Anda di halaman 1dari 25

Referat

CYBERBULLYING

Oleh:
Monica Karina Walean, S.Ked 04054822022206
Zulpa Yanti, S.Ked 04054822022047
Nanda Syauqiwijaya, S.Ked 04084821921149

Pembimbing
dr. Syarifah Aini, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat

CYBERBULLYING

Oleh:
Monica Karina Walean, S.Ked 04054822022206
Zulpa Yanti, S.Ked 04054822022047
Nanda Syauqiwijaya, S.Ked 04084821921149

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang periode 24 Februari – 30 Maret 2020.

Palembang, Maret 2020

dr. Syarifah Aini, Sp.KJ

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Cyberbullying” sebagai syarat untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen
Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit
Ernaldi Bahar Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
dr. Syarifah AIni, Sp.KJ selaku pembimbing yang telah membantu memberikan
bimbingan dan masukan sehingga referat ini dapat selesai.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih banyak


terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan laporan
kasus ini, semoga bermanfaat.

Palembang, Maret 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………………………………………………………..…….i

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….…….......ii

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..iii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iv

BAB I PENDAHULUAN.................……………………………………………..1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...……………………………………………….3

BAB III KESIMPULAN...............…………………………………...………... 19

BAB IV DAFTAR PUSTAKA……...………………………………………….20

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Media sosial adalah media berbasis internet memfasilitasi penggunanaya


untuk membuat profil public, berinteraksi dan berkomunikasi dengan pengguna
lain, dan dapat mengenal orang lain berdasarkan kesamaan ketertarikan 1,2.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, pada beberapa tahun kebelakang penggunaan
media sosial meningkat secara pesat. Dari hasil riset, telah dibuktikan bahwa dari
seluruh pengguna media sosial, remaja dan pelajar merupakan populasi yang
paling banyak menggunakan media sosial.1
Pada umumnya, tujuan utama penggunaan media sosial adalah untuk
berkomunikasi dan membantu salam kehidupan nyata, akan tetapi terdapat bukti
yang menunjukkan bahwa individu dapat merasa memiliki keharusan untuk selalu
mengurus aktifitas sosial media mereka dan menyebabkan penggunaan sosial
media berlebihan1. Berdasarkan hasil penelitian, orang yang kecanduan internet
dapat menghabiskan waktu sekitar 40 jam sampai 80 jam per minggu untuk
menggunakan internet yang salah satu tujuan penggunaannya adalah untuk
menggunakan media sosial2. Penggunaan sosial media secara terus menerus dapat
menyebabkan individu mengabaikan waktu tidurnya, beberapa mengkonsumsi
obat yang mengandung kafein agar mereka dapat menggunakan sosial media lebih
lama. Selain mengurangi wkatu tidur, penggunaan sosial media secara berlebih
akan menyebabkan individu tidak memiliki pola makan teratur, malas berolah
raga dan menyebabkan penurunan performa dalam bekerja atau belajar akibat
kekurangan tidur.2

1
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Machold dkk. (2012) menunjukkan
bahwa 33% dari 474 remaja merasa bahwa mereka menggunakan sosial media
terlalu sering

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Cyberbullying juga disebut sebagai online bullying, online harassment, dan
cyber harassment, terjadi ketika seseorang menyebabkan kerugian terhadap orang
lain melalui penggunaan media elektronik.6

2
Banyak definisi untuk cyberbullying yang mirip satu sama lain, dan
kebanyakan mengulang definisi bullying tetapi memerlukan sarana elektronik.
Smith et al. (2006) mendefinisikan cyberbullying sebagai tindakan agresif dan
disengaja yang menggunakan bentuk kontak elektronik, berulang kali dilakukan
oleh individu atau kelompok, yang tetap konstan dari waktu ke waktu dengan
korban yang tidak dapat dengan mudah membela diri. Demikian juga, Belsey
(2005) menyatakan bahwa cyberbullying menyiratkan menggunakan teknologi
komunikasi elektronik sebagai perilaku yang disengaja, berulang, dan bermusuhan
diterapkan pada individu atau kelompok untuk merugikan orang lain.7
Sebagian besar definisi terdiri dari bentuk kontak elektronik, tindakan agresif,
dengan motif/maksud tertentu, pengulangan dan membahayakan target. Terdapat
3 elemen dalam setiap praktek bullying dan cyberbullying, yaitu : Pelaku (bullies),
Korban (victims) dan Saksi peristiwa (bystander).4

2.2. Epidemiologi
Prevalensi pada salah satu studi pertama tentang cyberbullying menunjukkan
bahwa 6% dari siswa remaja Amerika Utara melaporkan mengalami intimidasi
melalui Internet.8 Namun tak lama kemudian, dalam karya Mnet (2001) persentase
ini naik menjadi 25% untuk pengguna internet Kanada yang menerima pesan
mengintimidasi atau agresif tentang orang lain.9,10
Pada tahun 2004, Ybarra dan Mitchell dalam penelitiannya menemukan
bahwa 19% anak muda berusia 10-17 tahun terlibat dalam kasus cyberbullying.11
Persentase ini naik menjadi 38,3% dalam studi lain yang juga dilakukan di
Amerika Serikat dan di tahun 2006 terjadi peningkatan menjadi 49% dalam studi
Amerika Serikat lainnya dengan 21% sebagai cyberbullies.12 Pada tahun 2008,
Carroll menemukan bahwa 69% dari subyek terlibat dalam cyberbullying baik
sebagai pelaku atau korban.13 Beberapa penulis bahkan menunjukkan bahwa 75%
anak muda di sekolah telah mengalami cyberbullying setidaknya sekali dalam
setahun terakhir.14 Pada tahun 2012, Patchin dan Hinduja meninjau data dari 35
studi dan menyimpulkan bahwa tingkat cyberbulying berkisar 5,5 hingga 72%.15
Kejadian cyberbullying di Indonesia berdasarkan hasil penelitian UNICEF
(2016), menemukan sebanyak 50% dari 41 remaja di Indonesia dalam kisaran usia

3
13 sampai 15 tahun telah mengalami tindakan cyberbullying. Beberapa tindakan
tersebut adalah mempublikasikan data pribadi orang lain, stalker atau menguntit
(penguntitan di dunia maya yang mengakibatkan penguntitan di dunia nyata),
balas dendam berupa penyebaran foto atau video dengan tujuan dendam yang
ditambah dengan tindakan intimidasi dan pemerasan.16
Baik anak laki-laki dan perempuan sama-sama berpartisipasi dalam
cyberbullying, meskipun berbeda alasan. Mereka juga menggunakan metode yang
berbeda. Anak perempuan cenderung lebih menggunakan pendekatan pasif,
seperti menyebarkan rumor dan gosip kerusakan reputasi dan hubungan. Anak
laki-laki cenderung menggunakan ancaman langsung dan cyber sebagai sarana
balas dendam. Selain itu, pandangan lain mengatakan bahwa dalam menjalankan
aksinya wanita lebih sering menjadi sasaran cyberbullying sedangkan laki-laki
cenderung menjadi pelaku utama dalam kekerasan berkomunikasi di dunia maya.
Fakta lain mengungkapkan bahwa dalam iklim demokratisasi di segala bidang
kehidupan pada era modern sekarang ini, orang cenderung mempersamakan hak-
hak anak laki-laki dengan anak perempuan. Sehubungan dengan hal tersebut pada
masa sekarang jumlah kejahatan yang dilakukan oleh anak perempuan tampak
meningkat secara drastis.19 Berdasarkan pemikiran-pemikiran di atas, maka dapat
dipastikan bahwa Cyberbullying yang dilakukan oleh remaja tidak berpatokan
pada jenis kelamin, sebab seorang remaja baik laki-laki maupun perempuan dapat
menjalankan aksinya sebagai Cyberbullying jika kesempatan yang
dilatarbelakangi oleh motif-motif tertentu

2.3. Metode cyberbullying


Secara umum, ada 3 macam metode cyberbullying yaitu direct attacks,
posted and public attacks, dan cyberbullying by proxy.2
a. Direct attack
Pesan-pesan dikirimkan secara langsung ke target, seperti mengirimkan
pesan yang berisi cacian, hinaan atau bahkan ancaman melalui email ke
target.
b. Posted and public attack

4
Metode ini dirancang untuk mempermalukan target dengan memposting
atau menyebarkan informasi atau gambar-gambar yang memalukan ke
publik, seperti menyebarkan gossip atau berita buruk yang tidak
menyenangkan di media sosial, menyebarkan gambar, video atau identitas
tanpa izin pemiliknya.
c. Cyberbullying by proxy (Third Party Cyberharassment or Cyberbullying)
Metode ini memanfaatkan orang lain untuk membantu mengganggu
korban, baik dengan sepengetahuan orang lain tersebut atau tidak. Metode
ini dilakukan dengan memanfaatkan kaki tangan. Kaki tangan ini, kadang
tidak curiga kalau mereka dimanfaatkan sebagai kaki tangan. Mereka tahu
bahwa mereka mengkomunikasikan pesan yang provokatif, tapi tidak
menyadari bahwa sebenarnya mereka sedang dimanipulasi oleh pelaku
utama. Itulah hebatnya jenis serangan ini. Penyerang hanya perlu
memprovokasi dan menciptakan kemarahan atau emosi di satu pihak, dan
kemudian dapat duduk kembali dan membiarkan orang lain melakukan
pekerjaan kotornya. Kemudian, ketika tindakan hukum hukuman diambil
terhadap para kaki tangan, pelaku yang sebenarnya dapat mengklaim
bahwa mereka tidak pernah menghasut dan tidak ada yang bertindak atas
nama pelaku. Kaki tangan mereka menjadi satu-satunya yang bersalah di
mata hukum.

2.4. Motif Cyberbullying


Jika dalam bullying conventional pelaku melakukan bullying karena
kurangnya perhatian, kecenderungan permusuhan, korban kekerasan
merupakan motif yang mendasari tindakan cyberbullying, yakni1:
a. Dendam “The Vengeful Angel”
Dalam iklim penuh konflik budaya ini terdapat banyak kelompok sosial
yang tidak bisa didamaikan dan dirukunkan dan selalu saja terlibat dalam
ketegangan, persaingan dan benturan sosial yang diwarnai rasa benci dan

5
dendam kesumat. Kebudayaan tegangan tinggi ini menjadi persemaian yang
subur bagi berkembangnya tingkah laku delinkuen anak-anak, remaja dan para
pemuda yang menyebarkan pengaruh jahat dan buruk dan pada akibatnya bisa
mengganggu ketenteraman umum. Karena dendam yang tak terselesaikan
pelaku melakukan aksinya dengan beberapa cara yakni:

 Flaming (amarah), yaitu pendapat online menggunakan pesan elektronik


dengan bahasa yang agresif atau kasar. Flaming mengacu kepada adanya
kebencian antara dua atau lebih individual yang terjadi melalui setiap
teknologi komunikasi. Biasanya flaming terjadi dalam lingkungan publik
seperti chatroom atau kelompok diskusi daripada surat elektronik. Jika
terjadi penghinaan berbalas-balasan, maka akan terjadi kemudian perang
kata-kata yang lebih berbahaya.
 Harassment (pelecehan), yakni pesan-pesan yang berisi pesan kasar,
menghina atau yang tidak diinginkan, berulang kali mengirimkan pesan
berbahaya untuk seseorang secara online. Kata-kata, perilaku atau tindakan
berulang yang diarahkan pada orang tertentu atau kelompok untuk
mengganggu atau menyebabkan tekanan emosional substansial dalam
orang itu. Harassment merupakan pelecehan yang umumnya dipandang
unik dari cyberbullying karena melibatkan pesan ofensif berulang dan
pesan harassment pada umumnya dikirim melalui saluran komunikasi
pribadi, termasuk email, instant messaging dan SMS.

b. Pelaku yang Termotivasi (Motivated Offender)


Motivasi pelaku melakukan kejahatan di internet sangatlah banyak antara
lain pembajakan, balas dendam, pencurian atau sekedar iseng. Salah satu
bentuk motivated offender, yakni sekedar iseng dan dalam istilah bullying
bentuknya adalah:

 Denigration (pencemaran nama baik) yaitu proses mengumbar keburukan


seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik

6
seseorang tersebut. Denigration merujuk kepada fitnah yang merupakan
pembicaraan tentang target yang berbahaya, tidak benar, atau kejam.
Sebuah sub kategori tertentu fitnah adalah posting publik atau mengirim
gambar digital yang telah diubah secara digital untuk menyajikan gambar
palsu, seperti menempatkan gambar seksual eksplisit dari tubuh target
yang diperoleh di tempat lain. Denigraton juga secara khusus
menimbulkan masalah yang berkaitan dengan perlindungan kebebasan
berbicara.
 Impersonation (peniruan). Ini dilakukan dengan cara seseorang berpura-
pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang
tidak baik. Pelaku mengambil kesempatan dan kemampuan peniruan
terhadap target dan mengirimkan materi yang mencerminkan hal buruk
kepada teman target. Hal ini dapat terjadi di halaman pribadi target, web,
profile, blog atau melalui bentuk komunikasi lainnya. Pertukaran
password di antara pemuda atau gadis-gadis memungkinkan pelaku
cyberbully untuk mendapatkan akses ke akun target dan berpose sebagai
target. Setelah cyberbully berhasil menyamar jadi target, maka dengan
sesuka hati mengirimkan mengirim pesan ancaman kepada guru atau
siswa. Ini berdasarkan keinginan setting panggung pelaku supaya target
menjadi terdakwa.
 Trickery (tipu daya) yaitu membujuk seseorang dengan tipu daya supaya
mendapatkan rahasia atau foto pribadi orang tersebut. Biasanya dilakukan
oleh pelaku yang memang sudah kenal lama dengan korbannya, baik
secara nyata maupun maya. Atau bisa juga berlanjut pada jenis cyberbully
denigration dan outing, yakni dengan mencemarkan nama baik dan
penyebaran foto-foto pribadi.

c. Keinginan untuk dihormati


Pelaku menggunakan kewenangan untuk memperlihatkan bahwa pelaku
cukup kuat dalam membuat dan mengontrol orang lain dengan rasa takut.
Pelaku dengan didasari keinginan untuk dihormati kadang hanya iseng untuk
menyakiti remaja lain, kadang karena ketidaksukaan pelaku terhadap remaja

7
lain. Pelaku bukanlah orang yang berpengaruh melainkan khalayak kecil di
antara teman-teman atau lingkaran sekolah pelaku. Seringkali kekuasaan yang
dirasakan ketika terlibat dalam cyberbullying terhadap seseorang tidak
memberikan kepuasan untuk diperhatikan sebagai pribadi yang kuat dan
menakutkan.

d. Mean Girls
Ini terjadi ketika cyberbully bosan dan mencari hiburan. Pelaku ini yang
paling matang dari semua jenis cyberbullying. Biasanya dalam “Mean Girls”
situasi intimidasi cyberbullies adalah perempuan. Yang paling sering pelaku
lakukan adalah mengintimidasi para gadis atau anak laki-laki. “Mean Girls”
biasanya dilakukan melalui perencanaan bersama dalam kelompok dan
dilakukan bersama-sama dalam suatu ruangan. Mungkin terjadi di
perpustakaan, kamar tidur dan dari ruang keluarga seseorang setelah sekolah.
Cyberbullies dalam “Mean Girls” hanya ingin terkenal dan memiliki kekuatan
untuk cyberbully yang lain. Cyberbullying semacam ini tumbuh ketika adanya
kekaguman dan kebanggaan kelompok. Cyberbullying jenis ini akan cepat
meninggalkan tindakannya jika pelaku tidak mendapatkan nilai hiburan yang
dicari. Contoh cyberbullying jenis ini adalah:

 Outing, yakni menyampaikan komunikasi pribadi atau gambar yang berisi


informasi yang berpotensi memalukan. Sebuah bentuk umum outing
adalah ketika cyberbully yang menerima pesan surat elektronik dari target
yang berisi informasi pribadi yang intim kemudian meneruskan pesan ke
teman-teman yang lain. Outing dari gambar bernada seksual atau eksplisit
dapat terjadi dalam konteks hubungan gagal. Ketika salah satu pihak
dalam suatu hubungan berusaha untuk melepaskan diri dari hubungan
tersebut, pihak lain dapat merespons dengan mendistribusikan komunikasi
pribadi atau gambar yang diperoleh.

e. The Inadvertent Cyberbully (Pelaku dengan Unsur Kesengajaan)

8
Cyberbullies dengan unsur sengaja hanya merespons dan tidak pernah
berpikir sama sekali akan konsekuensi dari tindakan tersebut. Para pelaku
mungkin tersakiti atau marah karena komunikasi yang dikirimkan dalam
berjejaring sosial. Pelaku cenderung merespon dengan marah atau frustrasi.

 Exclusion (Pengeluaran) : secara sengaja dan kejam mengeluarkan


seseorang dari grup online.
 Cyberstalking : menganggu dan mencemarkan nama baik seseorang secara
intens sehingga menimbulkan ketakutan yang besar pada orang tersebut.
2.5. Faktor Dasar yang Melatarbelakangi Motif Pelaku Cyberbullying

Bullying maupun perilaku perilaku antisosial lain yang lebih umum memiliki
faktor-faktor risiko latar serupa: biologis, personal, keluarga, kelompok sebaya,
sekolah/institusi dan masyarakat. Ada beberapa faktor yang memengaruhi motif
perilaku cyberbullying1:

a. Prediktor Keluarga
Khatrin mengutip pendapat Schwartz, Shields dan Cicchetti menjelaskan
bahwa keterlibatan dalam membullying orang lain berkaitan dengan prediktor-
prediktor keluarga, seperti kelekatan yang insecure, pendisiplinan fisik yang keras
dan korban pola asuh orang tua yang overprotektif. Secara tidak sadar anak atau
remaja memproyeksikan kekacauan batinnya keluar (disebabkan oleh
berantakannya keluarga dan lingkungan rumah sendiri) dalam bentuk konflik
terbuka dan perkelahian individual maupun massal. Ringkasnya kesukaan
berkelahi para remaja bisa distimulir oleh kondisi rumah tangga yang berantakan. 1
Perlakuan tak semestinya dan penganiayaan oleh orang tua kemungkinan besar
adalah risiko-risiko faktor pada bully (pelaku bullying) atau korban atau kelompok
korban agresi. Di sisi lain, situasi keluarga yang kisruh, kacau, acak-acakan, liar
sewenang-wenang, main hakim sendiri, tanpa aturan dan disiplin yang baik, tidak
mendidik dan tidak memunculkan iklim manusiawi maka anak secara otomatis
dan tidak sadar akan mengoper adat kebiasaan tingkah laku buruk orang tua serta
orang dewasa yang ada di dekatnya. Sehingga anak ikut-ikutan menjadi

9
sewenang-wenang, liar, buas, agresif, suka menggunakan kekerasan dan
perkelahian sebagai senjata penyelesaian.

b. Faktor Internal
Tingkah laku yang menjurus pada kriminalitas, merupakan kegagalan sistem
pengontrol diri anak terhadap dorongan-dorongan instinktifnya. Dengan kata lain,
anak muda tidak mampu mengendalikan naluri (insting) dan dorongan-dorongan
primitifnya dan tidak bisa menyalurkannya ke dalam perbuatan yang bermanfaat
dan lebih berbudaya.

c. Faktor Eksternal atau Eksogen


Faktor eksternal atau eksogen dikenal pula sebagai pengaruh alam sekitar,
faktor sosial atau faktor sosiologis yang adalah semua perangsang dan pengaruh
luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada anak-anak remaja (tindak
kekerasan, kejahatan, perkelahian massal dan seterusnya). Kelompok sebaya dan
lingkungan atau iklim sekolah secara umum juga memiliki efek kuat bagi seorang
siswa menjadi pelaku bullying.

2.6. Dampak Cyberbullying8


Di antara efek yang disebabkan oleh cyberbullying, berikut ini yang paling
menonjol:
a. Dampak fisik:
Sakit kepala, sakit perut, gangguan tidur, kelelahan, sakit punggung,
kehilangan nafsu makan, masalah pencernaan, dan sebagainya.

b. Dampak psikologis dan emosional:


Ketakutan, dan bahkan perasaan diteror, kecemasan, kesedihan, depresi,
stress, gejala depresi lebih sering ide bunuh diri, dan bahkan melakukan
bunuh diri. Lebih khusus lagi, dalam meta-analisis baru-baru ini yang
dilakukan di Belanda, Sonawane (2014) menemukan bahwa mereka yang
diintimidasi secara elektronik dua kali lebih mungkin untuk memiliki
pikiran untuk bunuh diri, dan 2,5 kali lebih mungkin untuk benar-benar

10
melakukan bunuh diri, daripada mereka yang bukan korban cyberbullying.
Van Geel et al. (2014) menemukan bahwa memiliki ide bunuh diri lebih
mungkin di antara orang-orang yang pernah mengalami intimidasi dan
cyberbullying, diikuti oleh mereka yang hanya menderita cyberbullying,
dan akhirnya oleh mereka yang hanya menjadi korban intimidasi
tradisional.
c. Dampak yang berhubungan dengan sekolah:
Salah satu efek dari cyberbullying adalah perasaan kurang termotivasi
untuk sekolah, yang menyebabkan masalah kinerja akademik. Jadi,
meskipun cyberbullying terjadi di luar sekolah, sekolah harus menangani
masalah ini dengan sangat serius.
d. Dampak psikososial: lebih banyak perasaan isolasi dan kesendirian,
pengucilan, dan bahkan penolakan sosial. Efek ini sangat berbahaya
karena menyerang prilaku sosial individu.
Dampak lain yang bisa ditimbulkan dari cyberbullying berupadapat merasa
lebih tidak terkendali daripada mereka yang menghadapi intimidasi secara
langsung (tradisional), karena mereka memiliki lebih sedikit kontrol atas
siapa yang memandang intimidasi dan kurang kemampuan untuk
menghentikan intimidasi. Ada juga yang bisa bersifat lebih permanen
karena hampir semua yang ada di Internet tersedia untuk semua orang dan
di mana saja. Mungkin sulit untuk menghapus informasi begitu masuk ke
Internet. Mereka yang mengalami cyberbully lebih cenderung mengalami
kecemasan, depresi, kurang kepuasan hidup, kurang percaya diri, dan
penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan alkohol.5
Target cyberbullying memiliki peluang lebih besar untuk menjadi
pelaku intimidasi, karena korban cyberbullying dapat menyebabkan balas
dendam sebagai cara untuk mengatasinya. Pelaku cyberbullying memiliki
risiko lebih besar untuk diintimidasi balik sebagai balasannya, sehingga ini
menghasilkan lingkaran setan. Menjadi pelaku cyberbullying berkontribusi
pada peningkatan dua puluh kali lipat juga menjadi target cyberbullying.5
Pelaku tindakan cyberbullying dapat terjadi secara anonim, hal ini
mengakibatkan pelaku dapat bertindak lebih agresif karena mereka merasa

11
tidak akan ada konsekuensi. Dalam intimidasi tatap muka, pelaku
intimidasi dapat melihat dampaknya ketika serangan terjadi, sedangkan
pelaku cyberbullying tidak dapat melihat hasil langsungnya, sehingga
sering mengakibatkan agresi lebih lanjut.5

2.7. Pencegahan

Ada banyak elemen yang berperan untuk mencegah terjadinya cyberbullying


maupun mengurangi dampak dari cyberbullying, yaitu2:

1. Untuk mencegah terjadinya cyberbullying, orang tua harus memberikan


edukasi kepada anak-anak mereka tentang perilaku online yang benar dan
aman. Orang tua juga harus melakukan pemantauan terhadap aktivitas
online anak-anak mereka yang bisa dilakukan baik secara informal maupun
formal. Cukup menyedihkan melihat hasil kuesioner yang menyatakan
bahwa para remaja lebih cenderung untuk menceritakan pengalaman mereka
kepada teman-teman mereka dari pada kepada orang tua mereka. Ini
menandakan bahwa kurang ada hubungan dan komunikasi yang baik dan
terbuka antara orang tua dengan anak mereka. Untuk itu orang tua harus
dapat menumbuhkan dan memelihara komunikasi yang terbuka dengan anak
sehingga saat mereka mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan saat
menggunakan komputer atau ponsel mereka dapat menyampaikannya
kepada orang tua. Jika anak mengalami cyberbullying hal terbaik yang dapat
dilakukan orang tua adalah meyakinkan bahwa mereka merasa aman dan
nyaman serta memberikan dukungan yang dibutuhkan. Orang tua harus bisa
meyakinkan anak mereka bahwa mereka semua menginginkan akhir yang
sama yaitu bullying akan berhenti dan hidup tidak akan menjadi lebih sulit
lagi. Orang tua bisa bekerjasama dengan guru/sekolah atau menghubungi
orang tua si pelaku atau pihak berwenang untuk mendiskusikan
permasalahan yang terjadi. Sebaliknya jika anak menjadi pelaku
cyberbullying maka orang tua harus mau mengingatkan dan mengajarkan
sikap dan nilai moral yang positif kepada anak tentang memperlakukan

12
orang lain dengan baik dan hormat dan menjelaskan konsekuensi negatif
yang dapat muncul dari tindakannya.

2. Bagi anak/remaja, penting bagi mereka untuk terus menjalin komunikasi


dengan orang dewasa yang mereka percayai, baik itu orang tua, guru,
maupun orang lain sehingga jika ada pengalaman yang tidak menyenangkan
mereka dapat menceritakannya kepada mereka. Jika anak/remaja mengalami
cyberbullying penting untuk menyimpan semua bukti sehingga orang
dewasa bisa membantu mengatasi situasi. Bukti ini bisa berupa catatan log
atau catatan tanggal dan waktu dan isi dari pesan yang mengganggu itu
sendiri. Untuk mencegah cyberbullying anak/remaja dapat memanfaatkan
pengaturan privasi yang ada di situs-situs jejaring sosial, maupun social
software (instant messaging, email, chat program). Pengguna bisa
menyesuaikan pengaturan untuk membatasi dan memonitor siapa saja yang
dapat berkomunikasi dengan mereka dan siapa saja yang dapat membaca
konten online mereka.

3. Orang-orang yang menjadi penonton juga memiliki peran yang sangat


penting. Mereka yang menyaksikan cyberbullying biasanya tidak mau ikut
terlibat karena takut mereka akan mendapatkan masalah meskipun mereka
tahu bahwa yang mereka saksikan itu salah dan seharusnya dihentikan.
Bagaimanapun juga, dengan tidak melakukan apa-apa berarti mereka
melakukan sesuatu yaitu membiarkan sesuatu yang salah terjadi. Penonton
sebenarnya dapat membuat perbedaan yang besar dalam memperbaiki
situasi untuk korban cyberbullying yang kadang-kadang merasa tidak
berdaya dan membutuhkan seseorang yang bisa menyelamatkannya.
Penonton seharusnya bisa bangun untuk membantu korban dan bisa
meminta bantuan kepada orang dewasa yang bisa memperbaiki situasi ini.
Penonton juga tidak boleh ikut-ikutan memanaskan suasana, misalnya
dengan ikut menyebarluaskan pesan yang menyakitkan atau menertawakan
konten-konten atau gurauan-gurauan yang sifatnya menghina/merendahkan.

13
4. Para penegak hukum juga memiliki peran dalam mencegah dan merespon
terjadinya cyberbullying. Aturan-aturan dan hukum-hukum yang berkaitan
dengan penggunaan sarana online harus diketahui dan dikuasai dengan
benar. Jika terjadi tindakan cyberbullying mereka harus turun tangan sesuai
dengan aturan yang berlaku. Bahkan meskipun belum sampai pada level
kriminal para penegak hukum harus bisa membantu dengan cara
memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang seriusnya tindakan
cyberbullying ini. Para penegak hukum dapat melakukan sosialisasi kepada
orang tua-orang tua tentang aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan
cyberbullying ini sehingga orang tua memiliki pengetahuan dan dapat
mengambil tindakan yang benar dan cepat jika anak mereka mengalami
tindakan yang tidak menyenangkan.

2.8. Intervensi
Beberapa strategi pencegahan dan intervensi lainnya ditunjukkan oleh
berbagai pihak berwenang. Kowalski et al. menetapkan sembilan tips intervensi
untuk menanggapi cyberbullying bagi orang tua:

Simpan bukti: Print atau salinan pesan dan website

Untuk pelanggaran pertama, jika sifatnya minor, abaikan, hapus, atau
blokir pengirimnya.

Pelaporan: Jika wajah atau profil ofensif yang menargetkan anak Anda
atau telah menipu, laporkan ke host situs.

Investigasi: Pantau keberadaan online anak Anda.

Komunikasi: Jika pelaku adalah siswa lain, bagikan bukti dengan personel
sekolah.

Keterlibatan orang tua: Jika pelaku diketahui dan penindasan dunia maya
berlanjut, hubungi orang tua anak dan bagikan bukti Anda.

Saran hukum: Jika orang tua dari pelaku tidak responsif dan perilakunya
berlanjut, hubungi seorang pengacara atau minta nasihat hukum.

Penegakan hukum: Laporkan cyberbullying ke polisi.

14

Support Dukungan kesehatan mental: Jika anak Anda mengekspresikan
tekanan emosional atau pikiran sendiri, segera pergi mencari bantuan dari
penasihat sekolah atau profesional kesehatan mental lainnya.18

Mengingat eksposur luas anak-anak online, Ada sejumlah langkah yang


dapat diambil untuk mencegah dan melindungi anak-anak dari cyberbullying.

1. Bicaralah dengan anak-anak Anda tentang menghormati orang lain dan


jelaskan bahwa Cyberbullying hurts: Jelaskan aturan untuk berinteraksi
dengan orang-orang dalam kehidupan nyata juga berlaku untuk
berinteraksi secara online atau melalui ponsel. Tanyakan kepada anak-
anak apakah hal-hal yang mereka katakan online masih akan baik-baik
saja jika dikatakan offline. Apakah mereka akan berpikir dua kali untuk
menanyakan beberapa pertanyaan, menunjukkan beberapa gambar? Jika
mereka memulai desas-desus tentang seseorang / sesuatu, kemungkinan
sesuatu akan dimulai tentang mereka. Apakah itu tidak apa apa? Ajari
mereka untuk mempertimbangkan perasaan ini sebagai barometer ketika
terlibat dalam lebih banyak aktivitas online.
2. Jelaskan kepada anak-anak Anda konsekuensinya jika mereka
menyalahgunakan teknologi (mis., Merusak reputasi mereka, mendapat
masalah di sekolah atau dengan polisi): Foto dapat dirusak dan dirusak.
Bantu anak-anak memahami arti 'selamanya,' karena posting di Internet
selamanya ada.
3. Tunjukkan penggunaan Internet yang tepat: Anak-anak Anda belajar dari
perilaku Anda dan meniru itu. Jangan melecehkan atau bercanda tentang
orang lain saat online, terutama di sekitar anak-anak Anda. Putuskan
aturan untuk waktu keluarga Anda sendiri: Jangan mengirim pesan teks di
meja makan atau membiarkan anak-anak Anda menggunakan ponsel
mereka selama waktu itu.
4. Terlibatlah dalam dunia maya anak-anak Anda: Duduklah di depan
komputer dan biarkan mereka mengajari Anda bagaimana mereka
menggunakan internet dan apa yang mereka lakukan. Tujuannya adalah
untuk dapat memonitor aktivitas online mereka tanpa mereka merasa

15
diawasi. Jika anak-anak Anda merasa terintimidasi, mereka mungkin
bertindak ekstrem untuk menyembunyikan aktivitas online mereka.
Tanyakan kepada mereka apakah mereka pernah dilecehkan atau diejek
dan dorong mereka untuk memberi tahu Anda jika ini terjadi.
5. Batasi penggunaan dan akses ponsel: Anda dapat bekerja dengan operator
Anda untuk membatasi penggunaan hingga waktu tertentu dalam sehari
dan untuk membatasi jumlah teks. Anda juga dapat membatasi
kemampuan untuk mengirim atau menerima gambar dan akses ke Internet.
6. Tetapkan batas waktu penggunaan Internet: Batasi jumlah jam per hari dan
waktu siang hari ketika anak-anak Anda diperbolehkan untuk berselancar.
Lebih sering daripada tidak, cyberbullying terjadi pada larut malam.
7. Gunakan 'Kontrak Penggunaan Internet' dan 'Kontrak Penggunaan Ponsel'
untuk membuat aturan yang jelas dan dapat dimengerti tentang apa yang
dapat diterima dan apa yang tidak: Pastikan Anda dan anak-anak Anda
menandatangani kontrak dan menyetujui persyaratannya. Tempatkan
kontrak di tempat yang terlihat, seperti di dekat komputer. Lakukan ini
saat Anda pertama kali membawa teknologi, sehingga aturan ditetapkan
dari awal. Jika Anda belum memberi mereka kontrak, dan anak-anak
menyalahgunakan hak istimewa mereka untuk menggunakan teknologi
secara tepat, kontrak masih dapat dilembagakan.
8. Tempatkan komputer di ruang keluarga atau di suatu tempat yang terlihat -
atau buat rencana dengan mereka yang membuat mereka tahu bahwa
teknologi adalah hak istimewa yang datang dengan tanggung jawab: Anda,
sebagai orang tua, harus memiliki akses ke teknologi mereka. Jelaskan
kepada anak-anak bahwa walaupun Anda tidak perlu memeriksanya
kecuali diberikan alasan, mereka perlu menegakkan perilaku yang sesuai
secara online atau akan ada konsekuensi, seperti kehilangan teknologi dan
peningkatan pengawasan.
9. Dorong anak Anda untuk memperhatikan insiden cyberbullying dan
melaporkan insiden yang mereka temui: Buat mereka merasa aman
sehingga mereka melaporkan kepada Anda.

16
10. Gunakan perangkat lunak pemfilteran dan pemblokiran: Banyak program
perangkat lunak sekarang tersedia yang memungkinkan serangkaian solusi
yang memungkinkan dengan biaya rendah.
11. Ajari anak bagaimana melindungi diri mereka sendiri: Anak-anak dapat
membuat pilihan yang baik jika diberi nasihat tentang cara melakukannya.
Mereka tidak perlu merespons online; mereka dapat melepaskan diri;
mereka dapat mengamankan konten mereka dengan pengaturan privasi
yang sesuai; dan mereka dapat menyimpan pesan yang melecehkan untuk
dibagikan dengan guru, konselor, orang tua, dll. Ajari anak-anak Anda
bahwa mereka dapat berbicara dengan orang dewasa dan mendapatkan
bantuan. Mereka tidak harus sendirian.
12. Dokumentasi semua korespondensi dan upaya Anda untuk mengelola
situasi yang bermasalah adalah perlindungan terbaik Anda dari masalah di
masa depan: Simpan semua catatan penggunaan Internet di antara para
berkemah. Ini mencegah penolakan dengan menciptakan bukti objektif
tentang situasi yang muncul.
13. Model Peran Perilaku yang Tepat: Buat contoh anggota staf yang
mempertahankan interaksi positif dan saling menghormati secara offline
dan online sepanjang tahun.
14. Kemitraan Orangtua: Bekerja dengan orang tua diperlukan untuk
membantu meredakan situasi cyberbullying yang membahas perilaku
online yang sesuai. Jangan berhenti sendiri. Dorong pelaporan cepat, dan
dorong diskusi orang tua tentang perilaku online yang sesuai.18

Anak-anak yang secara teratur diintimidasi secara online memiliki risiko


tinggi untuk mengalami depresi, kecemasan dan, dalam beberapa kasus serius,
bunuh diri. Tatalaksana yang dapat diberikan antara lain:
 Analisis transaksional: Jenis terapi ini berkaitan dengan menghubungkan
trauma masa lalu dengan masalah saat ini. Anak-anak atau orang dewasa
yang masih berpegang teguh pada perasaan takut atau cemas akibat intimidasi

17
di masa lalu mungkin perlu bantuan mengatasi mereka untuk menghadapi
masa kini.
 Assertiveness Training : Orang-orang yang diintimidasi sering membutuhkan
bantuan untuk membangun kepercayaan diri mereka untuk menghadapi para
pelaku intimidasi. Jenis terapi ini membantu mereka mempelajari teknik
untuk melakukannya.
 Terapi perilaku kognitif (CBT): CBT efektif dalam melatih kembali perilaku
atau pikiran seseorang untuk membuat perubahan positif dalam kehidupan
sehari-harinya. Banyak anak yang diintimidasi cenderung mengembangkan
perilaku keselamatan tertentu untuk menghadapi depresi atau kecemasan, dan
CBT membantu mereka mengatasinya.

Anak-anak yang menggertak sering membutuhkan bantuan dengan


kemarahan yang salah tempat. Dalam beberapa kasus, pelaku intimidasi, sendiri,
menderita semacam pelecehan dari pelaku intimidasi lain atau anggota keluarga.
Tatalaksana yang dapat diberikan untuk para bully antara lain :

Anger Management : Banyak orang yang menggertak hanya mengalami
kesulitan mengekspresikan kemarahan mereka dengan cara yang sehat.
Mendapatkan ke akar kemarahan mereka dan mengajari mereka teknik
relaksasi biasanya sangat membantu.

Psikoterapi: Beberapa pengganggu menghadapi trauma masa lalu atau saat
ini. Psikoterapi, atau "terapi bicara," dapat membantu menemukan asal
usul kemarahan mereka yang salah arah.

Intervensi: Mengintervensi perilaku pelaku intimidasi seringkali
merupakan cara paling efektif untuk mengekspresikan kerusakan yang
diakibatkan tindakan mereka. Terkadang ini melibatkan keluarga pelaku
intimidasi dan dalam beberapa kasus korban pelaku intimidasi.19

18
BAB III
KESIMPULAN

Cyberbullying merupakan fenomena yang dapat mengakibatkan masalah


emosional yang serius pada target korban, seperti kecemasan, merasa harga diri
rendah, tidak percaya diri, penyalah gunaan obat-obatan terlarang, depresi dan
bahkan ide bunuh diri. Metode yang digunakan oleh pelaku cyberbullying dapat
berupa direct attack, posted and public attackserta cyberbullying by proxy.
Tatalaksana cyberbullying tidak hanya pada korban, tetapi juga pada pelaku
cyberbullying guna mencegah terjadinya cyberbullying yang berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pandie, MM dan Weismann, ITJ. Pengaruh Cyberbullying di Media Sosial


Terhadap Perilaku Reaktif sebagai Pelaku Maupun sebagai Korban
Cyberbullying pada Siswa Kristen SMP Nasional Makassar. Jurnal Jaffray.
2016. Vol 14. Hal:48-52.
2. Rahayu, FS. Cyberbullying Sebagai Dampak Negatif Penggunaan Teknologi
Informasi. Journal of information systems. Volume 8, Issue 1.
3. Utami. Cyberbullying di Kalangan Remaja (Studi tentang Korban
Cyberbullying di Kalangan Remaja di Surabaya). Jurnal Universitas
Airlangga. 2014. Volume 3. Hal:1-10.
4. Bauman S, Donna Cross and Jenny Walker, Principles of Cyberbullying. New
York: Taylor ang Francis Group. 2013. Hal:23.
5. PACER,s National Bullying Prevention Center. Cyberbullying. 2017.
6. Center for Disease Control (CDC). Trends in The Prevalence of Behavior that
Contribute to Violence National YRBS: 1991-2015. National Youth Risk
Behavior Survey (YRBSS). 2015.
7. Makhulo, JN. CYBERBULLYING: EFFECT ON WORK PLACE
PRODUCTION. Africa International Journal of MULTIDISCPLINARY
RESEARCH. 2018. Vol 2. Halaman 24-39.
8. Finkelhor, K., Mitchell, K., & Wolak, J. Online victimization: A report on the
nation’s youth. Alexandria: National Center for Missing and Exploited
Children. 2000.
9. Smith, P K. Cyberbullying Across the Globe Gender, Family, and Mental
Health. Springer International Publishing Switzerland. 2016.
10. Mnet. Young Canadians in a wired world. 2001.
11. Ybarra, M. L., & Mitchell, K. J. Online aggressor/targets, aggressors, and
targets: A comparison of associated youth characteristics. Journal of Child
Psychology and Psychiatry. 2004. Hal. 1308–1316.
12. Burgess-Proctor, A., Patchin, J., & Hinduja, S. Cyberbullying: The
victimization of adolescent girls. 2006.
13. Carroll, D. C. Cyber bullying and victimization: Psychosocial characteristics
of bullies, victims, and bully/victims. 2008.
14. Juvonen, J., & Gross, E. F. Extending the school grounds? Bullying
experiences in cyberspace. Journal of School Health. 2008. hal.496–505.
15. Patchin, J. W., & Hinduja, S. Cyberbullying: An update and synthesis of the
research. In J. W. Patchin & S. Hinduja. Cyberbullying prevention and
response: Expert perspectives. New York: Routledge. 2012. 13-36.
16. Syah, R dan Hermawati, I. Upaya Pencegahan Kasus Cyberbullying bagi
Remaja Pengguna Media Sosial di Indonesia. Jurnal PKS. 2018. 17(2): 131-
146.

17. PACER,s National Bullying Prevention Center. Bullying Statistics. 2017.


18. Charles E. Notar*, Sharon Padgett , Jessica Rode. Cyberbullying: Resources
for Intervention and Prevention. Universal Journal of Educational Research.
2013; 1(3): 133-145.
19. Social Work Degree Guide. Internet Intimidators: Treating Both Ends of
Cyberbullying. 2014. Diakses pada 2 Maret 2020 dari website:
https://www.socialworkdegreeguide.com/cyberbullying/

Anda mungkin juga menyukai