bandara Kemayoran pada tahun
1934 dan aktivitas KLM dan KNILM secara bertahap dipindah ke sana periode tahun
1939-1940 sekaligus membuat Tjililitan menjadi sepi dan mengakhiri perannya sebagai
pintu gerbang ke Eropa.

Tjililitan awal tahun 1930-an, tampak begitu sederhana dan belum dibangun landasan
pacu, tapi sudah dilengkapi hanggar dan terminal penumpang.

LA yang melakukan reorganisasi, mengembangkan kekuatannya, dan berubah nama


menjadi ML (Militaire Luchtvaart) pada tahun 1939 menjadikan Tjililitan sebagai
pangkalan udara pesawat pembom grup ketiga VLG-III (IIIe Vliegtuiggroep). Grup ini
berkekuatan Glenn Martin Model 139 sebanyak tiga skadron (1e Afdeling, 2e Afdeling,
dan 3e Afdeling) untuk menghadapi Perang Pasifik.

Saat Belanda ingin kembali berkuasa di Hindia Belanda pasca Jepang menyerah kepada
Sekutu tahun 1945, Tjililitan kembali menjadi pangkalan udara ML (Militaire
Luchtvaart)-KNIL. Sebenarnya Belanda lebih memilih Andir karena memiliki bengkel
perawatan pesawat yang lengkap namun daerah Bandung dan Jawa Barat pada umumnya
dinilai belum aman, masih ada kemungkinan diserbu tiba-tiba oleh pejuang dan
gerilyawan TNI (Tentara Nasional Indonesia).
Maka berdatanganlah pembom North American B-25 Mitchell, pesawat angkut Dakota,
dan pesawat tempur North American P-51 Mustang di Tjililitan. Selain untuk
melindungi Batavia sebagai ibukota pemerintahan NICA (Nederlandsch-Indische Civiele
Administratie), Tjililitan dapat mendukung pangkalan udara di sekitarnya seperti di
Semplak, Kalijati, Andir, dan Subang.

Mitchell dari Skuadron 18 dan Mustang dari Skuadron 121 ML yang berpangkalan di
Tjililitan siap bertempur melawan TNI. Ironisnya kedua tipe pesawat itu justru menjadi
aset TNI pasca pengakuan kedaulatan pada akhir tahun 1949.

Setelah pengakuan kedaulatan giliran AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) yang
menggunakan pesawat militer eks Belanda itu di Tjililitan. Nama Tjililitan resmi diganti
menjadi Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma pada tanggal 17 Agustus
1952 lewat SK (Surat Keputusan) KSAU (Kepala Staf Angkatan Udara) No.72 tahun
1952.

Setidaknya ada empat skadron yang bernaung di sana waktu itu, Skadron 1 Pembom
(berkekuatan Mitchell), Skadron 2 Angkut (Dakota), Skadron 3 Tempur (Mustang), dan
Skadron 4 Intai (Taylorcraft Auster). Dua skadron terakhir ini akhirnya dipindahkan
masing-masing ke Bugis, Malang dan Semplak, Bogor.(Aviahistoria.com, Sejarah
Penerbangan Indonesia)

Anda mungkin juga menyukai