Anda di halaman 1dari 57

‫س ِم هللاِ ال َّر ْحم ِن ال َّر ِح ْيم‬

ْ ِ‫ب‬
Berbenah Diri Menyambut Bulan Ramadhan
Kategori: Ramadhan 2 Agustus 2010

Allah Ta’ala telah mengutamakan sebagian waktu (zaman) di atas sebagian lainnya, sebagaimana Dia meng
utamakan sebagian manusia di atas sebagian lainnya dan sebagian tempat di atas tempat lainnya.
Allah Ta’ala berfirman,
ُ‫ق َما يَ َشا ُء َويَ ْختَا ُر َما َكانَ لَهُ ُم ْال ِخيَ َرة‬
ُ ُ‫ك يَ ْخل‬
َ ُّ‫َو َرب‬
“Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya, sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka”
(QS al-Qashash:68).
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di ketika menafsirkan ayat diatas, beliau berkata, “(Ayat ini menjelaskan) me
nyeluruhnya ciptaan Allah bagi seluruh makhluk-Nya, berlakunya kehendak-Nya bagi semua ciptaan-Nya,
dan kemahaesaan-Nya dalam memilih dan mengistimewakan apa (yang dikehendaki-Nya), baik itu manu
sia, waktu (jaman) maupun tempat”[1].
Termasuk dalam hal ini adalah bulan Ramadhan yang Allah Ta’ala utamakan dan istimewakan dibanding
bulan-bulan lainnya, sehingga dipilih-Nya sebagai waktu dilaksanakannya kewajiban berpuasa yang merupa
kan salah satu rukun Islam.
Sungguh Allah Ta’ala memuliakan bulan yang penuh berkah ini dan menjadikannya sebagai salah satu mu
sim besar untuk menggapai kemuliaan diakhirat kelak, yang merupakan kesempatan bagi hamba-hamba
Allah Ta’ala yang bertakwa untuk berlomba-lomba dalam melaksanakan ketaatan dan mendekatkan diri ke
pada-Nya[2].
Bagaimana Seorang Muslim Menyambut Bulan Ramadhan?
Bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan dan keberkahan, padanya dilipatgandakan amal-amal kebaikan, di
syariatkan amal-amal ibadah yang agung, dibuka pintu-pintu surga dan di tutup pintu-pintu neraka[3].
Oleh karena itu, bulan ini merupakan kesempatan berharga yang ditunggu-tunggu oleh orang-orang yang be
riman kepada Allah Ta’ala dan ingin meraih ridha-Nya.
Dan karena agungnya keutamaan bulan suci ini, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam selalu menyampaikan
kabar gembira kepada para sahabat radhiyallahu‘anhum akan kedatangan bulan yang penuh berkah ini [4].
Sahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam ber
sabda, menyampaikan kabar gembira kepada para sahabatnya, “Telah datang bulan Ramadhan yang penuh
keberkahan, Allah mewajibkan kalian berpuasa padanya, pintu-pintu surga dibuka pada bulan itu, pintu-pin
tu neraka ditutup, dan para setan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat malam (kemuliaan/lailatul qadr) yang
lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalangi (untuk mendapatkan) kebaikan malam itu maka
sungguh dia telah dihalangi (dari keutamaan yang agung)”[5].
Imam Ibnu Rajab, ketika mengomentari hadits ini, beliau berkata,“Bagaimana mungkin orang yang beriman
tidak gembira dengan dibukanya pintu-pintu surga? Bagaimana mungkin orang yang pernah berbuat dosa
(dan ingin bertobat serta kembali kepada Allah Ta’ala) tidak gembira dengan ditutupnya pintu-pintu neraka ?
Dan bagaimana mungkin orang yang berakal tidak gembira ketika para setan dibelenggu?”[6].
Dulunya, para ulama salaf jauh-jauh hari sebelum datangnya bulan Ramadhan berdoa dengan sungguh-sung
guh kepada Allah Ta’ala agar mereka mencapai bulan yang mulia ini, karena mencapai bulan ini merupakan
nikmat yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Alah Ta’ala.Mu’alla bin al-Fadhl berkata,
“Dulunya (para salaf) berdoa kepada Allah Ta’ala (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka
dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan (berikutnya) agar Dia
menerima (amal-amal shaleh) yang mereka (kerjakan)”[7].
Maka hendaknya seorang muslim mengambil teladan dari para ulama salaf dalam menyambut datangnya bu
lan Ramadhan, dengan bersungguh-sungguh berdoa dan mempersiapkan diri untuk mendulang pahala kebai
kan, pengampunan serta keridhaan dari Allah Ta’ala, agar diakhirat kelak mereka akan merasakan kebahagia
an dan kegembiraan besar ketika bertemu Allah Ta’ala dan mendapatkan ganjaran yang sempurna dari amal
kebaikan mereka. Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda, “Orang yang berpuasa akan
merasakan dua kegembiraan (besar):kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika dia
bertemu Allah”[8]
Tentu saja persiapan diri yang dimaksud di sini bukanlah dengan memborong berbagai macam makanan dan
minuman lezat dipasar untuk persiapan makan sahur dan balas dendam ketika berbuka puasa. Juga bukan de
ngan mengikuti berbagai program acara Televisi yang lebih banyak merusak dan melalaikan manusia dari
mengingat Allah Ta’ala dari pada manfaat yang diharapkan, itupun kalau ada manfaatnya.
Tapi persiapan yang dimaksud di sini adalah mempersiapkan diri lahir dan batin untuk melaksanakan ibadah
puasa dan ibadah-ibadah agung lainnya dibulan Ramadhan dengan sebaik-sebaiknya, yaitu dengan hati yang
ikhlas dan praktek ibadah yang sesuai dengan petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam.
Karena balasan kebaikan/keutamaan dari semua amal shaleh yang dikerjakan manusia,sempurna atau tidak
nya , tergantung dari sempurna atau kurangnya keikhlasannya dan jauh atau dekatnya praktek amal tersebut
dari petunjuk Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam[9].
Hal ini diisyaratkan dalam sabda Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam. “ Sungguh seorang hamba benar-
benar melaksanakan shalat, tapi tidak dituliskan baginya dari (pahala kebaikan) shalat tersebut kecuali seper
se puluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempat
nya, sepertiganya, atau seperduanya”[10].
Juga dalam hadits lain tentang puasa, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda, “Terkadang orang
yang berpuasa tidak mendapatkan bagian dari puasanya kecuali lapar dan dahaga saja”[11].
Meraih Takwa dan Kesucian Jiwa dengan Puasa Ramadhan
Hikmah dan tujuan utama diwajibkannya puasa adalah untuk mencapai takwa kepada Allah Ta’ala[12], yang
hakikatnya adalah kesucian jiwa dan kebersihan hati[13]. Maka bulan Ramadhan merupakan kesempatan ber
harga bagi seorang muslim untuk berbenah diri guna meraih takwa kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
َ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬
َ ِ‫صيَا ُم َك َما ُكت‬ َ ِ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آَ َمنُوا ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa” (QS al-Baqarah:183).
Imam Ibnu Katsir berkata, “Dalam ayat ini Allah Ta’ala berfirman kepada orang-orang yang beriman dan
me merintahkan mereka untuk (melaksanakan ibadah) puasa, yang berarti menahan(diri) dari makan, minum
dan hubungan suami-istri dengan niat ikhlas karena Allah Ta’ala (semata), karena puasa (me rupakan sebab
untuk mencapai) kebersihan dan kesucian jiwa, serta menghilangkan noda-noda buruk (yang mengotori hati)
dan semua tingkah laku yang tercela”[14].
Lebih lanjut, Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di menjelaskan unsur-unsur takwa yang terkandung dalam ibadah
puasa, sebagai berikut:
- Orang yang berpuasa (berarti) meninggalkan semua yang diharamkan Allah (ketika berpuasa), berupa ma
kan, minum, berhubungan suami-istri dan sebagainya, yang semua itu diinginkan oleh nafsu manusia, untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan mengharapkan balasan pahala dari-Nya dengan meninggalkan semua itu
ini adalah termasuk takwa (kepada-Nya).
- Orang yang berpuasa (berarti) melatih dirinya untuk (merasakan) muraqabatullah (selalu merasakan penga
wasan Allah Ta’ala), maka dia meninggalkan apa yang diinginkan hawa nafsunya padahal dia mampu (mela
kukannya), karena dia mengetahui Allah maha mengawasi (perbuatan) nya.
- Sesungguhnya puasa akan mempersempit jalur-jalur (yang dilalui) setan (dalam diri manusia), karena sesu
ngguhnya setan beredar dalam tubuh manusia di tempat mengalirnya darah[15], maka dengan berpuasa akan
lemah kekuatannya dan berkurang perbuatan maksiat dari orang tersebut.
- Orang yang berpuasa umumnya banyak melakukan ketaatan (kepada Allah Ta’ala), dan amal-amal ketaat
an merupakan bagian dari takwa.
- Orang yang kaya jika merasakan beratnya (rasa) lapar (dengan berpuasa) maka akan menimbulkan dalam
dirinya (perasaan) iba dan selalu menolong orang-orang miskin dan tidak mampu, ini termasuk bagian dari
takwa [16].
Bulan Ramadhan merupakan musim kebaikan untuk melatih dan membiasakan diri memiliki sifat-sifat muli
a dalam agama Islam, diantaranya sifat sabar. Sifat ini sangat agung kedudukannya dalam Islam, bahkan tan
pa adanya sifat sabar berarti iman seorang hamba akan pudar. Imam Ibnul Qayyim menggambarkan hal ini
dalam ucapan beliau, “Sesungguhnya (kedudukan sifat) sabar dalam keimanan (seorang hamba) adalah
seperti kedudukan kepala (manusia) pada tubuhnya, kalau kepala manusia hilang maka tidak ada kehidupan
bagi tubuhnya”[17].
Sifat yang agung ini, sangat erat kaitannya dengan puasa, bahkan puasa itu sendiri adalah termasuk kesabaran
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam dalam hadits yang shahih menamakan bulan puasa
dengan syahrush shabr (bulan kesabaran)[18]. Bahkan Allah menjadikan ganjaran pahala puasa berlipat-lipat gan
da tanpa batas[19], sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam, “Semua amal (shaleh yang
dikerjakan) manusia dilipatgandakan (pahalanya), satu kebaikan (diberi ganjaran) sepuluh sampai tujuh
ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman: “Kecuali puasa (ganjarannya tidak terbatas),karena sesungguhnya
puasa itu (khusus) untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran (kebaikan) baginya”[20].
Demikian pula sifat sabar, ganjaran pahalanya tidak terbatas, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
{‫ب‬ َ ‫صابِرُونَ أَ ْج َر ُه ْم بِ َغ ْي ِر ِح‬
ٍ ‫سا‬ َّ ‫} إِنَّ َما يُ َوفَّى ال‬
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan disempurnakan (ganjaran) pahala mereka tanpa batas” (QS
az-Zumar:10).
Imam Ibnu Rajab al-Hambali menjelaskan eratnya hubungan puasa dengan sifat sabar dalam ucapan beliau,
“Sabar itu ada tiga macam:sabar dalam (melaksanakan) ketaatan kepada Allah, sabar dalam (meninggalkan)
hal-hal yang diharamkan-Nya, dan sabar (dalam menghadapi) ketentuan-ketentuan-Nya yang tidak sesuai de
ngan keinginan (manusia). Ketiga macam sabar ini (seluruhnya) terkumpul dalam (ibadah) puasa, karena (de
ngan) berpuasa (kita harus) bersabar dalam (menjalankan) ketaatan kepada Allah, dan bersabar dari semu a
keinginan syahwat yang diharamkan-Nya bagi orang yang berpuasa, serta bersabar dalam (menghadapi) be
ratnya (rasa) lapar, haus, dan lemahnya badan yang dialami orang yang berpuasa”[21].
Penutup
Demikianlah nasehat ringkas tentang keutamaan bulan Ramadhan,semoga bermanfaat bagi semua orang mu
slim yang beriman kepada Allah Ta’ala dan mengharapkan ridha-Nya, serta memberi motivasi bagi mereka
untuk bersemangat menyambut bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan dan mempersiapkan diri dalam per
lombaan untuk meraih pengampunan dan kemuliaan dari-Nya, dengan bersungguh-sungguh mengisi bulan
Ramadhan dengan ibadah-ibadah agung yang disyariatkan-Nya.
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda, “Pada setiap malam (dibulan Ramadhan) ada penyeru (ma
laikat) yang menyerukan: Wahai orang yang menghendaki kebaikan hadapkanlah (dirimu), dan wahai orang
yang menghendaki keburukan kurangilah (keburukanmu)!”[22].
‫} وآخر دعوانا أن الحمد هلل رب العالمين‬،‫وصلى هللا وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين‬
Kota Kendari, 6 Sya’ban 1431 H
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
Artikel www.muslim.or.id
[1] Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 622).
[2] Lihat kitab “al-‘Ibratu fi syahrish shaum” (hal. 5) tulisan guru kami yang mulia, syaikh ‘Abdul Muhsin bin Hamd
al-‘Abbad – semoga Allah menjaga beliau dalam kebaikan – .
[3] Sebagaimana yang disebutkan dalam HSR al-Bukhari (no. 3103) dan Muslim (no. 1079).
[4] Lihat keterangan imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 174).
[5] HR Ahmad (2/385), an-Nasa’i (no. 2106) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani dalam kitab “Tamaa
mul minnah” (hal. 395), karena dikuatkan dengan riwayat-riwayat lain.
[6] Kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 174).
[7] Dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 174).
[8] HSR al-Bukhari (no. 7054) dan Muslim (no. 1151).
[9] Lihat kitab “Shifatu shalaatin Nabi r” (hal. 36) tulisan syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani.
[10] HR Ahmad (4/321), Abu Dawud (no. 796) dan Ibnu Hibban (no. 1889), dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-‘Iraqi
dan syaikh al-Albani dalam kitab “Shalaatut taraawiih (hal. 119).
[11] HR Ibnu Majah (no. 1690), Ahmad (2/373), Ibnu Khuzaimah (no. 1997) dan al-Hakim (no. 1571) dinyatakan shahih
oleh Ibnu Khuzaimah, al-Hakim dan syaikh al-Albani.
[12] Lihat kitab “Tafsiirul Qur’anil kariim” (2/317) tulisan syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin.
[13] Lihat kitab “Manhajul Anbiya’ fii tazkiyatin nufuus” (hal. 19-20).
[14] Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (1/289).
[15] Sebagaimana dalam HSR al-Bukhari (no. 1933) dan Muslim (no. 2175).
[16] Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 86).
[17] Kitab “al-Fawa-id” (hal. 97).
[18] Lihat “Silsilatul ahaaditsish shahiihah” (no. 2623).
[19] Lihat kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 177).
[20] HSR al-Bukhari (no. 1805) dan Muslim (no. 1151), lafazh ini yang terdapat dalam “Shahih Muslim”.
[21] Kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 177).
[22] HR at-Tirmidzi (no. 682), Ibnu Majah (no. 1642), Ibnu Khuzaimah (no. 1883) dan Ibnu Hibban (no. 3435), dinyatakan
shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan syaikh al-Albani.
________ooOoo________

Persiapkan Diri Menyambut Ramadhan


Kategori: Ramadhan // 28 Juli 2010

Wahai kaum muslimin, hendaknya kita mengetahui bahwa salah satu nikmat yang banyak disyukuri meski o
leh seorang yang lalai adalah nikmat ditundanya ajal dan sampainya kita dibulan Ramadhan.Tentunya jika
diri ini menyadari tingginya tumpukan dosa yang menggunung, maka pastilah kita sangat berharap untuk da
pat menjumpai bulan Ramadhan dan mereguk berbagai manfaat didalamnya.
Bersyukurlah atas nikmat ini. Betapa Allah ta’ala senantiasa melihat kemaksiatan kita sepanjang tahun, teta
pi Dia menutupi aib kita, memaafkan dan menunda kematian kita sampai bisa berjumpa kembali dengan Ra
madhan.
Ketidaksiapan yang Berbuah Pahit
Imam Abu Bakr Az Zur’i rahimahullah memaparkan dua perkara yang wajib kita waspadai. Salah satunya
َ ‫]اَلتَّهَا ُونُ بِاأْل َ ْم ِر إِ َذا َح‬, yaitu kewajiban telah datang tetapi kita tidak siap untuk menjalankannya Keti
adalah [ُ‫ض َر َو ْقتُه‬
daksiapan tersebut salah satu bentuk meremehkan perintah. Akibatnya pun sangat besar, yaitu kelemahan un
tuk menjalankan kewajiban tersebut dan terhalang dari ridha-Nya. Kedua dampak tersebut merupakan hukum
an atas ketidaksiapan dalam menjalankan kewajiban yang telah nampak didepan mata.[1]
Abu Bakr Az Zur’i menyitir firman Allah ta’ala berikut,
‫ضيتُ ْم بِ ْالقُعُو ِد أَو ََّل َم َّر ٍة فَا ْق ُعدُوا َم َع‬
ِ ‫ُوج فَقُلْ لَ ْن ت َْخ ُرجُوا َم ِع َي أَبَدًا َولَ ْن تُقَاتِلُوا َم ِع َي َع ُد ‘}ًًّوا إِنَّ ُك ْم َر‬ ْ
ِ ‫طائِفَ ٍة ِم ْنهُ ْم فَا ْستَأ َذنُوكَ لِ ْل ُخر‬
َ ‫فَإ ِ ْن َر َج َعكَ هَّللا ُ إِلَى‬
)٨٣( َ‫الخَالِفِين‬ ْ
“Maka jika Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin
kepa damu untuk keluar (pergi berperang), Maka katakanlah: “Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-
lama nya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi
berperang ka li yang pertama. karena itu duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang.” (At
Taubah: 83).
Renungilah ayat diatas baik-baik ! Ketahuilah, Allah ta’ala tidak menyukai keberangkatan mereka dan Dia
lemahkan mereka, karena tidak ada persiapan dan niat mereka yang tidak lurus lagi. Namun, bila seorang ber
siap untuk menunaikan suatu amal dan ia bangkit menghadap Allah dengan kerelaan hati, maka Allah terla
lu mulia untuk menolak hamba yang datang menghadap-Nya. Berhati-hatilah dari mengalami nasib menjadi
o rang yang tidak layak menjalankan perintah Allah ta’ala yang penuh berkah. Seringnya kita mengikuti ha
wa nafsu, akan menyebabkan kita tertimpa hukuman berupa tertutupnya hati dari hidayah.
Allah ta’ala berfirman,
)١١٠( َ‫ارهُ ْم َك َما لَ ْم ي ُْؤ ِمنُوا بِ ِه أَ َّو َل َم َّر ٍة َونَ َذ ُرهُ ْم فِي طُ ْغيَانِ ِه ْم يَ ْع َمهُون‬
َ ‫ص‬َ ‫َونُقَلِّبُ أَ ْفئِ َدتَهُ ْم َوأَ ْب‬
“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman
kepadanya (Al Quran) pada permulaannya dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya
yang sangat.” (Al An’am: 110).
Persiapkan Amal Shalih dalam Menyambut Ramadhan
Bila kita menginginkan kebebasan dari neraka di bulan Ramadhan dan ingin diterima amalnya serta dihapus
segala dosanya, maka harus ada bekal yang dipersiapkan.
Allah ta’ala berfirman,
)٤٦( َ‫ُوج أل َع ُّدوا لَهُ ُع َّدةً َولَ ِك ْن َك ِرهَ هَّللا ُ ا ْنبِ َعاثَهُ ْم فَثَبَّطَهُ ْم َوقِي َل ا ْق ُعدُوا َم َع ْالقَا ِع ِدين‬
َ ‫َولَوْ أَ َرادُوا ْال ُخر‬
“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi
Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan ke
pada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” (At Taubah: 46).
Harus ada persiapan! Dengan demikian, tersingkaplah ketidakjujuran orang-orang yang tidak mempersiapkan
bekal untuk berangkat menyambut Ramadhan. Oleh sebab itu, dalam ayat diatas mereka dihukum dengan ber
bagai bentuk kelemahan dan kehinaan disebabkan keengganan mereka untuk melakukan persiapan. Sebagai
persiapan menyambut Ramadhan, Rasulullah memperbanyak puasa dibulan Sya’ban.‘Aisyah radhi allahu‘an
hu berkata,
ِ ‫ط أَ ْكثَ َر ِم ْن‬
ً‫صيَا ِم ِه ِم ْن َش ْعبَانَ َكانَ يَصُو ُم َش ْعبَانَ ُكلَّهُ َكانَ يَصُو ُم َش ْعبَانَ إِالَّ قَلِيال‬ ُّ َ‫صائِ ًما ِم ْن َشه ٍْر ق‬
َ ُ‫َولَ ْم أَ َره‬
“Saya sama sekali belum pernah melihat rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam berpuasa dalam satu bulan
sebanyak puasa yang beliau lakukan dibulan Sya’ban, didalamnya beliau berpuasa sebulan penuh.” Dalam
riwayat lain, “Beliau berpuasa di bulan Sya’ban, kecuali sedikit hari.”[2]
Beliau tidak terlihat lebih banyak berpuasa disatu bulan melebihi puasanya dibulan Sya’ban dan beliau tidak
menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali dibulan Ramadhan.
Generasi emas umat ini, generasi salafush shalih, meeka selalu mempersiapkan diri menyambut Ramadhan
dengan sebaik-baiknya. Sebagian ulama salaf mengatakan,
‫ضانَ ثُ َّم يَ ْد ُعوْ نَ هللاَ ِستَّةَ أَ ْشه ٍُر أَ ْن يَتَقَبَّلَهُ ِم ْنهُ ْم‬
َ ‫َكانُوا يَ ْد ُعوْ نَ هللاَ ِستَّةَ أَ ْشه ٍُر أَ ْن يُبَلِّ َغهُ ْم َش ْه َر َر َم‬
”Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Rama
dlan.”[3]
Tindakan mereka ini merupakan perwujudan kerinduan akan datangnya bulan Ramadhan, permohonan dan
bentuk ketawakkalan mereka kepada-Nya. Tentunya, mereka tidak hanya berdo’a, namun persiapan menyam
but Ramadhan mereka iringi dengan berbagai amal ibadah.
Abu Bakr al Warraq al Balkhi rahimahullah mengatakan,
‫شهر رجب شهر للزرع و شعبان شهر السقي للزرع و رمضان شهر حصاد الزرع‬
“Rajab adalah bulan untuk menanam, Sya’ban adalah bulan untuk mengairi dan Ramadhan adalah bulan
untuk memanen.” [4]
Sebagian ulama yang lain mengatakan,
‫السنة مثل الشجرة و شهر رجب أيام توريقها و شعبان أيام تفريعها و رمضان أيام قطفها و المؤمنون قطافها جدير بمن سود صحيفته بالذنوب‬
‫أن يبيضها بالتوبة في هذا الشهر و بمن ضيع عمره في البطالة أن يغتنم فيه ما بقي من العمر‬
“Waktu setahun itu laksana sebuah pohon. Bulan Rajab adalah waktu menumbuhkan daun, Syaban adalah
waktu untuk menumbuhkan dahan, dan Ramadhan adalah bulan memanen, pemanennya adalah kaum muk
minin. (Oleh karena itu), mereka yang “menghitamkan” catatan amal mereka hendaklah bergegas “memu
tihkannya”dengan taubat dibulan-bulan ini,sedang mereka yang telah menyia-nyiakan umurnya dalam kela
laian, hendaklah memanfaatkan sisa umur sebaik-baiknya (dengan mengerjakan ketaatan) diwaktu terse
but.” [5]
Wahai kaum muslimin, agar buah bisa dipetik dibulan Ramadhan, harus ada benih yang disemai dan ia
harus diairi sampai menghasilkan buah yang rimbun. Puasa, qiyamullail, bersedekah dan berbagai amal
shalih di bulan Rajab dan Sya’ban, semua itu untuk menanam amal shalih dibulan Rajab dan diairi dibulan
Sya’ban. Tujuannya agar kita bisa memanen kelezatan puasa dan beramal shalih dibulan Ramadhan, karena
lezatnya Ramadhan hanya bisa dirasakan dengan kesabaran, perjuangan, dan tidak datang begitu saja. Hari-
hari Ramadhan tidaklah banyak, perjalanan hari-hari itu begitu cepat. Oleh sebab itu, harus ada persiapan
yang sebaik-baiknya.
Jangan Lupa, Perbarui Taubat!
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
‫ُكلُّ ا ْب ِن آ َد َم َخطَّا ٌء َو َخ ْي ُر ْال َخطَّائِينَ التَّوَّابُون‬
“Setiap keturunan Adam itu banyak melakukan dosa dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang ber
taubat.”[6]
Taubat menunjukkan tanda totalitas seorang dalam menghadapi Ramadhan. Dia ingin memasuki Ramadhan
tanpa adanya sekat-sekat penghalang yang akan memperkeruh perjalanan selama mengarungi Ramadhan.
Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk bertaubat, karena taubat wajib dilakukan setiap saat. Allah ta
’ala berfirman,
)٣١( َ‫َوتُوبُوا إِلَى هَّللا ِ َج ِميعًا أَيُّهَا ْال ُم ْؤ ِمنُونَ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬
“Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An
Nuur: 31).
Taubat yang dibutuhkan bukanlah seperti taubat yang sering kita kerjakan. Kita bertaubat, lidah kita mengu
capkan, “Saya memohon ampun kepada Allah”, akan tetapi hati kita lalai, akan tetapi setelah ucapan tersebut,
dosa itu kembali terulang. Namun, yang dibutuhkan adalah totalitas dan kejujuran taubat.
Jangan pula taubat tersebut hanya dilakukan dibulan Ramadhan sementara diluar Ramadhan kemaksiatan ke
mbali digalakkan. Ingat! Ramadhan merupakan momentum ketaatan sekaligus madrasah untuk membiasakan
diri beramal shalih sehingga jiwa terdidik untuk melaksanakan ketaatan-ketaatan disebelas bulan lainnya .
Wahai kaum muslimin, mari kita persiapkan diri kita dengan memperbanyak amal shalih didua bulan ini, Ra
jab dan Sya’ban, sebagai modal awal untuk mengarungi bulan Ramadhan yang akan datang sebentar lagi.
Ya Allah mudahkanlah dan bimbinglah kami. Amin.
Waffaqaniyallahu wa iyyakum.
Buaran Indah, Tangerang, 24 Rajab 1431 H.
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel www.muslim.or.id
[1] Badai’ul Fawaid 3/699.
[2] HR. Muslim: 1156.
[3] Lathaaiful Ma’arif hal. 232
[4] Lathaaiful Ma’arif hal. 130.
[5] Lathaaiful Ma’arif hal. 130.
[6] Hasan. HR. Tirmidzi: 2499.
________ooOoo________

Hikmah di Balik Puasa Ramadhan


Kategori: Ramadhan // 19 Juli 2010

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga
dan sahabatnya.
Berikut adalah beberapa hikmah dibalik puasa Ramadhan yang kami sarikan dari beberapa kalam ulama. Se
moga bermanfaat.
1. Menggapai Derajat Takwa
Allah Ta’ala berfirman,
َ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬
َ ِ‫صيَا ُم َك َما ُكت‬ َ ِ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آَ َمنُوا ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-o
rang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al Baqarah:183). Ayat ini menunjukkan bahwa diantara hik
mah puasa adalah agar seorang hamba dapat menggapai derajat takwa dan puasa adalah sebab meraih dera
jat yang mulia ini. Hal ini dikarenakan dalam puasa, seseorang akan melaksanakan perintah Allah dan
menjauhi setiap larangan-Nya. Inilah pengertian takwa. Bentuk takwa dalam puasa dapat kita lihat dalam
berbagai hal berikut.
Pertama, orang yang berpuasa akan meninggalkan setiap yang Allah larang ketika itu yaitu dia meninggal
kan makan, minum, berjima’ dengan istri dan sebagainya yang sebenarnya hati sangat condong dan
ingin me lakukannya. Ini semua dilakukan dalam rangka taqorrub atau mendekatkan diri pada Allah
dan meraih pahala dari-Nya. Inilah bentuk takwa.
Kedua, orang yang berpuasa sebenarnya mampu untuk melakukan kesenangan-kesenangan duniawi yang
ada. Namun dia mengetahui bahwa Allah selalu mengawasi diri-Nya. Ini juga salah bentuk takwa ya
itu mera sa selalu diawasi oleh Allah.
Ketiga, ketika berpuasa, setiap orang akan semangat melakukan amalan-amalan ketaatan. Dan ketaatan meru
pakan jalan untuk menggapai takwa.[1] Inilah sebagian di antara bentuk takwa dalam amalan puasa.
2. Hikmah di Balik Meninggalkan Syahwat dan Kesenangan Dunia
Di dalam berpuasa, setiap muslim diperintahkan untuk meninggalkan berbagai syahwat, makanan dan mi
numan. Itu semua dilakukan karena Allah. Dalam hadits qudsi[2], Allah Ta’ala berfirman,
‫ع َشه َْوتَهُ َوطَ َعا َمهُ ِم ْن أَجْ لِى‬
ُ ‫يَ َد‬
“Dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku”.[3]
Diantara hikmah meninggalkan syahwat dan kesenangan dunia ketika berpuasa adalah:
Pertama, dapat mengendalikan jiwa. Rasa kenyang karena banyak makan dan minum, kepuasan ketika  ber
hubungan dengan istri, itu semua biasanya akan membuat seseorang lupa diri, kufur terhadap nikmat dan
menjadi lalai. Sehingga dengan berpuasa, jiwa pun akan lebih dikendalikan.
Kedua, hati akan menjadi sibuk memikirkan hal-hal baik dan sibuk mengingat Allah. Apabila seseorang
terlalu tersibukkan dengan kesenangan duniawi dan terbuai dengan makanan yang dia lahap, hati pun akan
menjadi lalai dari memikirkan hal-hal yang baik dan lalai dari mengingat Allah. Oleh karena itu, apabila hati
tidak tersibukkan dengan kesenangan duniawi, juga tidak disibukkan dengan makan dan minum ketika
berpuasa, hatipun akan bercahaya, akan semakin lembut, hati pun tidak mengeras dan akan semakin mudah
untuk tafakkur (merenung) serta berdzikir pada Allah.
Ketiga,dengan menahan diri dari berbagai kesenangan duniawi, orang yang berkecukupan akan semakin ta
hu bahwa dirinya telah diberikan nikmat begitu banyak dibanding orang-orang fakir, miskin dan yatim piatu
yang sering merasakan rasa lapar. Dalam rangka mensyukuri nikmat ini, orang-orang kaya pun gemar berba
gi dengan mereka yang tidak mampu.
Keempat, dengan berpuasa akan mempersempit jalannya darah. Sedangkan setan berada pada jalan da
rahnya manusia. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu‘alaihi wasallam,
َ ‫إِ َّن ال َّش ْي‬
‫طانَ يَجْ ِرى ِم ِن اب ِْن آ َد َم َمجْ َرى ال َّد ِم‬
“Sesungguhnya setan mengalir dalam diri manusia pada tempat mengalirnya darah.”[4] Jadi puasa dapat
menenangkan setan yang seringkali memberikan was-was. Puasa pun dapat menekan syahwat dan rasa ma
rah. Oleh karena itu, Nabi shallallahu‘alaihi wasallam menjadikan puasa sebagai salah satu obat mujarab ba
gi orang yang memiliki keinginan untuk menikah namun belum kesampaian.[5]
3. Mulai Beranjak Menjadi Lebih Baik
Dibulan Ramadhan tentu saja setiap muslim harus menjauhi berbagai macam maksiat agar puasanya tidak
sia-sia, juga agar tidak mendapatkan lapar dan dahaga saja. Nabi shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
ُ‫ع َوال َعطَش‬ ُّ ‫صائِ ٍم َح‬
ِ ‫ظهُ ِم ْن‬
ُ ْ‫صيَا ِم ِه الجُو‬ َ َّ‫رُب‬
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa la
par dan dahaga saja.”[6]
Puasa menjadi sia-sia seperti ini disebabkan bulan Ramadhan masih diisi pula dengan berbagai maksiat. Pa
dahal dalam berpuasa seharusnya setiap orang berusaha menjaga lisannya dari rasani orang lain (baca:ghi
bah), dari berbagai perkaataan maksiat, dari perkataan dusta, perbuatan maksiat dan hal-hal yang sia-sia.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
ُ‫ْس هَّلِل ِ َحا َجةٌ فِى أَ ْن يَ َد َع طَ َعا َمهُ َو َش َرابَه‬
َ ‫ور َو ْال َع َم َل بِ ِه فَلَي‬ ُّ ‫َم ْن لَ ْم يَ َد ْع قَوْ َل‬
ِ ‫الز‬
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh
dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.”[7]
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
َ ‫ إِنِّي‬: ْ‫ك فَ ْلتَقُل‬
َ ‫ إِنِّي‬، ‫صائِ ٌم‬
‫صائِ ٌم‬ َ ‫ك أَ َح ٌد أَوْ َجهُ َل َعلَ ْي‬
َ َّ‫ فَإ ِ ْن َساب‬، ‫ث‬ ِ ‫صيَا ُم ِمنَ األَ ْك ِل َوال َّش َر‬
ِ َ‫ إِنَّ َما الصِّ يَا ُم ِمنَ اللَّ ْغ ِو َوال َّرف‬، ‫ب‬ َ ‫لَي‬
ِّ ‫ْس ال‬
“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri
dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, kata
kanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.”[8] Lagwu adalah perkataan sia-sia dan semisal
nya yang tidak berfaedah.[9] Sedangkan rofats adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada
wanita[10] atau dapat pula bermakna kata-kata kotor.[11]
Oleh karena itu, ketika keluar bulan Ramadhan seharusnya setiap insan menjadi lebih baik dibanding dengan
bulan sebelumnya karena dia sudah ditempa dimadrasah Ramadhan untuk meninggalkan berbagai macam
maksiat. Orang yang dulu malas-malasan shalat 5waktu seharusnya menjadi sadar dan rutin mengerjakannya
diluar bulan Ramadhan. Juga dalam masalah shalat Jama’ah bagi kaum pria, hendaklah pula dapat dirutinkan
dilakukan dimasjid sebagaimana rajin dilakukan ketika bulan Ramadhan. Begitu pula dalam bulan Rama
dhan banyak wanita muslimah yang berusaha menggunakan jilbab yang menutup diri dengan sempurna, ma
ka diluar bulan Ramadhan seharusnya hal ini tetap dijaga.
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
‫َوإِ َّن أَ َحبَّ ْال َع َم ِل إِلَى هَّللا ِ أَ ْد َو ُمهُ َوإِ ْن قَ َّل‬
“(Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (ajeg) walaupun
sedikit.”[12]
Ibadah dan amalan ketaatan bukanlah ibarat bunga yang mekar pada waktu tertentu saja. Jadi, ibadah shalat
5 waktu, shalat jama’ah, shalat malam, gemar bersedekah dan berbusana muslimah, bukanlah jadi ibadah mu
siman. Namun sudah seharusnya diluar bulan Ramadhan juga tetap dijaga. Para ulama seringkali mengatakan
“Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, -pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.”
Ingatlah pula pesan dari Ka’ab, “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan lantas terbetik dalam hatinya bah
wa setelah lepas dari Ramadhan akan berbuat maksiat pada Rabbnya, maka sungguh puasanya itu tertolak
(tidak bernilai apa-apa).”[13]
4. Kesempatan untuk Saling Berkasih Sayang dengan Si Miskin dan Merasakan Penderitaan Mereka
Puasa akan menyebabkan seseorang lebih menyayangi si miskin. Karena orang yang berpuasa pasti merasa
kan penderitaan lapar dalam sebagian waktunya. Keadaan ini pun ia rasakan begitu lama. Akhirnya ia pun
bersikap lemah lembut terhadap sesama dan berbuat baik kepada mereka. Dengan sebab inilah ia mendapat
kan balasan melimpah dari sisi Allah.
Begitu pula dengan puasa seseorang akan merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang miskin, fakir, yang
penuh kekurangan. Orang yang berpuasa akan merasakan lapar dan dahaga sebagaimana yang dirasakan oleh
mereka-mereka tadi. Inilah yang menyebabkan derajatnya meningkat di sisi Allah.[14]
Inilah beberapa hikmah syar’i yang luar biasa dibalik puasa Ramadhan. Oleh karena itu, para salaf sangatlah
merindukan bertemu dengan bulan Ramadhan agar memperoleh hikmah-hikmah yang ada didalamnya. Seba
gian ulama mengatakan, “Para salaf biasa berdoa kepada Allah selama 6 bulan agar dapat berjumpa de
ngan bulan Ramadhan. Dan 6 bulan sisanya mereka berdoa agar amalan-amalan mereka diterima”.[15]
Hikmah Puasa yang Keliru
Adapun hikmah puasa yang biasa sering dibicarakan sebagian kalangan bahwa puasa dapat menyehatkan ba
dan (seperti dapat menurunkan bobot tubuh, mengurangi resiko stroke, menurunkan tekanan darah, dan me
ngurangi resiko diabetes[16]), maka itu semua adalah hikmah ikutan saja[17] dan bukan hikmah utama. Sehi
ngga hendaklah seseorang meniatkan puasanya untuk mendapatkan hikmah syar’i terlebih dahulu dan ja
nganlah dia berpuasa hanya untuk mengharapkan nikmat sehat semata. Karena jika niat puasanya hanya un
tuk mencapai kenikmatan dan kemaslahatan duniawi, maka pahala melimpah di sisi Allah akan sirna walau
pun dia akan mendapatkan nikmat dunia atau nikmat sehat yang dia cari-cari.
Allah Ta’ala berfirman,
‫ب‬ ِ ‫ث ال ُّد ْنيَا نُ ْؤتِ ِه ِم ْنهَا َو َما لَهُ فِي اآل ِخ َر ِة ِم ْن ن‬
ٍ ‫َصي‬ َ ْ‫ث اآل ِخ َر ِة نز ْد لَهُ فِي َحرْ ثِ ِه َو َم ْن َكانَ ي ُِري ُد َحر‬
َ ْ‫َم ْن َكانَ ي ُِري ُد َحر‬
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan ba
rang siapa yang menghendaki keuntungan didunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan duni
a dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (QS. Asy Syuraa: 20)
Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Orang yang gemar berbuat riya’ akan diberi balasan kebaikan mereka didunia.
Mereka sama sekali tidak akan dizholimi. Namun ingatlah, barangsiapa yang melakukan amalan puasa,
amalan shalat atau amalan shalat malam namun hanya ingin mengharapkan dunia, maka balasan dari Allah:
Allah akan memberikan baginya dunia yang dia cari-cari. Akan tetapi, amalannya akan lenyap diakhirat
nanti karena mereka hanya ingin mencari keuntungan dunia. Di akhirat, mereka juga akan termasuk orang-
orang yang merugi”.”[18]
Sehingga yang benar, puasa harus dilakukan dengan niat ikhlas untuk mengharap wajah Allah. Sedangkan
nikmat kesehatan, itu hanyalah hikmah ikutan saja dari melakukan puasa, dan bukan tujuan utama yang dica
ri-cari. Jika seseorang berniat ikhlas dalam puasanya, niscaya nikmat dunia akan datang dengan sendirinya
tanpa dia cari-cari. Ingatlah selalu nasehat Nabi shallallahu‘alaihi wasallam,
‫ق َعلَ ْي ِه‬ ِ َ‫اآلخ َرةُ هَ َّمهُ َج َع َل هَّللا ُ ِغنَاهُ فِى قَ ْلبِ ِه َو َج َم َع لَهُ َش ْملَهُ َوأَتَ ْتهُ ال ُّد ْنيَا َو ِه َى َرا ِغ َمةٌ َو َم ْن َكان‬
َ ‫ت ال ُّد ْنيَا هَ َّمهُ َج َع َل هَّللا ُ فَ ْق َرهُ بَ ْينَ َع ْينَ ْي ِه َوفَ َّر‬ ِ ‫ت‬ ِ َ‫َم ْن َكان‬
ْ
ُ‫َش ْملَهَ َولَ ْم يَأتِ ِه ِمنَ ال ُّد ْنيَا ِإالَّ َما قُ ِّد َر لَه‬
“Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan da
lam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, duniapun akan dia peroleh dan tunduk
hina padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia
tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, duniapun tidak dia peroleh kecuali
yang telah ditetapkan baginya.”[19]
Adapun hadits yang mengatakan,
ِ َ‫صُوْ ُموْ ا ت‬
‫صحُّ وْ ا‬
“Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat.” Perlu diketahui bahwa hadits semacam ini adalah hadits yang le
mah (hadits dho’if) menurut ulama pakar hadits.[20]
Semoga kita bisa menarik hikmah berharga di balik puasa kita di bulan penuh kebaikan, bulan Ramadhan.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
[1] Taisir Karimir Rahman, hal. 86.
[2] Hadits qudsi adalah hadits yang maknanya dari Allah Ta’ala, lafazhnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[3] HR. Muslim no. 1151
[4] HR. Bukhari no. 7171 dan Muslim no. 2174
[5] Disarikan dari Latho’if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 276-277.
[6] HR. Ahmad 2/373. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya jayyid.
[7] HR. Bukhari no. 1903.
[8] HR. Ibnu Khuzaimah 3/242. Al A’zhomi mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih.
[9] Perkataan Al Akhfasy, dinukil dari Fathul Bari, 2/414.
[10] Perkataan Al Azhari, dinukil dari Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 5/114, 9/119.
[11] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 9/119.
[12] HR. Muslim no. 782.
[13] Lathoif Al Ma’arif, 378.
[14] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9906
[15] Lathoif Al Ma’arif, 369
[16] Lihat http://swaramuslim.net
[17] Lihat Tafsir Al Qur’an Al Karim Surat Al Baqoroh, 1/317.
[18] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7/422.
[19] HR. Tirmidzi no. 2465. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat penjelasan hadits ini dalam
Tuhfatul Ahwadzi, 7/139-140.
[20] Al Hafzih Al ‘Iroqiy dalam Takhrij Al Ihya’ (5/453) mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thobroniy da
lam Al Awsath, Abu Nu’aim dalam Ath Thib An Nabawiy dari hadits Abu Hurairah dengan sanad yang lemah (dho’if).
Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al Hadits Adh Dho’ifah no. 253 mengatakan bahwa hadits ini dho’if (lemah)
________ooOoo________

Puasa Menahan Diri Demi Menggapai Ridha Illahi (1)


Kategori: Fiqh dan Muamalah, Ramadhan // 22 Agustus 2008

Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu‘anhu beliau berkata: bahwasanya Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam
pernah bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Semua amal anak Adam adalah baginya kecuali
puasa karena sesungguhnya puasa itu bagi-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Puasa adalah
perisai, apa bila kamu sedang puasa jangan berkata jorok, jangan berteriak-teriak dan jangan berbuat
bodoh. Apabila ada seseorang yang mencacinya atau memeranginya maka katakanlah ‘Sesungguhnya aku
sedang puasa’ se banyak dua kali. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada ditangan-Nya, sungguh bau
mulut orang yang se dang puasa itu lebih harum disisi Allah pada hari kiamat daripada bau minyak
kasturi. Orang yang berpua sa memiliki dua kebahagiaan yang dia bergembira dengannya: ketika berbuka
dia bergembira dengan buka nya dan ketika berjumpa Robbnya dia bergembira dengan puasanya.”
(Muttafaq ‘alaih)
Pengantar
Saudaraku, semoga Alloh merahmatimu, syariat Islam yang mulia ini telah memberikan kelapangan dan ke
mudahan bagi ummat manusia. Tidaklah Allah membebankan suatu kewajiban kepada seseorang melainkan
dengan memperhatikan kemampuannya. Allah Ta’ala berfirman, “Tidaklah Allah membebankan kepada se
seorang kecuali menurut kemampuannya.” (QS. Al Baqarah: 286)
Demikian pula ibadah puasa yang disyari’atkan kepada kita.Apabila seseorang justru dikhawatirkan tertim
pa bahaya dengan melakukan puasa maka dia diperbolehkan bahkan lebih utama untuk tidak berpuasa keti
ka itu, seperti orang yang sedang sakit dan bepergian jauh. Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu dia berbuka) maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu pada hari-hari yang lain. Alloh menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran ba
gimu.” (QS. Al Baqarah: 185)
Syaikh Abdurrohman bin Naashir As Sa’di rohimahulloh mengatakan dalam kitab tafsirnya, “Allah Ta’ala
menghendaki memberikan kemudahan kepada kalian untuk menempuh jalan-jalan yang menyampaikan ke
pada keridhoan-Nya dengan semudah mungkin dan mempermudah jalan-jalan itu dengan sepenuh kemuda
han. Karena itulah semua perkara yang diperintahkan Allah kepada hamba-Nya pada asalnya merupakan
sesuatu yang sangat mudah.” (Taisir karimirrohman, hal. 86).
Pentingnya Mempelajari Tata Cara Puasa
Puasa merupakan salah satu rukun Islam. Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
“Islam dibangun di atas lima perkara, persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan
sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan sholat, menunaikan zakat, berhaji dan puasa
Ramadhan.” (Muttafaq ‘alaihi)
Umat Islam telah bersepakat tentang wajibnya puasa Ramadhan dan merupakan salah satu rukun Islam yang
dapat diketahui dengan pasti merupakan bagian dari agama. Barangsiapa yang mengingkari tentang wajib
nya puasa Ramadhan maka dia kafir, keluar dari Islam (lihat Al Wajiz).
Oleh karenanya setiap muslim hendaknya mempelajari ilmu yang terkait dengan pelaksanaan ibadah yang a
gung ini. Karena ilmu itu lebih didahulukan daripada ucapan dan perbuatan, sebagaimana yang dikatakan o
leh Al Imam Al Bukhari didalam kitab Shahihnya. Beliau berdalil dengan firman Allah Ta’ala yang artinya,
“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tiada yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan minta
lah ampunan terhadap dosamu.” (QS. Muhammad: 19)
Syaikh Al ‘Utsaimin rohimahulloh menjelaskan, “Al Bukhori rohimahulloh berdalil dengan ayat ini untuk
menunjukkan kewajiban memulai dengan ilmu sebelum berucap dan berbuat, ini merupakan dalil atsari (ber
dasarkan penukilan -pent) yang menunjukkan seorang insan mengetahui terlebih dahulu baru kemudian me
ngamalkan,disana juga terdapat dalil ‘aqli nadhari (berdasarkan pemikiran dan perenungan-pent) yang me
nunjukkan ilmu itu didahulukan sebelum ucapan dan amalan. Yaitu dikarenakan ucapan dan amalan tidak
akan menjadi benar dan diterima hingga bersesuaian dengan aturan syari’at dan seorang insan tidak mung
kin mengetahui apakah amalannya itu sesuai dengan syari’at kecuali dengan ilmu…” (Syarah Tsalatsatul
Ushul, hal. 27-28).
Puasa Adalah Ibadah
Ibadah memiliki pengertian yang amat luas dan jelas yaitu,“Segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah
baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang nampak maupun yang tersembunyi.” (lihat perkataan Syaik
hul Islam Ibnu Taimiyah yang dinukil di Fathul Majid). Dan puasa termasuk diantaranya, puasa adalah amalan
yang dicintai Allah, buktinya Allah mewajibkan puasa kepada hamba-hamba-Nya. Allah berfirman yang arti
nya “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang
-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183). Dan tidak mungkin Allah mewajibkan
sesuatu kecuali sesuatu itu pasti dicintai dan diridhai-Nya, meskipun sebagian manusia ada yang merasa tidak
suka dengannya. Cobalah perhatikan ketika Allah mewajibkan kaum muslimin untuk berperang. Allah berfir
man yang artinya, “Telah diwajibkan kepada kalian berperang padahal itu kalian benci, bisa jadi kalian mem
benci sesuatu padahal sebenarnya itu baik bagi kalian, dan bisa jadi kalian menyukai sesuatu padahal sebe
narnya itu buruk bagi kalian. Allah lah yang lebih tahu dan kalian tidak mengetahui.” (QS. Al Baqoroh:216).
Dan dalam menentukan apakah sesuatu amalan itu termasuk ibadah atau bukan bukanlah akal yang menen
tukan, akan tetapi firman Allah dan sabda Rasul-Nya. Sebagaimana kaidah yang sudah amat masyhur dika
langan ulama’ bahwa hukum asal ibadah (ritual) itu terlarang/haram sampai tegak dalil yang mensyari’atkannya.
Ibadah Hanya untuk Allah
Apabila kita telah mengetahui bahwa puasa adalah ibadah maka ketahuilah saudaraku bahwasanya ibadah
itu hanya boleh ditujukan kepada Allah, karena barangsiapa yang memalingkan ibadah kepada selain Allah
dia telah terjerumus dalam kesyirikan dan kekafiran. Sebagaimana sholat akan menjadi batal dan rusak apa
bila pelakunya terkena hadats, maka demikian pula ibadah akan menjadi batal dan rusak apabila tercampuri
kesyirikan. Sebagaimana sholat tidak sah tanpa thaharah maka demikian pula ibadah tidak akan sah tanpa ta
uhid. (lihat Al Qowa’idul Arba’ karya Asy Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahulloh).
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah maka jangan
lah kamu menyeru disamping Allah sesuatupun.” (QS. Al Jin: 18). Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah mene
rangkan, “Allah Ta’ala melarang seorang insan menyeru/beribadah disamping Allah sesuatupun, dan Allah
tidaklah melarang dari sesuatu kecuali karena Dia Yang Maha suci lagi Maha tinggi tidak meridhoinya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman yang artinya, “Jika kamu kufur sesungguhnya Allah tidak membutuhkan ka
mu dan Allah tidak ridha kekafiran bagi hamba-Nya dan jika kamu bersyukur niscaya Dia ridha kepadamu
.” (QS. Az Zumar: 7) … dan apabila ternyata Allah tidak meridhoi kekufuran dan kesyirikan maka sudah
menjadi kewajiban bagi setiap mukmin untuk tidak ridha dengan keduanya, karena seorang mukmin itu keri
dhaan dan kemarahannya mengikuti keridhaan dan kemurkaan Allah, sehingga dia akan marah terhadap se
suatu yang dimurkai Allah dan akan ridha terhadap sesuatu yang diridhai Allah ‘Azza wa Jalla, maka demi
kian pula apabila Allah tidak meridhai kekufuran dan kesyirikan maka tidak semestinya seorang mukmin
justru ridha terhadap keduanya.” (Syarah Tsalatsatul Ushul hal. 33-34).
Maka cobalah kita renungkan keadaan kaum muslimin sekarang ini yang sebagian diantara mereka (semoga
kita tidak termasuk didalamnya) bergelimang kesyirikan sementara mereka tidak menyadarinya bahkan
membe la dan melestarikannya dengan mengatasnamakan tradisi. Bagaimana bisa mereka melalaikan
masalah besar ini ?! Apalah artinya mereka berpuasa menahan lapar dan dahaga jika kesyirikan masih
melekat dalam hati, ucapan dan amalan mereka. Tidakkah mereka ingat firman Allah Ta’ala yang artinya,
“Sungguh telah diwah yukan kepadamu (Muhammad) dan kepada orang-orang sebelummu, ‘Sungguh jika
kamu berbuat syirik niscaya lenyaplah seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan
orang-orang yang merugi” (QS. Az Zumar: 65).
Maka marilah kita pelajari tauhid lebih serius lagi, jangan-jangan kita terjerumus dalam syirik dalam keada
an tidak menyadari. Bagaimana mungkin seseorang bisa berkata ‘Saya bersih dari syirik’ sementara penger
tian dan macam-macamnya pun dia tidak mengenalnya. Tetapi siapakah gerangan yang mau memperhatikan
nya ??
Syarat Diterimanya Ibadah
Suatu amalan akan diterima disisi Allah apabila memenuhi dua syarat: ikhlash dan showab/benar. Allah Ta
’ala berfirman yang artinya, “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya maka
hendaklah Dia mengerjakan amal shalih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dalam beribadah ke
pada Rabbnya.” (QS. Al Kahfi: 110). Al Imam Ibnu Katsir rahimahulloh mengatakan didalam kitab Tafsir-nya,
“Dan dua hal inilah rukun amalan yang diterima; harus didasari keikhlashan kepada Allah serta sho
wab/benar yaitu sesuai dengan syari’at Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim juz
V hal. 154).
Barangsiapa yang niatnya tidak ikhlash karena Allah maka ibadahnya tidak diterima, Nabi shallallahu‘alaihi
wasallam bersabda, “Allah berfirman yang artinya, ‘Aku adalah Dzat yang tidak membutuhkan sekutu, ba
rangsiapa mengerjakan suatu amal yang dicampuri kesyirikan kepada-Ku maka Aku tinggalkan dia beserta
kesyirikannya itu.’” (HR. Muslim)
Barangsiapa yang beramal tidak sesuai tuntunan Nabi maka ibadahnya tidak diterima, Nabi shollallohu‘alai
hi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari ka
mi maka tertolak.” (HR. Muslim). Jadi kedua syarat ini harus terpenuhi, apabila salah satu saja tidak terpenu hi
maka ibadah itu tidak akan diterima oleh Alloh.
Tujuan Puasa
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rohimahulloh mengatakan, “Tujuan dari puasa bukanlah seke
dar mengekang tubuh dalam rangka menahan haus dan lapar serta kesulitan, akan tetapi tujuannya adalah
menundukkan jiwa dengan meninggalkan sesuatu yang dicintai demi meraih keridhaan Dzat yang dicintai.
Adapun perkara dicintai yang ditinggalkan adalah makan, minum dan jima’, inilah nafsu syahwat. Adapun
sesuatu yang dicintai yang dicari keridhaan-Nya adalah Allah ‘Azza wa Jalla. Maka kita harus senantiasa
menghadirkan niat ini bahwasanya kita meninggalkan pembatal-pembatal puasa ini demi mencari keridha
an Allah ‘Azza wa Jalla.” (Tsamaniyatu Wa Arba’uuna Su’aalan Fish Shiyaam hal. 10).
Puasa Menghimpun 3 Macam Sabar
Puasa adalah ibadah yang paling utama karena ketiga macam sabar terhimpun didalamnya, yaitu:
1. Sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah.
2. Sabar dalam menahan diri dari terjerumus dalam maksiat kepada-Nya.
3. Sabar dalam menghadapi takdir Allah yang terasa menyakitkan.
Juga karena Allah menyandarkan ganjaran puasa kepada Diri-Nya sendiri, Allah menjanjikan balasan puasa
dari sisi-Nya. Puasa merupakan rahasia antara Rabb dan hamba-Nya sehingga ia menjadi amanat paling
agung yang harus dijaga (lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal. 351).
Penyusun: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id ________ooOoo________

Puasa Menahan Diri Demi Menggapai Ridha Illahi (2)


Kategori: Fiqh dan Muamalah, Ramadhan // 22 Agustus 2008
Hikmah dan Keutamaan Puasa
Hikmah Ibadah Puasa
Sebenarnya cukuplah bagi seorang hamba mengetahui bahwa Allah memerintahkan untuk berpuasa itu men
jadikan keutamaan yang besar yang akan diraihnya dengan menjalankan perintah itu. Karena dia menyadari
bahwa Allah yang maha penyayang pasti tidak menginginkan untuk mencelakakan hamba. Sehingga apa
yang diperintahkan-Nya pasti mengandung kebaikan meskipun dia belum mengetahuinya. Meskipun demiki
an, tidak ada salahnya kita mengetahui hikmah-hikmah dibalik ibadah selama kita tidak menjadikannya seba
gai syarat untuk beramal. Semoga dengan mengetahui hikmahnya keyakinan dan keimanan kita bertambah.
Syaikh Abdullah Ali Bassaam hafizhahullah menyebutkan beberapa hikmah yang tersimpan dibalik pen
syari’atan puasa, diantaranya yaitu:
1. Puasa termasuk ibadah dan ketundukan kepada Allah, sehingga puasa itu menjadikan orang yang ber
puasa hanya mengahadapkan dirinya kepada Allah, tunduk dan khusyuk di hadapan-Nya tatkala dia
harus menolak kekuasaan syahwat.
2. Bersatunya ummat dalam menjalankan satu ibadah dalam satu waktu dan menempa kesabaran mere
ka semua baik orang-orang yang kuat maupun lemah, terpandang maupun tidak, kaya maupun
miskin guna bersama-sama menanggung kewajiban ini yang akan membuahkan keterikatan hati dan
ruh mereka serta bersatunya kalimat mereka. Puasa juga menjadi sebab terjalinnya kasih sayang
antara ummat ini satu sama lain. Sehingga orang yang kaya turut merasakan lapar dan dahaga yang
dialami saudaranya yang tidak berada.
3. Puasa melatih kesabaran, mengokohkan tekad dan kemauan, menempa jiwa dalam menghadapi kesu
litan yang ditemui, menundukkannya dan membuatnya menjadi terasa ringan (lihat Taisirul ‘Allaam
juz I hal. 351-352).
Hikmah Diwajibkannya Puasa
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rohimahulloh mengatakan“Hikmah diwajibkannya puasa terha
dap ummat ini telah diterangkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya, “Wahai orang-orang
yang beriman, telah diwajibkan puasa atas kalian sebagaimana telah diwajibkan pula kepada orang-orang
sebelum kalian agar kalian bertaqwa.” (QS Al Baqoroh:183). Kata la’alla (agar) di sini berfungsi untuk me
nunjukkan alasan, artinya supaya kalian bertaqwa kepada Allah, sehingga engkau pun meninggalkan apa
yang diharamkan oleh Allah dan engkau menegakkan apa yang diwajibkan oleh Allah.
Dalam kitab shohih Nabi pernah bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta,berbu
at dengannya dan juga tindakan bodoh maka Allah tidak membutuhkan perbuatannya meninggalkan makan
dan minumnya.” (HR Al Bukhori).Maksudnya Allah tidaklah menghendaki kita sekedar meninggalkan makan
an dan minuman, sesungguhnya Allah menghendaki dari kita agar meninggalkan perkataan dusta, berbuat
dengannya atau bertindak bodoh. Oleh karena itulah bagi orang yang berpuasa apabila ada orang yang men
cacinya ketika dia dalam keadaan puasa maka disunnahkan baginya untuk mengatakan: Sesungguhnya aku
sedang puasa dan tidak membalas kejelekan itu; karena seandainya dibalasnya niscaya orang yang mencaci
nya akan balik melawan, kemudian diapun kembali melawan lagi untuk yang kedua kalinya sehingga yang
dicacipun membantah yang mencaci demikian seterusnya sehingga menimbulkan seluruh waktu puasanya
berubah menjadi dipenuhi dengan cacian dan perseteruan. Akan tetapi jika dia justeru berkata, ‘Sesungguh
nya aku sedang puasa’ itu artinya dia memberitahu kepada orang yang mencela atau memusuhinya bahwa
sesungguhnya bukan berarti dia tidak mampu membalasnya, tetapi yang menahannya dari membalas adalah
karena dia sedang puasa dan ketika itu orang yang mencaci akan menahan diri dan malu serta tidak jadi me
neruskan cacian dan perseteruan.” (Tsamaniyatu Wa Arba’uuna Su’aalan Fish Shi yaam hal. 11).
Keutamaan Puasa
1. Diampuni dosanya yang telah lalu
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallohu‘alaihi wasallam pernah ber
sabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan ihtisab niscaya dosanya yang telah berla
lu akan diampuni.”(Muttafaq ‘alaih).Al Hafizh Ibnu Hajar menerangkan bahwa yang dimaksud karena iman
(didalam hadits ini-pent) adalah meyakini kebenaran kewajiban puasanya, sedangkan yang dimaksud dengan
ihtisab adalah demi mencari pahala dari Allah Ta’ala (lihat Fathul Baari cet.Daarul Hadits Juz IV hal. 136).
Dengan syarat dosa-dosa besar dijauhi, sebagaimana yang disabdakan Nabi shallallahu‘alaihi wasallam,
“Shalat lima waktu yang satu dengan lainnya, ibadah Jum’ah menuju Jum’ah yang lain, Ramadhan menuju
Ramadhan sesudahnya, menjadi penghapus dosa-dosa selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim)
2. Balasan istimewa bagi puasa
Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam pernah ber
sabda, “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Semua amal anak Adam adalah baginya kecuali puasa, karena se
sungguhnya puasa itu bagi-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” (Muttafaq ‘alaih). Al Imam An Na
wawi menerangkan firman Allah Ta’ala, “dan Aku sendiri yang akan membalasnya.”: Ini menjelaskan beta
pa besar keutamaannya dan amat banyak pahalanya (lihat Syarah Shohih Muslim jilid IV cet. Daar Ibnu Haitsam hal.
482).
3. Puasa adalah perisai
Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam pernah ber
sabda, “Puasa adalah perisai, apabila kamu sedang puasa janganlah berkata jorok, janganlah berteriak-te
riak dan janganlah berbuat bodoh. Apabila ada seseorang yang mencacinya atau memeranginya maka kata
kanlah ‘Sesungguhnya aku sedang puasa’ sebanyak dua kali.” (Muttafaq ‘alaih). Syaikh Al ‘Utsaimin mene
rangkan makna puasa adalah perisai yaitu: sebagai tameng dan penghalang yang menjaga orang yang berpu
asa dari melakukan perbuatan yang sia-sia dan berkata jorok…dan puasa juga melindunginya dari siksa nera
ka, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Jabir radhiyallahu‘anhu dengan sanad hasan bahwa
Nabi bersabda, “Puasa adalah perisai yang digunakan hamba untuk melindungi dirinya dari neraka.” (lihat
Majaalis Syahri Romadhon cet Daarul ‘Aqidah hal. 12).
4. Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum daripada kasturi
Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam pernah
bersabda,“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya sungguh bau mulut orang yang sedang
puasa itu lebih harum disisi Allah pada hari kiamat daripada bau minyak kasturi.” (Muttafaq ‘alaih).
Syaikh Al ‘Utsaimin menerangkan, “Harumnya bau mulut orang yang berpuasa disisi Allah melebihi
harumnya minyak kasturi karena ia timbul dari pengaruh puasa, sehingga baunya harum disisi Alloh
Subahanahu dan dicintai-Nya, ini adalah dalil yang menunjukkan agungnya kedudukan puasa disisi Alloh
sampai-sampai sesuatu yang tidak disenangi dan dirasa kotor disisi manusia menjadi sesuatu yang dicintai
disisi Alloh serta berbau harum karena ia muncul dari ketaatannya dengan menjalankan puasa.” (lihat
Majaalis Syahri Ramadhan cet Daarul ‘Aqidah hal. 12).

5. Pintu khusus di surga bagi orang yang berpuasa


Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu‘anhu beliau berkata: Nabi shallallohu‘alaihi wasallam
bersabda,“Sesung guhnya didalam surga terdapat sebuah pintu yang disebut Ar Rayyaan, pada hari kiamat
orang-orang yang berpuasa masuk melalui pintu itu,tidak seorangpun yang masuk selain mereka. Apabila
mereka telah masuk maka pintu itu ditutup dan tidak ada lagi orang yang masuk melewatinya.” (Muttafaq
‘alaih)
6. Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam pernah ber
sabda, “Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan yang dia bergembira dengannya: ketika berbuka
dia bergembira dengan bukanya dan ketika berjumpa Rabbnya dia bergembira dengan puasanya.” (Mutta
faq ‘alaih)
Penyusun: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
________ooOoo________

Puasa Menahan Diri Demi Menggapai Ridha Illahi (3)


Kategori: Fiqh dan Muamalah, Ramadhan // 23 Agustus 2008
Bimbingan Puasa dari Rasulullah
Jangan Mendahului Puasa Ramadhan Dengan Puasa
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau 2 hari, kecuali orang yang
terbiasa berpuasa maka boleh berpuasa.” (Hadits riwayat Al Bukhari dalam kitab Shaum no.1914, Muslim dalam
kitab Shiyaam no.1082, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2335, At Tirmidzi dalam kitab Shoum no.685, Ibnu Maajah dalam
kitab Shiyaam no1650,Ad Daarimi dalam kitab Shoum dan Ahmad dalam Musnad-nya II/234 , 347, 408, 477, 513, 521)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Nabi melarang kita mendahului Ramadhan dengan mengerjakan puasa sehari atau dua hari sebelumnya.
2. Nabi memberikan keringanan bagi orang yang sudah terbiasa mengerjakan puasa sunnah seperti Puasa
Senin-Kamis untuk mengerjakan puasa pada hari-hari itu.
3. Salah satu hikmah pelarangan ini -Wallahu a’lam-adalah untuk membedakan antara ibadah wajib dengan
sunnah dan supaya dapat mempersiapkan diri menyambut Ramadhan dengan penuh semangat dan peng
harapan. (lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal/ 353).
Berpuasa Karena Melihat Hilal
Dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shalal
lahu‘alaihi wasallam bersabda, “Jika kalian telah melihatnya (hilal Ramadhan) maka berpuasalah (esok ha
rinya) dan jika kalian telah melihatnya (hilal Syawwal) maka berhari rayalah (esok harinya) tapi jika tertutup
dari pandangan kalian maka kira-kirakanlah.” (Hadits riwayat Al Bukhari dalam kitab Shaum no 1906 Muslim dalam
Shiyaam VIII, 1080, Malik dalam Al Muwaththa’ I/286 dalam kitab Shiyaam, An Nasaa’i dalam kitab Shiyaam IV/134,Ad Daarimi da
lam kitab Shoum II/3,Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1654)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Pelaksanaan puasa Ramadhan tergantung pada tampaknya hilal bagi seluruh ummat atau sebagiannya
2. Perayaan Idul Fithri juga tergantung pada tampaknya hilal.
3. Apabila hilal Ramadhan tidak tampak maka bulan Sya’ban digenapkan menjadi 30 hari. Begitu pula
apabila hilal Syawwal tidak tampak maka bulan Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari.
4. Apabila pada malam 30 Sya’ban langit tertutup mendung atau asap maka bilangan bulan Sya’ban dige
napkan menjadi 30 hari.
5. Tidak boleh berpuasa pada tanggal 30Sya’ban karena adanya mendung atau semacamnya yang menu
tupi langit pada malam hari sebelumnya (lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal. 356-357).
Jumlah Saksi yang Melihat Hilal untuk Menetapkan Masuknya Bulan Romadhon
Masuknya bulan Ramadhan ditetapkan minimal dengan persaksian satu orang yang adil/muslim terpercaya,
atau dengan menggenapkan bulan Sya’ban 30hari jika hilal tidak bisa dilihat karena langit tertutup mendung
dan semacamnya. Ibnu ‘Umar rodhiyallohu ‘anhuma mengatakan, “Dahulu orang-orang berusaha melihat
hilal, kemudian aku kabarkan kepada Rosululloh shollallohu‘alaihi wasallam kalau aku benar-benar telah
melihatnya, maka beliaupun berpuasa dan memerintahkan orang-orang berpuasa sebagaimana beliau ” (HR
Abu Dawud, dishohihkan Al Albani dalam Al Irwa’ 908)
Sedangkan untuk masuknya bulan Syawwal (Idul Fithri) maka minimal dua orang saksi berdasarkan keumu
man hadits, “Apabila ada dua orang saksi muslim yang melihat hilal maka berpuasa dan berharirayalah.”
(Hadits riwayat Ahmad, An Nasaa’i) (lihat Al Wajiz hal. 190-191).
Bagaimana Dengan Hisab ?
Adapun menentukan awal masuknya bulan puasa dengan hisab saja, Syaikh Utsaimin rahimahullah mengata
kan, “Adapun sekedar menggunakan hisab maka hal itu tidak boleh dilakukan dan juga tidak boleh dijadi
kan pegangan.” (Tsamaniyatu Wa Arba’uuna Su’aalan Fish Shiyaam, hal. 27-28).
Jadi pelaksanaan puasa dibulan Ramadhan itu tergantung pada nampaknya hilal bagi kaum muslimin atau
sebagian dari mereka, Imam Ibnu Daqiqil ‘Ied menentang orang yang mengaitkan hukum tersebut dengan hi
sab ahli perbintangan/astronomi.Ash-Shan’ani menjelaskan bahwa seandainya penentuannya bergantung pa
da hisab mereka niscaya hal itu tidak dipahami kecuali oleh sedikit orang, sedangkan aturan syari’at itu diba
ngun diatas prinsip yang bisa dipahami oleh banyak orang (Taisirul ‘Allaam juz I, hlm. 356).
Mengapa Menggunakan Hisab ?
Sebagian orang menafsirkan sabda Nabi “…maka kira-kirakanlah” di atas artinya boleh menggunakan ilmu
hisab perbintangan. Akan tetapi penafsiran seperti ini bertentangan dengan hadits. Sebab dalam riwayat lain
dijelaskan bahwa jika hilal tidak nampak maka hendaknya Sya’ban disempurnakan menjadi 30 hari. Inilah
yang dimaksud dengan mengira-irakan, sebab hadits itu saling memperjelas satu sama lain. Imam Ash Shon’
ani mengatakan: Jumhur/mayoritas ahli fiqih dan ahli hadits berkeyakinan bahwa yang dimaksud dengan ‘ki
ra-kirakanlah’ adalah dengan menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari sebagaimana ditaf
sirkan oleh hadits lain (Taisirul ‘Allaam juz I, hlm. 357).
Orang yang Wajib Berpuasa
Para ulama sepakat bahwasanya puasa Ramadhan itu diwajibkan atas setiap muslim yang berakal dan telah
baligh yang berada dalam keadaan sehat dan mukim dan wajib bagi kaum wanita yang berada dalam keada
an suci dari haidh dan nifas (Fiqhus Sunnah I/506).
Orang yang tidak berakal dan belum baligh tidak terbebani kewajiban ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda, “Penulisan pena diangkat dari tiga golongan: dari orang gila hingga dia sembuh,
dari orang yang tidur hingga dia terjaga dan dari anak kecil hingga dia ihtilam/mimpi basah.” (Hadits riwa
yat At Tirmidzi, Shohih Jami’ush Shoghiir no. 3514)
Adapun tidak wajibnya orang yang sedang sakit atau bepergian berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Maka ba
rangsiapa diantara kalian yang sakit atau sedang dalam perjalanan(lalu berbuka) hendaklah dia menggan
tinya dihari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 184)
Jika seorang yang sakit atau bersafar mengerjakan puasa maka puasa mereka tetap sah, karena kebolehan un
tuk berbuka bagi mereka adalah keringanan/rukhshah, seandainya mereka mengambil ‘aziimah (bukan rukh
shah) maka itu baik. Apabila orang yang sakit atau musafir tidak mendapatkan kesulitan dengan tetap menger
jakan puasa maka yang lebih utama baginya adalah berpuasa, sedangkan jika mereka justru tertimpa kesulit
an karenanya maka berbuka itu lebih utama. Adapun bagi orang yang sudah tua renta atau orang yang sakit
nya sulit sekali diharapkan kesembuhannya maka dia boleh tidak berpuasa dengan ketentuan harus memberi
makan satu orang miskin disetiap hari yang ditinggalkannya. Begitu pula apabila ada ibu hamil atau menyu
sui yang mengkhawatirkan keadaan anaknya apabila dia berpuasa atau karena tidak sanggup maka mereka
wajib membayar fidyah yaitu dengan memberi makan kepada satu orang miskin disetiap hari yang ditinggal
kannya dan mereka tidak perlu mengqadha’/mengganti puasa dihari yang lain (lihat Al Wajiz hal. 192-193).
Memasuki Waktu Shubuh Dalam Keadaan Junub
Dari ‘Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu‘anhuma: “Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam pernah
memasuki waktu fajar dalam keadaan junub karena berhubungan dengan isterinya kemudian beliau mandi
dan berpuasa.” (Hadits riwayat Al Bukhari dalam kitab Shaum no. 1926, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1109, Malik
dalam Al Muwaththa’ I/291, At Tirmidzi dalam kitab Shaum no. 779, An Nasaa’i dalam kitab Shiyaam I/108)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Sahnya puasa orang yang memasuki waktu shubuh dalam keadaan junub karena berjima’ dimalam harinya.
2. Hukum memasuki waktu shubuh dalam keadaan junub karena mimpi basah diqiyaskan dengan jima’ de
ngan cara qiyas aulawi (kalau karena jima’ saja boleh maka karena mimpi basah tentu lebih boleh lagi
-pent), karena jika orang yang dalam keadaan bisa memilih (antara melakukan jima’ atau tidak -pent)
men dapat keringanan tentunya yang selainnya (yaitu yang tidak bisa memilih antara mimpi basah
dengan ti dak -pent) lebih pantas untuk diperbolehkan.
3. Tidak ada perbedaan berlakunya ketentuan ini baik pada puasa wajib maupun sunnah, baik Ramadhan
maupun selainnya.
4. Bolehnya berhubungan suami isteri pada malam-malam bulan Ramadhan meskipun disaat-saat men
jelang terbitnya fajar.
5. Keutamaan isteri-isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kebaikan mereka terhadap ummat ini tat
kala mereka menyampaikan begitu banyak ilmu yang bermanfaat, termasuk dalam masalah hukum yang
berkaitan dengan kehidupan rumah tangga yang tidak bisa diketahui oleh setiap orang dikalangan sahabat
di masa itu, semoga Allah meridhoi mereka (lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal. 360)
Makan Sahur dan Keutamaannya
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu beliau berkata:“Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
‘Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya pada makan sahur itu terdapat barakah.’” (Hadits riwayat Al
Bukhori dalam kitab Shaum no.1923, Muslim dalam kitab Shiyaam no.1095, At Tirmidzi dalam kitab Shaum no.708, An
Nasaa’i dalam kitab Shiyaam IV/141, Ad Daarimi dalam kitab Shoum II/6, Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1692)
Faidah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Disunnahkannya makan sahur dan menjalankannya merupakan bentuk pelaksanaan perintah syari’at.
2. Karena pada makan sahur terdapat barakah maka tidak sepantasnya hal itu ditinggalkan. Barakah ini
muncul baik pada perbuatan makannya dan juga pada makanan yang dimakan. Karena ungkapan ma
kan sahur (dalam bahasa Arab di hadits ini) bisa dibaca sahuur (artinya makanan yang disantap) atau
suhuur (perbuatan memakan makanan).
3. Zhahir perintah dalam hadits ini menunjukkan hukum wajibnya sahur, akan tetapi karena ada riwa
yat yang sah bahwasanya Nabi shallallahu‘alaihi wasallam pernah melakukan wishol (tidak berbu
ka dan tidak makan sahur -pent) maka perintah ini berubah hukumnya menjadi sunnah/mustahab
untuk dikerjakan (lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal. 357-358).
Disunnahkan Mengakhirkan Santap Sahur
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata: Kami bersantap sahur ber
sama Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam kemudian beliau beranjak untuk menegakkan shalat. Anas ber
kata: Aku bertanya kepada Zaid, “Berapakah jarak antara adzan dan santap sahur ?”Dia menjawab, “Seki
tar seukuran bacaan 50 ayat.” (Hadits riwayat Al Bukhari dalam kitab Shaum no.1921, Muslim dalam kitab Shiyaam
no. 1097, At Tirmidzi dalam kitab Shaum no 703, An Nasaa’i dalam kitab Shiyaam IV/143, Ad Daarimi dalam kitab Shoum
II/6, Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam 1694)
Yang dimaksud adzan dalam hadits ini adalah dikumandangkannya iqamah (lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal359)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Keutamaan mengakhirkan santap sahur hingga mendekati terbitnya fajar/masuk waktu shubuh.
2. Bersegera mengerjakan sholat Shubuh sehingga jaraknya dengan waktu mulainya puasa menjadi dekat.
3. Waktu imsak/menahan diri dari makan dan minum adalah terbitnya fajar, sebagaimana yang difirmankan
Allah Ta’ala,“Makan dan minumlah sampai jelas bagimu perbedaan antara benang hitam (gelapnya
malam) dengan be nang putih yaitu terbitnya fajar.” (QS. Al Baqarah: 187)
Berdasarkan hadits ini maka kita dapat mengetahui bahwasanya apa yang diada-adakan oleh sebagian orang
berupa pembedaan waktu imsak dan waktu terbit fajar merupakan sebuah kebid’ahan yang sama sekali tidak
ada landasannya dari ajaran Allah, akan tetapi itu hanyalah bisikan syaithan agar agama mereka menjadi ter
samar, padahal sesungguhnya ajaran Nabi Muhammad menegaskan bahwa imsak/menahan diri dari makan
dan minum serta pembatal puasa yang lain itu berlaku ketika permulaan terbitnya fajar/masuk waktu shubuh
(lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal. 359).
Disunnahkan Menyegerakan Berbuka
Dari Sahl bin Sa’d As Saa’idi radhiyallahu‘anhu: Rasulullah shollallahu‘alaihi wasallam pernah bersabda,
“Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka dan mengakhirkan san
tap sahur”(Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no1957,Muslim dalam kitab Shiyaam no 1098 Maalik dalam Al
Muwaththo’ I/289 di kitab Shiyaam, At Tirmidzi dalam kitab Shiyaam no 699, Ad Daarimi II/7 dalam kitab Shoum, Ibnu
Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1697, Ahmad dalam Musnad-nya V/330,334, 336,337,339. Mereka semua meriwayat
kan hadits ini sampai perkataan “Selama mereka menyegerakan berbuka” adapun kata-kata,”dan
mengakhir kan santap sahur” (dalam rangkaian hadits ini) adalah tambahan yang ada pada riwayat Imam
Ahmad saja di dalam Musnad beliau V/147,172 berasal dari hadits Abu Dzar Al Ghifaari radhiyallahu
‘anhu dan sanad nya lemah (catatan kaki Taisirul ‘Allaam juz I hal. 382).
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Disunnahkannya menyegerakan berbuka apabila terbenamnya matahari sudah benar-benar terjadi
baik dengan menyaksikan sendiri atau berdasarkan berita orang yang terpercaya.
2. Disegerakannya berbuka merupakan tanda tetap berada dalam keadaan baik bagi orang yang
menyege rakannya sedangkan mengakhirkannya merupakan tanda hilangnya kebaikan.
3. Kebaikan yang disinggung dalam hadits ini adalah mengikuti sunnah (ajaran Nabi), meskipun hal itu
(makan/berbuka) termasuk perkara yang disenangi oleh nafsu.
4. Hadits ini termasuk mu’jizat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (karena beliau mengabarkan tentang
sesuatu yang ghaib-pent). Sesungguhnya perbuatan mengakhirkan berbuka merupakan salah satu amal
an kaum syi’ah;salah satu sekte yang menyimpang. Dan mereka itu tidak punya panutan dalam masalah
ini kecuali kaum Yahudi yang baru berbuka apabila bintang-bintang telah nampak (yaitu di waktu ma
lam-pent). (Lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal. 382).
Saat Untuk Berbuka
Dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam per
nah bersabda,“Apabila malam sudah datang dari arah sini (barat) dan apabila siang telah pergi kearah si
tu (timur)maka orang yang berpuasa telah berbuka ” (Hadits riwayat Al Bukhari dalam kitab Shoum no1954
Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1100, dan Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2351)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Disunnahkannya menyegerakan berbuka apabila matahari sudah benar-benar tenggelam.
2. Keberadaan datangnya malam yang diiringi dengan perginya siang itulah yang menjadi syarat boleh
nya berbuka. Karena sesungguhnya munculnya kegelapan diarah timur sementara matahari masih nam
pak bukan berarti malam sudah tiba, sebab datangnya malam yang sesungguhnya itu baru terjadi be
riringan dengan perginya siang (tenggelamnya matahari-pent) maka 2 peristiwa ini tidak dapat dipi
sahkan satu sama lain.
3. Dalam sabda Nabi, “Maka orang yang berpuasa telah berbuka” terdapat kemungkinan dua makna:
a. Secara hukum dia sudah dianggap berbuka dengan masuknya waktu itu meskipun belum mengkon
sumsi makanan,sehingga dorongan menyegerakan berbuka yang terdapat dalam beberapa hadits men
jadi bermakna anjuran untuk melakukan berbuka secara inderawi agar cocok dengan makna syar’inya
b. Masuk waktu untuk berbuka, sehingga anjuran untuk menyegerakan berbuka bermakna anjuran
melakukannya diawal waktu masuknya dan makna ini lebih tepat. Ini diperkuat dengan hadits yang
di riwayatkan Al Bukhari yang menyebutkan, “Maka sudah boleh untuk berbuka.”
4. Berdasarkan dua makna ini maka hukum wishal (tidak berbuka dan tidak sahur-pent) sebagai berikut: a.
Jika kami berpendapat bahwa makna “Maka orang yang berpuasa telah berbuka” adalah dia dihu
kumi telah berbuka maka wishol adalah amalan yang batil karena wishol tidak mungkin dilakukan.
b. Jika kami berpendapat bahwa makna “Maka orang yang berpuasa telah berbuka”adalah telah ma
suk waktu berbuka maka hukum mengerjakan wishal adalah makruh mengingat adanya dalil-dalil
yang melarang wishol. (Lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal. 383).
Makan dan Minum Karena Lupa
Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu beliau berkata: Nabi shallallahu‘alaihi wasallam pernah bersabda,
“Barangsiapa yang terlupa dalam keadaan puasa kemudian dia makan atau minum hendaklah disempurna
kan puasanya, karena sesungguhnya Allah lah yang memberikan makan dan meminuminya.” (Hadits riwa yat
Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1923, dalam kitab Al Aimaan wan Nudzuur no. 6669, Muslim dalam kitab Shiyaam no.
1155, Ad Daarimi dalam kitab Shoum II/13, Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1683)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Sahnya puasa orang yang makan atau minum atau jima’ (disiang hari) karena lupa.Imam Abu Hani
fah, Asy Syafi’i, Daud dan Ibnu Taimiyah berpendapat orang yang berjima’ karena lupa maka puasa
nya tetap sah.Sedangkan Imam Ahmad dan para pengikutnya berpendapat puasanya tidak sah. Penda
pat pertama (puasanya tetap sah) lebih kuat berdasarkan hadits dari Abu Huroiroh bahwa Nabi bersab
da,“Barangsiapa yang membatalkan puasa karena lupa maka tidak perlu qodho’ dan tidak perlu mem
bayar kafarah.” (Hadits riwayat Al Haakim) Ibnu Hajar berkata : Hadits ini shohih. Dan membatalkan
puasa (ifthar) bersifat umum mencakup jima’ dan selainnya.
2. Tidak ada dosa baginya karena makan dan minumnya sebab dia tidak memiliki kemampuan memilih
ketika itu.
3. Makna sabda Nabi sesungguhnya Allah lah yang memberikan makan dan meminuminya adalah pe
ristiwa itu terjadi bukan karena pilihan/ikhtiyar dan itu terjadi karena Allah mentakdirkannya dengan
sebab dia lupa akan puasa yang sedang dijalaninya (lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal.361-362, dengan perubahan)
Terlanjur Berjima’ Dengan Sengaja
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: Suatu saat kami duduk-duduk bersama Nabi shallal
lahu‘alaihi wasallam tiba-tiba seorang lelaki datang menemui beliau lalu mengatakan, “Wahai Rasulullah
binasalah hamba.” Beliau berkata, “Apa yang membuatmu binasa ?” atau beliau berkata “Apa yang terja
di padamu ?” Lelaki tadi berkata “Aku telah berhubungan dengan isteriku padahal aku dalam keadaan ber
puasa.” dalam suatu riwayat “Aku telah menggauli isteriku di bulan Ramadhan.” Rasulullah shallallahu‘a
laihi wasallam bertanya, “Apakah engkau memiliki budak untuk dimerdekakan ?” Dia menjawab, “Tidak.”
Beliau bertanya, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut ?” Dia menjawab, “Tidak.”
Beliau bertanya,“Apakah engkau memiliki makanan untuk memberi makan 60 orang miskin ?”Dia menja
wab, “Tidak.” Abu Hurairah berkata, “Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terdiam.” Dalam situasi
seperti itu Nabi pun mengambil keranjang berisi kurma. Kemudian beliau berkata, “Dimanakah orang yang
bertanya tadi ?” Diapun menjawab, “Saya.” Nabi bersabda, “Ambillah keranjang ini dan bersedekahlah de
ngannya.” Lelaki itu lalu bertanya, “Apakah kepada orang yang lebih miskin daripada saya wahai Rosul
ulloh ? Demi Allah, tidak ada satu keluargapun yang tinggal di antara dua batas kota (Madinah) ini yang
lebih miskin daripada keluarga saya.” Maka Nabi shallallahu‘alaihi wasallam tertawa hingga nampak gigi
taringnya, kemudian beliau bersabda, “Kalau begitu berilah makan keluargamu dengannya.” (Hadits riwa
yat Al Bukhari dalam kitab Shoum no. 1936, kitab Hibah no. 2600, kitab Nafaqoot no. 5368, kitab Adab no. 6087, kitab
Kafarotul Aimaan no. 6709, 6710, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1111, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2390, Ad
Daarimi dalam kitab Shoum II/11, At Tirmidzi dalam kitab Shoum no. 724, Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1671,
Ahmad dalam Musnad-nya II/241, 516)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits diatas adalah:
1. Berjima’ pada siang hari di bulan Ramadhan termasuk perbuatan dosa yang membinasakan, karena
Nabi shallallahu‘alaihi wasallam mendiamkan perkataan sipenanya “Binasalah hamba” seandainya
perkaranya tidak seberat itu niscaya beliau akan memberikan keringanan pada perkara itu.
2. Orang yang berjima’ dengan sengaja wajib membayar kafaroh yang ditentukan secara urut ; memer
dekakan seorang budak, jika tidak mampu maka berpuasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu
maka memberi makan kepada 60 orang miskin.
3. Kafarah tetap tidak gugur meskipun keadaan sipelanggar dalam kesulitan, karena Nabi tidak menggu
gur kan kafarah akibat kemiskinannya, dan hadits ini sama sekali tidak mengandung pengguguran ka
farah.
4. Bolehnya orang lain membayarkan kafarah meskipun dia adalah orang asing/tidak memiliki hubung
an mahram.
5. Boleh baginya (si pelanggar) makan dari sedekah tersebut dan memberi makan dengannya kepada ke
luarganya selama sedekah itu dikeluarkan oleh orang lain.
6. Zhahir hadits menunjukkan bahwasanya tidak ada pembedaan budak yang dimerdekakan apakah mu
slim atau kafir, inilah yang dipegang oleh para pengikut Imam Abu Hanifah. Akan tetapi yang benar
adalah pendapat jumhur yang mengharuskan budak tersebut mukmin, hadits ini ditaqyid dengan
nash nash lain yang menyebutkan kafarah pembunuhan, karena didalamnya disebutkan budak yang
beriman.
7. Kebagusan akhlaq Rosululloh shollallohu‘alaihi wasallam dan kemurahan beliau dimana kedatang
an lelaki ini dalam keadaan bergetar ketakutan kemudian pulang dalam keadaan gembira dengan
mem bawa makanan untuk keluarganya.
8. Barangsiapa yang bergelimang dengan kemaksiatan yang banyak sekali kemudian datang dengan ber
taubat dan penuh penyesalan maka dia tidak menanggung dosa (lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal. 365-366
dengan sedikit perubahan).
Penyusun: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
________ooOoo________

Puasa Menahan Diri Demi Menggapai Ridha Illahi (4)


Kategori: Fiqh dan Muamalah, Ramadhan // 24 Agustus 2008
Berpuasa Ketika Safar/Bepergian
Dari ‘Aisyah radhiyallahu‘anha bahwasanya Hamzah bin‘Amr Al Aslami pernah bertanya kepada Nabi sha
llallahu‘alaihi wasallam: Apakah saya boleh berpuasa sewaktu safar ? (Beliau adalah orang yang banyak
berpuasa) Nabi menjawab, “Jika kamu mau berpuasalah dan jika kamu mau maka berbukalah.” (Hadits ri
wayat Al Bukhari dalam kitab Shoum no.1943, Muslim dalam kitab Shiyaam no.1121, Malik dalam kitab Shi yaam I/295, Ad
Daarimi dalam kitab Shoum II/9, Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1662, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2042)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Ada keringanan untuk berbuka dalam kondisi safar, karena pada kondisi itu terdapat kesukaran.
2. Boleh memilih antara puasa atau berbuka bagi orang yang punya kekuatan untuk berpuasa, yang di
maksud dalam hadits ini adalah puasa Ramadhan sebagaimana dijelaskan dalam riwayat lain yang
dibawakan oleh Imam Abu Dawud dan Al Haakim (lihat Taisirul ‘Allaam Juz 1 hal. 368-369).
Dari Anas bin Maalik radhiyallahu‘anhu beliau mengatakan: “Dahulu kami pernah bersafar bersama Ra
sulullah shallallahu‘alaihi wasallam, orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka dan orang
yang berbuka (juga) tidak mencela orang yang berpuasa.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no.
1947, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1118, Maalik dalam Al Muwaththo’ kitab Shiyaam I/295, Abu Dawud dalam kitab
Shoum no. 2405)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Bolehnya berbuka ketika safar.
2. Nabi mentaqrir (mendiamkan) perbuatan para sahabat yang berpuasa dan yang berbuka dalam kondi
si safar, ini menunjukkan keduanya boleh dikerjakan (lihat Taisirul ‘Allaam Juz 1 hal. 370)
Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: “Kami pernah bepergian bersama Rasulullah
shalalla hu‘alaihi wasallam pada bulan Ramadhan dalam keadaan udara yang sangat panas, sampai-
sampai salah seorang diantara kami meletakkan tangannya diatas kepalanya karena panas yang sangat
menyengat, dianta ra kami tidak ada yang berpuasa kecuali Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam dan
Abdullah bin Rawahah .” (Hadits riwayat Al Bukhari dalam kitab Shaum no. 1945, Muslim dalam kitab Shiyaam no.
1122, Abu Dawud dalam kitab Shaum no. 2409 dan Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1663)
Bukan Termasuk Kebaikan Berpuasa Ketika Safar (?)
Dari Jaabir bin Abdullah radhiyallahu’anhu beliau berkata: Dahulu Rasulullah shallallahu‘alaihi wasal
lam pernah bersafar, maka beliaupun melihat segerombolan orang dengan seorang lelaki yang diberi nau
ngan di atasnya, maka beliaupun bertanya,“Apa ini ?” Mereka menjawab “Orang yang sedang berpuasa.”
Beliau bersabda, “Berpuasa di saat safar bukan termasuk kebaikan.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam ki tab
Shoum no. 1946, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1115, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2407, An Nasaa’i dalam kitab
Shiyaam IV/175, Ad Daarimi dalam kitab Shoum II/9, Ahmad dalam Musnad-nya III/ 299, 317, 319, 399)
Dan dalam satu lafazh Muslim, “Ambillah rukhshah dari Allah yang telah dianugerahkan-Nya kepada kalian”
(Hadits riwayat Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1115).
Faedah yang bisa dipetik dari hadits diatas adalah:
1. Bolehnya berpuasa ketika safar dan bolehnya mengambil rukhshah yaitu dengan berbuka.
2. Berpuasa di waktu bersafar bukan kebaikan tetapi tetap sah dan sekedar menggugurkan kewajiban.
3. Yang lebih utama adalah mengambil rukhshah dari Allah yang telah ditetapkan-Nya untuk meringan
kan hamba-hamba-Nya (lihat Taisirul ‘Allaam Juz 1 hal. 371).
Meraih Pahala Lebih Dengan Berbuka
Dari Anas bin Maalik radhiyallahu‘anhu beliau berkata: Dahulu kami bersama Rosulullah shallallahu‘alai
ihi wa sallam dalam suatu perjalanan/safar di antara kami ada yang berpuasa dan ada yang berbuka. Anas
berkata: Kemudian kamipun singgah disuatu tempat dalam suasana siang yang begitu terik. Orang yang
me miliki kain dialah yang bisa berteduh lebih baik dan diantara kami ada yang melindungi (kepalanya)
dari te riknya panas matahari hanya dengan tangan. Anas berkata: Maka para sahabat yang berpuasa
menjadi le mah sedangkan para sahabat yang berbuka tetap dapat bekerja sehingga mereka dapat
mendirikan tenda dan memberi minum binatang kendaraan. Maka Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam
bersabda, “Pada hari ini, orang-orang yang berbuka berangkat dengan mendapatkan ganjaran pahala.”
(Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Jihad no. 2890, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1119)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Boleh berbuka atau tetap puasa ketika bersafar, karena Nabi shallallahu‘alaihi wasallam tidak menging
kari kedua kelompok sahabat dalam kondisinya masing-masing.
2. Keadaan duniawi para sahabat radhiyallahu‘anhum ketika itu yang cukup memprihatinkan, meskipun de
mikian hal itu tidak menghalangi mereka untuk menghadapi berbagai kesulitan dalam berjihad di jalan
Allah Ta’ala.
3. Keutamaan membantu saudara dan sanak keluarga, dan itu merupakan bagian dari agama dan sikap ksa
tria yang telah diterapkan lebih dahulu oleh generasi terbaik ummat ini, amat berbeda dengan perilaku ke
banyakan orang yang sok tinggi lagi menyombongkan diri.
4. Berbuka ketika safar lebih utama, apalagi jika dibarengi dengan munculnya kemaslahatan berupa memper
kuat diri demi menghadapi musuh atau semacamnya. Karena dalam kondisi seperti itu manfaat hanya bi
sa dipetik oleh orang yang puasa, sedangkan orang yang berbuka dapat memberikan manfaat lebih kepa
da orang lain. Dari sisi inilah alasan kenapa berbuka itu lebih utama.
5. Islam mendorong manusia agar giat bekerja dan meninggalkan kemalasan.Islam memberikan bagian pahala
yang besar bagi orang yang giat bekerja serta mengutamakan dirinya daripada orang yang terputus dari
kegiatannya dengan alasan beribadah (lihat Taisirul ‘Allaam hal. 374-375).
Menunda Qadha’ Sampai Sya’ban
Dari ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha beliau berkata: “Dahulu aku memiliki hutang puasa Ramadhan, akan teta
pi aku tidak bisa mengqadha’nya kecuali dibulan Sya’ban.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum
no.1950, Muslim dalam kitab Shiyaam no.1146, Maalik dalam Al Muwaththo’ dalam kitab Shiyaam,Abu Da wud dalam kitab
Shoum no. 2399, At Tirmidzi dalam kitab Shoum no. 783, An Nasaa’i dalam kitab Shiyaam IV/191, Ibnu Maajah dalam kitab
Shiyaam no. 1669)
Dalam kitab Shahihnya Imam Muslim memberikan riwayat tambahan, Hal itu karena kedudukan Rasulullah
shallallahu‘alaihi wasallam (sebagai suamiku).
Faedah yang bisa dipetik dari hadits diatas adalah:
1. Bolehnya mengakhirkan qadha’ puasa Ramadhan sampai bulan Sya’ban selama ada alasan yang bisa
diterima
2. Yang lebih utama adalah menyegerakan qadha’ selama tidak ada hambatan, karena ‘Aisyah
menjelas kan apa yang menyebabkan beliau melakukan demikian.
3. Tidak boleh menunda qadha’ hingga melampaui bulan Ramadhan sesudahnya.
4. Keluhuran budi yang dicontohkan oleh ‘Aisyah (dalam perannya sebagai isteri), semoga Allah
menganu gerahkan kepada kaum wanita kita kemampuan untuk meneladaninya (lihat Taisirul ‘Allaam hal.
376).
Hutang Puasa Orang yang Mati
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Barangsiapa
yang meninggal dan punya hutang puasa maka walinya yang membayar puasanya.” (Hadits riwayat Al Bu
khori dalam kitab Shaum no. 1952, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1147, Abu Dawud dalam kitab Shaum no. 2400)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Zhahir hadits ini menunjukkan wajibnya mengqadha’ puasa si mayit, sama saja apakah puasa nadzar
atau puasa yang secara asalnya wajib menurut syari’at (puasa Ramadhan), ini menyelisihi pendapat Imam
Abu Dawud yang menganggap hal itu hanya berlaku untuk puasa nadzar saja.
2. Orang yang menanggung hutang puasa adalah walinya yaitu orang yang akan mendapat bagian
warisan apabila dia meninggal (lihat Taisirul ‘Allaam hal. 377).
Dari Abdulloh bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata: Seorang lelaki datang kepada Nabi shallal
lahu‘alaihi wasallam kemudian mengatakan, “Wahai Rasulullah sesungguhnya ibuku telah meninggal dan
dia memiliki hutang puasa sebulan apakah aku harus mengqadha’ puasa itu baginya ?” Beliau menjawab,
“Seandainya ibumu punya hutang, apakah engkau akan membayarkannya ?” Dia menjawab, “Iya” Beliau
bersabda, “Kalau begitu maka hutang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan.” (Hadits riwayat Al Bu
khori di dalam kitab Shoum no. 1953 dan Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1148)
Dalam riwayat yang lain dikisahkan bahwa suatu saat ada seorang perempuan yang datang menemui Nabi
shallallahu‘alaihi wasallam kemudian mengatakan:“Wahai Rasulullah sesungguhnya ibuku telah mening
gal dan dia memiliki hutang puasa nadzar apakah saya harus berpuasa menggantikannya ?” Beliau bersab
da, “Bagaimana menurutmu seandainya ibumu memiliki hutang kemudian kamu membayarkannya, apakah
hal itu bisa menunaikan hutangnya ?” Dia menjawab,“Iya” Beliau bersabda,“Maka berpuasalah untuk ibu
mu.” (Hadits riwayat Muslim dalam kitab Shiyaam no.1148, 156)
Faedah yang bisa dipetik dari dua hadits di atas adalah:
1. Riwayat yang pertama menunjukkan bahwa hutang puasa mayit baik karena nadzar atau puasa wajib (Ra
madhan -pent) ditunaikan/diqadha’.
2. Riwayat yang kedua menunjukkan bahwa puasa yang ditunaikan hutangnya bagi si mayit adalah puasa na
dzar.
3. Zhahir dari kedua hadits diatas menunjukkan kisah yang berbeda, yang satu terjadi pada seorang lelaki dan
yang satunya terjadi pada seorang perempuan. Maka kandungan hukum keduanya dibiarkan sendiri-sendi
ri, riwayat yang pertama tidak disempitkan maknanya oleh riwayat yang kedua, jadi hukumnya tetap ber
laku sebagaimana keumuman riwayat yang pertama (yaitu hutang puasa yang harus diqodho’ adalah puasa
wajib, baik karena nadzar atau puasa Ramadhan-pent).
4. Alasan ditunaikannya tanggungan si mayit yang terdapat di dalam hadits ini berlaku secara umum dalam
masalah tanggungannya kepada Allah, hutang piutang dengan sesama makhluk, kewajiban karena nadzar
serta kewajiban lain yang pada asalnya memang diwajibkan oleh syari’at, maka semuanya harus ditu
naikan (diqadha’) bagi si mayit. Pendapat ini disampaikan oleh Syaikh Abdurrahman Alu Sa’di menukil
dari Syaikhul Islam Taqiyuddin Ibnu Taimiyah rohimahumalloh.
5. Didalam hadits tersebut terkandung penetapan tentang keabsahan dalil qiyas/analogi yang merupakan salah
satu pokok yang dipegang oleh Jumhur ulama’ dalam menyimpulkan dalil. Nabi shallallahu‘alaihi wasal
lam telah memberikan permisalan bagi mereka berdua (lelaki dan perempuan yang bertanya -pent) dengan
permisalan yang sudah disepakati oleh mereka agar memudahkan pemahaman dan supaya hal itu semakin
mudah dicerna oleh pikiran mereka, karena sesungguhnya menyerupakan sesuatu yang jauh (agak sulit di
jangkau) dengan sesuatu yang dekat (mudah dipahami) akan mempermudah pemahaman dan pengertian.
6. Dalam sabda Nabi “Hutang Allah lebih berhak untuk ditunaikan.” terkandung dasar hukum didahulukan
nya zakat dan hak-hak Allah dalam hal harta apabila hak-hak-Nya dan hak-hak anak Adam saling berben
turan pada harta yang ditinggalkan oleh orang yang mati. Tapi ada juga yang berpendapat bahwa hak-hak
tersebut disamaratakan (lihat Taisirul ‘Allaam juz I, hal. 380-381).
Larangan Puasa Wishol (Bersambung)
Dari Abdulloh bin ‘Umar radhiyallahu‘anhuma beliau berkata: Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam me
larang puasa wishal. Mereka (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya anda juga menger
jakan wishal.” beliau bersabda,“Sesungguhnya keadaanku tidak sebagaimana kalian,aku diberi makan dan
diberi minum.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shaum no.1962, Muslim dalam kitab Shiyaam 1102, Maalik
dalam Al Muwaththo’ di kitab Shiyaam, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2320)
Dan dalam riwayat Bukhari dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu Nabi bersabda, “Barangsiapa di
antara kalian ingin wishal maka hendaklah dia wishol (tidak berbuka) sampai waktu sahur .”(Hadits riwa yat
Al Bukhori no.1963 dalam kitab Shoum,Abu Dawud dalam kitab Shoum no.2361,Ad Daarimi II/8 dalam kitab Shoum dan
Ahmad dalam Musnad-nya III/87)
Al Imam An Nawawi menerangkan bahwa yang dimaksud dengan wishol adalah: berpuasa selama dua hari
dan seterusnya tanpa sedikitpun makan dan minum dalam rentang waktu tersebut (lihat Syarah Muslim Jilid IV
hal. 434)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Diharamkannya puasa wishal.
2. Wishol boleh dikerjakan bagi orang yang mampu melakukannya sampai waktu sahur dan meninggalkannya
itu lebih utama.
3. Kasih sayang Pembuat syari’at Yang Maha bijaksana yang amat menyayangi ummat ini dalam bentuk peng
haraman segala sesuatu yang membahayakan diri mereka.
4. Larangan berlebih-lebihan/melampaui batas dalam beragama, karena sesungguhnya syari’at ini adalah sya
ri’at yang lapang dan penuh keseimbangan, dengan menunaikanhak kepada Rabb dan juga menunaikan
hak badan. Sesungguhnya kewajiban-kewajiban syari’at itu dibebankan demi mencapai kemaslahatan
yang nantinya akan kembali kepada hamba itu sendiri, baik dari sisi diniyah maupun duniawiyah. Dan
karena perhatian Pembuat syari’at terhadap maslahat tersebut maka hal itu menjadi faktor pendorong
pembebanan kewajiban kepada hamba.
5. Puasa wishal merupakan salah satu kekhususan Nabi shallallahu‘alaihi wasallam karena hanya beliaulah
yang benar-benar sanggup untuk melaksanakannya dan tidak ada seorangpun yang bisa mencapai keada
an sebagaimana yang dimiliki beliau.
6. Makna ungkapan Nabi shallallahu‘alaihi wasallam diberi makan dan minum dalam hadits ini artinya be
liau dianugerahi kelezatan bermunajat kepada Allah dan kegembiraan jiwa yang amat besar yang meliputi
dirinya sebab keinginan berjumpa dengan Dzat yang paling dicintainya. Banyak bukti pada manusia yang
menguatkan pendapat ini, dan kenikmatan seperti hanya bisa dicapai oleh Kekasih Ar Rahman dan orang
yang paling dicintai-Nya yaitu Muhammad shalawaatullaahi wa salaamuhu‘alaihi dan tidak ada seorang
pun yang bisa mengejar beliau dalam perkara ini [akan tetapi makna diberi makan dan minum dalam ha
dits ini yang lebih tepat Wallahu a'lam adalah sebagaimana dikata kan Imam An Nawawi, artinya: Allah
menganugerahkan kepada beliau kekuatan sebagaimana orang yang makan dan minum (lihat Syarah
Muslim Juz IV hal. 435)].
7. Tenggelamnya matahari adalah waktu untuk berbuka puasa. Dan orang yang berpuasa tidaklah dihukumi
sudah berbuka dengan masuknya waktu berbuka -sebagaimana sudah dijelaskan didepan-, kalau tidak de
mikian niscaya tidak ada artinya wishal sebab secara otomatis ketika matahari tenggelam dia telah dihu
kumi berbuka karena sudah masuk waktunya.
8. Di dalam hadits ini terkandung kekhususan yang hanya dimiliki Nabi shallallahu‘alaihi wasallam yang
merupakan pengecualian terhadap (keumuman dalil-pent) firman Allah Ta’ala yang artinya,“Sungguh
telah ada teladan yang baik bagimu pada diri Rasulullah.” (QS. Al Ahzaab: 21) (Taisirul ‘Al laam juz I hal. 386).
Puasa Dawud
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu‘alaihi wasa
llam diberitahu bahwasanya aku pernah berkata,“Demi Allah, sungguh aku akan berpuasa sepanjang
siang dan dan sholat malam sepanjang hidupku.” Maka Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apa kah benar kamu yang mengucapkan itu?”Maka akupun menjawab,“Benar, ayah dan ibuku sebagai
tebusan nya aku memang benar-benar telah mengatakannya.”Beliau bersabda,“Sesungguhnya kamu tidak
akan sang gup melaksanakannya maka berpuasa dan juga berbukalah, tidur dan sholat malamlah, dan
berpuasalah 3 hari disetiap bulan, karena satu kebaikan itu dilipatkan pahalanya senilai 10 kebaikan dan
itu sudah seper ti puasa sepanjang masa/puasa Dahr.”Aku berkata,“Sesungguhnya saya mampu lebih dari
itu.” Beliau ber sabda,“Kalau begitu maka puasalah sehari dan tidak puasa 2 hari.”Aku berkata
“Sesungguhnya saya mam pu lebih dari itu.” Beliau bersabda, “Kalau begitu maka puasalah sehari dan
tidak berpuasa sehari Itulah puasa Nabi Dawud ‘alaihis salam dan itu merupakan puasa yang paling
utama.”Maka akupun mengatakan “Sesungguhnya saya mampu melakukan yang lebih utama dari
itu”Beliau bersabda,“Tidak ada lagi (puasa) yang lebih utama darinya.” (HR Al Bukhori dalam kitab Shoum
no.1976, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1159)
Dalam riwayat lain beliau bersabda, “Tidak ada puasa yang boleh dikerjakan melebihi puasa saudaraku Da
wud‘alaihis salam selama separoh masa, maka berpuasalah sehari dan tidak berpuasa sehari.” (Hadits riwa
yat Al Bukhari dalam kitab Shoum no. 1979 dan no. 6277 dalam kitab Isti’dzan)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Keinginan kuat yang dimiliki Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash dalam melakukan kebaikan dan kekuatan
beliau dalam melakukannya, sampai-sampai beliau bersumpah untuk mengerjakan puasa sepanjang masa
dan sholat sepanjang malam.
2. Nabi shallallahu‘alaihi wasallam mengetahui kapasitas kemampuan dalam mengerjakan amalan dan dam
paknya, sehingga beliau bisa mengabarkan kepada Abdullah bin‘Amr bahwasanya dia tidak akan mampu
melakukannya, ini artinya hal itu akan memberatkan dirinya dan itu benar-benar dialaminya kemudian.
3. Nabi shallallahu‘alaihi w sallam menentukan amalan berdasarkan kemampuan pelakunya. Pada awalnya
beliau membatasi Abdullah bin ‘Amr untuk mengerjakan puasa 3 hari dalam setiap bulan dan ketika dia
meminta tambahan beliau melihat didalam dirinya terdapat keinginan yang kuat dan kemampuan sehing
ga beliau memerintahkan, “Berpuasalah sehari dan tidak berpuasalah 2 hari.” Kemudian ketika dia me
nampakkan keinginannya yang amat kuat dan meminta tambahan lagi maka beliau menunjukkan kepada
nya amalan puasa yang paling utama, beliau bersabda,“Maka berpuasalah sehari dan tidak berpuasa sehari.”
4. Batasan maksimal puasa yang paling utama adalah sehari puasa dan sehari tidak berpuasa, itulah puasa
yang dilakukan Nabi Dawud ‘alaihis salaam.
5. Makruhnya puasa sepanjang masa (puasa Dahr) karena amalan itu menyimpang dari sabda Nabi‘alaihi
shalaatu wasalaam dalam sebuah hadits, “Tidak sah puasanya orang yang berpuasa selamanya.”
6. Kelapangan syari’at ini yang didalamnya tindakan berlebihan dan melampaui batas dibenci, sebab aturan
syari’at menuntut adanya kemudahan dan kelapangan,karena hal itu lebih menggiatkan amalan dan lebih
bisa dikerjakan secara kontinyu (lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal. 388).
Penyusun: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
________ooOoo________

Puasa Menahan Diri Demi Menggapai Ridha Illahi (5)


Kategori: Fiqh dan Muamalah, Ramadhan // 24 Agustus 2008
Puasa dan Shalat yang Paling Dicintai Allah
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu‘alaihi wasa
llam bersabda, “Sesungguhnya puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Dawud dan shalat yang pa
ling dicintai Allah adalah shalatnya Dawud; beliau itu tidur setengah malam dan bangun disepertiga sesu
dahnya lalu tidur seperenam malam sisanya, dan beliau senantiasa berpuasa sehari dan tidak berpuasa se
hari.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Tahajjud no. 1131 dan dalam kitab Ahaaditsul Anbiyaa’ no. 3402, Muslim
dalam kitab Shiyaam 1159, 189, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2448, Ad Daarimi II/20 dalam kitab Shoum, Ibnu
Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1712 dan Ahmad dalam Musnad-nya II/160)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Sehari berpuasa dan sehari berbuka merupakan amalan puasa yang paling utama karena didalamnya sudah
menyamai puasa Dahr.
2. Tidur di setengah malam pertama, kemudian bangun untuk sholat disepertiga sesudahnya, lalu tidur seper
enam sisanya merupakan tata cara sholat malam yang paling utama karena pada cara ini tubuh dipenuhi ke
butuhannya untuk beristirahat terlebih dulu kemudian bangun malam diwaktu-waktu tu runnya Allah ke
langit dunia lalu tidur seperenam sisanya supaya tubuh lebih segar dalam melakukan sholat shubuh dan
untuk berdzikir sesudahnya.
3. Ibadah itu penuh keseimbangan dan keadilan, sehingga tidak boleh lalai dari beribadah kepada-Nya dan
juga tidak boleh berlebih-lebihan dalam mengerjakannya, karena Robbmu itu memiliki hak atasmu, demi
kian juga keluargamu maka tunaikanlah setiap hak kepada pemiliknya.
4. Allah Tabaaraka wa Ta’aala telah menyediakan berbagai macam ibadah bagimu, apabila kamu terlalu mem
forsir diri hanya pada salah satunya bisa saja menyebabkan yang lainnya tertinggal, maka sudah semesti
nya kamu sisakan kekuatan untuk mengerjakan yang lainnya. Kebiasaan yang berjalan pada manusia se
perti bergaul dengan keluarga, mengunjungi sahabat-sahabat, mencari rizki, berbincang bincang dengan
anak-anak, tidur; itu semua bisa bernilai ibadah apabila diniatkan untuk meraih pahala dan menunaikan hak
-hak sesama. Jadi keutamaan yang Allah sediakan amatlah luas dan kebaikan-Nya amatlah agung. (lihat
Taisirul ‘Allaam Juz I hal. 388).
Puasa 3 Hari Setiap Bulan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu beliau berkata: “Kekasihku shallallahu‘alaihi wasallam mewasiat
kan kepadaku dengan tiga perkara: Puasa 3 hari setiap bulan, shalat 2 rokaat Dhuha dan shalat witir sebe
lum tidur.” (Hadits riwayat Al Bukhari di kitab Shaum no. 1981, kitab Tahajud no. 1178, Muslim dalam ki tab Sholatul
Musafirin no. 721, Abu Dawud dalam kitab Sholat no. 1432, Ad Daarimi dalam kitab Sholat I/339, II/18,19 di kitab Shaum,
Ahmad dalam Musnad-nya II/258, 271, 277, 402, 459, 497, 526)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Disunnahkan puasa tiga hari setiap bulan, yaitu pada tanggal 13, 14 dan 15 sebagaimana ditunjukkan dalam
hadits Qatadah bin Malhan yang diriwayatkan oleh Ahlu Sunan, beliau mengatakan: Dahulu Rasulullah
shallallahu‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk puasa pada hari-hari putih yaitu pada tanggal
13, 14 dan 15, dan beliau mengatakan “Puasa ini setara dengan puasa sepanjang masa.”
2. Disunnahkan melakukan sholat Dhuha serta sering-sering melakukannya bagi orang yang tidak kuat bangun
shalat malam agar dia tidak kehilangan shalat (sunnah) siang dan malam sekaligus.
3. Mengerjakan witir sebelum tidur bagi orang yang berdasarkan perkiraan kuat tidak kuat untuk bangun di
akhir malam, adapun orang yang merasa kuat untuk bangun diakhir malam hendaknya dia mengerjakan di
akhir malam dan apabila luput darinya karena tidur atau lupa disunnahkan untuk meng qodho’nya.
4. Tiga hukum yang disebutkan dalam hadits ini termasuk wasiat Nabi yang sangat berharga yang sudah se
mestinya diperhatikan dan bersemangat dalam mengerjakannya, sebab mengandung manfaat yang amat
besar dan kedudukannya sangat mulia (lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal 390).
Larangan Puasa di hari Jum’at
Dari Muhammad bin ‘Abbaad bin Ja’far beliau mengatakan:“Aku pernah bertanya kepada Jabir bin ‘Abdil
lah: ‘Apakah Nabi shallallahu‘alihi wasallam melarang puasa dihari Jum’at?’ Dia menjawab: ‘Ya.’” (Ha
dits riwayat Al Bukhari dalam kitab Shoum no. 1984, Muslim dalam kitab Shiyam no. 1143)
Imam Muslim memberikan tambahan riwayat: “(ya) Demi Rabb ka’bah.”
Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu beliau bekata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu‘alaihi
wasallam bersabda, “Janganlah salah seorang diantara kalian berpuasa dihari Jum’at, kecuali sehari sebe
lum atau sesudahnya berpuasa.” (Hadits riwayat Al Bukhari dalam kitab Shaum no. 1985, Muslim dalam kitab
Shiyaam no. 1144, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2420, At Tirmidzi dalam kitab Shoum no. 743, Ibnu Maajah di kitab
Shiyam no. 1723)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Larangan mengerjakan puasa di hari Jum’at saja.
2. Hal itu boleh dilakukan apabila diiringi puasa sehari sebelum atau sesudahnya, atau karena bertepatan de
ngan puasa yang sudah biasa dikerjakan (misal Puasa Dawud, pent).
3. Larangan puasa didalam hadits ini dibawa menuju hukum makruh li tanzih (bukan haram) karena Nabi sha
llallahu‘alaihi wasallam pernah berpuasa pada hari itu dalam rangkaian puasa yang biasa beliau lakukan.
Beliau memberikan keringanan bolehnya berpuasa pada hari itu apabila diiringi dengan puasa sehari sebe
lum atau sesudahnya, seandainya larangan ini dibawa kehukum haram niscaya tidak boleh puasa dihari itu
sebagai mana haramnya berpuasa di hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (lihat Taisirul’Allaam juz I hal. 391).
Larangan Puasa di Hari Raya
Dari Abu ‘Ubaid maula Ibnu Azhar yang bernama Sa’ad bin ‘Ubaid, beliau berkata: “Aku pernah mengha
diri hari raya bersama ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu‘anhu dan beliau berkata dalam khatbahnya:
Dua hari raya ini dilarang oleh Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam untuk mengerjakan puasa, yaitu
hari kalian ber idul fithri dan hari kalian menyembelih kurban.” (Hadits riwayat Al Bukhari dalam kitab Shaum
no. 1990, kitab Al Adhaahi no. 5571, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1137, Abu Dawud no. 2416, At Tirmidzi dalam kitab
Shoum no. 771, Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1772)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Diharamkan berpuasa pada hari raya Idul Fithri dan Idul Adha.
2. Puasa pada dua hari itu tidak dianggap sebagai puasa sehingga hukumnya tidak sah apabila dilakukan, sa
ma saja apakah karena qadha’ atau puasa sunnah, atau puasa nadzar.
3. Hikmah larangan puasa pada hari itu adalah sebagaimana yang diisyaratkan dalam hadits: masuknya
4. Idul Fithri adalah tanda berakhirnya bulan Ramadhan maka hendaknya dibedakan dan supaya diketahui
batas puasa wajib dengan merayakan Idul Fithri. Demikian pula beliau melarang puasa sehari atau dua ha
ri sebelum Ramadhan dalam rangka membedakan bulan puasa ini dengan bulan-bulan yang lainnya.
5. Disunnahkan bagi khothib mengingatkan hukum-hukum yang terkait dengan kondisi pada saat dia berbica
ra dan hendaknya dia berusaha memilih tema-tema yang bersesuaian (Lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal. 392).
Balasan Bagi Orang yang Berpuasa Ketika Berjihad Fii Sabiilillaah
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam pernah
bersabda, “Barangsiapa berpuasa sehari ketika berjihad dijalan Allah niscaya Allah akan menjauhkan wa
jahnya dari api neraka sejauh perjalanan 70 tahun.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Jihad no.2840, Muslim
dalam kitab Shiyaam 128,1153, At Tirmidzi dalam kitab Fadhaailul Jihad no. 1623, An Nasaa’i dalam kitab Shiyaam IV/173,
Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1717)
Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
1. Keutamaan berpuasa ditengah suasana jihad fii sabiilillaah serta pahala agung yang akan diberikan atasnya.
2. Disunnahkannya berpuasa ketika jihad dengan syarat tidak melemahkan kekuatan berjihad, apabila berpu
asa justru membuatnya lemah maka disunnahkan baginya meninggalkan puasa karena jihad termasuk mas
lahat umum yang lebih luas cakupannya adapun puasa maslahatnya hanya terbatas pada diri orang yang
berpuasa, karena semakin luas kemaslahatan yang terkandung dalam suatu ibadah maka itulah yang lebih
utama (lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal. 394).
Demikianlah beberapa buah hadits yang berkenaan dengan ibadah puasa beserta faedah-faedah yang bisa di
petik darinya. Semoga bermanfaat. Alhamdulillaahilladzii bi ni’matihi tatimmu shalihaat.
Departemen Ilmiah Divisi Bimbingan Masyarakat Lembaga Bimbingan Islam Al Atsary Jogjakarta
Penyusun: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
________ooOoo________

Keutamaan Puasa
Kategori: Ramadhan // 18 Juli 2010

Kaum muslimin yang semoga yang dimuliakan oleh Allah ta’ala, bulan ramadan adalah bulan yang penuh de
ngan barakah, bulan dimana segala kebaikan yang banyak terdapat disana, berikut ini kami akan memapar
kan beberapa keutamaan bagi seorang muslim yang berpuasa pada bulan tersebut.
Banyak sekali ayat-ayat yang tegas dan jelas dalam Al-Qur’an yang memberikan anjuran untuk melaksana
kan puasa sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan juga Allah ta’ala telah menjelaskan keu
tamaan-keutamaannya, seperti firman-Nya:
‫ت‬ ِ ‫ت َو ْالخَا ِش ِعينَ َو ْالخ‬
ِ ‫َاش َعا‬ ِ ‫ت َوالصَّابِ ِرينَ َوالصَّابِ َرا‬ِ ‫ت َوالصَّا ِدقِينَ َوالصَّا ِدقَا‬ ِ ‫ت َو ْالقَانِتِينَ َو ْالقَانِتَا‬
ِ ‫ت َو ْال ُم ْؤ ِمنِينَ َو ْال ُم ْؤ ِمنَا‬ِ ‫إِ َّن ْال ُم ْسلِ ِمينَ َو ْال ُم ْسلِ َما‬
َ ‫هَّللا‬ َ
‫ت أ َع َّد ُ لَهُ ْم َم ْغفِ َرةً َوأجْ رًا‬ َّ ‫هَّللا‬ َّ
ِ ‫ت َوالذا ِك ِرينَ َ َكثِيرًا َوالذا ِك َرا‬ ْ ُ
ِ ‫ت َوال َحافِ ِظينَ فرُو َجهُ ْم َوال َحافِظَا‬ْ ِ ‫ت َوالصَّائِ ِمينَ َوالصَّائِ َما‬ َ َ‫ص ِّدقِينَ َو ْال ُمت‬
ِ ‫ص ِّدقَا‬ َ َ‫َو ْال ُمت‬
‫َع ِظي ًما‬
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan
perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan
yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa,laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perem
puan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala
yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)
Puasa Merupakan Perisai Bagi Seorang Muslim
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:
‫يا معشر الشباب من اسطاع منكم الباءة فاليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء‬
“Wahai sekalian para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mampu untuk menikah maka hendaknya
ia menikah, karena menikah dapat lebih menundukkan pandangan, dan lebih menjaga kehormatan. Barang
siapa yang belum mampu menikah maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah penjaga baginya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Maka pada hadits ini Rasulullah memerintahkan bagi orang yang telah kuat syahwatnya akan tetapi belum
mampu untuk menikah maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa dapat menjadi pemutus syahwat ini, ka
rena puasa menahan kuatnya anggota badan hingga badan bisa terkontrol menenangkan seluruh anggota ba
dan serta seluruh kekuatan (yang jelek) bisa di tahan hingga dapat melakukan ketaatan dan dibelenggu de
ngan kendali puasa.
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam juga bersabda:
‫ما من عبد يصوم يوما في سبيل هللا إال باعد هللا بذالك وجهه عن النار سبعين خريفا‬
“Tidaklah seorang hamba yang berpuasa di jalan Allah kecuali akan Allah jauhkan dia (karena puasanya)
dari neraka sejauh tujuh puluh musim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maksud sabda Rasulullah “70 musim” adalah perjalanan 70 tahun, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu
Hajar dalam Fathul Bari (6/48)
Dan Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:
‫ما من عبد يصوم يوما في سبيل هللا إال باعد هللا بذالك وجهه عن النار سبعين خريفا‬
“Barang siapa berpuasa satu hari di jalan Allah maka Allah akan menjadikan di antara neraka dan dirinya
parit yang jaraknya sejauh bumi dan langit.”
Maka hadits-hadits tersebut merupakan penjelasan tentang keutamaan berpuasa yang dilakukan karena
ikhlas mengharapkan wajah Allah ta’ala sesuai dengan petunjuk yang telah diterangkan oleh Rasulullah
shallallahu‘alaihi wasallam.
Puasa Bisa Memasukkan Seorang Hamba ke Dalam Surga
Puasa dapat menjauhkan seorang hamba dari neraka, yang berarti mendekatkannya menuju surga.
Seorang sahabat berkata kepada Rasulullah:
‫يا رسول هللا دلني على عمل أدخل به الجنة‬
“Wahai Rasulullah tunjukkan kepadaku suatu amalan yang bisa memasukkanku ke dalam surga.”
Rasulullah bersabda:
‫عليك باصوم ال مثل له‬
“Hendaklah engkau melaksanakan puasa karena tidak ada yang semisal dengannya.” (HR Nasaai, Ibnu Hibban
dan Al Hakim)
Pahala Orang yang Berpuasa Tidak Terbatas, Bau Mulutnya Lebih Wangi Daripada Wangi Kesturi dan Ia
Memiliki Dua Kebahagiaan
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:
ْ‫ث َواَل يَصْ خَبْ فَإ ِ ْن َسابَّهُ أَ َح ٌد أَوْ قَاتَلَهُ فَ ْليَقُل‬ْ ُ‫صوْ ِم أَ َح ِد ُك ْم فَاَل يَرْ ف‬ ِّ ‫ُكلُّ َع َم ِل ا ْب ِن آ َد َم لَهُ إِاَّل الصِّ يَا َم فَإِنَّهُ ِلي َوأَنَا أَجْ ِزي بِ ِه َوال‬
َ ‫صيَا ُم ُجنَّةٌ َوإِ َذا َكانَ يَوْ ُم‬
َ ْ ْ َ
َ َ َ َ ْ َ
ُ‫َان يَف َر ُحهُ َما إِذا أفط َر ف ِر َح َوإِذا لقِ َي َربَّه‬ْ َ
ِ ‫ك لِلصَّائِ ِم فرْ َحت‬ ِ ‫صائِ ٌم َوالَّ ِذي نَ ْفسُ ُم َح َّم ٍد بِيَ ِد ِه لَ ُخلُوفُ فَ ِم الصَّائِ ِم أطيَبُ ِعن َد ِ ِم ْن ِر‬
ِ ‫يح ال ِم ْس‬ ‫هَّللا‬ ْ َ ‫إِنِّي ا ْم ُر ٌؤ‬
َ ِ‫فَ ِر َح ب‬.
‫صوْ ِم ِه‬
“Semua amalan bani adam adalah untuknya kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan
membalasnya dan puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berka
ta keji dan berteriak-teriak. Jika ada orang yang mencacinya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah
ia mengatakan, ‘sesungguhnya aku sedang berpuasa’ Dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada ditangan-
Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum disisi Allah daripada bau misk. Orang
yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan, ia bergembira ketika berbuka, dan ia bergembira ketika
bertemu de ngan rabbnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
‫ الصيام لي وأنا أجزي به والحسنة بعشر أمثالها‬.‫يترك طعامه وشرابه وشهوته من أجلي‬
“Ia meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena puasa untuk-Ku dan aku yang akan membalasnya
dan kebaikan itu akan digandakan sepuluh kali lipatnya.” (HR. Bukhari)
‫ْف قَا َل هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل إِاَّل الصَّوْ َم فَإِنَّهُ لِي َوأَنَا‬
ٍ ‫ضع‬ِ ‫ضا َعفُ ْال َح َسنَةُ َع ْش ُر أَ ْمثَالِهَا إِلَى َسبْع ِمائَة‬
َ ُ‫ُكلُّ َع َم ِل اب ِْن آ َد َم ي‬
ْ ْ ْ
ِ ‫ع َش ْه َوتَهُ َوطَ َعا َمهُ ِم ْن أَجْ لِي لِلصَّائِ ِم فرْ َحتَا ِن فرْ َحة ِعن َد فِط ِر ِه َوفرْ َحة ِعن َد لِقا ِء َربِّ ِه َولخل فِي ِه أطيَبُ ِعن َد ِ ِمن ِر‬
‫ْك‬
ِ ‫يح ال ِمس‬ ْ ‫هَّللا‬ ْ َ ُ‫وف‬ ُ ُ َ َ ْ ٌ َ ْ ٌ َ َ ُ ‫أَجْ ِزي بِ ِه يَ َد‬
“Semua amalan bani adam akan dilipatgandakan, satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat hi
ngga 700 kali lipatnya, Allah ta’ala berfirman, ‘Kecuali puasa sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan aku
yang akan membalasnya, ia meninggalkan syahwat dan makannya karena aku, maka Aku yang akan
memba lasnya.’Dan bagi orang yang berpuasa mempunyai dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka
dan keba hagiaan ketika bertemu dengan Rabb-nya. Benar-benar mulut orang yang berpuasa disisi Allah
lebih harum daripada harumnya misk.” (HR. Muslim)
Puasa dan Al-Qur’an Akan Memberi Syafaat Kepada Ahlinya Pada Hari Kiamat
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:
‫ار فَ َشفِّ ْعنِي فِي ِه َويَقُو ُل ْالقُرْ آنُ َمنَ ْعتُهُ النَّوْ َم بِاللَّي ِْل‬ ِ ‫صيَا ُم أَيْ َربِّ َمنَ ْعتُهُ} الطَّ َعا َم َوال َّشهَ َوا‬
ِ َ‫ت بِالنَّه‬ ِّ ‫الصِّ يَا ُم َو ْالقُرْ آنُ يَ ْشفَ َعا ِن لِ ْل َع ْب ِد يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة يَقُو ُل ال‬
‫فَ َشفِّ ْعنِي فِي ِه قَا َل فَيُ َشفَّ َعا ِن‬
“Puasa dan Al-Qur’an akan memberikan syafaat pada hari kiamat. Puasa mengatakan ‘Wahai Rabbku,
aku menghalanginya dari makan dan syahwat pada siang hari maka berilah ia syafaat karenaku.’Al-Qur’an
pun berkata, ‘Aku menghalanginya dari tidur pada malam hari maka berilah ia syafaat karenanya.”
Rasulullah mengatakan, “Maka keduanya akan memberikan syafaat.” (HR. Ahmad, Hakim)
Puasa Sebagai Kaffarat (Penebus Dosa yang Pernah Dilakukan)
Di antara keutamaan puasa yang tidak ada dalam amalan lain adalah Allah menjadikannya sebagai kaffarat
bagi orang yang memotong rambut kepalanya (ketika haji) karena ada uzur sakit atau penyakit di kepalanya,
puasa juga dapat menjadi kaffarat bagi orang yang tidak mampu memberi kurban, kaffarat bagi pembunuh
orang kafir yang punya perjanjian karena tidak sengaja, juga sebagai kaffarat bagi orang yang membatalkan
sumpah atau yang membunuh binatang buruan di tanah haram dan sebagai kaffarat zhihar (mentalak istri).
Allah ta’ala berfirman:
‫ي َم ِحلَّهُ فَ َمن َكانَ ِمن ُكم َّم ِريضا ً أَوْ بِ ِه أَ ًذى ِّمن‬ ُ ‫وا ُرؤُو َس ُك ْم َحتَّى يَ ْبلُ َغ ْالهَ ْد‬ ْ ُ‫ي َوالَ تَحْ لِق‬ ِ ‫صرْ تُ ْم فَ َما ا ْستَ ْي َس َر ِمنَ ْالهَ ْد‬ ِ ْ‫وا ْال َح َّج َو ْال ُع ْم َرةَ هّلِل ِ فَإ ِ ْن أُح‬
ْ ‫َوأَتِ ُّم‬
ِّ‫صيَا ُم ثَالثَ ِة أَي ٍَّام فِي ْال َحج‬ِ َ‫ي فَ َمن لَّ ْم يَ ِج ْد ف‬ ِ ‫ُك فَإ ِ َذا أَ ِمنتُ ْم فَ َمن تَ َمتَّ َع بِ ْال ُع ْم َر ِة ِإلَى ْال َح ِّج فَ َما ا ْستَ ْي َس َر ِمنَ ْالهَ ْد‬ٍ ‫ص َدقَ ٍة أَوْ نُس‬َ ْ‫صيَ ٍام أَو‬ ِ ‫ر َّْأ ِس ِه فَفِ ْديَةٌ ِّمن‬
ِ ‫وا أَ َّن هّللا َ َش ِدي ُ}د ْال ِعقَا‬
‫ب‬ ْ ‫وا هّللا َ َوا ْعلَ ُم‬
ْ ُ‫ض ِري ْال َم ْس ِج ِد ْال َح َر ِام َواتَّق‬ ِ ‫ك لِ َمن لَّ ْم يَ ُك ْن أَ ْهلُهُ َحا‬ َ ِ‫ك َع َش َرةٌ َكا ِملَةٌ َذل‬َ ‫َو َس ْب َع ٍة إِ َذا َر َج ْعتُ ْم تِ ْل‬
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh a
tau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, se
belum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di
kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau ber
korban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji
(di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak
menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan
tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu
(kewajiban memba yar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil
Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekkah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 196)
‫ص َّدقُوا فَإ ِ ْن َكانَ ِم ْن قَوْ ٍم َعد ٍُّو لَ ُك ْم‬ َّ َ‫َو َما َكانَ لِ ُم ْؤ ِم ٍن أَ ْن يَ ْقتُ َل ُم ْؤ ِمنًا إِال َخطَأ ً َو َم ْن قَتَ َل ُم ْؤ ِمنًا َخطَأ ً فَتَحْ ِري ُر َرقَبَ ٍة ُم ْؤ ِمنَ ٍة َو ِديَةٌ ُم َسلَّ َمةٌ إِلَى أَ ْهلِ ِه إِال أَ ْن ي‬
ِ َ‫ق فَ ِديَةٌ ُم َسلَّ َمةٌ إِلَى أَ ْهلِ ِه َوتَحْ ِري ُر َرقَبَ ٍة ُم ْؤ ِمنَ ٍة فَ َم ْن لَ ْم يَ ِج ْد ف‬
‫صيَا ُم َشه َْري ِْن‬ ٌ ‫َوهُ َو ُم ْؤ ِم ٌن فَتَحْ ِري ُر َرقَبَ ٍة ُم ْؤ ِمنَ ٍة َوإِ ْن َكانَ ِم ْن قَوْ ٍم بَ ْينَ ُك ْم َوبَ ْينَهُ ْم ِميثَا‬
‫ُمتَتَابِ َع ْي ِ}ن تَوْ بَةً ِمنَ هَّللا ِ َو َكانَ هَّللا ُ َعلِي ًما َح ِكي ًما‬
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (ti
dak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan
seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbu
nuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang a
da perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang
di serahkan kepada keluarganya (siterbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-
turut untuk pene rimaan taubat dari pada Allah dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(QS An-Nisaa: 92)
ْ‫ط ِع ُمونَ أَ ْهلِي ُك ْم أَوْ ِكس َْوتُهُ ْم أَو‬ ْ ُ‫ط َعا ُم َع َش َر ِة َم َسا ِكينَ ِم ْن أَوْ َس ِط َما ت‬ ْ ِ‫ارتُهُ إ‬ َ َّ‫اخ ُذ ُك ُم هَّللا ُ بِاللَّ ْغ ِو فِي أَ ْي َمانِ ُك ْم َولَ ِك ْن يُؤَ ا ِخ ُذ ُك ْم بِ َما َعقَّ ْدتُ ُم األ ْي َمانَ فَ َكف‬ِ َ‫ال يُؤ‬
َ‫ك يُبَيِّنُ هَّللا ُ لَ ُك ْم آيَاتِ ِه لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬ َ ِ‫ك َكفَّا َرةُ أَ ْي َمانِ ُك ْم إِ َذا َحلَ ْفتُ ْم َواحْ فَظُوا أَ ْي َمانَ ُك ْم َك َذل‬َ ِ‫صيَا ُم ثَالثَ ِة أَي ٍَّام َذل‬
ِ َ ‫ف‬ ْ
‫د‬ ‫ج‬ ‫ي‬ ‫م‬ َ ‫ل‬
ِ َ ْ َ ٍَ َ ِ ْ
‫ن‬ ‫م‬َ ‫ف‬ ‫ة‬ ‫ب‬َ ‫ق‬‫ر‬ ‫ر‬
ُ ‫ي‬ ‫ر‬ ْ‫َح‬ ‫ت‬
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), te
tapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sum
pah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada
keluargamu,atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak
sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari, yang demikian itu adalah kaffarat
sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar), dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah
menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al-Maa-idah: 89)
ٌ‫ص ْي َد َوأَ ْنتُ ْم ُح ُر ٌم َو َم ْن قَتَلَهُ ِم ْن ُك ْم ُمتَ َع ِّمدًا فَ َجزَا ٌء ِم ْث ُل َما قَتَ َل ِمنَ النَّ َع ِم يَحْ ُك ُم بِ ِه َذ َوا َع ْد ٍل ِم ْن ُك ْم هَ ْديًا بَالِ َغ ْال َك ْعبَ ِة أَوْ َكفَّا َرة‬ َّ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ال تَ ْقتُلُوا ال‬
ُ
‫َزي ٌز ذو ا ْنتِقَ ٍام‬ ‫هَّللا‬ ‫هَّللا‬
ِ ‫ال أ ْم ِر ِه َعفَا ُ َع َّما َسلَفَ َو َم ْن عَا َد فَيَ ْنتَقِ ُم ُ ِم ْنهُ َو ُ ع‬ ‫هَّللا‬ َ َ َ‫ق َوب‬ ُ
َ ‫صيَا ًما لِيَذو‬ ِ ‫ك‬ َ ِ‫طَ َعا ُم َم َسا ِكينَ أَوْ َع ْد ُل َذل‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram.
Barang siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan bina
tang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil diantara ka
mu sebagai hadyu yang dibawa sampai ke Ka’bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi ma
kan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya Dia mera
sakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan Barang siapa yang
kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan
untuk) menyiksa.” (QS. Al-Maa-idah: 95)
‫)فَ َم ْن لَ ْم يَ ِج ْد‬٣( ‫َوالَّ ِذينَ يُظَا ِهرُونَ ِم ْن نِ َسائِ ِه ْم ثُ َّم يَعُو ُدونَ لِ َما قَالُوا فَتَحْ ِري ُر َرقَبَ ٍة ِم ْن قَ ْب ِل أَ ْن يَتَ َماسَّا َذلِ ُك ْم تُو َعظُونَ بِ ِه َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ خَ بِي ٌر‬
‫ك ِلتُ ْؤ ِمنُوا بِاهَّلل ِ َو َرسُولِ ِه َوتِ ْلكَ حُ دُو ُد هَّللا ِ َولِ ْل َكافِ ِرينَ َع َذابٌ أَلِي ٌم‬
َ ِ‫ط َعا ُم ِستِّينَ ِم ْس ِكينًا َذل‬ ْ ِ ‫صيَا ُم َش ْه َري ِْن ُمتَتَابِ َع ْي ِ}ن ِم ْن قَب ِْل أَ ْن يَتَ َماسَّا فَ َم ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَإ‬
ِ َ‫ف‬
“Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka
ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. De
mikianlah yang diajarkan kepada kamu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa
yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum kedua
nya bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi Makan enam puluh orang miskin
Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi
orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.” (QS. Al-Mujadilah: 3-4)
Demikian juga puasa dan shadaqah bisa menghapuskan musibah seseorang dari harta, keluarga dan anak
nya. Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:
.‫فتنة الرجل في أهله وماله وجاره تكفرها الصالة والصيام والصدقة‬
“Fitnah (musibah) seorang pria dalam keluarga (istrinya), harta dan tetangganya dapat dihapuskan dengan
shalat, puasa dan shadaqah.”
Orang yang Berpuasa Akan Mendapatkan Ar-Rayyan
‫ ال يدخل منه أحد غيرهم فإذا دخلوا أغلق فلم يدخل منه أحد [فإذا دخل آخرهم‬.‫ يدخل منه الصائمون يوم القيامة‬،‫إن في الجنة بابا يقال له الريان‬
.]‫أغلق ومن دخل شرب ومن شرب لم يظمأ أبدا‬
“Sesungguhnya dalam surga ada satu pintu yang di sebut dengan Ar-Rayyan. Orang-orang yang berpuasa a
kan memasuki pintu tersebut pada hari kiamat, tidak ada selain mereka yang akan memasukinya. Jika orang
terakhir yang berpuasa telah masuk kedalam pintu tersebut maka pintu tersebut akan tertutup. Barangsiapa
yang masuk, maka ia akan minum dan barangsiapa yang minum maka ia tidak akan haus untuk selamanya”
(HR Bukhari dan Muslim), tambahan lafaz yang ada dalam kurung merupakan riwayat Ibnu Khuzaimah dalam
Shahih-nya no. (1903)
Disarikan dari Shifatu Shaumin Nabiyyi Shallallahu ‘alaihi wa sallam fii Ramadhan
Penulis: Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly dan Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid
Penyusun: Abu Sa’id Satria Buana
Artikel www.muslim.or.id ________ooOoo________

Keutamaan Bulan Ramadhan


Kategori: Ramadhan // 17 Juli 2010

Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rasulillah wa‘ala aalihi wa shahbihi ajma’in.


Sebentar lagi kita akan menginjak bulan Ramadhan. Sudah saatnya kita mempersiapkan ilmu untuk menyo
ngsong bulan tersebut. Insya Allah, kesempatan kali ini dan selanjutnya, muslim.or.id mulai menampilkan
artikel-artikel seputar puasa Ramadhan. Semoga dengan persiapan ilmu ini, ibadah Ramadhan kita semakin
lebih baik dari sebelumnya.
Ramadhan adalah Bulan Diturunkannya Al Qur’an
Bulan ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan ini dipilih  sebagai bulan untuk berpuasa dan pada bulan
ini pula Al Qur’an diturunkan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
ُ َ‫ت ِمنَ ْالهُدَى َو ْالفُرْ قَا ِن فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ُم ال َّش ْه َر فَ ْلي‬
ُ‫ص ْمه‬ ِ َّ‫ضانَ الَّ ِذي أُ ْن ِز َل فِي ِه ْالقُرْ آَنُ هُدًى لِلن‬
ٍ ‫اس َوبَيِّنَا‬ َ ‫َش ْه ُر َر َم‬
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permula
an) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembe
da (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat ting
galnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185)
Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat yang mulia ini mengatakan, ”(Dalam ayat ini) Allah Ta
’ala memuji bulan puasa –yaitu bulan Ramadhan- dari bulan-bulan lainnya. Allah memuji demikian karena
bulan ini telah Allah pilih sebagai bulan diturunkannya Al Qur’an dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana pula
pada bulan Ramadhan ini Allah telah menurunkan kitab ilahiyah lainnya pada para Nabi ’alaihimus salam ” [1]
Setan-setan Dibelenggu, Pintu-pintu Neraka Ditutup dan Pintu-pintu Surga Dibuka Ketika Ramadhan Tiba
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
ِ ‫صفِّ َد‬
ُ‫ت ال َّشيَا ِطين‬ ِ َّ‫ت أَ ْب َوابُ الن‬
ُ ‫ار َو‬ ْ َ‫ت أَ ْب َوابُ ْال َجنَّ ِة َو ُغلِّق‬
ْ ‫ضانُ فُتِّ َح‬
َ ‫إِ َذا َجا َء َر َم‬
”Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.”[2]
Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Hadits di atas dapat bermakna, terbukanya pintu surga dan tertutupnya pintu
Jahannam dan terbelenggunya setan-setan sebagai tanda masuknya bulan Ramadhan dan mulianya bulan ter
sebut.” Lanjut Al Qodhi ‘Iyadh, “Juga dapat bermakna terbukanya pintu surga karena Allah memudahkan
berbagai ketaatan pada hamba-Nya di bulan Ramadhan seperti puasa dan shalat malam. Hal ini berbeda de
ngan bulan-bulan lainnya. Dibulan Ramadhan, orang akan lebih sibuk melakukan kebaikan daripada melaku
kan hal maksiat. Inilah sebab mereka dapat memasuki surga dan pintunya. Sedangkan tertutupnya pintu nera
ka dan terbelenggunya setan, inilah yang mengakibatkan seseorang mudah menjauhi maksiat ketika itu.” [3]
Terdapat Malam yang Penuh Kemuliaan dan Keberkahan
Pada bulan ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu lailatul qadar (malam ke
muliaan) Pada malam inilah -yaitu 10hari terakhir dibulan Ramadhan- saat diturunkannya AlQur’anul Karim
Allah Ta’ala berfirman,
ِ ‫) لَ ْيلَةُ ْالقَ ْد ِر خَ ْي ٌر ِم ْن أَ ْل‬2( ‫ك َما لَ ْيلَةُ ْالقَ ْد ِر‬
3( ‫ف َشه ٍْر‬ َ ‫) َو َما أَ ْد َرا‬1( ‫إِنَّا أَ ْن َز ْلنَاهُ فِي لَ ْيلَ ِة ْالقَ ْد ِر‬
”Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada lailatul qadar (malam kemuliaan). Dan
tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al
Qadr: 1-3).
Dan Allah Ta’ala juga berfirman,
َ َ‫إِنَّا أَ ْنزَ ْلنَاهُ فِي لَ ْيلَ ٍة ُمب‬
َ‫ار َك ٍة إِنَّا ُكنَّا ُم ْن ِذ ِرين‬
”Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang
memberi peringatan.” (QS Ad Dukhan: 3).Yang dimaksud malam yang diberkahi disini adalah malam lailatul
qadr. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah[4]. Inilah yang menjadi
pendapat mayoritas ulama di antaranya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.[5]
Bulan Ramadhan adalah Salah Satu Waktu Dikabulkannya Do’a
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
ُ‫ َوإِ َّن لِ ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم َد ْع َوةً يَ ْد ُعوْ بِهَا فَيَ ْستَ ِجيْبُ لَه‬, َ‫ضان‬ ِ َّ‫إِ َّن هّلِل ِ فِى ُك ِّل يَوْ ٍم ِع ْتقَا َء ِمنَ الن‬
َ ‫ار فِى َشه ِْر َر َم‬
”Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan,
dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan.”[6]
Nabi shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
ْ ‫ثَالَثَةٌ الَ تُ َر ُّد َد ْع َوتُهُ ُم الصَّائِ ُم َحتَّى يُ ْف ِط َر َوا ِإل َما ُم ْال َعا ِد ُل َو َد ْع َوةُ ْال َم‬
ِ ُ ‫ظل‬
‫وم‬
“Tiga orang yang do’anya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil dan
do’a orang yang dizholimi”.[7] An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Hadits ini menunjukkan bahwa di
sunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk berdo’a dari awal ia berpuasa hingga akhirnya karena ia dinama
kan orang yang berpuasa ketika itu.”[8] An Nawawi rahimahullah mengatakan pula, “Disunnahkan bagi o
rang yang berpuasa ketika ia dalam keadaan berpuasa untuk berdo’a demi keperluan akhirat dan dunianya,ju
ga pada perkara yang ia sukai serta jangan lupa pula untuk mendoakan kaum muslimin lainnya.”[9]
Raihlah berbagai keutamaan dibulan tersebut, wahai Saudaraku!
Semoga Allah memudahkan kita untuk semakin meningkatkan amalan sholih di bulan Ramadhan.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2/179.
[2] HR. Bukhari no. 3277 dan Muslim no. 1079, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
[3] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/188.
[4] Tafsir Ath Thobari, 21/6.
[5] Zaadul Masiir, 7/336-337.
[6] HR. Al Bazaar, dari Jabir bin ‘Abdillah. Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (10/149) mengatakan bahwa
perowinya tsiqoh (terpercaya). Lihat Jaami’ul Ahadits, 9/224.
[7] HR. At Tirmidzi no. 3598. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[8] Al Majmu’, 6/375.
[9] Idem. ________ooOoo________

Keagungan Puasa Ramadhan


Kategori: Fiqh dan Muamalah, Ramadhan // 14 Agustus 2009

[1] Kedudukan Shaum Ramadhan


“Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada de
ngan menunaikan kewajiban yang Aku bebankan kepadanya…”
Kewajiban Bagi Kaum yang Beriman
Allah ta’ala berfirman,
َ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬
َ ِ‫صيَا ُم َك َما ُكت‬ َ ِ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آَ َمنُوا ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬
“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa, sebagaimana telah diwa
jibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 183)
Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam. Inilah kedu
dukannya (yang mulia) didalam agama Islam. Hukumnya adalah wajib berdasarkan ijma’/kesepakatan kaum
muslimin karena Al-Kitab dan As-Sunnah menunjukkan demikian.” (Syarh Riyadhush Shalihin, 3/380)
Ketika menjelaskan ayat diatas beliau mengatakan, “Allah mengarahkan pembicaraannya (didalam ayat ini,
pen) kepada orang-orang yang beriman. Sebab puasa Ramadhan merupakan bagian dari konsekuensi keima
nan. Dan dengan menjalankan puasa Ramadhan akan bertambah sempurna keimanan seseorang. Dan juga ka
rena dengan meninggalkan puasa Ramadhan akan mengurangi keimanan. Para ulama berbeda pendapat me
ngenai orang yang meninggalkan puasa karena meremehkannya atau malas, apakah dia kafir atau tidak? Na
mun pendapat yang benar menyatakan bahwa orang ini tidak kafir. Sebab tidaklah seseorang dikafirkan kare
na meninggalkan salah satu rukun Islam selain dua kalimat syahadat dan shalat.” (Syarh Riyadhush Shalihin
3/380-381)
Menunaikan kewajiban merupakan ibadah yang sangat utama, karena kewajiban merupakan amalan yang pa
ling dicintai oleh Allah. Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda membawakan firman Allah ta’ala
(dalam hadits qudsi),
‫ت َعلَ ْي ِه‬ َّ َ‫ي َع ْب ِدي بِ َش ْي ٍء أَ َحبَّ إِل‬
ُ ْ‫ي ِم َّما ا ْفتَ َرض‬ َّ َ‫َّب إِل‬
َ ‫َو َما تَقَر‬
“Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada de
ngan menunaikan kewajiban yang Aku bebankan kepadanya…” (HR. Bukhari [6502] dari Abu Hurairah radhiya
llahu’anhu)
An-Nawawi mengatakan, “Didalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa mengerjakan kewajib
an lebih utama daripada mengerjakan amalan yang sunnah.” (Syarh Arba’in li An-Nawawi yang dicetak dalam Ad-
Durrah As-Salafiyah, hal. 265)
Syaikh As-Sa’di juga mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat pokok yang sangat agung yaitu kewajiban
harus didahulukan sebelum perkara-perkara yang sunnah. Dan ia juga menunjukkan bahwa amal yang wajib
itu lebih dicintai Allah dan lebih banyak pahalanya.” (Bahjat Al-Qulub Al-Abrar, hal. 116)
Al-Hafizh mengatakan, “Dari sini dapat dipetik pelajaran bahwasanya menunaikan kewajiban-kewajiban me
rupakan amal yang paling dicintai oleh Allah.” (Fath Al-Bari, 11/388)
Syaikh Prof.Dr.Ibrahim Ar-Ruhaili hafizhahullah mengatakan,“Amal-amal wajib lebih utama daripada amal
amal sunnah. Menunaikan amal yang wajib lebih dicintai Allah daripada menunaikan amal yang sunnah. Ini
merupakan pokok agung dalam ajaran agama yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syari’at dan ditetapkan pula
oleh para ulama salaf.” Kemudian beliau menyebutkan hadits di atas. Setelah itu beliau mengatakan, “Maka
hadits ini memberikan penunjukan yang sangat gamblang bahwa amal-amal wajib lebih mulia dan lebih di
cintai Allah daripada amal-amal sunnah.” Kemudian beliau menukil ucapan Al-Hafizh Ibnu Hajar diatas (li
hat Tajrid Al-Ittiba’ fi Bayan Tafadhul Al-A’maal, hal. 34)
[2] Keutamaan Shaum
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi disisi
Allah daripada harumnya minyak kasturi…”
Menghapuskan Dosa-Dosa
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
‫ضانَ إِي َمانًا َواحْ تِ َسابًا ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه‬ َ ‫َم ْن‬
َ ‫صا َم َر َم‬
“Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu.” (HR. Bukhari [38, 1901, 2014] dan Muslim [760] dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu)
Yang dimaksud dengan iman di sini adalah meyakini wajibnya puasa yang dia lakukan. Sedangkan yang di
maksud dengan mengharapkan pahala/ihtisab adalah keinginan mendapatkan balasan pahala dari Allah ta’ala
(Fath Al-Bari, 4/136)
An-Nawawi mengatakan bahwa pendapat yang populer dikalangan para ulama ahli fikih menyatakan bahwa
dosa-dosa yang terampuni dengan melakukan puasa Ramadhan itu adalah dosa-dosa kecil bukan dosa-dosa
besar (lihat Al-Minhaj, 4/76). Hal itu sebagaimana tercantum dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu
bahwa Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
‫َب ْال َكبَائِ َر‬ ٌ ‫ضانَ ُم َكفِّ َر‬
َ ‫ات َما بَ ْينَه َُّن إِ َذا اجْ تَن‬ َ ‫ات ْالخَ ْمسُ َو ْال ُج ْم َعةُ إِلَى ْال ُج ْم َع ِة َو َر َم‬
َ ‫ضانُ إِلَى َر َم‬ ُ ‫صلَ َو‬
َّ ‫ال‬
“Shalat lima waktu.Ibadah Jum’at yang satu dengan ibadah jum’at berikutnya. Puasa Ramadhan yang satu
dengan puasa Ramadhan berikutnya. Itu semua merupakan penghapus dosa antara keduanya, selama dosa-
dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim [233])
Didalam kitab Shahihnya,Bukhari membuat sebuah bab yang berjudul ‘Shalat lima waktu sebagai pengha
pus dosa’ kemudian beliau menyebutkan hadits yang senada, dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu Nabi ber
sabda,
ِ ‫ت ْالخَ ْم‬
‫س‬ َّ ‫ك ِم ْث ُل ال‬
ِ ‫صلَ َوا‬ َ ِ‫ب أَ َح ِد ُك ْم يَ ْغت َِس ُل فِي ِه ُك َّل يَوْ ٍم خَ ْمسًا َما تَقُو ُل َذلِكَ يُ ْبقِي ِم ْن د ََرنِ ِه قَالُوا اَل يُ ْبقِي ِم ْن َد َرنِ ِه َش ْيئًا قَا َل فَ َذل‬
ِ ‫أَ َرأَ ْيتُ ْم لَوْ أَ َّن نَهَرًا بِبَا‬
‫يَ ْمحُو هَّللا ُ بِ ِه ْال َخطَايَا‬
“Bagaimana menurut kalian kalau seandainya ada sebuah sungai di depan pintu rumah kalian dan dia man
di disana sehari lima kali. Apakah masih ada sisa kotoran yang ditinggalkan olehnya?” Para sahabat menja
wab,“Tentu saja tidak ada lagi kotoran yang masih ditingalkan olehnya.”Maka beliau bersabda,“Demikian
itulah perumpamaan shalat lima waktu dapat menghapuskan dosa-dosa.” (HR Bukhari [528] dan Muslim [667])
Ibnu Hajar mengatakan, “Zahir hadits ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan dosa-dosa disini lebih
luas daripada dosa kecil maupun dosa besar. Akan tetapi Ibnu Baththal mengatakan, ‘Dari hadits ini diambil
kesimpulan bahwa yang dimaksudkan adalah khusus dosa-dosa kecil saja, sebab Nabi menyerupakan dosa
itu dengan kotoran yang menempel ditubuh. Sedangkan kotoran yang menempel ditubuh jelas lebih kecil
ukurannya dibandingkan dengan bekas luka ataupun kotoran-kotoran manusia.’”
Meskipun demikian, Ibnu Hajar membantah ucapan Ibnu Baththal ini dengan menyatakan bahwa yang di
maksud oleh hadits bukanlah kotoran ringan yang sekedar menempel dibadan, namun yang dimaksudkan
adalah kotoran berat yang benar-benar sudah melekat dibadan. Penafsiran ini didukung oleh bunyi riwayat
lainnya yang dibawakan oleh Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri dengan sanad la
ba’ sabihi yang secara tegas menyebutkan hal itu.
Oleh sebab itulah Al-Qurthubi mengatakan, “Zahir hadits ini menunjukkan bahwa melakukan shalat lima
waktu itulah yang menjadi sebab terhapusnya dosa-dosa, akan tetapi makna ini janggal. Namun terdapat ha
dits lain yang diriwayatkan sebelumnya oleh Muslim dari penuturan Al-Alla’ dari Abu Hurairah secara mar
fu’ Nabi bersabda, Shalat yang lima waktu adalah penghapus dosa diantara shalat-shalat tersebut selama do
sa-dosa besar dijauhi.’Berdasarkan dalil yang muqayyad (khusus) ini maka hadits lain yang muthlaq(umum)
harus diartikan kepada makna ini.” (lihat Fath Al-Bari, 2/15)
Hadits-hadits yang menyebutkan tentang penghapusan dosa karena amal kebaikan di atas sesuai dengan kan
dungan firman Allah ta’ala,
ِ ‫ت ي ُْذ ِه ْبنَ ال َّسيِّئَا‬
‫ت‬ ِ ‫إِ َّن ْال َح َسنَا‬
“Sesungguhnya amal-amal kebaikan itu akan menghapuskan dosa-dosa.” (Qs. Huud [11]: 114)
Ibnu Katsir mengatakan, “Allah menyatakan bahwa mengerjakan amal-amal kebaikan akan dapat pengha
puskan dosa-dosa dimasa silam…” (Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 4/247).Syaikh As-Sa’di menjelaskan bah wa yang
dimaksud dengan dosa-dosa didalam ayat diatas adalah dosa-dosa kecil (Taisir Al-Karim Ar-Rah man, hal. 391)
Sebagaimana Allah juga menjadikan tindakan menjauhi dosa-dosa besar sebagai sebab dihapuskannya dosa-
dosa kecil. Allah berfirman,
‫إِ ْن تَجْ تَنِبُوا َكبَائِ َر َما تُ ْنهَوْ نَ َع ْنهُ نُ َكفِّرْ َع ْن ُك ْم َسيِّئَاتِ ُك ْم َونُ ْد ِخ ْل ُك ْم ُمدْخَ اًل َك ِري ًما‬
“Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar yang dilarang kepada kalian niscaya Kami akan menghapuskan do
sa-dosa kecil kalian dan Kami akan memasukkan kalian kedalam tempat yang mulia (surga)” (Qs An-Nisaa’ 31)
Syaikh As-Sa’di menjelaskan bahwa definisi yang paling tepat untuk dosa besar adalah segala bentuk pelan
garan yang diberi ancaman hukuman khusus (hadd) didunia atau ancaman hukuman tertentu diakhirat atau
ditiadakan status keimanannya atau timbulnya laknat karenanya atau Allah murka kepadanya (Taisir Al-Ka rim
Ar-Rahman, hal. 176).
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan ucapan Ibnu Abbas mengenai firman Allah diatas. Ibnu Abbas mengata
kan, “Dosa besar adalah segala bentuk dosa yang berujung dengan ancaman neraka, kemurkaan, laknat, atau
adzab.” (HR. Ibnu Jarir, disebutkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya, 2/202)
Ibnu Abi Hatim menuturkan: Abu Zur’ah menuturkan kepada kami:Utsman bin Syaibah menuturkan kepada
kami:Jarir menuturkan kepada kami riwayat dari Mughirah.Dia (Mughirah) mengatakan,“Tindakan
mencela Abu Bakar dan Umar radhiyallahu’anhuma juga termasuk dosa besar.” Ibnu Katsir mengatakan,
“Sekelom pok ulama bahkan berpendapat kafirnya orang yang mencela Sahabat,ini merupakan pendapat
yang diriwa yatkan dari Malik bin Anas rahimahullah.”Muhammad bin Sirin mengatakan,“Aku tidaklah
mengira bahwa ada seorangpun yang menjatuhkan nama Abu Bakar dan Umar sementara dia adalah
orang yang mencintai Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi).(lihat
keterangan ini dalam Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 2/203)
Qatadah mengatakan tentang makna ayat diatas, “Allah hanya menjanjikan ampunan bagi orang yang menja
uhi dosa-dosa besar.” (Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 2/203)
Termasuk bagian dari menjauhi dosa besar ialah dengan senantiasa menunaikan kewajiban yang apabila diti
nggalkan maka pelakunya terjerumus dalam dosa besar seperti halnya meninggalkan shalat, meninggalkan
shalat Jum’at, atau meninggalkan puasa Ramadhan (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 176)
Memasukkan ke Dalam Surga
Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu’anhu menceritakan bahwa suatu ketika ada seorang lelaki badui datang
menemui Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam dalam keadaan rambutnya acak-acakan. Dia mengatakan,
“Wahai Rasulullah. Beritahukan kepadaku tentang shalat yang Allah wajibkan untuk kukerjakan?”
Beliau menjawab,
“Shalat lima waktu, kecuali kalau kamu mau menambahnya dengan shalat sunnah.”
Lalu dia berkata,
“Beritahukan kepadaku puasa yang Allah wajibkan untukku?”
Beliau menjawab,
“Puasa di bulan Ramadhan, kecuali kalau kamu mau menambah dengan puasa sunnah.”
Lalu dia berkata,
“Beritahukan kepadaku zakat yang Allah wajibkan untukku.”
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam pun memberitahukan kepadanya syari’at-syari’at Islam. Orang itu la
lu mengatakan, “Demi Dzat yang telah memuliakan anda dengan kebenaran. Aku tidak akan menambah sa
ma sekali, dan aku juga tidak akan menguranginya barang sedikitpun dari kewajiban yang Allah bebankan
kepadaku.”
Maka Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam pun bersabda,
“Dia beruntung jika dia memang jujur.”
Atau beliau mengatakan,
“Dia akan masuk surga jika dia benar-benar jujur/konsekuen dengan ucapannya itu.” (HR. Bukhari [46, 1891,
2678, dan 9656] dan Muslim [11]).
Membentengi Pelakunya Dari Perbuatan Buruk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫طيَبُ ِع ْن َد هَّللا ِ تَ َعالَى ِم ْن‬ْ َ‫صائِ ٌم َم َّرتَ ْي ِن َوالَّ ِذي نَ ْف ِسي بِيَ ِد ِه لَ ُخلُوفُ فَ ِم الصَّائِ ِم أ‬
َ ‫ث َواَل يَجْ هَلْ َوإِ ْن ا ْم ُر ٌؤ قَاتَلَهُ أَوْ َشاتَ َمهُ فَ ْليَقُلْ إِنِّي‬ْ ُ‫صيَا ُم ُجنَّةٌ فَاَل يَرْ ف‬
ِّ ‫ال‬
‫صيَا ُم لِي َوأَنَا أَجْ ِزي بِ ِه َو ْال َح َسنَةُ بِ َع ْش ِر أَ ْمثَالِهَا‬
ِّ ‫ك طَ َعا َمهُ َو َش َرابَهُ َو َش ْه َوتَهُ ِم ْن أَجْ لِي ال‬ ِ ‫يح ْال ِم ْس‬
ُ ‫ك يَ ْت ُر‬ ِ ِ‫ر‬
“Puasa adalah perisai, maka janganlah dia berkata kotor dan bertindak dungu. Kalau pun ada orang yang
mencela atau mencaci maki dirinya hendaknya dia katakan kepadanya,“Aku sedang puasa.”Dua kali. Demi
Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah
daripada harumnya minyak kasturi. (Allah berfirman) ‘Dia rela meninggalkan makanannya, minumannya,
dan keinginan nafsunya karena Aku. Puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya.’ Setiap
kebaikan itu pasti dilipatgandakan sepuluh kalinya.” (HR. Bukhari [1894] dari sahabat Abu Hurairah radhi
yallahu’anhu)
Yang dimaksud dengan kata-kata kotor (rofats) di dalam hadits ini adalah ucapan yang keji. Kata rofats juga
terkadang dimaksudkan untuk menyebut jima’ beserta pengantar-pengantarnya. Atau bisa juga maknanya le
bih luas daripada itu semua (Fath Al-Bari, 4/123)
Al-Qurthubi menjelaskan bahwa ini bukan berarti di selain waktu puasa orang boleh mengucapkan kata-kata
kotor. Hanya saja ketika sedang berpuasa maka larangan terhadap hal itu semakin keras dan semakin tegas
(Fath Al-Bari, 4/124)
Kata rofats dengan makna jima’ bisa dilihat dalam ayat,
ُ َ‫أُ ِح َّل لَ ُك ْم لَ ْيلَةَ الصِّ يَ ِام ال َّرف‬
‫ث إِلَى نِ َسائِ ُك ْم‬
“Dihalalkan untuk kalian pada malam (bulan) puasa melakukan rafats (jima’) kepada isteri-isteri kalian.”
(Qs. Al-Baqarah [2] : 187)
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kata rofats didalam ayat ini maksudnya adalah jima’.Inilah tafsiran Ibnu Ab
bas, Atha’, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Thawus, Salim bin Abdullah, Amr bin Dinar, Al-Hasan, Qatadah, Az-
Zuhri,Adh-Dhahhaak, Ibrahim An-Nakha’i,As-Suddi, Atha’ Al-Khurasani dan Muqatil bin Hayan (lihat Taf
sir Al-Qur’an Al-’Azhim, 1/286)
Dan yang dimaksud dengan bau mulut -orang yang puasa- tersebut adalah bau mulut yang timbul akibat ber
puasa, bukan karena sebab yang lain (Fath Al-Bari, 4/125).
Sedangkan yang dimaksud dengan ‘keinginan nafsunya’ didalam hadits ini adalah hasrat untuk berjima’, se
bab penyebutannya digandengkan dengan makan dan minum (Fath Al-Bari, 4/126)
Sebuah Pintu Khusus di Surga
Nabi shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
‫إِ َّن فِي ْال َجنَّ ِة بَابًا يُقَا ُل لَهُ ال َّريَّانُ يَ ْد ُخ ُل ِم ْنهُ الصَّائِ ُمونَ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة اَل يَ ْد ُخ ُل ِم ْنهُ أَ َح ٌد َغ ْي ُرهُ ْم يُقَا ُل أَ ْينَ الصَّائِ ُمونَ فَيَقُو ُمونَ اَل يَ ْد ُخ ُل ِم ْنهُ أَ َح ٌد َغ ْي ُرهُ ْم‬
َ ِ‫فَإ ِ َذا َد َخلُوا أُ ْغل‬
‫ق فَلَ ْم يَ ْد ُخلْ ِم ْنهُ أَ َح ٌد‬
“Sesungguhnya di dalam Surga terdapat sebuah pintu yang disebut Ar-Royyan.Orang-orang yang rajin ber
puasa akan masuk Surga melewatinya pada hari kiamat nanti. Tidak ada orang yang memasukinya selain
mereka. Diserukan kepada mereka, ‘Manakah orang-orang yang rajin berpuasa?’ Maka merekapun bangkit.
Tidak ada yang masuk melewati pintu itu selain golongan mereka. Dan kalau mereka semua sudah masuk
maka pintu itu dikunci sehingga tidak ada lagi seorangpun yang bisa melaluinya…” (HR Bukhari [1896] dari
Sahl radhiyallahu’anhu)
Yang dimaksud dalam hadits dengan orang yang rajin puasa bukanlah orang yang hanya mengerjakan puasa
dan tidak mengerjakan shalat, sebab orang seperti ini tidak akan masuk surga akibat kekafirannya (mening
galkan shalat, pen). Akan tetapi yang dimaksud adalah kaum muslimin yang banyak-banyak berpuasa maka
dia akan dipanggil agar melalui pintu tersebut.Sehingga setiap penghuni surga akan memasuki surga melalui
pintu-pintunya yang berjumlah delapan (lihat Syarh Riyadhush Shalihin oleh Ibnu Utsaimin, 3/388-389)
Masing-masing pintu disurga memiliki kekhususan. Hal itu sebagaimana dikabarkan oleh Nabi dalam haditsnya
‫صاَل ِة َو َم ْن َكانَ ِم ْن أَ ْه ِل‬َّ ‫ب ال‬ ِ ‫صاَل ِة د ُِع َي ِم ْن بَا‬َّ ‫ب ْال َجنَّ ِة يَا َع ْب َد هَّللا ِ هَ َذا خَ ْي ٌر فَ َم ْن َكانَ ِم ْن أَ ْه ِل ال‬
ِ ‫ي ِم ْن أَ ْب َوا‬
َ ‫ق زَ وْ َج ْي ِن فِي َسبِي ِل هَّللا ِ نُو ِد‬َ َ‫َم ْن أَ ْنف‬
َ
‫ال أبُو بَ ْك ٍر‬
َ َ‫ص َدقَ ِة فَق‬
َّ ‫ب ال‬ ِ ‫ص َدقَ ِة ُد ِع َي ِم ْن بَا‬ َ
َّ ‫ب ال َّريَّا ِن َو َم ْن َكانَ ِم ْن أ ْه ِل ال‬ َ
ِ ‫ب ال ِجهَا ِد َو َم ْن َكانَ ِم ْن أ ْه ِل الصِّ يَ ِام ُد ِع َي ِم ْن بَا‬ ْ ِ ‫ْال ِجهَا ِد ُد ِع َي ِم ْن بَا‬
ِ ‫ك اأْل َب َْوا‬
‫ب ُكلِّهَا قَا َل نَ َع ْم‬ َ ‫ُور ٍة فَهَلْ يُ ْدعَى أَ َح ٌد ِم ْن تِ ْل‬
َ ‫ضر‬َ ‫ب ِم ْن‬ َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ بِأَبِي أَ ْنتَ َوأُ ِّمي يَا َرس‬
ِ ‫ُول هَّللا ِ َما َعلَى َم ْن ُد ِع َي ِم ْن تِ ْلكَ اأْل َ ْب َوا‬ ِ ‫َر‬
‫َوأَرْ جُو أَ ْن تَ ُكونَ ِم ْنهُم‬
“Barangsiapa yang berinfak dengan sepasang hartanya dijalan Allah maka ia akan dipanggil dari pintu-
pintu surga, ‘Hai hamba Allah, inilah kebaikan.’ Maka orang yang termasuk golongan ahli shalat maka ia a
kan dipanggil dari pintu shalat. Orang yang termasuk golongan ahli jihad akan dipanggil dari pintu jihad.
Orang yang termasuk golongan ahli puasa akan dipanggil dari pintu Ar-Royyan. Dan orang yang termasuk
golongan ahli sedekah akan dipanggil dari pintu sedekah.”
Ketika mendengar hadits ini Abu Bakar pun bertanya, “Ayah dan ibuku sebagai penebus anda wahai Rasul
ullah. Apa lagi yang akan dicari oleh orang yang dipanggil dari pintu-pintu itu, mungkinkah ada orang yang
dipanggil dari semua pintu tersebut?”Maka beliau pun menjawab ,“Iya ada. Dan aku berharap kamu terma
suk golongan mereka.” (HR. Bukhari [1897 dan 3666] dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)
Al-Qadhi menukil ucapan Al-Harawi ketika menerangkan makna ‘sepasang hartanya’:Ada yang berpenda
pat bahwa yang dimaksud dengan ‘sepasang harta’adalah dua ekor kuda,dua orang budak,atau dua ekor onta
(Al-Minhaj oleh An-Nawawi, 4/351).Sedangkan yang dimaksud dengan berinfak dijalan Allah dalam hadits
ini mencakup berinfak untuk segala bentuk amal kebaikan,bukan khusus untuk jihad saja (Al-Minhaj,4/352).
Hadits ini juga menunjukkan bahwa setiap orang yang beramal akan dipanggil dari pintunya masing-ma
sing Hal ini didukung dengan hadits dari jalur lain juga dari Abu Hurairah yang mengungkapkannya secara
tegas Nabi bersabda,
‫ك ْال َع َمل‬
َ ِ‫لِ ُك ِّل عَا ِمل بَاب ِم ْن أَب َْواب ْال َجنَّة يُ ْدعَى ِم ْنهُ بِ َذل‬
“Bagi setiap orang yang beramal terdapat sebuah pintu khusus disurga yang dia akan dipanggil melalui
pintu tersebut karena amal yang telah dilakukannya”(HR Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih
demikian kata Al-Hafizh dalam Fath Al-Bari, 7/30)
Hadits ini juga menunjukkan betapa mulia kedudukan Abu Bakar radhiyallahu’anhu. Sebab Nabi mengata
kan diakhir hadits ini, “Dan aku berharap kamu termasuk golongan mereka -yaitu orang yang dipanggil dari
semua pintu surga-.” Para ulama mengatakan bahwa harapan dari Allah atau Nabi-Nya pasti terjadi. Dengan
pernyataan ini maka hadits diatas termasuk kategori hadits yang menunjukkan keutamaan Abu Bakar radhi
yallahu’anhu. Hadits ini juga menunjukkan bahwa betapa sedikit orang yang bisa mengumpulkan berbagai
amal kebaikan didalam dirinya (Fath Al-Bari, 7/31).
Abu Bakar adalah orang yang memiliki berbagai bentuk amal shalih dan ketaatan.Hal itu terbukti sebagaima
na disebutkan dalam hadits berikut.
‫ط َع َم‬ْ َ‫ال فَ َم ْن أ‬
َ َ‫ال أَبُو بَ ْك ٍر أَنَا ق‬
َ َ‫صائِ ًما قَا َل أَبُو بَ ْك ٍر أَنَا قَا َل فَ َم ْن تَبِ َع ِم ْن ُك ْم ْاليَوْ َم َجنَا َزةً ق‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن أَصْ بَ َح ِم ْن ُك ْم ْاليَوْ َم‬َ ِ ‫قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫ئ إِاَّل‬ َّ َ ‫هَّللا‬
ٍ ‫صلى ُ َعل ْي ِه َو َسل َم َما اجْ تَ َم ْعنَ فِي ا ْم ِر‬ َّ ‫هَّللا‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل‬ َ ‫ِم ْن ُك ْم ْاليَوْ َم ِم ْس ِكينًا قا َل أبُو بَك ٍر أنَا قا َل ف َم ْن عَا َد ِمنك ْم اليَوْ َم َم ِريضًا قا َل أبُو بَك ٍر أنَا فق‬
َ َ َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ َ َ ْ َ َ
َ‫َدخَ َل ْال َجنَّة‬
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya (kepada para sahabat), “Siapakah di antara kalian yang
pada hari ini berpuasa?”.Abu Bakar berkata,“Saya.”Beliau bertanya lagi,“Siapakah di antara kalian yang
hari ini sudah mengiringi jenazah?”Maka Abu Bakar berkata, “Saya.” Beliau kembali bertanya,
“Siapakah di antara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?”. Maka Abu Bakar mengatakan,
“Saya.” Lalu beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengunjungi orang
sakit.” Abu Bakar kembali mengatakan,“Saya.”Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
bersabda, “Tidaklah ciri-ciri itu terkumpul pada diri seseorang melainkan dia pasti akan masuk surga.”
(HR. Muslim [1027 dan 1028] dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)
Abu Bakar Al-Muzani berkomentar tentang sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu, “Tidaklah
Abu Bakar itu melampaui para sahabat Muhammad shallallahu‘alaihi wasallam (semata-mata) karena (ba
nyaknya) mengerjakan puasa atau sholat, akan tetapi karena sesuatu yang bersemayam didalam hatinya.”
Mengomentari ucapan Al-Muzani tersebut, Ibnu ‘Aliyah mengatakan, “Sesuatu yang bersemayam didalam
hatinya adalah rasa cinta kepada Allah ‘azza wa jalla dan sikap nasihat terhadap (sesama) makhluk-Nya.”
(Jami’ Al-’Ulum wa Al-Hikam oleh Ibnu Rajab, hal. 102)
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
ُ‫َت فَ َس َد ْال َج َس ُد ُكلُّهُ أَاَل َو ِه َي ْالقَ ْلب‬
ْ ‫صلَ َح ْال َج َس ُد ُكلُّهُ َوإِ َذا فَ َسد‬ َ ‫أَاَل َوإِ َّن فِي ْال َج َس ِد ُمضْ َغةً إِ َذا‬
ْ ‫صلَ َح‬
َ ‫ت‬
“Ketahuilah, sesungguhnya didalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, akan baiklah seluruh
anggota tubuh. Dan apabila ia rusak, rusaklah seluruh anggota tubuh. Ketahuilah, bahwa segumpal daging
itu adalah jantung”(HR Bukhari [52] dan Muslim[1599] dari sahabat An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhuma)
Ibnu Rajab Al-Hanbali mengatakan, “Didalam hadits ini terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa kebaikan
gerak-gerik anggota badan manusia, kemauan dirinya untuk menjauhi perkara-perkara yang diharamkan, kesa
nggupannya meninggalkan hal-hal yang berbau syubhat (ketidakjelasan) adalah sangat tergantung pada gerak
gerik hatinya. Apabila hatinya bersih, yaitu tatkala di dalamnya tidak ada selain kecintaan kepada Allah dan
kecintaan terhadap apa-apa yang dicintai Allah, rasa takut kepada Allah dan khawatir terjerumus dalam hal-
hal yang dibenci-Nya, maka niscaya akan menjadi baik pula gerak-gerik seluruh anggota badannya. Dari sana
lah tumbuh sikap menjauhi segala macam keharaman dan sikap menjaga diri dari perkara-perkara syubhat
untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang diharamkan…” (Jami’ Al-’Ulum wa Al-Hikam, hal. 93)
An-Nawawi mengatakan, “Hadits ini menunjukkan penegasan agar  bersungguh-sungguh dalam upaya mem
perbaiki hati dan menjaganya dari kerusakan.” (Al-Minhaj, 6/108)
Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa salah satu pelajaran penting yang bisa dipetik dari hadits diatas a
dalah,“Poros baik dan rusaknya (amalan) adalah bersumber dari hati. Apabila hatinya baik maka seluruh tu
buh juga akan baik.Dan jika ia rusak,maka seluruh anggota tubuh akan ikut rusak.Dari faidah ini muncul per
kara yang lain yaitu: sudah semestinya memperhatikan masalah hati lebih daripada perhatian terhadap masa
lah amal anggota badan. Sebab hati adalah poros amalan. Dan hati itulah yang nanti pada hari kiamat akan
menjadi objek utama ujian yang ditujukan kepada manusia.Hal itu sebagaimana firman Allah ta’ala (yang ar
tinya),“Apakah mereka tidak mengetahui ketika mayat yang ada didalam kubur dibangkitkan dan dikeluar
kan apa-apa yang tersembunyi didalam dada.” (Qs. Al-’Adiyat: 9-10).
Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Dia Maha Kuasa untuk mengembalikannya. Pada
hari itu akan diuji perkara-perkara yang tersembunyi (didalam hati) ”(Qs Ath-Thariq:8-9). Maka sucikanlah
hatimu dari kesyirikan, kebid’ahan, dengki dan perasaan benci kepada kaum muslimin, serta ( bersihkanlah ha
timu) dari akhlak-akhlak dan keyakinan lainnya yang bertentangan dengan syari’at, karena yang menjadi po
kok segala urusan adalah hati.” (Syarh Arba’in, hal. 113)
Beliau juga mengatakan, “Apabila Allah di dalam kitab-Nya, serta Rasul-Nya shallallahu‘alaihi wasallam di
dalam Sunnahnya juga telah menegaskan agar memperbaiki niat, maka wajib bagi setiap manusia untukmem
perbaiki niatnya dan memperhatikan adanya keragu-raguan yang tertanam didalam hatinya untuk kemudian
dilenyapkan olehnya menuju keyakinan. Lantas bagaimanakah caranya?”
Beliau melanjutkan, “Hal itu dapat ditempuh dengan cara memperhatikan ayat-ayat. Allah ‘azza wa jalla ber
firman (yang artinya), “Sesungguhnya didalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan ma
lam sungguh-sungguh terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang menggunakan akal pi
kiran.” (Qs Ali ‘Imran:190). Allah juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya dilangit dan dibumi benar
benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman, begitu juga dalam penciptaan
diri kalian dan hewan-hewan melata yang bertebaran adalah tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang
yakin.” (Qs Al-Jatsiyah: 4). Maka silakan anda perhatikan ayat-ayat Allah yang lain.”
“Kemudian apabila syaitan membisikkan didalam hati anda keragu-raguan, perhatikanlah ayat-ayat Allah,per
hatikan alam semesta ini siapakah yang telah mengaturnya, perhatikanlah bagaimana keadaan bisa berubah-u
bah, bagaimana Allah mempergilirkan perjalanan hari diantara umat manusia sampai anda benar-benar yakin
bahwa alam ini memiliki pengatur yang maha bijaksana (yaitu Allah) ‘azza wa jalla ..”(Syarh Riyadhush Sha
lihin, 1/41)
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
________ooOoo________

Saudaraku, Inilah Keutamaan Puasa Ramadhan


Kategori: Fiqh dan Muamalah, Ramadhan // 11 September 2008

Pada pembahasan kali ini, kita akan mengkaji bersama mengenai keutamaan Ramadhan dan puasa didalam
nya. Semoga Allah selalu memberikan kita ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh.
Keutamaan Bulan Ramadhan
Ramadhan adalah Bulan Diturunkannya Al-Qur’an
Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia.Bulan ini dipilih sebagai bulan untuk berpuasa dan pada bulan ini
pula Al-Qur’an diturunkan. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman,
ُ َ‫ان فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ُم ال َّش ْه َر فَ ْلي‬
ُ‫ص ْمه‬ ِ َ‫ت ِمنَ ْالهُدَى َو ْالفُرْ ق‬ ِ َّ‫ضانَ الَّ ِذي أُ ْن ِز َل فِي ِه ْالقُرْ آَنُ هُدًى لِلن‬
ٍ ‫اس َوبَيِّنَا‬ َ ‫َش ْه ُر َر َم‬
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permula
an) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembe
da (antara yang hak dan yang bathil).Karena itu,barangsiapa diantara kamu hadir (dinegeri tempat tinggal
nya) di bulan itu,maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah [2]: 185)
Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat yang mulia ini mengatakan,”(Dalam ayat ini) Allah ta’a
la memuji bulan puasa yaitu bulan Ramadhan- dari bulan-bulan lainnya.Allah memuji demikian karena bu
lan ini telah Allah pilih sebagai bulan diturunkannya Al Qur’an dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana pula
pada bulan Ramadhan ini Allah telah menurunkan kitab ilahiyah lainnya pada para Nabi ‘alaihimus salam.”
(Tafsirul Qur’anil Adzim, I/501, Darut Thoybah)
Setan-setan Dibelenggu, Pintu-pintu Neraka Ditutup dan Pintu-pintu Surga Dibuka Ketika Ramadhan Tiba
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
ِ ‫صفِّ َد‬
ِ َ‫ت ال َّشي‬
ُ‫اطين‬ ِ َّ‫ت أَ ْب َوابُ الن‬
ُ ‫ار َو‬ ْ َ‫ت أَ ْب َوابُ ْال َجنَّ ِة َو ُغلِّق‬
ْ ‫ضانُ فُتِّ َح‬
َ ‫إِ َذا َجا َء َر َم‬
“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan pun dibelenggu.”(HR Muslim)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,”Pintu-pintu surga dibuka pada bulan ini karena banyak
nya amal saleh dikerjakan sekaligus untuk memotivasi umat islam untuk melakukan kebaikan.Pintu-pintu ne
raka ditutup karena sedikitnya maksiat yang dilakukan oleh orang yang beriman. Setan-setan diikat kemudi
an dibelenggu,tidak dibiarkan lepas seperti dibulan selain Ramadhan.” (Majalis Syahri Ramadhan, hal. 4,
Wazarotul Suunil Islamiyyah)
Terdapat Malam yang Penuh Kemuliaan dan Keberkahan
Pada bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu lailatul qadar (malam
kemuliaan). Pada malam inilah -yaitu 10 hari terakhir dibulan Ramadhan- saat diturunkannya Al Qur’anul
Karim.
Allah ta’ala berfirman,
ِ ‫ك َما لَ ْيلَةُ ْالقَ ْد ِر – لَ ْيلَةُ ْالقَ ْد ِر خَ ْي ٌر ِم ْن أَ ْل‬
‫ف َشه ٍْر‬ َ ‫إِنَّا أَ ْن َز ْلنَاهُ فِي لَ ْيلَ ِة ْالقَ ْد ِر – َو َما أَ ْد َرا‬
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada lailatul qadar (malam kemuliaan). Dan
tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadr
[97] : 1-3)
Dan Allah ta’ala juga berfirman,
َ َ‫إِنَّا أَ ْنزَ ْلنَاهُ فِي لَ ْيلَ ٍة ُمب‬
َ‫ار َك ٍة إِنَّا ُكنَّا ُم ْن ِذ ِرين‬
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang
memberi peringatan.” (QS. Ad Dukhan [44] : 3)
Ibnu Abbas, Qotadah dan  Mujahid mengatakan bahwa malam yang diberkahi tersebut adalah malam
lailatul qadar. (Lihat Ruhul Ma’ani, 18/423, Syihabuddin Al Alusi)
Bulan Ramadhan adalah Salah Satu Waktu Dikabulkannya Doa
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
ُ‫ َوإِ َّن لِ ُكلِّ ُم ْسلِ ٍم َد ْع َوةً يَ ْد ُعوْ بِهَا فَيَ ْست َِجيْبُ لَه‬, َ‫ضان‬ ِ َّ‫إِ َّن هّلِل ِ فِى ُك ِّل يَوْ ٍم ِع ْتقَا َء ِمنَ الن‬
َ ‫ار فِى َشه ِْر َر َم‬
“Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan,
dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan.” (HR. Al Bazaar sebagaimana dalam
Mujma’ul Zawaid dan Al Haytsami mengatakan periwayatnya tsiqoh/terpercaya. Lihat Jami’ul Ahadits, Imam Suyuthi)
Keutamaan Puasa
1. Puasa adalah Perisai
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
ِ َّ‫صيَا ُم ُجنَّةٌ يَ ْستَ ِج ُّن بِهَا ْال َع ْب ُد ِمنَ الن‬
‫ار‬ ِّ ‫إِنَّ َما ال‬
“Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari api neraka.” (HR. Ahmad dan Baihaqi, diha
sankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’)
2. Orang yang Berpuasa akan Mendapatkan Pahala yang Tak Terhingga
3. Orang yang Berpuasa akan Mendapatkan Dua Kebahagiaan
4. Bau Mulut Orang yang Bepuasa Lebih Harum di Hadapan Allah daripada Bau Misik/Kasturi
Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
‫ فَإ ِ ْن‬، ْ‫ث َوالَ يَصْ خَ ب‬ ْ ُ‫ فَالَ يَرْ ف‬، ‫صوْ ِم أَ َح ِد ُك ْم‬َ ‫ َوإِ َذا َكانَ يَوْ ُم‬، ٌ‫صيَا ُم ُجنَّة‬ ِّ ‫ َوال‬. ‫ َوأَنَا أَجْ ِزى بِ ِه‬، ‫ فَإِنَّهُ لِى‬، ‫صيَا َم‬ ِّ ‫ ُكلُّ َع َم ِل ا ْب ِن آ َد َم لَهُ إِالَّ ال‬: ُ ‫ال هَّللا‬ َ َ‫ق‬
‫َان يَ ْف َر ُحهُ َما‬
ِ َ ‫ت‬‫ح‬ ْ‫ر‬َ ‫ف‬ ‫م‬
ِِ ‫ئ‬‫َّا‬
‫ص‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ، ‫ْك‬ ‫س‬ ‫م‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِْ
‫ال‬ ‫يح‬ ‫ر‬ ‫ن‬ ْ ‫م‬ ‫هَّللا‬ ‫د‬
َ ْ
‫ن‬ ‫ع‬
ِ َ ُِِ‫ب‬ ‫ي‬‫ط‬ْ َ ‫أ‬ ‫م‬ ‫ئ‬‫َّا‬
‫ص‬ ‫ال‬ ‫م‬
ِ َ ‫ف‬ ُ‫وف‬ ُ ‫ل‬ ُ
‫خ‬ َ ‫ل‬ ‫ه‬ ‫د‬ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫د‬
ٍ ‫م‬ ‫ح‬
ِ ِ َ ِ َّ َ ُ ‫م‬ ُ‫س‬ ْ
‫ف‬ َ ‫ن‬ ‫ى‬ ‫ذ‬َّ ‫ل‬ ‫ا‬
ِ َ ٌِ َ‫و‬ . ‫م‬ ‫ئ‬‫ا‬‫ص‬ ٌ
‫ؤ‬ ‫ر‬ُ ‫م‬
ْ ‫ا‬ ‫ى‬ ِّ ‫ن‬ ‫إ‬
ِ َْ‫ل‬ُ ‫ق‬ ‫ي‬‫ل‬ْ َ ‫ف‬ ُ ‫ه‬َ ‫ل‬َ ‫ت‬‫ا‬َ ‫ق‬ ْ‫و‬َ ‫أ‬ ، ٌ
‫د‬ ‫ح‬َ
َ َّ‫َساب‬
‫أ‬ ُ ‫ه‬
َ َ َ َ
َ ِ‫ َوإِذا لقِ َى َربَّهُ ف ِر َح ب‬، ‫إِذا أفط َر ف ِر َح‬
‫صوْ ِم ِه‬ َ ْ َ َ
“Allah berfirman,’Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa. Puasa tersebut adalah untuk-Ku
dan Aku yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Apabila salah seorang dari kalian berpuasa maka
janganlah berkata kotor, jangan pula berteriak-teriak. Jika ada seseorang yang mencaci dan mengajak
berkelahi maka katakanlah,’Saya sedang berpuasa’. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya,
sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum disisi Allah pada hari kiamat daripada bau misk
/kasturi. Dan bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, ketika berbuka mereka bergembira dengan
bukanya dan ketika bertemu Allah mereka bergembira karena puasanya’. “ (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Puasa akan Memberikan Syafaat bagi Orang yang Menjalankannya
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
‫ َويَقُو ُل ْالقُرْ آنُ َمنَ ْعتُهُ النَّوْ َم بِاللَّ ْي ِل‬.‫ار فَ َشفِّ ْعنِى فِي ِه‬ ِ ‫صيَا ُم أَىْ َربِّ َمنَ ْعتُهُ} الطَّ َعا َم َوال َّشهَ َوا‬
ِ َ‫ت بِالنَّه‬ ِّ ‫الصِّ يَا ُم َو ْالقُرْ آنُ يَ ْشفَ َعا ِن لِ ْل َع ْب ِد يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة يَقُو ُل ال‬
‫ قَا َل فَيُ َشفَّ َعا ِن‬.‫فَ َشفِّ ْعنِى فِي ِه‬
“Puasa dan Al-Qur’an itu akan memberikan syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat nanti. Puasa
akan berkata,’Wahai Tuhanku, saya telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat, karenanya perkenan
kan aku untuk memberikan syafaat kepadanya’. Dan Al-Qur’an pula berkata,’Saya telah melarangnya dari
tidur pada malam hari, karenanya perkenankan aku untuk memberi syafaat kepadanya.’ Beliau bersabda,
‘Maka syafaat keduanya diperkenankan.’” (HR Ahmad, Hakim, Thabrani, periwayatnya shahih sebagaimana dika
takan oleh Al Haytsami dalam Mujma’ul Zawaid)
6. Orang yang Berpuasa akan Mendapatkan Pengampunan Dosa
Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
‫ضانَ إِي َمانًا َواحْ تِ َسابًا ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه‬ َ ‫َم ْن‬
َ ‫صا َم َر َم‬
“Barangsiapa yang berpuasa dibulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka
dosanya di masa lalu pasti diampuni”. (HR. Bukhari dan Muslim)
7. Bagi Orang yang Berpuasa akan Disediakan Ar Rayyan
Sahl bin Sa’d radhiyallahu‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
‫ الَ يَ ْد ُخ ُل ِم ْنهُ أَ َح ٌد‬، َ‫ يُقَا ُل أَ ْينَ الصَّائِ ُمونَ فَيَقُو ُمون‬، ‫ الَ يَ ْد ُخ ُل ِم ْنهُ أَ َح ٌد َغ ْي ُرهُ ْم‬، ‫ يَ ْد ُخ ُل ِم ْنهُ الصَّائِ ُمونَ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬، ُ‫إِ َّن فِى ْال َجنَّ ِة بَابًا يُقَا ُل لَهُ ال َّريَّان‬
َ ِ‫ فَإ ِ َذا َد َخلُوا أُ ْغل‬، ‫َغ ْي ُرهُ ْم‬
‫ فَلَ ْم يَ ْد ُخلْ ِم ْنهُ أَ َح ٌد‬، ‫ق‬
“Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang bernama  Ar-Royyaan. Pada hari kiamat orang-orang
yang berpuasa akan masuk surga melalui pintu tersebut dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui
pintu ter sebut kecuali mereka. Dikatakan kepada mereka,’Dimana orang-orang yang berpuasa?’Maka
orang-orang yang berpuasa pun berdiri dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut
kecuali mereka. Ji ka mereka sudah masuk, pintu tersebut ditutup dan tidak ada lagi seorang pun yang
masuk melalui pintu ter sebut”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Semoga pembahasan diatas dapat mendorong kita agar lebih bersemangat untuk mendapatkan keutamaan
berpuasa dibulan Ramadhan dengan cara menghiasi hari-hari dibulan yang penuh berkah tersebut dengan a
mal saleh yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya yang mulia.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi
wa shohbihi wa sallam.
Maroji’:
Shifat Shaum Nabi fi Ramadhan, Syaikh Salim Al Hilali & Syaikh Ali Hasan Al Halabi dengan sedikit tambahan
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Muroja’ah: Ustadz Abu Sa’ad
Artikel www.muslim.or.id ________ooOoo________

Puasa Karena Iman dan Ikhlas


Kategori: Fiqh dan Muamalah, Ramadhan // 27 Juli 2011

“Barangsiapa berpuasa karena iman dan ikhlas, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
Kalimat diatas adalah maksud dari hadits Abu Hurairah dimana Nabi shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
‫ضانَ إِي َمانًا َواحْ تِ َسابًا ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه‬ َ ‫َم ْن‬
َ ‫صا َم َر َم‬
”Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka do
sanya dimasa lalu pasti diampuni”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud karena iman adalah membenarkan wajibnya pu asa
dan ganjaran dari Allah ketika seseorang berpuasa dan melaksanakan qiyam ramadhan. Sedangkan yang
dimaksud “ihtisaban” adalah menginginkan pahala Allah dengan puasa tersebut dan senantiasa mengharap
wajah-Nya.” (Syarh Al Bukhari libni Baththol, 7: 22). Intinya, puasa yang dilandasi iman dan ikhlas itulah yang
menuai balasan pengampunan dosa yang telah lalu.
Salah seorang ulama di kota Riyadh, Syaikh ‘Ali bin Yahya Al Haddady hafizhohullah memberikan faedah
tentang hadits di atas:
1. Amalan yang dilakukan seseorang tidaklah manfaat sampai ia beriman kepada Allah dan mengharapkan
pahala dari Allah (baca: ikhlas). Jika seseorang melakukan amalan tanpa ada dasar iman seperti kelakuan o
rang munafik atau ia melakukannya dalam rangka riya’) (ingin dilihat orang lain) atau sum’ah (ingin dide
ngar orang lain) sebagaimana orang yang riya’, maka yang diperoleh adalah rasa capek dan lelah saja. Kita
berlindungi pada Allah dari yang demikian.
2. Sebagaimana orang yang beramal akan mendapatkan pahala dan ganjaran, maka merupakan karunia Allah
ia pun mendapatkan anugerah pengampunan dosa -selama ia menjauhi dosa besar-.
3. Keutamaan puasa Ramadhan bagi orang yang berpuasa dengan jujur dan ikhlas adalah ia akan memperoleh
pengampunan dosa yang telah lalu sebagai tambahan dari pahala besar yang tak hingga yang ia peroleh.
4. Sebagaimana ditunjukkan dalam hadits yang lain, pengampunan dosa yang dimaksudkan disini adalah pe
ngampunan dosa kecil.Adapun pengampunan dosa besar maka itu butuh pada taubat yang khusus sebagaima
na diterangkan dalam hadits Abu Hurairah,Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda, “Diantara sha
lat yang lima waktu, diantara Jum’at yang satu dan Jum’at yang berikutnya, diantara Ramadhan yang satu
dan Ramadhan berikutnya, maka itu akan menghapuskan dosa di antara dua waktu tadi selama seseorang
menjauhi dosa besar.” (HR. Muslim).
(Sumber: http://haddady.com/ra_page_views.php?id=311&page=19&main=7)
Semoga amalan puasa kita bisa membuahkan pengampunan dosa yang telah lalu.
Wallahu waliyyut taufiq.
Kotagede, 24 Sya’ban 1432 H (26/07/2011)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
________ooOoo________

Agar Kita Turut Merasakan Indahnya Ramadhan (1)


Kategori: Fiqh dan Muamalah, Ramadhan // 26 Agustus 2008

‫ أما بعد‬،‫الحمد هلل وحده والصالة والسالم على من ال نبي بعده‬


Tamu agung itu sebentar lagi akan tiba, sudah siapkah kita untuk menyambutnya? Bisa jadi inilah Ramadhan
terakhir kita sebelum menghadap kepada Yang Maha Kuasa. Betapa banyak orang-orang yang pada tahun
kemarin masih berpuasa bersama kita, melakukan shalat tarawih dan idul fitri disamping kita, namun ternya
ta sudah mendahului kita dan sekarang mereka telah berbaring di‘peristirahatan umum’ditemani hewan-he
wan tanah. Kapankah datang giliran kita?
Dalam dua buah hadits, Nabi shallallahu‘alaihi wasallam menggambarkan kondisi dua golongan yang
saling bertolak belakang kondisi mereka dalam berpuasa dan melewati bulan Ramadhan:
Golongan pertama digambarkan oleh Nabi shallallahu‘alaihi wasallam dalam sabdanya:
‫من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه‬
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka akan
dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Golongan kedua digambarkan oleh beliau shallallahu‘alaihi wasallam dalam sabdanya:
‫رب صائم حظه من صيامه الجوع والعطش‬
“Betapa banyak orang berpuasa yang hanya memetik lapar dan dahaga.” (HR. Ibnu Majah), al-Hakim dan
dia menshahihkannya. Al-Albani berkata: “Hasan Shahih.”
Akan termasuk golongan manakah kita? Hal itu tergantung dengan usaha kita dan taufik dari Allah ta’ala.
Bulan Ramadhan merupakan momentum agung dari ladang-ladang yang sarat dengan keistimewaan, satu
masa yang menjadi media kompetisi bagi para pelaku kebaikan dan orang-orang mulia.
Oleh sebab itu, para ulama telah menggariskan beberapa kiat dalam menyongsong musim-musim limpahan
kebaikan semacam ini, supaya kita turut merasakan nikmatnya bulan suci ini. Diantara kiat-kiat tersebut (A
gar Ramadhan Kita Bermakna Indah, nasihat yang disampaikan oleh Syaikh kami Dr. Ibrahim bin ‘Amir ar-
Ruhaili pada malam Jum’at 27 Sya’ban 1423H di Masjid Dzun Nurain Madinah. Plus penjelasan-penjelasan
lain dari penyusun):
Kiat Pertama: Bertawakal kepada Allah Ta’ala
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Dalam menyambut kedatangan musim-musim ibadah, seo
rang hamba sangat membutuhkan bimbingan, bantuan dan taufik dari Allah ta’ala. Cara meraih itu semua
adalah dengan bertawakal kepada-Nya.”
Oleh karena itu, salah satu teladan dari ulama salaf -sebagaimana yang dikisahkan Mu’alla bin al-Fadhl- bah
wa mereka berdoa kepada Allah dan memohon pada-Nya sejak enam bulan sebelum Ramadhan tiba agar da
pat menjumpai bulan mulia ini dan memudahkan mereka untuk beribadah didalamnya. Sikap ini merupakan
salah satu perwujudan tawakal kepada Allah.
Ibnu Taimiyah menambahkan, bahwa seseorang yang ingin melakukan suatu amalan, dia berkepentingan de
ngan beberapa hal yang bersangkutan dengan sebelum beramal, ketika beramal dan setelah beramal:
a. Adapun perkara yang dibutuhkan sebelum beramal adalah menunjukkan sikap tawakal kepada Allah dan
semata-mata berharap kepada-Nya agar menolong dan meluruskan amalannya. Ibnul Qayyim memaparkan
bahwa para ulama telah bersepakat bahwa salah satu indikasi taufik Allah kepada hamba-Nya adalah perto
longan-Nya kepada hamba-Nya. Sebaliknya, salah satu ciri kenistaan seorang hamba adalah kebergantungan
nya kepada kemampuan diri sendiri.
Menghadirkan rasa tawakal kepada Allah adalah merupakan suatu hal yang paling penting untuk menyong
song musim-musim ibadah semacam ini;untuk menumbuhkan rasa lemah,tidak berdaya dan tidak akan mam
pu menunaikan ibadah dengan sempurna, melainkan semata dengan taufik dari Allah. Selanjutnya kita juga
harus berdoa kepada Allah agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan dan supaya Allah membantu kita da
lam beramal didalamnya. Ini semua merupakan amalan yang paling agung yang dapat mendatangkan taufik
Allah dalam menjalani bulan Ramadhan.
Kita amat perlu untuk senantiasa memohon pertolongan Allah ketika akan beramal karena kita adalah manu
sia yang disifati oleh Allah ta’ala sebagai makhluk yang lemah:
‫وخلق اإلنسان ضعيفا‬
“Dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An-Nisa: 28)
Jika kita bertawakal kepada Allah dan memohon kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi taufik-Nya pada kita.
b. Disaat mengerjakan amalan ibadah, poin yang perlu diperhatikan seorang hamba adalah: ikhlas dan meng
ikuti petunjuk Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam. Dua hal inilah yang merupakan dua syarat diterimanya
suatu amalan disisi Allah. Banyak ayat dan hadits yang menegaskan hal ini. Diantaranya: Firman Allah ta’ala,
‫وما أمروا إال ليعبدوا هللا مخلصين له الدين‬
“Padahal mereka tidaklah diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan
ketaatan kepada-Nya.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Dan sabda Nabi shallallahu‘alaihi wasallam:
‫من عمل عمال ليس عليه أمرنا فهو رد‬
“Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan itu a
kan tertolak.” (HR. Muslim)
c. Usai beramal, seorang hamba membutuhkan untuk memperbanyak istigfar atas kurang sempurnanya ia da
lam beramal, dan juga butuh untuk memperbanyak hamdalah (pujian) kepada Allah Yang telah memberinya
taufik sehingga bisa beramal. Apabila seorang hamba bisa mengombinasikan antara hamdalah dan istigfar,
maka dengan izin Allah ta’ala, amalan tersebut akan diterima oleh-Nya.
Hal ini perlu diperhatikan betul-betul, karena setan senantiasa mengintai manusia sampai detik akhir setelah
selesai amal sekalipun! Makhluk ini mulai menghias-hiasi amalannya sambil membisikkan, “Hai fulan, kau
telah berbuat begini dan begitu… Kau telah berpuasa Ramadhan… Kau telah shalat malam di bulan suci…
Kau telah menunaikan amalan ini dan itu dengan sempurna…” Dan terus menghias-hiasinya terhadap selu
ruh amalan yang telah dilakukan sehingga tumbuhlah rasa ‘ujub (sombong dan takjub kepada diri sendiri)
yang menghantarkannya kedalam lembah kehinaan.Juga akan berakibat terkikisnya rasa rendah diri dan rasa
tunduk kepada Allah ta’ala.
Seharusnya kita tidak terjebak dalam perangkap ‘ujub; pasalnya, orang yang merasa silau dengan dirinya sen
diri (bisa begini dan begitu) serta silau dengan amalannya berarti dia telah menunjukkan kenistaan, kehinaan
dan kekurangan diri serta amalannya.
Hati-hati dengan tipu daya setan yang telah bersumpah:
‫ ثم آلتينهم من بين أيديهم ومن خلفهم وعن أيمانهم وعن شمائلهم‬.‫فبما أغويتني ألقعدن لهم صراطك المستقيم‬
“Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka
(pa ra manusia) dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari
bela kang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka.” (QS. Al-A’raf: 16-17)
Kiat Kedua: Bertaubat Sebelum Ramadhan Tiba
Banyak sekali dalil yang memerintahkan seorang hamba untuk bertaubat, di antaranya: firman Allah ta’ala:
‫ت تَجْ ِري ِم ْن تَحْ تِهَا اأْل َ ْنهَا ُر‬
ٍ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا تُوبُوا إِلَى هَّللا ِ تَوْ بَةً نَصُوحا ً َع َسى َربُّ ُك ْم أَ ْن يُ َكفِّ َر َع ْن ُك ْم َسيِّئَاتِ ُك ْم َويُ ْد ِخلَ ُك ْم َجنَّا‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya,
mudah
-mudahan Rabb kamu akan menghapuskan kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (QS. At Tahrim: 8)
Kita diperintahkan untuk senantiasa bertaubat, karena tidak ada seorang pun diantara kita yang terbebas dari
dosa-dosa. Rasul shallallahu‘alaihi wasallam mengingatkan,
‫كل بنى آدم خطاء وخير الخطائين التوابون‬
“Setiap keturunan Adam itu banyak melakukan dosa dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang ber
taubat.” (HR. Tirmidzi dan dihasankan isnadnya oleh Syaikh Salim Al Hilal)
Dosa hanya akan mengasingkan seorang hamba dari taufik Allah, sehingga dia tidak kuasa untuk beramal sa
leh, ini semua hanya merupakan sebagian kecil dari segudang dampak buruk dosa dan maksiat (lihat Dampak
-Dampak dari Maksiat dalam kitab Ad-Daa’ Wa Ad-Dawaa’ karya Ibnul Qayyim, dan Adz-Dzunub Wa Qubhu Aa
tsaariha ‘Ala Al-Afrad Wa Asy-Syu’ub karya Muhammad bin Ahmad Sayyid Ahmad hal: 42-48). Apabila ternyata
hamba mau bertaubat kepada Allah ta’ala, maka prahara itu akan sirna dan Allah akan menganugerahi taufik
kepadanya kembali.
Taubat nasuha atau taubat yang sebenar-benarnya hakikatnya adalah: bertaubat kepada Allah dari seluruh
jenis dosa. Imam Nawawi menjabarkan: Taubat yang sempurna adalah taubat yang memenuhi empat syarat:
1. Meninggalkan maksiat.
2. Menyesali kemaksiatan yang telah ia perbuat.
3. Bertekad bulat untuk tidak mengulangi maksiat itu selama-lamanya.
4. Seandainya maksiat itu berkaitan dengan hak orang lain,maka dia harus mengembalikan hak itu kepa da
nya, atau memohon maaf darinya (Lihat: Riyaadhush Shaalihiin, karya Imam an-Nawawi hal: 37-38)
Ada suatu kesalahan yang harus diwaspadai: sebagian orang terkadang betul-betul ingin bertaubat dan berte
kad bulat untuk tidak berbuat maksiat, namun hanya dibulan Ramadhan saja, setelah bulan suci ini berlalu
dia kembali berbuat maksiat. Sebagaimana taubatnya para artis yang ramai-ramai berjilbab dibulan Ra
madhan, namun setelah itu kembali ‘pamer aurat’ sehabis idul fitri.
Ini merupakan suatu bentuk kejahilan. Seharusnya, tekad bulat untuk tidak mengulangi perbuatan dosa dan
berlepas diri dari maksiat, harus tetap menyala baik didalam Ramadhan maupun dibulan-bulan sesudahnya.
Kiat Ketiga: Membentengi Puasa Kita dari Faktor-Faktor yang Mengurangi Keutuhan Pahalanya
Sisi lain yang harus mendapatkan porsi perhatian spesial, bagaimana kita berusaha membentengi puasa kita
dari faktor-faktor yang mengurangi keutuhan pahalanya. Seperti menggunjing dan berdusta. Dua penyakit
ini berkategori bahaya tinggi, dan sedikit sekali orang yang selamat dari ancamannya.
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam mengingatkan:
‫من لم يدع قول الزور والعمل به فليس هلل حاجة في أن يدع طعامه وشرابه‬
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan perbuatannya, maka niscaya Allah tidak akan
membutuhkan penahanan dirinya dari makanan dan minuman (tidak membutuhkan puasanya).”(HR Bukhari)
Jabir bin Abdullah menyampaikan petuahnya:
‫ وال تجعل يوم صومك‬,‫ وليكن عليك وقار وسكينة يوم صومك‬,‫إذا صمت فليصم سمعك وبصرك ولسانك عن الكذب والمحارم ودع أذى الجار‬
‫ويوم فطرك سواء‬
“Seandainya kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu turut berpuasa
dari dusta dan hal-hal haram dan janganlah kamu menyakiti tetangga. Bersikap tenang dan berwibawalah
di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama.” (Lathaa’if al-
Ma’arif, karya Ibnu Rajab al-Hambali, hal: 292)
Orang yang menahan lisannya dari ghibah dan matanya dari memandang hal-hal yang haram ketika berpua
sa Ramadhan tanpa mengiringinya dengan amalan-amalan sunnah, lebih baik daripada orang yang berpuasa
plus menghidupkan amalan-amalan sunnah, namun dia tidak berhenti dari dua budaya buruk tadi! Inilah rea
lita mayoritas masyarakat; ketaatan yang bercampur dengan kemaksiatan.
Umar bin Abdul ‘Aziz pernah ditanya tentang arti takwa, “Takwa adalah menjalankan kewajiban dan meni
nggalkan perbuatan haram”, jawab beliau. Para ulama menegaskan, “Inilah ketakwaan yang sejati.
Adapun mencampur adukkan antara ketaatan dan kemaksiatan, maka ini tidak masuk dalam bingkai takwa,
meski di barengi dengan amalan-amalan sunnah.”
Oleh sebab itu para ulama merasa heran terhadap sosok yang menahan diri (berpuasa) dari hal-hal yang mu
bah, tapi masih tetap gemar terhadap dosa. Ibnu Rajab al-Hambali bertutur, “Kewajiban orang yang berpua
sa adalah menahan diri dari hal-hal mubah dan hal-hal yang terlarang. Mengekang diri dari makanan, mi
numan dan jima’(hubungan suami istri), ini sebenarnya hanya sekedar menahan diri dari hal-hal mubah yang
di perbolehkan. Sementara itu ada hal-hal terlarang yang tidak boleh kita langgar baik dibulan Ramadhan
maupun dibulan lainnya. Dibulan suci ini tentunya larangan tersebut menjadi lebihtegas. Maka sungguh sa
ngat mengherankan kondisi orang yang berpuasa(menahan diri) dari hal-hal yang pada dasarnya diperbo
lehkan seperti makan dan minum, kemudian dia tidak berpuasa (menahan diri) dan tidak berpaling dari per
buatan-perbuatan yang diharamkan disepanjang zaman seperti ghibah, mengadu domba, mencaci, mencela,
mengumpat dan lain-lain. Semua ini merontokkan ganjaran puasa.”
Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, Lc.
Artikel www.muslim.or.id
________ooOoo________

Agar Kita Turut Merasakan Indahnya Ramadhan (2)


Kategori: Fiqh dan Muamalah, Ramadhan // 26 Agustus 2008
Kiat Keempat: Memprioritaskan Amalan yang Wajib
Hendaknya orang yang berpuasa itu memprioritaskan amalan yang wajib. Karena amalan yang paling
dicinta i oleh Allah ta’ala adalah amalan-amalan yang wajib. Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam
menjelaskan dalam suatu hadits qudsi,bahwa Allah ta’ala berfirman:
‫وما تقرب إلي عبدي بشيء أحب إلي مما افترضت عليه‬
“Dan tidaklah seseorang mendekatkan diri kepadaKu dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada
amalan-amalan yang Ku-wajibkan.” (HR. Bukhari)
Diantara aktivitas yang paling wajib dilaksanakan pada bulan Ramadhan adalah: mendirikan shalat berjama
ah lima waktu di masjid (bagi kaum pria), berusaha sekuat tenaga untuk tidak ketinggalan takbiratul ihram.
Telah diuraikan dalam sebuah hadits:
‫ براءة من النار وبراءة من النفاق‬:‫من صلى هلل أربعين يوما في جماعة يدرك التكبيرة األولى كتب له براءتان‬
“Barang siapa yang shalat karena Allah selama empat puluh hari dengan berjama’ah dan selalu mendapat
kan takbiratul ihram imam, akan dituliskan baginya dua ‘jaminan surat kebebasan’ bebas dari api neraka
dan dari nifaq.” (HR. Tirmidzi dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani)
Seandainya kita termasuk orang-orang yang amalan sunnahnya tidak banyak pada bulan puasa, maka setidak
nya kita berusaha untuk memelihara shalat lima waktu dengan baik, dikerjakan secara berjamaah di masjid,
serta berusaha sesegera mungkin berangkat kemasjid sebelum tiba waktunya. Sesungguhnya menjaga amal
an-amalan yang wajib dibulan Ramadhan adalah suatu bentuk ibadah dan taqarrub yang paling agung kepa
da Allah.
Sungguh sangat memprihatinkan, tatkala kita dapati orang yang melaksanakan shalat tarawih dengan penuh
semangat, bahkan hampir-hampir tidak pernah absen, namun yang disayangkan, ternyata dia tidak menjaga
shalat lima waktu dengan berjamaah. Terkadang bahkan tidur, melewatkan shalat wajib dengan dalih
sebagai persiapan diri untuk shalat tarawih!!? Ini jelas-jelas merupakan suatu kejahilan dan bentuk peremeh
an terhadap kewajiban!
Sungguh hanya mendirikan shalat lima waktu berjamaah tanpa diiringi dengan shalat tarawih satu malam,
lebih baik daripada mengerjakan shalat tarawih atau shalat malam, namun berdampak menyia-nyiakan
shalat lima waktu. Bukan berarti kita memandang sebelah mata terhadap shalat tarawih, akan tetapi seharus
nya seorang muslim menggabungkan kedua-duanya; memberikan perhatian khusus terhadap amalan- amal
an yang wajib seperti shalat lima waktu, lalu baru melangkah menuju amalan-amalan yang sunnah seperti
shalat tarawih.
Kiat Kelima: Berusaha untuk Mendapatkan Lailatul Qadar
Setiap muslim di bulan berkah ini berusaha untuk bisa meraih lailatul qadar. Dialah malam diturunkannya
Al-Qur’an (QS Al-Qadar 1 dan QS Ad-Dukhan 3), dialah malam turunnya para malaikat dengan membawa rahmat
(QS. Al-Qadar: 4), dialah malam yang berbarakah (QS Ad-Dukhan: 3), dialah malam yang lebih utama dari pada
ibadah seribu bulan! (83 tahun plus 4 bulan) (QS. Al-Qadar: 3).
Barang siapa yang beribadah pada malam ini dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala dari
Allah maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni oleh-Nya (HR. Bukhari dan Muslim).
Mendengar segunung keutamaan yang dimiliki malam mulia ini, seyogyanya seorang muslim memanfaatkan
kesem patan emas ini untuk meraihnya.
Dimalam keberapakah lailatul qadar akan jatuh?
Malam lailatul qadar akan jatuh pada malam-malam sepuluh akhir bulan Ramadhan. Nabi shallallahu‘alai
hi wasallam menjelaskan:
‫تحروا ليلة القدر في العشر األواخر من رمضان‬
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tepatnya pada malam-malam yang ganjil diantara malam-malam yang sepuluh tersebut, sebagaimana sab
da Nabi shallallahu‘alaihi wasallam:
‫تحروا ليلة القدر في الوتر من العشر األواخر من رمضان‬
“Carilah lailatul qadar pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR Bukhari)
Tapi dimalam manakah diantara malam-malam yang ganjil? Apakah dimalam 21, malam 23, malam 25, ma
lam 27 atau malam 29? Pernah di suatu tahun pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lailatul qadar
jatuh pada malam 21, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Sa’id al-Khudri bahwa di pagi hari tanggal
21 Ramadhan tahun itu Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:
‫إني أريت ليلة القدر‬
“Sesungguhnya aku diperlihatkan lailatul qadar (malam tadi).” (HR.Bukhari dan Muslim)
Pernah pula di suatu tahun lailatul qadar jatuh pada malam 27. Ubai bin Ka’ab berkata:
‫وهللا إني ألعلمها وأكثر علمي هي الليلة التي أمرنا رسول هللا صلى هللا عليه وسلم بقيامها هي ليلة سبع وعشرين‬
“Demi Allah aku mengetahuinya (lailatul qadar), perkiraan saya yang paling kuat dia jatuh pada malam
yang Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk bangun malam didalamnya, yaitu
malam dua puluh tujuh.” (HR. Muslim)
Pada tahun yang lain, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam memerintahkan para sahabatnya untuk menca ri
lailatul qadar pada tujuh malam terakhir dari bulan Ramadhan:
‫فمن كان متحريها فليتحرها في السبع األواخر‬
“Barang siapa yang ingin mencarinya (lailatul qadar) hendaklah ia mencarinya pada tujuh malam terakhir
(dari bulan Ramadhan).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Cara memadukan antara hadits-hadits tersebut diatas: dengan mengatakan bahwa lailatul qadar setiap tahun
nya selalu berpindah-pindah dari satu malam yang ganjil kemalam ganjil lainnya, akan tetapi tidak keluar da
ri sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan (Lihat Fathul Baari karya Ibnu Hajar dan AsySyarh al-Mumti’ karya
Syaikh al-Utsaimin (6/493-495))
Di antara hikmah dirahasiakannya waktu lailatul qadar adalah:
1. Agar amal ibadah kita lebih banyak. Sebab dengan dirahasiakannya kapan waktu lailatul qadar, kita
akan
terus memperbanyak shalat,dzikir,doa dan membaca Al-Qur’an di sepanjang malam-malam se puluh ter
akhir Ramadhan terutama malam yang ganjil.
2. Sebagai ujian dari Allah ta’ala, untuk mengetahui siapa diantara para hamba-Nya yang bersungguh-
sung guh dalam mencari lailatul qadar dan siapa yang bermalas-malasan serta meremehkannya (Majaalisu
Syahri Ramadhaan, karya Syaikh al-’Utsaimin hal: 163)
Maka seharusnya kita berusaha maksimal pada sepuluh hari itu; menyibukkan diri dengan beramal dan ber
ibadah diseluruh malam-malam itu agar kita bisa menggapai pahala yang agung itu. Mungkin saja ada orang
yang tidak berusaha mencari lailatul qadar melainkan pada satu malam tertentu saja dalam setiap Ramadhan
dengan asumsi bahwa lailatul qadar jatuh pada tanggal ini atau itu, walaupun dia berpuasa Ramadhan selama
40 tahun, barangkali dia tidak akan pernah sama sekali mendapatkan momen emas itu. Selanjutnya penyesal
an saja yang ada…
Nabi shallallahu‘alaihi wasallam telah memberikan teladan:
(‫متفق عليه )كان النبي صلى هللا عليه وسلم إذا دخل العشر شد مئزره وأحيا ليله وأيقظ أهله‬
“Nabi shallallahu‘alaihi wasallam jika memasuki sepuluh (terakhir Ramadhan) beliau mengencangkan ikat
pinggangnya’,menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Kiat Keenam: Jadikan Ramadhan Sebagai Madrasah untuk Melatih Diri Beramal Saleh, yang Terus Dibudaya
kan Setelah Berlalunya Bulan Suci Ini
Bulan Ramadhan ibarat madrasah keimanan, didalamnya kita belajar mendidik diri untuk rajin beribadah, de
ngan harapan setelah kita tamat dari madrasah itu, kebiasaan rajin beribadah akan terus membekas dalam
diri kita hingga kita menghadap kepada Yang Maha Kuasa.
Allah ta’ala memerintahkan:
‫واعبد ربك حتى يأتيك اليقين‬
“Dan sembahlah Rabbmu sampai ajal datang kepadamu.” (QS. Al-Hijr: 99)
Tatkala al-Hasan al-Bashri membaca ayat ini beliau menjelaskan,
‫إن هللا لم يجعل لعمل المؤمن أجال دون الموت‬
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan batas akhir bagi amal seorang Mukmin melainkan ajalnya.”
Maka jangan sampai amal ibadah kita turut berakhir dengan berakhirnya bulan Ramadhan. Kebiasaan kita
untuk berpuasa, shalat lima waktu berjamaah dimasjid, shalat malam, memperbanyak membaca Al-Qur’an,
do a dan zikir, rajin menghadiri majelis taklim dan gemar bersedekah di bulan Ramadhan, mari terus kita
budayakan di luar Ramadhan.
‫ وكان أجود ما يكون في رمضان‬,‫كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أجود الناس‬
“Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam merupakan orang yang paling dermawan dan beliau lebih derma
wan sekali dibulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ulama salaf pernah ditanya tentang sebagian orang yang rajin beribadah dibulan Ramadhan, namun jika bu
lan suci itu berlalu mereka pun meninggalkan ibadah-ibadah tersebut? Dia pun menjawab:
‫بئس القوم ال يعرفون هللا إال في رمضان‬
“Alangkah buruknya tingkah mereka, mereka tidak mengenal Allah melainkan hanya di bulan Ramadhan!”
Merupakan ciri utama diterimanya puasa kita dibulan Ramadhan dan tanda terbesar akan keberhasilan kita
meraih lailatul qadar adalah: berubahnya diri kita menjadi lebih baik dari pada kondisi kita sebelum Ramadhan
Wallahu ta’ala a’lam wa shallallahu ‘ala nabiyyina muhammadin wa ‘ala alihi wa shabihi ajma’in.
Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, Lc.
Artikel www.muslim.or.id
________ooOoo________
Ganjaran untuk Orang yang Berpuasa
Kategori: Fiqh dan Muamalah, Ramadhan // 12 Agustus 2009

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,


‫ع َشه َْوتَهُ َوطَ َعا َمهُ ِم ْن‬}ُ ‫ْف قَا َل هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل إِالَّ الصَّوْ َم فَإِنَّهُ لِى َوأَنَا أَجْ ِزى بِ ِه يَ َد‬
ٍ ‫ضع‬ ِ ‫ضا َعفُ ْال َح َسنَةُ َع ْش ُر أَ ْمثَالِهَا إِلَى َس ْب ِع ِمائَ ِة‬َ ُ‫ُكلُّ َع َم ِل اب ِْن آ َد َم ي‬
ِ ‫يح ْال ِم ْس‬ ْ ْ
‫ك‬ ِ ‫ َولَ ُخلُوفُ فِي ِه أَطيَبُ ِع ْن َد هَّللا ِ ِم ْن ِر‬.‫أَجْ لِى لِلصَّائِ ِم فَرْ َحتَا ِن فَرْ َحةٌ ِع ْن َد فِط ِر ِه َوفَرْ َحةٌ ِع ْن َد لِقَا ِء َربِّ ِه‬
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan
yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Kecuali amalan puasa.
Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meni
nggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagia
an yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau
mulut orang yang berpuasa lebih harum disisi Allah daripada bau minyak kasturi.’” (HR Muslim no. 1151)
Dalam riwayat lain dikatakan,
ِّ ‫ال هَّللا ُ ُكلُّ َع َم ِل ا ْب ِن آ َد َم لَهُ إِالَّ ال‬
‫ فَإِنَّهُ لِى‬، ‫صيَا َم‬ َ َ‫ق‬
“Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa. Amalan
puasa adalah untuk-Ku.’” (HR. Bukhari no. 1904)
Dalam riwayat Ahmad dikatakan,
‫ارةٌ إِالَّ الصَّوْ َم َوالصَّوْ ُم لِى َوأَنَا أَجْ ِزى بِ ِه‬
َ َّ‫قَا َل هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل ُكلُّ ْال َع َم ِل َكف‬
“Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), ‘Setiap amalan adalah sebagai kafaroh/tebusan kecuali
amalan puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya’” (HR Ahmad. Syaikh
Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)
Pahala yang Tak Terhingga di Balik Puasa
Dari riwayat pertama, dikatakan bahwa setiap amalan akan dilipatgandakan sepuluh kebaikan hingga
tujuhratus kebaikan yang semisal. Kemudian dikecualikan amalan puasa. Amalan puasa tidaklah dilipat
gandakan seperti tadi. Amalan puasa tidak dibatasi lipatan pahalanya. Oleh karena itu, amalan puasa akan
dilipatgandakan oleh Allah hingga berlipat-lipat tanpa ada batasan bilangan.
Kenapa bisa demikian? Ibnu Rajab Al Hambali –semoga Allah merahmati beliau- mengatakan,”Karena pu
asa adalah bagian dari kesabaran”. Mengenai ganjaran orang yang bersabar, Allah Ta’ala berfirman,
ٍ ‫إِنَّ َما يُ َوفَّى الصَّابِرُونَ أَجْ َرهُ ْم بِ َغي ِْر ِح َسا‬
‫ب‬
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Qs. Az
Zumar: 10)
Sabar itu ada tiga macam yaitu [1] sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, [2] sabar dalam meninggal
kan yang haram dan [3] sabar dalam menghadapi takdir yang terasa menyakitkan. Ketiga macam bentuk sa
bar ini, semuanya terdapat dalam amalan puasa. Dalam puasa tentu saja di dalamnya ada bentuk melakukan
ketaatan, menjauhi hal-hal yang diharamkan, juga dalam puasa seseorang berusaha bersabar dari hal-hal
yang menyakitkan seperti menahan diri dari rasa lapar, dahaga dan lemahnya badan. Itulah mengapa amalan
puasa bisa meraih pahala tak terhingga sebagaimana sabar.
Amalan Puasa Khusus untuk Allah
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecu
ali puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku.” Riwayat ini menunjukkan bahwa setiap amalan manusia adalah
untuknya. Sedangkan amalan puasa, Allah khususkan untuk diri-Nya. Allah menyandarkan amalan tersebut
untuk-Nya.
Kenapa Allah bisa menyandarkan amalan puasa untuk-Nya?
[Alasan pertama] Karena didalam puasa, seseorang meninggalkan berbagai kesenangan dan berbagai syah
wat. Hal ini tidak didapati dalam amalan lainnya. Dalam ibadah ihram, memang ada perintah meninggalkan
jima’ (berhubungan badan dengan istri) dan meninggalkan berbagai harum-haruman. Namun bentuk kesenang
an lain dalam ibadah ihram tidak ditinggalkan. Begitu pula dengan  ibadah shalat.Dalam shalat memang kita
dituntut untuk meninggalkan makan dan minum. Namun itu dalam waktu yang singkat. Bahkan ketika hen
dak shalat, jika makanan telah dihidangkan dan kita merasa butuh pada makanan tersebut, kita dianjurkan
untuk menyantap makanan tadi dan boleh menunda shalat ketika dalam kondisi seperti itu.
Jadi dalam amalan puasa terdapat bentuk meninggalkan berbagai macam syahwat yang tidak kita jumpai pa
da amalan lainnya. Jika seseorang telah melakukan ini semua seperti meninggalkan hubungan badan dengan
istri dan meninggalkan makan-minum ketika puasa-, dan dia meninggalkan itu semua karena Allah, padahal
tidak ada yang memperhatikan apa yang dia lakukan tersebut selain Allah, maka ini menunjukkan benarnya
iman orang yang melakukan semacam ini. Itulah yang dikatakan oleh Ibnu Rajab, “Inilah yang menunjukkan
benarnya iman orang tersebut.” Orang yang melakukan puasa seperti itu selalu menyadari bahwa dia berada
dalam pengawasan Allah meskipun dia berada sendirian. Dia telah mengharamkan melakukan berbagai ma
cam syahwat yang dia sukai. Dia lebih suka mentaati Rabbnya, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi la
rangan-Nya karena takut pada siksaan dan selalu mengharap ganjaran-Nya. Sebagian salaf mengatakan, “Ber
untunglah orang yang meninggalkan syahwat yang ada dihadapannya karena mengharap janji Rabb yang ti
dak nampak dihadapannya.”
Oleh karena itu, Allah membalas orang yang melakukan puasa seperti ini dan Dia pun mengkhususkan
amalan puasa tersebut untuk-Nya dibanding amalan-amalan lainnya.
[Alasan kedua] Puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Rabbnya yang tidak ada orang lain yang
mengetahuinya. Amalan puasa berasal dari niat batin yang hanya Allah saja yang mengetahuinya dan dalam
amalan puasa ini terdapat bentuk meninggalkan berbagai syahwat. Oleh karena itu, Imam Ahmad dan selain
nya mengatakan, “ Dalam puasa sulit sekali terdapat riya’ (ingin dilihat/dipuji orang lain).”Dari dua alasan
inilah, Allah menyandarkan amalan puasa pada-Nya berbeda dengan amalan lainnya.
Sebab Pahala Puasa, Seseorang Memasuki Surga
Lalu dalam riwayat lainnya dikatakan, Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), “Setiap amalan adalah
sebagai kafaroh/tebusan kecuali amalan puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku.”
Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan, “Pada hari kiamat nanti, Allah Ta’ala akan menghisab hamba-Nya.Setiap
amalan akan menembus berbagai macam kezholiman yang pernah dilakukan, hingga tidak tersisa satupun
kecuali satu amalan yaitu puasa. Amalan puasa ini akan Allah simpan dan akhirnya Allah memasukkan
orang tersebut kesurga.”
Jadi, amalan puasa adalah untuk Allah Ta’ala. Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang pun mengambil gan
jaran amalan puasa tersebut sebagai tebusan baginya. Ganjaran amalan puasa akan disimpan bagi pelakunya
disisi Allah Ta’ala. Dengan kata lain, seluruh amalan kebaikan dapat menghapuskan dosa-dosa yang dilaku
kan oleh pelakunya. Sehingga karena banyaknya dosa yang dilakukan, seseorang tidak lagi memiliki pahala
kebaikan apa-apa. Ada sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa hari kiamat nanti antara amalan kejelekan
dan kebaikan akan ditimbang, satu yang lainnya akan saling memangkas. Lalu tersisalah satu kebaikan dari
amalan-amalan kebaikan tadi yang menyebabkan pelakunya masuk surga.
Itulah amalan puasa yang akan tersimpan disisi Allah. Amalan kebaikan lain akan memangkas kejelekan
yang dilakukan oleh seorang hamba. Ketika tidak tersisa satu kebaikan kecuali puasa, Allah akan menyim
pan amalan puasa tersebut dan akan memasukkan hamba yang memiliki simpanan amalan puasa tadi keda
lam surga.
Dua Kebahagiaan yang Diraih Orang yang Berpuasa
Dalam hadits diatas dikatakan, “Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebaha
giaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya.”
Kebahagiaan pertama adalah ketika seseorang berbuka puasa. Ketika berbuka, jiwa begitu ingin mendapat
hiburan dari hal-hal yang dia rasakan tidak menyenangkan ketika berpuasa, yaitu jiwa sangat senang menju
mpai makanan, minuman dan menggauli istri. Jika seseorang dilarang dari berbagai macam syahwat ketika
berpuasa, dia akan merasa senang jika hal tersebut diperbolehkan lagi.
Kebahagiaan kedua adalah ketika seorang hamba berjumpa dengan Rabbnya yaitu dia akan jumpai pahala
amalan puasa yang dia lakukan tersimpan disisi Allah. Itulah ganjaran besar yang sangat dia butuhkan.
Allah Ta’ala berfirman,
‫َو َما تُقَ ِّد ُموا أل ْنفُ ِس ُك ْم ِم ْن خَ ي ٍْر تَ ِجدُوهُ ِع ْن َد هَّللا ِ هُ َو خَ ْيرًا َوأَ ْعظَ َم أَجْ رًا‬
“Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi
Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.” (Qs. Al Muzammil: 20)
‫ضرًا‬َ ْ‫ت ِم ْن َخي ٍْر ُمح‬ ْ َ‫س َما َع ِمل‬ٍ ‫يَوْ َم تَ ِج ُد ُكلُّ نَ ْف‬
“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya).” (Qs. Ali Imron: 30)
ُ‫فَ َم ْن يَ ْع َملْ ِم ْثقَا َل َذ َّر ٍة خَ ْيرًا يَ َره‬
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya.”
(Qs. Az Zalzalah: 7)
Bau Mulut Orang yang Berpuasa di Sisi Allah
Ganjaran bagi orang yang berpuasa yang disebutkan pula dalam hadits diatas , “Sungguh bau mulut orang
yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.”
Seperti kita tahu bersama bahwa bau mulut orang yang berpuasa apalagi disiang hari sungguh tidak menge
nakkan. Namun bau mulut seperti ini adalah bau yang menyenangkan disisi Allah karena bau ini dihasilkan
dari amalan ketaatan dank arena mengharap ridho Allah. Sebagaimana pula darah orang yang mati syahid
pada hari kiamat nanti, warnanya adalah warna darah, namun baunya adalah bau minyak kasturi.
Harumnya bau mulut orang yang berpuasa disisi Allah ini ada dua sebab:
[Pertama] Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan
Allah didunia. Ketika diakhirat,Allah pun menampakkan amalan puasa ini sehingga makhluk pun tahu bah
wa dia adalah orang yang gemar berpuasa. Allah memberitahukan amalan puasa yang dia lakukan dihadap
an manusia lainnya karena dulu didunia, dia berusaha keras menyembunyikan amalan tersebut dari orang la
in. Inilah bau mulut yang harum yang dinampakkan oleh Allah di hari kiamat nanti karena amalan rahasia
yang dia lakukan.
[Kedua] Barangsiapa yang beribadah dan mentaati Allah, selalu mengharap ridha Allah didunia melalui ama
lan yang dia lakukan,lalu muncul dari amalannya tersebut bekas yang tidak terasa enak bagi jiwa didunia,ma
ka bekas seperti ini tidaklah dibenci disisi Allah.Bahkan bekas tersebut adalah sesuatu yang Allah cintai dan
baik disisi-Nya. Hal ini dikarenakan bekas yang tidak terasa enak tersebut muncul karena melakukan ketaat
an dan mengharap ridho Allah. Oleh karena itu, Allah pun membalasnya dengan memberikan bau harum pa
da mulutnya yang menyenangkan seluruh makhluk, walaupun bau tersebut tidak terasa enak disisi makluk
ketika di dunia.
Inilah beberapa keutamaan amalan puasa. Inilah yang akan diraih bagi seorang hamba yang melaksanakan a
malan puasa yang wajib dibulan Ramadhan maupun amalan puasa yang sunnah dengan dilandasi keikhlasan
dan selalu mengharap ridha Allah. Semoga kita dapat meraih beberapa keutamaan diatas dari amalan puasa
Ramadhan yang kita lakukan nanti.Semoga Allah memberi kita selalu ilmu yang bermanfaat, rizki yang tho
yib dan amalan yang diterima.
[Pembahasan ini disarikan dari Latho'if Al Ma'arif, Ibnu Rajab Al Hambali,268-290, oleh Muhammad Abduh Tuasikal]
Penyusun: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
________ooOoo________

Janganlah Buat Puasamu Sia-Sia


Kategori: Ramadhan // 31 Juli 2010

Di bulan Ramadhan ini setiap muslim memiliki kewajiban untuk menjalankan puasa dengan menahan lapar
dan dahaga mulai dari fajar hingga terbenamnya matahari.Namun ada diantara kaum muslimin yang melaku
kan puasa, dia tidaklah mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja yang menghinggapi tenggorokan
nya. Inilah yang disabdakan oleh Nabi shallallahu‘alaihi wasallam yang jujur lagi membawa berita yang benar,
ُ‫ع َوال َعطَش‬ ُّ ‫صائِ ٍم َح‬
ِ ‫ظهُ ِم ْن‬
ُ ْ‫صيَا ِم ِه الجُو‬ َ َّ‫رُب‬
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa
lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam Shohih At
Targib wa At Tarhib no.1084 mengatakan bahwa hadits ini shohih ligoirihi -yaitu shohih dili hat dari jalur lainnya-)
Apa di balik ini semua? Mengapa amalan puasa orang tersebut tidak teranggap, padahal dia telah susah-pa
yah menahan dahaga mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari?
Saudaraku, agar engkau mendapatkan jawabannya, simaklah pembahasan berikut mengenai beberapa hal
yang membuat amalan puasa seseorang menjadi sia-sia -semoga Allah memberi taufik pada kita untuk men
jauhi hal-hal ini-.
1. Jauhilah Perkataan Dusta (az zuur)
Inilah perkataan yang membuat puasa seorang muslim bisa sia-sia, hanya merasakan lapar dan dahaga saja.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
ُ‫اجةٌ فِى أَ ْن يَ َد َع طَ َعا َمهُ َو َش َرابَه‬ َ ‫ور َو ْال َع َم َل بِ ِه فَلَي‬
َ ‫ْس هَّلِل ِ َح‬ ُّ ‫َم ْن لَ ْم يَ َد ْع قَوْ َل‬
ِ ‫الز‬
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh
dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no.1903)
Apa yang dimaksud dengan az zuur? As Suyuthi mengatakan bahwa az zuur adalah berkata dusta dan
menfitnah (buhtan). Sedangkan mengamalkannya berarti melakukan perbuatan keji yang merupakan
konsekuensi nya yang telah Allah larang. (Syarh Sunan Ibnu Majah, 1/121, Maktabah Syamilah)
2. Jauhilah Perkataan lagwu (sia-sia) dan rofats (kata-kata porno)
Amalan yang kedua yang membuat amalan puasa seseorang menjadi sia-sia adalah perkataan lagwu dan rofats.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
َ ‫ ِإنِّي‬: ْ‫ك فَ ْلتَقُل‬
َ ‫ ِإنِّي‬، ‫صائِ ٌم‬
‫صائِ ٌم‬ َ ‫ فَإ ِ ْن َسابَّكَ أَ َح ٌد أَوْ َجه َُل َعلَ ْي‬، ‫ث‬
ِ َ‫صيَا ُم ِمنَ اللَّ ْغ ِو َوال َّرف‬ ِ ‫صيَا ُم ِمنَ األَ ْك ِل َوال َّش َر‬
ِّ ‫ إِنَّ َما ال‬، ‫ب‬ َ ‫لَي‬
ِّ ‫ْس ال‬
“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri
dari perkataan lagwu dan rofats.Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil
padamu,katakan lah padanya,“Aku sedang puasa,aku sedang puasa”.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim.Syaikh Al
Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Apa yang dimaksud dengan lagwu? Dalam Fathul Bari (3/346), Al Akhfasy mengatakan,
‫اللَّ ْغو ْالكَاَل م الَّ ِذي اَل أَصْ ل لَهُ ِم ْن ْالبَا ِطل َو َشبَهه‬
“Lagwu adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah.”
Lalu apa yang dimaksudkan dengan rofats? Dalam Fathul Bari (5/157), Ibnu Hajar mengatakan,
‫ْريض بِ ِه َو َعلَى ْالفُحْ ش فِي ْالقَوْ ل‬ ْ ‫َوي‬
ِ ‫ُطلَق َعلَى التَّع‬
“Istilah Rofats digunakan dalam pengertian ‘kiasan untuk hubungan badan’ dan semua perkataan keji.”
Al Azhari mengatakan,
‫ال َّرفَث اِسْم َجا ِمع لِ ُكلِّ َما ي ُِريدهُ ال َّرجُل ِم ْن ْال َمرْ أَة‬
“Istilah rofats adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada wanita.” Atau dengan kata lain
rofats adalah kata-kata porno.
Itulah diantara perkara yang bisa membuat amalan seseorang menjadi sia-sia. Betapa banyak orang yang ma
sih melakukan seperti ini, begitu mudahnya mengeluarkan kata-kata kotor, dusta, sia-sia dan menggunjing o
rang lain.
3. Jauhilah Pula Berbagai Macam Maksiat
Ingatlah bahwa puasa bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga saja,namun hendaknya seorang yang ber
puasa juga menjauhi perbuatan yang haram.Perhatikanlah saudaraku petuah yang sangat bagus dari Ibnu Ro
jab Al Hambali berikut:
“Ketahuilah, amalan taqarrub (mendekatkan diri) pada Allah ta’ala dengan meninggalkan berbagai syahwat
yang mubah ketika diluar puasa (seperti makan atau berhubungan badan dengan istri, -pen) tidak akan sem
purna hingga seseorang mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan perkara yang Dia larang yaitu
dusta,perbuatan zholim, permusuhan diantara manusia dalam masalah darah, harta dan kehormatan.” (Latho
’if Al Ma’arif, 1/168,Asy Syamilah)
Jabir bin ‘Abdillah menyampaikan petuah yang sangat bagus:
“Seandainya kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu turut berpuasa
dari dusta dan hal-hal haram serta janganlah kamu menyakiti tetangga.Bersikap tenang dan berwibawalah di
hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja.” (Lihat Latho’if Al
Ma’arif, 1/168, Asy Syamilah)
Itulah sejelek-jelek puasa yaitu hanya menahan lapar dan dahaga saja, sedangkan maksiat masih terus dilaku
kan.Hendaknya seseorang menahan anggota badan lainnya dari berbuat maksiat. Ibnu Rojab mengatakan,
‫ب َو الطَّ َع ِام‬
ِ ‫ك ال َّش َرا‬ ِّ ‫أَ ْه َونُ ال‬
ُ ْ‫صيَا ُم تَر‬
“Tingkatan puasa yang paling rendah hanya meninggalkan minum dan makan saja.”
Itulah puasa kebanyakan orang saat ini. Ketika ramadhan dan diluar ramadhan, kondisinya sama saja. Maksi
at masih tetap jalan. Betapa banyak kita lihat para pemuda-pemudi yang tidak berstatus sebagai suami-istri
masih saja berjalan berduaan. Padahal berduaan seperti ini telah dilarang dalam sabda Nabi shallallahu ‘alai
hi wa sallam, namun hal ini tidak diketahui dan diacuhkan begitu saja oleh mereka.
Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
‫الَ يَ ْخلُ َو َّن َر ُج ٌل بِا ْم َرأَ ٍة ِإالَّ َم َع ِذى َمحْ َر ٍم‬
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahramnya.” (HR. Bu
khari, no. 5233)
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam juga bersabda,
‫ إِالَّ َمحْ َر ٍم‬، ُ‫ فَإ ِ َّن ثَالِثَهُ َما ال َّش ْيطَان‬، ُ‫أَالَ الَ يَ ْخلُ َو َّن َر ُج ٌل بِا ْم َرأَ ٍة الَ تَ ِحلُّ لَه‬
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguh
nya syaithan adalah orang ketiga diantara mereka berdua kecuali apabila bersama mahramnya .(HR Ahmad
no 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi shohih dilihat dari jalur lain-)
Apalagi dalam pacaran pasti ada saling pandang-memandang. Padahal Nabi kita shallallahu‘alaihi wasallam
telah memerintahkan kita memalingkan pandangan dari lawan jenis. Namun, orang yang mendapat taufik
dari Allah saja yang bisa menghindari semacam ini. Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,
َ َ‫ ع َْن نَظَ ِر ْالفُ َجا َء ِة فَأ َ َم َرنِى أَ ْن أَصْ ِرفَ ب‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ُول هَّللا‬
‫ص ِرى‬ ُ ‫ َسأ َ ْل‬.
َ ‫ت َرس‬
Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak
sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera me
malingkan pandanganku. (HR. Muslim no. 5770)
Kalau diluar Ramadhan, perbuatan maksiat semacam ini saja jelas-jelas dilarang maka tentu dibulan Rama
dhan lebih tegas lagi pelarangannya. Semoga kita termasuk orang yang mendapat taufik dari Allah untuk
menjauhi berbagai macam maksiat ini.
Apakah Dengan Berkata Dusta dan Melakukan Maksiat, Puasa Seseorang Menjadi Batal?
Untuk menjelaskan hal ini, perhatikanlah perkataan Ibnu Rojab berikut, “Mendekatkan diri pada Allah ta’a
la dengan meninggalkan perkara yang mubah tidaklah akan sempurna sampai seseorang menyempurnakannya
dengan meninggalkan perbuatan haram. Barangsiapa yang melakukan yang haram (seperti berdusta) lalu dia
mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan yang mubah (seperti makan dibulan Ramadhan) ma ka
ini sama halnya dengan seseorang meninggalkan yang wajib lalu dia mengerjakan yang sunnah.Walau pun
puasa orang semacam ini tetap dianggap sah menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama) yaitu orang yang
melakukan semacam ini tidak diperintahkan untuk mengulangi (mengqodho’) puasanya. Alasannya ka rena
amalan itu batal jika seseorang melakukan perbuatan yang dilarang karena sebab khusus dan tidaklah batal
jika melakukan perbuatan yang dilarang yang bukan karena sebab khusus. Inilah pendapat mayoritas ulama.”
Ibnu Hajar dalam Al Fath (6/129) juga mengatakan mengenai hadits perkataan zuur (dusta) dan mengamalkan
nya:
“Mayoritas ulama membawa makna larangan ini pada makna pengharaman, sedangkan batalnya hanya di
khususkan dengan makan, minum dan jima’ (berhubungan suami istri).”
Mula ‘Ali Al Qori dalam Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih (6/308) berkata, “Orang yang berpu
asa seperti ini sama keadaannya dengan orang yang haji yaitu pahala pokoknya (ashlu) tidak batal, tetapi ke
sempurnaan pahala yang tidak dia peroleh. Orang semacam ini akan mendapatkan ganjaran puasa sekaligus
dosa karena maksiat yang dia lakukan.”
Kesimpulannya: Seseorang yang masih gemar melakukan maksiat dibulan Ramadhan seperti berkata dusta,
memfitnah dan bentuk maksiat lainnya yang bukan pembatal puasa, maka puasanya tetap sah, namun dia ti
dak mendapatkan ganjaran yang sempurna disisi Allah. Semoga kita dijauhkan dari melakukan hal-hal sema
cam ini-
Ingatlah Suadaraku Ada Pahala yang Tak Terhingga di Balik Puasa Kalian
Saudaraku, janganlah kita sia-siakan puasa kita dengan hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Marilah
kita menjauhi berbagai hal yang dapat mengurangi kesempurnaan pahala puasa kita. Sungguh sangat merugi
orang yang melewatkan ganjaran yang begitu melimpah dari puasa yang dia lakukan. Seberapa besarkah pa
hala yang melimpah tersebut? Mari kita renungkan bersama hadits berikut ini.
Dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam ber
sabda,
‫ْف‬ٍ ‫ضع‬ ِ ‫ضا َعفُ ْال َح َسنَةُ َع ْش ُر أَ ْمثَالِهَا إِلَى َس ْب ِع ِمائَ ِة‬
َ ُ‫« ُكلُّ َع َم ِل ا ْب ِن آ َد َم ي‬
َ
» ‫ع َش ْه َوتَهُ َوطَ َعا َمهُ ِم ْن أجْ لِى‬ َ َ
ُ ‫قَا َل هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل إِالَّ الصَّوْ َم فَإِنَّهُ لِى َوأنَا أجْ ِزى بِ ِه يَ َد‬
“Setiap amalan kebaikan anak Adam akan dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali dari kebaikan yang
semisal. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “Kecuali puasa, amalan tersebut untuk-Ku dan Aku
sendiri yang akan membalasnya karena dia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku.” (HR.
Muslim no. 1151)
Lihatlah saudaraku, untuk amalan lain selain puasa akan diganjar dengan 10 hingga 700 kali dari kebaikan
yang semisal. Namun, lihatlah pada amalan puasa, khusus untuk amalan ini Allah sendiri yang akan memba
lasnya.Lalu seberapa besar balasan untuk amalan puasa? Agar lebih memahami maksud hadits diatas, perha
tikanlah penjelasan Ibnu Rojab berikut ini:
“Hadits di atas adalah mengenai pengecualian puasa dari amalan yang dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan
hingga 700 kebaikan yang semisal. Khusus untuk puasa, tak terbatas lipatan ganjarannya dalam bilangan-bi
langan tadi.Bahkan Allah ‘Azza waJalla akan melipatgandakan pahala orang yang berpuasa hingga bilangan
yang tak terhingga. Alasannya karena puasa itu mirip dengan sabar. Mengenai ganjaran sabar, Allah ta’ala
berfirman,
‫ب‬ٍ ‫إِنَّ َما يُ َوفَّى الصَّابِرُونَ أَجْ َرهُ ْم بِ َغي ِْر ِح َسا‬
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dibalas dengan pahala tanpa batas.” (QS Az-Zu
mar [39]:10). Bulan Ramadhan juga dinamakan dengan bulan sabar. Juga dalam hadits lain, Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,“Puasa adalah setengah dari kesabaran”(HR Tirmidzi, Syaikh Al Albani dalam Shohih
wa Dho’if Al Jami’ Ash Shogir no. 2658 mengatakan bahwa hadits ini dho’if , -pen)
Sabar ada tiga macam yaitu sabar dalam menjalani ketaatan, sabar dalam menjauhi larangan dan sabar dalam
menghadapi takdir Allah yang terasa menyakitkan. Dan dalam puasa terdapat tiga jenis kesabaran ini. Dida
lamnya terdapat sabar dalam melakukan ketaatan, juga terdapat sabar dalam menjauhi larangan Allah yaitu
menjauhi berbagai macam syahwat. Dalam puasa juga terdapat bentuk sabar terhadap rasa lapar, dahaga,
jiwa dan badan yang terasa lemas. Inilah rasa sakit yang diderita oleh orang yang melakukan amalan taat,
maka dia pantas mendapatkan ganjaran sebagaimana firman Allah ta’ala,
َ ِ‫صةٌ فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َواَل يَطَئُونَ َموْ ِطئًا يَ ِغيظُ ْال ُكفَّا َر َواَل يَنَالُونَ ِم ْن َعد ٍُّو نَ ْياًل إِاَّل ُكت‬
‫ب لَهُ ْم بِ ِه َع َم ٌل‬ َ َ‫ُصيبُهُ ْم ظَ َمأ ٌ َواَل ن‬
َ ‫صبٌ َواَل َم ْخ َم‬ ِ ‫َذلِكَ بِأَنَّهُ ْم اَل ي‬
ْ َ
َ‫ضي ُع أجْ َر ال ُمحْ ِسنِين‬ ‫اَل‬ ‫هَّللا‬ َّ
ِ ُ‫صالِ ٌح إِن َ ي‬ َ
“Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah
dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir dan tidak menim
pakan sesuatu bencana kepada musuh,melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu
suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS At
-Demikianlah penjelasan Ibnu Rojab (dalam Latho’if Al Ma’arif,1/168) yang mengungkap
Tau bah [9]120).”
rahasia bagaimana puasa seseorang bisa mendapatkan ganjaran tak terhingga, yaitu karena didalam puasa
tersebut terdapat sikap sabar.-
Saudaraku, sekali lagi janganlah engkau sia-siakan puasamu. Janganlah sampai engkau hanya mendapat
lapar dan dahaga saja, lalu engkau lepaskan pahala yang begitu melimpah dan tak terhingga disisi Allah dari
amalan puasamu tersebut.
Isilah hari-harimu di bulan suci ini dengan amalan yang bermanfaat, bukan dengan perbuatan yang sia-sia a
tau bahkan mengandung maksiat. Janganlah engkau berpikiran bahwa karena takut berbuat maksiat dan per
kara yang sia-sia, maka lebih baik diisi dengan tidur. Lihatlah suri tauladan kita memberi contoh kepada kita
dengan melakukan banyak kebaikan seperti banyak berderma, membaca Al Qur’an, banyak berzikir dan i’ti
kaf dibulan Ramadhan. Manfaatkanlah waktumu dibulan yang penuh berkah ini dengan berbagai macam ke
baikan dan jauhilah berbagai macam maksiat.
Semoga Allah memberi kita petunjuk, ketakwaan, kemampuan untuk menjauhi yang larang dan diberikan
rasa kecukupan.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi
wa shohbihi wa sallam.
Selesai disusun menjelang Ashar di Panggang, Gunung Kidul 22 Sya’ban 1429H [bertepatan dengan 24 Agustus 2008]
Semoga Allah membalas amalan ini
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
________ooOoo________

Peringatan Bagi Orang yang Enggan Puasa


Kategori: Ramadhan // 23 Juli 2010
Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan “shaum”.Shaum secara bahasa bermakna imsak (menahan diri) da
ri makan, minum, berbicara, nikah dan berjalan. Sebagaimana makna ini dapat kita lihat pada firman Allah
Ta’ala,
‫صوْ ًما فَلَ ْن أُ َكلِّ َم ْاليَوْ َم إِ ْن ِسًي‘}ًّا‬ ُ ْ‫إِنِّي نَ َذر‬
َ ‫ت لِلرَّحْ َم ِن‬
“Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbi
cara dengan seorang manusiapun pada hari ini” (QS. Maryam: 26).
Sedangkan secara istilah shaum bermakna menahan diri dari segala pembatal dengan tata cara yang khusus
[1] Puasa Ramadhan itu wajib bagi setiap muslim yang baligh (dewasa), berakal, dalam keadaan sehat dan
dalam keadaan mukim (tidak melakukan safar/ perjalanan jauh)[2]. Yang menunjukkan bahwa puasa Rama
dhan adalah wajib adalah dalil Al Qur’an, As Sunnah bahkan kesepakatan para ulama (ijma’ ulama)[3].
Di antara dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah Ta’ala,
َ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬ َ ِ‫صيَا ُم َك َما ُكت‬ َ ِ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آَ َمنُوا ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-o
rang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah : 183)
ُ‫ص ْمه‬ُ َ‫فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ُم ال َّش ْه َر فَ ْلي‬
“Karena itu, barangsiapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) dibulan itu, maka hendaklah
ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185)
Dalil dari As Sunnah adalah sabda Nabi shallallahu‘alaihi wasallam,
َ‫ضان‬ َ ‫ َو‬، ِّ‫ َو ْال َحج‬، ‫ َوإِيتَا ِء ال َّز َكا ِة‬، ‫صالَ ِة‬
َ ‫صوْ ِم َر َم‬ َّ ‫ َوإِقَ ِام ال‬، ِ ‫س َشهَا َد ِة أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ هَّللا ُ َوأَ َّن ُم َح َّمدًا َرسُو ُل هَّللا‬
ٍ ‫اإل ْسالَ ُم َعلَى َخ ْم‬
ِ ‫بُنِ َى‬
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah
melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya; menegakkan shalat; menunaikan zakat; menunaikan
haji; dan berpuasa di bulan Ramadhan.”[4]
Hal ini dapat dilihat pula pada pertanyaan seorang Arab Badui kepada Nabi shallallahu‘alaihi wasallam. O
rang badui ini datang menemui Nabi shallallahu‘alaihi wasallam dalam keadaan berambut kusut, kemudian
dia berkata kepada beliau shallallahu‘alaihi wasallam, ” Beritahukan aku mengenai puasa yang Allah wajib
kan padaku.” Kemudian Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
‫ إِالَّ أَ ْن تَطَّ َّو َع َش ْيئًا‬، َ‫ضان‬
َ ‫َش ْه َر َر َم‬
”(Puasa yang wajib bagimu adalah) puasa Ramadhan. Jika engkau menghendaki untuk melakukan puasa
sunnah (maka lakukanlah).”[5]
Wajibnya puasa ini juga sudah ma’lum minnad dini bidhoruroh yaitu secara pasti sudah diketahui wajibnya kare
na ia bagian dari rukun Islam[6]. Sehingga seseorang bisa jadi kafir jika mengingkari wajibnya hal ini.[7]
Peringatan bagi Orang yang Sengaja Membatalkan Puasa
Pada zaman ini kita sering melihat sebagian diantara kaum muslimin yang meremehkan kewajiban puasa yang
agung ini. Bahkan dijalan-jalan ataupun tempat-tempat umum, ada yang mengaku muslim, namun tidak me
lakukan kewajiban ini atau sengaja membatalkannya.Mereka malah terang-terangan makan dan minum dite
ngah-tengah saudara mereka yang sedang berpuasa tanpa merasa berdosa. Padahal mereka adalah orang-orang
yang diwajibkan untuk berpuasa dan tidak punya halangan sama sekali. Mereka adalah orang-orang yang bu
kan sedang bepergian jauh, bukan sedang berbaring ditempat tidur karena sakit dan bukan pula orang yang
sedang mendapatkan halangan haidh atau nifas. Mereka semua adalah orang yang mampu untuk berpuasa.
Sebagai peringatan bagi saudara-saudaraku yang masih saja enggan untuk menahan lapar dan dahaga pada
bulan yang diwajibkan puasa bagi mereka, kami bawakan sebuah kisah dari sahabat Abu Umamah Al Bahili
radhiyallahu ‘anhu.
Abu Umamah menuturkan bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,
‫ فصعدت حتى‬، ‫ إنا سنسهله لك‬: ‫ فقاال‬، ‫ إني ال أطيقه‬: ‫ فقلت‬، ‫ اصعد‬: ‫ فقاال‬، ‫ فأتيا بي جبال وعرا‬،‫ فأخذا بضبعي‬، ‫بينا أنا نائم إذ أتاني رجالن‬
‫ فإذا أنا بقوم معلقين‬، ‫ ثم انطلق بي‬، ‫ هذا عواء أهل النار‬: ‫ ما هذه األصوات ؟ قالوا‬: ‫ قلت‬، ‫إذا كنت في سواء الجبل إذا بأصوات شديدة‬
‫ هؤالء الذين يفطرون قبل تحلة صومهم‬: ‫ من هؤالء ؟ قال‬: ‫ قلت‬: ‫ تسيل أشداقهم دما قال‬، ‫ مشققة أشداقهم‬، ‫بعراقيبهم‬
”Ketika aku tidur, aku didatangi oleh dua orang laki-laki, lalu keduanya menarik lenganku dan membawaku
ke gunung yang terjal. Keduanya berkata, ”Naiklah”.Lalu kukatakan, ”Sesungguhnya aku tidak mampu.”
Ke mudian keduanya berkata ”Kami akan memudahkanmu”. Maka aku pun menaikinya sehingga ketika aku
sam pai dikegelapan gunung, tiba-tiba ada suara yang sangat keras. Lalu  aku bertanya, ”Suara apa itu?”
Mereka menjawab,”Itu adalah suara jeritan para penghuni neraka.”
Kemudian dibawalah aku berjalan-jalan dan aku sudah bersama orang-orang yang bergantungan pada urat
besar diatas tumit mereka, mulut mereka robek dan dari robekan itu mengalirlah darah. Kemudian aku (Abu
Umamah) bertanya,”Siapakah mereka itu?” Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam menjawab,”Mereka ada
lah orang-orang yang berbuka (membatalkan puasa) sebelum tiba waktunya.”[8]
Lihatlah siksaan bagi orang yang membatalkan puasa dengan sengaja dalam hadits ini, maka bagaimana lagi
dengan orang yang enggan berpuasa sejak awal Ramadhan dan tidak pernah berpuasa sama sekali. Renungkan
lah hal ini, wahai saudaraku! Perlu diketahui pula bahwa meninggalkan puasa Ramadhan termasuk dosa yang
amat berbahaya karena puasa Ramadhan adalah puasa wajib dan merupakan salah satu rukun Islam. Para ulama
pun mengatakan bahwa dosa meninggalkan salah satu rukun Islam lebih besar dari dosa besar lainnya[9].
Adz Dzahabi sampai-sampai mengatakan, “Siapa saja yang sengaja tidak berpuasa Ramadhan, bukan karena
sakit (atau udzur lainnya,-pen), maka dosa yang dilakukan lebih jelek dari dosa berzina, lebih jelek dari dosa
menegak minuman keras, bahkan orang seperti ini diragukan keislamannya dan disangka sebagai orang-o
rang munafik dan sempalan.”[10]
Adapun hadits,
َ ‫ َوإِ ْن‬، ‫صيَا ُم ال َّد ْه ِر‬
ُ‫صا َمه‬ ِ ‫ض ِه‬ ٍ ‫ ِم ْن َغي ِْر ع ُْذ ٍر َوالَ َم َر‬، َ‫ضان‬
ِ ‫ض لَ ْم يَ ْق‬ َ ‫َم ْن أَ ْفطَ َر يَوْ ًما ِم ْن َر َم‬
“Barangsiapa berbuka disiang hari bulan Ramadhan tanpa ada udzur (alasan) dan bukan pula karena sakit
maka perbuatan semacam ini tidak bisa digantikan dengan puasa setahun penuh jika dia memang mampu
melakukannya”; adalah hadits yang dho’if sebagaimana disebutkan oleh mayoritas ulama.[11]
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
[1] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9904.
[2] Shahih Fiqh Sunnah, 2/ 88.
[3] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9904.
[4] HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16, dari ‘Abdullah bin ‘Umar.
[5] HR. Bukhari no. 6956, dari Tholhah bin ‘Ubaidillah.
[6] Ar Roudhotun Nadiyah, hal. 318.
[7] Shahih Fiqh Sunnah, 2/ 89.
[8] HR Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya 7/263,Al Hakim 1/595 dalam mustadroknya. Adz Dzahabi menga takan bahwa
hadits ini shahih sesuai syarat Muslim namun tidak dikeluarkan olehnya. Penulis kitab Shifat Shaum Nabi (hal. 25) me
ngatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
[9] Demikianlah yang dijelaskan Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam beberapa penjelasan beliau.
[10] Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq, 1/434, Mawqi’ Ya’sub, Asy Syamilah
[11] HR Abu Daud no.2396, Tirmidzi no.723,Ibnu Majah no.1672,Ahmad 2/386. Hadits tersebut disebutkan oleh Bukhari
secara mu’allaq (tanpa sanad) dalam kitab shahihnya dengan lafazh tamrid (tidak tegas) dari Abu Hurairah dan dika
takan marfu’ (sampai pada Nabi shallallahu‘alaihi wasallam). Juga perkataan semacam ini dikatakan oleh Ibnu Mas’ud.
Ibnu Hazm dalam Al Muhalla (6/183)  mengatakan,“Kami tidak berpegang dengan hadits tersebut karena di dalamnya ter
dapat Abu Muthawwis yang tidak dikenal ‘adl-nya (kesholihannya). Kami pun tidak berpegang dengan yang dho’if.” Hadits
ini juga dinilai dho’if oleh Ibnu ‘Abdil Barr dalam At Tamhid (7/173). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut
dho’if sebagaimana dalam Dho’if At Targhib wa At Tarhib no. 605.
________ooOoo________
Pelajaran dari Perang Badar
Kategori: Ramadhan, Sejarah Islam // 7 September 2009

Saudaraku sesama muslim…


Marilah sejenak kita melakukan kilas balik terhadap berbagai peristiwa dibulan Ramadhan yang penuh ber
kah ini. Kita berharap mudah-mudahan dengan mempelajari dan mengamati peristiwa ini, kita bisa mendapat
kan banyak hikmah dan pelajaran berharga bagi kehidupan kita sehari-hari. Dua tahun setelah Nabi kita ter
cinta Muhammad shallallahu‘alaihi wasallam berhijrah ke madinah, bertepatan dengan bulan Ramadhan
yang mulia ini, terjadilah satu peristiwa besar namun sering dilupakan kaum muslimin. Peristiwa tersebut
adalah perang Badar.
Disebut sebagai peristiwa besar, karena perang Badar merupakan awal perhelatan senjata dalam kapasitas
besar yang dilakukan antara pembela Islam dan musuh Islam. Saking hebatnya peristiwa ini,Allah namakan
hari teradinya peristiwa tersebut dengan Yaum Al Furqan (hari pembeda) karena pada waktu itu, Allah, Dzat
yang menurunkan syariat Islam, hendak membedakan antara yang haq dengan yang batil. Disaat itulah
Allah mengangkat derajat kebenaran dengan jumlah kekuatan yang terbatas dan merendahkan kebatilan
meskipun jumlah kekuatannya 3 kali lipat. Allah menurunkan pertolongan yang besar bagi kaum muslimin
dan meme nangkan mereka di atas musuh-musuh Islam.
Sungguh sangat disayangkan, banyak diantara kaum muslimin dimasa kita melalaikan kejadian bersejarah
ini Padahal, dengan membaca peristiwa ini, kita dapat mengingat sejarah para shahabat yang mati-matian
memperjuangkan Islam, yang dengan itu, kita bisa merasakan indahnya agama ini.
Sebelum melanjutkan tulisan, kami mengingatkan bawa tujuan tulisan bukanlah mengajak anda untuk
mengadakan peringatan hari perang badar, demikian pula tulisan tidak mengupas sisi sejarahnya, karena ini
bisa di dapatkan dengan merujuk buku-buku sejarah. Tulisan ini hanya mencoba mengajak pembaca untuk
merenungi ibrah dan pelajaran berharga di balik serpihan-serpihan sejarah perang Badar.
Latar Belakang Pertempuran
Suatu ketika terdengarlah kabar dikalangan kaum muslimin Madinah bahwa Abu Sufyan beserta kafilah da
gangnya, hendak berangkat pulang dari Syam menuju Mekkah. Jalan mudah dan terdekat untuk perjalanan
Syam menuju Mekkah harus melewati Madinah. Kesempatan berharga ini dimanfaatkan oleh Nabi shallalla
hu‘alaihi wasallam dan para shahabat untuk merampas barang dagangan mereka. Harta mereka menjadi ha
lal bagi kaum muslimin. Mengapa demikian? Bukankah harta dan darah orang kafir yang tidak bersalah itu
haram hukumnya?
Setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan harta Orang kafir Quraisy tersebut halal bagi para shahabat:
1. Orang-orang kafir Quraisy statusnya adalah kafir harbi, yaitu orang kafir yang secara terang-terangan me
merangi kaum muslimin, mengusir kaum muslimin dari tanah kelahiran mereka di Mekah dan melarang
kaum muslimin untuk memanfaatkan harta mereka sendiri.
2. Tidak ada perjanjian damai antara kaum muslimin dan orang kafir Quraisy yang memerangi kaum muslimin.
Dengan alasan inilah, mereka berhak untuk menarik kembali harta yang telah mereka tinggal dan merampas
harta orang musyrik.
Selanjutnya Nabi shallallahu‘alaihi wasallam berangkat bersama tiga ratus sekian belas shahabat. Para ahli
sejarah berbeda pendapat dalam menentukan jumlah pasukan kaum muslimin diperang badar. Ada yang me
ngatakan 313, 317 dan beberapa pendapat lainnya. Oleh karena itu, tidak selayaknya kita berlebih-lebihan
dalam menyikapi angka ini, sehingga dijadikan sebagai angka idola atau angka keramat, semacam yang di
lakukan oleh LDII yang menjadikan angka 313 sebagai angka keramat organisasi mereka dengan anggapan
bahwa itu adalah jumlah pasukan Badar.
Diantara tiga ratus belasan pasukan itu, ada dua penunggang kuda dan 70 onta yang mereka tunggangi ber
gan tian. 70 orang di kalangan Muhajirin dan sisanya dari Anshar.
Sementara dipihak lain, orang kafir Quraisy ketika mendengar kabar bahwa kafilah dagang Abu Sufyan me
minta bantuan, dengan sekonyong-konyong mereka menyiapkan kekuatan mereka sebanyak 1000 personil,
600 baju besi,100 kuda dan 700 onta serta dengan persenjataan lengkap. Berangkat dengan penuh kesombo
ngan dan pamer kekuatan di bawah pimpinan Abu Jahal.
Allah Berkehendak Lain
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para shahabat keluar dari Madinah dengan harapan dapat meng
hadang kafilah dagang Abu Sufyan. Merampas harta mereka sebagai ganti rugi terhadap harta yang diting
galkan kaum muhajirin di Makah. Meskipun demikian, mereka merasa cemas bisa jadi yang mereka temui
justru pasukan perang.
Oleh karena itu, persenjataan yang dibawa para shahabat tidaklah selengkap persenjataan ketika perang.
Namun, Allah berkehendak lain. Allah mentakdirkan agar pasukan tauhid yang kecil ini bertemu dengan
pasukan kesyirikan. Allah hendak menunjukkan kehebatan agamanya, merendahkan kesyi rikan. Allah
gambarkan kisah mereka dalam firmanNya:
َ‫ق بِ َكلِ َماتِ ِه َويَ ْقطَ َع دَابِ َر ْال َكافِ ِرين‬
َّ ‫ق ْال َح‬
َّ ‫ت ال َّشوْ َك ِة تَ ُكونُ لَ ُك ْم َوي ُِري ُد هَّللا ُ أَ ْن يُ ِح‬
ِ ‫َوإِ ْذ يَ ِع ُد ُك ُم هَّللا ُ إِحْ دَى الطَّائِفَتَ ْي ِن أَنَّهَا لَ ُك ْم َوتَ َو ُّدونَ أَ َّن َغ ْي َر َذا‬
“Dan (ingatlah),ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hada
pi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekekuatan senjata-lah yang
untukmu (kamu hadapi, pent. Yaitu kafilah dagang) dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang be
nar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir.” (Qs. Al Anfal: 7)
Demikianlah gambaran orang shaleh. Harapan Nabi shallallahu‘alaihi wasallam dan para shahabat tidak ter
wujud. Mereka menginginkan harta kafilah dagang, tetapi yang mereka dapatkan justru pasukan siap pe
rang. Kenyataan ini memberikan pelajaran penting dalam masalah aqidah bahwa tidak semua yang dike
hendaki orang shaleh selalu dikabulkan oleh Allah. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, tidak ada yang
mampu mengendalikan keinginan Allah. Sehebat apapun keshalehan seseorang, setinggi apapun ting kat
kiyai seseorang sama sekali tidak mampu mengubah apa yang Allah kehendaki.
Keangkuhan Pasukan Iblis
Ketika Abu Sufyan berhasil meloloskan diri dari kejaran pasukan kaum muslimin, dia langsung mengirim
kan surat kepada pasukan Mekkah tentang kabar dirinya dan meminta agar pasukan Mekkah kembali pulang.
Namun, dengan sombongnya, gembong komplotan pasukan kesyirikan enggan menerima tawaran ini. Dia
justru mengatakan,
“Demi Allah, kita tidak akan kembali sampai kita tiba di Badar. Kita akan tinggal disana tiga hari, menyem
belih onta, pesta makan, minum khamr, mendengarkan dendang lagu biduwanita sampai masyarakat jazirah
arab mengetahui kita dan senantiasa takut kepada kita…”
Keangkuhan mereka ini Allah gambarkan dalam FirmanNya,
ٌ‫ص ُّدونَ ع َْن َسبِي ِل هَّللا ِ َوهَّللا ُ بِ َما يَ ْع َملُونَ ُم ِحيط‬ ِ َ‫َواَل تَ ُكونُوا َكالَّ ِذينَ خَ َرجُوا ِم ْن ِدي‬
ِ َّ‫ار ِه ْم بَطَرًا َو ِرئَا َء الن‬
ُ َ‫اس َوي‬
“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan
dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah melipu
ti apa yang mereka kerjakan…” (Qs. Al-Anfal: 47)
Mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu dibawah pengaturan Allah, karena ditutupi de
ngan kesombongan mereka. Mereka tidak sadar bahwa Allah kuasa membalik keadaan mereka. Itulah
gambaran pasukan setan, sangat jauh dari kerendahan hati dan tawakal kepada Yang Kuasa.
Kesetiaan yang Tiada Tandingnya
Ketika Nabi shallallahu‘alaihi wasallam merasa yakin bahwa yang nantinya akan ditemui adalah pasukan
perang dan bukan kafilah dagang, beliau mulai cemas dan khawatir terhadap keteguhan dan semangat shaha
bat. Beliau sadar bahwa pasukan yang akan beliau hadapi kekuatannya jauh lebih besar dari pada kekuatan
pasukan yanng beliau pimpin. Oleh karena itu, tidak heran jika ada sebagian shahabat yang merasa berat de
ngan keberangkatan pasukan menuju Badar. Allah gambarkan kondisi mereka dalam firmanNya,
ِ ‫ق َوإِ َّن فَ ِريقًا ِمنَ ْال ُم ْؤ ِمنِينَ لَ َك‬
َ‫ارهُون‬ ِّ ‫ك بِ ْال َح‬
َ ِ‫ك ِم ْن بَ ْيت‬ َ ‫َك َما أَ ْخ َر َج‬
َ ُّ‫ك َرب‬
“Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya seba
gian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya.” (Qs. Al Anfal: 5)
Sementara itu, para komandan pasukan Muhajirin, seperti Abu Bakr dan Umar bin Al Khattab sama sekali ti
dak mengendor dan lebih baik maju terus. Namun, ini belum dianggap cukup oleh Rasulullah shallallahu‘a
laihi wasallam. Beliau masih menginginkan bukti konkret kesetiaan dari shahabat yang lain. Akhirnya, un
tuk menghilangkan kecemasan itu, beliau berunding dengan para shahabat, meminta kepastian sikap mereka
untuk menentukan dua pilihan:(1) tetap melanjutkan perang apapun kondisinya, ataukah(2) kembali ke Ma
dinah. Majulah Al Miqdad bin ‘Amr seraya berkata,“Wahai Rasulullah, majulah terus sesuai apa yang dipe
rintah kan Allah kepada anda. Kami akan bersama anda. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan sebagai
mana perkataan Bani Israil kepada Musa: ‘Pergi saja kamu, wahai Musa bersama Rab-mu (Allah) berpe
ranglah kalian berdua, kami biar duduk menanti disini saja. [1]‘” Kemudian Al Miqdad melanjutkan: “Te
tapi pegilah anda bersama Rab anda (Allah), lalu berperanglah kalian berdua dan kami akan ikut berperang
bersama kalian berdua. Demi Dzat Yang mengutusmu dengan kebenaran, andai anda pergi membawa kami
kedasar sumur yang gelap, kamipun siap bertempur bersama engkau hingga engkau bisa mencapai tempat itu”
Kemudian Nabi shallallahu‘alaihi wasallam memberikan komentar yang baik terhadap perkataan Al Miqdad
dan mendo’akan kebaikan untuknya. Selanjutnya, majulah Sa’ad bin Muadz radhiyallahu‘anhu, koman dan
pasukan kaum anshar.
Sa’ad mengatakan, “Kami telah beriman kepada Anda. Kami telah membenarkan Anda. Andaikan Anda
bersama kami terhalang lautan lalu Anda terjun kedalam lautan itu, kami pun akan terjun bersama Anda….”
Sa’ad radhiyallahu‘anhu juga mengatakan, “Boleh jadi Anda khawatir, jangan-jangan kaum Anshar tidak
mau menolong Anda kecuali diperkampungan mereka (Madinah). Sesungguhnya aku berbicara dan
memberi jawaban atas nama orang-orang anshar. Maka dari itu, majulah seperti yang Anda kehendaki….”
Di Sudut Malam yang Menyentuh Jiwa…
Pada malam itu, malam jum’at 17 Ramadhan 2H, Nabi Allah Muhammad shallallahu‘alaihi wasallam lebih
banyak mendirikan shalat didekat pepohonan.Sementara Allah menurunkan rasa kantuk kepada kaum musli
min sebagai penenang bagi mereka agar bisa beristirahat. Sedangkan kaum musyrikin dipihak lain dalam ke
adaan cemas. Allah menurunkan rasa takut kepada mereka. Adapun Beliau senantiasa memanjatkan do’a ke
pada Allah. Memohon pertolongan dan bantuan dari-Nya. Diantara do’a yang dibaca Nabi shallallahu‘alai
hi wasallam berulang-ulang adalah,
“…Ya Allah, jika Engkau berkehendak (orang kafir menang), Engkau tidak akan disembah. Ya Allah, jika
pasukan yang kecil ini Engkau binasakan pada hari ini, Engkau tidak akan disembah…..”
Beliau shallallahu‘alaihi wasallam mengulang-ulang do’a ini sampai selendang beliau tarjatuh karena lama
nya berdo’a, kemudian datanglah Abu Bakar As Shiddiq radhiyallahu‘anhu memakaikan selendang beliau
yang terjatuh sambil memeluk beliau… “Cukup-cukup, wahai Rasulullah…”
Tentang kisah ini, diabadikan Allah dalam FirmanNya,
ِ ‫ق اأْل َ ْعن‬
ٍ ‫َاق َواضْ ِربُوا ِم ْنهُ ْم ُك َّل بَن‬
( ‫َان‬ َ ْ‫ب فَاضْ ِربُوا فَو‬ َ ‫ب الَّ ِذينَ َكفَرُوا الرُّ ْع‬ ِ ‫إِ ْذ يُو ِحي َربُّكَ إِلَى ْال َماَل ئِ َك ِة أَنِّي َم َع ُك ْم فَثَبِّتُوا الَّ ِذينَ آَ َمنُوا َسأ ُ ْلقِي فِي قُلُو‬
)13( ‫ب‬ ِ ‫ق هَّللا َ َو َرسُولَهُ فَإ ِ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا‬
ِ ِ‫ك بِأَنَّهُ ْم َشاقُّوا هَّللا َ َو َرسُولَهُ َو َم ْن يُ َشاق‬
َ ِ‫) َذل‬12
“Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka
teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman”. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan kedalam
hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.
(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan
barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.” (Qs Al
Anfal:12-13) Bukti kemukjizatan Beliau shallallahu‘alaihi wasallam
Seusai beliau menyiapkan barisan pasukan shahabatnya, kemudian beliau shallallahu‘alaihi wasallam berja
lan ditempat pertempuran dua pasukan. Kemudian beliau berisyarat, “Ini tempat terbunuhnya fulan, itu tem
pat matinya fulan, sana tempat terbunuhnya fulan….”
Tidak satupun orang kafir yang beliau sebut namanya, kecuali meninggal tepat ditempat yang diisyaratkan
beliau shallallahu‘alaihi wasallam.
Bara Peperangan Mulai Menyala
Yang pertama kali menyulut peperangan adalah Al Aswad Al Makhzumi, seorang yang berperangai kasar
dan akhlaknya buruk. Dia keluar dari barisan orang kafir sambil menantang. Kedatangannya langsung disam
but oleh Hamzah bin Abdul Muthallib radhiyallahu‘anhu. Setelah saling berhadapan, Hamzah radhiyallahu
‘anhu langsung menyabet pedangnya hingga kaki Al Aswad Al Makhzumi putus. Setelah itu, Al Aswad me
rangkak kekolam dan tercebur didalamnya. Kemudian Hamzah menyabetkan sekali lagi ketika dia berada di
dalam kolam. Inilah korban Badar pertama kali yang menyulut peperangan.
Selanjutnya, muncul tiga penunggang kuda handal dari kaum Musyrikin. Ketiganya berasal dari satu keluar
ga. Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin Rabi’ah dan anaknya Al Walid bin Utbah. Kedatangan mereka ditangga
pi 3 pemuda Anshar, yaitu Auf bin Harits, Mu’awwidz bin Harits dan Abdullah bin Rawahah. Namun, keti
ga orang kafir tersebut menolak adu tanding dengan tiga orang Anshar dan mereka meminta orang terpandang
di kalangan Muhajirin. Kemudian Nabi shallallahu‘alaihi wasallam memerintahkan Ali, Hamzah dan Ubai
dah bin Harits untuk maju. Ubaidah berhadapan dengan Al Walid, Ali berhadapan dengan Syaibah dan Ham
zah berhadapan dengan Utbah. Bagi Ali dan Hamzah, menghadapi musuhnya tidak ada kesulitan. Lain hal
nya dengan Ubaidah. Masing-masing saling melancarkan serangan, hingga masing-masing terluka. Kemudi
an lawan Ubaidah dibunuh oleh Ali radhiyallahu‘anhu. Atas peritiwa ini, Allah abadikan dalam firmanNya,
ْ ‫ان‬
َ َ‫اخت‬
‫ص ُموا فِي َربِّ ِه ْم‬ ِ ‫هَ َذا ِن خَ صْ َم‬
“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar
mengenai Rabb mereka (Allah)…” (Qs. Al Hajj: 19)
Selanjutnya, bertemulah dua pasukan. Pertempuran-pun terjadi antara pembela Tauhid dan pembela syirik.
Mereka berperang karena perbedaan prinsip beragama, bukan karena rebutan dunia. Sementara itu, Nabi
shal lallahu‘alaihi wasallam berada ditenda beliau, memberikan komando terhadap pasukan. Abu Bakar
dan Sa’ ad bin Muadz radhiyallahu‘anhuma bertugas menjaga beliau. Tidak pernah putus, Nabi
shallallahu‘alaihi wa sallam senantiasa melantunkan do’a dan memohon bantuan dan pertolongan kepada
Allah. Terkadang beliau keluar tenda dan mengatakan, “Pasukan (Quraisy) akan dikalahkan dan ditekuk
mundur…”
Beliau juga senantiasa memberi motivasi kepada para shahabat untuk berjuang. Beliau bersabda “Demi Allah
tidaklah seseorang memerangi mereka pada hari ini, kemudian dia terbunuh dengan sabar dan mengharap
pahala serta terus maju dan pantang mundur, pasti Allah akan memasukkannya ke dalam surga.”
Tiba-tiba berdirilah Umair bin Al Himam Al Anshari sambil membawa beberapa kurma untuk dimakan, be
liau bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah surga lebarnya selebar langit dan bumi?” Nabi shallallahu‘ alai
hi wasallam menjawab, “Ya.”Kemudian Umair mengatakan: “Bakh…Bakh..(ungkapan kaget) .Wahai
Rasul ullah, antara diriku dan aku masuk surga adalah ketika mereka membunuhku. Demi Allah, andaikan
saya hidup harus makan kurma dulu, sungguh ini adalah usia yang terlalu panjang. Kemudian beliau
melempar
kan kurmanya, dan terjun ke medan perang sampai terbunuh.”
Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam mengambil segenggam pasir dan me
lemparkannya kebarisan musuh. Sehingga tidak ada satu pun orang kafir kecuali matanya penuh dengan pa
sir. Mereka pun sibuk dengan matanya sendiri-sendiri, sebagai tanda kemukjizatan Beliau atas kehendak
Dzat Penguasa alam semesta.
Dekat Dalam Hidup
Nabi shallallahu‘alaihi wasallam melarang untuk membunuh Abul Bakhtari.Karena ketika di Mekkah,dia
sering melindungi Nabi shallallahu‘alaihi wasallam dan yang memiliki inisiatif untuk menggugurkan boi
kot pada Bani Hasyim. Suatu ketika Al Mujadzar bin Ziyad bertemu dengannya ditengah pertempuran.Keti
ka, itu Abul Bakhtari bersama rekannya.Maka,Al Mujadzar mengatakan,“Wahai Abul Bakhtari, sesungguh
nya Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam melarang kami untuk membunuhmu.”
“Lalu bagaimana dengan temanku ini?”, tanya Abul Bakhtari
“Demi Allah, kami tidak akan membiarkan temanmu.” Jawab Al Mujadzar.
Akhirnya mereka berdua melancarkan serangan, sehingga dengan terpaksa Al Mujadzar membunuh Abul
Bakhtari.
Kemenangan Bagi Kaum Muslimin
Singkat cerita, pasukan musyrikin terkalahkan dan terpukul mundur. Pasukan kaum muslimin berhasil mem
bunuh dan menangkap beberapa orang diantara mereka. Ada tujuh puluh orang kafir terbunuh dan tujuh pu
luh yang dijadikan tawanan. Diantara 70 yang terbunuh ada 24 pemimpin kaum Musyrikin Quraisy yang di
seret dan dimasukkan kedalam lubang-lubang di Badar. Termasuk diantara 24 orang tersebut adalah Abu
Jahal, Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin Rabi’ah dan anaknya, Al Walid bin Utbah.
Demikianlah perang badar, pasukan kecil mampu mengalahkan pasukan yang lebih besar dengan izin Allah.
Allah berfirman,
َ‫ت فِئَةً َكثِي َرةً بِإ ِ ْذ ِن هَّللا ِ َوهَّللا ُ َم َع الصَّابِ ِرين‬
ْ َ‫َك ْم ِم ْن فِئَ ٍة قَلِيلَ ٍة َغلَب‬
“…Betapa banyak golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.Dan
Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Qs. Al Baqarah: 249)
Mereka…
Mereka menang bukan karena kekuatan senjata
Mereka menang bukan karena kekuatan jumlah personilnya
Mereka MENANG karena berperang dalam rangka menegakkan kalimat Allah dan membela agamaNya…
Allahu Al Musta’an…
Footnote:
[1] Perkataan Al Miqdad radhiyallahu ‘anhu ini merupakan cuplikan dari firman Allah surat Al Maidah: 24
Penulis: Ammi Nur Baits
Artikel www.muslim.or.id
________ooOoo________

Ramadhan Dan Perbaikan Diri


Kategori: Ramadhan // 30 Juli 2011

Bulan Ramadhan… tak lama lagi menjumpai kita… Perasaan gembira dan rindu meliputi jiwa orang-orang
yang beriman. Menantikan malam-malam yang khusyu’ dengan lantunan ayat-ayat al-Qur’an dan dzikir ke
pada ar-Rahman…
Pembaca yang dimuliakan Allah…Sudah menjadi tabiat dan karakter orang-orang yang beriman untuk mera
sa senang dengan ketaatan dan merasa sedih dengan kemaksiatan. Sebagaimana aqidah yang dipegang teguh
oleh Ahlus Sunnah, bahwa iman itu bertambah dan berkurang. Bertambah dengan sebab ketaatan dan berku
rang dengan sebab kemaksiatan.
Keimanan dengan segala cabangnya adalah bagian tak terpisahkan dalam hidup umat Islam. Sebaliknya , ke
kafiran dengan segala cabangnya adalah perusak dan pengganggu ketentraman hidup mereka. Maka kedatang
an bulan Ramadhan disetiap tahun merupakan penyejuk hati dan penentram perasaan. Dengan kesejukan su
asana Ramadhan, umat manusia dilatih untuk mengendalikan berbagai keinginan nafsunya. Ia ditundukkan,
di gembleng dan dibina dalam rangka taat dan mendahulukan kecintaan Rabbnya diatas segala -galanya.
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,“Akan merasakan manisnya iman, orang yang ridha Allah
sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Nabi.” (HR. Muslim)
Keimanan itulah yang menjadi syiar hidup mereka. Mereka hidup dan mati di atasnya, bergerak dan diam ka
renanya, ruku’ dan sujud dengannya, harap dan takut karenanya, cinta dan benci pun karenanya. Iman itulah
yang menggerakkan persendian hidup mereka. Karena itulah, tatkala noda maksiat dan kotoran dosa meru
sak hati dan pikiran mereka,mereka pun merasa terganggu dan tidak nyaman dengannya. Mereka sangat me
nya dari bahwa lunturnya nilai-nilai keimanan merupakan bencana bagi kehidupan mereka, didunia sebelum
nanti diakhirat… wal ‘iyadzu billaah…
Jadi tidak heran, jika sahabat Abdullah bin Mas’ud memberikan gambaran dua sikap yang sangat berlainan,
antara orang yang menjaga nilai-nilai keimanan dengan orang yang telah terbuai dan terbius dengan racun-
racun kekafiran. Beliau berkata, “Seorang mukmin melihat dosa-dosanya seolah-olah dia sedang duduk di
bawah sebuah gunung dia khawatir kalau gunung itu akan runtuh menimpanya. Adapun orang yang fajir/
munafik melihat dosa-dosanya seperti lalat saja, yang mampir diatas hidungnya, lantas dengan ringannya
dia halau lalat tersebut -dengan tangannya-.” (HR. Bukhari)
Sehingga momentum Ramadhan dengan ibadah puasanya, adalah kesempatan emas bagi orang yang merasa
memiliki dosa dihadapan Tuhannya. Karena apabila dosa-dosa itu tidak diampuni, tentulah ia akan membu
ahkan penyesalan, kesedihan dan rasa takut kelak dihari pembalasan…Rasulullah shallallahu‘alaihi wasal
lam bersabda,“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni
dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah ibadah agung yang dinantikan itu..Seorang mukmin, tak akan melewatkan kesempatan emas ini. Bagi
nya, dunia seisinya tidak ada artinya dibandingkan ampunan dan rahmat Allah ta’ala. Inilah kenikmatan ha
kiki dan kebahagiaan yang sejati. Karena dengan puasa, seorang hamba akan berjuang untuk menjadi sosok
yang bertakwa. Dan dengan ketakwaan itulah, seorang manusia akan menjadi mulia dan dicintai oleh Rabb
alam semesta.
Ramadhan ada dihadapan, bekali diri kita dengan ilmu dan iman, tuk menyambut bulan yang agung, bulan
yang penuh kebaikan, bulan yang menjadi penghibur hati orang-orang yang beriman. Allahul musta’aan…
Penulis: Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
________ooOoo________

Pelajaran Berharga di Bulan Ramadhan (1)


Kategori: Fiqh dan Muamalah, Ramadhan // 23 September 2008

Allah ta’ala menciptakan hambanya dengan tujuan agar hanya beribadah pada-Nya semata dan tidak menye
kutukannya dengan sesuatu pun. Allah ta’ala berfirman dalam kitabnya yang mulia:
ِ ‫س إِالَّ لِيَ ْعبُد‬
‫ُون‬ ِ ‫ت ْال ِج َّن َو‬
َ ‫اإل ْن‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬
“Tidaklah aku ciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya  mereka menyembah-Ku” (QS Adz-Dzariyat: 56)
Allah ta’ala menjadikan dunia ini sebagai tempat ujian dan cobaan untuk mengetahui siapa yang paling baik
amalannya. Allah ta’ala berfirman:
‫ َوه َُو ْال َع ِزي ُز ْال َغفُو ُر‬:‫ ثم قال‬,ً‫ق ْال َموْ تَ َو ْال َحيَاةَ لِيَ ْبلُ َو ُك ْم أَيُّ ُك ْم أَحْ َسنُ َع َمال‬
َ َ‫الَّ ِذي خَ ل‬
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalan
nya.”
Kemudian Dia berfirman: “Dan Dia adalah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2)
Orang-orang yang diuji untuk diketahui siapakah yang paling baik amalannya akan mendapatkan balasan de
ngan amal tersebut sehingga Allah ta’ala menutup ayat tersebut dengan nama-Nya Al Ghofur (Maha Peng
ampun), sedangkan bagi orang-orang yang tidak mampu menghadapi ujian dan cobaan di dunia maka dia
berhak mendapatkan  hukuman dari-Nya sehingga Dia menutup pula ayat tersebut dengan Namanya Al A
ziz (Maha Perkasa). Yang Demikian itu sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya:
‫ َوأَ َّن َع َذابِي هُ َو ْال َع َذابُ األَلِي ُم‬,‫َّحي ُم‬
ِ ‫نَبِّئْ ِعبَا ِدي أَنِّي أَنَا ْال َغفُو ُر الر‬
“Kabarkanlah kepada hamba Ku bahwa sesungguhnya Aku adalah Maha Pengampun lagi Maha Penya
yang dan sesungguhnya Azabku adalah Azab yang sangat pedih.” (QS. Al-Hijr: 49)
Keindahan Bulan Ramadhan
Sebagaimana Allah telah memuliakan sebagian manusia lebih dari yang lainnya, sebagian tempat dari tem
pat lainnya, Allah ta’ala juga telah memuliakan dan memberkahi bulan Ramadhan dibandingkan bulan-bulan
lainnya. Bulan ini merupakan even akhirat dimana pada bulan ini hamba-hamba-Nya yang saleh akan saling
berlomba-lomba untuk meraih akhirat, mendapatkan kemenangan dan mencari cara untuk mendekatkan diri
kepada Allah sedekat-dekatnya. Mereka berpuasa disiang hari, shalat tarawih dimalam hari dan memperba
nyak membaca al-Qur’an. Mereka melakukan berbagai macam ketaatan dan menjauhi maksiat karena meng
harapkan pahala yang besar dan berbagai keutamaan di bulan ini.
Ketika Allah mewajibkan kepada hamba-Nya untuk berpuasa Ramadhan, Rasulullah shallallahu‘alaihi wa
sallam juga memberikan motivasi kepada umatnya setelah puasa Ramadhan untuk mengerjakan puasa 6 hari
di bulan Syawal agar mendapatkan pahala yang sangat besar yaitu seperti puasa sepanjang masa. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang sahih:
‫من صام رمضان ثم أتبعه ستا ً من شوال كان كصيام الدهر‬
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian mengikutinya dengan berpusa enam hari dibulan Sya
wal maka dia seperti berpuasa sepanjang masa.” (HR. Muslim)
Keutamaan yang lain dari bulan ini, Allah telah memberikan kemudahan bagi hambanya untuk memperoleh
jalan-jalan yang dapat mengangkat derajat seseorang dan meleburkan dosa-dosanya. Bulan Ramadhan ada
lah bulan diturunkannya Al Qur’an,dibukakannya pintu surga, ditutupnya pintu neraka, dibelenggunya setan
sebagaimana yang Allah terangkan dalam hadits qudsi:
‫كل عمل ابن آدم له الحسنة بعشر أمثالها إال الصوم فإنه لي وأنا أجزي به‬
“Setiap amalan anak Adam baginya sepuluh kebaikan yang semisal dengannya kecuali puasa. Maka sesung
guhnya puasa itu untukku dan aku yang akan memberinya pahala.” (HR. Bukhari)
Apabila telah berlalu bulan Ramadhan dan bulan Syawal maka seorang hamba akan memasuki pula bulan
haji. Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:
)‫ (رواه البخاري ومسلم وغيرهما‬.‫من حج فلم يرفث ولم يفسق رجع من ذنوبه كيوم ولدته أمه‬
“Barang siapa berhaji dan dia tidak berbuat keji dan fasik maka dia kembali ke tempat asalnya seperti bayi
yang baru dilahirkan.” (HR Bukhari dan Muslim)
)‫ (رواه البخاري ومسلم وغيرهما‬.‫العمرة إلى العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء إال الجنة‬
“Umrah ke umrah berikutnya adalah penebus dosa di antara waktu keduanya  dan haji mabrur tidak ada
ba lasan baginya kecuali surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pelajaran Berharga Bulan Ramadhan
Bulan Ramadhan adalah even yang penuh berkah diantara even-even akhirat.Umat islam selalu menanti-na
ntikan bulan ini setiap harinya. Maka beruntunglah orang-orang yang berjumpa dengan Allah dengan mem
bawa amal saleh dan diterima amalannya. Alangkah meruginya orang-orang yang menemui bulan ini tanpa
amal saleh, bersikap lalai, menyibukkan diri dengan keridaan setan dan memperturuti hawa nafsunya yang
jelek wal ‘iyadzubillah
Sebagian pelajaran yang bisa dipetik oleh seorang muslim yang berpuasa dan banyak melakukan ke taatan
pada hari-hari yang penuh berkah ini  antara lain:
1. Balasan kejelekan adalah kejelekan sesudahnya, dengan demikian sesungguhnya seorang muslim yang
ingin mendapatkan kebaikan bagi dirinya, jika menyukai perjumpaan dengan bulan Ramadhan yang penuh
berkah, menyibukkan dengan ketaatan pada-Nya, bersyukur terhadap segala kenikmatannya yang nam
pak maupun tersembunyi maka dia akan mantap untuk beramal saleh, tergerak hatinya untuk menyukai
negeri akhirat yang tidak bermanfaat dinegeri akhirat harta benda, anak-anak kecuali yang datang mengha
dap Allah dengan hati yang salim (bersih). Maka benarlah,jika seorang hamba jiwanya senang dengan ke
taatan pada hari-hari yang penuh berkah, berharap pahala dari Allah, menjauhi maksiat karena takut azab
Allah maka ia akan memperoleh faedah berupa pelajaran berharga yang mengharuskannya untuk berbuat
ketaatan dan menjauhi larangannya.Sesungguhnya Allah itu terus disembah hingga datang kematian seba
gaimana firman-Nya,
َ َ‫ك َحتَّى يَأْتِي‬
ُ‫ك ْاليَقِين‬ َ َّ‫َوا ْعبُ ْد َرب‬
“Sembahlah Rabb kalian hingga datang hari yang pasti (Kematian).” (QS. Al-Hijr: 99)
َ‫ق تُقَاتِ ِه َوال تَ ُموتُ َّن ِإالَّ َوأَ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُمون‬ َّ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َح‬
“Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah pada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah
kalian mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Ali Imran: 132)
Maka tidak selayaknya bagi seorang muslim yang telah merasakan nikmatnya bulan Ramadhan  untuk me
nukar kelezatan tersebut dengan pahitnya maksiat pada Allah baik dibulan Ramadhan mau pun dibulan-
bulan lainnya.Bukanlah seorang muslim yang baik jika dia menukar kebaikannya dibulan Ramadhan de
ngan kemaksiatan dibulan lainnya.Allah ta’ala akan selalu dekat dengan orang-orang yang bertakwa se
panjang zaman. Dia selalu disembah oleh hamba-Nya baik dibulan Ramadhan maupun diluar bulan Rama
dhan.Dia selalu hidup dan tidak pernah mati.Amal-amal manusia disiang hari selalu terangkat pada-Nya
sebelum datang malam hari dan amal-amal yang dikerjakan pada malam hari akan terangkat pada-Nya
sebelum datang siang hari. Allah tidak akan berbuat zalim sedikit pun. Dia berfirman:
ً ‫ت ِم ْن لَ ُد ْنهُ أَجْ راً َع ِظيما‬
ِ ‫ضا ِع ْفهَا َوي ُْؤ‬
َ ُ‫ك َح َسنَةً ي‬
ُ َ‫َوإِ ْن ت‬
“Jika kamu berbuat baik maka akan dilipatgandakan pahalanya dan akan mendapatkan pahala yang be
sar disisi-Nya.” (HR. An-Nisa: 40)
2. Puasa adalah jalan yang mengantarkan seorang hamba kepada Rabbnya. Tidak ada yang mengetahui haki
kat pahalanya yang begitu besar kecuali Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman dalam hadits qudsi:
‫كل عمل ابن آدم له الحسنة بعشر أمثالها إال الصوم فإنه لي وأنا اجزي به يدع شهوته وطعامه وشرابه من أجلي‬
“Setiap amalan anak Adam dibalas dengan kebaikan sepuluh kali lipatnya kecuali puasa, maka puasa itu
untuk-Ku dan aku yang akan membalasnya, dia menahan syahwatnya dan  menahan makan dan minum
karena aku.” (HR. Muslim)
Mungkin saja ada orang yang mengaku berpuasa padahal ketika tidak dilihat orang maka dia makan dan
minum. Orang seperti ini tidak merasa diawasi Allah.Dia hanya mendapatkan pujian dari manusia. Ada
pun orang yang takut pada Allah jika rusak puasanya dia takut sebagaimana takut apabila rusak shalat, za
kat, haji dan kewajiban-kewajiban lainnya. Allah telah mewajibkan puasa sebagaimana Allah telah
mewajib kan shalat. Shalat adalah rukun islam yang paling agung setelah syahadat. Shalat diwa jibkan
ketika Nabi Mi’raj keatas langit. Oleh karena itu jika rusaknya puasa adalah perkara yang sangat besar
baginya maka rasa khawatir akan rusaknya shalat akan terasa lebih besar urusannya. Inilah salah satu
faedah yang bisa di ambil seorang muslim di bulan Ramadhan.
3. Sesungguhnya di antara yang menjadi sebab kelapangan dan kegembiraan hati yang baik adalah menjadi
kan masjid sebagai tempat ibadah dan shalat di bulan Ramadhan. Ini adalah kelapangan dan kebahagiaan
yang sangat agung bagi orang yang selalu mengerjakannya. Masjid-masjid Allah akan semakin diramai
kan oleh orang-orang yang hendak mengerjakan shalat. Jika kebaikan ini terus berlanjut setelah
Ramadhan usai, maka akan menjadikan seorang hamba sebagai bagian dari tujuh golongan yang kelak
akan menda patkan naungan dari Allah yang tidak ada naungan pada saat itu kecuali naungan dari Allah.
Hal ini dikarenakan dia telah menjadi seorang hamba yang hatinya selalu terpaut dengan masjid
sebagaimana yang dikabarkan Rasulullah dalam hadits sahih.
4. kewajiban menahan makan, minum dan segala yang membatalkannya hanya terjadi saat berpuasa dibulan
Ramadhan. Adapun menahan diri dari yang haram terus berlaku sepanjang masa. Seorang muslim yang
ber puasa dibulan Ramadhan adalah yang berpuasa menahan diri dari perkara yang halal maupun yang
haram Shaum secara bahasa berati menahan diri dari sesuatu. Adapun secara syar’i, shaum adalah mena
han diri dari makan dan minum dan dari segala yang membatalkan sejak terbit fajar hingga terbenam ma
tahari. Makna syar’i adalah bagian dari makna secara bahasa sebagaimana makna secara bahasa juga
dikaitkan dengan makna secara syar’i maka keduanya saling melengkapi. Berdasar kan makna secara
bahasa maka termasuk larangan selama puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang haram baik yang
dilakukan oleh mata, lisan, telinga, tangan, kaki dan kemaluan.
Diterjemahkan dan diringkas oleh Abu Husein Ali dari tulisan Syaikh Abdul Muhsin al Abbad dengan Judul Al Ibroh Fi Syahri
Shoum.
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
________ooOoo________

Pelajaran Berharga di Bulan Ramadhan (2)


Kategori: Fiqh dan Muamalah, Ramadhan // 23 September 2008

Allah telah berjanji untuk memberikan pahala bagi orang-orang yang bersyukur atas segala nikmat-Nya dan
mengamalkan perintah-perintahNya.Allah pun telah berjanji untuk mengazab orang-orang yang tidak menja
ga perintah dan larangan-Nya, menuruti keridaan setan dan meninggalkan keridaan Allah. Setiap perbuatan
yang kita lakukan di dunia akan ditanyai kelak di hari kiamat. Allah ta’ala berfirman:
ً‫ك َكانَ َع ْنهُ َم ْسؤُوال‬ َ ِ‫ص َر َو ْالفُؤَا َد ُكلُّ أُولَئ‬
َ َ‫ك بِ ِه ِع ْل ٌم إِ َّن ال َّس ْم َع َو ْالب‬ َ ‫َوال تَ ْقفُ َما لَي‬
َ َ‫ْس ل‬
“Janganlah kalian mengikuti perkara yang kalian tidak memiliki ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendenga
ran, penglihatan, dan ucapanmu akan dimintai pertanggungjawaban (kelak di akhirat)” (QS. Al-Isra: 36)
َ‫َوتُ َكلِّ ُمنَا أَ ْي ِدي ِه ْم َوتَ ْشهَ ُد أَرْ ُجلُهُ ْم بِ َما َكانُوا يَ ْك ِسبُون‬
“Tangan-tangan mereka akan berbicara kepada kami dan  kaki-kaki mereka akan bersaksi atas apa yang
telah mereka perbuat (semasa di dunia)” (QS. Yasin: 65)
‫ َوقَالُوا لِ ُجلُو ِد ِه ْم لِ َم‬, َ‫ْصا ُرهُ ْم َو ُجلُو ُدهُ ْم بِ َما َكانُوا يَ ْع َملُون‬ َ ‫ َحتَّى إِ َذا َما َجا ُءوهَا َش ِه َد َعلَ ْي ِه ْم َس ْم ُعهُ ْم َوأَب‬, َ‫ار فَهُ ْم يُو َز ُعون‬ ِ َّ‫َويَوْ َم يُحْ َش ُر أَ ْعدَا ُء هَّللا ِ إِلَى الن‬
َ‫ق ُك َّل َش ْي ٍء َوهُ َو خَ لَقَ ُك ْم أَو ََّل َم َّر ٍة َوإِلَ ْي ِه تُرْ َجعُون‬ َ َ‫َش ِه ْدتُ ْم َعلَ ْينَا قَالُوا أَ ْنطَقَنَا هَّللا ُ الَّ ِذي أَ ْنط‬
DanAllah juga berfirman, “Pada hari dikumpulkannya musuh-musuh Allah dineraka dalam keadaan berke
lompok-kelompok. hingga datang  sebagai saksi atas mereka yaitu pendengaran mereka, penglihatan mere
ka,kulit-kulit mereka terhadap apa yang dilakukan (selama didunia) dan mereka berkata kepada kulit mere
ka mengapa kalian bersaksi atas kami? maka mereka menjawab Allah telah membuat kami bisa berbicara
sebagaimana dia bisa membuat bicara segala sesuatu dan dia menciptakan kalian pertama kali dan kepada
-Nya lah kalian kembali.” (QS. Fushshilat: 19)
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam berkata kepada Muadz bin jabal radhiyallahu‘anhu setelah dia me
merintahkannya untuk menjaga lisannya. Maka Muadz bertanya:
‫ على‬:‫ أو قال‬،‫ “ثكلتك أمك يا معاذ وهل يكب الناس في النار على وجوههم‬:‫ وإنا لمؤاخذون بما نتكلم به؟ قال عليه الصالة والسالم‬،‫“يا نبي هللا‬
.‫مناخرهم إال حصائد ألسنتهم” رواه الترمذي‬
“Wahai Nabi Allah apakah kita akan diazab karena apa yang telah kita ucapkan? Berkata Rasulullah shalla
llahu‘alaihi wasallam:“Ibumu kehilangan dirimu wahai Muadz. Bukankah seseorang diseret atas wajahnya
atau diatas batang hidungnya karena ucapan lisannya?” (HR. Tirmidzi)
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam juga bersabda:
‫ رواه البخاري‬.”‫من يضمن لي ما بين لحييه وما بين رجليه أضمن له الجنة‬
“Barangsiapa yang menjamin padaku bahwa dia mampu menjaga antara dua tulang rahangnya (lisan) dan
di antara dua kakinya (kemaluan) maka aku jamin ia masuk surga.” (HR. Bukhari)
Nabi shallallahu‘alahi wasallam juga bersabda:
‫من كان يؤمن باهلل واليوم اآلخر فليقل خيراً أو ليصمت‬
“Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
‫المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده‬
“Seorang muslim adalah orang yang tidak mengganggu muslim yang lain dengan lisan dan tangannya. ”
(HR. Bukhari dan Muslim)
‫المفلس من أمتي من يأتي يوم القيامة بصالة وصيام وزكاة ويأتي وقد شتم هذا وقذف هذا وأكل مال هذا وسفك دم هذا وضرب هذا فيعطى هذا‬
‫من حسناته وهذا من حسناته فإن فنيت حسناته قبل أن يقضي ما عليه أخذ من خطاياهم فطرحت عليه ثم طرح في النار” رواه مسلم‬
“Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan amalan shalat,pua
sa dan zakat dalam keadaan dahulunya mencaci orang lain,memfitnah orang lain,memakan harta orang la
in, menumpahkan darah orang lain,memukul orang lain.Maka diambil kebaikannya untuk diberikan kepada
orang yang telah ia zalimi tersebut.Apabila telah habis kebaikannya sementara urusannya belum selesai
ma ka kejelekan orang yang dizalimi akan diberikan padanya kemudian ia dicampakkan ke dalam
neraka.”(HR Muslim)
“‫حفت الجنة بالمكاره وحفت النار بالشهوات” أخرجه البخاري ومس‬
“surga itu dihiasi dengan perkara-perkara yang dibenci sedangkan neraka dihiasi dengan hal-hal yang di
sukai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian, sungguh Allah telah mewajibkan kepada hamba-Nya untuk berpuasa (menahan) lisannya,
kemaluannya, pendengarannya, penglihatan, tangan dan kakinya dari perbuatan haram dan inilah pengertian
shiyam (puasa) secara bahasa.Puasa yang seperti ini tidak hanya khusus dibulan Ramadhan saja tetapi untuk
seterusnya sampai datang kematian dalam ketaatan pada Allah sehingga menang dengan keridaan Allah dan
selamat dari kemurkaan Allah. Maka jika seorang muslim telah mengetahui bahwa Allah telah mengharam
kan sesuatu yang halal ketika bulan Ramadhan dan mengharamkan perkara-perkara yang pada asalnya me
mang haram untuk selamanya maka pelajaran yang bisa dipetik bahwasanya seseorang tidak akan begitu sa
ja membatasi dari yang haram ketika bulan Ramadhan saja akan tetapi dia akan melakukannya terus hingga
akhir hayatnya karena takut terhadap hukuman Allah bagi orang-orang yang menyelisihi perintah dan larang
an-Nya.
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam telah mengabarkan firman Allah ta’ala dalam sebuah hadits qudsi
bahwasanya orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembiraan yaitu ketika berbuka dan bertemu de
ngan Rabbnya di hari kiamat. Orang yang berpuasa bergembira ketika berbuka karena jiwanya saat berpuasa
telah mampu meninggalkan apa yang ia sukai tetapi dilarang oleh Allah dan yang lebih besar dari itu ia akan
mendapatkan balasan yang paling agung dan sempurna yaitu perjumpaan dengan Allah kelak disurga.
Barangsiapa yang menjaga lisannya, kemaluannya, tangannya, pendengaran, penglihatan dan seluruh anggo
ta badannya dari yang diharamkan Allah hingga ajal menjemputnya maka ia berhak mendapatkan surga yang
penuh kenikmatan dan berjumpa dengan Rabbnya. Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam telah menjelaskan
balasan bagi seorang mukmin ketika menjelang wafat,malaikat maut akan datang dengan wajah bersinar ba
gai matahari. Malaikat tersebut membawa kafan dan minyak wangi dari surga. Kemudian malaikat maut ber
kata: wahai jiwa yang baik keluarlah menuju ampunan dan keridaan Allah. Maka keluarlah ruh orang muk
min tersebut dengan lembut seperti tetesan air dari wadah air”. Maka inilah perlombaan yang baik, yaitu
orang-orang yang terdepan dalam semangat untuk meraih kebahagiaan hatinya dan berusaha untuk membe
baskan dirinya dari hal-hal yang dapat merusak dan membinasakan. Untuk itu dokter hati yaitu nabi kita sha
llallahu‘alaihi wasallam telah memberi petunjuk kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau ten
tang hari kiamat maka yang paling penting baginya untuk mempersiapkan diri dengan amal saleh. Beliau men
jawab:”apa yang telah engkau persiapkan dalam menghadapi hari kiamat?”Pertanyaan ini adalah penjelas
an bahwa kehidupan dunia adalah persiapan untuk menghadapi kehidupan akhirat.Allah ta’ala berfirman
ِ ‫َوتَزَ َّودُوا فَإ ِ َّن خَ ْي َر ال َّزا ِد التَّ ْق َوى َواتَّقُو ِن يَا أُولِي األَ ْلبَا‬
‫ب‬
“Berbekallah!! Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, bertakwalah padaku wahai orang-orang
yang berpikir.” (QS. Al-Baqarah: 197)

Penutup
Kami tutup tulisan ini dengan penjelasan keutamaan bulan ramadhan dari kitab karya Syaikh Salim bin Ied
al hilali dan syeikh Ali Hasan Abdul Hamid yang berjudul shifat shaum an Nabiy shallallahu‘alaihi wa sal
lam fii Ramadhan.
Ramadhan adalah bulan kebaikan dan barakah. Allah memberkahinya dengan keutamaan yang banyak seba
gaimana dalam penjelasan berikut ini:
1. Bulan Al Qur’an
Allah menurunkan kitab-Nya yang mulia sebagai petunjuk bagi manusia,obat bagi kaum mukminin,pembim
bing kejalan yang lurus dan menjelaskan jalan petunjuk.Al Qur’an diturunkan pada malam lailatul Qadr, sua
tu malam di bulan Ramadhan. Allah ta’ala berfirman:
ٌ‫ص ْمهُ َو َم ْن َكانَ َم ِريضًا أَوْ َعلَى َسفَ ٍر فَ ِع َّدة‬
ُ َ‫ت ِمنَ ْالهُدَى َو ْالفُرْ قَا ِن فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ُم ال َّش ْه َر فَ ْلي‬ ِ َّ‫ضانَ الَّ ِذي أُ ْن ِز َل فِي ِه ْالقُرْ آنُ هُدًى لِلن‬
ٍ ‫اس َوبَيِّنَا‬ َ ‫َش ْه ُر َر َم‬
ُ ْ َ ُ َّ َ ُ َ ‫هَّللا‬ َ ُ َ َّ ْ ُ ْ ُ ْ ْ ُ ُ ْ ُ ‫هَّللا‬
َ‫ِمن أي ٍَّام أ َر ي ُِريد ُ بِك ُم اليُس َْر َوال ي ُِريد بِك ُم ال ُعس َر َولِتك ِملوا ال ِعدة َولِتكبِّرُوا َ َعلى َما هَدَاك ْم َول َعلك ْم تشكرُون‬ ُ َ‫خ‬ُ َ ْ
“Beberapa hari yang ditentukan itu ialah)bulan Ramadhan,bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan)
Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil)Karena itu,barangsiapa diantara kamu hadir(dinegeri tempat tinggalnya)
dibulan itu,maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu
ia berbuka),maka (wajiblah baginya berpuasa),sebanyak hari yang ditinggalkannya itu,pada hari-hari yang
lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah ka
mu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185)
Ketahuilah wahai saudaraku -mudah-mudahan Allah memberkatimu- sesungguhnya status bulan Ramadhan
adalah sebagai bulan yang diturunkan padanya al-Qur’an. Firman Allah yang artinya, “Barangsiapa diantara
kamu hadir (dinegeri tempat tinggalnya) dibulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”.Memberi
isyarat penjelasan sebab dipilihnya Ramadhan adalah karena bulan tersebut bulan diturunkannya al-Qur ’an.
2. Syaitan Dibelenggu, Pintu-Pintu Neraka Ditutup dan Pintu-Pintu Surga Dibuka
Pada bulan ini kejelekan menjadi sedikit, karena dibelenggunya jin-jin jahat dengan rantai. Mereka tidak bi
sa leluasa merusak manusia sebagaimana leluasanya dibulan yang lain. Hal ini dikarenakan pada saat itu ka
um muslimin sibuk dengan puasa hingga hancurlah syahwat dan juga karena bacaan al-Qur’an dan ibadah-
ibadah yang membersihkan jiwa. Allah ta’ala berfirman:
َ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬
َ ِ‫صيَا ُم َك َما ُكت‬ َ ِ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬
“Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu ber
takwa.” (QS. Al Baqarah: 183)
Dengan demikian, ditutupnya pintu-pintu jahanam dan dibukanya pintu-pintu surga karena pada bulan itu a
mal saleh banyak dilakukan dan ucapan-ucapan yang baik tersebar dimana-mana.
Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ وغلقت أبواب النيران وصفدت الشياطين‬،‫إذا جاء رمضان فتحت أبواب الجنة‬
“Jika datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka dan di
belenggulah syaitan.” (HR. Muslim)
Semuanya itu sudah terjadi sejak awal bulan Ramadhan yang diberkahi, berdasarkan sabda Rasullah shallal
lahu‘alaihi wasallam,
‫ وفتحت أبواب الجنة فلم يغلق منها‬،‫ وغلقت أبواب النار فلم يفتح منها باب‬،‫إذا كان أول ليلة من شهر رمضان صفدة الشياطين و مردة الجن‬
‫ وهللا عتقاء من النار وذلك كل ليلة‬،‫ يا باغي الشر أقصر‬،‫ يا باغي الخير أقبل‬:‫ وينادي مناد‬،‫باب‬
“Jika telah datang awal malam bulan Ramadhan, diikatlah para setan dan jin-jin yang jahat, ditutup pintu
-pintu neraka,tidak ada satu pintupun yang dibuka dan dibukalah pintu-pintu surga,tidak ada satu pintupun
yang tertutup,berseru seorang penyeru: wahai orang yang ingin kebaikan lakukanlah wahai orang yang ingin
kejelekan kurangilah. Dan bagi Allah membebaskan sejumlah orang dari neraka. Hal itu terjadi pada setiap
malam.” (HR. Tirmidzi)
3. Malam Qadar
Cukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui bahwasanya malam ini
lebih baik dari seribu bulan seperti tertera dalam al-Qur’an surat al-Qadr: 1-5
Malam Qadr terjadi pada akhir bulan Ramadhan berdasarkan hadits Aisyah, dia berkata Rasulullah
beri’tikaf disepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda: “Carilah malam Qadr di (malam
ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.”
Rasulullah bersabda: “Barangsiapa berdiri shalat pada malam Qadr dengan penuh keimanan dan mengha
rap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosa yang telah lalu.”
Saudaraku semoga Allah memberkahimu dan memberi taufik kepadamu untuk menaati-Nya, engkau telah
mengetahui bagaimana keadaan malam Qadr dan keutamaannya, maka bangunlah untuk menegakkan shalat
pada sepuluh malam terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi istri, perintahkan kepada istri
mu dan keluargamu untuk itu, perbanyaklah perbuatan ketaatan.
Dari Aisyah radhiyallahu‘anha, “Adalah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam apabila masuk pada sepu
luh hari terakhir bulan ramadhan beliau mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya dan
membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Juga dari Aisyah radhiyallahu‘anha,
‫كان النبي صلى هللا عليه وسلم يجتهد في العشر ما ال يجتهد في غيرها‬
“Adalah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersungguh-sungguh beribadah apabila telah masuk sepuluh
terakhir yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya.” (HR. Muslim)
Diterjemahkan dan diringkas oleh Abu Husein Ali dari tulisan Syaikh Abdul Muhsin al Abbad dengan Judul
Al Ibroh Fi Syahri Shoum
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
________ooOoo________

Bulan Ramadhan Kesempatan Emas Tuk Tinggalkan Rokok


Kategori: Fiqh dan Muamalah, Ramadhan // 4 September 2008

Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah ta’ala pernah ditanyakan:


Sebagian orang yang berpuasa yang gemar merokok meyakini bahwa mengisap rokok dibulan Ramadhan bu
kanlah pembatal puasa karena rokok bukan termasuk makan dan minum. Bagaimana pendapat Syaikh yang
mulia tentang masalah ini?
Beliau rahimahullah menjawab:
Menurutku, ini adalah pernyataan yang tidak ada usulnya sama sekali. Bahkan sebenarnya rokok termasuk
minum (syariba). (Dalam bahasa Arab) mengisap rokok disebut syariba ad dukhon. Jadi mengisap rokok
disebut dengan minum (syariba).
Kemudian juga, asap rokok -tanpa diragukan lagi- masuk hingga dalam perut atau dalam tubuh. Dan segala
sesuatu yang masuk dalam perut dan dalam tubuh termasuk pembatal puasa,baik yang masuk adalah sesuatu
yang bermanfaat atau yang mendatangkan bahaya.Misalnya seseorang menelan manik-manik,besi atau sela
innya (dengan sengaja),maka puasanya batal. Oleh karena itu, tidak disyaratkan sebagai pembatal puasa ada
lah memakan atau meminum sesuatu yang bermanfaat. Segala sesuatu yang masuk kedalam tubuh dianggap
sebagai makanan dan minuman.
Mereka meyakini bahkan mengenal bahwa mengisap rokok itu disebut (dalam bahasa Arab) syariba (yang
artinya =minum), namun mereka tidak menyatakan bahwa rokok adalah pembatal puasa. Sama saja kita kata
kan bahwa ini jumlahnya satu, namun dia menganggap mustahil ini jumlahnya satu. Jadi, orang ini ada
kesombongan dalam dirinya.
Kemudian berkaitan dengan bulan Ramadhan, ini adalah waktu yang tepat bagi orang yang memiliki tekad
yang kuat untuk meninggalkan rokok yang jelek dan bisa mendatangkan bahaya. Waktu ini adalah kesempa
tan yang baik untuk meninggalkan rokok karena sepanjang siang seseorang harus menahan diri dari hal terse
but.Sedangkan dimalam hari,dia bisa menghibur diri dengan hal-hal yang mubah seperti makan,minum,jalan
jalan kemasjid atau berkunjung kemajelis orangsholih.Untuk meninggalkan kebiasaan merokok,seseorang ju
ga hendaknya menjauhkan diri dari para pencandu rokok yang bisa mempengaruhi dia untuk merokok lagi.
Apabila seorang pencandu rokok setelah sebulan penuh meninggalkan rokoknya (karena moment puasa yang
dia lalui), ini bisa menjadi penolong terbesar baginya untuk meninggalkan kebiasaan rokok selamanya, dia
bisa meninggalkan rokok tersebut disisa umurnya. Bulan Ramadhan inilah kesempatan yang baik. Waktu ini
janganlah sampai dilewatkan oleh pecandu rokok untuk meninggalkan kebiasaan rokoknya selamanya.
Dikutip dari Majmu’ Fatawa wa Rosa’il Ibnu ‘Utsaimin, Bab Ash Shiyam, 17/148 (Asy Syamilah)
-Semoga Allah memberikan taufik kepada pencandu rokok untuk meninggalkan kebiasaan rokok selamanya
setelah dia berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, Amin Ya Mujibas Sa’ilin-
Diselesaikan menjelang Maghrib di salah satu rumah Allah,
Masjid Siswa Graha, 23 Sya’ban 1429 H
[bertepatan dengan 25 Agustus 2008]
Semoga Allah membalas amalan ini
Penerjemah: Muhammad Abduh Tuasikal, S.T.
Artikel www.muslim.or.id
________ooOoo________

Daftar Artikel
1. Berbenah Diri Menyambut Bulan Ramadhan………………………………………………………. 1
2. Persiapkan Diri Menyambut Ramadhan……………………………………………………………. 4
3. Hikmah di Balik Puasa Ramadhan…………………………………………………………………… 6
4. Puasa Menahan Diri Demi Menggapai Ridho Illahi (1)…………………………………………….. 9
5. Puasa Menahan Diri Demi Menggapai Ridho Illahi (2)……………………………………………. 11
6. Puasa Menahan Diri Demi Menggapai Ridho Illahi (3)……………………………………………. 13
7. Puasa Menahan Diri Demi Menggapai Ridho Illahi (4)……………………………………………. 17
8. Puasa Menahan Diri Demi Menggapai Ridho Illahi (5)……………………………………………. 21
9. Keutamaan Puasa…………………………………………………………………………………….. 23
10. Keutamaan Bulan Ramadhan……………………………………………………………………… 27
11. Keagungan Puasa Ramadhan………………………………………………………………………. 28
12. Saudaraku, Inilah Keutamaan Puasa Ramadhan………………………………………………… 33
13. Puasa Karena Iman dan Ikhlas…………………………………………………………………….. 35
14. Agar Kita Turut Merasakan Indahnya Ramadhan (1)…………………………………………… 36
15. Agar Kita Turut Merasakan Indahnya Ramadhan (2)…………………………………………… 39
16. Ganjaran untuk Orang yang Berpuasa……………………………………………………………. 41
17. Janganlah Buat Puasamu Sia-Sia…………………………………………………………………... 44
18. Peringatan Bagi Orang yang Enggan Puasa……………………………………………………….. 47
19. Pelajaran dari Perang Badar……………………………………………………………………….. 49
20. Ramadhan Dan Perbaikan Diri…………………………………………………………………….. 53
21. Pelajaran Berharga di Bulan Ramadhan (1)…………………………………………………….... 54
22. Pelajaran Berharga di Bulan Ramadhan (2)……………………………………………………… 56
24. Bulan Ramadhan Kesempatan Emas Tuk Tinggalkan Rokok………………………………….. 59

Anda mungkin juga menyukai