Anda di halaman 1dari 24

Manfaat Kalsium Hidroksida (CaOH)

Kalsium hidroksida adalah suatu bahan yang bersifat basa kuat dengan pH 12-13
(Castagnola dan Orlay, 1956: 33). Bahan ini sering digunakan pada direct pulp capping. Jika
diletakkan kontak dengan jaringan pulpa, bahan ini dapat mempertahankan vitalitas pulpa
tanpa menimbulkan reaksi radang, dan dapat menstimulasi terbentuknya batas jaringan
termineralisasi atau jembatan terkalsifikasi pada atap pulpa (pulpa yang terbuka) (Sikri dan
Dua, 1985; de Queiroz dkk, 2005). Sifat bahan yang alkali inilah yang banyak memberikan
pengaruh pada jaringan. Bentuk terlarut dari bahan ini akan terpecah menjadi ion-ion
kalsium dan hidroksil (Castagnola dan Orlay, 1956: 33).
Sifat basa kuat dari kalsium hidroksida dan pelepasan ion kalsium akan membuat jaringan
yang berkontak menjadi alkalis. Keadaan basa akan menyebabkan resorpsi atau aktifitas
osteoklas akan terhenti karena asam yang dihasilkan dari osteoklas akan dinetralkan oleh
kalsium hidroksida dan kemudian terbentuklah komplek kalsium fosfat. Ion kalsium Selain
itu osteoblas menjadi aktif dan mendeposisi jaringan terkalsifikasi, maka batas dentin akan
dibentuk di atas pulpa (Castagnola dan Orlay, 1956: 3; Kavitha,2005:10-11)

Faktor keberhasilan
Keberhasilan perawatan pulp capping direct, ditandai dengan hilangnya rasa sakit, serta
reaksi sensitive terhadap rangsang panas atau dingin yang dilakukan pada pemeriksaan
subjektif setelah perawatan. Kemudian pada pemeriksaan objektif ditandai dengan pulpa
yang tinggal akan tetap vital, terbentuknya jembatan dentin yang dapat dilihat dari gambaran
radiografi pulpa, berlanjutnya pertumbuhan akar dan penutupan apikal.
Sebagian besar peneliti memakai criteria jembatan dentin sebagai indicator keberhasilan
perawatan karena jembatan dentin bertindak sebagai suatu barrier untuk melindungi jaringan
pulpa dari bakteri sehingga pulpa tidak mengalami inflamasi, tetap vital, membantu
kelanjutan pertumbuhan akar dan penutupan apikal pada gigi yang pertumbuhannya belum
sempurna. Jembatan dentin terbentuk karena adanya fungsi sel odontoblas pada daerah pulpa
yang terbuka.
Reaksi jaringan dentin terhadap kalsium hidroksida terjadi pada hari pertama hingga minggu
kesembilan, sehingga pasien dapat diminta datang 2 bulan setelah perawatan untuk
melakukan control. Kemudian secara periodic setiap 6 bulan sekali dalam jangka waktu 2
sampai 4 tahun untuk menilai vitalitas pulpa

Indirect Pulp Capping


      Teknik ini diperkenalkan oleh Eidelmann dkk pada tahun 1965. Ini adalah pendekatan
yang paling umum tetapi memiliki risiko terjadinya pembukaan pulpa, yang memerlukan
kebutuhan untuk perawatan endodontik dan memiliki keuntungan menjadi prosedur satu
langkah. (1)
       Jika karies di anggap mendekati, atau dekat ke pulpa, ekskavasi karies ke arah pulpa
dapat dihentikan pada dentin yang gelap tapi keras. Lapisan kalsium hidroksida digunakan
pada diatas dentin pulpa sebelum penempatan restorasi definitif.. (4)    
       Fairbourn dkk(5) melaporkan efek dari pulp capping indirect, setelah pengambilan
jaringan karies sebagian, terhadap bakteri aerobik dan anaerobic yang dibiakkan. Peneliti ini
merestorasi 40 gigi permanen asimptomatik dengan karies oklusal atau lesi interproksimal
mendekati pulpa
setelah ekskavasi sebagian dentin yang terinfeksi menggunakan zinc-oxide eugenol (caulk
IRM Intermediate Restorative Material, Dentsply Caulk, Milford, Del.) dengan atau tanpa
basis kalsium hidroksida (Dycal, Dentsply Caulk). Setelah lima bulan, mereka mengisolasi
gigi, mengakskavasi sisa dentin yang terinfeksi dan melakukan kultur  untuk
mengidentifikasi spesies bakteri. Kedua kelompok menunjukkan penurunan dramatis dalam
colony-forming units (CFUs); sembilan dari 20 gigi yang dirawat dengan liner kalsium
hidroksida dan lima dari 20 gigi dengan seng oksida-eugenol telah menjadi steril secara
operational(<300 CFUs per miligram dentin). Para peneliti  menyimpulkan bahwa
pembukaan kembali untuk menghilangkan  sisa dentin yang terinfeksi dengan salah satu
bahan restorasi mungkin tidak diperlukan, asalkan restorasi tetap  memiliki kerapatan yang
efektif.
      Marchi dkk (6) meneliti  efektivitas dua liners pelindung, kalsium hidroksida dan resin-
modified glass ionomer, dengan  perawatan pulp capping indirect dari 27 geraham gigi
sulung. Pada empat tahun setelah perawatan, tingkat keberhasilan dengan menggunakan
bahan pertama adalah 88,8 %  dan menggunakan bahan kedua adalah 93 %. Para peneliti
mendefinisikan "keberhasilan" pada dasarnya adalah tidak adanya "tanda-tanda klinis
radiografi atau gejala patologi pulpa ireversibel atau nekrosis." Para peneliti menyimpulkan
bahwa " pulp capping indirect pada gigi sulung membuat proses karies menjadi terhenti,
terlepas dari bahan yang digunakan sebagai sebuah liner." .

Stepwise Excavation  
        Untuk mencegah atau setidaknya meminimalkan komplikasi ekskavasi karies dentin
yang mendekati  pulpa, beberapa peneliti telah meneliti dan mengusulkan alternatif
pendekatan. Salah satu metode tersebut, stepwise (atau dua-tahap) excavation, melibatkan
penghilangan bertahap jaringan karies. Pada kunjungan awal pasien, setelah dokter telah
menetapkan bahwa pulpa masih vital, karies dentin nekrotik yang terinfeksi dihilangkan
sebagian, sering ditandai dengan jaringan yang lunak dan dihilangkan dengan mudah dengan
menggunakan instrumen tangan. Kemudian  lesi karies ditutup dengan medikamen seperti
kalsium hidroksida dan menempatkan restorasi sementara. Pada kunjungan kedua -biasanya
beberapa bulan setelah yang pertama dan, dalam beberapa kasus, sampai dengan dua tahun
kemudian- klinisi menghilangkan semua jaringan terinfeksi yang tersisa. Dasar pemikiran
untuk pendekatan ini adalah bahwa bakteri yang tersisa akan mati, sisa dentin yang terinfeksi
serta dentin terkena akan termineralisasi, dan dentin reparatif akan terbentuk, sehingga
memudahkan dokter gigi untuk menghilangkan jaringan karies yang tersisa.(3)
       Teknik ini adalah prosedur ekskavasi dua langkah yang diperkenalkan oleh Magnusson
dan Sundell (1977) dan  dimodifikasi oleh Bjorndall (1997). Prosedur ini kurang invasif dan
bertujuan mengurangi risiko terbukanya pulpa. Perbedaan utama adalah bahwa prosedur
pulp capping indirect hampir sepenuhnya menghilangkan dentin terkena dan tidak dibuat re-
entry (satu langkah prosedur), sedangkan prosedur stepwise excavation melibatkan re-entry
pada interval yang bervariasi. (1)
 
          Dalam sebuah penelitian observasional, Maltz dan rekannya(7) meneliti efek dari
pembuangan jaringan karies sebagian dari 32 gigi dengan lesi karies dalam. Berdasarkan
bukti klinis, radiografi dan mikrobiologis setelah pembukaan kembali enam sampai tujuh
bulan setelah perawatan  (setelah ditempatkan restorasi permanen), para peneliti
menyimpulkan remineralisasi telah terjadi dan bahwa proses karies menjadi berhenti. Dalam
penelitian tindak lanjut pasien yang sama, para peneliti melaporkan hasil yang sama 14
hingga 18 bulan (8)setelah perawatan dan 36-45 bulan setelah perawatan.(9)
       
Hasil ini sejalan dalam penelitian  yang sama dari lesi karies dalam pada gigi primer oleh
Magnusson dkk(10). Dalam penelitian  ini 55 gigi dirawat dengan teknik stepwise  ekskavasi
dan 55 gigi kontrol dipreparasi secara konvensional. Perbandingan terbukanya  pulpa gigi
yang terjadi adalah 15% dan 53%. Teknik ini juga telah ditunjukkan berhasil dalam
penelitian berbasis praktek oleh Bjorndal dan Thylstrup (11)dimana hanya 5,3% dari pulpa
yang terbuka
      Keberhasilan teknik stepwise juga telah dibuktikan dalam sebuah penelitian oleh Leksell
dkk (12)yang membandingkan preparasi kavitas konvensional  dengan stepwise ekskavasi.
Menggunakan teknik stepwise excavation gigi lebih sedikit  terkena pulpa secara signifikan
(17,5%) dibandingkan dengan menghilangkan karies secara konvensional (40%).
              Bjorndal dkk, melakukan ekskavasi stepwise, kultur bakteri dentin memperlihatkan
dari 19 gigi setelah prosedur awal dan setelah interval 6 sampai 12 bulan; pada titik terakhir,
mereka mengamati bahwa CFUs  berkurang. .(13)  Hal ini juga sejalan dengan penelitian oleh
Bjorndal dan Larsen (2000) (14) yang melaporkan penurunan baik jumlah Streptococcus
mutans dan lactobacillus pada dentin sampel setelah ekskavasi pertama.
Prosedur Stepwise
Kriteria Seleksi:
 • Secara klinis terdeteksi lesi karies dalam
• 75% keterlibatan dentin secara radiografi (Gambar 1)
• Tidak ada riwayat sakit pulpa secara spontan
• Vitalitas pulp positif untuk semua tes
• Tidak ada bukti radiografi dari lesi periapikal

Langkah-langkah

Ekskavasi Pertama: Preparasi kavitas menggunakan bur kecepatan tinggi dengan pendingin
air. Awalnya dilakukan ekskavasi dari jaringan karies yang lunak di dinding-dinding kavitas
menggunakan excavator spoon tajam steril (Gambar 2) diikuti dengan ekskavasi ditengah-
tengah kavitas yang menghilangkan dentin terinfeksi  nekrotik terluar yang demineralised.
Perhatian harus diupayakan pada saat ekskavasi mendekati  pulpa, sehingga mengurangi
risiko terbukanya pulpa. Sebuah restorasi sementara digunakan dari semen zinc oxide
eugenol reinforced.
Ekskavasi Kedua: Restorasi ini kembali dibuka dengan  isolasi rubber dam untuk
melakukan ekskavasi terakhir. Dentin tampak  lebih kering, lebih keras dan gelap pada tahap
ini dibandingkan dengan kunjungan sebelumnya (Gambar 3). Restorasi permanen
dilaksanakan dengan bahan pilihan klinisi (Gambar 4,5). Pasien harus dihubungi kembali
dengan interval 6 minggu, 3 dan 6 bulan untuk evaluasi klinis dan radiografi  (Gambar 6).(1
Gambar 2.Diagram yang menunjukkan  invasive yang minimal pada prosedur stepwise
excavation.Lesi sebelum dan sesudah dilakukan ekskavasi (a, b) diikuti oleh aplikasi kalsium
hidroksida sebagai basis dan restorasi sementara. Selama rentang waktu perawatan dentin
mengalami demineralisasi yang ditandai dengan perkembangan lesi yang lambat, dentin
mengalami demineralisasi yang secara klinis ditandai dengan warna yang lebih gelap (c, d).
Setelah ekskavasi akhir (e) restorasi permanen dibuat (f). Zona merah menunjukkan plak.
Dicetak ulang dengan izin dari Blackwell Munksgaard dari Bjørndal L. Dentin and pulp
reactions to caries and operative treatment :biological variables affecting treatment
outcome.Endodontik  Topics 2002; 2:10-23. (27

Gbr 1.Secara radiografi terlihat karies dan

struktur    periapikal normal Gbr 3.Setelah 6 minggu,dentin terlihat


gelap dan kering

Gbr 4.RMGI digunakan sebagai sub base

Gbr 5.Restorasi permanen dengan komposit vGbr 6.


Evaluasi radiografi setelah 6 bulan
DISKUSI

       Massler (1964) menyatakan frekuensi terbukanya pulpa pada karies dalam sering
merupakan hasil dari penghilangan yang terlalu banyak dari dentin terpengaruh (affected
dentin). Ia menganjurkan perawatan pra-operatif yang halus dari lesi dentinalis untuk
merangsang perbaikan. (15)
      Sebuah lesi karies dianggap dalam ketika kedalaman penetrasi karies dalam kisaran tiga
perempat dari seluruh ketebalan dentin atau lebih ketika dievaluasi pada sinar-x. Namun
definisi ini bervariasi secara substansial di antara praktisi.(16)
     
Apakah perlu untuk menghilangkan semua jaringan karies dari lesi mendekati yang
mendekati pulpa? Meskipun ada bukti substansial yang berlawanan, sebagian besar praktisi
terus mengikuti prinsip dasar panduan setiap ahli bedah: bahwa seseorang harus
menghilangkan apapun dan semua jaringan yang terkena infeksi. Tidak jelas, bagaimanapun,
apakah prinsip ini, seharusnya, diikuti setiap saat. Dalam perawatan endodontik
konvensional, misalnya, yang memiliki tingkat keberhasilan klinis yang tinggi, maka
kemungkinan bahwa bakteri hidup dan jaringan host nekrotik biasanya tetap dalam sistem
saluran akar setelah instrumentasi dan obturasi. .(3)
       Dalam  stepwise ekskavasi, setelah jangka waktu 6 minggu, kavitas kembali dibuka,
dentin di semua gigi ditemukan menjadi lebih gelap dan kering. Temuan ini menyiratkan
bahwa dengan menghilangkan beberapa biomassa karies dan menutup sisa karies dari
substrat dan bakteri mulut, karies yang tertinggal pada ekskavasi  pertama menjadi kurang
aktif. (17)
 

    G.V. Black, dalam teks klasik nya pada tahun 1908, menegaskan bahwa "lebih baik untuk
membuka pulpa gigi daripada meninggalkannya yang hanya ditutupi dentin lunak ".
Ironisnya, G.V.Black juga menyatakan bahwa sangat penting dokter gigi memahami patologi
dari proses karies supaya mereka mengurangi peran  menjadi mekanik. (3)
     Beberapa penelitian yang disebutkan di atas telah menunjukkan bahwa jumlah bakteri
dengan restorasi dengan seal yang bagus menjadi berkurang drastis. Pada penelitian mereka
tahun 2002, Maltz dkk(8), mencatat penurunan signifikan pada jumlah dari bakteri aerobic
dan anaerobic dan pembentukan mineral secara radiografik pada daerah affected dentin,
sehingga dia menyimpulkan bahwa “ pembuangan jaringan karies secara keseluruhan adalah
tidak begitu penting dalam mengontrol lesi karies”. Kesimpulan yang sama dalam dua
penelitian follow-up.(18,19).  Kidd(20) menyimpulkan juga bahwa "tidak ada bukti jelas bahwa
meninggalkan dentin yang terinfeksi akan merusak. ".
     Pemikiran meninggalkan karies dentin yang terinfeksi selama 6-12 bulan akan tampak
seperti dilemma karena bertentangan dengan pendidikan selama ini di kedokteran gigi. Telah
diajarkan bahwa ketika restorasi ditempatkan, adanya dan tingkat keparahan inflamasi pulpa
berkaitan dengan tingkat kebocoran bakteri sekitar restorasi. Dengan demikian sangat logis
untuk berpikir bahwa meninggalkan karies dentin yang terinfeksi  akan mengakibatkan
inflamasi pulpa. Akan tetapi, gigi yang dirawat dengan teknik stepwise excavation tidak
memperlihatkan tanda-tanda atai gejala-gejala pulpitis.(4)
     
Keberhasilan dari teknik ini tergantung pada integritas restorasi dan kerapatannya.
Pemanggilan secara berkala sangat  penting. Setelah menutup akses karies ke gigi, karies
dentin menjadi kering, lebih keras dan gelap warnanya. (4) Akibatnya ada penyusutan jaringan
meninggalkan celah di bawah restorasi. Kedua faktor  ini mendukung tahap kedua ekskavasi
stepwise.
      Hasil penelitian oleh Mertz-Fairhurst dkk (22) menunjukkan bahwa interval antara
ekskavasi pertama dan kedua tidak begitu penting  dan bisa lebih lama dari 6-12 bulan.      
 
        Dentin lunak, basah dan berwarna pucat ditinggalkan pada atap pulpa, kemudian
kavitas tersebut dilapisi dengan kalsium hidroksida atau Mineral Trioxide Aggregate ,dan
pada kunjungan kedua,kavitas dibuka kembali dan dentin di semua gigi yang ditemukan
memiliki warna yang lebih gelap, lebih keras dan konsistensi yang kering. Analisis
mikrobiologi juga menunjukkan penurunan yang signifikan dalam mikroorganisme  selama
periode di mana restorasi sementara berada di tempatnya. Temuan ini  berarti bahwa dengan
menghilangkan beberapa biomassa karies dan menutup jaringan karies yang tersisa dari
substrat ekstrinsik dan bakteri mulut, karies yang tertinggal setelah ekskavasi pertama
menjadi kurang aktif. Hal ini memberikan waktu untuk reaksi kompleks pulp-dentin untuk
berperan sehingga pada kunjungan ekskavasi kedua, terjadinya  kemungkinan terbukanya
pulpa menjadi kurang. Hal ini juga telah diusulkan bahwa dengan mengubah lingkungan
kavitas dari lesi aktif ke dalam kondisi lesi yang  lebih lambat berkembang, ini akan disertai
oleh pembentukan pembentukan dentin tersier. (13)

KESIMPULAN
         Berdasarkan penelitian yang dikutip dalam tinjauan ini, kita dapat menyatakan bahwa
ada bukti substansial bahwa penghilangan semua dentin yang terinfeksi pada lesi karies
dalam tidak diperlukan untuk keberhasilan perawatan karies asalkan restorasi bisa menutup
lesi dari lingkungan oral secara efektif.
       Penerapan teknik  stepwise excavation memberikan pilihan perawatan yang lebih
konsevatif dengan inflamasi pulpa yang  minimal, pembentukan dentin tersier yang lebih
baik, bakteri yang kurang dan prosedur pulp capping  lebih dapat diprediksi.
        Jadi penggunaan teknik yang lebih konservatif untuk menangani  karies dengan lesi
dalam bisa menghilangkan kebutuhan untuk teknik pulp capping direct konvensional.
       Penelitian teknik ini saat ini masih diperlukan. Perkembangan bahan kedokteran gigi
yang pesat dan penelitian yang semakin banyak akan meningkatkan perkembangan
kedokteran gigi dengan prinsip minimal intervensi
III.2 INDIRECT PULP CAPPING
a. Indikasi dan Kontraindikasi Indirect Pulp Capping
Perawatan ini dapat dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen muda yang kariesnya
telah luas dan sangat dekat dengan pulpa. Tujuannya adalah untuk membuang lesi dan
melindungi pulpanya sehingga jaringan pulpa dapat melaksanakan perbaikannya sendiri
dengan membuat dentin sekunder. Dengan demikian terbukanya jaringan pulpa dapat
terhindarkan.
Indikasi
• Lesi dalam dan tanpa gejala yang secara radiografik sangat dekat ke pulpa tetapi tidak
mengenai pulpa.
• Pulpa masih vital.
• Bisa dilakukan pada gigi sulung dan atau gigi permanen muda.
Kontra Indikasi
• Nyeri spontan – nyeri pada malam hari.
• Pembengkakan.
• Fistula.
• Peka terhadap perkusi.
• Gigi goyang secara patologik.
• Resorpsi akar eksterna.
• Resorpsi akar interna.
• Radiolusensi di periapeks atau di antara akar.
• Kalsifikasi jaringan pulpa.
b. Alat dan Bahan yang Digunakan pada Indirect Pulp Capping
Alat :
• Bur bulat
Fungsinya :
a) Untuk membur email
b) Untuk menyingkirkan karies di dentin
c) Untuk menyingkirkan dentin karies di daerah singulum
• Ekscavator
Fungsinya :
a) Untuk membuang sisa-sisa akhir dari debris
b) Untuk membuang jaringan gigi yang lunak/karies
• Hachet email atau pahat
• Pinset berkerat
Fungsinya :
a) Untuk menjepit kapas dan gulungan kapas
• Plastis filling instrument
Fungsinya :
a) Untuk memasukkan, memanipulasi dan membentuk bahan tumpatan plastis
b) Aplikasi semen
c) Untuk mengurangi kelebihan bahan
• Alat pengaduk semen
Fungsinya :
a) Untuk memanipulasi bahan tumpatan
• Stopper cement
Fungsinya :
a) Untuk menempatkan atau memampatkan bahan basis/semen

c. Faktor Kegagalan dan Keberhasilan Indirect Pulp Capping


Faktor keberhasilan
Keberhasilan perawatan pulp capping direct, ditandai dengan hilangnya rasa sakit, serta
reaksi sensitive terhadap rangsang panas atau dingin yang dilakukan pada pemeriksaan
subjektif setelah perawatan. Kemudian pada pemeriksaan objektif ditandai dengan pulpa
yang tinggal akan tetap vital, terbentuknya jembatan dentin yang dapat dilihat dari gambaran
radiografi pulpa, berlanjutnya pertumbuhan akar dan penutupan apikal.
Sebagian besar peneliti memakai criteria jembatan dentin sebagai indicator keberhasilan
perawatan karena jembatan dentin bertindak sebagai suatu barrier untuk melindungi jaringan
pulpa dari bakteri sehingga pulpa tidak mengalami inflamasi, tetap vital, membantu
kelanjutan pertumbuhan akar dan penutupan apikal pada gigi yang pertumbuhannya belum
sempurna. Jembatan dentin terbentuk karena adanya fungsi sel odontoblas pada daerah pulpa
yang terbuka.
Reaksi jaringan dentin terhadap kalsium hidroksida terjadi pada hari pertama hingga minggu
kesembilan, sehingga pasien dapat diminta datang 2 bulan setelah perawatan untuk
melakukan control. Kemudian secara periodic setiap 6 bulan sekali dalam jangka waktu 2
sampai 4 tahun untuk menilai vitalitas pulpa.
Faktor kegagalan
Pada saat pengeburan, ada kemungkinan mata bur membuat perforasi atap pulpa. Hal ini
perawatan pulp capping indirect berganti menjadi pulp capping direct.
d. Prognosis
Pulp capping indirect lebih dari dua kunjungan, lebih disukai oleh banyak klinisi, pulp
capping dirasa lebih konservatif dan lebih memberi hasil yang diharapkan dari metode direct.
Pendukung-pendukung teori ini lebih suka untuk tidak menimbulkan trauma pada gigi
dengan melakukan prosedur eksploratori guna menentukan apakah mereka menghadapi
pulpa yang terbuka atau hanya lesi karies yang dalam.
Tindakan ini memberi keuntungan dari gigi yaitu ditinggalkannya dentin karies yang
meragukan diatas daerah pulpa dan menutupinya. Kadang-kadang, setelah beberapa waktu
kemudian, sesudah mineralisasi ulang terjadi lesi dibuka ulang kembali, setelah itu semua
semen dan dentin karies disingkirkan lalu kavitas dirawat dengan prosedur sama seperti lesi
karies yang dalam
Prognosis baik juga tergantung pada kekooperatifan pasien dalan perawatan. Sedangkan
pada pulp capping indirect

III.3 Direct Pulp Capping


a. Indikasi dan Kontraindikasi Direct Pulp Capping
Perawatan ini dapat dilakukan terhadap gigi yang pulpanya terbuka karena karies atau
trauma tetapi kecil dan diyakini keadaan jaringan di sekitar tempat terbuka itu tidak dalam
keadaan patologis. Dengan demikian pulpa dapat tetap sehat dan bahkan mampu melakukan
upaya perbaikan sebagai respons terhadap medikamen yang dipakai dalam perawatan pulp
capping.
Indikasi
• Gigi sulung dengan pulpa terbuka karena sebab mekanis dengan besar tidak lebih dari 1mm
persegi dan di kelilingi oleh dentin bersih serta tidak ada gejala.
• Gigi permanen dengan pulpa terbuka karena sebab mekanis atau karena karies dan lebarnya
tidak lebih dari 1 mm persegi dan tidak ada gejala.
• Pulpa masih vital.
• Hanya berhasil pada pasien di bawah usia 30 tahun, misalnya pulpa terpotong oleh bur
pada waktu preparasi kavitas dan tidak terdapat invasi bakteri maupun kontaminasi saliva.
Kontraindikasi
• Nyeri spontan – nyeri pada malam hari.
• Pembengkakan.
• Fistula.
• Peka terhadap perkusi.
• Gigi goyang secara patologik.
• Resorpsi akar eksterna.
• Resorpsi akar interna.
• Radiolusensi di periapeks atau di antara akar.
• Kalsifikasi jaringan pulpa.
• Terbukanya pulpa secara mekanis dan instrumen yang dipakai telah memasuki jaringan
pulpa.
• Perdarahan yang banyak sekali pada tempat terbukanya pulpa.
• Terdapat pus atau eksudat pada tempat terbukanya pulpa.
b. Alat dan Bahan yang Digunakan pada Direct Pulp Capping
Alat :
1. Bur bulat
Fungsinya :
d) Untuk membur email
e) Untuk menyingkirkan karies di dentin
f) Untuk menyingkirkan dentin karies di daerah singulum
2. Ekscavator
Fungsinya :
c) Untuk membuang sisa-sisa akhir dari debris
d) Untuk membuang jaringan gigi yang lunak/karies
3. Hachet email atau pahat
4. Pinset berkerat
Fungsinya :
b) Untuk menjepit kapas dan gulungan kapas
5. Plastis filling instrument
Fungsinya :
d) Untuk memasukkan, memanipulasi dan membentuk bahan tumpatan plastis
e) Aplikasi semen
f) Untuk mengurangi kelebihan bahan
6. Alat pengaduk semen
Fungsinya :
b) Untuk memanipulasi bahan tumpatan
7. Stopper cement
Fungsinya :
b) Untuk menempatkan atau memampatkan bahan basis/semen
Bahan - bahan
Semen zinc oxide eugenol
Semen ZOE yang terdiri dari serbuk zinc oxide dicampur dengan cairan eugenol, kemudian
diaduk sehingga menghasilkan suatu massa dengan konsistensi pasta
Kalsium Hidroksida
Pada dasarnya kalsium hidroksida merupakan powder yang lunak dan tidak berbau, namun
kalsium hidroksida juga tersedia dalam bentuk pasta, yaitu bila dicampur dengan
champorated para chlorophenol, metakresil asetat, metal selulosa, garam normal, atau hanya
dengan air murni

c. Faktor Kegagalan dan Keberhasilan Direct Pulp Capping


Keberhasilan perawatan
Pulp capping direct sampai saat ini masih merupakan suatu metode perawatan yang valid di
bidang endodontic, karena bila perawatan ini berhasil maka vitalitas dari gigi dengan pulpa
terbuka dapat dipertahankan. Kondisi ini sangat tergantung pada diagnosis yang tepat
sebelum perawatan, tidak ada bakteri yang mencapai pulpa dan tidak ada tekanan pada
daerah pulpa yang terbuka.
Keberhasilan perawatan pulp capping direct, ditandai dengan hilangnya rasa sakit, serta
reaksi sensitive terhadap rangsang panas atau dingin yang dilakukan pada pemeriksaan
subjektif setelah perawatan. Kemudian pada pemeriksaan objektif ditandai dengan pulpa
yang tinggal akan tetap vital, terbentuknya jembatan dentin yang dapat dilihat dari gambaran
radiografi pulpa, berlanjutnya pertumbuhan akar dan penutupan apikal.
Sebagian besar peneliti memakai criteria jembatan dentin sebagai indicator keberhasilan
perawatan karena jembatan dentin bertindak sebagai suatu barrier untuk melindungi jaringan
pulpa dari bakteri sehingga pulpa tidak mengalami inflamasi, tetap vital, membantu
kelanjutan pertumbuhan akar dan penutupan apikal pada gigi yang pertumbuhannya belum
sempurna. Jembatan dentin terbentuk karena adanya fungsi sel odontoblas pada daerah pulpa
yang terbuka.
Reaksi jaringan dentin terhadap kalsium hidroksida terjadi pada hari pertama hingga minggu
kesembilan, sehingga pasien dapat diminta datang 2 bulan setelah perawatan untuk
melakukan control. Kemudian secara periodic setiap 6 bulan sekali dalam jangka waktu 2
sampai 4 tahun untuk menilai vitalitas pulpa.
Kegagalan perawatan
Perdarahan yang terjadi dapat berperan sebagai penghalang sehingga tidak terjadi kontak
antara bahan kalsium hidroksida dengan jaringan pulpa. Hal ini menyebabkan proses
penyembuhan pulpa terhambat.
Kegagalan perawatan ditandai dengan pemeriksaan subjektif yaitu timbulnya keluhan,
misalnya gigi sensitive terhadap rangsang panas dan dingin atau gejala lain yang tidak
diinginkan. Kemudian pada pemeriksaan objektif dengan radiografi dilihat adanya gambaran
radiolusen yang menunjukkan gumpalan darah atau terjadinya resorpsi internal.
d. Prognosis
Prognosis Pulp Capping
Pulp capping direct sampai saat ini masih merupakan suatu metode perawatan yang valid di
bidang endodontik, karena bila perawatan ini berhasil maka vitalitas dari gigi dengan pulpa
terbuka dapat dipertahankan. Kondisi ini sangat tergantung pada diagnosis yang tepat
sebelum perawatan, tidak ada bakteri yang mencapai pulpa dan tidak ada tekanan pada
daerah pulpa yang terbuka. Keberhasilan dari pulp capping pada lesi pulpa terbuka karena
karies lebih rendah. Kegagalan meningkat jika observasinya dilakukan lebih lama. Prognosis
baik juga tergantung pada kekooperatifan pasien dalan perawatan.

III.4 Prosedur Perawatan Pulp Capping


Prosedur perawatan pulp Capping secara Umum
a. Pada lapisan dentin yang keras
I kunjungan pertama
1. Asepsis
Berbagai bahan kimia dan teknik telah digunakan untuk membuag dan mengahancurkan
kontaminan bakteri dari dari permukaan gigi, cengkeram, dan karet sekelilingnya. Bahan
kimia yang dipakai antara lainalkohol, senyawa ammonium kuaterner, natrium hipoklorit,
ioium organic, garam-garam merkuri, dan hydrogen peroksida. Teknik yang efektif adalah
sebagai berikut:
1. Plak dibuang dengan karet dan pumis
2. Pemasangan isolator karet
Pemasangan isolator karet merupakan hal yang harus dilakukan . pemasangan isolator karet
pada gigi normal, dengan beberapa latihan, hanya memerlukan waktu kira-kira setengah
menit. Walaupun demikian dipraktek pribadi masih jarang dilakukan pemasangan isolator
karet ini. Keuntungan pemakaian isolator karet ini adalah:
a. Mencegah tertelannya instrument endodontik yang digunakan.
b. Daerah kerja kering dan jelas serta mudah didesenfeksi.
c. Melindungi gusi, lidah dan pipi dari trauma iatrogenic.
d. Mempersingkat waktu perawatan yang dilakukan dokter gigi.
Sedangkan kerugiannya adalah:
a. Mempersulit foto rontgen
b. Dapat terjadi trauma pada papilla gingival.
Isolator karet terdiri dari:
a. Lembaran Karet
Ada yang berwarna terang dan gelap. Warna gelap membuat daerah kerja menjadi lebih jelas
tetapi kurang baik untuk pengambilan foto rontgen.
Ketebalan dari lembar karet ada bermacam-macam.
b. Bingkai
Bingkai isolator karet terbuat dari logam dan plastik. Gunanya untuk menahan atau
meregang lembaran karet yang digunakan. Saat ini yang sering dipakai adalah Starlite
visiframe.
c. Cengkram
Untuk setiap elemen gigi mempunyai cengkeram tersendiri.
1. Permukaan gigi, cengkeram, dan karet di sekelilingnya diulas dengan hydrogen peroksida
30 %
2. Permukan dioles dengan desinfektan iodium tinktur 5%, natrium hipoklorit juga bisa
digunakan untuk menggantikannya.

Sterilisasi instrument
Sterilisasi adalah proses pemusnahan semua mikroorganisme. Disinfeksi bakteri berarti
menghilangkan organisme vegetative yang menyebabkan penyakit. Instrument yang
digunakan dalam perawatan endodontik memerlukan disinfeksi, tetapi hal ini tidak begitu
memuaskan Karena tiga alas an yaitu:
1. Metode disenfeksi yang digunakan tidak dapat bergantung pada eliminasi organisme yang
dapat menyebabkan penyakit.
2. Organsme yang secara normal adalah nonpatogenik dapat menimbulkan penyakit jika
memperoleh tambahan jaringan yang nekrosisatau rusak yang terdapat dalam ruang pulpa
atau region periapeks.
3. Instrument yang berkontak dengan cairan tubuh dapat memindahkan hepatitis Bdari satu
pasien kepada yang lainnya, kecuali dilakukan sterilisasi.
Oleh kerena itu, jika perawatan hendak dilakukan dalam keadaaan asepsis, semua instrument
yang digunakan dalam ruang pulpa harus disterilisasi terlebih dahulu. Selain itu, harus
diingat bahwa semua instrument yang hendak di sterilisasi harus digosok dan dibersihkan
terlebih dahulu dengan deterjen dan air karena jika terdapat sisa darah kering, jaringan, atau
yang lainnya, dapat menghambat jalannya sterilisasi.
Banyak cara untuk mensterilisasikan instrument dan bahan-bahan endodontik ini, seperti:
1. Autoklaf
2. Oven udara panas
3. Pemanas kering
4. Sterilisasi garam panas

2. Pembersihan jaringan karies


Kedalaman penetrasi lesi karies bukanlah memberi pengaruh yang bermaknapada ragangan
akhir preparasi. Bila ragangan preparasi hamper selesai dibuat maka dilakukan evaluasi
pengukuran penetrasi lateral dari karies dengan menggunakan sonde. Jika ada karies dentin
yang besar, eksavasi tidak menghilangkan karies yang terletak didekat pulpa. Lesi ini dapat
dibersihkan dengan menggunakan bur bulat atau eksavator genggam. Bila digunakan dengan
bur, sebaiknya bur kecepatan rendah untuk mencegah pembuangan yang berlebihan. Ukuran
mata burnya harus besar dan disesuaikan dengan besar gigi dan besar karies dentin yang
tertinggal. Sewaktu karies dentin ini disingkirkan, warna dan tekstur dentin yang tinggal
dapat digunakan sebagai penuntun untuk mengetahui preparasi yang tepat

Penyinkiran karies dentin dengan ekskavator

Penyingkiran karies dentin dengan menggunakan bur bulat


3. Membersihkan permukaan preparasi
Setelah preparasi kavitas, permukaan email dan dentin biasanya ditutupi oleh sisaselapis tipis
debris yang melekat erat. Penyingkiran lapisan tipis ini dapat mengganggu kemapuan
adaptasi terhadap dinding kavitas. Keadaan ini dapat terdeteksi pada waktu penempatan
restorasi, atau yang lebih buruk lagi, tidak begitu nyata terlihat sampai beberapa waktu
kemudian. Demikian pula, sifat optimal semen gigi, khususnya semen polikarboksilat sangat
dipengaruhi oleh kebersihan permukaan preparasi pada waktu penambalan.
Natrium hipoklorit (NaOCl) dalam berbagai konsentrasi adalah irigan yang paling popular
dan paling dianjurkan. Larutan ini tidak mahal, mudah diperoleh, mudah dipakai dan
memperoleh rating yang tinggi dalam penelitian. Penelitian in vitro mengindikasikan bahwa
NaOCl melarutkan jaringan dengan mudah, eksperimen pada gigi cabutan dan penggunaan
kliniknya tidak begitu mengesankan. Didalam saluran akar, irigan tidak akan berkontak
secara luas dan intim dengan semua daerah jaringan. Selain itu, irigan tidak mempunyai
akses yang cukup kedaerah yang terpencilmdan derah-daerah yang mengalami
penyimpangan anatomi dan oleh karenanya aka nada daerah-daerah yang debridementnya
tidak bisa dilakukan dengan baik. Sedangkan Pemakaian peroksida hydrogen (H2O2)sendiri
tidak bermanfaat. Cara ini dahulu pernah popular dan bermanfaat tapi karena ada efek
berbusanya larutan akibatnya terbentuk O-nasen yang memudahkan pembersihan debris
ternyata, peningkatan debridement dengan cara ini tidak terjadi.
Teknik Irigasi
Jarum. Tersedia berbagai tipe jarum walaupun tidak ada satu pun yang tepat. Yang penting
adalah ukurannya yang harus kecil. Lebih disukai berukuran 27 atau 28. Jarum ukuran ini
berpotensi untuk berpenetrasi lebih dalam sehingga pengeluaran lautan dapat lebih baik
demikian juga pembersihan debrisnya. Jarum yang lebih kecil cenderung menjadi tersumbat;
kecenderungan ini dapat diminimalkan dengan aspirasi setiap setelah irigasi.
Pemakaian. Faktor yang paling penting adalah penetrasi jarum dan volume irigasi. jarum
yang kecil, bersama-sama dengan irigasi yang banyak akan menghasilkan pembilasan yang
lebih baik.
4. Menempatkan Subbase:
Bahan Subbase
• Ca(OH)2
Sampai saat ini, kalsium hidroksida merupakan bahan direct pulp capping yang paling
populer sebagai terapi pulpa vital. Bahan ini mempunyai banyak kekurangan di antaranya
pada pH 12,5 menyebabkan terjadi nekrosis likuidasi terutama pada lapisan superfisial pulpa.
Efek toksik dari kalsium hidroksida yang kelihatannya dinetralisir pada lapisan pulpa yang
lebih dalam, justru menyebabkan nekrosis koagulasi yang berbatasan dengan jaringan vital,
menyebabkan iritasi ringan pada pulpa. Pada proses kesembuhan, terjadi tunnel defectt pada
pembentukan jembatan dentin yang akan memudahkan masuknya bakteri dan memperlambat
proses kesembuhan. Untuk mencegah terjadinya infeksi, perlu mempercepat kesembuhan
dengan memicu proses regenerasi sel. Suatu proses kesembuhan diperlukan molekul
pensinyal untuk memulai kaskade siklus sel agar terjadi mitosis untuk regenerasi odontoblas
membentuk dentin reparatif.
Pada suatu penelitian dipakai TGF-β1 suatu growth factor sebagai molekul pensinyal pada
perawatan direct pulp capping. Suatu pendekatan baru berbasis pengertian mekanisme
seluler dan molekuler pada regulasi dentinogenesis. Pemberian TGF - β 1 mempengaruhi
respons inflamasi yang meliputi: meningkatkan infiltrasi sel inflamasi, menurunkan
perdarahan, vakuolisasi, nekrosis dan angiogenesis. Pemberian TGF- β1 meningkatkan
aktivitas fibroblas yang meliputi: meningkatkan stellate fibroblast, odontoblastoid,
mineralisasi, fosfatase alkali dan sintesis kolagen tipe I. Pada pemberian TGF- β1,
peningkatan sintesis kolagen tipe I disebabkan oleh peningkatan diferensiasi odontoblastoid
dan seiring dengan berjalannya waktu, kolagen tipe I disintesis makin banyak.
(http://www.adln.lib.unair.ac.id/print.php?id=gdlhub-gdl-s3-2007-prijambodo-
5314&PHPSESSID=3f8e215d0335af1a5410155655b2db9f)
Kalsium hidroksida tersedia dalam bentuk suspensi cair, bubuk, atau pasta. Kalsium
hidroksida diberikan sebagai pelapik yang banyak mengandung kalsium di atas dentin yang
baru dipotong atau sebagai insulator di atas bagian kavitas yang lebih dalam. Bentuk pasta
adalah yang paling populer karena bahan ini dapat dengan mudah dipakai dan mengeras
dengan cepat. Jenis bahan ini dipakai dengan menggunakan instrumen yang sama untuk
mencampur bahan. Sebelum penempatan bahan, instrumen harus benar-benar bersih karena
sebagian pelapik bahan ini harus ditempatkan dengan sangat tepat untuk menghindari noda-
noda yang berserakan di semua tempat. (Baum, 1997)
Sejumlah instrumen dapat dipakai tergantung pada perlakuan yang diperlukan. Ukuran dan
lokasi preparasi menentukan instrumen yang paling tepat. Bagian belakang eskavator yang
kecil dapat digunakan dalam penempatan semen. Instrumen yang efektif adalah aplikator
yang berbentuk seperti sebuah sonde dengan bulatan kecil pada ujungnya. Ujung yang bulat
dicelupkan setengah ke dalam campuran yang diinginkan saat menempatkan pasta di gigi
atas (atau permukaan “atas”). Jika lebih dari setengah alat ini dicelupkan, bahan tersebut
tidak akan tinggal pada ujung alat tadi tetapi akan terus mengalir ke tangkai instrumen.
Preparasi amalgam dan resin akan mempunyai underkut retentif pada dentin. Ada
kecenderungan yang kuat bahwa bahan pelapik, seperti misalnya Dycal, kunci mekanis
untuk retensi. Bila hal ini terjadi, alat-alat eksplorer atau pemotong digunakan untuk
membuang bahan dari sisi retensi setelah bahan itu mengeras.
Bahan pelapik mngeras dengan sangat cepat setelah dicampur, sehingga harus ditempatkan
langsung setelah pencampuran. Temperatur mulut mempercepat reksi pengerasan ini.
Kelembaban yang meningkat juga akan mengurangi waktu pengerasan, keadaan ini
disebabkan karena tidak memakai isolator karet. (Baum, 1997)
• Mineral Trioxide Aggregate (MTA)
Mineral Trioxide Aggregate (MTA) adalah bahan pengisi saluran akar yang dikembangkan
di Universitas Loma Linda. MTA memiliki kemampuan mengisi yang baik, tidak bersifat
toksik, tidak menimbulkan inflamasi, biokompatibel, mudah memanipulasikannya, tidak
terpenganih terhadap adanya kontaminasi darah, tidak larut dan dapat merangsang
pembentukan jaringan keras (tulang dan sementum). Disamping itu MTA juga memiliki sifat
antibakteri dan lebih radiopak dari dentin schingga mempermudah membedakannya daJam
radiografi. Karena sifat-sifatnya ini MTA digunakan sebagai bahan perawatan dalam bidang
endodontik yaitu: sebagai perawatan perforasi saluran akar, pulpotomi, apeksifikasi akar dan
direct pulp capping

Contohnya : Ca(OH)2 / ZOE


Menempatkan pasta Ca (OH)2 (lihat gambar)

Cara penempatan pasta Ca(OH)2


penempatan semen oksida seng eugenol
5. Melapisi subbase dengan base
BASE dan liner.
Base (basis) adalah bahan yang digunakan dalam bentuk yang relative tebal untuk
menggantikan dentin yang sudah rusak dan untuk melindungi pulpa dari iritasi kimia dan
fisik. (Eccles & Greene, 1994 : 78). Bahan basis berfungsi sebagai pelindung terhadap iritasi
kimia, menghasilkan penyekat terhadap panas dan menahan tekanan yang diberikan semalam
pemampatan bahan restorative. Kebutuhan akan pelindung sebelum merestorasi bergantung
pada perluasan lokasi preparasi dan material restorasi yang akan digunakan. Karena
memiliki tujuan yang sama, liner dan base tidak dibedakan secara jelas. (Baum dkk, 1997 ;
154)
Liner merupakan lapisan tipis material yang digunakan sebagai barrier untuk melindungi
dentin dari reaktan residual yang berdifusi keluar dari restorasi/cairan rongga mulut yang
dapat menembus interface gigi-restorasi. Liner juga sebagai penyekat elektrik material
metalik, memberikan perlindungan thermal dan medikasi pulpa. Kebutuhan liner bila akan
dilakukan restorasi metal yang luas ke pulpa yang tidak berikatan dengan struktur gigi
seperti amalgam, cast gold, atau restorasi indirect.
Basis (biasanya 1-2 mm) digunakan untuk memberikan perlindungan termal untuk pulpa dan
menambahkan dukungan mekanis untuk restorasi dengan mendistribusikan stress local dari
restorasi ke permukaan dentin di bawahnya. Basis memberikan perlindungan bagi pulpa :
- Protective base : melindungi pulpa sebelum peletakkan bahan restorasi
- Insulating base : melindungi pulpa dari shock termal
- Sedative base : medikasi pulpa yang mengalami injury
(Gatot Sutrisno, 2006)
Macam-macam basis :
Vernis
Bila digunakan tambalan amalgam atau emas, preparasi tersebut harus dilapisi dengan vernis
kavitas. Vernis kavitas bisa resin alami atau sintetik yang dilarutkan pada pelarut ester atau
kloroform. Kemudian pelarut akan menguap dan meninggalkan lapisan tipis pada preparasi
kavitas yang merupakan balut terhadap dentin yang terpotong. Vernis kavitas fungsi
utamanya adalah mengurangi kebocoran mikro yang terjadi seperti seperti pada restorasi
amalagam. Vernis kavitas ini menghambat kebocoran mikro selama beberapa minggu
pertama sampai produk korosi terbentuk. Sensitivitas yang dirangsang oleh penetrasi cairan
atau debris akan sangat berkurang. Selain itu, bila restorasi mengiritasi, seperti seng
fosfat,vernis dioleskan untuk mencegah penetrasi asam ke dentin dan pulpa.
Selapis vernis yang diletakkan dibawah restorasi logam bukan merupakan isolator panas
yang baik walaupun vernis memiliki konduktivitas panas yang rendah, bila ditempatkan
dengan baik, ketebalan lapisan tersebut hanyalah berkisar 4 mikrometer sehingga terlalu tipis
untuk menyekat panas.
Kalsium Hidroksida
Vernis tidak digunakan bila restorasi tersebut adalah komposit atau resin nirpasi. Begitu
resin berkontak dengan vernis, polimerisasi resin dapat menghambat sehingga menghasilkan
perlunakan pada permukaa antara vernis dan resin.
Suatu bahan yang secara ektensif digunakan untuk perlindungan pulpa tidak hanya dibawah
resin tetapi dibawah seluruh bahan restorasif adalah kalsium hidroksida. Bahan ini sangat
efektif dalam pembentukan dentin sekunder. Dentin sekunder merupakan bantuan yang
penting dalam perbaikan pulpa. Dentin tersebut nantinya akan melindungi pulpa dari iritan-
iritan seperti produk toksik dari bahan restorasi.
Semen kalsium hidroksida yang dipasarkan biasanya disediakan dalam 2 pasta. Pasta ini
mengandung 6 atau 7 bahan lain yang ditambahkan untuk meningkatkan sifat-sifat tertentu.
Bahan-bahan ini pada umumnya memberikan respon pulpa yang khas terhadap kalsium
hidroksida. Bahn ini memiliki kekuatan dan kekerasan yang sangat baik sehingga digunakan
sebagai fondasi untuk bahan tambalan dan cocok untuk kerusakan yang diakibatkan oleh lesi
karies profunda.

Prosedur Peletakan Pelapik dan Basis


Vernis
Pemilihan merk vernis didasarkan pada kerusakan pribadi dan karakteristik manipulasi
bahan tersebut. Hal yang terpenting adalah untuk mendapatkan suatu lapisan yang merata
dan tidak terputus-putus diatas seluruh permukaan kavitas yang dipreparasi. Sedikitnya ada 2
lapisan yang harus dioleskan. Mengeringnya lapisan pertama akan meninggalkan lubang-
lubang kecil dan lapisan kedua megisi rongga-rongga tersebut dan menghasilkan lapisan
yang lebih homogen.
Vernis harus mempunyai viskositas yang encer, bila terlalu kental maka tidak akan
membasahi gigi dengan baik sehingga memungkinkan kebocoran mikro diantara gigi dan
vernis. Oleh karena itu selama tidak dipakai vernis tidak dipakai maka botol vernis harus
ditutup rapat. Dan bahan pengencer yang biasanya digunakan adalah eter atau kloroform.
Vernis dioleskan pada dinding preparasi dengan menggunakan kapas kecil dan dikeringkan
dengan menggunakan angin. Pengolesan vernis dengan menggunakan kapas kan pinset,
apabila kavitas terlalu kecil bisa menggunakan sonde. Namun akan lebih efektif jika
menggunakan reamer saluran akar sebagai pembawa.

Semen
Bermacam-macam bahan untuk basis dan pembalut (dressing), diantaranya :
semen oksida seng eugenol (ose), semen seng fosfat, semen polikarboksilat, semen ionomer
kaca.
a. Semen Oksida Seng Eugenol
Merupakan semen tipe sedatif yang lembut. Biasanya disediakan dalam bentuk bubuk dan
cairan, berfungsi sebagai basis insulatif (penghambat). Semen ini sering dipakai karena
bersifat paling sedikit mengiritasi dan memiliki pH mendekati 7. Eugenol memiliki efek
paliatif terhadap pulpa dan dapat meminimalkan kebocoran mikro serta memberikan
perlindungna terhadap pulpa.
Campuran konvensional dari oksida seng dan eugenol masih lemah. Oleh karena itu produk
OSE diperkuat dengan menambahkan polimer sebagai penguat.
Prosedur basis. Untuk mencampur semen ini lebih sering digunakan kertas pad dibanding
glass lab. Bubuk dalam jumlah secukupnya ditambah kebeberapa tetes eugenol dan diaduk
sampai mencapai suatu tekstur yang seperti kental yang bila dipegang jari tidak lengket.
Sebagian kecil kira-kira seukuran biji wijen dilengketkan pada ujung eksplorer dan dioleskan
dengan hati-hati kedalam kavitas. Hindari mengenai tepi-tepi kavitas.
Kapas yang sangat kecil dijepit dengan pinset dan digunakan sebagai alat untuk ”menekan”
bahan tersebut dan membentuknya di dalam kavitas. Semen yang baru diaduk cenderung
lengket ke instrument logam atau plastik, karena itu kapas harus kering. Penambahan bahan
sisa dilakukan berulangkali dengan cara yang sama sampai diperoleh ketebalan yang cukup.
b. Semen Seng Fosfat (ZP)
Semen seng fosfat umumnya yang kuat dan keras tetapi mengititasi pulpa. Terdiri atas bahan
bubuk-cair, bubuknya biasanya adalah oksida seng dan cairannya adalah asam ortho
phosporik, garam-garam logam dan air. Pemakaian utama dan tradisional dari bahan ini
adalah untuk merekatkan restorasi-restorasi pengecoran gigi dan juga sebagai bahan basis
bila diperlukan kekuatan compresi yang besar. Semen posphat yang baru diaduk sangat
mengiritasi pulpa dan tanpa perlindungan varnish atau jenis bahan basis lainnya dapat
menyebabkan kerusakan pulpa yang irreversible.
Sifat semen ini mudah dimanipulasi memiliki kekuatan yang besar dari suatu basis, dapat
menahan dari trauma mekanis dan memberi perlindungan yang baik dari rangsangan panas
tetapi semen ini mudah pecah dan tidak baik untuk tambalan sementara.
c. Semen Polikarboksilat
Merupakan semen gigi yang baru dan memberi perlekatan yang baik pada komponen
kalsium dari struktur gigi. Walaupun sulit dimanipulasi, memiliki potensi untuk adhesi klinis
ke ion kalsium pada email dan dentin. Karena bahan ini cenderung cepat mengeras, tidak
dilakukan upaya mengaduk semen hingga menyerupai konsisten pasta pada semen zinc
phospat. Bubuk semen ini sama dengan semen seng phospat bubuk mengandung oksida seng
dan sejumlah kecil oksida magnesium. Pada saat ini oksida magnesium sering digantikan
dengan oksida stanic dan stanius flourida untuk memodifikasi waktu pengerasan dan
meningkatkan kekuatan dan karakteristik manipulasinya. Cairannya adalah asam poliakrilik
dan air. pH semen polikarboksilat, pada awalnya mirip dengan pH semen seng fosfat tetapi
respon pulpanya mirip dengan semen ESO. Suatu penjelasan yang mungkin untuk tingkat
iritasi yang rendah adalah ukuran molekul poliakrilik yang besar membatasi penetrasi
melalui dentin dan penarikannya terhadap protein yang dapat membatasi difusinya melalui
tubulus dentin.
d. semen silikophospat
semen ini merupakan hibrid kombinasi dari semen sing fosfat dan semen silikat, sering
disebut sebagai semen silikofosfat. Semen ini terdiri dari 90% semen silikat dan 10 % semen
seng fosfat. Dengan adanya kandungan florida dalam bagian silikat dari bubuk tersebut,
semen ini memberikan pencegahan karies sekunder. Dari titik pandang sifat anti kariesnya,
seng siliko fosfat sering merupakan bahan semen pilihan untuk mulut kariesnya tinggi. Aksi
untuk perlindungan pulpa adalah sama dengan seng fosfat.
e. semen ionomer kaca (GI)
karena sifat biologis dari GI yang baik dan memiliki potensi perlekatan kekalsium yang ada
didialam gigi, ionomer kaca terutama digunakan sebagai bahan restoratif untuk perawatan
daerah erosi dan sebagai bahan penyemenan. Selain itu GI digunakan sebagai basis
walaupun bahan tersebut sangat sensitif terhadap air dan membutuhkan daerah yang kering.
Komposisi
GIC terdiri dari dua macam bahan di dalamnya yaitu likuid (cairan) dan bubuk.
Bubuk
Bubuk untuk GIC pada umumnya terdiri dari :
• Silica 41.9%
• Alumina 28.6%
• Aluminium Fluoride 1.6%
• Calcium Fluoride 15.7%
• Sodium Fluoride 9.3%
• Aluminium Phosphate 3.8%
Likuid
Cairan yang digunakan pada GIC adalah asam poliakrilik dengan konsentrasi antara 40-50%.
Pelapik ionomer kaca ada 2 tipe yang pertama adalah sistem bubuk-cairan konvensional
serupa dengan semen tipe 2. tipe 2 adalah ionomer kaca yang dikeraskan dengan sinar,
bagian bubuknya berisi unsur partikel kaca konvensional yang larut asam ditambah
aselerator foto- aktivasi. Cairannya dalah larutan cair asam poliakrilat atau kopolimer,
gugusan grup metakrilat. Kedua unsur tersebut dicampur, dimasukkan ke kavitas, dan
kemudian disinari dengan sinar pengeras resin. Sinar mengaktifkan akselerator,
menghasilkan radikal bebas dan gugusan grup metakrilat akan mengeras dengan cara saling
menempel. Kegunaan utama dari pelapik ionomer adalah, untuk perekat perantara antara gigi
dengan tambalan komposit. Pada dasarnya semen ini sebagai bonding terhadap dentin.
Contoh : pemberian base Zn PO4
6. Penumpatan sementaraa
Tujuan Restorasi Sementara
Keutuhan struktur berperan amat penting dalam mempertahankan seal hermetik yang baik di
atas pulpa. Penempatan restorasi sementara yang stabil tanpa mengganggu bagian oklusal
dan periodontal gigi tidak selalu mudah dicapai. Restorasi sementara harus protektif, rapat,
dan bagus estetik serta fungsinya.
Tujuan restorasi sementara :
• Menutupi dentin yang terbuka dan mencegah kerusakan pulpa dan sakit atau
ketidaknyamanan bagi pasien. Jadi semen sementara juga harus non-iritasi sehingga menjaga
kenyamanan pasien selama periode waktu yang singkat.
• Mencegah kontaminasi kavitas dari saliva dan benda asing lainnya.
• Mencegah pergerakan gigi atau gigi-gigi sekitarnya baik ke lateral, dengan cara merestorasi
titik kontak, atau ke oklusal dengan merestorasi stop sentrik.
• Memungkinkan kelanjutan fungsi gigi.
• Mempertahankan kondisi periodontal dan kebersihan mulut. Tidak mempersulit
pembersihan mulut dengan menutupi kavitas gigi. Jika kavitas dibiarkan terbuka akan timbul
masalah gingiva akibat sulit menjaga kebersihan mulut.
Ada tiga prinsip praktis agar restorasi dapat berfungsi dengan baik dan bertahan lama,
yakni :
1. Mempertahankan struktur gigi. Struktur gigi yang memerlukan perawatan biasanya sudah
tidak lebih baik lagi sehingga pengambilan dentin lebih lanjut sebaiknya diminimalkan.
Sebaliknya, kuspa mungkin perlu dikurangi dan diberi pelindung (capping).
2. Retensi. Restorasi korona memperoleh retensi dari inti dan sisa dentin yang masih ada.
Jika intinya memerlukan retensi, maka yang dimanfaatkan adalah sistem saluran akarnya
dengan memakai pasak. Namun pasak ini akan melemahkan dan mungkin menyebabkan
operforasi sehingga hendaknya dipakai jika diperlukan untuk retensi inti.
3. Proteksi sisa struktur gigi. Pada gigi posterior, hal ini diaplikasikan untuk memproteksi
kuspa yang tidak terdukung supaya bisa menghindari terjadinya fleksur dan fraktur.
Restorasi didesain demikian rupa sehingga beban fungsional dapat ditransmisikan melalui
gigi ke jaringan penyangga.
Kebutuhan bahan restorasi sementara bervariasi tergantung pada lama, tekanan oklusal dan
keausan, kompeksitas kavitas akses dan banyaknya jaringan gigi yang hilang.Restorasi
sementara harus bertahan satu sampai beberapa minggu.
Adapun contoh-contoh tumpatan sementara antaralain:
Bahan pertama yaitu cavit G( ESPE /premier USE) merupakan bahan yang mengandung
calcium sulfat polifynil chlorida asetat .Bahan ini bersifat ekspansiv waktu mengeras, karena
penggunaanya mudah dan mempunyai kerapatan yang baik dengan dinding kavitas,
digunakan untuk waktu antar kunjungan yang singkat, kekuatan komprehensifnya yang
rendah dan mudah hilang oleh pemakaian. Cara meletakkan kekavitas adalah sebagaian demi
sebagian pada dinding kavitas dengan instrument plastis (system incremental), kelebihan
bahan dibuang dan permukaan tumpatan dihaluskan dengan kapas basah. Setelah
penumpatan sebaiknya gigi tidak dipakai untuk mengunyah paling tidak selama 1 jam.
Menurut Wilrdman (1971). Kualitas penutupan cavit G kelihatannya berdasarkan
kemampuan bahan untuk mengembang saat mengeras. Cavit G adalah suatu komponen
hidrofilik yang dapat mengeras dalam susasana lembab. Karena itulah, hendaknya jangan
digunakan pada gigi vital karena dapat mengeringkan dentin dan dengan demikian dapat
menyebabkan sensitivitas pada gigi (cit. Grossman,dkk,1995)
Bahan kedua adalah IRM (Caulk/densply,USA) merupakan bahan tumpatan sementara yang
mengandung semen zinc oxide yang diperkaya dengan resin. Bahan ini cukup untuk baik
digunakan walaupun kerapatannya kurang bila dibandingkan dengan cavit G. teknik
peletakkannya sama dengan bahan pertama. Semen ini diindikasikan diregio yang sukar
diisolasi seperti karies interproksimal subgingiva tetapi yang tidak memerlukan pemanjangan
mahkota atau gingivektomi. Semen ini harus tetap mempertahankan kontak proksimal atau
jika struktur gigi hanya tersisa sedikit, semen harus dikontur sedemikian rupa sehingga tidak
menyebabkan impaksi makanan.
Bahan yang ketiga adalah dentorit (dentoria laboratories Pharmatique, Jerman) merupakan
bahan tumpatan sementara dengan basis synthetic resin bebas. Pada saat bentuknya cair,
sewaktu mengaplikasikannya harus dihindarkan dari tekanan. Biasanya langsung mengeras
apabila terkena saliva. Bahan ini mempunyai stabilitas yang sangat baik didalam mulut dan
juga sangat rapat dalam menutup kavitas terutama bagian tepinya. Bahan ini terdiri dari tiga
bentuk variasi warna yaitu warna gading untuk pemakaian normal, warna merah jambu
untuk pemakaian yang keras dan warna biru untuk kasus yang membutuhkan campuran
arsenik
7. Melakukan control seminggu kemudian

Kunjungan II:
1. Melakukan Tes vitalitas, tes perkusi dan tes tekan setelah membuka tumpatan sementara
a. Tes termal panas
Tes termal digunakan untuk melihat apakah gigi masih dalam keadaan vital atau tidak.
Rangsangan yang menyebabkan ekspansi pulpa panas dapat diperoleh dari guta perca yang
dipanaskan. Lokasi yang diperiksa adalah daerah servikal gigi, karena tubuli dentin lebih
banyak dan lapisan enamel lebih tipis sehingga rangsangan mudah dihantarkan. Bila timbul
reaksi nyeri nyeri hebat akibat tes termal, maka dapat dikurangi dengan melakukan tes
termal yang berlawanan.
b. Tes termal dingin
Tes termal dingin akan menyebabkan vaso kontriksi. Rangsangan yang dapat menyebabkan
kontraksi pulpa diperoleh dari bulatan kapas kecil yang disemprot etil klorida atau es
berbentuk batang kecil. Bulatan kapas yang disemprot klor etil akan diletakkan didaerah
servikal.
c. Perkusi
Mengetuk mahkota gigi dengan menggunakan pangkal kaca mulut untuk mengetahui nyeri
dengan melihat ekspresi penderita.
d. Druk
Mengetahui penjalanan keradangan dengan cara meletakan pangkal kaca mulut di atas
mahkota gigi kemudian penderita di minta menggigit perlahan-lahan untuk mengetahui nyeri
dengan melihat ekspresi penderita (Bila gigi lawan tidak cukup ditekan dengan pangkal kaca
mulut).
2. Menanyakan Keluhan penderita
Setelah melakukan tes termal dan tes tekan serta tes perkusi lalu tanyakan keluhan penderita,
apabila sudah tidak ada keluhan maka langsung dilanjutkan dengan tumpatan tetap sesuai
dengan lesi kariesnya.

c. Pada lapisan dentin lunak


Pengambilan karies, jaringan karies diambil secara bertahap supaya tidak perforasi dan
dimaksudkan untuk terbentuknya dentin sekunder
1. Perawatan langsung sama dengan perawatan dentin keras.
2. Perawatan bertahap
Kunjungan I
1. Asepsis
2. Pembersihan jaringan karies
3. Membersihkan permukaan preparasi
4. Menempatkan Subbase dengan bahan dan prosedur sama dengan diatas
5. Melapisi subbase dengan base
6. Penumpatan sementaraa
7. Melakukan control seminggu kemudian

III. 5 Perbedaan Antara Indirect Pulp Capping Dan Direct Pulp Capping
Perbedaan pulp capping direct dan pulp capping indirect
Pulp Caping Direct Pulp Caping Indirect
1. Seluruh dentin karies dihilangkan
2. Pulpa terbuka
3. Perawatannya hanya satu kali kunjungan
4. Bahan basis yang digunakan adalah Ca(OH)2 1. Hanya dentin tepi yang karies
disingkirkan
2. Pulpa tidak terbuka
3. Perawatannya lebih dari dua kali kunjungan
4. Bahan basis yang digunakan adalah seng fosfat eugenol (OSE)

Perbedaan Prosedur Pulp Capping Direct dan Pulp Capping Indirect


Keputusan apakah digunakan prosedur direct atau indirect tergantung pada faktor-faktor lain
selain keadaan pulpa yang sehat.Memilih perawatan pilihan diperjelaskan pada gambar di
bawah ini
Perbedaan Prosedur Pulp Capping Direct dan Pulp Capping Indirect
Keputusan apakah digunakan prosedur direct atau indirect tergantung pada faktor-faktor lain
selain keadaan pulpa yang sehat.Memilih perawatan pilihan diperjelaskan pada gambar di
bawah ini

III. 6 Mekanisme Pembentukan Dentin Sekunder


Dentin Sekunder
Pembentukan dentin berlangsung sepanjang hidup, dan dentin yang terbentuk setelah gigi-
gigi terkalsifikasi seluruhnya dan berfungsi disebut dentin sekunder. Dentin sekunder
memberi tambahan pada dentin semula dan cenderung muncul dalam suatu lapisan di atas
dentin pada pertautan pulpanya.
Dentin sekunder disusun setelah erupsi gigi. Dapat dibedakan dari dentin primer karena
tubuli membengkok tajam dan menghasilkan suatu garis demarkasi. Dentin sekunder
ditumpuk secara tidak rata pada dentin primer dengan suatu kecepatan rendah dan
mempunyai pola inkremental dan struktur tubular kurang teratur dibandingkan dentin primer.
Misalnya, dentin sekunder ditumpuk dalam kuantitas lebih besar pada dasar dan atap ruang
pulpa daripada pada dinding pulpa. Deposisi yang tidak rata ini menerangkan pola reduksi
kamar pulpa dan tanduk pulpa kalau gigi menua. Deposisi dentin sekunder ini melindungi
pulpa.

Dentin Reparatif
Dentin reparatif, juga dikenal sebagai dentin iregular atau dentin tersier, disusun oleh pulpa
sebagai suatu respon protektif terhadap rangsangan yang membahayakan. Rangsangan ini
dapat diakibatkan karies, prosedur operatif, bahan restoratif, abrasi, erosi, atau trauma.
Dentin reparatif ditumpuk pada daerah yang dipengaruhi dengan rata-rata kecepatan yang
meningkat dengan rata-rata 1,5 µm tiap hari. Kecepatan, kualitas, dan kuantitas dentin
reparatif yang ditumpuk tergantung dari keparahan dan lamanya injuri pada odontoblas dan
biasanya dihasilkan oleh odontoblas “pengganti”.
Jika suatu rangsangan ringan dikenakan pada odontoblas untuk periode waktu yang
panajang, seperti abrasi, dentin reparatif mungkin ditumpuk pada suatu kecepatan lambat.
Jaringan ini ditandai oleh tubuli yang agak tidak teratur. Sebaliknya, suatu lesi karies yang
agresif atau suatu rangsangan mendadak lain akan merangsang produksi dentin reparatif
dengan tubuli yang lebih sedikit dan lebih tidak teratur. Sebaliknya, suatu lesi karies yang
agresif atau suatu rangsangan mendadak lain akan merangsang produksi dentin reparatif
dengan tubuli yang lebih sedikit dan lebih tidak teratur. Bila odontoblas terkena injuri yang
tidak dapat diperbaharui, odontoblas yang hancur akan meninggalkan tubuli kosong, yang
disebut dead tract kecuali kalau pulpa terlalu atrofik. Karena dentin reparatif mempunyai
lebih sedikit tubuli, meskipun kurang bermineral, dentin reparatif mampu berfungsi sebagai
lapisan yang akan merintangi masuknya produk atau zat yang membahayakan ke dalam
pulpa. Bila karies berkembang dan bila lebih banyak odontoblast terkena injuri yang tidak
dapat di perbaiki, lapisan dentin reparatif akan menjadi lebih lebih atubular dan dapat
mempunyai inklusi ( inclusion) sel, yaitu odontoblast yang terjebak. Inklusi selular tidak
umum pada gigi manusia. Pada penghilangan karies, sel mesenkim daerah kaya sel akan
berkembang menjadi odontoblast untuk mengganti yang mengalami nekrosis. Odontoblast
yang baru terbentuk ini dapat menghasilkan dentin yang teratur atau suatu dentin amorfus,
pengapurannya jelek dan permebel. Daerah demarkasi antara dentin sekunder dan dentin
reparatif disebut garis kalsiotraumatik.
Sepanjang hidup dentin akan dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, termasuk keausan
normal, karies, prosedur operatif, dan restorasi. Perubahan ini seringkali menyebabkan
timbulnya respons protektif melalui terdepositnya dentin reparatif, tetapi pembentukan
dentin ini akan terbatas pada tubulus yang berkaitan dengan daerah iritasi. Komposisi dentin
reparatif dan dentin sekunder adalah sama, dan keduanya hanya berbeda pada lokasi
deposisinya.
Bila gangguan lingkungan cukup kuat, odontoblas dan prosesus tubularnya akan mati,
sehingga tubulus akan menjadi kosong. Bila terjadi pengumpulan tubulus-tubulus yang
kosong, tubulus akan kelihatan gelap pada gambaran mikroskopis dan disebut sebagai
saluran yang mati. Ujung pulpa dari tubulus biasanya tertutup oleh dentin reparatif, dan
setelah waktu tertentu tubulus akan terkalsifikasi dan pola tubular pada dentin yang
terpotong akan tersumbat. Istilah lain yang digunakan untuk menyebut tubulus yang
mengalami kalsifikasi adalah dentin sklerotik.
Pertahanan terhadap karies yeng dalam berlanjut terjadi dalam bentuk dentin reparatif yang
terdeposit dalam kamar pulpa dan tubulus dentin. Jika proses karies melebihi kecepatan dari
respons pulpa, dasar dentin keras tidak akan terbentuk. Atau jika kondisi ini parah, dentin
lunak berhubungan langsung dengan pulpa itu sendiri.
Gigi dengan kavitas yang dalam pada ekskavasi dari dentin yang nekrosis, akan
menunjukkan daerah dentin yang mengalami dekalsifikasi (tebal 0,5 mm) dan lunak, tetapi
tetap utuh. Jika lapisan dentin semi-solid ini disingkirkan dan bila pulpa berhasil menahan
serangan proses karies yang hebat, biasanya akan dijumpai selapis dentin yang keras dengan
permukaan licin dan mengkilap. Meskipun demikian, semua karies dentin yang berbatasan
dengan pulpa tidak harus disingkirkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan perawatan saluran akar


adalah faktor patologi, factor penderita, faktor anatomi, faktor perawatan dan kecelakaan
prosedur perawatan

Faktor Patologis

Keberadaan lesi di jaringan pulpa dan lesi di periapikal mempengaruhi tingkat keberhasilan
perawatan saluran akar. Beberapa penelitian menunjukan bahwa tidak mungkin menentukan
secara klinis besarnya jaringan vital yang tersisa dalam saluran akar dan derajat keterlibatan
jaringan peripikal. Faktor patologi yang dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran akar
adalah :

1. Keadaan patologis jaringan pulpa.

Beberapa peneliti melaporkan tidak ada perbedaan yang berarti dalam keberhasilan atau
kegagalan perawatan saluran akar yang melibatkan jaringan pulpa vital dengan pulpa
nekrosis. Peneliti lain menemukan bahwa kasus dengan pulpa nekrosis memiliki prognosis
yang lebih baik bila tidak terdapat lesi periapikal.

2. Keadaan patologis periapikal

Adanya granuloma atau kista di periapikal dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran
akar. Secara umum dipercaya bahwa kista apikalis menghasilkan prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan lesi granulomatosa. Teori ini belum dapat dibuktikan karena secara
radiografis belum dapat dibedakan dengan jelas ke dua lesi ini dan pemeriksaan histologi
kista periapikal sulit dilakukan.

3. Keadaan periodontal

Kerusakan jaringan periodontal merupakan faktor yang dapat mempengaruhi prognosis


perawatan saluran akar. Bila ada hubungan antara rongga mulut dengan daerah periapikal
melalui suatu poket periodontal, akan mencegah terjadinya proses penyembuhan jaringan
lunak di periapikal. Toksin yang dihasilkan oleh plak dentobakterial dapat menambah
bertahannya reaksi inflamasi.

4. Resorpsi internal dan eksternal

Kesuksesan perawatan saluran akar bergantung pada kemampuan menghentikan


perkembangan resorpsi. Resorpsi internal sebagian besar prognosisnya buruk karena sulit
menentukan gambaran radiografis, apakah resorpsi internal telah menyebabkan perforasi.
Bermacam-macam cara pengisian saluran akar yang teresorpsi agar mendapatkan pengisian
yang hermetis.

Faktor Penderita

Faktor penderita yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu perawatan
saluran akar adalah sebagai berikut :

1. Motivasi Penderita

Pasien yang merasa kurang penting memelihara kesehatan mulut dan melalaikannya,
mempunyai risiko perawatan yang buruk. Ketidaksenangan yang mungkin timbul selama
perawatan akan menyebabkan

mereka memilih untuk diekstraksi.

2. Usia Penderita

Usia penderita tidak merupakan faktor yang berarti bagi kemungkinan keberhasilan atau
kegagalan perawatan saluran akar. Pasien yang lebih tua usianya mengalami penyembuhan
yang sama cepatnya dengan pasien yang muda. Tetapi penting diketahui bahwa perawatan
lebih sulit dilakukan pada orang tua karena giginya telah banyak mengalami kalsifikasi. Hali
ini mengakibatkan prognosis yang buruk, tingkat perawatan bergantung pada kasusnya.

3. Keadaan kesehatan umum

Pasien yang memiliki kesehatan umum buruk secara umum memiliki risiko yang buruk
terhadap perawatan saluran akar, ketahanan terhadap infeksi di bawah normal. Oleh karena
itu keadaan penyakit sistemik, misalnya penyakit jantung, diabetes atau hepatitis, dapat
menjelaskan kegagalan perawatan saluran akar di luar kontrol ahli endodontis.

Faktor Perawatan
Faktor perawatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu perawatan
saluran akar bergantung kepada :

1. Perbedaan operator

Dalam perawatan saluran akar dibutuhkan pengetahuan dan aplikasi ilmu biologi serta
pelatihan, kecakapan dan kemampuan dalam manipulasi dan menggunakan instrumen-
instrumen yang dirancang khusus. Prosedur-prosedur khusus dalam perawatan saluran akar
digunakan untuk memperoleh keberhasilan perawatan. Menjadi kewajiban bagi dokter gigi
untuk menganalisa pengetahuan serta kemampuan dalam merawat gigi secara benar dan
efektif.

2. Teknik-teknik perawatan

Banyak teknik instrumentasi dan pengisian saluran akar yang tersedia bagi dokter gigi,
namun keuntungan klinis secara individual dari masing-masing ukuran keberhasilan secara
umum belum dapat ditetapkan. Suatu penelitian menunjukan bahwa teknik yang
menghasilkan penutupan apikal yang buruk, akan menghasilkan prognosis yang buruk pula.

3. Perluasan preparasi atau pengisian saluran akar.

Belum ada penetapan panjang kerja dan tingkat pengisian saluran akar yang ideal dan pasti.
Tingkat yang disarankan ialah 0,5 mm, 1 mm atau 1-2 mm lebih pendek dari akar radiografis
dan disesuaikan dengan usia penderita. Tingkat keberhasilan yang rendah biasanya
berhubungan dengan pengisian yang berlebih, mungkin disebabkan iritasi oleh bahan-bahan
dan penutupan apikal yang buruk. Dengan tetap melakukan pengisian saluran akar yang
lebih pendek dari apeks radiografis, akan mengurangi kemungkinan kerusakan jaringan
periapikal yang lebih jauh.

Faktor Anatomi Gigi

Faktor anatomi gigi dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan suatu perawatan
saluran akar dengan mempertimbangkan :

1. Bentuk saluran akar

Adanya pengbengkokan, penyumbatan,saluran akar yang sempit, atau bentuk abnormal


lainnya akan berpengaruh terhadap derajat kesulitan perawatan saluran akar yang dilakukan
yang memberi efek langsung terhadap prognosis.

2. Kelompok gigi

Ada yang berpendapat bahwa perawatan saluran akar pada gigi tunggal mempunyai hasil
yang lebih baik dari pada yang berakar jamak. Hal ini disebabkan karena ada hubungannya
dengan interpretasi dan visualisasi daerah apikal pada gambaran radiografi. Tulang kortikal
gigi-gigi anterior lebih tipis dibandingkan dengan gigi-gigi posterior sehingga lesi resorpsi
pada apeks gigi anterior terlihat lebih jelas. Selain itu, superimposisi struktur radioopak
daerah periapikal untuk gigi-gigi anterior terjadi lebih sedikit, sehingga interpretasi
radiografinya mudah dilakukan. Radiografi standar lebih mudah didapat pada gigi anterior,
sehingga perubahan periapikal lebih mudah diobservasi dibandingkan dengan gambaran
radiologi gigi posterior.

3. Saluran lateral atau saluran tambahan

Hubungan pulpa dengan ligamen periodontal tidak terbatas melalui bagian apikal saja, tetapi
juga melalui saluran tambahan yang dapat ditemukan pada setiap permukaan akar. Sebagian
besar ditemukan pada setengah apikal akar dan daerah percabangan akar gigi molar yang
umumnya berjalan langsung dari saluran akar ke ligamen periodontal.
Preparasi dan pengisian saluran akar tanpa memperhitungkan adanya saluran tambahan,
sering menimbulkan rasa sakit yang hebat sesudah perawatan dan menjurus ke arah
kegagalan perawatan akhir.

Kecelakaan Prosedural

Kecelakaan pada perawatan saluran akar dapat memberi pengaruh pada hasil akhir
perawatan saluran akar, misalnya :

1. Terbentuknya ledge (birai) atau perforasi lateral.

Birai adalah suatu daerah artifikasi yang tidak beraturan pada permukaan dinding saluran
akar yang merintangi penempatan instrumen untuk mencapai ujung saluran . Birai terbentuk
karena penggunaan instrumen yang terlalu besar, tidak sesuai dengan urutan; penempatan
instrument yang kurang dari panjang kerja atau penggunaan instrumen yang lurus serta tidak
fleksibel di dalam saluran akar yang bengkok.
Birai dan ferforasi lateral dapat memberikan pengaruh yang merugikan pada prognosis
selama kejadian ini menghalangi pembersihan, pembentukan dan pengisian saluran akar
yang memadai.

2. Instrumen patah

Patahnya instrumen yang terjadi pada waktu melakukan perawatan saluran akar akan
mempengaruhi prognosis keberhasilan dan kegagalan perawatan. Prognosisnya bergantung
pada seberapa banyak saluran sebelah apikal patahan yang masih belum dibersihkan dan
belum diobturasi serta seberapa banyak patahannya. Prognosis yang baik jika patahan
instrumen yang besar dan terjadi ditahap akhir preparasi serta mendekati panjang kerja.
Prognosis yang lebih buruk jika saluran akar belum dibersihkan dan patahannya terjadi dekat
apeks atau diluar foramen apikalis pada tahap awal preparasi.

3. Fraktur akar vertikal

Fraktur akar vertikal dapat disebabkan oleh kekuatan kondensasi aplikasi yang berlebihan
pada waktu mengisi saluran akar atau pada waktu penempatan pasak. Adanya fraktur akar
vertikal memiliki prognosis yang buruk terhadap hasil perawatan karena menyebabkan iritasi
terhadap ligamen periodontal.

Anda mungkin juga menyukai