Anda di halaman 1dari 83

EFFECTS OF BENSON’S RELAXATION TECHNIQUE ON NAUSEA IN PATIENTS

WITH CHRONIC KIDNEY DISEASE UNDERGOING HEMODIALYSIS


AT BHAKTI WIRA TAMTAMA HOSPITAL

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan

Oleh:
Lutfi Indriyani
NIM 20101440117051

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/ DIPONEGORO SEMARANG
DIPLOMA III KEPERAWATAN
2020
EFFECTS OF BENSON’S RELAXATION TECHNIQUE ON NAUSEA IN PATIENTS
WITH CHRONIC KIDNEY DISEASE UNDERGOING HEMODIALYSIS
AT BHAKTI WIRA TAMTAMA HOSPITAL

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan

Oleh:
Lutfi Indriyani
NIM 20101440117051

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/ DIPONEGORO SEMARANG
DIPLOMA III KEPERAWATAN
2020

i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Lutfi Indriyani

NIM : 20101440117051

Progam Studi : Diploma III Keperawatan

Institusi : Akademi Keperawatan Kesdam IV/ Diponegoro Semarang

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini

adalah benar – benar merupakan hasil karya sendiri dan bukan merupakan

pengambil alihan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil tulisan atau

pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah

ini hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Mengetahui Semarang, 8 April 2020


Pembimbing Pembuat Pernyataan

Endro Haksara, S.Kep., Ners., M.Kep. Lutfi Indriyani


NIDN 8887360018 NIM 20101440117051

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah oleh Lutfi Indriyani NIM 20101440117051 dengan judul

“Effects Of Benson’s Relaxation Technique On Nausea In Patients With

Chronic Kidney Disease Undergoing Hemodialysis At Bhakti Wira Tamtama

Hospital” telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Semarang, 8 April 2020


Pembimbing

Endro Haksara, S.Kep., Ners., M.Kep.


NIDN 8887360018

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah oleh Lutfi Indriyani NIM 20101440117051 dengan


judul “Effects Of Benson’s Relaxation Technique On Nausea In Patients With
Chronic Kidney Disease Undergoing Hemodialysis At Bhakti Wira Tamtama
Hospital” telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal

Dewan Penguji

Penguji Ketua Penguji Anggota

Ainnur Rahmanti, S.Kep., Ners., M.Kep Endro Haksara, S.Kep., Ners., M.Kep
NIDN 0608038801 NIDN 8887360018

Mengetahui
Direktur

Indah Setyawati, S.K.M., M.M


Letnan Kolonel Ckm (K) NRP 11960028180872

iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Syukur alhamdulillah saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah

memberikan taufik dan hidayah-Nya serta inayah-Nya sehingga saya dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Effects Of Benson’s

Relaxation Technique On Nausea In Patients With Chronic Kidney Disease

Undergoing Hemodialisis At Bhakti Wira Tamtama Hospital”.

Dengan segala keterbatasan, Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan berkat

bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang teah

membantu dan menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Adapun pihak tersebut

antara lain:

1. Letnan Kolonel CKM (K) Indah Setyawati., S.K.M., M.M. selaku direktur

Akper Kesdam IV/Diponegoro Semarang yang telah memberikan izin penulis

melakukan penelitian.

2. Endro Haksara, S.Kep., Ners., M.Kep M.Kep., selaku pembimbing yang telah

meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing dan mengarahkan

sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Segenap Dosen, CI maupun pihak Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama, serta

staff Akademi Keperawatan Kesdam IV/Diponegoro Semarang yang telah

membantu dalam proses penelitian ini.

v
4. Orangtua dan seluruh keluarga yang selalu mendoakan, memotivasiserta

membantu peneliti baik secara moral, spiritual, dan materiil, sehingga penulis

dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Keluarga Besar teman-temanAngkatan XXIII Akademi Keperawatan Kesdam

IV/Diponegoro Semarang yang berjuang bersama-sama dan saling

memberikan dukungan dalam pelaksanaan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Calon Suami yang sampai saat ini belum dipertemukan oleh Allah, yang

selalu membuat saya termotivasi untuk terus semangat dalam menyelesaikan

Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini sangat

jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari

semua pihak guna penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Saya berharap

semoga Karya Tulis ini dapat bermanfaat bagi semuayang memerlukan dan

membutuhkannya.

Semarang, 8 April 2020

Penulis

Lutfi Indriyani
NIM 20101440117051

vi
EFFECTS OF BENSON’S RELAXATION TECHNIQUE ON NAUSEA IN PATIENTS WITH
CHRONIC KIDNEY DISEASE UNDERGOING HEMODIALYSIS AT BHAKTI WIRA
TAMTAMA HOSPITAL

Lutfi Indriyani, Endro Haksara

ABSTRAK
Mual merupakan gejala yang sebagian besar terjadi pada pasien gagal ginjal kronik. Mual pada
pasien yang menjalani hemodialisis akan mengakibatkan komplikasi seperti gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Mual yang dialami pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis, terjadi karena kadar ureum kreatin yang meningkat, Dialysis Disequilibrium
Syndrome, komponen dalam hemodialysis. Penggunaan pengobatan farmakologis untuk mengatasi
mual dapat membawa risiko memperburuk kerja ginjal, sehingga penggunaanya juga harus dibatasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penerapan terapi relaksasi benson dalam
menurunkan skala mual pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan mual di Rumah
Sakit Bhakti Wira Tamtama. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
metode pendekatan studi kasus. Subjek yang digunakan sejumlah 2 responden dengan kriteria
Pasien berusia> 18 tahun, mengalami mual, memiliki kesadaran mental. Pengukuran skala mual
menggunakan Numeric rating scale (NRS). Intervensi teknik relaksasi Benson dilakukan selama 15
menit satu kali dalam sehari. Hasil analisa data didapatkan subjek I mengalami penurunan mual dari
skala 8 menjadi skala 2 dan subjek II mengalami penurunan mual dari skala 7 menjadi skala 3.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah teknik relaksasi Benson berpengaruh dalam menurunkan mual
pada pasien gagal ginjal kronik menjalani hemodialisis. Diharapkan perawat menerapkan teknik
relaksasi Benson sebagai terapi non-farmakologis untuk mengurangi mual pada pasien yang
menjalani hemodialisis. .
Kata Kunci : Relaksasi Benson, Mual, Hemodialisis

ABSTRACT
Nausea is a symptom that mostly occurs in patients with chronic kidney failure. Nausea in patients
undergoing hemodialysis will result in complications such as impaired fluid and electrolyte balance.
Nausea experienced by patients with chronic kidney failure undergoing hemodialysis, occurs due to
increased creatine urea levels, Dialysis Disequilibrium Syndrome, a component in hemodialysis.
The use of pharmacological treatments to treat nausea can carry the risk of worsening the work of
the kidneys, so its use must also be limited. This study aims to determine the description of the
application of Benson relaxation therapy in reducing the scale of nausea in chronic renal failure
patients undergoing hemodialysis with nausea at Bhakti Wira Tamtama Hospital. This type of
research is descriptive research with a case study approach. Subjects used were 2 respondents with
criteria> 18 years old patient, experienced nausea, had mental awareness. Measurement of nausea
scale using the Numeric rating scale (NRS). Benson's relaxation technique interventions carried out
for 15 minutes once a day. The results of data analysis showed that subject I experienced a decrease
in nausea from scale 8 to scale 2 and subject II experienced a decrease in nausea from scale 7 to
scale 3. The conclusion of this study was that Benson's relaxation techniques affected in reducing
nausea in patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis. It is hoped that nurses apply
the Benson relaxation technique as a non-pharmacological therapy to reduce nausea in patients
undergoing hemodialysis.
Keywords: Benson's Relaxation, Nausea, Hemodialysis

vii
DAFTAR ISI

I
Pernyataan Keaslian Tulisan....................................................................................ii

Lembar Persetujuan................................................................................................iii

Lembar Pengesahan................................................................................................iv

Kata Pengantar.........................................................................................................v

Abstrak...................................................................................................................vii

Daftar Isi...............................................................................................................viii

Daftar Gambar..........................................................................................................x

Daftar Tabel............................................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang.....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah................................................................................................5

C. Tujuan Studi Kasus.............................................................................................5

D. Manfaat Studi Kasus...........................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7

A. Konsep Teori Gagal Ginjal Akut.......................................................................7

B. Konsep Teori Hemodialisis..............................................................................21

C. Konsep Teori Mual............................................................................................26

D. Konsep Teori Relaksasi Benson......................................................................29

BAB III METODE STUDI KASUS......................................................................34

A. Rancangan Studi Kasus.....................................................................................34

B. Subyek Studi Kasus...........................................................................................34

C. Fokus Studi Kasus.............................................................................................35

viii
D. Definisi Operasional Studi Kasus....................................................................35

E. Instrumen Studi Kasus......................................................................................36

F. Metode pengumpulan Data...............................................................................37

G. Lokasi dan Waktu Studi Kasus........................................................................38

H. Analisa Data dan Penyajian Data......................................................................38

I. Etika Studi Kasus...............................................................................................39

BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN....................................42

A. Hasil Studi Kasus................................................................................................42

1. Gambaran Lokasi Studi Kasus....................................................................42

2. Gambaran Subyek Studi Kasus..............................................................43

3. Pemaparan Fokus Studi..........................................................................45

B. Pembahasan........................................................................................................49

C. Keterbatasan.......................................................................................................54

BAB V PENUTUP.................................................................................................55

A. Simpulan.............................................................................................................55

B. Saran....................................................................................................................55

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................57

LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Patofisiologi GGK ............................................................................15

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Stadium Gagal Ginjal Kronik


Tabel 4.1 Hasil Pengkajian Awal Dua Orang Subyek ..........................................43
Tabel 4.2 Hasil Skala Mual Sesudah diberikan Teknik Relaksasi Benson ...........45

xi
DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Hasil Pengkajian Awal Kedua Subyek ............................................44

Diagram 4.2 Hasil Evaluasi Skala Mual Sebelum dan Sesudah dilakukan
Intervensi ...............................................................................................................46

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal Ginjal Kronis (GGK) adalah kegagalan fungsi ginjal untuk

mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi

penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) di dalam darah. Gagal Ginjal

Kronis (GGK) disebabkan oleh berbagai faktor yaitu dari ginjal sendiri

dan penyakit umum di luar ginjal. Penyebab Gagal Ginjal Kronis (GGK)

yang berasal dari ginjal sendiri antara lain: glomerulonefritis, pyelonefritis,

ureteritis, nefrolitiasis, polcystis kidney, trauma langsung pada ginjal,

keganasan pada ginjal, dan adanya sumbatan seperti batu, tumor,

penyempitan atau striktur. Penyebab Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang

berasal dari penyakit umum di luar ginjal antara lain: diabetes mellitus,

hipertensi, kolesterol tinggi, dyslipidemia, SLE, TBC, sifilis, malaria,

hepatitis, preeklamsi, obat-obatan dan kehilangan banyak cairan yang

mendadak seperti luka bakar. 1

Penyakit Ginjal Kronis (GGK) adalah salah satu penyebab utama

kematian dan kecacatan. Pada tahun 1990, Penyakit Ginjal Kronis (GGK)

adalah penyebab kematian ke-27, yang meningkat dan menjadi penyebab

kematian ke-18 pada tahun 2010. Pada 2013, sekitar 1 juta orang

meninggal karena GGK. Meskipun menjadi perhatian global, Penyakit

Ginjal Kronis (GGK) secara tidak proporsional mempengaruhi orang-

orang dari negara berkembang. Sebuah tinjauan sistematis, yang dilakukan

1
2

pada tahun 2015 melaporkan bahwa, 109,9 juta orang dari negara-negara

berpenghasilan tinggi memiliki penderita GGK (pria-48,3 juta, wanita-

61,7 juta) sedangkan bebannya 387,5 juta di negara-negara berpenghasilan

menengah ke bawah (pria-177,4 juta, wanita - 210,1 juta). 2 Menurut

Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2018 angka kejadian Gagal Ginjal

Kronis (GGK) di Indonesia sebanyak 60852 pasien dan di Jawa Tengah

sebanyak 7906pasien. Berdasarkan data yang di dapat, penyakit penyerta

tertinggi pada pasien GGK adalah hipertensi dan diabetes mellitus. 3 Di

Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama, pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK)

yang menjalani hemodialisis dari bulan Januari hingga Desember 2019

adalah sebanyak 1468 pasien.

Salah satu tindakan untuk penatalaksanaan pasien GGK adalah

hemodialisa. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialysis yang

digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam

tubuh ketika secara akut ataupun secara progresif ginjal tidak mampu

melaksanakan proses terebut.1

Mual dan muntah adalah gejala yang sebagian besar terjadi pada

pasien CKD.4 Pasien GGK yang menjalani hemodialisis seringkali

mengalami mual dan muntah,sekitar 70,7% pasien CKD yang menjalani

hemodialisis mengeluhkan gejala gastrointestinal, 65% di antaranya terjadi

di saluran pencernaan bagian atas, termasuk mual, muntah, dan dyspepsia,5

mual terjadi pada 96,4% dari 1.125 kasus pasien Gagal Ginjal Kronis

(GGK) yang menjalani hemodialisis.6


3

Mual yang dialami pasien (Gagal Ginjal Kronis) GGK, terjadi karena

berbagai alasan seperti uremia, ketidakseimbangan elektrolit, kelebihan

cairan.5 Gagal ginjal dapat menyebabkan masalah serius berupa

ketidakseimbangan natrium dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya

20-30 mEq natrium setiap hari, atau dapat meningkat sampai 200 mEq per

hari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan intact nephron

theory. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron, maka tidak terjadi

pertukaran natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga

menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih

meningkat pada gangguan gastrointestinal, terutama muntah. Keadaan ini

nantinya akan memperburuk hyponatremia dan dehidrasi.1 Mual dan

muntah pada pasien yang menjalani hemodialisis akan mengakibatkan

komplikasi seperti gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang

mengganggu keselamatan pasien dan meningkatkan biaya kesehatan.7

Salah satu terapi untuk mengatasi mual pada pasien GGK adalah

relaksasi. Relaksasi merupakan suatu teknik nonfarmakologis didalam

terapi perilaku dengan tujuan untuk menenangkan pikiran dan fisik

seseorang untuk terhindar dari adanya tekanan mental, fisik dan emosi. 8

Relaksasi Benson merupakan relaksasi yang menggabungkan antara

relaksasi dan suatu faktor keyakinan filosofis atau agama yang dianut oleh

seseorang. Fokus dari relaksasi ini pada ungkaan tertentu yang diucapkan

berulang-ulang dengan menggunakan ritme yang teratur disertai sikap

yang pasrah. Ungkapan bacaan yang digunakan dapat berupa nama-nama


4

tuhan atau kata yang memiliki makna menenangkan bagi pasien itu

sendiri). Formula-formula tertentu yang dibaca berulang-ulang dengan

melibatkan unsur keyakinan, keimanan terhadap agama, dan kepada Tuhan

yang disembah akan menimbulkan respons relaksasi yang lebih kuat

dibandingkan dengan sekedar relaksasi tanpa melibatkan unsur keyakinan

terhadap hal-hal tersebut.8 Relaksasi Benson mampu menciptakan kondisi

tenang dan rileks yang memperlambat gelombang otak. Selain itu, juga

mengurangi stimulasi pusat mual dan keseimbangan rangsangan yang

berasal dari urea sehingga mual dan bahkan muntah tidak terjadi.9

Hasil penelitian Chandra Bagus Ropyanto, Sumarsih, Niken Safitri

Dyan Kusumaningrum, dan Wahyu Hidayati 2019 dengan judul

PengaruhTeknik Relaksasi Benson pada Mual pada Pasien dengan

Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis, menunjukkan bahwa

setelah dilakukan relaksasi benson mengalami penurunan yang lebih tinggi

yang memberikan dampak klinis yang baik pada pasien yang menjalani

hemodialisis. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan tingkat mual

sebelum dilakukannya intervensi dengan nilai 7,13 dan setelah

dilakukannya intervensi mendapatkan nilai menjadi 2,26.10

Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat diartikan bahwa

penerapan relaksasi benson sebagai salah satu terapi non farmakologis

mampu menurunkan tingkat mual pada pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK)

yang menjalani hemodialisis. Dari uraian diatas penulis tertarik untuk


5

menerapkan terapi relaksasi benson dalam menurunkan tingkat mual

pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang menjalani hemodialisis.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh penerapan teknik relaksasi benson dalam

menurunkanmual pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang

menjalani hemodialisis?

C. Tujuan Studi Kasus

Menggambarkan pengaruhpenerapan teknik relaksasi benson terhadap

penurunan tingkat mual pada pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang

menjalani hemodialisis.

D. Manfaat Studi Kasus

Karya Tulis Ilmiah ini, diharapkan memberikan manfaat bagi:

1. Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai cara menurunkan

tingkat mual pada pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang menjalani

hemodialysis melalui teknik relaksasi benson.

2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan


6

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan

dalam menurunkan tingkat mual pada pasien Gagal Ginjal Kronis

(GGK) yang menjalani hemodialisa melalui teknik relaksasi benson.

3. Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan prosedur

teknik relaksasi benson pada pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang

menjalani hemodialisisi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Gagal Ginjal Akut

1. Definisi

Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan gangguan fungsi renal

yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan

elektrolit,yang dapat menyebabkan uremia atau retensi urea dan

sampah nitrogen lain dalam darah.11

Gagal Ginjal Kronis (GGK) adalah kemunduran fungsi ginjal yang

progresif dan irreversible dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh

untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit

yang mengakibatkan uremia atau azotemia.12

2. Etiologi

Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari

penyakit lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary

illness). Penyebab yang paling sering adalah diabetes melitus, lebih

sering pada diabetes mellitus tipe 2 dan Nefropati hipertensi

merupakan penyebab tersering pada pasien usia lanjut.13 Ada beberapa

penyebab lainnya dari gagal ginjal kronis yaitu :

a. Gangguan Pembuluh Darah: Berbagai jenis lesi vascular dapat

menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi

yang paling sering adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang

7
8

besar, dengan konstruksi skleratik rogresif pada pembuluh darah.

Hiperplasia fibromuscular pada satu atau lebih arteri besar yang

juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu

suatu kondisi yang disebabkan oleh hiepertensi lama yang tidak

terobati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastisitas

sistem, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran

darah dan akhirnya terjadilah gagal ginjal.

b. Gangguan imunologis: seperti glomerulonephritis dan Systemic

Lupus Erythematosus(SLE).

c. Infeksi: dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama

E.Coli yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius

bakteri. Bakteri ini nantinya mencapai ginjal melalui aliran darah

atau lebih sering secara ascenden dari traktus urinarius bagian

bawah melewati ureter ke ginjal sehingga data menimbulkan

kerusakan irreversible ginjal yang disebut pielonefritis.

d. Gangguan metabolic: seperti DM yang menyebabkan mobilisasi

lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan

di ginjal dan berkelanjutan dengan disfungsi endotel sehingga

terjadi nefropati amyloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat

proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius

merusak membrane glomerulus.

e. Gangguan tubulus primer: terjadinya nefrotoksis akibat analgesic

atau logam berat.


9

f. Obstruksi traktus urinarius: oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan

konstriksi uretra.

g. Kelainan kongenital dan herediter: penyakit polikistik merupakan

kondisi keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau

kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ lain, serta tidak

adanya jaringan ginjal bersifat kongenital (hipoplasia renalis) serta

adanya asidosis.13

h. Glumerulonefritis kronis

i. Pielonefritis

j. Obstruksi saluran kemih

k. Penyakit ginjal polikistik

l. Gangguan vaskuler

m. Lesi herediter

n. Agen toksik (timah,cadmium,dan merkuri)11

o. Batu ginjal

p. Kista di ginjal

q. Trauma langsung pada ginjal

r. Sumbatan seperti: batu, tumor, penyemitan/striktur

s. Preeklamsi

t. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)


10

3. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik (GGK)

Gagal ginjal kronis dibagi 3 stadium :

a. Stadium 1

Penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum

normal dan penderita asimtomatik. Penurunan cadangan ginjal

ditandai dengan kehilangan fungsi nefron 40-75 %. Pasien biasanya

tidak mempunyai gejala, karena sisa nefron yang ada dapat

membawa fungsi-fungsi normal ginjal.Klien biasanya mempunyai

tekanan darah normal, tidak ada kelainan dalam tes laboratorium,

dan tidak ada manifestasi klinis.

b. Stadium 2

Insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75 % jaringan telah rusak,

Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat, dan kreatinin serum

meningkat. Pada tingkat ini terjadi kreatinin serum dan nitrogen

urea darah, ginjal kehilangan kemampuannya untuk

mengembangkan urine pekat dan azotemia.

c. Stadium 3

Gagal ginjal stadium akhir atau uremia, termasuk tingkat renal dari

GGK yaitu sisa nefron yang berfungsi <10%. Pada keadaan ini

kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan menyolok

sekali sebagai respon terhadap GFR yang mengalami penurunan

sehingga terjadi ketidakseimbangan kadar ureum nitrogen darah

dan elektrolit, pasien diindikasikan untuk dialisis. Pada stadium 3,


11

klien biasanya masih asimtomatik tetapi nilai laboratorium

menunjukkan kelainan dibeberapa sistem organ, dan hipertensi

sering ada.14

Tabel 2.1 Stadium Gagal Ginjal Kronik.15

Stadium Laju Filtrasi Deskripsi dan Manifestasi


Glomerulus
Stadium 1 >90 mL/ menit/ Kerusakan ginjal dengan
1,73m2 GFR normal atau meningkat
Asimtomatik; BUN dan
kreatinin normal
Stadium 2 60-89 mL/ menit/ Penurunan ringan GFR
1,73m2 Asimtomatik, kemungkinan
hipertensi; pemeriksaan
darah biasanya dalam batas
normal
Stadium 3 30-59 mL/ menit/ Penurunan sedang GFR
1,73m2 Hipertensi; kemungkinan
anemia dan keletihan,
anoreksia, kemungkinan
malnutrisi, nyeri tulang;
kenaikan ringan BUN dan
kreatinin serum
Stadium 4 15-29 mL/ menit/ Penurunan berat GFR
1,73m2 Hipertensi; anemia,
malnutrisi, perubahan
metabolism tulang; edema,
asidosis metabolic,
hiperkalsemia; kemungkinan
4. uremia; azotemia dengan
peningkatan BUN dan kadar
kreatinin serum
Stadium 5 <15 mL/ menit/ Penyakit ginjal stadium akhir
1,73m2 Gagal ginjal dengan
azotemia dan uremia nyata

Patofisiologi

Gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan,

keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat


12

sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit.1

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk

glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak

(hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan

memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi

walaupun dalam keadaan penurunan GFR atau daya saring. Metode

adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi ¾ dari nefron-nefron

rusak.14 Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka

nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga

nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. 1 Beban bahan

yang harus di larut menjadi lebih besar daripada yang bisa

direabsorbsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.

Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak

ologuri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya

gejala-gejala pada pasien lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas

kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.

Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin

cleanrace turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah.Fungsi renal

menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya

diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah terjadi uremia

dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan

produk sampah maka gejala akan semakin berat. 14 Sebagian dari siklus

kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron


13

yang ada untuk meningkatkan reabsorbsi protein. Pada saat

penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan

parut dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan

meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat

menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal

ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein-protein

plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak

terbentuk jaringan parut sebagai respons dari kerusakan nefron dan

secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan manifestasi

penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari

sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang

memberikan banyak manifestasi pada setiap organ tubuh.1

5. Manifestasi Klinik

a. Gangguan Kardiovaskuler

Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat pericarditis, effuse

perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan

irama jantung dan edema.

b. Gangguan Pulmoner

Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak,

suara krekels.
14

c. Gangguan Gastrointestinal

Anoreksia, neusa, dan fomitus yang berhubungan dengan

metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran

gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau amonia.

d. Gangguan Muskuluskeletal

Resiles leg sindrom ditandai dengan pegal pada kakinya sehingga

selalu digerakkan, burning feet syndrome yaitu rasa kesemutan dan

terbakar terutama ditelapak kaki, tremor, miopati yaitu kelemahan

dan hipertrofi otot – otot ekstremitas.

e. Gangguan Integument

Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan

akibat penimbunan urokom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis

dan rapuh.

f. Gangguan Endokrin

Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan

menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan

metabolic lemak dan vitamin D.

g. Gangguan Cairan Elektrolit Dan Keseimbangan Asam Dan Basa

Biasanya retensi garam dan air tetapi data juga terjadi kehilangan

natrium dan dehidrasi, asidosis, hyperkalemia, hiomagnesium,

hipokalsemia.Pada kebanyakan pasien Gagal Ginjal Kronik

(GGK), jumlah kadar air dan sodium meningkat, walaupun tidak

tampak pada pemeriksaan klinik. Fungsi ginjal yang normal


15

menjamin reabsorbsi tubular terhada air dan sodium diatur

sedemikian rupa sehingga seimbang dengan intake penderita.

Beberapa bentuk dari enyakit ginjal mengganggu keseimbangan

glomerulotubular sehingga intake melebihi ekskresi urin, yang

akan mengarah kepada retensi sodium dan penambahan cairan

volume ekstraseluler yang dapat menyebabkan keadaan hipertensi

yang akan memperburuk kerusakan ginjal. Selama intake cairan

tidak melebihi clearancenya cairan ekstraseluler akan tetap isotonic

dan pasien akan memiliki kadar sodium yang normal dan

osmolaritas yang efektif.13

h. Sistem Hematologi

Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi

eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum

tulang berkurang, hemodialysis akibat berkurangnya masa hidup

eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan

fungsi thrombosis dan trombositoeni.


16

6. Patofisiologi

Sindrom Uremik

Respons hematologi: Respons musculoskeletal, Respons gastrointestinal


produksi eritropoetin ↓, ureum pada jaringan otot
trombositopenia - Ureum pada saluran
cerna (fetor uremik)
- Peradangan mukosa
Restless Leg
Masa hidup sel darah merah saluran cerna
Sindrom,burning feet
pendek kehilangan sel darah
sindrom,miopati,kram
merah↑ pembekuan darah ↓ Napas bau
otot,kelemahan fisik
ammonia,stomatis,
ulkus lambung
Anemia normositik
normokromik Nyeri otot
Mual,muntah
Intoleransi aktivitas anoreksia
Risiko cedera
Pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan

Respons endokrin Respons integument


Respons system
gangguan metabolism Ureum pada jaringan
perkemihan:
glukosa dan lemak kulit
Kerusakan nefron↑
Kehilangan libido

Pucat
Hiperglikemis Hiperpigmentasi
Gangguan pemenuhan hipertrigeliseridemia Perubahan rambut dan kuku
seksual Pruritus
Kristal uremik
Kulit kering dan pecah
Respons psikologi Berlilin
Prognosis penyakit memar
Tindakan dialysis
Koping maladaptif

Gangguan integritas kulit


Gangguan konsep diri
(gambaran diri)
Kecemasan
Pemenuhan informasi

Gambar 2.1 Patofisiologi GGK


17

7. Pemeriksaan diagnostik

a. Urin

1) Volume: ditandai dengan jumlah urin kurang dari 400ml/24

jam atau tidak ada (anuria).

2) Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan

oleh pus, bakteri, lemak, fosfat, atau uratsedimen kotor,

kecoklatan menunjukkan darah, Hb, myoglobin, porfirin.

3) Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal

berat.

4) Osmoalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan

kerusakan ginjal tubular dan rasio urin atau serum sering 1:1.

5) Klirens kreatin: mungkin menurun.

6) Natrium: lebih dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu

mereabsorbsi natrium.

7) Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat

menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen

juga ada.

b. Darah

1) BUN atau kreatinin : ditandai dengan meningkatnya kadar

kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.

2) Ht : menurun pada adanya anemnia. Hb biasanya kurang dari

7-8 gr/dl.

3) SDM : menurun, defisiensi eritropoitin.


18

4) GDA : asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2.

5) Natrium serum : rendah

6) Kalium : meningkat

7) Magnesium : meningkat

8) Kalsium: menurun

9) Protein (albumin) : menurun.

c. Osmoalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg.

d. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.

e. Ultrasono ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,

kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.

f. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal,

keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.

g. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstravaskular, masa.11

h. EKG: untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-

tanda pericarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hyperkalemia).1

8. Penatalaksanaan

Mengingat fungsi ginjal yang sangat rusak sangat sulit untuk

dilakukan pengembalian, maka tujuan dari penatalaksanaan klien gagal

ginjal kronis adalah untuk mengoptimalkan fungsi ginjal yang ada dan

mempertahankan keseimbangan secara maksimal untuk

memperpanjang harapan hidup klien. Sebagai penyakit yang

kompleks, gagal ginjal kronis membutuhkan penatalaksanaan terpadu


19

dan serius, sehingga akan meminimalisir komplikasi dan

meningkatkan harapan hidup klien. Oleh karena itu, beberapa hal yang

harus diperhatikan dalam melakukan penatalaksanaan pada klien gagal

ginjal kronis:1

a. Koreksi anemia

Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi faktor defisiensi,

kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat

teratasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat

meninggikan Hb. Transfuse darah hanya dapat diberikan bila ada

indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi coroner.

b. Koreksi hyperkalemia

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hyperkalemia

dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus

diingat adalah jangan menimbulkan hyperkalemia. Selain dengan

pemeriksaan darah, hyperkalemia juga dapat didiagnosis dengan

EEG dan EKG. Bila terjadi hyperkalemia, maka pengobatannya

adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na

Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.

c. Koreksi asidosis

Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.

Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada

permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-


20

lahan, jika diperlukan dapat dulang. Hemodialisis dan dialisis

peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.

d. Pengendalian hipertensi

Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator

dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan

hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjak disertai

retensi natrium.

e. Terapi Pengganti Ginjal

1) Peritoneal dialysis

Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergency. Sedangkan

dialisis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat

akut adalah CAPD (Continue Ambulatory Peritoneal

Dialysis).15

2) Hemodialisis

Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal

ginjal yang serius, seperti hiperkalemia, pericarditis, dan

kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia, yang

dapat menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat

dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan

perdarahan, dan membantu penyembukan luka.


21

3) Translantasi Ginjal

Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pasien Gagal

Ginjal Kronik (GGK). Makaseluruh faal ginjal diganti oleh

ginjal yang baru.1

B. Konsep Teori Hemodialisis

1. Definisi

Hemodialisis berasal dari kata hemo yang berarti darah, dan dialisis

yang berarti pemisah atau filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode

terapi dialysis yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk

limbah dari dalam tubuh ketika secara akut ataupun secara progresif

ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Terapi ini dilakukan

dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran

penyaring semipermeable (ginjal buatan). Hemodialisis dapat

dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan

untuk mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan kematian.1

Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti

fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolism atau racun

tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,

hydrogen, urea, kreatin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membrane

semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialist pada ginjal

buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Dialisis

bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk pasien Gagal


22

Ginjal Kronik (GGK) atau sebagai pengobatan sementara sebelum

penderita menjalani pencangkokan ginjal. Adapun pada pasien Gagal

Ginjal Kronik (GGK), dialisis dilakukan hanya selama beberapa hari

atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.

Pada hemodialisis, darah adalah salah satu kompartemen dan

dialisat adalah bagian yang lain. Membran semipermeable adalah

lembar tipis, berpori-pori tebuat dari selulosa atau bahan sintetik.

Ukuran pori-pori membrane memungkinkan difusi zat dengan berat

molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi.

Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran,

tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu

besar untuk melewati pori-pori membran.12

2. Tujuan

a. Memindahkan produk-produk limbah yang terakumulasi dalam

sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialisis.

b. Menurunkan risiko kerusakan organ-organ vital lainnya akibat

akumulasi zat tosik dalam sirkulasi, tetapi tindakan hemodialysis

tidak menyembuhkan atau mengembaliakan fungsi ginjal secara

permanen.1

3. Indikasi

a. Hemodialisis dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan beberapa

kondisi,seperti ensefalopati uremik.

b. Pericarditis.
23

c. Asidosis yang tidak memberikan respons terhadap pengobatan

lainnya.

d. Gagal jantung.

e. Hiperkalemia.1

4. Prinsip Hemodialisis

Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja

hemodialysis, yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.

a. Proses difusi adalah proses berpingahnya zat karena adanya

perbedaan kadar didalam darah, makin banyak yang berpindah ke

dialisat.

b. Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga

kimiawi yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat.

c. Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena

perbedaan hidrostatik di dalam darah dan dialisat.1

5. Peralatan

a. Dialiser atau ginjal buatan

Kompenennya terdiri dari membran dialiser yang memisahkan

kompartemen darah dan dialist. Dialiser bervariasi dalam ukuran,

struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk

kompartemen darah. Semua faktor ini menentukan potensi efisiensi

dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air

(ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).


24

b. Dialisat atau cairan dialysis

Dialisat atau bath adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit

utama dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam sistem dengan

air keran dan bahan kimia disaring. Bukan merupakan sistem yang

steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan

potensial terjadinya infeksi pada pasien. Karena bakteri dari produk

sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada

membran permaebel yang besar, air untuk dialisat harus aman

secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh

pabrik komersial. Bath standar umumnya pada unit kronis, namun

dapat digunakan variasi tergantung pada kondisi pasien.

c. Asesori peralatan

Piranti keras yang digunakan pada kebnayakan sistem dialisis

meliputi pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat

monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan,

konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udara dan kebocoran

darah.12

6. Prosedur dialysis

Setelah pengkajian pra dialisis, mengembangkan tujuan dan

memeriksa keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai

hemodialysis. Akses ke sistem sirkulasi dicapai melalaui salah satu

dari beberapa pilihan seperti fistula atau tandur arteriovenosa (AV)

atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar


25

(diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau

tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena

subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam

kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.

Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu

oleh pompa darah. Bagian dari sirkuit disposable sebelum dialiser

diperuntukkan sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan

darah yang masuk kedalamnya sebagai darah yang belum mencapai

dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum. Jarum “arterial”

diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada fistula atau

tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal

salin yang diklep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa

darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat

diklem sementara cairan normal salin dibuka dan memungkinkan

dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi

darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada

keadaan ini dan dibiarkan menetes, dibantu pompa darah. Infus

heparin dapat diletakkan sebelum ataupun sesudah pompa darah,

tergantung peralatan yang digunakan.

Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah

mengalir ke dalam kompartmen darah dari dialiser, tempat terjadinya

pertukaran cairan dan zat sisa.Darah yang meninggalkan dialiser

melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan


26

pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini,

setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialisis diberikan melalui

port obat-obatan. Penting untung diingat, bagaimanapun, bahwa

kebanyakan obta-obatan ditunda pemberiannya sampai dialisis selesai

kecuali memang diperintahkan.

Darah yang telah melewati dialisis kembali ke pasien melalui

“venosa” atau selang post dialiser. Setelah waktu tindakan yang

diresepkan, dialisis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien,

membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk

mengembalikan darah pasien.Selang dan dialiser dibuang ke dalam

perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli

peralatan untuk membersihkan dan mengguanakan ulang dialiser.

Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang

tindakan dialisis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung

wajah dan sarung tangan wajib digunakan oleh perawat yang melakuka

hemodialisis.12

C. Konsep Teori Mual

1. Definisi

Mual (nausea) adalah sensasi subjektif yang tidak menyenangkan

dan sering mendahului muntah. Mual disebabkan oleh distensi atau

iritasi dibagian mana saja dari saluran gastrointestinal, tetapi juga

dapat dirangsang oleh pusat-pusat otak yang lebih tinggi. 16 Selain itu
27

obat juga dapat mempengaruhi, obat memiliki efek terapeutik dan efek

samping jika digunakan dalam jangka panjang.

Mual dan muntah adalah gejala penyakit yang mendasari dan bukan

penyakit yang spesifik.  mual adalah sensasi ingin mengosongkan

perut, sedangkan muntah (emesis) adalah tindakan pengosongan paksa

perut.15

2. Mekanisme Muntah

Pusat muntah di batang otak mengkoordinasi berbagai komponen

yang terlibat dengan aksi muntah. Pusat muntah menerima masukan

dari berbagai stimulus, impuls-impuls saraf mencapai pusat muntah

melalui jalur aferen dari cabang sistem saraf otonom simpatis.

Reseptor-reseptor visceral dari serabut aferen yang terdapat di dalam

saluran gastrointestinal, jantung, ginjal, dan uterus. Ketika terstimulus,

reseptor-reseptor ini memberikan informasi ke pusat muntah dan

menjadi permulaan reflex muntah. Mual dan m./untah pada pasien

yang menjalani hemodialisis akan mengakibatkan komplikasi seperti

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang mengganggu

keselamatan.

3. Faktor penyebab Mual

a. Kadar ureum kreatin yang meningkat

Meningkatnya sisa metabolism, yaitu ureum kreatin yang beredar

dalam darah dan tidak bisa keluar dari tubuh. Kadar ureum

kreatinin yang meningkat tersebut dapat merangsang produksi


28

asam lambung, sehingga menyebabkan keluhan seperti sakit maag

(gastritis), yaitu mual, muntah, perih ulu hati, kembung dan tidak

nafsu makan.

b. Dialysis Disequilibrium Syndrome (DDS)

Komplikasi yang dapat terjadi saat berlangsungnya hemodialysis

yaitu Dialysis Disequilibrium Syndrome (DDS). Dialysis

Disequilibrium Syndrome didapatkan terjadi proses pengeluaran

cairan dan urea dari dalam darah yang terlalu cepat selama dialysis.

Tanda dari DSS berupa sakit kepala tiba-tiba, penglihatan kabur,

pusing, mual, muntah, jantung berdebar-debar, disorientasi dan

kejang.

c. Komponen dalam hemodialisis

Komponen dalam hemodialisis ada bermacam-macam, seperti

Dialyzer (Kidney artificial), blood line, AV fistula, cairan

bicarbonate, cairan asam. Dari semua komponen ini yang

terpenting adalah Dialyzer (Kidney artificial) yang berfungsi

sebagai ginjal buatan, didalamnya terjadinya proses perpindahan

zat-zat beracun dari tubuh sehingga menyebabkan gangguan

gastrointestinal. 17

4. Tingkat Mual

Numeric rating scale (NRS) adalah instrumen yang digunakan untuk

mengukur mual. NRS adalah instrumen yang valid untuk mengukur

mual, yang dapat dikategorikan sebagai ringan, sedang, dan berat.18


29

a. 0 berarti tidak ada mual

b. 1-3 berarti mual ringan (pasien merasakan gejala mual, tetapi

gejala-gejala ini dengan cepat hilang)

c. 4-7 berarti mual sedang (gejala mual datang dan pergi)

d. 8-10 berarti mual berat (pasien merasa mual muntah)

D. Konsep Teori Relaksasi Benson

1. Definisi

Teknik Relaksasi Benson merupakan relaksasi yang

menggabungkan antara relaksasi dan suatu faktor keyakinan filosofis

atau agama yang dianut oleh seseorang. Fokus dari relaksasi ini pada

ungkapan tertentu yang ducapkan berulang-ulang dengan

menggunakan ritme yang teratur disertai sikap yang pasrah. Ungkapan

bacaan yang digunakan dapat berupa nama-nama tuhan atau kata yang

memiliki makna menenangkan bagi pasien itu sendiri. Formula-

formula tertentu yang dibaca berulang-ulang dengan melibatkan unsur

keyakinan, keimanan terhadap agama, dan kepada Tuhan yang

disembah akan menimbulkan respons relaksasi yang lebih kuat

dibandingkan dengan sekedar relaksasi tanpa melibatkan unsur

keyakinan terhadap hal-hal tersebut.8 Relaksasi Benson mampu

menciptakan kondisi tenang dan rileks yang memperlambat gelombang

otak. Selain itu, juga mengurangi stimulasi pusat mual dan

keseimbangan rangsangan yang berasal dari urea sehingga mual dan


30

bahkan muntah tidak terjadi.9 Adapun kalimat spiritual yang digunakan

antara lain:

a. Agama Islam : “Astaghfirullah”, “Laa ilaaha ilallah”.

b. Agama Kristen : “Pada Tuhan Yesus, berikan kesembuhan,

dan suasana damai dihati, damai dijiwa”.

c. Agama Katholik : “Atas nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus…

Engkau yang mempunyai daya dan kekuatan untuk menyembuhkan

penyakit dan dosa, maka sembuhkalah aku”.

d. Agama Hindu : “Ya Hyang Widi, semoga Hyang Vayu

menghembuskan angin sejuk, Vayu yang memberikan kesehatan

dan kesejahteraan, semoga Dia memberikan umur panjang”.

e. Agama Budha : biasa disebut dengan Trisarana, “Aku

berlindung kepada Budha, aku berlindung kepada Dharma, aku

berlindung kepada Sangha”.

2. Elemen Dasar Dalam TeknikRelaksasi Benson

Ada empat elemen dasar dalam relaksasi benson yang diperlukan

agar Tekhnik Relaksasi Benson berhasil, yaitu sebagai berikut:

a. Lingkungan yang tenang, perawat atau tim kesehatan harus dapat

memodifikasi lingkungan yang akan digunakan untuk relaksaki

agar tenang.

b. Secara sadar, pasien dapat mengendurkan otot-otot tubuhnya,

perawat atau tim kesehatan harus dapat membuat pasien

mengendurkan otot-otot tubuhnya (jangan tegang).


31

c. Pasien dapat memusatkan diri selama 10-15 menit pada ungkapan

yang telah dipilih, menganjurkan pasien untuk dapat memusatkan

diri selama 10-15 menit.

d. Pasien bersifat pasif terhadap pikiran-pikiran yang mengganggu,

menganjurkan pasien untuk mengabaikan pikiran-pikiran tentang

sesuatu yang tidak menyenangkan yang dapat mengganggu

keberhasilan relaksasi ini.8

3. Tahap Pelaksanaan Teknik Relaksasi Benson

Adapun tahap-tahap pelaksanaan Teknik Relaksasi Benson yaitu

sebagai berikut :

a. Tahap Persiapan

1) Menjelaskan tujuan intervensi Teknik Relaksasi Benson pada

subyek.

2) Menjelaskan manfaat intervensi Teknik Relaksasi Benson pada

subyek.

3) Menjelaskan kerahasiaan data yang diperoleh selama intervensi

Teknik Relaksasi Benson pada subyek.

4) Menjelaskan kepada pasien lama waktu pelaksanaan Teknik

Relaksasi Benson pada subyek, lama waktunya 15 menit.

5) Menjelaskan kepada responden akan keinginan untuk tidak

berpartisipasi atau berhenti kapan saja selama pelaksanaan

intervensi Teknik Relaksasi Benson pada subyek.

6) Meminta persetujuan atau kesediaan untuk menjadi subyek.


32

7) Mengukur tingkat mual pasien.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Memilih satu kata atau ungkapan singkat yang mencerminkan

keyakinan pasien. Kata atau ungkapan singkat tersebut harus

berdasarkan keinginan pasien.

2) Atur posisi pasien dengan nyaman, tawarkan kepada pasien

apakah akan dilakukan dengan berbaring atau duduk. Hal ini

dilakukan agar pasien merasa nyaman dan tidak tegang.

3) Meminta pasien untuk memejamkan mata, hindarkan pasien

untuk memejamkan mata terlalu kuat karena akan menimbulkan

ketegangan dan membuat pasien menjadi pusing pada saat

membuka mata setelah dilakukan Teknik Relaksasi Benson.

4) Meminta klien untuk memfokuskan pikiran pada kedua kaki,

kendorkan seluruh otot-otot kaki, anjurkan klien untuk

merasakan relaksasi pada kedua kaki.

Meminta klien untuk memindahkan fokus pikirannya ke kedua

tangan, kendorkan otot – otot kedua tangan, meminta klien

untuk merasakan relaksasi tangan.

Memindahkan fokus pikiran klien pada bagian tubuhnya,

memerintahkan klien untuk merilekskan otot-otot tubuh pasien

mulai dari otot pinggang sampai otot bahu, meminta klien untuk

merasakan relaksasi otot -otot tubuh pasien


33

5) Tarik napas dalam-dalam melalui hidung, keluarkan napas

secara perlahan melalui mulut sambil mengucapkan kalimat

spiritual yang telah dipilih dan diulang-ulang dalam hati selama

mengeluarkan napas tersebut. Teknik Relaksasi Benson

dilakukan selama 15 menit.

6) Untuk mengakhiri prosedur ini disarankan tidak secara

langsung, anjurkan pasien membuka mata perlahan dan

beristirahat.

7) Mengukur skala mual.19


34

BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Rancangan Studi Kasus

Rancangan studi kasus merupakan kerangka konsep yang menjadi

dasar terhadap studi kasus untuk melakukan pengkajian intensif yang

berhubungan dengan satu pasien, keluarga, kelompok, komunitas, dan

institusi. Desain penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif yang

bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik

fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena tersebut

bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan,

kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena

lainya. Deskripsi kasus dilakukan secara jelas dan gambling tanpa

manipulasi dari pada penyimpulannya.20 Studi kasus ini dilakukan untuk

menggambarkan penurunan tingkat mual pada pasien Gagal Ginjal Kronis

(GGK) yang menjalani hemodialisis setelah diberikan intervensi Teknik

Relaksasi Benson.

B. Subyek Studi Kasus

Subyek dalam penelitian ini menggunakan 2 (dua) orang pasien GGK

yang menjalani hemodialisis, dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Pasien berusia >18 tahun.

2. Mengalami mual.

3. Memiliki kesadaran mental.


35

4. Orientasi orang, tempat, dan waktu.

5. Bersedia menjadi responden.

6. Pasien GGK yang sedang menjalani hemodialisis

Kriteria eksklusi sebagai berikut :

1. Pasien yang tidak dapat mengikuti program penelitian.

2. Pasien yang mengalami gangguan kesadaran

C. Fokus Studi Kasus

Kajian utama dari masalah yang akan dijadikan fokus utama dari studi

ini adalah penurunan mual pada pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang

menjalani hemodialisis setelah diberikan intervensi Teknik Relaksasi

Benson.

D. Definisi Operasional Studi Kasus

1. Teknik Relaksasi Benson

Relaksasi Benson adalah relaksasi yang menggabungkan antara

relaksasi dan suatu faktor keyakinan filosofis atau agama yang dianut

oleh seseorang. Dengan mengucapkan kalimat spiritual sesuai dengan

keyakinan mereka yang diucapkan berulang-ulang. Adapun kalimat

spiritual yang digunakan antara lain:

a. Agama Islam : “Astaghfirullah”, “Laa ilaaha ilallah”.

b. Agama Kristen : “Pada Tuhan Yesus, berikan kesembuhan,

dan suasana damai dihati, damai dijiwa”.


36

c. Agama Katholik : “Atas nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus…

Engkau yang mempunyai daya dan kekuatan untuk menyembuhkan

penyakit dan dosa, maka sembuhkalah aku”.

d. Agama Hindu : “Ya Hyang Widi, semoga Hyang Vayu

menghembuskan angin sejuk, Vayu yang memberikan kesehatan

dan kesejahteraan, semoga Dia memberikan umur panjang”.

e. Agama Budha : biasa disebut dengan Trisarana, “Aku

berlindung kepada Budha, aku berlindung kepada Dharma, aku

berlindung kepada Sangha”.

2. Mual

Mual (nausea) adalah sensasi subjektif ingin mengosongkan perut.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur skala mual menggunakan

Numeric rating scale (NRS).

E. Instrumen Studi Kasus

Instrumen studi kasus yang digunakan dalam studi kasus ini adalah

Numeric rating scale (NRS) adalah instrumen yang digunakan untuk

mengukur skala mual. Skala berkisar dari 0 hingga 10 untuk mengukur

mual. Skala ini dikategorikan menjadi (0 = tidak ada mual; 1-3 = mual

ringan; 4-7 = mual sedang; dan 8-10 = mual berat.


37

F. Metode pengumpulan Data

Proses pengambilan data dilakukan pada saat sebelum dan sesudah

melakukan perlakuan terapi relaksasi benson pada pasien GGK yang

sedang menjalani hemodialisis. Metode pengumpulan data dilakukan

dengan menggunakan Numeric rating scale (NRS), untuk mengetahui

tingkat mual pada pasien sebelum dan sesudah diberikan terapi

Relaksasi Benson. Pengukuran tingkat mual dilakukan sebelum dan

setelah diberikan intervensi. Langkah-langkah pengambilan data

penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengurus perijinan dengan institusi yang terkait untuk melakukan

penelitian.

2. Menjelaskan maksud, tujuan dan waktu penelitia kepada kepala

ruangan atau perawat yang bertanggung jawab di tempat penelitian

calon subyek penelitian.

3. Memilih pasien yang akan di berikan terapi Relaksasi Benson

sesuai kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

4. Meminta calon subyek penelitian untuk menandatangani lembar

informed consent sebagai bukti persetujuan menjadi subyek

penelitian.

5. Melakukan pengukuran tingkat mual sebelum intervensi.

6. Melakukan intervensi penerapan Relaksasi Benson selama satu hari

dilakukan satu kali selama 15 menit, relaksasi dilakukan setelah

pasien melakukan hemodialisis.


38

7. Setelah pemberian intervensi penerapan Relaksasi Benson

dilakukan pengkajian ulang megenai penurunan tingkat kecemasan

pada klien menggunakan instrumen NRS.

8. Mengkaji secara mendalam pengaruh pemberian intervensi

relaksasi benson dengan wawancara mendalam atau deepinterview

9. Melakukan pengolahan data.

10. Menyajikan hasil pengelolaan data atau hasil penelitian dalam

bentuk grafik, tabel maupun narasi.

G. Lokasi dan Waktu Studi Kasus

Pada studi kasus ini akan dilakukan di Rumah Sakit Bhakti Wira

Tamtama pada tanggal 9 maret 2020 sampai dengan 21 maret 2020.

H. Analisa Data dan Penyajian Data

Studi kasus ini menggunakan pengolahan data dengan analisa

deskriptif. Analisa deskriptif adalah suatu prosedur pengolahan data

dengan menggambarkan dan meringkas data secara ilmiah dalam bentuk

tabel atau grafik. Data-data yang disajikan meliputi frekuensi, proporsi dan

rasio, ukuran-ukuran kecenderungan pusat (rata-rata hitung, median,

modus), maupun ukuran-ukuran variasi (simpangan baku, variasi, rentang,

dan kuartil).21 Analisa data ini juga menggunakan Teknik wawancara

mendalam untuk menguatkan hasil intervensi yang telah dilakukan untuk

mengetahui penurunan mual pada pasien GGK yang menjalani


39

hemodialisis. Sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi Teknik

Relaksasi Benson. Setelah dilakukan pengolahan data dan didapatkan hasil

penelitian, maka data atau hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk

teks (terstruktur) dan tabel.

I. Etika Studi Kasus

Pada penelitian ini memperlihatkan beberapa prinsip hal yang

menyangkut etika penelitian sebagai berikut:21

1. Prinsip Manfaat

a. Bebas Dari Penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan

kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

b. Bebas Dari Ekploitasi

Partisipasisubjek dalam penelitian harus dihindarkan dari

keadaan yang tidak menguntungkan, subjek harus diyakinkan

bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah

diberikan, tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat

merugikan sujek dalam bentuk apa pun.

c. Risiko (benefis ratio)

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan

keuntungan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap

tindakan.
40

2. Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia

a. Hak Untuk Ikut atau Tidak Menjadi Responden (respect

human dignity)

Sujek harus diperlakukan secara manusiawi, subjek

mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi

subjek ataupun tidak, tanpa adanya sangsi apa pun atau akan

berakibat terhadap kesembuhannya, jika mereka seorang klien.

b. Hak untuk Mendapatkan jaminan dari Perlakuan yang

Diberikan (right to full disclosure)

Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci

serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada

subjek.

c. Informed Consent

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang

tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak

untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden.

Pada informed consent juga perlu dicantumkan bahwa data

yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan

ilmu.

3. Prinsip Keadilan (right to justice)

a. Hak untuk Mendapatkan Pengobatan yang Adil (right in fair

treatment)
41

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama

dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya

diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau

dikeluarkan dari penelitian.

b. Hak Dijaga Kerahasiaannya (right to privacy)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang

diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa

nama (anonymity) dan rahasia (confidentiality).21

4. Prinsip Otonomi

Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai

kebebasan menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan

rencana yang mereka pilih. Permasalahan yang muncul dari

penerapan prinsip ini adalah adanya variasi kemampuan otonomi

pasieng yang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat

kesadaran, usia, penyakit, lingkungan rumah sakit, ekonomi,

tersedianya informasi dan lain-lain.22


BAB IV

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan menjelaskan tentang hasil studi kasus dengan

pembahasannya. Hal yang akan dibahas meliputi uraian data umum dan data

khusus disertai dengan analisa tentang perubahan tingkat mual sebelum dan

sesudah penerapan terapi relaksasi benson pada pasien Gagal Ginjal Kronis

(GGK) di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama.

A. Hasil Studi Kasus

1. Gambaran Lokasi Studi Kasus

Studi kasus ini dilakukan di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama

yang terletak di Jalan Raya Dr. Sutomo No. 17 Kalisari, Semarang Jawa

Tengah 50185. Rumah Sakit Bhkti Wira Tamtama Semarang adalah

Rumah sakit yang berada dibawah naungan TNI-AD khususnya dibawah

kendali Kesdam IV/Diponegoro yang bertugas memberi pelayanan

kesehatan dan pengobatan untuk prajurit dan PNS Kodam IV/Diponegoro

beserta keluarga khususnya untuk kota Semarang dan sekitarnya.

Fasilitas yang tersedia di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama ini

antara lain Instalasi Farmasi, Instalasi Rehabilitasi Medik, Laboratorium

24 jam, IGD 24 jam, Instalasi Gizi, Instalasi Rekam Medik, Instalasi

Hemodialisis, Instalasi Radiologi, Instalasi Rawat Jala, Instalasi Rawat

Inap, dan Klinik Kecantikan Beauty Skin Center. Kapasitas Rumah Sakit

Bhakti Wira Tamtama Semarang ini meliputi 173 tempat tidur dengan

rata-rata hunian 90 persen. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

42
43

Ruang Hemodialisa. Ruang Hemodialisa merupakan ruangan perawatan

untuk pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialysis.

Dalam penelitian studi kasus ini peneliti menggunakan Ruang

Hemodialisa sebagai tempat pengambilan subyek. Di Ruang Hemodialisa

terdapat 10 tempat tidur, 10 mesin dialisis, nurse station, 2 kamar mandi

pasien, 1 kamar mandi perawat dan 1 ruang perawat. Pasien yang

menjalani hemodialisis dari bulan Januari hingga Desember 2019 adalah

sebanyak 1468 pasien. Dalam sehari terdapat 9 sampai 10 pasien yang

menjalani hemodialisis. Penyakit penyerta tertinggi pada pasien Gagal

Ginjal Kronis (GGK) yang menjalani hemodialisis adalah hipertensi.

2. Gambaran Subyek Studi Kasus

Dalam studi kasus ini dipilih 2 orang pasien sebagai subyek studi kasus,

yaitu subyek 1 dan subyek II yang sesuai dengan kriteria yang telah di

tetapkan.

Subyek I

Subyek I Nn.S berjenis kelamin perempuan berusia 31 tahun, beragama

Islam, pendidikan terakhir SMA, dan saat ini sudah tidak bekerja karena

sakit yang dialami. Subyek I menderita Gagal Ginjal Kronis (GGK) dan

pertama kali menjalani hemodialisis pada tanggal 12 Agustus 2019

dimana hari dilaksanakannya hemodialisis adalah hari senin dan kamis.

Subyek I mengatakan keluarga tidak ada riwayat penyakit yang serupa

dengan subyek I, pasien tidak memiliki riwayat penyakit gastritis seperti

maag. Pasien sudah menjalani hemodialisis selama 9 bulan. Pada saat


44

dilakukan pengkajian pada tanggal 9 maret 2020 tekanan darah subyek

189/107 mmHg, nadi 87 kali permenit, tingkat kesadaran composmentis,

suhu 36,5 ºC, berat badan 50 Kg, tinggi badan 156 cm. Subyek I jarang

sekali mengeluhkan mual, namun pelaksanaan hemodialisis kali ini pasien

mengalami mual muntah saat proses hemodialisis hampir selesai.

Berdasarkan hasil pengukuran tingkat mual menggunakan Numeric

Rating Scale (NRS) terdapat skala 8 dan termasuk kedalam mual berat.

Pada saat dilakukan pengkajian didapatkan data secara obyektif pada

subyek I yaitu lesu, tampak gejala mual dan muntah, pasien tampak

memegangi kantong plastik untuk berjaga ketika hendak muntah, pasien

mendapatkan obat antimual dan antipiretik setelah pelaksanaan terapi dan

heodialisis selesai. Saat pengkajian tidak didapatkan hasil lab yang baru,

hasil lab yang didapat satu tahun yang lalu.

Subyek II

Subyek II Ny.M berjenis kelamin perempuan berusia 48 tahun, beragama

Islam, pendidikan terakhir SD, dan kegiatan sehari-hari sebagai ibu rumah

tangga. Subyek II menderita Gagal Ginjal Kronis (GGK) dan pertama kali

menjalani hemodialisa yaitu pada tanggal 21 Februari 2017 dimana hari

pelaksanaan hemodialisis adalah hari selasa dan hari jumat. Pasien sudah

menjalani hemodialisis selama 3 tahun. Pada saat dilakukan pengkajian

pada tanggal 10 Mei 2020 tekanan darah subyek 169/91 mmHg, nadi 95

kali permenit, suhu 36,5 ºC, berat badan 60 Kg, tinggi badan 157 cm.

Subyek II mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit. Subyek II


45

mengatakan keluarga tidak ada riwayat penyakit yang serupa dengan

subyek II, pasien tidak memiliki riwayat penyakit gastritis seperti maag.

Dari pertama kali menjalani hemodialisis hingga sekarang subyek II

mengeluhkan mual, terutama jika mencium aroma yang menyengat

seperti sambal atau yang amis seperti ikan. Berdasarkan hasil pengukuran

tingkat mual menggunakan Numeric Rating Scale (NRS) terdapat skala 7

dan termasuk kedalam mual sedang. Pada saat dilakukan pengkajian

didapatkan data secara obyektif pada subyek II yaitu tampak mual,

tampak gelisah yang dapat dilihat dari ekspresi wajah, dan lesu, subyek

mengatakan merasa mual, pusing dan sulit untuk tidur. Pasien tidak

mendapatkan obat antimual selama pelaksanaan hemodialisis. Saat

pengkajian tidak didapatkan hasil lab yang baru, hasil lab yang didapat

satu tahun yang lalu.

3. Pemaparan Fokus Studi

a. Hasil Pengkajian Awal Skala Mual Subyek

Tahap pertama proses keperawatan yang dilakukan adalah pengkajian.

Dalam studi kasus ini pengkajian awal yang dilakukan berfokus pada

skala mual dengan menggunakan pengukuran Numeric Rating Scale

(NRS) dalam melakukan terapi relaksasi benson untuk menurunkan

mual.

Berdasarkan hasil pengkajian awal sebelum dilakukan terapi relaksasi

benson dapat diketahui kedua subyek memiliki skala mual dalam

kategori sedang. Dapat dilihat pada tabel 4.1


46

Tabel 4.1 Hasil Pengkajian Awal Dua Orang Subyek

Subyek Skala Mual Kategori

1 8 Berat

2 7 Sedang

Dari tabel 4.1 dapat di ketahui bahwa subyek I memiliki skala mual 8,

pada keadaan tersebut subyek I berada dalam kategori mual berat.

Sedangkan subyek II memiliki skala mual 7, pada keadaan tersebut

subyek II berada dalam kategori mual sedang. Selanjutnya untuk lebih

memperjelas hasil pengkajian mual pada subyek I dan subyek II

ditunjukkan dengan gambar diagram 4.1 dibawah ini :

7
8

Subjek I Subjek II

Diagram 4.1 Hasil Pengkajian (Observasi) Awal Kedua Subyek

Dari diagram 4.1 dapat di ketahui bahwa subyek I memiliki skala

mual 8, pada keadaan tersebut subyek I berada dalam kategori mual


47

berat. Sedangkan subyek II memiliki skala mual 7, pada keadaan

tersebut subyek II berada dalam kategori mual sedang.

Setelah dilakukan pengkajian awal terkait skala mual pada kedua

subyek, kemudian dilakukan intervensi keperawatan teknik relaksasi

benson. Teknik relaksasi benson dilakukan selama 15 menit sebanyak

1 kali sehari dan dilakukan ketika mual. Teknik relaksasi benson ini

bertujuan untuk menurunkan tingkat mual subyek, sehingga

diharapkan subyek mengalami penurunan tingkat mual. Dalam

pelaksanaan terapi relaksasi benson ini, kedua subyek mengucapkan

kalimat keyakinan yang telah dipilih sesuai keinginan pasien yaitu

Astaghfirullah selama 15 menit. Setelah selesai melakukan intervensi

terapi relaksasi benson dilakukan evaluasi setelah pemberian relaksasi

benson untuk mengetahui penurunan tingkat mual pada pasien dengan

menggunakan lembar skala mual Numeric Rating Scale (NRS).

b. Hasil Evaluasi Skala Mual Subjek Sesudah Dilakukan Intervensi

Keperawatan dengan Teknik Relaksasi Benson

Berdasarkan hasil studi, setelah dilakukan intervensi keperawatan

dengan melakukan teknik relaksasi benson diperoleh hasil bahwa ada

penurunan skala mual. Penurunan skala mual pada subyek I dan

subyek II ditunjukkan pada tabel 4.2


48

Tabel 4.2 Hasil Skala Mual pada Subjek I dan Subjek II Sesudah diberikan Teknik
Relaksasi Benson

Sebelum Kategori Sesudah Kategori


Subjek
Terapi Terapi

Subjek 1 8 Berat 2 Ringan

Subjek 2 7 Sedang 3 Ringan

Pada subyek I diperoleh hasil selisih perubahan setelah dilakukan

intervensi selama 15 menit yaitu 7. Sedangkan pada subjek II

diperoleh hasil selisih perubahan setelah dilakukan teknik relaksasi

benson selama 15 menit yaitu 5. Selanjutnya untuk lebih memperjelas

hasil penurunan mual pada subjek I dan subjek II ditunjukkan dengan

gambar diagram 4.2 dibawah ini :

Chart Title

7
8

5
3
4
2
3

0
Subjek I Subjek II

Sebelum Terapi Column1

Diagram 4.2 Hasil Evaluasi Skala Mual Sebelum dan Sesudah

dilakukan Intervensi pada Kedua Subjek


49

Pada subyek I diperoleh hasil selisih perubahan setelah dilakukan

intervensi selama 15 menit yaitu 7. Sedangkan pada subjek II diperoleh

hasil selisih perubahan setelah dilakukan relaksasi benson selama 15 menit

yaitu 5.

B. Pembahasan

Pengkajian merupakan tahapan awal dalam proses keperawatan, pada

studi kasus ini pengkajian berfokus pada pengkajian mual klien Gagal

Ginjal Kronis (GGK) yang menjalani hemodialisis.

Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan gangguan fungsi renal yang

progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

yang dapat menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen

lain dalam darah.11

Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien GGK adalah hemodialisis.

Hemodialisis adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi

ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolism atau racun tertentu dari

peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea,

kreatin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membrane semi permeable

sebagai pemisah darah dan cairan dialist pada ginjal buatan dimana terjadi

proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.12 Hemodialisis dapat dilakukan

pada saat toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan untuk mencegah

kerusakan permanen atau menyebabkan kematian. 1 Pasien GGK yang

menjalani hemodialisis seringkali mengalami mual.23


50

Faktor yang mempengaruhi mual yang dialami pasien (Gagal Ginjal

Kronis) GGK, yang sedang menjalani hemodialysis terjadi karena berbagai

alasan seperti, Kadar ureum kreatin yang meningkat, Dialysis

Disequilibrium Syndrome (DSS), Komponen dalam hemodialisis.

Meningkatnya sisa metabolism, yaitu ureum kreatin yang beredar

dalam darah dan tidak bisa keluar dari tubuh. Kadar ureum kreatinin yang

meningkat tersebut dapat merangsang produksi asam lambung, sehingga

menyebabkan keluhan seperti sakit maag (gastritis), yaitu mual, muntah,

perih ulu hati, kembung dan tidak nafsu makan. Dimana Subjek I dan

subjek II tidak memiliki riwayat penyakit maag.

Komplikasi yang dapat terjadi saat berlangsungnya hemodialisis yaitu

Dialysis Disequilibrium Syndrome (DDS). Dialysis Disequilibrium

Syndrome didapatkan terjadi proses pengeluaran cairan dan urea dari

dalam darah yang terlalu cepat selama dialysis. Tanda dari DDS berupa

sakit kepala tiba-tiba, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, jantung

berdebar-debar, disorientasi dan kejang. Pada subjek I subjek tampak

gejala mual dan muntah, pada subjek II mengatakan merasa mual, pusing.

Tanda-tanda yang terdapat pada pasien tersebut merupakan komplikasi

saat proses hemodalisis yaitu Dialysis Disequilibrium Syndrome (DDS) .

Komponen dalam hemodialisis ada bermacam-macam, seperti

Dialyzer (Kidney artificial), blood line, AV fistula, cairan bicarbonate,

cairan asam. Dari semua komponen ini yang terpenting adalah Dialyzer

(Kidney artificial) yang berfungsi sebagai ginjal buatan, didalamnya


51

terjadinya proses perpindahan zat-zat beracun dari tubuh yang dapat

menyebabkan gangguan gastrointestinal.

Studi kasus tentang perubahan tingkat mual pada subyek I diperoleh

hasil respon sebelum dilakukan intervensi teknik relaksasi benson subyek I

tampak gejala mual dan muntah, tampak lesu. Sedangkan subyek II pasien

tampak mual, tampak gelisah yang dapat dilihat dari ekspresi wajah, dan

lesu.

Pada saat dilakukan intervensi terapi relaksasi benson subyek terlihat

kooperatif dan mau mengikuti aturan serta instruksi dari pelaksanaan

terapi relaksasi benson. Pada Subjek I dapat melakukannya dengan baik

dan dapat berkonsentrasi karena adanya lingkungan yang mendukung.

Pada Subjek II ditengah berjalanya relaksasi konsentrasi berkurang karena

memikirkan hal hal yang kurang menyenangkan yang pasien alami

sewaktu dirumah. Respon subjek setelah dilakukan intervensi terapi

relaksasi benson selama 15 menit subjek terlihat lebih rileks yang dapat

dilihat dari ekspresi wajah pada saat relaksasi benson.

Pada subyek II saat pelaksanaan teknik relaksasi benson, subyek

kurang fokus dikarenakan subyek masih memikirkan hal-hal yang kurang

menyenangkan yang dialami sewaktu dirumah. Sehingga pengucapan

kalimat astaghfirullah menjadi terputus. Sehingga terjadi pengulangan

pengucapan bacaan yang tidak sesuai dengan prosedur. Subyek II sering

merasa mual terutama jika mencium aroma yang pedas dan amis seperti

ikan akan langsung muntah. Setelah dilakukan teknik relaksasi benson


52

terdapat penurunan tingkat mual pada kedua subyek. Skala mual subyek I

sebelum dilakukan teknik relaksasi benson 8 dengan kategori mual berat

setelah dilakukan teknik relaksasi benson menunjukkan skala 2 dengan

kategori mual ringan. Pada subyek II skala mual sebelum dilakukan teknik

relaksasi benson 7 dengan kategori mual sedang, setelah dilakukan teknik

relaksasi benson menunjukkan skala 3 dengan kategori mual ringan.

Penurunan skor mual subyek I cenderung lebih cepat karena

pelaksanaan terapi dilaksanakan saat proses hemodialisis hampir selesai.

Meningkatnya sisa metabolisme, yaitu ureum kreatin yang beredar dalam

darah dan tidak bisa keluar dari tubuh, akan menimbulkan masalah

gastritis seperti mual hingga muntah, saat hemodialisis sisa-sisa

metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air,

natrium, kalium, hydrogen, urea, asam urat, dan zat-zat lain, termasuk

ureum kreatin dikeluarkan melalui membrane semi permeable sebagai

pemisah darah dan cairan dialist pada ginjal buatan, dimana kadar ureum

kreatin menjadi berkurang selama proses hemodialisis berlangsung,

sehingga gejala mual yang diakibatkan ureum kreatin yang tinggi sudah

berkurang. 12

Pada subyek II terapi dilaksanakan diawal mulainya pelaksaan

hemodialisis, hemodialisis penurunan skor mual cenderung lebih lambat

karena subyek II tidak dapat berkonsentrasi penuh saat dilakukan

penerapan relaksasi benson ini, saat pelaksanaan relaksasi kondisi

lingkungan tenang. Secara sadar, pasien dapat mengendurkan otot-otot


53

tubuhnya, namun subyek II pada saat dilaksanakannya terapi tidak dapat

memusatkan diri selama 15 menit pada ungkapan yang telah dipilih,

subjek II masih memikirkan hal-hal yang tidak menyenangkan dan

menceritakan hal tersebut saat relaksasi berlangsung yang dapat

mengganggu relaksasi ini.8

Teknik Relaksasi Benson merupakan relaksasi yang menggabungkan

antara relaksasi dan suatu faktor keyakinan filosofis atau agama yang

dianut oleh seseorang . Ungkapan bacaan yang digunakan dapat berupa

nama-nama tuhan atau kata yang memiliki makna menenangkan bagi

pasien itu sendiri. Relaksasi Benson dilaksanakan selama 15 menit pada

saat intrahemodialisis. Relaksasi merupakan suatu teknik nonfarmakologis

didalam terapi perilaku dengan tujuan untuk menenangkan pikiran dan

fisik seseorang untuk terhindar dari adanya tekanan mental, fisik dan

emosi.8 Formula-formula tertentu yang dibaca berulang-ulang dengan

melibatkan unsur keyakinan, keimanan terhadap agama, dan kepada Tuhan

yang disembah akan menimbulkan respons relaksasi yang lebih kuat

dibandingkan dengan sekedar relaksasi tanpa melibatkan unsur keyakinan

terhadap hal-hal tersebut.8 Relaksasi Benson mampu menciptakan kondisi

tenang dan rileks yang memperlambat gelombang otak. Selain itu, juga

mengurangi stimulasi pusat mual dan keseimbangan rangsangan yang

berasal dari urea sehingga mual dan bahkan muntah tidak terjadi.9

Hasil studi kasus ini mendukung dari hasil penelitan sebelumnya yang

dilakukan oleh Chandra Bagus Ropyanto, Sumarsih, Niken Safitri Dyan


54

Kusumaningrum, dan Wahyu Hidayati 2019 yang meneliti tentang

Pengaruh Teknik Relaksasi Benson pada Mual pada Pasien dengan

Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis, menunjukkan bahwa

setelah di lakukan relaksasi benson terdapat adanya penurunan skala

mual.10

C. Keterbatasan

Dalam studi kasus ini penulis menemukan hambatan sehingga menjadi

keterbatasan dalam penyusunan studi kasus ini. Keterbatasan ini adalah

subyek II tidak dapat berkonsentrasi penuh saat dilakukan penerapan

relaksasi benson ini. Karena subyek II pada saat dilaksanakannya terapi

masih memikirkan hal-hal yang tidak menyenangkan dan menceritakan hal

tersebut saat relaksasi berlangsung sehingga menyebabkan terputusnya

pengucapan kalimat astaghfirullah sehingga terjadi pengulangan

pengucapan bacaan yang tidak sesuai dengan prosedur.


BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan pada 2 subyek

pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang menjalani hemodialisa

dengan menggunakan Numeric Rating Scale (NRS) diperoleh

perubahan tingkat mual sebelum dilakukan relaksasi pada subyek I

dengan skala mual 8 (mual berat) mengalami penurunan skala mual 2

(mual ringan), sedangkan pada subyek II sebelum dilakukan teknik

relaksasi benson 7 (mual sedang) mengalami penurunan skala mual

menjadi 3 (mual ringan), hal ini menunjukkan perubahan penurunan

mual.

B. Saran

Setelah peneliti menyimpulkan hasil penelitian, maka peneliti

memberikan beberapa saran sebagai berikut.

1. Bagi Perawat dan Rumah Sakit

Teknik relaksasi benson untuk menurunkan tingkat mual dapat

digunakan sebagai manajemen mual pada pasien GGK yang

menjalani hemodialisis dan dapat diaplikasikan kedalam tindakan

sehari-hari pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis dan

mengalami mual.

55
56

Sebagai bahan masukan dalam poses pendidikan ilmu

keperawatan agar perawat lebih meningkatkan kemampuan dan

kemahiran khususnya dalam teknik relaksasi benson untuk

menurunkan tingkat mual pada pasien GGK yang menjalani

hemodialisis.

2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Teknik relaksasi benson dapat menjadi salah satu tindakan

keperawatan mandiri terhadap pasien GGK yang menjalani

hemodialisis yang mengalami mual. Agar teknik relaksasi benson

dapat dilaksanakan maka perlu diadakan sosialisasi tentang

penerapan teknik relaksasi benson diruang Hemodialisa sehingga

semua perawat dapat mengakplikasikan dalam pemberian asuhan

keperawatan pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis yang

mengalami mual.

3. Bagi Masyarakat

Teknik relaksasi benson untuk menurunkan mual dapat

digunakan sebagai menejemen mual pada pasien GGK yang

menjalani hemodialisis dan dapat di aplikasikan kapan saja pada

pasien GGK yang menjalani hemodialisis dan mengalami mual.


57

DAFTAR PUSTAKA

1. Muttaqin , Arif ; Sari K. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


perkemihan. Jakarta: salemba medika; 2014.
2. Hasan M, Sutradhar I, Gupta R Das, Sarker M. Prevalence of chronic
kidney disease in South Asia: a systematic review. 2018.
3. Indonesian P, Registry R, Course H. 11 th,Registry, Report Of Indonesian
Renal Registry 2018 11 th Report Of Indonesian Renal. 2018;
4. M. Black Joyce H jane H. Medical surgical nursing clinical management
for positive outcomes. 8th ed. Singapura: Elsevier; 2009.
5. Chong, V.H., & Tan J. Prevalence of gastrointestinal and psychosomatic
symptoms among Asian patients undergoing regular hemodialisa. Asian
Pacific Soc Nephrol 18, 97-103. 2013;
6. Prabhakar, Rana, G.S., Shivendra, S., Surendra, S.R., & Tauhidul A.
Spectrum of Intradialytic Complications during Hemodialysis and Its
Management: A Single-Center Experience. Saudi J Kidney Dis
Transplantation, 26(1), 168-172. 2015.
7. Asgari MR, Asghari F, Ghods AA, Ghorbani R, Motlagh NH, Rahaei F.
Incidence and severity of nausea and vomiting in a group of maintenance
hemodialysis patients. J Ren Inj Prev. 2017;6(1):49–55. Available from:
http://dx.doi.org/10.15171/jrip.2017.
8. Solehati, Tetti; Kosasih CE. Konsep dan Aplikasi Relaksasi Dalam
Keperawatan Maternitas. Bandung: PT Refika Aditama; 2015.
9. Mitcthell M. Dr Herbert’s Benson relaxation response in heart and soul
healing. Retrieved from https://www.psychologytoday.com/us/blog/heart-
and-soulhealing/201303/dr-herbert-benson-s-relaxation-response; 2013.
10. Ropyanto CB, . S, Kusumaningrum NSD, Hidayati W. Effects of Benson’s
Relaxation Technique on Nausea in Patients with Chronic Kidney Disease
Undergoing Hemodialysis. KnE Life Sciences. 2019.
11. Nuari, Nian Afrian; Widayati D. Nuari, Nian Afrian; Widayati, Dhina.
Yogyakarta: Deeublish Publisher; 2017.
12. Rudy Haryono, S.Kep. N. Keperawatan Medikal Bedah: Sistem
perkemihan. Publishing R, editor. Yogyakarta; 2013.
13. Dr.dr.Ari Sutjahjo, sp. PD-KEMD F. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Dalam.
Surabaya: Airlangga University Press (AUP); 2015.
58

14. wijaya saferi A, Putri Mariza Y. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah:


Keperawatan Dewasa Teori Dan Contoh. Yogyakarta: Nuha Medika; 2013.
15. Priscilla L, Karen B., Gerene B. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah,Gangguan Eliminasi. In jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG;
2016.
16. Muttaqin, Arif; Sari K. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. jakarta: Salemba Medika; 2013.
17. Based E, Med C. Hubungan Lama Hemodialisis Dengan Penurunan Nafsu
Makan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Unit Hemodialisa Rsud Ulin
Banjarmasin. 2016.
18. Wood, J.M., Chapman, K., & Eilers J. Tools for assessing nausea,
vomiting, and retching: A literature review. Cancer Nursing, 34(1), E14-
E24. 2011.
19. Afrian N, Widayati D, Setyorini D, Akmalafrizalgmailcom E, Ilmu J,
Masyarakat K, et al. Analisa Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien
Dengan Acute Coronary Syndrome (Acs) Non Stemi Dengan Intervensi
Inovasi Relaksasi Benson Modifikasi Dan Aroma Terapi Mawar Terhadap
Penurunan Skala Nyeri Dan Perbaikan Kualitas Tidur Di Ruang ICCU
RSUD A.W. 2017.
20. Hasdianah, Sandu S, Indasah, Ratna W. Buku Ajar Dasar-Dasar Riset
Keperawatan. 2015.
21. Nursalam. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis
Edisi 3. 3rd ed. Jakarta: Salemba Medika; 2015.
22. Rudy Haryono, S.Kep. N. Etika Keperawatan Dengan Pendekatan Praktis.
Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2013.
23. Armiyati Y. Buku Ajar Perawatan Pasien Penyakit Ginjal Kronis : Mata
Ajar KMB dan Blok Sistem Perkemihan Hasil Penelitian Dosen Pemula.
2016.
Lampiran 1

JADWAL KEGIATAN

Nama : Lutfi Indriyani

NIM : 20101440117051

JudulPenelitian : Effects Of Benson’s Relaxation Technique On Nausea In


Patients With Chronic Kidney Disease Undergoing
Hemodialysis At Bhakti Wira Tamtama Hospital

DosenPembimbing : Endro Haksara, S.Kep., Ners., M.Kep.

Tanggal Kegiatan

30 September 2019 – Januari 2020 Penyusunan Proposal Penelitian

4 Januari – 8 Januari Pengumpulan Proposal

3 Febuari 2020 – 21 Febuari 2020 Ujian Proposal penelitian

9 Maret 2020 – 21 Maret 2020 Pengambilan kasus KTI

22 Maret 2020 – 5 April 2020 Penyusunan KTI

6 April 2020 – 24 April 2020 Pelaksanaan Ujian Sidang

28 April 2020 Yudisium KTI

30 April 2020 Yudisium semester VI

16 Mei 2020 Pemberkasan akhir


Lampiran 2

PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN


(PSP)

Kami adalah Peneliti berasal dari institusi/jurusan/program studi Akper


Kesdam IV/Diponegoro Semarang Diploma III Keperawatan dengan ini
meminta anda untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam penelitian yang
berjudul “Effects Of Benson’s Relaxation Technique On Nausea In Patients
With Chronic Kidney Disease Undergoing Hemodialysis”.

Tujuan dari penelitian studi kasus ini adalah menganalisis mual pada pasien
gagal ginjal kronik setelah pemberian intervensi teknik relaksasi benson yang
dapat memberi manfaat berupa menurunkan skala mual. Penelitian ini akan
berlangsung dalam 1 hari selama 15 menit.

Prosedur pengambilan bahan data dengan cara wawancara terpimpin dengan


menggunakan pedoman wawancara yang akan berlangsung lebih kurang 15
menit. Cara ini mungkin menyebabkan ketidaknyamanan tetapi anda tidak
perlu khawatir karena penelitian ini untuk kepentingan pengembangan asuhan
atau pelayanan keperawatan.

Keuntungan yang anda peroleh dalam keikutsertaan anda pada penelitian ini
adalah anda turut terlibat aktif mengikuti perkembangan asuhan/ tindakan
yang diberikan.

Nama dan jati diri anda beserta seluruh informasi yang anda sampaikan akan
tetap dirahasikan.

Jika saudara membutuhkan informasi sehubungan dengan penelitian ini,


silahkan menghubungi peneliti pada nomor Hp :08571216548

Peneliti

Lutfi Indriyani
NIM 20101440117051
Lampiran 3

INFORMED CONCENT
(Persetujuan menjadi Partisipan)

Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah


mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai penelitian yang
akan dilakukan oleh Lutfi Indriyani dengan judul “Effects Of Benson’s Relaxation
Technique On Nausea In Patients With Chronic Kidney Disease Undergoing
Hemodialysis”

Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada penelitian ini secara
sukarela tanpa paksaan. Bila selama penelitian ini saya menginginkan
mengundurkan diri, maka saya dapat mengundurkan sewaktu-waktu tanpa sanksi
apapun.

Semarang, Maret 2020

Saksi Yang memberikan


persetujuan

Semarang,....................2020

Peneliti

Lutfi Indriyani
NIM.20101440117051
Lampiran 4

DATA RESPONDEN

Identitas :

Nama :

Jeniskelamin : Laki- Laki Perempuan

Usia :

Pendidikan terakhir :

Status pekerjaan :

Status pernikahan :

Riwayat Kesehatan

Diabetes Mellitus :

Hipertensi :

Sumbatan pada ginjal (batu, tumor) :

Pemeriksaan Fisik

Tekanan Darah :

Nadi :

Respirasi (SaO2) :
Suhu :

Obat-obatan rutin :

Hasil Radiologi :
Lampiran 5

LEMBAR OBSERVASI SKALA NOMINAL PENURUNAN TINGKAT MUAL


NUMERIC RATING SCALE (NRS)

Nama :

Umur :

Jeniskelamin :

Pendidikan :

Pekerjaan :

SKALA

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Subjek I
Tidak
Ada Mual Ringan Mual Sedang Mual Berat
Mual

SEBELU

SESUDAH

SKALA

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Subjek II
Tidak
Ada Mual Ringan
Mual Mual Sedang Mual Berat

SEBELU

SEBELU

M
Skala 0 : Tidak merasakan gejala mual.

Skala 1 : Pasien merasakan gejala mual, hilang timbul dalam hitungan detik.

Skala 2 : pasien merasakan gejala mual, tetapi gejala-gejala ini dengan cepat

hilang, sedikit mengganggu kenyamanan.

Skala 3 : Gejala mual cukup menganggu kenyamanan, namun masih dapat

beradaptasi, masih bisa ditahan, dan tidak menganggu aktivitas.

Skala 4 : Gejala mual cukup kuat, berlangsung selama kurang dari 1 menit, masih

bisa melakukan aktivitas sehari-hari, akan tetapi cukup menganggu.

Skala 5 : Gejala mual tidak dapat diabaikan, tetapi masih dapat melakukan

beberapa kegiatan.

Skala 6 : gejala mual dapat menyebabkan tidak fokus, komunikasi terganggu, mual

cukup kuat yang dapat menganggu aktivitas sehari-hari.

Skala 7 : gejala mual lebih sering, secara signifikan membatasi kemampuan untuk

melakukan aktivitas normal sehari-hari, bahkan menganggu tidur.

Skala 8 : pasien merasakan gejala mual dan muntah.

Skala 9 : pasien merasa mual dan muntah, yang sangat kuat, aktifitas fisik terbatas.

Skala 10 : pasien merasa mual dan muntah yang sangat sering, dan tidak dapat

melakukan aktivitas secara mandiri.

JUDUL SOP :

TINDAKAN KEPERAWATAN : TEKNIK


RELAKSASI BENSON

NO HALAMAN
NO DOKUMEN
REVISI
PROSEDUR TETAP
TANGGAL
TERBIT DITETAPKAN OLEH

Relaksasi Benson adalah relaksasi yang

1 PENGERTIAN menggabungkan antara relaksasi dan suatu

faktor keyakinan filosofis atau agama yang

dianut oleh seseorang. Dengan mengucapkan

kalimat spiritual sesuai dengan keyakinan

mereka yang diucapkan berulang-ulang.


2 1. Mengurangi mual pada pasien gagal ginjal
TUJUAN
kronis yang menjalani hemodialisis

1. Pasien yang sedang menjalani hemodialysis

2. Pasien berusia> 18 tahun.

3 INDIKASI 3. Mengalami mual.


4 1. Pasien mengalami gangguan kesadaran
KONTRA
INDIKASI 2. Pasien yang tidak kooperatif dengan
prosedur ini.

5 Numeric Rating Scale (NRS)


ALAT
6 PERSIAPAN 1. Ciptakan lingkungan yang nyaman

PERSIAPAN 1. Mengukur skala mual


7
KLIEN

8 LANGKAH KERJA 1. Mengucapkan salam

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan

yang akan dilakukan

3. Memilih satu kata atau ungkapan singkat

yang mencerminkan keyakinan pasien.

Kata atau ungkapan singkat tersebut harus

berdasarkan keinginan pasien.

4. Atur posisi pasien dengan nyaman,

tawarkan kepada pasien apakah akan

dilakukan dengan berbaring atau duduk.

5. Meminta pasien untuk memejamkan mata,

6. Meminta klien untuk memfokuskan pikiran

pada kedua kaki, kendorkan seluruh otot-

otot kaki, anjurkan klien untuk merasakan

relaksasi pada kedua kaki.

Meminta klien untuk memindahkan fokus

pikirannya ke kedua tangan, kendorkan otot

– otot kedua tangan, meminta klien untuk

merasakan relaksasi tangan.

7. Memindahkan fokus pikiran klien pada

bagian tubuhnya, memerintahkan klien


untuk merilekskan otot-otot tubuh pasien

mulai dari otot pinggang sampai otot bahu,

meminta klien untuk merasakan relaksasi

otot -otot tubuh pasien

8. Tarik napas dalam-dalam melalui hidung,

keluarkan napas secara perlahan melalui

mulut sambil mengucapkan kalimat

spiritual yang telah dipilih dan diulang-

ulang dalam hati selama mengeluarkan

napas tersebut. Teknik Relaksasi Benson

dilakukan selama 15 menit.

9. Untuk mengakhiri prosedur ini disarankan

tidak secara langsung, anjurkan pasien

membuka mata perlahan dan beristirahat.

Mengukur skala mual.


1. Evaluasi hasil kegiatan dan respon pasien
EVALUASI/ sebelum dan sesudah tindakan.
9
TERMINASI 2. Beri reinforcement positif kepada pasien

Akhiri kegiatan dengan baik

1. Catat tindakan yang sudah dilakukan,


10 DOKUMENTASI
tanggal, dan jam pelaksanaan
31

Anda mungkin juga menyukai