Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

BIOSTATISTIKA

KESALAHAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN


DALAM HIPOTESA
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2

RISA RINGGALIH
DIYAH MURYANTI
WIWIK WINARTI
DEVIANA LOSITA
NANI AGUS STIAWATI
NOVIYANA

UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU


2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai banyak hal yang dapat kita deskripsikan
dalam bentuk data. Informasi data yang diperoleh tentunya harus diolah terlebih dahulu
menjadi sebuah data yang mudah dibaca dan dianalisa. Statistika adalah ilmu yang
mempelajari cara-cara pengolahan data.
Untuk meperoleh data-data tersebut, diperlukan adanya suatu penelitian. Penelitian ini
didapatkan melalui berbagai cara, dan juga berbagai langka-langkah pengujian dari para
pengumpul data. Sebelum melakukan penelitian, kita akan menduga-duga terlebih dahulu
terhadap apa yang kita ingin teliti. Pernyataan dugaan atau pernyataan sementara kita ini yang
disebut hipotesis. Banyak sekali macam-macam konsep hipotesis ini, salah satunya jenis
hipotesis. Terkadang dalam penelitian pun banyak sekali permasalahan-permasalahan dan
juga kesalahan dalam melakukan penelitian.
Hipotesis seperti yang kita ketahui (statistik), yakni dugaan yang mungkin benar, atau
mungkin juga salah. Dia akan ditolak jika salah atau palsu, dan akan diterima jika faktor-
faktor membenarkannya. Penolakan dan penerimaan hipotesis, dengan begitu sangat
tergantung kepada hasil-hasil penyelidikan terhadap faktor-faktor yang dikumpulkan.
Hipotesis dapat juga dipandang sebagai konklusi yang sifatnya sangat sementara. Sebagai
konklusi sudah tentu hipotesis tidak dibuat dengan semena-mena, melainkan atas dasar
pengetahuan-pengetahuan tertentu. Pengetahuan ini sebagian dapat diambil dari hasil-hasil
serta problematika-problematika yang timbul dari penyelidikan-penyelidikan yang
mendahului, dari renungan-renungan atas dasar pertimbangan yang masuk akal, ataupun dari
hasil-hasil penyelidikan yang dilakukan sendiri.
Dalam penelitian setelah hipotesis dirumuskan kesalahan dapat terjadi pada pengambilan
keputusan dalam uji hipotesa untuk menolak atau menerima hipotesa didasakan pada asumsi
bahwa dalam ilmu pengetahuan apapun tidak ada kebenaran yang mutlak tetapi selalu ada
kesalahan. Untuk itu didalam makalah ini akan membahas tentang kesalahan pengambilan
keputusan dalam hipotesa.

1.2. TUJUAN

Tujuan dari makalh ini adalah untuk mengetahui kesalahan pengambilan keputusan dalam
hipotesa.

1.3. MANFAAT
Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang kesalahan pengambilan keputusan
dalam hipotesa
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. KESALAHAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM HIPOTESA

2.1.1. MENGEMBANGKAN BENTUK HIPOTESIS


Menyatakan suatu bentuk hipotesis yang hendak digunakan, peneliti sebaiknya juga
melihat lebih dahulu pada masalah yang hendak diteliti. Jika peneliti setelah mengkaji
dari bermacam-macam sumber informasi, dan kemudian menyusunnya dalam sebuah
landasan teori, ternyata mereka memperoleh kepastian tentang arah dari variable yang
hendak diuji, maka mereka dapat menggunakan hipotesis yang telah pasti atau hipotesis
searah.
Sebagai contohnya, seorang peneliti social tentang penduduk ketika menghadapi
criminal di rumahnya mengajukan hipotesis seperti berikut, orang dewasa perempuan
secara signifikan akan mempunyai rasa takut yang lebih besar daripada orang dewasa
laki-laki. Maka dalam analisis statistika, mereka dapat menggunakan analisis testing
satu ekor dan menulis hipotesis seperti berikut. Ha: Ut> U2, Hr : U1 > U2, keterangan
U1 = took yang memasang etalase, U2 + took tanpa etalase.
Agar fungsi hipotesis sebagai petunjuk dalam analisis data dapat dicapai dengan baik,
peneliti harus dapat memformulasikan hipotesis tersebut secara jelas. Untuk mencapai
hal itu, ada empat butir penting untuk dapat diperhatikan oleh para peneliti ketika
mengembangkan bentuk hipotesis. Keempat butir tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Hipotesis harus merefleksikan inti daripada studi. Hipotesis yang baik, yaitu
2. Hipotesis yang menyatakan variable pokok yang hendak diteliti
3. Hipotesis hendaknya dinyatakan atau ditulis secara tegas dan hanya mempunyai
satu pengertian terhadap variable yang akan diungkap untuk kemudian diuji.
Rangkaian variable yangnhendak dinyatakan harus dapat diuji dengan informasi atau
data yang dikumpulkan di lapangan. Untuk itu perlu sekali bagi peneliti untuk dapat
merencanakan setiap variable agar dapat diukur
Satu pernyataan hipotesis nihil harus diuji dengan satu testing statistika. Sebagai
contoh, jika dalam perencanaan penelitian dinyatakan tujuh hipotesis nihil, maka dalam
analisis data juga perlu ada tujuh analisis statistikanya.

2.1.2. PENGUJIAN HIPOTESIS


Setelah hipotesis dirumuskan dan dievaluasi semuanya itu harus diuji melalui
pengumpulan data lalu diolah. Kemudian barulah sampai pada suatu kesimpulan
menerima atau menolak hipotesis tersebut. Di dalam menentukan penerimaan dan
penolakan hipotesis maka hipotesis alternative (Ha) diubah menjadi hipotesis nol (Ho).
Menurut Furchan (2007:130-131), untuk menguji hipotesis peneliti harus:
1. Menarik kesimpulan tentang konsekuensi-konsekuensi yang akan dapat diamati
apabila hipotesis tersbut benar.
2. Memilih metode-metode penelitian yang akan memungkinkan pengamatan,
eksperimentasi, atau prosedur lain yang diperlukan untuk menunjukkan apakah
akibat-akibat tersebut terjadi atau tidak.
3. Menerapkan metode ini serta mengumpulkan data yang dapat dianalisis untuk
menunjukkan apakah hipotesis tersebut didukung oleh data atau tidak.
Secara umum hipotesis dapat diuji dengan du acara, yaitu mencocokkan dengan fakta,
atau dengan mempelajari konsistensi logis. Dalam menguji hipotesis dengan
mencocokkan fakta, maka diperlukan percobaan-percobaan untuk memperoleh data.
Data tersebut kemudian kita nilai untuk mengetahui apakah hipotesis tersebut cocok
dengan fakta tersebut atau todak. Jika hipotesis diuji dengan konseistensi logis, maka si
peneliti memilih suatu desain di mana logika dapat digunakan, untuk menerima atau
menolak.

2.1.3. TARAF KESALAHAN


Pada dasarnya menguji hipotesis adalah menaksir parameter populasi berdasarkan data
sampe . Menurut Sugiyono (2008: 224-225) menyatakan bahwa terdapat du acara
menaksir, yaitu: a point estimate dan interval estimate atau sering disebut convidence
interval. A point estimate (titik taksiran) adalah suatu taksiran parameter populasi
berdasarkan satu nilai data sampel. Sedangkan interval estimate (taksiran interval)
adalah suatu taksiran parameter populasi berdasarkan nilai interval data sampel.

2.1.4 MENERIMA DAN MENOLAK HIPOTESIS


Hasil uji hipotesis pada analisi statistika, biasanya akan selalu jatuh pada dua
kemungkinan yaitu menolak atau menerima.
Suatu uji hipotesis dikatakan menolak, jika dari uji statistika yang dilakukan, peneliti
memperoleh hasil akhir bahwa hipotesis nihil yang diajukan oleh si peneliti ditolak pada
derajad signifikan tertentu, hasil uji statistika ini dengan kata lain dapat diartikan bahwa
adanya perbedaan hasil variable yang terjadi bukan disebkan oleh suatu kebetulan atau ‘
by accident’, tetapi memang didukung dengan data yang ada di lapangan. Interprestasi
uji hipotesis dapat pula diartikan dengan melihat sisi lain yang diajukan oleh peneliti,
yaitu hipotesis pendamping. Hasil testing statistika menunjukkan bhwa hipotesis riset
yang telah ada didukung atau diterima sebagai hal yang benar.
Suatu hipotesis nihil dikatakan diterima, jika hipotesis nihil yang diturunkan dari hasil
kesimpulan kajian teoritis tidak ditolak atau diterima. Jika ternyata tes statistika
menerima hipotesis nihil, hal ini berarti bahwa perbedaan yang dihasilkan dari proses
hasil kajian pustaka, hanyalah disebabkan oleh suatu kebetulan saja atau oleh adanya
kesalahan yang tidak disengaja waktu mengambil data dilapangan.
Atau dari hasil uji testing hipotesis diperoleh kesimpulan bahwa, hipotesis riset yang
telah diajukan oleh si peneliti sebagai hipotesis pendamping, ditolak atau tidak didukung
oleh informasi yang ada.
Ada satu pertanyaan yang sering muncul dalam menentukan ditolak atau diterimanya
hipotesis nihil yang diajukan oleh peneliti muda. Pertanyaan praktis tersebut adalah
haruskah seorang peneliti mengulang kembali iji tesnya, jika hipotesis nihil yang
diajukan tidak diterima atau tidak sesuai dengan apa yang digambarkan dalam kerangka
berpikir. Jawabannya tegas, dalam hal ini bahwa para peneliti tidak diharuskan kembali
ke lapangan untuk mencari data kembali, dan mereka tidak dianggap gagal dalam
melakukan penelitian. Para peneliti dalam hal ini, langsung dapat mengambil kesimpulan
atau menginterprestasi hasil analisisnya, berdasarkan kepada hasil uji testing yang telah
dilakukan.
Yang perlu dilakukan disini adalah proses uji testing tidak sama dengan proses
membuktikan dalam ilmu matematika. Testing hipotesis tidak sama dengan
membuktikan. Dalam membuktikan rumus atau soal yang diajukan dalam matematika,
seorang siswa harus mengulang kembali, jika mereka belum bisa membuktikan formula
yang diajukan. Sedangkan dalam uji hipotesis, peneliti langsung dapat memasukkan pada
dua kemungkinan yang ada, yaitu ditolak atau diterima.

2.2. KESALAHAN DALAM TESTING HIPOTESIS


Dengan tidak melihat pada ditolak atau diterimanya hasil testing hipotesis, seorang peneliti
biasanya akan mempunyai dua kemungkinan tipe kesalahan yang tidak dapat dihindarkan
dalam mengambil keputusan tersebut. Dalam istilah statistika, yaitu kesalahan tipe I atau
error type one dan kesalahan tipe II atau error tupe two.
Sugiyono (2008:88) menyatakan bahwa dalam menaksir populasi berdasarkan data sampel
kemungkinan akan terdapat dua kesalahan, yaitu:
1. Kesalahan Tipe I adalah suatu kesalahan bila menolak hipotesis nol (ho) yang benar
(seharusnya diterima). Dalam hal ini tingkat kesalahan dinyatakan dengan a.
2. Kesalahan tipe II adalah kesalahan bila menerima hipotesis yang salah (seharusnya
ditolak). Tingkat kesalahan untuk ini dinyatakan dengan b.

a. Kesalahan Tipe I
Seorang peneliti suatu ketika mengajukan hipotesis nihil yang memang kenyataannya
adalah benar dengan peluang salah sebesar a. kemudian mereka menguji hipotesis
tersebut. Hasil keputusan yang diperoleh ternyata ia menerima maka keputusan tersebut
benar. Peluang peneliti menerima hipotesis nihil benar adalah sebesar (1-(x)).
Jika suatu ketika terjadi kasus bahwa hipoteis nihil yang benar tersebut ketika diuji
ternyata ditolak, maka keputusan peneliti menolak hipotesis nihil yang benar tersebut,
dikatakan peneliti mengalami kesalahan type 1 yang besarnya adalah (a).
b. Kesalahan Tipe II
Seorang peneliti suatu ketika ternyata mengajukan hipotesis nihil yang keliru, contoh
hipotesis peneliti salah, misalnya dalam penelitian ketenagakerjaan yang terdiri orang
dewasa laki-laki dan perempuan. Peneliti melakukan studi produk fisik, antara tenaga
kerja laki-laki dengan tenaga kerja perempuan. Dia mengajukan hipotesis nihilnya
seperti berikut, bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara produksi yang dihasilakn
grup pekerja perempuan dan pekerja laki-laki. Peneliti ternyata menolak terhadap
hipotesis yang salah tersebut. Maka keputusan tersebut adalah benar dan mempunyai
peluang yang besarnya (1-13). Tetapi jika hipotesis nihil yang salah tersebut setelah diuji
kemudian diambil keputusan untuk menerimanya, amak dia telah termasuk dalam
kesalahan tipe II yang besarnya (3)
Pertanyaan yang sering muncul dalam kesalahn mengambil keputusan baik seorang
peneliti di antaranya termasuk, apakah dampak dari kesalahan mengambil keputusan
tersebut? Dan dapatkah dicegah agar pengambilan keputusan tetap benar?
Pengambilan keputusan yang keliru pada umumnya akan mempunyai dampak praktis.
Dari contoh hipotesis nihil di atas. Keadaan disekitar kita yang sebenarnya terjadi adalah
kemampuan fisik pekerja wanita mempunyai perbedaan. Perbedaan tersebut memang
disebabkan oleh bentuk alami (nilai kodrat) dari wanita dewasa. Yang bentuk alami
tersebut tidak dimiliki oleh tenaga kerja pria.
Berdasarkan hal tersebut, maka hubungan antara keputusan menolak atau menerima
hipotesis dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 1
Hubungan Antara Keputusan Menolak atau Menerima Hipotesis

Keputusan Keadaan Sebenarnya


Hipotesis Benar Hipotesis Salah
Terima Hipotesis Tidak Membuat Kesalahan Kesalahan Tipe II (b)
Tolak Hipotesis Kesalahan Tipe I (a) Tidak Membuat
Kesalahan

Dari tabel diatas dapat dijelaskan sebagai berikut


1. Keputusan menerima hipotesis nol (Ho) yang benar, berarti tidak membuat kesalahan
2. Keputusan menerima hipotesis nol (Ho) yang salah, berarti terjadi kesalahan tipe II
(Beta)
3. Keputusan menolak hipotesis nol (Ho) yang benar, berarti terjadi kesalahan tipe I
(Alpha)
4. Keputusan menolak hipotesis nol (Ho) yang salah, berarti tidak membuat kesalahan.
Tingkat kesalahan ini selanjutnya dinamakan tingkat signifikan/taraf signifikan/level of
signifikan. Dalam prakteknya tingkat signifikan telah ditetapkan oleh peneliti terlebih
dahulu sebelum hipotesis diuji. Dalam pengujian hipotesis kebanyakan digunakan
kesalahan tipe I yaitu berapa persen kesalahan untuk menolak hipotesis nol yang benar
(biasa menggunakan nilai Alpha). Biasanya tingkat signifikansi (tingkat kesalahan) yang
diambil adalah 1% dan 5 %. Suatu hipotesis terbukti dengan mempunyai kesalahan 1%
berarti bila penelitian dilakukan pada 100 sampel yang diambil dari populasi yang sama,
maka akan terdapat satu kesimpulan salah yang dilakukan untuk populasi.
Dalam pengujian hipotesis kebanyakan digunakan kesalahan tipe I yaitu berapa persen
kesalahan intuk menolak hipotesis nol (Ho) yang benar (yang seharusnya diterima).
Prinsip pengujian hipotesis yang baik adalah meminimalkan nilai a dan b. Dalam
perhitungan, nilai a dapat dihitung sedangkan nilai b hanya bisa dihitung jika nilai
hipotesis alternative sangat spesifik. Pada pengujian hipotesis, kita lebih sering
berhubungan dengan nilai a. dengan asumsi, nilai a yang kecil juga mencerminkan nilai b
yang juga kecil. Menurut Furgon (2004:167), kedua tipe kekeliruan tersebut
berhubungan negative (berlawanan arah). Para peneliti biasanya, secara konservatif
menetapkan sekecil mungkin (0,05 atau 0,01) sehingga meminimalkan peluang
kekeliruan tipe I. Dalam hal ini, mereka beranggapan bahwa menolak hipotesis nol yang
seharusnya diterima merupakan kekeliruan ang serius mengingat akibat yang
ditimbulkannya. Namun perlu diingat dalam menetapkan taraf signifikan kita harus
melihat situasi penelitian.

2.3. KEKELIRUAN YANG TERJADI DALAM PENGUJIAN HIPOTESIS MENURUT


ARIKUNTO
Perumusan hipotesis dilakukan secara hati-hati setelah peneliti memperoleh bahan yang
lengkap berdasarkan landasan teori yang kuat. Namun demikian rumusan hipotesis tidak
selamanya benar.
Benar dan tidaknya hipotesis tidak ada hubungannya dengan terbukti dan tidaknya hipotesis
tersebut. Mungkin seorang peneliti merumuskan hipotesis yang isinya benar, tetapi setelah
data terkumpul dan dianalisis ternyata bahwa hipotesis tersebut ditolak, atau tidak terbukti.
Sebaliknya mungkin seorang peneliti merumuskan sebuah hipotesis yang salah, tetapi
setelah dicocokkan dengan datanya, hipotesis yang salah tersebut terbukti. Keadaan ini akan
berbahaya, apabila mengenai hipotesis tentang sesuatu yang berbahaya.
Contoh: belajar tidak mempengaruhi prestasi. Dari data yang terkumpul, memang ternyata
anak-anak yang tidak belajar dapat lulus. Maka ditarik kesimpulan bahwa hipotesis tersebut
terbukti.
Tentu saja kesimpulan ini salah menurut morma umum. Pembuktian hipotesis mungkin
benar. Akibatnya bisa berbahaya apabila disimpulkan oleh siswa atau mahasiswa bahwa
tidak ada gunanya mereka belajar. Yang salah adalah perumusan hipotesisnya. Dalam hal
lain dapat terjadi perumusan hipotesisnya benar tetapi ada kesalahan dalam penarikan
kesimpulan. Apabila terjadi hal yang demikian kita tidak boleh menyalahkan hipotesisnya.
Kesalahan penarikan kesimpulan tersebut barangkali disebabkan karena kesalahan sampel,
kesalahan perhitungan ada pada variable lain yang mengubah hubungan antara variable
belajar dan variable prestasi yang pada saat pengujian ikut berperan.misalnya factor untung-
untungan, factor soal tes yang sudah bocor, factor menyontek dan sebagainya.
Misalnya peneliti menetapkan kesalahan a = 1% berarti bahwa jika kita menerapkan
kesimpulan penelitian kita, aka nada penyimpangan sebanyak 1%. Besar kcilnya resiko
kesalahan kesimpulan ini tergantung dari keberanian peneliti, atau kesediaan peneliti
mengalami kesalahan tipe I.

Kesalahan tipe 1 ini disebut taraf signifikasi pengetesan, artinya kesediaan yang berwujud
besarnya probabilitas jika hail penelitian terhadap sampel akan diterapkan pada ppulasi.
Besarnya taraf signikansi ini pada umumnya sudah diterapkan terlebih dahulu misalnya 0,15;
0,5; 0,01 dan sebagainya.

Pada umumnya untuk penelitian-penelitian di bidang ilmu Pendidikan digunakan taraf


signifikansi 0,05 atau 0,01, sedangkan untuk peneliti obat-obatan yang risikonya
menyangkut jiwa manusia diambil 0,005 atau 0,001 bahkan mungkin 0,0001.

Apabila peneliti menolak hipotesis atas dasar signifikansi 5% berarti sama dengan menolak
hipotesis atas dasar taraf kepercayaan 95%, artinya apabila kesimpulan tersebut diterapkan
pada populasi yang terdiri dari 100 orang, akan cocok untuk 95 orang dan bagi 5 orang
lainnya terjadi penyimpangan.
BAB III
KESIMPULAN & SARAN

3.1. KESIMPULAN

Hipotesis dapat diastikan sebagai pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan perlu
dibuktikan atau dugaan yang sifatnya masih sementara didalam uji hipotesis ( uji ststistik)
seorang peneliti biasanya akan mempunyai dua kemungkinan tipe kesalahan yang tidak
dapat dihindarkan dalam mengambil keputusan tersebut. Dalam istilah statistika, yaitu
kesalahan tipe I atau error type one dan kesalahan tipe II atau error tupe two.

a. Kesalahan Tipe I
Seorang peneliti suatu ketika mengajukan hipotesis nihil yang memang kenyataannya
adalah benar dengan peluang salah sebesar a. kemudian mereka menguji hipotesis
tersebut. Hasil keputusan yang diperoleh ternyata ia menerima maka keputusan tersebut
benar. Peluang peneliti menerima hipotesis nihil benar adalah sebesar (1-(x)).
Jika suatu ketika terjadi kasus bahwa hipoteis nihil yang benar tersebut ketika diuji
ternyata ditolak, maka keputusan peneliti menolak hipotesis nihil yang benar tersebut,
dikatakan peneliti mengalami kesalahan type 1 yang besarnya adalah (a).
b. Kesalahan Tipe 2
Seorang peneliti suatu ketika ternyata mengajukan hipotesis nihil yang keliru, contoh
hipotesis peneliti salah, misalnya dalam penelitian ketenagakerjaan yang terdiri orang
dewasa laki-laki dan perempuan. Peneliti melakukan studi produk fisik, antara tenaga
kerja laki-laki dengan tenaga kerja perempuan. Dia mengajukan hipotesis nihilnya
seperti berikut, bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara produksi yang dihasilakn
grup pekerja perempuan dan pekerja laki-laki. Peneliti ternyata menolak terhadap
hipotesis yang salah tersebut. Maka keputusan tersebut adalah benar dan mempunyai
peluang yang besarnya (1-13). Tetapi jika hipotesis nihil yang salah tersebut setelah diuji
kemudian diambil keputusan untuk menerimanya, amak dia telah termasuk dalam
kesalahan tipe II yang besarnya (3)

3.2. SARAN

Mengenai bagaimana seorang peneliti agar tidak jatuh dalam melakukan pengambilan
keputusan. Berikut adalah beberapa butir penting yang mungkin dapat mengurangi kesalahan
dalam mengambil keputusan:

1. Hendaknya para peneliti hati-hati dan cermat dalam melakukan studi dan
menuangkan dalam kerangka berpikir.
2. Ketika mengajukan hipotesis nihil, hendaknya peneliti tetap melihat pada hubungan
teoritis dengan kenyataan yang ada dilapangan.
3. Data yang dikumpulkan hendaknya data yang relevan dan dengan hipotesis yang
hendaknya diujikan.
DAFTAR PUSTAKA

Najmah. 2011. Managemen & Analisa data Kesehatan . Yogyakarta. Nuha Medika

Panawa, Zia Z. 2012. Makalah Statistika Uji Hipotesis. Online.

Purba Imelda G. 2013 Modul Mata Kuliah Statistik Non Parametrik . Indralaya : FKM
Universitas Sriwijaya

Sabri L, Sutanto P.2008. Statitistik Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Supranto. Johanes. 2009 . Error! Bookmark not defined.. Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai