Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MAKALAH ASKEB PATOLOGI REPRODUKSI

(GONORHEA)

DISUSUN OLEH :
PURWANINGSIH HARTATI (NIM 22181A0602)
SITTI CHADIJAH AZIZ (NIM 22181A0607)
SILVIANI (NIM 22181A0603)
LISA WITA SABA (NIM 22181A0605)
LYDIA KESAULYA (NIM 22181A0601)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN DAN PROFESI BIDAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA
TAHUN 2023
DAFTAR ISI

COVER ………………………………………………………………………………………..…...i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………….... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………….2
C. Tujuan ……………………………………………………………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Gonorhea…… ………………………..………………………………………...3
B. Klasifikasi Gonorhea ………………………………………………………..……………...3
C. Etiologi dan morfologi ……………………………………………………………..………5
D. Faktor resiko ………………………………………………………………………………..6
E. Gejala Klinik ……………………………………………………….………………………6
F. Diagnosis …………………………………………………….…………………………….6
G. Komplikasi …………………………………………………………………………………9
H. Penatalaksanaan ……………………………………………………………………………9

BAB III PENUTUP


Kesimpulan ………………………………………………………………………..………………13

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………..……………14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gonore atau penyakit kencing nanah adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS)
yang paling sering terjadi. Gonore disebabkan oleh bakteri diplokokus gram negatif, Neisseria
gonorrhoeae (N. gonorrhoeae), yang menginfeksi membran mukosa dari urethra, endocervix,
rectum, dan pharynx. Infeksi ini bisa tidak menimbulkan gejala (Morel, 2010). Gonore
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting dan kedua tersering dari IMS di
Amerika. Gonore dapat ditularkan melalui hubungan seks vaginal, anal dan oral dengan pasangan
yang terinfeksi bakteri N. gonorrhoeae. Gonore juga dapat ditularkan melalui ibu yang sedang
mengandung kepada bayi yang ada dalam kandungannya selama proses melahirkan bayi tersebut
sehingga menyebabkan ophtalmia neonatorum dan systemic neonatal infection (Wong, 2016).
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada perempuan berbeda dengan laki-laki. Hal
ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin laki-laki dan perempuan. Pada
perempuan, penyakit akut maupun kronik, gejala subjektif jarang ditemukan dan hampir tidak
pernah didapati kelainan objektif. Pada umumnya perempuan datang berobat kalau sudah ada
komplikasi. Gejala pertama pada laki-laki berupa uretritis sedangkan pada perempuan berupa
uretritis dan servisitis. Masa tunas gonore sangat singkat, pada laki-laki umumnya berkisar 2-5
hari, kadang lebih lama. Gejala tersebut dapat menyebabkan komplikasi lokal maupun sistemik
selain itu juga dapat menyebabkan komplikasi diseminata seperti artritis, miokarditis,
endokarditis, perikarditis, meningitis, dan dermatitis (Daili, 2014).
Menurut WHO, pada tahun 2008 terjadi peningkatan infeksi N. gonorrhoeae yang
signifikan selain di benua Eropa dan daerah Timur Tengah, yaitu dari sebanyak 87,7 juta kasus
pada tahun 2005 menjadi 106,1 juta kasus pada tahun 2008. Pada Benua Afrika insidensi
penderita gonore perempuan sebanyak 9,6 juta kasus, sedangkan laki-laki sebanyak 11,6 juta
kasus. Pada Tahun 2008, di Benua Amerika penderita gonore perempuan 4,4 juta kasus,
sedangkan laki-laki sebanyak 6,6 juta kasus. Di Asia Tenggara insidensi penderita gonore
perempuan sebanyak 7,5 juta kasus, sedangkan laki-laki 18,0 juta kasus. Insidensi penderita
gonore perempuan di Benua Eropa sebanyak 1,9 juta kasus, sedangkan laki-laki sebanyak 1,6 juta
kasus. Di Timur tengah insidensi penderita gonore perempuan sebanyak 1,2 juta kasus sedangkan
laki-laki 1,9 juta kasus.
Gonore dapat disembuhkan dengan pemberian antibiotik. Pengobatan antibiotik ini akan
diberikan kepada seseorang dengan hasil tes gonore positif, seseorang yang berhubungan seks
dengan pasangan yang terinfeksi dengan ada atau tidak adanya gejala dalam kurun waktu enam
puluh hari, dan bayi yang lahir dari ibu yang menderita gonore (Marshall, 2014).
Upaya pencegahan yang harus dilakukan agar tidak tertular IMS adalah dengan
menanyakan kepada pasangan sebelum berhubungan seksual apakah pasangan anda sedang
menderita gonore, gunakan kondom dengan benar setiap kali berhubungan seks, berpikir dua kali
sebelum berhubungan seks terutama jika bukan dengan pasangan tetap, batasi jumlah pasangan
dalam berhubungan seks, dan mengetahui status diri sendiri apakah sedang menderita IMS
sehingga dapat menjauhkan pasangan dari risiko tertular IMS (Center for Disease Control and
Prevention, 2016).
1

B. Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian gonorrhea atau kencing nanah?
2.    Macam-macam klasifikasi gonorrhea atau kencing nanah?
3.    Apa penyebab (etiologi) dan morfologi gonorrhea atau kencing nanah?
4. Apa saja factor resiko dari gonorrehea atau kencing nanah?
5. Apa saja gejala klinik gonorrehea atau kencing nanah?
6.    Bagaimana cara mendiagnosis gonorrehea atau kencing nanah?
7. Apa saja komplikasi dari gonorrehea atau kencing nanah?
8.    Bagaimana penanganan yang diberikan pada gonorrhea atau kencing nanah?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan lebih memahami tentang
penyakit gonorrehea atau kencing nanah.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian gonorrhea atau kencing nanah
b. Untuk mengetahui macam-macam klasifikasi gonorrhea atau kencing nanah.
c. Untuk mengetahui factor resiko dari gonorrehea atau kencing nanah.
d. Untuk mengetahui gejala klinik gonorrehea atau kencing nanah.
e. Untuk mengetahui penyebab (etiologi) dan morfologi gonorrhea atau kencing nanah.
f. Untuk mengetahui cara mendiagnosis gonorrehea atau kencing nanah.
g. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari gonorrehea atau kencing nanah.
h. Untuk mengetahui bagaimana cara penanganan yang diberikan pada gonorrhea atau
kencing nanah.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi gonore
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (2015), gonore adalah
penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae yang dapat
menginfeksi baik pria dan wanita yang mengakibatkan infeksi pada alat kelamin, rektum
dan tenggorokan.

2. Klasifikasi gonore
Centers for Disease Control and Prevention (2015) mengklasifikasikan gonore
menjadi 4 golongan yaitu:
a. Infeksi gonokokal non komplikasi/ Uncomplicated Gonococcal Infections.
Infeksi gonokokal yang termasuk dalam golongan ini adalah infeksi gonokokal
urogenital (serviks, uretra dan rektum), faring dan gonokokal konjungtivitis.
Contoh infeksi gonokokal non komplikasi untuk lebih jelas ditunjukkan pada Gambar

1.

Gambar 1. Contoh infeksi gonokokal non komplikasi (A) infeksi gonokokal serviks
(B) infeksi gonokokal uretra (C) infeksi gonokokal faring (D) infeksi gonokokal
konjungtivis (Centers for Disease Control and Prevention, 2005)

3
b. Infeksi gonokokal diseminasi/ Disseminated Gonococcal Infections.
Infeksi gonokokal diseminasi ditandai dengan munculnya lesi pada kulit,
arthritis dan seringkali komplikasi perihepatitis, endokarditis dan meningitis.
Contoh infeksi gonokokal diseminasi untuk lebih jelas ditunjukkan pada Gambar
2.

Gambar 2. Contoh infeksi diseminasi gonokokal (A) infeksi gonokokal lesi pada jari (B)
infeksi gonokokal lesi pada kaki (C) infeksi gonokokal arthritis (Centers forDisease
Control and Prevention, 2005).

c. Infeksi gonokokal pada neonatus/ Gonococcal Infections Among Neonates.


Infeksi gonokokal dapat menjadi masalah serius bagi ibu hamil yang terinfeksi
dikarenakan dapat mengakibatkan ophtalmia neonatorum/ infeksi konjungtivitis
pada bayi baru lahir sehingga terjadi kebutaan pada bayi baru lahir. Infeksi
gonokokal pada neonatus terdiri dari ophtalmia neonatorum dan gonococcal
scalp abscesses, untuk lebih jelas ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 3. Contoh infeksi gonokokal neonatus (A) ophtalmia


neonatorum (B) gonococcal scalp abscesses (Centers for
DiseaseControl and Prevention, 2005)

4
d. Infeksi gonokokal pada bayi dan anak/ Gonococcal Infections Among Infants
and Children.
Golongan klasifikasi ini sama dengan golongan infeksi gonokokal non
komplikasi dan infeksi gonokokal diseminasi, tetapi golongan ini dibuat untuk
memberikan panduan pengobatan yang lebih efektif berdasarkan usia.

3. Etiologi dan morfologi


Infeksi gonore disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Bakteri Neisseria
gonorrhoeae bersifat gram negatif, yang terlihat di luar atau di dalam sel
polimorfonuklear (leukosit), tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati pada keadaan
kering, tidak tahan suhu di atas 39° C dan tidak tahan terhadap zat desinfektan (Jawas &
Murtiastutik, 2008).

Gambar 4. Bakteria Neisseria gonorrhoeae (Centers for Disease Control and


Prevention, 2005).

Kumar (2012) membagi bakteri Neisseria gonorrhoeae menjadi 4 macam


morfologi koloni yaitu T1, T2, T3, T4. Koloni T1 dan T2 kecil dan memiliki pili
sedangkan koloni T3 dan T4 lebih besar, lebih datar dan tidak memiliki pili. Pili akan
memfasilitasi adhesi cocci ke permukaan mukosa dan meningkatkan virulen sehingga
strain yang memiliki pili (T1 dan T2) lebih efisien serta memiliki virulensi yang lebih
tinggi dibandingkan non pili (T3 dan T4). Pili akan melekat pada mukosa epitel dan
akan menimbulkan reaksi inflamasi. Hanya pili tipe I dan II yang patogen terhadap
manusia.

5
4. Faktor resiko

Manhart et al. (2004) dalam penelitiannya menjelaskan beberapa faktor resiko


penularan infeksi gonore antara lain :
a. Usia muda (18-39 tahun)
b. Berganti-ganti pasangan seksual
c. Homoseksual
d. Status sosial ekonomi yang rendah
e. Mobilitas penduduk yang tinggi
f. Tidak menggunakan kondom
g. Seks anal
h. Memiliki riwayat penyakit menular seksual

5. Gejala klinik
Irianto (2014) menjelaskan bahwa gejala infeksi gonore mungkin muncul 1 sampai
14 hari setelah terpapar, meskipun ada kemungkinan untuk terinfeksi gonore tetapi tidak
memiliki gejala. Pada wanita, muncul cairan vagina yang banyak dengan warna kuning
atau kehijauan dengan bau yang menyengat. Pada pria, muncul cairan putih atau kuning
(nanah) keluar dari penis. Pada umumnya penderita juga akan mengalami sensasi
terbakar atau nyeri saat buang air kecil dan cairan yang keluar dari penis.

6. Diagnosis
Kementerian Kesehatan RI (2011) memberikan pedoman tentang tata cara
melakukan diagnosis gonore yang terdiri dari:
a. Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan oleh tenaga medis atau paramedis dengan
menanyakan beberapa informasi terkait penyakit kepada pasien untuk membantu
menentukan faktor resiko pasien, menegakkan diagnosis sebelum melakukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di daerah sekitar genital pria atau wanita dengan
bantuan lampu sorot yang dilakukan oleh tenaga kesehatan ahli. Jenis pemeriksaan
yang dilakukan pada wanita dan pria memiliki perbedaan seperti:
6

a) Pasien wanita, diperiksa dengan berbaring pada meja ginekologik dengan posisi
litotomi. Pemeriksaan dilakukan dengan memisahkan kedua labia dan
diperhatikan adanya tanda kemerahan, pembengkakan, luka/ lecet, massa atau
duh tubuh vagina (cairan yang keluar dari dalam vagina, bukan darah dan
bukan air seni).

Gambar 5. Posisi litotomi (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

b) Pasien pria, diperiksa dengan posisi duduk/ berdiri. Pemeriksaan dilakukan


dengan melihat pada daerah penis adanya tanda kemerahan, luka/ lecet, duh
tubuh uretra (cairan yang keluar dari uretra, bukan darah dan bukan air seni) dan
lesi lain. Pada pasien pria sebelum dilakukan pemeriksaan diharapkan untuk
tidak berkemih selama 1 jam (3 jam lebih baik).

c. Pengambilan spesimen
Pengambilan spesimen berdasarkan Kementerian Kesehatan RI (2011) dengan
gejala duh tubuh uretra terdiri dari:
a) Pasien laki-laki, pengambilan bahan duh tubuh genitalia dengan sengkelit
steril atau dengan swab berujung kecil.

Gambar 6. Pengambilan spesimen pada pria (Kementerian Kesehatan RI, 2011).


7
b) Pasien wanita sudah menikah, pengambilan spesimen dilakukan dengan
menggunakan spekulum steril yang dimasukkan kedalam vagina.
c) Pasien wanita belum menikah, pengambilan spesimen dilakukan tidak
menggunakan spekulum karena dapat merusak selaput darahnya, tetapi
digunakan sengkelit steril untuk pengambilan spesimen dari dalam vagina.

d. Pemeriksaan laboratorium
Menurut Daili (2009), pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan cara:
a) Pemeriksaan gram
Pemeriksaan gram dengan menggunakan sediaan langsung dari duh uretra
yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi terutama pada duh uretra pria,
sedangkan duh endoserviks memiliki sensitivitas yang tidak terlalu tinggi.
Pemeriksaan ini akan menunjukkan Neisseria gonorrhoeae yang merupakan
bakteri gram negatif dan dapat ditemukan di dalam maupun luar sel leukosit.
b) Kultur bakteri
Kultur untuk bakteri N.gonorrhoeae umumnya dilakukan pada media
pertumbuhan Thayer-Martin yang mengandung vankomisin untuk menekan
pertumbuhan kuman gram positif dan kolimestat untuk menekan pertumbuhan
bakteri gram negatif dan nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur. Pemeriksaan
kultur ini merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi,
sehingga sangat dianjurkan dilakukan pada pasien wanita.
c) Tes definitif
Tes definitif dengan oksidasi akan ditemukan semua Neisseria gonorrhoeae
yang mengoksidasi dan mengubah warna koloni yang semula bening menjadi
merah muda sampai merah lembayung, sedangkan pada tes fermentasi dapat
dibedakan N.gonorrhoeae yang hanya dapat meragikan glukosa saja.
d) Tes betalaktamase
Tes ini menggunakan cefinase TM disc dan akan tampak perubahan warna
koloni dari kuning menjadi merah.

e) Tes thomson
Tes ini dilakukan dengan menampung urin setelah bangun pagi ke dalam 2
gelas dan tidak boleh menahan kencing dari gelas pertama ke gelas kedua. Hasil
dinyatakan positif jika gelas pertama tampak keruh sedangkan gelas kedua tampak
jernih.
8
e. Pemeriksaan lain
Jenis pemeriksaan lain yang dapat digunakan untuk menunjang diagnosis gonore
sesuai Kementerian Kesehatan RI (2011) terdiri dari pemeriksaan bimanual dan
pemeriksaan anoskopi.

7. Komplikasi
Komplikasi terjadi bila pengobatan tidak segera dilakukan atau pengobatan

sebelumnya tidak adekuat. Infeksi dapat menjalar ke uretra bagian belakang secara

ascendent. Pada pria, komplikasi yang dapat ditemukan yaitu epididimitis, prostatitis,

cowperitis, dan sistitis.

Pada wanita, komplikasi yang paling sering terjadi adalah Pelvic

Inflammatory Disease (PID). PID dapat menyebabkan perlukaan/scarring pada tuba

falopi yang dapat mengakibatkan meningkatnya risiko infertilitas dan kehamilan

ektopik sehingga membutuhkan hospitalisasi.

Komplikasi sistemik juga dapat terjadi, yang umumnya disebut sebagai infeksi

gonokokal diseminata. Penyebaran infeksi sistemik terjadi melalui aliran darah.

Terjadi lebih sering pada wanita dan berasosiasi erat dengan menstruasi.

Gejala yang timbul dapat berupa demam, poliarthralgia yang berpindah, dan

timbulnya pustula pada kulit. Sebanyak 1-3% dari penderita dengan infeksi gonokokal

diseminata dapat mengalami meningitis dan endokarditis.

8. Penatalaksana gonore
Manajemen terhadap infeksi gonokokal telah banyak berubah pada dekade

terakhir. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor seperti resistensi terhadap

antibiotik, ko-infeksi dengan Chlamydia, serta lokasi anatomis dari infeksi.

9
CDC merekomendasikan pengobatan ganda menggunakan dua antimikroba

dengan mekanisme kerja yang berbeda untuk menghindari resistensi. Untuk infeksi

gonore tanpa komplikasi yang terjadi di serviks, uretra, dan rektum, rejimen yang

direkomendasikan adalah seftriakson dosis tunggal 250 mg (intramuskular) ditambah

azitromisin dosis tunggal 1 gram (per oral) yang diberikan pada hari yang sama. Jika

tidak tersedia seftriakson, dapat diberikan rejimen alternatif yaitu sefiksim dosis

tunggal 400 mg (per oral) ditambah azitromisin dosis tunggal 1 gram (per oral).

Penatalaksana gonore menurut Kemenkes RI (2011) dilakukan secara kombinasi


yaitu terhadap kuman gonokokus ( N.gonorrhoeae ) dan non gonokokus (Chlamydia
trachomatis) yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Penatalaksana gonokokus menurut Kementerian Kesehatan RI (2011)


Jenis Infeksi Pengobatan Alternatif pengobatan
Gonore non
komplikasi
Uretritis, servisitis Sefiksim 400 mg dosis tunggal per Kanamisin 2 g IMa dosis
oral atau levofloksasin* 500 mg tunggal atau tiamfenikol 3,5 g
dosis tunggal per oral per oral dosis tunggal atau
seftriakson 250 mg IMa dosis
Gonore dengan tunggal
komplikasi
Sindrom nyeri perut Sefiksim 1 x 400 mg/hari peroral
bagian bawah selama 5 hari atau levofloksasin* 1 Kanamisin 1 x 2 g/hari IMa
x 500 mg/hari per oral selama 5 selama 3 hari atau tiamfenikol 1
hari x 3,5 g/hari per oral selama 5
hari atau seftriakson 1 x 250
mg/hari IMa selama 3 hari

Pembengkakan skrotum
Sefiksim 1 x 400 mg/hari peroral Kanamisin 1 x 2 g/hari IMa
selama 5 hari atau levofloksasin* 1 selama 3 hari atau tiamfenikol 1
x 500 mg/hari per oral selama 5 x 3,5 g/hari per oral selama 3
hari hari atau seftriakson 1 x 250
mg/hari IMa dosis tunggal

10
Jenis Infeksi Pengobatan Alternatif pengobatan
Gonore konjungtivitis
neonatorum
Pengobatan untuk bayi Seftriakson 50-100 mg/kgBB IMa
dosis tunggal atau kanamisin 25
mg/kgBB (maksimal 75 mg) IM
dosis tunggal

Pengobatan ibu dengan bayi Sefiksim 400 mg dosis tunggal per Kanamisin 2 g IMa dosis
yang menderita oral atau levofloksasin* 500 mg tunggal atau tiamfenikol
konjungtivitis neonatorum dosis tunggal per oral (tidak boleh 3,5 g per oral dosis tunggal
diberikan untuk ibu menyusui) atau seftriakson 250 mg
IMa dosis tunggal
Tabel 1. Lanjutan
* tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui dan anak di bawah 12 tahun
a
intramuskular

Tabel 2. Penatalaksana non-gonokokus menurut Kementrian Kesehatan RI (2011)b


Jenis Infeksi Pengobatan Alternatif Pengobatan
Non-gonokokus (klamidosis)
Ureteritis,servisitis, Azitromisin 1g, dosis tunggal, Eritromisin 4x500mg/hari, per
konjungtivitis pada ibu dengan per oral atau Doksisiklin* oral, 7 hari
bayi konjungtivitis neonatrum, 2x100mg/hari, per oral,
dan sindrom nyeri perut selama 7 hari
bagian bawah

Non-gonokokus (klamidosis)
Pembengkakan skrotum Azitromisin 1g, dosis tunggal, Eritromisin 4x500mg/hari, per
(orkitis) per oral atau Doksisiklin* oral, 7 hari atau tetrasiklin*
2x100mg/hari, per oral, 4x500mg/hari per oral selama
selama 7 hari 7 hari

Konjungtivitis neonatrum Sirup eritromisin basa,


50mg/kgBB/hari per oral, 4
kali sehari, selama 14 hari atau
Trimetoprim-sulfametoksazol
40-200mg, per oral, 2 kali
sehari selama 14 hari
* tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui dan anak di bawah 12 tahun

Penatalaksanaan gonore dilakukan dengan pemberian salah satu terapi


antibiotik yang disebabkan oleh kuman gonokokus yaitu sefiksim, levofloksasin,
kanamisin, tiamfenikol, dan seftriakson yang dikombinasikan dengan salah satu
antibiotik untuk kuman non gonokokus yaitu azitromisin, doksisiklin, dan eritromisin.

11
Sehubungan dengan meningkatnya resistensi gonore terhadap antibiotik,

telah dilakukan beberapa penelitian mengenai obat tradisional/obat herbal yang

berpotensi dalam mengobati gonore. Di antaranya adalah gingseng India (Withania

somnifera), srikaya (Annona squamosa), dan daun kemangi (Ocimum sanctum L.).

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Gonore atau penyakit kencing nanah adalah penyakit infeksi menular seksual
(IMS) yang paling sering terjadi. Gonore disebabkan oleh bakteri diplokokus gram
negatif, Neisseria gonorrhoeae (N. gonorrhoeae), yang menginfeksi membran mukosa
dari urethra, endocervix, rectum, dan pharynx. Infeksi ini bisa tidak menimbulkan
gejala. Gonore dapat ditularkan melalui hubungan seks vaginal, anal dan oral dengan
pasangan yang terinfeksi bakteri N. gonorrhoeae. Gonore juga dapat ditularkan melalui
ibu yang sedang mengandung kepada bayi yang ada dalam kandungannya selama
proses melahirkan bayi tersebut sehingga menyebabkan ophtalmia neonatorum dan
systemic neonatal infection.
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada perempuan berbeda dengan laki-
laki. Hal ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin laki-laki dan
perempuan. Gonore dapat disembuhkan dengan pemberian antibiotik. Pengobatan
antibiotik ini akan diberikan kepada seseorang dengan hasil tes gonore positif,
seseorang yang berhubungan seks dengan pasangan yang terinfeksi dengan ada atau
tidak adanya gejala dalam kurun waktu enam puluh hari, dan bayi yang lahir dari ibu
yang menderita gonore.
Upaya pencegahan yang harus dilakukan agar tidak tertular IMS adalah dengan
menggunakan kondom dengan benar setiap kali berhubungan seks, berpikir dua kali
sebelum berhubungan seks terutama jika bukan dengan pasangan tetap, batasi jumlah
pasangan dalam berhubungan seks, dan mengetahui status diri sendiri apakah sedang
menderita IMS sehingga dapat menjauhkan pasangan dari risiko tertular IMS.

13
DAFTAR PUSTAKA

Centers for Disease Control and Prevention, 2015, Sexually Transmitted Diseases
Treatment Guidelines 2015, MMWR Recommendations and Reports,
64(3), 1–137.
Daili, S.F., 2009, Infeksi Menular Seksual, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
Irianto, K., 2014, Epidemologi Penyakit Menular & Penyakit Tidak Menular,
Penerbit Alfabeta, Bandung.
Jawas, F.A. & Murtiastutik, D., 2008, Penderita Gonore di Divisi Penyakit
Menular Seksual Unit Rawat Jalan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSU Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2002–2006, Jurnal Berkala Ilmu
Kesehatan Kulit Dan Kelamin, 20(3): 217–228.
Kementerian Kesehatan RI, 2011b, Pedoman Nasional Penanganan Infeksi
Menular Seksual, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Kumar, S., 2012, Textbook Of Microbiology, Jaypee Brothers Medical Publisher
Ltd, New Delhi.
Manhart, L.E., Sevgi, O.A., King, K.H., Cathy, W.C., James, P.H., William,
L.H.W. dan Betsy, F., 2004, Influence Of Study Population On The
Identification Of Risk Factors For Sexually Transmitted Diseases Using
A Case-Control Design: The Example Of Gonorrhea, American Journal
Of Epidemiology, 160 (4): 393-402.

14

Anda mungkin juga menyukai