Kup2017 PDF
Kup2017 PDF
KETENTUAN UMUM
PERPAJAKAN
Diambil Dari Tax Knowledge Based – Dit. P2Humas
Disusun Kembali Oleh: Sigit Indarupa, S.S.T, M.E, M.I.D.S
2017
Table of Contents
Page 2 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Page 3 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
F.5. Penundaan pembayaran PPh pasal 29 tahun 2013 bagi WP industri tertentu .......................................... 285
F.6. Tabel Kode Ketetapan per Jenis Pajak (Kode SKP, STP) (Ketentuan Sejak 24 April 2013) .......................... 287
F.7. Kode MAP SSBP untuk biaya pelaksanaan SP, SPMP, Pengumuman Lelang dan Pembatalan lelang ........ 291
Biaya Penagihan Pajak....................................................................................................................................... 291
F.8. Sistem Pembayaran Pajak secara Elektronik (Billing System) .................................................................... 292
F.9. Sistem Pembayaran Pajak secara Elektronik (Billing System) (Ketentuan sejak 13 Oktober 2014) ........... 296
F.10. Sistem Pembayaran Pajak secara Elektronik (Billing System) (Ketentuan sejak 4 April 2017) ................. 304
G. Penagihan Pajak............................................................................................................................................. 313
G.1. Ketentuan terkait Penagihan pajak ............................................................................................................ 313
G.2. Jadwal Waktu Penagihan Pajak.................................................................................................................. 318
H. Keberatan ...................................................................................................................................................... 322
H.1. Pasal 25 UU KUP : Keberatan ..................................................................................................................... 322
I. Banding, Gugatan, dan Peninjauan Kembali ................................................................................................. 330
I.1. Pasal 16 KUP : Pembetulan STP, Surat Ketetapan/Keputusan Pajak........................................................... 330
I.2. KETENTUAN SEBELUM 1 MARET 2013 ........................................................................................................ 334
I.3. Gugatan ....................................................................................................................................................... 337
I.4. Pasal 27 UU KUP : Banding .......................................................................................................................... 341
I.5. Peninjauan Kembali ..................................................................................................................................... 344
I.6. Pasal 36 UU KUP .......................................................................................................................................... 346
I.6.1. Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas SPT ........................................................... 346
I.6.2. Ketentuan terkait Pasal 36 UU KUP Sejak 1 Maret 2013...................................................................... 349
I.6.3. Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pada SKP dan STP ............................................ 352
I.6.5. Pengurangan Sanksi Administrasi dalam SKP, SKP PBB, dan atau STP yang diterbitkan pada tahun 2015
....................................................................................................................................................................... 359
I.6.6. Penghapusan Sanksi Administrasi Bunga Pasal 19 ayat (1) UU KUP .................................................... 363
I.6.7. Pengurangan atau Pembatalan SKP yang Tidak Benar ......................................................................... 368
I.6.8. Pengurangan atau Pembatalan STP yang Tidak Benar ......................................................................... 371
I.6.9. Permohonan pembatalan SKP hasil pemeriksaan atau verifikasi ........................................................ 374
J. Pembukuan .................................................................................................................................................... 376
J.1. Pembukuan ................................................................................................................................................. 376
J.2. Pencatatan .................................................................................................................................................. 379
J.3. Pembukuan dengan Mata Uang Asing ........................................................................................................ 382
J.4. Perubahan Metode Pembukuan dan atau Tahun Buku .............................................................................. 393
J.5. Ketentuan Terkait Konversi Ke Satuan Mata Uang Dollar Dan Ketentuan Lain Setelah WP Memperoleh Izin
Pembukuan Dollar ............................................................................................................................................. 396
Page 4 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Page 6 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
I. DASAR HUKUM
o UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 16 TAHUN 2009
Page 7 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
I. DASAR HUKUM
o Pasal 28 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
o Pasal 10 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak
dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
o PMK-213/PMK.03/2016 (berlaku sejak 30 Desember 2016) tentang Jenis Dokumen dan/atau
Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi dengan
Para Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan Tata Cara Pengelolaannya
Istilah Definisi
Hubungan Istimewa o Hubungan istimewa menurut Pasal 18 ayat 4 UU Nomor 36 TAHUN 2008
dianggap ada apabila:
1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain;
hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25%
(dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan
di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib
Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun
tidak langsung; atau
3. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
o Hubungan istimewa menurut Pasal 2 ayat 2 UU Nomor 8 TAHUN 1983 dianggap
ada apabila:
1. dua atau lebih Pengusaha, langsung atau tidak langsung berada dibawah
pemilikan atau penguasaan Pengusaha yang sama, atau
2. Pengusaha yang satu menyertakan modal 25% (dua puluh lima persen)
atau lebih dari jumlah modal pada pengusaha yang lain, atau hubungan
antara Pengusaha yang menyertakan modalnya sebesar 25% (dua puluh
lima persen) atau lebih pada dua pihak atau lebih, demikian pula
hubungan antara dua pihak atau lebih yang disebut terakhir.
Pihak Afiliasi Pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan Wajib Pajak. (Pasal 1 angka 2 PMK-
213/PMK.03/2016)
Transaksi Afiliasi Transaksi yang dilakukan Wajib Pajak dengan Pihak Afiliasi. (Pasal 1 angka 3 PMK-
213/PMK.03/2016)
Prinsip Kewajaran dan Prinsip yang mengatur bahwa dalam hal kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara
Kelaziman Usaha para pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi
yang Tidak dalam transaksi yang dilakukan antara para pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Dipengaruhi oleh Istimewa yang dijadikan sebagai pembanding, harga atau laba dalam transaksi yang
Hubungan Istimewa dilakukan antara para pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dimaksud harus sama
dengan atau berada dalam rentang harga atau rentang laba dalam transaksi yang
Page 8 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
dilakukan antara para pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang dijadikan
sebagai pembanding. (Pasal 1 angka 4 PMK-213/PMK.03/2016)
Penentuan Harga Penentuan harga dalam Transaksi Afiliasi. (Pasal 1 angka 5 PMK-213/PMK.03/2016)
Transfer atau Transfer
Pricing
Dokumen Penentuan Dokumen yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak sebagai dasar penerapan Prinsip
Harga Transfer Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Penentuan Harga Transfer yang dilakukan oleh
Wajib Pajak. (Pasal 1 angka 6 PMK-213/PMK.03/2016)
Grup Usaha Sekumpulan subjek pajak yang menjalankan kegiatan usaha yang terdiri dari pihak-pihak
yang mempunyai Hubungan Istimewa. (Pasal 1 angka 7 PMK-213/PMK.03/2016)
Entitas Induk Salah satu anggota dari Grup Usaha yang memenuhi kriteria: (Pasal 1 angka 8 PMK-
213/PMK.03/2016)
3. menguasai secara langsung atau tidak langsung satu atau lebih anggota
lain dalam Grup Usaha; dan
4. mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan laporan keuangan konsolidasi
berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia dan/ atau
berdasarkan ketentuan yang mengikat emiten bursa efek di Indonesia.
Page 9 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Page 10 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
1. Dalam hal Wajib Pajak telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan
pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah, batasan
nilai uang dalam mata uang rupiah setara dengan nilai mata uang selain rupiah
berdasarkan nilai kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk penghitungan pajak
pada akhir Tahun Pajak.
2. Peredaran bruto merupakan jumlah bruto dari penghasilan yang diterima atau diperoleh
sehubungan dengan pekerjaan, usaha atau kegiatan utama Wajib Pajak sebelum
dikurangi diskon, rabat, dan pengurang lainnya.
Page 12 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
C. Umum
c.1. KLU
I. DASAR HUKUM
o KEP-321/PJ/2012 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013) tentang Perubahan atas Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-233/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Agustus 2012) tentang Klasifikasi
Lapangan Usaha Wajib Pajak (KEP-233/PJ/2012 mencabut KEP-34/PJ/2003 (mulai berlaku pada
tanggal 14 februari 2003 yang dipergunakan pertama kali untuk SPT masa PPN/PPnBM bulan Januari
2003 dan SPT Tahunan 2002)
IV. KODE KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA (Untuk melihat Kode KLU KLIK DISINI LAMPIRAN II KEP-
321/PJ/2012)
o KLU didasarkan kepada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Badan Pusat Statistik Tahun
2009 Cetakan III. Namun untuk menyesuaikan dengan kebutuhan administrasi perpajakan dan evaluasi
pendapatan negara dari pajak maka dilakukan beberapa penyesuaian atas KBLI 2009 tersebut.
Page 13 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Golongan Golongan
Kategori Judul Kategori Kategori Judul Kategori
Pokok Pokok
Pertanian, Kehutanan
A 01 s.d 03 A Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 01 dan 02
dan Perikanan
B Perikanan 5
Pertambangan dan
B 05 s.d 09 C Pertambangan dan Penggalian 10 s/d 14
Penggalian
Pengadaan Listrik,
D Gas, Uap/Air Panas 35 E Listrik , Gas dan Air 40 dan 41
dan Udara Dingin
Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah
dan Daur Ulang,
E 36 s.d. 39
Pembuangan dan
Pembersihan Limbah
dan Sampah
Page 14 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Penyediaan
Akomodasi dan Penyediaan Akomodasi dan
I 55 dan 56 H 55
Penyediaan Makan Penyediaan Makan Minum
Minum
Informasi dan
J 58 s.d. 63
Komunikasi
Jasa Profesional,
M 69 s.d. 75
Ilmiah dan Teknis
Jasa Persewaan,
Ketenagakerjaan, Agen
N Perjalanan dan 77 s.d. 82
Penunjang Usaha
Lainnya
Administrasi
Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan,
O 84 L 75
Jaminan Sosial Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib
Wajib
Page 15 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Untuk Memenuhi
Kebutuhan
Kegiatan Badan
Internasional dan
Badan Internasioanal, dan Badan
U Badan Ekstra 99 Q 99
Ekstra Internasional Lainnya
Internasional
Lainnya
Page 16 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Page 17 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
I. DASAR HUKUM:
A. UU Nomor 16 TAHUN 2009 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan keempat atas UU
Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. UU Nomor 36 TAHUN 2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang perubahan keempat atas UU
Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
C. UU Nomor 42 TAHUN 2009 (berlaku sejak 1 April 2010) tentang perubahan ketiga atas UU
Nomor 8 TAHUN 1983 tentang PPN barang dan jasa dan PPnBM
D. PER-32/PJ/2014 (berlaku sejak 24 November 2014) tentang tata cara pemberian surat keterangan
fiskal (SKF)
III. CARA MENGAJUKAN PERMOHONAN SKF DAN SYARAT YANG HARUS DIPENUHI AGAR SKF
DAPAT DIBERIKAN KEPADA WP
A. Wajib Pajak yang ingin memperoleh Surat Keterangan Fiskal harus mengajukan permohonan
Surat Keterangan Fiskal. (Pasal 2 ayat (1) PER-32/PJ/2014)
B. Permohonan Surat Keterangan Fiskal diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala
KPP tempat WP terdaftar dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran
I PER-32/PJ/2014
o Dalam hal Wajib Pajak yang mengajukan permohonan Surat Keterangan Fiskal mempunyai
Cabang, maka permohonan diajukan oleh Wajib Pajak Pusat melalui pengurus atau pihak yang
diberikan kuasa dengan surat kuasa khusus kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala
KPP tempat SPT Tahunan PPh WP dimaksud diadministrasikan. (Pasal 2 ayat (3) PER-
32/PJ/2014)
o Wajib Pajak Berstatus Pusat yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Pusat adalah Wajib
Pajak yang terdaftar di KPP dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dengan kode 3 (tiga)
digit terakhirnya adalah 000.(Pasal 2 angka 5 PER-32/PJ/2014)
o Wajib Pajak Berstatus Cabang yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Cabang adalah Wajib
Pajak yang terdaftar di KPP dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dengan kode 3 (tiga)
digit terakhirnya selain 000.(Pasal 2 angka 6 PER-32/PJ/2014)
C. Permohonan harus dilampiri dokumen sebagai berikut: (Pasal 3 PER-32/PJ/2014)
1. fotokopi SPT Tahunan PPh untuk Tahun Pajak terakhir;
o Yang dimaksud dengan terakhir adalah Surat Pemberitahuan dan/atau pelunasan
pajak terakhir yang wajib disampaikan untuk Masa Pajak dan Tahun Pajak sebelum
surat permohonan Surat Keterangan Fiskal diajukan. (Pasal 5 PER-32/PJ/2014)
2. fotokopi tanda terima pelaporan SPT Tahunan PPh untuk Tahun Pajak terakhir;
3. fotokopi Surat Setoran Pajak PPh Pasal 29 untuk Tahun Pajak terakhir dalam hal terdapat
pembayaran dan/atau fotokopi surat persetujuan mengangsur atau menunda pembayaran
pajak yang terutang, dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan menunda atau
mengangsur pembayaran pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(4) UU KUP;
4. fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan Tahun Pajak
terakhir, dalam hal kewenangan pemungutannya berada di Direktorat Jenderal Pajak;
Page 18 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
5. fotokopi Surat Tanda Terima Setoran Pajak Bumi dan Bangunan Tahun Pajak terakhir,
dalam hal kewenangan pemungutannya berada di Direktorat Jenderal Pajak;
6. fotokopi SPT Masa untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir;
7. fotokopi bukti pelaporan SPT Masa untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir;
8. fotokopi Surat Setoran Pajak Surat Pemberitahuan Masa untuk 3 (tiga) Masa Pajak
terakhir, dalam hal terdapat pembayaran dalam Surat Pemberitahuan Masa dimaksud;
9. Pernyataan bahwa tidak sedang dalam penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Penolakan pemberian Surat
Keterangan Fiskal dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V PER-
32/PJ/2014 (Pasal 7 ayat (2) PER-32/PJ/2014)
Page 20 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
c.4. Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan dan Kunjungan (Visit) kepada
Wajib Pajak
I. DASAR HUKUM
o Peraturan Pemerintah Nomor 74 TAHUN 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
III. DEFINISI
1. Data dan/atau Keterangan adalah data dan/atau informasi yang diperoleh atau dimiliki Direktur
Jenderal Pajak dari sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak, Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib
Pajak, alat keterangan, hasil Kunjungan (Visit), Data dan/atau Keterangan dari pihak Instansi,
Lembaga, Asosiasi atau Pihak Lain (ILAP), hasil pengembangan dan analisis atas Informasi, Data,
Laporan dan Pengaduan (IDLP), internet, dan data dan/atau informasi lainnya.
2. Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan, selanjutnya disingkat SP2DK
adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk meminta penjelasan atas
data dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak terhadap dugaan belum dipenuhinya kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
3. Kunjungan (Visit) adalah kegiatan yang dilakukan oleh Account Representative, Petugas Seksi
Ekstensifikasi dan Penyuluhan, atau tim visit untuk mendatangi tempat tinggal, tempat kedudukan,
tempat kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang
dianggap perlu yang memiliki kaitan dengan Wajib Pajak.
IV. PERMINTAAN PENJELASAN ATAS DATA DAN/ATAU KETERANGAN (Bagian E angka 2 SE-
39/PJ/2015)
1. Persiapan dan Penyampaian Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan
▪ Kepala Kantor Pelayanan Pajak berwenang meminta penjelasan atas Data dan/atau
Keterangan kepada Wajib Pajak berdasarkan:
1. hasil penelitian dan analisis atas Data dan/atau Keterangan yang dimiliki dan/atau
diperoleh
2. dalam rangka melakukan pembinaan, penelitian, dan pengawasan terhadap
pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
▪ Proses permintaan penjelasan kepada Wajib Pajak dilakukan dengan menggunakan
SP2DK dengan cara mengirimkan SP2DK kepada Wajib Pajak; dan/atau menyampaikan
langsung kepada Wajib Pajak melalui Kunjungan (Visit). Penentuan cara penyampaian
SP2DK merupakan kewenangan Kepala Kantor Pelayanan Pajak dengan
mempertimbangkan jarak, waktu, biaya, dan pertimbangan lainnya.
▪ Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk
menyampaikan tanggapan atas SP2DK paling lama 14 (empat belas) hari setelah:
1. tanggal kirim SP2DK melalui pos, jasa ekspedisi, atau jasa kurir, atau
2. tanggal disampaikan SP2DK secara langsung oleh Kantor Pelayanan Pajak.
2. Tanggapan Wajib Pajak
A. Wajib Pajak Menyampaikan Tanggapan Secara Langsung
▪ Account Representative/Pelaksana Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan harus
menuangkan tanggapan Wajib Pajak dalam Berita Acara Pelaksanaan
Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan kepada Wajib Pajak
▪ Dalam hal Wajib Pajak menolak menandatangani BA Pelaksanaan
Permintaan Penjelasan maka Account Representative/Pelaksana Seksi
Page 21 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Page 22 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
(2) Wajib Pajak menyampaikan tanggapan secara langsung, namun Wajib Pajak menolak
menandatangani BA Pelaksanaan Permintaan Penjelasan;
(3) Wajib Pajak memberikan tanggapan secara langsung maupun tertulis, berupa
penjelasan atas Data dan/atau Keterangan yang sesuai dengan simpulan hasil
penelitian dan analisis, namun Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT atau SPT
pembetulan;
(4) Wajib Pajak memberikan tanggapan secara langsung maupun tertulis, dengan
menyampaikan SPT atau SPT pembetulan dengan perhitungan pajak yang terutang
tidak sesuai dengan simpulan hasil penelitian dan analisis;
Page 23 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
(5) Wajib Pajak memberikan tanggapan dengan penjelasan atas Data dan/atau
Keterangan tidak sesuai dengan simpulan hasil penelitian dan analisis, dan Wajib
Pajak tidak mengakui kebenaran Data dan/atau Keterangan hasil penelitian dan
analisis; atau
o Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk
menyampaikan SPT atau SPT pembetulan paling lama 14 (empat belas) hari setelah jangka waktu
pemberian penjelasan atas Data dan/atau Keterangan berakhir.
Page 24 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
I. DASAR HUKUM
o PER-170/PJ/2007 tentang tata cara pelaksanaan konseling terhadap WP sebagai tindak lanjut
Surat Himbauan
▪ Peraturan ini sudah dicabut dengan PER-22/PJ/2015, untuk Resume Terbaru silakan
KLIK DISINI
III. KEWAJIBAN KEPALA KPP DALAM HAL TELAH MEMBERIKAN SURAT HIMBAUAN KEPADA WP
(pasal 2 PER-170/PJ/2007)
o Kepala KPP wajib memberikan kesempatan Konseling kepada Wajib Pajak/Kuasanya untuk
memberikan klafirikasi terkait dengan Surat Himbauan.
Page 25 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
I. DASAR HUKUM
I. Pasal 4 ayat (3), Pasal 32 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang
perubahan ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
II. Pasal 49, 50, 51, 52 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
o Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak 1
Januari 2012), peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 80 TAHUN 2007 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4797) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah ini".
III. PMK-229/PMK.03/2014 (berlaku sejak 18 Desember 2014) tentang Persyaratan serta
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa
III. PIHAK YANG MENJALANKAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN (KETENTUAN TERKAIT
PENGERTIAN PENGURUS)
o Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal:
1. badan oleh pengurus;
o Termasuk dalam pengertian pengurus adalah orang yang nyata-nyata mempunyai
wewenang dalam menentukan kebijakan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka
menjalankan kegiatan perusahaan, misalnya berwenang menandatangani kontrak dengan
pihak ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya walaupun orang tersebut tidak
tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun
akte perubahan, termasuk dalam pengertian pengurus. Ketentuan ini berlaku pula bagi
komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali (Penjelasan Pasal 32 UU
Nomor. 28 TAHUN 2007)
o Tambahan Informasi: (sesuai UU Perseroan Terbatas, UU no. 40 tahun 2007)
Didalam UU PT, yang menjalankan pengurusan PT (Pengurus PT) adalah Direksi,
Komisaris juga dapat melakukan tindakan pengurusan PT dalam hal: (Pasal 118 UU no.
40 tahun 2007T)
a. anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan; (Pasal 99
ayat (2) huruf b UU no. 40 tahun 2007 )
b. seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara. (Pasal
107 huruf c UU no. 40 tahun 2007)
2. badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;
3. badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan;
4. badan dalam likuidasi oleh likuidator;
5. suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau
yang mengurus harta peninggalannya; atau
Page 26 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
6. anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau
pengampunya.
Page 27 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
a. nama, alamat, dan tanda tangan di atas meterai serta NPWP dari Wajib Pajak
pemberi kuasa;
b. nama, alamat, dan tanda tangan serta NPWP penerima kuasa; dan
c. ak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan yang mencakup
keperluan perpajakan, jenis pajak, dan Masa Pajak/Bagian Tahun Pajak/Tahun
Pajak.
o 1 (satu) surat kuasa khusus hanya untuk seorang kuasa dan untuk 1 (satu) pelaksanaan
hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu. (Pasal 7 ayat (2) PMK-
229/PMK.03/2014)
3. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
4. telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak terakhir, kecuali terhadap seorang kuasa
yang Tahun Pajak terakhir belum memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan
PPh; dan
5. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Page 28 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Page 29 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
X. KETENTUAN PERALIHAN
o Surat kuasa khusus yang telah dibuat Wajib Pajak berdasarkan PMK-22/PMK.03/2008 dan telah
disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak oleh Wajib Pajak sebelum PMK-229/PMK.03/2014 ini
mulai berlaku (berlaku sejak 18 Desember 2014), masih dapat dipergunakan untuk pelaksanaan hak
dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan surat kuasa khusus dimaksud. (Pasal 13
PMK-229/PMK.03/2014)
Page 30 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 2 UU Nomor 36 TAHUN 2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang perubahan keempat
atas UU Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
B. PER-43/PJ/2011 (berlaku sejak 28 Desember 2011) tentang penentuan Subjek Pajak Dalam
Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri
III. YANG MENJADI SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI (SPDN) DAN KRITERIA SPDN MENJADI WPDN
o Kriteria yang menjadi SPDN adalah : (Pasal 3 ayat (1) PER-43/PJ/2011)
1. orang pribadi yang :
o bertempat tinggal di Indonesia, atau
o berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau
o dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal
di Indonesia
2. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, dan
3. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
o Orang pribadi yang merupakan SPDN menjadi WPDN, apabila telah menerima atau memperoleh
penghasilan yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia dan besarnya penghasilan
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. (Pasal 3 ayat (3) PER-43/PJ/2011)
o Badan yang merupakan SPDN menjadi WPDN, sejak saat didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia dan menerima penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia. (Pasal 3 ayat (4)PER-43/PJ/2011)
Page 31 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
a. Tempat tinggal ini dapat ditempati sendiri oleh orang pribadi atau bersama-sama
dengan keluarganya, yang dapat dimiliki, disewa, atau tersedia untuk
digunakannya; dan berdasarkan pada keadaan yang sebenarnya (Pasal 7 ayat
(2) PER-43/PJ/2011)
b. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia sebagaimana dimaksud pada
Pasal 7 ayat (1) yang kemudian pergi keluar negeri tetap dianggap bertempat
tinggal di Indonesia, apabila keberadaannya di luar negeri berpindah-pindah
dan berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas)bulan. (Pasal 8 ayat (1)PER-43/PJ/2011)
c. Orang pribadi Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri dianggap
tidak bertempat tinggal di Indonesia apabila bertempat tinggal tetap di luar
negeri yang dibuktikan dengan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang
masih berlaku sebagai penduduk di luar negeri, yaitu: (Pasal 8 ayat (2) PER-
43/PJ/2011)
i. Green Card,
ii. identity card,
iii. student card,
iv. pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor Perwakilan
Republik Indonesia diluar negeri,
v. surat keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kantor
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, atau
vi. tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat.
2. berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, atau
o Jangka waktu 183 hari ini ditentukan dengan menghitung lamanya Subjek Pajak orang
pribadi berada di Indonesia, yang keberadaannya di Indonesia dapat secara terus menerus
Page 32 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
atau terputus-putus, dan bagian dari hari dihitung penuh 1 (satu) hari. (Pasal 10 PER-
43/PJ/2011)
3. dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia
o Subjek Pajak orang pribadi dianggap mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
yaitu dalam hal: (Pasal 11 PER-43/PJ/2011)
a. Subjek Pajak orang pribadi menunjukkan niatnya secara tegas untuk bertempat
tinggal di Indonesia, (yang dapat dibuktikan dengan dokumen berupa Visa bekerja,
atau Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS)) lebih dari 183 hari (seratus delapan puluh
tiga) hari atau kontrak/perjanjian untuk melakukan pekerjaan, usaha, atau kegiatan
yang dilakukan di Indonesia selama lebih 183 (seratus delapan puluh tiga) hari.
b. Subjek Pajak orang pribadi melakukan tindakan yang menunjukkan bahwa dirinya
akan bertempat tinggal di Indonesia atau bersiap untuk bertempat tinggal di
Indonesia, seperti menyewa atau mengontrak tempat, termasuk menyewa tempat
tinggal di Indonesia, memindahkan anggota keluarga atau memperoleh tempat
yang disediakan oleh pihak lain.
o Orang pribadi atau badan yang tidak memenuhi kriteria sebagai subjek pajak dalam negeri tersebut
merupakan subjek pajak luar negeri. (Pasal 3 ayat (2) PER-43/PJ/2011)
o Orang pribadi yang merupakan Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan merupakan subjek
pajak luar negeri. (Pasal 12 ayat (1) PER-43/PJ/2011)
o Orang pribadi ini tetap merupakan subjek pajak dalam negeri apabila tidak memiliki atau tidak dapat
menunjukkan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk di luar
negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) (Pasal 12 ayat (2) PER-43/PJ/2011) , dokumen
tersebut antara lain :
1. Green Card,
2. identity card,
3. student card,
4. pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia diluar
negeri,
5. surat keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kantor Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri, atau
6. tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat.
o Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi ini sehubungan dengan pekerjaannya di
luar Indonesia dan penghasilannya bersumber dari luar Indonesia, tidak dikenai Pajak Penghasilan di
Indonesia. (Pasal 12 ayat (3)PER-43/PJ/2011)
o Tetapi Dalam hal orang pribadi ini menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia, penghasilan tersebut dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan perundang-undangan di
bidang perpajakan yang berlaku. (Pasal 12 ayat (4) PER-43/PJ/2011)
o orang pribadi Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan menjadi subjek pajak luar negeri sejak
meninggalkan Indonesia. (Pasal 13 ayat (1) PER-43/PJ/2011)
VI. KETENTUAN TERKAIT SPDN ORANG PRIBADI YANG MENINGGALKAN INDONESIA UNTUK
SELAMA-LAMANYA(Pasal 13 PER-43/PJ/2011)
Page 33 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
o Subjek pajak orang pribadi dalam negeri yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dan orang
pribadi Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) menjadi subjek pajak luar
negeri sejak meninggalkan Indonesia. (Pasal 13 ayat (1) PER-43/PJ/2011)
o Orang pribadi ini tetap diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak terakhir dalam statusnya sebagai
subjek pajak dalam negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang
berlaku.
o Bagi subjek pajak orang pribadi dalam negeri yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya harus
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan paling lambat saat meninggalkan
Indonesia.
o Badan yang menjadi SPDN Yaitu : badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia (Pasal
3 ayat (1) huruf b PER-43/PJ/2011)
o Subjek Pajak badan yang didirikan di Indonesia adalah badan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, tidak termasuk bentuk
usaha tetap, yang pendirian atau pembentukannya: (Pasal 14 PER-43/PJ/2011)
1. berdasarkan ketentuan perundang-undangan di Indonesia,
2. didaftarkan di Indonesia berdasarkan ketentuan perundang-undangan di Indonesia, atau
3. di dalam wilayah hukum Indonesia.
o Badan yang bertempat kedudukan di Indonesia adalah Subjek Pajak badan yang: (Pasal 15 ayat
(1) PER-43/PJ/2011)
1. mempunyai tempat kedudukan berada di Indonesia sebagaimana tercantum dalam
akta pendirian badan,
2. mempunyai kantor pusat di Indonesia,
3. mempunyai tempat kedudukan pusat administrasi dan/atau pusat keuangan di Indonesia,
4. mempunyai tempat kantor pimpinan yang berada di Indonesia yang melakukan pengendalian,
5. pengurusnya melakukan pertemuan di Indonesia untuk membuat keputusan strategis, atau
6. pengurusnya bertempat tinggal atau berdomisili di Indonesia.
o Tempat kedudukan badan ditentukan berdasarkan keadaan atau kenyataan yang sebenarnya. (Pasal 15
ayat (2)PER-43/PJ/2011)
o Subjek pajak luar negeri dapat menjalankan kegiatan atau usaha melalui suatu bentuk usaha tetap
di Indonesia dalam hal mempunyai tempat kedudukan manajemen yang berada di Indonesia. (Pasal 16 ayat
(1) PER-43/PJ/2011)
o Tempat kedudukan manajemen adalah tempat kedudukan manajemen yang menjalankan
kegiatan/operasi perusahaan sehari-hari atau secara rutin yang tidak melakukan pengendalian atas
seluruh perusahaan dan tidak membuat keputusan yang bersifat strategis. (Pasal 16 ayat (2) PER-
43/PJ/2011)
o Dalam hal tempat kedudukan manajemen ini melakukan pengendalian atas seluruh perusahaan atau
tempat membuat keputusan yang bersifat strategis, subjek pajak luar negeri tersebut diperlakukan
sebagai subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (1) (Pasal 16 ayat (3) PER-
43/PJ/2011)
Page 34 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
o Tempat kedudukan manajemen efektif yang terdapat dalam Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda dapat diartikan sebagai tempat: (Pasal 16 ayat (4) PER-43/PJ/2011)
1. keputusan manajemen dan komersial yang signifikan dibuat, atau
2. pengurus membuat keputusan untuk kepentingan badan.
IX. SAAT BERAKHIR DAN SAAT DIMULAINYA KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF BAGI SPDN DAN
SPLN
Page 35 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
c.8. Jenis Pelayanan Kepada WP yang Diberikan oleh KPP dan Kanwil DJP
a. Perubahan Metode Pembukuan dan atau Tahun Buku Yang Kedua dan Seterusnya;
o KLIK DISINI
b. Permintaan Penebusan Stiker Lunas PPN;
o KLIK DISINI
c. Penetapan sebagai Daerah Terpencil;
d. Ijin untuk Penyelenggaraan Pembukuan dengan Menggunakan Bahasa Asing dan Mata Uang
Selain Rupiah;
o KLIK DISINI
e. Penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu (Wajib Pajak Patuh).
f. Terkait Pemberitahuan pemusatan PPN
o KLIK DISINI
Page 36 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
I. DASAR HUKUM
o PMK-146/PMK.03/2012 (mulai berlaku setelah 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal 10
September 2012)tentang tata cara verifikasi
o Verifikasi juga dilakukan dalam rangka mengaktifkan kembali NPWP yang telah dilakukan
penghapusan dalam hal Direktur Jenderal Pajak memperoleh data dan/atau informasi yang
menunjukkan adanya hak dan/atau kewajiban perpajakan Wajib Pajak. (Pasal 3 ayat (2) PMK-
146/PMK.03/2012)
Page 37 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
2. Tujuan Verifikasi
o Verifikasi dilakukan untuk menentukan kebenaran pemenuhan persyaratan subjektif dan objektif
Wajib Pajak. (Pasal 3 ayat (4) PMK-146/PMK.03/2012)
3. Terhadap WP selain WP yang diterbitkan NPWP-nya secara jabatan berdasarkan hasil
verifikasi
o Penerbitan NPWP secara jabatan terhadap WP selain WP yang diterbitkan NPWP-nya secara
jabatan berdasarkan hasil verifikasi, dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan. (Pasal 3 ayat (5)
PMK-146/PMK.03/2012)
4. Cakupan Kegiatan Verifikasi
i. pengujian terhadap kebenaran formulir isian data hasil kegiatan ekstensifikasi yang
dilakukan secara massal; dan
ii. pencocokan terhadap data hasil kegiatan ekstensifikasi yang dilakukan secara
massal dan telah divalidasi dengan basis data perpajakan.
d. Verifikasi terhadap WP yang NPWP nya diaktifkan kembali setelah sebelumnya dilakukan
penghapusan oleh DJP mencakup kegiatan: (Pasal 4 ayat (4) PMK-146/PMK.03/2012)
i.
pengujian terhadap kebenaran formulir isian sensus pajak nasional; dan
ii.
pencocokan terhadap data hasil kegiatan sensus pajak nasional dengan basis data
perpajakan.
3. Pelaksanaan Kegiatan Verifikasi
a. Kegiatan dalam rangka Verifikasi dilaksanakan oleh petugas Verifikasi. (Pasal 7 ayat (1)
PMK-146/PMK.03/2012)
o Petugas Verifikasi merupakan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan
Verifikasi. (Pasal 7 ayat (3) PMK-146/PMK.03/2012)
Page 38 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
o Verifikasi harus dilakukan oleh Petugas Verifikasi yang ditugaskan oleh Kepala KPP
berdasarkan surat tugas dengan menggunakan contoh format Lampiran I SE-
48/PJ/2012 (Butir E angka 1 huruf b SE-48/PJ/2012)
o Petugas Verifikasi ini meliputi: (yang ditunjuk oleh Kepala KPP) (Butir E angka 1 huruf
c SE-48/PJ/2012)
1. Account Representative;
2. Pelaksana KPP;
3. Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP);
4. Pelaksana KP2KP,
Kegiatan dalam rangka Verifikasi ini dilakukan tanpa penyampaian Surat Pemberitahuan
Hasil Verifikasi dan Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi. (Pasal 7 ayat (2) PMK-
146/PMK.03/2012)
Hasil dari kegiatan dalam rangka Verifikasi dituangkan dalam Laporan Hasil Verifikasi. (Pasal
7 ayat (4) PMK-146/PMK.03/2012)
o Laporan Hasil Verifikasi paling sedikit memuat keterangan mengenai: (Pasal 7 ayat (5)
PMK-146/PMK.03/2012)
i. penugasan Verifikasi;
ii. identitas Wajib Pajak;
iii. tujuan Verifikasi;
iv. uraian hasil Verifikasi;
v. simpulan dan usul petugas Verifikasi; dan
vi. pengungkapan informasi lain yang terkait.
3. Jangka waktu penyelesaian verifikasi
o Verifikasi dalam rangka Pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara Jabatan
berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh DJP diselesaikan dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan yang dihitung sejak tanggal surat tugas diterbitkan sampai dengan
tanggal Laporan Hasil Verifikasi ditandatangani. (Butir E angka 1 huruf g SE-48/PJ/2012)
g. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah selesai
dibagi;
h. Wanita yang sebelumnya telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan menikah tanpa
membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin melaksanakan
hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya;
i. Wanita kawin yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak berbeda dengan Nomor Pokok
Wajib Pajak suami dan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya
digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suami;
j. Anak belum dewasa yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
k. Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya di
Indonesia; atau
l. Wajib Pajak badan tertentu selain perseroan terbatas dengan status tidak aktif (non
efektif) yang tidak mempunyai kewajiban Pajak Penghasilan dan secara nyata tidak
menunjukkan adanya kegiatan usaha.
2. Tujuan Verifikasi
o Verifikasi dilakukan untuk menentukan apakah WP sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif
dan objektif. (Pasal 5 ayat (2) PMK-146/PMK.03/2012)
3. Dalam hal berdasarkan hasil Verifikasi terhadap Wajib Pajak ini diperoleh data dan/atau informasi
yang menunjukkan adanya hak dan/atau kewajiban perpajakan, terhadap WP tersebut dapat
diterbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak. (Pasal 5 ayat (3) PMK-
146/PMK.03/2012)
4. Terhadap WP selain WP yang dihapuskan NPWP-nya berdasarkan hasil verifikasi
o Penghapusan NPWP berdasarkan permohonan WP atau secara jabatan terhadap WP
selain WP yang dihapuskan NPWP-nya berdasarkan hasil verifikasi dilakukan berdasarkan hasil
pemeriksaan (Pasal 5 ayat (4) PMK-146/PMK.03/2012)
5. Cakupan Kegiatan Verifikasi
o Pelaksanaan Verifikasi ini mencakup kegiatan: (Pasal 6 PMK-146/PMK.03/2012)
a. pencocokan terhadap data dan/atau informasi yang diperoleh atau dimiliki oleh
Direktorat Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa Wajib Pajak sudah tidak memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif; dan
b. konfirmasi terhadap data dan/atau informasi yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat
Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa Wajib Pajak sudah tidak memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif.
6. Pelaksanaan Kegiatan Verifikasi
a. Kegiatan dalam rangka Verifikasi dilaksanakan oleh petugas Verifikasi. (Pasal 7 ayat (1)
PMK-146/PMK.03/2012)
o Petugas Verifikasi merupakan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan
Verifikasi. (Pasal 7 ayat (3) PMK-146/PMK.03/2012)
o Verifikasi harus dilakukan oleh Petugas Verifikasi yang ditugaskan oleh Kepala KPP
berdasarkan surat tugas dengan menggunakan contoh format Lampiran I SE-
48/PJ/2012 (Butir E angka 1 huruf b SE-48/PJ/2012)
o Petugas Verifikasi ini meliputi: (yang ditunjuk oleh Kepala KPP) (Butir E angka 1 huruf
c SE-48/PJ/2012)
1. Account Representative;
2. Pelaksana KPP;
3. Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP);
Page 40 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
4. Pelaksana KP2KP,
b. Kegiatan dalam rangka Verifikasi ini dilakukan tanpa penyampaian Surat Pemberitahuan
Hasil Verifikasi dan Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi. (Pasal 7 ayat (2) PMK-
146/PMK.03/2012)
c. Hasil dari kegiatan dalam rangka Verifikasi dituangkan dalam Laporan Hasil
Verifikasi. (Pasal 7 ayat (4) PMK-146/PMK.03/2012)
o Laporan Hasil Verifikasi paling sedikit memuat keterangan mengenai: (Pasal 7 ayat (5)
PMK-146/PMK.03/2012)
i. penugasan Verifikasi;
ii. identitas Wajib Pajak;
iii. tujuan Verifikasi;
iv. uraian hasil Verifikasi;
v. simpulan dan usul petugas Verifikasi; dan
vi. pengungkapan informasi lain yang terkait.
2. Jangka waktu penyelesaian verifikasi
o Verifikasi dalam rangka penghapusan NPWP berdasarkan permohonan WP/PKP diselesaikan
dengan memperhatikan jangka waktu 6 (enam) bulan atau 12 (dua belas) bulan sebagaimana
diatur dalam Pasal 2 UU KUP. (Butir E angka 1 huruf g SE-48/PJ/2012)
o VVerifikasi dalam rangka penghapusan NPWP secara jabatan untuk WP/PKP tertentu
berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh DJP diselesaikan dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan yang dihitung sejak tanggal surat tugas diterbitkan sampai dengan
tanggal Laporan Hasil Verifikasi ditandatangani. (Butir E angka 1 huruf c SE-48/PJ/2012)
IV. VERIFIKASI DALAM RANGKA PENGUKUHAN PKP DAN MENCABUT PENGUKUHAN PKP
A. DALAM RANGKA MENGUKUHKAN PKP SECARA JABATAN ATAU BERDASARKAN
PERMOHONAN
1. Saat dilakukannya Verifikasi
a. Verifikasi dalam rangka mengukuhkan PKP secara jabatan dilakukan
terhadap: (Pasal 8 ayat (1) PMK-146/PMK.03/2012)
i. Wajib Pajak orang pribadi sebagai Pengusaha; dan/atau
ii. Wajib Pajak orang pribadi dan badan sebagai Pengusaha, sesuai hasil
kegiatan ekstensifikasi yang dilakukan secara massal (Termasuk hasil
kegiatan ekstensifikasi adalah hasil kegiatan sensus pajak nasional),
2. Tujuan Verifikasi
Page 41 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
o Verifikasi dilakukan untuk menentukan kebenaran pemenuhan persyaratan subjektif dan objektif
sebagai PKP. (Pasal 8 ayat (5) PMK-146/PMK.03/2012)
3. Terhadap WP selain WP yang dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan berdasarkan hasil
verifikasi
o Pengukuhan PKP secara jabatan terhadap Wajib Pajak selain WP yang dikukuhkan sebagai PKP
secara jabatan berdasarkan hasil verifikasi, dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan. (Pasal 8
ayat (6) PMK-146/PMK.03/2012)
4. Cakupan Kegiatan Verifikasi
o Verifikasi terhadap WP dalam rangka mengukuhkan PKP, mencakup kegiatan: (Pasal 9 ayat (1)
PMK-146/PMK.03/2012)
i.pengujian atas kelengkapan dokumen izin kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, misalnya surat izin usaha perdagangan dan surat izin usaha jasa konstruksi;
dan
ii.pengujian terhadap kesesuaian antara dokumen izin kegiatan usaha dengan kegiatan
usaha yang dilakukan untuk memperoleh informasi antara lain mengenai gambaran
kegiatan usaha, data peredaran usaha, dan daftar harta di tempat kegiatan usaha.
3. Pelaksanaan Kegiatan Verifikasi
Page 42 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Kegiatan dalam rangka Verifikasi ini dilakukan tanpa penyampaian Surat Pemberitahuan
Hasil Verifikasi dan Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi. (Pasal 12 ayat (2) PMK-
146/PMK.03/2012)
Hasil dari kegiatan dalam rangka Verifikasi dituangkan dalam Laporan Hasil
Verifikasi. (Pasal 12 ayat (4) PMK-146/PMK.03/2012)
o Laporan Hasil Verifikasi paling sedikit memuat keterangan mengenai: (Pasal 12 ayat (5)
PMK-146/PMK.03/2012)
i. penugasan Verifikasi;
ii. identitas Wajib Pajak;
iii. tujuan Verifikasi;
iv. uraian hasil Verifikasi;
v. simpulan dan usul petugas Verifikasi; dan
vi. pengungkapan informasi lain yang terkait.
Page 43 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
a. pencocokan terhadap data dan/atau informasi yang diperoleh atau dimiliki oleh
Direktorat Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa Wajib Pajak sudah tidak memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif;
b. konfirmasi lapangan terhadap tempat kedudukan atau kegiatan usaha; dan/atau
c. pengujian terhadap jumlah nilai peredaran bruto atas penyerahan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak telah melampaui batasan yang
ditentukan sebagai pengusaha kecil.
5. Pelaksanaan Kegiatan Verifikasi
i. penugasan Verifikasi;
ii. identitas Wajib Pajak;
iii. tujuan Verifikasi;
iv. uraian hasil Verifikasi;
v. simpulan dan usul petugas Verifikasi; dan
vi. pengungkapan informasi lain yang terkait.
2. Jangka waktu penyelesaian verifikasi
Page 44 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3)
Undang-Undang KUP;
data baru berupa hasil klarifikasi/konfirmasi Faktur Pajak yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang
terutang; atau
Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara.
o Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap ini meliputi
Putusan Pengadilan yang memuat data baru berupa Faktur Pajak yang dapat
dipergunakan untuk menghitung besarnya pajak yang terutang yang tidak atau
kurang dibayar. (Pasal 13 ayat (4) PMK-146/PMK.03/2012)
Page 45 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
3. Verifikasi dalam rangka menerbitkan SKPLB dilakukan dalam hal terdapat permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP. (Pasal 13 ayat (5) PMK-
146/PMK.03/2012)
Ketentuan Pelaksanaan Verifikasi
o Verifikasi dalam rangka menerbitkan SKP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (Pasal
15 PMK-146/PMK.03/2012)
Page 46 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
1. Laporan Hasil Verifikasi disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang
lingkup yang diverifikasi sesuai dengan tujuan Verifikasi, dan memuat
simpulan petugas Verifikasi yang didukung temuan yang kuat tentang ada
atau tidak adanya pajak yang tidak atau kurang dibayar.
2. Laporan Hasil Verifikasi paling sedikit memuat keterangan mengenai:
i. penugasan Verifikasi;
ii. identitas Wajib Pajak;
iii. pemenuhan kewajiban perpajakan;
iv. data/informasi yang tersedia;
v. materi yang diverifikasi;
vi. uraian hasil Verifikasi;
vii. pengujian yang telah dilakukan;
viii. penghitungan pajak terutang;
ix. simpulan dan usul petugas Verifikasi.
Laporan Hasil Verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf l dilampiri dengan berita acara
mengenai klarifikasi Wajib Pajak, berita acara mengenai tidak dipenuhinya panggilan dalam
rangka Verifikasi oleh Wajib Pajak, Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi, dan berita acara
mengenai Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, kecuali Verifikasi yang dilaksanakan tanpa
Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi maka Laporan Hasil Verifikasi tanpa dilampiri dengan Surat
Pemberitahuan Hasil Verifikasi dan berita acara mengenai Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi.
1. Dalam melakukan Verifikasi untuk menerbitkan surat ketetapan pajak, petugas Verifikasi
wajib:
2. Petugas Verifikasi melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak berwenang memanggil Wajib
Pajak dengan surat panggilan untuk meminta klarifikasi secara lisan dan/atau tertulis dari
Wajib Pajak.
3. Dalam pelaksanaan Verifikasi dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib
Pajak berkewajiban memenuhi panggilan dalam rangka Verifikasi untuk memberikan
klarifikasi secara lisan dan/atau tertulis.
4. Dalam pelaksanaan Verifikasi dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib
Pajak berhak untuk
memberikan klarifikasi secara lisan dan/atau tertulis terkait dengan keterangan lain;
Page 47 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
o Ketentuan ini tidak berlaku untuk penerbitan: (Pasal 19 ayat (2) PMK-
146/PMK.03/2012)
Page 48 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
a. membuat Laporan Hasil Verifikasi tanpa usulan penerbitan surat ketetapan pajak
apabila pembetulan Surat Pemberitahuan sesuai dengan keterangan lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a; atau
b. membuat Laporan Hasil Verifikasi dengan usulan untuk penerbitan surat
ketetapan pajak berdasarkan Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi apabila
pembetulan Surat Pemberitahuan belum sesuai dengan keterangan lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a.
1. Dalam hal berdasarkan hasil Verifikasi terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), tidak
terdapat kelebihan pembayaran pajak, kegiatan Verifikasi dilanjutkan dengan membuat Laporan
Hasil Verifikasi tanpa usulan penerbitan surat ketetapan pajak.
B. Ketentuan terkait SKPKB Pasal 13 ayat (2) dan SKPKBT Pasal 13 ayat (3) huruf b dan huruf
c (Pasal 23 PMK-146/PMK.03/2012)
o Pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (2) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf b dan huruf c, harus sesuai dengan Pembahasan Akhir
Hasil Verifikasi.
Jangka waktu penyelesaian verifikasi
o Verifikasi dalam rangka Penerbitan surat ketetapan pajak diselesaikan dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan yang dihitung sejak tanggal surat tugas diterbitkan sampai dengan tanggal Laporan
Hasil Verifikasi ditandatangan(Butir E angka 1 huruf g SE-48/PJ/2012)
Page 49 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
dapat dilakukan pembatalan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 74 TAHUN 2011 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
o Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penerbitan surat ketetapan pajak
dari hasil Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
o Dalam hal dilakukan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses Verifikasi harus dilanjutkan
dengan melaksanakan prosedur penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi dan/atau Pembahasan
Akhir Hasil Verifikasi.
o Dalam hal pembatalan dilakukan karena Verifikasi dilaksanakan tanpa penyampaian Surat Pemberitahuan
Hasil Verifikasi, berdasarkan surat keputusan pembatalan hasil Verifikasi, petugas Verifikasi melanjutkan
Verifikasi dengan memberitahukan hasil Verifikasi melalui Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi kepada
Wajib Pajak dan melakukan Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi sesuai dengan prosedur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21.
Page 50 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Dalam hal permohonan aktivasi EFIN dinyatakan tidak lengkap, WP dapat mengajukan permohonan ulang
dengan melengkapi dokumen yang disyaratkan. (Pasal 4 ayat (7) PER- 41/PJ/2015)
Page 53 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
d.1. e-NPWP
SEJAK 1 JANUARI 2014, RESUME INI SUDAH TIDAK DAPAT DIGUNAKAN LAGI, KARENA PER-
16/PJ./2007 SUDAH DICABUT DENGAN PER-35/PJ/2013
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 6 TAHUN 1983 (berlaku sejak 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
Tahun 2000 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. PER-16/PJ./2007 (berlaku sejak 25 Januari 2007 s/d 31 Desember 2013) tentang pemberian
NPWP OP yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham/pemilik dan pegawai
melalui pemberi kerja/bendaharawan pemerintah
Page 54 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
5. Menyampaikan Daftar Nominatif dan data isian e-NPWP dalam bentuk media (disket, atau
CD) beserta fotokopi KTP/Identitas Diri dan fotokopi NPWP kepada KPP Lokasi, dengan
surat pengantar sebagaimana pada Lampiran II-H.
6. Meneruskan kartu NPWP yang diterima dari KPP Lokasi kepada masing-masing Wajib
Pajak Orang Pribadi dengan dilengkapi rekapitulasi dan tanda terima NPWP.
7. Mengembalikan tanda terima NPWP yang telah ditandatangani oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi ke KPP Lokasi.
8. Memberikan keterangan, data, dan dokumen lainnya yang diperlukan kepada Petugas
Pendataan Wajib Pajak dalam hal Pemberi Kerja/Bendaharawan Pemerintah tidak
merespon surat permintaan data dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
Page 55 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 2 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 2, 3, dan 4 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. Pasal 10 PMK-73/PMK.03/2012 (berlaku sejak 15 Mei 2012) tentang Jangka Waktu Pendaftaran
Dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, Dan Penghapusan NPWP,
Serta Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
D. PER-35/PJ/2013 (berlaku sejak 1 Januari 2014) tentang tata cara ekstensifikasi
Page 57 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 2 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 2, 3, dan 4 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. PMK-73/PMK.03/2012 (berlaku sejak 15 Mei 2012) tentang Jangka Waktu Pendaftaran Dan
Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, Dan Penghapusan NPWP, Serta
Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
D. PMK-146/PMK.03/2012 (mulai berlaku setelah 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal 10
September 2012)tentang tata cara verifikasi
E. PER-38/PJ/2013 (berlaku sejak 8 November 2013) tentang perubahan PER-20/PJ/2013 (berlaku
sejak 30 Mei 2013) tentang tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP, Pelaporan usaha dan
pengukuhan PKP, penghapusan NPWP dan Pencabutan PKP, serta perubahan data dan
pemindahan WP
o PER ini merubah ketentuan Pasal 6 PER-20/PJ/2013
F. PER-08/PJ/2012 (berlaku 30 Maret 2012 tentang tempat pendaftaran dan pelaporan usaha bagi
WP pada KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP WP Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah
DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya
penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan. (PMK nya sudah terbit yaitu PMK-73/PMK.03/2012)
o Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak 1
Januari 2012), peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 80 TAHUN 2007 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 TAHUN
2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4797) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
a. Wanita kawin yang tidak hidup berpisah berdasarkan putusan hakim, tidak melakukan
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis, dan/atau tidak
menghendaki untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah
dari suaminya, yang hak dan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya; dan
b. Anak yang belum dewasa yang memiliki penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 8
ayat 4 Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
TAHUN 2008.
Page 59 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
3. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT) dan orang pribadi lainnya yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas juga wajib mendaftarkan diri di KPP yang
wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha tersebut, untuk memperoleh NPWP Cabang
bagi setiap tempat usaha.
o Contoh:
Tn. A bertempat tinggal di Jalan Bandang Makassar dan terdaftar di KPP Pratama Makassar
Utara dengan NPWP 07.456.899.1-801.000. Tn. A membuka usaha di sebuah Mall yang
berada di wilayah kerja KPP Pratama Makassar Selatan. Dalam hal ini, Tn. A juga harus
mendaftarkan diri di KPP Pratama Makassar Selatan, dan diberikan NPWP Cabang
07.456.899.1-805.001. Tn. A juga membuka usaha di sebuah ruko yang berada di wilayah
kerja KPP Pratama Maros. Tn. A harus mendaftarkan diri di KPP Pratama Maros, dan
diberikan NPWP Cabang 07456.899.1-809.001. Tn. A kembali membuka usaha di sebuah
ruko di Tabo-Tabo, Bungoro, Pangkajene Kepulauan yang juga berada di wilayah kerja KPP
Pratama Maros. Oleh karena itu, Tn. A kembali harus mendaftarkan diri di KPP Pratama
Maros, dan diberikan NPWP Cabang 07.456.899.1-809.002.
a. Badan, yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap;
b. Joint Operation, yaitu bentuk kerja sama operasi yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak atas nama bentuk kerja sama operasi;
c. Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, yaitu Wajib Pajak perwakilan dagang asing atau
kantor perwakilan perusahaan asing (representative office/liaison office) di Indonesia
yang bukan Bentuk Usaha Tetap (BUT);
d. Bendahara, yaitu bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan,
dan diwajibkan melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang dan jasa, serta pembayaran lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
e. Penyelenggara Kegiatan, yaitu pihak selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada
huruf a), b), c) dan d) yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan, dan diwajibkan melakukan
pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
di bidang perpajakan.
2. Wajib Pajak badan yang memiliki tempat usaha berbeda dengan tempat kedudukan juga wajib
mendaftarkan diri di KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha tersebut, untuk
memperoleh NPWP Cabang bagi setiap tempat usaha.
Page 60 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
1. Wajib Pajak Aktif, yaitu status Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
dan menjalankan hak dan kewajiban perpajakan secara efektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Wajib Pajak Non Efektif, yaitu status yang diberikan kepada Wajib Pajak tertentu, dan untuk
sementara dikecualikan dari pengawasan administrasi rutin, termasuk status Wajib Pajak
penghasilan tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT.
3. Wajib Pajak Hapus, yaitu status Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif
dan objektif sebagai Wajib Pajak dan NPWP-nya telah dihapus.
4. Wajib Pajak Aktivasi Sementara, yaitu Wajib Pajak Hapus yang statusnya diaktifkan sementara
paling lama 1 (satu) bulan dalam rangka memenuhi hak dan kewajiban perpajakan.
Page 61 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 2 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga atas
UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 8 UU Nomor 36 TAHUN 2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang perubahan keempat
atas UU Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
C. Pasal 2, 3, dan 4 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
D. PMK-73/PMK.03/2012 (berlaku sejak 15 Mei 2012) tentang Jangka Waktu Pendaftaran Dan
Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, Dan Penghapusan Nomor Pokok
Wajib Pajak, Serta Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PMK ini
mencabut PMK-20/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang Tata Cara Pendaftaran
dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, serta
Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak)
E. PER-38/PJ/2013 (berlaku sejak 8 November 2013) tentang perubahan PER-20/PJ/2013 (berlaku
sejak 30 Mei 2013) tentang tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP, Pelaporan usaha dan
pengukuhan PKP, penghapusan NPWP dan Pencabutan PKP, serta perubahan data dan
pemindahan WP
▪ PER ini merubah ketentuan Pasal 6 PER-20/PJ/2013
Page 62 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
VI. KETENTUAN PERPAJAKAN WANITA KAWIN YANG PUNYA NPWP SENDIRI TETAPI TIDAK
BERKEHENDAK MENJALANKAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN SECARA TERPISAH
DENGAN SUAMINYA
1. Diwajibkan untuk mengajukan permohonan penghapusan NPWP; (Penjelasan Pasal 2 ayat (3) PP
74 TAHUN 2011)
▪ Dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan formulir penghapusan NPWP meliputi:
(Pasal 11 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
1. fotokopi buku nikah atau dokumen sejenis dan
2. surat pernyataan tidak membuat, perjanjian pemisahan harta dan penghasilan
atau surat pernyataan tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya terpisah dari suami
▪ Selengkapnya tentang tata cara penghapusan NPWP KLIK DISINI
2. Dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya wanita kawin tersebut menggunakan
NPWP suami atau kepala keluarga; (Penjelasan Pasal 2 ayat (3) PP 74 TAHUN 2011)
3. kosekuensi perpajakan yang timbul adalah :
a. seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak
atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun
sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2)
dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali penghasilan tersebut
semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak
berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan
usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya. (Pasal 8 ayat (1) UU
Nomor 36 TAHUN 2008)
b. Untuk kepentingan pemotongan atau pemungutan PPh, wajib menunjukkan NPWP suami;
c. kewajban penyampaian SPT tahunan PPh termasuk hak dan kewajiban perpajakan
lainnya ada pada pihak suami;
VII. KETENTUAN PERPAJAKAN WANITA KAWIN YANG PUNYA NPWP SENDIRI DAN BERKEHENDAK
MENJALANKAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN SECARA TERPISAH DENGAN SUAMINYA
1. Diwajibkan menandatangani surat pernyataan yang menyatakan menghendaki untuk menjalankan
hak dan kewajiban perpajakan terpisah dari suami, dengan menggunakan contoh format Lampiran
II SE-60/PJ/2013
Page 63 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
2. Dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya wanita kawin tersebut menggunakan
NPWP sendiri
3. Konsekuen perpajakan yang timbul adalah : (SE-29/PJ./2010)
a. Untuk kepentingan pemotongan atau pemungutan PPh, wajib menunjukkan NPWP-nya
sendiri;
b. wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atas namanya sendiri
terpisah dengan SPT Tahunan PPh suaminya.
c. Penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin ini adalah seluruh
penghasilan yang diterima atau diperoleh wanita kawin tersebut dalam suatu tahun pajak,
tidak termasuk penghasilan anak yang belum dewasa.
d. Penghitungan PPh terutang dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin ini didasarkan pada
penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya PPh terutang bagi isteri
tersebut dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto antara suami dan isteri.
(ini berlaku juga bagi wanita kawin sebagai pegawai yang mempunyai penghasilan
semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 21)
e. Harta dan kewajiban/utang yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin ini
adalah harta dan kewajiban yang dimiliki dan/atau dikuasai wanita kawin tersebut pada
akhir tahun pajak.
Page 64 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 2 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga atas
UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 2, 3, dan 4 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. PMK-73/PMK.03/2012 (berlaku sejak 15 Mei 2012) tentang Jangka Waktu Pendaftaran Dan
Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, Dan Penghapusan NPWP, Serta
Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
D. PMK-146/PMK.03/2012 (mulai berlaku setelah 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal 10
September 2012) tentang tata cara verifikasi
E. PER-38/PJ/2013 (berlaku sejak 8 November 2013) tentang perubahan PER-20/PJ/2013 (berlaku
sejak 30 Mei 2013) tentang tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP, Pelaporan usaha dan
pengukuhan PKP, penghapusan NPWP dan Pencabutan PKP, serta perubahan data dan
pemindahan WP
▪ PER ini merubah ketentuan Pasal 6 PER-20/PJ/2013
F. PER-08/PJ/2012 (berlaku 30 Maret 2012) tentang tempat pendaftaran dan pelaporan usaha bagi
WP pada KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP WP Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah
DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya
G. PER-12/PJ/2015 (berlaku sejak 10 Maret 2015) tentang penetapan tempat tinggal orang pribadi
dan tempat kedudukan badan
No. Tempat tinggal atau tempat kedudukan menurut keadaan yang sebenarnya yaitu :
a. rumah tetap orang pribadi beserta keluarganya tempat kantor pimpinan, pusat administrasi dan
bertempat tinggal; keuangan, dan tempat menjalankan kegiatan usaha
berada sebagaimana tercantum dalam akta pendirian
atau dokumen pendirian dan perubahan, atau surat
keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi Bentuk
Usaha Tetap, atau dokumen izin usaha dan/atau
kegiatan, atau surat keterangan tempat kegiatan usaha,
atau perjanjian kerjasama bagi bentuk kerjasama
operasi (joint operation);
b. rumah tetap orang pribadi tempat pusat tempat kantor pimpinan berada, dalam hal tempat
kepentingan pribadi dan ekonomi dilakukan, kantor pimpinan terpisah dari tempat pusat administrasi
dalam hal orang pribadi mempunyai rumah tetap dan keuangan dan tempat menjalankan kegiatan usaha;
sebagaimana dimaksud dalam huruf a di 2 (dua)
tempat atau lebih wilayah kerja Kantor Pelayanan
Pajak;
c. tempat orang pribadi lebih lama tinggal, dalam hal tempat menjalankan kegiatan usaha, bagi Wajib Pajak
rumah tetap tempat pusat kepentingan pribadi dan badan yang bergerak di sektor usaha tertentu yang
ekonomi dilakukan sebagaimana dimaksud dalam ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak;
huruf b tidak dapat ditentukan;
d. tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak,
Pajak, dalam hal keadaan sebagaimana dimaksud dalam hal:
dalam huruf c tidak dapat ditentukan.
Page 66 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Penetapan tempat sebagaimana dimaksud pada 3. tempat kantor pimpinan, pusat administrasi dan
ayat (1) huruf d dilaksanakan oleh: keuangan, dan tempat menjalankan kegiatan
usaha yang kenyataannya berbeda dengan yang
1. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal tercantum dalam akta pendirian atau dokumen
Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak, pendirian dan perubahan, atau surat keterangan
dalam hal tempat tinggal orang pribadi penunjukan dari kantor pusat bagi Bentuk Usaha
berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah Tetap, atau dokumen izin usaha dan/atau
kerja Kantor Pelayanan Pajak dalam satu kegiatan, atau surat keterangan tempat kegiatan
wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat usaha, atau perjanjian kerjasama bagi bentuk
Jenderal Pajak; kerjasama operasi (joint operation); atau
2. Direktur Jenderal Pajak, dalam hal tempat 4. keadaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b
tinggal orang pribadi berada dalam 2 (dua) dan huruf c berada di beberapa tempat.
atau lebih wilayah kerja Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak. Penetapan tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d dilaksanakan oleh:
Page 67 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
▪ WP ini wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat 1 (satu)
bulan setelah saat usaha, atau pekerjaan bebas nyata-nyata mulai dilakukan.
(Pasal 2 ayat (3) PMK-73/PMK.03/2012) dan (Pasal 3 ayat (2) PER-20/PJ/2013)
▪ Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, selain wajib mendaftarkan diri
pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak, juga wajib
mendaftarkan diri pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan
usaha Wajib Pajak. (Pasal 2 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
▪ Wanita kawin yang tidak menghendaki untuk melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya dan anak yang belum dewasa,
harus melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya menggunakan
Nomor Pokok Wajib Pajak suami atau kepala keluarga. (Pasal 2 ayat (5) PER-
20/PJ/2013)
3. Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar pajak,
pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk bentuk usaha tetap dan kontraktor dan/atau operator di bidang
usaha hulu minyak dan gas bumi; (Pasal 2 ayat (3) huruf c PER-20/PJ/2013)
▪ WP ini wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat 1 (satu)
bulan setelah saat pendirian. (Pasal 3 ayat (3) PER-20/PJ/2013)
4. Wajib Pajak badan yang hanya memiliki kewajiban perpajakan sebagai pemotong
dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
termasuk bentuk kerja sama operasi (Joint Operation) (Pasal 2 ayat (3) huruf d PER-
20/PJ/2013); dan
▪ WP ini wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat 1 (satu)
bulan setelah saat pendirian. (Pasal 3 ayat (3) PER-20/PJ/2013)
5. Bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. (Pasal 2 ayat (3) huruf e PER-20/PJ/2013)
▪ wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling
lambat sebelum melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak. (Pasal 3
ayat (4) PER-20/PJ/2013)
Page 68 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Page 69 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
1. WP OP yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan 1. fotokopi KTP bagi WNI; atau
bebas 2. fotokopi paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal
Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal
Tetap (KITAP), bagi WNA
2. WP OP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas 3. fotokopi KTP bagi WNI, atau fotokopi
paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas
(KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap
(KITAP), bagi WNA, dan fotokopi dokumen
izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh
instansi yang berwenang atau surat
keterangan tempat kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dari Pejabat Pemerintah
Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau
Kepala Desa atau lembar tagihan listrik dari
Perusahaan Listrik/ bukti pembayaran
listrik; atau
4. fotokopi e-KTP bagi Warga Negara
Indonesia dan surat pernyataan di atas
meterai dari Wajib Pajak orang pribadi yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan
benar-benar menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas.
3. Wajib Pajak badan yang berorientasi pada profit 5. fotokopi akta pendirian atau dokumen
yang memiliki (profit oriented ) pendirian dan perubahan bagi WP badan
kewajiban dalam negeri, atau surat keterangan
penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk
perpajakan sebagai
usaha tetap;
pembayar pajak, ▪ Dokumen pendirian adalah segala
pemotong dan/atau bentuk dokumen yang menjadi
pemungut pajak dasar pendirian atau pembentukan
sesuai ketentuan suatu badan. (SE-60/PJ/2013)
peraturan 6. fotokopi Kartu NPWP salah satu pengurus,
perundang- atau fotokopi paspor dan surat keterangan
tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah
undangan
Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau
Page 70 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
yang tidak berorientasi pada 8. fotokopi e-KTP salah satu pengurus badan
profit (non profit oriented) atau organisasi; dan
9. surat keterangan domisili dari pengurus
Rukun Tetangga (RT)/Rukun Warga (RW).
4. Wajib Pajak badan yang hanya memiliki kewajiban 10. fotokopi Perjanjian Kerjasama/Akte
perpajakan sebagai pemotong dan/atau pemungut Pendirian sebagai bentuk kerja sama
pajak sesuai ketentuan peraturan perundang- operasi (Joint Operation);
11. fotokopi Kartu NPWP masing-masing
undangan perpajakan, termasuk bentuk kerja sama
anggota bentuk kerja sama operasi (Joint
operasi (Joint Operation) Operation) yang diwajibkan untuk memiliki
NPWP;
12. fotokopi Kartu NPWP OP salah satu
pengurus perusahaan anggota bentuk kerja
sama operasi (Joint Operation), atau
fotokopi paspor dan surat keterangan
tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah
Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau
Kepala Desa dalam hal penanggung jawab
adalah WNA; dan
13. fotokopi dokumen izin usaha dan/atau
kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang atau surat keterangan tempat
kegiatan usaha dari instansi yang
berwenang sekurang-kurangnya Lurah atau
Kepala Desa.
▪ Dokumen izin usaha dan/atau
kegiatan adalah segala bentuk
Page 71 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
5. Bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau 14. fotokopi surat penunjukan sebagai
pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan Bendahara; dan
perundang-undangan perpajakan 15. fotokopi Kartu Tanda Penduduk.
6. Wajib Pajak dengan status cabang dan Wajib Pajak 16. fotokopi Kartu NPWP pusat atau induk;
Orang Pribadi Pengusaha Tertentu 17. surat keterangan sebagai cabang untuk
Wajib Pajak Badan; dan
18. fotokopi dokumen izin kegiatan usaha yang
diterbitkan oleh instansi yang berwenang
atau surat keterangan tempat kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat
Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya
Lurah atau Kepala Desa bagi Wajib Pajak
badan; atau
19. fotokopi dokumen izin kegiatan usaha yang
diterbitkan oleh instansi yang berwenang
atau surat keterangan tempat kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat
Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya
Lurah atau Kepala Desa atau lembar
tagihan listrik dari Perusahaan Listrik/ bukti
pembayaran listrik atau surat pernyataan di
atas meterai dari Wajib Pajak orang pribadi
yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan benar-benar menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas bagi Wajib
Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
7. wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena Permohonan juga harus dilampiri dengan : (Pasal 6
menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian ayat (2) PER-38/PJ/2013)
pemisahan penghasilan dan harta, dan wanita kawin
yang memilih melaksanakan hak dan kewajiban 20. fotokopi Kartu NPWP suami;
perpajakannya secara terpisah 21. fotokopi Kartu Keluarga; dan
22. fotokopi surat perjanjian pemisahan
penghasilan dan harta, atau surat
pernyataan menghendaki melaksanakan
hak dan memenuhi kewajiban perpajakan
terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan
Page 72 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Page 73 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
I. DASAR HUKUM
o KLIK DISINI
III. CARA PENGHAPUSAN NPWP DAN JENIS WP YANG NPWP NYA DICABUT
o Penghapusan NPWP dapat dilakukan: (Pasal 9 ayat (2) PER-20/PJ/2013)
1. atas permohonan Wajib Pajak; atau
2. secara jabatan.
o Penghapusan NPWP atas permohonan WP atau secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil
Pemeriksaan atau hasil Verifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan atau tata cara Verifikasi.
(Pasal 9 ayat (3) PER-20/PJ/2013)
1. PENGHAPUSAN NPWP BERDASARKAN HASIL VERIFIKASI
▪ Penghapusan NPWP atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan
dilakukan berdasarkan hasil Verifikasi, apabila penghapusan tersebut dilakukan
terhadap: (Pasal 9 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak
meninggalkan warisan;
b. Wajib Pajak bendahara pemerintah yang tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Wajib Pajak karena yang bersangkutan sudah tidak lagi
melakukan pembayaran;
c. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya;
d. Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) Nomor Pokok Wajib Pajak
untuk menentukan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dapat digunakan
sebagai sarana administratif dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakan;
e. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris,
pemegang saham/pemilik dan pegawai yang telah diberikan Nomor
Pokok Wajib Pajak melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah dan
penghasilan netonya tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak;
f. Wajib Pajak badan kantor perwakilan perusahaan asing yang tidak
mempunyai kewajiban Pajak Penghasilan badan dan telah menghentikan
kegiatan usahanya;
g. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak
sudah selesai dibagi;
h. Wanita yang sebelumnya telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan
menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan
serta tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya terpisah dari suaminya;
i. Wanita kawin yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak berbeda dengan
Nomor Pokok Wajib Pajak suami dan pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan
pemenuhan kewajiban perpajakan suami;
j. Anak belum dewasa yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
k. Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan
usahanya di Indonesia; atau
Page 74 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
l. Wajib Pajak badan tertentu selain perseroan terbatas dengan status tidak
aktif (non efektif) yang tidak mempunyai kewajiban Pajak Penghasilan dan
secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha.
▪ Ketentuan terkait Verifikasi KLIK DISINI
2. PENGHAPUSAN NPWP BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN
▪ Penghapusan NPWP terhadap WP selain yang berdsarkan hasil verifikasi
tersebut dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan. (Pasal 9 ayat (5) PER-
20/PJ/2013)
Page 75 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
e.
Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis, KPP memberikan Bukti
Penerimaan Surat apabila permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap.
(Pasal 11 ayat (7) PER-20/PJ/2013)
f. Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis yang diterima secara tidak
lengkap, berlaku ketentuan: (Pasal 11 ayat (8) PER-20/PJ/2013)
. dalam hal permohonan disampaikan secara langsung, permohonan
dikembalikan kepada Wajib Pajak; atau
i. dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan
jasa ekspedisi atau jasa kurir, KPP menyampaikan pemberitahuan secara
tertulis mengenai ketidaklengkapan tersebut.
C. Dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan formulir penghapusan NPWP meliputi:
No. Jenis WP Yang Mengajukan Dokumen yang disyaratkan (Pasal 11 ayat (4) PER-
Permohonan Penghapusan NPWP 20/PJ/2013)
1. OP yang meninggal dunia (permohonan 1. surat keterangan kematian atau dokumen sejenis dari
penghapusan NPWP dapat diajukan oleh instansi yang berwenang dan
salah seorang ahli waris, pelaksana 2. surat pernyataan bahwa tidak mempunyai warisan
atau surat pernyataan bahwa warisan sudah terbagi
wasiat, atau pihak yang mengurus harta
dengan menyebutkan ahli waris
peninggalan. (Pasal 10 ayat (8) PER-
20/PJ/2013))
2. OP yang meninggalkan Indonesia selama- dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah
lamanya meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
3. bendahara pemerintah dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak sudah tidak
ada lagi kewajiban sebagai bendahara
4. WP yang memiliki lebih dari satu NPWP surat pernyataan mengenai kepemilikan NPWP ganda dan
fotokopi semua kartu NPWP yang dimiliki
5. Wanita kawin yang sebelumnya telah 3. fotokopi buku nikah atau dokumen sejenis dan
memiliki NPWP 4. surat pernyataan tidak membuat, perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan atau surat
pernyataan tidak ingin melaksanakan hak dan
memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari
suami
6. Wajib Pajak badan dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak badan
termasuk bentuk usaha tetap telah dibubarkan sehingga tidak
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, seperti akta
pembubaran badan yang telah disahkan oleh instansi
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Page 78 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 2 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga atas
UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 2, 3, dan 4 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. PMK-73/PMK.03/2012 (berlaku sejak 15 Mei 2012) tentang Jangka Waktu Pendaftaran Dan
Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, Dan Penghapusan NPWP, Serta
Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PMK ini mencabut PMK-
20/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pelaporan
Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, serta Pengukuhan dan
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak)
▪ PER-12/PJ/2014 (berlaku sejak tanggal 2 April 2014) tentang tata cara pencabutan
pengukuhan PKP secara jabatan atas pengusaha kecil PPN tahun 2014
D. PMK-146/PMK.03/2012 (mulai berlaku setelah 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal 10
September 2012) tentang tata cara verifikasi
E. PER-20/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) tentang tata cara pendaftaran dan pemberian
NPWP, Pelaporan usaha dan pengukuhan PKP, penghapusan NPWP dan Pencabutan PKP, serta
perubahan data dan pemindahan WP
F. PER-08/PJ/2012 (berlaku 30 Maret 2012 tentang tempat pendaftaran dan pelaporan usaha bagi
WP pada KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP WP Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah
DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya mencabut PER-49/PJ/2011 (berlaku sejak 30 Desember
2011 s/d 29 Maret 2012)
▪ PER-49/PJ/2011 (sejak 30 Desember 2011) mencabut PER-9/PJ/2008 Jo PER-
35/PJ/2009 Jo PER-20/PJ/2011 (berlaku sejak 5 Agustus 2011 s/d 29 Desember
2011) tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak Tertentu dan Tempat Pelaporan Usaha
bagi PKP Tertentu.
II. YANG WAJIB MENJADI PKP DAN TEMPAT PELAPORAN USAHA UNTUK DIKUKUHKAN MENJADI
PKP
o Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang melakukan penyerahan yang dikenai PPN
berdasarkan UU PPN 1984, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
atau tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha untuk dikukuhkan menjadi PKP. (Pasal
15 PER-20/PJ/2013)
Page 80 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
2. Wajib Pajak badan 4. fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan
perubahan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri, atau
surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi
bentuk usaha tetap, yang dilegalisasi oleh pejabat
yang berwenang;
5. fotokopi Kartu NPWP salah satu pengurus, atau
fotokopi paspor dan surat keterangan tempat tinggal
dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya
Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung jawab
adalah WNA;
6. dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang
diterbitkan oleh instansi yang berwenang; dan
7. surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat
Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau
Kepala Desa.
3. Wajib Pajak badan bentuk kerja sama 8. fotokopi Perjanjian Kerjasama/Akta Pendirian sebagai
operasi (Joint Operation) bentuk kerja sama operasi (Joint Operation), yang
dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang;
9. fotokopi Kartu NPWP masing-masing anggota bentuk
kerja sama operasi (Joint Operation) yang diwajibkan
untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
10. fotokopi Kartu NPWP OP salah satu pengurus
perusahaan anggota bentuk kerja sama operasi (Joint
Operation), atau fotokopi paspor dalam hal
penanggung jawab adalah orang Warga Negara
Asing;
11. dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh
instansi yang berwenang; dan
12. surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat
Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau
Kepala Desa bagi Wajib Pajak badan dalam negeri
maupun Wajib Pajak badan asing.
Page 81 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
4. Dalam hal keputusan ini tidak mengabulkan permohonan WP, KPP atau KP2KP menerbitkan Surat
Penolakan Pengukuhan PKP. (Pasal 19 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
Page 82 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
I. DASAR HUKUM
o KLIK DISINI
Page 83 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Page 84 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Page 85 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Penerbitan keputusan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Bukti
Penerimaan Surat. (Pasal 25 ayat (3) PER-20/PJ/2013)
o Apabila jangka waktu tersebut terlampaui dan KPP tidak menerbitkan keputusan, permohonan PKP
dianggap dikabulkan dan KPP menerbitkan surat pencabutan pengukuhan PKP dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir. (Pasal 25 ayat (4) PER-
20/PJ/2013)
Dalam hal dilakukan pencabutan pengukuhan PKP, DJP dapat mengumumkan pencabutan
pengukuhan PKP tersebut melalui laman www.pajak.go.id. (Pasal 25 ayat (5) PER-20/PJ/2013)
Page 86 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 2 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga atas
UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 2, 3, dan 4 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. PMK-73/PMK.03/2012 (berlaku sejak 15 Mei 2012) tentang Jangka Waktu Pendaftaran Dan
Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, Dan Penghapusan NPWP, Serta
Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PMK ini mencabut PMK-
20/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pelaporan
Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, serta Pengukuhan dan
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak)
D. PMK-146/PMK.03/2012 (mulai berlaku setelah 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal 10
September 2012) tentang tata cara verifikasi
E. PER-20/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) tentang tata cara pendaftaran dan pemberian
NPWP, Pelaporan usaha dan pengukuhan PKP, penghapusan NPWP dan Pencabutan PKP, serta
perubahan data dan pemindahan WP
F. PER-08/PJ/2012 (berlaku 30 Maret 2012 tentang tempat pendaftaran dan pelaporan usaha bagi
WP pada KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP WP Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah
DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya mencabut PER-49/PJ/2011 (berlaku sejak 30 Desember
2011 s/d 29 Maret 2012)
Page 87 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Page 88 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
VII. YANG HARUS DILAKUKAN KPP TERKAIT PERUBAHAN DATA WP DAN/ATAU PKP
o Dalam hal KPP melakukan perubahan data WP dan/atau PKP baik atas permohonan WP atau
secara jabatan, KPP menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan data tersebut kepada
Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak. (Pasal 32 PER-20/PJ/2013)
Page 89 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
d.4.7. Pemindahan WP
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 2 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 2, 3, dan 4 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. PMK-73/PMK.03/2012 (berlaku sejak 15 Mei 2012) tentang Jangka Waktu Pendaftaran Dan
Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, Dan Penghapusan NPWP, Serta
Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PMK ini mencabut PMK-
20/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Januari 2008)tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pelaporan
Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, serta Pengukuhan dan
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak)
D. PMK-146/PMK.03/2012 (mulai berlaku setelah 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal 10
September 2012)tentang tata cara verifikasi
E. PER-20/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) tentang tata cara pendaftaran dan pemberian
NPWP, Pelaporan usaha dan pengukuhan PKP, penghapusan NPWP dan Pencabutan PKP, serta
perubahan data dan pemindahan WP
F. PER-08/PJ/2012 (berlaku 30 Maret 2012 tentang tempat pendaftaran dan pelaporan usaha bagi
WP pada KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP WP Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah
DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya mencabut PER-49/PJ/2011 (berlaku sejak 30 Desember
2011 s/d 29 Maret 2012)
o PER-49/PJ/2011 (sejak 30 Desember 2011) mencabut PER-9/PJ/2008 Jo PER-
35/PJ/2009 Jo PER-20/PJ/2011 (berlaku sejak 5 Agustus 2011 s/d 29 Desember
2011) tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak Tertentu dan Tempat Pelaporan Usaha bagi
PKP Tertentu.
Page 90 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
o Dalam hal surat ketetapan pajak tersebut berupa Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), KPP
Lama memindahkan Wajib Pajak setelah KPP Lama menerbitkan Surat Perintah Membayar
Kelebihan Pajak (SPMKP).
Page 91 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Page 92 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
o Bagi WP OP yang mengajukan permohonan pindah melalui KPP baru, KPP Lama
memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
diterimanya penerusan berkas permohonan pindah Wajib Pajak orang pribadi yang
disampaikan melalui KPP Baru (angka 3 huruf f SE-60/PJ/2013)
o Keputusan diberikan setelah KPP Lama melakukan Verifikasi dalam rangka pemindahan Wajib
Pajak. (Pasal 35 ayat (2) PER-20/PJ/2013)
o Keputusan dapat berupa: (Pasal 35 ayat (3) PER-20/PJ/2013)
permohonan pindah secara tertulis langsung ke KPP Lama pada hari Senin, 14 April 2014.
KPP Lama menyatakan permohonan lengkap dan menerbitkan BPS.
KPP Lama melakukan verifikasi dalam rangka pemindahan Wajib Pajak dan memberi
keputusan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah penerbitan BPS.
Pada hari Senin, 21 April 201 4, permohonan pindah dikabulkan dan KPP Lama
menerbitkan Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT, dan Surat Pencabutan Pengukuhan
PKP, dan mengirimkannya ke KPP Baru dengan tembusan kepada Wajib Pajak paling
lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya.
KPP Baru menerima Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT, dan Surat Pencabutan
Pengukuhan PKP pada tanggal 25 April 2014. Dalam hal ini KPP Baru menerbitkan Kartu
NPWP dan SKT dan SPPKP paling lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya, Senin, 28 April
2014.
Dalam kasus di atas, tanggal terdaftar di KPP Baru adalah hari kerja berikutnya setelah
tanggal Surat Pindah, yaitu tanggal 22 April 2014. Sedangkan tanggal pengukuhan PKP
adalah tetap sama dengan tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak di KPP Lama, yaitu
tanggal 11 Desember 2013.
YANG DILAKUKAN KPP LAMA SETELAH MENERIMA TEMBUSAN SKT DAN/ATAU SPPKP DARI KPP BARU
o Dalam hal KPP Lama telah menerima tembusan Surat Keterangan Terdaftar dan/atau Surat Pengukuhan
PKP, KPP Lama mengirim berkas Wajib Pajak yang bersangkutan, dilampiri dengan uraian singkat
mengenai hal-hal yang dianggap perlu kepada KPP Baru, antara lain: (Pasal 37 PER-20/PJ/2013)
o jumlah tunggakan pajak yang masih harus ditagih;
o tindakan penagihan yang telah dilakukan atas tunggakan pajak; atau
o permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau keberatan Wajib Pajak yang belum
diselesaikan,
paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah diterimanya tembusan Surat Keterangan Terdaftar dan/atau Surat
Pengukuhan PKP dari KPP Baru.
o Berdasarkan data dan/atau informasi tersebut, KPP Lama melakukan verifikasi dalam rangka
pemindahan Wajib Pajak yang dilakukan secara jabatan.
o KPP Lama menerbitkan Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT da/atau Surat Pencabutan
Pengukuhan PKP secara jabatan dalam hal:
1. berdasarkan LHV diketahui bahwa tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak
tidak lagi berada di wilayah kerja KPP Lama dan terhadap Wajib Pajak tidak sedang
dilakukan verifikasi dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak, pemeriksaan,
pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan;
2. KPP Lama memperoleh data dan/atau informasi bahwa tempat tinggal atau tempat
kedudukan berada di wilayah kerja KPP Baru;
3. Wajib Pajak masih terdaftar di KPP Lama; dan
4. Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan pindah.
o Pemindahan WP secara jabatan dapat dilakukan berdasarkan usulan KPP Baru dalam hal KPP
Baru memperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
1. tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak berada di wilayah kerja KPP Baru;
2. Wajib Pajak masih terdaftar di KPP Lama; dan
3. Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan pindah.
o KPP Baru mengusulkan Pemindahan Wajib Pajak secara jabatan kepada KPP Lama dengan
menggunakan contoh format Surat Usulan Pemindahan Wajib Pajak sebagaimana tercantum
dalam Lampiran XVI SE-60/PJ/2013
o Atas usulan KPP Baru, KPP Lama harus menindaklanjuti dengan melakukan verifikasi dalam
rangka pemindahan Wajib Pajak yang dilakukan secara jabatan dan memberikan keputusan
paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak Surat Usulan Pemindahan Wajib Pajak diterima.
o KPP Lama menerbitkan Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT dan/atau Surat Pencabutan
Pengukuhan PKP dan mengirimkan ke KPP Baru dengan tembusan kepada Wajib Pajak
apabila berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 22), diketahui bahwa
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak tidak lagi berada di wilayah kerja KPP Lama
dan Wajib Pajak tidak sedang dilakukan verifikasi dalam rangka penerbitan surat ketetapan
pajak, pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan;
o KPP Lama menerbitkan Surat Pemberitahuan Tidak Dapat Dipindah Secara Jabatan dan
mengirimkan ke KPP Baru dalam hal:
1. berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 22), diketahui bahwa
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak masih berada di wilayah kerja KPP
Lama atau terhadap Wajib Pajak sedang dilakukan verifikasi dalam rangka penerbitan
surat ketetapan pajak, pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan;
2. Wajib Pajak tidak lagi terdaftar pada KPP Lama; atau
3. Wajib Pajak telah mengajukan permohonan pindah.
o Surat Pemberitahuan Tidak Dapat Dipindah Secara Jabatan sebagaimana dimaksud pada
angka 24) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVII SE-60/PJ/2013
o KPP Baru menerbitkan Kartu NPWP dan SKT dan/atau SPPKP paling lambat 1 (satu) hari kerja
setelah menerima tembusan Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT, dan/atau Surat Pencabutan
Pengukuhan PKP dari KPP Lama.
o Tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak di KPP Baru adalah sesuai dengan tanggal
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak di KPP Lama.
o Tanggal terdaftar Wajib Pajak di KPP Baru adalah hari kerja berikutnya sejak tanggal Surat
Pindah.
o Contoh:
permohonan pindah secara tertulis langsung ke KPP Lama pada hari Senin, 14 April 2014.
KPP Lama menyatakan permohonan lengkap dan menerbitkan BPS.
KPP Lama melakukan verifikasi dalam rangka pemindahan Wajib Pajak dan memberi
keputusan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah penerbitan BPS.
Pada hari Senin, 21 April 201 4, permohonan pindah dikabulkan dan KPP Lama
menerbitkan Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT, dan Surat Pencabutan Pengukuhan
PKP, dan mengirimkannya ke KPP Baru dengan tembusan kepada Wajib Pajak paling
lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya.
KPP Baru menerima Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT, dan Surat Pencabutan
Pengukuhan PKP pada tanggal 25 April 2014. Dalam hal ini KPP Baru menerbitkan Kartu
NPWP dan SKT dan SPPKP paling lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya, Senin, 28 April
2014.
Dalam kasus di atas, tanggal terdaftar di KPP Baru adalah hari kerja berikutnya setelah
tanggal Surat Pindah, yaitu tanggal 22 April 2014. Sedangkan tanggal pengukuhan PKP
adalah tetap sama dengan tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak di KPP Lama, yaitu
tanggal 11 Desember 2013.
Page 96 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 2 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 2, 3, dan 4 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. PMK-73/PMK.03/2012 (berlaku sejak 15 Mei 2012) tentang Jangka Waktu Pendaftaran Dan
Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, Dan Penghapusan NPWP, Serta
Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PMK ini mencabut PMK-
20/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Januari 2008)tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pelaporan
Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, serta Pengukuhan dan
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak)
D. PMK-146/PMK.03/2012 (mulai berlaku setelah 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal 10
September 2012)tentang tata cara verifikasi
E. PER-20/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) tentang tata cara pendaftaran dan pemberian
NPWP, Pelaporan usaha dan pengukuhan PKP, penghapusan NPWP dan Pencabutan PKP, serta
perubahan data dan pemindahan WP
F. PER-08/PJ/2012 (berlaku 30 Maret 2012 tentang tempat pendaftaran dan pelaporan usaha bagi
WP pada KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP WP Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah
DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya mencabut PER-49/PJ/2011 (berlaku sejak 30 Desember
2011 s/d 29 Maret 2012)
o PER-49/PJ/2011 (sejak 30 Desember 2011) mencabut PER-9/PJ/2008 Jo PER-
35/PJ/2009 Jo PER-20/PJ/2011 (berlaku sejak 5 Agustus 2011 s/d 29 Desember
2011) tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak Tertentu dan Tempat Pelaporan Usaha bagi
PKP Tertentu.
a. Wajib Pajak Orang Pribadi wanita kawin yang telah memiliki NPWP yang berbeda
dengan suami dan tidak berniat melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan
secara terpisah;
b. Orang Pribadi yang memiliki NPWP sebagai anggota keluarga atau tanggungan,
yaitu NPWP dengan kode cabang "001", "999", "998" dan seterusnya;
c. Wajib Pajak bendahara pemerintah yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wajib
Pajak karena yang bersangkutan sudah tidak lagi melakukan pembayaran dan
belum dilakukan penghapusan NPWP; atau
d. Wajib Pajak yang tidak diketahui atau ditemukan lagi alamatnya.
Page 98 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
o Apabila dokumen yang disyaratkan belum diterima KPP dalam jangka waktu 14 (empat
belas) hari kerja setelah permohonan penetapan sebagai WP non efektif secara
elektronik, permohonan tersebut dianggap tidak diajukan. (Pasal 41 ayat (6) PER-
20/PJ/2013)
o Apabila dokumen yang disyaratkan telah diterima secara lengkap, KPP menerbitkan
Bukti Penerimaan Surat secara elektronik. (Pasal 41 ayat (7) PER-20/PJ/2013)
2. Dalam hal WP tidak dapat menyampaikan permohonan penetapan sebagai WP non efektif
secara elektronik, permohonan penetapan sebagai WP non efektif dapat dilakukan dengan
menyampaikanpermohonan secara tertulis. (Pasal 42 ayat (1) PER-20/PJ/2013)
o Permohonan secara tertulis dilakukan dengan mengisi dan menandatangani Formulir
Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif. (Pasal 42 ayat (2) PER-20/PJ/2013)
o KLIK DISINI untuk Formulir Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non
Efektif (Lampiran II PER-20/PJ/2013)
o WP yang telah mengisi dan menandatangani Formulir Permohonan Penetapan WP
Non Efektif harus melengkapi formulir penetapan Wajib Pajak non efektif tersebut
dengan dokumen yang disyaratkan.(Pasal 42 ayat (3) PER-20/PJ/2013)
o Dokumen yang disyaratkan adalah dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib
Pajak memenuhi kriteria untuk dapat ditetapkan sebagai WP non efektif (Pasal 42
ayat (4) PER-20/PJ/2013)
o Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif harus dilampiri dengan surat
pernyataan memenuhi kriteria Wajib Pajak Non Efektif dengan menggunakan contoh
format Lampiran XIX SE-60/PJ/2013(Angka 3 Huruf g SE-60/PJ/2013)
o Permohonan secara tertulis disampaikan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha WP dengan cara:
Page 99 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
KPP menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak dengan menggunakan
contoh format Surat Pemberitahuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXI SE-
60/PJ/2013 (Angka 3 Huruf gSE-60/PJ/2013)
d.4.9. Pencabutan Pengukuhan PKP secara Jabatan atas Pengusaha Kecil 2014
I. DASAR HUKUM
o PER-12/PJ/2014 (berlaku sejak 2 April 2014) tentang tata cara pencabutan pengukuhan PKP secara
jabatan atas pengusaha kecil PPN tahun 2014
kepada PKP tersebut diterbitkan surat pencabutan pengukuhan PKP. (Pasal 3 PER-12/PJ/2014)
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 2 ayat (3) huruf a UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang
perubahan ketiga atasUU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
B. PER-13/PJ/2014 (berlaku sejak 11 April 2014) tentang perubahan PER-28/PJ/2012 (berlaku sejak
1 Januari 2013)tentang tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP pada KPP
di lingkungan Kanwil DJP WP Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP
Madya
o Evaluasi setelah berlakunya PER-13/PJ/2014 (berlaku sejak 11 April 2014) dilakukan paling
lama tahun 2016 dan mulai berlaku paling lama pada tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
a. PPh Badan
b. PPN atau PPN dan PPnBM atas seluruh tempat kegiatan usaha/cabang (Pasal 5 ayat (2)
huruf aPER-28/PJ/2012)
c. Pemotongan dan Pemungutan PPh akibat dari transaksi yang dilakukan kantor pusat
dan/atau cabang WP yang berdomisili di wilayah DKI Jakarta
o Bagi WP yang sebelumnya terdaftar di KPP Madya atau KPP Pratama yang wilayah
kerjanya di luar Propinsi DKI Jakarta, dan sejak berlakunya KEP DJP tentang Tempat
pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha terdaftar pada KPP WP Besar Satu,
maka kewajiban Pemotongan dan Pemungutan PPh tetap diadministrasikan di KPP
Madya atau KPP Pratama tersebut dengan menerbitkan NPWP cabang baru. (Pasal 7
ayat (1) PER-28/PJ/2012)
d. Pajak Tidak Langsung Lainnya.
2. Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP ini ditetapkan dengan KEP
DJP.(Pasal 2 ayat (2) PER-28/PJ/2012)
3. Dalam hal Wajib Pajak Berstatus Pusat terdaftar pada KPP WP Besar Dua dan membuka kantor
cabang baru yang berdomisili di wilayah DKI Jakarta, tempat pendaftaran dan/atau tempat
pelaporan usaha atas kantor cabang baru tersebut di KPP WP Besar Dua. (Pasal 3 ayat (2) PER-
28/PJ/2012)
o Bagi WP yang sebelumnya terdaftar di KPP Madya atau KPP Pratama yang wilayah kerjanya di
luar Propinsi DKI Jakarta, dan sejak berlakunya KEP DJP tentang Tempat pendaftaran dan/atau
tempat pelaporan usaha terdaftar pada KPP WP Besar Dua, maka kewajiban Pemotongan dan
Pemungutan PPh tetap diadministrasikan di KPP Madya atau KPP Pratama tersebut dengan
menerbitkan NPWP cabang baru. (Pasal 7 ayat (1) PER-28/PJ/2012)
4. Jenis kewajiban perpajakannya meliputi : (Pasal 5 ayat (1) PER-28/PJ/2012)
a. PPh Badan
b. PPN atau PPN dan PPnBM atas seluruh tempat kegiatan usaha/cabang (Pasal 5 ayat (2)
huruf aPER-28/PJ/2012)
c. Pemotongan dan Pemungutan PPh akibat dari transaksi yang dilakukan kantor pusat
dan/atau cabang WP yang berdomisili di wilayah DKI Jakarta
o Bagi WP yang sebelumnya terdaftar di KPP Madya atau KPP Pratama yang wilayah
kerjanya di luar Propinsi DKI Jakarta, dan sejak berlakunya KEP DJP tentang Tempat
pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha terdaftar pada KPP WP Besar Dua, maka
kewajiban Pemotongan dan Pemungutan PPh tetap diadministrasikan di KPP Madya
atau KPP Pratama tersebut dengan menerbitkan NPWP cabang baru. (Pasal 7 ayat
(1) PER-28/PJ/2012)
d. Pajak Tidak Langsung Lainnya.
a. PPh Badan
b. PPN atau PPN dan PPnBM atas seluruh tempat kegiatan usaha/cabang (Pasal 5 ayat (2)
huruf aPER-28/PJ/2012)
c. Pemotongan dan Pemungutan PPh akibat dari transaksi yang dilakukan kantor pusat
dan/atau cabang WP yang berdomisili di wilayah DKI Jakarta
o Bagi WP yang sebelumnya terdaftar di KPP Madya atau KPP Pratama yang wilayah
kerjanya di luar Propinsi DKI Jakarta, dan sejak berlakunya KEP DJP tentang Tempat
pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha terdaftar pada KPP WP Besar Tiga, maka
kewajiban Pemotongan dan Pemungutan PPh tetap diadministrasikan di KPP Madya
atau KPP Pratama tersebut dengan menerbitkan NPWP cabang baru. (Pasal 7 ayat
(1) PER-28/PJ/2012)
d. Pajak Tidak Langsung Lainnya.
a. PPh Badan
b. PPN atau PPN dan PPnBM atas seluruh tempat kegiatan usaha/cabang (Pasal 5 ayat (2)
huruf aPER-28/PJ/2012)
c. Pemotongan dan Pemungutan PPh akibat dari transaksi yang dilakukan kantor pusat
dan/atau cabang WP yang berdomisili di wilayah DKI Jakarta
o Bagi WP yang sebelumnya terdaftar di KPP Madya atau KPP Pratama yang wilayah
kerjanya di luar Propinsi DKI Jakarta, dan sejak berlakunya KEP DJP tentang Tempat
Page 106 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha terdaftar pada KPP WP Besar Empat,
maka kewajiban Pemotongan dan Pemungutan PPh tetap diadministrasikan di KPP
Madya atau KPP Pratama tersebut dengan menerbitkan NPWP cabang baru. (Pasal 7
ayat (1) PER-28/PJ/2012)
d. Pajak Tidak Langsung Lainnya.
a. PPh Badan
b. PPN atau PPN dan PPnBM atas seluruh tempat kegiatan usaha/cabang (Pasal 5 ayat (2)
huruf aPER-28/PJ/2012)
c. Pemotongan dan Pemungutan PPh akibat dari transaksi yang dilakukan kantor pusat
dan/atau cabang WP yang berdomisili di wilayah DKI Jakarta
o Bagi WP yang sebelumnya terdaftar di KPP Madya atau KPP Pratama yang wilayah
kerjanya di luar Propinsi DKI Jakarta, dan sejak berlakunya KEP DJP tentang Tempat
pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha terdaftar pada KPP PMB, maka
kewajiban Pemotongan dan Pemungutan PPh tetap diadministrasikan di KPP Madya
atau KPP Pratama tersebut dengan menerbitkan NPWP cabang baru. (Pasal 7 ayat
(1) PER-28/PJ/2012)
d. Pajak Tidak Langsung Lainnya.
d. KPP Penanaman Modal Asing Empat, untuk Wajib Pajak penanaman modal asing tertentu
yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor industri tekstil, makanan,
dan kayu;
e. KPP Penanaman Modal Asing Lima, untuk Wajib Pajak penanaman modal asing tertentu
yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor agribisnis dan jasa;
f. KPP Penanaman Modal Asing Enam, untuk Wajib Pajak penanaman modal asing tertentu
yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor jasa dan perdagangan;
2. Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP ini ditetapkan dengan KEP
DJP.(Pasal 2 ayat (2) PER-28/PJ/2012)
3. Bagi WP baru, Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usahanya adalah di KPP Pratama
yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Wajib Pajak (Pasal 3 ayat (1) huruf a PER-
28/PJ/2012)
4. Dalam hal Wajib Pajak Berstatus Pusat terdaftar pada KPP PMA dan membuka kantor cabang baru
yangberdomisili di wilayah DKI Jakarta, tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha
atas kantor cabang baru tersebut di KPP PMA. (Pasal 3 ayat (2) PER-28/PJ/2012)
o Bagi WP yang sebelumnya terdaftar di KPP Madya atau KPP Pratama yang wilayah kerjanya di
luar Propinsi DKI Jakarta, dan sejak berlakunya KEP DJP tentang Tempat pendaftaran dan/atau
tempat pelaporan usaha terdaftar pada KPP PMA, maka kewajiban Pemotongan dan
Pemungutan PPh tetap diadministrasikan di KPP Madya atau KPP Pratama tersebut dengan
menerbitkan NPWP cabang baru.(Pasal 7 ayat (1) PER-28/PJ/2012)
Jenis kewajiban perpajakannya meliputi : (Pasal 5 ayat (1) PER-28/PJ/2012)
a. PPh Badan
b. PPN atau PPN dan PPnBM atas seluruh tempat kegiatan usaha/cabang (Pasal 5 ayat (2)
huruf aPER-28/PJ/2012)
c. Pemotongan dan Pemungutan PPh akibat dari transaksi yang dilakukan kantor pusat
dan/atau cabang WP yang berdomisili di wilayah DKI Jakarta
o Bagi WP yang sebelumnya terdaftar di KPP Madya atau KPP Pratama yang wilayah
kerjanyadi luar Propinsi DKI Jakarta, dan sejak berlakunya KEP DJP
tentang Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha terdaftar pada KPP
PMA, maka kewajiban Pemotongan dan Pemungutan PPh tetap diadministrasikan di
KPP Madya atau KPP Pratama tersebut dengan menerbitkan NPWP cabang
baru. (Pasal 7 ayat (1) PER-28/PJ/2012)
d. Pajak Tidak Langsung Lainnya.
pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha terdaftar pada KPP Badora, maka kewajiban
Pemotongan dan Pemungutan PPh tetap diadministrasikan di KPP Madya atau KPP Pratama
tersebut dengan menerbitkan NPWP cabang baru. (Pasal 7 ayat (1) PER-28/PJ/2012)
3. Jenis kewajiban perpajakannya meliputi : (Pasal 5 ayat (1) PER-28/PJ/2012)
a. PPh Badan
b. PPN atau PPN dan PPnBM atas seluruh tempat kegiatan usaha/cabang (Pasal 5 ayat (2)
huruf aPER-28/PJ/2012)
c. Pemotongan dan Pemungutan PPh akibat dari transaksi yang dilakukan kantor pusat
dan/atau cabang WP yang berdomisili di wilayah DKI Jakarta
o Bagi WP yang sebelumnya terdaftar di KPP Madya atau KPP Pratama yang wilayah
kerjanya di luar Propinsi DKI Jakarta, dan sejak berlakunya KEP DJP tentang Tempat
pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha terdaftar pada KPP Migas, maka
kewajiban Pemotongan dan Pemungutan PPh tetap diadministrasikan di KPP Madya
atau KPP Pratama tersebut dengan menerbitkan NPWP cabang baru. (Pasal 7 ayat
(1) PER-28/PJ/2012)
I. KPP Madya
1. Jenis WP yang terdaftar
o yaitu untuk Wajib Pajak badan besar tertentu dalam suatu Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak.(Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2012)
2. Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP ini ditetapkan dengan KEP
DJP. (Pasal 2 ayat (2) PER-28/PJ/2012)
3. Dalam hal WP Berstatus Cabang terdaftar di KPP Madya, sedangkan WP Berstatus Pusat
terdaftar di KPP Pratama di Kanwil DJP yang berbeda, dan WP Berstatus Pusat tersebut pindah ke
KPP di lingkungan Kanwil DJP yang membawahi KPP Madya tempat WP Berstatus Cabang
tersebut terdaftar, maka tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP Berstatus
Pusat tersebut adalah di KPP Madya.(Pasal 3 ayat (3) PER-28/PJ/2012)
o Bagi Wajib Pajak yang sebelumnya terdaftar di KPP Pratama di luar wilayah sebagaimana
ditetapkan pada Lampiran II PER-28/PJ/2012, dan sejak berlakunya KEP DJP tentang Tempat
pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha terdaftar pada KPP Madya, maka kewajiban
Pemotongan dan Pemungutan PPh diadministrasikan di KPP Pratama tersebut dengan
menerbitkan NPWP cabang baru.(Pasal 7 ayat (2) PER-28/PJ/2012)
4. Jenis kewajiban perpajakannya meliputi : (Pasal 5 ayat (1) PER-28/PJ/2012)
a. PPh Badan
b. PPN atau PPN dan PPnBM, dengan ketentuan : (Pasal 5 ayat (2) huruf b PER-28/PJ/2012)
i. Dalam hal WP Berstatus Pusat, kewajiban pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM
atas seluruh tempat kegiatan usaha, termasuk tempat kegiatan usaha/cabang yang
terdaftar di KPP Madya lain, dilaksanakan di KPP Madya;
ii. dalam hal WP Berstatus Cabang sudah dikukuhkan sebagai PKP dan WP
Berstatus Pusatnya tidak terdaftar pada KPP di Lingkungan Kanwil DJP WP Besar,
Khusus, atau Madya, kewajiban pelaporan PPN dan PPnBM dilaksanakan di KPP
Madya hanya atas cabang tersebut.
c. Pemotongan dan Pemungutan PPh akibat dari transaksi yang dilakukan kantor pusat
dan/atau cabang WP yang berdomisili di wilayah sesuai dengan wilayah kerja KPP Madya
tersebut masing-masing (KLIK DISINI (Lampiran II PER-28/PJ/2012) untuk Cakupan
wilayah pengadministrasian kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh)
o Bagi Wajib Pajak yang sebelumnya terdaftar di KPP Pratama di luar
wilayah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II PER-28/PJ/2012, dan sejak
berlakunya KEP DJP tentang Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha
terdaftar pada KPP Madya, maka kewajiban Pemotongan dan Pemungutan PPh
diadministrasikan di KPP Pratama tersebut dengan menerbitkan NPWP cabang
baru. (Pasal 7 ayat (2) PER-28/PJ/2012)
Pajak Tidak Langsung Lainnya.
X. PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN BAGI WP YANG DIPINDAHKAN KE KPP BARU SELAIN
YANG DIATUR DIPER-18/PJ/2012 (Pasal 6 PER-28/PJ/2012)
A. KPP Baru adalah KPP yang menerima perpindahan Wajib Pajak dari KPP Lama
B. Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi WP yang dipindahkan ke KPP
Baru
o Hak dan kewajiban perpajakan untuk masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak
sebelum tanggal SMTatau sebelum tanggal WP dipindahkan ke KPP Baru, dilaksanakan dan
dipenuhi di:
1. KPP Baru, yang meliputi:
a. Kewajiban PPh Badan, PPN dan/atau PPnBM, dan Pemotongan dan
Pemungutan PPh, dalam hal WP yang dipindahkan adalah WP
Berstatus Pusat
b. Kewajiban PPN dan Pemotongan dan Pemungutan PPh, dalam hal WP yang
dipindahkan adalah WP Berstatus Cabang yang berdomisili di wilayah
sebagaimana ditetapkan padaLampiran II PER-28/PJ/2012; dan
c. Kewajiban PPN, dalam hal WP yang dipindahkan adalah WP
Berstatus Cabang yang berdomisili di luar wilayah sebagaimana ditetapkan
pada Lampiran II PER-28/PJ/2012
2. KPP Lama meliputi Kewajiban Pemotongan dan Pemungutan PPh, dalam hal WP yang
dipindahkan adalah WP Berstatus Cabang yang berdomisili di luar wilayah
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II PER-28/PJ/2012
C. Untuk Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang diatur di PER-18/PJ/2012
o KLIK DISINI
XI. KRITERIA WP YANG TERDAFTAR DI KPP DI LINGKUNGAN KANWIL DJP WP BESAR, KANWIL DJP
JAKARTA KHUSUS, DAN KPP MADYA BERDASARKAN KEPUTISAN DJP
A. WP yang terdaftar di KPP ini, merupakan WPk terbesar yang penentuannya dilakukan
berdasarkan kriteria: (Pasal 8 ayat (1) PER-28/PJ/2012)
1. rata-rata realisasi pembayaran pajak,baik yang tercantum di dalam sistem Modul
Penerimaan Negara (MPN) maupun yang tidak tercantum dalam sistem MPN dan rata-
rata peredaran usaha WP yang tercantum di dalam SPT Tahunan PPh Badan selama 3
(tiga) tahun terakhir, khusus untuk WP Badan; dan/atau
o Kriteria ini ditetapkan dengan pembobotan 80% untuk realisasi pembayaran pajak dan
20% untuk peredaran usaha. (Pasal 8 ayat (2) PER-28/PJ/2012)
2. pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
B. Dalam hal WP memenuhi kriteria terdaftar pada dua KPP atau lebih, Direktur Jenderal Pajak
menetapkan tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha Wajib Pajak. (Pasal 8 ayat
(3) PER-28/PJ/2012)
XII. EVALUASI YANG DILAKUKAN DJP TERHADAP WP YANG TERDAFTAR DI KPP DI LINGKUNGAN
KANWIL DJP WP BESAR, KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS, KPP MADYA DAN TINDAK LANJUT
HASIL KEPUTUSAN DJP ATAS HASIL EVALUASI TERSEBUT
a. evaluasi dilakukan paling lama 5 (lima) tahun sejak evaluasi sebelumnya dilakukan;
b. untuk Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Perusahaan Masuk Bursa, selain jangka waktu
evaluasi yang paling lama 5 (lima) tahun sejak evaluasi sebelumnya dilakukan, dalam hal
terdapat Wajib Pajak yang pernyataan pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif
oleh Otoritas Jasa Keuangan (listing) dan/atau Wajib Pajak yang melakukan penghapusan
pencatatan dari daftar saham di Bursa Efek Indonesia (delisting), evaluasi dapat dilakukan
setiap 1 (satu) tahun,
o Prosedur evaluasi Wajib Pajak terdaftar di KPP Perusahaan Masuk Bursa dalam hal
pada tahun tersebut terdapat Wajib Pajak listing dan/atau delisting mengacu
pada Lampiran III SE-26/PJ/2014 (Butir E angka 11 SE-26/PJ/2014)
c. untuk Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Madya, selain jangka waktu evaluasi yang paling
lama 5 (lima) tahun sejak evaluasi sebelumnya dilakukan, dalam hal Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi KPP Madya memandang perlu untuk
melakukan evaluasi Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Madya pada tahun tersebut, evaluasi
dapat dilakukan paling cepat 3 (tiga) tahun sejak evaluasi sebelumnya dilakukan.
o Prosedur evaluasi Wajib Pajak terdaftar di KPP Madya dalam hal pada tahun tersebut
Kepala Kanwil DJP yang membawahi KPP Madya merasa perlu untuk melakukan
evaluasi Wajib Pajak terdaftar di KPP Madya, mengacu pada Lampiran II SE-
26/PJ/2014 (Butir E angka 10 SE-26/PJ/2014)
o Evaluasi Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Madya ini dapat dilakukan paling cepat
tahun 2014 dan mulai berlaku paling lama tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Kecuali
evaluasi Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Madya Jakarta Utara dan KPP Madya
Balikpapan, setelah diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-
411/PJ/2013 dan KEP-412/PJ/2013 evaluasi selanjutnya paling cepat dapat dilakukan
pada tahun 2015 dan mulai berlaku paling lama tanggal 1 Januari tahun
berikutnya. (Butir E angka 4 SE-26/PJ/2014)
d. Evaluasi Wajib Pajak Besar Orang Pribadi yang terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar Empat
dilakukan paling lama 5 tahun sejak evaluasi sebelumnya dilakukan dan dilaksanakan oleh
tim khusus yang dibentuk oleh Direktur Teknologi Informasi Perpajakan dan Direktur
Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan dengan tata cara yang diatur secara terpisah dari SE-
26/PJ/2014
3. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan sesuai dengan ketentuan evaluasi tersebut, Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang : (Pasal 9 ayat (3) PER-
13/PJ/2014)
a. Tempat Pendaftaran dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Bagi WP pada KPP di Lingkungan
Kanwil DJP WP Besar, KPP di Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP
Madya dengan menggunakan formulir Lampiran V PER-13/PJ/2014
b. Pemindahan WP dari KPP di Lingkungan Kanwil DJP WP Besar, KPP di Lingkungan Kanwil
DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya dengan menggunakan formulir Lampiran VI PER-
13/PJ/2014
c. Tempat Pendaftaran dan Pelaporan Usaha bagi WP di KPP PMB dan/atau KPP Madya
denganformulir Lampiran VII PER-28/PJ/2012
d. Pemindahan WP dari KPP PMB dan/atau KPP Madya dengan menggunakan formulir
Lampiran VIIIPER-13/PJ/2014
4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil evaluasi tersebut diterbitkan paling lama
pada akhir bulan September tahun evaluasi dilakukan dan mulai berlaku paling lama pada tanggal
1 Januari tahun berikutnya.(Pasal 9 ayat (4) PER-13/PJ/2014)
5. Direktur Jenderal Pajak berdasarkan pertimbangan tertentu dapat menetapkan tempat pendaftaran
dan/atau tempat pelaporan usaha bagi Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP di lingkungan kanwil
DJP WP Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya dengan menerbitkan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak.(Pasal 9 ayat (5) PER-13/PJ/2014)
B. Ketentuan Terkait Tindak Lanjut Hasil Keputusan DJP Atas Evaluasi Yang Telah Dilakukan (Pasal
10 PER-28/PJ/2012)
1. Dalam hal WP yang dipindahkan ke KPP Pratama sejak Keputusan Direktur Jenderal Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) mengajukan permohonan pindah sehubungan
dengan perubahan tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke
wilayah kerja KPP Pratama lainnya, maka tata cara pemindahan terhadap Wajib Pajak tersebut
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
2. Dalam hal tempat terdaftar Wajib Pajak yang dicantumkan pada kolom KPP asal di dalam
Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) tidak sesuai
dengan tempat terdaftar yang sebenarnya, maka Wajib Pajak tersebut tetap dipindahkan ke KPP
tujuan sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut.
3. WP yang terdaftar di KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan
KPP Madya tetap diadministrasikan di KPP tersebut sampai dengan ditetapkan terdaftar di KPP lain
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) tersebut.
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 2 ayat (3) huruf a UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang
perubahan ketiga atasUU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
B. PER-25/PJ/2013 (berlaku sejak 3 Juli 2013) tentang tempat pendaftaran dan/atau tempat
pelaporan usaha bagi WP sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan
perubahannya yang melakukan usaha di bidang pengalihan tanah dan/ atau bangunan
IV. KHUSUS BAGI WP YANG TERDAFTAR DI KPP MADYA DI JAKARTA, KPP DI LINGKUNGAN KANWIL
DJP WP BESAR, ATAU KPP DI LINGKUNGAN KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS
o Bagi WP yang melakukan usaha di bidang pengalihantanah dan/atau bangunan yang terdaftar pada
KPP Madya di Jakarta dan KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar dan Kanwil DJP Jakarta
Khusus, kewajiban pendaftaran dan/atau pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM ditetapkan
pada: (Pasal 2 ayat (1) PER-25/PJ/2013)
1. KPP Madya di Jakarta dan KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar dan Kanwil DJP Jakarta
Khusus bagi WP yang mempunyai tempat kegiatan usaha di wilayah DKI Jakarta.
2. KPP tempat kegiatan usaha tersebut berada bagi WP yang mempunyai tempat kegiatan usaha
di luar wilayah DKI Jakarta.
o Bagi WP yang tempat kegiatan usahanya berada di luar wilayah DKI Jakarta ini dikukuhkan
sebagai PKPsecara jabatan oleh KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan
usaha tersebut berada. (Pasal 2 ayat (3) PER-25/PJ/2013)
o Surat Keputusan Pemusatan Tempat PPN terutang yang diterbitkan berdasarkan PER-
28/PJ/2012, tidak berlaku bagi Wajib Pajak ini. (Pasal 3 PER-25/PJ/2013)
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 2 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga atas
UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 2, 3, dan 4 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. PMK-182/PMK.03/2015 (berlaku sejak 30 September 2015) tentang Jangka Waktu Pendaftaran
Dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, Dan Penghapusan NPWP,
Serta Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
▪ PMK ini mencabut PMK 73/PMK.03/2012
▪ Isi ketentuan peralihan :
1. Pada saat PMK-182/PMK.03/2015 berlaku (berlaku sejak 30 September
2015), terhadap permohonan pendaftaran NPWP, pengukuhan PKP,
penghapusan NPWP, dan pencabutan pengukuhan PKP yang diajukan
sebelum PMK-182/PMK.03/2015 ini berlaku dan belum diselesaikan,
proses penyelesaian permohonan tersebut dilakukan berdasarkan
ketentuan sebagaimana diatur dalam PMK-182/PMK.03/2015 ini.
2. peraturan pelaksanaan dari PMK-73/PMK.03/2012, dinyatakan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
PMK-182/PMK.03/2015 dan/atau belum diatur dengan peraturan
pelaksanaan yang baru berdasarkan PMK-182/PMK.03/2015; dan
D. PER-12/PJ/2015">PER-12/PJ/2015 (berlaku sejak 10 Maret 2015) tentang penetapan tempat
tinggal orang pribadi dan tempat kedudukan badan
disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. (Pasal 2 ayat (4)
PMK-182/PMK.03/2015)
▪ Wanita kawin yang tidak menghendaki untuk melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya dan anak yang belum dewasa,
harus melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya menggunakan
Nomor Pokok Wajib Pajak suami atau kepala keluarga. (Pasal 2 ayat (5) PER-
20/PJ/2013)
2. WP OP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
▪ WP OP ini termasuk juga wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena:
1. hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim;
2. menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan
penghasilan dan harta; atau
3. memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya
terpisah dari suaminya meskipun tidak terdapat keputusan hakim atau
tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta,
▪ WP ini wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat 1 (satu)
bulan setelah saat usaha atau pekerjaan bebas, nyata-nyata mulai dilakukan.
(Pasal 2 ayat (5) PMK-182/PMK.03/2015)
▪ Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, selain wajib mendaftarkan diri
pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak, juga wajib
mendaftarkan diri pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan
usaha Wajib Pajak. (Pasal 2 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
▪ Wanita kawin yang tidak menghendaki untuk melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya dan anak yang belum dewasa,
harus melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya menggunakan
Nomor Pokok Wajib Pajak suami atau kepala keluarga. (Pasal 2 ayat (5) PER-
20/PJ/2013)
3. Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar pajak,
pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan;
▪ WP ini wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat 1 (satu)
bulan setelah saat pendirian. (Pasal 2 ayat (6) PMK-182/PMK.03/2015)
4. Wajib Pajak badan yang hanya memiliki kewajiban perpajakan sebagai pemotong
dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan; dan
▪ WP ini wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat 1 (satu)
bulan setelah saat pendirian. (Pasal 2 ayat (6) PMK-182/PMK.03/2015)
5. Bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
▪ wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling
lambat sebelum melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak.(Pasal 2
ayat (7) PMK-182/PMK.03/2015)
No. Tempat tinggal atau tempat kedudukan menurut keadaan yang sebenarnya yaitu :
a. rumah tetap orang pribadi beserta keluarganya tempat kantor pimpinan, pusat administrasi dan
bertempat tinggal; keuangan, dan tempat menjalankan kegiatan usaha
berada sebagaimana tercantum dalam akta pendirian
atau dokumen pendirian dan perubahan, atau surat
keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi Bentuk
Usaha Tetap, atau dokumen izin usaha dan/atau
kegiatan, atau surat keterangan tempat kegiatan usaha,
atau perjanjian kerjasama bagi bentuk kerjasama
operasi (joint operation);
b. rumah tetap orang pribadi tempat pusat tempat kantor pimpinan berada, dalam hal tempat
kepentingan pribadi dan ekonomi dilakukan, kantor pimpinan terpisah dari tempat pusat administrasi
dalam hal orang pribadi mempunyai rumah tetap dan keuangan dan tempat menjalankan kegiatan usaha;
sebagaimana dimaksud dalam huruf a di 2 (dua)
tempat atau lebih wilayah kerja Kantor Pelayanan
Pajak;
c. tempat orang pribadi lebih lama tinggal, dalam hal tempat menjalankan kegiatan usaha, bagi Wajib Pajak
rumah tetap tempat pusat kepentingan pribadi dan badan yang bergerak di sektor usaha tertentu yang
ekonomi dilakukan sebagaimana dimaksud dalam ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak;
huruf b tidak dapat ditentukan;
d. tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak,
Pajak, dalam hal keadaan sebagaimana dimaksud dalam hal:
dalam huruf c tidak dapat ditentukan.
Penetapan tempat sebagaimana dimaksud pada 3. tempat kantor pimpinan, pusat administrasi dan
ayat (1) huruf d dilaksanakan oleh: keuangan, dan tempat menjalankan kegiatan
usaha yang kenyataannya berbeda dengan yang
1. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal tercantum dalam akta pendirian atau dokumen
Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak, pendirian dan perubahan, atau surat keterangan
dalam hal tempat tinggal orang pribadi penunjukan dari kantor pusat bagi Bentuk Usaha
berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah Tetap, atau dokumen izin usaha dan/atau
kerja Kantor Pelayanan Pajak dalam satu kegiatan, atau surat keterangan tempat kegiatan
wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat usaha, atau perjanjian kerjasama bagi bentuk
Jenderal Pajak; kerjasama operasi (joint operation); atau
2. Direktur Jenderal Pajak, dalam hal tempat 4. keadaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b
tinggal orang pribadi berada dalam 2 (dua) dan huruf c berada di beberapa tempat.
atau lebih wilayah kerja Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak. Penetapan tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d dilaksanakan oleh:
• Untuk tempat pendaftaran dan pelaporan usaha bagi WP pada KPP di lingkungan Kantor Wilayah
DJP WP Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya KLIK DISINI
VII. NPWP DAN/ATAU PKP SECARA JABATAN DAN SAAT DIMULAI KEWAJIBAN PERPJAKANNYA
o Direktur Jenderal Pajak menerbitkan NPWP secara jabatan apabila WP tidak melaksanakan
kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP (Pasal 2 ayat (4) UU KUP No. 28 TAHUN
2007)
▪ Kepala KPP menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara jabatan berdasarkan
hasil Pemeriksaan. (Pasal 6 ayat (3) PMK-182/PMK.03/2015)
▪ Penerbitan NPWP dan/atau Pengukuhan PKP secara jabatan berdasarkan hasil
Pemeriksaan ini dapat dilakukan berdasarkan data dan/atau informasi yang diperoleh
dalam kegiatan ekstensifikasi. (Pasal 6 ayat (4) PMK-182/PMK.03/2015)
o Kewajiban perpajakan bagi WP yang diterbitkan NPWP dan/atau yang dikukuhkan sebagai PKP
secara jabatan dimulai sejak saat WP memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum
diterbitkannya NPWP dan/atau dikukuhkannya sebagai PKP. (Pasal 2 ayat (4a) UU KUP No. 28
TAHUN 2007)
o Tanggal terdaftar yang tercantum dalam Kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar yang
diterbitkan secara jabatan sesuai dengan tanggal penerbitan Kartu NPWP dan Surat Keterangan
Terdaftar. (Pasal 8 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
VIII. TATA CARA PENDAFTARAN NPWP DAN/ATAU PELAPORAN PKP DAN DOKUMEN
KELENGKAPAN PERMOHONAN
A. Wajib Pajak yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan/atau melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP harus mengajukan permohonan secara elektronik atau tertulis
dilampiri dengan dokumen yang disyaratkan. (Pasal 4 ayat (1) PMK-182/PMK.03/2015)
3. Wajib Pajak badan yang memiliki 9. dokumen yang 12. dokumen yang
kewajiban perpajakan sebagai menunjukkan pendirian atau menunjukkan pendirian
pembayar pajak, pemotong pembentukan badan dan atau pembentukan badan
perubahannya; dan perubahannya;
dan/atau pemungut pajak sesuai
10. dokumen yang 13. dokumen yang
ketentuan peraturan perundang- menunjukkan identitas diri menunjukkan identitas diri
undangan di bidang perpajakan; pengurus badan;dan pengurus badan;
11. dokumen yang 14. dokumen yang
menunjukkan adanya menunjukkan tempat
pemberian izin usaha atau kegiatan usaha; dan
4. Wajib Pajak badan yang hanya 16. dokumen yang 19. dokumen yang
memiliki kewajiban perpajakan menunjukkan pendirian atau menunjukkan pendirian
sebagai pemotong dan/atau pembentukan badan dan atau pembentukan badan
perubahannya; dan perubahannya;
pemungut pajak sesuai ketentuan
17. dokumen yang 20. dokumen yang
peraturan perundang-undangan menunjukkan identitas diri menunjukkan identitas diri
di bidang perpajakan pengurus badan;dan pengurus badan;
18. dokumen yang 21. dokumen yang
menunjukkan adanya menunjukkan tempat
pemberian izin usaha atau kegiatan usaha; dan
kegiatan dari pejabat atau 22. dokumen yang
instansi yang berwenang. menunjukkan adanya
pemberian izin usaha dari
pejabat atau instansi
berwenang.
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 2 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga atas
UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 2, 3, dan 4 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. PMK-182/PMK.03/2015 (berlaku sejak 30 September 2015) tentang Jangka Waktu Pendaftaran
Dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, Dan Penghapusan NPWP,
Serta Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
▪ PMK ini mencabut PMK 73/PMK.03/2012
▪ Isi ketentuan peralihan :
1. Pada saat PMK-182/PMK.03/2015 berlaku (berlaku sejak 30 September
2015), terhadap permohonan pendaftaran NPWP, pengukuhan PKP,
penghapusan NPWP, dan pencabutan pengukuhan PKP yang diajukan
sebelum PMK-182/PMK.03/2015 ini berlaku dan belum diselesaikan,
proses penyelesaian permohonan tersebut dilakukan berdasarkan
ketentuan sebagaimana diatur dalam PMK-182/PMK.03/2015 ini.
2. peraturan pelaksanaan dari PMK-73/PMK.03/2012, dinyatakan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
PMK-182/PMK.03/2015 dan/atau belum diatur dengan peraturan
pelaksanaan yang baru berdasarkan PMK-182/PMK.03/2015; dan
D. PER-38/PJ/2013 (berlaku sejak 8 November 2013) tentang perubahan PER-20/PJ/2013 (berlaku
sejak 30 Mei 2013) tentang tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP, Pelaporan usaha dan
pengukuhan PKP, penghapusan NPWP dan Pencabutan PKP, serta perubahan data dan
pemindahan WP
▪ PER ini merubah ketentuan Pasal 6 PER-20/PJ/2013
IV. CARA PENGHAPUSAN NPWP DAN JENIS WP YANG NPWP NYA DICABUT
o Penghapusan NPWP dapat dilakukan: (Pasal 7 ayat (3) PMK-182/PMK.03/2015)
1. atas permohonan Wajib Pajak; atau
2. secara jabatan.
D. Permohonan secara tertulis disampaikan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dengan cara: (Pasal 11 ayat (5)
PER-20/PJ/2013)
i. langsung ke KPP atau melalui KP2KP;
ii. melalui pos; atau
iii. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
E. Dalam hal permohonan secara tertulis disampaikan melalui KP2KP, KP2KP meneruskan
permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak ke KPP. (Pasal 11 ayat (6) PER-
20/PJ/2013)
F. Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis, KPP memberikan Bukti Penerimaan Surat
apabila permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap. (Pasal 11 ayat (7) PER-
20/PJ/2013)
G. Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis yang diterima secara tidak lengkap, berlaku
ketentuan: (Pasal 11 ayat (8) PER-20/PJ/2013)
. dalam hal permohonan disampaikan secara langsung, permohonan dikembalikan kepada
Wajib Pajak; atau
i. dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi
atau jasa kurir, KPP menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai
ketidaklengkapan tersebut.
H. Dokumen yang disyaratkan dalam permohonan penghapusan NPWP antara lain berupa:
No. Jenis WP Yang Mengajukan Dokumen yang disyaratkan (Pasal 8 ayat (3) PMK-
Permohonan Penghapusan NPWP 182/PMK.03/2015)
1. OP yang meninggal dunia (permohonan dokumen yang menunjukkan Wajib Pajak sudah meninggal
penghapusan NPWP dapat diajukan oleh dunia beserta surat pernyataan bahwa tidak mempunyai
salah seorang ahli waris, pelaksana warisan atau surat pernyataan bahwa warisan sudah terbagi
wasiat, atau pihak yang mengurus harta dengan menyebutkan ahli waris, untuk orang pribadi yang
peninggalan. (Pasal 10 ayat (8) PER- meninggal dunia;
20/PJ/2013))
2. OP yang meninggalkan Indonesia selama- dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah
lamanya meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
3. bendahara pemerintah dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak sudah tidak
ada lagi kewajiban sebagai bendahara
4. WP yang memiliki lebih dari satu NPWP surat pernyataan mengenai kepemilikan NPWP ganda dan
fotokopi semua kartu NPWP yang dimiliki
5. Wanita kawin yang sebelumnya telah fotokopi buku nikah atau dokumen sejenis beserta surat
memiliki NPWP pernyataan tidak membuat perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan atau surat pernyataan tidak ingin melaksanakan
hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari
suami
6. Wajib Pajak badan dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak badan
termasuk bentuk usaha tetap telah dibubarkan sehingga tidak
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
o Berdasarkan hasil Pemeriksaan, Kepala KPP melakukan penghapusan NPWP dalam hal Wajib
Pajak tidak sedang mengajukan upaya hukum dan memenuhi ketentuan: (Pasal 10 ayat (2) PMK-
182/PMK.03/2015)
1. tidak mempunyai utang pajak;
2. mempunyai utang pajak namun penagihannya sudah daluwarsa;
3. mempunyai utang pajak namun Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dengan tidak
meninggalkan warisan dan tidak mempunyai ahli waris, pelaksana wasiat, pengurus harta
peninggalan, atau ahli waris tidak dapat ditemukan; atau
4. mempunyai utang pajak namun Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan.
o JANGKA WAKTU KEPUTUSAN
▪ Dalam hal penghapusan NPWP dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Kepala
KPP harus menerbitkan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka
waktu paling lama 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas)
bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan Wajib Pajak dliterima secara
lengkap. (Pasal 8 ayat (4) PMK-182/PMK.03/2015)
▪ Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui dan Kepala KPP tidak menerbitkan
keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala KPP
menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling
lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir. (Pasal 8 ayat (5) PMK-
182/PMK.03/2015)
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 2 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga atas
UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 2, 3, dan 4 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. PMK-182/PMK.03/2015 (berlaku sejak 30 September 2015) tentang Jangka Waktu Pendaftaran
Dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, Dan Penghapusan NPWP,
Serta Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
▪ PMK ini mencabut PMK 73/PMK.03/2012
▪ Isi ketentuan peralihan :
1. Pada saat PMK-182/PMK.03/2015 berlaku (berlaku sejak 30 September
2015), terhadap permohonan pendaftaran NPWP, pengukuhan PKP,
penghapusan NPWP, dan pencabutan pengukuhan PKP yang diajukan
sebelum PMK-182/PMK.03/2015 ini berlaku dan belum diselesaikan,
proses penyelesaian permohonan tersebut dilakukan berdasarkan
ketentuan sebagaimana diatur dalam PMK-182/PMK.03/2015 ini.
2. peraturan pelaksanaan dari PMK-73/PMK.03/2012, dinyatakan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
PMK-182/PMK.03/2015 dan/atau belum diatur dengan peraturan
pelaksanaan yang baru berdasarkan PMK-182/PMK.03/2015; dan
D. PER-38/PJ/2013 (berlaku sejak 8 November 2013) tentang perubahan PER-20/PJ/2013 (berlaku
sejak 30 Mei 2013) tentang tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP, Pelaporan usaha dan
pengukuhan PKP, penghapusan NPWP dan Pencabutan PKP, serta perubahan data dan
pemindahan WP
▪ PER ini merubah ketentuan Pasal 6 PER-20/PJ/2013
A. Permohonan pencabutan pengukuhan PKP atas permohonan Wajib Pajak dilakukan secara
elektronik atau tertulis, dan dilampiri dengan dokumen yang disyaratkan. (Pasal 12 ayat (1) PMK-
182/PMK.03/2015)
▪ Dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan pencabutan pengukuhan
PKP ini meliputi dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak secara subjektif dan/atau
objektif sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai PKP. (Pasal 12 ayat (3) PMK-
182/PMK.03/2015)
B. Permohonan secara tertulis dilakukan dengan mengisi dan menandatangani Formulir Pencabutan
PKP. (Pasal 22 ayat (1) PER-20/PJ/2013)
▪ KLIK DISINI untuk Formulir Pencabutan PKP (Lampiran IV PER-20/PJ/2013)
C. Permohonan secara tertulis disampaikan ke tempat PKP dikukuhkan dengan cara: (Pasal 23 ayat
(5) PER-20/PJ/2013)
i. langsung ke KPP atau melalui KP2KP;
ii. melalui pos; atau
iii. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
D. Dalam hal permohonan secara tertulis disampaikan melalui KP2KP, KP2KP meneruskan
permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ke KPP. (Pasal 23 ayat (6) PER-
20/PJ/2013)
E. Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis, KPP memberikan Bukti Penerimaan Surat
apabila permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap. (Pasal 23 ayat (7) PER-
20/PJ/2013)
F. Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis yang diterima secara tidak lengkap, berlaku
ketentuan: (Pasal 23 ayat (8) PER-20/PJ/2013)
. dalam hal permohonan disampaikan secara langsung, permohonan dikembalikan kepada
PKP; atau
i. dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi
atau jasa kurir, KPP menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai
ketidaklengkapan tersebut.
E. SPT
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan
ketiga atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 5, 6, 7, 8 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. PMK-243/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang SPT
1. PER-36/PJ/2015 (diberlakukan untuk pengisian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2015
dan seterusnya) tentang perubahan ketiga PER-34/PJ/2010
2. PER-07/PJ/2015 (berlaku sejak 18 Februari 2015) tentang bentuk dan tata cara
penggunaan template dalam bahasa inggris untuk SPT Tahunan Tahun PPh Tahun Pajak
2014 dan setelahnya
3. PER-03/PJ/2015 (berlaku sejak 13 Februari 2015) tentang penyampaian SPT elektronik
4. PER-21/PJ/2009 (berlaku sejak 2 Maret 2009) tentang tata cara penyampaian
pemberitahuan perpanjangan SPT tahunan
5. PER-9/PJ./2009 (berlaku sejak 4 Februari 2009) tentang tempat dan cara lain
pengambilan SPT
D. PMK-182/PMK.03/2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang tata cara penyampaian SPT Masa
bagi WP dengan kriteria tertentu yang dapat melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT
Masa
E. PER-01/PJ/2016 (berlaku sejak 18 Januari 2016) tentang tata cara penerimaan dan pengolahan
SPT Tahunan
o Apabila SPT dianggap tidak disampaikan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberitahukan secara
tertulis kepada Wajib Pajak. (Pasal 3 ayat (7a) UU Nomor 28 TAHUN 2007) (Pasal 19 ayat (2)
PMK-243/PMK.03/2014)
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 3 ayat (6), Pasal 4 ayat (5), Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1
Januari 2008) tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan
B. PMK-243/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang SPT
E. PER-01/PJ/2016 (berlaku sejak 18 Januari 2016) tentang tata cara penerimaan dan pengolahan
SPT Tahunan
yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menerima SPT Tahunan.
maka SPT Tahunan tersebut harus disampaikan ke TPT KPP tempat Wajib Pajak
terdaftar. (Pasal 2 ayat (3) PER-01/PJ/2016 dan SE-01/PJ/2016)
B. dikirim melalui pos dengan bukti pengiriman surat ke KPP tempat WP terdaftar;
C. dikirim melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke
KPP tempat WP terdaftar; atau
• Dalam hal penyampaian SPT Tahunan dilakukan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau
jasa kurir, Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan dalam amplop tertutup yang telah
dilekatkan lembar informasi amplop SPT Tahunan. (Pasal 2 ayat (5) PER-01/PJ/2016)
• Dalam hal SPT Tahunan disampaikan melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa
kurir ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, tanda bukti dan tanggal pengiriman surat dianggap
sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT sepanjang SPT Tahunan tersebut telah
lengkap. (SE-01/PJ/2016)
D. saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan perkembangan
teknologi informasi.
o Saluran tertentu meliputi:
1. laman Direktorat Jenderal Pajak;
2. laman penyalur SPT elektronik;
3. saluran suara digital yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk Wajib Pajak
tertentu;
4. jaringan komunikasi data yang terhubung khusus antara Direktorat Jenderal Pajak
dengan Wajib Pajak; dan
5. saluran lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
• Penyampaian SPT Tahunan Pembetulan tidak dapat dilakukan di TPT Kantor Pelayanan Penyuluhan dan
Konsultasi Perpajakan (KP2KP).
• Dalam penerimaan SPT di KP2KP (baik melalui TPT, Pojok Pajak, Mobil Pajak atau Tempat Khusus
Penerimaan SPT Tahunan yang dibuka oleh KP2KP), penyerahan SPT Tahunan kepada petugas pelayanan
KPP atasan KP2KP dilakukan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak SPT diterima. (SE-01/PJ/2016)
o KLIK DISINI SE-13/PJ/2015 terkait ketentuan validasi NPWP
Cara Penyampaian
Apakah dapat Apakah dapat Apakah dapat Apakah dapat
disampaikan disampaikan melalui disampaikan disampaikan
melalui TPT Tempat Tertentu (TPT melalui Pos, melalui Saluran
No. Jenis-Jenis SPT Tahunan KPP Tempat KPP Selain Tempat WP Perusahaan Tertentu
WP Terdaftar? Terdaftar, Pojok Pajak, Jasa Ekspedisi (termasuk e-
Mobil Pajak, atau Tempat atau Jasa filling)?
Khusus Penerimaan SPT Kurir?
Tahunan)?
1. SPT Tahunan PPh Wajib Ya Tidak Ya Ya
Pajak Badan (seluruh
kriteria)
2. SPT Tahunan 1770 Ya Tidak Ya Ya
(seluruh kriteria)
3. SPT Tahunan 1770 S dan
1770 SS:
a. Lebih Bayar
- Status Normal Ya Tidak Ya Tidak
- Status Pembetulan Ya Tidak Ya Tidak
- lewat batas waktu Ya Tidak Ya Tidak
penyampaian
- dalam bentuk e-SPT Ya Tidak Ya Tidak
Tahunan
b. Kurang Bayar/Nihil
- Status Normal Ya Ya Ya Ya
- Status Pembetulan Ya Tidak Ya Ya
- lewat batas waktu Ya Tidak Ya Ya
penyampaian
• Menimbang bahwa SPT Tahunan 1770 SS dan 1770 S Lebih Bayar yang disampaikan melalui e-Filing
menimbulkan banyak permasalahan di KPP, maka perlu diambil kebijakan sebagai berikut: (S-
154/PJ.02/2016)
1. Atas SPT Tahunan 1770 SS dan 1770 S Lebih Bayar tidak dapat disampaikan melalui saluran
tertentu (e-Filing), namun harus disampaikan secara langsung ke TPT KPP tempat Wajib Pajak
terdaftar atau dikirim melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir ke KPP tempat Wajib Pajak
terdaftar.
2. Dalam hal pada tahun sebelumnya Wajib Pajak telah menyampaikan SPT Tahunan 1770 SS atau
1770 S melalui e-Filing, untuk selanjutnya dalam hal Wajib Pajak akan menyampaikan SPT
Tahunan 1770 SS atau 1770 S Lebih Bayar, maka dapat disampaikan dalam bentuk e-SPT
Tahunan 1770 SS atau 1770 S dan disampaikan secara langsung ke TPT KPP tempat Wajib Pajak
terdaftar.
▪ KLIK DISINI untuk penyampaian e-SPT
dilakukan pengecekan tempat terdaftar WP untuk memastikan bahwa SPT dapat disampaikan di
KPP penerima dan Pengecekan Validitas NPWP. (Pasal 3 ayat (1) PER-01/PJ/2016 dan SE-
01/PJ/2016 Butir E Romawi II angka 2 huruf a)
B. Apabila berdasarkan pengecekan tempat terdaftar Wajib Pajak (Untuk SPT yang wajib disampaikan ke KPP
tempat WP terdaftar): (SE-01/PJ/2016 Butir E Romawi II angka 2 huruf b)
1. SPT Tahunan disampaikan oleh Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Penerima, maka SPT Tahunan
dapat diterima;
2. SPT Tahunan disampaikan oleh Wajib Pajak yang tidak terdaftar di KPP penerima, maka Wajib
Pajak diarahkan untuk menyampaikan SPT tersebut di KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
C. Selanjutnya, apabila berdasarkan Pengecekan Validitas NPWP: (SE-01/PJ/2016 Butir E Romawi II angka 2
huruf c)
1. NPWP berstatus valid, kemudian dilakukan proses Penelitian Penyampaian SPT Tahunan dan
penelitian syarat penyampaian SPT Tahunan Pembetulan;
2. NPWP berstatus tidak valid.
a. Wajib Pajak Orang Pribadi:
i. NPWP berstatus Non Efektif (NE) atau NPWP berstatus tidak valid tetapi datanya
terdapat dalam basis data Direktorat Jenderal Pajak, KPP dapat meminta data NIK,
nomor telepon/telepon seluler, dan alamat email untuk keperluan Proses Validasi
NPWP sesuai ketentuan yang berlaku.
ii. NPWP berstatus Delete (DE) atau tidak valid dan datanya tidak terdapat dalam
basis data Direktorat Jenderal Pajak, setelah terlebih dahulu dilakukan penelusuran
NPWP berdasarkan nama, tanggal lahir, atau keterangan lainnya yang dapat
membantu pencarian NPWP, maka dalam rangka Proses Validasi NPWP, Wajib
Pajak diarahkan untuk melakukan pendaftaran NPWP sesuai dengan KPP yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat
kegiatan usaha Wajib Pajak.
b. Wajib Pajak Badan
▪ Wajib Pajak diarahkan ke petugas registrasi untuk melakukan Proses Validasi
NPWP terlebih dahulu.
▪ Hasil Pengecekan Validitas NPWP menyatakan NPWP tidak valid dalam hal: (Pasal 3 ayat
(3) PER-01/PJ/2016
0. belum dilakukan aktivasi pada aplikasi pendaftaran Wajib Pajak;
▪ Atas NPWP tidak valid ini, KPP penerima SPT Tahunan melakukan Proses
Validasi NPWP. (Pasal 3 ayat (4) PER-01/PJ/2016
1. telah diterbitkan Surat Pemberitahuan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif;
▪ Atas NPWP tidak valid ini, KPP penerima SPT Tahunan melakukan Proses
Validasi NPWP. (Pasal 3 ayat (4) PER-01/PJ/2016
2. telah diterbitan Surat Penghapusan NPWP; atau
▪ Atas NPWP tidak valid ini, KPP Penerima SPT Tahunan tidak dapat
melakukan Proses Validasi NPWP dan SPT Tahunan dikembalikan kepada
Wajib Pajak. (Pasal 3 ayat (5) PER-01/PJ/2016
3. penyebab lainnya yang menyebabkan NPWP tidak sesuai dengan data pada sistem
informasi milik Direktorat Jenderal Pajak.
▪ Atas NPWP tidak valid ini, KPP Penerima SPT Tahunan tidak dapat
melakukan Proses Validasi NPWP dan SPT Tahunan dikembalikan kepada
Wajib Pajak. (Pasal 3 ayat (5) PER-01/PJ/2016
▪ WP ini melakukan Proses Validasi NPWP di KPP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal, tempat usaha, dan/atau tempat kedudukan Wajib
Pajak. (Pasal 3 ayat (6) PER-01/PJ/2016
▪ Setelah Proses Validasi NPWP dilakukan, WP dapat menyampaikan SPT
Tahunan. (Pasal 3 ayat (7) PER-01/PJ/2016
VI. PENELITIAN SPT TAHUNAN, KRITERIA SPT TIDAK LENGKAP (Pasal 4 PER-01/PJ/2016)
o Terhadap SPT Tahunan yang disampaikan, petugas penerima SPT Tahunan melakukan
Penelitian Penyampaian SPT Tahunan dengan mengisikan lembar penelitian.
▪ Seluruh SPT Tahunan yang diterima dilakukan Penelitian Penyampaian SPT dan
diberikan lembar penelitian sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran II butir II SE-
01/PJ/2016
o
VI.
o Berdasarkan Penelitian Penyampaian SPT Tahunan, SPT Tahunan dinyatakan tidak lengkap
dalam hal:
1. SPT Induk ditandatangani oleh kuasa Wajib Pajak tetapi tidak dilampiri dengan Surat
Kuasa Khusus atau SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
ditandatangani oleh ahli waris tetapi tidak dilampiri dengan Surat Keterangan Kematian
dari Instansi yang berwenang;
2. terdapat elemen SPT Induk yang diisi tidak lengkap;
3. SPT Tahunan Kurang Bayar tetapi tidak dilampiri dengan Surat Setoran Pajak (SSP) atau
sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP;
4. SPT Tahunan tidak atau kurang disertai dengan Lampiran pada Formulir atau Lampiran
Keterangan dan/atau Dokumen yang Disyaratkan;
5. Lampiran "Daftar Pemotongan/Pemungutan yang Dipotong Pihak Lain atau Ditanggung
Negara, Daftar Harta dan Kewajiban Pada Akhir Tahun dan Daftar Susunan Anggota
Keluarga" dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dilampirkan tetapi diisi tidak lengkap;
6. Lampiran "Daftar Pemegang Saham/Pemilik Modal dan Daftar Susunan Pengurus dan
Komisaris" dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan dilampirkan tetapi diisi tidak
lengkap;
7. Terdapat Lampiran Khusus sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV butir I.A s.d. butir
IV.A atau butir I.B s.d. butir IV.B atau butir I.C s.d. butir IV.C pada Peraturan Direktur
Jenderal ini yang diisi tidak lengkap;
8. SPT Induk hasil cetakan dari aplikasi e-SPT Tahunan yang disampaikan oleh Wajib Pajak
tidak dilampiri dengan Media Penyimpanan Elektronik yang berisi data digital SPT
Tahunan;
9. e-SPT Tahunan yang data digitalnya disampaikan dengan menggunakan Media
Penyimpanan Elektronik, tetapi isi datanya tidak sesuai dengan SPT Induk hasil cetakan
yang disampaikan oleh Wajib Pajak; dan/atau
10. e-SPT Tahunan yang data digitalnya disampaikan dengan menggunakan Media
Penyimpanan Elektronik tetapi tidak dapat diproses dalam aplikasi sistem informasi pada
Direktorat Jenderal Pajak.
VIII. DALAM HAL YANG DITERIMA ADALAH SPT TAHUNAN PEMBETULAN (Pasal 6 PER-01/PJ/2016)
o Dalam hal SPT Tahunan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan SPT
Tahunan Pembetulan, terhadap SPT Tahunan Pembetulan tersebut dilakukan: (SE-01/PJ/2016
Butir E Romawi II angka 3 huruf b)
1. Penelitian Penyampaian SPT Tahunan; dan
2. penelitian syarat penyampaian SPT Tahunan Pembetulan sesuai dengan ketentuan Pasal
8 ayat (1), ayat (1a), dan ayat (6) Undang-Undang KUP serta ketentuan Pasal 5 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban Perpajakan,
Page 137 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Bukti Penerimaan SPT Tahunan diberikan kepada Wajib Pajak dan dicetak bersamaan dengan Lembar
Pengawasan Arus Dokumen yang selanjutnya disebut dengan LPAD
VIII.
o Syarat penyampaian SPT Tahunan Pembetulan meliputi: (Pasal 6 ayat (2) PER-01/PJ/2016)
1. surat pemberitahuan pemeriksaan belum disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa,
pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak;
2. surat pemberitahuan pemeriksaan bukti permulaan belum disampaikan kepada Wajib
Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak;
3. dalam hal pembetulan menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan harus disampaikan
paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan; dan
4. dalam hal Wajib Pajak membetulkan SPT Tahunan yang telah disampaikan karena
menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak
sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang
berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, pembetulan disampaikan dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan setelah menerima Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat
Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
o Berdasarkan Penelitian Penyampaian SPT Tahunan dan penelitian syarat penyampaian SPT
Tahunan Pembetulan stersebut, pegawai KPP:
1. memberikan Bukti Penerimaan SPT Tahunan dalam hal SPT Tahunan Pembetulan
lengkap, ditandatangani oleh Wajib Pajak/Kuasa Wajib Pajak dan memenuhi syarat
penyampaian SFT Tahunan Pembetulan; atau
2. mengembalikan SPT Tahunan Pembetulan beserta lembar penelitian SPT Tahunan dalam
hal SPT tidak ditandatangani oleh Wajib Pajak/Kuasa Wajib Pajak dan/atau tidak
memenuhi syarat penyampaian SPT Tahunan Pembetulan.
o Dalam hal SPT Tahunan Pembetulan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi,
atau jasa kurir dinyatakan tidak memenuhi syarat penyampaian sebagaimana dimaksud dalam
pasal 6 ayat (2) PER-01/PJ/2016, KPP mengirimkan kembali dokumen tersebut kepada Wajib
Pajak dan disertai pemberitahuan bahwa tanda bukti pengiriman surat dimaksud tidak berlaku
sebagai bukti penerimaan SPT Tahunan.
IX. DALAM HAL SPT TAHUNAN DISAMPAIKAN MELALUI POS ATAU PERUSAHAAN JASA EKSPEDISI,
JASA KURIR (Pasal 7 PER-01/PJ/2016)
A. Dalam hal SPT Tahunan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir
dinyatakan tidak lengkap , KPP mengirimkan surat permintaan kelengkapan SPT Tahunan kepada
Wajib Pajak.
B. Dalam hal SPT Tahunan Pembetulan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi,
atau jasa kurir dinyatakan tidak memenuhi syarat penyampaian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (2), Kantor pelayanan Pajak mengirimkan kembali dokumen tersebut kepada Wajib
Pajak dan disertai pemberitahuan bahwa tanda bukti pengiriman surat dimaksud tidak berlaku
sebagai bukti penerimaan SPT Tahunan.
C. Dalam hal isi amplop SPT Tahunan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi,
atau jasa kurir bukan merupakan SPT Tahunan, amplop SPT Tahunan beserta isinya tersebut
dikembalikan kepada Wajib Pajak disertai pemberitahuan bahwa tanda bukti pengiriman surat
dimaksud tidak berlaku sebagai bukti penerimaan SPT Tahunan.
D. Atas permintaan kelengkapan SPT Tahunan ini, Wajib Pajak harus menyampaikan
kelengkapan SPT Tahunan ke KaPP tempat WP terdaftar paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal diterbitkannya surat permintaan kelengkapan SPT Tahunan.
▪ Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan kelengkapan SPT Tahunan jangka waktu
tersebut, KPP menyampaikan surat pemberitahuan kepada WP yang menyatakan
bahwa SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan.
E. Dalam hal surat permintaan kelengkapan SPT Tahunan telah dikirimkan sesuai dengan alamat
Wajib Pajak namun surat tersebut tidak sampai kepada Wajib Pajak dan diterima kembali oleh
KPP, KPP menerbitkan dan mengumumkan pemberitahuan yang menyatakan bahwa SPT
Tahunan dianggap tidak disampaikan.
F. Apabila berdasarkan perekaman atas penerimaan SPT yang disampaikan melalui pos,
perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir, diketahui bahwa Wajib Pajak menyampaikan SPT
Tahunan lebih dari satu kali dan bukan merupakan SPT Tahunan Pembetulan, maka SPT yang
diterima terakhir dianggap bukan SPT Tahunan dan KPP mengirimkan pemberitahuan kepada
Wajib Pajak.
G. Penegasan yang ada di SE-01/PJ/2016 Butir E Romawi II angka 3 :
1. Dalam hal SPT Tahunan disampaikan melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir:
a. Penelitian Penyampaian SPT Tahunan; dan
b. penelitian syarat penyampaian SPT Tahunan Pembetulan, dilakukan oleh KPP
tempat Wajib Pajak terdaftar.
2. Penelitian ini harus diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah SPT Tahunan
diterima.
3. Khusus SPT Tahunan Lebih Bayar, penelitian harus memperhatikan ketentuan jangka
waktu penyelesaian SPT Tahunan Lebih Bayar yang berlaku.
4.
XI. KETENTUAN PENERIMAAN SPT TAHUNAN SECARA KOLEKTIF DAN HMBAUAN KEPADA
PEMBERI KERJA (SE-01/PJ/2016 Butir E Romawi II angka 5)
o Dalam rangka persiapan dalam penerimaan SPT Tahunan dan memberikan kemudahan bagi
Wajib Pajak untuk menyampaikan SPT Tahunan, KPP dapat memberikan himbauan dan
menerima SPT secara kolektif melalui pemberi kerja. KPP melakukan langkah-langkah
penerimaan SPT Tahunan yang disampaikan oleh Wajib Pajak secara kolektif dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. KPP melakukan himbauan kepada pemberi kerja yang kriterianya telah ditentukan oleh
Kepala KPP dengan template surat himbauan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Lampiran III butir V huruf I SE-01/PJ/2016
2. Pembuatan template surat himbauan kepada pemberi kerja tersebut dilakukan oleh
Account Representative atas pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada butir 1.
3. Batasan jumlah penyampaian SPT Tahunan secara kolektif ditentukan oleh masing-
masing Kepala KPP dengan memperhatikan beban kerja dan kapasitas sumber daya yang
tersedia.
4. KPP melakukan penerimaan SPT Tahunan secara kolektif melalui pemberi kerja sampai
dengan tanggal 10 Maret.
5. Dalam hal SPT Tahunan disampaikan secara kolektif setelah tanggal 10 Maret, SPT
Tahunan kolektif tersebut tidak dapat diterima KPP dan Wajib Pajak diarahkan untuk
menyampaikan SPT Tahunan baik secara langsung, pos atau perusahaan jasa ekspedisi
atau jasa kurir, maupun saluran tertentu (e-Filing).
6. Dalam hal KPP menerima SPT Tahunan yang disampaikan secara kolektif sampai dengan
batas waktu sebagaimana dimaksud pada butir 2, maka KPP harus menerbitkan Bukti
Penerimaan SPT Tahunan paling lambat 31 Maret.
KPP menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak yang menyatakan bahwa SPT
Tahunan dianggap tidak disampaikan.
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang
perubahan ketiga atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
B. Pasal 5, 6, 7, 8 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. PMK-243/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang SPT
D. PER-01/PJ/2017 (berlaku sejak 23 Januari 2017) tentang penyampaian SPT elektronik
III.
C. Melalui aplikasi Android OP-ku yang diperuntukkan bagi pelaporan SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi 1770 S dan 1770 SS. Aplikasi tersebut disediakan oleh salah satu Perusahaan Penyedia
Layanan SPT Elektronik, yaitu PT. Mitra Pajakku.
D. Melalui aplikasi loader e-SPT di TPT KPP untuk semua jenis SPT.
• Pelaksanaan Penyampaian SPT Elektronik mengikuti tata cara sesuai PER-41/PJ/2015 tentang
Pengamanan Transaksi Elektronik Layanan Pajak Online, antara lain:
1. Setiap Wajib Pajak yang menggunakan Layanan Pajak Online harus memiliki EFIN. EFIN tersebut
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, baik KPP atau Direktorat TIP.
2. Wajib Pajak harus melakukan aktivasi EFIN di KPP sebelum dapat mendaftarkan diri di Layanan
Pajak Online.
VI. KRITERIA WP YANG HARUS MENYAMPAIKAN SPT TAHUNAN PPH ELEKTRONIK (Pasal 2 ayat 3
dan 4 PER-01/PJ/2017)
o SPT Tahunan Elektronik wajib disampaikan oleh Wajib Pajak yang:
1. diwajibkan menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam bentuk dokumen
elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
dan memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan;
2. diwajibkan menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dalam bentuk dokumen
elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
dan memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan;
3. sudah pernah menyampaikan SPT Tahunan Elektronik;
4. terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib
Pajak Besar;
5. menggunakan jasa konsultan pajak dalam pemenuhan kewajiban pengisian SPT Tahunan
Pajak Penghasilan; dan/atau
6. laporan keuangannya diaudit oleh akuntan publik.
o SPT Masa Elektronik wajib disampaikan oleh Wajib Pajak yang:
1. terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib
Pajak Besar; dan/atau
2. sudah pernah menyampaikan SPT Masa Elektronik.
VIII. TATA CARA DAN PROSEDUR PENYAMPAIAN SPT ELEKTRONIK (Lampiran IV PER-01/PJ/2017)
A. Tata cara dan prosedur penyampaian SPT Elektronik secara langsung atau melalui
pos/perusahaan jasa ekspedisi/kurir : (Lampiran IV PER-01/PJ/2017)
▪ SPT Elektronik beserta lampiran-lampirannya dilaporkan dengan menggunakan media
penyimpanan elektronik (cakram padat, flash disk, atau media penyimpanan elektronik
lainnya) ke KPP dengan prosedur sebagai berikut:
1. Wajib Pajak menggunakan Aplikasi SPT Elektronik untuk merekam data
perpajakan yang akan dilaporkan, antara lain:
1. data identitas Wajib Pajak;
2. data bukti pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan atau Faktur
Pajak;
3. data perpajakan lainnya yang terkandung dalam SPT yang ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
dan
4. data Surat Setoran Pajak dan/atau sarana administrasi lain yang
disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
2. Wajib Pajak yang telah memiliki sistem administrasi keuangan/perpajakan sendiri
dapat melakukan proses impor data dari sistem yang dimiliki Wajib Pajak ke dalam
Aplikasi SPT Elektronik dengan mengacu kepada format data yang sesuai dengan
Aplikasi SPT Elektronik.
3. Wajib Pajak mencetak formulir Induk SPT Masa PPh dan/atau SPT Masa PPN
dan/atau SPT Tahunan PPh menggunakan Aplikasi SPT Elektronik.
4. Wajib Pajak menandatangani formulir Induk SPT Masa PPh dan/atau SPT Masa
PPN dan/atau SPT Tahunan PPh hasil cetakan Aplikasi SPT Elektronik.
5. Wajib Pajak membentuk file data SPT dengan menggunakan aplikasi Aplikasi SPT
Elektronik dan menyimpannya dalam media penyimpanan elektronik.
6. Dalam hal keterangan dan/atau dokumen lain yang harus dilampirkan tidak dapat
direkam pada Aplikasi SPT Elektronik, Wajib Pajak harus memindai keterangan
dan/atau dokumen lain yang harus dilampirkan dalam SPT sesuai peraturan
perundang-undangan perpajakan dalam media penyimpanan elektronik dengan
format Portable Document Format (PDF) dalam satu file.
7. Wajib Pajak menyampaikan SPT Elektronik ke Kantor Pelayanan Pajak:
1. secara langsung;
2. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
3. perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat.
8. Dalam penyampaian SPT elektronik, Wajib Pajak membawa atau mengirimkan:
1. formulir Induk SPT Masa PPh, SPT Masa PPN, dan/atau SPT Tahunan
PPh hasil cetakan SPT Elektronik yang telah ditandatangani;
2. media penyimpanan elektronik yang berisi file data SPT; dan
3. dokumen lain yang wajib dilampirkan.
9. Atas penyampaian SPT Elektronik secara langsung diberikan bukti penerimaan
sepanjang SPT tersebut lengkap.
10. Bukti pengiriman surat penyampaian SPT Elektronik melalui pos atau jasa
ekspedisi/kurir dianggap sebagai bukti penerimaan SPT sepanjang SPT tersebut
lengkap.
B. Tata Cara dan Prosedur Pelaporan SPT Elektronik Melalui Laman Direktorat Jenderal Pajak
(Lampiran IV PER-01/PJ/2017)
1. Wajib Pajak yang telah mendaftarkan diri untuk melakukan transaksi elektronik dengan
Direktorat Jenderal Pajak dapat menyampaikan SPT Elektronik melalui laman Direktorat
Jenderal Pajak dengan cara:
a. mengisi aplikasi SPT Elektronik pada laman tersebut dengan benar, lengkap, dan
jelas; dan
b. mengunggah SPT Elektronik yang dihasilkan oleh aplikasi e-SPT atau Aplikasi
SPT Elektronik lain.
2. Tata Cara dan Prosedur Pelaporan SPT Elektronik dengan mengisi Aplikasi SPT
Elektronik melalui laman Direktorat Jenderal Pajak adalah sebagai berikut:
. Wajib Pajak mengakses laman DJP Online (djponline.pajak.go.id) atau laman
yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
a. Wajib Pajak melakukan pengisian SPT sesuai petunjuk yang tertera dalam
aplikasi dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Dalam hal pengisian Aplikasi SPT Elektronik menunjukkan status kurang bayar,
Wajib Pajak harus mencantumkan NTPN atas pembayaran pajak yang kurang
bayar tersebut sebagai bukti
pembayaran.
c. Dalam hal Wajib Pajak telah meyakini kebenaran data yang diisikan, Wajib Pajak
melanjutkan pada proses penyimpanan SPT Elektronik.
d. Wajib Pajak yang telah mengisi Aplikasi SPT Elektronik meminta kode verifikasi
pada laman Direktorat Jenderal Pajak atau menggunakan kode verifikasi dari
perangkat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
e. Penyampaian SPT Elektronik dibubuhi tanda tangan elektronik dengan memasu
kkan kode verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf e.
f. Wajib Pajak melanjutkan dengan proses pengiriman SPT Elektronik pada laman
Direktorat Jenderal Pajak.
3. Tata Cara dan Prosedur Pelaporan SPT Elektronik dengan mengunggah SPT Elektronik
melalui laman Direktorat Jenderal Pajak adalah sebagai berikut:
. Wajib Pajak mengunduh Aplikasi SPT Elektronik.
a. Wajib Pajak menginstal Aplikasi SPT Elektronik terlebih dahulu.
b. Wajib Pajak melakukan pengisian SPT pada Aplikasi SPT Elektronik.
c. Dalam hal pengisian Aplikasi SPT Elektronik menunjukkan status kurang bayar,
Wajib Pajak harus mencantumkan NTPN atas pembayaran pajak yang kurang
bayar tersebut sebagai bukti
pembayaran.
d. Dalam hal data yang diisikan pada aplikasi tersebut telah benar, Wajib Pajak
menyimpan dokumen SPT Elektronik tersebut dalam bentuk file csv.
e. Dalam hal keterangan dan/ atau dokumen lain yang harus dilampirkan tidak dapat
direkam pada Aplikasi SPT Elektronik, Wajib Pajak harus memindai keterangan
dan/ atau dokumen lain yang harus dilampirkan dalam SPT sesuai peraturan
perundang-undangan perpajakan dalam media penyimpanan elektronik dengan
format Portable Document Format (PDF) dalam satu file.
f. Wajib Pajak mengakses laman DJP Online (djponline.pajak.qo.id) atau laman
yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
g. Wajib Pajak mengunggah file csv dan lampiran yang dipersyaratkan dalam bentuk
file PDF sebagaimana dimaksud pada huruf f .
h. Wajib Pajak meminta kode verifikasi pada laman Direktorat Jenderal Pajak atau
menggunakan kode verifikasi dari perangkat yang ditentukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak.
i. Penyampaian SPT Elektronik dibubuhi tanda tangan elektronik dengan
memasukkan kode verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf i.
j. Wajib Pajak melanjutkan dengan proses pengiriman SPT Elektronik pada laman
Direktorat Jenderal Pajak.
4. Atas penyampaian SPT Elektronik yang telah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, kepada Wajib Pajak diberikan Bukti Penerimaan
Elektronik.
5. Bukti Penerimaan Elektronik disampaikan kepada Wajib Pajak melalui alamat surat
elektronik (e-mail address) yang dicantumkan pada saat pendaftaran transaksi elektronik
dengan Direktorat Jenderal Pajak.
C. Tata Cara dan Prosedur Pelaporan SPT Elektronik Melalui Laman Penyalur SPT Elektronik
(Lampiran IV PER-01/PJ/2017)
0. Wajib Pajak yang sudah mendapatkan e-FIN harus mendaftarkan diri melalui laman
Penyalur SPT Elektronik dengan mencantumkan:
. alamat surat elektronik (e-mail address); dan
a. nomor telepon seluler
2. Untuk menyampaikan SPT melalui Penyalur SPT Elektronik, Wajib Pajak dapat memilih untuk
menggunakan Sertifikat Elektronik (Digital Certificate) yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pajak
atau dengan menggunakan kode verifikasi yang diperoleh dari perangkat yang
ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
3. Penyalur SPT Elektronik harus mengirimkan:
a. tata cara penyampaian SPT Elektronik melalui laman Penyalur SPT Elektronik tersebut;
b. aplikasi untuk menyampaikan SPT Elektronik beserta petunjuk penggunaannya; dan
c. informasi lain yang diperlukan untuk melaporkan SPT Elektronik melalui Penyalur SPT
Elektronik,
4. Wajib Pajak yang telah mendaftarkan diri pada laman penyalur SPT Elektronik dapat
menyampaikan SPT Elektronik pada laman tersebut dengan cara:
1. mengisi Aplikasi SPT Elektronik secara online pada laman tersebut dengan benar,
lengkap, dan jelas; atau
2. mengunggah SPT Elektronik yang dihasilkan oleh Aplikasi SPT Elektronik.
5. Tata Cara dan Prosedur Pelaporan SPT Elektronik dengan mengisi Aplikasi SPT Elektronik
pada laman penyalur SPT Elektronik adalah sebagai berikut:
a. Wajib Pajak mengakses laman penyalur SPT Elektronik.
b. Wajib Pajak melakukan pengisian SPT sesuai petunjuk yang tertera dalam aplikasi
dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
c. Dalam hal pengisian aplikasi SPT Elektronik menunjukkan status kurang bayar,
Wajib Pajak harus mencantumkan NTPN atas pembayaran pajak yang kurang bayar
tersebut sebagai bukti pembayaran.
d. Dalam hal Wajib Pajak telah meyakini kebenaran data yang diisikan pada laman
penyalur SPT Elektronik, Wajib Pajak melanjutkan pada proses penyimpanan SPT
Elektronik.
e. Dalam hal Wajib Pajak memilih untuk menggunakan kode verifikasi, Wajib Pajak
memasukan kode verifikasi dari perangkat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal
Pajak sebelum SPT Elektronik disampaikan.
f. Wajib Pajak melanjutkan dengan proses pengiriman SPT Elektronik pada laman
Penyalur SPT Elektronik.
6. Tata Cara dan Prosedur Pelaporan SPT Elektronik dengan mengunggah SPT Elektronik
melalui laman Penyalur SPT Elektronik adalah sebagai berikut:
. Wajib Pajak mengunduh Aplikasi SPT Elektronik.
a. Wajib Pajak menginstal Aplikasi SPT Elektronik terlebih dahulu.
b. Wajib Pajak melakukan pengisian SPT pada Aplikasi SPT Elektronik.
c. Dalam hal pengisian Aplikasi SPT Elektronik menunjukkan status kurang bayar,
Wajib Pajak harus mencantumkan NTPN atas pembayaran pajak yang kurang bayar
tersebut sebagai bukti
pembayaran.
d. Dalam hal data yang diisikan pada aplikasi tersebut telah benar, Wajib Pajak
menyimpan dokumen SPT Elektronik tersebut dalam bentuk file csv.
e. Dalam hal keterangan dan/ atau dokumen lain yang harus dilampirkan tidak dapat
direkam pada Aplikasi SPT Elektronik, Wajib Pajak harus memindai keterangan dan/
atau dokumen lain yang harus dilampirkan dalam SPT sesuai peraturan perundang-
undangan perpajakan dalam media penyimpanan elektronik dengan format Portable
Document Format (PDF) dalam satu file.
f. Wajib Pajak mengakses laman DJP Online (djponline.pajak.qo.id) atau laman yang
ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
g. Wajib Pajak mengunggah file csv dan lampiran yang dipersyaratkan dalam bentuk
file PDF.
h. Dalam hal Wajib Pajak memilih untuk menggunakan kode verifikasi, Wajib Pajak
memasukan kode verifikasi dari perangkat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal
Pajak sebelum SPT Elektronik disampaikan.
i. Wajib Pajak melanjutkan dengan proses pengiriman SPT Elektronik pada laman
Penyalur SPT Elektronik.
7. Atas penyampaian SPT Elektronik yang telah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, kepada Wajib Pajak diberikan Bukti Penerimaan
Elektronik.
8. Bukti Penerimaan Elektronik disampaikan kepada Wajib Pajak melalui aplikasi yang
dikirimkan oleh Penyalur SPT Elektronik.
D. Tata Cara dan Prosedur Pelaporan SPT Elektronik Melalui Jaringan Komunikasi Data yang
Terhubung Khusus Antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak (Lampiran IV PER-
01/PJ/2017)
1. Wajib Pajak yang telah mendaftarkan diri untuk melakukan transaksi
elektronik dengan Direktorat Jenderal Pajak da pa t menyampaikan SPT Elektronik melalui jaringan
komunikasi data yang didedikasikan khusus antara DJP dengan Wajib Pajak.
2. Wajib Pajak mengisi SPT Elektronik denga n menggunakan aplikasi
elektronik yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
3. Dalam hal pengisian SPT Elektronik menunjukkan status kurang bayar, Wajib Pajak harus
memasukkan NTPN atas pembayaran pajak yang kurang bayar tersebut sebagai bukti pembayaran.
4. Wajib Pajak rnengirimkan SPT Elektronik yang telah diisi melalui jaringan komunikasi data yang
terhubung khusus antara DJP dengan Wajib Pajak.
5. Atas penyampaian SPT Elektronik yang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, kepada Wajib Pajak diberikan Bukti Pen erimaan Elektronik.
E. Tata Cara dan Prosedur Pelaporan SPT Elektronik Melalui Saluran Lain Yang Ditetapkan Oleh
Direktorat Jenderal Pajak Berupa Formulir SPT Digital (Lampiran IV PER-01/PJ/2017)
1. Wajib Pajak mengunduh Aplikasi Viewer Formulir SPT Digital pada larnan yang ditentukan oleh
Direktorat J enderal Pajak.
2. Wajib Pajak menginstal Aplikasi Viewer Forrnulir SPT Digital.
3. Wajib Pajak mengunduh Formulir SPT Digital pada laman DJP Online (djponline.pajak.go.id) atau
laman yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
4. Wajib Pajak yang telah mengunduh Formulir SPT Digital mendapat kode verifikasi pelaporan SPT
dari Direktorat Jenderal Pajak melalui alamat surat elektronik (e-mail address) yang dicanturnkan
pada saat pendaftaran transaksi elektronik dengan Direktorat Jenderal Pajak.
5. Wajib Pajak melakukan pengisian pada Formulir SPT Digital.
6. Dalam hal pengisian Formulir SPT Digital menunjukkan status kurang bayar, Wajib Pajak harus
mengisi elemen data pembayaran atas pajak yang kurang bayar tersebut sebagai bukti
pembayaran.
7. Dalam hal keterangan dan/atau dokumen lain yang harus dilampirkan tidak dapat direkam pada
Formulir SPT Digital, Wajib Pajak harus memindai keterangan dan/atau dokumen lain yang harus
dilampirkan dalam SPT sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan dalam media
penyimpanan elektronik dengan format Portable Document Format (PDF) dalam satu file.
8. Penyampaian SPT Elektronik dibubuhi tanda tangan elektronik dengan memasukkan kode verifikasi
yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pajak.
9. Wajib Pajak melanjutkan dengan proses pengiriman data SPT dan lampiran sebagaimana dimaksud
pada angka 7 melalui Formulir SPT Digital secara online.
10. Atas penyampaian SPT Elektronik yang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, kepada Wajib Pajak diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.
E.4. Batas Waktu Pembayaran, Penyetoran, Penyampaian SPT, dan Sanksi Keterlambatan
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 3 ayat (3) dan pasal 7 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang
perubahan ketiga atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
B. PMK-242/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang tata cara pembayaran dan
penyetoran pajak
C. PMK-243/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang tata SPT
a. Batas waktu penyampaian SPT nya adalah paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun
Pajak (pasal 3 ayat (3) UU KUP No. 28 TAHUN 2007)
o Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. (pasal 1 angka 8
UU KUP No. 28 TAHUN 2007)
b. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh harus
dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan. (pasal 9 ayat (2) UU KUP No. 28 TAHUN
2007)
3. Untuk SPT Masa
a. Batas waktu penyampaian SPT Masa adalah paling lama 20 hari setelah akhir Masa
Pajak (Pasal 3 ayat (3) dan pasal 7 UU No 28 TAHUN 2007). (ketentuan lebih lanjut diatur
dalam PMK-242/PMK.03/2014)
b. Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak
yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling
lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak. (Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 28 TAHUN 2007). (ketentuan lebih lanjut diatur
dalam PMK- 242/PMK.03/2014)
c. Ketentuan terkait tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporan
pajak untuk SPT Masa diatur dalam PMK-242/PMK.03/2014, yaitu :
i. Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan
dengan hari libur, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan paling
lambat pada hari kerja berikutnya. (Pasal 9 ayat (1) PMK-242/PMK.03/2014)
ii. Dalam hal batas akhir pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan
Pasal 11 bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan paling lambat
pada hari kerja berikutnya. (Pasal 12 ayat (1) PMK-243/PMK.03/2014)
Page 150 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
iii. Hari libur yaitu hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan
untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara
nasional. (Pasal 12 ayat (2) PMK-243/PMK.03/2014)
iv. Batas waktu pembayaran, penyetoran, atau pelaporan pajak untuk SPT masa
adalah :
1. PPh pasal 4(2) setor sendiri Tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya paling lama 20 (dua puluh)
setelah Masa Pajak berakhir hari setelah Masa Pajak
berakhir
2. PPh pasal 4(2) pemotongan tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya paling lama 20 (dua puluh)
setelah Masa Pajak berakhir hari setelah Masa Pajak
berakhir
3. PPh Pasal 4 ayat (2) atas sebelum akta, keputusan, perjanjian, paling lama 20 (dua puluh)
penghasilan dari pengalihan hak kesepakatan atau risalah lelang atas hari setelah Masa Pajak
atas tanah dan/atau bangunan pengalihan hak atas tanah dan/atau berakhir
yang dipotong/dipungut atau yang bangunan ditandatangani oleh pejabat
harus dibayar sendiri oleh Wajib yang berwenang.
Pajak
4. PPh pasal 15 setor sendiri Tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya paling lama 20 (dua puluh)
setelah Masa Pajak berakhir hari setelah Masa Pajak
berakhir
5. PPh pasal 15 pemotongan tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya paling lama 20 (dua puluh)
setelah Masa Pajak berakhir hari setelah Masa Pajak
berakhir
6. PPh Pasal 21/26 tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya paling lama 20 (dua puluh)
setelah Masa Pajak berakhir hari setelah Masa Pajak
berakhir
Ketentuan mengenai
kewajiban untuk
melaporkan PPh Pasal
21/26 yang dipotong tetap
berlaku dalam hal jumlah
PPh Pasal 21/26 yang
dipotong pada bulan yang
bersangkutan nihil.(Pasal
10 ayat (2) PMK-
243/PMK.03/2014)
7. PPh pasal 23/26 tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya paling lama 20 (dua puluh)
setelah Masa Pajak berakhir hari setelah Masa Pajak
berakhir
8. PPh pasal 25 Tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya paling lama 20 (dua puluh)
setelah Masa Pajak berakhir hari setelah Masa Pajak
berakhir
Ketentuan lebih lanjutKLIK
DISINI
9. PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan harus dilunasi bersamaan dengan saat
PPnBM atas impor pembayaran Bea Masuk dan dalam hal
Bea Masuk ditunda atau dibebaskan,
PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan
PPnBM atas impor harus dilunasi pada
saat penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean impor.
10. PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan hari kerja terakhir minggu
PPnBM atas impor yang dipungut pemungutan pajak. berikutnya
oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai
11. PPh Pasal 22 yang disetor pada hari yang sama dengan
pemungutannya dilakukan oleh pelaksanaan pembayaran kepada PKP
kuasa pengguna anggaran atau rekanan pemerintah melalui Kantor
pejabat penanda tangan Surat Pelayanan Perbendaharaan Negara.
Perintah Membayar sebagai
Pemungut PPh Pasal 22
12. PPh Pasal 22 yang dipungut oleh paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal paling lama 14 (empat
Bendahara Pengeluaran pelaksanaan pembayaran atas belas) hari setelah Masa
penyerahan barang yang dibiayai dari Pajak berakhir.
belanja Negara atau belanja Daerah,
dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak atas nama rekanan dan
ditandatangani oleh bendahara.
13. PPh Pasal 22 yang Tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya paling lama 20 (dua puluh)
pemungutannya dilakukan oleh setelah Masa Pajak berakhir hari setelah Masa Pajak
Wajib Pajak badan tertentu berakhir
14. PPN & PPnBM akhir bulan berikutnya setelah masa paling lama akhir bulan
pajak berakhir & sebelum SPT masa berikutnya setelah Masa
PPN disampaikan Pajak berakhir.
15. PPN atas kegiatan membangun tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya akhir bulan berikutnya
sendiri setelah Masa Pajak berakhir. setelah Masa Pajak
berakhir.
16. PPN atas pemanfaatan BKP tidak tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya paling lama akhir bulan
berwujud dan/atau JKP dari Luar setelah saat terutangnya pajak. berikutnya setelah saat
Daerah Pabean terutangnya pajak.
17. PPN & PPnBM yang dipungut paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal paling lama akhir bulan
oleh Bendahara Pengeluaran pelaksanaan pembayaran kepada PKP berikutnya setelah Masa
sebagai Pemungut PPN Rekanan Pemerintah melalui KPPN. Pajak berakhir.
18. PPN dan/ atau PPnBM harus disetor pada hari yang sama -
pemungutan oleh Pejabat dengan pelaksanaan pembayaran
Penandatanganan Surat Perintah kepada PKP Rekanan Pemerintah
Membayar sebagai Pemungut melalui KPPN
PPN
19. PPN atau PPN dan PPnBM yang tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya paling lama akhir bulan
pemungutannya dilakukan oleh setelah Masa Pajak berakhir. berikutnya setelah Masa
Pemungut PPN yang ditunjuk Pajak berakhir.
selain Bendahara Pemerintah
20. Ph 25 bagi WP dengan kriteria harus dibayar paling lama pada akhir 20 hari setelah berakhirnya
tertentu yang dapat melaporkan Masa Pajak terakhir. Masa Pajak terakhir.
beberapa Masa Pajak dalam satu
SPT Masa. (Pasal 3 ayat (3B) UU
KUP)
20 Pembayaran masa selain PPh 25 harus dibayar paling lama sesuai 20 hari setelah berakhirnya
WP kriteria tertentu yang dapat dengan batas waktu untuk masing- Masa Pajak terakhir.
melaporkan beberapa Masa Pajak masing jenis pajak.
dalam satu SPT Masa.(Pasal 3
ayat (3B) UU KUP)
A. Ketentuan terkait keterlambatan penyampaian SPT (pasal 7 ayat (1) UU KUP No 28 TAHUN 2007)
1. Sanksi administrasi yang dikenakan adalah :
Denda
No Jenis SPT
UU 28 /2007 UU 16/2000 UU 9 /1994 UU 6 /1983
Denda
No Jenis SPT
UU 28 /2007 UU 16/2000 UU 9 /1994 UU 6 /1983
A. Pengenaan sanksi administrasi berupa denda keterlambatan pelaporan SPT tidak dilakukan
terhadap:(pasal 7 ayat (2) UU KUP No 28 TAHUN 2007)
a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia:
b. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas;
c. Wajib Pajak orang pribadi yang bersttus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal
lagi di Indonesia;
d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan menteri
Keuangan; atau
h. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
o Wajib Pajak lain (ditetapkan dengan keputusan Dirjen Pajak) adalah wajib pajak yang
tidak dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan karena keadaan antara lain: (Pasal 17 ayat (3) PMK-242/PMK.03/2014)
1. kerusuhan massal;
2. kebakaran;
3. ledakan bom atau aksi terorisme;
4. perang antar suku; atau
5. kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara atau perpajakan;
atau
6. keadaan lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
B. Ketentuan terkait sanksi keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak adalah :
I. DASAR HUKUM :
A. Pasal 9 UU KUP No. 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan hak dan
pemenuhan kewajiban perpajakan
C. PMK-242/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang tata cara pembayaran dan
penyetoran pajak
III. YANG BISA DIAJUKAN PERMOHONAN ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
o Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk mengangsur
atau menunda kekurangan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, pajak yang
terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, atau pajak yang masih harus dibayar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), yang selanjutnya disebut utang pajak, dalam
hal Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya
sehingga Wajib Pajak tidak mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya. (Pasal 20 PMK-
242/PMK.03/2014)
▪ Pasal 3 PMK-242/PMK.03/2014 : Kekurangan pembayaran pajak yang terutang
berdasarkan SPT Tahunan PPh.
3. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak setelah melampaui
batas waktu 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran harus memberikan jaminan
berupa garansi bank sebesar utang pajak yang dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu
pengangsuran. (Pasal 22 ayat (2) PMK-242/PMK.03/2014)
VI. LAMA WAKTU ANGSURAN ATAU PENUNDAAN WAKTU YANG DIBERIKAN DJP
1. Lama Waktu Angsuran (Pasal 25 ayat (1) PMK-242/PMK.03/2014)
• Besarnya pembayaran angsuran atas utang pajak ditetapkan dalam jumlah yang sama besar untuk
setiap angsuran. (Pasal 26 ayat (1) PMK-242/PMK.03/2014)
• Besarnya pelunasan atas penundaan utang pajak ditetapkan sejumlah utang pajak yang ditunda
pelunasannya. (Pasal 26 ayat (2) PMK-242/PMK.03/2014)
KLIK DISINI UNTUK KETENTUAN SELENGKAPNYA TENTANG TATA CARA ANGSURAN DAN PENUNDAAN
PEMBAYARAN PAJAK
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 3 ayat (4), (5), (5a), UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang
perubahan ketiga atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
B. PMK-243/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang SPT
C. PER-21/PJ/2009 (berlaku sejak 2 Maret 2009) tentang tata cara penyampaian pemberitahuan
perpanjangan SPT tahunan
E.7. Penyampaian e-SPT bagi WP KPP Madya, KPP WP Besar, KPP PMA, KPP Badora
I. DASAR HUKUM:
A. Pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan
ketiga atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. PMK-181/PMK.03/2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) stdtd PMK-152/PMK.03/2009 (berlaku
sejak 29 September 2009) tentang bentuk dan isi SPT, serta tata cara pengambilan pengisian,
penandatanganan, dan penyampaian SPT
C. PER-6/PJ/2009 (berlaku sejak 20 Januari 2009) tentang Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Dalam Bentuk Elektronik.
D. PER-13/PJ/2011 (berlaku untuk SPT Tahunan Tahun Pajak 2010) tentang penyampaian SPT
Tahunan PPh dalam bentuk elektronik untuk tahun pajak 2010)
No. Jika SPT Normal berbentuk: maka bentuk SPT Pembetulan adalah:
1. E-SPT E-SPT
bisa disampaikan dalam bentuk:
o Berdasarkan Pasal 2 PER-13/PJ/2011, maka untuk penyampaian SPT Tahunan Tahun Pajak
2010 berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. WP dapat menyampaikan SPT Tahunan Tahun Pajak 2010 dalam bentuk formulir kertas
(hard copy) atau E-SPT Tahunan.
2. Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Tahun Pajak 2010 dalam bentuk
formulir E-SPT Tahunan maka:
1. WP Badan dapat menggunakan aplikasi E-SPT Tahunan Tahun 2009
2. WP OP menggunakan aplikasi E-SPT Tahunan tahun 2010.
3. WP OP yang telah menyampaikan SPT Tahunan tahun 2009 dianggap telah
menyampaikan SPT Tahunan dalam hal penyampaiannya dilakukan sebelum
ditetapkannya PER 13/PJ/2011 (PER-13/PJ/2011 ditetapkan sejak 15 April 2011)
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 8 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga atas
UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 5, 6, 36 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
o Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak 1
Januari 2012), peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 80 TAHUN 2007 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4797) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah ini".
o Pasal 64 huruf i PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat Peraturan Pemerintah
ini mulai berlaku, terhadap pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang
belum diselesaikan yang berkaitan dengan persyaratan dan prosedur pembetulan SPT
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (1a), dan ayat (6) Undang-Undang untuk
pembetulan SPT yang disampaikan setelah tanggal 31 Desember 2011 berlaku ketentuan
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.;
o Penjelasan Pasal 64 huruf i PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Terhadap
pembetulan SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (1a), dan ayat (6) UU
serta Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Pemerintah ini yang dilakukan setelah tanggal 31
Desember 2011 untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak mana pun
dilakukan berdasarkan syarat dan prosedur yang diatur dalam Undang-Undang dan
Peraturan Pemerintah ini. Namun demikian, sanksi yang terkait dengan pembetulan
tersebut tetap berlaku sesuai dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
yang SPT-nya dibetulkan.
C. PMK-243/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang SPT
KETENTUAN PERPAJAKAN TERKAIT PEMBETULAN SPT YANG DIMAKSUD PASAL 8 AYAT (1) DAN AYAT
(1a) UU KUP
SANKSI ADMINISTRASI
SPT Tahunan (Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 28
SPT Masa (Pasal 8 ayat (2a) UU Nomor 28 TAHUN 2007)
TAHUN 2007)
Dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Tahunan
yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih Dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Masa yang
besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar,
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga
atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang
sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran
dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 (satu) bulan. dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Ketentuan setelah PP 74 TAHUN
2011berlaku : "Dalam hal Ketentuan setelah PP 74 TAHUN
permohonan pengurangan atau penghapusan 2011 berlaku : "Dalam hal permohonan pengurangan
sanksi administrasi diajukan terhadap sanksi atau penghapusan sanksi administrasi diajukan
administrasi berupa bunga sebesar 2% per terhadap sanksi administrasi berupa bunga sebesar
bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat 2% per bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat
(2) dan ayat (2a) Undang-Undang, yang (2) dan ayat (2a) Undang-Undang, yang dikenakan
dikenakan melebihi jangka waktu 24 (dua puluh melebihi jangka waktu 24 (dua puluh empat)
empat) bulan, atas permohonan tersebut dapat bulan, atas permohonan tersebut dapat diberikan
diberikan pengurangan atau penghapusan pengurangan atau penghapusan sanksi
sanksi administrasi sehingga besarnya sanksi administrasi sehingga besarnya sanksi administrasi
administrasi sebesar 2% per bulan dikenakan sebesar 2% per bulan dikenakan untuk jangka waktu
untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh paling lama 24 (dua puluh empat) bulan." (Pasal 36 ayat
empat) bulan." (Pasal 36 ayat (2) PP 74 TAHUN (2) PP 74 TAHUN 2011)
2011)
KETENTUAN PERPAJAKAN TERKAIT PEMBETULAN SPT YANG DIMAKSUD PASAL 8 AYAT (6) UU KUP
o Ketentuan Setelah UU Nomor 28 TAHUN 2007 berlaku tetapi PP 74 TAHUN 2011 belum berlaku (1
Januari 2008 s/d 31 Desember 2011)
o WP dapat membetulkan SPT Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal WP menerima SKP, Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan
Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal
yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan yang akan
dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima SKP, Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, dengan
syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. (Pasal 8 ayat (6) UU Nomor 28
TAHUN 2007)
o Ketentuan Setelah PP 74 TAHUN 2011 berlaku (sejak 1 Januari 2012)
o WP dapat membetulkan SPT Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal WP menerima SKP, Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan
Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, atas
Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang
berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (6) Undang-Undang, dengan menyampaikan pernyataan tertulis. (Pasal 6 ayat (1) PP 74
TAHUN 2011)
o Cara pengajuan pembetulan SPT berdasarkan Pasal 8 ayat (6) UU KUP ini adalah :
1. Pembetulan SPT Tahunan dilakukan dengan menyampaikan pernyataan tertulis.
o Pernyataan tertulis dalam pembetulan SPT Tahunan yang menyatakan rugi fiskal berbeda
dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan ini dilakukan dengan
cara memberi tanda pada tempat yang telah disediakan dalam SPT Tahunan yang
menyatakan bahwa WP yang bersangkutan membetulkan SPT ahunan. (Pasal 6 ayat
(2) PP 74 TAHUN 2011)
2. Pembetulan harus dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan setelah menerima SKP, Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan
Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan
Kembali. (Pasal 6 ayat (3) PP 74 TAHUN 2011)
o Jangka waktu 3 (tiga) bulan untuk melakukan pembetulan SPT Tahunan dihitung sejak
tanggal stempel pos pengiriman, atau dalam hal diterima secara langsung, jangka waktu 3
(tiga) bulan dihitung sejak tanggal diterimanya SKP, Surat Keputusan Keberatan, Surat
Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak,
Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali oleh
wajib pajak. (Pasal 6 ayat (4) PP 74 TAHUN 2011)
o Dalam hal WP tidak membetulkan SPT Tahunan, Direktur Jenderal Pajak memperhitungkan rugi fiskal
menurut SKP, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali dalam penerbitan surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, dan Surat
Keputusan Pembetulan. (Pasal 6 ayat (5) PP 74 TAHUN 2011)
o Apabila WP tidak membetulkan SPT Tahunan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan, Direktur Jenderal
Pajak menghitung kembali kompensasi kerugian dalam SPT Tahunan secara jabatan berdasarkan rugi fiskal
sesuai dengan surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali. (Pasal 6 ayat (6) PP 74 TAHUN 2011)
KETENTUAN PERALIHAN
o Pasal 64 huruf i PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku,
terhadap pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang belum diselesaikan yang berkaitan
dengan persyaratan dan prosedur pembetulan SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (1a),
dan ayat (6) Undang-Undang untuk pembetulan SPT yang disampaikan setelah tanggal 31 Desember 2011
berlaku ketentuan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Page 165 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
o Penjelasan Pasal 64 huruf i PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Terhadap pembetulan SPT
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (1a), dan ayat (6) UU serta Pasal 5 dan Pasal 6
Peraturan Pemerintah ini yang dilakukan setelah tanggal 31 Desember 2011 untuk Masa Pajak, Bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak mana pun dilakukan berdasarkan syarat dan prosedur yang diatur dalam
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah ini. Namun demikian, sanksi yang terkait dengan pembetulan
tersebut tetap berlaku sesuai dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang SPT-nya
dibetulkan.
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 8 ayat (3) dan (4) UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang
perubahan ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
B. Pasal 7, 8, 29, 64 huruf j dan k PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata
cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
o Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak 1
Januari 2012), peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 80 TAHUN 2007 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4797) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah ini".
dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan. (Pasal 8 ayat (4) UU Nomor 28 TAHUN 2007)
o Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian
SPT beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang
kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud
disampaikan. (Pasal 8 ayat (5) UU Nomor 28 TAHUN 2007)
1. penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
dalam format Surat Pemberitahuan;
2. Surat Setoran Pajak atas pelunasan pajak yang kurang dibayar; dan
o SSP atas pelunasan pajak yang kurang dibayar dan SSP atas pembayaran sanksi
administrasi harus dilampirkan apabila pengungkapan ketidakbenaran pengisian
SPT mengakibatkan pajak yang kurang dibayar menjadi lebih besar. Apabila
pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tidak mengakibatkan kekurangan
pembayaran pajak maka pengungkapan tersebut tidak perlu dilampiri dengan SSP.
(penjelasan Pasal 8 ayat (2) PP 74 TAHUN 2011)
3. Surat Setoran Pajak atas pembayaran sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50%
(lima puluh persen).
o Surat Setoran Pajak ini merupakan bukti pembayaran sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) terkait dengan
pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT. (Pasal 8 ayat (6) PP 74 TAHUN
2011)
o SSP atas pelunasan pajak yang kurang dibayar dan SSP atas pembayaran sanksi
administrasi harus dilampirkan apabila pengungkapan ketidakbenaran pengisian
SPT mengakibatkan pajak yang kurang dibayar menjadi lebih besar. Apabila
pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tidak mengakibatkan kekurangan
pembayaran pajak maka pengungkapan tersebut tidak perlu dilampiri dengan
SSP.(penjelasan Pasal 8 ayat (2) PP 74 TAHUN 2011)
o Untuk membuktikan kebenaran pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT yang dilakukan
WP,Pemeriksaan tetap dilanjutkan dan atas hasil Pemeriksaan tersebut diterbitkan surat ketetapan
pajak dengan mempertimbangkan laporan tersendiri tersebut serta memperhitungkan pokok pajak yang
telah dibayar. (Pasal 8 ayat (3) PP 74 TAHUN 2011)
o Dalam hal hasil Pemeriksaan ini membuktikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran pengisian
SPT yang dilakukan oleh Wajib Pajak ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya,
SKP diterbitkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tersebut. (Pasal 8 ayat (4) PP 74 TAHUN
2011)
o Surat Setoran Pajak atas pelunasan pajak yang kurang dibayar yang telah dilampiri WP pada
saat melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT dengan laporan
sendiri diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam SKP yang diterbitkan berdasarkan hasil
Pemeriksaan tersebut. (Pasal 8 ayat (5) PP 74 TAHUN 2011)
o Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat PPT dilakukan untuk SPT Masa PPN
o Pajak Masukan atas perolehan BKP atau JKP yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN tidak
dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8) huruf i
UU PPN 1984 dan perubahannya (Pasal 8 ayat (7) PP 74 TAHUN 2011)
o Isi 9 ayat (8) huruf i UU PPN 1984 dan perubahannya adalah "Pengkreditan Pajak Masukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran
untuk perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa
PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan
o Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mengungkapkan dalam laporan tersendiri
tentang ketidakbenaran pengisian SPT diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan. (PMK nya masih belum terbit) (Pasal 8 ayat (8) PP 74 TAHUN 2011)
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang untuk pengungkapan
ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang disampaikan setelah tanggal 31 Desember 2011,
berlaku ketentuan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
o Penjelasan Pasal 64 huruf j PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Terhadap pengungkapan
ketidakbenaran pengisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang dan Pasal
8 Peraturan Pemerintah ini yang dilakukan setelah tanggal 31 Desember 2011 untuk Masa Pajak,
Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak mana pun dilakukan berdasarkan syarat dan prosedur yang
diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah ini. Namun demikian, sanksi yang terkait
dengan pengungkapan pengisian tersebut tetap berlaku sesuai dengan Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan'.
A. Ketentuan Setelah UU Nomor 28 TAHUN 2007 berlaku tetapi PP 74 TAHUN 2011 belum berlaku (1
Januari 2008 s/d 31 Desember 2011)
o Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai
adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap
ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak
dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai
pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi
berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar. (Pasal
8 ayat (3) UU Nomor 28 TAHUN 2007)
o Isi Pasal 38 UU Nomor 28 TAHUN 2007 adalah : "Setiap orang yang karena kealpaannya tidak
menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama
kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1
(satu) tahun".
o Isi Pasal 13A UU Nomor 28 TAHUN 2007 adalah : "Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak
menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan
oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak
yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari
jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan SKPKB".
yang dilakukan karena kealpaan atau dengan sengaja, Direktur Jenderal Pajak akan melakukan Pemeriksaan
Bukti Permulaan sebelum melakukan Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Dalam rangka penerapan sistem self assessment secara konsisten, meskipun Wajib Pajak telah melakukan
perbuatan sebagaimana tersebut di atas dan terhadap Wajib Pajak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti
Permulaan, Wajib Pajak tetap memiliki kesempatan untuk mengungkapkan sendiri kesalahannya dan terhadap
Wajib Pajak tidak akan dilakukan Penyidikan.
Untuk memberikan kepastian hukum, yang dimaksud dengan mulai dilakukan Penyidikan sebagaimana diatur pada
ayat ini adalah saat surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan diberitahukan kepada Penuntut Umum melalui
penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, dalam hal pemberitahuan dimulainya
Penyidikan telah dilakukan, kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan sudah tertutup bagi
Wajib Pajak.
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan
ketiga atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 5, 6, 7, 8 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. PMK-243/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang SPT
D. PER-05/PJ/2015 (berlaku sejak 13 Februari 2015) tentang Penyedia Layanan SPT Elektronik
III. KETENTUAN AGAR DAPAT DITUNJUK SEBAGAI PENYEDIA LAYANAN SPT ELEKTRONIK (Pasal 3
PER-05/PJ/2015)
A. Untuk dapat ditunjuk sebagai Penyedia Layanan SPT Elektronik, pihak lain harus mengajukan
permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
B. Permohonan tersebut diajukan oleh pengurus.
C. Penyedia Layanan SPT Elektronik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (Pasal 3 ayat (3)
PER-05/PJ/2015)
1. badan hukum;
2. berkedudukan di Indonesia;
3. memiliki NPWP;
4. menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan 3 (tiga) tahun terakhir dan tidak
mempunyai tunggakan untuk semua jenis pajak, kecuali terdapat izin
mengangsur/menunda;
5. pengurus tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
atau tindak pidana di bidang teknologi informasi;
6. salah satu pengurus merupakan Warga Negara Indonesia; dan
7. memenuhi ketentuan administrasi dan teknis sesuai dengan jenis layanan yang diajukan
permohonannya.
II. JENIS SPT TAHUNAN PPH WP ORANG PRIBADI DAN KETENTUAN PENGGUNAANNYA
o SPT Tahunan PPh OP ada 3 jenis, yaitu :
1. SPT Tahunan 1770
• Formulir SPT Formulir 1770 digunakan bagi Wajib Pajak yang mempunyai
penghasilan: (Pasal 1 ayat (1) PER-19/PJ/2014)
a. dari usaha/pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan atau Norma
Penghitungan Penghasilan Neto;
b. dari satu atau lebih pemberi kerja;
c. yang dikenakan Pajak Penghasilan Final dan atau bersifat Final; dan/atau
d. penghasilan lain.
• Pada dasarnya semua Orang Pribadi apapun jenis pekerjaannya boleh menggunakan
SPT Tahunan PPh OP 1770. Adapun Orang Pribadi yang wajib menggunakan SPT
Tahunan PPh OP 1770 (tidak boleh menggunakan SPT Tahunan PPh OP 1770S dan
1770SS) adalah :
WP OP yang mempunyai penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja dan
memiliki bukti potong 1721-A1 atau 1721-A2 atau bukti potong lain.
Suami/istri yang melakukan perjanjian pemisahan harta secara tertulis atau istri
yang menghendaki untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan secara
terpisah (istri memiliki NPWP sendiri). Untuk keadaan yang seperti ini, maka WP
tersebut tidak bisa menggunakan formulir 1770SS tetapi bisa saja menggunakan
formulir 1770S, yaitu dalam hal penghasilan suami/istri berasal dari :
Page 175 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
i. satu atau lebih pemberi kerja dan memiliki bukti potong 1721-A1 atau 1721-
A2 atau bukti potong lain;
ii. Dalam negeri lainnya; dan/atau
iii. Yang dikenakan PPh Final dan/atau bersifat final
o Bentuk Formulir SPT Formulir 1770 S beserta petunjuk pengisian dan lampirannya ada
di Lampiran III dan IV PER-19/PJ/2014
2. SPT Tahunan 1770SS
o sejak SPT Tahunan Tahun Pajak 2013, Formulir SPT Formulir 1770 SS digunakan bagi
Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas
dengan jumlah penghasilan bruto tidak lebih dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)
setahun (Pasal 3 PER-19/PJ/2014);
o Bentuk Formulir SPT Formulir 1770 SS beserta petunjuk pengisian dan lampirannya ada
di Lampiran VPER-19/PJ/2014
3. SPT Induk ditandatangani oleh kuasa Wajib Pajak tetapi tidak dilampiri dengan Surat Kuasa
Khusus atau SPT Orang Pribadi ditandatangani oleh Ahli Waris tetapi tidak dilampiri dengan
Surat Keterangan Kematian dari Instansi yang berwenang;
4. Terdapat elemen SPT Induk yang diisi tidak lengkap;
5. SPT Kurang Bayar tetapi tidak dilampiri dengan bukti pelunasan berupa SSP yang sesuai;
6. SPT tidak atau kurang disertai dengan lampiran pada Formulir sebagaimana ditetapkan pada
Lampiran III.1.a. atau III.2.a. atau III.3.a. atau III.4.a pada PER-1/PJ/2010 ini;
7. SPT/e-SPT tidak atau kurang disertai dengan Lampiran Keterangan dan/atau Dokumen yang
Disyaratkan sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III.1.a s.d. III.4.a atau III.1.b s.d. III.4.b
atau III.1.c s.d. III.4.c pada PER-1/PJ/2010 ini;
8. Lampiran "Daftar Harta dan Kewajiban Pada Akhir Tahun dan Daftar Susunan Anggota
Keluarga" dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dilampirkan tetapi diisi tidak lengkap;
9. Terdapat Lampiran Khusus sebagaimana ditetapkan pada Lampiran-Lampiran III.1.a s.d. III.4.a
atau III.1.b s.d. III.4.b atau III.1.c s.d. III.4.c pada PER-1/PJ/2010 ini yang diisi tidak lengkap;
10. e-SPT yang data digitalnya disampaikan dengan menggunakan media elektronik, tetapi hanya
menyampaikan SPT Induk hasil cetakan tanpa disertai media elektronik;
11. e-SPT yang data digitalnya disampaikan dengan menggunakan media elektronik, tetapi SPT
Induk berdasarkan data digitalnya tidak sesuai dengan SPT Induk hasil cetakan yang
disampaikan oleh Wajib Pajak;
12. Loading atas e-SPT yang data digitalnya disampaikan dengan menggunakan media elektronik
tidak dapat di-load pada aplikasi Sistem Informasi Perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak;
13. e-SPT yang data digitalnya disampaikan dengan menggunakan media elektronik tetapi elemen-
elemen data digitalnya tidak diisi atau diisi tetapi tidak lengkap;
14. e-SPT yang data digitalnya disampaikan melalui e-filing tetapi elemen-elemen data digitalnya
tidak diisi atau diisi tetapi tidak lengkap.
VIII. PERBEDAAN BENTUK SPT TAHUNAN PPH WP ORANG PRIBADI TAHUN PAJAK 2009 DAN 2010
A. SPT 1770
1. 1770 lama (SPT Tahun Pajak 2009)
a. Dipojok kanan atas tertulis : “Departemen Keuangan”
b. 1770-III bagian A no 2: awalnya tertulis: "bunga/diskonto obligasi yang dilaporkan
perdagangannya di bursa efek“
c. 1770-III bagian B No.5: awalnya tertulis: "beasiswa dalam negeri1770 Baru (SPT
Tahun Pajak 2010)
2. 1770 baru (SPT Tahun Pajak 2010)
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 7 UU Nomor 36 TAHUN 2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang perubahan keempat
atas UU Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
B. PMK-101/PMK.010/2016 (berlaku sejak 27 Juni 2016) tentang penyesuaian besarnya PTKP
C. PMK-252/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang petunjuk pelaksanaan
pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan Orang
Pribadi
D. Pasal 11, 12, 13 PER-16/PJ/2016 (berlaku sejak 29 September 2016) tentang pedoman teknis tata
cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan/atau pajak
penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi
1. Untuk Diri 960. 1.728. 2.880. 12.000.000 13.200.000 15.840. 24.300.000 36.000.000 54.000.000
WP OP 000 000 000 000
2. Tambaha 480. 864.0 1.440. 1.200.000 1.200.000 1.320.0 2.025.000 3.000.000 4.500.000
n untuk 000 00 000 00
WP kawin
3. Tambaha 960. 1.728. 2.880. 12.000.000 13.200.000 15.840. 24.300.000 36.000.000 54.000.000
n untuk 00 000 000 000
seorang
istri yang
penghasil
annya
digabung
dengan
penghasil
an suami
4. Tambaha 480. 864.0 1.440. 1.200.000 1.200.000 1.320.0 2.025.000 3.000.000 4.500.000
n 000 00 000 00
untuk seti
ap
anggota
keluarga
sedarah
dan
keluarga
semenda
dalam
garis
keturunan
lurus serta
anak
angkat,
yang
menjadi
tanggunga
n
sepenuhn
ya, paling
banyak 3
(tiga)
orang
untuk
setiap
keluarga.
DAS UU No. UU No. UU No. PMK PMK UU No. PMK PMK PMK
AR 7 10 17 564/KMK.03/ 137/PMK.03/ 36
HUK TAHU TAHU TAHUN 2004 (berlaku 2005 TAHUN 162/PMK.011/ 122/PMK.010/ 101/PMK.010/
UM N 1983 N 1994 2000 sejak 1 (berlaku 2008 2012 (berlaku 2015 (berlaku 2016 (berlaku
(berlak (berlak (berlaku Januari 2005) sejak 1 (berlaku sejak 1 sejak Tahun sejak Tahun
u sejak u sejak sejak 1 Januari sejak 1 Januari 2013) Pajak 2015) Pajak 2016)
1 1 Januari 2006) Januari
Januari Januari 2001) 2009)
1984) 1995)
Statu PTKP PTKP PTKP PTKP PTKP PTKP PTKP PTKP PTKP
s WP setahu setahu setahu setahun (Rp) setahun setahu setahun (Rp) setahun (Rp) setahun (Rp)
n (Rp) n (Rp) n (Rp) (Rp) n (Rp)
TK/0 960.00 1.728.0 2.880.0 12.000.000 13.200.000 15.840. 24.300.000 36.000.000 54.000.000
0 00 00 000
TK/1 1.440.0 2.592.0 4.320.0 13.200.000 14.400.000 17.160. 26.325.000 39.000.000 58.500.000
00 00 00 000
TK/2 1.920.0 3.456.0 5.760.0 14.400.000 15.600.000 18.480. 28.350.000 42.000.000 63.000.000
00 00 00 000
TK/3 2.400.0 4.320.0 7.200.0 15.600.000 16.800.000 19.800. 30.375.000 45.000.000 67.500.000
00 00 00 000
K/0 1.440.0 2.592.0 4.320.0 13.200.000 14.400.000 17.160. 26.325.000 39.000.000 58.500.000
00 00 00 000
K/1 1.920.0 3.456.0 5.760.0 14.400.000 15.600.000 18.480. 28.350.000 42.000.000 63.000.000
00 00 00 000
K/2 2.400.0 4.320.0 7.200.0 15.600.000 16.800.000 19.800. 30.375.000 45.000.000 67.500.000
00 00 00 000
K/3 2.880.0 5.184.0 8.640.0 16.800.000 18.000.000 21.120. 32.400.000 48.000.000 72.000.000
00 00 00 000
K/I/0 2.400.0 4.320.0 7.200.0 25.200.000 27.600.000 33.000. 50.625.000 75.000.000 112.500.000
00 00 00 000
K/I/1 2.880.0 5.184.0 8.640.0 26.400.000 28.800.000 34.320. 52.650.000 78.000.000 117.000.000
00 00 00 000
K/I/2 3.360.0 6.048.0 10.080. 27.600.000 30.000.000 35.640. 54.675.000 81.000.000 121.500.000
00 00 000 000
K/I/3 3.840.0 6.912.0 11.520. 28.800.000 31.200.000 36.960. 56.700.000 84.000.000 126.000.000
00 00 000 000
V. STATUS WP
o Status Wajib Pajak terdiri dari : (halaman 32 Lampiran II PER-36/PJ/2015 tentang petunjuk
pengisian SPT)
• Bagi WP yang kawin dengan status perpajakan suami-isteri pisah harta dan penghasilan (PH) atau isteri
yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (MT), angka 10 formulir
induk SPT Tahunan PPh OP (kolom PTKP) diisi dengan tanda strip (-) dan membuat lembar penghitungan
penghasilan serta PPh terutang tersendiri. halaman 32 Lampiran II PER-36/PJ/2015 tentang petunjuk
pengisian SPT)
• PTKP bagi masing-masing suami isteri yang telah hidup berpisah (HB) untuk diri masing-masing Wajib Pajak
diperlakukan seperti Wajib Pajak Tidak Kawin sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan
sebenarnya yang diperkenankan (sesuai dengan Pasal 7 UU PPh) halaman 32 Lampiran II PER-
36/PJ/2015 tentang petunjuk pengisian SPT)
• Warisan yang belum terbagi sebagai Wajib Pajak menggantikan yang berhak tidak memperoleh
pengurangan PTKP (halaman 31 Lampiran II PER-36/PJ/2015 tentang petunjuk pengisian SPT)
status kawin + PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya. (Pasal 10
ayat (6) PMK 252/PMK.03/2008)
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan
ketiga atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan hak dan
kewajiban perpajakan.
C. PMK-243/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang SPT
D. PER-36/PJ/2015 (diberlakukan untuk pengisian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2015
dan seterusnya) tentang perubahan ketiga PER-34/PJ/2010
E. PER-01/PJ/2016 (berlaku sejak 18 Januari 2016) tentang tata cara penerimaan dan pengolahan
SPT Tahunan
F. PER-21/PJ/2009 (berlaku sejak 2 Maret 2009) tentang tata cara penyampaian pemberitahuan
perpanjangan SPT tahunan
4. Representative Office (Kantor Perwakilan Dagang Asing) yang dalam ketentuan UU PPh atau Tax
Treaty tidak termasuk ke dalam pengertian BUT ((sebagai bahan referensi lihat di SE-
18/PJ.431/1992 (surat ini tidak bisa dijadikan dasar hukum))
▪ Isi SE-18/PJ.431/1992 angka 4 : Perwakilan dagang asing di Indonesia pada dasarnya
ada 2 (dua) macam, yaitu perwakilan dagang asing yang melakukan usaha dan/atau
pekerjaan bebas dan perwakilan dagang asing yang tidak melakukan usaha dan/atau
pekerjaan bebas. Kantor Perwakilan dagang asing yang melakukan usaha dan/atau
pekerjaan bebas di Indonesia adalah BUT yang dikenakan Pajak Penghasilan sesuai
Undang- undang Pajak Penghasilan 1984. Kantor perwakilan dagang asing yang bukan
BUT adalah kantor perwakilan dari perusahaan yang berkedudukan di negara yang
mempunyai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty) dengan Indonesia,
yang berdasarkan Treaty tersebut tidak dianggap sebagai BUT.
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri tersebut wajib mengikuti ketentuan
pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh.
7. Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 E ayat (1) UU PPh ini berlaku
untuk penghitungan PPh Terutang atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari penghasilan
yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final.
8. Untuk menghitung besamya angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan, Wajib Pajak badan dalam
negeri yang telah memenuhi persyaratan fasilitas pengurangan tarif Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan wajib
menggunakan tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh.
9. Contoh penghitungan fasilitas pengurangan tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak badan
dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh adalah sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I SE-02/PJ/2015
10. Pada saat penyampaian SPT Tahunan PPh, Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran
bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dapat melampirkan Lembar
Penghitungan fasilitas pengurangan tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh, sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II SE-02/PJ/2015
VIII. PPH 21, 22, 23 YANG DIPOTONG SEBELUM MEMILIKI NPWP (PP 94 Tahun 2010 Pasal 20 dan
penjelasannya)
o PPh yang dipotong atau dipungut berdasarkan tarif pemotongan atau pemungutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5a), Pasal 22 ayat (3), dan Pasal 23 ayat (1a) UU PPh, dapat
dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan setelah Wajib Pajak
tersebut memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 6 TAHUN 1983 stdtd 16 TAHUN 2009
o Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap,
jelas dan menandatanganinya
B. PP 79 TAHUN 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan Dan Perlakuan Pajak
Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi
o Ps. 31 ayat. (1) huruf c Setiap Kontraktor pada suatu wilayah kerja wajib menyampaikan SPT
Tahunan PPh
o Ps. 31 ayat (4) Bentuk dan isi SPT Tahunan PPh diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak.
C. PER-05/PJ/2014 tentang Bentuk Dan Isi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Bagi
Wajib Pajak Yang Melakukan Kegiatan Di Bidang Usaha Hulu Minyak dan/atau Gas Bumi
II. DEFINISI
A. Operator adalah Kontraktor atau salah satu pemegang participating interest yang ditunjuk sebagai
wakil pemegang participating interest lain sesuai dengan kontrak kerjasama
B. Lifting adalah Sejumlah minyak mentah dan/atau gas bumi yang dijual atau dibagi di titik
penyerahan
C. Participating Interest adalah Hak dan kewajiban sebagai kontraktor KKS baik secara langsung
maupun tidak langsung pada suatu wilayah kerja.
D. First Tranche Petroleum (FTP) adalah Sejumlah tertentu atas migas yang diproduksi dari suatu
wilayah kerja, yang dapat diambil dan diterima pemerintah dan/atau kontraktor dalam tiap tahun
kalender, sebelum dikurangi cost recovery.
E. Investment Credit adalah Tambahan pengembalian biaya modal dalam jumlah tertentu, yang
berkaitan langsung dengan fasilitas produksi, yang diberikan sebagai insentif untuk
pengembangan lapangan migas tertentu.
F. Equity to be Split adalah Hasil produksi yang tersedia untuk dibagi (lifting) setelah dikurangi FTP,
investment credit, dan cost recovery.
G. Domestic Market Obligation (DMO) adalah Kewajiban penyerahan bagian kontraktor berupa migas
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
H. DMO fee adalah Imbalan yang dibayar pemerintah kepada kontraktor atas penyerahan migas
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (DMO)
I. Uplift adalah Imbalan yang diterima kontraktor sehubungan dengan penyediaan dana talangan
untuk pembiayaan operasi kontrak bagi hasil yang seharusnya merupakan kewajiban partisipasi
kontraktor lain, yang ada dalam satu kontrak kerja sama, dalam pembiayaan.
J. Lifting Price Variance adalah Selisih actual lifting migas yang telah dilakukan oleh KKKS dengan
nilai bagianentitlement yang seharusnya diterima KKKS
o Kontraktor wajib mengisi Lampiran Khusus Penghitungan Pajak Penghasilan yang meliputi: (Pasal
4 PER-05/PJ/2014)
1. Lampiran Khusus Penghitungan Pajak Penghasilan Badan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama
Migas;
o Lampiran Khusus Penghitungan PPh Badan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas
digunakan untuk menghitung PP Badan dalam rangka Kontrak Kerja Sama, meliputi: (Pasal
5 ayat (1) PER-05/PJ/2014)
a. Peredaran Usaha;
o Peredaran usaha ini meliputi: (Pasal 5 ayat (2) PER-05/PJ/2014)
i. FTP Share;
o Penghasilan atas FTP share, PPh-nya dihitung pada saat Kontraktor
mencapaiequity to be split. (Pasal 6 ayat (1) PER-05/PJ/2014)
o Dalam hal FTP share diterima sebelum Kontraktor mencapai equity
to be split, maka kewajiban PPh atas FTP share yang diterima
tersebut penghitungannya ditangguhkan sampai dengan Kontraktor
mencapai equity to be split. (Pasal 6 ayat (2) PER-05/PJ/2014)
o Dalam hal terjadi pengalihan participating interest oleh Kontraktor
yang belum mencapai equity to be split, maka kewajiban PPh atas
FTP share yang penghitungannya ditangguhkan tersebut, menjadi
kewajiban Kontraktor pemegang participating interest pada saat
mencapai equity to be split. (Pasal 6 ayat (3) PER-05/PJ/2014)
o Dalam hal Kontraktor pemegang participating interest pada saat
mencapai equity to be split belum memenuhi kewajiban PPh atas
FTP share yang penghitungannya ditangguhkan namun telah
mengalihkan participating interestkepada Kontraktor lain, kewajiban
PPh atas FTP share yang penghitungannya ditangguhkan tersebut
menjadi kewajiban Kontraktor pemegang participating
interest terakhir. (Pasal 6 ayat (4) PER-05/PJ/2014)
ii. Equity Share;
iii. Insentif Investasi;
iv. Cost Recovery;
v. DMO;
vi. DMO Fee; dan
vii. Lifting Variance;
b. Biaya Usaha;
o Biaya usaha ini meliputi: (Pasal 8 ayat (1) PER-05/PJ/2014)
1. Biaya bukan modal tahun berjalan;
2. Penyusutan biaya modal tahun berjalan;
o Penyusutan biaya modal dirinci penghitungannya per harta dengan
menggunakan Lampiran Khusus Daftar Penyusutan dalam Rangka
Kontrak Kerja Sama Migas. (Pasal 10 ayat (1) PER-05/PJ/2014)
o Penghitungan penyusutan dilakukan sesuai metode penyusutan,
kelompok, tarif, dan masa manfaat sebagaimana diatur dalam Pasal
16 PP 79 TAHUN 2010tentang Biaya Operasi yang dapat
Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi. (Pasal 10 ayat (2) PER-05/PJ/2014)
o Untuk Kontrak Kerja Sama yang ditandatangani sebelum PP 79
TAHUN 2010diberlakukan, apabila ketentuan penghitungan
penyusutan sudah diatur secara jelas di dalam kontrak, maka
Page 187 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Dalam hal terdapat penghasilan tambahan yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan operasi perminyakan dalam
bentuk hasil penjualan produk sampingan atau bentuk lainnya diperlakukan sebagai pengurang biaya
operasi. (Pasal 8 ayat (2) PER-05/PJ/2014)
Biaya usaha dirinci dalam laporan yang terpisah untuk tahapan eksplorasi dan untuk tahapan eksploitasi. (Pasal 9
ayat (1) PER-05/PJ/2014)
Untuk Kontraktor yang masih dalam tahapan eksplorasi, rincian biaya disampaikan dalam Lampiran Khusus
Rincian Biaya pada tahapan Eksplorasi dalam rangka Kontrak Kerja Sama Migas yang bentuk serta petunjuk
pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan dalamLampiran III PER-05/PJ/2014 (Pasal 9 ayat (2) PER-
05/PJ/2014)
Untuk Kontraktor yang sudah dalam tahapan eksploitasi, maka rincian biaya disampaikan dalam Lampiran Khusus
Rincian Biaya pada Tahapan Eksploitasi dalam rangka Kontrak Kerja Sama Migas yang bentuk serta petunjuk
pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV PER-05/PJ/2014 (Pasal 9 ayat (3) PER-
05/PJ/2014)
Dalam hal di Tahun Pajak yang bersangkutan Kontraktor beralih dari tahapan eksplorasi ke tahapan eksploitasi,
biaya usaha dirinci untuk masing-masing tahapan dalam bentuk sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2)
dan(3) PER-05/PJ/2014.
Bentuk Lampiran Khusus Penghitungan PPh Badan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas serta etunjuk umum
dan petujuk pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I PER-05/PJ/2014. (Pasal 5 ayat
(3) PER-05/PJ/2014)
Lampiran Khusus Penghitungan Branch Profit Tax/Pajak atas Dividen bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas;
Lampiran Khusus Penghitungan Branch Profit Tax/Pajak atas Dividen bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas
digunakan untuk menghitung pajak atas Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi PPh Badan Terutang yang
terutang oleh Kontraktor. (Pasal 7 ayat (1) PER-05/PJ/2014)
Bentuk Lampiran Khusus Penghitungan Branch Profit Tax/Pajak atas Dividen bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama
Migas serta petunjuk pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II PER-05/PJ/2014
Lampiran Khusus Rincian Biaya pada Tahapan Eksplorasi dalam rangka Kontrak Kerja Sama Migas atau Lampiran
Khusus Rincian Biaya pada Tahapan Eksploitasi dalam rangka Kontrak Kerja Sama Migas;
Lampiran Khusus Daftar Penyusutan dalam Rangka Kontrak Kerja Sama Migas;
Kontraktor yang sudah mencapai tahapan eksploitasi namun belum mencapai equity to be split wajib
menyampaikan Lampiran Khusus Rincian FTP Share Bagian Kontraktor yang bentuk dan petunjuk pengisiannya
adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI PER-05/PJ/2014 (Pasal 11 ayat (1)PER-05/PJ/2014)
FTP share tahun-tahun sebelumnya yang penghitungan kewajiban Pajak Penghasilannya ditangguhkan sampai
dengan equity to be split;
Dalam hal Kontraktor menerima pengalihan participating interest dari Kontraktor lain, FTP sharetahun-tahun
sebelumnya yang penghitungan kewajiban Pajak Penghasilannya ditangguhkan sampai dengan equity to be
split sebagaimana dimaksud pada huruf b juga meliputi FTP sharekontraktor lain yang penghitungan Pajak
Penghasilannya ditangguhkan.
Kontraktor wajib menyampaikan Lampiran Khusus Laporan Perubahan Participating Interest ini yang bentuk dan
petunjuk pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII PER-05/PJ/2014(Pasal 12 PER-
05/PJ/2014)
B. Lampiran Khusus I
Lampiran Khusus ini untuk menghitung PPh dalam rangka Kontrak Kerja Sama (KKS), yang merupakan konversi
dari Financial Quarterly Report (FQR). Dalam hal Kontraktor memperoleh penghasilan lain di luar KKS, baik yang
dikenakan PPh berdasarkan ketentuan umum, final, dan/atau bukan objek pajak maka penghasilan tersebut
dilaporkan dengan menggunakan formulir yang telah ditetapkan (misalnya, memperoleh penghasilan uplift atau
pengalihan participating interest maka dilaporkan dalam Formulir 1771-IV Bagian A: PPh Final Nomor 14).
bbv Apabila:
a. Kontraktor merupakan Operator maka wajib mengisi bagian Total Blok yang merupakan
total bagian seluruh Kontraktor dalam wilayah pertambangan, bagian yang menjadi haknya
(Operator), dan bagian yang menjadi hak masing-masing pemegang participating
interest/partner.
Apabila pemegang participating interest lebih dan 3 (tiga), Wajib Pajak bisa membuat lampiran
tersendiri yang berisi rincian Nama, NPWP, dan persentase interest dari masing-masing
pemegang participating interest, serta membuat rincian laporan Penghitungan PPh terutang
dari masing-masing pemegangparticipating Interest dengan rincian penghitungan yang sama
dengan lampiran ini.
C. Lampiran Khusus II (bersumber dari FQR Summary (Report 3 dan 17) dan laporan keuangan
komersial)
1. Lampiran Khusus Rincian Biaya Usaha Dalam Rangka Kontrak Kerjasama diisi dengan rincian dari:
a. biaya bukan modal tahun berjalan;
b. penyusutan biaya modal tahun berjalan;
o Penyusutan atas aktiva yang diperoleh tahun berjalan; dan
o Penyusutan atas aktiva yang diperoleh tahun sebelumnya
c. biaya operasi yang belurn dapat dikembalikan tahun sebelumnya (merupakan seluruh biaya
yang belum dikembalikan oleh Pemerintah karena belum berproduksi atau berproduksi tapi
belum terganti semua); dan
d. penghasilan tambahan sebagai pengurang biaya operasi, sesuai dengan FQR Summary dan
laporan keuangan komersial Kontraktor.
2. Dalam hal terdapat biaya dalam FQR Summary dan laporan keuangan komersial yang tidak dapat
diklasifikasikan dalam Angka 1 s.d. Angka 14 maka biaya tersebut dicantumkan dalam Angka 15:
Biaya Lainnya.
3. Biaya penyusutan pada angka 3 Lampiran Khusus Rincian Biaya Usaha Dalam Rangka KKS Migas
ini, dirinci penghitungannya per harta dengan menggunakan Lampiran Khusus Daftar Penyusutan
dalam Rangka Kontrak KKS (Lampiran III).
1. Biaya penyusutan pada angka 3 Lampiran Khusus Rincian Biaya Usaha Dalam Rangka KKS (Lampiran II)
dirinci penghitungannya per harta dengan menggunakan Lampiran Khusus Daftar Penyusutan dalam
Rangka Kontrak KKS Migas ini,
2. Penghitungan penyusutan dilakukan sesuai metode penyusutan, kelompok, tarif, dan masa manfaat
sebagaimana diatur dalam Pasal 16 PP Nomor 79 TAHUN 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat
Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Untuk KKS
yang ditandatangani sebelum PP ini diberlakukan, apabila ketentuan penghitungan penyusutan sudah diatur
secara jelas di dalam kontrak, maka mengikuti ketentuan dalam KKS bersangkutan.
3. Bagi WP Kontraktor KKS, Lampiran Khusus Daftar Penyusutan dalam Rangka KKS Migas ini menggantikan
kewajiban melampirkan Lampiran Khusus Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal (Lampiran Khusus 1A),
sebagaimana diatur datam PER-34/PJ./2010.
I. DASAR HUKUM
A. PER-29/PJ/2015 (berlaku sejak Masa Pajak Juli 2015) tentang bentuk, isi, dan tata cara
pengisian serta penyampaian SPT Masa PPN
V. YANG WAJIB MENGGUNAKAN SPT MASA PPN 1111 (Pasal 4 ayat (1) PER-29/PJ/2015)
o SPT Masa PPN 1111 wajib diisi oleh setiap PKP selain PKP yang menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dan
ayat (7a) UU PPN dan PPnBM
VI. YANG WAJIB DAN YANG TIDAK WAJIB MENGGUNAKAN SPT BENTUK DOKUMEN ELEKTRONIK
(Pasal 4 ayat (2) PER-29/PJ/2015)
o Setiap PKP wajib menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk dokumen elektronik,
KECUALI bagi PKP orang pribadi yang belum diwajibkan membuat e-Faktur sebagimana
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dan yang memenuhi ketentuan:
1. melaporkan tidak lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen (Faktur Pajak/dokumen tertentu
yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dan/atau Nota Retur/Nota
Pembatalan) pada setiap lampiran SPT dalam 1 (satu) Masa Pajak; dan/atau
2. jumlah seluruh penyerahan barang dan jasanya dalam 1 (satu) Masa Pajak kurang dari
Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah),
dapat menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau dalam
bentuk dokumen elektronik.
VII. KEWAJIBAN PKP DALAM HAL MENGGUNAKAN SPT BENTUK DOKUMEN ELEKTRONIK
A. Dalam hal SPT Masa PPN 1111 disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik dengan media
elektronik, PKP wajib : (Pasal 4 ayat (5) PER-29/PJ/2015)
1. menggunakan Aplikasi e-SPT atau aplikasi e-Faktur yang ditentukan dan/ atau disediakan
oleh Direktorat Jenderal Pajak; dan
2. menyampaikan Induk SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) dan
menandatanganinya
B. PKP yang diwajibkan membuat e-Faktur wajib membuat SPT Masa PPN 1111 dengan
menggunakan aplikasi e-Faktur yang telah ditentukan dan/ atau disediakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak. (Pasal 5 PER-29/PJ/2015)
▪ Tata cara pengisian serta keterangan yang wajib diisi pada SPT Masa PPN 1111 mengikuti
petunjuk penggunaan (manual user) aplikasi e Faktur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 PER-16/PJ/ 2014.
C. PKP yang telah menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk dokumen elektronik,
untuk Masa Pajak berikutnya: (Pasal 6 PER-29/PJ/2015)
0. PKP diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk dokumen elektronik;
dan
1. PKP tidak diperkenankan lagi untuk menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk
formulir kertas ( hard copy).
VIII. PKP YANG DIPERKENANKAN MELAPORKAN FP DENGAN CARA DIGUNGGUNG (Pasal 7 PER-
29/PJ/2015)
o PKP yang diperkenankan melaporkan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN 1111 dengan cara
digunggung adalah:
1. PKP Pedagang Eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 PP 1 TAHUN 2012
tentang Pelaksanaan UU PPN dan PPnBM; atau
2. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/ atau JKP yang diatur secara khusus pada
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
o PKP yang tidak memenuhi ketentuan ini namun melaporkan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN
1111 dengan cara digunggung merupakan PKP yang menyampai kan SPT Masa PPN dengan
tidak benar.
1. Dalam hal SPT Masa PPN 1111 Lebih Bayar dan dimintakan pengembalian (restitusi) dengan
pengembalian pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C UU KUP, SPT Masa PPN
1111 harus dilampiri dengan seluruh dokumen dalam bentuk hard copy berupa: (Pasal 9 ayat (1)
PER-29/PJ/2015)
a. Formulir 1111 A1;
b. Forrnulir 1111 A2;
c. Formulir 1111 B1 ;
d. Formulir 1111 B2;
e. Formulir 1111 B3.
2. Dikecualikan dari ketentuan melampirkan dokumen dalam bentuk hard copy berupa Forrnulir 1111
A2, Formulir 1111 B2, dan Formulir 1111 B3, dalam hal dokumen tersebut berupa e-Faktur. (Pasal
9 ayat (2) PER-29/PJ/2015)
3. SPT Masa PPN 1111 Lebih Bayar Restitusi yang tidak memenuhi ketentuan ayat (1) dan (2)
dianggap SPT tidak lengkap.
• Catatan: untuk SSP Lembar ke-3 yang diterima dari Pemungut PPN atas penyerahan BKP
dan/atau JKP kepada Pemungut PPN berlaku ketentuan: ( Bagian E angka IV SE-13/PJ/2013)
1. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN wajib
melampirkan SSP Lembar ke-3 yang diterima dari Pemungut PPN dalam hal SSP
telah diterima oleh PKP.
2. SSP Lembar ke-3 tersebut bukan merupakan syarat kelengkapan SPT Masa PPN
yang disampaikan oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP
kepada Pemungut PPN.
XIII. PKP DIANGGAP TIDAK MENYAMPAIKAN SPT MASA PPN (Pasal 16 PER-29/PJ/2015)
o PKP dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam hal SPT Masa PPN 1111
disampaikan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam PER-29/PJ/2015 ini.
o PKP ini dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
I. DASAR HUKUM :
A. TERKAIT SPT 1111
▪ PER-25/PJ/2014 (berlaku sejak 23 September 2014) tentang perubahan kedua PER-
44/PJ/2010 (berlaku sejak SPT Masa PPN januari 2011) tentang bentuk isi, dan tata cara
pengisian serta penyampaian SPT Masa PPN 1111
▪ PER-45/PJ/2010 (berlaku sejak SPT Masa PPN januari 2011) tentang bentuk isi, dan tata
cara pengisian serta penyampaian SPT Masa PPN 1111 DM bagi PKP yang
menggunakan pedoman pengkreditan PM
B. TERKAIT SPT 1107
▪ PER-146/PJ./2006 jo PER-142/PJ./2007 tentang bentuk isi, dan tata cara pengisian serta
penyampaian SPT Masa PPN 1107
▪ PER-14/PJ./2010 tentang bentuk isi, dan tata cara pengisian serta penyampaian SPT
Masa PPN 1107 terkait dengan penerbitan UU PPN No.42 Tahun 2009
C. TERKAIT SPT 1108
▪ PER-29/PJ/2008 tentang tentang bentuk isi, dan tata cara pengisian serta penyampaian
SPT Masa PPN 1107
III. JENIS SPT MASA PPN MULAI MASA PAJAK JANUARI 2011
A. SPT Masa PPN 1111 (PKP yang menggunakan mekanisme PM-PK Normal)
B. SPT Masa PPN 1111 DM (PKP yang menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak
Masukan)
C. SPT Masa PPN 1107 PUT (Pemungut PPN)
(7 Lembar)
Kolom untuk Faktur Pajak Kolom FP sederhana: Kolom FP sederhana : Kolom FP yang digunggung:
yang tidak Lengkap
1.FP tanpa identitas 1.FP tanpa identitas FP tanpa identitas pembeli,
pembeli; pembeli; nama dan tanda tangan
penjual (oleh PKP
2. FP kepada turis asing 2.FP kepada Turis Asing pedagang eceran).
Faktur Pajak Khusus untuk Faktur Pajak Khusus atas Faktur Pajak Khusus atas Faktur Pajak Khusus atas
penyerahan kepada Turis penyerahan kpd turis asing penyerahan kpd turis asing penyerahan kpd turis asing
Asing dilaporkan dalam kolom FP dilaporkan dalam kolom FP dirinci dalam Formulir 1111
sederhana dan harus sederhana dan harus A2 dan tidak perlu dibuat
dilampirkan rinciannya dilampirkan rinciannya rincian
Pengisian Kolom Impor Dalam form B (Impor), diisi Dalam form B1 (Impor), diisi
dengan nomor PIB, tanggal dengan nomor PIB dan
PIB, dan tanggal SSP. tanggal SSP.
Pengisian untuk FP yang Nomor FP yang diretur tidak Nomor FP yang diretur diisi
diretur diisi di kolom terakhir
PKP Gagal Berproduksi Tidak Ada Tidak Ada Menampung pelaporan SSP
atas pembayaran kembali
PM oleh PKP Gagal
Berproduksi
E.13.3. Kewajiban E-SPT bagi WP di KPP Madya dan KPP di Wilayah Kanwil Jakarta Khusus dan
Kanwil WP Besar
I. DASAR HUKUM
o PER-6/PJ/2009 (berlaku sejak 20 Januari 2009) tentang Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Dalam Bentuk Elektronik.
• Namun WP dapat menyampaikan e-SPT sebelum tanggal yang ditentukan, apabila dikehendaki oleh WP.
(Pasal 2 ayat (4) PER-6/PJ/2009)
• Bagi WP yang telah menyampaikan SPT dalam bentuk elektronik (E-SPT) sebelum berlakunya PER-
6/PJ/2009 , tetap menyampaikan SPT dalam bentuk elektronik. (Pasal 5 PER-6/PJ/2009)
No. Jika SPT Normal berbentuk: maka bentuk SPT Pembetulan adalah:
1. E-SPT E-SPT
bisa disampaikan dalam bentuk:
VI. Keterangan Tambahan untuk penyampaian SPT Tahunan tahun pajak 2010:
o Berdasarkan Pasal 2 PER 13/PJ/2011, maka untuk penyampaian SPT Tahunan Tahun Pajak 2010
berlaku ketentuan sebagai berikut:
2. WP dapat menyampaikan SPT Tahunan Tahun Pajak 2010 dalam bentuk formulir kertas (hard
copy) atau E-SPT Tahunan.
3. Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Tahun Pajak 2010 dalam bentuk formulir E-
SPT Tahunan maka:
▪ WP Badan dapat menggunakan aplikasi E-SPT Tahunan Tahun 2009
▪ WP OP menggunakan aplikasi E-SPT Tahunan tahun 2010.
▪ WP OP yang telah menyampaikan SPT Tahunan tahun 2009 dianggap telah
menyampaikan SPT Tahunan dalam hal penyampaiannya dilakukan sebelum
ditetapkannya PER 13/PJ/2011 (PER 13/PJ/2011 ditetapkan sejak 15 April 2011)
I. DASAR HUKUM :
A. PER-25/PJ/2014 (berlaku sejak 23 September 2014) tentang perubahan kedua PER-
44/PJ/2010 (berlaku sejak SPT Masa PPN januari 2011) tentang bentuk isi, dan tata cara
pengisian serta penyampaian SPT Masa PPN 1111
o PER ini menambah 1 pasal yaitu pasal 8A
B. PER-11/PJ/2013 (berlaku sejak pengisian dan pelaporan SPT Masa PPN mulai masa pajak Juni
2013) tentang perubahan atas PER-44/PJ/2010 (berlaku sejak SPT Masa PPN januari
2011) tentang bentuk, isi, dan tata cara penyampaian SPT Masa PPN 1111
1. PER-11/PJ/2013 mengubah ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 5 ayat (1),
Pasal 8 ayat (2), menambah Pasal 2 ayat (1a), dan Pasal 11A dari PER-44/PJ/2010
2. PER-11/PJ/2013 mengubah Formulir 1111 AB dan Formulir 1111 B3 di lampiran I PER-44/PJ/2010 dan
mengubah Lampiran II PER-44/PJ/2010 tentang petunjuk pengisian SPT Masa PPN
PER-08/PJ/2013 (berlaku sejak 1 April 2013) tentang perubahan atas PER-24/PJ/2012 (berlaku sejak 1 April
2013)tentang bentuk, ukuran, prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan, tata cara pengisian
keterangan, pembetulan atau penggantian, dan pembatalan FP
III. SPT MASA PPN MULAI MASA PAJAK JANUARI 2011 TERDIRI DARI 3 JENIS, yaitu : (angka 5 SE-
98/PJ/2010)
o SPT Masa PPN 1111 berlaku mulai Masa Pajak Januari 2011, sehingga dengan demikian mulai Masa
Pajak Januari 2011 akan dikenai 3 (tiga) jenis SPT Masa PPN yaitu :
1. SPT Masa PPN 1111, yang digunakan oleh PKP yang menggunakan mekanisme Pajak
Masukan dan Pajak Keluaran (Normal).
2. SPT Masa PPN 1111 DM, yang digunakan oleh PKP yang menggunakan Pedoman
Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan; dan
3. SPT Masa PPN 1107 PUT, yang digunakan oleh Pemungut PPN.
a. SSP PPN
o jika ada SSP atas pembayaran PPN
o Dalam Hal PKP menerima SSP Lembar ke-3 dari Pemungut PPN atas penyerahan
BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN : (Huruf E Butir III SE-17/PJ/2013)
1. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN
wajib melampirkan SSP Lembar ke-3 yang diterima dari Pemungut PPN dalam
hal SSP telah diterima oleh PKP.
2. SSP Lembar ke-3 tersebut bukan merupakan syarat kelengkapan SPT Masa
PPN yang disampaikan oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
JKP kepada Pemungut PPN.
b. SSP PPnBM
o jika ada SSP atas pembayaran PPnBM
c. Surat Kuasa Khusus
o jika SPT Masa PPN ditandatangani oleh Kuasa PKP
o Ketentuan Lebih Lanjut tentang Surat Kuasa Khusus KLIK DISINI
KETENTUAN BAGI PKP ORANG PRIBADI YANG DAPAT MENGGUNAKAN SPT DALAM BENTUK FORMULIR
KERTAS (HARD COPY)
o Dalam hal SPT Masa PPN 1111 disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy), bentuk,
isi, dan ukuran SPT Masa PPN 1111 sebagaimana yang ditetapkan dalam Lampiran I PER-
44/PJ/2010 tidak boleh diubah.
o Ketentuan Penggunaan formulir SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk PDF, yaitu : (angka 6
huruf a SE-98/PJ/2010)
PKP dapat mencetak/print formulir SPT Masa PPN 1111 langsung dari file PDF yang
telah disediakan, dengan memperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut :
o Dicetak dengan menggunakan kertas folio/F4 dengan berat minimal 70 gram.
o Pengaturan ukuran kertas pada printer menggunakan ukuran kertas (paper size)
8,5 x 13 inci (215 x 330 mm).
o Tidak menggunakan printer dotmatrix.Disamping pedoman tersebut, terdapat
petunjuk pencetakan yang harus diikuti, yang tersimpan dalam bentuk file PDF
dengan nama readme.pdf.
Formulir SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk file PDF terlebih dahulu dicetak, selanjutnya PKP dapat mengisi
formulir SPT Masa PPN 1111 tersebut, menandatanganinya kemudian menyampaikannya ke KPP atau KP2KP.
PKP yang telah menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk data elektronik, tidak diperbolehkan lagi untuk
menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas (hard copy). Sebagai contoh, PKP dalam SPT
Masa PPN Masa Pajak Januari sampai dengan Mei 2011 melaporkan Faktur Pajak yang diterbitkan dan nota retur
yang diterima dalam Formulir 1111 A2 pada setiap masa tidak melebihi 25 dokumen. Pada bulan Mei, PKP
melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Februari 2011 yang mengakibatkan dokumen yang dilaporkan
dalam Formulir 1111 A2 lebih dari 25. Dalam hal demikian, PKP wajib menyampaikan pembetulan SPT Masa PPN
Masa Pajak Februari 2011 dalam bentuk data elektronik. Untuk masa pajak berikutnya yaitu Masa Pajak Juni 2011,
PKP wajib menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk data elektronik. (angka 6 huruf c SE-98/PJ/2010)
IX. BEBERAPA HAL BARU YANG ADA DI SPT MASA PPN 1111
1. Faktur Pajak yang tidak digunggung dan Faktur Pajak yang digunggung (Lampiran 1111
AB) (angka 6 huruf b SE-98/PJ/2010) dan petunjuk pengisian SPT masa PPN)
o Faktur Pajak yang Digunggung adalah Faktur Pajak yang tidak diisi dengan identitas pembeli
serta nama dan tandatangan penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e
angka 2) UU KUP yang hanya bisa dibuat oleh PKP Pedagang Eceran. Faktur Pajak ini
dilaporkan dalam Formulir 1111 AB (Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan pada butir I huruf
B angka 2).
o Faktur Pajak yang tidak digunggung adalah Faktur Pajak yang merupakan pindahan dari
baris jumlah pada Formulir 1111 A2 (Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri
dengan Faktur Pajak).
o Faktur Pajak yang diisikan dalam Formulir 1111 A2 adalah Faktur Pajak selain yang
digunggung yang dilaporkan dalam formulir 1111 AB, yaitu :
a. FP yang diterbitkan oleh PKP selain PKP Pedagang Eceran yang wajib mengisi
FP dengan lengkap sesuai dengan Pasal 13 ayat (5) UU PPN
b. FP yang diterbitkan oleh PKP Pedagang Eceran, namun PKP tersebut juga
melakukan penyerahan yang Faktur Pajaknya :
i. diisi lengkap sesuai dengan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN;
dan/atau
ii. tidak diisi dengan identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (5) huruf b UU PPN; dan menggunakan Kode dan Nomor Seri
Faktur Pajak yang strukturnya mengikuti ketentuan dalam peraturan
mengenai Faktur Pajak.
2. Dalam Induk SPT Masa PPN 1111, di romawi II huruf H, terdapat kolom "PPN lebih bayar pada",
penjelasannya adalah sebagai berikut :
a. PKP Pasal 9 ayat (4b) UU PPN yaitu PKP yang bisa mengajukan permohonan
pengembalian (restitusi) setiap masa pajak yaitu:
Page 206 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
1. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
2. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai;
3. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak
dipungut;
4. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud;
5. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau
6. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2a).
b. PKP Pasal 9 ayat (4c) PPN yaitu PKP Beresiko Rendah yang Diberikan Pengembalian
Pendahuluan Pajak.
o KLIK DISINI untuk kriteria PKP beresiko rendah
PKP Pasal 17C KUP yaitu Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pembayaran Pajak.
o KLIK DISINI untuk WP dengan kriteria tertentu
PKP Pasal 17D KUP yaitu Wajib Pajak dengan Persyaratan Tertentu dalam Rangka
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.
o KLIK DISINI untuk WP dengan persyaratan tertentu
I. DASAR HUKUM:
o PER-10/PJ/2013 (berlaku sejak pengisian SPT Masa PPN Juni 2013) tentang perubahan PER-
45/PJ/2010 tentangbentuk, isi, dan tata cara pengisian SPT Masa PPN bagi PKP yang menggunakan
pedoman penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan
o PER ini merubah ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan (3), dan Pasal 5 ayat (1) dari PER-45/PJ/2010
o PKP orang pribadi yang dikecualikan dari kewajiban penyampaian SPT Masa PPN 1111 DM dalam
bentuk data elektronik ini dapat menyampaikan SPT Masa PPN 1111DM dalam bentuk formulir
kertas (hard copy) atau dalam bentuk data elektronik. (Pasal 3 ayat (3) PER-10/PJ/2013)
o KETENTUAN BAGI PKP YANG MENGGUNAKAN SPT DALAM BENTUK DATA ELEKTRONIK
DENGAN MEDIA ELEKTRONIK
1. Dalam hal SPT Masa PPN 1111 DM disampaikan dalam bentuk data elektronik dengan media
elektronik, PKP harus menggunakan aplikasi e-SPT yang telah disediakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak dan Induk SPT Masa PPN 1111 DM tetap disampaikan dalam bentuk formulir
kertas (hard copy). (Pasal 3 ayat (5) PER-10/PJ/2013)
2. PKP yang telah menyampaikan SPT Masa PPN 1111 DM dalam bentuk data elektronik, tidak
diperbolehkan lagi untuk menyampaikan SPT Masa PPN 1111 DM dalam bentuk formulir kertas
(hard copy) (Pasal 4 PER-10/PJ/2013)
V. PETUNJUK UMUM PENCETAKAN, PENGISIAN, DAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN 1111 DM
A. Cara Pencetakan
o PKP dapat mencetak langsung dari file PDF yang telah disediakan, selama memperhatikan
beberapa ketentuan sebagai berikut :
1. Menggunakan kertas FOLIO / F4 dengan berat MINIMAL 70 gram
2. Pengaturan kertas pada printer (paper size) 8.5 x 13 inci (215 x 330 mm)
3. TIDAK menggunakan PRINTER DOTMATRIX
o Terdapat langkah–langkah petunjuk pencetakan KLIK DISINI
B. Cara Pengisian
Cara Penyampaian
SPT MASA PPN 1111 DM dapat disampaikan oleh PKP dengan cara : (Pasal 6 PER-45/PJ/2010 stdd PER-
10/PJ/2013)
a. Manual
o penyampaian SPT dilakukan dengan cara :
1. disampaikan secara langsung ke KPP, KP2KP , atau tempat lain yang
ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Bukti Pelaporan :
Tanda Bukti Penerimaan; atau
2. melalui POS, perusahaan jasa ekspedisi atau perusahaan jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat Bukti Pelaporan : Bukti Pengiriman Surat
(sepanjang SPT tersebut Lengkap)
o Cara MANUAL digunakan untuk pelaporan dalam bentuk formulir kertas (hard
copy) atau dalam bentuk media elektronik (e-spt)
o Jika dalam bentuk media elektronik (e-spt) : INDUK SPT Masa PPN 1111 DM tetap
disampaikandalam bentuk formulir kertas (hard copy), ditandatangani dan
disampaikan secara manual
b. Elektronik (e-filing) yaitu melalui sistem online yang real time melalui satu atau
beberapa perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang ditunjuk Direktur Jenderal
Pajak
Page 210 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
VII. BERBERAPA HAL PENTING YANG BERKAITAN DENGAN SPT MASA PPN 1111 DM
A. Mekanisme Penghitungan
1. Pajak Masukan dihitung sebesar persentase tertentu dari Pajak Keluaran
o PKP yang menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM berdasarkan
Peredaran Usaha Tertentu maka:
i. Atas Penyerahan JKP maka PM= 60% x PK
ii. Atas Penyerahan BKP maka PM= 70% x PK
o PKP yang menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM berdasarkan
Kegiatan Usaha Tertentu maka :
i. ekspor;
ii. penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri;
iii. penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN;
iv. penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut;
v. penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN;dan
vi. penyerahan yang tidak terutang PPN,
I. DASAR HUKUM
A. PMK-243/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang SPT
B. PER-14/PJ/2013 (berlaku sejak 1 Januari 2014) tentang bentuk formulir SPT Masa PPh 21 dan
bukti poput PPh Pasal 21
C. PER-31/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Januari 2013) tentang pedoman teknis tata cara pemotongan,
penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21dan/atau PPh Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, dan kegiatan Orang Pribadi
o Dalam hal Pemotong melakukan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26
dan/atau pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 untuk masa pajak sampai
dengan Masa Pajak November 2013 yang dilakukan sejak berlakunya PER-
14/PJ/2013 ini (berlaku sejak 1 Januari 2014), penyampaian dan/atau pembetulan tersebut
dilakukan dengan menggunakan formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26
sebagaimana ditetapkan dalam PER-14/PJ/2013. (Pasal 8 ayat (1) PER-14/PJ/2013)
2. penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21/26 dan/atau pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21/26
untuk masa pajak Desember 2013
o Dalam hal Pemotong melakukan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26
dan/atau pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 untuk masa pajak Desember
2013 yang dilakukan:(Pasal 8 ayat (2) PER-14/PJ/2013)
a. sampai dengan tanggal 20 Januari 2014, penyampaian dan/atau pembetulan tersebut
dilakukan dengan menggunakan formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26
sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ
/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal
21 danjatau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pasal 26;
b. setelah tanggal 20 Januari 2014, penyampaian dan/atau pembetulan tersebut
dilakukan dengan menggunakan formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26
sebagaimana ditetapkan dalamPER-14/PJ/2013.
F.1. Pembayaran
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 9 dan 10 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan
ketiga atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. PMK-213/PMK.04/2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang tata cara pembayaran dan
penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor, penerimaan negara dalam rangka ekspor,
penerimaan negara atas Barang Kena Cukai, dan penerimaan negara yang berasal dari
pengenaan denda administrasi atas pengangkutan barang tertentu
C. PMK-99/PMK.06/2006 stdtd PMK-37/PMK.05/2007 (berlaku sejak 1 Januari 2007) tentang Sistem
Penerimaan Negara
o PER-148/PJ./2007 (berlaku sejak 8 Oktober 2007) tentang pelaksanaan modul penerimaan
negara
D. PMK-242/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang tata cara pembayaran dan
penyetoran pajak
E. PER-22/PJ/2008 (berlaku sejak 31 Mei 2008) tentang tata cara pembayaran dan pelaporan PPh
Pasal 25
F. PER-38/PJ/2009 (berlaku sejak 1 Juli 2009) stdd PER-24/PJ/2013 (berlaku sejak 22 April
2010) tentang bentuk formulir SPP
pada Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing.
B. Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang
disamakan dengan SSP. (Pasal 11 PMK-242/PMK.03/2014)
o Sarana administrasi lain ini dapat berupa: (Pasal 11 ayat (3) PMK-242/PMK.03/2014)
1. BPN atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik
atau dengan datang langsung ke Bank Persepsi
2. SSPCP atas pembayaran dan penyetoran PPh Pasal 22 impor, PPN impor, dan PPnBM impor
serta PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri;
3. Bukti Pbk atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui Pemindahbukuan; atau
o KLIK DISINI untuk Ketentuan lebih lanjut tentang Pemindahbukuan (Pbk)
4. bukti penerimaan pajak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
o SSP atau sarana administrasi lain tersebut dinyatakan sah, dalam hal telah divalidasi dengan
NTPN. (Pasal 11 ayat (4) PMK-242/PMK.03/2014)
o Dikecualikan dari ketentuan ini, Bukti Pbk dinyatakan sah dalam hal telah ditandatangani oleh Pejabat
yang berwenang untuk menerbitkan Bukti Pbk. (Pasal 11 ayat (5) PMK-242/PMK.03/2014)
Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan
tanggal bayar yang tertera pada BPN atau tanggal bayar berdasarkan validasi MPN pada SSP atau
sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP. (Pasal 11 ayat (6) PMK-242/PMK.03/2014)
Satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran: (kecuali untuk Wajib Pajak dengan kriteria
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (3a) Undang-Undang KUP yang dapat
membayar PPh Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak dalam satu SSP) (Pasal 12 PMK-242/PMK.03/2014)
0. 1 (satu) jenis pajak,
1. 1 (satu) Masa Pajak atau Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak, dan
2. 1 (satu) surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Tagihan
Pajak PBB,
IV. BENTUK DAN CARA PENGISIAN SSP (KODE MAP DAN KJS)
o Bentuk formulir SSP yang paling baru adalah yang berdasarkan PER-38/PJ/2009, KLIK DISINI untuk
form SSP tersebut
o Formulir SSP dibuat dalam 4 rangkap : (Pasal 2 ayat (2) PER-38/PJ/2009)
1. Lembar ke-1 : untuk arsip Wajib Pajak
2. Lembar ke-2 : untuk KPPN
3. Lembar ke-3 : untuk dilaporkan oleh WP ke KPP
4. Lembar ke-4 : untuk bank persepsi atau kantor pos & giro
o Dalam hal diperlukan, SSP dapat dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukan lembar ke-5 untuk
arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. (Pasal 2 ayat
(3) PER-38/PJ/2009)
o Cara pengisian SSP adalah harus sesuai dengan petunjuk pengisian Form SSP tersebut
1. Untuk Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran KLIK DISINI
2. Untuk NOP dan alamat NOP pada SSP, sesuai petunjuk pengisiannya, hanya diisi apabila
terdapat transaksi yang terkait dengan tanah dan/atau bangunan yaitu transaksi pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan dan PPN atas kegiatan membangun sendiri.
VII. JANGKA WAKTU PEMBAYARAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK SERTA SANKSI
KETERLAMBATANNYA
o KLIK DISINI
VIII. JANGKA WAKTU PELUNASAN STP, SKPKB, SKPKBT, DAN SURAT KETETAPAN ATAU
KEPUTUSAN LAINNYA
o KLIK DISINI
I. DASAR HUKUM
o PER-38/PJ/2009 (berlaku sejak 1 Juli 2009) stdd PER-24/PJ/2013 (berlaku sejak 22 April
2010) tentang bentuk formulir SPP
Untuk Kode Akun Pajak (MAP) dan Kode Jenis Setoran untuk Pembayaran Pajak dan pengisian SSP bisa dilihat
diLampiran resume ini.
1. PER-38/PJ/2009
2. PER-23/PJ/2010 dan SE-54/PJ/2010
3. PER-24/PJ/2013
Keterangan :
1. Yang berwarna ……….. adalah perubahan yang terdapat dalam PER-23/PJ/2010 dan SE-
54/PJ/2010
2. Yang berwarna ……….. adalah penambahan Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran yang
terdapat dalam PER-24/PJ/2013
SETO
RAN
100 Masa PPh Pasal 21 untuk pembayaran pajak yang masih harus disetor yang
tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 21 termasuk SPT
pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPh Pasal untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
21 ketetapan pajak PPh Pasal 21.
200 Tahunan PPh Pasal 21 untuk pembayaran pajak yang masih harus disetor yang
tercantum dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21.
300 STP PPh Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP) PPh
Pasal 21.
310 SKPKB PPh Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 21.
311 SKPKB PPh Final Pasal 21 Pembayaran untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Sekaligus Atas Jaminan Hari Tua, Uang yang tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 21
Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon pembayaran sekaligus atas Jaminan Hari Tua, Uang
Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon.
320 SKPKBT PPh Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 21.
321 SKPKBT PPh Final Pasal 21 Pembayaran untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Sekaligus Atas Jaminan Hari Tua, Uang yang tercantum dalam SKPKBT PPh Final Pasal 21
Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon pembayaran sekaligus atas Jaminan Hari Tua, Uang
Tebusan Pensiun dan Uang Pesangon.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
401 PPh Final Pasal 21 Pembayaran Sekaligus untuk pembayaran PPh Final Pasal 21 pembayaran
Atas Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan sekaligus atas Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan
Pensiun, dan Uang Pesangon Pensiun, dan Uang Pesangon.
402 PPh Final Pasal 21 atas honorarium atau untuk pembayaran PPh Final Pasal 21 atas honorarium
imbalan lain yang diterima Pejabat Negara, atau imbalan lain yang diterima Pejabat Negara, PNS,
PNS, anggota TNI/POLRI dan para anggota TNI/POLRI dan para pensiunnya.
pensiunnya
500 PPh Pasal 21 atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
ketidakbenaran disetor yang tercantum dalam SPT PPh Pasal 21 atas
pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.
501 PPh Pasal 21 atas penghentian penyidikan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
tindak pidana disetor yang tercantum dalam SPT PPh Pasal 21 atas
penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang
KUP.
510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
ketidakbenaran pengisian SPT PPh Pasal pengisian SPT PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud
21 dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.
511 Sanksi denda administrasi berupa denda untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda,
atas penghentian penyidikan tindak pidana atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
di bidang perpajakan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B
ayat (2) Undang-Undang KUP.
JENIS
SETO
RAN
100 Masa PPh Pasal 22 untuk pembayaran pajak yang harus disetor yang
tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 22 termasuk SPT
pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPh Pasal untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
22 ketetapan pajak PPh Pasal 22.
300 STP PPh Pasal 22 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPh Pasal 22.
310 SKPKB PPh Pasal 22 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 22.
311 SKPKB PPh Final Pasal 22 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 22.
320 SKPKBT PPh Pasal 22 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 22.
321 SKPKBT PPh Final Pasal 22 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Final Pasal 22.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
401 PPh Final Pasal 22 atas Penebusan Migas untuk pembayaran PPh Final Pasal 22 atas Penebusan
Migas.
403 PPh Final Pasal 22 atas Penjualan Barang untuk pembayaran PPh Final Pasal 22 atas Penjualan
yang Tergolong Sangat Mewah Barang yang Tergolong Sangat Mewah
500 PPh Pasal 22 atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
ketidakbenaran disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 22
atas pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5)
Undang-Undang KUP.
501 PPh Pasal 22 atas penghentian penyidikan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
tindak pidana disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 22
atas penghentian penyidikan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2)
Undang-Undang KUP.
510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
ketidakbenaran pengisian SPT Masa PPh pengisian SPT Masa PPh Pasal 22 sebagaimana
Pasal 22 dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5)
Undang-Undang KUP.
511 Sanksi denda administrasi berupa denda untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda,
atas penghentian penyidikan tindak pidana atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
di bidang perpajakan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B
ayat (2) Undang-Undang KUP.
900 Pemungut PPh Pasal 22 untuk pembayaran PPh Pasal 22 yang dipungut oleh
Pemungut.
JENIS
SETO
RAN
100 Masa PPh Pasal 22 Impor untuk pembayaran pajak yang harus disetor yang
tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 22 atas transaksi
impor termasuk SPT pembetulan sebelum dilakukan
pemeriksaan.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPh Pasal untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
22 Impor ketetapan pajak PPh Pasal 22 Impor.
300 STP PPh Pasal 22 Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPh Pasal 22 atas transaksi
impor.
310 SKPKB PPh Pasal 22 Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 22 atas
transaksi impor.
320 SKPKBT PPh Pasal 22 Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 22 atas
transaksi impor.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
500 PPh Pasal 22 Impor atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
ketidakbenaran disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 22
atas pengungkapan ketidakbenaran atas transaksi
Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3),
atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP.
501 PPh Pasal 22 Impor atas penghentian untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
penyidikan tindak pidana disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 22
atas penghentian penyidikan tindak pidana atas
transaksi Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44B ayat (2) Undang-Undang KUP.
510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
ketidakbenaran pengisian SPT Masa PPh pengisian SPT Masa PPh atas pengungkapan
Pasal 22 Impor ketidakbenaran pengisian SPT Masa PPh Pasal 22
Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3)
atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP.
511 Sanksi denda administrasi berupa denda untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda,
atas penghentian penyidikan tindak pidana atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
di bidang perpajakan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B
ayat (2) Undang-Undang KUP.
JENIS
SETO
RAN
100 Masa PPh Pasal 23 untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor
(selain PPh Pasal 23 atas dividen, bunga, royalti, dan
jasa) yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 23
termasuk SPT pembetulan sebelum dilakukan
pemeriksaan.
101 PPh Pasal 23 atas Dividen untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor atas
dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Badan
dalam negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh
Pasal 23.
102 PPh Pasal 23 atas Bunga untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor atas
bunga (termasuk premium, diskonto dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang) yang dibayarkan kepada
Wajib Pajak dalam negeri yang tercantum dalam SPT
Masa PPh Pasal 23.
103 PPh Pasal 23 atas Royalti untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor atas
royalti yang dibayarkan kepada Wajib Pajak dalam
negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 23.
104 PPh Pasal 23 atas Jasa untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor atas
jasa yang dibayarkan kepada Wajib Pajak dalam negeri
yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 23.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPh Pasal untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
23 ketetapan pajak PPh Pasal 23.
300 STP PPh Pasal 23 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPh Pasal 23 (selain STP
PPh Pasal 23 atas dividen, bunga, royalti, dan jasa).
301 STP PPh Pasal 23 atas Dividen, Bunga, untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Royalti, dan Jasa yang tercantum dalam STP PPh Pasal 23 atas dividen,
bunga, royalti, dan jasa.
310 SKPKB PPh Pasal 23 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 23 (selain
SKPKB PPh pasal 23 atas dividen, bunga, royalti dan
jasa).
311 SKPKB PPh Pasal 23 atas Dividen, Bunga, untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Royalti, dan Jasa yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 23 atas
dividen, bunga, royalti, dan jasa.
312 SKPKB PPh Final Pasal 23 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 23.
320 SKPKBT PPh Pasal 23 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 23 (selain
SKPKBT PPh Pasal 23 atas dividen, bunga, royalti, dan
jasa).
321 SKPKBT PPh Pasal 23 atas Dividen, untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Bunga, Royalti, dan Jasa yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 23 atas
dividen, bunga, royalti, dan jasa.
322 SKPKBT PPh Final Pasal 23 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Final Pasal 23.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
401 PPh Final Pasal 23 atas Bunga Simpanan untuk pembayaran PPh Final Pasal 23 atas bunga
Anggota Koperasi simpanan anggota koperasi.
500 PPh Pasal 23 atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
ketidakbenaran disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 23
atas pengungkapan ketidakbenaran (termasuk PPh
Pasal 23 atas dividen, bunga, royalti, dan jasa)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), atau
Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP.
501 PPh Pasal 23 atas penghentian penyidikan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
tindak pidana disetor yang tercantum dalam SPT PPh Pasal 23 atas
penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang
KUP.
510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
ketidakbenaran pengisian SPT Masa PPh pengisian SPT Masa PPh Pasal 23 sebagaimana
Pasal 23 dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 8 ayat
(5)Undang-Undang KUP.
511 Sanksi denda administrasi berupa denda untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda,
atas penghentian penyidikan tindak pidana atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
di bidang perpajakan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B
ayat (2) Undang-Undang KUP.
JENIS
SETO
RAN
100 Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi untuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi
yang terutang.
101 Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi untuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi
Pengusaha Tertentu Pengusaha Tertentu yang terutang.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPh Orang untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
Pribadi ketetapan pajak PPh Orang Pribadi.
200 Tahunan PPh Orang Pribadi untuk pembayaran pajak yang masih harus dibayar yang
tercantum dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi
termasuk SPT pembetulan sebelum dilakukan
pemeriksaan.
300 STP PPh Orang Pribadi untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPh Orang Pribadi.
310 SKPKB PPh Orang Pribadi untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Orang Pribadi.
320 SKPKBT PPh Orang Pribadi untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Orang Pribadi.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
500 PPh Orang Pribadi atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
ketidakbenaran disetor yang tercantum dalam SPT PPh Orang Pribadi
atas pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5)
Undang-Undang KUP.
501 PPh Orang Pribadi atas penghentian untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
penyidikan tindak pidana disetor yang tercantum dalam SPT PPh Orang Pribadi
atas penghentian penyidikan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2)
Undang-Undang KUP.
510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
ketidakbenaran pengisian SPT PPh Orang pengisian SPT PPh Orang Pribadi sebagaimana
Pribadi dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 8 ayat (5)
Undang-Undang KUP.
511
JENIS
SETO
RAN
100 Masa PPh Pasal 25 Badan untuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Badan yang
terutang.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPh Badan untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
ketetapan pajak PPh Badan.
200 Tahunan PPh Badan untuk pembayaran pajak yang masih harus dibayar yang
tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan termasuk
SPT pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan.
300 STP PPh Badan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPh Badan.
310 SKPKB PPh Badan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Badan.
320 SKPKBT PPh Badan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Badan.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
500 PPh Badan atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
ketidakbenaran disetor yang tercantum dalam SPT PPh Badan atas
pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.
501 PPh Badan atas penghentian penyidikan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
tindak pidana disetor yang tercantum dalam SPT PPh Badan atas
penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang
KUP.
510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
ketidakbenaran pengisian SPT PPh Badan pengisian SPT PPh Badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.
511 Sanksi denda administrasi berupa denda untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda,
atas penghentian penyidikan tindak pidana atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
di bidang perpajakan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B
ayat (2) Undang-Undang KUP.
JENIS
SETO
RAN
100 Masa PPh Pasal 26 untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor
(selain PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa
dan laba setelah pajak BUT) yang tercantum dalam SPT
Masa PPh Pasal 26
101 PPh Pasal 26 atas Dividen untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor atas
dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri
yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 26.
102 PPh Pasal 26 atas Bunga untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor atas
bunga (termasuk premium, diskonto, premi swap dan
imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
utang) yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri
yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 26.
103 PPh Pasal 26 atas Royalti untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor atas
royalti yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri
yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 26.
104 PPh Pasal 26 atas Jasa untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor atas
jasa yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri
yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 26.
105 PPh Pasal 26 atas Laba setelah Pajak BUT untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus dibayar
atas laba setelah pajak BUT yang tercantum dalam SPT
Tahunan PPh BUT.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPh Pasal untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
26 ketetapan pajak PPh Pasal 26.
300 STP PPh Pasal 26 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPh Pasal 26 (selain STP
PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa dan laba
setelah pajak BUT).
301 STP PPh Pasal 26 atas Dividen, Bunga, untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Royalti, Jasa, dan Laba Setelah Pajak BUT yang tercantum dalam STP PPh Pasal 26 atas dividen,
bunga, royalti, jasa, dan laba setelah pajak BUT.
310 SKPKB PPh Pasal 26 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 26 (selain
SKPKB PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa
dan laba setelah pajak BUT).
311 SKPKB PPh Pasal 26 atas Dividen, Bunga, untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Royalti, Jasa, dan Laba Setelah Pajak BUT yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 26 atas
dividen, bunga, royalti, jasa, dan laba setelah pajak BUT.
320 SKPKBT PPh Pasal 26 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 26 (selain
SKPKBT PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa
dan laba setelah pajak BUT).
321 SKPKBT PPh Pasal 26 atas Dividen, untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Bunga, Royalti, Jasa, dan Laba Setelah yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 26 atas
Pajak BUT dividen, bunga, royalti, jasa, dan laba setelah pajak BUT.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
500 PPh Pasal 26 atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
ketidakbenaran disetor yang tercantum dalam SPT PPh Pasal 26 atas
pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.
501 PPh Pasal 26 atas penghentian penyidikan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
tindak pidana disetor yang tercantum dalam SPT PPh Pasal 26 atas
penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang
KUP.
510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
ketidakbenaran pengisian SPT PPh Pasal pengisian SPT PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud
26 dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.
511 Sanksi denda administrasi berupa denda untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda,
atas penghentian penyidikan tindak pidana atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
di bidang perpajakan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B
ayat (2) Undang-Undang KUP.
JENIS
SETO
RAN
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPh Final untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
ketetapan pajak PPh Final.
300 STP PPh Final untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar/disetor yang tercantum dalam STP PPh Final.
310 SKPKB PPh Final Pasal 4 ayat (2) untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 4 ayat
(2).
311 SKPKB PPh Final Pasal 15 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 15.
312 SKPKB PPh Final Pasal 19 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 19.
320 SKPKBT PPh Final Pasal 4 ayat (2) untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Final Pasal 4 ayat
(2).
321 SKPKBT PPh Final Pasal 15 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Final Pasal 15.
322 SKPKBT PPh Final Pasal 19 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Final Pasal 19.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
401 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas
Diskonto/Bunga Obligasi dan Surat Utang diskonto/bunga obligasi dan Surat Utang Negara
Negara
402 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Pengalihan untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
403 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas
Tanah dan/atau Bangunan Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.
404 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Bunga untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas
Deposito / Tabungan, Jasa Giro dan bunga deposito/tabungan, jasa giro dan diskonto SBI.
Diskonto SBI
405 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Hadiah untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas
Undian hadiah undian.
406 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Transaksi untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas
Saham, Obligasi dan sekuritas lainnya di transaksi saham, obligasi dan sekuritas lainnya, dan di
Bursa. Bursa.
407 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penjualan untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas
Saham Pendiri penjualan Saham Pendiri.
408 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penjualan untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas
Saham Milik Perusahaan Modal Ventura penjualan saham milik Perusahaan Modal Ventura.
409 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Jasa untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas jasa
Konstruksi konstruksi.
410 PPh Final Pasal 15 atas Jasa Pelayaran untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas jasa
Dalam Negeri pelayaran dalam negeri.
411 PPh Final Pasal 15 atas Jasa Pelayaran untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas jasa
dan/atau Penerbangan Luar Negeri pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri.
413 PPh Final Pasal 15 atas Penghasilan untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas penghasilan
Perwakilan Dagang Luar Negeri perwakilan dagang luar negeri.
414 PPh Final Pasal 15 atas Pola Bagi Hasil untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas pola bagi
hasil.
415 PPh Final Pasal 15 atas Kerjasama Bentuk untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas kerjasama
BOT bentuk BOT.
416 PPh Final Pasal 19 atas Revaluasi Aktiva untuk pembayaran PPh Final Pasal 19 atas revaluasi
Tetap aktiva tetap.
417 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Bunga untuk Pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas
Simpanan Anggota Koperasi yang Bunga Simpanan Anggota Koperasi yang Dibayarkan
Dibayarkan kepada Orang Pribadi kepada Orang Pribadi
418 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas
dari transaksi derivatif yang penghasilan yang diterima dan/atau yang diterima
diperdagangkan di bursa dan/atau diperoleh orang pribadi atau badan dari
transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa
419 PPh Final Pasal 17 ayat (2c) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 17 ayat (2c) atas
penghasilan berupa dividen dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam negeri
420 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas
penghasilan dari Usaha yang Diterima penghasilan
atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh WajibPajak ya
Peredaran Bruto Tertentu ng Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
421 PPh Final atas Uplift dan untuk pembayaran PPh Final atas penghasilan
Pengalihan Participating Interest di Bidang kontraktor di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi
usaha hulu minyak dan gas bumi berupa Upliftatau imbalan lain yang sejenis, dan
penghasilan kontraktor dari Pengalihan Participating
Interest
499 PPh Final Lainnya untuk pembayaran PPh Final lainnya
500 PPh Final atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
ketidakbenaran disetor yang tercantum dalam SPT PPh Final atas
pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.
501 PPh Final atas penghentian penyidikan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
tindak pidana disetor yang tercantum dalam SPT PPh Final atas
penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang
KUP.
510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
ketidakbenaran pengisian SPT PPh Final pengisian SPT PPh Final sebagaimana dimaksud dalam
Page 227 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
JENIS
SETO
RAN
100 PPh Non Migas Lainnya untuk pembayaran masa PPh Non Migas lainnya selain
PPh Pasal 15 atas jasa penerbangan dalam negeri.
101 PPh Pasal 15 atas Jasa Penerbangan untuk pembayaran masa PPh Pasal 15 atas jasa
Dalam Negeri penerbangan dalam negeri yang memperoleh
penghasilan berdasarkan perjanjian charter (bersifat
non-final).
300 STP PPh Non Migas Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPh Non Migas
lainnya selain PPh Pasal 15 atas jasa penerbangan
dalam negeri.
301 STP PPh Pasal 15 atas Jasa Penerbangan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Dalam Negeri yang tercantum dalam STP PPh Pasal 15 atas jasa
penerbangan dalam negeri yang memperoleh
penghasilan berdasarkan perjanjian charter (bersifat
non-final).
310 SKPKB PPh Non Migas Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Non Migas
lainnya selain PPh Pasal 15 atas jasa penerbangan
dalam negeri.
311 SKPKB PPh Pasal 15 atas Jasa untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Penerbangan Dalam Negeri yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 15 atas jasa
penerbangan dalam negeri yang memperoleh
penghasilan berdasarkan perjanjian charter (bersifat
non-final).
320 SKPKBT PPh Non Migas Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Non Migas
lainnya selain PPh Pasal 15 atas jasa penerbangan
dalam negeri.
321 SKPKBT PPh Pasal 15 atas Jasa untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Penerbangan Dalam Negeri yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 15 atas jasa
penerbangan dalam negeri yang memperoleh
penghasilan berdasarkan perjanjian charter (bersifat
non-final).
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
500 PPh Non Migas Lainnya atas untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
pengungkapan ketidakbenaran disetor yang tercantum dalam surat pemberitahuan PPh
Non Migas Lainnya atas pengungkapan ketidakbenaran
JENIS
SETO
RAN
100 Fiskal Luar Negeri untuk pembayaran Fiskal Luar Negeri.
300 STP Fiskal Luar Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP Fiskal Luar Negeri.
JENIS
SETO
RAN
100 PPh Minyak Bumi untuk pembayaran masa PPh Minyak Bumi.
300 STP PPh Minyak Bumi untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPh Minyak Bumi.
310 SKPKB PPh Minyak Bumi untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Minyak Bumi.
320 SKPKBT PPh Minyak Bumi untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Minyak Bumi.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
JENIS
SETO
RAN
100 PPh Gas Alam untuk pembayaran masa PPh Gas Alam.
300 STP PPh Gas Alam untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPh Gas Alam.
310 SKPKB PPh Gas Alam untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Gas Alam.
320 SKPKBT PPh Gas Alam untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Gas Alam.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
JENIS
SETO
RAN
100 PPh Migas Lainnya untuk pembayaran masa PPh Migas Lainnya.
300 STP PPh Migas Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPh Migas Lainnya.
310 SKPKB PPh Migas Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Migas Lainnya.
320 SKPKBT PPh Migas Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Migas Lainnya.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
JENIS
SETO
RAN
Page 230 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
100 Setoran Masa PPN Dalam Negeri untuk pembayaran pajak yang masih harus dibayar yang
tercantum dalam SPT Masa PPN Dalam Negeri.
101 Setoran PPN BKP tidak berwujud dari luar untuk pembayaran PPN terutang atas pemanfaatan BKP
Daerah Pabean tidak berwujud dari luar Daerah Pabean.
102 Setoran PPN JKP dari luar Daerah Pabean untuk pembayaran PPN terutang atas Pemanfaatan JKP
dari luar Daerah Pabean.
103 Setoran Kegiatan Mem-bangun Sendiri untuk pembayaran PPN terutang atas Kegiatan
Membangun Sendiri.
104 Setoran Penyerahan Aktiva yang menurut untuk pembayaran PPN terutang atas penyerahan
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan.
Setoran Atas Pengalihan Aktiva Dalam untuk pembayaran PPN yang terutang atas pengalihan
Rangka Restrukturisasi Perusahaan aktiva dalam rangka restrukturisasi perusahaan.
105 Penebusan Stiker Lunas PPN atas untuk pembayaran pajak untuk Penebusan Stiker
Penyerahan Produk Rekaman Suara atau Lunas PPN atas Penyerahan Produk Rekaman Suara
Gambar atau Gambar
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPN Dalam untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
Negeri ketetapan pajak PPN Dalam Negeri.
300 STP PPN Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPN Dalam Negeri.
310 SKPKB PPN Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPN Dalam Negeri.
311 SKPKB PPN Pemanfaatan BKP tidak untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
berwujud dari luar Daerah Pabean yang tercantum dalam SKPKB PPN atas pemanfaatan
BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean.
312 SKPKB PPN Pemanfaatan JKP dari luar untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Daerah Pabean yang tercantum dalam SKPKB PPN atas pemanfaatan
JKP dari luar Daerah Pabean.
313 SKPKB PPN Kegiatan Membangun Sendiri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPN atas Kegiatan
Membangun Sendiri.
314 SKPKB Pemungut PPN Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPN yang menjadi
kewajiban pemungut.
320 SKPKBT PPN Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPN Dalam Negeri.
321 SKPKBT PPN Pemanfaatan BKP tidak untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
berwujud dari luar Daerah Pabean yang tercantum dalam SKPKBT PPN atas pemanfaatan
BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean.
322 SKPKBT PPN Peman-faatan JKP dari luar untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Daerah Pabean yang tercantum dalam SKPKBT PPN atas pemanfaatan
JKP dari luar Daerah Pabean.
323 SKPKBT PPN atas Kegiatan Membangun untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Sendiri yang tercantum dalam SKPKBT PPN atas Kegiatan
Membangun Sendiri.
324 SKPKBT Pemungut PPN Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPN Dalam Negeri yang
menjadi kewajiban pemungut.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
500 PPN Dalam Negeri atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
ketidakbenaran disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPN Dalam
Negeri atas pengungkapan ketidakbenaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau
Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP.
501 PPN Dalam Negeri atas penghentian untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
penyidikan tindak pidana disetor yang tercantum dalam SPT PPh Pasal 21 atas
penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang
KUP.
510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
ketidakbenaran pengisian SPT Masa PPN pengisian SPT Masa PPN Dalam Negeri sebagaimana
Dalam Negeri dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5)
Undang-Undang KUP.
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa
atas penghentian penyidikan tindak pidana denda, atas penghentian penyidikan tindak pidana di
di bidang perpajakan bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44B ayat (2) Undang-Undang KUP.
900 Pemungut PPN Dalam Negeri untuk penyetoran PPN dalam negeri yang dipungut oleh
Pemungut.
JENIS
SETO
RAN
100 Setoran Masa PPN Impor untuk pembayaran PPN terutang pada saat impor BKP.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPN Impor untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
ketetapan pajak PPN Impor.
300 STP PPN Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPN Impor.
310 SKPKB PPN Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPN Impor.
320 SKPKBT PPN Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPN Impor.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
500 PPN Impor atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
ketidakbenaran disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPN atas
pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.
501 PPN Impor atas penghentian penyidikan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
tindak pidana disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPN atas
penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang
KUP.
510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
ketidakbenaran pengisian SPT PPN pengisian SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa
atas penghentian penyidikan tindak pidana denda, atas penghentian penyidikan tindak pidana di
di bidang perpajakan bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44B ayat (2) Undang-Undang KUP.
900 Pemungut PPN Impor untuk penyetoran PPN impor yang dipungut oleh
pemungut.
JENIS
SETO
RAN
100 Setoran Masa PPN Lainnya untuk pembayaran PPN Lainnya yang terutang.
300 STP PPN Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPN Lainnya.
310 SKPKB PPN Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPN Lainnya.
320 SKPKBT PPN Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPN Lainnya.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
500 PPN Lainnya atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
ketidakbenaran disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPN atas
pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.
501 PPN Lainnya atas penghentian penyidikan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
tindak pidana disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPN atas
penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang
KUP.
510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
ketidakbenaran pengisian SPT PPN pengisian SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa
atas penghentian penyidikan tindak pidana denda, atas penghentian penyidikan tindak pidana di
di bidang perpajakan bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44B ayat (2) Undang-Undang KUP.
JENIS
SETO
RAN
100 Setoran Masa PPnBM Dalam Negeri untuk pembayaran pajak yang masih harus dibayar yang
tercantum dalam SPT Masa PPN Dalam Negeri.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPnBM untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
Dalam Negeri ketetapan pajak PPnBM Dalam Negeri.
300 STP PPnBM Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPnBM Dalam Negeri.
310 SKPKB Masa PPnBM Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPnBM Dalam Negeri.
311 SKPKB Pemungut untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
PPnBM Dalam Negeri yang tercantum dalam SKPKB PPnBM Dalam Negeri
yang menjadi kewajiban pemungut.
320 SKPKBT Masa PPnBM Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPnBM Dalam Negeri.
321 SKPKBT Pemungut PPnBM Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPnBM Dalam Negeri
yang menjadi kewajiban pemungut.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
500 PPnBM Dalam Negeri atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
ketidakbenaran disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPN Dalam
Negeri atas pengungkapan ketidakbenaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau
Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP.
501 PPnBM Dalam Negeri atas penghentian untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
penyidikan tindak pidana disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPN Dalam
Negeri atas penghentian penyidikan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2)
Undang-Undang KUP.
510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
ketidakbenaran pengisian SPT Masa PPN pengisian SPT Masa PPN Dalam Negeri sebagaimana
Dalam Negeri dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5)
Undang-Undang KUP.
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa
atas penghentian penyidikan tindak pidana denda, atas penghentian penyidikan tindak pidana di
di bidang perpajakan bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44B ayat (2) Undang-Undang KUP.
900 Pemungut PPnBM Dalam Negeri untuk penyetoran PPnBM Dalam Negeri yang dipungut
oleh pemungut.
JENIS
SETO
RAN
100 Setoran Masa PPnBM Impor untuk pembayaran PPnBM terutang pada saat impor
BKP.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPnBM untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
Impor ketetapan pajak PPnBM Impor.
300 STP PPnBM Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPnBM Impor.
310 SKPKB PPnBM Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPnBM Impor.
320 SKPKBT PPnBM Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPnBM Impor.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
500 PPnBM Impor atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran PPnBM pada saat impor
ketidakbenaran BKP atas pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5)
Undang-Undang KUP.
501 PPnBM Impor atas penghentian penyidikan untuk kekurangan pembayaran PPnBM pada saat impor
tindak pidana BKP atas penghentian penyidikan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B
ayat (2) Undang-Undang KUP.
510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
ketidakbenaran pembayaran PPnBM pada pembayaran PPnBM pada saat impor BKP
saat impor BKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau
Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP.
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa
atas penghentian penyidikan tindak pidana denda, atas penghentian penyidikan tindak pidana di
di bidang perpajakan bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44B ayat (2) Undang-Undang KUP.
900 Pemungut PPnBM Impor untuk penyetoran PPnBM Impor yang dipungut oleh
pemungut.
JENIS
SETO
RAN
100 Setoran Masa PPnBM Lainnya untuk pembayaran PPnBM Lainnya yang terutang.
300 STP PPnBM Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPnBM Lainnya.
310 SKPKB PPnBM Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPnBM Lainnya.
320 SKPKBT PPnBM Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPnBM Lainnya.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
500 PPnBM Lainya atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran PPnBM Lainnya atas
ketidakbenaran pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.
501 PPnBM Lainnya atas penghentian untuk kekurangan pembayaran PPnBM lainnya atas
penyidikan tindak pidana penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang
KUP.
510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
ketidakbenaran pembayaran PPnBM pembayaran PPnBM Lainnya sebagaimana dimaksud
Lainnya dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa
atas penghentian penyidikan tindak pidana denda, atas penghentian penyidikan tindak pidana di
di bidang perpajakan bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44B ayat (2) Undang-Undang KUP.
JENIS
SETO
RAN
100 Bea Meterai untuk pembayaran penggunaan Bea Meterai.
199 Pembayaran Pendahuluan skp Bea Meterai untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
ketetapan pajak Bea Meterai.
2XX Pembayaran deposit atas penggunaan untuk pembayaran deposit bagi Wajib Pajak yang
Mesin Teraan Meterai Digital untuk menggunakan Mesin Teraan Meterai Digital untuk
membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas.
300 STP Bea Meterai untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP Bea Meterai.
310 SKPKB Bea Meterai untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB Bea Meterai.
320 SKPKBT Bea Meterai untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT Bea Meterai.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
500 Bea Meterai atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran penggunaan Bea
ketidakbenaran Meterai atas pengungkapan ketidakbenaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau
Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP.
501 Bea Meterai atas penghentian penyidikan untuk kekurangan pembayaran penggunaan Bea
tindak pidana Meterai atas penghentian penyidikan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2)
Undang-Undang KUP.
510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
ketidakbenaran pembayaran Bea Meterai pembayaran penggunaan Bea Meterai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5)
Undang-Undang KUP.
511 Sanksi denda administrasi berupa denda untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda,
atas penghentian penyidikan tindak pidana atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
di bidang perpajakan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B
ayat (2) Undang-Undang KUP.
512 Denda atas Pemeteraian Kemudian untuk pembayaran denda atas Pemeteraian Kemudian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9
Undang-Undang Bea Meterai.
JENIS
SETO
RAN
100 Penjualan Benda Meterai untuk pembayaran penjualan Benda Meterai.
199 Pembayaran Pendahuluan skp Benda untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
Meterai ketetapan pajak Benda Meterai.
300 STP Benda Meterai untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP Benda Meterai.
310 SKPKB Benda Meterai untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB Benda Meterai.
320 SKPKBT Benda Meterai untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT Benda Meterai.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
500 Benda Meterai atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran penjualan Benda
ketidakbenaran Meterai atas pengungkapan ketidakbenaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau
Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP.
501 Benda Meterai atas penghentian untuk kekurangan pembayaran penjualan Benda
penyidikan tindak pidana Meterai atas penghentian penyidikan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2)
Undang-Undang KUP.
510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
ketidakbenaran pembayaran Benda pembayaran penjualan Benda Meterai sebagaimana
Meterai dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5)
Undang-Undang KUP.
511 Sanksi denda administrasi berupa denda untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda,
atas penghentian penyidikan tindak pidana atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
di bidang perpajakan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B
ayat (2) Undang-Undang KUP.
JENIS
SETO
RAN
100 Pajak Penjualan Batubara untuk pembayaran Pajak Penjualan Batubara.
300 STP Pajak Penjualan Batubara untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP Pajak Penjualan Batubara.
310 SKPKB Pajak Penjualan Batubara untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB Pajak Penjualan
Batubara.
320 SKPKBT Pajak Penjualan Batubara untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT Pajak Penjualan
Batubara.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
JENIS
SETO
RAN
100 Setoran Masa Pajak Tidak Langsung untuk pembayaran Pajak Tidak Langsung Lainnya yang
Lainnya terutang.
300 STP Pajak Tidak Langsung Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP Pajak Tidak Langsung
Lainnya.
310 SKPKB Pajak Tidak Langsung Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB Pajak Tidak Langsung
Lainnya.
320 SKPKBT Pajak Tidak Langsung Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT Pajak Tidak Langsung
Lainnya.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali.
900 Pemungut Pajak Tidak Langsung Lainnya untuk penyetoran Pajak Tidak Langsung Lainnya yang
dipungut oleh pemungut.
JENIS
SETO
RAN
300 STP atas Bunga Penagihan untuk pembayaran STP Bunga Penagihan PPh.
301 STP atas Denda Penagihan untuk pembayaran STP Denda Penagihan PPh Pasal 25
ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang KUP.
JENIS
SETO
RAN
300 STP atas Bunga Penagihan PPN untuk pembayaran STP Bunga Penagihan PPN.
301 STP atas Denda Penagihan untuk pembayaran STP Denda Penagihan PPN Pasal
25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang KUP.
JENIS
SETO
RAN
300 STP atas Bunga Penagihan PPnBM untuk pembayaran STP Bunga Penagihan PPnBM.
301 STP atas Denda Penagihan untuk pembayaran STP Denda Penagihan PPnBM
Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) Undang-
Undang KUP.
JENIS
SETO
RAN
300 STP atas Bunga Penagihan PTLL untuk pembayaran STP Bunga Penagihan PTLL.
301 STP atas Denda Penagihan untuk pembayaran STP Denda Penagihan PPnBM
Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) Undang-
Undang KUP.
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 16 TAHUN 2009 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan keempat atas UU
Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. UU Nomor 36 TAHUN 2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang perubahan keempat atas UU
Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
C. UU Nomor 42 TAHUN 2009 (berlaku sejak 1 April 2010) tentang perubahan ketiga atas UU Nomor
8 TAHUN 1983 tentang PPN barang dan jasa dan PPnBM
D. PMK-242/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang tata cara pembayaran dan
penyetoran pajak
E. KEP-965/PJ.9/1991 berlaku mulai 17 Oktober 1991 tentang tata cara pelaksanaan teknis
pembayaran pajak melalui pemindahbukuan
F. KEP-522/PJ./2002 (berlaku mulai 16 Desember 2002) tentang pelaksanaan teknis tata cara
pemindahbukuan atas kekeliruan pembayaran PPh dalam mata uang dollar Amerika Serikat
G. KEP-378/PJ/2013 (berlaku sejak 29 Agustus 2013) tentang penetapan standar pelayanan pada
kantor pelayanan pajak
III. DEFINISI
A. Dalam hal terjadi kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan Pemindahbukuan kepada Direktur Jenderal Pajak.
B. Pemindahbukuan adalah suatu proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan
pada penerimaan pajak yang sesuai. (Pasal 1 angka 28 PMK-242/PMK.03/2014)
C. Pemindahbukuan meliputi pemindahbukuan karena : (Pasal 16 PMK-242/PMK.03/2014)
1. Adanya kesalahan dalam pengisian formulir SSP, SSPCP, baik menyangkut Wajib Pajak
sendiri maupun Wajib Pajak lain;
▪ Kesalahan dalam pengisian formulir SSP ini dapat berupa kesalahan dalam
pengisian NPWP dan/atau nama Wajib Pajak, NOP dan/atau letak objek pajak,
kode akun pajak dan/atau kode jenis setoran, Masa Pajak dan/atau Tahun Pajak,
nomor ketetapan, dan/atau jumlah pembayaran. (Pasal 16 ayat (3) PMK-
242/PMK.03/2014)
▪ Kesalahan dalam pengisian formulir SSPCP dapat berupa kesalahan dalam
pengisian NPWP pemilik barang di dalam Daerah Pabean, Masa Pajak dan/atau
Tahun Pajak, atau jumlah pembayaran pajak. (Pasal 16 ayat (4) PMK-
242/PMK.03/2014)
2. adanya kesalahan dalam pengisian data pembayaran pajak yang dilakukan melalui sistem
pembayaran pajak secara elektronik sebagaimana tertera dalam BPN;
▪ Kesalahan dalam pengisian data pembayaran pajak yang tertera dalam BPN ini
dapat berupa kesalahan dalam pengisian NPWP dan/atau nama Wajib Pajak,
NOP dan/atau letak objek pajak, kode akun pajak dan/atau kode jenis setoran,
Masa Pajak dan/atau Tahun Pajak, nomor ketetapan, dan/atau jumlah
pembayaran. (Pasal 16 ayat (5) PMK-242/PMK.03/2014)
3. adanya kesalahan perekaman atas SSP, SSPCP, yang dilakukan Bank Persepsi/Pos
Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing;
▪ Kesalahan perekaman oleh petugas Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa
Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing terjadi apabila data yang tertera pada
lembar asli SSP, SSPCP, berbeda dengan data pembayaran yang telah divalidasi
oleh Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata
Uang Asing. (Pasal 16 ayat (6) PMK-242/PMK.03/2014)
4. kesalahan perekaman atau pengisian Bukti Pbk oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak;
▪ Kesalahan perekaman atau pengisian Bukti Pbk oleh petugas Direktorat Jenderal
Pajak terjadi dalam hal data yang tertera dalam Bukti Pbk berbeda dengan
A. Pembayaran pajak yang tercantum dalam SSP, SSPCP, BPN atau Bukti Pbk dapat diajukan
permohonan Pemindahbukuan dalam hal pembayaran tersebut belum diperhitungkan dengan
pajak yang terutang dalam SPT, Surat Tagihan Pajak dan/atau surat ketetapan pajak, Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Tagihan Pajak PBB dan/atau Surat Ketetapan Pajak PBB,
Pemberitahuan Impor Barang (PIB), dokumen cukai, atau surat tagihan/surat penetapan. (Pasal
17 ayat (7) PMK-242/PMK.03/2014)
B. Surat permohonan Pemindahbukuan harus dilampiri dengan : (Pasal 17 ayat (8) PMK-
242/PMK.03/2014)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) yang tertera pada SSP, SPPCP, atau BPN yang
diajukan Pemindahbukuan.
5. Asli SSP, SSPCP, atau Bukti Pbk yang telah dipindahbukukan harus dibubuhi cap dan
ditandatangani oleh kepala kantor Direktorat Jenderal Pajak yang melakukan Pemindahbukuan.
I. DASAR HUKUM
A. PER-38/PJ/2009 (berlaku sejak 1 Juli 2009) tentang bentuk formulir SSP
B. PER-23/PJ/2010 (berlaku sejak 22 April 2010) tentang perubahan PER-38/PJ/2009 tentang
bentuk formulir SSP
▪ Mengubah angka 9, angka 20, dan angka 21 dalam Tabel Kode Akun Pajak dan Kode Jenis
Setoran pada Lampiran II PER-38/PJ/2009
C. PER-24/PJ/2013 (berlaku sejak 2 Juli 2013) tentang perubahan kedua PER-38/PJ/2009 tentang
bentuk formulir SSP
▪ Menambah Kode Jenis Setoran pada Angka 8 Kode Akun Pajak 411128 Untuk Jenis Pajak
PPh Final dan menambah Kode Jenis Setoran pada Angka 14 Kode Akun Pajak 411211
Untuk Jenis Pajak PPN Dalam Negeri
D. PER-30/PJ/2015 (berlaku sejak 5 Agustus 2015) tentang perubahan ketiga PER-38/PJ/2009
tentang bentuk formulir SSP
▪ PER ini mengubah lampiran I PER-38/PJ/2009 yang berisi tentang petunjuk pengisian SSP
▪ Mengubah Jenis Setoran 403 pada Kode Akun Pajak 411122
▪ Menambahkan Jenis Setoran 404 pada Kode Akun Pajak 411122
▪ Menambahkan Akun Pajak dan Jenis Setoran Pajak Bumi dan Bangunan
1. Yang berwarna …...adalah perubahan yang terdapat dalam PER-23/PJ/2010 dan SE-54/PJ/2010
2. Yang berwarna........adalah penambahan Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran yang terdapat pada
PER-24/PJ/2013
3. Yang berwarna …...adalah penambahan Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran yang terdapat pada
PER-30/PJ/2015
SETORAN
100 Masa PPh Pasal 21 untuk pembayaran pajak yang masih harus disetor yang
tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 21 termasuk SPT
pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan.
199 Pembayaran Pendahuluan untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat ketetapan
skp PPh Pasal 21 pajak PPh Pasal 21.
200 Tahunan PPh Pasal 21 untuk pembayaran pajak yang masih harus disetor yang
tercantum dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21.
300 STP PPh Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP) PPh Pasal 21.
310 SKPKB PPh Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 21.
311 SKPKB PPh Final Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
Pembayaran Sekaligus Atas tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 21 pembayaran
Jaminan Hari Tua, Uang sekaligus atas Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan Pensiun,
Tebusan Pensiun, dan Uang dan Uang Pesangon.
Pesangon
320 SKPKBT PPh Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 21.
321 SKPKBT PPh Final Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
Pembayaran Sekaligus Atas tercantum dalam SKPKBT PPh Final Pasal 21 pembayaran
Jaminan Hari Tua, Uang sekaligus atas Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan Pensiun dan
Tebusan Pensiun, dan Uang Uang Pesangon.
Pesangon
390 Pembayaran atas Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
Keputusan Pembetulan, tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Surat Keputusan Keberatan, Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan
Putusan Banding, atau Peninjauan Kembali.
Putusan Peninjauan
Kembali
401 PPh Final Pasal 21 untuk pembayaran PPh Final Pasal 21 pembayaran sekaligus
Pembayaran Sekaligus Atas atas Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan Pensiun, dan Uang
Jaminan Hari Tua, Uang Pesangon.
Tebusan Pensiun, dan Uang
Pesangon
402 PPh Final Pasal 21 atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 21 atas honorarium atau
honorarium atau imbalan imbalan lain yang diterima Pejabat Negara, PNS, anggota
lain yang diterima Pejabat TNI/POLRI dan para pensiunnya.
Negara, PNS, anggota
TNI/POLRI dan para
pensiunnya
500 PPh Pasal 21 atas untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
pengungkapan disetor yang tercantum dalam SPT PPh Pasal 21 atas
ketidakbenaran pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.
501 PPh Pasal 21 atas untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
penghentian penyidikan disetor yang tercantum dalam SPT PPh Pasal 21 atas
tindak pidana penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP.
510 Sanksi administrasi berupa untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda atau
denda atau kenaikan atas kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian
pengungkapan SPT PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ketidakbenaran pengisian ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP.
SPT PPh Pasal 21
511 Sanksi denda administrasi untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda, atas
berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-
tindak pidana di bidang Undang KUP.
perpajakan
Page 246 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
SETORAN
untuk pembayaran pajak yang harus disetor yang tercantum
100 Masa PPh Pasal 22 dalam SPT Masa PPh Pasal 22 termasuk SPT pembetulan
sebelum dilakukan pemeriksaan.
Pembayaran Pendahuluan untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
199
skp PPh Pasal 22 ketetapan pajak PPh Pasal 22.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
300 STP PPh Pasal 22
tercantum dalam STP PPh Pasal 22.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
310 SKPKB PPh Pasal 22
tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 22.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
311 SKPKB PPh Final Pasal 22
tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 22.
SETORAN
untuk pembayaran pajak yang harus disetor yang tercantum
100 Masa PPh Pasal 22 Impor dalam SPT Masa PPh Pasal 22 atas transaksi impor
termasuk SPT pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan.
Pembayaran Pendahuluan untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
199
skp PPh Pasal 22 Impor ketetapan pajak PPh Pasal 22 Impor.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
300 STP PPh Pasal 22 Impor
tercantum dalam STP PPh Pasal 22 atas transaksi impor.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
310 SKPKB PPh Pasal 22 Impor
tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 22 atas transaksi impor.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
SKPKBT PPh Pasal 22
320 tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 22 atas transaksi
Impor
impor.
Pembayaran atas Surat
Keputusan Pembetulan, untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
Surat Keputusan Keberatan, tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat
390
Putusan Banding, atau Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Putusan Peninjauan Peninjauan Kembali.
Kembali
untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
PPh Pasal 22 Impor atas disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 22 atas
500 pengungkapan pengungkapan ketidakbenaran atas transaksi Impor
ketidakbenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), atau Pasal 8
ayat (5) Undang-Undang KUP.
untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
PPh Pasal 22 Impor atas disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 22 atas
501 penghentian penyidikan penghentian penyidikan tindak pidana atas transaksi Impor
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-
Undang KUP.
Sanksi administrasi berupa untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda atau
denda atau kenaikan atas kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian
pengungkapan SPT Masa PPh atas pengungkapan ketidakbenaran
510
ketidakbenaran pengisian pengisian SPT Masa PPh Pasal 22 Impor sebagaimana
SPT Masa PPh Pasal 22 dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5)
Impor Undang-Undang KUP.
Sanksi denda administrasi
untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda, atas
berupa denda atas
penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
511 penghentian penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-
tindak pidana di bidang
Undang KUP.
perpajakan
4. Kode Akun Pajak 411124 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 23
KODE
SETORAN
SETORAN
Masa PPh Pasal 25 Orang untuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi yang
100
Pribadi terutang.
Masa PPh Pasal 25 Orang untuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi
101
Pribadi Pengusaha Tertentu Pengusaha Tertentu yang terutang.
Pembayaran Pendahuluan untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
199
skp PPh Orang Pribadi ketetapan pajak PPh Orang Pribadi.
untuk pembayaran pajak yang masih harus dibayar yang
200 Tahunan PPh Orang Pribadi tercantum dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi termasuk
SPT pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan.
SETORAN
untuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Badan yang
100 Masa PPh Pasal 25 Badan
terutang.
KODE
SETORAN
untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor (selain
PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa dan laba
100 Masa PPh Pasal 26
setelah pajak BUT) yang tercantum dalam SPT Masa PPh
Pasal 26
untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor atas
101 PPh Pasal 26 atas Dividen dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri
yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 26.
untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor atas
bunga (termasuk premium, diskonto, premi swap dan
102 PPh Pasal 26 atas Bunga imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang)
yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri yang
tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 26.
untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor atas
103 PPh Pasal 26 atas Royalti royalti yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri yang
tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 26.
Putusan Peninjauan
Kembali
SETORAN
Pembayaran Pendahuluan untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
199
skp PPh Final ketetapan pajak PPh Final.
SKPKB PPh Final Pasal 4 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
310
ayat (2) tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 4 ayat (2).
SKPKBT PPh Final Pasal 4 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
320
ayat (2) tercantum dalam SKPKBT PPh Final Pasal 4 ayat (2).
SETORAN
untuk pembayaran masa PPh Non Migas lainnya selain PPh
100 PPh Non Migas Lainnya
Pasal 15 atas jasa penerbangan dalam negeri.
untuk pembayaran masa PPh Pasal 15 atas jasa
PPh Pasal 15 atas Jasa
101 penerbangan dalam negeri yang memperoleh penghasilan
Penerbangan Dalam Negeri
berdasarkan perjanjian charter (bersifat non-final).
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
STP PPh Non Migas
300 tercantum dalam STP PPh Non Migas lainnya selain PPh
Lainnya
Pasal 15 atas jasa penerbangan dalam negeri.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
STP PPh Pasal 15 atas Jasa tercantum dalam STP PPh Pasal 15 atas jasa penerbangan
301
Penerbangan Dalam Negeri dalam negeri yang memperoleh penghasilan berdasarkan
perjanjian charter (bersifat non-final).
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
SKPKB PPh Non Migas
310 tercantum dalam SKPKB PPh Non Migas lainnya selain PPh
Lainnya
Pasal 15 atas jasa penerbangan dalam negeri.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
SKPKB PPh Pasal 15 atas
tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 15 atas jasa
311 Jasa Penerbangan Dalam
penerbangan dalam negeri yang memperoleh penghasilan
Negeri
berdasarkan perjanjian charter (bersifat non-final).
SETORAN
100 Fiskal Luar Negeri untuk pembayaran Fiskal Luar Negeri.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
300 STP Fiskal Luar Negeri
tercantum dalam STP Fiskal Luar Negeri.
11. Kode Akun Pajak 411111 Untuk Jenis Pajak PPh Minyak Bumi
KODE
SETORAN
100 PPh Minyak Bumi untuk pembayaran masa PPh Minyak Bumi.
SETORAN
100 PPh Gas Alam untuk pembayaran masa PPh Gas Alam.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
300 STP PPh Gas Alam
tercantum dalam STP PPh Gas Alam.
SETORAN
100 PPh Migas Lainnya untuk pembayaran masa PPh Migas Lainnya.
SKPKBT PPh Migas untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
320
Lainnya tercantum dalam SKPKBT PPh Migas Lainnya.
Pembayaran atas Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
Keputusan Pembetulan, tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat
390
Surat Keputusan Keberatan, Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Putusan Banding, atau Peninjauan Kembali.
Putusan Peninjauan
Kembali
14. Kode Akun Pajak 411211 Untuk Jenis Pajak PPN Dalam Negeri
KODE
SETORAN
Setoran Masa PPN Dalam untuk pembayaran pajak yang masih harus dibayar yang
100
Negeri tercantum dalam SPT Masa PPN Dalam Negeri.
Setoran PPN JKP dari luar untuk pembayaran PPN terutang atas Pemanfaatan JKP dari
102
Daerah Pabean luar Daerah Pabean.
Setoran Kegiatan Mem- untuk pembayaran PPN terutang atas Kegiatan Membangun
103
bangun Sendiri Sendiri.
SKPKB PPN Pemanfaatan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
311 BKP tidak berwujud dari luar tercantum dalam SKPKB PPN atas pemanfaatan BKP tidak
Daerah Pabean berwujud dari luar Daerah Pabean.
SKPKB PPN Pemanfaatan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
312 JKP dari luar Daerah tercantum dalam SKPKB PPN atas pemanfaatan JKP dari
Pabean luar Daerah Pabean.
SKPKBT PPN Pemanfaatan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
321 BKP tidak berwujud dari luar tercantum dalam SKPKBT PPN atas pemanfaatan BKP tidak
Daerah Pabean berwujud dari luar Daerah Pabean.
SKPKBT PPN Peman- untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
322 faatan JKP dari luar Daerah tercantum dalam SKPKBT PPN atas pemanfaatan JKP dari
Pabean luar Daerah Pabean.
SETORAN
100 Setoran Masa PPN Impor untuk pembayaran PPN terutang pada saat impor BKP.
SETORAN
100 Setoran Masa PPN Lainnya untuk pembayaran PPN Lainnya yang terutang.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
300 STP PPN Lainnya
tercantum dalam STP PPN Lainnya.
310 SKPKB PPN Lainnya
Page 260 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
SETORAN
Setoran Masa PPnBM untuk pembayaran pajak yang masih harus dibayar yang
100
Dalam Negeri tercantum dalam SPT Masa PPN Dalam Negeri.
SKPKB Masa PPnBM untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
310
Dalam Negeri tercantum dalam SKPKB PPnBM Dalam Negeri.
SKPKB Pemungut untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
311 tercantum dalam SKPKB PPnBM Dalam Negeri yang
PPnBM Dalam Negeri menjadi kewajiban pemungut.
320
Page 261 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
SKPKBT Masa PPnBM untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
Dalam Negeri tercantum dalam SKPKBT PPnBM Dalam Negeri.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
SKPKBT Pemungut PPnBM
321 tercantum dalam SKPKBT PPnBM Dalam Negeri yang
Dalam Negeri
menjadi kewajiban pemungut.
Pembayaran atas Surat
Keputusan Pembetulan, untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
Surat Keputusan Keberatan, tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat
390
Putusan Banding, atau Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Putusan Peninjauan Peninjauan Kembali.
Kembali
untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
PPnBM Dalam Negeri atas disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPN Dalam Negeri
500 pengungkapan atas pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud
ketidakbenaran dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.
untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
PPnBM Dalam Negeri atas
disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPN Dalam Negeri
501 penghentian penyidikan
atas penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana
tindak pidana
dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP.
Sanksi administrasi berupa
untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda atau
denda atau kenaikan atas
kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian
pengungkapan
510 SPT Masa PPN Dalam Negeri sebagaimana dimaksud
ketidakbenaran pengisian
dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-
SPT Masa PPN Dalam
Undang KUP.
Negeri
Sanksi denda administrasi
atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda,
berupa denda atas
atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
511 penghentian penyidikan
perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat
tindak pidana di bidang
(2) Undang-Undang KUP.
perpajakan
Pemungut PPnBM Dalam untuk penyetoran PPnBM Dalam Negeri yang dipungut oleh
900
Negeri pemungut.
18. Kode Akun Pajak 411222 Untuk Jenis Pajak PPnBM Impor
KODE
SETORAN
100 Setoran Masa PPnBM Impor untuk pembayaran PPnBM terutang pada saat impor BKP.
SETORAN
Setoran Masa PPnBM
100 untuk pembayaran PPnBM Lainnya yang terutang.
Lainnya
SETORAN
100 Bea Meterai untuk pembayaran penggunaan Bea Meterai.
SETORAN
100 Penjualan Benda Meterai untuk pembayaran penjualan Benda Meterai.
SETORAN
100 Pajak Penjualan Batubara untuk pembayaran Pajak Penjualan Batubara.
STP Pajak Penjualan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
300
Batubara tercantum dalam STP Pajak Penjualan Batubara.
SKPKB Pajak Penjualan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
310
Batubara tercantum dalam SKPKB Pajak Penjualan Batubara.
SKPKBT Pajak Penjualan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
320
Batubara tercantum dalam SKPKBT Pajak Penjualan Batubara.
SETORAN
Setoran Masa Pajak Tidak untuk pembayaran Pajak Tidak Langsung Lainnya yang
100
Langsung Lainnya terutang.
STP Pajak Tidak Langsung untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
300
Lainnya tercantum dalam STP Pajak Tidak Langsung Lainnya.
SKPKB Pajak Tidak untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
310
Langsung Lainnya tercantum dalam SKPKB Pajak Tidak Langsung Lainnya.
SKPKBT Pajak Tidak untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
320
Langsung Lainnya tercantum dalam SKPKBT Pajak Tidak Langsung Lainnya.
390
Pemungut Pajak Tidak untuk penyetoran Pajak Tidak Langsung Lainnya yang
900
Langsung Lainnya dipungut oleh pemungut.
SETORAN
300 STP atas Bunga Penagihan untuk pembayaran STP Bunga Penagihan PPh.
SETORAN
STP atas Bunga Penagihan
300 untuk pembayaran STP Bunga Penagihan PPN.
PPN
SETORAN
STP atas Bunga Penagihan
300 untuk pembayaran STP Bunga Penagihan PPnBM.
PPnBM
28. Kode Akun Pajak 411313 untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan
KODE JENIS
JENIS SETORAN KETERANGAN
SETORAN
SPPT PBB Sektor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
100
Perkebunan yang tercantum dalam SPPT PBB Sektor Perkebunan
STP PBB Sektor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
300
Perkebunan yang tercantum dalam STP PBB Sektor Perkebunan
SKP PBB Sektor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
310
Perkebunan yang tercantum dalam SKP PBB Sektor Perkebunan
Pembayaran atas Surat
Keputusan Pembetulan, untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Surat Keputusan yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
390
Keberatan, Putusan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Banding, atau Putusan Putusan Peninjauan Kembali
Peninjauan Kembali
29. Kode Akun Pajak 411314 untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perhutanan
KODE
SETORAN
SPPT PBB Sektor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
100
Perhutanan yang tercantum dalam SPPT PBB Sektor Perhutanan
STP PBB Sektor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
300
Perhutanan yang tercantum dalam STP PBB Sektor Perhutanan
SKP PBB Sektor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
310
Perhutanan yang tercantum dalam SKP PBB Sektor Perhutanan
Pembayaran atas Surat
Keputusan Pembetulan, untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Surat Keputusan yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
390
Keberatan, Putusan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Banding, atau Putusan Putusan Peninjauan Kembali
Peninjauan Kembali
30. Kode Akun Pajak 411315 untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk
Pertambangan Mineral dan Batubara
KODE
SETORAN
Page 268 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
SETORAN
SPPT PBB Sektor
Pertambangan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
100 untuk Pertambangan tercantum dalam SPPT PBB Sektor Pertambangan untuk
Minyak Bumi dan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi
Gas Bumi
STP PBB Sektor
Pertambangan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
300 untuk Pertambangan tercantum dalam STP PBB Sektor Pertambangan untuk
Minyak Bumi dan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi
Gas Bumi
SKP PBB Sektor
Pertambangan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
310 untuk Pertambangan tercantum dalam SKP PBB Sektor Pertambangan untuk
Minyak Bumi dan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi
Gas Bumi
Pembayaran atas
Surat Keputusan
Pembetulan, Surat
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
Keputusan
390 tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan
Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali
Banding, atau
Putusan Peninjauan
Kembali
32. Kode Akun Pajak 411317 untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan
untuk Pertambangan Panas Bumi
KODE
SETORAN
SPPT PBB Sektor
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
Pertambangan untuk
100 tercantum dalam SPPT PBB Sektor Pertambangan untuk
Pertambangan Panas
Pertambangan Panas Bumi
Bumi
STP PBB Sektor
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
Pertambangan untuk
300 tercantum dalam STP PBB Sektor Pertambangan untuk
Pertambangan Panas
Pertambangan Panas Bumi
Bumi
SKP PBB Sektor
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
Pertambangan untuk
310 tercantum dalam SKP PBB Sektor Pertambangan untuk
Pertambangan Panas
Pertambangan Panas Bumi
Bumi
Pembayaran atas
Surat Keputusan
Pembetulan, Surat
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
Keputusan
390 tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan
Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali
Banding, atau
Putusan Peninjauan
Kembali
33. Kode Akun Pajak 411319 untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Lainnya
KODE
SETORAN
SPPT PBB Sektor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
100
Lainnya tercantum dalam SPPT PBB Sektor Lainnya
STP PBB Sektor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
300
Lainnya tercantum dalam STP PBB Sektor Lainnya
SKP PBB Sektor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
310
Lainnya tercantum dalam SKP PBB Sektor Lainnya
Pembayaran atas
Surat Keputusan
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang
Pembetulan, Surat
390 tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali
Keberatan, Putusan
Banding, atau
Putusan Peninjauan
Kembali
I. DASAR HUKUM :
A. Pasal 9 ayat (4), Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008)
tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
B. PMK-242/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang tata cara pembayaran dan
penyetoran pajak
III. YANG BISA DIAJUKAN PERMOHONAN ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
o Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk mengangsur
atau menunda kekurangan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, pajak yang
terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, atau pajak yang masih harus dibayar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), yang selanjutnya disebut utang pajak, dalam
hal Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya
sehingga Wajib Pajak tidak mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya. (Pasal 20 PMK-
242/PMK.03/2014)
▪ Pasal 3 PMK-242/PMK.03/2014 : Kekurangan pembayaran pajak yang terutang
berdasarkan SPT Tahunan PPh.
▪ Pasal 5 PMK-242/PMK.03/2014 : Pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan
Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB, Surat Tagihan Pajak PBB.
▪ Pasal 6 ayat (1) PMK-242/PMK.03/2014 : Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan
Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah
VI. LAMA WAKTU ANGSURAN ATAU PENUNDAAN WAKTU YANG DIBERIKAN DJP
1. Lama Waktu Angsuran (Pasal 25 ayat (1) PMK-242/PMK.03/2014)
2. permohonan angsuran atas utang pajak berupa pajak yang paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, diterbitkannya keputusan persetujuan
Surat Ketetapan Pajak PBB, Surat Tagihan Pajak PBB pengangsuran pembayaran pajak dengan
angsuran paling banyak 1 (satu) kali dalam
1 (satu) bulan
3. permohonan pengangsuran atas kekurangan pembayaran paling lama sampai dengan bulan terakhir
pajak berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Tahun Pajak berikutnya, dengan angsuran
Penghasilan paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
bulan
• Besarnya pembayaran angsuran atas utang pajak ditetapkan dalam jumlah yang sama besar untuk
setiap angsuran. (Pasal 26 ayat (1) PMK-242/PMK.03/2014)
• Besarnya pelunasan atas penundaan utang pajak ditetapkan sejumlah utang pajak yang ditunda
pelunasannya. (Pasal 26 ayat (2) PMK-242/PMK.03/2014)
2. anksi administrasi berupa bunga yang timbul akibat angsuran atau penundaan dihitung
berdasarkan saldo utang pajak. (Pasal 26 ayat (3) PMK-242/PMK.03/2014)
3. Sanksi administrasi berupa bunga ditagih dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak pada
setiap tanggal jatuh tempo angsuran, jatuh tempo penundaan, atau pada tanggal
pembayaran. (Pasal 26 ayat (4) PMK-242/PMK.03/2014)
4. Bunga tidak dikenakan terhadap angsuran atau penundaan atas pembayaran Surat
Tagihan Pajak. (Pasal 26 ayat (5) PMK-242/PMK.03/2014)
2. masa angsuran paling lama sama dengan sisa masa angsuran yang telah
disetujui.
B. Terkait Permohonan Penundaan
1. Dalam hal terhadap utang pajak yang tercantum dalam surat ketetapan pajak untuk Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya yang telah
mendapat persetujuan untuk ditunda pembayarannya diterbitkan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali yang menerima sebagian, Wajib Pajak tetap wajib melunasi utang
pajak tersebut sesuai dengan jangka waktu penundaan. (Pasal 29 ayat (4) PMK-
242/PMK.03/2014)
2. Dalam hal terhadap utang pajak yang tercantum dalam surat ketetapan pajak untuk Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya yang telah
mendapat persetujuan untuk ditunda pembayarannya diterbitkan Surat Keputusan
Pembetulan atau Putusan Peninjauan Kembali yang menerima sebagian, Wajib pajak
tetap wajib melunasi utang pajak tersebut sesuai dengan jangka waktu penundaan. (Pasal
29 ayat (5) PMK-242/PMK.03/2014)
3. Dalam hal terhadap utang pajak PBB yang telah mendapat persetujuan untuk ditunda
pembayarannya diterbitkan suatu keputusan atau putusan yang menyebabkan utang
pajak PBB menjadi lebih besar atau lebih kecil, Wajib Pajak tetap wajib melunasi utang
pajak PBB tersebut sesuai dengan jangka waktu penundaan. (Pasal 29 ayat (6) PMK-
242/PMK.03/2014)
F.4. Jangka Waktu Pembayaran Pajak dan Jangka Waktu Pelunasan STP, SKPKB, SKPKBT,
dll
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 9 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 48 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan hak
dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. PMK-242/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang tata cara pembayaran dan
penyetoran pajak
D. PMK-243/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang tata SPT
a. Batas waktu penyampaian SPT nya adalah paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun
Pajak (pasal 3 ayat (3) UU KUP No. 28 TAHUN 2007)
o Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. (pasal 1 angka 8
UU KUP No. 28 TAHUN 2007)
b. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh harus
dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan. (pasal 9 ayat (2) UU KUP No. 28 TAHUN
2007)
3. Untuk SPT Masa
a. Batas waktu penyampaian SPT nya adalah paling lama 20 hari setelah akhir Tahun
Pajak (Pasal 3 ayat (3) dan pasal 7 UU No 28 TAHUN 2007). (ketentuan lebih lanjut diatur
dalam PMK-242/PMK.03/2014)
b. Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak
yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling
lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak. (Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 28 TAHUN 2007). (ketentuan lebih lanjut diatur
dalam PMK-242/PMK.03/2014)
c. Ketentuan terkait tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporan
pajak untuk SPT Masa diatur dalam PMK-242/PMK.03/2014, yaitu :
i. Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan
dengan hari libur, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan paling
lambat pada hari kerja berikutnya. (Pasal 9 ayat (1) PMK-242/PMK.03/2014)
ii. Dalam hal batas akhir pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan
Pasal 11 bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan paling lambat
pada hari kerja berikutnya. (Pasal 12 ayat (1) PMK-243/PMK.03/2014)
iii. Hari libur yaitu hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan
untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara
nasional. (Pasal 12 ayat (2) PMK-243/PMK.03/2014)
iv. Batas waktu pembayaran, penyetoran, atau pelaporan pajak untuk SPT masa
adalah :
1. PPh pasal 4(2) setor sendiri Tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya paling lama 20 (dua puluh)
setelah Masa Pajak berakhir hari setelah Masa Pajak
berakhir
2. PPh pasal 4(2) pemotongan tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya paling lama 20 (dua puluh)
setelah Masa Pajak berakhir hari setelah Masa Pajak
berakhir
3. PPh Pasal 4 ayat (2) atas sebelum akta, keputusan, perjanjian, paling lama 20 (dua puluh)
penghasilan dari pengalihan hak kesepakatan atau risalah lelang atas hari setelah Masa Pajak
atas tanah dan/atau bangunan pengalihan hak atas tanah dan/atau berakhir
yang dipotong/dipungut atau yang bangunan ditandatangani oleh pejabat
harus dibayar sendiri oleh Wajib yang berwenang.
Pajak
4. PPh pasal 15 setor sendiri Tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya paling lama 20 (dua puluh)
setelah Masa Pajak berakhir hari setelah Masa Pajak
berakhir
5. PPh pasal 15 pemotongan tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya paling lama 20 (dua puluh)
setelah Masa Pajak berakhir hari setelah Masa Pajak
berakhir
6. PPh Pasal 21/26 tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya paling lama 20 (dua puluh)
setelah Masa Pajak berakhir hari setelah Masa Pajak
berakhir
Ketentuan mengenai
kewajiban untuk
melaporkan PPh Pasal
21/26 yang dipotong tetap
berlaku dalam hal jumlah
PPh Pasal 21/26 yang
dipotong pada bulan yang
bersangkutan nihil.(Pasal
10 ayat (2) PMK-
243/PMK.03/2014)
7. PPh pasal 23/26 tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya paling lama 20 (dua puluh)
setelah Masa Pajak berakhir hari setelah Masa Pajak
berakhir
8. PPh pasal 25 Tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya paling lama 20 (dua puluh)
setelah Masa Pajak berakhir hari setelah Masa Pajak
berakhir
9. PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan harus dilunasi bersamaan dengan saat
PPnBM atas impor pembayaran Bea Masuk dan dalam hal
Bea Masuk ditunda atau dibebaskan,
PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan
PPnBM atas impor harus dilunasi pada
saat penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean impor.
10. PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan hari kerja terakhir minggu
PPnBM atas impor yang dipungut pemungutan pajak. berikutnya
oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai
11. PPh Pasal 22 yang disetor pada hari yang sama dengan
pemungutannya dilakukan oleh pelaksanaan pembayaran kepada PKP
kuasa pengguna anggaran atau rekanan pemerintah melalui Kantor
pejabat penanda tangan Surat Pelayanan Perbendaharaan Negara.
Perintah Membayar sebagai
Pemungut PPh Pasal 22
12. PPh Pasal 22 yang dipungut oleh paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal paling lama 14 (empat
Bendahara Pengeluaran pelaksanaan pembayaran atas belas) hari setelah Masa
penyerahan barang yang dibiayai dari Pajak berakhir.
belanja Negara atau belanja Daerah,
dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak atas nama rekanan dan
ditandatangani oleh bendahara.
13. PPh Pasal 22 yang Tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya paling lama 20 (dua puluh)
pemungutannya dilakukan oleh setelah Masa Pajak berakhir hari setelah Masa Pajak
Wajib Pajak badan tertentu berakhir
14. PPN & PPnBM akhir bulan berikutnya setelah masa paling lama akhir bulan
pajak berakhir & sebelum SPT masa berikutnya setelah Masa
PPN disampaikan Pajak berakhir.
15. PPN atas kegiatan membangun tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya akhir bulan berikutnya
sendiri setelah Masa Pajak berakhir. setelah Masa Pajak
berakhir.
16. PPN atas pemanfaatan BKP tidak tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya paling lama akhir bulan
berwujud dan/atau JKP dari Luar setelah saat terutangnya pajak. berikutnya setelah saat
Daerah Pabean terutangnya pajak.
17. PPN & PPnBM yang dipungut paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal paling lama akhir bulan
oleh Bendahara Pengeluaran pelaksanaan pembayaran kepada PKP berikutnya setelah Masa
sebagai Pemungut PPN Rekanan Pemerintah melalui KPPN. Pajak berakhir.
18. PPN dan/ atau PPnBM harus disetor pada hari yang sama -
pemungutan oleh Pejabat dengan pelaksanaan pembayaran
Penandatanganan Surat Perintah kepada PKP Rekanan Pemerintah
Membayar sebagai Pemungut melalui KPPN
PPN
19. PPN atau PPN dan PPnBM yang tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya paling lama akhir bulan
pemungutannya dilakukan oleh setelah Masa Pajak berakhir. berikutnya setelah Masa
Pemungut PPN yang ditunjuk Pajak berakhir.
selain Bendahara Pemerintah
20. Ph 25 bagi WP dengan kriteria harus dibayar paling lama pada akhir 20 hari setelah berakhirnya
tertentu yang dapat melaporkan Masa Pajak terakhir. Masa Pajak terakhir.
beberapa Masa Pajak dalam satu
SPT Masa. (Pasal 3 ayat (3B) UU
KUP)
20 Pembayaran masa selain PPh 25 harus dibayar paling lama sesuai 20 hari setelah berakhirnya
WP kriteria tertentu yang dapat dengan batas waktu untuk masing- Masa Pajak terakhir.
melaporkan beberapa Masa Pajak masing jenis pajak.
dalam satu SPT Masa.(Pasal 3
ayat (3B) UU KUP)
VI. JANGKA WAKTU PELUNASAN STP, SKPKB, SKPKBT, DAN SURAT KEPUTUSAN ATAU
KETETAPAN LAINNYA
A. STP, SKPKB, SKPKBT, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. (Pasal 9
ayat (3) UU Nomor 28 TAHUN 2007).
1. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan dan tidak mengajukan permohonan
banding, pelunasan atas jumlah pajak yang belum dibayar dilakukan paling lama 1 (satu)
bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan. (Pasal 48 ayat (1) PP 74
TAHUN 2011)
o Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT untuk Tahun
Pajak 2008 dan sesudahnya, jangka waktu pelunasan untuk jumlah pajak yang belum
dibayar pada saat pengajuan keberatan sebesar pajak yang tidak disetujui
dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan
sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan. (Pasal 6 ayat (2)PMK-
242/PMK.03/2014)
o Dikecualikan dari ketentuan ini, untuk jumlah pajak yang tidak disetujui dalam hasil
pembahasan akhir hasil pemeriksaan baik sebagian atau seluruhnya, namun tidak
diajukan keberatan, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterbitkan SKPKB atau SKPKBT untuk Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya. (Pasal
6 ayat (3) PMK-242/PMK.03/2014)
o Dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam
jangka waktu ini, pajak yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih
dahulu menerbitkan Surat Teguran.(Pasal 48 ayat (5) PP 74 TAHUN 2011)
o Ketentuan lebih lanjut terkait jadwal waktu penagihan pajak KLIK DISINI
Page 282 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
2. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jumlah pajak
yang belum dibayar dilakukan paling lama 1 (atu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan
Banding. (Pasal 48 ayat (2) PP 74 TAHUN 2011)
o Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan
sehubungan denganSKPKB atau SKPKBT untuk Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya,
jangka waktu pelunasan tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal
penerbitan Putusan Banding. (Pasal 6 ayat (4) PMK-242/PMK.03/2014)
o Dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam
jangka waktu ini, pajak yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih
dahulu menerbitkan Surat Teguran.(Pasal 48 ayat (5) PP 74 TAHUN 2011)
o Ketentuan lebih lanjut terkait jadwal waktu penagihan pajak KLIK DISINI
3. Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, pelunasan
atas jumlah pajak yang masih harus dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak
tanggal penerbitan surat ketetapan pajak. (Pasal 48 ayat (3) PP 74 TAHUN 2011)
o Dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam
jangka waktu ini, pajak yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih
dahulu menerbitkan Surat Teguran.(Pasal 48 ayat (5) PP 74 TAHUN 2011)
o Ketentuan lebih lanjut terkait jadwal waktu penagihan pajak KLIK DISINI
B. Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu
pelunasan dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (Pasal 9 ayat (3a) UU Nomor 28 TAHUN
2007). (diatur lebih lanjut pada PMK-242/PMK.03/2014)
1. Dalam hal Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu menyetujui seluruh
jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau
Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, pelunasan atas jumlah pajak yang masih harus
dibayar dilakukan paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal penerbitan surat ketetapan
pajak. (Pasal 48 ayat (4) PP 74 TAHUN 2011)
o Dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam
jangka waktu ini, pajak yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih
dahulu menerbitkan Surat Teguran.(Pasal 48 ayat (5) PP 74 TAHUN 2011)
o Ketentuan lebih lanjut terkait jadwal waktu penagihan pajak KLIK DISINI
2. Wajib Pajak usaha kecil ini terdiri dari Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan.
a. Wajib Pajak orang pribadi usaha kecil harus memenuhi kriteria sebagai
berikut: (Pasal 7 ayat (3)PMK-242/PMK.03/2014)
i. Wajib Pajak orang pribadi; dan
ii. menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak
melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
b. Wajib Pajak badan usaha kecil harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (Pasal 7
ayat (4) PMK-242/PMK.03/2014)
c. Wajib Pajak di daerah tertentu adalah Wajib Pajak yang tempat tinggal, tempat
kedudukan, atau tempat kegiatan usahanya berlokasi di daerah tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Untuk mendapatkan perpanjangan jangka waktu pelunasan, Wajib Pajak usaha kecil atau
Wajib Pajak di daerah tertentu harus mengajukan permohonan perpanjangan jangka
waktu pelunasan kepada Direktur Jenderal Pajak, paling lama 9 (sembilan) hari kerja
sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran dengan menggunakan surat permohonan
perpanjangan jangka waktu pelunasan. (Pasal 7 ayat (5) PMK-242/PMK.03/2014)
o Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan dalam
jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan. (Pasal 7
ayat (6) PMK-242/PMK.03/2014)
o Apabila jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja tersebut telah terlampaui dan Direktur
Jenderal Pajak tidak menerbitkan suatu keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap
diterima. (Pasal 7 ayat (10) PMK-242/PMK.03/2014)
o Keputusan tersebut dapat berupa: (Pasal 7 ayat (7) PMK-242/PMK.03/2014)
a. menyetujui; atau
o Dalam hal permohonan Wajib Pajak disetujui, Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan keputusan persetujuan perpanjangan jangka waktu pelunasan
pajak.
b. menolak permohonan Wajib Pajak.
o Dalam hal permohonan Wajib Pajak ditolak, Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan keputusan penolakan perpanjangan jangka waktu pelunasan
pajak.
F.5. Penundaan pembayaran PPh pasal 29 tahun 2013 bagi WP industri tertentu
I. DASAR HUKUM
A. PMK-124/PMK.011/2013 (berlaku sejak 29 Agustus 201) tentang pengurangan besarnya PPh
pasal 25 dan penundaan pembayaran PPh pasal 29 tahun 2013 bagi wajib pajak industri tertentu
B. PER-30/PJ/2013 (berlaku sejak 11 September 2013) tentang tata cara pelaksanaan pengurangan
besarnya pajak penghasilan pasal 25 dan penundaan pembayaran pajak penghasilan pasal 29
tahun 2013 bagi wajib pajak industri tertentu
II. FASILITAS YANG DIBERIKAN DI PMK INI (Pasal 1 ayat (1) PMK-124/PMK.011/2013)
o Terhadap Wajib Pajak badan industri tertentu dapat diberikan:
1. pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Masa Pajak September 2013 sampai dengan
Masa Pajak Desember 2013; dan/atau
o Selengkapnya KLIK DISINI
2. penundaan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 untuk Tahun Pajak 2013
o Pengurangan PPh Pasal 25 dan penundaan pembayaran PPh Pasal 29 dapat diberikan kepada WP
industri tertentu berdasarkan rekomendasi dari Menteri yang menyelenggarakan
urusan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.(Pasal 1 ayat (3) PMK-124/PMK.011/2013)
III. JENIS WP INDUSTRI TERTENTU YANG DIBERIKAN FASILITAS (Pasal 1 ayat (2) PMK-
124/PMK.011/2013">124/PMK.011/2013)
o Wajib Pajak badan industri tertentu adalah Wajib Pajak badan yang melakukan kegiatan usaha pada
bidang:
1. industri tekstil;
2. industri pakaian jadi;
3. industri alas kaki;
4. industri furnitur; dan/ atau
5. industri mainan anak-anak,
VII. KETENTUAN TERKAIT PEMBERIAN PENUNDAAN PPH PASAL 29 TAHUN PAJAK 2013
BERDASARKAN PER-38/PJ/2008
1. WP yang telah mendapatkan keputusan pemberian penundaan pembayaran PPh Pasal 29 Tahun
Pajak 2013 sebagaimana dimaksud dalam PER-38/PJ/2008 tentang Tata Cara Pemberian
Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak, tetap dapat mengajukan permohonan penundaan
pembayaran PPh Pasal 29 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b PER-
30/PJ/2013. (Pasal 8 ayat (1) PER-30/PJ/2013)
2. WP yang telah mendapatkan keputusan pemberian penundaan pembayaran PPh Pasal 29 Tahun
Pajak 2013 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b PER-30/PJ/2013 tetap dapat
mengajukan permohonan penundaan pembayaran PPh Pasal 29 sebagaimana dimaksud
dalam PER-38/PJ/2008. (Pasal 8 ayat (2) PER-30/PJ/2013)
3. Dalam hal jangka waktu penundaan PPh Pasal 29 berdasarkan keputusan sebagaimana dimaksud
dalam PER-38/PJ/2008 ini berbeda, maka jangka waktu penundaan PPh Pasal 29 yang digunakan
adalah jangka waktu penundaan yang paling lama. (Pasal 8 ayat (3) PER-30/PJ/2013)
o KLIK DISINI untuk Ketentuan terkait penundaan pembayaran PPh Pasal 29 berdasarkan PER-
38/PJ/2008
F.6. Tabel Kode Ketetapan per Jenis Pajak (Kode SKP, STP) (Ketentuan Sejak 24 April
2013)
I. DASAR HUKUM
A. PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
B. PMK-145/PMK.03/2012 (berlaku setelah 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal 10 September
2012) tentang tata cara penerbitan SKP dan STP
III. Nomor Ketetapan didalam STP atau SKP biasanya terdiri dari:
15 Digit nomor ketetapan inilah yang akan diminta untuk dicantumkan di dalam SSP untuk
membayar SKP atau STP.
IV. UNTUK MELIHAT KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORANNYA KLIK DISINI PER
38/PJ/2009 stdd PER-23/PJ/2010
A. PPh Umum
3 PPh Pasal 22 Impor atas Impor/ Perolehan 122 222 322 422 522
6 PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi 105 205 305 405 505
Page 287 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
8 PPh 25/29 Badan Minyak dan Gas Bumi 116 216 316 416 516
B. PPN
3 PPN atas :
3.4 Pemanfaatan JKP Dari Luar Daerah Pabean 177 277 377 477 577
3.5 Pemungutan Pajak Oleh Pemungut Pajak 187 287 387 487 587
C. PPnBM
3 PPnBM atas :
3.2 Pemungutan Pajak Oleh Pemungut Pajak 148 248 348 448 548
D. Bunga/Denda Penagihan
E. PPh Final
1 PPh Final Pasal 4 ayat (2) 140 240 340 440 540
7 PPh Final Pasal 26(4) Minyak Bumi 146 246 346 446 546
8 PPh Final Pasal 26(4) Gas Bumi 149 249 349 449 549
15 PPN 447
16 PPnBM 438
PBB
F.7. Kode MAP SSBP untuk biaya pelaksanaan SP, SPMP, Pengumuman Lelang dan
Pembatalan lelang
DASAR HUKUM
Isi aturannya :
KPP/KPPBB mengupayakan agar semua biaya penagihan pajak termasuk biaya pelaksanaan SP, SPMP,
Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, tambahan biaya penagihan sebesar 1% dari pokok lelang atau dari
hasil penjualan sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (1a) dan Pasal 25 ayat (4) UU 19 Tahun 1997 stdtd UU
19 Tahun 2000, dan biaya-biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak dibebankan kepada Wajib Pajak
dan disetorkan ke Kas Negara menggunakan formulir Surat Setoran Bukan Pajak dengan kode MAP 423155.
I. DASAR HUKUM
o PP 135 TAHUN 2000 (berlaku sejak1 Januari 2001) tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
II. BESARNYA BIAYA PENAGIHAN PAJAK (Pasal 16 ayat (1) PP Nomor 135 TAHUN 2000)
1. Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap pemberitahuan Surat Paksa, dan
2. Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan
III. BESARNYA TAMBAHAN BIAYA PENAGIHAN PAJAK DALAM HAL BARANG YANG TELAH DISITA
DIJUAL (Pasal 16 ayat (2) PP 135 TAHUN 2000)
o secara lelang, 1% (satu persen) dari pokok lelang.
o tidak secara lelang, 1% (satu persen) dari hasil penjualan.
Biaya penagihan pajak dan tambahan biaya penagihan pajak merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
o KLIK DISINI Untuk Resume tentang Sistem Pembayaran Pajak secara Elektronik (Billing System) sejak 13
Oktober 2014
I. DASAR HUKUM
A. PMK-204/PMK.05/2011 (mulai berlaku sejak 12 Desember 2011) tentang Perubahan Atas PMK-
60/PMK.05/2011(berlaku sejak 23 Maret 2011) Tentang Pelaksanaan Uji Coba Penerapan Sistem
Pembayaran Pajak Secara Elektronik (Billing System) Dalam Sistem Modul Penerimaan Negara
o PMK-204/PMK.05/2011 mengubah ketentuan pasal 10 dari PMK-
60/PMK.05/2011, menambah satu pasal yaitu Pasal 10A, dan mengubah lampirannya
B. PER-19/PJ/2012 (berlaku sejak 28 Agustus 2012) tentang perubahan PER-47/PJ/2011 (berlaku
sejak 29 Desember 2011) tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Coba Penerapan Sistem
Pembayaran Pajak Secara Elektronik (Billing System) Dalam Sistem Modul Penerimaan Negara
o PER-19/PJ/2012 ini mengubah ketentuan Pasal 1 angka 7, Pasal 3, Pasal 8, Pasal 11
dari PER-47/PJ/2011
C. KEP-359/PJ/2013 (berlaku sejak 12 Juli 2013) tentang tentang Penunjukan Kantor Pelayanan
Pajak Dan Wajib Pajak Dalam Rangka Uji Coba Penerapan Sistem Pembayaran Pajak Secara
Elektronik (Billing System) Dalam Sistem Modul Penerimaan Negara (KEP ini mencabut KEP-
09/PJ/2013 (berlaku sejak 23 Januari 2013) )
B. Terkait jenis kewajiban perpajakan yang bisa dibayar melalui billing system
o Uji coba penerapan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) dilaksanakan terbatas
untuk pemenuhan kewajiban perpajakan PPh dan/atau PPN atas nama Wajib Pajak, tidak termasuk
pajak-pajak yang dibayar bukan atas nama dan NPWP Wajib Pajak sendiri, dan pajak-pajak dalam
rangka impor (Pasal 3 ayat (1) huruf b PER-19/PJ/2012; dan
C. Terkait tempat pembayaran dan cara pembayaran
o Uji coba penerapan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) dilaksanakan terbatas
untuk pembayaran pada Bank/Pos Persepsi tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan dalam rangka uji coba penerapan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing
system). (Pasal 3 ayat (1) huruf c PER-19/PJ/2012
o Pelaksanaan uji coba penerapan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) dalam
sistem Modul Penerimaan Negara dilaksanakan untuk sistem PT. Pos Indonesia dan PT. Bank
Mandiri (Persero) Tbk di seluruh wilayah Indonesia. (Diktum Ketiga KEP-359/PJ/2013)
o Pembayaran pajak dalam rangka uji coba penerapan sistem pembayaran pajak secara
elektronik(billing system) dapat dilakukan melalui teller (over the counter), ATM dan Internet
Banking pada Bank/Pos Persepsi. (Pasal 3 ayat (2) PER-19/PJ/2012)
VI. CARA WP UNTUK DAPAT MELAKUKAN PEMBAYARAN DENGAN BILLING SYSTEM (TAHAPAN
BILLING SYSTEM)
o Untuk melihat slide proses pendaftaran, proses pembuatan kode billing, dan proses pemayaran
o KLIK DISINI
o Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan WP adalah sebagai berikut :
F.9. Sistem Pembayaran Pajak secara Elektronik (Billing System) (Ketentuan sejak 13
Oktober 2014)
RESUME INI DAPAT DIGUNAKAN SEJAK PER-26/PJ/2014 BERLAKU YAITU SEJAK13
OKTOBER 2014
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 15, Pasal 16 ayat (3), Pasal 33 ayat (2) dan Pasal 37 ayat (5) PMK-32/PMK.05/2014 (berlaku
sejak 10 Februari 2014) tentang sistem penerimaan negara secara elektronik
B. PER-26/PJ/2014 (berlaku sejak 13 Oktober 2014) tentang sistem pembayaran pajak secara
elektronik
C. KEP-17/PJ/2016 (berlaku sejak 26 Februari 2016) tentang implementasi Transaksi Pembayaran
Pajak Secara Elektronik Melalui Mini Automated Teller Machine
D. KEP-21/PJ/2016 (berlaku sejak 26 Februari 2016) tentang Penunjukan Pt Telekomunikasi Selular
Sebagai Penyedia Layanan Pembuatan Kode Billing Dalam Sistem Pembayaran Pajak Secara
Elektronik
IV. JENIS PAJAK DAN MATA UANG YANG DIGUNAKAN DALAM PEMBAYARAN/PENYETORANNYA
DAPAT DILAKUKAN SECARA ELEKTRONIK
Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran/penyetoran pajak dengan sistem pembayaran pajak
secara elektronik.
• Pembayaran/penyetoran pajak secara elektronik meliputi seluruh jenis pajak, kecuali: (Pasal 2
ayat (2) PER-26/PJ/2014)
1. pajak dalam rangka impor yang diadministrasikan pembayarannya oleh Biller Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai; dan
2. pajak yang tata cara pembayarannya diatur secara khusus.
• Pembayaran/penyetoran pajak secara elektronik meliputi pembayaran dalam mata uang Rupiah
dan Dollar Amerika Serikat. (Pasal 2 ayat (3) PER-26/PJ/2014)
• Khusus untuk Pembayaran dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, hanya dapat
dilakukan untuk : (Pasal 2 ayat (4) PER-26/PJ/2014)
1. Pajak Penghasilan Pasal 25,
2. Pajak Penghasilan Pasal 29 dan
3. Pajak Penghasilan yang bersifat Final
yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang memperoleh izin untuk menyelenggarakan
pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat.
▪ Dalam hal Kode Billing tidak dapat dipergunakan, Wajib Pajak atau
Bank/Pos Persepsi dapat membuat kembali Kode Billing. (Pasal 9 ayat (3)
PER-26/PJ/2014)
C. Atas pembayaran/penyetoran pajak secara elektronik dilakukan melalui Bank/Pos Persepsi
dengan menggunakan Kode Billing ini, Wajib Pajak menerima BPN sebagai bukti setoran.
(Pasal 3 ayat (2) PER-26/PJ/2014)
▪ BPN diterbitkan dalam bentuk: (Pasal 3 ayat (3) PER-26/PJ/2014)
0. dokumen bukti pembayaran yang diterbitkan Bank/Pos Persepsi, untuk
pembayaran/penyetoran melalui Teller dengan Kode Billing;
1. struk bukti transaksi, untuk pembayaran melalui ATM dan EDC;
2. dokumen elektronik, untuk pembayaran/penyetoran melalui internet banking; dan
3. teraan BPN pada SSP/SSP PBB, untuk pembayaran melalui Teller Bank/Pos
Persepsi dengan menggunakan SSP/SSP PBB.
▪ BPN sekurang-kurangnya mencantumkan elemen-elemen sebagai berikut: (Pasal 3 ayat
(4) PER-26/PJ/2014)
0. NTPN;
1. NTB/NTP;
2. Kode Billing;
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
4. Nama Wajib Pajak;
5. Alamat Wajib Pajak, kecuali untuk BPN yang diterbitkan melalui ATM dan EDC;
6. Nomor Objek Pajak (NOP), dalam hal pembayaran pajak atas transaksi
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kegiatan membangun sendiri dan
Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan,
kecuali untuk BPN yang diterbitkan melalui ATM dan EDC;
7. Kode Akun Pajak;
8. Kode Jenis Setoran;
9. Masa Pajak;
10. Tahun Pajak;
11. Nomor ketetapan pajak, bila ada;
12. Tanggal bayar; dan
13. Jumlah nominal pembayaran.
▪ BPN termasuk cetakan, salinan dan fotokopinya, kedudukannya disamakan dengan SSP
dan SSP PBB dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. (Pasal 3 ayat (5) PER-26/PJ/2014)
▪ Dalam hal terdapat perbedaan antara data pembayaran yang tertera dalam BPN dengan
data pembayaran menurut sistem Penerimaan Negara secara elektronik, maka yang
dianggap sah adalah data sistem Penerimaan Negara secara elektronik. (Pasal 3 ayat
(6) PER-26/PJ/2014)
c.
Dalam hal Wajib Pajak melakukan penerbitan Kode Billing melalui Teller Bank/Pas
Persepsi menggunakan SSP, maka Teller Bank/Pos Persepsi memberikan teraan
elemen-elemen data BPN pada SSP lembar ke-1 dan ke-3, membubuhi tanda
tangan/paraf, nama pejabat Bank/Pas Persepsi dan cap Bank/Pos Persepsi.
5. Pembuatan Kode Billing melalui Internet Banking
▪ Jika menggunakan internet banking BRI, pilih tab "pembayaran" dan pilih "MPN",
Klik tombol "Buat Billing Pajak"
F.10. Sistem Pembayaran Pajak secara Elektronik (Billing System) (Ketentuan sejak 4 April
2017)
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 15, Pasal 16 ayat (3), Pasal 33 ayat (2) dan Pasal 37 ayat (5) PMK-32/PMK.05/2014 (berlaku sejak
10 Februari 2014) tentang sistem penerimaan negara secara elektronik
B. PER-05/PJ/2017 (berlaku sejak 4 April 2017) tentang sistem pembayaran pajak secara elektronik
C. KEP-17/PJ/2016 (berlaku sejak 26 Februari 2016) tentang implementasi Transaksi Pembayaran
Pajak Secara Elektronik Melalui Mini Automated Teller Machine
D. KEP-21/PJ/2016 (berlaku sejak 26 Februari 2016) tentang Penunjukan PT Telekomunikasi Selular
Sebagai Penyedia Layanan Pembuatan Kode Billing Dalam Sistem Pembayaran Pajak Secara
Elektronik
IV. JENIS PAJAK DAN MATA UANG YANG DIGUNAKAN DALAM PEMBAYARAN/PENYETORANNYA DAPAT
DILAKUKAN SECARA ELEKTRONIK
• Pembayaran/penyetoran pajak secara elektronik meliputi seluruh jenis pajak, kecuali: (Pasal 2
ayat (1) PER-05/PJ/2017)
1. pajak dalam rangka impor yang diadministrasikan pembayarannya oleh Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai; dan/atau
2. pajak yang tata cara pembayarannya diatur secara khusus.
• Pembayaran/penyetoran pajak secara elektronik meliputi pembayaran dalam mata uang Rupiah
dan Dollar Amerika Serikat. (Pasal 2 ayat (2) PER-05/PJ/2017)
• Khusus untuk Pembayaran dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, hanya dapat
dilakukan untuk : (Pasal 2 ayat (3) PER-05/PJ/2017)
a. Pajak Penghasilan Pasal 25, Pajak Penghasilan Pasal 29, Pajak Penghasilan yang bersifat Final
yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak, Pajak Penghasilan Minyak Bumi, dan Pajak
Penghasilan Gas Bumi, dari Wajib Pajak yang memperoleh izin atau telah menyampaikan
Page 304 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
dokumen bukti pembayaran yang diterbitkan Bank/Pos Persepsi, untuk pembayaran atau penyetoran melalui
teller dengan Kode Billing;
struk bukti transaksi, untuk pembayaran melalui ATM atau EDC;
dokumen elektronik, untuk pembayaran penyetoran melalui internet banking atau mobile banking; atau
teraan elemen data BPN pada SSP untuk pembayaran melalui teller Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan SSP.
▪ BPN sekurang-kurangnya mencantumkan elemen-elemen sebagai berikut:
NTPN;
NTB atau NTP;
Kode Billing;
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
nama Wajib Pajak;
alamat Wajib Pajak, kecuali untuk BPN yang diterbitkan melalui ATM dan EDC;
Nomor Objek Pajak (NOP), bila ada;
Kode Akun Pajak;
Kode Jenis Setoran;
Masa Pajak;
Tahun Pajak;
nomor ketetapan pajak, bila ada;
uraian pembayaran, bila ada;
NPWP penyetor, bila ada;
nama penyetor, bila ada;
tanggal bayar; dan
jumlah nominal pembayaran.
▪ BPN termasuk cetakan, salinan, dan fotokopinya, kedudukannya disamakan dengan SSP
dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (Pasal
3 ayat (5) PER-05/PJ/2017)
▪ Catatan: Dalam hal terdapat perbedaan antara data pembayaran yang tertera dalam BPN
dengan data pembayaran menurut sistem Penerimaan Negara secara elektronik, maka
yang dianggap sah adalah data sistem penerimaan Negara secara elektronik. (Pasal 3 ayat
(6) PER-05/PJ/2017)
diperlukan untuk mendukung pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan. (Pasal 9 PER-
05/PJ/2017)
▪ Keadaan Kahar adalah suatu kejadian yang terjadi diluar kemampuan dan kendali
manusia dan tidak dapat dihindarkan, dan tidak terbatas pada bencana alam, kebakaran,
banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan,
revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah atau epidemik, gangguan sistem, gangguan
listrik atau gangguan jaringan, sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau
tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. (Pasal 1 ayat (16) PER-05/PJ/2017)
a. Registrasi user account, nanti akan didapat user ID dan PIN yang digunakan
untuk login
b. Pembuatan Kode Billing
▪ Kode Billing inilah yang digunakan untuk melakukan pembayaran di kanal
pembayaran (Bank/Pas Persepsi), baik dengan cara mencetak Kode
Billing dan menyerahkannya kepada Teller (over the counter), atau
dengan memasukkan (input) Kode Billing ke menu internet banking, SMS
Banking, Branchless Banking (Mesin EDC agen bank). ATM, dan Mini ATM
(Mesin EDC untuk pembayaran pajak).
1. Melalui https://sse2.pajak.go.id
ubah e-mail pada link yang terdapat pada tampilan awal halaman
login.
▪ Apabila telah berhasil login, lewati proses registrasi, dan
langsung lakukan proses pembuatan Kode Billing.
▪ Apabila belum memiliki akun DJP Online, dan belum pernah terdaftar di
https://sse2.pajak.go.id, maka WP harus mengajukan permohonan
aktivasi EFIN ke KPP terlebih dahulu sesuai PER-41/PJ/2015. Selanjutnya
WP melakukan Registrasi User Account di https.//sse2.pajak.go.id agar
bisa login pada halaman depan menu https://sse2.pajak.go.id.
Pembuatan Kode Billing
▪ Setelah login berhasil, pilih menu SSE
2. Melalui https://billing-djp.intranet.pajak.ga.id
▪ ini merupakan pembuatan Kode Billing melalui Aplikasi Billing DJP yang hanya
dapat diakses melalui intranet
3. Pembuatan Kode Billing melalui SMS ID Billing
Wajib Pajak menyerahkan SSP dalam rangkap 4 (empat) yang telah diisi lengkap dan ditandatangani kepada Teller
Bank/Pos Persepsi.
Teller Bank/Pos Persepsi merekam data pembayaran/setoran pajak untuk
menerbitkan Kode Billing .
Teller Bank/Pos Persepsi mencetak bukti penerbitan Kode Billing dan menyerahkannya kepada Wajib Pajak. Wajib
Pajak memeriksa kesesuaian elemen data pada bukti penerbitan Kode Billing dengan isian SSP. Dalam hal elemen
data yang tertera pada bukti penerbitan Kode Billing telah sesuai dengan isian SSP, Wajib Pajak menandatangani
bukti penerbitan Kode Billing dan menyerahkannya kembali kepada Teller Bank/Pos Persepsi. Setelah Kode Billing
diterbitkan, maka proses selanjutnya adalah pembayaran pajak melalui Teller Bank/Pos Persepsi.
Dalam hal Wajib Pajak melakukan penerbitan Kode Billing melalui Teller Bank/Pas Persepsi menggunakan SSP,
maka Teller Bank/Pos Persepsi memberikan teraan elemen-elemen data BPN pada SSP lembar ke-1 dan ke-3,
membubuhi tanda tangan/paraf, nama pejabat Bank/Pas Persepsi dan cap Bank/Pos Persepsi.
2. Pembuatan Kode Billing melalui Internet Banking
▪ Jika menggunakan internet banking BRI, pilih tab "pembayaran" dan pilih "MPN",
Klik tombol "Buat Billing Pajak"
G. Penagihan Pajak
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 18, 19, 20, 21, 22 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang
perubahan ketiga atasUU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
B. UU Nomor 19 TAHUN 1997 stdd UU Nomor 19 TAHUN 2000 (berlaku sejak 1 Januari
2001) tentang Penagihan Pajak dengan surat paksa
C. PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan hak dan
pemenuhan kewajiban perpajakan
Yang merupakan dasar penagihan pajak adalah : Pasal 18 UU Nomor 28 TAHUN 2007
b. Dalam hal terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana tersebut pada
huruf a, Wajib Pajak membayar Rp10.000.000,00 pada tanggal 3 Desember 2008 dan
pada tanggal 5 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak, sanksi administrasi
berupa bunga dihitung sebagai berikut:
o
2. Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga
dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak
yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. . (Pasal 19 ayat
(2) UU Nomor 28 TAHUN 2007)
o Contoh pengenaan sanksi administrasi berupa bunga dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan
mengangsur atau menunda pembayaran pajak yaitu : (Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU
Nomor 28 TAHUN 2007)
a. Wajib Pajak menerima SKPKB sebesar Rp 1.120.000.00 yang diterbitkan pada tanggal
2 Januari 2009 dengan batas akhir pelunasan tanggal 1 Februari 2009. Wajib Pajak
tersebut diperbolehkan untuk mengangsur pembayaran pajak dalam jangka waktu 5
(lima) bulan dengan jumlah yang tetap sebesar Rp 224.000,00. Sanksi administrasi
berupa bunga untuk setiap angsuran dihitung sebagai berikut:
V. HAK MENDAHULUI
o Ketentuan terkait hak mendahului yaitu :
1. Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung
Pajak. (Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 28 TAHUN 2007)
o Ketentuan tentang hak mendahulu meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga,
denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak. (Pasal 21 ayat (2) UU Nomor 28 TAHUN
2007)
2. Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:
(Pasal 21 ayat (3) UU Nomor 28 TAHUN 2007)
Page 315 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
a. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu
barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
c. biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu
warisan.
2. Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau
orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta
Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur
lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak
tersebut. (Pasal 21 ayat (3a) UU Nomor 28 TAHUN 2007)
3. Hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan
STP, SKPKB, serta SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah. (Pasal 21 ayat (4) UU Nomor 28 TAHUN 2007)
o Perhitungan jangka waktu hak mendahulu ditetapkan sebagai berikut: (Pasal 21 ayat (5)
UU Nomor 28 TAHUN 2007)
a. dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi maka jangka
waktu 5 (lima) tahun dihitung sejak pemberitahuan Surat Paksa; atau
b. dalam hal diberikan penundaan pembayaran atau persetujuan angsuran
pembayaran maka jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dihitung sejak batas akhir
penundaan diberikan.
o Dalan hal diberikan penundaan pembayaran atau persetujuan angsuran
pembayaran, jangka waktu hak mendahulu selama 5 (lima) tahun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) huruf b Undang-Undang, dihitung sejak batas
akhir penundaan diberikan atau sejak tanggal jatuh tempo angsuran
terakhir. (Pasal 47 PP 74 TAHUN 2011)
mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan pajak
dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak tersebut.
d. erhadap Wajib Pajak dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan,
daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Perintah
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga atas UU
Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. UU Nomor 19 TAHUN 1997 stdd UU Nomor 19 Tahun 2000 (berlaku sejak 1 Januari
2001) tentang Penagihan Pajak dengan surat paksa
C. Pasal 48 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan hak
dan pemenuhan kewajiban perpajakan
o Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak 1
Januari 2012), peraturan pelaksanaan PP Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan UU Nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797) dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini".
D. Pasal 27 PP 80 Tahun 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang pelaksanaan hak dan
kewajiban perpajakan berdasarkan UU Nomor 28 TAHUN 2007 (PP ini sudah dicabut oleh PP 74
TAHUN 2011)
E. PMK-24/PMK.03/2008 stdd PMK 85/PMK.03/2010 (berlaku sejak 13 April 2010) tentang tata cara
pelaksanaan penagihan dengan surat paksa dan pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus
II. JANGKA WAKTU PELUNASAN STP, SKPKB, SKPKBT, DAN SURAT KEPUTUSAN ATAU
KETETAPAN LAINNYA
A. STP, SKPKB, SKPKBT, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. (Pasal 9
ayat (3) UU Nomor 28 TAHUN 2007).
1. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan dan tidak mengajukan permohonan
banding, pelunasan atas jumlah pajak yang belum dibayar dilakukan paling lama 1 (satu)
bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan. (Pasal 48 ayat (1) PP 74
TAHUN 2011)
o Dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam
jangka waktu ini, pajak yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih
dahulu menerbitkan Surat Teguran.(Pasal 48 ayat (5) PP 74 TAHUN 2011)
2. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jumlah pajak
yang belum dibayar dilakukan paling lama 1 (atu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan
Banding. (Pasal 48 ayat (2) PP 74 TAHUN 2011)
o Dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam
jangka waktu ini, pajak yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih
dahulu menerbitkan Surat Teguran.(Pasal 48 ayat (5) PP 74 TAHUN 2011)
3. Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, pelunasan
atas jumlah pajak yang masih harus dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak
tanggal penerbitan surat ketetapan pajak. (Pasal 48 ayat (3) PP 74 TAHUN 2011)
o Dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam
jangka waktu ini, pajak yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih
dahulu menerbitkan Surat Teguran.(Pasal 48 ayat (5) PP 74 TAHUN 2011)
B. Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan dapat
diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (Pasal 9 ayat (3a) UU Nomor 28 TAHUN 2007). (ditur
lebih lanjut pada PMK-187/PMK.03/2007)
1. Dalam hal Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu menyetujui seluruh
jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau
Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, pelunasan atas jumlah pajak yang masih harus
dibayar dilakukan paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal penerbitan surat ketetapan
pajak. (Pasal 48 ayat (4) PP 74 TAHUN 2011)
o Dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam
jangka waktu ini, pajak yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih
dahulu menerbitkan Surat Teguran.(Pasal 48 ayat (5) PP 74 TAHUN 2011)
2. Wajib Pajak usaha kecil ini terdiri dari Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan.
a. Wajib Pajak orang pribadi usaha kecil harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
i. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri; dan
ii. menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau
menerima penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak
sebelumnya tidak lebih dari Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
b. Wajib Pajak badan usaha kecil harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
i. modal Wajib Pajak badan 100% (seratus persen) dimiliki oleh Warga
Negara Indonesia;
ii. menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak
sebelumnya tidak lebih dari Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta
rupiah).
c. Wajib Pajak di daerah tertentu adalah Wajib Pajak yang tempat tinggal, tempat
kedudukan, atau tempat kegiatan usahanya berlokasi di daerah tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.(Direktur Jenderal Pajak belum
menerbitkan ketentuan terkait daerah tertentu ini)
H. Keberatan
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 25 UU Nomor 16 Tahun 2009 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan keempat
atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 28, 29, 30, 31, 33 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
1. Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak
1 Januari 2012), peraturan pelaksanaan PP Nomor 80 TAHUN 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan UU Nomor 6 TAHUN
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan UU Nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4797) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah ini".
2. Pasal 64 huruf f PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku, terhadap pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan yang belum diselesaikan yang berkaitan dengan proses penyelesaian
keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-Undang dan Pasal
26A Undang-Undang untuk pengajuan keberatan yang diterima setelah tanggal 31
Desember 2007 berlaku ketentuan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
o Penjelasan Pasal 64 huruf f PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pengajuan
keberatan yang diterima setelah tanggal 31 Desember 2007 dan belum diselesaikan,
proses penyelesaian keberatannya dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 26 dan
Pasal 26A Undang-Undang serta Pasal 33 Peraturan Pemerintah ini tanpa
memperhatikan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang diajukan
keberatan. Sedangkan persyaratan pengajuan keberatan khususnya berupa
kewajiban melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang
disetujui pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (3a) Undang-Undang, hanya berlaku untuk pengajuan keberatan
atas Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak 2008 dan setelahnya.
C. PP-80 TAHUN 2007 pasal 19, 20, 21, 36 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang pelaksanaan hak
dan kewajiban perpajakan berdasarkan UU KUP No. 28 TAHUN 2007 (PP ini sudah dicabut oleh
PP 74 TAHUN 2011)
D. PMK-9/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Maret 2013) tentang tata cara pengajuan dan penyelesaian
keberatan (PMK ini mencabut PMK 194/PMK.03/2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008 s/d 28
Februari 2013) tentang tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan
E. KEP-297/PJ./2002 stdtd KEP-183/PJ./2010 tentang pelimpahan wewenang Direktur Jenderal
Pajak kepada para pejabat di lingkungan DJP
III. RUANG LINGKUP KEBERATAN (Pasal 25 UU Nomor 28 TAHUN 2007, Pasal 30 ayat (1) PP 74 TAHUN
2011, (Pasal 2 ayat (1) PMK-9/PMK.03/2013
A. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada DJP atas suatu :
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), kecuali SKPKB berdasarkan Pasal 13A
UU KUP
o (Isi pasal 13A UU KUP ini adalah : Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak
menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila
kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh WPdan WP tersebut wajib melunasi
kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan
melalui penerbitan SKPKB). (dijelaskan kembali dalam Pasal 29 PP 74 TAHUN 2011)
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
5. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
B. Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat ketetapan
pajak, yang meliputi jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau terhadap materi atau isi dari pemotongan atau
pemungutan pajak. (Pasal 2 ayat (3) PMK-9/PMK.03/2013)
C. Dalam hal terdapat alasan keberatan selain mengenai materi atau isi dari surat ketetapan pajak
atau pemotongan atau pemungutan pajak, alasan tersebut tidak dipertimbangkan dalam
penyelesaian keberatan. (Pasal 2 ayat (4)PMK-9/PMK.03/2013)
Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya
(Pasal 3 ayat (1) PMK Nomor 9/PMK.03/2013) (Pasal 4 ayat (1) PMK Nomor 9/PMK.03/2013)
1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; 1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau
jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau
2. jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak 2. jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak
dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar
penghitungan; penghitungan;
1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu)
3 surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan 3 surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan
pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak; pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
4 5
tanggal: tanggal:
a. surat ketetapan pajak diterbitkan; atau a. surat ketetapan pajak dikirim; atau
pemotongan atau pemungutan pajak oleh pemotongan atau pemungutan pajak oleh
b. b.
pihak ketiga, pihak ketiga,
kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa
jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak; keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak;
Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak,
dan dalam hal Surat Keberatan ditandatangani dan dalam hal Surat Keberatan ditandatangani
oleh bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut oleh bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut
5 6
harus dilampiri dengan surat kuasa khusus harus dilampiri dengan surat kuasa khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3)
Undang-Undang KUP; dan Undang-Undang KUP; dan
Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan
6 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Undang- 7 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Undang-
Undang KUP. Undang KUP.
Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya
(Pasal 3 PMK Nomor 9/PMK.03/2013) (Pasal 4 PMK Nomor 9/PMK.03/2013)
Dalam hal Surat Keberatan yang disampaikan Dalam hal Surat Keberatan yang disampaikan oleh
oleh Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf c, atau huruf e PMK huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf f PMK
Nomor9/PMK.03/2013, Wajib Pajak dapat Nomor9/PMK.03/2013, Wajib Pajak dapat
1. 1.
melakukan perbaikan atas Surat Keberatan melakukan perbaikan atas Surat Keberatan
tersebut dan menyampaikan kembali sebelum tersebut dan menyampaikan kembali sebelum
jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana
dimaksud pada ayatPasal 3 ayat (1) huruf d PMK dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) huruf e PMK
Nomor9/PMK.03/2013 terlampaui. Nomor 9/PMK.03/2013terlampaui.
Tanggal penyampaian Surat Keberatan yang telah Tanggal penyampaian Surat Keberatan yang telah
2. diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 2. diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan tanggal Surat Keberatan diterima. merupakan tanggal Surat Keberatan diterima.
3 Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud 3 Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan
pada ayat (1): sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jangka
VI. JENIS PERMOHONAN YANG TIDAK DAPAT DIAJUKAN WP DALAM HAL WP MENGAJUKAN
KEBERATAN
o WP yang mengajukan keberatan tidak dapat mengajukan permohonan : (Pasal 30 ayat (2) PP 74
TAHUN 2011)
1. pengurangan, penghapusan, dan pembatalan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
(Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP);
Page 326 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
2. pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar (Pasal 36 ayat (1) huruf
b UU KUP);atau
3. pembatalan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dilaksanakan
tanpa (Pasal 36 ayat (1) huruf d UU KUP) :
a. penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau surat pemberitahuan
hasil Verifikasi;atau
b. pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi
dengan Wajib Pajak.
o Dalam Pelaksanaan Pemberian Imbalan Bunga ini berlaku ketentuan: (Pasal 43 ayat
(6) PP 74 TAHUN 2011)
1. dalam hal WP mengajukan keberatan, imbalan bunga diberikan apabila terhadap Surat
Keputusan Keberatan tidak diajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak;
2. dalam hal WP mengajukan permohonan banding, imbalan bunga diberikan
apabila terhadap Putusan Banding tidak diajukan permohonan Peninjauan Kembali ke
Mahkamah Agung; atau
3. dalam hal atas Putusan Banding diajukan permohonan Peninjauan Kembali, imbalan
bunga diberikan apabila Putusan Peninjauan Kembali telah diterima oleh Direktur
Jenderal Pajak dari Mahkamah Agung.
B. Untuk selengkapnya Klik disini
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 16 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 34, 57, 64 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
1. Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak
1 Januari 2012), peraturan pelaksanaan PP 80 TAHUN 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan UU Nomor 6 TAHUN
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan UU Nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4797) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah ini".
2. Pasal 64 huruf C PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku, terhadap pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan yang belum diselesaikan yang berkaitan dengan pembetulan terhadap Surat
Keputusan Pemberian Imbalan Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1)
Undang-Undang untuk penerbitan Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga
setelah tanggal 31 Desember 2007"
C. PP 80 TAHUN 2007 pasal 19, 20, 21, 36 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang pelaksanaan hak
dan kewajiban perpajakan berdasarkan UU KUP No. 28 TAHUN 2007 (PP ini sudah dicabut oleh
PP 74 TAHUN 2011)
D. PMK-11/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Maret 2013) tentang tata cara pembetulan (PMK
ini mencabut PMK-19/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang tata cara pembetulan
kesalahan tulis, hitung, penerapan peraturan per-UU-an perpajakan
E. KEP-297/PJ./2002 stdtd KEP-183/PJ./2010 tentang pelimpahan wewenang Direktur Jenderal
Pajak kepada para pejabat di lingkungan DJP
II. YANG DAPAT DIAJUKAN PEMBETULAN (Pasal 2 ayat (1) PMK Nomor 11/PMK.03/2013)
o Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya dapat membetulkan :
1. Surat ketetapan pajak yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar;
2. Surat Tagihan Pajak;
3. Surat Keputusan Pembetulan;
4. Surat Keputusan Keberatan;
5. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
6. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
7. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak; (dapat berupa Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak atas surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan
Pajak atas Surat Tagihan Pajak.) (Pasal 2 ayat (2) PMK Nomor 11/PMK.03/2013)
8. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak;
9. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak; (dapat berupa Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak atas surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan
Page 330 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak.) (Pasal 2 ayat (3) PMK
Nomor 11/PMK.03/2013)
10. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
11. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang;
12. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
13. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
14. Surat Keputusan Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan; atau
15. Surat Keputusan Pengurangan Denda Pajak Bumi dan Bangunan,
yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan
tertentu dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
o melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat;
atau e-Filing.
D. surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf c ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan
dalam hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut
harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3)
Undang-Undang KUP.
A. Batas waktu bagi Direktur Jenderal Pajak untuk menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan atas pengajuan
permohonan yang diterima setelah tanggal 31 Desember 2007 berlaku ketentuan berdasarkan Undang-
Undang No.28 TAHUN 2007 (UU KUP yang baru) (pasal 36 ayat (2) huruf d PP 80 TAHUN 2007)
B. Dengan berlakunya PMK Nomor 11/PMK.03/2013, terhadap permohonan pembetulan yang diajukan
sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum diselesaikan sampai dengan penerbitan surat
keputusan, proses penyelesaian selanjutnya sampai dengan penerbitan surat keputusan dilakukan
berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 11/PMK.03/2013.
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 16 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 34, 57, 64 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
1. Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak
1 Januari 2012), peraturan pelaksanaan PP 80 TAHUN 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan UU Nomor 6 TAHUN
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan UU Nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4797) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah ini".
2. Pasal 64 huruf C PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku, terhadap pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan yang belum diselesaikan yang berkaitan dengan pembetulan terhadap Surat
Keputusan Pemberian Imbalan Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1)
Undang-Undang untuk penerbitan Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga
setelah tanggal 31 Desember 2007"
C. PP 80 TAHUN 2007 pasal 19, 20, 21, 36 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang pelaksanaan hak
dan kewajiban perpajakan berdasarkan UU KUP No. 28 TAHUN 2007 (PP ini sudah dicabut oleh
PP 74 TAHUN 2011)
D. PMK-11/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Maret 2013) tentang tata cara pembetulan (PMK
ini mencabut PMK-19/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang tata cara pembetulan
kesalahan tulis, hitung, penerapan peraturan per-UU-an perpajakan
E. PER-48/PJ/2009 (berlaku sejak 7 September 2009) tentang tata cara pembetulan ketetapan pajak
F. KEP-297/PJ./2002 stdtd KEP-183/PJ./2010 tentang pelimpahan wewenang Direktur Jenderal
Pajak kepada para pejabat di lingkungan DJP
III. YANG BISA DIAJUKAN PEMBETULAN (Pasal 16 ayat (1) dan penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU Nomor 28
TAHUN 2007)
o Atas permohonan Wajib Pajak, atau karena jabatannya, Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan :
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
5. Surat Tagihan Pajak (STP);
6. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
7. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
8. Surat Keputusan Pembetulan;
9. Surat Keputusan Keberatan;
10. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
Page 334 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan
tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
IV. RUANG LINGKUP PEMBETULAN (Pasal 16 ayat (1) dan penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU Nomor 28
TAHUN 2007)
o Ruang Lingkup pembetulan terbatas pada kesalahan atau kekeliruan sebagai akibat dari:
1. kesalahan tulis, antara lain kesalahan yang dapat berupa nama, alamat, NPWP, nomor surat
ketetapan pajak, jenis pajak, Masa Pajak atau Tahun Pajak, dan tanggal jatuh tempo;
2. kesalahan hitung, meliputi :
a. kesalahan yang berasal dari penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau
pembagian suatu bilangan; atau
b. kesalahan hitung yang diakibatkan oleh adanya penerbitan surat ketetapan pajak,
Surat Tagihan Pajak, surat keputusan atau putusan yang terkait dengan bidang
perpajakan. (Pasal 34 ayat (2) PP 74 TAHUN 2011)
3. kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan, yaitu kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma
Penghitungan Penghasilan Neto, kekeliruan penerapan sanksi administrasi, kekeliruan
Penghasilan Tidak Kena Pajak, kekeliruan penghitungan Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan, dan kekeliruan dalam pengkreditan pajak.
o Dalam hal terdapat kekeliruan pengkreditan Pajak Masukan PPN pada surat keputusan
atau surat ketetapan yang dapat diajukan pembetulan Pasal 16 UU KUP, pembetulan atas
kekeliruan tersebut hanya dapat dilakukan apabila : (Pasal 34 ayat (3) PP 74 TAHUN 2011)
a. terdapat perbedaan besarnya Pajak Masukan yang menjadi kredit pajak dan
b. Pajak Masukan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan
Wajib Pajak.
C. Permohonan diajukan ke pejabat yang menerbitkan STP, SKP, atau surat keputusan lain yang
terkait dengan bidang perpajakan yang bisa diajukan permohonan pembetulan dan disampaikan
ke KPP tempat WP terdaftar, dan/atau tempat PKP dikukuhkan atau KP2KP dalam wilayah KPP
yang bersangkutan : (pasal 5 PER-48/PJ/2009)
1. secara langsung; atau
2. melalui pos dengan bukti pengiriman surat.
D. Dalam hal KPP tempat WP terdaftar atau KPP tempat PKP dikukuhkan berubah, permohonan
pembetulan ditujukan kepada KPP yang baru.
I.3. Gugatan
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 23 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 37, 38, 39, 40, 41, 42 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
▪ Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak
1 Januari 2012), peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 80 TAHUN
2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797) dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini".
▪ Pasal 64 huruf h PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku, terhadap pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan yang belum diselesaikan yang berkaitan dengan pengajuan gugatan terhadap
penerbitan surat ketetapan pajak berdasarkan Pemeriksaan yang dimulai setelah tanggal
31 Desember 2007 yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau
tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan berlaku ketentuan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
C. Pasal 40,41,42,43 UU Nomor 14 TAHUN 2002 (berlaku sejak 12 April 2002) tentang Pengadilan
Pajak
III. DEFENISI
A. Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak
terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pasal 1 angka 7 UU
Nomor 14 TAHUN 2002
B. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan
gugatan. Pasal 1 angka 36 UU Nomor 28 TAHUN 2007
IV. YANG DAPAT DIAJUKAN GUGATAN Pasal 23 UU KUP No.28 TAHUN 2007
o Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak hanya dapat diajukan kepada badan
peradilan pajak.
o Yang dapat diajukan gugatan adalah : Pasal 23 ayat (2) UU Nomor 28 TAHUN 2007
1. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman
Lelang;
2. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
3. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang
ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
4. penerbitan SKP atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak
sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Page 337 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
▪ SKP yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara
penerbitan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan dapat diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf d Undang-Undang. (Pasal 38 ayat (1) PP
74 TAHUN 2011)
▪ SKP yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara
penerbitan ini meliputi SKP yang penerbitannya tidak berdasarkan
pada: (Pasal 38 ayat (2) PP 74 TAHUN 2011)
a. hasil Verifikasi;
b. hasil Pemeriksaan;
c. hasil Pemeriksaan ulang; atau
d. hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan terkait dengan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13A Undang-Undang.
▪ Termasuk dalam pengertian SKP yang penerbitannya tidak sesuai
dengan prosedur atau tata cara penerbitan ini meliputi SKP
yang menetapkan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak
tidak sesuai dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak
yang dilakukan Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan ulang, atau
Pemeriksaan Bukti Permulaan (Pasal 38 ayat (3) PP 74 TAHUN 2011)
▪ Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur
atau tata cara penerbitan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan dapat diajukan gugatan kepada badan peradilan
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf d Undang-Undang.
▪ Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya tidak sesuai dengan
prosedur atau tata cara penerbitan ini meliputi Surat Keputusan
Keberatan yang penerbitannya tidak didahului dengan penyampaian
surat pemberitahuan untuk hadir kepada Wajib Pajak.
▪ Dalam hal Wajib Pajak mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak atas surat dari
Direktur Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak
dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) Undang-
Undang KUP, jangka waktu 12 (dua belas) bulan penyelesaian keberatan
tertangguh, terhitung sejak tanggal dikirim surat dari Direktur Jenderal Pajak yang
diajukan gugatan tersebut sampai dengan Putusan Gugatan Pengadilan Pajak
diterima oleh Direktur Jenderal Pajak. (Butir E angka 7 huruf c SE-74/PJ/2015)
VI. SYARAT PENGAJUAN GUGATAN (Pasal 40 UU Pengadilan Pajak No. 14 TAHUN 2002)
1. Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
2. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14
(empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan. Jangka waktu ini tidak mengikat apabila
jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat.
Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan
diluar kekuasaan penggugat.
3. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat.
Jangka waktu ini tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas)
hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat.
4. Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat
Gugatan.
5. Gugatan disertai dengan alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan
penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat.
VII. YANG DAPAT MENGAJUKAN GUGATAN (Pasal 41 UU Pengadilan Pajak No. 14 TAHUN 2002)
1. Gugatan dapat diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya
dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan
penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat.
2. Apabila selama proses Gugatan penggugat meninggal dunia. Gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli
warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal penggugat pailit.
3. Apabila selama proses Gugatan, penggugat melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak
yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran
usaha, atau likuidasi dimaksud.
Pengadilan Pajak. Permohonan ini dapat diajukan sekaligus dalam Gugatan dan dapat diputus
terlebih dahulu dari pokok sengketanya. Permohonan penundaan pelaksanaan penagihan pajak
dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan
kepentingan penggugat sangat dirugikan jika pelaksanaan penagihan Pajak yang digugat itu
dilaksanakan.
X. KETENTUAN PERALIHAN
o Pasal 64 huruf h PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat Peraturan Pemerintah ini
mulai berlaku, terhadap pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang belum
diselesaikan yang berkaitan dengan pengajuan gugatan terhadap penerbitan surat ketetapan
pajak berdasarkan Pemeriksaan yang dimulai setelah tanggal 31 Desember 2007 yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan berlaku ketentuan berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini.
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 27 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 32 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan hak
dan pemenuhan kewajiban perpajakan
o Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak 1
Januari 2012), peraturan pelaksanaan PP Nomor 80 TAHUN 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan UU Nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797) dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini".
C. PP 80 TAHUN 2007 pasal 19, 20, 21, 36 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang pelaksanaan hak
dan kewajiban perpajakan berdasarkan UU KUP No. 28 TAHUN 2007 (PP ini sudah dicabut oleh
PP 74 TAHUN 2011)
D. Pasal 35,36,37,38,39 UU Nomor 14 TAHUN 2002 (berlaku sejak 12 April 2002) tentang
Pengadilan Pajak
E. PMK-06/PMK.01/2007 tentang persyaratan untuk menjadi kuasa hukum pada pengadilan pajak
III. DEFENISI
o Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak
terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.(Pasal 1 angka 6 UU Nomor 14 TAHUN 2002)
o Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan
Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. (Pasal 1 angka 35 UU Nomor 28 TAHUN 2007).
Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam
jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
o Isi Pasal 9 ayat (3a) UU KUP adalah : Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah
tertentu, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperpanjang
paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
o Isi Pasal 25 ayat (7) UU KUP adalah : Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka
waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas
jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan
1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
2. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan tidak
termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat
(1a). (Pasal 27 ayat (5b) UU Nomor 28 TAHUN 2007).
o jadi apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak ini tidak
dapat digunakan untuk melunasi Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan
permohonan keberatan karena tidak termasuk sebagai utang pajak)
3. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum
merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan. (Pasal 27 ayat
(5c) UU Nomor 28 TAHUN 2007).
4. Dalam hal Putusan Banding berupa tidak dapat diterima, pajak yang masih harus dibayar
berdasarkan Surat Keputusan Keberatan menjadi utang pajak sejak tanggal penerbitan Surat
Keputusan Keberatan. (Pasal 32 ayat (2) PP 74 TAHUN 2011)
VI. YANG MENGAJUKAN BANDING (Pasal 37 UU Pengadilan Pajak No. 14 TAHUN 2002)
1. Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli, warisnya, seorang pengurus, atau kuasa
hukumnya.
2. Apabila selama proses Banding, pemohon Banding meninggal dunia, Banding dapat dilanjutkan
oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal pemohon
Banding pailit.
3. Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak
yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran
usaha, atau likuidasi dimaksud.
o Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi
administrasi berupadenda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan
Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan (Pasal 27
ayat (5d) UU Nomor 28 TAHUN 2007).
o Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak
berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5d) Undang-
Undang dalam hal Putusan Banding : (Pasal 32 ayat (1) PP 74 TAHUN 2011)
1. menolak;
2. mengabulkan sebagian;
3. menambahkan pajak yang harus dibayar; atau
4. membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung yang menambah pajak yang masih
harus dibayar.
Page 342 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
o Untuk contoh penghitungan sanksi lihat di (Penjelasan Pasal 32 ayat (1) PP 74 TAHUN 2011)
o Imbalan Bunga Diberikan Kepada WP dalam hal terdapat : kelebihan pembayaran pajak karena
pengajuan keberatan,permohonan banding, atau peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1) UU KUP
o Dalam Pelaksanaan Pemberian Imbalan Bunga ini berlaku ketentuan: (Pasal 43 ayat (6) PP 74 TAHUN
2011)
1. dalam hal WP mengajukan keberatan, imbalan bunga diberikan apabila terhadap Surat
Keputusan Keberatan tidak diajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak;
2. dalam hal WP mengajukan permohonan banding, imbalan bunga diberikan apabila terhadap
Putusan Banding tidak diajukan permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung; atau
3. dalam hal atas Putusan Banding diajukan permohonan Peninjauan Kembali, imbalan
bunga diberikan apabila Putusan Peninjauan Kembali telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak
dari Mahkamah Agung.
o Untuk selengkapnya Klik disini
X. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat pelaksanaan Putusan Banding setelah menerima
Putusan Banding.: (Pasal 42 ayat (1) PP 74 TAHUN 2011)
o Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan
yang diajukan oleh Wajib Pajak. (Pasal 1 angka 35 UU Nomor 28 TAHUN 2007).
I. DASAR HUKUM:
A. UU No 14 Tahun 2002 (berlaku sejak 12 April 2002) tentang Pengadilan Pajak
B. UU No 14 Tahun 1985 stdtd UU No 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung
Keterangan: UU No.14 Tahun 1985 sudah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan
UU No.3 Tahun 2009. Namun untuk pasal-pasal yang berkaitan dengan Peninjauan Kembali tidak ada
perubahan, jadi masih tetap mengacu kepada UU No. 14 Tahun 1985.
No Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan Jangka Waktu untuk pengajuan Peninjauan
berdasarkan alasan: Kembali:
1 Bila putusan pengadilan pajak didasarkan pada diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung
kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat
diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan atau sejak Putusan Hakim pengadilan pidana
pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana
dinyatakan berlaku.(Pasal 91 huruf a UU 14 Tahun memperoleh kekuatan hukum tetap. (Pasal 92 ayat
2002) 1UU 14 Tahun 2002)
2 Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung
bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan
tahap persidangan di pengadilan pajak akan tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah
menghasilkan putusan yang berbeda; sumpah dan disahkan oleh pejabat yang
(Pasal 91 huruf b UU 14 Tahun 2002) berwenang. (Pasal 92 ayat 2 UU 14 Tahun 2002)
3 Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak
atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus putusan dikirim. (Pasal 92 ayat 3 UU 14 Tahun
berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b dan c; (Pasal 91 2002)
huruf c UU 14 Tahun 2002)
Isi dari Pasal 80 ayat (1) huruf b dan c:
4 Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak
diputus tanpa mempertimbangkan sebab-sebabnya; putusan dikirim. (Pasal 92 ayat 3 UU 14 Tahun
atau 2002)
(Pasal 91 huruf d UU 14 Tahun 2002)
5 Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- putusan dikirim. (Pasal 92 ayat 3 UU 14 Tahun
undangan yang berlaku. 2002)
(Pasal 91 huruf e UU 14 Tahun 2002)
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 36 ayat (1) huruf a UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang
perubahan ketiga atasUU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
B. PMK-91/PMK.03/2015 (berlaku sejak 4 Mei 2015) tentang pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi atas keterlambatan penyampaian SPT, pembetulan SPT, dan keterlambatan
pembayaran atau penyetoran pajak
o tindakan penagihan pajak atas Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan kepada Wajib Pajak
sehubungan dengan adanya pengenaan sanksi administrasi tersebut ditangguhkan apabila Wajib
Pajak menyampaikan permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi baik
yang pertama maupun yang kedua(Pasal 6 PMK- 91/PMK.03/2015)
1. Sanksi Administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak sudah dibayar
sebagian oleh Wajib Pajak; dan
2. jumlah Sanksi Administrasi yang dikurangkan adalah sebesar sisa Sanksi
Administrasi yang belum dibayar oleh Wajib Pajak.
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 36 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 13, 35, 36 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
o Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak 1
Januari 2012), peraturan pelaksanaan PP Nomor 80 TAHUN 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan UU Nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797) dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini".
C. PP-80 TAHUN 2007 pasal 23 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang pelaksanaan hak dan
kewajiban perpajakan berdasarkan UU KUP No. 28 TAHUN 2007 (PP ini sudah dicabut oleh
PP 74 TAHUN 2011)
D. PMK-8/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Maret 2013) tentang tata cara pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan SKP atau STP (PMK
ini mencabut KMK 542/KMK.04/2000 danPMK-21/PMK.03/2008)
o KMK 542/KMK.04/2000 (berlaku sejak 1 Januari 2001 s/d 31 Desember 2007) tentangTata
Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan
Ketetapan Pajak
o PMK-21/PMK.03/2008 (berlaku sejak 6 Februari 2008 s/d 28 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Pengurangan atau Pembatalan Surat
Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar, dan Pembatalan Hasil
Pemeriksaan
E. PMK-29/PMK.03/2015 (berlaku sejak 13 Februari 2015) tentang penghapusan sanksi administrasi
bunga yang terbit berdasarkan pasal 19 ayat (1) UU KUP
F. PMK-91/PMK.03/2015 (berlaku sejak 4 Mei 2015) tentang pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi atas keterlambatan penyampaian SPT, pembetulan SPT, dan keterlambatan
pembayaran atau penyetoran pajak
II. ISI PASAL 36 AYAT (1) UU KUP NOMOR 28 TAHUN 2007 DAN PASAL 35 PP 74 TAHUN 2011
o Isi Pasal 36 ayat (1) UU KUP Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) :
o Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan
karena kesalahannya (Pasal 36 ayat (1) huruf a);
b. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar (Pasal 36 ayat
(1) huruf b);
c. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 yang tidak benar (Pasal 36 ayat (1) huruf c); atau
d. membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan
yang dilaksanakan tanpa:
1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. (Pasal 36 ayat (1) huruf
d)
Page 349 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
V. PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SKP, STP, DAN HASIL PEMERIKSAAN Pasal 36 ayat 1 huruf
b, c, dan d
o KLIK DISINI
VII. PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI PADA STP SECARA JABATAN
1. Direktur Jenderal Pajak secara jabatan dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi
administrasi dalam STP yang diterbitkan sebagai akibat dari : (Pasal 9 ayat (1) PMK-
21/PMK.03/2008)
1. diterbitkannya surat ketetapan pajak karena Pengusaha Kena Pajak tidak membuat faktur
pajak; dan
2. penerapan ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007.
2. Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam STP dilakukan
apabila diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan/Pembatalan
Ketetapan Pajak yang tidak benar, atau Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan Peninjauan Kembali, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar
berkurang atau dibatalkan. (Pasal 9 ayat (2) PMK-21/PMK.03/2008)
I.6.3. Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pada SKP dan STP
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 36 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 13, 35, 36 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
o Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak 1
Januari 2012), peraturan pelaksanaan PP Nomor 80 TAHUN 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan UU Nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797) dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini".
C. PP-80 TAHUN 2007 pasal 23 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang pelaksanaan hak dan
kewajiban perpajakan berdasarkan UU KUP No. 28 TAHUN 2007 (PP ini sudah dicabut oleh
PP 74 TAHUN 2011)
D. PMK-8/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Maret 2013) tentang tata cara pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan SKP atau STP (PMK
ini mencabut KMK 542/KMK.04/2000 danPMK-21/PMK.03/2008)
o KMK 542/KMK.04/2000 (berlaku sejak 1 Januari 2001 s/d 31 Desember 2007) tentangTata
Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan
Ketetapan Pajak
o PMK-21/PMK.03/2008 (berlaku sejak 6 Februari 2008 s/d 28 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Pengurangan atau Pembatalan Surat
Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar, dan Pembatalan Hasil
Pemeriksaan
II. PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI (Pasal 36 ayat 1 huruf a UU KUP)
BERDASARKAN PERMOHONAN WP
a. STP tersebut tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan STP yang
tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013;
atau
b. STP tersebut diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan STP yang tidak
benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013, tetapi
dicabut oleh Wajib Pajak.
o Terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang
dikembalikan karena tidak memenuhi ketentuan ini, WP tidak dapat mengajukan
permohonan kembali (Pasal 6 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
3. sanksi administrasi yang tercantum dalam STP selain Surat Tagihan Pajak sebagaimana
dimaksud pada huruf b.
o Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam
STP inihanya dapat diajukan dalam hal: (Pasal 5 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
a. STP tersebut tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan STP yang
tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013;
atau
b. STP tersebut diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan STP yang tidak
benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013, tetapi
dicabut oleh Wajib Pajak.
o Terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang
dikembalikan karena tidak memenuhi ketentuan ini, WP tidak dapat mengajukan
permohonan kembali (Pasal 6 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
dikirim, kecuali WP dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak. (Pasal 5 ayat (8) PMK-8/PMK.03/2013)
o Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua ini tetap diajukan
terhadap SKP atau STP yang telah diterbitkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak. (Pasal
5 ayat (9) PMK-8/PMK.03/2013)
o Ketentuan terkait permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang
pertamaberlaku juga untuk permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
yang kedua.(Pasal 5 ayat (10) PMK-8/PMK.03/2013)
1. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi hanya dapat diberikan apabila sanksi
administrasi tersebut belum dibayar atau belum dilunasi oleh WP; dan
2. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi hanya dapat diberikan apabila jumlah pajak
yang kurang dibayar dalam pembetulan SPT yang menjadi dasar penerbitan STP berdasarkan
Pasal 8 ayat (2) atau Pasal 8 ayat (2a) UU KUP telah dilunasi oleh Wajib Pajak.
o Terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang memenuhi ketentuan
ini diberikan pengurangan sanksi administrasi sehingga besarnya sanksi administrasi sebesar 2% (dua
persen) per bulan menjadi 24 bulan. (Pasal 8 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
o Dalam hal permohonan diajukan terhadap sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan
sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (2a) UU KUP, yang dikenakan melebihi jangka
waktu 24 bulan, atas permohonan tersebut dapat diberikan pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi sehingga besarnya sanksi administrasi sebesar 2% per bulan dikenakan
untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. (Pasal 36 ayat (2) PP 74 TAHUN 2011)
tersebut melebihi jangka waktu 24 bulan, perhitungan waktu sanksi administrasi dalam STP tersebut
dapat berasal dari perhitungan waktu yang tercantum dalam 1 (satu) atau beberapa STP untuk dasar
penagihan pajak yang sama. (Pasal 10 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
o Terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi ini, berlaku ketentuan
sebagai berikut: (Pasal 10 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
1. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi hanya dapat diberikan apabila sanksi
administrasi tersebut belum dibayar atau belum dilunasi oleh Wajib Pajak; dan
2. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi hanya dapat diberikan apabila jumlah pajak
yang masih harus dibayar dalam SKP yang menjadi dasar penerbitan STP berdasarkan Pasal
19 ayat (1) UU KUP telah dilunasi oleh Wajib Pajak.
o Terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang memenuhi ketentuan
ini diberikan pengurangan sanksi administrasi sehingga besarnya sanksi administrasi sebesar 2% (dua
persen) per bulan menjadi 24 bulan. (Pasal 10 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
o Keputusan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi diberikan atas masing-masing STP yang
diajukan permohonan. (Pasal 10 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
o Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas STP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (2a) UU KUP, Pasal 9 ayat (2b) UU KUP, dan Pasal 19 ayat (1) UU KUP sehingga sanksi
administrasi menjadi paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, diberikan untuk permohonan yang
diajukan setelah tanggal 31 Desember 2011 sampai dengan tanggal 31 Desember 2013. (Pasal 11 PMK-
8/PMK.03/2013)
o Dalam hal permohonan diajukan terhadap sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) per bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2a) dan ayat (2b) UU atau Pasal 19 ayat
(1) UU, atas permohonan tersebut dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi sehingga besarnya sanksi administrasi sebesar 2% (dua persen) per bulan dikenakan
untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan (ketentuan ini berlaku untuk permohonan
yang diajukan oleh Wajib Pajak setelah tanggal 31 Desember 2011 sampai dengan tanggal 31
Desember 2013) (Pasal 36 ayat (3) PP 74 TAHUN 2011)
J. PENCABUTAN PERMOHONAN WP
o Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan terhadap surat permohonan Pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi yang telah disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum diterbitkan surat
keputusan terkait permohonan Wajib Pajak. (Pasal 26 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
o Pencabutan terhadap surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut: (Pasal 26 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
1. pencabutan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dapat mencantumkan
alasan pencabutan;
2. pencabutan harus disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
3. surat pencabutan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat pencabutan
ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat pencabutan tersebut harus dilampiri dengan surat
kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
o Dalam hal Wajib Pajak melakukan pencabutan terhadap surat permohonannya , Wajib Pajak tidak
berhak untuk mengajukan kembali permohonan yang sama dengan jenis permohonan yang
dicabut. (Pasal 26 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
I.6.5. Pengurangan Sanksi Administrasi dalam SKP, SKP PBB, dan atau STP yang diterbitkan pada
tahun 2015
I. DASAR HUKUM
o Pasal 36 ayat (1) huruf a UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang
perubahan ketiga atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
o PMK-197/PMK.03/2015 (berlaku sejak 2 November 2015) tentang Pengurangan Sanksi
Administrasi Atas SKP, SKPPBB, Dan/Atau STP Yang Diterbitkan Berdasarkan Hasil
Pemeriksaan, Verifikasi, Atau Penelitian Pajak Bumi Dan Bangunan
II. PENGURANGAN SANKSI ATAS SKP, SKP PBB, DAN/ATAU STP YANG DITERBITKAN PADA
TAHUN 2015
o Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan Sanksi
Administrasi dalam hal Sanksi Administrasi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak
atau bukan karena kesalahannya. (Pasal 2 ayat (1) PMK-197/PMK.03/2015)
▪ Sanksi Administrasi ini terbatas pada Sanksi Administrasi dalam SKP, SKP PBB, dan/ atau
STP yang diterbitkan pada tahun 2015 berdasarkan hasil pemeriksaan, verifikasi, atau
Penelitian PBB. (Pasal 2 ayat (2) PMK-197/PMK.03/2015)
SKP, SKP PBB, atau STP yang diajukan permohonan pengurangan Sanksi Administrasi;
SKP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dalam hal STP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa yang
memuat Sanksi Administrasi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP yang penerbitannya berkaitan dengan SKP
tersebut diajukan permohonan pengurangan Sanksi Administrasi; dan/atau
STP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa yang memuat Sanksi Administrasi Pasal 14 ayat (4) Undang-
Undang KUP, dalam hal SKP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa yang penerbitannya berkaitan dengan
STP tersebut diajukan permohonan pengurangan Sanksi Administrasi;
▪ Upaya hukum perpajakan merupakan tindakan Wajib Pajak yang mengajukan:
(Pasal 3 ayat (2) PMK-197/PMK.03/2015)
1. keberatan;
2. pengurangan atau pembatalan SKP/SKP PBB;
3. pengurangan atau pembatalan STP;
4. pembatalan hasil pemeriksaan, verifikasi, atau Penelitian PBB; dan/atau
5. gugatan,
4. tidak sedang mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi selain
yang diatur berdasarkan PMK-197/PMK.03/2015 ini.
C. Permohonan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (Pasal 3 ayat (4) PMK-
197/PMK.03/2015)
1. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SKP, SKP PBB, atau STP;
2. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
3. ditandatangani oleh Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak orang pribadi atau wakil
Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak badan, dan tidak dapat dikuasakan; dan
4. disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau
ternpat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat objek PBB
diadministrasikan.
D. Permohonan harus dilampiri dokumen berupa: (Pasal 3 ayat (5) PMK-197/PMK.03/2015)
1. fotokopi SKP, SKP PBB, atau STP;
2. fotokopi SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP sebagai
bukti pembayaran jumlah kekurangan pembayaran:
a. pokok pajak dalam SKP dalam hal:
1. SKP yang diajukan permohonan; atau
2. SKP yang berkaitan dengan STP,
a. SKP, SKP PBB, atau STP yang diajukan permohonan pengurangan Sanksi
Administrasi;
b. SKP PPN Barang dan Jasa, dalam hal STP PPN Barang dan Jasa yang
memuat Sanksi Administrasi Pasal 14 ayat (4) UU KUP yang penerbitannya
berkaitan dengan SKP tersebut diajukan permohonan pengurangan Sanksi
Administrasi; dan/atau
c. STP PPN Barang dan Jasa yang memuat Sanksi Administrasi Pasal 14 ayat
(4) UU KUP, dalam hal SKP PPN Barang dan Jasa yang penerbitannya
berkaitan dengan STP tersebut diajukan permohonan pengurangan Sanksi
Administrasi.
tindakan penagihan pajak terhadap Sanksi Administrasi dalam SKP, SKP PBB, dan/atau STP
ditangguhkan.
3. STP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa yang memuat Sanksi Administrasi Pasal
14 ayat (4) Undang-Undang KUP, dalam hal SKP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa yang penerbitannya berkaitan dengan STP tersebut diajukan permohonan
pengurangan Sanksi Administrasi,
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi tersebut dibetulkan secara jabatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sehingga besarnya Sanksi
Administrasi menjadi sama dengan sebelum dilakukan pengurangan Sanksi Administrasi. (Pasal 6
PMK-197/PMK.03/2015)
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 36 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. PMK-29/PMK.03/2015 (berlaku sejak 13 Februari 2015) tentang penghapusan sanksi administrasi
bunga yang terbit berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UU KUP
Permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (Pasal 3 ayat (3)
PMK-29/PMK.03/2015)
0. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak, kecuali dalam hal atas SKPKB
atau SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan
Kembali diterbitkan lebih dari 1 (satu) Surat Tagihan Pajak, maka 1 (satu) permohonan
dapat diajukan untuk lebih dari 1 (satu) Surat Tagihan Pajak;
1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
2. melampirkan bukti pelunasan Utang Pajak berupa Surat Setoran Pajak atau sarana
administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak;
3. disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
4. ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak,
surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat (3) UU KUP.
Direktur Jenderal Pajak mengembalikan permohonan tersebut dengan menyampaikan surat yang
berisi mengenai pengembalian permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi.
1. untuk permohonan yang pertama, Wajib Pajak dianggap belum mengajukan permohonan
sehingga Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan paling banyak 2 (dua) kali
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4); atau
2. untuk permohonan yang kedua, Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan
sepanjang jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) belum
terlampaui.
o Dalam hal permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi dikembalikan karena tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dan/atau ayat (5), Wajib Pajak tidak dapat
mengajukan permohonan kembali. (Pasal 4 ayat (4) PMK-29/PMK.03/2015)
o Dalam hal permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), serta persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), Direktur Jenderal Pajak memberikan Penghapusan Sanksi
Administrasi dengan menerbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat
Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi. (Pasal 4 ayat (5) PMK-29/PMK.03/2015)
o Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan
Sanksi Administrasi diterbitkan atas masing-masing Surat Tagihan Pajak yang diajukan
permohonan, paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan diterima. (Pasal 4
ayat (6) PMK-29/PMK.03/2015)
o Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan
Sanksi Administrasi dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana
tercantum dalam LampiranPMK-29/PMK.03/2015 (Pasal 7 angka 3 PMK-29/PMK.03/2015)
I. DASAR HUKUM
o KLIK DISINI
II. PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SKP YANG TIDAK BENAR BERDASARKAN PERMOHONAN
WP
A. SKP YANG DAPAT DIKURANGKAN ATAU DIBATALKAN
o SKP yang dapat dikurangkan atau dibatalkan berdasarkan permohonan WP adalah SKP yang
tidak benar,kecuali SKPKB yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A UU KUP. (Pasal
13 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
o SKP yang tidak benar yang dapat dikurangkan berdasarkan permohonan WP meliputi SKP
yang jumlah pajak terutangnya tidak benar. (Pasal 13 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
o SKP yang tidak benar yang dapat dibatalkan berdasarkan permohonan WP meliputi SKP
yang seharusnya tidak diterbitkan. (Pasal 13 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
o Dalam hal SKP dibatalkan, terhadap Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak,
dan jenis pajak yang terkait dengan SKP yang dibatalkan tersebut:
1. dianggap tidak pernah diterbitkan SKP; dan
2. DJP tetap dapat menerbitkan SKP atas Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau
Tahun Pajak dan jenis pajak tersebut.
o Permohonan pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak benar hanya dapat diajukan
dalam hal atas SKP tersebut: (Pasal 14 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
1. tidak diajukan keberatan;
2. diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
3. tidak diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a PMK-8/PMK.03/2013;
4. diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut
oleh WP;
5. tidak sedang diajukan permohonan pembatalan SKP hasil pemeriksaan atau verifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013;
6. diajukan permohonan pembatalan SKP hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana
dimaksud Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP; atau
7. diajukan permohonan pembatalan SKP hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana
dimaksud Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013, tetapi permohonan tersebut ditolak.
Permohonan pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak benar tidak dapat diajukan dalam
hal SKP tersebut diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak. (Pasal 14 ayat (3) PMK-
8/PMK.03/2013)
Terhadap permohonan pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak benar (permohonan
pertama WP) yang dikembalikan karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 14 ayat (2) dan ayat
(3) PMK-8/PMK.03/2013, Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan kembali. (Pasal
15 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
permintaan keterangan tambahan dan WP harus memberikan keterangan yang diminta dalam jangka
waktu paling lama sebagaimana disebut dalam surat permintaan keterangan tambahan. (Pasal 16 ayat
(4) PMK-8/PMK.03/2013)
o Direktur Jenderal Pajak dapat mempertimbangkan pembukuan atau pencatatan, dokumen yang menjadi
dasar pembukuan atau pencatatan, data, dan/atau informasi serta keterangan tambahan yang diberikan
dalam proses penyelesaian permohonan pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak benar. (Pasal
16 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
o Dikecualikan dari ketentuan ini, dalam hal penghasilan kena pajak dalam SKP dihitung secara jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dan ayat (4) PP Nomor 74 TAHUN 2011 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, dokumen yang dapat
dipertimbangkan dalam proses penyelesaian permohonan pengurangan atau pembatalan SKP yang
tidak benar terbatas pada: (Pasal 16 ayat (6) PMK-8/PMK.03/2013)
1. dokumen yang terkait dengan penghitungan peredaran usaha atau penghasilan bruto dalam
rangka penghitungan penghasilan neto secara jabatan; dan
2. dokumen kredit pajak sebagai pengurang Pajak Penghasilan.
o Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan
diterima harus menerbitkan Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak. (Pasal 16 ayat (8) PMK-8/PMK.03/2013)
o Surat keputusan ini berisi keputusan berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, atau menolak
permohonan Wajib Pajak. (Pasal 16 ayat (9) PMK-8/PMK.03/2013)
o Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut telah lewat tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak
menerbitkan surat keputusan atau tidak mengembalikan permohonan pengurangan atau pembatalan
SKP, permohonan tersebut dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat
keputusan sesuai dengan permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak. (Pasal 16 ayat (10) PMK-
8/PMK.03/2013)
I. DASAR HUKUM
o KLIK DISINI
II. PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN STP YANG TIDAK BENAR BERDASARKAN PERMOHONAN
WP
A. STP YANG DAPAT DIKURANGKAN ATAU DIBATALKAN
o STP yang dapat dikurangkan atau dibatalkan berdasarkan permohonan WP meliputi: (Pasal
17 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
a. STP yang tidak benar yang terkait dengan penerbitan SKP; dan
o Permohonan pengurangan atau pembatalan STP yang terkait dengan SKP hanya
dapat diajukan dalam hal atas SKP tersebut: (Pasal 18 ayat (2) PMK-
8/PMK.03/2013)
1. tidak diajukan keberatan;
2. diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh WP dan Direktur Jenderal Pajak
telah menyetujui permohonan pencabutan WP tersebut;
3. diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
4. tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak
benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b PMK-8/PMK.03/2013;
5. diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak benar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b PMK-8/PMK.03/2013, tetapi
dicabut oleh WP;
6. tidak sedang diajukan permohonan pembatalan SKP hasil pemeriksaan
atau verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d PMK-
8/PMK.03/2013;
7. diajukan permohonan pembatalan SKP hasil pemeriksaan atau verifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013, tetapi
dicabut oleh WP; atau
8. diajukan permohonan pembatalan SKP hasil pemeriksaan atau verifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013, tetapi
permohonan tersebut ditolak.
o Selain memenuhi ketentuan Pasal 18 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013, permohonan
pengurangan atau pembatalan STP yang terkait dengan SKP juga harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:(Pasal 18 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
1. STP tersebut tidak diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a PMK-
8/PMK.03/2013; atau
2. STP tersebut diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a PMK-
8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak.
o Terhadap permohonan pengurangan atau pembatalan STP yang tidak benar yang
dikembalikan karena tidak memenuhi ketentuan ini, WP tidak dapat mengajukan
permohonan kembali (Pasal 19 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
b. STP yang tidak benar selain STP sebagaimana dimaksud pada huruf a.
o Permohonan pengurangan atau pembatalan STP ini hanya dapat diajukan dalam
hal: (Pasal 18 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
3. Permohonan pengurangan atau pembatalan STP yang tidak benar yang kedua tetap diajukan
terhadap STP yang telah diterbitkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak. (Pasal 18 ayat (8)
PMK-8/PMK.03/2013)
4. Ketentuan terkait permohonan pengurangan atau pembatalan STP yang tidak benar yang
pertama berlaku juga untuk permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang
kedua. (Pasal 18 ayat (9) PMK-8/PMK.03/2013)
I. DASAR HUKUM
o KLIK DISINI
kecuali SKPKP yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A UU KUP, SKPKBTyang
diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (3) UU KUP dan SKPLB yang diterbitkan
berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (2) UU KUP.
J. Pembukuan
J.1. Pembukuan
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 28 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 10 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan hak
dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. KMK-543/KMK.04/2000 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang penggunaan bahasa asing dalam
pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak
D. PMK-24/PMK.011/2012 (berlaku sejak 2 Februari 2012) tentang perubahan atas PMK-
196/PMK.03/2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang tata cara penyelenggaraan pembukuan
dengan menggunakan bahasa asing dan satuan mata uang selain rupiahserta kewajiban
penyampaian SPT Tahunan PPh Badan
E. PER-11/PJ/2010 (berlaku sejak 9 Maret 2010) sebagaimana telah diubah dengan PER-
10/PJ/2012 (berlaku sejak 18 April 2012) tentang tata cara permohonan, pemberitahuan,
pemberian, dan pembatalan izin menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa
inggris dan satuan mata uang dollar Amerika Serikat
o Bahasa asing yang dapat digunakan dalam pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) UU KUP adalah bahasa Inggris. (Pasal
1 KMK-543/KMK.04/2000)
o Berdasarkan Pasal 2 KMK-543/KMK.04/2000 disebutkan bahwa : "Wajib Pajak yang
akan menggunakan bahasa Inggris dalam pembukuan atau pencatatannya harus
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar,
paling lama 3 (tiga) bulan setelah dimulainya tahun buku yang diselenggarakan dalam
bahasa Inggris tersebut.
3. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel
kas. (Pasal 28 ayat (5) UU Nomor 28 TAHUN 2007)
o Berdasarkan penjelasan Pasal 28 ayat (5) UU Nomor 28 TAHUN 2007 :
a. Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan
dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi.
o Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan:
i. stelsel pengakuan penghasilan;
ii. tahun buku;
iii. metode penilaian persediaan; atau
iv. metode penyusutan dan amortisasi.
b. Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti
penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang.
Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar
secara tunai.
o Termasuk dalam pengertian stetsel akrual adalah pengakuan penghasilan
berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang
umumnya dipakai daiam bidang konstruksi dan metode lain yang dipakai dalam
bidang usaha tertentu seperti build operate and transfer (BOT) dan real estat.
c. Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas
penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai.
o Menurut stelsei kas, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila
benar-benar telah diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu serta biaya
baru dianggap sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai
dalam suatu periode tertentu.
o Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau
perusahaan jasa, misalnya transportasi, hiburan, dan restoran yang tenggang
waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak
berlangsung lama. Dalam stetsel kas murni, penghasilan dari penyerahan
barang atau jasa ditetapkan pada saat pembayaran dari pelanggan diterima dan
biaya-biaya ditetapkan pada saat barang, jasa, dan biaya operasi lain dibayar.
o Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan
yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari
tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan
pengeluaran kas. Oleh karena itu, untuk penghitungan PPh dalam memakai
stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut:
ii. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak- hak yang
dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan
hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
iii. Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten).
4. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari
Direktur Jenderal Pajak. (Pasal 28 ayat (6) UU Nomor 28 TAHUN 2007)
o KLIK DISINI terkait Ketentuan tentang perubahan metode pembukuan dan/atau tahun buku
5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan
dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang
terutang. (Pasal 28 ayat (7) UU Nomor 28 TAHUN 2007)
6. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat
diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
o KLIK DISINI terkait ketentuan tentang Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata
uang selain Rupiah
7. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain
termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program
aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau
tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan. (Pasal 28
ayat (11) UU Nomor 28 TAHUN 2007)
o Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan
istimewa dengan Wajib Pajak, kewajiban menyimpan dokumen lain ini meliputi dokumen dan/atau
informasi tambahan untuk mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang
mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman
usaha. Pasal 10 ayat (2) PP74 TAHUN 2011)
o Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dokumen dan/atau informasi tambahan dan tata cara
pengelolaannya diatur dengan atau berdasarkan PMK. Pasal 10 ayat (3) PP 74 TAHUN
2011)(pada tanggal 1 Agustus 2012 PMK nya masih belum terbit)
J.2. Pencatatan
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 28 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 10 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan hak
dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. PMK-197/PMK.03/2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang bentuk dan tata cara pencatatan
bagi WP OP
D. PER-4/PJ/2009 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang petunjuk pelaksanaan pencatatan bagi WP
OP
E. KMK-543/KMK.04/2000 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang penggunaan bahasa asing dalam
pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak
a. Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang diterima
dan/atau diperoleh;
b. Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya
bersifat final.
o Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha,
pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha
dan/atau tempat usaha yang bersangkutan. (Pasal 2 ayat (2) PMK-24/PMK.11/2012)
o Wajib Pajak Orang pribadi juga harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan
kewajiban. (Pasal 2 ayat (3) PMK-24/PMK.11/2012)
2. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain
termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara
program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat
kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak
badan. (Pasal 28 ayat (11) UU Nomor 28 TAHUN 2007)
o Catatan dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan harus disimpan di tempat tinggal Wajib
Pajak dan/atau tempat kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas dilakukan selama 10 (sepuluh)
tahun terhitung sejak berakhirnya Tahun Pajak.
o Dalam hal WP melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan
istimewa dengan WP, kewajiban menyimpan dokumen lain ini meliputi dokumen dan/atau
informasi tambahan untuk mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang
mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman
usaha. Pasal 10 ayat (2) PP 74 TAHUN 2011)
o Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dokumen dan/atau informasi tambahan dan tata cara
pengelolaannya diatur dengan atau berdasarkan PMK. Pasal 10 ayat (3) PP 74 TAHUN
2011) (pada tanggal 1 Agustus 2012 PMK nya masih belum terbit)
Pencatatan harus dibuat dalam suatu Tahun Pajak, yaitu jangka waktu 1 (satu) tahun kalender mulai
tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. (Pasal 4 ayat (2) PER-4/PJ/2009)
Pencatatan harus dibuat secara kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal diterimanya
peredaran dan/atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto. (Pasal 4 ayat (3) PER-
4/PJ/2009)
Pencatatan diselenggarakan dengan bentuk sesuai lampiran PER-4/PJ/2009
a. Bagi WP OP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (WP OP
yang peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah)
i. Pencatatan penghasilan yang diterima dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas
yang merupakan objek pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final diselenggarakan
dengan bentuk sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I PER-4/PJ/2009.
ii. Pencatatan penghasilan bruto yang diterima dari luar kegiatan usaha dan/atau
pekerjaan bebas yang penghasilannya merupakan objek pajak yang tidak dikenai
pajak bersifat final diselenggarakan dengan bentuk sebagaimana ditetapkan
dalamLampiran II PER-4/PJ/2009.
iii. Pencatatan penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang
pengenaan pajaknya bersifat final diselenggarakan dengan bentuk sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran IV PER-4/PJ/2009.
b. Bagi WP OP yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 28 ayat (8) UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan
ketiga atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. PMK-1/PMK.03/2015 (berlaku sejak 7 Januari 2015) tentang perubahan kedua atas PMK-
196/PMK.03/2007(berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang tata cara penyelenggaraan pembukuan
dengan menggunakan bahasa asing dan satuan mata uang selain rupiahserta kewajiban
penyampaian SPT Tahunan PPh Badan
o PMK ini hanya menyispkan 2 ayat yaitu Pasal 15A dan Pasal 15B
C. PER-11/PJ/2010 (berlaku sejak 9 Maret 2010) tentang tata cara permohonan, pemberitahuan,
pemberian, dan pembatalan izin menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa
inggris dan satuan mata uang dollar Amerika Serikat sebagaimana telah diubah dengan PER-
10/PJ/2012 (berlaku sejak 18 April 2012)
III. JENIS BAHASA ASING DAN SATUAN MATA UANG SELAIN RUPIAH YANG
DIPERBOLEHKAN (Pasal 2 PMK-196/PMK.03/2007 stdd PMK-24/PMK.011/2012)
A. Bahasa : Bahasa Inggris
B. Satuan mata uang asing selain rupiah : Dollar amerika serikat
IV. WAJIB PAJAK YANG DAPAT MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN DENGAN BAHASA INGGRIS
DAN MATA UANG DOLLAR AMERIKA SERIKAT (Pasal 3 PMK-24/PMK.011/2012 dan Pasal 1 PER-
10/PJ/2012)
A. WP dalam rangka PMA yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
PMA;
o WP ini Harus terlebih dahulu mendapatkan izin tertulis dari Menteri Keuangan,
dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah sesuai dengan
format Lampiran I PER-10/PJ/2012 (Pasal 2 ayat (1) PER-10/PJ/2012)
B. WP dalam rangka Kontrak Karya yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan Pemerintah
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
pertambangan selain pertambangan minyak dan gas bumi;
o WP ini wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke KPP tempat WP terdaftar
dengan format sesuaiLampiran I PER-10/PJ/2012
C. WP Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan pertambangan minyak dan gas bumi;
o WP ini wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke KPP tempat WP terdaftar
dengan format sesuaiLampiran I PER-10/PJ/2012
D. BUT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU PPh atau sebagaimana diatur dalam
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) terkait;
o WP ini Harus terlebih dahulu mendapatkan izin tertulis dari Menteri Keuangan,
dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah sesuai dengan
format Lampiran I PER-10/PJ/2012 (Pasal 2 ayat (1) PER-10/PJ/2012)
E. WP yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa efek luar
negeri;
o WP ini Harus terlebih dahulu mendapatkan izin tertulis dari Menteri Keuangan,
dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah sesuai dengan
format Lampiran I PER-10/PJ/2012 (Pasal 2 ayat (1) PER-10/PJ/2012)
F. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksadana dalam denominasi satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan
Pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan pasar modal;
o WP ini Harus terlebih dahulu mendapatkan izin tertulis dari Menteri Keuangan,
dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah sesuai dengan
format Lampiran I PER-10/PJ/2012 (Pasal 2 ayat (1) PER-10/PJ/2012)
G. WP yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu perusahaan anak
(subsidiary company) yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perusahaan induk (parent company) di
luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4)
huruf a dan huruf b UU PPh; atau
o WP ini Harus terlebih dahulu mendapatkan izin tertulis dari Menteri Keuangan,
dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah sesuai dengan
format Lampiran I PER-10/PJ/2012 (Pasal 2 ayat (1) PER-10/PJ/2012)
H. Wajib Pajak yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsionalnya menggunakan
satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sesuai Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di
Indonesia. (WP ini dapat menyelenggarakan pembukuan dengan bahasa inggris dan mata uang
dollar Amerika Serikat sejak PMK-24/PMK.011/2012 berlaku yaitu sejak 2 Februari 2012) (Pasal 3
huruf h PMK-24/PMK.011/2012)
o Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf h PMK-24/PMK.11/2012 ini yang
tahun bukunya dimulai dalam bulan Januari, Februari, Maret atau April, pada tahun 2012, harus
mengajukan permohonan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah PMK-
24/PMK.011/2012 diundangkan (diundangkan tanggal 2 Februari 2012). Pasal II PMK-
24/PMK.011/2012
o WP ini Harus terlebih dahulu mendapatkan izin tertulis dari Menteri Keuangan,
dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah sesuai dengan
format Lampiran I PER-10/PJ/2012
V. PERMOHONAN IZIN
A. CARA MENDAPATKAN IZIN TERTULIS DARI MENTERI KEUANGAN
1. Dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah dengan format
sesuai denganLampiran I PER-10/PJ/2012 paling lambat 3 (tiga) bulan :
a. sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris
dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dimulai; atau
b. sejak tanggal pendirian bagi Wajib Pajak baru untuk Bagian Tahun Pajak atau
Tahun Pajak pertama.
2. Pengajuan surat permohonan harus dilampiri dengan :
i. surat keterangan dari bursa efek luar negeri yang menyatakan bahwa
emisi saham Wajib Pajak pemohon didaftarkan di bursa efek tersebut
ii. Surat Pernyataan (bermeterai Rp6000,00) bahwa transaksi penjualan dan
biaya yang dilakukan perusahaan didominasi oleh satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat dan pembukuan menggunakan bahasa Inggris
serta seluruh aktiva, pasiva, modal,pendapatan, dan biaya seluruhnya
dicatat dalam satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dengan
menggunakan format sesuai dengan Lampiran II PER-10/PJ/2012
iii. fotokopi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
yang terakhir
d. Wajib Pajak Kontrak Investasi Kolektif : (Pasal 3 PER-10/PJ/2012)
disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor
Wilayah paling lama 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat berakhir;
mengemukakan alasan pencabutan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya; dan
permohonan diajukan setelah lewat jangka waktu 5 (lima) tahun pajak sejak diterbitkan
izin atau penyampaian pemberitahuan dengan format sesuai dengan Lampiran I PER-
10/PJ/2012
o Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan harus memberikan keputusan dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan dari WP diterima secara lengkap.
Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Kepala Kantor Wilayah belum memberikan
keputusan maka permohonan dianggap diterima dan Kepala Kantor Wilayah atas nama
Menteri Keuangan harus menerbitkan keputusan paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak
berakhirnya jangka waktu tersebut dengan menggunakan Lampiran IV PER-10/PJ/2012(Pasal
9 ayat (2) PER-11/PJ/2010)
o Dalam hal permohonan WP dikabulkan, maka WP tersebut wajib menyelenggarakan
pembukuan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan satuan mata uang Rupiah pada awal
tahun buku berikutnya, dan tidak dapat mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan
pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika
Serikat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak izin tersebut dicabut. Dalam hal Wajib Pajak
ini kemudian bermaksud menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa
Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat lagi, Wajib Pajak harus mengajukan surat
permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah setelah jangka waktu 5 (lima) tahun
terlampaui. (Pasal 11 PER-11/PJ/2010)
o Bagi Wajib Pajak yang izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan
bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dicabut, konversi dilakukan
dengan bertitik tolak dari Neraca akhir tahun buku diselenggarakannya pembukuan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dengan
Page 386 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
menggunakan kurs yang berlaku dengan mengacu pada peralihan pembukuan dari satuan
mata uang Rupiah ke satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud
dalamPasal 6 angka 1 PMK-196/PMK.03/2007. (Pasal 15 PMK-196/PMK.03/2007)
a. Bagi Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya : fotokopi kontrak karya
b. Bagi Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama : fotokopi Kontrak Kerja Sama
3. Dalam hal pemberitahuan yang disampaikan ke KPP tidak dilengkapi dengan dokumen
yang dipersyaratkan dan/atau melampaui ketentuan batas waktu penyampaian
pemberitahuan, maka pemberitahuan tersebut dianggap tidak disampaikan. (Pasal
10 PER-11/PJ/2010)
B. CARA YANG DILAKUKAN KERJA SAMA OPERASI (KSO) AGAR DAPAT
MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN DENGAN BAHASA INGGRIS DAN MATA UANG
DOLLAR AMERIKA SERIKAT
0. Bagi KSO yang semua anggota KSO telah mendapatkan izin Menteri Keuangan untuk
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata
uang Dollar Amerika Serikat dan sepanjang dipersyaratkan dalam perjanjian
kerjasama/akta pendirian KSO untuk menyelenggarakan pembukuan dengan bahasa
inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat
Yaitu dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah dengan format sesuai dengan Lampiran
I PER-10/PJ/2012 paling lambat 3 (tiga) bulan : (Pasal 5 ayat (2) PER-11/PJ/2010)
1. Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan harus memberikan keputusan dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan dari Wajib Pajak diterima
secara lengkap. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Kepala Kantor Wilayah
belum memberikan keputusan maka permohonan dianggap diterima dan Kepala Kantor
Wilayah atas nama Menteri Keuangan harus menerbitkan keputusan paling lama 2 (dua)
hari kerja terhitung sejak berakhirnya jangka waktu tersebut dengan
menggunakanLampiran IV PER-10/PJ/2012
2. Dalam hal permohonan Wajib Pajak dikabulkan, maka WP tersebut tidak diperbolehkan
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata
uang Dollar Amerika Serikat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak izin tersebut dicabut.
Dalam hal Wajib Pajak ini kemudian bermaksud menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat lagi, Wajib
Pajak harus mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah setelah jangka
waktu 5 (lima) tahun terlampaui. (Pasal 11 PER-11/PJ/2010)
VII. KETENTUAN KONVERSI KE SATUAN MATA UANG DOLLAR BAGI WP YANG TELAH
MEMPEROLEH IZIN
o Bagi Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa
Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, berlaku ketentuan konversi ke satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat sebagai berikut: (Pasal 6 PMK-196/PMK.03/2007)
1. Pada awal tahun buku
o Penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika
Serikat untuk pertama kali dilakukan dengan bertitik tolak dari Neraca akhir tahun buku
sebelumnya (dalam satuan mata uang Rupiah) yang dikonversikan ke satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs:
a. untuk harga perolehan harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun menggunakan kurs yang
sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut;
b. untuk akumulasi penyusutan dan/atau amortisasi harta sebagaimana dimaksud
pada huruf a) menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat perolehan
harta tersebut;
c. untuk harta lainnya dan kewajiban menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku
pada akhir tahun buku sebelumnya, berdasarkan sistem pembukuan yang dianut
yang dilakukan secara taat asas;
d. apabila terjadi revaluasi aktiva tetap, di samping menggunakan nilai historis, atas
nilai selisih lebih dikonversi ke dalam satuan mata uang Dollar Amerika Serikat
dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat dilakukannya
revaluasi;
e. untuk laba ditahan atau sisa kerugian dalam satuan mata uang Rupiah dari tahun-
tahun sebelumnya, dikonversi ke dalam satuan mata uang Dollar Amerika Serikat
dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun buku
sebelumnya, yakni kurs tengah Bank Indonesia, berdasarkan sistem pembukuan
yang dianut yang dilakukan secara taat asas;
f. untuk modal saham dan ekuitas lainnya menggunakan kurs yang sebenarnya
berlaku pada saat terjadinya transaksi;
g. dalam hal terdapat selisih laba atau rugi sebagai akibat konversi dari satuan mata
uang Rupiah ke satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud
pada huruf a), huruf b), huruf c), huruf d), dan huruf e) maka selisih laba atau rugi
tersebut dibebankan pada rekening laba ditahan.
Page 389 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
a. Untuk transaksi yang dilakukan dengan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat,
pembukuannya dicatat sesuai dengan dokumen transaksi yang bersangkutan;
b. Untuk transaksi, baik dalam negeri maupun luar negeri, yang menggunakan satuan
mata uang selain Dollar Amerika Serikat, dikonversikan ke satuan mata uang Dollar
Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat
terjadinya transaksi, yaitu sebagai berikut:
i. apabila dari dokumen transaksi diketahui kurs yang berlaku, maka kurs yang
dipakai adalah kurs yang diketahui dari transaksi tersebut;
ii. apabila dari dokumen transaksi tidak diketahui kurs yang berlaku, maka kurs
yang dipakai adalah kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku, berdasarkan
sistem pembukuan yang dianut yang dilakukan secara taat asas.
VIII. PENGHITUNGAN BESAR ANGSURAN PPH 25 SETELAH WP MEMPEROLEH IZIN (Pasal 7 PMK-
196/PMK.03/2007)
A. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun Pajak pertama penyelenggaraan pembukuan
dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat adalah
sebesar PPh Pasal 25 dalam satuan mata uang Rupiah yang dikonversikan dengan menggunakan
kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku:
1. pada akhir tahun buku sebelum dimulainya pembukuan dengan menggunakan bahasa
Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat untuk konversi Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang PPh;
2. pada saat penyampaian atau batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelum dimulainya pembukuan dengan menggunakan
bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat untuk konversi Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang PPh; atau
3. pada saat surat ketetapan pajak diterbitkan untuk Tahun Pajak sebelum dimulainya
pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika
Serikat untuk konversi Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
(4) Undang-Undang PPh dan pada saat penetapan penghitungan besarnya angsuran
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6) Undang-Undang PPh.
B. Pembayaran PPh Pasal 25 dan Pasal 29 serta PPh Final yang dibayar sendiri oleh WP yang
memperoleh izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan
satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, dapat dilakukan dalam satuan mata uang Rupiah. (Pasal
7 ayat (2) PMK-196/PMK.03/2007)
o Dalam hal pembayaran PPh tersebut dilakukan dalam satuan mata uang Rupiah, WP harus
mengkonversikan pembayaran dalam satuan mata uang Rupiah tersebut ke satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Keuangan yang berlaku pada tanggal pembayaran. (Pasal 7 ayat (3) PMK-196/PMK.03/2007)
Wajib Pajak Badan, harus dikonversi ke dalam satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dengan
menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada
tanggal pembayaran atau pemotongan/pemungutan pajak tersebut. (Pasal 8 ayat (2) PMK-
196/PMK.03/2007)
XI. DALAM HAL KEPUTUSAN IZIN RUSAK, TIDAK TERBACA, HILANG, ATAU TIDAK DAPAT
DITEMUKAN LAGI (Pasal 15A PMK-1/PMK.03/2015)
o Dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh keputusan izin menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat yang telah diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, namun keputusan
dimaksud diketahui rusak, tidak terbaca, hilang atau tidak dapat ditemukan lagi, dan Wajib Pajak
tersebut bermaksud tetap menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan
satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, Wajib Pajak mengajukan permohonan penerbitan
kembali atas keputusan dimaksud kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar.
o Atas permohonan Wajib Pajak tersebut, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama
Menteri Keuangan setelah melakukan penelitian, dapat menerbitkan kembali keputusan sebagai
pengganti keputusan yang rusak, tidak terbaca, hilang atau tidak dapat ditemukan lagi tersebut.
o Keputusan yang diterbitkan kembali mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan keputusan yang
telah diterbitkan sebelumnya.
o Untuk dapat melanjutkan penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan
satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, Wajib Pajak wajib mengajukan permohonan izin dimaksud
kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak diundangkannya PMK-1/PMK.03/2015 (diundangkan tanggal 7
Januari 2015) atau 1 (satu) tahun sejak berakhirnya perjanjian dimaksud. (Pasal 15B ayat (2) PMK-
1/PMK.03/2015)
o Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan ini sebelumnya telah memperoleh keputusan
mengenai izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan
mata uang Dollar Amerika Serikat, atas keputusan mengenai izin yang diterbitkan berdasarkan
permohonan sebagaimana dimaksud pada Pasal 15B ayat (2) PMK-1/PMK.03/2015 menggantikan
keputusan mengenai izin yang telah diterbitkan sebelumnya. (Pasal 15B ayat (3) PMK-
1/PMK.03/2015)
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 28 ayat (6) UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan
ketiga atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 28 PP 94 TAHUN 2010 (berlaku sejak 30 Desember 2010) tentang Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan
C. Pasal 12 PP 138 TAHUN 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan
Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (berlaku sejak 1 Januari 2001 s/d 29 Desember 2010)
D. Lampiran I, II dan VI KEP-297/PJ./2002 (mulai berlaku tanggal 5 Juni 2002) tentang Pelimpahan
Wewenang Direktur Jenderal Pajak Kepada Para Pejabat di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
stdtd KEP-183/PJ./2010(mulai berlaku tanggal 26 Maret 2010)
o S-255/PJ.312/2004 (tanggal 10 Maret 2004) tentang peraturan tentang tata cara permohonan
perubahan metode
A. Dalam hal WP melakukan perubahan tahun buku dan telah mendapat persetujuan DJP,
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam bagian tahun buku yang tidak termasuk dalam
tahun buku yang baru harus dilaporkan dengan Surat Pemberitahuan tersendiri dengan
melampirkan neraca dan laporan laba-rugi (PP 138 TAHUN 2000Pasal 12) (berlaku sejak 1
Januari 2001 s/d 29 Desember 2010)
B. PP 94 TAHUN 2010 Pasal 28 (berlaku sejak 30 Desember 2010)
1. Wajib Pajak yang melakukan perubahan tahun buku dan telah mendapat persetujuan dari
Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6) Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, harus melaporkan penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam bagian tahun buku yang tidak termasuk dalam tahun buku
yang baru dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersendiri untuk
Bagian Tahun Pajak yang bersangkutan.
2. Sisa rugi fiskal yang masih dapat dikompensasikan yang berasal dari tahun-tahun pajak
sebelum perubahan tahun buku dapat dikompensasikan dengan penghasilan untuk
Bagian Tahun Pajak dan Tahun Pajak berikutnya.
J.5. Ketentuan Terkait Konversi Ke Satuan Mata Uang Dollar Dan Ketentuan Lain Setelah
WP Memperoleh Izin Pembukuan Dollar
I. DASAR HUKUM
o KLIK DISINI
II. KETENTUAN KONVERSI KE SATUAN MATA UANG DOLLAR BAGI WP YANG TELAH
MEMPEROLEH IZIN
o Bagi Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa
Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, berlaku ketentuan konversi ke satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat sebagai berikut: (Pasal 6 PMK-196/PMK.03/2007)
1. Pada awal tahun buku
o Penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika
Serikat untuk pertama kali dilakukan dengan bertitik tolak dari Neraca akhir tahun buku
sebelumnya (dalam satuan mata uang Rupiah) yang dikonversikan ke satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs:
a. untuk harga perolehan harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun menggunakan kurs yang
sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut;
b. untuk akumulasi penyusutan dan/atau amortisasi harta sebagaimana dimaksud
pada huruf a) menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat perolehan
harta tersebut;
c. untuk harta lainnya dan kewajiban menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku
pada akhir tahun buku sebelumnya, berdasarkan sistem pembukuan yang dianut
yang dilakukan secara taat asas;
d. apabila terjadi revaluasi aktiva tetap, di samping menggunakan nilai historis, atas
nilai selisih lebih dikonversi ke dalam satuan mata uang Dollar Amerika Serikat
dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat dilakukannya
revaluasi;
e. untuk laba ditahan atau sisa kerugian dalam satuan mata uang Rupiah dari tahun-
tahun sebelumnya, dikonversi ke dalam satuan mata uang Dollar Amerika Serikat
dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun buku
sebelumnya, yakni kurs tengah Bank Indonesia, berdasarkan sistem pembukuan
yang dianut yang dilakukan secara taat asas;
f. untuk modal saham dan ekuitas lainnya menggunakan kurs yang sebenarnya
berlaku pada saat terjadinya transaksi;
g. dalam hal terdapat selisih laba atau rugi sebagai akibat konversi dari satuan mata
uang Rupiah ke satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud
pada huruf a), huruf b), huruf c), huruf d), dan huruf e) maka selisih laba atau rugi
tersebut dibebankan pada rekening laba ditahan.
2. Dalam tahun berjalan:
a. Untuk transaksi yang dilakukan dengan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat,
pembukuannya dicatat sesuai dengan dokumen transaksi yang bersangkutan;
b. Untuk transaksi, baik dalam negeri maupun luar negeri, yang menggunakan satuan
mata uang selain Dollar Amerika Serikat, dikonversikan ke satuan mata uang Dollar
Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat
terjadinya transaksi, yaitu sebagai berikut:
i. apabila dari dokumen transaksi diketahui kurs yang berlaku, maka kurs yang
dipakai adalah kurs yang diketahui dari transaksi tersebut;
ii. apabila dari dokumen transaksi tidak diketahui kurs yang berlaku, maka kurs
yang dipakai adalah kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku, berdasarkan
sistem pembukuan yang dianut yang dilakukan secara taat asas.
III. PENGHITUNGAN BESAR ANGSURAN PPH 25 SETELAH WP MEMPEROLEH IZIN (Pasal 7 PMK-
196/PMK.03/2007)
A. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun Pajak pertama penyelenggaraan pembukuan
dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat adalah
sebesar PPh Pasal 25 dalam satuan mata uang Rupiah yang dikonversikan dengan menggunakan
kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku:
1. pada akhir tahun buku sebelum dimulainya pembukuan dengan menggunakan bahasa
Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat untuk konversi Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang PPh;
2. pada saat penyampaian atau batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelum dimulainya pembukuan dengan menggunakan
bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat untuk konversi Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang PPh; atau
3. pada saat surat ketetapan pajak diterbitkan untuk Tahun Pajak sebelum dimulainya
pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika
Serikat untuk konversi Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
(4) Undang-Undang PPh dan pada saat penetapan penghitungan besarnya angsuran
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6) Undang-Undang PPh.
B. Pembayaran PPh Pasal 25 dan Pasal 29 serta PPh Final yang dibayar sendiri oleh WP yang
memperoleh izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan
satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, dapat dilakukan dalam satuan mata uang Rupiah. (Pasal
7 ayat (2) PMK-196/PMK.03/2007)
o Dalam hal pembayaran PPh tersebut dilakukan dalam satuan mata uang Rupiah, WP harus
mengkonversikan pembayaran dalam satuan mata uang Rupiah tersebut ke satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Keuangan yang berlaku pada tanggal pembayaran. (Pasal 7 ayat (3) PMK-196/PMK.03/2007)
satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, dikonversikan ke dalam satuan mata uang Dollar Amerika
Serikat dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada akhir tahun buku pada
saat kerugian fiskal tersebut terjadi. (Pasal 11 PMK-196/PMK.03/2007)
K. Pemeriksaan
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
C. PER-23/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2011) tentang Standar Pemeriksaan
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
(Pasal 2 PMK-17/PMK.03/2013)
L. Penjelasan Wajib Pajak dan Permintaan Keterangan Kepada Pihak Ketiga KLIK DISINI
M. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP) KLIK DISINI
F. Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) dan Surat Yang Berisi Perubahan Tim Pemeriksa Pajak KLIK DISINI
1. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, jika Unit Pelaksana Pemeriksaan adalah Direkorat
Pemeriksaan dan Penagihan; atau
2. Kakanwil DJP, jika Unit Pelaksana Pemeriksaan adalah Kantor Wilayah DJP atau KPP.
A. SP2 yang Diterbitkan Sebelum Berlakunya PMK-17/PMK.03/2013 dan Pemeriksaan Belum Selesai
Terhadap SP2 yang diterbitkan sebelum berlakunya PMK-17/PMK.03/2013 dan Pemeriksaan belum
selesai, proses penyelesaian selanjutnya dilakukan berdasarkan ketentuan PMK-
17/PMK.03/2013. (Pasal 94 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
B. Pemeriksaan yang Ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Telah Dibuat LHP
Sumir
Terhadap Pemeriksaan yang ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan telah dibuat
LHP Sumir, dapat dilakukan Pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKP sepanjang hasil
Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 94
ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
I. DASAR HUKUM
1. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
2. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
a. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
b. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
c. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
d. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
• Ruang lingkup Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat
meliputi:(Pasal 3 PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan harus dilakukan terhadap Wajib kewajiban perpajakan dilakukan dengan jenis
Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan
kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud Kantor. (Pasal 5 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP. (Pasal 4 ayat
(1) PMK-17/PMK.03/2013) o Dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor, dalam hal
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
tersebut diajukan oleh WP yang memenuhi
persyaratan:
• Dalam hal Pemeriksaan Kantor ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/atau
transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, pelaksanaan Pemeriksaan
Kantor diubah menjadi Pemeriksaan Lapangan. (Pasal 5 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
C. PER-23/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Standar Pemeriksaan
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
• Pemeriksa Pajak tidak dikenai sanksi dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan:
1. telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan
sebagai Pemeriksa Pajak;
Syarat kompetensi Pemeriksa Pajak, baik sebagai individu, maupun sebagai tim Pemeriksa
Pajak:
o DJP;
o BPPK; maupun
o instansi lain;
3. jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan
negara; dan
i. memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, atau semenda s.d. derajat
kedua dengan WP;
ii. memiliki kepentingan keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung
dengan WP;
iii. pernah bekerja atau memberikan jasa di bidang yang berhubungan dengan
masalah perpajakan, akuntansi, ataupun keuangan kepada WP dalam kurun
waktu 2 (dua) tahun terakhir;
Page 406 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
iv. memiliki teman dekat/keluarga yang dapat berposisi sebagai wakil WP yang
diperiksa; atau
v. keadaan, kondisi, dan perbuatan tertentu lainnya yang menurut pertimbangan
Pemeriksa Pajak dapat mengganggu independensi.
1. pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan
Pemeriksaan, yang paling sedikit meliputi:
b. menyusun rencana Pemeriksaan (audit plan), dan menyusun program Pemeriksaan (audit
program), serta mendapat pengawasan yang seksama;
Definisi Definisi
Rencana Pemeriksaan (Audit Plan) adalah rencana Program Pemeriksaan (Audit Program) adalah
kerja Pemeriksaan yang disusun oleh Supervisor dan pernyataan pilihan Metode Pemeriksaan, Teknik
harus ditelaah serta mendapat persetujuan dari Kepala Pemeriksaan, dan Prosedur Pemeriksaan yang
UP2 yang berisi identitas WP, identitas tim Pemeriksa akan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak dalam
Pajak, dan uraian rencana. (Pasal 1 angka 7 PER- melakukan Pemeriksaan sesuai dengan Rencana
23/PJ/2013) Pemeriksaan. (Pasal 1 angka 8 PER-23/PJ/2013)
atas data WP yang telah dikumpulkan dan ii. Program Pemeriksaan sekurang-kurangnya
dipelajari, menyatakan Metode Pemeriksaan, Teknik
iii. Rencana Pemeriksaan harus ditelaah dan Pemeriksaan, dan Prosedur Pemeriksaan
mendapat persetujuan dari Kepala UP2 yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak, dan
sebelum SP2 diterbitkan, buku, catatan, dan dokumen yang diperlukan,
iv. Rencana Pemeriksaan antara lain berisi: iii. Dalam hal terdapat perubahan Rencana
o Identitas WP yang memberikan gambaran umum Pemeriksaan berupa penambahan pos-pos
mengenai WP; yang akan diperiksa maka harus dibuat
o Identitas tim Pemeriksa Pajak yang berisi Perubahan Program Pemeriksaan,
susunan tim dan jumlah SP2 yang sedang iv. Kepala UP2 menandatangani Program
dikerjakan tim Pemeriksa Pajak yang Pemeriksaan untuk mengetahui apakah
bersangkutan; dan Program Pemeriksaan yang dibuat sesuai
o Uraian Rencana Pemeriksaan yang berisi dengan pos-pos yang akan diperiksa
informasi mengenai idehtifikasi masalah, sebagaimana tercantum dalam Rencana
perkiraan tanggal selesai Pemeriksaan, serta Pemeriksaan dan perubahannya,
pos-pos yang akan diperiksa. v. Program Pemeriksaan harus memuat
Rencana Program Pemeriksaan dan
v. Rencana Pemeriksaan dapat Realisasi Program Pemeriksaan.
dilakukanperubahan jika Pemeriksa Pajak
menemukan kondisi yang berbeda saat (Pasal 4 huruf a angka 3 PER-23/PJ/2013)
melakukan Pemeriksaan terhadap WP dengan
kondisi awal yang dijadikan pertimbangan saat
membuat Rencana Pemeriksaan,
vi. Perubahan Rencana Pemeriksaan dapat
disetujui atau ditolak berdasarkan
pertimbangan Kepala UP2,
vii. Perubahan Rencana Pemeriksaan harus
memperhatikan jangka waktu Pemeriksaan,
o Bukti kompeten adalah bukti yang valid dan relevan dengan tetap mempertimbangkan
prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atas transaksi WP yang memiliki hubungan
istimewa.
a. Valid berarti bukti dapat diandalkan untuk menyimpulkan suatu fakta. Tingkat validitas
bukti dipengaruhi oleh 3 (tiga) hal sebagai berikut:
Bukti yang diperoleh dari pihak yang independen tingkat validitasnya lebih
tinggi dibandingkan bukti yang diperoleh dari pihak yang tidak
independen. Selain independensi, perlu juga memperhatikan hubungan
pihak yang memberikan bukti dengan bukti yang diberikan.
b. Relevan berarti bukti harus berkaitan dengan pos-pos yang akan diperiksa
sebagaimana tercantum dalam Program Pemeriksaan.
o Bukti yang cukup adalah bukti yang memadai untuk mendukung temuan hasil
Pemeriksaan. Kecukupan terkait dengan pertimbangan profesional (professional
judgement) Pemeriksa Pajak.
4. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang
ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim, dan dalam keadaan tertentu ketua tim dapat
merangkap sebagai anggota tim;
o Keadaan tertentu Ketua Tim dapat merangkap sebagai Anggota Tim adalah:
5. tim Pemeriksa Pajak dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu, baik yang
berasal dari DJP, maupun dari instansi di luar DJP yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak,
sebagai tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara;
6. apabila diperlukan, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat
dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain;
7. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat tinggal atau tempat
kedudukan WP, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas WP, dan/atau atau tempat lain yang
dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak;
8. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja;
dan
9. pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).
Fungsi KKP
Isi KKP
KKP harus:
a. ruang lingkup dan pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan,
b. simpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya
penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan
c. pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan.
Page 410 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
a. penugasan Pemeriksaan;
b. identitas WP;
c. pembukuan atau pencatatan WP;
d. pemenuhan kewajiban perpajakan;
e. data/informasi yang tersedia;
f. buku dan dokumen yang dipinjam;
g. materi yang diperiksa;
h. uraian hasil Pemeriksaan;
i. ikhtisar hasil Pemeriksaan;
j. penghitungan pajak terutang; dan
k. simpulan dan usul Pemeriksa Pajak.
3. LHP disusun dan ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak (Pasal 6 huruf c PER-23/PJ/2013)
4. LHP ditandatangani oleh Kepala UP2 untuk mengetahui apakah:
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
c. memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak kepada WP apabila susunan
keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
d. melakukan pertemuan dengan WP;
e. menuangkan hasil pertemuan dengan WP dalam berita acara pertemuan dengan WP;
f. menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada WP;
g. memberikan hak untuk hadir kepada WP dalam rangka PAHP pada waktu yang telah ditentukan;
h. menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada WP;
i. melakukan pembinaan kepada WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dengan menyampaikan saran secara tertulis;
j. mengembalikan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan
dokumen lainnya yang dipinjam dari WP; dan
k. merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak atas segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan
kepadanya oleh WP dalam rangka Pemeriksaan.
(Pasal 11 PMK-17/PMK.03/2013)
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
a. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat
Perintah Pemeriksaan (SP2);
b. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dalam
hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan;
c. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak
apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
d. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan;
e. menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP);
f. menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP) pada waktu yang telah ditentukan;
g. mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan,
dalam hal masih terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan
WP pada saat PAHP; dan
h. memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui
pengisian Kuesioner Pemeriksaan.
(Pasal 13 PMK-17/PMK.03/2013)
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
• Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu
Pemeriksaan yang meliputi:
Jangka waktu pengujiannya paling lama 6 (enam) Jangka waktu pengujiannya paling lama 4 (empat)
bulan, yang dihitung sejak Surat Pemberitahuan bulan, yang dihitung sejak tanggal WP, wakil, kuasa
Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada WP, dari WP pegawai, atau anggota keluarga yang telah
wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang dewasa dari WP datang memenuhi Surat Panggilan
telah dewasa dari WP, sampai dengan tanggal SPHP Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sampai
disampaikan kepada WP, wakil, kuasa, pegawai, atau dengan tanggal SPHP disampaikan kepada WP,
anggota keluarga yang telah dewasa dari WP. wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang
(Pasal 15 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013) telah dewasa dari WP.
(Pasal 15 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Jangka waktu pengujiannya dapat diperpanjang untuk Jangka waktu pengujiannya dapat diperpanjang
jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan. (Pasal 16 ayat untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan. (Pasal
(1) PMK-17/PMK.03/2013) 17 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan
Lapangan dilakukan dalam hal: Kantor dilakukan dalam hal:
o Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari WP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D,
harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan
diterima secara lengkap. (Pasal 17B ayat (1) UU KUP)
Jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporannya paling lama 2 (dua) bulan, yang
dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota yang telah dewasa
dari WP sampai dengan tanggal LHP. (Pasal 15 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
• Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan diselesaikan dengan cara:
a. menghentikan Pemeriksaan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Sumir; atau
b. membuat LHP, sebagai dasar penerbitan SKP dan/atau STP.
(Pasal 20 PMK-17/PMK.03/2013)
1. WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari WP yang
diperiksa:
a. tidak ditemukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan diterbitkan; atau
b. tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak tanggal
Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
o Pemeriksaan yang dihentikan dengan membuat LHP Sumir karena WP tidak ditemukan
atau tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan, dapat dilakukan Pemeriksaan kembali
apabila dikemudian hari WP ditemukan. (Pasal 23 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
3. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan
penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dan penyidikan
tersebut dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B UU KUP.
4. Pemeriksaan Ulang tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan
dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.
5. Terdapat keadaan tertentu berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
B. Membuat LHP Sebagai Dasar Penerbitan SKP dan atau STP (Pasal 22 PMK-17/PMK.03/2013)
Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP sebagai dasar penerbitan SKP dan/atau
STP dilakukan dalam hal:
1. WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari WP yang dilakukan
Pemeriksaan sehubungan dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UU KUP:
a. tidak ditemukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan diterbitkan; atau
b. tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak tanggal
Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
o Pajak terutang atas Pemeriksaan terhadap WP yang tidak ditemukan atau tidak
memenuhi panggilan Pemeriksaan, ditetapkan secara jabatan. (Pasal 23 ayat (2) PMK-
17/PMK.03/2013)
2. WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari WP yang dilakukan
Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan Pemeriksaan dapat
diselesaikan dalam jangka waktu Pemeriksaan.
3. WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari WP yang dilakukan
Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan pengujian kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan belum dapat diselesaikan sampai dengan:
4. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka
tersebut:
o Penyidik menghentikan penyidikan dalam hal tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa
tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan, atau penyidikan
d. dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan
mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
5. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan
penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dan penyidikan
tersebut:
a. dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A UU KUP;
atau
b. dilanjutkan dengan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan mengenai tindak
pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan
Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
A. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak
yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa Pajak berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2). (Pasal
24 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
• SP2 diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam suatu Bagian Tahun Pajak atau
Tahun Pajak yang sama atau untuk satu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak terhadap satu
WP. (Pasal 24 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
• SP2 dibuat sesuai format di Lampiran I PMK-17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (1) PMK-
17/PMK.03/2013)
B. Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak diubah, kepala unit pelaksana Pemeriksaan harus menerbitkan
surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 24 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
• Surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak dibuat sesuai format di Lampiran I PMK-
17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
C. Dalam hal tim Pemeriksa Pajak dibantu oleh tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e
PMK-17/PMK.03/2013, tenaga ahli tersebut bertugas berdasarkan surat tugas yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak. (Pasal 24 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
• Tim Pemeriksa Pajak dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu,
baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, maupun yang berasal dari instansi di luar
Page 424 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, sebagai tenaga ahli
seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara. (Pasal 8 huruf
e PMK-17/PMK.03/2013)
• Surat tugas untuk tenaga ahli yang membantu pelaksanaan Pemeriksaan dibuat sesuai format
di Lampiran I PMK-17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
A. Pemberitahuan Kepada WP
Pemberitahuan Pemberitahuan
Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kepada Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kepada
WP mengenai dilakukannya Pemeriksaan Lapangan WP mengenai dilakukannya Pemeriksaan Kantor
dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan menyampaikan Surat Panggilan Dalam
Pemeriksaan Lapangan. (Pasal 25 ayat (1) PMK- Rangka Pemeriksaan Kantor. (Pasal 25 ayat
17/PMK.03/2013) (2) PMK-17/PMK.03/2013)
2. melalui faksimili,
3. pos dengan bukti pengiriman surat, atau
4. jasa pengiriman lainnya dengan bukti
pengiriman.
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan,
Pajak wajib melakukan pertemuan dengan WP, wakil, Pemeriksa Pajak wajib melakukan pertemuan
atau kuasa dari WP. (Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) PMK- dengan WP, wakil, atau kuasa dari WP. (Pasal
17/PMK.03/2013) 27 ayat (1) dan ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
1. buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk 3. daftar buku, catatan, dan/atau dokumen,
data yang dikelola secara elektronik serta termasuk data yang dikelola secara
keterangan lain yang diperlukan dan elektronik serta keterangan lain yang
diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan diperlukan oleh Pemeriksa Pajak, harus
Pemeriksaan di tempat WP, dipinjam pada saat dilampirkan pada Surat Panggilan Dalam
itu juga dan Pemeriksa Pajak membuat bukti Rangka Pemeriksaan Kantor. (Pasal 28 ayat
peminjaman dan pengembalian buku, catatan, (2) huruf a PMK-17/PMK.03/2013)
dan dokumen. (Pasal 28 ayat (1) huruf
a PMK-17/PMK.03/2013) • Daftar buku, catatan, dan dokumen yang
wajib dipinjamkan dibuat sesuai
• Bukti peminjaman dan pengembalian format di Lampiran III PMK-
buku, catatan, dan dokumen dibuat sesuai 17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (3)
format di Lampiran III PMK- PMK-17/PMK.03/2013)
17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (3) PMK-
17/PMK.03/2013)
2. dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, 2. buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk
termasuk data yang dikelola secara elektronik data yang dikelola secara elektronik serta
serta keterangan lain yang diperlukan belum keterangan lain, wajib dipinjamkan pada saat
ditemukan atau diberikan oleh WP pada saat WP memenuhi panggilan dalam rangka
pelaksanaan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak Pemeriksaan Kantor dan Pemeriksa Pajak
membuat surat permintaan peminjaman buku, membuat bukti peminjaman dan
catatan, dan dokumen yang dilampiri pengembalian buku, catatan, dan
dengandaftar buku, catatan, dan/atau dokumen dokumen. (Pasal 28 ayat (2) huruf b PMK-
yang wajib dipinjamkan. (Pasal 28 ayat (1) 17/PMK.03/2013)
huruf b PMK-17/PMK.03/2013)
3. dalam hal untuk mengakses dan/atau 3. dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen,
mengunduh data yang dikelola secara termasuk data yang dikelola secara
elektronik diperlukan peralatan dan/atau elektronik serta keterangan lain yang
keahlian khusus, Pemeriksa Pajak dapat diperlukan belum tercantum dalam lampiran
meminta bantuan kepada: Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan
a. WP untuk menyediakan tenaga Kantor, Pemeriksa Pajak membuat surat
dan/atau peralatan atas biaya WP; atau permintaan peminjaman buku, catatan, dan
b. seorang atau lebih yang memiliki dokumen. (Pasal 28 ayat (2) huruf c PMK-
keahlian tertentu, baik yang berasal 17/PMK.03/2013)
dari Direktorat Jenderal Pajak maupun
yang berasal dari luar Direktorat
Jenderal Pajak.
• Surat permintaan peminjaman buku,
(Pasal 28 ayat (1) huruf c PMK- catatan, dan dokumen serta daftar buku,
17/PMK.03/2013) catatan, dan dokumen yang wajib
dipinjamkan dibuat sesuai
formatdi Lampiran III PMK-
17/PMK.03/2013.(Pasal 93 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam berupa fotokopi dan/atau berupa
data yang dikelola secara elektronik, WP yang diperiksa harus membuat surat
pernyataan bahwa fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik yang dipinjamkan
kepada Pemeriksa Pajak adalah sesuai dengan aslinya. (Pasal 28 ayat (5) PMK-
17/PMK.03/2013)
Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik
serta keterangan lain yang diminta oleh Pemeriksa Pajak tidak dimiliki atau tidak dikuasai oleh
WP, WP harus membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa buku, catatan, dan/atau
dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta
oleh Pemeriksa Pajak tidak dimiliki atau tidak dikuasai oleh WP. (Pasal 29 ayat (1) PMK-
17/PMK.03/2013)
Dalam hal buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta
keterangan lain perlu dilindungi kerahasiaannya, WP dapat mengajukan permintaan agar
pelaksanaan Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat WP dengan menyediakan ruangan
khusus. (Pasal 29 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
• Setiap penyerahan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara
elektronik serta keterangan lain dari WP, Pemeriksa Pajak membuat bukti peminjaman dan
pengembalian buku, catatan, dan dokumen. (Pasal 28 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
o Bukti peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dokumen dibuat sesuai
format di Lampiran III PMK-17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (3) PMK-
17/PMK.03/2013)
• Dalam hal WP telah meminjamkan seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang
dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta, Pemeriksa Pajak harus
membuat berita acara pemenuhan seluruh peminjaman buku, catatan dan dokumen. (Pasal
30 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
o Berita acara pemenuhan seluruh peminjaman buku, catatan, dan dokumen dibuat
sesuai format diLampiran III PMK-17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (3) PMK-
17/PMK.03/2013)
Buku, catatan, dan/atau dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan
lain wajib diserahkan kepada Pemeriksa Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak surat permintaan
peminjaman buku, catatan, dan dokumen disampaikan. (Pasal 28 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
• Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta
keterangan lain yang dipinjam belum dipenuhi dan jangka waktu 1 (satu) bulan belum terlampaui,
Pemeriksa Pajak dapat menyampaikan peringatan secara tertulis paling banyak 2 (dua) kali, yaitu:
Page 431 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
a. surat peringatan pertama setelah 2 (dua) minggu sejak tanggal penyampaian surat
permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen;
b. surat peringatan kedua setelah 3 (tiga) minggu sejak tanggal penyampaian surat
permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen.
▪ Setiap surat peringatan yang disampaikan harus dilampiri dengan daftar buku, catatan,
dan dokumen yang belum dipinjamkan dalam rangka Pemeriksaan. (Pasal 28 ayat (7)
PMK-17/PMK.03/2013)
▪ Surat peringatan pertama/kedua serta daftar buku, catatan, dan dokumen yang belum
dipinjamkandibuat sesuai format di Lampiran III PMK-17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat
(3) PMK-17/PMK.03/2013)
• Apabila jangka waktu 1 (satu) bulan terlampaui dan WP tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan
buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan
lain yang diminta, Pemeriksa Pajak harus membuat berita acara tidak dipenuhinya permintaan
peminjaman buku, catatan, dan dokumen yang dilampiri dengan rincian daftar buku, catatan, dan
dokumen yang wajib dipinjamkan namun belum diserahkan oleh WP. (Pasal 30 ayat (1) PMK-
17/PMK.03/2013)
o Berita acara tidak dipenuhinya peminjaman buku, catatan, dan dokumen dibuat sesuai
format di Lampiran III PMK-17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Dalam hal WP tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen,
termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta berdasarkan berita
acara tidak dipenuhinya permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen, Pemeriksa Pajak
harus menentukan dapat atau tidaknya melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya
penghasilan kena pajak berdasarkan bukti kompeten yang cukup sesuai standar pelaksanaan
Pemeriksaan. (Pasal 31 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Dalam hal Penghasilan Kena Pajak tidak dihitung secara jabatan, Pemeriksa Pajak dapat
meminjam tambahan buku, catatan, dan/atau dokumen serta keterangan lain selain yang
sudah dipinjam. (Pasal 31 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
K.11. Penyegelan
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
A. Tujuan Penyegelan
Pemeriksa Pajak berwenang melakukan Penyegelan untuk memperoleh atau mengamankan buku,
catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik, dan benda-benda lain
yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas WP yang diperiksa agar
tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan. (Pasal 32
ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Penyegelan dilakukan apabila pada saat pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan, WP, wakil, atau
kuasa dari WP yang diperiksa:
1. tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk memasuki tempat atau ruang
serta memeriksa barang bergerak dan/atau tidak bergerak, yang diduga atau patut diduga
digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dan/atau dokumen, termasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program
aplikasi on-line yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
WP;
2. menolak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan yang antara lain berupa tidak
memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk mengakses data yang dikelola secara
elektronik atau membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak;
3. tidak berada di tempat dan tidak ada pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari
WP yang mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku pihak yang mewakili WP,
sehingga diperlukan upaya pengamanan Pemeriksaan sebelum Pemeriksaan ditunda; atau
4. tidak berada di tempat dan pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari WP yang
mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku pihak yang mewakili WP menolak memberi
bantuan guna kelancaran Pemeriksaan.
1. Penyegelan dilakukan dengan menggunakan tanda segel. (Pasal 33 ayat (1) PMK-
17/PMK.03/2013)
• Dalam hal saksi menolak menandatangani berita acara Penyegelan, Pemeriksa Pajak
membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara Penyegelan. (Pasal
33 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)
3. Dalam melakukan Penyegelan, Pemeriksa Pajak wajib membuat berita acara Penyegelan.
(Pasal 33 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
• Berita acara Penyegelan dibuat dan ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dengan
disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim
Pemeriksa Pajak. (Pasal 33 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
• Berita acara Penyegelan dibuat 2 (dua) rangkap dan rangkap kedua diserahkan kepada
WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari WP yang
diperiksa. (Pasal 33 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
• Berita acara Penyegelan dibuat sesuai format di Lampiran IV PMK-
17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
a. WP, wakil, kuasa, atau pihak yang dapat mewakili WP telah memberi izin kepada
Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang
bergerak atau tidak bergerak yang disegel, dan/atau telah memberi bantuan guna
kelancaran Pemeriksaan;
b. berdasarkan pertimbangan Pemeriksa Pajak, Penyegelan tidak diperlukan
lagi; dan/atau
c. terdapat permintaan dari penyidik yang sedang melakukan penyidikan tindak pidana.
2. Pembukaan segel harus dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-
kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 34
ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
3. Dalam keadaan tertentu, pembukaan segel dapat dibantu oleh:
4. Dalam hal tanda segel yang digunakan untuk melakukan Penyegelan rusak atau hilang,
Pemeriksa Pajak harus:
o Berita acara tanda segel rusak/hilang dibuat sesuai format di Lampiran IV PMK-
17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
5. Dalam melakukan pembukaan segel, Pemeriksa Pajak membuat berita acara pembukaan
segel yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan saksi. (Pasal 34 ayat (5) PMK-
17/PMK.03/2013)
6. Berita acara pembukaan segel dibuat 2 (dua) rangkap dan rangkap kedua diserahkan kepada
WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari WP. (Pasal 34
ayat (7) PMK-17/PMK.03/2013)
Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Penyegelan atau jangka waktu lain dengan
mempertimbangkan tujuan Penyegelan, WP, wakil, atau kuasa dari WP tetap tidak memberi izin
kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak
atau tidak bergerak yang disegel, dan/atau tidak memberikan bantuan guna kelancaran Pemeriksaan,
WP dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan. (Pasal 35 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
• Dalam hal WP dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan, WP, wakil, atau kuasa dari WP wajib
menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan. (Pasal 35 ayat (2) PMK-
17/PMK.03/2013)
• Dalam hal WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak menandatangani surat pernyataan penolakan,
Pemeriksa Pajak membuat dan menandatangani berita acara mengenai penolakan
tersebut. (Pasal 35 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
Pemeriksa Pajak.(Pasal 36 ayat (2) PMK- 17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (5) PMK-
17/PMK.03/2013) 17/PMK.03/2013)
o Berita acara penolakan Pemeriksaan dibuat
sesuai format di Lampiran V PMK-
17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (5) PMK-
17/PMK.03/2013)
• Penyegelan
dapat melakukan penetapan pajak secara jabatan atau mengusulkan Pemeriksaan Bukti
Permulaan. (Pasal 38 PMK-17/PMK.03/2013)
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
III. PENJELASAN WAJIB PAJAK DAN PERMINTAAN KETERANGAN KEPADA PIHAK KETIGA
A. Penjelasan WP
• Untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci, Pemeriksa Pajak melalui kepala unit pelaksana
Pemeriksaan dapat memanggil WP, wakil, kuasa dari WP, pegawai atau anggota keluarga yang
telah dewasa dari WPmelalui penyampaian surat panggilan. (Pasal 39 ayat (1) PMK-
17/PMK.03/2013)
• Jika Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, penjelasan yang lebih rinci
dapat dilakukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat WP. (Pasal 39 ayat (2) PMK-
17/PMK.03/2013)
• Penjelasan yang lebih rinci yang diberikan kepada Pemeriksa Pajak dituangkan dalam berita
acara mengenai pemberian penjelasan WP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan
WP, wakil, kuasa dari WP, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari WP. (Pasal 39
ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
o Jika WP, wakil, kuasa dari WP, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari WP
menolak menandatangani berita acara tersebut, Pemeriksa Pajak membuat catatan
penolakan tersebut dalam berita acara dimaksud. (Pasal 39 ayat (4) PMK-
17/PMK.03/2013)
B. Permintaan Keterangan
Pemeriksa Pajak melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan, dapat meminta keterangan dan/atau
bukti kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 UU KUP secara tertulis sesuai
dengan PMK yang mengatur mengenai tata cara permintaan keterangan kepada pihak ketiga. (Pasal
40 PMK-17/PMK.03/2013)
• PMK yang mengatur mengenai tata cara permintaan keterangan kepada pihak ketiga
adalah PMK-87/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-
Pihak yang Terikat oleh Kewajiban Merahasiakan.
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan
kepada WP melalui penyampaian SPHP yang dilampiri dengan daftar temuan hasil
Pemeriksaan. (Pasal 41 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
• SPHP dan daftar temuan Pemeriksaan dibuat sesuai format di Lampiran VII PMK-
17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (7) PMK-17/PMK.03/2013)
1. Secara Langsung
Jika SPHP disampaikan secara langsung dan WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak untuk
menerima SPHP, WP, wakil, atau kuasa dari WP harus menandatangani surat penolakan
menerima SPHP. (Pasal 41 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
• Surat penolakan menerima SPHP dibuat sesuai format di Lampiran VII PMK-
17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (7) PMK-17/PMK.03/2013)
• Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak menandatangani surat penolakan menerima
SPHP, Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan menerima SPHP yang
ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 41 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
o Berita acara penolakan menerima SPHP dibuat sesuai format di Lampiran VII
PMK-17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (7) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Melalui Faksmili
WP wajib memberikan tanggapan tertulis atas SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan
dalam bentuk:
Tanggapan tertulis atas SPHP harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh)
hari kerja sejak tanggal diterimanya SPHP oleh WP.
Jika WP tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP, Pemeriksa Pajak membuat berita
acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP yang ditandatangani oleh tim
Pemeriksa Pajak.
• Berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP dibuat sesuai format
di Lampiran VII PMK-17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (7) PMK-17/PMK.03/2013)
Dalam rangka melaksanakan pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang tercantum dalam SPHP dan
daftar temuan hasil Pemeriksaan, kepada WP harus diberikan hak hadir dalam PAHP. (Pasal 43 ayat
(1) PMK-17/PMK.03/2013)
Hak hadir dalam PAHP diberikan melalui penyampaian undangan secara tertulis kepada WP
dengan mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya PAHP.
• Undangan dalam rangka PAHP dibuat sesuai format di Lampiran VII PMK-
17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (7) PMK-17/PMK.03/2013)
Undangan harus disampaikan kepada WP dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari
kerja terhitung sejak:
a. diterimanya tanggapan tertulis atas SPHP dari WP sesuai jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013; atau
b. berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) PMK-
17/PMK.03/2013(jika WP tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP)
Undangan dapat disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui faksimili.
Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP: Pemeriksa Pajak membuat:
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat 4. membuat berita acara PAHP yang dilampiri
(2) atau ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013; dan dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir,
2. hadir dalam PAHP sesuai dengan hari dan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa
tanggal yang tercantum dalam undangan Pajak dan WP, wakil, atau kuasa dari WP.
tertulis.
(Pasal 44 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP: Pemeriksa Pajak membuat:
Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP: Pemeriksa Pajak harus:
12. menyampaikan surat sanggahan dalam jangka 14. melakukan PAHP dengan WP dengan
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 mendasarkan pada surat sanggahan, dan
ayat (2) atau ayat (3) PMK- 15. menuangkan hasil pembahasan tersebut
17/PMK.03/2013; dan dalam risalah pembahasan,
13. hadir dalam PAHP sesuai undangan.
yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan
WP, wakil, atau kuasa dari WP.
(Pasal 44 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP: Pemeriksa Pajak membuat:
Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP: Pemeriksa Pajak tetap:
Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP: Pemeriksa Pajak membuat:
F. Ketidakhadiran WP
• Jika WP tidak hadir dalam PAHP pada hari dan tanggal sesuai undangan, PAHP dianggap telah
dilakukan.(Pasal 46 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
• Jika PAHP dianggap telah dilakukan, berita acara PAHP yang dilampiri dengan ihtisar hasil
pembahasan akhir ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 46 ayat (2) PMK-
17/PMK.03/2013)
o Berita acara PAHP dibuat sesuai format di Lampiran VII PMK-17/PMK.03/2013. (Pasal
93 ayat (7) PMK-17/PMK.03/2013)
a. Kepala Kanwil DJP, jika Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak pada KPP atau
Kanwil DJP; atau
b. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, jika Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa
Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.
a. risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat
(5) PMK-17/PMK.03/2013 telah ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan WP,
wakil, atau kuasa dari WP;dan
b. berita acara PAHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) PMK-
17/PMK.03/2013 belum ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan WP, wakil, atau
kuasa dari WP.
3. Cara dan Jangka Waktu Penyampaian Surat Permohonan (Pasal 47 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak penandatanganan risalah
pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) PMK-
17/PMK.03/2013 dan ditembuskan kepada kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
Susunan Tim QA Pemeriksaan terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang sekretaris, dan
3 (tiga) orang anggota.
Tim QA Pemeriksaan dibentuk oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kanwil
DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak.
1. membahas perbedaan pendapat antara WP dengan Pemeriksa Pajak pada saat PAHP;
2. memberikan simpulan dan keputusan atas perbedaan pendapat antara WP dengan
Pemeriksa Pajak; dan
3. membuat risalah Tim QA Pemeriksaan yang berisi simpulan dan keputusan hasil
pembahasan dan bersifat mengikat.
a. Tim QA Pemeriksaan,
b. Tim Pemeriksa Pajak, dan
c. WP, wakil, atau kuasa dari WP.
Dalam hal WP tidak hadir dalam pembahasan dengan Tim QA Pemeriksaan sesuai dengan
hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan, pembahasan dengan
Tim QA Pemeriksaan harus tetap dilakukanoleh Tim QA Pemeriksaan dan tim Pemeriksa
Pajak.
Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP hadir dalam pembahasan dengan
Tim QA Pemeriksaan, risalah Tim QA Pemeriksaan ditandatangani oleh:
o Tim QA Pemeriksaan,
o Ttim Pemeriksa Pajak, dan
o WP, wakil, atau kuasa dari WP.
Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP hadir dalam pembahasan dengan
Tim QA Pemeriksaan namun WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak menandatangani
risalah Tim QA Pemeriksaan, Tim QAPemeriksaan membuat catatan mengenai
penolakan tersebut dalam risalah Tim QA Pemeriksaan.
• Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP tidak hadir dalam pembahasan dengan
Tim QA Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan,
Tim QA Pemeriksaan membuat:
yang ditandatangani oleh Tim QA Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 53
ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
• Jika WP tidak hadir dalam pembahasan pada hari dan tanggal sesuai undangan,
pembahasan dengan Tim QA Pemeriksaan dianggap telah dilakukan. (Pasal 53 ayat
(5) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksa Pajak membuat berita PAHP yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan
akhir dengan mendasari kepada:
a. Risalah Pembahasan (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) PMK-
17/PMK.03/2013), dan
b. Risalah Tim QA Pemeriksaan (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) PMK-
17/PMK.03/2013).
• Berita acara PAHP dibuat sesuai format di Lampiran VII PMK-17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat
(7) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Surat Panggilan
Surat panggilan untuk menandatangani berita acara PAHP dibuat sesuai format
di Lampiran VII PMK-17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (7) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika surat panggilan disampaikan secara langsung dan WP, wakil, atau kuasa
dari WPmenolak untuk menerima surat panggilan tersebut, WP, wakil, atau
kuasa dari WP harus menandatangani surat penolakan menerima surat
panggilan untuk menandatangani berita acara PAHP. (Pasal 55 ayat (3) PMK-
17/PMK.03/2013)
b. melalui faksimili.
WP harus memenuhi panggilan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari
kerja setelah surat panggilan untuk menandatangani berita acara PAHP diterima oleh
WP. (Pasal 56 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
o Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP memenuhi panggilan, namun menolak
menandatangani berita acara PAHP, Pemeriksa Pajak membuat catatan
mengenai penolakan penandatanganan pada berita acara PAHP. (Pasal 56 ayat
(3) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP tidak memenuhi panggilan, Pemeriksa Pajak membuat catatan pada berita
acara PAHPmengenai tidak dipenuhinya panggilan.
M. Penetapan Pajak dan Penghasilan Kena Pajak Secara Jabatan (Pasal 57 PMK-17/PMK.03/2013)
Jika terhadap WP dilakukan penetapan pajak maupun penghasilan kena pajak secara jabatan, buku,
catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang
dapat dipertimbangkan oleh Pemeriksa Pajak dalam PAHP terbatas pada:
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
A. Dasar Penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) (Pasal 58 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
1. Risalah pembahasan,
2. Risalah Tim QA Pemeriksaan, dan/atau
3. Berita acara PAHP.
LHP digunakan oleh Pemeriksa Pajak sebagai dasar untuk membuat nota penghitungan.
• Nota penghitungan digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat
Tagihan Pajak.(Pasal 58 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
• Pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak dihitung sesuai dengan PAHP, kecuali:
Page 454 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
1. WP Tidak Hadir dalam PAHP tetapi Menyampaikan Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil
Pemeriksaan
Pajak yang terutang dihitung sesuai dengan lembar pernyataan persetujuan hasil
Pemeriksaan;
Pajak yang terutang dihitung berdasarkan SPHP dengan jumlah yang tidak disetujui
sesuai dengan surat sanggahan WP;
3. WP Tidak Hadir dalam PAHP dan Tidak Menyampaikan Tanggapan Tertulis atas SPHP,
Pajak yang terutang dihitung berdasarkan SPHP dan WP dianggap menyetujui hasil
Pemeriksaan.
(Pasal 58 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
Buku, catatan, dan dokumen yang dipinjam harus dikembalikan kepada WP dengan menggunakan
bukti peminjaman dan pengembalian buku, catatan dan dokumen paling lambat 7 (tujuh) hari
kerja sejak tanggal LHP.
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
SKP yang dapat dibatalkan secara jabatan atau berdasarkan permohonan WP oleh Direktur Jenderal
Pajak adalahSKP hasil Pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
Jika dilakukan pembatalan SKP hasil pemeriksaan, proses Pemeriksaan harus dilanjutkan
dengan melaksanakan prosedur penyampaian SPHP dan/atau PAHP. (Pasal 60 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
a. SKP sesuai dengan PAHP apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) UU KUP belum terlewati; atau
b. SKPLB sesuai dengan SPT apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) UU KUP terlewati.
2. Susunan Keanggotaan Tim Pemeriksa Pajak Berbeda (Pasal 60 ayat (5) PMK-
17/PMK.03/2013)
Jika susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak untuk melanjutkan Pemeriksaan berbeda
dengan susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak sebelumnya, Pemeriksaan
tersebut dilakukan setelah diterbitkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
• Laporan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT dibuat sesuai format di Lampiran VIII
PMK-17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (8) PMK-17/PMK.03/2013)
a. penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
dalam format SPT;
b. SSP atas pelunasan pajak yang kurang dibayar; dan
c. SSP atas pembayaran sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh
persen).
o SSP ini merupakan bukti pembayaran sanksi adminstrasi berupa kenaikan 50%
(lima puluh persen) terkait dengan pengungkapan ketidakbenaran pengisian
SPT. (Pasal 62 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
C. Pembuktian atas Pengungkapan dalam Laporan Tersendiri (Pasal 62 ayat (1) PMK-
17/PMK.03/2013)
D. Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT terkait dengan SPT Masa PPN (Pasal 62 ayat
(3) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT dilakukan untuk SPT Masa PPN, Pajak Masukan
atas perolehan BKP atau JKP yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN tidak dapat dikreditkan.
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
Pemeriksaan Bukti Permulaan Secara Terbuka Pemeriksaan Bukti Permulaan Secara Tertutup
3. Berita Acara
Jika Pemeriksaan dihentikan, Pemeriksa Pajak harus Direktur Jenderal Pajak masih dapat melakukan
menyampaikan surat pemberitahuan penghentian Pemeriksaan apabila setelah Pemeriksaan
Pemeriksaan kepada WP. (Pasal 67 ayat (2) PMK- dihentikan terdapat data selain yang diungkapkan
17/PMK.03/2013) dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP atau Pasal
44B UU KUP. (Pasal 67 ayat (3) PMK-
17/PMK.03/2013)
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
Pemeriksaan Ulang hanya dapat dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Direktur Jenderal
Pajak.(Pasal 68 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
• Instruksi atau persetujuan Direktur Jenderal Pajak tersebut dapat diberikan apabila terdapat
data barutermasuk data yang semula belum terungkap. (Pasal 68 ayat (2) PMK-
17/PMK.03/2013)
1. Adanya Tambahan atas Jumlah Pajak yang Telah Ditetapkan dalam SKP Sebelumnya (Pasal 68 ayat
(3) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika hasil Pemeriksaan Ulang mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan dalam SKP sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPKBT.
2. Tidak Adanya Tambahan atas Jumlah Pajak yang Telah Ditetapkan dalam SKP Sebelumnya (Pasal
68 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika hasil Pemeriksaan Ulang tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan dalam SKP sebelumnya, Pemeriksaan Ulang dihentikan dengan membuat
LHP Sumir dan kepada WP diberitahukan mengenai penghentian tersebut.
3. Tidak Adanya Tambahan atas Jumlah Pajak yang Telah Ditetapkan dalam SKP Sebelumnya tetapi
Ada Perubahan Jumlah Rugi Fiskal (Pasal 68 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika hasil Pemeriksaan Ulang tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan dalam SKP sebelumnya tetapi terdapat perubahan jumlah rugi fiskal, Direktur
Jenderal Pajakmenerbitkan keputusan mengenai rugi fiskal.
• Surat keputusan penetapan rugi fiskal berdasarkan Pemeriksaan ulang dibuat sesuai
format diLampiran X PMK-17/PMK.03/2013. (Pasal 93 ayat (10) PMK-
17/PMK.03/2013)
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
Ruang lingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan dapat meliputi penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan
dengan tujuan Pemeriksaan.
Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:
a. pemberian NPWP secara jabatan selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam
PMK-146/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Verifikasi;
b. penghapusan NPWP selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam PMK-
146/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Verifikasi;
c. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain yang dilakukan berdasarkan
Verifikasi sebagaimana diatur dalam PMK-146/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Verifikasi;
d. WP mengajukan keberatan;
e. pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto;
f. pencocokan data dan/atau alat keterangan;
g. penentuan WP berlokasi di daerah terpencil;
Page 466 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
C. PER-23/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Standar Pemeriksaan
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
• Pemeriksa Pajak tidak dikenai sanksi dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan:
Sama dengan Standar Umum Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban
Perpajakan di Pasal 7 PMK-17/PMK.03/2013.
Selengkapnya KLIK DISINI
1. harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, dan mendapat
pengawasan yang seksama;
a. Persiapan yang baik harus didukung dengan penyusunan Program Pemeriksaan (audit
program).
Page 468 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
i. Program Pemeriksaan disusun oleh Supervisor dan dibantu oleh Ketua Tim sesuai
tujuan dan kriteria Pemeriksaan,
ii. Program Pemeriksaan sekurang-kurangnya menyatakan Metode Pemeriksaan, Teknik
Pemeriksaan, dan Prosedur Pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak, dan
buku, catatan, dan dokumen yang diperlukan.
b. Pengawasan yang seksama dilakukan oleh Supervisor dalam rangka memastikan bahwa
pelaksanaan Pemeriksaan sejalan dengan tujuan dan kriteria Pemeriksaan.
2. luas Pemeriksaan disesuaikan dengan kriteria dilakukannya Pemeriksaan untuk tujuan lain;
3. dilakukan oleh tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari 1 (satu) orang supervisor, 1 (satu) orang ketua
tim, dan 1 (satu) orang atau lebih anggota tim, dan dalam keadaan tertentu ketua tim dapat
merangkap sebagai anggota tim;
o Keadaan tertentu Ketua Tim dapat merangkap sebagai Anggota Tim adalah:
4. dapat dilaksanakan di kantor DJP, tempat tinggal atau tempat kedudukan WP, tempat kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas WP, dan/atau di tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak;
5. dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja; dan
6. didokumentasikan dalam bentuk KKP.
o Fungsi KKP
o Isi KKP
KKP harus:
a. ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan,
b. simpulan Pemeriksa Pajak, dan
c. pengungkapan informasi lain yang terkait.
a. Identitas WP;
b. Penugasan Pemeriksaan;
c. Dasar (tujuan) Pemeriksaan;
d. Buku dan dokumen yang dipinjam;
e. Materi yang diperiksa;
f. Uraian hasil Pemeriksaan; dan
g. Simpulan dan usul Pemeriksa.
3. LHP disusun dan ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak, (Pasal 9 huruf c PER-23/PJ/2013)
4. LHP ditandatangani oleh Kepala UP2 untuk mengetahui apakah:
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
1. melihat dan/atau meminjam buku, catatan, 6. melihat dan/atau meminjam buku, catatan,
dan/atau dokumen yang menjadi dasar dan/atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain, pembukuan atau pencatatan, dan dokumen
yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan; lain termasuk data yang dikelola secara
2. mengakses dan/atau mengunduh data yang elektronik, yang berhubungan dengan
dikelola secara elektronik; penghasilan yang diperoleh, kegiatan
3. memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek
barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang yang terutang pajak;
diduga atau patut diduga digunakan untuk 7. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis
menyimpan buku, catatan, dan/atau dokumen dari WP; dan/atau
yang menjadi dasar pembukuan atau 8. meminta keterangan dan/atau data yang
pencatatan, dokumen lain, dan/atau barang, diperlukan dari pihak ketiga yang
yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan; mempunyai hubungan dengan WP yang
4. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari diperiksa melalui kepala unit pelaksana
WP;dan/atau Pemeriksaan.
5. meminta keterangan dan/atau data yang
diperIukan dari pihak ketiga yang mempunyai (Pasal 78 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
hubungan dengan WP yang diperiksa melalui
kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
1. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2
kepada WP pada waktu Pemeriksaan;
2. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan,
dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan;
3. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan
Pemeriksaan;
4. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa
Pajak apabila terdapat perubahan susunan Tim Pemeriksa Pajak; dan/atau
5. memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui
pengisian Kuesioner Pemeriksaan.
pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain, dokumen lain, yang berhubungan dengan
yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan; tujuan Pemeriksaan; dan/atau
2. memberi kesempatan untuk mengakses 6. memberikan keterangan lisan dan/atau
dan/atau mengunduh data yang dikelola secara tertulis serta memberikan data dan/atau
elektronik; keterangan lain yang diperlukan.
3. memberi kesempatan untuk memasuki tempat
atau ruang penyimpanan buku, catatan, (Pasal 80 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
dan/atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dokumen lain,
dan/atau barang, yang berkaitan dengan tujuan
Pemeriksaan serta meminjamkannya kepada
Pemeriksa Pajak; dan/atau
4. memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis
serta memberikan data dan/atau keterangan
lain yang diperlukan.
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis
Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 4 (empat) bulan sejak tanggal Surat waktu paling lama 14 (empat belas) hari yang
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan dihitung sejak tanggal WP, wakil, kuasa, pegawai,
kepada WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota atau anggota keluarga yang telah dewasa dari WP,
keluarga yang telah dewasa dari WP s.d. tanggal datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka
LHP. (Pasal 81 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013) Pemeriksaan Kantor s.d. tanggal dalam LHP. (Pasal
81 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Dalam Rangka Penghapusan NPWP Selain Yang Dilakukan Berdasarkan Verifikasi
Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka permohonan penghapusan NPWP selain yang
dilakukan berdasarkan Verifikasi, jangka waktu Pemeriksaan Lapangan maupun Kantor harus memperhatikan
jangka waktu penyelesaian permohonan penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(7) UU KUP. (Pasal 81 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
o Pasal 2 ayat (7) UU KUP: Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan
keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk WP OP atau 12
(dua belas) bulan untuk WP Badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
Pemeriksaan Dalam Rangka Pencabutan Pengukuhan PKP Selain Yang Dilakukan Berdasarkan
Verifikasi
Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka pencabutan pengukuhan PKP selain yang dilakukan
berdasarkan Verifikasi, jangka waktu Pemeriksaan Lapangan maupun Kantor harus memperhatikan jangka
waktu penyelesaian permohonan pencabutan pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (9) UU
KUP. (Pasal 81 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
o Pasal 2 ayat (9) UU KUP: Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan
keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan PKP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal
permohonan diterima secara lengkap.
K.20.6. Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) dan Surat Yang Berisi Perubahan Tim Pemeriksa Pajak
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
III. SP2 DAN SURAT YANG BERISI PERUBAHAN TIM PEMERIKSA PAJAK
Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-
undangan perpajakan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa
Pajak berdasarkan SP2.
SP2 diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam suatu Bagian Tahun Pajak atau Tahun
Pajak yang sama atau untuk satu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak terhadap satu WP.
Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak perlu diubah, kepala unit pelaksana Pemeriksaan tidak
perlu memperbarui SP2 tetapi harus menerbitkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
Pemberitahuan Pemberitahuan
Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kepada WP Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kepada WP
mengenai dilakukannya Pemeriksaan Lapangan mengenai dilakukannya Pemeriksaan Kantor dengan
dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan menyampaikan Surat Panggilan Dalam Rangka
Pemeriksaan Lapangan. (Pasal 83 ayat (1) PMK- Pemeriksaan Kantor. (Pasal 83 ayat (2) PMK-
17/PMK.03/2013) 17/PMK.03/2013)
2. melalui faksimili,
3. melalui pos dengan bukti pengiriman surat,
atau
4. jasa pengiriman lainnya dengan bukti
pengiriman.
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
• Buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain yang dipinjam harus
disesuaikan dengan tujuan dan kriteria Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70 PMK-17/PMK.03/2013.
o Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:
a. pemberian NPWP secara jabatan selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana
diatur dalam PMK-146/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Verifikasi;
b. penghapusan NPWP selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur
dalam PMK-146/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Verifikasi;
c. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain yang dilakukan
berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam PMK-146/PMK.03/2012 tentang Tata Cara
Verifikasi;
d. WP mengajukan keberatan;
e. pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto;
f. pencocokan data dan/atau alat keterangan;
g. penentuan WP berlokasi di daerah terpencil;
h. penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN;
i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
j. penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian
sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan; dan/atau
Page 480 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
(Pasal 70 PMK-17/PMK.03/2013)
• Peminjaman buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain harus
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 PMK-
17/PMK.03/2013.
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
Dalam hal WP, wakil, atau kuasa dari WP yang Dalam hal WP, wakil, atau kuasa dari WP yang
dilakukan Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dilakukan Pemeriksaan Kantor untuk tujuan
menyatakan menolak untuk dilakukan lain memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka
Pemeriksaan, termasuk menolak menerima Surat Pemeriksaan Kantor namun menyatakan
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, WP, wakil, menolak untuk dilakukan Pemeriksaan, WP, wakil,
atau kuasa dari WP harus menandatangani surat atau kuasa dari WP harus menandatangani surat
penolakan Pemeriksaan. (Pasal 86 ayat (1) PMK- pernyataan penolakan Pemeriksaan. (Pasal 87 ayat
17/PMK.03/2013) (1) PMK-17/PMK.03/2013)
o Dalam hal WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak o Dalam hal WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak
menandatangani surat penolakan Pemeriksaan, menandatangani surat pernyataan penolakan
Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat berita
Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim acara penolakan Pemeriksaan yang
Pemeriksa Pajak. (Pasal 86 ayat (2) PMK- ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. (Pasal
17/PMK.03/2013) 87 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 6 TAHUN 1983 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16
TAHUN 2009 (mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
B. PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013) tentang Tata Cara
Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
1. PMK-191/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
2. PMK-198/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
3. PMK-199/PMK.03/2007 (mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008) tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak;
4. PMK-82/PMK.03/2011 (mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2011) tentang Perubahan
Atas PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
• SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2013) tentang Pedoman e-Audit
• SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku pada tanggal 11 Juni 2013) tentang Kebijakan Pemeriksaan
• Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain, melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan,
Pemeriksa Pajak juga dapat memanggil WP untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci atau
meminta keterangan dan/atau bukti yang berkaitan dengan Pemeriksaan kepada pihak ketiga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 UU KUP.(Pasal 89 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
▪ PMK yang mengatur tentang hal tersebut adalah PMK-87/PMK.03/2013 tentang Tata
Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-Pihak Yang Terikat oleh Kewajiban
Merahasiakan.
• Permintaan keterangan kepada WP atau kepada pihak ketiga harus dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan dalamPasal 39 dan Pasal 40 PMK-17/PMK.03/2013. (Pasal 89 ayat (2) PMK-
17/PMK.03/2013)
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga atas UU
Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. PMK-145/PMK.03/2012 (berlaku setelah 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal 10 September
2012) tentangtata cara penerbitan SKP dan STP
II. UPAYA HUKUM YANG BISA DILAKUKAN WP DALAM HAL MEMPEROLEH SKP
A. DALAM HAL TERDAPAT SENGKETA PAJAK
o WP dapat mengjukan permohonan :
1. Keberatan (Pasal 25 UU KUP (lebih lengkap klik disini))
2. Pengurangkan atau penghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau
bukan karena kesalahannya (Pasal 36 ayat (1)a UU KUP (lebih lengkap klik disini));
3. Pengurangkan atau pembatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar (Pasal 36
ayat (1)b UU KUP(lebih lengkap klik disini));
4. Pembatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil
pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
o penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
o pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. (Pasal 36 ayat (1) huruf
a UU KUP(lebih lengkap klik disini))
o Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak
atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan
berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
B. DALAM HAL TIDAK TERDAPAT SENGKETA PAJAK
o WP dapat mengjukan permohonan pembetulan akibat salah tulis, salah hitng, atau salah
dalam penerapan peraturan per-UU-an perpajakan (Pasal 16 UU KUP (lebih lengkap klik
disini))
A. Surat Ketetapan Pajak Dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Kurang Bayar Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, DJP dapat menerbitkan SKPKB
(SKPKB)(Pasal 13 UU dalam hal-hal sebagai berikut:
Nomor 28 TAHUN
2007) 1. apabila berdasarkan hasil Jumlah kekurangan pajak ditambah
pemeriksaan atau keterangan dengan sanksi bunga 2% per bulan
lainpajak yang terutang tidak atau paling lama 24 bulan, dihitung sejak
kurang dibayar;
saat terutangnya pajak atau
B. Surat Ketetapan Pajak WP yang karena kealpaannya tidak Tidak dikenai sanksi pidana apabila
Kurang Bayar menyampaikan SPT atau menyampaikan kealpaan tersebut pertama kali
(SKPKB)(Pasal SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak dilakukan oleh WP dan WP tersebut
13A UU Nomor 28 lengkap, atau melampirkan keterangan wajib melunasi kekurangan
TAHUN 2007) yang isinya tidak benar sehingga dapat pembayaran jumlah pajak yang
terutang beserta sanksi kenaikan
200% dari jumlah pajak yang kurang
C. Surat Ketetapan Pajak DJP dapat menerbitkan SKPKBT dalam Jumlah kekurangan pajak yang
Kurang Bayar jangka waktu 5 tahun setelah saat terutang dalam SKPKBT ditambah
Tambahan terutangnya pajak atau berakhirnya Masa dengan sanksi kenaikan 100% dari
(SKPKBT) (Pasal Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun jumlah kekurangan pajak tersebut.
15 UU Nomor 28 Pajak apabila ditemukan data baru yang
TAHUN 2007) mengakibatkan penambahan jumlah
pajak yang terutang setelah dilakukan
tindakan pemeriksaan dalam rangka
penerbitan SKPKBT
D. Surat Ketetapan Pajak DJP, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan SKPN apabila jumlah kredit
Nihil (SKPN) (Pasal pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang,
17AUU Nomor 28 atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran
TAHUN 2007) pajak.
E. Surat Ketetapan Pajak DJP, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan SKPLB apabila jumlah kredit
Lebih Bayar (SKPLB) pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang
terutang.
(Pasal 17 UU
Nomor 28 TAHUN
2007) Berdasarkan permohonan WP, DJP, setelah meneliti kebenaran pembayaran
pajak, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila terdapat
pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar masih dapat diterbitkan lagi apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau data baru ternyata pajak yang lebih
dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah
ditetapkan.
F. Surat Ketetapan Pajak DJP setelah melakukan pemeriksaan Apabila setelah melampaui jangka
Lebih Bayar (SKPLB) atas permohonan pengembalian waktu 12 bulan DJP tidak memberi
kelebihan pembayaran pajak, selain suatu keputusan, permohonan
(Pasal 17B UU permohonan pengembalian kelebihan pengembalian kelebihan pembayaran
Nomor 28 TAHUN
pembayaran pajak dari WP kriteria pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB
2007)
tertentu Pasal 17C dan WP yang harus diterbitkan paling lama 1 bulan
memenuhi persyaratan tertentu Pasal setelah jangka waktu tersebut berakhir.
17D, harus menerbitkan surat ketetapan Apabila terlambat diterbitkan, kepada
pajak paling lama 12 (dua belas) bulan WP diberikan imbalan bunga sebesar
sejak surat permohonan diterima secara 2% per bulan dihitung sejak
lengkap. berakhirnya jangka waktu 1 bulan
setelah 12 bulan sejak permohonan
WP diterima lengkap sampai dengan
saat diterbitkan SKPLB.
G. Surat Keputusan DJP setelah melakukan penelitian atas Apabila setelah melakukan
Pengembalian permohonan pengembalian kelebihan pengembalian pendahuluan kelebihan
Pendahuluan pembayaran pajak dari WP dengan pajak DJP melakukan pemeriksaan,
Kelebihan Pajak kriteria tertentu, menerbitkan SKPPKP dan berdasarkan hasil pemeriksaan,
(SKPPKP) (Pasal paling lama 3 bulan sejak permohonan DJP menerbitkan SKPKB, jumlah
17C UU Nomor 28 diterima secara lengkap untuk PPh, dan kekurangan pajak ditambah dengan
TAHUN 2007) paling lama 1 bulan sejak permohonan sanksi kenaikan 100% dari jumlah
diterima secara lengkap untuk PPN. kekurangan pembayaran pajak.
WP dengan Kriteria tertentu meliputi:
H. Surat Keputusan DJP setelah melakukan penelitian atas Apabila setelah melakukan
Pengembalian permohonan pengembalian kelebihan pengembalian pendahuluan kelebihan
Pendahuluan pembayaran pajak dari WP yang pajak DJP melakukan pemeriksaan,
Kelebihan Pajak memenuhi persyaratan tertentu, dan berdasarkan hasil pemeriksaan,
(SKPPKP) (Pasal menerbitkan SKPPKP paling lama 3 DJP menerbitkan SKPKB, jumlah
17D UU Nomor 28 bulan sejak permohonan diterima secara kekurangan pajak ditambah dengan
TAHUN 2007) lengkap untuk PPh, dan paling lama 1 sanksi kenaikan 100% dari jumlah
bulan sejak permohonan diterima secara kekurangan pembayaran pajak.
lengkap untuk PPN.
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 14 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. PMK-145/PMK.03/2012 (berlaku setelah 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal 10 September
2012) tentangtata cara penerbitan SKP dan STP
C. PER-23/PJ/2014 (berlaku sejak 14 Agustus 2014) tentang perubahan PER-27/PJ/2012 (berlaku
sejak 13 Desember 2012) tentang bentuk dan isi nota penghitungan, SKP dan STP
III. UPAYA HUKUM YANG BISA DILAKUKAN WP DALAM HAL MEMPEROLEH STP
o WP dapat mengjukan permohonan :
1. Pembetulan akibat salah tulis, salah hitng, atau salah dalam penerapan peraturan per-UU-an
perpajakan(Pasal 16 UU KUP (lebih lengkap klik disini))
2. Pengurangkan atau penghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan
yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal
sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena
kesalahannya (Pasal 36 ayat (1)a UU KUP (lebih lengkap klik disini));
3. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 yang tidak benar (Pasal 36 ayat (1)c UU KUP (lebih lengkap klik disini))
A PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STP
dibayar; ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan,
dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
sampai dengan diterbitkannya STP, dan bagian dari
bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. (Pasal 14 ayat
B dari hasil penelitian terdapat kekurangan Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STP
pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga
dan/atau salah hitung; sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan,
dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
sampai dengan diterbitkannya STP, dan bagian dari
bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. (Pasal 14 ayat
(3)UU Nomor 28 TAHUN 2007 dan Pasal 9 PMK-
145/PMK.03/2012) (Pasal 14 ayat (3) UU Nomor 28
TAHUN 2007)
D pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak,
Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai
faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari
tidak tepat waktu; Dasar Pengenaan Pajak. (Pasal 14 ayat (4) UU
Nomor 28 TAHUN 2007)
E pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak,
Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai
pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari
dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN 1984 dan Dasar Pengenaan Pajak. (Pasal 14 ayat (4) UU
perubahannya, selain: Nomor 28 TAHUN 2007)
F Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak,
tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai
atau sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari
Dasar Pengenaan Pajak. (Pasal 14 ayat (4) UU
Nomor 28 TAHUN 2007)
G Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per
dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian
UU PPN 1984 dan perubahannya. Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal
penerbitan STP, dan bagian dari bulan dihitung penuh
1 (satu) bulan. (Pasal 14 ayat (5) UU Nomor 28 TAHUN
2007)
L.3. SKPKB
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 13 UU KUP No. 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 14 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan hak
dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak 1
Januari 2012), peraturan pelaksanaan PP 80 TAHUN 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak
dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 28
TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini".
D. PMK-145/PMK.03/2012 (berlaku setelah 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal 10 September
2012) tentangtata cara penerbitan SKP dan STP
E. PER-23/PJ/2014 (berlaku sejak 14 Agustus 2014) tentang perubahan PER-27/PJ/2012 (berlaku
sejak 13 Desember 2012) tentang bentuk dan isi nota penghitungan, SKP dan STP
II. DEFENISI
A. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya
jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya
sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
B. Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif
atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau
berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak,
dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib
Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Pasal 1 angka
4 PP 74 TAHUN 2011
C. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian
Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan
dan penghitungannya. Pasal 1 angka 3 PP 74 TAHUN 2011
D. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan
lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan. Pasal 1 angka 6 PP 74 TAHUN 2011
Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. (Pasal 13 ayat (2)
UU KUP No. 28 TAHUN 2007)
2. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) UU KUP dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
o Jumlah pajak yang masih harus dibayar WP adalah Jumlah pajak dalam SKPKB
ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar: (Pasal 13 ayat (3)
UU KUP No. 28 TAHUN 2007)
a. 50% (lima puluh persen) dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu
Tahun Pajak;
b. 100% (seratus persen) dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau
kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi
tidak atau kurang disetor; atau
c. 100% (seratus persen) dari PPN Barang dan Jasa dan PPnBM yang tidak
atau kurang dibayar.
3. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai PPN dan PPnBM
ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya
dikenai tarif 0% (nol persen);
o Jumlah pajak yang masih harus dibayar WP adalah Jumlah pajak dalam SKPKB
ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus
persen) dari PPN Barang dan Jasa dan PPnBM yang tidak atau kurang
dibayar. (Pasal 13 ayat (3) UU KUP No. 28 TAHUN 2007)
4. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi
sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
o Jumlah pajak yang masih harus dibayar WP adalah Jumlah pajak dalam SKPKB
ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar: (Pasal 13 ayat (3)
UU KUP No. 28 TAHUN 2007)
a. 50% (lima puluh persen) dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam
satu Tahun Pajak;
b. 100% (seratus persen) dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau
kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut
tetapi tidak atau kurang disetor; atau
c. 100% (seratus persen) dari PPN Barang dan Jasa dan PPnBM yang tidak
atau kurang dibayar.
5. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP secara
jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a) UU KUP.
o Jumlah pajak yang masih harus dibayar WP adalah Jumlah kekurangan pajak yang
terutang dalam SKPKB ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan,
dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. (Pasal 13 ayat (2)
UU KUP No. 28 TAHUN 2007)
B. Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak telah lewat, SKPKB tetap dapat diterbitkan ditambah
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak
yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut
dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (Pasal 13 ayat (5) UU KUP No. 28 TAHUN 2007)
o Lebih Bayar ini dikompensasikan dengan pajak yang terutang pada masa pajak berikutnya (Mei
2009). Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh KPP ternyata hasilnya adalah :
Pajak Keluaran Rp. 300.000.000,00
o Atas kasus ini dikeluarkan SKPKB pada tanggal 10 Juli 2009 dengan perincian :
b Sanksi :
Kredit Pajak
L.4. SKPKBT
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 15 UU KUP No. 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 15 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan hak
dan pemenuhan kewajiban perpajakan
o Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak 1
Januari 2012), peraturan pelaksanaan PP 80 TAHUN 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan UU Nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797) dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini".
C. PMK-145/PMK.03/2012 (berlaku setelah 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal 10 September
2012) tentangtata cara penerbitan SKP dan STP
D. PER-23/PJ/2014 (berlaku sejak 14 Agustus 2014) tentang perubahan PER-27/PJ/2012 (berlaku
sejak 13 Desember 2012) tentang bentuk dan isi nota penghitungan, SKP dan STP
II. DEFENISI
A. Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif
atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau
berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak,
dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib
Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. (Pasal 14 angka
4 PP 74 TAHUN 2011)
B. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian
Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan
dan penghitungannya. (Pasal 14 angka 3 PP 74 TAHUN 2011)
C. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan
lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(Pasal 14 angka 6 PP 74 TAHUN 2011)
a. tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan beserta lampirannya
(termasuk laporan keuangan); dan/atau
b. pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan
data dan/atau memberikan keterangan lain secara benar, lengkap, dan terinci sehingga
tidak memungkinkan fiskus dapat menerapkan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.
o Walaupun Wajib Pajak telah memberitahukan data dalam SPT atau mengungkapkannya pada
waktu pemeriksaan, tetapi apabila memberitahukannya atau mengungkapkannya dengan cara
sedemikian rupa sehingga membuat fiskus tidak mungkin menghitung besarnya Jumlah pajak
yang terutang secara benar sehingga jumlah pajak yang terutang ditetapkan kurang dari yang
seharusnya, hal tersebut termasuk dalam pengertian data yang semula belum
terungkap. (Penjelasan Pasal 15 ayat (1) UU KUP No. 28 TAHUN 2007)
B. Apabila jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut telah lewat, SKPKBT tetap dapat diterbitkan
ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu 5 (lima)
tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana
lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (Pasal 15 ayat (4) UU KUP No. 28
TAHUN 2007)
a. Jumlah pajak yang kurang dibayar dalam SKPKBT hasil Verifikasi atas keterangan
tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri sebagaimana ini harus sesuai dengan
jumlah kekurangan bayar berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak. (Pasal 15
ayat (5) PP 74 TAHUN 2011)
b. Dalam hal terhadap WP telah diterbitkan surat ketetapan pajak, kemudian atas
kehendak sendiri Wajib Pajak menyampaikan keterangan tertulis mengenai data baru
yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang, maka Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan SKPKBT dengan jumlah pajak yang kurang dibayar sebesar
keterangan tertulis dari Wajib Pajak. Oleh karena itu, Direktur Jenderal Pajak tidak
perlu melakukan Pemeriksaan atau Pemeriksaan ulang dalam rangka menerbitkan
SKPKBT, tetapi cukup melakukan Verifikasi. (Penjelasan Pasal 15 ayat (5) PP 74
TAHUN 2011)
c. Sanksi Kenaikan sebesar 100% tidak dikenakan apabila SKPKBT itu diterbitkan
berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat
Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka
penerbitan SKPKBT. (Pasal 15 ayat (3) UU KUP No. 28 TAHUN 2007)
M. Restitusi
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 17C ayat (7) UU KUP
B. Pasal 27 ayat (2) PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak Dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
C. PMK-74/PMK.03/2012 (berlaku sejak 15 Mei 2012) tentang Tata Cara Penetapan Dan
Pencabutan Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak(PMK ini mencabut PMK-
192/PMK.03/2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008))
o Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan mengenai pencabutan penetapan Wajib Pajak Dengan
Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan memberitahukan secara tertulis kepada
Wajib Pajak.
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 17D UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. PMK-198/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Januari 2014) tentang pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak bagi WP yang memenuhi persyaratan tertentu
3. kebenaran SPT untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum-
sebelumnya.
o Kebenaran SPT untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak
sebelumnya merupakan kebenaran formal dan terpenuhi dalam hal WP telah
menyampaikan SPT Tahunan PPh dan lampiran-lampirannya, untuk 1 (satu) Tahun
Pajak terakhir yang sudah menjadi kewajiban untuk disampaikan sebelum Tahun
Pajak yang diajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak, yang dibuktikan dengan telah diterbitkannya tanda terima
SPT.(romawi III angka 5 SE-12/PJ/2014)
Permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak yang tidak memenuhi ketentuan analisis
risiko, diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP. (romawi III angka 6 SE-12/PJ/2014)
Kelebihan Pajak paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah jangka waktu yang seharusnya
berakhir. (Pasal 9 ayat (3) PMK-198/PMK.03/2013)
D. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak dibuat dengan menggunakan
contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran PMK-198/PMK.03/2013
XI. DJP DAPAT MELAKUKAN PEMERIKSAAN TERHADAP WP YANG TELAH DITERBITKAN SKPPKP
1. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKP terhadap
WP yang telah diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak. (Pasal
11 ayat (1) PMK-198/PMK.03/2013)
2. Pemeriksaan ini dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan yang
mengatur mengenai pemeriksaan. (Pasal 11 ayat (2) PMK-198/PMK.03/2013)
3. Jika berdasarkan hasil pemeriksaan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPKB, jumlah pajak
yang kurang dibayar tersebut ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
100% (seratus persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D ayat (5) UU KUP. (Pasal 11 ayat
(3) PMK-198/PMK.03/2013)
4. Dalam hal diterbitkan SKPKB, WP dapat mengajukan permohonan pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 UU KUP. (Pasal 12 ayat
(1) PMK-198/PMK.03/2013)
5. Atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi ini, Direktur Jenderal Pajak
dapat memberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sehingga besarnya sanksi
administrasi menjadi paling banyak 48% (empat puluh delapan persen). (Pasal 12 ayat (2) PMK-
198/PMK.03/2013)
M.3. Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak
Terutang
M.3.1. Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang
sejak 30 September 2015
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 17 ayat 2 UU Nomor 6 TAHUN 1983 (berlaku sejak 1 Januari 1984) stdtd UU Nomor 16 TAHUN 2009
(berlaku sejak 25 Maret 2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. PP Nomor 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
C. PMK-187/PMK.03/2015 (berlaku sejak 30 September 2015) tentang tata cara pengembalian kelebihan
pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang
III. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK ATAS PEMBAYARAN PAJAK OLEH PIHAK
PEMBAYAR
A. Pembayaran pajak yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau yang seharusnya tidak
terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat berupa: (Pasal 3 PMK-
187/PMK.03/2015)
1. pembayaran pajak yang lebih besar dari pajak yang terutang;
2. pembayaran pajak atas transaksi yang dibatalkan;
3. pembayaran pajak yang seharusnya tidak dibayar; atau
4. pembayaran pajak terkait dengan permintaan penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP yang
tidak disetujui.
B. Pembayaran pajak ini dapat diminta kembali oleh pihak pembayar yang bersangkutan dengan
mengajukan permohonan.
C. CARA MENGAJUKAN PERMOHONAN :
1. Permohonan pengembalian diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia. (Pasal 4
ayat (3) PMK-187/PMK.03/2015)
2. Permohonan pengembalian harus ditandatangani oleh pihak pembayar. (Pasal 4 ayat (4)
PMK-187/PMK.03/2015)
▪ Pihak pembayar meliputi: (Pasal 4 ayat (2) PMK-187/PMK.03/2015)
1. Wajib Pajak orang pribadi;
2. Wajib Pajak badan; dan
3. orang pribadi atau badan yang tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak.
▪ Dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan pihak pembayar, permohonan
harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan
Page 512 of 549
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN July 14, 2017
a. asli bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi
lain yang dipersamakan· dengan Surat Setoran Pajak; .
b. penghitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
c. alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang.
2. Permohonan pengembalian disampaikan secara langsung ke: (Pasal 4 ayat (7) PMK-
187/PMK.03/2015)
5. Selain penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (7) PMK-
187/PMK.03/2015, permohonan dapat disampaikan melalui:
a. pos dengan bukti pengiriman surat; atau
b. perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
• Bukti penerimaan surat sebagaimana dimaksud atau bukti pada ayat pengiriman surat (7)
atau ayat (8) merupakan bukti penerimaan surat permohonan. (Pasal 4 ayat (9) PMK-
187/PMK.03/2015)
a. Dalam hal pihak pembayar pajak merupakan WP OP atau WP badan, SKPLB sditerbitkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tata cara
penerbitan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak. (Pasal 6 ayat (1) PMK-
187/PMK.03/2015)
▪ Pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang atas SKPLB ini dilakukan
melalui penerbitan SPMKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang tata cara penghitungan dan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak. (Pasal 7 ayat (1) PMK-187/PMK.03/2015)
b. Dalam hal pihak pembayar pajak merupakan orang pribadi atau badan yang tidak
diwajibkan memiliki NPWP, SKPLB diterbitkan dengan mengisi kolom NPWP dengan
ketentuan sebagai berikut: (Pasal 6 ayat (2) PMK-187/PMK.03/2015)
mata uang Rupiah atas nama orang pribadi atau badan yang tidak
diwajibkan memiliki NPWP. (Pasal 7 ayat (2) PMK-187/PMK.03/2015)
2. Dalam hal laporan hasil penelitian tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya
tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat pemberitahuan penolakan kepada
pemohon.
IV. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK ATAS KELEBIHAN PAJAK DALAM RANGKA
IMPOR
A. Kelebihan pembayaran pajak yang terkait dengan pajak dalam rangka impor meliputi PPh Pasal
22 impor, PPN impor, dan/atau PPnBM impor yang telah dibayar dan tercantum dalam: (Pasal 8
PMK-187/PMK.03/2015)
1. SPTNP atau SPKTNP;
2. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan keputusan keberatan;
3. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan keputusan keberatan dan putusan
banding;
4. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan keputusan keberatan, putusan
ban.ding, dan putusan peninjauan kembali;
5. SPKTNP yang telah diterbitkan putusan banding;
6. SPKTNP yang telah diterbitkan putusan banding dan putusan peninjauan kembali; atau
7. dokumen yang berisi pembatalan impor yang telah disetujui oleh pejabat yang berwenang,
B. Kelebihan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalain Pasal 8 dapat diminta kembali
oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dengan mengajukan permohonan.
C. CARA MENGAJUKAN PERMOHONAN (Pasal 9 PMK-187/PMK.03/2015)
1. Permohonan pengembalian diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
2. Permohonan pengembalian harus ditandatangani oleh Wajib Pajak.
▪ Dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, permohonan harus
dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
3. Permohonan pengembalian harus dilampiri dengan dokumen berupa:
a. fotokopi bukti pembayaran pajak berupa surat setoran pabean cukai dan pajak atau saran.a
administrasi lain yang dipersamakan dengan surat setoran pabean cukai dan pajak;.
b. fotokopi SPTNP, SPKTNP, SPKPBM, SPP, atau dokumen yang berisi pembatalan impor
yang telah disetujui oleh pejabat yang berwenang;
c. fotokopi keputusan keberatan, putusan banding, dan/atau putusan peninjauan kembali yang
terkait dengan SPTNP, SPKTNP, SPKPBM, atau SPP, dalam ha! diajukan keberatan,
banding dan/ atau peninjauan kembali terhadap SPTNP, SPKTNP, SPKPBM, atau SPP;
d. penghitungan pajak yang sehamsnya tidak terutang; dan
e. alasan pennohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang sehanisnya
tidak terutang.
2. Permohonan pengembalian disampaikan secara langsung ke KPP tempat WP terdaftar dan
kepadanya diberikan bukti penerimaan surat. (Pasal 9 ayat (7) PMK-187/PMK.03/2015)
3. Selain penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), permohonan dapat
disampaikan melalui:
a. pajak yang seharusnya tidak terutang telah dibayar atau disetor ke kas negara;
b. dalam hal pajak yang telah dibayar atau disetor sebagaimana dimaksud pada huruf a terkait
dengan PPh Pasal 22 impor, pajak tersebut tidak dikreditkan dalanm SPT Tahunan Pajak
Penghasilan;
c. dalam hal pajak yang telah dibayar atau disetor sebagaimana dimaksud pada huruf a terkait
dengan PPN impor dan SPT Tahunan Tahun Pajak terjadinya pembayaran telah dilaporkan,
pajak tersebut tidak dikreditkan dalam SPT Masa PPN, tidak dibebankan sebagai biaya
dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan, atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan;
dan
d. dalam hal pajak yang telah dibayar atau disetor sebagaimana dimaksud pada huruf a terkait
dengan PPnBM impor, pajak tersebut tidak dibebankan sebagai biaya dalam SPT Tahunan
Pajak Penghasilan atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan.
4. Penelitian dituangkan dalam laporan hasil penelitian.
5. Dalam hal berdasarkan laporan hasil penelitian terdapat kelebihan pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPLB.
▪ SKPLB ini diterbitkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang tata cara penerbitan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak. (Pasal
11 ayat (1) PMK-187/PMK.03/2015)
▪ Pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang atas SKPLB dilakukan melalui
penerbitan SPMKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
(Pasal 11 ayat (2) PMK-187/PMK.03/2015)
6. Dalam hal berdasarkan laporan hasil penelitian tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang, Dir.ektur Jenderal Pajak menyampaikan surat pemberitahuan penolakan
kepada pemohon.
No. Dalam hal pajak yang seharusnya tidak Permohonan KPP Tempat
terjadi dipotong atau tidak dipungut pengembalian harus Mengajukan
kesalahan tersebut dapat diminta kembali dilampiri dengan Permohonan
1. terkait dengan Wajib Pajak yang dipotong atau 1. asli bukti KPP tempat Wajib Pajak
PPh dipungut pemotongan atau yang dipotong atau
pemungutan pajak, dipungut terdaftar dan
atau Faktur Pajak, kepada pemohon
2. terkait dengan pihak yang dipungut, sepanjang
atau dokumen lain diberikan bukti
PPN pihak yang dipungut bukan PKP yang dipersamakan penerimaan surat. (Pasal
dengan Faktur 14 ayat (10) PMK-
3. terkait dengan pihak yang dipungut Pajak; 187/PMK.03/2015)
PPnBM 2. penghitungan pajak
yang seharusnya Selain itu, permohonan
tidak terutang; dan dapat disampaikan
3. alasan melalui: (Pasal 14 ayat
permohonan (13) PMK-
pengembalian atas 187/PMK.03/2015)
kelebihan
pembayaran pajak 1. pos dengan bukti
yang seharusnya
pengiriman slirat;
tidak terutang.
atau
2. perusahaan jasa
ekspedisi atau
jasa kurir dengan
bukti pengiriman
surat.
4. terhadap SPLN tersebut melalui BUT di 1. asli bukti ke KPP tempat bentuk
SPLN yang Indonesia pemotongan atau usaha tetap terdaftar dan
memiliki BUT pemungutan pajak; kepada pemohon
2. penghitungan pajak diberikan bukti
di Indonesia
yang seharusnya penerimaan surat. (Pasal
tidak terutang; 14 ayat (11) PMK-
3. alasan 187/PMK.03/2015)
permohonan
pengembalian atas Selain itu, permohonan
kelebihan dapat disampaikan
pembayaran pajak melalui: (Pasal 14 ayat
yang seharusnya (13) PMK-
tidak terutang; dan 187/PMK.03/2015)
4. surat pemyataan
SPLN bahwa pajak
1. pos dengan bukti
yang dimintakan pengiriman slirat;
pengembalian atau
belum
2. perusahaan jasa
diperhitungkan
ekspedisi atau
dengan pajak yang
jasa kurir dengan
terutang di luar
bukti pengiriman
negeri dan/atau surat.
belum dibebankan
sebagai biaya
dalam
penghitungan
penghasilan kena
pajak di luar negeri.
5. terhadap SPLN tersebut melalui WP yang 1. asli bukti ke KPP tempat Wajib
SPLN yang melakukan pemotongan atau pemotongan atau Pajak yang melakukan
TIDAK pemungutan pemungutan pajak; pemotongan atau
2. penghitungan pajak pemungutan terdaftar
memiliki BUT
• Dalam hal Wajib Pajak yang seharusnya atau PKP yang
di Indonesia tidak terutang; melakukan pemungutan
yang melakukan
pemotongan atau 3. alasan dikukuhkan dan kepada
pemungutan tersebut tidak permohonan pemohon diberikan bukti
dapat ditemukan yang pengembalian atas penerimaan surat. (Pasal
disebabkan antara lain kelebihan 14 ayat (12) PMK-
karena pembubaran usaha, pembayaran pajak 187/PMK.03/2015)
permohonan diajukan yang seharusnya
secara langsung oleh tidak terutang; Selain itu, permohonan
SPLN tersebut dan harus 4. surat permohonan dapat disampaikan
dilampiri dengan dokumen dari Subjek Pajak melalui: (Pasal 14 ayat
berupa: (Pasal 14 ayat (8) Luar Negeri; (13) PMK-
PMK-187/PMK.03/2015) 5. surat kuasa dari 187/PMK.03/2015)
1. asli bukti Subjek Pajak Luar
pemotongan atau Negeri yang
1. pos dengan bukti
pemungutan pajak; dipotong atau
pengiriman slirat;
2. penghitungan dipungut kepada atau
pajak yang Wajib Pajak yang 2. perusahaan jasa
seharusnya tidak melakukan
ekspedisi atau
terutang; pemotongan atau
jasa kurir dengan
3. alasan pemungutan; dan
bukti pengiriman
permohonan 6. surat pernyataan surat.
pengembalian atas Subjek Pajak Luar
kelebihan Negeri bahwa
pembayaran pajak pajak yang
yang seharusnya dimintakan
tidak terutang; dan pengembalian
4. surat pemyataan belum
Subjek Pajak Luar diperhitungkan
Negeri bahwa dengan pajak yang
pajak yang terutang di luar
dimintakan negeri dan/atau
pengembalian belum dibebankan
belum sebagai biaya
diperhitungkan dalam
dengan pajak yang penghitungan
terutang di luar penghasilan kena
negeri dan/ atau pajak di luar negeri.
belum dibebankan
sebagai biaya
dalam
penghitungan
penghasilan kena
pajak di luar
negeri.
6. terhadap orang pribadi atau badan tersebut 1. asli bukti ke KPP tempat Wajib
orang pribadi melalui WP yang melakukan pemotongan atau Pajak yang melakukan
atau badan pemotongan atau pemungutan pemungutan pajak, pemotongan atau
atau Faktur Pajak pemungutan terdaftar
yang tidak
• Dalam hal Wajib Pajak atau dokumen lain atau PKP yang
diwajibkan yang dipersamakan melakukan pemungutan
yang melakukan
memiliki dengan Faktur dikukuhkan dan kepada
pemotongan atau
NPWP pemungutan tersebut tidak Pajak; pemohon diberikan bukti
dapat ditemukan yang penerimaan surat. (Pasal
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 11 ayat (4) UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan
ketiga atas UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. PMK-16/PMK.03/2011 (berlaku 30 hari sejak tanggal 24 januari 201) tentang Tata Cara
Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
C. PER-7/PJ/2011 (berlaku sejak 21 Maret 2011) tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak
k. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan
Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b UU Nomor 28 TAHUN 2007; atau
l. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan
Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c UU Nomor 28 TAHUN 2007.
b Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
. dan Surat Keputusan Keberatan, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan
sebelumnya;
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
yang telah disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Surat Keputusan
Keberatan yang tidak diajukan banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan
sesudahnya;
d Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
. atas jumlah yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, untuk Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya, dalam hal:
3) diajukan keberatan dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut diajukan banding tetapi
Putusan Banding mengabulkan sebagian, menambah jumlah pajak terutang, atau
menolak;
e Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB, atau Surat Tagihan
. Pajak PBB;
f. Surat Keputusan Keberatan untuk PBB yang menyebabkan jumlah pajak yang masih
harus dibayar bertambah tetapi tidak diajukan banding;
g Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang
. masih harus dibayar bertambah; dan/atau
h Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar
. bertambah.
2. Jika masih terdapat sisa setelah diperhitungkan dengan utang pajak maka atas permohonan WP
sisa kelebihan dapat diperhitungkan dengan pajak yang akan terutang atau dengan Utang
Pajak atas nama WP lain.
3. Perhitungan kelebihan pembayaran pajak dengan Utang Pajak ditindaklanjuti dengan kompensasi
utang pajak dandalam hal tidak ada utang pajak,seluruh kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan kepada WP.
I. DASAR HUKUM
o KLIK DISINI
4. Atas dasar SKPKPP, Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Surat Perintah
Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP)
o Format SPMKP tercantum dalam Lampiran III PMK-16/PMK.03/2011
o SPMKP dibuat rangkap 4 (empat) :
(NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP) oleh Bank/Pos
Persepsi disampaikan kepada Wajib Pajak melalui KPP setempat.
10. Kepala KPP selaku pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani SKPKPP dan
SPMKP menyampaikan spesimen tanda tangan kepada Kepala KPPN setiap awal tahun anggaran
atau apabila terjadi perubahan pejabat yang bersangkutan.
N. Imbalan Bunga
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan keempat atas UU
Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 43, 44, 45 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
o Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak 1
Januari 2012), peraturan pelaksanaan PP 80 TAHUN 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan stdtd UU Nomor28 TAHUN 2007 dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan PP ini".
C. PMK-226/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Januari 2014) tentang tata cara penghitungan dan
pemberian imbalan bunga
1. keterlambatan pengembalian kelebihan Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari jumlah
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud kelebihan pembayaran pajak, yang dihitung sejak batas
dalam Pasal 11 ayat (3) UU KUP; (Pasal 2 waktu penerbitan SKPKPP atau SKPPIB berakhir s/d
tanggal penerbitan SKPKPP atau SKPPIB. (Pasal 6 ayat
ayat (1) huruf a PMK-226/PMK.03/2013)
(1) PMK-226/PMK.03/2013)
Batas waktu penerbitan SKPKPP atau SKPPIB paling
lama 1 (satu) bulan sejak: (Pasal 6 ayat (2) PMK-
226/PMK.03/2013)
2. keterlambatan penerbitan SKPLB Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari jumlah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak jangka
(3) UU KUP; (Pasal 2 ayat (1) huruf b PMK- waktu 1 (satu) bulan untuk penerbitan SKPLB sesuai
226/PMK.03/2013) ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17B ayat (2)
UU KUP berakhir s/d diterbitkannya SKPLB. (Pasal 6 ayat
(3) PMK-226/PMK.03/2013)
3. keterlambatan penerbitan SKPLB Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat jumlah kelebihan pembayaran pajak, untuk paling lama
(4) UU KUP; (Pasal 2 ayat (1) huruf c PMK- 24 bulan yang dihitung sejak jangka waktu 12 bulan sejak
226/PMK.03/2013) tanggal surat permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak diterima secara lengkap berakhir
sampai dengan saat diterbitkan SKPLB.(Pasal 6 ayat (4)
PMK-226/PMK.03/2013)
4. Kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan
peninjauan kembali, terkait dengan SKPKB, SKPKBT, SKPN, dan SKPLB yang dikabulkan sebagian atau
seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1) UU KUP; (Pasal 2 ayat (1) huruf d PMK-
226/PMK.03/2013)
Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak ini diberikan terbatas pada kelebihan pembayaran pajak
karena: (Pasal 2 ayat (2) PMK-226/PMK.03/2013)
5. kelebihan pembayaran pajak karena SK Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan untuk
Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan paling lama 24 bulan dari jumlah kelebihan pembayaran
Pajak, atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak pajak yang dihitung sejak: (Pasal 6 ayat (5) PMK-
yang mengabulkan sebagian atau seluruh 226/PMK.03/2013)
permohonan Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1a) UU KUP, a. tanggal pembayaran yang menyebabkan
kecuali: (Pasal 2 ayat (1) huruf e PMK- kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
226/PMK.03/2013) diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak,
a. kelebihan pembayaran pajak karena atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan
SK Pembetulan yang terkait dengan Pajak, untuk SKPKB dan SKPKBT;
Persetujuan Bersama; atau b. tanggal penerbitan SKPN dan SKPLB, s/d
b. Kelebihan pembayaran pajak karena diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan,
SK Pembatalan Ketetapan Pajak Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan
36 ayat (1) huruf d UU KUP; Pajak;
c. tanggal pembayaran yang menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak s/d diterbitkannya
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat
6. kelebihan pembayaran sanksi administrasi Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari jumlah
berupa denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP kelebihan pembayaran pajak, untuk paling lama 24 bulan
dan/atau bunga Pasal 19 ayat (1) UU KUP yang dihitung sejak tanggal pembayaran pajak yang
karena Surat Keputusan Pengurangan Sanksi menyebabkan kelebihan pembayaran sanksi administrasi
Administrasi atau Surat Keputusan sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan
akibat diterbitkan SK Keberatan, Putusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
yang mengabulkan sebagian atau seluruh atau Putusan Peninjauan Kembali. (Pasal 6 ayat (6) PMK-
permohonan Wajib Pajak sebagaimana 226/PMK.03/2013)
dimaksud dalam Pasal 27A ayat (2) UU
KUP.(Pasal 2 ayat (1) huruf f PMK-
226/PMK.03/2013)
1. keterlambatan pengembalian kelebihan Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari jumlah
pembayaran pajak sebagaimana kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak batas waktu
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) penerbitan SKPKPP berakhir sampai dengan tanggal
penerbitan SKPKPP. (Pasal 7 ayat (1) PMK-
Undang-Undang KUP 2000; (Pasal 3 ayat
226/PMK.03/2013)
(1) huruf a PMK-226/PMK.03/2013)
Batas waktu penerbitan SKPKPP ini adalah paling lama 1
(satu) bulan sejak: (Pasal 7 ayat (2) PMK-226/PMK.03/2013)
2. keterlambatan penerbitan KPLB Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari jumlah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak jangka
ayat (3) UU KUP 2000; (Pasal 3 ayat (1) waktu 1 bulan untuk penerbitan SKPLB sesuai ketentuan
huruf b PMK-226/PMK.03/2013) sebagaimana diatur dalam Pasal 17B ayat (2) UU KUP 2000
berakhir s/d diterbitkannya SKPLB. (Pasal 7 ayat (3) PMK-
226/PMK.03/2013)
3. kelebihan pembayaran pajak karena Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan untuk paling
pengajuan keberatan atau permohonan lama 24 bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak yang
banding terkait dengan SKPKB atau dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan
SKPKBT, diterima sebagian atau kelebihan pembayaran pajak s/d diterbitkannya Surat
seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Keberatan atau Putusan Banding. (Pasal 7 ayat (4)
Pasal 27A ayat (1) UU KUP 2000;(Pasal 3 PMK-226/PMK.03/2013)
ayat (1) huruf c PMK-226/PMK.03/2013)
Termasuk kelebihan pembayaran pajak ini Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan untuk paling
adalah kelebihan pembayaran pajak lama 24 bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak yang
sebagai akibat permohonan peninjauan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan
kembali dikabulkan sebagian atau kelebihan pembayaran pajak sampai dengan tanggal
seluruhnya untuk Putusan Peninjauan diterbitkannya Putusan Banding. (Pasal 7 ayat (5) PMK-
Kembali yang diterbitkan sejak tanggal 1 226/PMK.03/2013)
Januari 2012, selama pajak yang masih
harus dibayar dalam SKPKB dan SKPKBT
telah dibayar dan menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak. (Pasal 3 ayat (2) PMK-
226/PMK.03/2013)
4. kelebihan pembayaran sanksi Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari jumlah
administrasi Pasal 14 ayat (4) UU KUP kelebihan pembayaran pajak, untuk paling lama 24 bulan yang
2000 dan/atau Pasal 19 ayat (1) UU KUP dihitung sejak tanggal pembayaran pajak yang menyebabkan
2000 karena Keputusan Pengurangan kelebihan pembayaran sanksi administrasi s/d diterbitkannya
atau Penghapusan Sanksi Administrasi Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau
sebagai akibat diterbitkan Keputusan Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai
Keberatan atau Putusan Banding, akibat diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali. (Pasal 7 ayat (5)
ayat (2) UU KUP 2000. (Pasal 3 ayat (1) PMK-226/PMK.03/2013)
huruf d PMK-226/PMK.03/2013)
1. keterlambatan pengembalian kelebihan Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dihitung
Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang KUP sejak batas waktu penerbitan SKPKPP berakhir
sampai dengan tanggal penerbitan SKPKPP. (Pasal
1994;(Pasal 4 ayat (1) huruf a PMK-
8 ayat (1) PMK-226/PMK.03/2013)
226/PMK.03/2013)
Batas waktu penerbitan SKPKPP ini adalah paling
lama 1 (satu) bulan sejak: (Pasal 8 ayat (2) PMK-
226/PMK.03/2013)
2. keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari
Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dihitung
17B ayat (3) UU KUP 1994;(Pasal 4 ayat (1) huruf sejak jangka waktu 1 bulan untuk penerbitan SKPLB
b PMK-226/PMK.03/2013) sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal
17B ayat (2) UU KUP 1994 berakhir s/d
diterbitkannya SKPLB. (Pasal 8 ayat (3) PMK-
226/PMK.03/2013)
3. kelebihan pembayaran pajak yang timbul karena Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan untuk
pengajuan keberatan atau permohonan banding paling lama 24 bulan dari jumlah kelebihan
atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat pembayaran pajak yang dihitung sejak: (Pasal 8 ayat
(4) PMK-226/PMK.03/2013)
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat
Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak
a. tanggal pembayaran yang menyebabkan
Lebih Bayar, diterima sebagian atau seluruhnya
kelebihan pembayaran pajak s/d
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A Undang- diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan
Undang KUP 1994.(Pasal 4 ayat (1) huruf c PMK- atau Putusan Banding, untuk SKPKB dan
226/PMK.03/2013) SKPKBT;
b. tanggal penerbitan SKPN dan SKPLB s/d
diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan
atau Putusan Banding.
o Termasuk kelebihan pembayaran pajak Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan untuk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling lama 24 bulan dari jumlah kelebihan
adalah kelebihan pembayaran pajak sebagai pembayaran pajak yang dihitung sejak tanggal
akibat permohonan peninjauan kembali
pembayaran yang menyebabkan kelebihan
dikabulkan sebagian atau seluruhnya untuk
Putusan Peninjauan Kembali yang diterbitkan pembayaran pajak s/d tanggal diterbitkannya
sejak tanggal 1 Januari 2012, selama pajak Putusan Banding. (Pasal 8 ayat (5) PMK-
yang masih harus dibayar dalam Surat 226/PMK.03/2013)
Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan telah
dibayar dan menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak. (Pasal 4 ayat (2) PMK-
226/PMK.03/2013)
1. Imbalan bunga yang terkait dengan Imbalan bunga karena keterlambatan pengembalian kelebihan
PBB untuk Tahun Pajak 2008 dan pembayaran PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
sesudahnya diberikan kepada WP diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kelebihan
pembayaran PBB yang dihitung sejak batas waktu penerbitan
dalam hal terdapat keterlambatan
SKPKPP PBB berakhir sampai dengan tanggal penerbitan
pengembalian kelebihan SKPKPP PBB.
pembayaran PBB sebagai akibat
Batas waktu penerbitan SKPKPP PBB sebagaimana dimaksud
adanya Surat Keputusan Kelebihan pada ayat (3) paling lama 1 (satu) bulan sejak:
Pembayaran PBB, Keputusan
Keberatan, Putusan Banding atau a. diterbitkannya Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran
Putusan Peninjauan Kembali, Surat PBB;
Keputusan Pembetulan PBB, Surat b. diterbitkannya Keputusan Keberatan;
Keputusan Pengurangan Sanksi c. Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali
Administrasi PBB atau Surat diterima kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang
Keputusan Penghapusan Sanksi melaksanakan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan
Kembali;
Administrasi PBB, Surat Keputusan
d. diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan PBB;
Pengurangan Surat Pemberitahuan e. diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Pajak Terhutang atau Surat Administrasi PBB atau Surat Keputusan Penghapusan
Keputusan Pembatalan Surat Sanksi Administrasi PBB;
Pemberitahuan Pajak Terhutang, f. diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Surat
Surat Keputusan Pengurangan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang atau Surat Keputusan
Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang;
Ketetapan Pajak PBB atau Surat
g. diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Surat
Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan
Ketetapan Pajak PBB, atau Surat Surat Ketetapan Pajak PBB; atau
Keputusan Pengurangan Surat h. diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Surat
Tagihan Pajak PBB atau Surat Tagihan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan
Keputusan Pembatalan Surat Surat Tagihan Pajak PBB.
Tagihan Pajak PBB.
1. Imbalan bunga yang terkait dengan Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari jumlah
PBB untuk Tahun Pajak 2007 dan kelebihan pembayaran PBB yang dihitung sejak batas waktu
sebelumnya diberikan kepada Wajib penerbitan SKPKPP PBB berakhir sampai dengan tanggal
penerbitan SKPKPP PBB.
Pajak dalam hal terdapat
keterlambatan pengembalian Batas waktu penerbitan SKPKPP PBB ini adalah paling lama 1
kelebihan pembayaran PBB sebagai (satu) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Kelebihan
Pembayaran PBB.
akibat adanya Surat Keputusan
Kelebihan Pembayaran PBB.
1. Ketentuan terkait penerbitan SKPIB yang terkait dengan pemberian imbalan bunga
karena pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan
kembali
o Penerbitan SKPIB yang terkait dengan pemberian imbalan bunga atas kelebihan
pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding, atau
permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf
d dan ayat (2), Pasal 3 ayat (1) huruf c dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) huruf c dan ayat
(2) PMK-226/PMK.03/2013, berlaku ketentuan sebagai berikut:(Pasal 11ayat (2) PMK-
226/PMK.03/2013)
a. SKPIB diterbitkan apabila terhadap Surat Keputusan Keberatan tidak diajukan
permohonan banding ke Pengadilan Pajak;
b. SKPIB diterbitkan apabila terhadap Putusan Banding tidak diajukan
permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
c. SKPIB diterbitkan apabila Putusan Peninjauan Kembali telah diterima oleh
Direktur Jenderal Pajak dari Mahkamah Agung.
2. SKPIB harus diterbitkan berdasarkan nota penghitungan. (Pasal 11ayat (3) PMK-
226/PMK.03/2013)
o Nota penghitungan dibuat sesuai dengan contoh format Lampiran II PMK-
226/PMK.03/2013. (Pasal 11 ayat (5) PMK-226/PMK.03/2013)
3. SKPIB dibuat sesuai dengan contoh format Lampiran I PMK-226/PMK.03/2013. (Pasal
11 ayat (4) PMK-226/PMK.03/2013)
4. SKPIB diterbitkan sesuai dengan saat pemberian imbalan bunga setelah WP mengajukan
permohonan dengan mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak. (Pasal 11
ayat (6) PMK-226/PMK.03/2013)
o Dalam hal permohonan tidak mencantumkan nomor rekening Wajib Pajak, SKPIB tidak
diterbitkan.(Pasal 11ayat (7) PMK-226/PMK.03/2013)
C. Pemberian imbalan bunga kepada WP harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan Utang
Pajak yang diadministrasikan di KPP tempat WP terdaftar dan/atau tempat PKP dikukuhkan,
termasuk di KPP tempat WP cabang terdaftar dan di KPP tempat objek pajak PBB terdaftar. (Pasal
12 ayat (1) PMK-226/PMK.03/2013)
D. Dalam hal setelah dilakukan perhitungan dengan utang pajak masih terdapat sisa imbalan
bunga yang harus dibayarkan kepada WP, atas permohonan WP, sisa imbalan bunga tersebut
dapat : (Pasal 12 ayat (3) PMK-226/PMK.03/2013)
1. diperhitungkan dengan pajak yang akan terutang atau
2. diperhitungkan dengan Utang Pajak atas nama WP lain.
E. Ketentuan terkait Perhitungan pemberian imbalan bunga dengan Utang Pajak dan/atau
Utang Pajak atas nama WP lain
1. Perhitungan pemberian imbalan bunga dengan Utang Pajak dan/atau Utang Pajak atas
nama WP lain ini dituangkan dalam nota penghitungan. (Pasal 13 ayat (1) PMK-
226/PMK.03/2013)
o Formulir Nota penghitungan dibuat sesuai dengan contoh format Lampiran III PMK-
226/PMK.03/2013(Pasal 13 ayat (2) PMK-226/PMK.03/2013)
o SKPPIB diterbitkan berdasarkan nota penghitungan ini. (Pasal 15 ayat (1) PMK-
226/PMK.03/2013)
o Ketentuan terkait SKPPIB
a. SKPPIB dan SPMIB diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan sejak penerbitan
SKPIB. (Pasal 21 ayat (1) PMK-226/PMK.03/2013)
Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya Tahun Pajak 2007 dan PBB
(Pasal 12 ayat (2) huruf b PMK-226/PMK.03/2013) sebelumnya (Pasal 12 ayat (2) huruf c
(Pasal 12 ayat (2) huruf a PMK-226/PMK.03/2013)
PMK-226/PMK.03/2013)
Untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Untuk Masa Pajak, Bagian Utang pajak PBB yang
Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya adalah utang Tahun Pajak, atau Tahun tercantum dalam:
pajak PPh, PPN, dan PPnBM yang tercantum Pajak 2007 dan
dalam: sebelumnya adalah utang 12. Surat Tagihan
pajak PPh, PPN, dan Pajak PBB;
1. Surat Tagihan Pajak; PPnBM yang tercantum 13. Surat
2. SKPKB atau SKPKBT atas jumlah yang dalam: Pemberitahuan
telah disetujui oleh WP dalam pembahasan Pajak Terhutang;
akhir hasil pemeriksaan; 8. Surat Tagihan 14. SKP PBB;
3. SKPKB atau SKPKBT atas jumlah yang Pajak; 15. Keputusan
tidak disetujui oleh WP dalam pembahasan 9. SKPKB atau Keberatan, Putusan
akhir hasil pemeriksaan, yang: SKPKBT; Banding, atau
a. tidak diajukan keberatan; 10. Surat Keputusan Putusan Peninjauan
b. diajukan keberatan tetapi Surat Pembetulan, Surat Kembali yang
Keputusan Keberatan Keputusan menyebabkan
mengabulkan sebagian, menolak, Keberatan, jumlah pajak yang
atau menambah jumlah pajak Putusan Banding, masih harus dibayar
terutang dan atas Surat Keputusan serta Putusan bertambah;
Keberatan tersebut tidak diajukan Peninjauan 16. Surat Keputusan
banding; atau Kembali, yang Pembetulan yang
c. diajukan keberatan dan atas Surat menyebabkan menyebabkan
Keputusan Keberatan tersebut jumlah pajak yang jumlah pajak yang
diajukan banding tetapi Putusan masih harus masih harus dibayar
Banding mengabulkan sebagian, dibayar bertambah; bertambah;
menambah jumlah pajak terutang, dan/atau dan/atau
atau menolak; 11. Surat Keputusan 17. Surat Keputusan
4. Surat Keputusan Keberatan yang tidak Pembetulan, Surat Pembetulan, Surat
diajukan banding; Keputusan Keputusan
5. Surat Keputusan Pembetulan yang Keberatan, Keberatan, Putusan
menyebabkan jumlah pajak yang masih Putusan Banding, Banding, serta
harus dibayar bertambah; serta Putusan Putusan Peninjauan
Peninjauan Kembali, yang
transfer sesuai SP2D dari KPPN dan Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pajak Bumi dan
Bangunan, atau Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang diterima dari KPP.
G. KPPN menyampaikan lembar ke-2 SPMIB, lembar ke-2 SP2D, dan dalam hal terdapat imbalan
bunga yang dikompensasikan ke Utang Pajak melalui potongan SPMIB disertai dengan surat
setoran yang telah disahkan, ke KPP penerbit SPMIB.
III. YANG DILAKUKAN OLEH DJP SETELAH MELALUI PEMROSESAN DARI KPPN
1. Bukti Penerimaan Negara (BPN), Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan,
atau Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, yang telah diterbitkan Nomor Transaksi Bank
(NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP), dan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) oleh
Bank/Pos Persepsi, yang diperuntukkan bagi Wajib Pajak, disampaikan kepada Wajib Pajak
melalui KPP setempat. (Pasal 17 PMK-226/PMK.03/2013)
o Ini diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi
2. Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani SKPPIB dan SPMIB menyampaikan
spesimen tanda tangan kepada Kepala KPPN setiap awal tahun anggaran. (Pasal 18 ayat (1)
PMK-226/PMK.03/2013)
o Dalam hal terjadi perubahan pejabat yang berwenang menandatangani SKPPIB dan SPMIB,
pejabat pengganti harus menyampaikan spesimen tanda tangan kepada Kepala KPPN sejak
yang bersangkutan menjabat. (Pasal 18 ayat (2) PMK-226/PMK.03/2013)
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan keempat atas UU
Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 43, 44, 45 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
o Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak 1
Januari 2012), peraturan pelaksanaan PP 80 TAHUN 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan stdtd UU Nomor28 TAHUN 2007 dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan PP ini".
C. PMK-226/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Januari 2014) tentang tata cara penghitungan dan
pemberian imbalan bunga
1. keterlambatan pengembalian kelebihan Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari jumlah
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud kelebihan pembayaran pajak, yang dihitung sejak batas
dalam Pasal 11 ayat (3) UU KUP; (Pasal 2 waktu penerbitan SKPKPP atau SKPPIB berakhir s/d
tanggal penerbitan SKPKPP atau SKPPIB. (Pasal 6 ayat
ayat (1) huruf a PMK-226/PMK.03/2013)
(1) PMK-226/PMK.03/2013)
Batas waktu penerbitan SKPKPP atau SKPPIB paling
lama 1 (satu) bulan sejak: (Pasal 6 ayat (2) PMK-
226/PMK.03/2013)
2. keterlambatan penerbitan SKPLB Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari jumlah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak jangka
(3) UU KUP; (Pasal 2 ayat (1) huruf b PMK- waktu 1 (satu) bulan untuk penerbitan SKPLB sesuai
226/PMK.03/2013) ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17B ayat (2)
UU KUP berakhir s/d diterbitkannya SKPLB. (Pasal 6 ayat
(3) PMK-226/PMK.03/2013)
3. keterlambatan penerbitan SKPLB Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat jumlah kelebihan pembayaran pajak, untuk paling lama
(4) UU KUP; (Pasal 2 ayat (1) huruf c PMK- 24 bulan yang dihitung sejak jangka waktu 12 bulan sejak
226/PMK.03/2013) tanggal surat permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak diterima secara lengkap berakhir
sampai dengan saat diterbitkan SKPLB.(Pasal 6 ayat (4)
PMK-226/PMK.03/2013)
4. Kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan
peninjauan kembali, terkait dengan SKPKB, SKPKBT, SKPN, dan SKPLB yang dikabulkan sebagian atau
seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1) UU KUP; (Pasal 2 ayat (1) huruf d PMK-
226/PMK.03/2013)
Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak ini diberikan terbatas pada kelebihan pembayaran pajak
karena: (Pasal 2 ayat (2) PMK-226/PMK.03/2013)
5. kelebihan pembayaran pajak karena SK Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan untuk
Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan paling lama 24 bulan dari jumlah kelebihan pembayaran
Pajak, atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak pajak yang dihitung sejak: (Pasal 6 ayat (5) PMK-
yang mengabulkan sebagian atau seluruh 226/PMK.03/2013)
permohonan Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1a) UU KUP, a. tanggal pembayaran yang menyebabkan
kecuali: (Pasal 2 ayat (1) huruf e PMK- kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
226/PMK.03/2013) diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak,
a. kelebihan pembayaran pajak karena atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan
SK Pembetulan yang terkait dengan Pajak, untuk SKPKB dan SKPKBT;
Persetujuan Bersama; atau b. tanggal penerbitan SKPN dan SKPLB, s/d
b. Kelebihan pembayaran pajak karena diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan,
SK Pembatalan Ketetapan Pajak Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan
36 ayat (1) huruf d UU KUP; Pajak;
c. tanggal pembayaran yang menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak s/d diterbitkannya
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat
6. kelebihan pembayaran sanksi administrasi Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari jumlah
berupa denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP kelebihan pembayaran pajak, untuk paling lama 24 bulan
dan/atau bunga Pasal 19 ayat (1) UU KUP yang dihitung sejak tanggal pembayaran pajak yang
karena Surat Keputusan Pengurangan Sanksi menyebabkan kelebihan pembayaran sanksi administrasi
Administrasi atau Surat Keputusan sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan
akibat diterbitkan SK Keberatan, Putusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
yang mengabulkan sebagian atau seluruh atau Putusan Peninjauan Kembali. (Pasal 6 ayat (6) PMK-
permohonan Wajib Pajak sebagaimana 226/PMK.03/2013)
dimaksud dalam Pasal 27A ayat (2) UU
KUP.(Pasal 2 ayat (1) huruf f PMK-
226/PMK.03/2013)
1. keterlambatan pengembalian kelebihan Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak
dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang KUP batas waktu penerbitan SKPKPP berakhir sampai dengan
tanggal penerbitan SKPKPP. (Pasal 7 ayat (1) PMK-
2000; (Pasal 3 ayat (1) huruf a PMK-
226/PMK.03/2013)
226/PMK.03/2013)
Batas waktu penerbitan SKPKPP ini adalah paling lama 1
(satu) bulan sejak: (Pasal 7 ayat (2) PMK-
226/PMK.03/2013)
2. keterlambatan penerbitan KPLB sebagaimana Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari
dimaksud dalam Pasal 17B ayat (3) UU KUP jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak
2000; (Pasal 3 ayat (1) huruf b PMK- jangka waktu 1 bulan untuk penerbitan SKPLB sesuai
226/PMK.03/2013) ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17B ayat (2)
3. kelebihan pembayaran pajak karena Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan untuk
pengajuan keberatan atau permohonan paling lama 24 bulan dari jumlah kelebihan pembayaran
banding terkait dengan SKPKB atau SKPKBT, pajak yang dihitung sejak tanggal pembayaran yang
diterima sebagian atau seluruhnya menyebabkan kelebihan pembayaran pajak s/d
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan atau Putusan
(1) UU KUP 2000;(Pasal 3 ayat (1) huruf c Banding. (Pasal 7 ayat (4) PMK-226/PMK.03/2013)
PMK-226/PMK.03/2013)
Termasuk kelebihan pembayaran pajak ini Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan untuk
adalah kelebihan pembayaran pajak sebagai paling lama 24 bulan dari jumlah kelebihan pembayaran
akibat permohonan peninjauan kembali pajak yang dihitung sejak tanggal pembayaran yang
dikabulkan sebagian atau seluruhnya untuk menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai
Putusan Peninjauan Kembali yang diterbitkan dengan tanggal diterbitkannya Putusan Banding. (Pasal 7
sejak tanggal 1 Januari 2012, selama pajak ayat (5) PMK-226/PMK.03/2013)
yang masih harus dibayar dalam SKPKB dan
SKPKBT telah dibayar dan menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak. (Pasal 3 ayat (2)
PMK-226/PMK.03/2013)
4. kelebihan pembayaran sanksi administrasi Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari
Pasal 14 ayat (4) UU KUP 2000 dan/atau Pasal jumlah kelebihan pembayaran pajak, untuk paling lama 24
19 ayat (1) UU KUP 2000 karena Keputusan bulan yang dihitung sejak tanggal pembayaran pajak
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi yang menyebabkan kelebihan pembayaran sanksi
Administrasi sebagai akibat diterbitkan administrasi s/d diterbitkannya Surat Keputusan
Keputusan Keberatan atau Putusan Banding, Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat
(2) UU KUP 2000. (Pasal 3 ayat (1) huruf d diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan
PMK-226/PMK.03/2013) Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali. (Pasal 7 ayat
(5) PMK-226/PMK.03/2013)
1. keterlambatan pengembalian kelebihan Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dihitung
Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang KUP sejak batas waktu penerbitan SKPKPP berakhir
sampai dengan tanggal penerbitan SKPKPP. (Pasal 8
1994;(Pasal 4 ayat (1) huruf a PMK-
ayat (1) PMK-226/PMK.03/2013)
226/PMK.03/2013)
Batas waktu penerbitan SKPKPP ini adalah paling
lama 1 (satu) bulan sejak: (Pasal 8 ayat (2) PMK-
226/PMK.03/2013)
2. keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari
Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dihitung
17B ayat (3) UU KUP 1994;(Pasal 4 ayat (1) huruf sejak jangka waktu 1 bulan untuk penerbitan SKPLB
b PMK-226/PMK.03/2013) sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal
17B ayat (2) UU KUP 1994 berakhir s/d diterbitkannya
SKPLB. (Pasal 8 ayat (3) PMK-226/PMK.03/2013)
3. kelebihan pembayaran pajak yang timbul karena Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan untuk
pengajuan keberatan atau permohonan banding paling lama 24 bulan dari jumlah kelebihan
atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat pembayaran pajak yang dihitung sejak: (Pasal 8 ayat
(4) PMK-226/PMK.03/2013)
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat
Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak
a. tanggal pembayaran yang menyebabkan
Lebih Bayar, diterima sebagian atau seluruhnya
kelebihan pembayaran pajak s/d
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan
Undang-Undang KUP 1994.(Pasal 4 ayat (1) huruf atau Putusan Banding, untuk SKPKB dan
c PMK-226/PMK.03/2013) SKPKBT;
b. tanggal penerbitan SKPN dan SKPLB s/d
diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan
atau Putusan Banding.
o Termasuk kelebihan pembayaran pajak Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan untuk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling lama 24 bulan dari jumlah kelebihan
adalah kelebihan pembayaran pajak sebagai pembayaran pajak yang dihitung sejak tanggal
akibat permohonan peninjauan kembali
pembayaran yang menyebabkan kelebihan
dikabulkan sebagian atau seluruhnya untuk
Putusan Peninjauan Kembali yang diterbitkan pembayaran pajak s/d tanggal diterbitkannya Putusan
sejak tanggal 1 Januari 2012, selama pajak Banding. (Pasal 8 ayat (5) PMK-226/PMK.03/2013)
yang masih harus dibayar dalam Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
telah dibayar dan menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak. (Pasal 4 ayat (2) PMK-
226/PMK.03/2013)
1. Imbalan bunga yang terkait dengan Imbalan bunga karena keterlambatan pengembalian kelebihan
PBB untuk Tahun Pajak 2008 dan pembayaran PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
sesudahnya diberikan kepada WP diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kelebihan
pembayaran PBB yang dihitung sejak batas waktu penerbitan
dalam hal terdapat keterlambatan
SKPKPP PBB berakhir sampai dengan tanggal penerbitan SKPKPP
pengembalian kelebihan PBB.
pembayaran PBB sebagai akibat
Batas waktu penerbitan SKPKPP PBB sebagaimana dimaksud pada
adanya Surat Keputusan Kelebihan ayat (3) paling lama 1 (satu) bulan sejak:
Pembayaran PBB, Keputusan
Keberatan, Putusan Banding atau a. diterbitkannya Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran
Putusan Peninjauan Kembali, Surat PBB;
Keputusan Pembetulan PBB, Surat b. diterbitkannya Keputusan Keberatan;
Keputusan Pengurangan Sanksi c. Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali diterima
Administrasi PBB atau Surat kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang
Keputusan Penghapusan Sanksi melaksanakan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan
Kembali;
Administrasi PBB, Surat Keputusan
d. diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan PBB;
Pengurangan Surat Pemberitahuan e. diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Pajak Terhutang atau Surat Administrasi PBB atau Surat Keputusan Penghapusan
Keputusan Pembatalan Surat Sanksi Administrasi PBB;
Pemberitahuan Pajak Terhutang, f. diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Surat
Surat Keputusan Pengurangan Pemberitahuan Pajak Terhutang atau Surat Keputusan
Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang;
Surat Ketetapan Pajak PBB atau
g. diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Surat
Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan
Ketetapan Pajak PBB, atau Surat Surat Ketetapan Pajak PBB; atau
Keputusan Pengurangan Surat h. diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan
Tagihan Pajak PBB atau Surat Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan
Keputusan Pembatalan Surat Pajak PBB.
Tagihan Pajak PBB.
1. Imbalan bunga yang terkait dengan Imbalan bunga diberikan sebesar 2% per bulan dari jumlah
PBB untuk Tahun Pajak 2007 dan kelebihan pembayaran PBB yang dihitung sejak batas waktu
sebelumnya diberikan kepada Wajib penerbitan SKPKPP PBB berakhir sampai dengan tanggal
penerbitan SKPKPP PBB.
Pajak dalam hal terdapat
keterlambatan pengembalian Batas waktu penerbitan SKPKPP PBB ini adalah paling lama 1
kelebihan pembayaran PBB sebagai (satu) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Kelebihan
Pembayaran PBB.
akibat adanya Surat Keputusan
Kelebihan Pembayaran PBB.
I. DASAR HUKUM
A. UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan keempat atas UU
Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
B. Pasal 43, 44, 45 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
o Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa "Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak 1
Januari 2012), peraturan pelaksanaan PP 80 TAHUN 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan stdtd UU Nomor28 TAHUN 2007 dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan PP ini".
C. PMK-186/PMK.03/2015 (berlaku sejak 30 September 2015) tentang perubahan PMK-
226/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Januari 2014) tentang tata cara penghitungan dan pemberian
imbalan bunga
o PMK-186/PMK.03/2015 ini merubah ketentuan Pasal 1, 11, 14, 15, 16, menghapus pasal
17, dan merubah lampiran I, II, III, IV, V dari PMK-226/PMK.03/2013
1. Penerbitan SKPIB yang terkait dengan pemberian imbalan bunga atas kelebihan
pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan
peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d dan ayat (2),
Pasal 3 ayat (1) huruf c dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) huruf c dan ayat (2) PMK-
226/PMK.03/2013, berlaku ketentuan sebagai berikut: (Pasal 11 ayat (2) PMK-
186/PMK.03/2015)
a. SKPIB diterbitkan dalam hal terhadap Surat Keputusan Keberatan tidak diajukan
permohonan banding ke Pengadilan Pajak;
b. SKPIB diterbitkan dalam hal Putusan Banding telah diterima oleh Direktur
Jenderal Pajak;
c. SKPIB diterbitkan dalam hal Putusan Peninjauan Kembali telah diterima oleh
Direktur Jenderal Pajak.
2. SKPIB harus diterbitkan berdasarkan nota penghitungan. (Pasal 11 ayat (3) PMK-
186/PMK.03/2015)
▪ Nota penghitungan dibuat sesuai dengan contoh format Lampiran II PMK-
186/PMK.03/2015. (Pasal 11 ayat (5) PMK-186/PMK.03/2015)
3. SKPIB dibuat sesuai dengan contoh format Lampiran I PMK-186/PMK.03/2015. (Pasal 11
ayat (4) PMK-186/PMK.03/2015)
4. SKPIB diterbitkan sesuai dengan saat pemberian imbalan bunga setelah WP mengajukan
permohonan dengan mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak. (Pasal 11
ayat (6) PMK-186/PMK.03/2015)
▪ Dalam hal permohonan tidak mencantumkan nomor rekening Wajib Pajak, SKPIB
tidak diterbitkan. (Pasal 11 ayat (7) PMK-186/PMK.03/2015)
▪ Pemberian imbalan bunga kepada WP harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan Utang
Pajak yang diadministrasikan di KPP tempat WP terdaftar dan/atau tempat PKP
dikukuhkan, termasuk di KPP tempat WP cabang terdaftar dan di KPP tempat objek pajak
PBB terdaftar. (Pasal 12 ayat (1) PMK-226/PMK.03/2013)
E. Ketentuan terkait Perhitungan pemberian imbalan bunga dengan Utang Pajak dan/atau
Utang Pajak atas nama WP lain
6. Perhitungan pemberian imbalan bunga dengan Utang Pajak dan/atau Utang Pajak atas
nama WP lain ini dituangkan dalam nota penghitungan. (Pasal 13 ayat (1) PMK-
226/PMK.03/2013)
▪ Formulir Nota penghitungan dibuat sesuai dengan contoh format Lampiran III
PMK-186/PMK.03/2015 (Pasal 13 ayat (2) PMK-226/PMK.03/2013)
▪ SKPPIB diterbitkan berdasarkan nota penghitungan ini. (Pasal 15 ayat (1)
PMK-186/PMK.03/2015)
▪ Ketentuan terkait SKPPIB
a. SKPPIB dan SPMIB diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan sejak
penerbitan SKPIB. (Pasal 21 ayat (1) PMK-226/PMK.03/2013)
b. SKPPIB dibuat sesuai dengan contoh format Lampiran IV PMK-
186/PMK.03/2015 (Pasal 15 ayat (2) PMK-186/PMK.03/2015)
c. SKPPIB dibuat dalam rangkap 3 (tiga), dengan peruntukan
sebagai berikut: (Pasal 15 ayat (3) PMK-186/PMK.03/2015)
i. lembar ke- 1 untuk Wajib Pajak;
ii. lembar ke-2 untuk KPPN; dan
iii. lembar ke-3 untuk arsip KPP.
d. Dalam hal terdapat perhitungan imbalan bunga dengan Utang
Pajak, Utang Pajak tersebut harus dicantumkan pada SKPPIB
dan dibuatkan surat setoran sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 15 ayat (4) PMK-
186/PMK.03/2015)
e. Atas dasar SKPPIB, Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan
menerbitkan SPMIB. (Pasal 15 ayat (5) PMK-186/PMK.03/2015)
▪ Ketentuan Terkait SPMIB :
i. SKPPIB dan SPMIB diterbitkan paling lama 1
(satu) bulan sejak penerbitan SKPIB. (Pasal 21
ayat (1) PMK-226/PMK.03/2013)
ii. Dalam hal terdapat kesalahan dalam penerbitan
SPMIB, Kepala KPP atas nama Menteri
Keuangan membetulkan SPMIB sepanjang
belum diterbitkan SP2D. (Pasal 15 ayat (6) PMK-
186/PMK.03/2015)
iii. Bentuk formulir SPMIB adalah sebagaimana
tercantum dalam Lampiran V PMK-
186/PMK.03/2015 (Pasal 15 ayat (7) PMK-
186/PMK.03/2015)
iv. SPMIB dibuat dalam rangkap 4 (empat), dengan
peruntukan sebagai berikut: (Pasal 15 ayat (8)
PMK-186/PMK.03/2015)
1. lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk
KPPN;
2. lembar ke-3 untuk Wajib Pajak; dan
3. lembar ke-4 untuk arsip KPP.
7. Perhitungan pemberian imbalan bunga dengan Utang Pajak dan/atau Utang Pajak atas
nama WP lain berdasarkan permohonan Wajib Pajak ini, ditindaklanjuti dengan
kompensasi Utang Pajak, dan dalam hal tidak ada Utang Pajak dan/atau permohonan
Wajib Pajak untuk memperhitungkan dengan Utang Pajak atas nama Wajib Pajak lain,
seluruh imbalan bunga diberikan kepada Wajib Pajak bersangkutan. (Pasal 14 ayat (1)
PMK-186/PMK.03/2015)
8. Kompensasi Utang Pajak dilakukan melalui potongan SPMIB dan dianggap sah apabila
kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMIB telah mendapatkan Nomor Transaksi
Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Penerimaan Potongan (NPP). (Pasal 14 ayat (2)
PMK-186/PMK.03/2015)
9. SKPPIB dan SPMIB beserta Arsip Data Komputer, dilampiri dengan surat setoran dan
disampaikan ke KPPN secara langsung oleh petugas yang ditunjuk. (Pasal 15 ayat (9)
PMK-186/PMK.03/2015)
Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya Tahun Pajak 2007 dan PBB
(Pasal 12 ayat (2) huruf b PMK-226/PMK.03/2013) sebelumnya (Pasal 12 ayat (2) huruf c
(Pasal 12 ayat (2) huruf a PMK-226/PMK.03/2013)
PMK-226/PMK.03/2013)
Untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Untuk Masa Pajak, Bagian Utang pajak PBB yang
Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya adalah utang Tahun Pajak, atau Tahun tercantum dalam:
pajak PPh, PPN, dan PPnBM yang tercantum Pajak 2007 dan
dalam: sebelumnya adalah utang 12. Surat Tagihan
pajak PPh, PPN, dan Pajak PBB;
1. Surat Tagihan Pajak; PPnBM yang tercantum 13. Surat
2. SKPKB atau SKPKBT atas jumlah yang dalam: Pemberitahuan
telah disetujui oleh WP dalam pembahasan Pajak Terhutang;
akhir hasil pemeriksaan; 8. Surat Tagihan 14. SKP PBB;
3. SKPKB atau SKPKBT atas jumlah yang Pajak; 15. Keputusan
tidak disetujui oleh WP dalam pembahasan 9. SKPKB atau Keberatan, Putusan
akhir hasil pemeriksaan, yang: SKPKBT; Banding, atau
a. tidak diajukan keberatan; 10. Surat Keputusan Putusan Peninjauan
b. diajukan keberatan tetapi Surat Pembetulan, Surat Kembali yang
Keputusan Keberatan Keputusan menyebabkan
mengabulkan sebagian, menolak, Keberatan, jumlah pajak yang
atau menambah jumlah pajak Putusan Banding, masih harus dibayar
terutang dan atas Surat Keputusan serta Putusan bertambah;
Keberatan tersebut tidak diajukan Peninjauan 16. Surat Keputusan
banding; atau Kembali, yang Pembetulan yang
c. diajukan keberatan dan atas Surat menyebabkan menyebabkan
Keputusan Keberatan tersebut jumlah pajak yang jumlah pajak yang
diajukan banding tetapi Putusan masih harus masih harus dibayar
Banding mengabulkan sebagian, dibayar bertambah; bertambah;
menambah jumlah pajak terutang, dan/atau dan/atau
atau menolak; 11. Surat Keputusan 17. Surat Keputusan
4. Surat Keputusan Keberatan yang tidak Pembetulan, Surat Pembetulan, Surat
diajukan banding; Keputusan Keputusan
5. Surat Keputusan Pembetulan yang Keberatan, Keberatan, Putusan
menyebabkan jumlah pajak yang masih Putusan Banding, Banding, serta
harus dibayar bertambah; serta Putusan Putusan Peninjauan
6. Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Peninjauan Kembali, yang
Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak Kembali, yang menyebabkan
yang masih harus dibayar menyebabkan terjadinya
bertambah;dan/atau terjadinya pengembalian
7. Surat Keputusan Pembetulan, Surat pengembalian kelebihan pajak
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, kelebihan pajak yang seharusnya
serta Putusan Peninjauan Kernbali, yang yang seharusnya tidak dikembalikan.
menyebabkan terjadinya pengembalian tidak dikembalikan,
kelebihan pajak yang seharusnya tidak
dikembalikan.
O. Sunset Policy
DASAR HUKUM
A. UU Nomor 16 TAHUN 2009 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang penetapan peraturan pemerintah
pengganti UU nomor 5 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas UU nomor 6 TAHUN 1983 tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan menjadi undang-undang
B. PMK-12/PMK.03/2009 tentang perubahan atas PMK-66/PMK.03/2008 tentang tata cara
penyampaian atau pembetulan surat pemberitahuan, dan persyaratan wajib pajak yang dapat diberikan
penghapusan sanksi administrasi dalam rangka penerapan pasal 37A UU nomor 6 TAHUN 1983 tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan UU nomor 28 tahun 2007