Anda di halaman 1dari 21

Manajemen Spesimen Untuk Menunjang Diagnosis Gonorrhoeae

DOSEN MATA KULIAH:


Dr. Betty Nurhayati, M.Si

DISUSUN OLEH :

Adisty Alya Pramesti P17334119447 Fariha Fathiasari P17334119459


Annisa Fitriani P17334119450 Fasya Fatarani N P17334119460
Annisa Ramadhanti Dwi P17334119451 Fatimah Nur S P17334119461
Annisa Tri Assyahra P17334119452 Fauzia Zalfa Badjuri P17334119462
Arifuddin Rahmat P17334119453 M Iqbal Septia K P17334119469
Elsa Siti Nurohmah P17334119456 Nabila Lathifani N P17334119473
Kirana Putri Azzahra P17334119467 Qatrunnada S P17334119477

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG


JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
Jalan Babakan Loa No.10 A
Pasir Kaliki Kec. Cimahi Utara Kota Cimahi 40154
Telp: (022) 6628141 Fax: (022) 6628143
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini sebagai tugas mata kuliah
Bakteriologi. Shalawat dan salam kami junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
memberikan makna bagi kehidupan di dunia ini.
Penulisan makalah ini merupakan perwujudan dari hasil pemahaman kami berdasarkan
dari beberapa sumber bacaan yang telah kami baca dan kami telah berusaha menyajikan isi
makalah sesuai yang diharapkan oleh dosen pembimbing. Makalah ini kami susun dengan judul
“Manajemen Spesimen Untuk Menunjang Diagnosis Gonorrhoeae ”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, ini disebabkan karena
terbatasnya ilmu yang kami miliki. Untuk itu masukan dari berbagai pihak sangat kami harapkan
demi perbaikan di masa mendatang.
Demikianlah makalah ini kami susun, semoga dapat berguna dan memberikan banyak
manfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi para pembaca untuk memperluas wawasan.

Cimahi, 16 April 2020

Kelompok 3 D4-1B

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………… i


DAFTAR ISI …………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………… 1


A. Latar Belakang …………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………………… 2
C. Tujuan …………………………………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………… 3
A. Pengertian Gonorheae…………………………………………………………… 3
B. Klasifikasi Gonorrheae…………………………………………………………. 3
C. Gejala Klinik …………………………………………………………… 6
D. Faktor Resiko …………………………………………………………… 6
E. Diagnosis …………………………………………………………… 7
F. Spesimen …………………………………………………………… 9
G. Persiapan pasien dan Pengujian sampel…………………………………………. 10
BAB III PENUTUP …………………………………………………………… 16
A. Kesimpulan …………………………………………………………… 16
B. Saran …………………………………………………………… 17
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Gonore adalah salah satu penyakit menular seksual paling umum yang disebabkan oleh
bakteri Neisseria gonorrhoeae (Irianto, 2014). Neisseria gonorrhoeae (N. Gonorrhoeae)
merupakan bakteri diplokokkus gram negatif dan manusia merupakan satu-satunya faktor host
alamiah untuk gonokokus, infeksi gonore hampir selalu ditularkan saat aktivitas seksual (Sari et
al., 2012). Menurut Irianto (2014) bahwa setiap tahunnya kasus gonore lebih banyak terjadi pada
wanita daripada pria.
Ties et al. (2015) memperkirakan setiap tahun terdapat 78 juta penderita baru penyakit
menular seksual dan pada tahun 2012 tercatat data yang diperoleh untuk penderita baru penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae sebanyak 78,3 juta diseluruh dunia.
Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 2007 dan 2011 melakukan survei yang dikenal
dengan nama surveilans terpadu biologis dan perilaku (STBP) dilakukan di 11 provinsi dan 33
kota di Indonesia. Hasil STBP 2007 yang ditulis Mustikawati et al. (2009) menyebutkan
prevalensi penyakit gonore berjumlah 4.339 kasus terdiri dari wanita pekerja seks langsung
(WPSL) sebanyak 1.872 kasus, wanita pekerja seks tidak langsung (WPSTL) sebanyak 1.105
kasus, waria sebanyak 512 kasus dan lelaki seks lelaki (LSL) sebanyak 850 kasus. Hasil STBP
2011 yang ditulis oleh Kementerian Kesehatan RI (2011)a menyebutkan prevalensi penyakit
gonore berjumlah 4.644 kasus terdiri dari WPSL sebanyak 2.279 kasus, WPSTL sebanyak 1.484
kasus, waria sebanyak 468 kasus dan LSL sebanyak 413 kasus. Dalam profil kesehatan provinsi
Jawa Tengah yang ditulis oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2014) menyebutkan
bahwa jumlah kasus baru penyakit menular seksual pada tahun 2011 sebanyak 10.752 kasus,
tahun 2012 sebanyak 8.671 kasus, tahun 2013 sebanyak 10.471 kasus.
Heryani (2011) telah melakukan penelitian terhadap penderita gonore meliputi insidensi,
karakteristik dan penatalaksanaan pengobatan pada periode 2008-2010 di RS Al-Islam Bandung.
Hasil penelitian tersebut dari 83 data rekam medis penderita gonore, insidensi tertinggi yaitu
pada tahun 2010 (48,2%), mayoritas penderita gonore adalah laki-laki dengan usia kategori
dewasa 25-40 tahun (54,22%), bekerja sebagai wiraswasta (38,55%) dan berstatus telah menikah

1
(53,01%), mayoritas penatalaksanaan adalah pemberian antibiotik siprofloksasin (33,74%).
Penelitian tersebut belum mencakup aspek evaluasi pengobatan dengan menggunakan antibiotik.
Evaluasi penggunaan obat khususnya antibiotik merupakan tanggung jawab penting bagi
tenaga farmasi apoteker yang berada di lingkungan rumah sakit untuk mencapai tujuan
pengobatan yang rasional. Penggunaan antibiotik secara bebas tanpa adanya pemantauan dari
tenaga kesehatan seperti dokter dan farmasis akan menimbulkan beberapa masalah seperti
meningkatnya angka resistensi, munculnya penyakit lain akibat ketidaktepatan dan
ketidakpatuhan, meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas, meningkatkan biaya dan waktu
pengobatan untuk mencapai kesembuhan. Menurut Kemenkes RI (2011)b penyakit gonore yang
tidak ditangani dan diobati dengan tepat akan beresiko terjadi infeksi ulang, terjadi komplikasi
seperti orkitis (peradangan pada testis) pada pria dan salpingitis (peradangan pada tuba falopi)
pada wanita, dan bahkan jika terjadi ulkus akan mengarah pada HIV dengan masuknya virus
HIV melalui hubungan seksual. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan
evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien gonore di RSUD Dr. Moewardi karena rumah sakit
tersebut merupakan salah satu rumah sakit pusat rujukan tingkat provinsi Jawa Tengah untuk
wilayah Surakarta dan sekitarnya berdasarkan Perda Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang
Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi Dan Susunan Organisasi Rumah Sakit Umum
Daerah Dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jawa Tengah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Neisseria gonorheae?

2. Bagaimana morfologi, gejala klinik, dan diagnosa dari Neiserria gonorheae?

3. Bagaimana cara pemeriksaan sampel/specimen dilakukan?

C. Tujuan

1. Mengetahui apa itu Neiserria gonorheae

2. Mengetahui morfologi, gejala klinik, dan diagnosa dari Neiserria gonorheae

3. Mengetahui cara pemeriksaan sampel/spesimen

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gonorrhoeae
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (2015), gonore adalah penyakit
menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae yang dapat menginfeksi
baik pria dan wanita yang mengakibatkan infeksi pada alat kelamin, rektum dan tenggorokan.
Neisseria gonorrhoeae (N.gonorrhoeae) adalah bakteri gram negatif, tidak bergerak,
tidak membentuk spora, yang tumbuh tunggal dan berpasangan baik sebagai monokokus dan
diplokokus. Gonokokus, seperti semua spesies Neisseria lainnya, merupakan oksidase positif.
Untuk membedakan gonokokus dengan spesies lain dari Neisseria adalah dengan kemampuan
mereka untuk tumbuh pada media selektif dan untuk memanfaatkan glukosa tetapi tidak untuk
maltosa, sukrosa, atau laktosa.
N.gonorrhoeae merupakan organisme fastidious (membutuhkan nutrisi dan lingkungan
yang khusus), yang tumbuh optimal pada pH 7,4, temperatur 35,5oC, dan 2% sampai dengan
10% CO2 atmosfer. Bakteri ini biasa menyerang epitel kuboid atau kolumnar pada permukaan
membran mukosa seperti yang terdapat pada uretra, vagina, rektum, dan faring. Manusia
merupakan satu-satunya host bagi organisme ini.

Gambar 1. Kuman Neisseria gonorrhoeae

B. Klasifikasi Gonorrhoeae
Centers for Disease Control and Prevention (2015) mengklasifikasikan gonore menjadi 4
golongan yaitu:

3
1) Infeksi gonokokal non komplikasi/ Uncomplicated Gonococcal Infections.
Infeksi gonokokal yang termasuk dalam golongan ini adalah infeksi gonokokal urogenital
(serviks, uretra dan rektum), faring dan gonokokal konjungtivitis. Contoh infeksi gonokokal non
komplikasi untuk lebih jelas ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Contoh infeksi gonokokal non komplikasi (A) infeksi gonokokal serviks (B)
infeksi gonokokal uretra (C) infeksi gonokokal faring (D) infeksi gonokokal konjungtivis
(Centers for Disease Control and Prevention, 2005).

2) Infeksi gonokokal diseminasi/ Disseminated Gonococcal Infections.


Infeksi gonokokal diseminasi ditandai dengan munculnya lesi pada kulit, arthritis dan
seringkali komplikasi perihepatitis, endokarditis dan meningitis. Contoh infeksi gonokokal
diseminasi untuk lebih jelas ditunjukkan pada Gambar 2.

4
Gambar 2. Contoh infeksi diseminasi gonokokal (A) infeksi gonokokal lesi pada jari (B)
infeksi gonokokal lesi pada kaki (C) infeksi gonokokal arthritis (Centers forDisease Control
and Prevention, 2005).

3) Infeksi gonokokal pada neonatus/ Gonococcal Infections Among Neonates.


Infeksi gonokokal dapat menjadi masalah serius bagi ibu hamil yang terinfeksi
dikarenakan dapat mengakibatkan ophtalmia neonatorum/ infeksi konjungtivitis pada bayi baru
lahir sehingga terjadi kebutaan pada bayi baru lahir. Infeksi gonokokal pada neonatus terdiri dari
ophtalmia neonatorum dan gonococcal scalp abscesses, untuk lebih jelas ditunjukkan pada
gambar dibawah ini.

Gambar 3. Contoh infeksi gonokokal neonatus (A) ophtalmia neonatorum (B) gonococcal
scalp abscesses (Centers for DiseaseControl and Prevention, 2005)

5
4) Infeksi gonokokal pada bayi dan anak/ Gonococcal Infections Among Infants and Children.
Golongan klasifikasi ini sama dengan golongan infeksi gonokokal non komplikasi dan infeksi
gonokokal diseminasi, tetapi golongan ini dibuat untuk memberikan panduan pengobatan yang
lebih efektif berdasarkan usia.

C. Gejala klinik
Irianto (2014) menjelaskan bahwa gejala infeksi gonore mungkin muncul 1 sampai 14
hari setelah terpapar, meskipun ada kemungkinan untuk terinfeksi gonore tetapi tidak memiliki
gejala. Pada wanita, muncul cairan vagina yang banyak dengan warna kuning atau kehijauan
dengan bau yang menyengat. Pada pria, muncul cairan putih atau kuning (nanah) keluar dari
penis. Pada umumnya penderita juga akan mengalami sensasi terbakar atau nyeri saat buang air
kecil dan cairan yang keluar dari penis.

D. Faktor Resiko
Manhart et al. (2004) dalam penelitiannya menjelaskan beberapa faktor resiko penularan
infeksi gonore antara lain:
1) Usia muda (18-39 tahun)
2) Berganti-ganti pasangan seksual
3) Homoseksual
4) Status sosial ekonomi yang rendah
5) Mobilitas penduduk yang tinggi
6) Tidak menggunakan kondom
7) Seks anal
8) Memiliki riwayat penyakit menular seksual

6
E. Diagnosis
Kementerian Kesehatan RI (2011) memberikan pedoman tentang tata cara melakukan
diagnosis gonore yang terdiri dari:
1) Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan oleh tenaga medis atau paramedis dengan menanyakan
beberapa informasi terkait penyakit kepada pasien untuk membantu menentukan faktor resiko
pasien, menegakkan diagnosis sebelum melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang lainnya.
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di daerah sekitar genital pria atau wanita dengan bantuan
lampu sorot yang dilakukan oleh tenaga kesehatan ahli. Jenis pemeriksaan yang dilakukan pada
wanita dan pria memiliki perbedaan seperti:
a. Pasien wanita, diperiksa dengan berbaring pada meja ginekologik dengan posisi litotomi.
Pemeriksaan dilakukan dengan memisahkan kedua labia dan diperhatikan adanya tanda
kemerahan, pembengkakan, luka/ lecet, massa atau duh tubuh vagina (cairan yang keluar
dari dalam vagina, bukan darah dan bukan air seni).

Gambar 5. Posisi litotomi (Kementerian Kesehatan RI, 2011)

b. Pasien pria, diperiksa dengan posisi duduk/ berdiri. Pemeriksaan dilakukan dengan
melihat pada daerah penis adanya tanda kemerahan, luka/ lecet, duh tubuh uretra (cairan
yang keluar dari uretra, bukan darah dan bukan air seni) dan lesi lain. Pada pasien pria
sebelum dilakukan pemeriksaan diharapkan untuk tidak berkemih selama 1 jam (3 jam
lebih baik).
3) Pengambilan spesimen

7
Pengambilan spesimen berdasarkan Kementerian Kesehatan RI (2011) dengan gejala duh
tubuh uretra terdiri dari:
a. Pasien laki-laki, pengambilan bahan duh tubuh genitalia dengan sengkelit steril atau
dengan swab berujung kecil.

Gambar 6. Pengambilan spesimen pada pria (Kementerian Kesehatan RI, 2011)

b. Pasien wanita sudah menikah, pengambilan spesimen dilakukan dengan menggunakan


spekulum steril yang dimasukkan kedalam vagina.
c. Pasien wanita belum menikah, pengambilan spesimen dilakukan tidak menggunakan
spekulum karena dapat merusak selaput darahnya, tetapi digunakan sengkelit steril untuk
pengambilan spesimen dari dalam vagina.

4) Pemeriksaan laboratorium
Menurut Daili (2009), pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan cara:

a) Pemeriksaan gram
Pemeriksaan gram dengan menggunakan sediaan langsung dari duh uretra yang memiliki
sensitivitas dan spesifisitas tinggi terutama pada duh uretra pria, sedangkan duh endoserviks
memiliki sensitivitas yang tidak terlalu tinggi. Pemeriksaan ini akan menunjukkan Neisseria
gonorrhoeae yang merupakan bakteri gram negatif dan dapat ditemukan di dalam maupun luar
sel leukosit.
b) Kultur bakteri
Kultur untuk bakteri N.gonorrhoeae umumnya dilakukan pada media pertumbuhan Thayer-
Martin yang mengandung vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman gram positif dan

8
kolimestat untuk menekan pertumbuhan bakteri gram negatif dan nistatin untuk menekan
pertumbuhan jamur. Pemeriksaan kultur ini merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi, sehingga sangat dianjurkan dilakukan pada pasien wanita.
c) Tes definitif
Tes definitif dengan oksidasi akan ditemukan semua Neisseria gonorrhoeae yang mengoksidasi
dan mengubah warna koloni yang semula bening menjadi merah muda sampai merah
lembayung, sedangkan pada tes fermentasi dapat dibedakan N.gonorrhoeae yang hanya dapat
meragikan glukosa saja.
d) Tes betalaktamase
Tes ini menggunakan cefinase TM disc dan akan tampak perubahan warna koloni dari kuning
menjadi merah.
e) Tes thomson
Tes ini dilakukan dengan menampung urin setelah bangun pagi ke dalam 2 gelas dan tidak boleh
menahan kencing dari gelas pertama ke gelas kedua. Hasil dinyatakan positif jika gelas pertama
tampak keruh sedangkan gelas kedua tampak jernih.

5) Pemeriksaan lain
Jenis pemeriksaan lain yang dapat digunakan untuk menunjang diagnosis gonore sesuai
Kementerian Kesehatan RI (2011) terdiri dari pemeriksaan bimanual dan pemeriksaan anoskopi.

F. Spesimen
1. Pengertian
Kata spesimen dalam Bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari specimen. Specimen dalam
Merriam-Webster memiliki banyak arti an individual, item, or part considered typical of group,
class, or whole dan something that obviously belongs to a particular category but is noticed by
reason of an individual distinguishing characteristic. Ada pula arti dari Spesimen menurut KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia) spesimen sendiri memiliki arti bagian dari kelompok atau
bagian dari keseluruhan.
2. Spesimen apa saja yang diperlukan untuk pemeriksaan
 Urethral Specimens : mengeluarkan dari meatus paling disukai untuk deteksi dari
N.gonorrhoeae

9
 Urine : Urine adalah salah satu tipe spesimen/sampel yang cocok untuk DNA
tes dan diagnosis infeksi N.gonorrhoeae baik pada laki-laki maupun perempuan
 Spesimen serviks dan vagina : Sampel dari serviks seharusnya bisa diambil dari
wanita muda dan wanita yang sudah berumur. Infeksi gonokokal di masa puber
wanita melibatkan vagina bukan serviks; walaupun, spesimen yang diambil dari
vagina seharusnya dikumpulkan dari kisaran umur ini..
 Spesimen dari orofaring dan rectum : Orofaring dan rektum spesimen harusnya
hanya diproses untuk kultur karena penampilannya dari nonkultur metode ini
tidak terlalu stabil untuk jenis spesimen ini
 Conjunctiva : Yang keluar bernanah oftalmia gonokokal neonatorum dan
conjunctivitis di orang dewasa harunya digunakan sebagai diagnosis
 Cairan tubuh : Ketika pasien mendapatkan gejala dari system tubuhnya atau
infeksi yang disebarluaskan, darah dan cairan dari orang rematik sendi adalah
sampel yang cocok untuk dikultur

G. Persiapan Pasien dan Pengujian Sampel

1. Pasien dlm pengobatan, obat perlu dihentikan sehari sebelum pengambilan bahan (khusus
kultur).
2. Sebaiknya pengambilan specimen dilakukan pd pagi hari sebelum pasien buang air kecil.
3.Pada winita dgn GO kronis, specimen sebaiknya diambil setelah habis haid.
Persiapan pasien Pada Pasien Laki-laki
1. Pasien berdiri, bersihkan lubang penis dengan lidi kapas steril yg dibasahi alkohol 70%
2. Dengan tekanan ringan, urut penis daribagian pangkal ke bagian ujung
3.Sekret yg keluar diambil dg lidi kapas steril/ose steril, oleskan tipis pd kaca
Persiapan pasien pada perempuan
1. Pasiem berbaring terlentang denga kedua lutut ditekuk mendekati pangkal paha ( dgn
kursi obstetri bila tersedia
2. Masukkan spekulum steri dengan hati hati kemudian dibuka (tdk berlaku untuk pasien
anak-anak remaja.
3.Masukan lidi kapas steril sehingga pada daerah endocervic, oleskan dengan gerakan
memutar diamkan beberapa saat untuk penyerapan, sekret dioleskan pada kaca objek
untuk dibuat hapusan.

10
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan fisik dan pewarnaan Gram terdiri
dari spekulum, sikat pembersih, ember, tempat sampah infeksius, rak tabung, mikropipet 500 µL,
pipet tetes, slide, dan bunsen. Bahan yang digunakan meliputi air hangat, kapas lidi steril, kertas
pH, hipklorit 1%, sarung tangan, kain sarung, kertas tisu, podophilin tincture 10%, vaselin
album, ungu kristal karbol, cairan gram iodine, etil alkohol 9%, dan safranin.
Pengambilan Spesimen
Pasien wanita diminta duduk di meja ginekologi dengan posisi litotomi dan dilakukan
anamnesis dengan mengikuti pertanyaan yang tersedia dalam formulir. Setelah dilakukan
anamnesis, pasien diminta naik ke atas meja ginekologi untuk dilakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan meliputi palpasi abdomen untuk mengamati adanya nyeri perut, inspeksi bagian
luar genitalia dan peritonium untuk melihat adanya kemerahan, kutil, ulkus dan gejala klinis lain.
Pengambilan spesimen dilakukan pada bagian dalam genitalia dengan menggunakan spekulum
sebagai alat bantu. Swab endoservik diambil menggunkan kapas lidi steril dengan cara memutar
di bagian endoservik sampai batas kapas tidak terlihat. Kapas diputar searah jarum jam selama 5-
10 detik dan ditarik perlahan tanpa menyentuh dinding vagina. Kapas lidi yang sudah berisi
spesimen dibuat hapusan dengan menggulirkan pada kaca objek sebanyak 2-3 kali.
Pewarnaan Gram dilakukan secara langsung di laboratorium lapangan. Pada kaca objek
dibuat sediaan dan dibiarkan kering di udara kemudian dilewatkan di atas api untuk merekatkan
sediaan tersebut. Ungu kristal karbol/ gentian violet dituangkan di atas sediaan dan dibiarkan
selama 1 menit. Setelah dicuci dengan air kemudian dituangkan Gram’s iodine/ lugol dan
dibiarkan selama 45-60 detik. Setelah dicuci kembali dengan air, selanjutnya dicelupkan ke
dalam bejana yang mengandung alkohol 95% dan digoyanggoyang selama 30 detik atau sampai
tidak tersisa warna ungu dari sediaan. Setelah dicuci lagi dengan air, sediaan diwarnai dengan
safranian selama 45 detik. Terakhir, sediaan kemudian dicuci dengan air dan setelah kering
dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 x 10.
Ketentuan kualitas spesimen dikumpulkan sangat penting untuk pengujian. Teknik uji
kualitas bersama tergantung pada koleksi spesimen yang akurat, yang dapat membuat spesimen
memiliki sejumlah besar komponen sel aktif, bukan hanya cairan tubuh. Spesimen untuk isolasi
Neisseria gonorrhoeae dapat diperoleh dari tempat yang terpapar melalui hubungan seksual
(yaitu saluran genital, uretra, rektum, dan orofaring) atau dari konjungtiva neonatus yang
terinfeksi selama kelahiran. Spesimen juga dapat diperoleh dari kelenjar Bartholin, saluran tuba,
endometrium, cairan sendi, lesi kulit atau kandungan lambung dari neonatus. Pada infeksi
sistemik sampel darah juga dapat dijadikan sebagai bahan kultur. Spesimen yang akan digunakan
sebagai kultur tidak diperbolehkan dikirim dalam keadaan swab kering, namun harus
diinokulasikan ke dalam media transport (Brooks et al., 2013). Isolat Neisseria gonorrhoeae
tidak dapat bertahan lebih dari 48 jam dalam kultur, namun beberapa isolat dapat bertahan

11
selama 72-96 jam. Subkultur harus dilakukan setiap 18-24 jam untuk mempertahankan viabilitas
isolat pada kondisi maksimal. Untuk dilakukannya uji diagnosis diperlukan isolat yang berumur
18-24 jam (Perilla et al., 2003).

Neisseria gonorrhoeae adalah pemilih dan rapuh, sehingga pertimbangan yang cermat harus
diberikan pada metode yang tepat untuk pengumpulan dan transportasi spesimen untuk
pengujian. Diperlukan suasana 3-10% CO2 untuk inkubasi dan transportasi. Media selektif yang
diperkaya sangat penting untuk isolasi gonokokus yang andal yang umumnya perlu diisolasi dari
berbagai flora mikroba termasuk spesies Neisseria saprofitik. Kultur gonore biasanya hanya
diminta untuk kasus kegagalan pengobatan atau tes resistensi antimikroba.

Tujuan Pengujian
Biakan untuk gonore
KOLEKSI SAMPEL, PENANGANAN DAN PENGIRIMAN
1. Semua spesimen harus diperoleh menggunakan pelat Modified Thayer Martin (MTM) dan
kaleng lilin yang disediakan oleh laboratorium. (Jika sampel akan dipindahkan ke
laboratorium dalam waktu 24 jam, sampel dapat dikumpulkan menggunakan kultur dan
dikirim langsung ke laboratorium untuk dikultur)
2. Kumpulkan spesimen dan siapkan apusan Smear dan Budaya
3. Atur pengangkutan toples lilin ke Laboratorium menggunakan Lab Courier, dilakukan pada
hari pengumpulan yang sama.
a. Untuk situs tanpa inkubator, setelah pelat kultur diinokulasi, tempat lilin yang ditutup
dapat ditempatkan pada suhu kamar sampai pengambilan kurir pada hari yang sama.
b. Untuk situs dengan inkubator yang dirawat dengan baik, kaleng lilin dapat diinkubasi
hingga 4 hari sebelum pengambilan kurir.

Koleksi Sampel
1. ENDOCERVICAL: situs pilihan untuk spesimen dari wanita.
a. Pengumpulan spesimen harus dilakukan dengan swab atau kultur steril. Cytobrush tidak
direkomendasikan karena dapat menyebabkan trauma dan perdarahan yang dapat
membuat spesimen tidak memuaskan.
b. Putar swab ke dinding kanal endoserviks beberapa kali selama 20-30 detik dan tarik
tanpa menyentuh permukaan vagina. Suntikkan pelat MTM.

12
c. Urutan pengujian untuk pengumpulan spesimen harus kultur GC / pewarnaan gram, Pap
smear, kemudian uji Chlamydia / GC NAAT. Karena kehadiran darah yang terlihat dapat
mengganggu hasil tes, disarankan untuk mengumpulkan Pap smear terakhir saat
menggunakan cytobrush karena pendarahan yang diinduksi yang mungkin terjadi.
d. Spekulum harus dilumasi dengan air saja.
2. URETHRAL: situs yang disukai pada pria, atau pada wanita tanpa serviks (misal Pasca
histerektomi).
a. Tunda pengambilan spesimen sampai 2 jam setelah pasien terakhir batal.
b. Dapatkan spesimen untuk kultur gram stain dan gonore terlebih dahulu, SEBELUM
spesimen untuk Chlamydia atau Pap smear.
c. Masukkan swab urogenital ke dalam uretra dengan lembut (wanita 1-2 cm, pria 2-4
cm). Putar swab dalam satu arah setidaknya selama satu putaran selama minimal 10
detik. Tarik swab dan inokulasi pelat MTM.
3. OROPHARYNX (tenggorokan):
Usap bagian belakang tenggorokan dan area tonsil dengan kapas yang steril.
4. RECTAL:
a. Masukkan swab steril sekitar 1-1,5 inci di dalam lubang anus. Pindahkan swab dari sisi
ke sisi di saluran anal untuk mengambil sampel crypts.
b. Biarkan swab tetap 10-30 detik untuk penyerapan organisme ke swab.

INOKULASI PLATE BUDAYA (MTM)


a. Gulung usap langsung pada media MTM dalam pola "Z" besar untuk menyediakan
transfer organisme yang memadai.
b. Label pelat kultur dengan nama pasien / kode batang dan tanggal pengumpulan pada sisi
media dari pelat, bukan penutup yang dapat dipisahkan dari spesimen itu sendiri.
c. Tempatkan kultur dalam lilin sesegera mungkin (dalam 15 menit). Pastikan
untuk menyalakan kembali lilin setiap kali kaleng dibuka. Tempatkan dalam 35-37 ℃
inkubator jika tersedia. Jika inkubator tidak tersedia, pelat dapat tetap pada suhu
kamar hanya jika transportasi terjadi pada hari yang sama.

Uji

13
Kultur gonore diinkubasi selama minimal 48-72 jam. Pertumbuhan pada MTM disaring
untuk dugaan positif dengan uji oksidase dan pewarnaan gram. Budaya positif dikonfirmasi oleh
identifikasi biokimia.

Hasil
Waktu penyelesaian untuk hasil kultur negatif adalah 72 jam. Hasil positif tersedia pada
hari deteksi, umumnya 24-48 jam sejak diterimanya kultur.
Pada pemeriksaan di bawah mikroskop, bakteri Neisseria gonorrhoeae sebagai bakteri
Gram negaatif akan tampak berwarna merah. merupakan kokus Gram negatif dengan ciri-ciri
berbentuk seperti biji kopi berpasangan (diplokokus) dengan sisi rata. Pemeriksaan sediaan
langsung dengan pewarnaan Gram dinyatakan positif bila ditemukan diplokokus Gram negatif
dalam leukosit PMN (intraseluler).
Penolakan Spesimen

Spesimen dengan kualitas yang kurang baik dapat menyebabkan hasil yang tidak akurat
atau tidak valid. Spesimen yang akan diperiksa harus memenuhi persyaratan dan berintegritas
agar hasil yang didapatkan adalah hasil sebenarnya dari kondisi pasien. Adapun keadaan yang
menyebabkan spesimen kurang layak untuk diperiksa, yaitu:

1. Identitas spesimen yang tidak jelas

Pemberian identitas pasien atau spesimen adalah tahapan yang harus dilakukan karena
merupakan hal yang sangat penting. Pemberian identitas meliputi pengisian formulir permintaan
pemeriksaan laboratorium dan pemberian label pada wadah spesimen. Keduanya harus cocok
sama. Pemberian identitas ini setidaknya memuat nama pasien, nomor ID atau nomor rekam
medis serta tanggal pengambilan. Kesalahan pemberian identitas dapat merugikan. Untuk
spesimen berisiko tinggi (HIV, Hepatitis) sebaiknya disertai tanda khusus pada label dan
formulir permintaan laboratorium.
2. Tidak ada form permintaan/Form tidak lengkap

Form permintaan bisa dalam bentuk kertas atau computer, permintaan verbal juga kadang
digunakan ketika dalam keadaan darurat. Jika form tidak lengkap maka hubungi ruangan yang
mengirim sampel untuk mengirim sampel ulang/melengkapi formulir permintaan.

3. Sampel dengan permintaan pemeriksaan yang tidak sesuai

14
4. Volume sampel yang tidak memenuhi syarat pemeriksaan
5. Hemolisis

Hemolisis terjadi ketika sel darah merah rusak ketika pengumpulan sampel, bisa
didapatkan karena pasien mengalami anemia hemolitik, penyakit hepar atau pada reaksi
transfuse, tetapi sebagian besar karena kesalahan dalam pengambilan dan penanganan sampel.

6. Lipemik
Serum atau plasma sampel terlihat keruh karena peningkatan konsentrasi lipoprotein.
7. Ikterik
Serum atau plasma sampel berwarna sangat kuning karena terlalu banyak bilirubin
8. Sampel yang terkontaminasi
9. Sampel yang menggumpal pada tabung dengan antikoagulan
10. Tabung sampel kadaluarsa
11. Sampel tabung dengan antikoagulan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
pemeriksaan
12. Sampel BGA yang tidak sesuai
13. Gagalnya pembekuan pada sampel serum
14. Ratio Darah-antikoagualan pada tabung bertutup biru muda
15. Transportasi dan penyimpanan sampel yang tidak sesuai prosedur

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Diagnosis infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae dapat dilakukan dari hasil anamnesis,
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Infeksi gonore umumnya tidak bergejala
sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk penegakkan diagnosis. Teknik
laboratorium sederhana dapat dilakukan dengan pewarnaan Gram untuk melihat adanya
diplokokus Gram negatif intraseluler leukosit polimorfonuklear (PMN).
Adapun beberapa pemeriksaan untuk menunjang diagnosis gonorrhoeae diantaranya:
A. Spesimen
Pus dan sekret diambil dari uretra, serviks, rektum, konjungtiva, faring, atau cairan
sinovial untuk kultur dan apusan.
B. Pengecatan Gram

pengecatan Gram dari eksudat uretra. Metode pewarnaan Gram merupakan pemeriksaan
penunjang yang banyak digunakan untuk diagnosis presumtif gonore karena memberikan
hasil yang cepat dengan teknik yang sangat sederhana.
C. Kultur
Spesimen kultur diambil dari swab endoserviks (wanita) dan uretra (pria), namun dapat
juga diambil dari rektum dan faring.

Pada saat melakukan pemeriksaan fisik genitalia dan sekitarnya, pemeriksa harus selalu
menggunakan sarung tangan. Jangan lupa mencuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa.
Pemeriksa duduk dengan nyaman sambil melakukan inspeksi dan palpasi mons pubis, labia, dan
perineum. Periksa daerah genitalia luar dengan memisahkan ke dua labia, perhatikan adakah
kemerahan, pembengkakan, luka/lecet, massa, atau duh tubuh. Pemeriksaan pasien laki-laki
dapat dilakukan sambil duduk/ berdiri. Perhatikan daerah penis, dari pangkal sampai ujung, serta
daerah skrotum. Perhatikan adakah duh tubuh, pembengkakan, luka/lecet atau lesi lain.
♦ Lakukan inspeksi dan palpasi pada daerah genitalia, perineum, anus dan sekitarnya.
♦ Jangan lupa memeriksa daerah inguinal untuk mengetahui pembesaran kelenjar getah bening
setempat (regional)
♦ Bilamana tersedia fasilitas laboratorium, sekaligus dilakukan pengambilan bahan pemeriksaan.

16
♦ Pada pasien pria dengan gejala duh tubuh genitalia disarankan untuk tidak berkemih selama 1
jam (3 jam lebih baik), sebelum pemeriksaan.

B. Saran

Sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis. pewarnaan


Gram memiliki sensitivitas yang rendah untuk mendeteksi infeksi gonore sehingga perlu
dilakukan dengan metode baku emas yaitu kultur bakteri.

17
DAFTAR PUSTAKA

Delware Public Health Laboratory, n.d. Delaware.gov. [Online]


Available at: https://dhss.delaware.gov/dph/lab/gonorrheascp.html
[Accessed 22 April 2020].

Khariri, S. K., 2018. Penerapan Teknik Labratorium Sederhana Dengan Pewarnaan Gram Untuk Deteksi
Cepat Infeksi Neisseria Gonorrhoeae Pada Wanita Penjaja Seks (WPS). s.l.:Pusat Penelitian dan
Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbangkes.

Martin, L.-K. N. d. I. E., 2005. The Laboratory Diagnosis of Neisseria gonorrhoeae.

Pradnyadhita, I., 2018. Poltekkes Denpasar Repository. [Online]


Available at: http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/484/3/BAB%202.pdf.
[Accessed 18 April 2020].

18

Anda mungkin juga menyukai