Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH LAPORAN KASUS JURNAL

“Metode CBCT Alternatif Untuk Analisa Tulang Kondil Mandibula pada Pasien Dengan
Kelainan Sendi Degeneratif”

Supervisor:
drg. Heru Suryonegoro, Sp.RKG

KELOMPOK A

Alya Hanifah 1506723742

Aldriyety Merdiarsy 1506690321

Ari Stevanofiq 1506668901

Cynthia Pratiwi 1506739476

Denia Alya Tsary 1506725874

Ismiratul Maulida 1506796044

Nadia Shabrina 1506668782

Nadine Khalissya 1506668984

Siti Nur Fajriyah 1506669116

Vinkan Priscilla 1306481045

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS INDONESIA
2020
Metode CBCT Alternatif Untuk Analisa Tulang Kondil Mandibula pada Pasien Dengan
Kelainan Sendi Degeneratif
I Gumussoy, S.B Duman

ABSTRAK

Tujuan: Penelitian ini menginvestigasi kegunaan dari analisis tiga dimensi mikrostruktur tulang
pada pasien dengan kelainan degenerative joint disease (DJD) untuk meningkatkan kapasitas
diagnosis dari CBCT dalam mengevaluasi jaringan tulang. Metode 147 foto radiograf TMJ
CBCT dari 88 pasien dengan DJD dianalisa. Sampel dibagi menjadi 3 kelompok (0,1,2) menurut
diagnosis DJD: 0 sebagai normal (kelompok kontrol), 1 sebagai mild erosive osteoarthritic
change (EOC) dan 2 sebagai severe EOC. 3D fractal dimension (FD) diperhitungkan pada
analisa foto CBCT dan dibandingkan dengan diagnosis radiografik pasien. Hasil: Uji ANOVA
secara statistic menunjukkan adanya perbedaan signifikan pada nilai perhitungan FD pada setiap
kelompok. Rata-rata nilai FD pada kelompok 0 adalah 1.971, kelompok 1 1.928 dan kelompok 2
adalah 1.863. Kelompok 2 memiliki nilai FD terkecil dan menunjukkan perubahan degenerative
yang terparah. Reliabilitas metode fractal analysis (FA) diuji dengan analisis kurva receiver
operating characteristic (ROC). Daerah dibawah kurva adalah 0.717 (p<0,0001). Kesimpulan:
Pada penelitian ini disimpulkan bahwa FA dapat membantu dalam meningkatkan kapasistas
diagnosis dari CBCT dalam mengevaluasi DJD.
Kata Kunci: Kondil Mandibula, CBCT, Analisis Fraktal, Mikrostruktur Tulang
BAB I
LATAR BELAKANG

Sendi Temporomandibular (TMJ) adalah sendi yang memiliki kompleksitas rumit baik
struktur dan fungsinya. Pemeriksaan dan perawatan pada kelainan sendi temporomandibular
(TMD) didasari oleh struktur anatomis TMJ yang kompleks dan etiologi multifactorial dari
TMD. Kelainan degeneratif pada sendi (DJD) dapat menyebabkan perubahan pada struktur
tulang TMJ, seperti erosi, fattening, osteophytes, pseudocysts dan sclerosis. Erosive
osteoarthritic changes (EOC), sering ditemukan pada kasus DJD dan dapat dianalisa dari kondisi
kepala kondil mandibula. Dalam beberapa literature disebut bahwa EOC adalah salah satu tanda
penting dari terjadinya DJD. Mengetahui kondisi kerusakan tulang sangat penting dalam evaluasi
dan perawatan DJD. Radiograf konvensional, magnetic resonance imaging, cone-beam computed
tomography (CBCT), dan ultrasonografi dapat digunakan dalam membantu menegakkan
diagnosa TMD. CBCT menjadi pilihan utama dalam mengevaluasi jaringan keras pada pasien
DJD.

Pada prakteknya radiologist akan menginterpretasi hasil foto CBCT sesuai dengan
keluhan subjektif, dan mendiagnosa kelainan yang terjadi dari pemeriksaan objektif yang dilihat
secara klinis. Bila EOC dapat terlihat dengan jelas pada gambaran radiograf dapat diartikan
bahwa kerusakan yang terjadi telah mencapai tingkat keparahan yang cukup serius. Pada tahap
kerusakan tulang yang lebih serius, tulang kondil mandibula mungkin tidak dapat dikembalikan
seperti semula. Pada penelitian terbaru ditemukan bahwa pada osteoarthritis tahap awal sudah
terdapat perubahan mikrostruktur dari tulang subchondral. Penemuan ini menunjukkan bahwa
penilaian terhadap mikrostruktur tulang trabekular penting untuk diagnosa awal dan memantau
perkembangan penyakit. Hal ini juga berguna dalam menentukan keputusan perawatan pada
kasus tertentu dan menjadi hal yang menarik untuk diteliti lebih lanjut mengenai struktur tulang
trabekular.

Analisis mikrostruktur tiga dimensi, khususnya analisis fraktal (FA), sudah sering
digunakan dalam penelitian untuk menganalisa struktur tulang trabecular pada berbagai penyakit.
Fraktal adalah sebutan untuk bentuk-bentuk kompleks yang tidak dapat didefinisikan pada
Euclidean geometry. Gambarannya terdiri dari bentuk-bentuk fratal berukuran mikro. Tulang
trabecular memiliki karakteristik bentuk fraktal seperti kurangnya skala yang dapat didefinisikan
dengan baik dan similaritias yang rendah dikarenakan struktur nya yang bercabang. Analisis
fraktal dapat mengetahui tekstur mikro dari tulang kanselus berdasarkan kondisi dan ukuran dari
tulang trabecular. Maka dari itu FA dapat menjadi metode yang efektif dalam menganalisis
kondisi tulang trabecular pada gambaran CBCT. Pada beberapa penelitian disebut bahwa FA
pada tulang trabecular adalah metode yang murah, mudah dan dapat dipertanggung jawabkan
hasilnya untuk menganalisa jaringan tulang.

Dapat ditemukan pada beberapa penelitian mengenai FA pada TMJ, namun belum
ditemukan penelitan menggunakan FA tiga dimensi pada TMJ dengan metode CBCT. Pada
penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi kegunaan FA tiga dimensi pada pasien dengan
DJD untuk meningkatkan kapasitas diagnostik dari gambaran CBCT dalam mengevaluasi
kondisi jaringan tulang. Hipotesis dari penelitian ini adalah analisis mikrostuktur tiga dimensi
yang dikombinasikan dengan CBCT dapat mendeterminasi perubahan struktur dari kepala kondil
mandibula.
BAB II
MATERIAL DAN METODE

Penelitian retrospektif ini, gambar CBCT pasien yang dirujuk ke klinik kami karena
adanya keluhan TMJ. Pasien dengan penyakit seperti hiperparatiroidisme, gagal ginjal,
penggunaan steroid sistemik dan osteoporosis, yang dapat mempengaruhi metabolisme tulang,
tidak dimasukkan dalam penelitian karena kondisi medis. Beberapa gambar TMJ CBCT juga
tidak dimasukkan karena data yang tidak memadai seperti pasien bergerak, beam hardening dan
artefak logam. Awalnya, evaluasi gambar TMJ CBCT dari 58 pasien didasarkan pada Kriteria
Diagnostik Penelitian untuk Gangguan Temporomandibular (RDC / TMD) [4], dan 87 gambar
TMJ CBCT dari 58 pasien didiagnosis sebagai erosif DJD sesuai dengan kriteria radiografi
RDC / TMD. Dengan tujuan membentuk kelompok kontrol, 30 orang tanpa penyakit sistemik
yang CBCTnya diminta untuk berbagai masalah gigi seperti gigi yang terkena dampak dan
perencanaan implan atau perawatan ortodontik, dimasukkan dalam penelitian ini. Perbedaan
dalam kriteria inklusi dari kelompok kontrol adalah bahwa individu dalam kelompok kontrol
yang memiliki masalah lain yang tidak terkait dengan TMJ dan diklasifikasikan sebagai sehat
setelah pemeriksaan radiografi. Rentang usia adalah 21-50 tahun, dengan usia rata-rata 31 tahun.
Tiga puluh dua pasien adalah laki-laki dan 56 pasien adalah perempuan. Semua prosedur yang
diikuti sesuai dengan Deklarasi Helsinki 1964 dan versi yang lebih baru.

Setelah penilaian awal dibuat sesuai dengan RDC / TMD , dilakukan pengelompokan dan
pencetakan setiap pasien dan mengontrol individu antara 0 dan 2 untuk EOC sesuai dengan
metode Muir dan Goss.

• Kelompok 0 menunjukkan kondilus normal (individu kontrol)

• Kelompok 1 menunjukkan eoc ringan

• Kelompok 2 menunjukkan eoc parah.

Dengan bantuan sistem penilaian ini, keberadaan dan tingkat keparahan EOC dapat
ditunjukkan dalam nilai numerik dibandingkan dengan nilai FD. Keberadaan dan keparahan
EOC dalam kondilus mandibula dinilai secara radiografi secara independen oleh dua ahli
radiologi dentomaxillofacial. Salah satunya melakukan evaluasi lagi setelah interval minimum
10 hari.
Gambar representatif dari kategori pasien disajikan pada Gambar. 1. Semua gambar
cone-beam dilakukan dengan menggunakan mesin CBCT New-Tom 5G (Quantitative
Radiology, Verona, Italy). Pemindai beroperasi dengan 1–20 mA dan nilai standar 110-kVp,
bidang pandang 15 × 12 cm, dan ukuran 0,15 mmvoxel menggunakan teknik cone-beam.
Program perangkat lunak QR-NNT (Kuantitatif Radiologi) digunakan untuk evaluasi.

Setelah rekonstruksi data mentah, gambar dicom dipindahkan ke perangkat lunak


SkyScanTM CT analyzer. Volume minat interpolasi semi-otomatis (VOI) disesuaikan untuk eac
TMJ yang mengukur ujung kondilus hingga leher kondilus. Leher kondilus didefinisikan sebagai
bagian tersempit dari proses kondilus mandibula. Volume seleksi minat interpolasi semi-
otomatis adalah fungsi yang dikembangkan untuk memberikan kemudahan dan menghemat
waktu bagi praktisi. Ini interpolasi bentuk yang diambil secara manual dari dua atau lebih tetap
(non-interpolasi, 2D) ROI pada irisan aksial, yang dapat ditemukan di atas, antara dan di bawah
dan dengan demikian 3D VOI dibentuk dari serangkaian irisan aksial. Setelah pemilihan VOI,
gambar di-threshold dan di-binarisasi dengan analisis histogram otomatis. Histogram yang
dianugerahkan auto thresholding, juga disebut sebagai global thresholding, adalah teknik
segmentasi yang digunakan untuk mengekstraksi tulang dari jaringan di sekitarnya.

Global thresholding adalah teknik thresholding yang paling banyak digunakan dan
merupakan analisis gambar bawaan dalam perangkat lunak mikro-CT. Dalam teknik ini, nilai
ambang tunggal dipilih dengan analisis histogram otomatis, dan semua voxel di atas nilai ini
didefinisikan sebagai putih (tulang), semua voxel di bawahnya didefinisikan sebagai hitam (non-
tulang). Setelah langkah-langkah thresholding dan binarizing, dimensi fraktal 3D (FD) dihitung
dari gambar biner menggunakan SkyScanTM CT analyzer software (Gbr. 2).
Analisis Statistik

Analisis statistik Hasil penelitian dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS (IBM
Corp, SPSS VERSION 22.0, Armonk, N.Y., USA). Uji varians satu arah (ANOVA) digunakan
dalam analisis parameter mikrostruktur 3D dan derajat degenerasi tulang pasien. Least
significant difference (LSD) atau Uji perbedaan terkecil post hoc digunakan dalam menentukan
sumber perbedaan antara kelompok. Hasil uji statistik dilaporkan sebagai mean ± standar dan
tingkat p <0,05 diterima sebagai signifikan secara statistik. Untuk uji realibilitas metode FA
sebagai alat pembeda untuk DJD, kurva receiver operator characteristic (ROC) diplot dan area
di bawah kurva dihitung.
BAB III
HASIL PENELITIAN

Intraobserver sistemik dan kesalahan interobserver dievaluasi di p < 0,05 dan ditemukan
tidak signifikan secara statistik. Korelasi pengukuran koefisien inter-kelas menunjukkan
reliabilitas yang baik dengan rerata Intraclass Correlation Coefficient (ICC) sebesar 0,953, dan
rerata ICC adalah 0,982 untuk pengukuran koefisien korelasi intrakelas.

Data deskriptif analisis mikrostruktural dalam kategori pasien tercantum dalam tabel 1
dan ditampilkan dalam Gambar 3. Gambar kondilus TMJ diperoleh melalui rekonstruksi dari
scanning data CBCT dan menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik dalam nilai FD
antar kelompok (p = 0,000). Selain itu, nilai rerata FD dari kelompok 0 adalah 1,971, untuk
kelompok 1 adalah 1,918, dan untuk kelompok 2 adalah 1,863. Hasil analisis data menunjukkan
bahwa nilai FD yang rendah dan perubahan degeneratif yang signifikan banyak ditemukan pada
pasien kelompok 2. Selain itu, usia dan jenis kelamin juga tidak menunjukkan perbedaan nilai
FD yang signifikan.
Dalam perbandingan antara satu kelompok dengan yang lain, hasil tes post hoc adalah
sebagai berikut: p = 0,000 antara kelompok 0 dan kelompok 1, p = 0,000 antara kelompok 0 dan
kelompok 2, p = 0,003 antara kelompok 1 dan 2. Nilai Area Under the Curve (AUC) adalah
0,717 (p < 0,001) (Gambar 4, Tabel 2). Nilai AUC mengindikasikan reliabilitas yang dapat
diterima untuk metode FA.
BAB IV
DISKUSI

Dalam penelitian ini, hubungan antara analisis mikrostruktural 3D dari tulang kondilar
trabekular dan diagnosis radiografis DJD diteliti. Dengan tujuan ini, nilai 3D FD dari kondilus
mandibula pada gambar CBCT dari pasien yang dirujuk karena keluhan TMJ dihitung dan
dibandingkan dengan diagnosis radiografis pasien. Nilai FD yang lebih rendah ditemukan dalam
kelompok dengan skor degenerasi tulang yang lebih tinggi. Terdapat perbedaan yang signifikan
dalam nilai FD di antara pasien dan kelompok kontrol.

Dalam bidang radiologi kedokteran gigi, evaluasi tulang secara kualitatif dan kuantitatif
memiliki peran penting dalam penilaian penyembuhan tulang setelah pemasangan implant,
perencanaan implan pra bedah, bedah endodontik atau orthognatik, serta menunjukkan
perubahan struktur trabekular pada pasien dengan gangguan tulang metabolik dan TMD. Studi
terbaru menunjukkan hubungan yang penting antara penyakit sendi dan struktural tulang.
Kondilus mandibula dibedakan dari regio tulang rahang lainnya dengan susunan trabekular yang
unik dan sifat struktural yang stress-resistant. Kim et al. menyatakan bahwa tidak terdapat
karakteristik khusus dari pola trabekular pada setiap regio tulang rahang yang ditentukan, tetapi
kondilus mandibula memiliki trabekula yang lebih tipis dan tingkat anisotropi yang lebih tinggi.
Hasil ini menunjukkan bahwa mekanisme kekuatan eksternal yang berbeda mungkin terdapat
pada kondilus mandibula dibandingkan dengan regio tulang rahang lainnya.

Ahli radiologi menginterpretasi radiograf TMJ untuk melihat ada atau tidaknya
perubahan struktural yang terlihat tetapi analisis mikrostruktur tulang membutuhkan perangkat
lunak khusus. FA merupakan metode matematis yang dapat menyediakan evaluasi dari gambar
dan mikrostruktur tulang secara objektif. Studi sebelumnya melaporkan bahwa perubahan
trabekular yang kecil pun dapat ditentukan dengan FA pada tahap awal terjadinya perubahan.
Messent et al. melaporkan bahwa FA merupakan metode yang lebih kuat dibandingkan dengan
pengukuran kepadatan mineral tulang dalam evaluasi struktur trabekular pada kasus
osteoarthritis lutut. Janvier et al. melaporkan bahwa FA dapat digunakan sebagai indikator
osteoartritis lutut dalam evaluasi radiografis dan bahwa keuntungan dari metode FA adalah
mampu mendeteksi perubahan kecil yang tidak terlihat.
Hasil penelitian ini konsisten dengan studi-studi sebelumnya berdasarkan nilai FD. Arsan
et al. menyatakan bahwa terdapat penurunan FD ketika tingkat degenerasi tulang meningkat.
Dalam studi yang sama hal ini dikaitkan dengan hilangnya kompleksitas dalam struktur
trabekular. Dinyatakan pula bahwa efek dari perubahan degeneratif tulang lebih mengarah pada
transformasi ke pola trabekular yang lebih halus. Namun, terdapat beberapa perbedaan penelitian
ini dengan penelitian tersebut di mana Arsan et al. menggunakan radiograf panoramik dan
metode 2D FA, sedangkan penelitian ini menggunakan CBCT dan 3D FA. CBCT merupakan
alat diagnostik yang lebih reliabel untuk menilai struktur tulang TMJ jika dibandingkan dengan
radiograf panoramik. Radiograf panoramik lebih banyak memperlihatkan superimposisi, distorsi,
dan pembesaran. Pada studi lain, Updike dan Nowzari juga menunjukkan bahwa proses
demineralisasi-resorpsi yang dimulai dengan penyakit periodontal menyebabkan penurunan
kompleksitas trabekular dan mengakibatkan penurunan nilai FD. Selain itu, Kayipmaz et al.
melakukan studi menggunakan 2D FA pada gambar CBCT 35 TMJ sehat dan 35 TMJ dengan
osteoarthritis dan disampaikan bahwa FA dapat digunakan sebagai metode tambahan untuk
deteksi dini TMD. Selain itu, pasien dengan TMD diklasifikasikan dalam satu kelompok.
Namun, dalam studi ini, pasien dengan TMD dikelompokkan dan dinilai berdasarkan tingkat
degenerasinya. Penlitian ini menggunakan sistem penilaian TMD yang dikembangkan oleh Muir
dan Goss di mana tingkat keparahan EOC dapat ditunjukkan dalam nilai numerik dibandingkan
dengan hasil FA. Berbeda dengan Kayipmaz et al., dalam studi ini, pasien sesuai diklasifikasikan
berdasarkan tingkat degenerasi untuk melihat apakah FA dapat membedakan antara kasus yang
parah dengan yang ringan.

Liang et al. meneliti parameter mikrostruktural 3D pada gambar CBCT pasien dengan
osteoartritis TMJ dan menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara sendi yang
osteoartritis dan sendi yang sehat. Berlawanan dengan hasil dari studi ini, studi tersebut
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kategori pasien yang
berkaitan dengan tingkat keparahan degenerasi tulang. Perbedaan ini mungkin terjadi karena
faktor metodologis seperti VOI digunakan dalam studi ini sedangkan Liang et al. menggunakan
2D ROI. Melakukan analisis 2D hanya pada satu irisan dalam pemindaian CBCT yang terdiri
dari puluhan atau bahkan ratusan irisan mungkin tidak menghasilkan hasil yang reliabel.
Manfaat utama dari FA dapat dilihat pada kasus degenerasi ringan pada kondilus ketika
klinisi yang belum berpengalaman mengalami kesulitan dalam membuat keputusan, atau pada
tahap awal DJD sebelum terjadi perubahan makrostruktural. Dalam penelitian ini disimpulkan
bahwa FA memiliki kemampuan untuk mendeteksi perubahan struktural yang bersifat mikro
pada kondilus mandibula yang membandingkan antara pasien dengan kelompok kontrol secara
relatif. Di sisi lain, terdapat beberapa keterbatasan dalam studi ini. Salah satunya adalah bahwa
hasil penelitian tidak memberikan pedoman mengenai bagaimana data ini dapat diterapkan
secara klinis. Dalam praktek klinis, membuat penilaian berdasarkan nilai FD satu pasien
merupakan hal yang tidak mungkin. Untuk itu, perlu ditetapkan rentang nilai FD yang spesifik
untuk setiap regio rahang pasien yang sehat melalui studi longitudinal berskala besar.
Keterbatasan lain pada penelitian ini adalah bahwa studi micro-CT lebih superior dibandingkan
CBCT dan mungkin hasil terbaik dari penilaian kualitatif dan kuantitatif evaluasi trabekular
untuk mengeksplorasi hubungan antara mikrostruktur tulang dan osteoarthritis dapat didapatkan
melalui studi eksperimental mikro-CT, namun hal ini tidak mungkin dilakukan dalam subjek
penelitian manusia. Studi mikro-CT eksperimental lebih lanjut menggunakan model hewan dapat
dirancang.
BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan dari studi ini dengan keterbatasannya adalah studi ini dapat memberikan
konsekuensi awal bahwa analisis fraktal (FA) dapat menjadi alat yang bermanfaat dalam
peningkatan kapasitas diagnostik CBCT pada evaluasi kelainan sendi degeneratif (DJD). Namun,
studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengembangkan metode ini serta memungkinkan
penggunaan FA agar layak digunakan dalam praktek radiologi.
DAFTAR PUSTAKA

I. Gumussoy, S. B. Duman. Alternative Cone-Beam CT Method For The Analysis


Of Mandibular Condylar Bone In Patients With Degenerative Joint Disease. 2019 June.
Japanese Society for Oral and Maxillofacial Radiology and Springer Nature Singapore. Oral
Radiology. https://doi.org/10.1007/s11282-019-00395-0.

Messent EA, Ward RJ, Tonkin CJ, Buckland-Wright C. Tibial cancellous bone changes in
patients with knee osteoarthritis. A short-term longitudinal study using fractal signature
analysis. Osteoarthr Cartil. 2005;13(6):463–70.

Arsan B, Kose TE, Cene E, Ozcan I. Assessment of the trabecular structure of mandibular
condyles in patients with temporoman- dibular disorders using fractal analysis. Oral Surg
Oral Med Oral Pathol Oral Radiol. 2017;123(3):382–91.

Kayipmaz S, Akçay S, Sezgin ÖS, Çandirli C. Trabecular struc- tural changes in the
mandibular condyle caused by degenerative osteoarthritis: a comparative study by cone-beam
computed tomography imaging. Oral Radiol. 2019;35(1):51–8.

Kim JE, Shin JM, Oh SO, Yi WJ, Heo MS, Lee SS, et al. The three-dimensional
microstructure of trabecular bone: analysis of site-specific variation in the human jaw bone.
Imaging Sci Dent. 2013;43(4):227–33.

Liang X, Liu S, Qu X, Wang Z, Zheng J, Xie X, et al. Evaluation of trabecular structure


changes in osteoarthritis of the temporo- mandibular joint with cone beam computed
tomography imaging. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol. 2017;124(3):315–22.

Janvier T, Toumi H, Harrar K, Lespessailles E, Jennane R, editors. ROI impact on the


characterization of knee osteoarthritis using fractal analysis. In: 2015 international
conference on image pro- cessing theory, tools and applications (IPTA); 2015 10–13 Nov.
2015. p. 304–308
LAMPIRAN
HASIL DISKUSI

1. Siti: Mengapa dilakukan analisis fraktal pada kasus TMD?

• FA dilakukan untuk menganalisis pola trabekular tulang, karena pola trabekular


bentuknya tidak sama dan tidak terdapat bentuk yang pasti. FA menghitung nilai
matematis dari pengukuran yang tidak dapat didefinisikan secara pasti untuk
melihat seberapa besar kerusakan trabekular yang sudah terjadi.

2. Nadia: Pemeriksaan radiograf apa yang paling baik untuk dilakukan dalam kasus TMD
jika CBCT tidak tersedia.

• Radiograf konvensional seperti panoramik dapat dilakukan, namun perlu diingat


terdapat beberapa limitasi sehingga harus lebih teliti dalam mendiagnosis.

3. Alya: Saran untuk menuliskan kepanjangan dari singkatan-singkatan yang tidak umum.

4. Vinkan: Apa saja kelebihan dan kekurangan CBCT dalam mendiagnosis TMJ?

• Kelebihan CBCT adalah dapat melihat jaringan dari beberapa aspek dan potongan
gambar, sehingga kelainan tulang dapat lebih terlihat. Kekurangannya dosis
radiasi 2x lebih tinggi dibandingkan dengan radiograf konvensional.

5. Ismi: Kriteria inklusi yang dipakai untuk pemeriksaan TMD pada studi ini?

• TMD yang tidak dipengaruhi penyakit sistemik

• Foto radiograf pasien baik, distorsi minimal

6. Denia: Maksud kondilus mandibula memiliki anisotropi tinggi sedangkan pola trabekular
tipis?

• Tidak dijelaskan dalam jurnal yang menyatakan, dianalisis secara terpisah dan
tidak dihubungkan

7. Ari: Apa saja kompetensi dokter gigi umum dalam kasus TMJ?

• Mengetahui radiograf apa yang dapat digunakan untuk mendiagnosis TMD serta
mendiagnosis keberadaan TMD berdasarkan pemeriksaan subjektif, objektif, dan
radiograf.

Anda mungkin juga menyukai