PPK Igd
PPK Igd
PPK Igd
2. Batasan dan Uraian : Suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi
klinis perasaan tidak enak di dada atau gejala –gejala lain
sebagai akibat iskemia miokard :
Sindrom koroner akut mencakup:
1. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST
2. Infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST
3. Angina pectoris tak stabil ( unstable angina pectoris)
Elektrokardigram :
Angina pectoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan
atau tanpa inverse gelombang T, kadang-kadang elevasi
segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai gelombang
Q.
Infark miokard ST elevasi : hiperakut T, elevasi segmen
ST, gelombang Q inverse gelombang T
Infark miokard non ST elevasi : depresi segmen ST,
inverse gelombang T dalam.
Petanda Biokimia :
CK, CKMB, Troponin-T, dll
Enzim meningkat minimal 2 x nilai batas atas normal.
1
Panduan Praktik Klinis
2
Panduan Praktik Klinis
3
Panduan Praktik Klinis
Atau
4
Panduan Praktik Klinis
2. Batasan dan Uraian : Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam ter
yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Melena yaitu
buang air besar berwarna hitam ter yang berasal dari
saluran cerna bagian atas yang dimaksud dengan saluran
cerna bagian atas adalah saluran cerna diatas (proksimal)
ligamentum trettz mulai dari jejunum proksimal,
duodenum, gaster dan oesophagus.
3. Kriteria Diagnosis : Muntah dan BAB darah warna hitam ter, syndrome
dyspepsia, bila ada riwayat makan obat NSAID, jamu
pegal linu, alkohol yang menimbulkan erosi/ulkus
peptikum riwayat sakit kuning/hepatitis.
Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, dapat
disertai gangguan kesadaran (prekoma/koma hepatikum)
dapat terjadi syok hipovolemik.
6. Tata Laksana : Non farmakologis : tirah baring, puasa diet hati /lambung,
pasang NGT untuk dikompresi, pantau perdarahan.
Farmalogis :
- Transfusi darah PRC/ sesuai perdarahan yang terjadi
dan Hemoglobin pada kasus varises transfuse sampai
dengan Hb 10 gr % . Pada kasus non varises transfusi
sampai dengan Hb 12 gr %.
- Sementara menunggu darah dapat diberikan penganti
plasma ( misalnya dekstran (huma cel) atau NaCl 0,9 %
atau Rh
5
Panduan Praktik Klinis
6
Panduan Praktik Klinis
2. Batasan dan Uraian : Penyakit yang ditandai dengan adanya perlambatan aliran
udara yang tidak sepenuhnya reversible. Perlambatan aliran
udara umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan
respon inplamasi yang abnormal terhadap partikel atau gas
iritan.
8
Panduan Praktik Klinis
9
Panduan Praktik Klinis
2. Batasan dan Uraian : Kejang demam adalah kejang yang terjadi saat demam
(suhu rectal diatas 38oC) tanpa adanya infeksi susunan
saraf pusat (SSP) atau gangguan elektrolit akut, terjadi
pada anak diatas umur 1 bulan dan tidak ada riwayat
kejang tanpa demam sebelumnya, kejang demam terjadi
pada 2-5 % anak dengan umum berkisar antara 6 bulan
sampai 5 tahun insiden tertinggi pada umum 18 bulan.
Kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks, kejang demam kompleks adalah
kejang demam fokal, lebih dari 15 menit atau berulang
dalam 24 jam. Pada kejang demam sederhana kejang
bersifat umum singkat dan hanya sekali dalam 24 jam.
Manifestasi klinis
Anamnesa
- Ada kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang frekwensi, interval, pasca kejang
penyebab kejang diluar SSP.
- Riwayat kelahiran, perkembangan, kejang demam
dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga (kakak-adik,
orang tua).
- Singkirkan dengan anamnesis penyebab kejang yang
lainnya.
Pemeriksaan fisik
Kesadaran suhu tubuh tanda rangsang meningeal, tanda
peningkatan tekanan intra kranial dan tanda infeksi diluar
SSP.
10
Panduan Praktik Klinis
a. Profilaksisi intermiten
Antipiretik
Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka
tujuan utama pengobatan adalah mencegah demam
meningkat. Pemberian obat panas asetaminofen 10-15
mg/kg/hari setiap 4-6 jam atau ibuprofen 5-10
mg/kg/hari tiap 4-6 jam.
Anti kejang
Diberikan diazepam oral 0,3 mg/kg/hari tiap 8 jam saat
demam atau diazepam rektal 0,5 mg/kg/hari setiap 8
jam bila demam diatas 38oC.
11
Panduan Praktik Klinis
Dosis pemeliharaan
Fenitoin IV 5-7 mg/kg Fenobarbital IV/IM
diberikan 12 jam 10-20 mg/kg
kemudian
12
Panduan Praktik Klinis
Sumber : Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, 2005
Angka berulang kejang demam adalah 30-40 %, sedangkan resiko menjadi epilepsi antara 2-4 % .
Bila didapatkan empat atau lebih faktor resiko –resiko berulangnya adalah 80 % bila tidak ada
resiko berulangnya 10-15 %
13
Panduan Praktik Klinis
Diagnosis klinis :
- Keluhan poliuri polidipsi
- Riwayat berhenti menyuntik insulin
- Demam / infeksi
- Muntah
- Nyeri perut
- Kesadaran : compos mentis, delirium, koma
- Pernafasan cepat dan dalam (kussmaul)
- Dehidrasi (turgor kulit ↓, lidah dan bibir kering)
Dapat disertai syok hipovolemik
Pemantauan
- Gula darah tiap jam
- Natrium, kalium, clorida tiap 6 jam selama 24 jam
selanjutnya sesuai keadaan
- AGD bila PH < 7 saat masuk diperiksa tiap 6 jam
s/d PH > 7,1 selanjutnya setiap hari sampai stabil.
Pemeriksaan lain :
- Kultur darah
- Kultur urin
- Kultur pus
3. Kalium
- Kalium ( Kcl) drip dimulai bersamaan dengan drip
RI dengan dosis 50 mg/6 jam syarat tidak ada gagal
ginjal, tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan
tinggi pada EKG dan jumlah urine cukup adekuat
15
Panduan Praktik Klinis
4. Bicarbonat
Drip 100 meq bila pH < 7,0 disertai Kcl 26 meq drip
80 meq bila pH 7,0 – 7,1 disertai Kcl 13 meq drip
Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemia
yang mengancam
16
Panduan Praktik Klinis
17
Panduan Praktik Klinis
8. Standard RS : Semua RS, bila ada penyulit atau ada indikasi operasi
rujuk ke RS yang lebih lengkap
9. Penyulit :
11. Standard Tenaga : Dokter umum bila tak ada dokter spesialis
13. Masa Pemulihan : 1-3 bulan, sebagian tak dapat bekerja lagi
14. Output : - TIA dan RIND dapat sembuh total secara klinis
- Yang lainnya umumnya sembuh parsial (ada sequale)
- Karena biasanya disertai penyakit lainnya (jantung,
ginjal dan hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain)
komplikasi jadi tumpang tindih
16. Autopsi : Bila perlu (permintaan polisi, badan hukum, asuransi, atau
yang berwenang lainnya, seizin keluarga).
18
Panduan Praktik Klinis
A. Saraf Pusat
a.Trauma kapitis ( Kepala ) - ICD 850-854 Intracranial Injury
1. Komosio Serebri
ICD 850-854 : Concussion
2. Kontusio Srebri
ICD 851 : Cerebral Laceration and Contusion
3. Edema Serebri Taumatika
ICD 854 : Intracanial injury
4. Perdarahan Epidura
ICD 852 : Subarachnoid, subdural and extradural haemorrhage,
following injury.
5. Perdarahan Subdura
ICD 852 : Subarachnoid, subdural and extradural, Haemorrhage,
following injury.
B. Saraf Perifer :
1. Avulsi Radiks ICD 907.3 : Late effect of injury to nerve root (s) spinal plexus (es)
2. Lesi Pleksus and other nerves of trunk.
19
Panduan Praktik Klinis
2. Kriteria Diagnosis
A. Anamnesis/dilihat sendiri a. Trauma kapitis (kepala) :
- Pingsan, muntah, amnesia, retrograde, pusing, dll.
- Gangguan fungsi saraf (kesadaran menurun,
kelumpuhan, kejang, dll).
B. Anamnesis trauma dan ditemukan kelumpuhan neuron motorik perifer. Biasanya sebagian
saraf perifer saja
6. Terapi
6.1 Untuk Komosio serebri ( a.1) : - Istirahat dan Observasi
- Simptomatis
6.2 Untuk yang lainnya ( a.2 : - Mencegah dan mengatasi edema yang sering terjadi,
dan b.3) misal Deksamegaton, manitol dan lain-lain.
- Fisioterapi terutama pada trauma medulla spinalis (b)
- Yang disertai fraktur terbuka, langsung dikirim ke
bagian bedah saraf. Pada Fraktur impresi, tindakan
bedah saraf tergantung dari dalamnya impresi
(mengenai jaringan otak atau tidak).
20
Panduan Praktik Klinis
9. Penyulit :
9.1 Karena penyakit : - Perdarahan yang makin banyak misalnya perdarahan
epidura
- Edema serebri yang makin luas
- Gangguan jiwa organik
9.2. Karena Tindakan : - Fungsi lumbal pada tekanan intra kranial yang tinggi,
dapat menyebabkan herbiasi otak melalui foramen
magnum yang dapat menyebabkan kematian mendadak
- Kematian mendadak dapat pula terjadi akibat
manipulasi yang berlebihan pada penderita cedera
medula spinalis terutama cedera di daerah servikal atas
11. Standard Tenaga : Dokter spesialis, dokter umum ditempat yang tidak ada
dokter spesialis
21
Panduan Praktik Klinis
2. Kriteria Diagnosis :
5. USG
3. Diagnosis Diferensial :
3.1. Solusio Plasenta : Terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada fundus
uteri/corpus uterin sebelum janin lahir.
a. Ringan : Perdarahan kurang dari 100-200 cc. Uterus
tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup,
pelepasan plasenta kurang dari 1/6 bagian permukaan,
kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg %
22
Panduan Praktik Klinis
3.2. Plasenta Previa : Plasenta yang letaknya tidak normal sehingga menutupi
sebagian atau keseluruhan pembukaan jalan lahir (ostium
uteri internum). Pembukaan jalan lahir.
3.3. Vasa Previa Tali pusat berinsersi pada selaput ketuban dimana
pembuluh darahnya berjalan diantara lapisan amnion dan
korion melalui pembukaan serviks
4. Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium : - Hemoglobin
- Hematokrit
- Trombosit
- Waktu pembekuan darah
- Waktu Protrombin
- Waktu Tromboplastin parsial
- Elektrolit plasma
7.1. Tidak terdapat renjatan : Usia gestasi kurang dari < 36 minggu/ Taksiran Berat
Fetus kurang dari 2500 gr :
7.1.1. Solusio Plasenta :
a. Ringan : - Ekspektatif, tunggu persalinan spontan, Bila ada
perbaikan , perdarahan berhenti, kontraksi uterus tidak
ada, janin hidup :
- Tirah baring
- Atasi anemi
- USG dan KTG serial, kalau menungkinkan
- Aktif, mengakiri kehamilan, bila keadaan
memburuk, perdarahan berlangsung terus, kontraksi
uterus terus berlangsung, dapat mengancam ibu/janin :
- Partus pervaginam (Amniotomi/ Oksitosin infus)
- Seksio Sesarea bila pelvik scor < 5 atau persalinan
masih > 6 jam
23
Panduan Praktik Klinis
24
Panduan Praktik Klinis
8. Penyulit :
8.1. Karena Penyakit :
a. Pada Ibu : - Renjatan
- Gagal ginjal akut/akut tubular nekrosis
- DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
- Plasenta Acreta
- Atonia Uteri /Uterus Couvelaire
- Perdarahan pada implantasi uterus di segmen
bawah
b. Pada Janin :
- Asfiksia
- BBLR
- RDS
8.2. Karena Tindakan /terapi
a. Pada Ibu :
- Reaksi Transfusi
- Kelebihan cairan
- Renjatan
- Infeksi
b. Pada janin :
- Asfiksia
- Infeksi
9. Inform Consent (tertulis)
Diperlukan, saat pasien masuk RS
10. Lama perawatan :
7 hari (tanpa komplikasi)
11. Masa pemulihan
: 6 minggu setelah tindakan/melahirkan
12. Output
: - Komplikasi : Diharapkan minimal / tidak ada
- Kesembuhan : Diharapkan sempurna
13. PA :
Tidak ada yang khusus
14. Autopsi /Risalah Rapat :
Tidak ada yang khusus
25
Panduan Praktik Klinis
7. Terapi : - Puasa
- Pemasangan pipa lambung
- IVFD
Pembedahan akan dilakukan bila peritonitis meluas
melebihi satu kuadran atau ada udara bebas pada foto
abdomen.
8. Standard RS : RS Tipe C
15. PA : -
16. Autopsi /Risalah rapat -
26
Panduan Praktik Klinis
Elektrokardiografi :
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau
fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung.
Gambaran infark, LVH atau aritmia bisa ditemukan
Laboratorium :
Gas darah menunjukkan pO2 rendah, pCO2 mula-mula
rendah dan kemudian hiperkapnia.
Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya
miokard
Foto toraks :
Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian makin
ke arah aspeks paru.
Kadang-kadang timbul efusi pleura
angiografi koroner.
28
Panduan Praktik Klinis
2. Definisi : Diare akut adalah buang air besar > 3 kali dalam 24
jam dengan konsistensi cair dan berlangsung < 1
minggu.
29
Panduan Praktik Klinis
30
Panduan Praktik Klinis
Spesialis anak
31
Panduan Praktik Klinis
7. Terapi :
Rawat inap
32
Panduan Praktik Klinis
Dipulangkan bila :
- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Klinis tampak perbaikan
- Hematokrit setabil
- 3 hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit lebih dari 50.000 / L
- Tidak dijumpai distress pernapasan
33
Panduan Praktik Klinis
KERACUNAN
2. Shock : Pasang akses vena ( coba perifer dulu, bila gagal boleh vena central ).
Ambil pemeriksaan lab : AGD, DR, Elektrolit, ureum, creatinin, gula darah
dan analisa racun.
Bolus RL : Dewasa 1 – 2 liter
Anak – anak 20 cc / kg /BB, bila belum memadai ulang lagi
20 cc / kg /BB.( lihat BAB penganggulangan shock, waspadai
kemungkinan overload ).
3. Cegah absorpsi racun lebih lanjut, dengan :
a. Pasang NGT dan bilas lambung, bila racun tertelan kurang dari 4 jam. Bila perlu
cairan lambung dikirim ke Lab. Untuk analisa kimia. Kontra indikasi : bahan-bahan
korosif.
b. Pemberian Norit sesudah selesai bilas lambung.
c. Pemberian Luxan untuk mempercepat exkresi.
4. Perbaikan terhadap gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
5. Mempercepat / meningkatkan eliminasi racun dari tubuh :
a. Diuresis paksa : diexkresi melalui ginjal, tidak ada shock dan payah jantung, serta
fungsi ginjal masih lumayan bisa dilakukan loading test, pada anak : 20 cc / kg
BB dalam 1 jam.
b. Dialisis peritoneal dikonsulkan tim ginjal dan pasien dirawat di ruang dialisis.
c. Hemodialisis.
lihat tabel I
lihat tabel II
TABEL II
GEJALA KERACUNAN DENGAN TINDAKAN TERAPINYA
35
Panduan Praktik Klinis
Atropin (alkaloid 500-1000 mg Mulut kering, kulit merah dan Simtomatik. Beri susu.
beladona dan anti jumlah lebih nafas mirip beludru pada Bilas lambung dengan air.
kolinergik lain ). kecil mungkin perabaan ; penglihatan kabur Kateter air seni.
sudah dan midriasis ; takikardi, retensi Perhatikan pernafasan dan
berbahaya) urin, delirium, halusinasi dan sisitem kardiovaskular.
koma.
36
Panduan Praktik Klinis
Insektisida Setiap dosis Keracunan lewat oral, muntah, Bersihkan jalan nafas.
Golongan berbahaya diare, hipersalivasi, Berikan segera 2 mg
organofosfat bronkokonstriksi, keringat atropin sulfat IV diulang
misalnya, DDVP, banyak, miosis, bradikardi tiap 10 –15 menit sampai
diazinon, malation (kadang – kadang takikardi ) ; terlihat muka merah,
dan paration tensi menurun, kejang atau hipersalivasi berhenti dan
paralysis. bradikardi berubah
Depresi nafas. menjadi takikardi dan
kulit tidak berkeringat
lagi.
Observasi penderia terus
menerus dan bila gejala
kembali, ulangi
pemberian atropin..
Berikan juga pralidoksim
1000 mg IV perlahan –
lahan , bila ada.
Codein ( opiat Mual, muntah, pusing, kulit Bila ada depresi nafas
lain ) dingin, pupil kecil. Depresi berikan nalokson HCL
nafas, koma. 5 – 10 mg.
Bila tidak ada depresi
nafas simtomatik saja.
Minyak tanah 120-150 mg Aspirasi dalam paru –paru paling Bilas lambung tidak
Dua sendok teh berbahaya. Iritasi saluran cerna. boleh.
bila teraspirasi Depresi SSP dengan depresi Simtomatik saja.
nafas. Muntah : aspirasi dengan Berikan O2 under
akibat dispnea, asfiksia, udem pressure bila ada
paru, dan pnemunitis, dan udem paru.
kadang –kadang kejang. Antibiotika.
38
Panduan Praktik Klinis
Natrium hipoklorit 30 ml larutan Bila pekat lebih berbahaya, dan Simtomatik, beri susu,
( pemutih pakaian, 15 % bersifat korosif pada selaput putih telur atau Mg O.
bukan detergan ) lendir. Perforasi lambung, Jangan diberi Na –
perdarahan, syok dan striktur bikarbonat. Bilas
(kemudian ) lambung harus hati –
hati.
Tingtur yodium 30 – 60 ml Bila pekat bersifat korosif, Berikan air tajin dan
Tingtur yodium Hipotensi, takikardi, delirium, susu dengan segera.
pekat stupor, nefritis Bilas lambung
dengan larutan Na –
tiosulfat 10 %.
Keracunan ( tambahan )
1. Terapi Simptomatik :
a. Airway : Membebaskan jalan nafas
b. Sirkulasi : IVFD atasi shock, kalau perlu digitalis dan diuertik jika ada payah
jantung. Hati-hati ada payah ginjal mendadak.
2. Terapi spesifik :
a. Menghilangkan racun : cuci dengan air dan sabun.
b. Mengeluarkan racun dari saluran pencernaan : bilasan lambung kecuali pada
keracunan bahan korosif, air keras asam/basa pekat.
( minyak tanah )
- Strihnin
- Bila ada kejang
3. Tindakan Detoksikasi :
a. Keracunan sianida : Amiliantrit, Sodium tiosulfat
b. Keracunan meramik/organofosfat : Atropin
c. Keracunan narkotik : Narcan
d. Keracunan garan barin : Sodium sulfat
e. Keracunan alkoloid belladonna : Fisostigmin
f. Keracunan logam berat : BAL
g. Keracunan methegobulinamine : Biru metilin
h. Keracunan Wartorin : Vitamin K
i. Keracunan methanol : Etmol
40
Panduan Praktik Klinis
5. Dialisis :
Indikasi : Bila racun mencapai dosis lethal
a. Metabolit zat racun bersifat lebih toksik
b. Shock, kerusakan hati atau payah ginjal
c. Kedaruratan bayi ( neonatus )
d. Kedaruratan obsgyn
Pemeriksaan Fisik
1. Survai Primer
- Deteksi adanya tanda – tanda cedera inhalasi
- Deteksi adanya eskar melingkar pada rongga
torak dengan tanda – tanda distress pernafasan
- Deteksi adanya tanda – tanda syok
2. Survai Sekunder
- Penentuan lokasi luka bakar
- Penentuan luas dan kedalaman luka
* Luas luka dalam % luas permukaan tubuh
terkena, ditentukan menurut rumus 9
(untuk dewasa) dan tabel Lund dan
Browder (untuk anak-anak)
* Kedalaman luka ditentukan berdasarkan
derajat kerusakan kulit/dan jaringan tubuh.
- Derajat I, eritema superfisial
- Derajat II, kerusakan sebagian dermis
o Derajat II dangkal, meliputi sepertiga
permukaan dermis.
o Derajat II dalam, meliputi lebih dari
duapertiga ketebalan dermis.
o Derajat III, meliputi seluruh ketebalan
dermis, disertai jaringan dibawah kulit,
bahkan sampai mencapai tulang.
- Khusus untuk luka bakar listrik, dintentukan
“luka masuk” arus listrik dan “ luka keluar arus
listrik.
Contoh masalah :
a. Cedera inhalasi
b. Eskar melingkar di dada
c. Syok
Laboratorium
- Lab darah
* Pemeriksaan darah tepi
o Kadar hemoglobin (Hb)
o Kadar hematokrit ( Ht)
o Jumlah leukosit
o Jumlah trombosit
* Analisa Gas darah
* Fungsi sistem /organ
o Fungsi metabolisme : kadar
glukosa darah sewaktu, kortisol,
asam laktat
o Fungsi hati : serum transaminase,
SGOT/SGPT, GT, Bilirubin.
o Fungsi ginjal : ureum dan kreatinin
- Lab urin
* Berat jenis urin
* Keasaman (pH)
* Sedimen
- Mikrobiologi : kultur dan resistensi
dengan bahan dari luka tempat masuk
jalur intravena dan kateter urin.
Radiologi
Foto torak AP posisi tegak atau setengah
duduk, untuk evaluasi gambaran paru:
* Deteksi adanya ARDS dan edema paru
(biasanya dikerjakan sesudah hari
kelima)
*Cek ujung kanul Central Venous Pressure
6. Terapi : Penatalaksanaan
1.Triage
2.Penatalaksanaan berdasarkan prioritas :
a. Gangguan A :
Deteksi adanya tanda – tanda obstruksi
saluran pernafasan dengan gejala distress
pernafasan.
Kecurigaan adanya cedera inhalasi didasari
adanya :
42
Panduan Praktik Klinis
c. Gangguan C :
Deteksi adanya tanda – tanda syok (jenis
hipovolemik), dengan gejala :
Penurunan tingkat kesadaran, gelisah
Pernafasan cepat, dangkal
Takhikardi
Suhu akral dan core dingin
3.Penatalakasaan lanjutan
a. Penatalaksanaan Gangguan A
Pemantauan dan penatalaksanaan terhadap
adanya dan atau kemungkinan adanya
cedera inhalasi
Gejala :
- Manifestasi gangguan saluran nafas
bagian atas, kurang dari 8 jam.
- Manifestasi gangguan saluran nafas
bagian bawah, antara 8 hingga 24 jam
Tatalaksana bila dicurigai ada cedera
inhalasi :
- Pemberian oksigen dengan sungkup 8-
10 liter per menit.
- Nebulizer
- Bronkhodilator
- Posisi duduk atau setengah duduk
Bila ada tanda – tanda obstruksi, lakukan:
- Krikotoroidotomi atau
- Pemasangan pipa Endotrakheal
- Dilanjutkan :
1. Penghisapan lendir secara periodic
2. Penberian O2 dengan sungkup 8-10
liter per menit.
b. Penatalaksaan Gangguan B
Gangguan mekanisme bernafas
- Adanya eskar melingkar yang
membatasi ekspansi dinding torak
memerlukan eskarotomi.
- Adanya trauma tumpul yang
menyebabkan hemato/pneumo torak,
antara lain fraktur tulang iga multiple
yang menyebabkan flail chest
sehingga memerlukan tindakan.
43
Panduan Praktik Klinis
c. Penatalaksaaan Gangguan C
Kasus dibedakan :
- Berdasarkan kelompok usia :
* Dewasa
* Anak-anak
- Berdasarkan ada/tidaknya syok
* Dengan syok
* Tanpa syok
Pemantauan
Pemantauan tingkat kesadaran
Pemantauan sirkulasi sentral dengan
memperhatikan tekanan vena sentralis
(Central Venous Pressure/CVP)
Pemantauan sirkulasi perifer dengan
memperhatikan
- Produksi dan Berat jenis urin setiap jam,
mengambarkan glomerular filtration rate,
dipantau jumlah urin yang ditampung dari
kateter
- Retensi cairan yang diberikan melalui pipa
nasaogastrik, menggambarkan gangguan
sirkulasi splanikus.
- Suhu rectal
Pemantauan konsentrasi darah melalui
pemeriksaan darah tepi
Pemantauan analisis gas darah
44
Panduan Praktik Klinis
b. Pemberian Nutrisi
Regimen Pemberian Nutrisi Enteral
Dini dalam 8 jam pertama pasca
trauma melalui pipa nasogastrik, dalam
bentuk makanan saring melalui
tekanan kontinu.
Dimulai dengan 200 kal yang
kemudian ditingkatkan secara bertahap
setiap harinya.
c. Tindakan Operatif
Eksisi
-Dikerjakan sebagai upaya
memutuskan rantai perkembangan
Sindrom Res-pons Inflamasi
45
Panduan Praktik Klinis
Skin Grafting
- Dikerjakan sebagai upaya
* Mengatasi proses penguapan
disertai “Kebocoran” energi
melalui luka terbuka
(evaporative heta loss).
* Mengantisipasi infeksi
* Mempercepat fase inflamasi
- Dengan metode split thickness skin
grafting (stsg)
- Tindakan ini dikerjakan dalam
narkose
d. Tindakan rehabilitatif
Tindakan rehabilitatif untuk tujuan
optimalisasi fungsi pernafasan
Prosedur chest fisiotherapy, dikerjakan
dalam 2-3 hari pertama pasca cedera,
khususnya pada kasus dengan gejala
dan tanda distress pernafasan.
Tindakan rehabilitatif untuk tujuan
prevemtif terhadap kekakuan dan
kontraktur sendi-sendi.
- Latihan gerak sendi-sendi terkena
-Penggunaan splint/brace dengan
posisi fungsional
- Dikerjakan dalam waktu 2-3 hari
pertama pasca trauma, 2 minggu
setelah tindakan operatif (skin
grafting)
Tindakan rehabilitatif untuk kejiwaan
dan sosial
2. Fase kedua
Fase setelah syok teratasi
a. Stres metabolisme
b. Infeksi
c. Sindrom Respon Inflamasi Sistemik
(SRIS), Sindrom Disfungsi Organ Multipel
(SDOM) dan Sepsis, berakhir dengan
kematian
47
Panduan Praktik Klinis
Tindakan triage
Tindakan penyelamatan (ABC
traumatologi), termasuk krikotiroidotomi,
tindakan vena seksi
Tindakan resusitasi cairan
Tindakan perawatan lanjut (termasuk
melakukan debridement, eksisi dini dan
skin grafting)
49
Panduan Praktik Klinis
50