Anda di halaman 1dari 23

PRINSIP DAN PROSEDUR KONTROL INFEKSI DI KEDOKTERAN GIGI

Nama Anggota Kelompok SGD 7 :


1. I Gusti Ngurah Dwirendra Sastra Wardana (2102551077)
2. Aurelia Aurora (2102551078)
3. Vanesa Juken (2102551080)
4. Ni Made Nayla Pradnya Wulandari (2102551081)
5. Komang Arsa Prabira Pande (2102551082)
6. Deomi Arsyad (2102551083)
7. Pande Putu Ratih Cahya Pratiwi (2102551084)
8. I Nyoman Lanang Putra Pandu (2102551085)
9. Ni Kadek Inten Cahyani (2102551086)
10. I Kadek Fajar Weisnawa (2102551087)
11. Putu Dharma Widanti Widnyana (2102551088)

Pembimbing Student Project :


Drg. Putri Marina Sukmadewi
Penguji Student Project :
drg. Sari Kusumadewi, SKG., M.Biomed, FICD

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI DAN PROFESI DOKTER


GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan student project Jurnal Reading tentang
Prinsip dan prosedur kontrol infeksi di kedokteran gigi. Tidak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada rekan – rekan kami yang telah berkontribusi dalam pembuatan student
project ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa student project ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan baik dalam penyusunan kata maupun materi student project ini dan
dengan sangat terbuka kami menerima kritik dan saran yang membangun agar
kedepannya kami dapat memperbaiki student project ini.

Besar harapan kami agar student project yang kami susun ini dapat memberikan
manfaat bagi kami selaku tim penyusun maupun para pembaca.

Jimbaran, 21 Mei 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………… i
DAFTAR ISI………………………………………………………………... ii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………iv
BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………………. 1
BAB II: LAPORAN KASUS………………………………………………. 2
BAB III: PEMBAHASAN…………………………………………………. 5
3.1 Vaksinasi HBV………………………………………………… 5
3.2 Alat Pelindung Diri (APD) …………………………………… 5
3.3 Mencuci Tangan………………………………………………. 5
3.4 Sterilisasi Alat………………………………………………… 6
3.5 Pemantauan Autoklaf…………………………………………. 6
3.6 Dekontaminasi dan Pembersihan Permukaan
Menggunakan Pelindung Sekali Pakai………………………… 6
3.7 Kontrol Aerosol…………………………………………………7
3.8 Pengendalian Kecelakaan…………………………………….... 7
3.9 Kesimpulan Kasus……………………………………………... 8
BAB IV: KAITAN DENGAN TEORI……………………………………. 9
4.1 Infeksi…………………………………………………………. 9
4.1.1 Pengertian Infeksi….……………………………………... 9
4.1.2 Risiko Penularan Penyakit Dan Infeksi.………………...... 9
4.1.2.1 Infeksi di Udara………………………………........ 9
4.1.2.2 Infeksi melalui benda tajam dan cedera jarum
suntik………………………………...……..……..10
4.1.3 Pemutusan Rantai Infeksi………………………………...11
4.1.3.1 Evaluasi Pasien……………………………….......11
4.1.3.2 Perlindungan Personal……………………………11
4.2 Kontrol Infeksi………………………………………………..14

ii
4.2.1 Pengertian Kontrol Infeksi ………………………..……..14
4.2.2 Standar Kontrol Infeksi ………………………..………...14
4.3 Prosedur kontrol infeksi di kedokteran gigi…………..…..…. 15
BAB V: KESIMPULAN………………………………………………….. 17
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………18

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Partisipan……………………………………………...….2

Tabel 2. Persentase Respon Positif Terhadap Domain yang Dituju…………....…3

Tabel 3. Kepatuhan Partisipan Terhadap Protokol Pengendalian Infeksi Menurut


Pemerintahan…………………………………………..…………………………3

Tabel 4. Kepatuhan Partisipan Terhadap Protokol Pengendalian Infeksi Menurut


Kepemilikan…………………………………………..…………………........….4

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Pada praktek dokter gigi, sebagian besar tindakan dilakukan di dalam rongga
mulut, hal ini menyebabkan interaksi dokter gigi dan asisten memiliki resiko tinggi
dengan infeksi yang diakibatkan cairan tubuh pasien. Saliva pasien bercampur dengan
cairan sulkus, debris, darah, dan pus merupakan aerosol. Bahan aerosol ini sering
mengandung mikroba yang berpotensi menular dan menyebabkan penyakit menular. Jadi
selama perawatan gigi, baik pasien dan petugas kesehatan gigi dapat terpapar secara
potensial agen infeksius melalui kontak dengan darah, sekret mulut dan pernapasan, serta
terkontaminasi instrumen yang dipergunakan. Infeksi utama yang dapat tertular pada
perawatan gigi disebabkan oleh bakteri seperti; Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, Clostridium tetani,
Legionella. Agen infeksi mikroba ini berasal dari rongga mulut serta saluran pernafasan,
mikroba dapat memperoleh akses ke darah dan air liur kemudian dapat ditularkan melalui
aerosol yang dihasilkan selama prosedur perawatan gigi atau melalui batuk, bersin, dan
berbicara. Dengan tingginya resiko terpapar infeksi maka dalam praktek dokter gigi dan
perawatan pasien memerlukan strategi dan protokol khusus. Hal ini akan membantu
mencegah transmisi agen penyebab penyakit (seperti bakteri, virus, protozoa, dan jamur)
di antara dokter dan pasiennya serta pada situasi khusus dimana infeksi diketahui
memiliki potensial kemampuan transmisi yang tinggi, tindakan pencegahan tambahan
harus dilaksanakan. Dalam paper ini juga membahas mengenai pencegahan infeksi,
seperti; evaluasi pasien dan perlindungan personal. Paper ini dibuat guna meningkatkan
pengetahuan mahasiswa kedokteran gigi serta praktisi kedokteran gigi prinsip dan
prosedur kontrol infeksi dalam penatalaksanaan perawatan praktek dokter gigi.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

Di Palestina, warga dihadapkan dengan hambatan dan kurangnya akses ke


perawatan kesehatan yang memadai. Sebuah penelitian yang dilakukan di utara Palestina
menunjukkan bahwa mengunjungi klinik gigi dan melakukan prosedur gigi dianggap
sebagai faktor risiko paling signifikan untuk mendapatkan infeksi HBV (Virus Hepatitis
B). Studi kasus pada jurnal ini membahas tentang tingkat pengetahuan dan kepatuhan
terhadap kontrol standar kewaspadaan infeksi pada klinik gigi di daerah Nablus dan
Tulkarm, Palestina. Studi ini penting dilakukan mengingat setiap kegiatan dalam praktek
kedokteran gigi memiliki resiko terhadap infeksi dan kontaminasi silang.

Dari studi yang dilakukan didapatkan beberapa data yang telah dihimpun dalam
bentuk tabel. Dimana, tabel 1 merupakan karakteristik dari partisipan, baik itu jenis
kelamin, pengalaman kerja, dan lainnya.

Tabel 1. Karakteristik Partisipan

Tabel 2 berisi persentase respons positif terhadap domain yang dituju. Seluruh
domain yang berjumlah 11 akan didata persentase respon positifnya.

2
Tabel 2. Persentase Respon Positif Terhadap Domain yang Dituju

Selanjutnya didapatkan hasil analisis data terkait kepatuhan partisipan terhadap


protokol pengendalian infeksi menurut pemerintah menggunakan metode T-Test yang
ditampilkan pada tabel 3. Dimana, terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada
beberapa domain yang diuji. Pada tabel 4 juga ditampilkan analisis data terkait kepatuhan
partisipan terhadap protokol pengendalian infeksi menurut pemerintah menggunakan
metode ANOVA F Test.

Tabel 3. Kepatuhan Partisipan Terhadap Protokol Pengendalian Infeksi Menurut


Pemerintahan

3
Tabel 4. Kepatuhan Partisipan Terhadap Protokol Pengendalian Infeksi Menurut
Kepemilikan

4
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Vaksinasi HBV

Berdasarkan hasil analisis data, kepatuhan para dokter gigi selaku partisipan
menunjukkan angka 74,50% dari total populasi yang diuji. Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa para dokter gigi mematuhi standar kewaspadaan dalam mencegah penularan
Hepatitis B yang rentan terjadi dalam praktik kedokteran gigi.

3.2 Alat Pelindung Diri (APD)

Dalam penelitian ini, kepatuhan terhadap alat pelindung diri dapat dikatakan
tinggi, seperti contohnya penggunaan sarung tangan (96,10%). Selain itu, kepatuhan
dengan pelindung mata berada di tingkat sedang di antara peserta dalam penelitian ini
(74,30%). Penggunaan pakaian pelindung, penutup kepala dan jas putih sangat penting
selama prosedur perawatan gigi. Studi pada Nablus dan Tulkarm ini menunjukkan bahwa
(76,30%) partisipan mematuhi penggunaan pakaian pelindung diri, penutup kepala, dan
jas putih. Secara umum, kepatuhan terhadap semua tindakan APD pada partisipan adalah
(81,1%) yang menunjukkan bahwa kesadaran terhadap protokol pencegahan infeksi
cukup tinggi.Hal ini juga didukung dengan adanya pandemi COVID-19 yang
memberikan kesadaran bagi para dokter gigi terhadap pentingnya penggunaan alat
pelindung diri (APD).

3.3 Mencuci Tangan


Pada studi Nablus-tulkarm keseluruhan peserta yang dihadiri tergolong sedang
dalam mencuci tangan ( 76,10%) . Penelitian yang dilakukan di Yordania
mengungkapkan bahwa mencuci tangan setelah melakukan perawatan sebesar ( 83,2%) ,
sebelum memulai pengobatan (66,3%) dan sebelum mengenakan sarung tangan sekitar
setengah ( 45, 8%). Studi saat ini melaporkan perbedaan yang signifikan dalam mencuci
tangan yang dikaitkan dengan variabel gubernur yaitu (nilai P<0,05). ). Tes T
menunjukkan bahwa distrik Nablus memiliki meaner yang lebih rendah (2,19) daripada
Tulkam dengan rata-rata (2,44). Tes Post-Hoc menunjukkan bahwa klinik UNRWA
dengan rata-rata (1,55) lebih rendah dari kelompok lain.

5
3.4 Sterilisasi Alat
Cara sterilisasi dengan autoclaving adalah metode yang paling efektif dengan
tingkat kepatuhan (94%) diantara peserta di distrik Nablus dan Tulkarm , sedangkan
untuk sterilisasi instrumen total (larutan dekontaminasi, mesin cuci desinfektan ,
antiseptik dan kantong pembungkus) adalah (59,4%). Penelitian dokter gigi di Lebanon
2017 menunjukkan bahwa autoklaf uap adalah cara sterilisasi yang disukai sebesar (65%)
. Studi lain yang dilakukan di Hebron- Palestina pada tahun 2017 menyoroti bahwa
respons mengenai sterilisasi instrumen relatif rendah (42,8%) di mana tingkat kepatuhan
menurut Sterilisasi dan Desinfeksi Alat Perawatan Pasien (SDT) sangat tinggi yaitu 88%.
T-test menunjukkan bahwa kelompok Tulkarm dengan mean = 0,65 lebih tinggi dari
kelompok Nablus dengan rata-rata (0,57). Hasil ini menyatakan bahwa dokter gigi
Tulkarm memiliki pengetahuan yang baik tentang cara-cara tindakan pengendalian
infeksi dan mereka ingin menerapkan langkah-langkah ini lebih dari dokter gigi Nablus.
Tes T menunjukkan bahwa kelompok spesialis dengan mean = 0,55 lebih rendah dari
kelompok (GP) dengan mean = 0,62.

3.5 Pemantauan Autoklaf


Pada hasil penelitian ini mereka mencatat (70,9%) untuk keakraban metode
pemantauan autoklaf dan ( 47,20%) untuk respon positif yang rendah mengenai evaluasi
autoklaf menggunakan bahan kimia dan biologis secara keseluruhan. Pemantauan
autoklaf yang dikaitkan dengan variabel kepemilikan yaitu “ P < 0,05” terjadi perbedaan
yang signifikan. Tes Post-Hoc dari kelompok memiliki rata-rata (0,49) lebih tinggi dari
kelompok lain.

3.6 Dekontaminasi dan Pembersihan Permukaan Menggunakan Pelindung Sekali


Pakai

Studi ini menunjukkan bahwa (78,0%) peserta melakukan dekontaminasi dan


membersihkan permukaan dan menggunakan pelindung sekali pakai untuk menutupi
beberapa permukaan. Persentase yang tinggi yakni (91,7%) dari mereka menggunakan
desinfektan untuk membersihkan permukaan yang jauh dari kontak pasien. Hasil
penelitian ini juga mencerminkan kepatuhan yang baik terhadap penggunaan alat
pelindung sekali pakai dengan persentase (73,30 %). Studi ini menunjukkan bahwa

6
(77,0%) dari semua peserta membuang penghalang pelindung sekali pakai setelah
menyelesaikan prosedur perawatan gigi.

3.7 Kontrol Aerosol

Penelitian ini menunjukkan kepatuhan pasien yang rendah terhadap penggunaan


rubber dam (31,30%), Rendahnya persentase dalam penelitian saat ini bisa jadi karena
rendahnya pengetahuan tentang pentingnya alat tersebut. Sebaiknya rubber dam harus
digunakan dalam prosedur operasi untuk meminimalkan produksi air liur dan aerosol
yang terkontaminasi darah. High volume evacuator adalah metode lain yang digunakan
selama prosedur perawatan gigi untuk mencegah kontaminasi aerosol dengan menyedot
sejumlah besar darah dan air liur yang dikeluarkan selama perawatan. Peserta penelitian
saat ini menunjukkan tingkat kepatuhan yang tinggi yaitu (86,80%). Protective Mouth
Rinse (PMR) dengan (0,2%) chlorhexidine juga merupakan metode lain untuk mencegah
penyebaran splatter selama prosedur perawatan gigi. Sebuah penelitian mengungkapkan
bahwa PMR dapat mengurangi jumlah patogen di mulut pasien jika mereka menggunakan
obat kumur. Dalam penelitian ini peserta menggunakan metode PMR hanya berkisar
(47,20%) yang artinya persentasenya rendah.

3.8 Pengendalian Kecelakaan

Aspek pertama dari pengendalian kecelakaan adalah memiliki protokol untuk


menangani instrumen tajam selama prosedur perawatan gigi. Hampir (50%) peserta
melakukan protokol tersebut, untuk menangani kecelakaan selama prosedur perawatan
gigi, persentase ini rendah dibandingkan dengan yang lain di mana (81,0%) dokter gigi
memiliki protokol yang jelas untuk perawatan darurat kecelakaan benda tajam lainnya.
Aspek penting kedua dari pengendalian kecelakaan adalah memiliki wadah tahan benda
tajam di klinik. Studi ini menunjukkan bahwa persentase yang tinggi (90,60%) memiliki
wadah tahan tusukan untuk instrumen tajam di klinik mereka. Pembuangan limbah medis
adalah aspek penting ketiga dari pengendalian kecelakaan yang termasuk dalam
penelitian saat ini. Merkuri, perak, timbal, darah, benda tajam, dan bahan kimia harus
dikelola sebagai limbah berbahaya untuk melindungi lingkungan dari bencana. Persentase
peserta yang sangat rendah dalam penelitian ini (24,90%) dalam pembuangan limbah
medis.

7
3.9 Kesimpulan Kasus

Kesimpulannya, penelitian yang dilakukan di antara klinik gigi di distrik Tulkarm


dan Nablus mengungkapkan kebutuhan kritis terhadap kepatuhan yang ketat dan
kepatuhan terhadap protokol pengendalian infeksi di antara dokter gigi di kedua distrik
untuk mencegah penularan penyakit menular di setiap layanan kesehatan.

8
BAB IV

KAITAN DENGAN TEORI


4.1 Infeksi
4.1.1 Pengertian Infeksi
Infeksi silang dapat didefinisikan sebagai transmisi agen infeksi antara pasien dan
staf dalam lingkungan klinis. Penularan dapat terjadi akibat kontak orang ke orang atau
melalui benda-benda yang terkontaminasi (fomites). Organisme yang mampu
menyebabkan infeksi silang pada manusia adalah berasal dari sumber daya manusia
lainnya, sumber hewani, dan sumber mati.

Rute umum untuk transmisi mikroba agen dalam praktik gigi menurut
Bednarsh dan Molinari (2010), dan dikonfirmasi oleh Paramashivaiah et al. (2016),
dan Upendran et al. (2020), adalah
1. Kontak langsung dengan lesi infeksius, atau air liur yang terinfeksi, atau darah,
atau bahan yang terinfeksi lainnya;
2. Kontak tidak langsung dengan benda-benda yang terkontaminasi, seperti
instrumen, permukaan lingkungan, atau peralatan;
3. Menghirup mikroorganisme di udara yang dapat tetap tersuspensi sebagai aerosol
di udara untuk waktu yang lama;
4. Kontak mukosa konjungtiva, hidung, atau mulut dengan tetesan seperti percikan
darah, air liur, atau sekret nasofaring yang mengandung mikroba dari orang yang
terinfeksi yang penyebarannya melalui batuk, bersin, atau berbicara.
Dalam praktik gigi, jalur transmisi infeksi digambarkan sebagai "horizontal". Ini
bisa dari pasien ke operator, dari operator ke pasien, dan dari pasien ke pasien (Smith &
Smith, 2014).
4.1.2 Risiko Penularan Penyakit Dan Infeksi

4.1.2.1 Infeksi di udara

Flu biasa dan tuberkulosis. Ketika aerosol dibuat, misalnya, dengan instrumen
berkecepatan tinggi, berbagai ukuran tetesan diproduksi. Nasib mereka tergantung pada
ukuran mereka. Tetesan berdiameter lebih besar dari 100 μm disebut percikan dan
mengendap dengan sangat cepat pada permukaan sebagai akibat dari tarikan gravitasi;

9
mereka mencemari apa pun yang ada di depan dan di bawah pasien. Tetesan kecil
berdiameter kurang dari 100 μm menyumbang sebagian besar tetesan yang dibuat.
Mereka menguap seketika dan tetap tersuspensi atau tersuspensi di udara selama berjam-
jam sebagai inti tetesan, yang terdiri dari sekresi saliva kering atau serum dan organisme
apa pun yang mungkin dikandungnya. Akhirnya, mereka jatuh ke tanah. Secara praktis,
ini menggarisbawahi pentingnya ventilasi yang memadai dari lingkungan klinis, terutama
selama penggunaan instrumen pembuat aerosol dan desinfeksi rutin permukaan operasi.

4.1.2.2 Infeksi melalui benda tajam dan cedera jarum suntik

Rute utama infeksi silang dalam operasi gigi adalah melalui kulit atau mukosa
karena kecelakaan yang melibatkan benda tajam atau cedera jarum suntik. Ada bukti
bahwa penularan hepatitis B dari pasien ke dokter gigi dan sebaliknya telah terjadi dengan
cara ini.

Terjadinya infeksi silang dikarenakan adanya penularan agen infeksi antara pasien
dengan tenaga kesehatan atau sebaliknya. Penularan infeksi ini dapat terjadi melalui
droplet, darah, saliva dan instrument yang terkontaminasi. Tenaga kesehatan termasuk
dokter gigi dan asisten gigi sangat berisiko terhadap penyakit menular, diantaranya yaitu
sebesar 1,6% dokter gigi dan asisten gigi terinfeksi Hepatitis C dan sebesar 6,1% dokter
gigi dan asisten gigi terinfeksi Hepatitis B.

Pelayanan praktik dokter gigi sangat berisiko terjadi penularan infeksi, didapatkan
adanya peningkatan frekuensi mikroorganisme sebelum perawatan sebesar 33,3% dan
sesudah perawatan sebesar 80% di udara ruang praktik serta peningkatan mikroorganisme
sebelum perawatan sebesar 18,3% dan sesudah perawatan 70% di permukaan dental unit.
Kemudian juga terdapat kontaminasi bakteri pada kaca mulut yang tidak dilakukan
pembersihan sebelum sterilisasi dan desinfeksi.

Dari hal tersebut di atas, jelas bahwa jumlah penyakit menular yang mungkin
terpapar oleh personel gigi selama hari kerja bisa sangat besar. Beberapa langkah tersedia
untuk personel gigi (dokter gigi, ahli kebersihan gigi, asisten bedah gigi, perawat gigi
sekolah, teknisi laboratorium gigi dan teknisi radiologi) untuk memutus rantai infeksi
silang ini bisa dengan:

10
1. Evaluasi pasien
2. Perlindungan pribadi
3. Sterilisasi dan disinfeksi
4. Pembuangan limbah yang aman
5. Asepsis laboratorium.

4.1.3 Pemutusan Rantai Infeksi


Terdapat beberapa elemen dalam protokol pengendalian infeksi yang
komprehensif, sebagai berikut :
4.1.3.1 Evaluasi Pasien
Riwayat medis pasien harus diambil secara menyeluruh dan diperbarui pada saat
kunjungan selanjutnya. Riwayat medis dapat mengungkapkan penyakit yang penting
dalam kaitannya dengan infeksi silang dan relevan dengan prosedur gigi yang akan
dilakukan dan harus selalu didukung dengan diskusi langsung dengan pasien.
4.1.3.2 Perlindungan Personal
1) Kebersihan diri
Kebersihan diri semua anggota staf yang secara langsung atau tidak langsung
berhubungan dengan pasien merupakan hal yang penting. Kode kebersihan harus diikuti
secara ketat sehingga akan sangat mengurangi infeksi silang di klinik gigi. Secara umum,
ketika bekerja dengan pasien, staf atau petugas harus memperhatikan tindakan
pencegahan berikut:
• Menahan diri dari menyentuh apapun yang tidak diperlukan untuk prosedur tertentu.
• Tutupi luka dan memar pada jari dengan pembalut karena dapat menjadi pintu masuk
yang mudah bagi patogen.
• Rambut harus tetap pendek atau diikat, atau jaring rambut harus dipakai.
• Jaga agar kuku tetap pendek dan bersih.
• Wastafel bersih khusus harus disediakan di klinik untuk mencuci tangan, dan keran
harus dioperasikan dengan kontrol siku atau kaki atau sensor.
• Cuci tangan secara menyeluruh sebelum dan sesudah merawat setap pasien
menggunakan pencuci tangan antimikroba (seperti klorheksidin glukonat).
2) Pakaian Pelindung
Sebaiknya menggunakan pakaian yang steril dan harus diganti setidaknya setiap
hari, terlebih jika pakaian terlihat terkontaminasi. Pakaian yang sangat terkontaminasi

11
harus ditangani atau diletakkan secara terpisah. Dan juga dapat mengenakan celemek
vinil tahan air tambahan untuk melindungi pakaian dalam saat bekerja di area
laboratorium (misalnya, pemangkasan gigi palsu).
3) Alat Pelindung Diri (APD)
Langkah-langkah kebersihan pribadi mengurangi tingkat kemungkinan patogen
pada tubuh dan pakaian kita, meskipun tidak sepenuhnya menghilangkannya. Untuk
meminimalkan penyebaran organisme lebih lanjut dari staf ke pasien (dan sebaliknya),
penghalang pelindung berikut harus digunakan:
a. Sarung tangan
Tujuan utama pemakaian sarung tangan untuk menetapkan standar kebersihan
yang wajar untuk melindungi personel gigi dan pasien. Disarankan untuk mengganti
sarung tangan setidaknya setiap jam selama prosedur operasi yang lama pada pasien yang
sama. Ketika telah selesai melakukan kontak dengan pasien, sarung tangan harus segera
dilepas. Kemudian mencuci tangan dengan sabun antimikroba sebelum meninggalkan
klinik.
Ada tiga jenis sarung tangan utama yang digunakan dalam kedokteran gigi:
1. Sarung tangan lateks pelindung yang bersih, berkualitas tinggi harus digunakan setiap
kali memeriksa mulut pasien atau memberikan perawatan gigi rutin ketika tidak ada
prosedur pertumpahan darah yang dilakukan
2. Sarung tangan steril harus digunakan untuk prosedur pembedahan atau prosedur yang
dapat menyebabkan pengeluaran darah.
3. Sarung tangan utilitas tugas berat harus digunakan untuk membersihkan instrumen atau
permukaan atau menangani bahan kimia.
b. Pelindung mata
Pelindung mata harus dipakai oleh dokter gigi dan personel pendukung yang dekat
selama semua prosedur untuk melindungi konjungtiva dari percikan dan serpihan yang
dihasilkan oleh handpiece berkecepatan tinggi, penskalaan (manual atau ultrasonik), dan
pemolesan dan pembersihan instrument.
c. Masker
Mengenakan masker, seperti masker bedah, adalah tindakan higienis yang
diperlukan, terutama selama instrumentasi berkecepatan tinggi, karena dapat mencegah

12
inhalasi aerosol yang terkontaminasi yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan
atas dan bawah. Kemanjuran filtrasi aerosol tersebut tergantung pada:
• Bahan yang digunakan untuk pembuatan masker (masker kertas lebih rendah dari jenis
fiber glass dan polypropylene)
• Lama waktu pemakaian masker: masa pakai masker diperkirakan sekitar 30–60 menit,
terutama jika masker basah.
• Selalu pastikan bahwa masker disesuaikan dengan baik sehingga hidung dan mulut
tertutup sepenuhnya.
• Masker tidak boleh disentuh dengan sarung tangan selama perawatan atau dipakai di
luar zona perawatan.
d. Rubber dam isolation
Sebisa mungkin, rubber dam harus digunakan dalam prosedur operasi untuk
meminimalkan produksi air liur dan aerosol yang terkontaminasi darah. Penggunaan
rubber dam selama prosedur operasi bertujuan untuk:
• Memberikan bidang visual yang jelas saat jaringan ditarik
• Meminimalkan kontak instrumen dengan mukosa (sehingga meminimalkan cedera
jaringan dan perdarahan selanjutnya)
• Mengurangi pembentukan aerosol, karena pengumpulan air liur tidak terjadi pada
permukaan rubber dam
• Meminimalkan penarikan kembali cairan mulut yang terkontaminasi ke dalam sistem
air unit gigi karena rubber dam mencegah pengumpulan cairan mulut dan kemungkinan
tersedot kembali ke saluran air.
4) Menangani benda tajam dan cedera terkait
Alat-alat dengan tepi tajam banyak digunakan dalam kedokteran gigi (misalnya
jarum, bilah, bur, file endodontik, kabel ortodontik, dan pita matriks).
• Daftar semua jenis benda tajam yang digunakan dalam praktik harus disimpan,
mengidentifikasi yang sekali pakai dan yang dapat digunakan kembali
• Wadah benda tajam yang harus digunakan di setiap area kerja, disimpan sedekat
mungkin dengan tempat penggunaan.
• Tidak boleh diletakkan dalam 1 wadah secara berlebihan dan harus ditutup dengan
benar untuk mencegah gangguan
5) Prosedur imunisasi

13
Praktisi harus memiliki kebijakan tertulis tentang vaksinasi (termasuk pemberian
booster). Imunisasi dilakukan agar mengurangi jumlah pekerja terinfeksi penyakit dan
mengurangi terjadinya transmisi. Dengan dilakukannya imunisasi maka dapat
memberikan kekebalan pada tubuh.

4.2 Kontrol Infeksi


4.2.1 Pengertian Kontrol Infeksi

Kontrol infeksi adalah suatu upaya pencegahan penyebaran mikroorganisme, baik


dari pasien ke pasien lainnya, pasien ke operator, operator ke pasien, operator ke
lingkungan dan lingkungan ke pasien (Infection Control Resource Centre, 2016). Kontrol
infeksi yang efektif adalah salah satu indikator penting menunjukkan tercapainya
pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang baik.

Infection Control Risk Assessment (ICRA) merupakan suatu sistem pengontrolan


pengendalian infeksi yang terukur dengan melihat kontinuitas dan probabilitas aplikasi
pengendalian infeksi di lapangan berbasiskan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan:
mencakup penilaian beberapa aspek penting pengendalian infeksi seperti kepatuhan cuci
tangan, pencegahan penyebaran infeksi, manajemen kewaspadaan kontak (Lardo,
dkk.2016).

Menurut Komite PPI (2014) prosedur penerapan ICRA dilakukan secara


komprehensif dengan melibat seluruh satuan kerja (satker) yang ada. Dengan tujuan
tercapainya perlindungan dari risiko infeksi. Adapun Komponen metode ICRA meliputi:
standar prosedur operasional (SPO), monitoring kelayakan fasilitas seperti: alat medik,
non medik, kelayakan bangunan, kebersihan lingkungan, pengelolaan limbah, edukasi
dan kepedulian staf.

4.2.2 Standar Kontrol Infeksi

Rekomendasi pertama untuk kontrol infeksi di kedokteran gigi pertama kali


muncul pada tahun 1980an, yang hanya berfokus pada transmisi pathogen melalui darah.
Rekomendasi ini menekankan keharusan untuk menganggap darah dan cairan tubuh lain
yang terkontaminasi dengan darah dari semua pasien sebagai berpotensi menular. Standar

14
kewaspadaan berlaku untuk kontak dengan darah; semua cairan tubuh, sekresi dan
ekskresi kecuali keringat, terlepas dari apakah mereka mengandung darah; kulit tidak
utuh; dan membran mukosa.

Namun, ada situasi khusus dimana infeksi diketahui memiliki potensial


kemampuan transmisi yang tinggi, tindakan pencegahan tambahan harus dilaksanakan.
Hal ini termasuk situasi berurusan dengan pasien baik yang memiliki atau diduga
terinfeksi dengan patogen virulen yang ditularkan melalui: udara atau droplet
(tubercolosis, influenza, dan cacar air); dan kontak langsung atau tidak langsung dengan
sumber yang sudah terkontaminasi (Staphylococcus aureus).

Hal ini memerlukan beberapa prosedur baru, seperti: isolasi pasien, ventilasi
ruangan yang memadai, alat proteksi pernafasan, dan penundaan non-darurat prosedur
perawatan gigi.

4.3. Prosedur kontrol infeksi di kedokteran gigi

Fitur utama dalam protokol pengendalian infeksi yang komprehensif adalah


evaluasi pasien, perlindungan pribadi, pembersihan instrumen, sterilisasi dan
penyimpanan, penggunaan sekali pakai, pembersihan dan disinfeksi permukaan, asepsis
laboratorium, pembuangan limbah dan pelatihan staf, termasuk pendidikan
berkelanjutan.

 Evaluasi Pasien

Suatu riwayat medis yang menyeluruh harus diambil dari dari setiap pasien dan
diperbarui di setiap kunjungan. Hal ini tidak hanya baik untuk praktek klinis, tetapi juga
dapat mengungkapkan penyakit yang penting dalam kaitannya dengan infeksi silang dan
relevan dengan prosedur gigi yang akan dilakukan.

 Personal Protection

Perlindungan untuk diri sendiri mencakup pakaian klinik yang sesuai, kebersihan
pribadi, berbagai alat pelindung (sarung tangan, pelindung mata, masker wajah, rubber
dam isolation) dan prosedur imunisasi. Sebisa mungkin, rubber dam harus digunakan
dalam prosedur operasi untuk meminimalkan produksi aerosol yang terkontaminasi air

15
liur/darah. Untuk meminimalisir infeksi silang dari aerosol, dapat menggunakan aspirator
berkecepatan tinggi yang efisien.

Untuk menghindari cedera dari benda tajam, pahami semua prosedur penanganan
benda tajam, dimana hal ini harus menjadi bagian integral dari pendidikan staf. Banyak
alat-alat yang tajam digunakan dalam kedokteran gigi seperti jarum, endodontic files,
orthodontic wires,dll. Semua jenis benda tajam yang digunakan dalam praktik harus
disimpan dengan baik dan mengidentifikasi yang sekali pakai dan yang dapat digunakan
kembali.

Praktisi harus memiliki kebijakan tertulis tentang vaksinasi (termasuk pemberian


booster) dari semua staf dan menjaga catatan imunisasi terkini tentang diri sendiri dan
para staf, yang tentu saja harus dirahasiakan.

 Dekontaminasi

Dekontaminasi adalah proses di mana barang-barang yang dapat digunakan


kembali menjadi aman untuk digunakan lebih lanjut dan untuk ditangani oleh staf.
Dekontaminasi diperlukan untuk meminimalkan risiko infeksi silang antara pasien dan
antara pasien dan staf. Dekontaminasi meliputi langkah-langkah pembersihan, desinfeksi
dan sterilisasi. Sterilisasi adalah proses yang membunuh atau menghilangkan semua
organisme (dan sporanya) dalam suatu bahan atau benda. Disinfeksi adalah proses
membunuh atau menghilangkan organisme patogen pada suatu bahan atau benda, tidak
termasuk spora bakteri, sehingga tidak menimbulkan ancaman infeksi. Antisepsis adalah
aplikasi bahan kimia secara eksternal pada kulit atau mukosa untuk menghancurkan
organisme atau untuk menghambat pertumbuhannya (semua antiseptik adalah
desinfektan tetapi tidak semua desinfektan adalah antiseptik).

16
BAB V

KESIMPULAN

Infeksi silang dapat didefinisikan sebagai transmisi agen infeksi antara pasien dan
staf dalam lingkungan klinis. Penularan dapat terjadi melalui udara dan benda-benda yang
terkontaminasi (fomites) seperti benda tajam dan cedera jarum suntik. Upaya pencegahan
infeksi melalui penyebaran mikroorganisme, baik dari pasien ke pasien lainnya, pasien
ke operator, operator ke pasien, operator ke lingkungan dan lingkungan ke pasien dapat
dilakukan dengan kontrol infeksi. Tujuan utama dari tindakan pencegahan penyebaran
penyakit infeksi adalah mengurangi suatu resiko kontak dengan mikroorganisme patogen
dan menciptakan suatu lingkungan yang bersih dan aman bagi pasien beserta para pekerja
yang berada di bidang kedokteran gigi. Infection Control Risk Assessment (ICRA)
merupakan suatu sistem pengontrolan pengendalian infeksi yang terukur dengan melihat
kontinuitas dan probabilitas aplikasi pengendalian infeksi di lapangan berbasiskan hasil
yang dapat dipertanggungjawabkan. Fitur utama dalam protokol pengendalian infeksi
yang komprehensif adalah evaluasi pasien, perlindungan pribadi, pembersihan instrumen,
sterilisasi dan penyimpanan, penggunaan sekali pakai, pembersihan dan disinfeksi
permukaan, asepsis laboratorium, pembuangan limbah dan pelatihan staf, termasuk
pendidikan berkelanjutan. Kontrol infeksi yang efektif adalah salah satu indikator penting
menunjukkan tercapainya pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang baik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Junaidi, Kurnianti, R. and Raz, P. (2018) ‘Penerapan Metode Infection Control


Risk Assesment (Icra) Untuk Mencegah Infeksi Silang Di Klinik Jurusan Keperawatan
Gigi Poltekkes Kemenkes Jambi’, Jurnal Kesehatan Gigi, 05(2).

Menawi, W., Sabbah, A., & Kharraz, L. (2021). Cross-infection and infection
control in dental clinics in Nablus and Tulkarm districts. BMC microbiology, 21(1), 1-11.

Nnaji, C. E., Ime, A. U., Nwatu, J. C., Okolo, P. U., Ochiagha, C. S., Nwachukwu,
J. O., & Onyeabor, H. C. (2021). Infection control in dentistry. Orapuh Literature
Reviews, 1(1), OR001-OR001.
S., Lakshman. (2012). Essential Microbiology for Dentistry : Fourth Edition.
Elsevier Ltd.

Sholekhah, N. K. et al. (2021) ‘Importance of Infection Control Through


Screening, Inspection, Problem Analysis and Treatment Procedures in Dental Practice’,
ODONTO : Dental Journal, 8(2), p. 32. doi: 10.30659/odj.8.2.32-42.

18

Anda mungkin juga menyukai