YARSI
PEDOMAN
KOMUNIKASI EFEKTIF
RUMAHSAKIT
YARSI
KATA PENGANTAR
Disadari bahwa Pedoman Komunikasi efektif belum sempurna, karena beberapa kendala
yang dihadapi, namun kami berharap Pedoman Komunikasi Efektifini dapat memberikan
informasi yang memadai dan konstruktif bagi rumah sakit , Kegiatan penyusunan dan
implementasi Pedoman Komunikasi Efektifyang telah dicapai selama ini adalah Berkat
Rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan hasil kerja keras dari semua pihak. Adanya kerjasama
dengan komitmen yang tinggi merupakan pendukung yang telah berkontribusi dalam
perkembangan pelayanan kepada pasien dan keluarga serta masyarakat di RSYARSI
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh jajaran pimpinan dan
pokja yang telah bekerja dan menjalankan tugas yang dibebankan serta kepercayaan dan
kerja sama yang telah diberikan oleh seluruh pihak dalam memberikan pelayanan terbaik
kepada masyarakat
KATA PENGANTAR................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................3
B. TUJUAN...........................................................................................................4
C. LANDASAN HUKUM.......................................................................................4
BAB II RUANG LINGKUP.......................................................................................................6
BAB III TATA LAKSANA.........................................................................................................7
A. KOMUNIKASI DENGAN KOMUNITAS MASYARAKAT..................................7
B. KOMUNIKASI DENGAN PASIEN DAN KELUARGA......................................8
C. KOMUNIKASI ANTAR TENAGA KESEHATAN PEMBERI ASUHAN DI
DALAM DAN LUAR RUMAH SAKIT.........................................................................9
D. KOMUNIKASI ANTAR TENAGA KESEHATAN PEMBERI ASUHAN RUMAH
SAKIT.......................................................................................................................12
BAB IV KONSEP KOMUNIKASI..........................................................................................20
A. PROSES KOMUNIKASI................................................................................22
B. UNSUR KOMUNIKASI...................................................................................25
C. SYARAT KOMUNIKASI EFEKTIF.................................................................26
D. HUKUM DALAM KOMUNIKASIEFEKTIF......................................................26
1. Respect.................................................................................................................26
2. Empathy................................................................................................................26
3. Audible...................................................................................................................26
4. Clarity.....................................................................................................................26
5. Humble..................................................................................................................27
E. SIFAT KOMUNIKASI.....................................................................................................27
F. HAMBATAN DALAMBER KOMUNIKASI...................................................................27
1. Hambatan Fisik Dalam Proses Komunikasi(Disabilitas)...............................28
a. Tuna Netra..................................................................................................................28
b Tuna Daksa................................................................................................................29
c. Tuna Rungu................................................................................................................29
d. Tuna Wicara...............................................................................................................30
2. Hambatan Semantik Dalam ProsesKomunikasi............................................31
3. Hambatan Lainnya.........................................................................................31
i
RUMAHSAKIT
YARSI
ii
RUMAHSAKIT
YARSI
LAMPIRAN
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT YARSI
NOMOR: 116/KEP/DIRUT/RSY/XII/2018
TENTANG PEDOMAN KOMUNIKASI
EFEKTIF
RUMAH SAKIT YARSI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Memberikan asuhan pasien merupakan upaya yang kompleks dan sangat bergantung
pada komunikasi dari informasi. Komunikasi tersebut adalah kepada dan dengan
komunitas, pasien dan keluarganya, serta antarstaf klinis, terutama Profesional
Pemberi Asuhan (PPA). Kegagalan dalam berkomunikasi merupakan salah satu akar
masalah yang paling sering menyebabkan insiden keselamatan pasien. Komunikasi
dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh
pengirim pesan/komunikator, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh
penerima pesan/komunikan, dan tidak ada hambatan untuk halitu.
Komunikasi efektif sebagai dasar untuk memberikan informasi dan edukasi kepada
pasien dan keluarga agar mereka memahami kondisi kesehatannya sehingga pasien
berpartisipasi lebih baik dalam asuhan yang diberikan dan mendapat informasi dalam
mengambil keputusan tentang asuhannya serta mendapat informasi lain mengenai
rumah sakit.
Edukasi kepada pasien dan keluarga diberikan oleh staf klinis terutama PPA yang
sudah terlatih (dokter, perawat, nutrisionis, apoteker,dll). Mengingat banyak profesi
yang terlibat dalam edukasi pasien dan keluarganya maka perlu koordinasi kegiatan
dan fokus pada kebutuhan edukasipasien.
Edukasi yang efektif diawali dengan asesmen kebutuhan edukasi pasien dan
keluarganya. Asesmen ini menentukan bukan hanya kebutuhan akan pembelajaran,
tetapi juga proses edukasi dapat dilaksanakan dengan baik. Edukasi paling efektif
apabila sesuai dengan pilihan pembelajaran yang tepat dan mempertimbangkan
agama, nilai budaya, juga kemampuan membaca serta bahasa. Edukasi akan
berdampak positif bila diberikan selama proses asuhan.
Edukasi termasuk pengetahuan yang diperlukan selama proses asuhan maupun
pengetahuan yang dibutuhkan setelah pasien dipulangkan (discharged) ke pelayanan
kesehatan lain atau ke rumah.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Memberikan pedoman terselenggaranya komunikasi efektif di Rumah Sakit
YARSI
2. Tujuan Khusus
a. Terselenggaranya pelaksanaan komunikasi efektif dengan komunitas
masyarakat di Rumah Sakit YARSI
b. Terselenggaranya pelaksanaan komunikasi efektif dengan pasien dan
keluarga di Rumah Sakit YARSI
c. Terselenggaranya pelaksanaan komunikasi efektif antar tenaga kesehatan
pemberi asuhan di dalam dan luar Rumah Sakit YARSI
d. Sebagai pedoman pelaksanaan Edukasi pasien dan keluarga di Rumah
Sakit YARSI
e. Menyelenggarakan informasi yang diterima pasien dan keluarga adalah
komprehensif, konsisten, dan efektif
f. Meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit YARSI
C. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaraan Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) ;
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaraan
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Repubik Indonesia Nomor 5072); Peraturan pemerintah nomor 32 tahun
1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaraan
3. Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Repubik Indonesia Nomor 3637);
4. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaraan
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Repubik Indonesia Nomor 4431);
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang
Keperawatan;
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, (Lembaran
Negara RI Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
5038);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5357);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3637);
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/MENKES/PER/X/2010 tentang
Standar Pelayanan Kedokteran (Berita Negara RI Tahun 2010 Nomor 464);
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2014 Tentang
Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien (Berita Negara RI Tahun 2017 Nomor 308);
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/ Menkes/ SK / XII /1999 Tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit;
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/Per/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 269/ Menkes /Per /III / 2008 tentang
Rekam Medis;
16. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 004/Menkes/SK/II/2012 tentang Petujuk
Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit
17. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1193/MENKES/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan
BAB II
RUANG LINGKUP
Dalam memenuhi kebutuhan pelayanan di rumah sakit maka rumah sakit juga harus
mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan komunikasi efektif pada pasien dan
keluarga. Komunikasi efektif harus tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dipahami
olehpenerima.
Komunikasi efektif di Rumah Sakit YARSI dilakukan oleh :
1. Pemberi pelayanan dengan pasien/ customer (Admisi, Security, Customer Service &
Call Center, clinical care Manager)
2. Profesional Pemberi Asuhan(PPA)
3. Staf baik di dalam unit maupun lintasunit
4. Staf rumah sakit dengan staf instansi lain / rekanan /komunitas
Komunikasi Efektif terjadi apabila pesan yang disampaikan komunikator dapat diterima
dengan baik oleh komunikan sehingga tidak terjadi salah persepsi.
Komunikasi Efektif di Rumah Sakit YARSI meliputi :
1. Komunikasi dengan komunitas masyarakat
2. Komunikasi dengan pasien dan keluarga
3. Edukasi pasien dan keluarga
4. Komunikasi secara verbal atau melalui telpon antar PPA menggunakan teknik
SBAR
5. Pelaporan nilai kritis dari hasil pemeriksaan diagnostik
6. Serah terima (Handover) antara PPA dilakukan secara sistematis, termasuk
bedside dan written
BAB III
TATA LAKSANA
Berdasar atas analisis data populasi yang dilayani, rumah sakit menetapkan strategi
komunikasi dengan masyarakat menggunakan pedoman komunikasi efektif.
1. Jenis informasi yang dikomunikasikan kepada masyarakat meliputi informasi
tentang pelayanan, jam pelayanan, serta akses dan proses mendapatkan
pelayanan
1) Masyarakat diberi informasi bahwa Rumah Sakit YARSI. memberikan
asuhan dan pelayanan rawat jalan meliputi Klinik Anak, Penyakit Dalam,
Jantung & Pembuluh Darah, Kebidanan & Penyakit Kandungan, Saraf, Paru,
THT, Mata, Rehabilitasi Medik, Gizi, Psikologi, Kesehatan Jiwa, Akupuntur,
Bedah Umum, Bedah saraf, Bedah Onkologi, Bedah Digestive, Bedah
Urologi, Bedah Mulut, Bedah Vaskuler, Bedah Plastik, bedah thorak, Kulit
Kelamin, Anastesi, Farmakologi, Gigi & Mulut, MCU, Penunjang Medis
antara lain Farmasi, Radiologi ( X Ray, CT scan, mammografi, BMD, USG,
USG 4D, Laboratorium (Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Mikrobiologi Klinik,
Bank darah dll, Fisioterafi & Gizi.
2) Masyarakat diberi informasi bahwa Rumah Sakit YARSI meliputi Kasus
Penyakit Dalam, Bedah Umum, Bedah Saraf, Bedah Onkologi, Bedah
digestive, Bedah Urologi, Bedah Ortopedi, Bedah Mulut, Bedah Vaskuler,
Bedah Plastik, Bedah Thorak, Obstetri & Ginekologi, Perinatal & Anak,
Perawatan Intensif (Cathlab, Endoskopi, HCU, ICU, ICCU, NICU & SICU)
3) Apabila asuhan pasien didapatkan kasus tidak bisa ditangani di Rumah Sakit
YARSI maka pasien dan keluarga diberikan informasi tentang sumber
alternative ( dirujuk) ke rumah sakit yang lebih tinggi.
2. Informasi tentang kualitas pelayanan yang diberikan kepada publik dan kepada
sumber rujukan.
Terdapat komunikasi yang efektif untuk menyampaikan yang akurat dan tepat
waktu diseluruh rumah sakit termasuk yang urgent, seperti Code Blue, Code Red
dan perintah evakuasi.
Proses meningkatkan efektivitas komunikasi verbal dan atau komunikasi melalui
telepon antar profesional pemberi asuhan (PPA) melalui komunikasi dengan
tekhnik SBAR dan TBAK.
Komunikasi efektif ini meliputi:
a) Komunikasi secara verbal atau melalui telpon antar PPA menggunakan teknik
SBAR
b) Pelaporan nilai kritis dari hasil pemeriksaan diagnostik
c) Serah terima (Handover) antara PPA dilakukan secara sistematis, termasuk
bedside dan written
Komunikasi efektif adalah komunikasi verbal dan / atau via telpon yang
dilakukan antar PPA secara jelas, tepat waktu, akurat, lengkap, tidak
mendua (ambigous) dan diterima oleh penerima informasi (PPA) dengan
tepat sehingga mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan
pasien.
Teknik SBAR (Situation, Background - Assessment - Recommendation)
merupakan teknik komunikasi efektif yang digunakan saat melakukan
komunikasi secara verbal ataupun via telepon antar PPA di rumah sakit.
Read back adalah teknik komunikasi efektif yang digunakan saat
menerima instruksi/hasil tes yang kritis secara verbal atau via telpon.
Hasil kritis adalah hasil pemeriksaan diagnostik yang berada diluar
rentang angka normal secara mencolok, yang menunjukkan suatu
keadaan yang berisiko tinggi atau mengancam jiwa.
Serah Terima (Hand Over) adalah proses penyerahan tanggung jawab
penatalaksanaan pasien / sekelompok pasien kepada / antar PPA di
ruangan atau antar ruangan dalam jangka waktu terbatas.
Teknik SBAR
Sebelum melakukan komunikasi via telpon, persiapkan diri dan perlengkapan
komunikasi. Pastikan berkomunikasi dengan suara yang jelas, ringkas, fokus pada
situasi yang dihadapi dan hanya melaporkan yang berhubungan (relevant) dengan
situasi terkini.
2. Teknik TBAK
3. Nilai Kritis
Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk tapi tidak terbatas pada hasil pemeriksaan:
a. Laboratorium
b. Radiologi (X-ray, CT Scan, USG, MRI)
c. Diagnostik Jantung
d. Bedside diagnostic, seperti hasil tanda-tanda vital, portable radiographs,
bedside ultrasound, atau transesophageal echocardiograms.
Daftar nilai kritis Laboratorium dan Radiologi seperti tercantum dalam lampiran
Pedoman Sasaran Keselamatan Pasien ini.
Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam rumah sakit terjadi:
1) Antar PPA, seperti antara :
- staf medis dengan staf medis,
- staf medis dengan staf keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau
- antara PPA dengan PPA lainnya pada saat pertukaran shift.
2) Antar berbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama, seperti jika
pasien dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke
kamar operasi, dan
3) Dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan, seperti
radiologi atau unit terapi fisik.
1) Verbal Handover
2) Bedside handover
3) Writen handover
Komunikasi dengan tenaga klinis di luar rumah sakit biasanya berupa kegiatan rujuk
pasien baik untuk alih rawat maupun untuk pemeriksaan penunjang diluar, bentuk
komunikasi dengan percakapan viatelepon.
Komunikasi antar staf klinis luar rumah sakit adalah :
a. Skrining pre hospital
adalah suatu cara atau metode yang dilakukan untuk menyelaraskan kebutuhan
pasien dibidang pelayanan kesehatan dengan pelayanan yang tersedia di rumah
sakit. Informasi diperlukan untuk membuat keputusan yang benar tentang
kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani rumah sakit, supaya tercipta
peningkatan mutu pelayanan yang sesuai dengan misi dan tujuan rumah sakit.
Pelaksanaan skrining pasien sebelum masuk rumah sakit adalah komunikasi yanag
dilakukan apabila diterima informasi akan ada rujukan pasien dari luar rumah sakit.
Ringkasan transfer Rekam medis sebagai sarana komunikasi transfer pasien
mengandung:
Alasan masuk rumah sakit
Temuan yang signifikan
Diagnose yang telah ditegakkan
Edukasi yang diberikan sebagai bagian dari proses memperoleh informed consent
untuk pengobatan (misalnya pembedahan dan anestesi) didokumentasikan di rekam
medis pasien. Sebagai tambahan, bila pasien atau keluarganya secara langsung
berpartisipasi dalam pemberian pelayanan (contoh: mengganti balutan, menyuapi
pasien, memberikan obat, dan tindakan pengobatan) maka mereka perlu diberi
edukasi.
1. Pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga harus dengan format dan
bahasa yang mudah dimengerti baik secara verbal maupun materi tertulis
(brosur, leaflet, poster, lembar balik atau mediaeloktronik)
2. Pemberian informasi dan edukasi verbal harus diperkuat secara tertulis (leaflet,
poster)
3. Pemberian edukasi dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlibat langsung
dalam asuhan pelayanan pasien.
4. DPJP memberikan edukasi kepada pasien sesuai kebutuhan atau melakukan
edukasi kolaboratif dengan tenaga kesehatan lain sesuai kebutuhan pasien
5. Jika pasien tidak mau diberitahu tentang diagnosis atau berpartisipasi dalam
keputusan tentang pelayanannya mereka diberi kesempatan dan dapat memilih
berpartisipasi melalui keluarganya, teman atau wakil yang dapat mengambi
lkeputusan
6. Bila dilakukan tindakan medik yang memerlukan persetujuan tindakan
kedokteran (informed consent), pasien dan keluarga belajar tentang risiko dan
komplikasi yang dapat terjadi untuk dapat memberikan persetujuan.
7. Topik informasi dan edukasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
keluarga. Topik-topik edukasi yang diberikan kepada pasien dan keluarga
meliputi:
a. mengenai hak dan tanggung jawab mereka untuk berpartisipasi pada proses
asuhan
b. Kondisi pasien, diagnosa, rencana asuhan yang akan diberikan dan hasil
yang diharapkan, termasuk komplikasi/hasil yang tidak diharapkan/terduga,
adanya penundaan pemeriksaan bila ada, termasuk alasan penundaan
pemeriksaan tersebut
c. Penggunaan obat-obatan yang didapat pasien secara efektif dan aman
(bukan hanya obat yang diresepkan untuk dibawa pulang),
d. Potensi efek samping obat;
e. Potensi interaksi obat antar obat konvensional, obat bebas, serta suplemen
atau makanan.
f. Penggunaan peralatan medis secara efektif dan aman;
g. Diet dan nutrisi;
h. Manajemen nyeri;
i. Teknik rehabilitasi;
Rumah Sakit menetapkan populasi yang dilayani berdasarkan demografi yang diuraikan
menurut usia, etnis, agama, tingkat pendidikan, serta bahasa yang digunakan termasuk
hambatan komunikasi. Berdasarkan atas analisis data populasi yang dilayani, rumah sakit
menetapkan strategi komunikasi dengan masyarakat menggunakan pedoman komunikasi
efektif. Jenis informasi yang dikomunikasikan kepada masyarakat meliputi:
1. Informasi tentang pelayanan, jam pelayanan, serta akses dan proses mendapatkan
pelayanan.
2. Informasi tentang kualitas pelayanan yang diberikan kepada publik dan kepada sumber
rujukan.
Pasien dan keluarga membutuhkan informasi lengkap mengenai asuhan dan pelayanan
yang disediakan oleh rumah sakit, serta bagaimana untuk mengakses pelayanan tersebut.
Memberikan informasi ini penting untuk membangun komunikasi yang terbuka dan
terpercaya antara pasien, keluarga, dan rumah sakit. Informasi tersebut membantu
mencocokkan harapan pasien dengan kemampuan rumah sakit. Informasi sumber alternatif
asuhan dan pelayanan diberikan jika rumah sakit tidak dapat menyediakan asuhan serta
pelayanan yang dibutuhkan pasien di luar misi dan kemampuan rumah sakit.
Pasien hanya dapat membuat keputusan yang dikemukakan dan berpartisipasi dalam
proses asuhan apabila mereka memahami informasi yang diberikan kepada mereka. Oleh
karena itu, perhatian khusus perlu diberikan terhadap format dan bahasa yang digunakan
dalam berkomunikasi serta pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga.
Respons pasien akan berbeda terhadap format edukasi berupa instruksi lisan, materi
tertulis, video, demonstrasi/peragaan, dan lain-lain. Demikian juga, penting untuk mengerti
bahasa yang dipilih. Ada kalanya, anggota keluarga atau penerjemah mungkin dibutuhkan
untuk membantu dalam edukasi atau menerjemahkan materi.
Ada kalanya di rumah sakit memerlukan penyampaian informasi yang akurat dan tepat
waktu, khususnya keadaan yang urgent seperti code blue, code red, dan perintah evakuasi.
Komunikasi dan pertukaran informasi di antara dan antar staf klinis selama bekerja dalam
sif atau antar sif penting untuk berjalan mulusnya proses asuhan. Informasi penting dapat
dikomunikasikan dengan cara lisan, tertulis, atau elektronik. Setiap rumah sakit
menentukan informasi yang akan dikomunikasikan dengan cara dan informasi tersebut
sering dikomunikasikan dari satu staf klinis kepada staf klinis lainnya, meliputi:
1. Status kesehatan pasien antara lain catatan perkembangan pasien terintegrasi
(CPPT).
2. Ringkasan asuhan yang diberikan (ringkasan pulang dan ringkasan rawat jalan);
3. Informasi klinis pasien saat ditransfer dan rujukan; serta
4. Serah terima.
Rumah sakit melaksanakan edukasi terhadap pasien dan keluarganya sehingga mereka
mendapat pengetahuan serta keterampilan untuk berpartisipasi dalam proses dan
pengambilan keputusan asuhan pasien. Rumah sakit mengembangkan/memasukkan
edukasi ke dalam proses asuhan sesuai dengan misi, jenis pelayanan yang diberikan, dan
populasi pasien. Edukasi direncanakan untuk menjamin bahwa setiap pasien diberikan
edukasi sesuai dengan kebutuhannya.
Rumah sakit menetapkan pengorganisasian sumber daya edukasi secara efektif dan efisien.
Oleh karena itu, rumah sakit perlu menetapkan organisasi Promosi Kesehatan Rumah Sakit
(PKRS), menciptakan pelayanan edukasi, dan mengatur penugasan seluruh staf yang
memberikan edukasi secara terkoordinasi.
Profesional pemberi asuhan (PPA) yang dapat dibantu oleh staf klinis lainnya yang memberi
asuhan memahami kontribusinya masing-masing dalam pemberian edukasi pasien.
Informasi yang diterima pasien dan keluarga adalah komprehensif, konsisten, dan efektif.
Agar profesional pemberi asuhan (PPA) mampu memberikan edukasi secara efektif
dilakukan pelatihan sehingga terampil melaksanakan komunikasi efektif. Pengetahuan
tentang materi yang diberikan dan kemampuan berkomunikasi secara efektif adalah
pertimbangan penting dalam edukasi yang efektif.
Edukasi berfokus pada pengetahuan dan keterampilan spesifik yang dibutuhkan pasien dan
keluarga dalam pengambilan keputusan, serta berpartisipasi dalam asuhan dan asuhan
berkelanjutan di rumah. Hal tersebut di atas berbeda dengan alur informasi pada umumnya
antara staf dan pasien yang bersifat informatif, tetapi bukan bersifat edukasi seperti
lazimnya. Pengetahuan dan keterampilan yang menjadi kekuatan dan kekurangan
diidentifikasi serta digunakan untuk membuat rencana edukasi. Terdapat banyak variabel
yang menentukan apakah pasien dan keluarga mau dan mampu untuk belajar.
Untuk memahami kebutuhan edukasi setiap pasien dan keluarganya, dibutuhkan proses
asesmen untuk identifikasi jenis operasi, prosedur invasif lainnya, rencana tindakan,
kebutuhan perawatannya, dan kesinambungan asuhan setelah keluar dari rumah sakit.
Asesmen ini memungkinkan profesional pemberi asuhan (PPA) merencanakan dan
melaksanakan edukasi yang dibutuhkan.
Edukasi difokuskan pada pengetahuan dan keterampilan spesifik yang dibutuhkan pasien
dalam rangka memberdayakan pasien dalam proses asuhan dengan memahami diagnosis
dan perkembangan kondisi kesehatannya, ikut terlibat dalam pembuatan keputusan dan
berpartisipasi dalam asuhannya, serta dapat melanjutkan asuhan di rumah.
Edukasi yang diberikan sebagai bagian dari proses memperoleh informed consent untuk
pengobatan (misalnya pembedahan dan anestesi) didokumentasikan di rekam medis pasien.
Sebagai tambahan, bila pasien atau keluarganya secara langsung berpartisipasi dalam
pemberian pelayanan (contoh: mengganti balutan, menyuapi pasien, memberikan obat, dan
tindakan pengobatan) maka mereka perlu diberi edukasi.
Rumah sakit menggunakan materi dan proses edukasi pasien yang standar paling sedikit
pada topik-topik tertera di bawah ini:
1. Penggunaan obat-obatan yang didapat pasien secara efektif dan aman (bukan hanya
obat yang diresepkan untuk dibawa pulang), termasuk potensi efek samping obat;
2. Penggunaan peralatan medis secara efektif dan aman;
3. Potensi interaksi antara obat yang diresepkan dan obat lainnya termasuk obat yang
tidak diresepkan serta makanan.
4. Diet dan nutrisi;
5. Manajemen nyeri;
6. Teknik rehabilitasi;
7. Cara cuci tangan yang benar.
Proses edukasi berlangsung dengan baik bila mengunakan metode yang tepat dalam proses
pemberian edukasi. Dalam proses edukasi pasien dan keluarga didorong untuk bertanya/
berdiskusi agar dapat berpartisipasi dalam proses asuhan. Perlu kepastian bahwa materi
edukasi yang diberikan dapat dipahami oleh pasien dan keluarga.
Kesempatan untuk interaksi antara staf, pasien, dan keluarga pasien dapat memberikan
umpan balik (feed back) untuk memastikan bahwa informasi dimengerti, berfaedah, dan
dapat digunakan. Profesional pemberi asuhan (PPA) memahami kontribusinya masing-
masing dalam pemberian pendidikan pasien, dengan demikian mereka dapat berkolaborasi
lebih efektif. Kolaborasi, pada gilirannya dapat membantu menjamin bahwa informasi yang
diterima pasien dan keluarga adalah komprehensif, konsisten, dan efektif. Dalam pemberian
edukasi harus dilengkapi dengan materi tertulis.
Pasien sering membutuhkan pelayanan tindak lanjut guna memenuhi kebutuhan kesehatan
berkesinambungan atau untuk mencapai sasaran kesehatan mereka. Informasi kesehatan
umum diberikan oleh rumah sakit atau oleh sumber di komunitas, dan dapat dimasukkan bila
membuat ringkasan pasien pulang. Informasi tersebut mengenai praktik pencegahan yang
relevan dengan kondisi pasien atau sasaran kesehatannya, serta edukasi untuk mengatasi
penyakit atau kecacatannya yang relevan dengan kondisi pasien.
BAB IV
KONSEP KOMUNIKASI
Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua (ambiguous),
dan diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan
meningkatkan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi yang jelek
dapatmembahayakanpasien.Komunikasiyangrentanterjadikesalahanadalahsaat perintah
lisan atau perintah melalui telepon, komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil
pemeriksaan kritis yang harus disampaikan lewat telpon. Hal ini dapat disebabkan oleh
perbedaan aksen dan dialek. Pengucapan juga dapat menyulitkan penerima perintah untuk
memahami perintah yang diberikan. Misalnya, nama-nama obat yang rupa dan ucapannya
mirip (look alike, sound alike), seperti phenobarbital dan phentobarbital, serta lainnya.
Pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu isu keselamatan
pasien. Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk, tetapi tidak terbatas pada :
1. Pemeriksaaan laboratorium;
2. Pemeriksaan radiologi;
3. Pemeriksaan kedokterannuklir;
4. Prosedur ultrasonografi;
5. Magnetic resonanceimaging;
6. Diagnostik jantung;
7. Pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien, seperti hasil tanda-
tanda vital, portable radiographs, bedside ultrasound, atau trans esophageal
echocardiograms.
Hasil yang diperoleh dan berada diluar rentang angka normal secara mencolok akan
menunjukkan keadaan yang berisiko tinggi atau mengancam jiwa. Sistem pelaporan formal
yang dapat menunjukkan dengan jelas bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaaan diagnostik
dikomunikasikan kepada staf medis dan informasi tersebut terdokumentasi untuk
mengurangi risiko bagi pasien. Tiap-tiap unit menetapkan nilai kritis hasil pemeriksaan
diagnostiknya.
Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telpon dengan aman dilakukan
hal-hal sebagai berikut :
1. pemesanaan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya dihindari;
2. dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau komunikasi elektronik
tidak mungkin dilakukan maka harus ditetapkan panduannya meliputi permintaan
pemeriksaan, penerimaan hasil pemeriksaaan dalam keadaan darurat, identifikasi dan
penetapan nilai kritis, hasil pemeriksaaan diagnostik, serta kepada siapa dan oleh
siapa hasil pemeriksaaan kritis dilaporkan;
3. prosedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi penulisan secara lengkap
permintaan atau hasil pemeriksaaan oleh penerima informasi, penerima membaca
kembali permintaan atau hasil pemeriksaaan, dan pengirim memberi konfirmasi atas
apa yang telah ditulis secara akurat.
Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan oleh rumah sakit sering kali
menimbulkan kesalahan komunikasi dan dapat berakibat fatal.Oleh karena itu,rumah sakit
diminta memiliki daftar singkatan yang diperkenankan dan dilarang.
Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam rumah sakit terjadi
1. Antar-PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf medis dan staf
keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA dan PPA lainnya pada
saat pertukaran shift;
2. Antar berbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama seperti jika pasien
dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke kamar operasi;dan
3. Dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan seperti radiologi atau
unit terapi fisik.
Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan pasien yang dapat
berakibatl kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau kejadian sentinel.
Komunikasi yang baik dan terstandar baik dengan pasien, keluarga pasien, dan pemberi
layanan dapat memperbaiki secara signifikan proses asuhan pasien.
Komunikasi adalah tentang pertukaran informasi, berbagi ide dan pengetahuan. Hal ini
berupa proses dua arah dimana inforrnasi, pemikiran, ide, perasaan atau opini
disampaikan/ dibagikan melalui kata-kata, tindakan maupun isyarat untuk mencapai
pemaharnan bersarna. Komunikasi yang baik berarti bahwa para pihak terlibat secara aktif.
Hal ini akan menolong mereka untuk mengalami cara baru mengerjakan atau
memikirkansesuatu.
Adapun beberapa pengertian lain adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada
orang lain, komunikasi akan dapat berhasil apabila sekiranya timbul saling pengertian,
yaitu jika kedua belah pihak si pengirirm dan sipenerima informasi dapat
memahaminya. Hal ini tidak berarti bahwa kedua belah pihak harus menyetujui sesuatu
gagasan tersebut, tetapi yang penting adalah kedua pihak sama-sama memahami
gagasan tersebut. Dalam keadaan seperti inilah baru dapat dikatakan bahwa
komunikasi telah berhasil dengan baik (komunikatif). A.W. Wijaya, 2000
2. Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu
yang lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan waktu yang lebih sedikit karena
petugas, perawat dan dokter termapil mengenali kebutuhan pasien. Atas dasar
kebutuhan pasien
3. Komunikasi efektif adalah komunikasi yang menghasilkan perubahan sikap pada
orang yang terlibat dalam komunikasi. Komunikasi juga merupakan suatu seni untuk
dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang mudah sehingga
orag lain dapat mengerti dan menerima maksud dan tujuan pemberi pesan. Komunikasi
dilingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan kualitas
pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga
menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal dan konsumen eksternal. Konsumen
internal melibatkan unsur hubungan antar indivisu yang bekerja di rumah sakit, baik
hubungan secara horizontal ataupun secara vertikal. Hubungan yang terjalin antar tim
multi disiplin yaitu dokter, perawat, bidan, dan unsur penunang lainnya, unsur
administrasi sebagai provider merupakan gambaran dari sisi konsumen internal.
Sedangkan konsumen eksternal lebih mengarah pada sisi penerima jasa pelayanan,
yaitu pasien, keluarga pasien dan masyarakat yang ada di rumah sakit. Sering kali
hubungan buruk yang terjadi pada suatu rumah sakit, diprediksi penyebabnya adalah
buruknya sistem komunikasi antar individu yang terlibat dalam sistem tersebut.
4. Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang
kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti
betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi. (Komaruddin,
1994;Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994 ; Koontz & Weihrich,1988).
5. Komunikasi Efektif adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut
mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi.
(Komaruddin, 1994;Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994 ; Koontz & Weihrich,1988).
6. Sumber/Pemberi Pesan/Komunikator adalah orang yang menyampaikan isi
pernyataannya kepada penerima pesan/komunikan. Hal-hal yang menjadi tanggung
jawab pengirim pesan adalah mengirim pesan dengan jelas, memilih media yang
sesuai, dan meminta kejelasan apakah pesan tersebut sudah diterima dengan baik.
(konsil kedokteran Indonesia, hal8).
7. Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi, pengetahuannya
luas dan dalam tentang informasi yang disampaikan,cara berbicaranyajelas dan
menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan (komunikan)
8. Isi Pesan adalah ide atau informasi yang disampaikan kepada komunikan. Panjang
pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan komunikasi , media
penyampaian, penerimanya.
9. Media/Saluran Pesan (Elektronik, Lisan, Tulisan) adalah sarana komunikasi dari
komunikator kepada komunikan. Media berperan sebagai jalan atau saluran yang
dilalui isi pernyataan yang disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan
penerima.Pesan dapat berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus. Pada
kesempatan tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi
berlangsung atau tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa perubahan
sikap (konsil kedokteran Indonesia, hal8).
10. Penerima Pesan/Komunikan adalah pihak/orang yang menerima pesan. Penerima
pesan berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi, peran pengirim dan
penerima berita bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung jawab penerima adalah
berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik dan memberikan umpan balik
kepada pengirim. Umpan balik sangat penting sehingga proses komunikasi
berlangsung dua arah (konsil kedokteran Indonesia, hal8).
11. Umpan balik adalah respon/tindakan dari komunikan terhadap respon pesan
yangditerimanya.
A. PROSES KOMUNIKASI
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan komunikator, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah
perbuatan oleh penerima pesan/kornunikan dan tidak ada harnbatan untuk hal itu
Untuk melakukan komunikasi yang efektif, perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut :
a. Nada suara 38%
b. Kata – kata7%
c. Bahasa tubuh55%
Selain hal – hal tersebut, juga diperlukan ketrampilan berkomunikasi yang meliputi :
1. Teknikbertanya
Dalam proses belajar merupakan interaksi edukatif yang didalamnya perlu adanya
dialog atau komunikasi dimana diperlukan adanya keterlibatan intelektual penerima
/ komunikan yang dikembangkan dengan berbagai pertanyaan.
Tujuan pertanyaan adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan partisipasi penerima / komunikan dalam proses belajar mengajar.
b. Meningkatkan minat dan rasa ingintahu penerima / komunikan terhadap
masalah yang ingin dibahas
c. Meminta penerima / komunikan berfikir dan mengembangkan pola fikirnya.
d. Membimbing dan menuntun prose berfikir penerima / komunikan
e. Memusatkan perhatian penerima /komunikan terhadap konsep yang sedang
dibicarakan.
b. Menciptakan kondisibelajar.
c. Memberikanmotivasi.
d. Mengarahkanpelajaran.
e. Mendiagnosa.
f. Melihatproses.
g. Mengundang penerima / komunikan untukbertanya.
h. Mengevaluasi penerima /komunikan.
i. Memulai penerima / komunikan untuk berdiskusi
2. Teknik menjelaskan
Dalam memberikan penjelasan harus diperhatikan hal – hal sebagai berikut :
a) Apa yangdibicarakan
Berikan penjelasan secara logis dan mudahdimengerti
To the point dan tidak berbelit–belit
Gunakan bahasa sederhana
b) Bagaimanamenjelaskan
Tersenyum dan hindari kondisi tampaklelah
Bersikapramah
Perhatikan intonisasibicara
c) Kapan komunikator harus mengerti
Lawan bicara tidak mengerti apa yang sedang disampaikan
Lawan bicara menginginkan informasitambahan
Dalam berkomunikasi ada kalanya terdapat informasi misalnya nama obat, nama orang,
dll. Untuk memverifikasi dan mengklarifikasi, maka komunikan sebaiknya mengeja huruf
demi huruf
A Alfa N November
B Bravo O Oscar
C Charlie P Papa
D Delta Q Quebec
E Echo R Romeo
F Foxtrot S Sierra
G Golf T Tango
H Hotel U Uniform
I India V Victor
J Juliett W Whiskey
K Kilo X X-ray
L Lima Y Yankee
M Mike Z Zulu
B. UNSUR KOMUNIKASI
1. Sumber /komunikator
Sumber (yang menyampaikan informasi) adalah orang yang menyampaikan isi
pernyataannya kepada penerima. Hal-hal yang menjadi tanggung jawab pengirim
pesan adalah mengirim pesan dengan jelas, memilih media yang sesuai, dan
meminta kejelasan apakah pesan tersebut sudah di terima dengan baik. (Konsil
kedokteran Indonesia,hal.8)
Pada saat melakukan umpan balik, diperlukan kemampuan dalam hal sebagai berikut :
1. Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan
pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan,
klarifikasi, paraphrase,intonasi.
2. Mendengar (listening), termasuk memotongkalimat.
3. Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di balik yang
tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, geraktubuh).
4. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh) agar
tidak mengganggu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru mengartikan
gerak tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikapkomunikator.
yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak
menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Karena
kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran
akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana, Clarity dapat pula berarti
keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan
sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan),sehingga dapat
menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita,
Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya
akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau timkita.
5. Humble
adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum
pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh
sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap rendah hati pernah yang pada intinya
antara lain: sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Customer
First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak
sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela
memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan
kepentingan yang lebihbesar.
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi
yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan
pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang
penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun
hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan salingmenguatkan.
E. SIFAT KOMUNIKASI
Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan promosi).
Komunikasi yang bersifat informasi asuhan didalam rumah sakit adalah:
1. Jenispelayanan
2. Jam/waktupelayanan
3. Pelayanan yang tersedia
4. Cara mendapatkan pelayanan
5. Sumber alternative mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan asuhan pasien melebihi kamampuan rumah sakit. Akses informasi
dapat diperoleh dengan melalui Customer Service, Admission, dan Website.
Disabilitas dilihat dari aspek fisiknya dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu
a. Tuna Netra
Seseorang dikatakan tuna netra apabila mereka kehilangan daya lihatnya
sedemikian rupa sehingga tidak dapat menggunakan fasilitas pada umumnya.
Menurut Kaufman & Hallahan, tuna netra adalah individu yang memiliki lemah
penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau
tidak lagi memiliki penglihatan.
Tuna netra dibagi menjadi dua, yaitu :
a) Kurang awas (low vision), yaitu seseorang dikatakan kurang awas bila
masih memiliki sisa penglihatan sedemikian rupa sehingga masih sedikit
melihat atau masih bisa membedakan gelap atauterang.
b) Buta (blind), yaitu seseorang dikatakan buta apabila ia sudah tidak
memiliki sisa penglihatan sehingga tidak dapat membedakan gelap
danterang.
Ciri-ciri fisik :
Memiliki daya dengar yang sangat kuat sehingga dengan cepat
pesan-pesan melalui pendengaran dapat dikirim keotak
Memiliki daya pengobatan yang sensitif sehingga apa yang dirasakan
dapat dikirim langsung keotak.
Kadang-kadang mereka suka mengusap-usap mata dan berusaha
membelalakkannya.
Kadang-kadang mereka memiliki perilaku yang kurang nyaman bisa
dilihat oleh orang normal pada umumnya atau dengan sebutan
blindism (misalnya : mengkerut-kerutkan kening, menggeleng-
gelengkan kepala secara berulang-ulang dengan tanpa disadarinya)
b. Tuna Daksa
Seseorang dikatakan mengalami ketunadaksaan apabila terdapat kelainan
anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah
bentuk sehingga mengakibatkan turunnya kemampuan normal untuk
melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu dan untuk mengoptimalkan
potensi kemampuannya diperlukan layanan khusus. Tuna daksa ada dua
kategori, yaitu:
a) Tuna daksa orthopedic (orthopedically handicapped), yaitu mereka yang
mengalami kelainan, kecacatan tertentu sehingga menyebabkan
terganggunya fungsi tubuh. Kelainan tersebut dapat terjadi pada bagian
tulang-tulang, otot-otot tubuh maupun pada daerah persendian, baik
yang dibawa sejak lahir maupun yang diperoleh kemudian. Contoh :
anakpolio
b) Tuna daksa syaraf (neurologically handicapped), yaitu kelainan yang
terjadi pada anggota tubuh yang disebabkan gangguan pada syaraf.
Salah satu kategori penderita tuna daksa syaraf dapat dilihat pada anak
cerebralpalsy
Ciri-ciri fisik :
Memiliki kecerdasan normal bahkan ada yang sangat cerdas
Derpresi , kemarahan dan rasa kecewa yang mendalam disertai
dengan kedengkian dan permusuhan.
Penyangkalan dan penerimaan atau suatu keadaan emosi
Meminta dan menolak belas kasihan dari sesama, ini merupakan
fase dimana seseorang akan mencoba menyesuaikan diri untuk
dapat hidup dengan kondisinya yang sekarang.
Ciri-ciri sosial :
Kelompok ini kurang memiliki akses pergaulan yang luas karena
keterbatasan aktivitas geraknya. Dan kadang-kadang menampakkan
sikap marah-marah (emosi) yang berlebihan tanpa sebab yang jelas.
c. Tuna Rungu
Seseorang dikatakan tuna rungu apabila mereka kehilangan daya dengarnya.
Tuna rungu dikelompokkan menjadi :
a) Ringan (20-20dB)
Umunya mereka masih dapat berkomunikasi dengan baik, hanya kata-
kata tertentu saja yang tidak dapat mereka dengar langsung, sehingga
pemahaman mereka menjadi sedikit terhambat.
b) Sedang (40-60dB)
Mereka mulai mengalami kesulitan untuk dapat memahami pembicaraan
orang lain, suara yang mampu terdengar adalah suara radio dengan
volume maksimal.
c) Berat/parah (di atas 60dB)
Kelompok ini sudah mulai sulit untuk mengikuti pembicaraan orang lain,
suara yang mampu terdengar adalah suara yang sama kerasnya dengan
jalan pada jam-jam sibuk. Biasanya memerlukan bantuan alat
bantudengar, mengandalkan pada kemampuan membaca gerak bibir
atau bahasa isyarat untuk berkomunikasi.
Ciri-ciri fisik :
Berbicara keras dan tidak jelas
Suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh teman bicaranya
Telinga mengeluarkan cairan
Menggunakan alat bantu dengar
Bibir sumbing
Suka melakukan gerakan tubuh
Cenderung pendiam
Suara sengau
Cadel
Ciri-ciri mental:
Pada umumnya sering menaruh curiga terhadap orang-orang yang ada
di sekitarnya
d. Tuna Wicara
Seseorang dikatakan tuna wicara apabila mereka mengalami kesulitan
berbicara. Hal ini disebabkan kurang atau tidak berfungsinya alat-alat bicara
seperti rongga mulut, lidah, langit-langit dan pita suara. Selain itu, kurang atau
tidak berfungsinya organ pendengaran, keterlambatan perkembangan
bahasa, kerusakan pada sistem syaraf dan struktur otot serta
ketidakmampuan dalam kontrol gerak juga dapat mengakibatkan keterbatasan
dalam berbicara. Diantara individu yang mengalami kesulitan berbicara, ada
yang sama sekali tidak dapat berbicara, dapat mengeluarkan bunyi tetapi
tidak mengucapkan kata- kata dan ada yang dapat berbicara tetapi tidakjelas.
Masalah yang utama pada diri seorang tuna wicara adalah mengalami
kehilangan/terganggunya funsi pendengaran (tuna rungu) dan atau fungsi
bicara (tuna wicara), yang disebabkan oleh bawaan lahir, kecelakaan maupun
penyakit. Umumnya seseorang dengan gangguan dengar/wicara yang
disebabkan oleh faktor bawaan (keturunan/genetik) akan berdampak pada
kemampuan bicara. Sebaliknya seseorang yang tidak/kurang dapat bicara
umumnya masih dapat menggunakan fungsi pendengarannya walaupun tidak
selalu.
3. Hambatan Lainnya
Ada delapan hambatan penting untuk komunikasi lintas budaya dalam pelayanan
kesehatan :
a. Kurangnya pengetahuan
Petugas rumah sakit yang tidak belajar tentang perilaku diterima dalam
budaya yang berbeda dapat atribut perilaku pasien (misalnya diam,
penarikan) untuk alasan yang salah atau penyebab mengakibatkan
penilaian yang salah dan intervensi.
b. Ketakutan dan ketidakpercayaan
Rothenburg (1990) telah mengidentifikasi tujuh tahap penyesuaian bahwa
individu melewati selama pertemuan awal mereka dengan orang dari
budaya yang berbeda yang mereka tidak tahu atau mengerti.
Tahap-tahap ini adalah :
Ketakutan: setiap orang memandang orang lain sebagai berbeda dan
oleh karena itu berbahaya. Biasanya ketika orang-orang menjadi lebih
baik mengenal satu sama lain, ketakutan secara bertahap menghilang,
hanya untuk digantikan oleh katadisukai.
Tidak menyukai: orang-orang dari budaya yang berbeda sering curiga
dari masing- masing orang lain akan tindakan dan motif mereka karena
mereka kurang memilikiinformasi
Penerimaan: biasanya jika dua orang dari berbagai budaya yang
berbeda pengalaman cukup baik selama periodewaktu
Respect: jika individu dari beragam budaya berpikiran terbuka, akan
memungkinkan mereka untuk melihat dan mengagumi kualitas dalam
satu sama lain
Percaya: orang dari beragam budaya telah menghabiskan cukup waktu
bersama yang berkualitas, mereka biasanya mampu saling percaya
Menyukai: untuk tahap akhir, individu-individu dari beragam budaya
harus mampu berkonsentrasi pada kualitas manusia yang mengikat
H. KLASIFIKASI KOMUNIKASI
1. Dari segisifatnya
a. KomunikasiVerbal
Komunikas dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi
seperti telepon. Kelebihan dari komunikasi ini terletak pada
keberlangsungannya, yakni dilakukan secara tatap muka sehingga umpan
balik dapat diperoleh secara langsung dalam bentuk respon dari
pihakkomunikan.
Komunikasi verbal ini harus memperhatikan arti denotative dan konotatif, kosa
kata, tempo bicara, intonasi, kejelasan dan keringkasan serta waktu dan
kesesuaian. Jenis komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan di Rumah
Sakit dalam hal pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan
dengan tatap muka. Komunikasi ini biasanya lebih akurat dan tepat waktu.
Kelebihan dari komunikasi ini adalah memungkinkan setiap individu untuk
merespon secara langsung.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal :
1) Memahami arti denotatif dankonotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama dengan kata yang
digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide
yang terdapat dalam suatu kata. Misalnya kata “kritis”. Secara denotatif,
kritis berarti cerdas, tetapi perawat menggunakan kata kritis untuk
menjelaskan keadaan yang mendekati kematian.Ketika berkomunikasi
dengan pasien, tenaga medis harus berhati-hati memilih kata-kata
sehingga tidak mudah untuk disalahartikan terutama saat menjelaskan
pasien mengenai kondisi kesehatannya dan saatterapi.
2) Kosa kata mudahdipahami
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Kemampuan dalam pengetahuan kosa
kata, khususnya yang berhubungan dengan dunia medis, berperan
penting dalam komunikasi verbal. Banyak istilah teknis yang digunakan
oleh tenaga medis di rumah sakit, misalnya istilah “auskultasi”, akan lebih
Komunikasi antara orang yang ada dalam suatu organisasi , akan tetapi tidak
direncanakan atau tidak ditentukan dalam struktur organisasi
BAB V
GAMBARAN KOMUNIKASI DI RUMAH SAKIT YARSI
A. POPULASI
Rumah sakit menetapkan populasi yang dilayani berdasar atas demografi yang
diuraikan menurut usia, etnis, agama, tingkat pendidikan, serta bahasa yang
digunakan termasuk hambatan komunikasi. Berdasar atas analisis data populasi yang
dilayani, rumah sakit menetapkan strategi komunikasi dengan masyarakat
menggunakan pedoman komunikasiefektif.
Populasi adalah sekelompok orang di suatu tempat tertentu yang mempunyai ciri–ciri
tertentu. Pasal 1 Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
menjelaskan definisi pasienadalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah
kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara
langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi. Populasi Pasien di
RS YARSI menggambarkan bagaimana pola kunjungan pasien selama kurun waktu
tertentu di rumah sakit yang dikelompokan menurut jenis kelamin, umur, ras/etnis,
agama dan bahasa yang digunakandll. Yang dimaksud dengan jenis kelamin adalah
keadaan seseorang yang menunjukan gender wanita atau pria. Umur adalah usia pada
saat pasien masuk. Ras/etnis adalah golongan bangsa yang berdasarkan ciri-ciri fisik
atau rumpun. Agama adalah ajaran atau system yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan kepribadian kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah
seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghuchu. Bahasa yang digunakan adalah
percakapan / kata-kata yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk
berinteraksi dan untuk mengidentifikasikandiri.
1. RS YARSI melakukan identifikasi komunikasi dari populasi internal dan eksternal
yang menjadi pusat perhatian dalam pemberian informasi melalui analisa data
demografi kunjungan kunjungan Rawat Jalan maupun Rawat Inap atauIGD.
2. Data diproses oleh bagian rekam medik dan bagian program RS YARSI
3. Pengolahan data dan penentuan sasaran/target harus memberikan gambaran
dalam pemberian informasi yang tepat dancepat.
4. Proses identifikasi terhadap komunitas dan populasi dilakukan oleh bagian
Marketing RS YARSI.
Sebagai gambaran mengenai keadaan umum wilayah Cempaka Putih, Jakarta Pusat,
kami uraikan sebagai berikut :
Wilayah Kotamadya Jakarta Pusat terletak antara 106.22’, 42” BT sampai dengan106.
58’, 18” dan 5, 19’, 12” LS. Lokasi ini termasuk dataran rendah sekitar 4 meter di atas
permukaan laut. Jakarta Pusat memiliki luas 48,15 km2 dan merupakan wilayah yang
berada ditengah-tengah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sebagai jantung
kota wilayah ini memiliki karakteristik khusus sebagai pusat pemerintahan nasional,
pusat perdagangan dan ekonomi. (Bapekodya Jakarta Pusat).
Sebelah Utara
Berbatasan dengan Jakarta Barat;
1. Dari Jln. KH. Zainal Arifin dan Jln. Sukarjo Wiryopranoto sampai dengan rel kereta
api Jln. Krekot Raya,
2. Dari Jln. Karang Anyar dan Jln. Mangga Besar 13 sampai dengan Jln.
3. Mangga Dua Raya,
4. Rel kereta api eks AIP, Jln. Rajawali Selatan 12 dan Jln. Jenderal Ahmad Yani.
Sebelah Selatan
Berbatasan dengan wilayah Jakarta Timur;
1. Dari Jln. Pramuka dan dan Jln. Matraman Dalam
2. Kali Ciliwung sampai dengan Selatan Pintu Air Manggarai.
Berbatasan dengan wilayah Jakarta Selatan,
1. Dari Banjir Kanal Barat sampai dengan Jln. Jend . Sudirman 2).
2. Bunderan Senayan Pintu Gelora IX dan Kali Grogol.
Sebelah Timur
Berbatasan dengan wilayah Jakarta Timur;
1. Jln. Jend. A. Yani sampai dengan Jln. Pramuka.
Sebelah Barat
Berbatasan dengan wilayah Jakarta Barat;
1. Dari Kali Grogol, Jln. Pal Merah Utara dan Jln. KS Tubun.
2. Dari Jembatan Tinggi Banjir Kanal sampai dengan rel kereta api Duri Barat.
B. INFORMASI PELAYANAN
Informasi adalah suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan,
yang berupa data, fakta, gagasan, konsep, kebijakan, aturan, standar, norma,
pedoman atau acuan yang diharapkan dapat diketahui, dipahami, diyakini, dan
diimplementasikan olehkomunikan.
Informasi yang diberikan di RS YARSI mencakup:
1. Informasi yang diberikan tentang pelayanan, jam pelayanan, serta akses dan
proses mendapatkanpelayanan
2. Informasi yang diberikan bahwa RS YARSI memberikan asuhan danpelayanan
C. INFORMASI URGEN
Penyelenggaraan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit sangatlah perlu
mendapat perhatian yang serius. Sebagai konsekuensi dari fungsi rumah sakit maka
potensi munculnya bahaya kesehatan dan keselamatan kerja tidak dapat dihindari,
seperti bahaya pemajanan radiasi, bahan kimia toksik, bahaya biologis, temperatur
ekstrim, bising, debu, termasuk juga bahayakebakaran.
Rumah Sakit adalah salah satu tempat yang tidak terlepas dari bahaya diantaranya
kebakaran, gempa, ancaman bom selain itu juga kejadian yang tidak diharapkan
seperti pengunjung aatu petugas dalam kondisi gawat. untuk mengurangi dan
mencegah kerugian materil dan korban jiwa maka diperlukan suatu komunikasi efektif
untuk menyampaikan informasi yang akurat dan tepat waktu di seluruh rumah sakit.
Penyampaian informasi yang akurat dan tepat waktu, khususnya keadaanyang urgent
seperti
2. Henti jantung Dewasa & Anak serta darurat medis lainnya - Code Blue
Darurat medis didefinisikan sebagai setiap situasi klinis dimana pasien dengan
kondisi medik kompromais yang rentan terhadap infeksi maupun komplikasi serius
dan memerlukan pertolongan medis segera. Dalam situasi darurat medis/henti
jantung :
a. Segera evaluasi situasi dengan :
a) Lakukan 3A (Aman Diri, Aman Pasien, Aman Lingkungan)
b) Tidak ada respon.
c) Tidak teraba nadi
d) Tidak ada napas.
e) MINTA bantuan staf lainnya (teriak minta bantuan “ Code Blue -- Code
Blueatau tekan tombol emergency) yang akan diteruskan ke pager tim
kode biru
f) Atau telpon ke 2222 yang akan meneruskannya ke paging rumah sakit
g) Lakukan tindakan emergensi sesuai yang diperlukan misalnya : Cardio-
Pulmonary Resuscitation (CPR) sampai bantuan datang.
a. Ambil tindakan cepat untuk melindungi diri sendiri atau melindungi pasien
yang terancam.
b. Beri peringatan atau minta bantuan kepada sesama teman, sambil
meneriakkan :
” Code Black - Code Black!!!!”.
c. Melangkah mundur bila lebih aman –Hubungi telpon 2222 ( OPERATOR).
d. Selanjutnya operator menghubungi pihak yang terkait a.l. Security, Nursing on
Duty, Direksi, dan Staf Senior lainnya, terangkan tentang:
a) Jenis kejadian.
b) Lokasi kejadian.
c) Nama dan tempat tugas Anda.
e. Bila tidak memungkinkan melangkah mundur
f. Turuti perintah pengancam.
g. Lakukan hanya yangdiminta.
h. Bila bahaya sudah berlalu, telepon 2222 (OPERATOR), dan jelaskan
kejadiannya.
i. Catat hasil pengamatan Anda secepatnya. (Misalnya : ciri penyerang, senjata,
cara bicara/logat, tingkah laku, tato, ciri kendaraan, arah pelarian, dll-nya).
j. Amankan tempat kejadian perkara.
k. Bekerjasama dengan sekuriti sambil menunggu petugas kepolisian
l. Bila mendapatkan ancaman bom, yang perlu dilakukan adalah :
a) Tetap tenang sambil mendengarkan suara si penelepon,
b) Jangan menutup telepon.
c) Gunakan telpon lain untuk menghubungi nomor kantor kepolisian atau
operator 2222
BAB VI
DOKUMEN TERKAIT
Dokumen yang terkait dengan pelaksanaan komunikasi efektif adalah sebagai berikut :
1. CPPT (Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi)
2. Form Edukasi Terintegrasi
3. Form rujukan
4. Transfer Pasien
5. Resume medis rawat jalan dan rawat inap
6. Materi edukasi, leaflet, brosur, jadwal Praktek dokter
BAB VII
PENUTUP
Buku pedoman komunikasi efektif di Rumah Sakit YARSI disusun untuk menjadi
acuan dalam pelaksanaan proses komunikasi yang terjadi di Rumah Sakit YARSI,
sehingga dapat tercipta komunikasi yang efektif dan tepat sesuai kebutuhan pasien
di Rumah Sakit YARSI.
Buku pedoman komunikasi efektif ini merupakan panduan bagi seluruh staf rumah
sakit, dan bukan buku standar yang bersifat mutlak oleh karena itu untuk
pelaksanaan dilapangan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan masing – masing di rumahsakit.
DITETAPKANDI : JAKARTA
TANGGAL : 28 Desember 2018
DIREKTUR
RUMAH SAKIT YARSI