Anda di halaman 1dari 16

TUGAS AGAMA

“Bhakti Sejati Dalam Ramayana”

KELAS : XI MIPA 9

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

I Gusti Made Krisna Pratista Akasa (09)

I Komang Gede Agus Diva Wiguna (13)

Luh De Windy Windari (19)

Ni Komang Kartika Pramasari (23)

Ni Putu Dila Aristya Putri (29)

Riza Febriyanti (35)

SMA NEGERI 1 TABANAN

TAHUN AJARAN 2019/2020


Kata pengantar

OM SWASTYASTU

Puja dan Puji Syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang Hyang

Widhi Wasa, karena atas Asung Kertha Wara NugrahanNya lah makalah yang berjudul “BHAKTI

DALAM RAMAYANA” dapat terselesaikan dengan tepat waktu.

Kami menyadari bahwa isi makalah ini masih banyak kekuraangan, untuk itu kami

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat mebangun dari semua pihak.

Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat dan berguna untuk para pembaca.

Tabanan, 14 Januari 2020

KELOMPOK 2
DAFTAR ISI

Cover ................................................................................................................................1

Kata pengantar ..................................................................................................................2

Daftar isi............................................................................................................................3

Pendahuluan .....................................................................................................................4

Rumusan masalah .............................................................................................................4

Pembahasan ......................................................................................................................5

Penutup .............................................................................................................................14
PENDAHULUAN

A. Ajaran Bhakti Sejati

Kata Bhakti (Bahasa Sanskerta) berarti pengabdian atau bagian. Dalam


praktik Hinduisme menandakan suatu keterlibatan aktif oleh seseorang dalam memuja Yang
Mahakuasa. Istilah bhakti sering diterjemahkan sebagai pengabdian, meskipun kata partisipasi
semakin sering digunakan sebagai istilah yang lebih akurat, karena
menyampaikan sesuatu yang hubungan dekat dengan Tuhan. Orang yang
melakukan bhakti disebut bhakta, sementara bhakti sebagai jalan spiritual disebut sebagai bhakti
marga atau jalan bhakti.

Bhakti sejati adalah sujud, memuja, hormat setia, taat, memperhambakan diri dan kasih
sayang, sebenarnya, tekun, sungguh-sungguh berdasarkan rasa, cinta, dan kasih yang mendalam
memuja Ida Sang Hyang Widhi atau yang dipujanya. Bhakti sejati adalah pemujaan yang dilakukan
seseorang kepada yang dipujanya dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa hormat, cinta kasih
yang mendalam untuk memohon kerahayuan bersama.

RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang anda ketahui terkait dengan penerapan ajaran bhakti sejati dalam ajaran hindu?
2. Mengapa seseorang wajib menempuh jalan bhakti dalam memuja Ida Sang Hyang
Widhi/Tuhan yang Maha Esa?
3. Mampu meberikan contoh penerapan dari masing-masing bagian dari Nawa Widya Bhakti
PEMBAHASAN

Jalan untuk mendekatkan diri kepada Hyang Widhi Wasa ada empat cara/jalan yang sering
disebut dengan Catur Marga yang diantaranya karma marga yaitu berbakti dengan cara
berbuat/bekerja, Bhakti marga yaitu berbhakti dengan cara melakukan persembahan/sujud bhakti,
jnana marga yaitu berbhakti dengan cara mentransfer ilmu pengetahuan yang kita miliki, dan raja
marga yaitu berbhakti dengan cara mempraktekkan ajaran-ajaran agama seperti melakukan tapa,
bratha, yoga dan samadhi.

B.            Bagian-bagian Ajaran Bhakti Sejati

Kitab Bhagavata Purana VII.5.23 menyebutkan ada 9 jenis bhakti kehadapan Ida Sang Hyang


Widhi/Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut dengan istilah Navavidha bhakti, diantaranya:

1.        Srawanam yang berarti berbhakti kepada Tuhan dengan cara membaca atau mendengarkan
hal-hal yang bermutu seperti pelajaran/ceramah keagamaan, cerita-cerita keagamaan dan nyanyian-
nyanyian keagamaan, membaca kitab-kitab suci.

2.   Kirtanam yang berarti berbhakti kepada Tuhan dengan jalan menyanyikan kidung suci
keagamaan atau kidung suci yang mengagungkan kebesaran Tuhan dengan penuh pengertian dan
rasa bhakti yang ikhlas serta benar-benar menjiwai isi kidung tersebut.

3.   Smaranam adalah cara berbhakti kepada Tuhan dengan cara selalu ingat kepada-Nya,
mengingat nama-Nya, bermeditasi. Setiap indera kita menikmati sesuatu, kita selalu ingat bahwa
semua itu adalah anugrah dari Tuhan. Cara yang khusus untuk selalu mengingat Beliau adalah
dengan mengucapkan salah satu gelar Beliau secara berulang-ulang misalnya: “Om Nama Siwa
ya”. Pengucapan yang berulang-ulang ini disebut dengan japa atau japa mantra.

4.     Padasevanam yaitu dengan memberikan pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, termasuk
melayani, menolong berbagai mahkluk ciptaannya.

5.        Arcanam yaitu berbhakti kepada Tuhan dengan cara memuja keagungan-Nya.

6.        Vandanam yaitu berbhakti kepada Tuhan dengan jalan melakukan sujud dan kebhaktian.

7.    Dhasyam yaitu berbhakti kepada Tuhan dengan cara melayani-Nya dalam pengertian mau
melayani mereka yang memerlukan pertolongan dengan penuh keiklasan.

8.  Sukhyanam yaitu memandang Tuhan Yang Maha Esa sebagai sahabat sejati, yang memberikan
pertolongan ketika dalam bahaya.

9.        Atmanivedanam adalah berbhakti kepada Tuhan dengan cara menyerahkan diri sepenuhnya
kehadapan Hyang Widhi. Seseorang yang menjalankan bhakti dengan cara ini akan melakukan
segala sesuatunya sebagai persembahan kepada Tuhan.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa seseorang yang mengikuti jalan bhakti sejati kepada
Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi beserta prabhava-Nya dengan penuh pengabdian,
memuja dan memuji, penyerahan diri secara tulus. Bila seseorang pemuja dapat menyatukan
dirinya dengan yang dipuja (Tuhan Yang Maha Esa), yang bersangkutan dapat menikmati
kebahagiaan dalam hidupnya.

C.           Çloka Ajaran Bhakti Sejati dalam Rāmāyana

Rāmāyana adalah kitab suci Veda Smrti tergolong Upaveda yang disebut


Itihasa. Rāmāyana sebagai Itihasa yang terdiri dari 7 Kanda dengan jumlah sloka sebanyak 24.000
buah stanza. Ramãyana sebagai kitab suci Veda ditulis oleh Bhãgawan Walmiki. Menurut tradisi,
kejadian yang dilukiskan di dalam Ramãyana menggambarkan kehidupan pada zaman Tretayuga
tetapi menurut kritikus Barat berpendapat bahwa Ramãyana sudah selesai ditulis sebelum tahun 500
S.M. Penulisnya sendiri menamakannya puisi, akhyayana, gita dan samhita. Seluruh isi
dikelompokkan di dalam tujuh kanda yaitu; Kiskindha kanda, Sundara kanda, Yuddha kanda dan
Uttara kanda. Tiap-tiap kanda itu merupakan satu kejadian yang menggambarkan ceritera yang
menarik. Kitab ini dikenal sebagai Adikawya sedangkan Walmiki dikenal sebagai Adikawi.
Kitab Ramayana adalah karya sastra yang ditulis oleh Maharsi Walmiki, terbagi menjadi 7 ( tujuh )
bagian dengan istilah ” Sapta Kanda ” bagian-bagiannya antara lain :

1. Bala kanda
Dalam cerita ini mengisahkan Sang Prabu Dasarata mempunyai 3 ( tiga ) orang istri /
permaisuri beserta dengan anak-anaknya yaitu :
–      Dewi Kosalya dengan putra Sang Rama Dewa.
–      Dewi Kekayi dengan putra Sang Bharata.
–      Dewi Sumitra dengan putranya Sang Laksamana dan Sang Satrugna.
Juga diceritakan kemenangan Ramadewa mengikuti sasembara di Matila sehinha
mendapatkan istri Dewi Sita anak dari Prabu Janaka.

2. Ayodya kanda
Setelah Sang Ramadewa berhasil memperistri Dewi Sita, maka sepulang dari Matila Prabhu
Dasarata ingin menyeraikan kerajaan ayodya kepada Ramadewa , tetapi terhalang oleh Dewi
Kekayi mengingat janjinya di tengah hutan terdahulu . Karena bijaksananya Ramadewa keesokan
harinya perggi ke hutan dengan istrinya ( Dewi Sita ), diikuti oleh adiknya ” Sang Laksamana “.
Pada saat itu pula terdengar oleh Sang Bharata, akhirboya Bharata menolak permintaan ibunya,
langsung ke hvan mencari Ramadewa, karena satya wacana ( setia pada perkataannya ) akhirnya
Rama dewa menyerahkan terompah ( alas kaki ) sebagai simbul Sang Rama selama perjalanan ke
hutan pertapa.

3. Aranya kanda
Setelah sampai di hutan Citra Kuta , sering dikunjungi para pertapa untuk meminta bantuan
dari gangguan raksasa. Sempat pula diganggu oleh raksasa surpanaka karena melihat ketampanan
rama dan laksamana, karena tidak sabar mendapatkan godaan, hidung surpanaka dipotong oleh
Laksamana. Karena kesalnya Surpanaka melapor kepada kakaknya yaitu Rahwana. Akhirnya
rahwana mengutus Marica untuk mematai-matai Rama dengan berubah wujud menjadi Kijang mas.
Sempat Ramadewa terseret oleh tipuan marica, karena permintaan Sita yang menginginkan kijang
itu, sedangkan Sita dijaga oleh Laksamana . Karena tipuan marica juga membua Sita panik dan
menyuruh Laksamana membantu Ramadewa, ditinggalkah Sita sendiri tetapi dengan kekuatannya
Laksamana sempat membuat sengker / garis dengan kekuatan pelindung, sipapun tidak akan bisa
melewati termasuk dewa. Karena itu Rahwana berubah wujud menjadi Bhiku untuk menarik
simpati Sita. Akhirnya Sita keluar dari pelindung yang dibuat Laksamana kemudian diculiklah Sita
dan dibawa ke Alengka.

4. Kiskinda kanda
Setelah Sita dilarikan oleh oleh Rahwana ke Alengka, Rama dan Laksamana begitu tidak
melihat Sita di pasraman langsung mencasinya ke tengah hutan. Sampai di perjalanan bertemu
dengan Burung Jatayu dalam keadaan luka parah pada saat bertempur untuk merebut dan menolong
Sita dari tangan Rahwana. Akhirnya Jatayu memilih untuk mati, karena kebaikannya dia diberi
pengentas ke sorga oleh Ramadewa dengan sebuah panahnya. Kemudian melanjutkan
perjalanannya, bertemu Sugriwa untuk meminta banduan agar dapat mengalahkan Subali dalam
memperebutkan Dewi Tara. Ramadewa kemudian mebantu Sugriwa untuk mengalahkan Subali dan
dapat dikalahkan. Sugriwa setelah aman kemudian membantu untuk membalas jasa, Rama dalam
mencari Dewi Sita.

5. Sundara kanda
Dalam pencarian Sita, Anoman diutus sebagai duta untuk menyelidiki Sita ke Alengka, dia
berhasil menemui Sita dan memberi cerita bahwa segera dijemput ke Alengka. Selesai bercerita
dengan Sita, Anoman sempat ditangkap tetapi dengan kesaktianya melepaskan diri dan sempat
membakar Alengka sampai hangus.
Kemudian Anoman kembali melaporkan keadaan Sita kepada Rama. Sugriwa langsung menyusun
siasat agar dapat menyebrangi lautan ke Alengka dengan membuat jembatan yang disebut dengan
Titi Banda.

6. Yudha kanda
Setelah jembatan Banda berhasil dibuat / dibangun, Sugriwa mengerahkan pasukan keranya
untuk menggempur Alengka. Pertempuran yang sengit antara kedua pasukan, dan pertempupan
yang hebat terjadi antara Rama dan Rahwana , tetapi dimenangkan oleh Rama. Wibisana juga
membantu. Mengingat jasa Wibisana sangat besar akhirnya diangkat menjadi raja Alengka.
Kemudian Rama, Sita, dan Laksamana diiringi oleh tentara kera kembali ke Ayodya. Setibanya di
Ayodyapura disambut oleh sang Bharata dan langsung dinobatkan sebagai raja Ayodya.

7. Uttara kanda
Setibanya di kerajaan dan sudah lama memerintah ada seorang rakyat menyangsikan
keberadaan Sita waktu disekap oleh Rahwana. Akhirnya Ramadewa menyuruh Laksamana untuk
mengantarkan Sita ke hutan dan dipungut oleh Maharesi Walmiki dalam keadaan mengandung.
Akhirnya tidak begitu lama Dewi Sita melahirkan dua orang anak laki-laki kembar diberi nama
Kura dan Lawa. Setelah besar dididik oleh Maharesi Walmiki ilmu perang, ilmu pemerintahan, dan
nyanyian Ramayana. Setelah Kusa dan Lawa dewasa terdeogar di Ayodya diselenggarakan upacara
” Aswameda ” yaitu pelepasan kuda berhias diiringi oleh prajurit, setiap yang berani menghalangi
perjalanan akan berhadapan dengan Ramadewa. Tanpa disadari kuda itu melewati tempat Kusa dan
Lawa. Kemudian melihat kuda berhias dipeganglah kuda itu dan ditangkapnya . Terjadilah
pertempuram sengit antara Ramadewa dan Kusa Lawa, dan tidak ada yang menang atau kalah. Hal
ini terliiat lalu dihentikan oleh walmiki. Barulah diceritakan bahwa mereka berdua adalah anak
Rama. Diajaklah ke Ayodya dan dinobatkan sebagai raja Ayodya. Setelah beberapa lama
Ramadewa kembali ke Wisnuloka dan Sita kembali ke Ibu Pertiwi.

C.1. Nilai - Nilai Dalam Cerita Ramayana


Dalam kitab Ramayana terdapat suatu ajaran  Sang Rama terhadap adik musuhnya bernama
Gunawan Wibisana yang menggantikan kakaknya, Rahwana, setelah perang di Alengka. Ajaran itu
dikenal dengan nama Asthabrata, (astha yang berarti delapan dan brata yang berarti ajaran
atau laku). yang merupakan ajaran tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah
negara atau kerajaan, yaitu : 

 Bumi : artinya sikap pemimpin bangsa harus meniru watak bumi atau momot-mengku bagi
orang jawa, dimana bumi adalah wadah untuk apa saja, baik atau buruk, yang diolahnya
sehingga berguna bagi kehidupan manusia. 

 Air : artinya jujur, bersih dan berwibawa, obat haus air maupun haus ilmu pengetahuan dan
haus kesejahteraan.

 Api : artinya seorang pemimpin haruslah pemberi semangat terhadap rakyatnya, pemberi
kekuatan serta penghukum yang adil dan tegas
.
 Angin : artinya menghidupi dan menciptakan rasa sejuk bagi rakyatnya, selalu memperhatikan
celah-celah di tempat serumit apapun, bisa sangat lembut serta bersahaja dan luwes, tapi juga
bisa keras melebihi batas, selalu meladeni alam.
 
 Surya : artinya pemberi panas, penerangan dan energie, sehingga tidak mungkin ada kehidupan
tanpa surya/matahari, mengatur waktu secara disiplin.

 Rembulan : artinya bulan adalah pemberi kedamaian dan kebahagiaan, penuh kasih sayang dan
berwibawa, tapi juga mencekam dan seram, tidak mengancam tapi disegani.
 
 Lintang : artinya pemberi harapan-harapan baik kepada rakyatnya setinggi bintang dilangit,
tapi rendah hati dan tidak suka menonjolkan diri, disamping harus mengakui kelebihan-
kelebihan orang lain. 
 Mendung : artinya pemberi perlindungan dan payung, berpandangan tidak sempit, banyak
pengetahuannya tentang hidup dan kehidupan, tidak mudak menerima laporan asal membuat
senang, suka memberi hadiah bagi yang berprestasi dan menghukum dengan adil bagi
pelanggar hukum.

C.2. Nilai-Nilai Yadnya Dalam Epos Ramayana

Dalam Ramayana dikisahkan Raja Dasaratha melaksanakan Homa yadnya untuk


memohon keturunan. Beliau meminta Rsi Resyasrengga sebagai purohita untuk melakukan
pemujaan kepada dewa siwa dalam upacara agnihotra. (Homa yadnya atau sering disebut
agnihotra.  Agnihotra berasal dari kata sansekerta dimana terdiri dari dua kata yaitu agni dan hotra.
Agni adalah api dan hotra adalah penyucian. Jadi Agnihotra dalam pengertian leksikal yang
dimaksud persembahan suci kepada Sang Hyang Agni (api suci) teristimewa adalah persembahan
susu, minyak susu dan susu asam. Ada dua macam Agnihotra yaitu yang dilakukan secara rutin
(konstan) umumnya 2 kali sehari pagi dan sore (nitya atau nityakāla) dan Agnihotra yang dilakukan
secara insidental (kāmya atau naimitikakāla). Secara umum semua yadnya dalam veda mempunyai
arti sama yaitu agnihotra. Sebab pengertian yadnya dalam veda adalah persembahan yang
dituangkan ke dalam api suci. Api suci yang dimaksud adalah api yang dihidupkan dan dikobarkan
dalam kunda. Kunda adalah lambang pengorbanan).

1. Dewa Yadnya

Adalah yadnya yang dipersembahkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan
Yang Maha Esa beserta seluruh manifestasinya. Dalam cerita Ramayana banyak terurai hakikat
dewa yadnya dalam perjalanan kisahnya. Seperti pelaksanaan Homa Yadnya (agnihotra) yang
dilaksanakan oleh prabu Dasaratha. Upacara ini dimaknai sebagai upaya penyucian melalui
perantara dewa agni. Jika istadewatanya bukan dewa agni, sesuai dengan tujuan yajamana, maka
upacara ini dinamai homa yadnya. Istilah lainnya Hawana dan Huta mengingat para dewa
diyakini sebagai penghuni svahloka, maka sudah selayaknya yadnya yang dilakukan umat manusia
melibatkan sirkulasi langit dan bumi.

2. Pitra Yadnya

Upacara ini bertujuan untuk menghormati dan memuja leluhur. Kata pitra bersinonim dengan
Pita yang artinya ayah atau dalam pengertian yang lebih luas yaitu orang tua. Sebagai umat manusia
yang beradab, hendaknya selalu berbakti kepada orang tua, karena menurut agama hindu hal ini
adalah salah satu bentuk yadnya yang utama. Betapa durhakanya seseorang apabila berani dan tidak
bisa menunjukkan rasa baktinya kepada orang tua sebagai pitra. Seperti dalam Ramayana, dimana
Sri Rama sebagai tokoh utama dengan segenap kebijaksanaan, kepintaran dan kegagahan tetap
menunjukkan rasa bhakti yang tinggi terhadap orang tuanya.

Dari kutipan lontar tersebut tampak jelas nilai pitra yadnya yang termuat dalam epos Ramayana
demi memenuhi janji orang tuanya (Raja Dasaratha), sri rama Laksmana dan dewi Sita mau
menerima perintah dari sang Raja Dsaratha untuk pergi hidup di hutan meninggalkan kekuasaannya
sebagai raja di Ayodhya. Walaupun itu bukan merupakan keinginan Raja Dasaratha dan hanya
sebagai bentuk janji seorang raja terhadap istrinya Dewi Kaikeyi, Sri Rama secara tulus dan ikhlas
menjalankan perintah orang tuanya tersebut. Bersana istri dan adiknya Laksmana hidup
mengembara di hutan selama bertahun-tahun. Betapa kuat , pintar dan gagahnya sorang anak
hendaknya selalu mampu menunjukkan sujud baktinya kepada orang tua atas jasnya telah
memelihara dan menghidupi anak tersebut.

3. Manusa Yadnya

Dalam rumusan kitab suci veda dan sastra Hindu lainnya, Manusa Yadnya atau Nara Yadnya
itu adalah memberi makan pada masyarakat (maweh apangan ring Kraman) dan melayani tamu
dalam upacara (athiti puja). Namun dalam penerapannya di Bali, upacara Manusa yadnya tergolong
sarira samskara. Inti sarira samskara adalah peningkatan kualitas manusia. Manusa yadnya di Bali
dilakukan sejak bayi masih berada dalam kandungan upacara pawiwahan atau upacara perkawinan.
Pada cerita Ramayana juga tampak jelas bagaimana nilai Manusa Yadnya yang termuat di dalam
uraian kisahnya. Hal ini dapat dilihat pada kisah yang menceritakan Sri Rama mempersunting Dewi
Sita.

4. Rsi Yadnya

 itu adalah menghormati dan memuja Rsi atau pendeta. Dalam lontar Agastya Parwa
disebutkan, Rsi Yadnya ngaranya kapujan ring pandeta sang wruh ring kalingganing dadi wang,
artinya Rsi yadnya adalah berbakti pada pendeta dan pada orang yang tahu hakikat diri menjadi
manusia. Dengan demikian melayani pendeta sehari-hari maupun saat-saat beliau memimpin
upacara tergolong Rsi Yadnya.
Pada kisah Ramayana, nilai-nilai Rsi Yadnya dapat dijumpai pada beberapa bagian dimana
para tokoh dalam alur ceritanya sangat menghormati para Rsi sebagai pemimpin keagamaan,
penasehat kerajaan, dan guru kerohanian.

5. Bhuta Yadnya
 Upacara ini lebih diarahkan pada tujuan untuk nyomia butha kala atau berbagai kekuatan
negative yang dipandang dapat mengganggu kehidupan manusia. Bhuta yadnya pada hakikatnya
bertujuan untuk mewujudkan butha kala menjadi butha hita. Butha hita artinya menyejahterakan
dan melestarikan alam lingkungan (sarwaprani) upacara butha yadnya yang lebih cenderung untuk
nyomia atau mendamaikan atau menetralisir kekuatan-kekuatan negative agar tidak mengganggu
kehidupan umat manusia dan bahkan diharapkan membantu umat manusia.

  Nilai-nilai bhuta yadnya juga Nampak jelas pada uraian kisah epos Ramayana, hal ini dapat
dilihat pada pelaksanaan Homa Yadnya sebagai yadnya yang utama juga diiringi dengan ritual
Bguta Yadnya untuk menetralisir kekuatan negative sehingga alam lingkungan menjadi sejahtera.

D.       Bentuk penerapan Bhakti Sejati dalam Kehidupan

Berikut ini dapat dipaparkan bentuk-bentuk penerapan ajaran bhakti sujati, sebagai berikut;

1.         Mendengarkan sesuatu dengan baik “Srawanam”

Arah gerak vertikal dari bhakti adalah umat mau dan mampu mendengar. Dalam hal ini
masyarakat hendaknya meyakini dan mendengarkan sabda-sabda suci dari Tuhan baik yang tersurat
maupun tersirat dalam kitab suci atau aturan-aturan keimanan, aturan kebajikan dan aturan upacara.
Sedangkan arah gerak horizontal, bhakti untuk mendengar ini hendaknya masyarakat dalam hidup
dan kehidupannya selalu menanamkan rasa bhakti untuk mau belajar mendengarkan nasehat dan
menghormati pendapat orang lain serta belajar untuk menyimak atau mendengarkan pewartaan
tentang sesamanya dan lingkungannya.  

Sifat dan sikap ini akan dapat menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga itu,
seperti; sifat, sikap dan karakter saling hormat-menghormati, sujud, cinta kasih sayang, pengabdian,
pelayanan, berfikir yang baik dan suci, berkata yang baik dan suci, berbuat yang baik dan suci serta
teguh dalam melaksanakan disiplin spiritual.  

2.         Bersyukur  (mensyukhuri atas anugrah-Nya) “Vedanam”.

Dalam ajaran ini Vedanam berarti bagaimana cara kita bersyukur terhadap keberadaan diri


kita. Maksudnya disini, kita hidup di dunia ini adalah sebagai ciptaan Tuhan yang lahir karena
karma yang kita buat terdahulu. Umat Hindu telah meyakini hal tersebut. Jadi bagaimanapun
keadaan kita dilahirkan di Bumi ini, kita harus tetap bersyukur dan bhakti kepada-Nya. Kita anggap
apa saja yang kita miliki, kita punya, nikmati dll, itu semua adalah atas karunianya. Sehingga jika
semua umat menyadari hal ini yaitu ajaran Vedanam, niscaya kehidupannya yang dijalani akan
terasa indah dan tanpa beban. Ingat kita terlahir menjadi manusia adalah utama, yang artinya kita
bisa memperbaiki dan menyelamatkan diri kita sendiri dari perputaran kelahiran
kembali/punarbhawa.

3.         Menembangkan, melantumkan, menyanyikan gita/kidung “Kirtanam”.

Kirtanam, adalah bhakti dengan jalan melantunkan Gita (nyayian atau kidung suci memuja
dan memuji nama suci dan kebesaran Tuhan), bhakti ini juga di arahkan menjadi dua arah gerak
vertical maupun arah gerak horizontal. Arah gerak vertical melakukan bhakti kirtanam untuk
menumbuhkan dan membangkitkan nilai-nilai spiritual yang ada dalam jiwa setiap individu
manusia, dengan bangkitnya spiritual dalam setiap individu akan dapat meredam melakukan
pengendalian diri dengan baik, jiwa lebih tenang, tentram dan tercerahi, sistuasi dan kondisi ini
akan dapat membantu keluar dari kekusutan mental dan kegelapan jiwa. Sehingga dapat dijadikan
modal dasar untuk menciptakan kesalehan dan keharmonisan individual yang damai dan bahagia.

Arah gerak horizontal masyarakat manusia berusaha selalu untuk melantunkan bhakti
kirtanam yang dapat menyejukan perasaan hati orang lain dan lingkungannya. Kepada sesama atau
anggota masyarakat yang lainnya tidak hanya melantunkan atau melontarkan kritikan dan cemohan
tetapi selalu belajar untuk melatih diri untuk memberikan saran, solusi yang terbaik bagi
kepentingan bersama dalam keberagamaan, kehidupan sehari-hari tentang kemanusiaan,
kebersamaan, persatuan dan perdamaian, serta memberikan pengakuan dan penghargaan atau
pujian akan keberhasilan dan prestasi yang telah dicapai terhadap sesama atau anggota masyarakat
manusia yang lain.

4.         Selalu mengingat nama Tuhan “Smaranam”.

Smaranam, adalah bhakti dengan jalan mengingat. Arah gerak vertical dari bhakti ini adalah
dalam menjalani dan menata kehidupan ini masyarakat manusia sepatutnya selalu melatih diri
untuk mengingat, mengingat nama-nama suci Tuhan dengan segala Kemahakuasaaannya, dan
selalu untuk melatih diri untuk mengingat tentang intruksi dan pesan atau amanat dari sabda suci
Tuhan kepada umat manusia yang dapat dijadikan sebagai pedoman atau pegangan hidup dalam
hidup di dunia dan di alam sunya (akhirat) nanti.

Arah gerak secara horizontal dari bhakti ini apabila dikaitkan dengan isu-isu pluralisme,
kemanusiaan, perdamaian, demokrasi dan gender maka sepatutnya masyarakat manusia selalu
berusaha untuk mengingat kembali tragedi dan penderitaan kemanusiaan, musibah dan bencana
alam, dll, yang diakibatkan oleh konflik-konflik atau pertikaian, kesewenang-wenangan,
diskriminasi, dan tindakan kekerasan yang lainnya antara individu yang satu dengan individu yang
lain ataupun antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain yang tidak atau kurang
memahami dan menghargai indahnya sebuah kebhinekaan dan pluralisme.

5.         Menyembah, sujud, hormat di Kaki Padma “Padasevanam”.

Padasevanam artinya “melayani”. Dalam artian bagaimana cara kita melayani mahkluk


lain. Padasevanam meyakini bahwa mahkluk lain yang ada ini adalah sebagai perwujudan Tuhan.
Misalkan saja jika kita dapat melayani orang lain baik itu orang yang lagi sakit, tertimpa musibah,
dan orang yang lagi membutuhkan sebuah pertolongan, itu sudah disebut dengan Padasevanam.
Dalam kehidupan ini masih ada orang yang belum bisa dan belum dapat mengaplikasikan ajaran
Nawa Wida Bakti yang di sebut dengan Padasevanam ini.

Padasevanam, adalah bhakti dengan jalan menyembah, sujud, hormat di Kaki Padma. Arah
gerak vertikal dalam bhakti ini masyarakat manusia dalam menjalani dan menata kehidupannya
sepatutnya selalu sujud dan hormat kepada Tuhan, hormat dan sujud terhadap intruksi dan
pesan/amanat dari hukum Tuhan (rtam). Arah gerak horizontal masyarakat manusia untuk selalu
belajar dan menumbuhkan kesadaran untuk menghormati para pahlawan dan pendahulunya,
pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang telah dijadikan dan disepakati sebagai sumber
hukum, para pemimpin, para orang tua dan yang tidak kalah penting juga hormat/sujud kepada ibu
pertiwi. Karena dengan adanya kesadaran untuk saling menghormati inilah kita akan bisa hidup
berdampingan dalam kebhinekaan dan pluralisme, sehingga terwujud kebersamaan, perastuan,
kesalehan dan keharmonisan sosial. Iklim saling bhakti padasevanam ini sangat dibutuhkan oleh
masyarakat kita sehingga sejak dini semestinya ditanamkan untuk menumbuhkan karakter
Ketuhanan di lingkungan keluarga sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan
keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.

6.         Bersahabat dengan Tuhan “Sukhyanam”.

Sukhyanam,  artinya adalah, memperlakukan pujaannya/Tuhan sebagai sahabat dan keluarga.


Disini kalau kita cari intinya sekali bahwa jika kita menganggap Tuhan itu adalah teman atau
keluarga, pasti rasa hormat dan bhakti yang kita miliki menjadi lebih besar. Ini menumbuhkan rasa
senang dan rasa memiliki yang sangat besar terhadap-Nya. Dengan rasa senang dan rasa memiliki
Tuhan, kita akan terus menerus setiap saat akan memuja keagungan dan kemurahan beliau.

Kita akan merasa lebih dekat dengan-Nya, jadi jika hal ini kita aplikasikan, Tuhan itu akan
disadari selalu ada didalam kegiatan keseharian kita. Penerapan semua jalan Nawa Wida Bhakti ini
bisa menjadi proses penyatuan atau proses kembalinya kita ke asal semula yaitu Tuhan.

Sukhyanam, adalah bhakti dengan jalan kasih persahabatan, mentaati hukum dan tidak
merusak sistim hukum. Baik arah gerak vertical dan horizontal, baik dalam kehidupan matrial dan
spiritual (jasmani dan rohani) masyarakat manusia agar selalu berusaha melatih diri untuk tidak
merusak sistim hukum, dan selalu dijalan kasih persahabatan. Iklim saling bhakti Sukhanyam ini
sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan mulai dari
lingkungan keluarga dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai matra dan sebagai modal dasar guna
mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya

7.     Berpasrah diri memuja para bhatara-bhatari dan para dewa sebagai manifestasi Tuhan
“Dahsyam”.

Berpasrah diri dihadapan para bhatara-bhatari sebagai pelindung dan para dewa sebagai sinar
suci Tuhan untuk memohon keselamatan dan sinarnya disetiap saat adalah sifat dan sikap yang
sangat baik. Dahsyam, adalah bhakti dengan jalan mengabdi, pelayanan, dan cinta kasih sayang
dengan tulus ikhlas terhadap Tuhan.

Arah gerak vertical dari bahkti ini masyarakat manusia dalam menjalani dan menata
kehidupannya, untuk selalu melatih diri dan secara tulus ikhlas untuk mengahturkan mengabdikan,
pelayanan kepada Tuhan, karena hanya kepada Beliaulah umat manusia dan seluruh sekalian alam
beserta isinya berpasrah diri memohon segalanya apa yang harapkan untuk mencapai kebahagian di
dunia dan di akhirat.

Arah gerak horizontal masyarakat manusia kepada sesama dan lingkungan hidupnya untuk
selalu mengabdi, memberikan pelayanan dan cinta kasih sayang dengan tulus ikhlas untuk
kepentingan bersama tentang kemanusiaan, kelestarian lingkungan hidup dan kedamaian di tengah-
tengah kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Iklim saling bhakti Dasyam ini sangat
dibutuhkan oleh masyarakat manusia baik dilingkungan keluarga lebih-lebih dikehidupan sosial
kemasyarakatannya.

Dahsyam artinya menganggap pujaannya sebagai tamu, majikan dan kita sebagai pelayan.
Dahsyam meyakini bahwa tamu yang hadir dihadapannya atau yang ada ini adalah sebagai
perwujudan Tuhan. Didalam menempuh kehidupan yang tentunya sangat utama ini, jika kita tidak
menyadari “Dahsyam”, sepertinya rasa bhakti yang kita miliki terhadap-Nya itu sangat kecil dan
hanya seberapa saja. Mestinya jika kita yakin bahwa kita adalah ciptaan-Nya, kita juga harus bisa
menyadari Tuhan itulah yang harus kita layani dan sembah. Pelayanan tulus iklas dengan perasaan
tunduk hati kepada Tuhan pahalanya sangat besar. Mulai saat ini kita harus yakin bahwa apapun
yang kita kerjakan dan apapun yang kita miliki itu semua adalah dinikmati oleh Tuhan itu sendiri.
8.         Memuja Tuhan dengan sarana arca “Arcanam”.
Arcanam, adalah bhakti dengan jalan perhormatan terhadap simbol-simbol atau nyasa Tuhan
seperti membuat Pura, Arca, Pratima, Pelinggih, dll, bhakti penguatan iman dan taqwa,
menghaturkan dan pemberian persembahan terhadap Tuhan.

Arah gerak vertikal masyarakat manusia dalam menjalani dan menata kehidupannya untuk
selalu menghaturkan dan menunjukan rasa hormat, sujud, cintakasih sayang, pelayanan, pengabdian
kepada Tuhan dengan iman dan taqwa kuat dan teguh dengan jalan menghaturkan sebuah
persembahan sebagai bentuk ucapan terimakasih atas tuntunan, bimbingan, perlindungan, kekuatan,
kesehatan dan setiap anugrah yang diberikan Tuhan kepada seluruh sekalian alam.

Arah gerak horizontal masyarakat manusia terutama kepada sesama dan lingkungannya
dalam kehidupannya untuk selalu belajar untuk memberikan pelayanan, pengabdian, cinta kasih
sayang, penguatan dan pemberian penghargaan kepada orang lain. Contoh, Pemerintah, pemimpin
dan atau anggota masyarakat hendaknya memberikan pengabdian, pelayanan, cinta kasih sayang
dan penghargaan kepada pemerintah dan pemimpinnya demikian pula sebaliknya kepada dan oleh
rakyatnya yang telah menunjukan dedikasinya tinggi terhadap segala aspek kehidupan demi
kemajuan dan perbaikan situasi dan kondisi bersama dan sekalian alam tentang kemanusiaan,
kelestarian lingkungan dan perdamaian. Karena pemimpin yang baik menghargai rakyatnya,
demikian juga sebaliknya. Iklim saling bhakti Arcanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat
manusia di lingkungan keluarga dan dikehidupan masyarakat umum. Hal ini akan dapat
menumbuhkan karakter Ketuhanan mulai dari lingkungan keluarga dan selanjutnya dapat dijadikan
sebagai matra dan sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial
dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.

Arcanam ini artinya “bhakti dengan memuja Arca”. Maksudnya disini yakni bhakti dengan
cara memuja pratima sebagai media penghubung dan penghayatan kepada Tuhan. Kita ketahui
bersama bahwa Tuhan itu bersifat abstrak/nirguna, susah kita menebak dan menghayalkan
perwujudan tuhan karena sesungguhnya tuhan itu tak berwujud. Jadi untuk menguatkan keyakinan
kita kehadapannya, kita diberi jalan memuja-Nya dengan mewujudkan beliau ataupun manifestasi
beliau dengan Arca. Dengan jalan ini, jika rasa bhakti yang kita miliki untuk-Nya sangatlah besar
tidak dipungkiri lagi kita melayani dan menyembah Tuhan melalui perwujudan suci yang disebut
dengan Arca akan menjadi lebih nyata dan memberikan perasaan rohani yang sangat dalam.

9.         Berpasrah total kepada Tuhan “Sevanam atau Atmanividanam”.

Sevanam atau Atmanividanam adalah bhakti dengan jalan berlindung dan penyerahan diri
secara tulus ikhlas kepada Tuhan. Arah gerak vertikal dan horizontal dari bhakti ini masyarakat kita
selalu berpasrah diri dengan kesadaran dan keyakinan yang mantap untuk selalu berjalan di jalan
Tuhan, berlindung dan penyerahan diri secara tulus ikhlas kepada Tuhan, sesama dan lingkungan
hidupnya atau kepada ibu pertiwi, baik dalam kehidupan duniawi (nyata) maupun kehidupan sunya
(niskala). Iklim saling bhakti Atmanivedanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia baik
dalam kehidupan sosial dan kehidupan spiritualnya.

Atmanividanam yang artinya bhakti dengan kepasrahan total kepada Tuhan. Tahapan ini
adalah tahapan terakhir dalam ajaran suci Nawa Wida Bhakti. Dalam perjalanan kehidupan
manusia pada zaman Kali Yuga ini, jalan Atmanividanam yang dianggap sulit untuk diaplikasikan
karena kuatnya ikatan material yang mengikat dirinya. Mulailah kita melakukan pelayanan dan
mempersembahkan apapun yang kita miliki, kita terima, nikmati dan lain-lain itu hanya untuk-Nya.
Karena hanya beliaulah yang pada akhirnya sebagai penikmat segalanya. Baik itu adalah
kebahagiaan dan penderitaan kita harus bisa mempersembahkannya untuk-Nya.
PENUTUP

Satu momen kerinduan yang mendalam akan kasih Tuhan yang akan membawa kita pada

kebebasan abadi. “BHAKTI” seperti yang dikatakan oleh Rsi Narada dalam penjelasan tentang

bhakti, “adalah kasih mendalam terhadap Tuhan.” Ketika Tuhan mencapainya, ia akan mengasihi

semua, tidak benci siapapun, mencapai kedamaian dan mencapai suatu kebahagiaan. Kebahagiaan

adalah suata pikiran atau perasaan yang ditandai dengan kesenangan, rasa damai, cinta kasih,

kepuasan, kenikmatan, dan kegembiraan. Om Santih, Santih, Santih Om.


9 jenis bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yan g Maha Esa, yang disebut

dengan istilah Navavidha Bhakti, diantaranya :

1. Srawanan yang berarti berbhakti kepada Tuhan dengan cara membaca atau

mendengarkan hal-hal yang bermutu seperti pelajaran keagamaan.

2. Kirtanam yang berarti berbhakti kepada Tuhan dengan jalan menyanyikan kidung suci

keagamaan.

3. Smaranam adalah cara berbhakti kepada tuhan dengan cara selalu ingat kepadanya,

mengingat namanya, bermeditasi.


4. Padasevanam dengan memberikan pelayanan kepada tuhan yang maha esa, termasuk

melayani, menolong berbagai mahkluk ciptaannya.

5. Arcanam yaitu berbhakti kepada Tuhan dengan cara memuja keagungannya.

6. Vandanam yaitu berbhakti kepada Tuhan dengan jalan melakukan sujud dan kebhaktian.
7. Dasya yaitu berbhakti kepada tuhan dengan cara melayani-Nya dalam pengertian mau

melayani mereka yang memerlukan pertolongan dengan penuh keiklasan.

8. Sakhya yaitu memandang Tuhan YME sebagai sahabat sejati, yang memberikan

pertolongan ketika dalam bahaya.

9. Atmadivedanam adalah berbhakti kepada Tuhan YME dengan cara menyerahkan diri

sepenuhnya kehadapan tuhan.

Anda mungkin juga menyukai