Kalsium hidroksida adalah suatu bahan yang bersifat basa kuat dengan pH 12-13
(Castagnola dan Orlay, 1956: 33). Bahan ini sering digunakan pada direct pulp capping. Jika
diletakkan kontak dengan jaringan pulpa, bahan ini dapat mempertahankan vitalitas pulpa
tanpa menimbulkan reaksi radang, dan dapat menstimulasi terbentuknya batas jaringan
termineralisasi atau jembatan terkalsifikasi pada atap pulpa (pulpa yang terbuka) (Sikri dan
Dua, 1985; de Queiroz dkk, 2005). Sifat bahan yang alkali inilah yang banyak memberikan
pengaruh pada jaringan. Bentuk terlarut dari bahan ini akan terpecah menjadi ion-ion
kalsium dan hidroksil (Castagnola dan Orlay, 1956: 33).
Sifat basa kuat dari kalsium hidroksida dan pelepasan ion kalsium akan membuat jaringan
yang berkontak menjadi alkalis. Keadaan basa akan menyebabkan resorpsi atau aktifitas
osteoklas akan terhenti karena asam yang dihasilkan dari osteoklas akan dinetralkan oleh
kalsium hidroksida dan kemudian terbentuklah komplek kalsium fosfat. Ion kalsium Selain
itu osteoblas menjadi aktif dan mendeposisi jaringan terkalsifikasi, maka batas dentin akan
dibentuk di atas pulpa (Castagnola dan Orlay, 1956: 3; Kavitha,2005:10-11)
Faktor keberhasilan
Keberhasilan perawatan pulp capping direct, ditandai dengan hilangnya rasa sakit, serta
reaksi sensitive terhadap rangsang panas atau dingin yang dilakukan pada pemeriksaan
subjektif setelah perawatan. Kemudian pada pemeriksaan objektif ditandai dengan pulpa
yang tinggal akan tetap vital, terbentuknya jembatan dentin yang dapat dilihat dari gambaran
radiografi pulpa, berlanjutnya pertumbuhan akar dan penutupan apikal.
Sebagian besar peneliti memakai criteria jembatan dentin sebagai indicator keberhasilan
perawatan karena jembatan dentin bertindak sebagai suatu barrier untuk melindungi jaringan
pulpa dari bakteri sehingga pulpa tidak mengalami inflamasi, tetap vital, membantu
kelanjutan pertumbuhan akar dan penutupan apikal pada gigi yang pertumbuhannya belum
sempurna. Jembatan dentin terbentuk karena adanya fungsi sel odontoblas pada daerah pulpa
yang terbuka.
Reaksi jaringan dentin terhadap kalsium hidroksida terjadi pada hari pertama hingga minggu
kesembilan, sehingga pasien dapat diminta datang 2 bulan setelah perawatan untuk
melakukan control. Kemudian secara periodic setiap 6 bulan sekali dalam jangka waktu 2
sampai 4 tahun untuk menilai vitalitas pulpa
Stepwise Excavation
Untuk mencegah atau setidaknya meminimalkan komplikasi ekskavasi karies dentin
yang mendekati pulpa, beberapa peneliti telah meneliti dan mengusulkan alternatif
pendekatan. Salah satu metode tersebut, stepwise (atau dua-tahap) excavation, melibatkan
penghilangan bertahap jaringan karies. Pada kunjungan awal pasien, setelah dokter telah
menetapkan bahwa pulpa masih vital, karies dentin nekrotik yang terinfeksi dihilangkan
sebagian, sering ditandai dengan jaringan yang lunak dan dihilangkan dengan mudah dengan
menggunakan instrumen tangan. Kemudian lesi karies ditutup dengan medikamen seperti
kalsium hidroksida dan menempatkan restorasi sementara. Pada kunjungan kedua -biasanya
beberapa bulan setelah yang pertama dan, dalam beberapa kasus, sampai dengan dua tahun
kemudian- klinisi menghilangkan semua jaringan terinfeksi yang tersisa. Dasar pemikiran
untuk pendekatan ini adalah bahwa bakteri yang tersisa akan mati, sisa dentin yang terinfeksi
serta dentin terkena akan termineralisasi, dan dentin reparatif akan terbentuk, sehingga
memudahkan dokter gigi untuk menghilangkan jaringan karies yang tersisa.(3)
Teknik ini adalah prosedur ekskavasi dua langkah yang diperkenalkan oleh Magnusson
dan Sundell (1977) dan dimodifikasi oleh Bjorndall (1997). Prosedur ini kurang invasif dan
bertujuan mengurangi risiko terbukanya pulpa. Perbedaan utama adalah bahwa prosedur
pulp capping indirect hampir sepenuhnya menghilangkan dentin terkena dan tidak dibuat re-
entry (satu langkah prosedur), sedangkan prosedur stepwise excavation melibatkan re-entry
pada interval yang bervariasi. (1)
Dalam sebuah penelitian observasional, Maltz dan rekannya(7) meneliti efek dari
pembuangan jaringan karies sebagian dari 32 gigi dengan lesi karies dalam. Berdasarkan
bukti klinis, radiografi dan mikrobiologis setelah pembukaan kembali enam sampai tujuh
bulan setelah perawatan (setelah ditempatkan restorasi permanen), para peneliti
menyimpulkan remineralisasi telah terjadi dan bahwa proses karies menjadi berhenti. Dalam
penelitian tindak lanjut pasien yang sama, para peneliti melaporkan hasil yang sama 14
hingga 18 bulan (8)setelah perawatan dan 36-45 bulan setelah perawatan.(9)
Hasil ini sejalan dalam penelitian yang sama dari lesi karies dalam pada gigi primer oleh
Magnusson dkk(10). Dalam penelitian ini 55 gigi dirawat dengan teknik stepwise ekskavasi
dan 55 gigi kontrol dipreparasi secara konvensional. Perbandingan terbukanya pulpa gigi
yang terjadi adalah 15% dan 53%. Teknik ini juga telah ditunjukkan berhasil dalam
penelitian berbasis praktek oleh Bjorndal dan Thylstrup (11)dimana hanya 5,3% dari pulpa
yang terbuka
Keberhasilan teknik stepwise juga telah dibuktikan dalam sebuah penelitian oleh Leksell
dkk (12)yang membandingkan preparasi kavitas konvensional dengan stepwise ekskavasi.
Menggunakan teknik stepwise excavation gigi lebih sedikit terkena pulpa secara signifikan
(17,5%) dibandingkan dengan menghilangkan karies secara konvensional (40%).
Bjorndal dkk, melakukan ekskavasi stepwise, kultur bakteri dentin memperlihatkan
dari 19 gigi setelah prosedur awal dan setelah interval 6 sampai 12 bulan; pada titik terakhir,
mereka mengamati bahwa CFUs berkurang. .(13) Hal ini juga sejalan dengan penelitian oleh
Bjorndal dan Larsen (2000) (14) yang melaporkan penurunan baik jumlah Streptococcus
mutans dan lactobacillus pada dentin sampel setelah ekskavasi pertama.
Prosedur Stepwise
Kriteria Seleksi:
• Secara klinis terdeteksi lesi karies dalam
• 75% keterlibatan dentin secara radiografi (Gambar 1)
• Tidak ada riwayat sakit pulpa secara spontan
• Vitalitas pulp positif untuk semua tes
• Tidak ada bukti radiografi dari lesi periapikal
Langkah-langkah
Ekskavasi Pertama: Preparasi kavitas menggunakan bur kecepatan tinggi dengan pendingin
air. Awalnya dilakukan ekskavasi dari jaringan karies yang lunak di dinding-dinding kavitas
menggunakan excavator spoon tajam steril (Gambar 2) diikuti dengan ekskavasi ditengah-
tengah kavitas yang menghilangkan dentin terinfeksi nekrotik terluar yang demineralised.
Perhatian harus diupayakan pada saat ekskavasi mendekati pulpa, sehingga mengurangi
risiko terbukanya pulpa. Sebuah restorasi sementara digunakan dari semen zinc oxide
eugenol reinforced.
Ekskavasi Kedua: Restorasi ini kembali dibuka dengan isolasi rubber dam untuk
melakukan ekskavasi terakhir. Dentin tampak lebih kering, lebih keras dan gelap pada tahap
ini dibandingkan dengan kunjungan sebelumnya (Gambar 3). Restorasi permanen
dilaksanakan dengan bahan pilihan klinisi (Gambar 4,5). Pasien harus dihubungi kembali
dengan interval 6 minggu, 3 dan 6 bulan untuk evaluasi klinis dan radiografi (Gambar 6).(1
Gambar 2.Diagram yang menunjukkan invasive yang minimal pada prosedur stepwise
excavation.Lesi sebelum dan sesudah dilakukan ekskavasi (a, b) diikuti oleh aplikasi kalsium
hidroksida sebagai basis dan restorasi sementara. Selama rentang waktu perawatan dentin
mengalami demineralisasi yang ditandai dengan perkembangan lesi yang lambat, dentin
mengalami demineralisasi yang secara klinis ditandai dengan warna yang lebih gelap (c, d).
Setelah ekskavasi akhir (e) restorasi permanen dibuat (f). Zona merah menunjukkan plak.
Dicetak ulang dengan izin dari Blackwell Munksgaard dari Bjørndal L. Dentin and pulp
reactions to caries and operative treatment :biological variables affecting treatment
outcome.Endodontik Topics 2002; 2:10-23. (27
Massler (1964) menyatakan frekuensi terbukanya pulpa pada karies dalam sering
merupakan hasil dari penghilangan yang terlalu banyak dari dentin terpengaruh (affected
dentin). Ia menganjurkan perawatan pra-operatif yang halus dari lesi dentinalis untuk
merangsang perbaikan. (15)
Sebuah lesi karies dianggap dalam ketika kedalaman penetrasi karies dalam kisaran tiga
perempat dari seluruh ketebalan dentin atau lebih ketika dievaluasi pada sinar-x. Namun
definisi ini bervariasi secara substansial di antara praktisi.(16)
Apakah perlu untuk menghilangkan semua jaringan karies dari lesi mendekati yang
mendekati pulpa? Meskipun ada bukti substansial yang berlawanan, sebagian besar praktisi
terus mengikuti prinsip dasar panduan setiap ahli bedah: bahwa seseorang harus
menghilangkan apapun dan semua jaringan yang terkena infeksi. Tidak jelas, bagaimanapun,
apakah prinsip ini, seharusnya, diikuti setiap saat. Dalam perawatan endodontik
konvensional, misalnya, yang memiliki tingkat keberhasilan klinis yang tinggi, maka
kemungkinan bahwa bakteri hidup dan jaringan host nekrotik biasanya tetap dalam sistem
saluran akar setelah instrumentasi dan obturasi. .(3)
Dalam stepwise ekskavasi, setelah jangka waktu 6 minggu, kavitas kembali dibuka,
dentin di semua gigi ditemukan menjadi lebih gelap dan kering. Temuan ini menyiratkan
bahwa dengan menghilangkan beberapa biomassa karies dan menutup sisa karies dari
substrat dan bakteri mulut, karies yang tertinggal pada ekskavasi pertama menjadi kurang
aktif. (17)
G.V. Black, dalam teks klasik nya pada tahun 1908, menegaskan bahwa "lebih baik untuk
membuka pulpa gigi daripada meninggalkannya yang hanya ditutupi dentin lunak ".
Ironisnya, G.V.Black juga menyatakan bahwa sangat penting dokter gigi memahami patologi
dari proses karies supaya mereka mengurangi peran menjadi mekanik. (3)
Beberapa penelitian yang disebutkan di atas telah menunjukkan bahwa jumlah bakteri
dengan restorasi dengan seal yang bagus menjadi berkurang drastis. Pada penelitian mereka
tahun 2002, Maltz dkk(8), mencatat penurunan signifikan pada jumlah dari bakteri aerobic
dan anaerobic dan pembentukan mineral secara radiografik pada daerah affected dentin,
sehingga dia menyimpulkan bahwa “ pembuangan jaringan karies secara keseluruhan adalah
tidak begitu penting dalam mengontrol lesi karies”. Kesimpulan yang sama dalam dua
penelitian follow-up.(18,19). Kidd(20) menyimpulkan juga bahwa "tidak ada bukti jelas bahwa
meninggalkan dentin yang terinfeksi akan merusak. ".
Pemikiran meninggalkan karies dentin yang terinfeksi selama 6-12 bulan akan tampak
seperti dilemma karena bertentangan dengan pendidikan selama ini di kedokteran gigi. Telah
diajarkan bahwa ketika restorasi ditempatkan, adanya dan tingkat keparahan inflamasi pulpa
berkaitan dengan tingkat kebocoran bakteri sekitar restorasi. Dengan demikian sangat logis
untuk berpikir bahwa meninggalkan karies dentin yang terinfeksi akan mengakibatkan
inflamasi pulpa. Akan tetapi, gigi yang dirawat dengan teknik stepwise excavation tidak
memperlihatkan tanda-tanda atai gejala-gejala pulpitis.(4)
Keberhasilan dari teknik ini tergantung pada integritas restorasi dan kerapatannya.
Pemanggilan secara berkala sangat penting. Setelah menutup akses karies ke gigi, karies
dentin menjadi kering, lebih keras dan gelap warnanya. (4) Akibatnya ada penyusutan jaringan
meninggalkan celah di bawah restorasi. Kedua faktor ini mendukung tahap kedua ekskavasi
stepwise.
Hasil penelitian oleh Mertz-Fairhurst dkk (22) menunjukkan bahwa interval antara
ekskavasi pertama dan kedua tidak begitu penting dan bisa lebih lama dari 6-12 bulan.
Dentin lunak, basah dan berwarna pucat ditinggalkan pada atap pulpa, kemudian
kavitas tersebut dilapisi dengan kalsium hidroksida atau Mineral Trioxide Aggregate ,dan
pada kunjungan kedua,kavitas dibuka kembali dan dentin di semua gigi yang ditemukan
memiliki warna yang lebih gelap, lebih keras dan konsistensi yang kering. Analisis
mikrobiologi juga menunjukkan penurunan yang signifikan dalam mikroorganisme selama
periode di mana restorasi sementara berada di tempatnya. Temuan ini berarti bahwa dengan
menghilangkan beberapa biomassa karies dan menutup jaringan karies yang tersisa dari
substrat ekstrinsik dan bakteri mulut, karies yang tertinggal setelah ekskavasi pertama
menjadi kurang aktif. Hal ini memberikan waktu untuk reaksi kompleks pulp-dentin untuk
berperan sehingga pada kunjungan ekskavasi kedua, terjadinya kemungkinan terbukanya
pulpa menjadi kurang. Hal ini juga telah diusulkan bahwa dengan mengubah lingkungan
kavitas dari lesi aktif ke dalam kondisi lesi yang lebih lambat berkembang, ini akan disertai
oleh pembentukan pembentukan dentin tersier. (13)
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dikutip dalam tinjauan ini, kita dapat menyatakan bahwa
ada bukti substansial bahwa penghilangan semua dentin yang terinfeksi pada lesi karies
dalam tidak diperlukan untuk keberhasilan perawatan karies asalkan restorasi bisa menutup
lesi dari lingkungan oral secara efektif.
Penerapan teknik stepwise excavation memberikan pilihan perawatan yang lebih
konsevatif dengan inflamasi pulpa yang minimal, pembentukan dentin tersier yang lebih
baik, bakteri yang kurang dan prosedur pulp capping lebih dapat diprediksi.
Jadi penggunaan teknik yang lebih konservatif untuk menangani karies dengan lesi
dalam bisa menghilangkan kebutuhan untuk teknik pulp capping direct konvensional.
Penelitian teknik ini saat ini masih diperlukan. Perkembangan bahan kedokteran gigi
yang pesat dan penelitian yang semakin banyak akan meningkatkan perkembangan
kedokteran gigi dengan prinsip minimal intervensi
III.2 INDIRECT PULP CAPPING
a. Indikasi dan Kontraindikasi Indirect Pulp Capping
Perawatan ini dapat dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen muda yang kariesnya
telah luas dan sangat dekat dengan pulpa. Tujuannya adalah untuk membuang lesi dan
melindungi pulpanya sehingga jaringan pulpa dapat melaksanakan perbaikannya sendiri
dengan membuat dentin sekunder. Dengan demikian terbukanya jaringan pulpa dapat
terhindarkan.
Indikasi
• Lesi dalam dan tanpa gejala yang secara radiografik sangat dekat ke pulpa tetapi tidak
mengenai pulpa.
• Pulpa masih vital.
• Bisa dilakukan pada gigi sulung dan atau gigi permanen muda.
Kontra Indikasi
• Nyeri spontan – nyeri pada malam hari.
• Pembengkakan.
• Fistula.
• Peka terhadap perkusi.
• Gigi goyang secara patologik.
• Resorpsi akar eksterna.
• Resorpsi akar interna.
• Radiolusensi di periapeks atau di antara akar.
• Kalsifikasi jaringan pulpa.
b. Alat dan Bahan yang Digunakan pada Indirect Pulp Capping
Alat :
• Bur bulat
Fungsinya :
a) Untuk membur email
b) Untuk menyingkirkan karies di dentin
c) Untuk menyingkirkan dentin karies di daerah singulum
• Ekscavator
Fungsinya :
a) Untuk membuang sisa-sisa akhir dari debris
b) Untuk membuang jaringan gigi yang lunak/karies
• Hachet email atau pahat
• Pinset berkerat
Fungsinya :
a) Untuk menjepit kapas dan gulungan kapas
• Plastis filling instrument
Fungsinya :
a) Untuk memasukkan, memanipulasi dan membentuk bahan tumpatan plastis
b) Aplikasi semen
c) Untuk mengurangi kelebihan bahan
• Alat pengaduk semen
Fungsinya :
a) Untuk memanipulasi bahan tumpatan
• Stopper cement
Fungsinya :
a) Untuk menempatkan atau memampatkan bahan basis/semen
Sterilisasi instrument
Sterilisasi adalah proses pemusnahan semua mikroorganisme. Disinfeksi bakteri berarti
menghilangkan organisme vegetative yang menyebabkan penyakit. Instrument yang
digunakan dalam perawatan endodontik memerlukan disinfeksi, tetapi hal ini tidak begitu
memuaskan Karena tiga alas an yaitu:
1. Metode disenfeksi yang digunakan tidak dapat bergantung pada eliminasi organisme yang
dapat menyebabkan penyakit.
2. Organsme yang secara normal adalah nonpatogenik dapat menimbulkan penyakit jika
memperoleh tambahan jaringan yang nekrosisatau rusak yang terdapat dalam ruang pulpa
atau region periapeks.
3. Instrument yang berkontak dengan cairan tubuh dapat memindahkan hepatitis Bdari satu
pasien kepada yang lainnya, kecuali dilakukan sterilisasi.
Oleh kerena itu, jika perawatan hendak dilakukan dalam keadaaan asepsis, semua instrument
yang digunakan dalam ruang pulpa harus disterilisasi terlebih dahulu. Selain itu, harus
diingat bahwa semua instrument yang hendak di sterilisasi harus digosok dan dibersihkan
terlebih dahulu dengan deterjen dan air karena jika terdapat sisa darah kering, jaringan, atau
yang lainnya, dapat menghambat jalannya sterilisasi.
Banyak cara untuk mensterilisasikan instrument dan bahan-bahan endodontik ini, seperti:
1. Autoklaf
2. Oven udara panas
3. Pemanas kering
4. Sterilisasi garam panas
Semen
Bermacam-macam bahan untuk basis dan pembalut (dressing), diantaranya :
semen oksida seng eugenol (ose), semen seng fosfat, semen polikarboksilat, semen ionomer
kaca.
a. Semen Oksida Seng Eugenol
Merupakan semen tipe sedatif yang lembut. Biasanya disediakan dalam bentuk bubuk dan
cairan, berfungsi sebagai basis insulatif (penghambat). Semen ini sering dipakai karena
bersifat paling sedikit mengiritasi dan memiliki pH mendekati 7. Eugenol memiliki efek
paliatif terhadap pulpa dan dapat meminimalkan kebocoran mikro serta memberikan
perlindungna terhadap pulpa.
Campuran konvensional dari oksida seng dan eugenol masih lemah. Oleh karena itu produk
OSE diperkuat dengan menambahkan polimer sebagai penguat.
Prosedur basis. Untuk mencampur semen ini lebih sering digunakan kertas pad dibanding
glass lab. Bubuk dalam jumlah secukupnya ditambah kebeberapa tetes eugenol dan diaduk
sampai mencapai suatu tekstur yang seperti kental yang bila dipegang jari tidak lengket.
Sebagian kecil kira-kira seukuran biji wijen dilengketkan pada ujung eksplorer dan dioleskan
dengan hati-hati kedalam kavitas. Hindari mengenai tepi-tepi kavitas.
Kapas yang sangat kecil dijepit dengan pinset dan digunakan sebagai alat untuk ”menekan”
bahan tersebut dan membentuknya di dalam kavitas. Semen yang baru diaduk cenderung
lengket ke instrument logam atau plastik, karena itu kapas harus kering. Penambahan bahan
sisa dilakukan berulangkali dengan cara yang sama sampai diperoleh ketebalan yang cukup.
b. Semen Seng Fosfat (ZP)
Semen seng fosfat umumnya yang kuat dan keras tetapi mengititasi pulpa. Terdiri atas bahan
bubuk-cair, bubuknya biasanya adalah oksida seng dan cairannya adalah asam ortho
phosporik, garam-garam logam dan air. Pemakaian utama dan tradisional dari bahan ini
adalah untuk merekatkan restorasi-restorasi pengecoran gigi dan juga sebagai bahan basis
bila diperlukan kekuatan compresi yang besar. Semen posphat yang baru diaduk sangat
mengiritasi pulpa dan tanpa perlindungan varnish atau jenis bahan basis lainnya dapat
menyebabkan kerusakan pulpa yang irreversible.
Sifat semen ini mudah dimanipulasi memiliki kekuatan yang besar dari suatu basis, dapat
menahan dari trauma mekanis dan memberi perlindungan yang baik dari rangsangan panas
tetapi semen ini mudah pecah dan tidak baik untuk tambalan sementara.
c. Semen Polikarboksilat
Merupakan semen gigi yang baru dan memberi perlekatan yang baik pada komponen
kalsium dari struktur gigi. Walaupun sulit dimanipulasi, memiliki potensi untuk adhesi klinis
ke ion kalsium pada email dan dentin. Karena bahan ini cenderung cepat mengeras, tidak
dilakukan upaya mengaduk semen hingga menyerupai konsisten pasta pada semen zinc
phospat. Bubuk semen ini sama dengan semen seng phospat bubuk mengandung oksida seng
dan sejumlah kecil oksida magnesium. Pada saat ini oksida magnesium sering digantikan
dengan oksida stanic dan stanius flourida untuk memodifikasi waktu pengerasan dan
meningkatkan kekuatan dan karakteristik manipulasinya. Cairannya adalah asam poliakrilik
dan air. pH semen polikarboksilat, pada awalnya mirip dengan pH semen seng fosfat tetapi
respon pulpanya mirip dengan semen ESO. Suatu penjelasan yang mungkin untuk tingkat
iritasi yang rendah adalah ukuran molekul poliakrilik yang besar membatasi penetrasi
melalui dentin dan penarikannya terhadap protein yang dapat membatasi difusinya melalui
tubulus dentin.
d. semen silikophospat
semen ini merupakan hibrid kombinasi dari semen sing fosfat dan semen silikat, sering
disebut sebagai semen silikofosfat. Semen ini terdiri dari 90% semen silikat dan 10 % semen
seng fosfat. Dengan adanya kandungan florida dalam bagian silikat dari bubuk tersebut,
semen ini memberikan pencegahan karies sekunder. Dari titik pandang sifat anti kariesnya,
seng siliko fosfat sering merupakan bahan semen pilihan untuk mulut kariesnya tinggi. Aksi
untuk perlindungan pulpa adalah sama dengan seng fosfat.
e. semen ionomer kaca (GI)
karena sifat biologis dari GI yang baik dan memiliki potensi perlekatan kekalsium yang ada
didialam gigi, ionomer kaca terutama digunakan sebagai bahan restoratif untuk perawatan
daerah erosi dan sebagai bahan penyemenan. Selain itu GI digunakan sebagai basis
walaupun bahan tersebut sangat sensitif terhadap air dan membutuhkan daerah yang kering.
Komposisi
GIC terdiri dari dua macam bahan di dalamnya yaitu likuid (cairan) dan bubuk.
Bubuk
Bubuk untuk GIC pada umumnya terdiri dari :
• Silica 41.9%
• Alumina 28.6%
• Aluminium Fluoride 1.6%
• Calcium Fluoride 15.7%
• Sodium Fluoride 9.3%
• Aluminium Phosphate 3.8%
Likuid
Cairan yang digunakan pada GIC adalah asam poliakrilik dengan konsentrasi antara 40-50%.
Pelapik ionomer kaca ada 2 tipe yang pertama adalah sistem bubuk-cairan konvensional
serupa dengan semen tipe 2. tipe 2 adalah ionomer kaca yang dikeraskan dengan sinar,
bagian bubuknya berisi unsur partikel kaca konvensional yang larut asam ditambah
aselerator foto- aktivasi. Cairannya dalah larutan cair asam poliakrilat atau kopolimer,
gugusan grup metakrilat. Kedua unsur tersebut dicampur, dimasukkan ke kavitas, dan
kemudian disinari dengan sinar pengeras resin. Sinar mengaktifkan akselerator,
menghasilkan radikal bebas dan gugusan grup metakrilat akan mengeras dengan cara saling
menempel. Kegunaan utama dari pelapik ionomer adalah, untuk perekat perantara antara gigi
dengan tambalan komposit. Pada dasarnya semen ini sebagai bonding terhadap dentin.
Contoh : pemberian base Zn PO4
6. Penumpatan sementaraa
Tujuan Restorasi Sementara
Keutuhan struktur berperan amat penting dalam mempertahankan seal hermetik yang baik di
atas pulpa. Penempatan restorasi sementara yang stabil tanpa mengganggu bagian oklusal
dan periodontal gigi tidak selalu mudah dicapai. Restorasi sementara harus protektif, rapat,
dan bagus estetik serta fungsinya.
Tujuan restorasi sementara :
• Menutupi dentin yang terbuka dan mencegah kerusakan pulpa dan sakit atau
ketidaknyamanan bagi pasien. Jadi semen sementara juga harus non-iritasi sehingga menjaga
kenyamanan pasien selama periode waktu yang singkat.
• Mencegah kontaminasi kavitas dari saliva dan benda asing lainnya.
• Mencegah pergerakan gigi atau gigi-gigi sekitarnya baik ke lateral, dengan cara merestorasi
titik kontak, atau ke oklusal dengan merestorasi stop sentrik.
• Memungkinkan kelanjutan fungsi gigi.
• Mempertahankan kondisi periodontal dan kebersihan mulut. Tidak mempersulit
pembersihan mulut dengan menutupi kavitas gigi. Jika kavitas dibiarkan terbuka akan timbul
masalah gingiva akibat sulit menjaga kebersihan mulut.
Ada tiga prinsip praktis agar restorasi dapat berfungsi dengan baik dan bertahan lama,
yakni :
1. Mempertahankan struktur gigi. Struktur gigi yang memerlukan perawatan biasanya sudah
tidak lebih baik lagi sehingga pengambilan dentin lebih lanjut sebaiknya diminimalkan.
Sebaliknya, kuspa mungkin perlu dikurangi dan diberi pelindung (capping).
2. Retensi. Restorasi korona memperoleh retensi dari inti dan sisa dentin yang masih ada.
Jika intinya memerlukan retensi, maka yang dimanfaatkan adalah sistem saluran akarnya
dengan memakai pasak. Namun pasak ini akan melemahkan dan mungkin menyebabkan
operforasi sehingga hendaknya dipakai jika diperlukan untuk retensi inti.
3. Proteksi sisa struktur gigi. Pada gigi posterior, hal ini diaplikasikan untuk memproteksi
kuspa yang tidak terdukung supaya bisa menghindari terjadinya fleksur dan fraktur.
Restorasi didesain demikian rupa sehingga beban fungsional dapat ditransmisikan melalui
gigi ke jaringan penyangga.
Kebutuhan bahan restorasi sementara bervariasi tergantung pada lama, tekanan oklusal dan
keausan, kompeksitas kavitas akses dan banyaknya jaringan gigi yang hilang.Restorasi
sementara harus bertahan satu sampai beberapa minggu.
Adapun contoh-contoh tumpatan sementara antaralain:
Bahan pertama yaitu cavit G( ESPE /premier USE) merupakan bahan yang mengandung
calcium sulfat polifynil chlorida asetat .Bahan ini bersifat ekspansiv waktu mengeras, karena
penggunaanya mudah dan mempunyai kerapatan yang baik dengan dinding kavitas,
digunakan untuk waktu antar kunjungan yang singkat, kekuatan komprehensifnya yang
rendah dan mudah hilang oleh pemakaian. Cara meletakkan kekavitas adalah sebagaian demi
sebagian pada dinding kavitas dengan instrument plastis (system incremental), kelebihan
bahan dibuang dan permukaan tumpatan dihaluskan dengan kapas basah. Setelah
penumpatan sebaiknya gigi tidak dipakai untuk mengunyah paling tidak selama 1 jam.
Menurut Wilrdman (1971). Kualitas penutupan cavit G kelihatannya berdasarkan
kemampuan bahan untuk mengembang saat mengeras. Cavit G adalah suatu komponen
hidrofilik yang dapat mengeras dalam susasana lembab. Karena itulah, hendaknya jangan
digunakan pada gigi vital karena dapat mengeringkan dentin dan dengan demikian dapat
menyebabkan sensitivitas pada gigi (cit. Grossman,dkk,1995)
Bahan kedua adalah IRM (Caulk/densply,USA) merupakan bahan tumpatan sementara yang
mengandung semen zinc oxide yang diperkaya dengan resin. Bahan ini cukup untuk baik
digunakan walaupun kerapatannya kurang bila dibandingkan dengan cavit G. teknik
peletakkannya sama dengan bahan pertama. Semen ini diindikasikan diregio yang sukar
diisolasi seperti karies interproksimal subgingiva tetapi yang tidak memerlukan pemanjangan
mahkota atau gingivektomi. Semen ini harus tetap mempertahankan kontak proksimal atau
jika struktur gigi hanya tersisa sedikit, semen harus dikontur sedemikian rupa sehingga tidak
menyebabkan impaksi makanan.
Bahan yang ketiga adalah dentorit (dentoria laboratories Pharmatique, Jerman) merupakan
bahan tumpatan sementara dengan basis synthetic resin bebas. Pada saat bentuknya cair,
sewaktu mengaplikasikannya harus dihindarkan dari tekanan. Biasanya langsung mengeras
apabila terkena saliva. Bahan ini mempunyai stabilitas yang sangat baik didalam mulut dan
juga sangat rapat dalam menutup kavitas terutama bagian tepinya. Bahan ini terdiri dari tiga
bentuk variasi warna yaitu warna gading untuk pemakaian normal, warna merah jambu
untuk pemakaian yang keras dan warna biru untuk kasus yang membutuhkan campuran
arsenik
7. Melakukan control seminggu kemudian
Kunjungan II:
1. Melakukan Tes vitalitas, tes perkusi dan tes tekan setelah membuka tumpatan sementara
a. Tes termal panas
Tes termal digunakan untuk melihat apakah gigi masih dalam keadaan vital atau tidak.
Rangsangan yang menyebabkan ekspansi pulpa panas dapat diperoleh dari guta perca yang
dipanaskan. Lokasi yang diperiksa adalah daerah servikal gigi, karena tubuli dentin lebih
banyak dan lapisan enamel lebih tipis sehingga rangsangan mudah dihantarkan. Bila timbul
reaksi nyeri nyeri hebat akibat tes termal, maka dapat dikurangi dengan melakukan tes
termal yang berlawanan.
b. Tes termal dingin
Tes termal dingin akan menyebabkan vaso kontriksi. Rangsangan yang dapat menyebabkan
kontraksi pulpa diperoleh dari bulatan kapas kecil yang disemprot etil klorida atau es
berbentuk batang kecil. Bulatan kapas yang disemprot klor etil akan diletakkan didaerah
servikal.
c. Perkusi
Mengetuk mahkota gigi dengan menggunakan pangkal kaca mulut untuk mengetahui nyeri
dengan melihat ekspresi penderita.
d. Druk
Mengetahui penjalanan keradangan dengan cara meletakan pangkal kaca mulut di atas
mahkota gigi kemudian penderita di minta menggigit perlahan-lahan untuk mengetahui nyeri
dengan melihat ekspresi penderita (Bila gigi lawan tidak cukup ditekan dengan pangkal kaca
mulut).
2. Menanyakan Keluhan penderita
Setelah melakukan tes termal dan tes tekan serta tes perkusi lalu tanyakan keluhan penderita,
apabila sudah tidak ada keluhan maka langsung dilanjutkan dengan tumpatan tetap sesuai
dengan lesi kariesnya.
III. 5 Perbedaan Antara Indirect Pulp Capping Dan Direct Pulp Capping
Perbedaan pulp capping direct dan pulp capping indirect
Pulp Caping Direct Pulp Caping Indirect
1. Seluruh dentin karies dihilangkan
2. Pulpa terbuka
3. Perawatannya hanya satu kali kunjungan
4. Bahan basis yang digunakan adalah Ca(OH)2 1. Hanya dentin tepi yang karies
disingkirkan
2. Pulpa tidak terbuka
3. Perawatannya lebih dari dua kali kunjungan
4. Bahan basis yang digunakan adalah seng fosfat eugenol (OSE)
Dentin Reparatif
Dentin reparatif, juga dikenal sebagai dentin iregular atau dentin tersier, disusun oleh pulpa
sebagai suatu respon protektif terhadap rangsangan yang membahayakan. Rangsangan ini
dapat diakibatkan karies, prosedur operatif, bahan restoratif, abrasi, erosi, atau trauma.
Dentin reparatif ditumpuk pada daerah yang dipengaruhi dengan rata-rata kecepatan yang
meningkat dengan rata-rata 1,5 µm tiap hari. Kecepatan, kualitas, dan kuantitas dentin
reparatif yang ditumpuk tergantung dari keparahan dan lamanya injuri pada odontoblas dan
biasanya dihasilkan oleh odontoblas “pengganti”.
Jika suatu rangsangan ringan dikenakan pada odontoblas untuk periode waktu yang
panajang, seperti abrasi, dentin reparatif mungkin ditumpuk pada suatu kecepatan lambat.
Jaringan ini ditandai oleh tubuli yang agak tidak teratur. Sebaliknya, suatu lesi karies yang
agresif atau suatu rangsangan mendadak lain akan merangsang produksi dentin reparatif
dengan tubuli yang lebih sedikit dan lebih tidak teratur. Sebaliknya, suatu lesi karies yang
agresif atau suatu rangsangan mendadak lain akan merangsang produksi dentin reparatif
dengan tubuli yang lebih sedikit dan lebih tidak teratur. Bila odontoblas terkena injuri yang
tidak dapat diperbaharui, odontoblas yang hancur akan meninggalkan tubuli kosong, yang
disebut dead tract kecuali kalau pulpa terlalu atrofik. Karena dentin reparatif mempunyai
lebih sedikit tubuli, meskipun kurang bermineral, dentin reparatif mampu berfungsi sebagai
lapisan yang akan merintangi masuknya produk atau zat yang membahayakan ke dalam
pulpa. Bila karies berkembang dan bila lebih banyak odontoblast terkena injuri yang tidak
dapat di perbaiki, lapisan dentin reparatif akan menjadi lebih lebih atubular dan dapat
mempunyai inklusi ( inclusion) sel, yaitu odontoblast yang terjebak. Inklusi selular tidak
umum pada gigi manusia. Pada penghilangan karies, sel mesenkim daerah kaya sel akan
berkembang menjadi odontoblast untuk mengganti yang mengalami nekrosis. Odontoblast
yang baru terbentuk ini dapat menghasilkan dentin yang teratur atau suatu dentin amorfus,
pengapurannya jelek dan permebel. Daerah demarkasi antara dentin sekunder dan dentin
reparatif disebut garis kalsiotraumatik.
Sepanjang hidup dentin akan dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, termasuk keausan
normal, karies, prosedur operatif, dan restorasi. Perubahan ini seringkali menyebabkan
timbulnya respons protektif melalui terdepositnya dentin reparatif, tetapi pembentukan
dentin ini akan terbatas pada tubulus yang berkaitan dengan daerah iritasi. Komposisi dentin
reparatif dan dentin sekunder adalah sama, dan keduanya hanya berbeda pada lokasi
deposisinya.
Bila gangguan lingkungan cukup kuat, odontoblas dan prosesus tubularnya akan mati,
sehingga tubulus akan menjadi kosong. Bila terjadi pengumpulan tubulus-tubulus yang
kosong, tubulus akan kelihatan gelap pada gambaran mikroskopis dan disebut sebagai
saluran yang mati. Ujung pulpa dari tubulus biasanya tertutup oleh dentin reparatif, dan
setelah waktu tertentu tubulus akan terkalsifikasi dan pola tubular pada dentin yang
terpotong akan tersumbat. Istilah lain yang digunakan untuk menyebut tubulus yang
mengalami kalsifikasi adalah dentin sklerotik.
Pertahanan terhadap karies yeng dalam berlanjut terjadi dalam bentuk dentin reparatif yang
terdeposit dalam kamar pulpa dan tubulus dentin. Jika proses karies melebihi kecepatan dari
respons pulpa, dasar dentin keras tidak akan terbentuk. Atau jika kondisi ini parah, dentin
lunak berhubungan langsung dengan pulpa itu sendiri.
Gigi dengan kavitas yang dalam pada ekskavasi dari dentin yang nekrosis, akan
menunjukkan daerah dentin yang mengalami dekalsifikasi (tebal 0,5 mm) dan lunak, tetapi
tetap utuh. Jika lapisan dentin semi-solid ini disingkirkan dan bila pulpa berhasil menahan
serangan proses karies yang hebat, biasanya akan dijumpai selapis dentin yang keras dengan
permukaan licin dan mengkilap. Meskipun demikian, semua karies dentin yang berbatasan
dengan pulpa tidak harus disingkirkan.
Faktor Patologis
Keberadaan lesi di jaringan pulpa dan lesi di periapikal mempengaruhi tingkat keberhasilan
perawatan saluran akar. Beberapa penelitian menunjukan bahwa tidak mungkin menentukan
secara klinis besarnya jaringan vital yang tersisa dalam saluran akar dan derajat keterlibatan
jaringan peripikal. Faktor patologi yang dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran akar
adalah :
Beberapa peneliti melaporkan tidak ada perbedaan yang berarti dalam keberhasilan atau
kegagalan perawatan saluran akar yang melibatkan jaringan pulpa vital dengan pulpa
nekrosis. Peneliti lain menemukan bahwa kasus dengan pulpa nekrosis memiliki prognosis
yang lebih baik bila tidak terdapat lesi periapikal.
Adanya granuloma atau kista di periapikal dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran
akar. Secara umum dipercaya bahwa kista apikalis menghasilkan prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan lesi granulomatosa. Teori ini belum dapat dibuktikan karena secara
radiografis belum dapat dibedakan dengan jelas ke dua lesi ini dan pemeriksaan histologi
kista periapikal sulit dilakukan.
3. Keadaan periodontal
Faktor Penderita
Faktor penderita yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu perawatan
saluran akar adalah sebagai berikut :
1. Motivasi Penderita
Pasien yang merasa kurang penting memelihara kesehatan mulut dan melalaikannya,
mempunyai risiko perawatan yang buruk. Ketidaksenangan yang mungkin timbul selama
perawatan akan menyebabkan
2. Usia Penderita
Usia penderita tidak merupakan faktor yang berarti bagi kemungkinan keberhasilan atau
kegagalan perawatan saluran akar. Pasien yang lebih tua usianya mengalami penyembuhan
yang sama cepatnya dengan pasien yang muda. Tetapi penting diketahui bahwa perawatan
lebih sulit dilakukan pada orang tua karena giginya telah banyak mengalami kalsifikasi. Hali
ini mengakibatkan prognosis yang buruk, tingkat perawatan bergantung pada kasusnya.
Pasien yang memiliki kesehatan umum buruk secara umum memiliki risiko yang buruk
terhadap perawatan saluran akar, ketahanan terhadap infeksi di bawah normal. Oleh karena
itu keadaan penyakit sistemik, misalnya penyakit jantung, diabetes atau hepatitis, dapat
menjelaskan kegagalan perawatan saluran akar di luar kontrol ahli endodontis.
Faktor Perawatan
Faktor perawatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu perawatan
saluran akar bergantung kepada :
1. Perbedaan operator
Dalam perawatan saluran akar dibutuhkan pengetahuan dan aplikasi ilmu biologi serta
pelatihan, kecakapan dan kemampuan dalam manipulasi dan menggunakan instrumen-
instrumen yang dirancang khusus. Prosedur-prosedur khusus dalam perawatan saluran akar
digunakan untuk memperoleh keberhasilan perawatan. Menjadi kewajiban bagi dokter gigi
untuk menganalisa pengetahuan serta kemampuan dalam merawat gigi secara benar dan
efektif.
2. Teknik-teknik perawatan
Banyak teknik instrumentasi dan pengisian saluran akar yang tersedia bagi dokter gigi,
namun keuntungan klinis secara individual dari masing-masing ukuran keberhasilan secara
umum belum dapat ditetapkan. Suatu penelitian menunjukan bahwa teknik yang
menghasilkan penutupan apikal yang buruk, akan menghasilkan prognosis yang buruk pula.
Belum ada penetapan panjang kerja dan tingkat pengisian saluran akar yang ideal dan pasti.
Tingkat yang disarankan ialah 0,5 mm, 1 mm atau 1-2 mm lebih pendek dari akar radiografis
dan disesuaikan dengan usia penderita. Tingkat keberhasilan yang rendah biasanya
berhubungan dengan pengisian yang berlebih, mungkin disebabkan iritasi oleh bahan-bahan
dan penutupan apikal yang buruk. Dengan tetap melakukan pengisian saluran akar yang
lebih pendek dari apeks radiografis, akan mengurangi kemungkinan kerusakan jaringan
periapikal yang lebih jauh.
Faktor anatomi gigi dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan suatu perawatan
saluran akar dengan mempertimbangkan :
2. Kelompok gigi
Ada yang berpendapat bahwa perawatan saluran akar pada gigi tunggal mempunyai hasil
yang lebih baik dari pada yang berakar jamak. Hal ini disebabkan karena ada hubungannya
dengan interpretasi dan visualisasi daerah apikal pada gambaran radiografi. Tulang kortikal
gigi-gigi anterior lebih tipis dibandingkan dengan gigi-gigi posterior sehingga lesi resorpsi
pada apeks gigi anterior terlihat lebih jelas. Selain itu, superimposisi struktur radioopak
daerah periapikal untuk gigi-gigi anterior terjadi lebih sedikit, sehingga interpretasi
radiografinya mudah dilakukan. Radiografi standar lebih mudah didapat pada gigi anterior,
sehingga perubahan periapikal lebih mudah diobservasi dibandingkan dengan gambaran
radiologi gigi posterior.
Hubungan pulpa dengan ligamen periodontal tidak terbatas melalui bagian apikal saja, tetapi
juga melalui saluran tambahan yang dapat ditemukan pada setiap permukaan akar. Sebagian
besar ditemukan pada setengah apikal akar dan daerah percabangan akar gigi molar yang
umumnya berjalan langsung dari saluran akar ke ligamen periodontal.
Preparasi dan pengisian saluran akar tanpa memperhitungkan adanya saluran tambahan,
sering menimbulkan rasa sakit yang hebat sesudah perawatan dan menjurus ke arah
kegagalan perawatan akhir.
Kecelakaan Prosedural
Kecelakaan pada perawatan saluran akar dapat memberi pengaruh pada hasil akhir
perawatan saluran akar, misalnya :
Birai adalah suatu daerah artifikasi yang tidak beraturan pada permukaan dinding saluran
akar yang merintangi penempatan instrumen untuk mencapai ujung saluran . Birai terbentuk
karena penggunaan instrumen yang terlalu besar, tidak sesuai dengan urutan; penempatan
instrument yang kurang dari panjang kerja atau penggunaan instrumen yang lurus serta tidak
fleksibel di dalam saluran akar yang bengkok.
Birai dan ferforasi lateral dapat memberikan pengaruh yang merugikan pada prognosis
selama kejadian ini menghalangi pembersihan, pembentukan dan pengisian saluran akar
yang memadai.
2. Instrumen patah
Patahnya instrumen yang terjadi pada waktu melakukan perawatan saluran akar akan
mempengaruhi prognosis keberhasilan dan kegagalan perawatan. Prognosisnya bergantung
pada seberapa banyak saluran sebelah apikal patahan yang masih belum dibersihkan dan
belum diobturasi serta seberapa banyak patahannya. Prognosis yang baik jika patahan
instrumen yang besar dan terjadi ditahap akhir preparasi serta mendekati panjang kerja.
Prognosis yang lebih buruk jika saluran akar belum dibersihkan dan patahannya terjadi dekat
apeks atau diluar foramen apikalis pada tahap awal preparasi.
Fraktur akar vertikal dapat disebabkan oleh kekuatan kondensasi aplikasi yang berlebihan
pada waktu mengisi saluran akar atau pada waktu penempatan pasak. Adanya fraktur akar
vertikal memiliki prognosis yang buruk terhadap hasil perawatan karena menyebabkan iritasi
terhadap ligamen periodontal.