Pada tahun 1942 kota Jogjakarta diduduki oleh Tentara Jepang dan pangkalan udara Maguwo di
ambil alih Tentara Jepang dari Pemerintah Hindia Belanda. Bulan November 1945 lapangan terbang
beserta fasilitasnya dapat di kuasai oleh Badan Keamanan Rakyat (BKR) Jogjakarta Timur yang di
pimpin oleh Bapak Umar Slamet. Pada Tahun 1945 Pangkalan Udara Maguwo di ambil alih oleh
Pemerintah Republik Indonesia dan dijadikan Pangkalan Angkatan Udara untuk mempertahankan
kemerdekaan Republik Indonesia. Lapangan terbang ini digunakan untuk operasional pesawat-
pesawat AURI, serta untuk latihan terbang bagi Kadet sekolah penerbang di Maguwo yang di
pimpin oleh Agustinus Adisutjipto.
Pada tanggal 29 Juli1947 pesawat Dakota VT-CLA yang dikemudikan oleh Marsekal Muda Anumerta
Agustinus Adisutjipto ditembak jatuh oleh pesawat Belanda. tahun 1950 lapangan terbang Maguwo
beserta fasilitas pendukungnya seperti pembekalan diserahkan kepada AURI. Dengan adanya
pertumbuhan dan perubahan pemerintahan pangkalan udara Maguwo mengalami perubahan nama
yang di sesuaikan dengan dinamika fungsi dan peranan TNI AU. Berdasarkan keputusan kepala staff
Angkatan Udara No.76 Tahun 1952 Tanggal 17 Agustus 1952 nama pangkalan udara Maguwo diubah
menjadi pangkalan udara Adisutjipto.
Semenjak tahun 1959 Bandara Adisutjipto dijadikan untuk Akademi Angkatan Udara (AAU) Republik
Indonesia .Tahun 1964 Direktorat Jenderal Perhubungan Udaradengan keputusannya dan atas
persetujuan Angkatan Udara Indonesia, Pelabuhan Udara AdiSutjipto Jogjakarta menjadi
pelabuhan udara Gabungan Sipil dan Militer. Pada tahun 1972 dilakukan perluasan Terminal Sipil
yang pertama. Selanjutnya pada tahun 1977 dilakukan perluasan terminal lagi karena volume
penerbangan makin meningkat. Pada tanggal 1 April 1992, sesuai dengan PP Nomor 48 Tahun 1992,
Bandar Udara Adisutjipto secara resmi masuk ke dalam pengelolaan Perum Angkasa Pura I. Tanggal
2 Januari 1993 statusnya dirubah menjadi PT (PERSERO) Angkasa Pura I Cabang Bandar Udara
Adisutjipto sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1993.
http://otoshigamiiken.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-bandar-udara-
adisutjipto.html
PERKEMBANGAN
Jumlah penumpang yang datang dan berangkat melalui Bandar Udara (Bandara) Adisutjipto
Yogyakarta tahun 2016 meningkat tajam dibanding dengan tahun sebelumnya. Bahkan jumlah
penumpang jauh melampaui kapasitas yang tersedia di bandara sipil-militer ini dan jauh di atas
dari perkiraan otoritas Bandara, PT Angkasa Pura I.
"Capaian luar biasa karena sebenarnya kapasitas bandara Adisutjipto hanya 1,4 juta orang,"
tuturnya saat pemberian cinderamata kepada penumpang pertama 2017, Minggu (1/1/2017).
Berbagai kelebihan yang dimiliki oleh angkutan udara memang menjadikan moda transportasi
ini sebagai puluhan utama untuk bepergian. Tidak adanya kemacetan, cepat sampai tujuan
hingga banyaknya maskapai yang menyediakan tiket penerbangan dengan harga terjangkau
memang menjadi faktor peminat moda transportasi menggunakan pesawat terbang ini.
Dari tahun ke tahun, jumlah penumpang pesawat terbang yang bepergian melalu Bandara
Adisutjipto mengalami peningkatan. Tahun 2016 kemarin, jumlah penumpang meningkat sektiar
13% dibanding dengan tahun sebelumnya. Tren kenaikan tersebut seiring dengan tumbuhnya
industri pariwisata di wilayah ini. "Apalagi rute yang ditawarkan semakin banyak. Sehingga
peminatnya selalu bertambah," tuturnya.
Jumlah penumpang tahun 2016 kemarin memang di luar prediksi mereka di awal tahun. Karena
sebenarnya PT Angkasa Pura I hanya memprediksi jumlah penumpang di bandara ini selama
setahun sekitar 6,7-6,8 juta. Namun ternyata jumlah penumpang 2016 menembus angka di atas
7,2 juta penumpang.
Menurut Agus, jumlah tersebut sebenarnya sudah sangat maksimal mengingat keterbatasan
kapasitas bandara. Ukuran bandara yang kecil saat ini memang tidak mampu lagi untuk
dimaksimalkan. Berbeda dengan Bandara Adisumarmo Solo yang mampu meningkat drastis
jumlah penumpangnya. "Kalau di Solo itu bisa meningkat lebih 50 persen," tambahnya.
Communication and Legal Division Head PT Angkasa Pura I Bandara Adisutjipto, Liza Anindya
menambahkan, jumlah penumpang tahun 2016 kemarin memang jauh di atas perkiraan.
Bahkan, asumsi PT Angkasa Pura I di mana jumlah penumpang sekitar 6,8 juta sudah tercapai
pada bulan November yang lalu. "Luar biasa, tak hanya jumlah penumpang, kargo pun
mengalami peningkatan,"ujarnya.
https://ekbis.sindonews.com/read/1167442/34/2016-penumpang-bandara-
adisutjipto-tembus-72-juta-orang-1483285276
ECO AIRPORT
Eco airport adalah airport atau bandara yang ramah lingkungan (friendly
environment), yaitu memanfaatkan sumber-sumber lingkungan yang ada
dengan dampak kerusakan dan/atau gangguan lingkungan seminimal
mungkin,
Merujuk pada Sustainable Ariport Landscaping Section 02905 (SALS 02905),
Workshop Penerapan Ecoairpot 21-22 Okt 2009, Parafield Ariport Limited
Landscape Guidelines (..) disebutkan bahwa lansekap yang lestari
(sustainable) adalah lansekap yang mencerminkan karakteristik geograf
wilayahnya dan mudah dalam pengelolaannya,
Penerapan eco airport pada konsep disain landscape bandara Soekarno-Hatta
adalah
Low maintenance,
Saat ini, konsep eco-airport baru dikembangkan di lima bandara, yakni Soekarno
Hatta (Jakarta), Juanda (Surabaya), Ngurah Rai (Denpasar), Hang Nadim (Batam),
dan Sultan Mahmud Badarudin II (Palembang). Pengembangan eco-airport didahului
dengan dibentuknya Eco-Airport Council di masing-masing bandara.
"Sekitar 196 bandara bukan tidak memiliki dokumen lingkungan, tetapi sudah
dibuat dokumennya namun belum disahkan oleh KLH. Umumnya, bandara-bandara
itu adalah bandara kecil, perintis, dan dibangun pada zaman penjajahan Belanda
yang memang tidak mengharuskan adanya dokumen lingkungan," kata dia.
Ada lima bandara yang sudah punya Eco-Airport Council sebagai awal dari
terciptanya eco-airport. Kelima bandara itu harus segera menyusun dan
menetapkan Airport Environment Plan dan melaporkan pelaksanaannya ke kami,
kata dia di Jakarta, hari ini.
Yogyakarta (29/04) - Ada yang tampak baru dari pelayanan di Bandara Adisutjipto. Penumpang
dapat menikmati dua unit kendaraan ramah lingkungan Golf Car sebagai Shuttle Car for Free
yang difungsikan sebagai fasilitas layanan untuk membantu para penumpang dari dan ke
Terminal A dan Terminal B.
"Alhamdulillah kendaraan ini sangat membantu, terlebih lagi penumpang seperti saya, barang
bawaan banyak dan saya sedang tidak bisa banyak berjalan karena cidera kaki," jelas Wahyu,
penumpang yang turun di area drop zone Terminal A hendak menuju ke Terminal B.
Golf Car ini mampu mengangkut 3 orang penumpang (dewasa) beserta bawaanya dengan
maksimal beban pada kendaraan yaitu 454 kg. Selain itu, mobil ini merupakan kendaraan Eco
Car yang ramah lingkungan karena tidak mengeluarkan emisi. Penumpang dapat menemukan
shuttle car di area setelah drop zone Terminal A, dari jadwal penerbangan pertama hingga
penerbangan terakhir.
Sumber: http://adisutjipto-airport.co.id/det...pto-yogyakarta
KETERANGAN
Lambang Lanud
Negara Indonesia
Cabang TNI Angkatan Udara
Tipe unit Pangkalan Udara Militer
Komando Pembinaan Doktrin,
Bagian
Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan
dari
Udara
Moto "Prayatna Kerta Gegana"
Situs web www.tni-au.mil.id
Bandar Udara Internasional Adisutjipto
Adisutjipto International Airport
IATA: JOG ICAO: WAHH
Informasi
Jenis bandara Publik/Militer
Pengelola PT Angkasa Pura I
Melayani Yogyakarta
Desa Maguwoharjo, Kecamatan
Lokasi Depok, Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta
Garuda Indonesia
Kota fokus untuk
NAM Air
JOG
Lokasi di Jawa
Landas pacu
Panjang
Arah Permukaan
ft m
09/27 7.217 2.200 Aspal
09R/27L 4.385 1.337 Rumput
Statistik (2011)
Sumber: Daftar bandar udara tersibuk di Indonesia
Daftar isi
1 Sejarah
2 Penerbangan internasional
3 Maskapai
4 Angkutan umum
5 Referensi
6 Lihat Juga
Sejarah
Bandar Udara Adisutjipto dulu dinamakan Maguwo, sesuai dengan nama desa tempatnya berada
Maguwoharjo. Pangkalan udara Maguwo dibangun sejak tahun 1940 lalu dipergunakan oleh
Militaire Luchtvaart pada tahun 1942.
Pada tahun 1942 kota Jogjakarta diduduki oleh Tentara Jepang dan pangkalan udara Maguwo di
ambil alih Tentara Jepang dari Pemerintah Hindia Belanda. Bulan November 1945 lapangan
terbang beserta fasilitasnya dapat di kuasai oleh Badan Keamanan Rakyat (BKR) Jogjakarta
Timur yang di pimpin oleh Bapak Umar Slamet. Pada Tahun 1945 Pangkalan Udara Maguwo di
ambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan dijadikan Pangkalan Angkatan Udara untuk
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Lapangan terbang ini digunakan untuk
operasional pesawat-pesawat AURI, serta untuk latihan terbang bagi Kadet sekolah penerbang di
Maguwo yang di pimpin oleh Agustinus Adisutjipto.
Pada tanggal 29 Juli 1947 pesawat Dakota VT-CLA yang dikemudikan oleh Marsekal Muda
Anumerta Agustinus Adisutjipto ditembak jatuh oleh pesawat Belanda. Pada tahun 1950
lapangan terbang Maguwo beserta fasilitas pendukungnya seperti pembekalan diserahkan kepada
AURI. Dengan adanya pertumbuhan dan perubahan pemerintahan pangkalan udara Maguwo
mengalami perubahan nama yang di sesuaikan dengan dinamika fungsi dan peranan TNI AU.
Berdasarkan keputusan kepala staff Angkatan Udara No.76 Tahun 1952. Tanggal 17 Agustus
1952 nama pangkalan udara Maguwo diubah menjadi pangkalan udara Adisutjipto.
Semenjak tahun 1959 Bandara Adisutjipto dijadikan untuk Akademi Angkatan Udara (AAU)
Republik Indonesia .Tahun 1964 Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dengan keputusannya
dan atas persetujuan Angkatan Udara Indonesia, Pelabuhan Udara AdiSutjipto Jogjakarta
menjadi pelabuhan udara Gabungan Sipil dan Militer. Pada tahun 1972 dilakukan perluasan
Terminal Sipil yang pertama. Selanjutnya pada tahun 1977 dilakukan perluasan terminal lagi
karena volume penerbangan makin meningkat. Pada tanggal 1 April 1992, sesuai dengan PP
Nomor 48 Tahun 1992, Bandar Udara Adisutjipto secara resmi masuk ke dalam pengelolaan
Perum Angkasa Pura I. Tanggal 2 Januari 1993 statusnya diubah menjadi PT (PERSERO)
Angkasa Pura I.
Penerbangan internasional
Bandara Adisucipto menjelma menjadi bandara internasional pada tanggal 21 Februari 2004.
Pada saat itu, Garuda Indonesia mengoperasikan rute Yogyakarta - Kuala Lumpur. Sebulan
selanjutnya, giliran Singapura yang dikunjungi oleh Garuda Indonesia. Sekitar bulan November
2006, Garuda Indonesia menghentikan rute - rute internasional.
Tetapi pada tanggal 30 Januari 2008, penerbangan internasional dilanjutkan kembali dengan
menghadirkan Air Asia yang mengoperasikan Airbus A320 dengan rute Yogyakarta - Kuala
Lumpur. Sejak 1 Februari 2008, Malaysia Airlines turut datang ke Yogyakarta dengan
mengoperasikan Boeing 737-400.
Bulan April 2008, Air Asia membuat rute Yogyakarta - Kuala Lumpur menjadi setiap hari.
Dan tanggal 16 Desember 2008, Garuda Indonesia kembali melayani rute Yogyakarta -
Singapore mulai pukul 18.00 WIB, setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu.
Maskapai
Jumlah penumpang pesawat terbang yang naik maupun turun di Bandar Udara Internasional
Adisutjipto, Yogyakarta, sepanjang 2016 meningkat sekitar 13 persen dibanding 2015.
Penumpang yang tercatat pada penghujung tahun 2916 berjumlah 7.208.557 orang. Sedangkan
tahun 2015, tercatat 6.380.336 orang. Berikut ini adalah maskapai yang melakukan penerbangan
langsung dari Yogyakarta:
Angkutan umum
Trans Jogja 1A Prambanan-Adisucipto-JEC
DAMRI Adisucipto-Kebumen
DAMRI Adisucipto-Magelang
DAMRI Adisucipto-Purworejo
History
A Garuda Indonesia Boeing 737 NG with new livery at Adisutjipto International Airport,
Yogyakarta, Indonesia. (2010)
Adisutjipto Airport was preceded by a landing ground at Maguwo which was used before and
during the Second World War. It is named after Agustinus Adisucipto, a pilot who was killed
during an attack on Maguwo by the Dutch on 29 July 1947, when his flight, the Dakota VT-CLA,
was shot down.
The airport was heavily damaged by the 2006 Yogyakarta earthquake and had to be closed for
two days. Some parts of the runway were cracked, and the departure lounge collapsed. Most
flights were canceled or rerouted to Adisumarmo International Airport, Solo. After the airport
returned to service on 30 May 2006, all passengers used the international lounge until the new
domestic departure lounge was ready. During this period, passenger comfort was affected as the
international lounge was designed only for about 100 passengers at a time.
The airport was closed for several days due to the 2010 Mount Merapi eruption as the volcanic
ash could endanger the safety of flights. During this period, passengers were diverted to
Adisumarmo International Airport in Solo, Achmad Yani International Airport in Semarang, or
transferred to another mode of transportation to the city of Yogyakarta.
International routes
Before Adisutjipto became an international airport, Yogyakarta relied on Bali and Jakarta for its
international flights. It became an international airport on 21 February 2004 with the first flight,
to Kuala Lumpur, Malaysia, operated by the Indonesian flag carrier Garuda Indonesia. This was
the successful conclusion to the city's efforts of over 30 years to have its own international
airport. One month later, Garuda Indonesia operated its second international flight, to Singapore.
Due to low demand, Garuda Indonesia ceased international flights from the airport on November
2006.
International flights resumed on 30 January 2008 when AirAsia began to fly the Yogyakarta
Kuala Lumpur route using Airbus 320 aircraft. From 1 February 2008, Malaysia Airlines started
to serve the YogyakartaKuala Lumpur route operating Boeing 737-400 aircraft but ceased
operation in 2011.
In April 2008 AirAsia raised the frequency of its YogyakartaKuala Lumpur flights from four
times weekly to daily.[1] In December 2008, Garuda Indonesia resumed its YogyakartaSingapore
flight, operating three times weekly but ceased in 2009. AirAsia started to fly a Yogyakarta
Singapore flight on 24 March 2009, operating daily.
Development
Adisucipto is being redeveloped to cope with the increasing number of passengers. The location
of this airport is unusual since the terminal is only about 10 meters from a railway line. A long-
range plan has been developed to build Adisucipto as a "fused terminal" by building a railway
station and bus terminal in the airport. There is still a problem of limited availability of land. An
underpass connecting the terminal building and a new parking lot (to the north of the railway)
has been completed. The construction of the new Maguwo Station to the north of the airport has
also been completed.
In August 2015, a new Terminal B was open for operation. The new terminal handles all
international traffic and the domestic service of some low-cost carriers.
There are plans to lengthen the runway by 300 metres (980 ft) to the east. The runway will then
be 2,500 metres (8,200 ft) in length. Plans also call to widen the apron so that it will be able to
handle 11 Boeing 737-400s and 2 Boeing 767-300ERs, and expansion of the terminal. Currently
the airport has a secondary taxiway beside having a primary taxiway to the south of the apron.
It's to the east of the apron. This taxiway is used to link runway 27 with the apron.
Statistics
Adisucipto International Airport is one of the busiest in the JavaBali region. It has faced a
growing trend in passengers over the past decade. The table below is based on data from PT
Angkasa Pura I, who is responsible for management of the airport.[6]
Ground transportation
Bus
Shuttle buses serve several destinations from Adisucipto Airport; it is served by a bus operator
Damri. These fares are valid as of July 20, 2016.
Trans Jogja, a bus rapid transit (BRT) of Yogyakarta opened several routes passing through the
Adisucipto Airport which connects passengers to destinations around Yogyakarta, along with
other Trans Jogja routes.
Located in Solo Road km. 9 which connects Adisucipto Airport to Yogyakarta city center and
also Solo. There is extensive car and motorcycle parking space available. Car rental and taxis are
available.
Rail
Adisucipto Airport is connected with Maguwo Station. Maguwo Station is equipped with
underground tunnel which connects passengers to the airport. This station is served by Prameks
(Prambanan Ekspress) commuter serving Kutoarjo-Yogyakarta-Solo Balapan-Palur corridor,
Madiun Jaya Ekspress and Madiun Jaya serving Madiun-Yogyakarta, and Sriwedari (running
between Yogya and Solo, substituting missing Prameks schedules).
On 13 January 1995, Garuda Indonesia's Boeing 737-300 PK-GWF overran the runway
by about 50 meters due to the runway being wet with rain. There were no casualties.
On 7 March 2007, Garuda Indonesia Flight 200, a Boeing 737-400 PK-GZC, crash-
landed and burst into flames upon landing from Jakarta. 21 passengers and a crew
member were killed in this accident. This was the first fatal incident at Adisucipto
Airport/AFB.
On 6 November 2015, Batik Air flight 6380, a Boeing 737-9GP(ER) PK-LBO, overran
the runway on landing by 100 meters which caused the nose gear to collapse. No
casualties were reported.
On 1 February 2017, Garuda Indonesia Flight 258, a Boeing 737-800 registered PK-GNK
overran the runway. All 123 passengers on board survived.[9]
Beside those accidents, there are some other minor incidents mainly because of landing in rain
but without any casualties.
References
1.