Referat Cyberbullying
Referat Cyberbullying
CYBERBULLYING
Oleh:
Monica Karina Walean, S.Ked 04054822022206
Zulpa Yanti, S.Ked 04054822022047
Nanda Syauqiwijaya, S.Ked 04084821921149
Pembimbing
dr. Syarifah Aini, Sp.KJ
Judul Referat
CYBERBULLYING
Oleh:
Monica Karina Walean, S.Ked 04054822022206
Zulpa Yanti, S.Ked 04054822022047
Nanda Syauqiwijaya, S.Ked 04084821921149
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Cyberbullying” sebagai syarat untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen
Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit
Ernaldi Bahar Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
dr. Syarifah AIni, Sp.KJ selaku pembimbing yang telah membantu memberikan
bimbingan dan masukan sehingga referat ini dapat selesai.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………..…….i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….…….......ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iv
BAB I PENDAHULUAN.................……………………………………………..1
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Machold dkk. (2012) menunjukkan
bahwa 33% dari 474 remaja merasa bahwa mereka menggunakan sosial media
terlalu sering
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Cyberbullying juga disebut sebagai online bullying, online harassment, dan
cyber harassment, terjadi ketika seseorang menyebabkan kerugian terhadap orang
lain melalui penggunaan media elektronik.6
2
Banyak definisi untuk cyberbullying yang mirip satu sama lain, dan
kebanyakan mengulang definisi bullying tetapi memerlukan sarana elektronik.
Smith et al. (2006) mendefinisikan cyberbullying sebagai tindakan agresif dan
disengaja yang menggunakan bentuk kontak elektronik, berulang kali dilakukan
oleh individu atau kelompok, yang tetap konstan dari waktu ke waktu dengan
korban yang tidak dapat dengan mudah membela diri. Demikian juga, Belsey
(2005) menyatakan bahwa cyberbullying menyiratkan menggunakan teknologi
komunikasi elektronik sebagai perilaku yang disengaja, berulang, dan bermusuhan
diterapkan pada individu atau kelompok untuk merugikan orang lain.7
Sebagian besar definisi terdiri dari bentuk kontak elektronik, tindakan agresif,
dengan motif/maksud tertentu, pengulangan dan membahayakan target. Terdapat
3 elemen dalam setiap praktek bullying dan cyberbullying, yaitu : Pelaku (bullies),
Korban (victims) dan Saksi peristiwa (bystander).4
2.2. Epidemiologi
Prevalensi pada salah satu studi pertama tentang cyberbullying menunjukkan
bahwa 6% dari siswa remaja Amerika Utara melaporkan mengalami intimidasi
melalui Internet.8 Namun tak lama kemudian, dalam karya Mnet (2001) persentase
ini naik menjadi 25% untuk pengguna internet Kanada yang menerima pesan
mengintimidasi atau agresif tentang orang lain.9,10
Pada tahun 2004, Ybarra dan Mitchell dalam penelitiannya menemukan
bahwa 19% anak muda berusia 10-17 tahun terlibat dalam kasus cyberbullying.11
Persentase ini naik menjadi 38,3% dalam studi lain yang juga dilakukan di
Amerika Serikat dan di tahun 2006 terjadi peningkatan menjadi 49% dalam studi
Amerika Serikat lainnya dengan 21% sebagai cyberbullies.12 Pada tahun 2008,
Carroll menemukan bahwa 69% dari subyek terlibat dalam cyberbullying baik
sebagai pelaku atau korban.13 Beberapa penulis bahkan menunjukkan bahwa 75%
anak muda di sekolah telah mengalami cyberbullying setidaknya sekali dalam
setahun terakhir.14 Pada tahun 2012, Patchin dan Hinduja meninjau data dari 35
studi dan menyimpulkan bahwa tingkat cyberbulying berkisar 5,5 hingga 72%.15
Kejadian cyberbullying di Indonesia berdasarkan hasil penelitian UNICEF
(2016), menemukan sebanyak 50% dari 41 remaja di Indonesia dalam kisaran usia
3
13 sampai 15 tahun telah mengalami tindakan cyberbullying. Beberapa tindakan
tersebut adalah mempublikasikan data pribadi orang lain, stalker atau menguntit
(penguntitan di dunia maya yang mengakibatkan penguntitan di dunia nyata),
balas dendam berupa penyebaran foto atau video dengan tujuan dendam yang
ditambah dengan tindakan intimidasi dan pemerasan.16
Baik anak laki-laki dan perempuan sama-sama berpartisipasi dalam
cyberbullying, meskipun berbeda alasan. Mereka juga menggunakan metode yang
berbeda. Anak perempuan cenderung lebih menggunakan pendekatan pasif,
seperti menyebarkan rumor dan gosip kerusakan reputasi dan hubungan. Anak
laki-laki cenderung menggunakan ancaman langsung dan cyber sebagai sarana
balas dendam. Selain itu, pandangan lain mengatakan bahwa dalam menjalankan
aksinya wanita lebih sering menjadi sasaran cyberbullying sedangkan laki-laki
cenderung menjadi pelaku utama dalam kekerasan berkomunikasi di dunia maya.
Fakta lain mengungkapkan bahwa dalam iklim demokratisasi di segala bidang
kehidupan pada era modern sekarang ini, orang cenderung mempersamakan hak-
hak anak laki-laki dengan anak perempuan. Sehubungan dengan hal tersebut pada
masa sekarang jumlah kejahatan yang dilakukan oleh anak perempuan tampak
meningkat secara drastis.19 Berdasarkan pemikiran-pemikiran di atas, maka dapat
dipastikan bahwa Cyberbullying yang dilakukan oleh remaja tidak berpatokan
pada jenis kelamin, sebab seorang remaja baik laki-laki maupun perempuan dapat
menjalankan aksinya sebagai Cyberbullying jika kesempatan yang
dilatarbelakangi oleh motif-motif tertentu
4
Metode ini dirancang untuk mempermalukan target dengan memposting
atau menyebarkan informasi atau gambar-gambar yang memalukan ke
publik, seperti menyebarkan gossip atau berita buruk yang tidak
menyenangkan di media sosial, menyebarkan gambar, video atau identitas
tanpa izin pemiliknya.
c. Cyberbullying by proxy (Third Party Cyberharassment or Cyberbullying)
Metode ini memanfaatkan orang lain untuk membantu mengganggu
korban, baik dengan sepengetahuan orang lain tersebut atau tidak. Metode
ini dilakukan dengan memanfaatkan kaki tangan. Kaki tangan ini, kadang
tidak curiga kalau mereka dimanfaatkan sebagai kaki tangan. Mereka tahu
bahwa mereka mengkomunikasikan pesan yang provokatif, tapi tidak
menyadari bahwa sebenarnya mereka sedang dimanipulasi oleh pelaku
utama. Itulah hebatnya jenis serangan ini. Penyerang hanya perlu
memprovokasi dan menciptakan kemarahan atau emosi di satu pihak, dan
kemudian dapat duduk kembali dan membiarkan orang lain melakukan
pekerjaan kotornya. Kemudian, ketika tindakan hukum hukuman diambil
terhadap para kaki tangan, pelaku yang sebenarnya dapat mengklaim
bahwa mereka tidak pernah menghasut dan tidak ada yang bertindak atas
nama pelaku. Kaki tangan mereka menjadi satu-satunya yang bersalah di
mata hukum.
5
dendam kesumat. Kebudayaan tegangan tinggi ini menjadi persemaian yang
subur bagi berkembangnya tingkah laku delinkuen anak-anak, remaja dan para
pemuda yang menyebarkan pengaruh jahat dan buruk dan pada akibatnya bisa
mengganggu ketenteraman umum. Karena dendam yang tak terselesaikan
pelaku melakukan aksinya dengan beberapa cara yakni:
6
seseorang tersebut. Denigration merujuk kepada fitnah yang merupakan
pembicaraan tentang target yang berbahaya, tidak benar, atau kejam.
Sebuah sub kategori tertentu fitnah adalah posting publik atau mengirim
gambar digital yang telah diubah secara digital untuk menyajikan gambar
palsu, seperti menempatkan gambar seksual eksplisit dari tubuh target
yang diperoleh di tempat lain. Denigraton juga secara khusus
menimbulkan masalah yang berkaitan dengan perlindungan kebebasan
berbicara.
Impersonation (peniruan). Ini dilakukan dengan cara seseorang berpura-
pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang
tidak baik. Pelaku mengambil kesempatan dan kemampuan peniruan
terhadap target dan mengirimkan materi yang mencerminkan hal buruk
kepada teman target. Hal ini dapat terjadi di halaman pribadi target, web,
profile, blog atau melalui bentuk komunikasi lainnya. Pertukaran
password di antara pemuda atau gadis-gadis memungkinkan pelaku
cyberbully untuk mendapatkan akses ke akun target dan berpose sebagai
target. Setelah cyberbully berhasil menyamar jadi target, maka dengan
sesuka hati mengirimkan mengirim pesan ancaman kepada guru atau
siswa. Ini berdasarkan keinginan setting panggung pelaku supaya target
menjadi terdakwa.
Trickery (tipu daya) yaitu membujuk seseorang dengan tipu daya supaya
mendapatkan rahasia atau foto pribadi orang tersebut. Biasanya dilakukan
oleh pelaku yang memang sudah kenal lama dengan korbannya, baik
secara nyata maupun maya. Atau bisa juga berlanjut pada jenis cyberbully
denigration dan outing, yakni dengan mencemarkan nama baik dan
penyebaran foto-foto pribadi.
7
lain. Pelaku bukanlah orang yang berpengaruh melainkan khalayak kecil di
antara teman-teman atau lingkaran sekolah pelaku. Seringkali kekuasaan yang
dirasakan ketika terlibat dalam cyberbullying terhadap seseorang tidak
memberikan kepuasan untuk diperhatikan sebagai pribadi yang kuat dan
menakutkan.
d. Mean Girls
Ini terjadi ketika cyberbully bosan dan mencari hiburan. Pelaku ini yang
paling matang dari semua jenis cyberbullying. Biasanya dalam “Mean Girls”
situasi intimidasi cyberbullies adalah perempuan. Yang paling sering pelaku
lakukan adalah mengintimidasi para gadis atau anak laki-laki. “Mean Girls”
biasanya dilakukan melalui perencanaan bersama dalam kelompok dan
dilakukan bersama-sama dalam suatu ruangan. Mungkin terjadi di
perpustakaan, kamar tidur dan dari ruang keluarga seseorang setelah sekolah.
Cyberbullies dalam “Mean Girls” hanya ingin terkenal dan memiliki kekuatan
untuk cyberbully yang lain. Cyberbullying semacam ini tumbuh ketika adanya
kekaguman dan kebanggaan kelompok. Cyberbullying jenis ini akan cepat
meninggalkan tindakannya jika pelaku tidak mendapatkan nilai hiburan yang
dicari. Contoh cyberbullying jenis ini adalah:
8
Cyberbullies dengan unsur sengaja hanya merespons dan tidak pernah
berpikir sama sekali akan konsekuensi dari tindakan tersebut. Para pelaku
mungkin tersakiti atau marah karena komunikasi yang dikirimkan dalam
berjejaring sosial. Pelaku cenderung merespon dengan marah atau frustrasi.
Bullying maupun perilaku perilaku antisosial lain yang lebih umum memiliki
faktor-faktor risiko latar serupa: biologis, personal, keluarga, kelompok sebaya,
sekolah/institusi dan masyarakat. Ada beberapa faktor yang memengaruhi motif
perilaku cyberbullying1:
a. Prediktor Keluarga
Khatrin mengutip pendapat Schwartz, Shields dan Cicchetti menjelaskan
bahwa keterlibatan dalam membullying orang lain berkaitan dengan prediktor-
prediktor keluarga, seperti kelekatan yang insecure, pendisiplinan fisik yang keras
dan korban pola asuh orang tua yang overprotektif. Secara tidak sadar anak atau
remaja memproyeksikan kekacauan batinnya keluar (disebabkan oleh
berantakannya keluarga dan lingkungan rumah sendiri) dalam bentuk konflik
terbuka dan perkelahian individual maupun massal. Ringkasnya kesukaan
berkelahi para remaja bisa distimulir oleh kondisi rumah tangga yang berantakan. 1
Perlakuan tak semestinya dan penganiayaan oleh orang tua kemungkinan besar
adalah risiko-risiko faktor pada bully (pelaku bullying) atau korban atau kelompok
korban agresi. Di sisi lain, situasi keluarga yang kisruh, kacau, acak-acakan, liar
sewenang-wenang, main hakim sendiri, tanpa aturan dan disiplin yang baik, tidak
mendidik dan tidak memunculkan iklim manusiawi maka anak secara otomatis
dan tidak sadar akan mengoper adat kebiasaan tingkah laku buruk orang tua serta
orang dewasa yang ada di dekatnya. Sehingga anak ikut-ikutan menjadi
9
sewenang-wenang, liar, buas, agresif, suka menggunakan kekerasan dan
perkelahian sebagai senjata penyelesaian.
b. Faktor Internal
Tingkah laku yang menjurus pada kriminalitas, merupakan kegagalan sistem
pengontrol diri anak terhadap dorongan-dorongan instinktifnya. Dengan kata lain,
anak muda tidak mampu mengendalikan naluri (insting) dan dorongan-dorongan
primitifnya dan tidak bisa menyalurkannya ke dalam perbuatan yang bermanfaat
dan lebih berbudaya.
10
melakukan bunuh diri, daripada mereka yang bukan korban cyberbullying.
Van Geel et al. (2014) menemukan bahwa memiliki ide bunuh diri lebih
mungkin di antara orang-orang yang pernah mengalami intimidasi dan
cyberbullying, diikuti oleh mereka yang hanya menderita cyberbullying,
dan akhirnya oleh mereka yang hanya menjadi korban intimidasi
tradisional.
c. Dampak yang berhubungan dengan sekolah:
Salah satu efek dari cyberbullying adalah perasaan kurang termotivasi
untuk sekolah, yang menyebabkan masalah kinerja akademik. Jadi,
meskipun cyberbullying terjadi di luar sekolah, sekolah harus menangani
masalah ini dengan sangat serius.
d. Dampak psikososial: lebih banyak perasaan isolasi dan kesendirian,
pengucilan, dan bahkan penolakan sosial. Efek ini sangat berbahaya
karena menyerang prilaku sosial individu.
Dampak lain yang bisa ditimbulkan dari cyberbullying berupadapat merasa
lebih tidak terkendali daripada mereka yang menghadapi intimidasi secara
langsung (tradisional), karena mereka memiliki lebih sedikit kontrol atas
siapa yang memandang intimidasi dan kurang kemampuan untuk
menghentikan intimidasi. Ada juga yang bisa bersifat lebih permanen
karena hampir semua yang ada di Internet tersedia untuk semua orang dan
di mana saja. Mungkin sulit untuk menghapus informasi begitu masuk ke
Internet. Mereka yang mengalami cyberbully lebih cenderung mengalami
kecemasan, depresi, kurang kepuasan hidup, kurang percaya diri, dan
penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan alkohol.5
Target cyberbullying memiliki peluang lebih besar untuk menjadi
pelaku intimidasi, karena korban cyberbullying dapat menyebabkan balas
dendam sebagai cara untuk mengatasinya. Pelaku cyberbullying memiliki
risiko lebih besar untuk diintimidasi balik sebagai balasannya, sehingga ini
menghasilkan lingkaran setan. Menjadi pelaku cyberbullying berkontribusi
pada peningkatan dua puluh kali lipat juga menjadi target cyberbullying.5
Pelaku tindakan cyberbullying dapat terjadi secara anonim, hal ini
mengakibatkan pelaku dapat bertindak lebih agresif karena mereka merasa
11
tidak akan ada konsekuensi. Dalam intimidasi tatap muka, pelaku
intimidasi dapat melihat dampaknya ketika serangan terjadi, sedangkan
pelaku cyberbullying tidak dapat melihat hasil langsungnya, sehingga
sering mengakibatkan agresi lebih lanjut.5
2.7. Pencegahan
12
orang lain dengan baik dan hormat dan menjelaskan konsekuensi negatif
yang dapat muncul dari tindakannya.
13
4. Para penegak hukum juga memiliki peran dalam mencegah dan merespon
terjadinya cyberbullying. Aturan-aturan dan hukum-hukum yang berkaitan
dengan penggunaan sarana online harus diketahui dan dikuasai dengan
benar. Jika terjadi tindakan cyberbullying mereka harus turun tangan sesuai
dengan aturan yang berlaku. Bahkan meskipun belum sampai pada level
kriminal para penegak hukum harus bisa membantu dengan cara
memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang seriusnya tindakan
cyberbullying ini. Para penegak hukum dapat melakukan sosialisasi kepada
orang tua-orang tua tentang aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan
cyberbullying ini sehingga orang tua memiliki pengetahuan dan dapat
mengambil tindakan yang benar dan cepat jika anak mereka mengalami
tindakan yang tidak menyenangkan.
2.8. Intervensi
Beberapa strategi pencegahan dan intervensi lainnya ditunjukkan oleh
berbagai pihak berwenang. Kowalski et al. menetapkan sembilan tips intervensi
untuk menanggapi cyberbullying bagi orang tua:
Simpan bukti: Print atau salinan pesan dan website
Untuk pelanggaran pertama, jika sifatnya minor, abaikan, hapus, atau
blokir pengirimnya.
Pelaporan: Jika wajah atau profil ofensif yang menargetkan anak Anda
atau telah menipu, laporkan ke host situs.
Investigasi: Pantau keberadaan online anak Anda.
Komunikasi: Jika pelaku adalah siswa lain, bagikan bukti dengan personel
sekolah.
Keterlibatan orang tua: Jika pelaku diketahui dan penindasan dunia maya
berlanjut, hubungi orang tua anak dan bagikan bukti Anda.
Saran hukum: Jika orang tua dari pelaku tidak responsif dan perilakunya
berlanjut, hubungi seorang pengacara atau minta nasihat hukum.
Penegakan hukum: Laporkan cyberbullying ke polisi.
14
Support Dukungan kesehatan mental: Jika anak Anda mengekspresikan
tekanan emosional atau pikiran sendiri, segera pergi mencari bantuan dari
penasihat sekolah atau profesional kesehatan mental lainnya.18
15
diawasi. Jika anak-anak Anda merasa terintimidasi, mereka mungkin
bertindak ekstrem untuk menyembunyikan aktivitas online mereka.
Tanyakan kepada mereka apakah mereka pernah dilecehkan atau diejek
dan dorong mereka untuk memberi tahu Anda jika ini terjadi.
5. Batasi penggunaan dan akses ponsel: Anda dapat bekerja dengan operator
Anda untuk membatasi penggunaan hingga waktu tertentu dalam sehari
dan untuk membatasi jumlah teks. Anda juga dapat membatasi
kemampuan untuk mengirim atau menerima gambar dan akses ke Internet.
6. Tetapkan batas waktu penggunaan Internet: Batasi jumlah jam per hari dan
waktu siang hari ketika anak-anak Anda diperbolehkan untuk berselancar.
Lebih sering daripada tidak, cyberbullying terjadi pada larut malam.
7. Gunakan 'Kontrak Penggunaan Internet' dan 'Kontrak Penggunaan Ponsel'
untuk membuat aturan yang jelas dan dapat dimengerti tentang apa yang
dapat diterima dan apa yang tidak: Pastikan Anda dan anak-anak Anda
menandatangani kontrak dan menyetujui persyaratannya. Tempatkan
kontrak di tempat yang terlihat, seperti di dekat komputer. Lakukan ini
saat Anda pertama kali membawa teknologi, sehingga aturan ditetapkan
dari awal. Jika Anda belum memberi mereka kontrak, dan anak-anak
menyalahgunakan hak istimewa mereka untuk menggunakan teknologi
secara tepat, kontrak masih dapat dilembagakan.
8. Tempatkan komputer di ruang keluarga atau di suatu tempat yang terlihat -
atau buat rencana dengan mereka yang membuat mereka tahu bahwa
teknologi adalah hak istimewa yang datang dengan tanggung jawab: Anda,
sebagai orang tua, harus memiliki akses ke teknologi mereka. Jelaskan
kepada anak-anak bahwa walaupun Anda tidak perlu memeriksanya
kecuali diberikan alasan, mereka perlu menegakkan perilaku yang sesuai
secara online atau akan ada konsekuensi, seperti kehilangan teknologi dan
peningkatan pengawasan.
9. Dorong anak Anda untuk memperhatikan insiden cyberbullying dan
melaporkan insiden yang mereka temui: Buat mereka merasa aman
sehingga mereka melaporkan kepada Anda.
16
10. Gunakan perangkat lunak pemfilteran dan pemblokiran: Banyak program
perangkat lunak sekarang tersedia yang memungkinkan serangkaian solusi
yang memungkinkan dengan biaya rendah.
11. Ajari anak bagaimana melindungi diri mereka sendiri: Anak-anak dapat
membuat pilihan yang baik jika diberi nasihat tentang cara melakukannya.
Mereka tidak perlu merespons online; mereka dapat melepaskan diri;
mereka dapat mengamankan konten mereka dengan pengaturan privasi
yang sesuai; dan mereka dapat menyimpan pesan yang melecehkan untuk
dibagikan dengan guru, konselor, orang tua, dll. Ajari anak-anak Anda
bahwa mereka dapat berbicara dengan orang dewasa dan mendapatkan
bantuan. Mereka tidak harus sendirian.
12. Dokumentasi semua korespondensi dan upaya Anda untuk mengelola
situasi yang bermasalah adalah perlindungan terbaik Anda dari masalah di
masa depan: Simpan semua catatan penggunaan Internet di antara para
berkemah. Ini mencegah penolakan dengan menciptakan bukti objektif
tentang situasi yang muncul.
13. Model Peran Perilaku yang Tepat: Buat contoh anggota staf yang
mempertahankan interaksi positif dan saling menghormati secara offline
dan online sepanjang tahun.
14. Kemitraan Orangtua: Bekerja dengan orang tua diperlukan untuk
membantu meredakan situasi cyberbullying yang membahas perilaku
online yang sesuai. Jangan berhenti sendiri. Dorong pelaporan cepat, dan
dorong diskusi orang tua tentang perilaku online yang sesuai.18
17
di masa lalu mungkin perlu bantuan mengatasi mereka untuk menghadapi
masa kini.
Assertiveness Training : Orang-orang yang diintimidasi sering membutuhkan
bantuan untuk membangun kepercayaan diri mereka untuk menghadapi para
pelaku intimidasi. Jenis terapi ini membantu mereka mempelajari teknik
untuk melakukannya.
Terapi perilaku kognitif (CBT): CBT efektif dalam melatih kembali perilaku
atau pikiran seseorang untuk membuat perubahan positif dalam kehidupan
sehari-harinya. Banyak anak yang diintimidasi cenderung mengembangkan
perilaku keselamatan tertentu untuk menghadapi depresi atau kecemasan, dan
CBT membantu mereka mengatasinya.
18
BAB III
KESIMPULAN