Bendahara Pemerintah Pusat - V1
Bendahara Pemerintah Pusat - V1
Maret 2022
Ihsan Priyawibawa
LAIN-LAIN
DISCLAIMER
Panduan Praktis ini disusun dalam rangka peningkatan kapasitas dan kompetensi pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak dalam memahami proses bisnis, regulasi perpajakan terkait, critical point/modus penghindaran pajak, dan strategi
penggalian potensi pajak serta pengawasan terhadap Wajib Pajak.
Materi dalam panduan praktis ini bersumber dari berbagai literatur, narasumber, regulasi, serta sumber lainnya.
Informasi/bahan yang digunakan dalam modul ini hanya untuk kepentingan internal Direktorat Jenderal Pajak, digunakan
sebagai salah satu referensi/acuan dalam pelaksanaan penggalian potensi pajak dan pelaksanaan tugas lainnya.
1 PROSES BISNIS
2 ASPEK PERPAJAKAN
3
CRITICAL POINT / MODUS
PENGHINDARAN PAJAK
4 STUDI KASUS
5 METODE / TEKNIK
PENGGALIAN POTENSI
PROSES BISNIS
9
9
SSP SSP
SP
4
SP2D
SSP
8
Rp
SSP 7
PROSES BISNIS LS (2)
SATKER KPPN
KAS NEGARA
Memotong Pajak
PPK
+ SPP + SPM Mencairkan dana dan
(Rincian Belanja membuat SP2D netto e-pay
+
Potongan Pajaknya)
PPSPM
Pada mekanisme Belanja Langsung (LS), KPPN dapat memantau langsung pemotongan
pajak atas tagihan.
PROSES BISNIS UP (1)
Mekanisme Pemotongan/Pemungutan Pajak atas Uang Persediaan oleh Bendahara APBN
PROSES BISNIS UP (2)
SATKER
Memotong Pajak
Rekanan
Mencairkan dana UP SSP
KPPN
KPPN dapat melihat data setoran pajak Bendahara dari Laporan Pertanggungjawaban Bendahara tiap bulan
serta dapat mengetahui data setoran pemotongan pajak berdasarkan transaksi penggunaan anggaran.
ASPEK PERPAJAKAN
No Kegiatan Keterangan Potensi Pajak
Pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan kepada Orang a. Gaji PPh Pasal 21
1 Pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, dan b. Tunjangan
kegiatan. c. Honorarium narasumber/ahli
Pemungutan atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan a. Pembelian Barang a. PPh Pasal 22
2
dengan pembelian barang. b. Pengadaan Barang dan Jasa b. PPN
Pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan berupa hadiah, a. PPh Pasal 23
Sewa penghasilan lain sehubungan
3 bunga, dividen, sewa, royalti, dan jasa-jasa lainnya selain
dengan penggunaan harta b. PPN
Objek PPh Pasal 21.
Pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan a. Jasa Konstruksi a. PPh Pasal 4 ayat 2
jasa tertentu dan sumber tertentu (jasa konstruksi, sewa b. Sewa tanah/bangunan b. PPN
4
tanah/bangunan, pengalihan hak atas tanah/bangunan, hadiah
undian, dan lainnya).
Pemungutan atas pajak konsumsi yang dibayar sendiri
5 sehubungan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Barang dan Jasa Kena Pajak PPN
Pajak.
a. Kuitansi Bea Materai
6 Pembayaran atas pemanfaatan dokumen-dokumen tertentu.
b. Kontrak
Permasalahan Pengawasan Bendahara
Jenis
Penyebab Kendala Bendaharawan Kendala AR
Penyimpangan
Terlalu banyak istilah, akronim, sangat prosedural dan teknis diperlukan waktu yang
1
cukup lama untuk memahami proses bisnis dan dokumen yang menyertai;
2 DJP secara umum beranggapan bahwa belanja APBN melalui mekanisme LS tidak
mengandung risiko karena sudah diawasi KPPN;
Istilah pengawasan terhadap Bendahara tidak tepat. Ada andil PPSPM, PPK
3
pejabat pengadaan dalam rangkaian proses belanja sehingga pengawasan
terhadap Belanja/NPWP Instansi Pemerintah (IP) lebih sesuai.
Dengan menyandingkan nilai data pemungutan/pemotongan PPh dan PPN dapat diidentifikasi
kemungkinan adanya kesalahan penerapan tarif, kesalahan KJS, atau Pajak yang masih harus
dipungut dan disetor.
Data SPM tersedia di Appportal pada submenu Data Penerimaan -> MPN - > Data SPM
STUDI KASUS
Identifikasi atas kondisi ini sulit dilakukan. Tetapi bukan tidak mungkin terjadi. Berdasarkan pengalaman
biasanya akun belanja belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat dimaknai bantuan
dan atau sumbangan yang bebas dari pemotongan. Kasus ditemukan ketika Balai Besar Wilayah
Sungai (BBWS) melaksanakan Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI).
Pihak Satker tidak melakukan pemotongan pemungutan PPh maupun PPN. Dalam hal ini, kegiatan
yang dijalankan dapat dipersamakan dengan jasa konstruksi dengan menjadikan Perkumpulan Petani
Pemakai Air sebagai penyedia jasa non-kualifikasi pengenaan tarif 4%. Tidak menutup kemungkinan
terjadi pada kegiatan sejenis.
STUDI KASUS
Kemungkinan terjadi lawan transaksi bukan PKP atau penyerahan bukan atas BKP/JKP. Tetapi Indikasi
ini dapat digunakan AR untuk melakukan klarifikasi atas tidak adanya pemotongan PPN pada SPM
yang dibuat. Berikut contoh SPM terdapat pemotongan PPh tetapi tidak disertai pemotongan PPN
STUDI KASUS
Contoh lain dari penggunaan tarif yang salah atau Kode Jenis Setoran yang tidak sesuai
Wajib Pajak melakukan pemotongan dengan kode PPh Pasal 21 (411121) & PPh Pasal
22 (411122) tanpa PPN
Jika Kode 411121 merupakan salah setor yang seharusnya PPN 411211, secara
tarif menjadi tidak sesuai
CRITICAL POINT / MODUS PENGHINDARAN PAJAK (2)
Pengawasan Penyetoran dan Pelaporan
1
Pengawasan jumlah setoran Wajib Pajak Bendahara dapat dilakukan dengan berdasarkan DIPA dari Satuan Kerja
tersebut.
Pengawasan dapat dibuat dengan terlebih dahulu menentukan tarif efektif dengan cara membandingkan setoran pajak
tahun lalu (Y-1) dengan DIPA tahun lalu (Y-1). Setelah ditemukan tarif efektif tersebut dapat dikalikan dengan DIPA tahun
berjalan untuk mendapatkan proyeksi jumlah setoran pajak tahun berjalan. Pengawasan pembayaran Wajib Pajak
Bendahara tahun berjalan dilakukan dengan berpedoman pada proyeksi tersebut.
Terkait dengan permasalahan tersebut, perlu dilakukan pengkinian data atas DIPA. Dapat dilakukan permintaan data
Revisi DIPA pada Wajib Pajak Bendahara. Permintaan data juga dapat dilakukan atas Laporan Realisasi Anggaran
sampai dengan tanggal terkini. Laporan Realisasi Anggaran dapat digunakan sebagai dasar pengawasan yang lebih
rinci terkait penyetoran pajak atas dana yang telah digunakan dan pembuatan prognosa penerimaan pajak dari jumlah
dana yang belum digunakan.
CRITICAL POINT / MODUS PENGHINDARAN PAJAK
Ketidaktepatan Perlakuan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Tunjangan
3
WP Bendahara dapat melakukan kekeliruan terkait dengan perlakuan pemotongan PPh 21. Pembayaran tunjangan kepada
pegawai suatu Satker dapat berbunyi ‘Bantuan’ sehingga menyebabkan tidak dipotongnya PPh 21 atas tunjangan tersebut.
Perlu ditinjau kembali substansi dari pembayaran bantuan atau sumbangan tersebut, apakah memenuhi ketentuan yang
dikecualikan dari objek pajak pada Pasal 4 ayat (3) huruf a UU Nomor 36 TAHUN 2008, terutama terkait ‘sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan’.
Dapat ditelusuri pula pembayaran tunjangan atau bantuan tersebut sumber dananya berasal dari pos belanja pegawai atau pos
belanja bantuan sosial.
Transaksi dengan rekanan SPLN tersebut perlu dilakukan pengawasan terkait dengan ketepatan perlakuan perpajakannya.
Perlu dipastikan terkait status rekanan SPLN tersebut, apakah rekanan memiliki BUT di Indonesia, apakah rekanan termasuk
kriteria yang dapat menggunakan ketentuan di P3B, apakah rekanan memiliki SKD, status penyampaian SKD ke KPP tempat
pemotong terdaftar, serta perjanjian P3B dengan negara domisili rekanan.
Penelitian atas hal-hal tersebut akan menentukan apakah perlakuan perpajakannya sesuai dengan perjanjian P3B atau
dilakukan pemotongan PPh Pasal 26 tarif umum.
CRITICAL POINT / MODUS PENGHINDARAN PAJAK
5 Distribusi Pengelolaan Dana kepada Pihak Ketiga
Wajib Pajak Bendahara dapat menerima dana bantuan/hibah dimana pengelolaan dana tersebut didistribusikan kepada
pihak ketiga (bisa berbentuk Organisasi Masyarakat/Lembaga).
Data terkait distribusi dana tersebut dapat dijadikan Alket kepada Kantor Pelayanan Pajak dimana Organisasi
Masyarakat/Lembaga pengelola dana terdaftar.
Pengawasan Wajib Pajak Bendahara dapat pula dilakukan berdasarkan isu terkini yang beredar di masyarakat.
Bisa jadi beredar berita atau isu di masyarakat dimana terdapat proyek belanja pegawai/barang/modal yang terkait dengan
Satuan Kerja Wajib Pajak Bendahara. Hal tersebut dapat dikonfirmasikan kepada Wajib Pajak Bendahara apakah isu
tersebut valid, bagaimana sumber dana dan alokasi dananya, benarkah proyek tersebut masuk dalam anggaran Satker
terkait, serta apakah ada revisi DIPA.
Berdasarkan konfirmasi dari Wajib Pajak Bendahara tersebut, dapat disesuaikan pengawasan penerimaan pajak apabila
memang ada keterikatan dengan isu yang beredar di masyarakat.
STUDI KASUS 1
Pengawasan Penyetoran dan Pelaporan
1 2
Data di atas dapat digunakan untuk menentukan tarif Langkah selanjutnya adalah mengalikan Tarif Efektif 2020
efektif penerimaan pajak per jenis pajak berdasarkan tersebut dengan data DIPA tahun 2021 sehingga
DIPA tahun 2020 dengan cara: menghasilkan proyeksi Penerimaan 2021 yang dapat
• Penerimaan PPh Pasal 21 2020 dibagi dengan Pagu digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pengawasan
Belanja Pegawai 2020 kepada Wajib Pajak Bendahara.
• Penerimaan PPh Pasal 22, 23, Final dan PPN 2020
dibagi dengan (Pagu Belanja Barang + Belanja Modal
2020)
Perhitungan tersebut akan menghasilkan angka sebagai
berikut:
STUDI KASUS 2
Revisi DIPA dan Laporan Realisasi Anggaran
WP Bendahara diketahui terdapat data DIPA 2021 sebelum revisi dan DIPA 2021 revisi ke 04
sebagai berikut:
Rev 00 Jika dilakukan perbandingan dari dua data DIPA
tersebut, terlihat penurunan anggaran pada pos
Belanja Barang. Hal tersebut dapat digunakan
untuk melakukan penyesuaian pengawasan pada
jenis pajak yang terkait dengan pos Belanja
Barang.
Rev 04 Laporan Realisasi Anggaran dapat digunakan
sebagai dasar pengawasan terkait penyetoran
pajak atas dana yang telah digunakan dan
pembuatan prognosa penerimaan pajak dari
jumlah dana yang belum digunakan.
Pada kolom Uraian Satker/Program/Kegiatan/Kro/Sumber Dana dapat terlihat menggunakan kata pertama ‘Bantuan’. Hal ini
dapat mengakibatkan Wajib Pajak Bendahara langsung menganggap bahwa rincian tersebut dikecualikan dari objek pajak.
Padahal jika dilihat lebih lanjut sebenarnya rincian tersebut masuk ke pos Belanja Pegawai dan Belanja Barang, bukan Belanja
Bantuan Sosial.
Perlu dilakukan konfirmasi kepada Wajib Pajak Bendahara terkait rincian tersebut. Apabila tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana pada Pasal 4 ayat (3) huruf a UU Nomor 36 TAHUN 2008, maka atas rincian pengeluaran tersebut harus dilakukan
pemotongan pajaknya.
STUDI KASUS 4
Pemotongan PPh Pasal 26 Terkait Transaksi dengan Rekanan SPLN
Terdapat sebuah berita yang viral di media massa terkait proyek pengadaan barang
modal bernilai besar yang menyangkut Instansi ABC.
Wajib Pajak Bendahara merupakan salah satu Satker di Instansi ABC tersebut. Atas
kondisi tersebut dapat dilakukan penggalian informasi kepada Wajib Pajak
Bendahara apakah terkait dengan proyek pengadaan yang viral tersebut, apakah
dapat ditelusuri Satker mana yang mendapatkan alokasi dana pengadaan tersebut.
Apabila dana tersebut merupakan dana dari Wajib Pajak Bendahara, apakah sudah
dianggarkan sebelumnya atau ada perubahan anggaran, serta pastikan terkait
dengan pemotongan dan pemungutan pajaknya.
METODE / TEKNIK PENGGALIAN POTENSI (1)
Teknik dan langkah pengawasan yang dapat digunakan yaitu:
4 Memanfaatkan data internal sebanyak-banyaknya khususnya data pembayaran pada menu Appportal
1 Melakukan pengumpulan informasi terkait dengan Wajib Pajak Instansi Pemerintah, meliputi Struktur
Organisasi, DIPA, Laporan Realisasi Anggaran
Pengumpulan informasi menjadi langkah awal dalam melakukan pengawasan pada Wajib Pajak Instansi Pemerintah. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan cara menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan bendahara/pegawai bagian keuangan pada Wajib Pajak Instansi
Pemerintah yang akan mempermudah dalam proses pertukaran data.
2 Melakukan analisis berdasarkan data DIPA yang diperoleh apakah sudah dipenuhi kewajiban
pemotongan PPh pasal 21, 22, 23, 26, 4 ayat (2), ataupun PPN
Menyandingkan besaran dana Belanja Pegawai, Barang, Modal dengan setoran yang masuk atas pemotongan dan pemungutan pajaknya.
Dapat dilakukan penelitian dengan melihat Rencana Penarikan Dana (RPD) tiap bulan dibandingkan dengan setoran pajak per bulan dari
Wajib Pajak Bendahara.
3 Melakukan analisis terhadap setoran pajak yang tidak sesuai DIPA, revisi DIPA, dan perubahan anggaran
terkait dengan isu terkini.
Wajib Pajak Bendahara bisa jadi melakukan ketidaktepatan penyetoran pajak baik itu kesalahan kode akun pajak maupun masa pajak yang
menyebabkan anomali. Selain karena kesalahan setor, dimungkinkan pula terdapat perubahan anggaran yang menyebabkan jumlah pajak
yang disetor berubah pula. Hal tersebut harus dilakukan konfirmasi pada Wajib Pajak Bendahara.
METODE / TEKNIK PENGGALIAN POTENSI (3)
Selesai
Cek SPT
Pinjam Salinan
dokumen (SPM,
SP2D, dll)
TERBITKAN SP2DK
Metode Pengawasan
Kepatuhan Perpajakan WP Bendahara (4)
Teliti terkait pengenaan pajaknya (jenis pajak, tarif Melakukan pemeriksaan atau verifikasi
pajak dan terkait peraturan perpajakan lainnya). kebenaran perhitungan pajak dan penyetoran
Apakah sudah sesuai dengan peraturan dan pajak di appportal. Apakah sudah benar
ketentuan yang berlaku atau belum. Pastikan disetor atau belum. Jangan lupa konfirmasi
bahwa penyelesaian pekerjaan dan pembayaran juga NTPN nya di Appportal.
tidak lewat tahun berjalan.
Identifikasi Pengawasan Perpajakan
(existing)
Bendahara Rekanan KPP Bendahara KPP Rekanan