Anda di halaman 1dari 24

NERACA PEMBAYARAN

Kelompok 7 / LY :
- Christy Valent (125180470)
- Agus Wisman W (125180417)
- Daniel Stefanus (125170245)
- Vincentius Alvian S (125170233)
Pengertian Neraca Pembayaran
Neraca Pembayaran adalah suatu catatan aliran keuangan yang menunjukkan
nilai transaksi perdagangan dan aliran dana yang dilakukan di antara suatu
negara dengan negara lain dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun.
Atau neraca pembayaran dapat didefinisikan sebagai suatu ringkasan pembukuan
yang menunjukkan aliran pembayaran yang dilakukan dari negara-negara lain ke
dalam negeri, dan dari dalam negeri ke negara-negara lain dalam satu tahun
tertentu. Neraca pembayaran dapat dibedakan menjadi dua bagian utama, yaitu
neraca berjalan dan neraca modal.
Sistem Pencatatan pada Neraca Pembayaran
1. Debit (-)

Pengertian: Bertambahnya kewajiban atau utang penduduk dalam sebuah negara untuk melaksanakan pembayaran kepada
penduduk negara lain.

Contoh: barang atau jasa yang diperoleh dari luar negeri (impor), pembayaran denda dan bunga, pemberian hadiah serta
uang pada penduduk negara lain, penduduk yang menabungkan uangnya di luar negeri, pembelian valuta asing, investasi
jangka pendek atau panjang yang ditanamkan di negara lain.

2. Kredit (+)

Pengertian: Bertambahnya hak penduduk dalam sebuah negara guna memperoleh pembayaran dari penduduk negara lain.

Contoh: barang atau jasa yang disalurkan ke luar negeri (ekspor), penerimaan jasa dari negara asing, penerimaan bunga
serta devidend, penerimaan hadiah serta uang dari negara lain, penduduk negara lain yang menabung uangnya di dalam
negeri, penjualan valuta asing, investasi jangka panjang atau pendek yang ditanamkan penduduk dari negara lain.
Ilustrasi Hipotesis Neraca Pembayaran
Tabel 13-3 Tabel Neraca Pembayaran Hipotesis untuk Sebuah Negara Berkembang

Pos/Item Jumlah (jutaan dolar AS)

Transaksi Berjalan
Ekspor komoditas (barang) +35
Produk primer +25
Produk manufaktur +10
Impor komoditas -45
Produk primer -10
Produk manufaktur -35
Jasa-jasa (misalnya, biaya pengiriman) -5
Pendapatan investasi +1
Pembayaran angsuran utang -15
Saldo pengiriman dan transfer uang neto +2
Saldo transaksi berjalan -27
Transaksi modal
Investasi swasta asing langsung +3
Pinjaman swasta dan investasi portofolio +4
Arus bantuan resmi multilateral (neto) +3
Pinjaman +9
Amortisasi Utang -6
Arus keluar modal milik penduduk -8
Saldo transaksi modal +2
Saldo transaksi berjalan dan transaksi modal -25
Tabel Sebelum dan Sesudah Krisis Utang Tahun 1980-an

Tahun Transaksi Berjalan Transfer Keuangan Neto pada Transaksi Modal

1980 +30,6 29,5

1981 -48,6 35,9

1982 -86,9 20,1

1983 -64,0 3,7

1984 -31,7 -10,2

1985 -24,9 -20,5

1986 -46,4 -23,6

1987 -4,4 -34,0

1988 -22,4 -35,2

1989 -18,4 -29,6

1990 -3,0 -22,5


PERMASALAHAN DEFISIT NERACA
PEMBAYARAN
Indonesia saat ini merupakan bagian dari Perekonomian Global yang sangat besar. Pada Era Globalisasi seperti sekarang ini dimana
semua terasa dekat, Perdagangan Internasional serta lalu lintas masuk dan keluar Modal berkembang dengan pesat. Oleh karena itu,
Peran Neraca Pembayaran dapat terlihat jelas di masa kini. Neraca Pembayaran menjadi salah satu indikator untuk melihat kesehatan
perekonomian suatu negara selain Produk Domestik Bruto (PDB), Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Exchange Rate, dan Pertumbuhan
Ekonomi.

Neraca Pembayaran merupakan catatan yang bersifat sistematik terkait transaksi ekonomi internasional dari penduduk suatu negara
dengan penduduk negara lain. Neraca pembayaran dapat digunakan untuk melihat kondisi perekonomian eksternal suatu negara.
Transaksi Internasional yang dicatat dalam Balance of Payment menggunakan prosedur yang dinamakan Double Entry Book Keeping
yang mana setiap transaksi dicatat dua kali, satu di sisi debit dan satu lagi di sisi kredit
Neraca Pembayaran Indonesia senantiasa mengalami fluktuasi sepanjang waktu seperti yang terlihat pada tabel 1 berikut ini:

Pada tahun 2018, kita lihat Neraca Pembayaran Indonesia mengalami defisit. Hal ini tidak terlepas dari adanya defisit neraca
transaksi berjalan akibat adanya peningkatan impor non-migas dan impor minyak serta defisit pendapatan primer.
Neraca Transaksi Berjalan / Current Account Neraca Transaksi Berjalan adalah salah
satu komponen yang terdapat pada Neraca Pembayaran. Pada Neraca Transaksi Berjalan
dicatat hal-hal seperti neraca perdagangan barang dan jasa, pendapatan atas investasi serta
transaksi unilateral. Terdapat tiga pembagian dalam Neraca Transaksi Berjalan, yaitu:
neraca Ekspor dan Impor Barang, neraca Ekspor dan Impor Jasa dan Neraca Pendapatan .
Neraca Transaksi Berjalan yang positif (surplus) menandakan negara meminjamkan
kelebihan tabungannya ke negara lain, Sementara jika negatif (defisit) menandakan negara
tersebut mengalami kekurangan tabungan sehingga harus meminjam ke negara lain
TREN NERACA PEMBAYARAN
Indonesia mengalami perbaikan kondisi eksternal pada triwulan III-2019. Secara keseluruhan, neraca pembayaran memang masih defisit
46 juta dollar AS. Namun, kondisi hal ini sudah lebih baik dibandingkan dengan defisit hampir dua miliar dollar AS pada triwulan
II-2019. Perbaikan ini terjadi terutama karena neraca barang surplus 1,255 miliar dollar AS pada triwulan III-2019. Akibatnya, defisit
transaksi berjalan berkurang menjadi 7,685 miliar dollar AS, dari 8,151 miliar dollar AS pada triwulan II-2019.

Arus modal masuk ikut mengimbangi defisit transaksi berjalan. Akan tetapi, neraca pembayaran Indonesia tetap defisit karena arus
pendapatan primer negatif, sebagai repatriasi dari balas jasa modal dari orang asing, termasuk pendapatan dari ekspatriat. Pada triwulan
III-2019, pendapatan primer defisit 8,4 miliar dollar AS, yang dikompensasi sebagian oleh surplus pendapatan sekunder yang mencapai
1,78 miliar dollar AS.

Jangka pendek vs jangka panjang

Tren pada Oktober 2019, sebagai bulan pertama pada triwulan IV-2019, juga terlihat menjanjikan. Badan Pusat Statistik mengumumkan,
nilai ekspor secara bulanan tumbuh 5,92 persen. Sementara, nilai ekspor secara tahunan turun 6,13 persen. Di sisi lain, impor meningkat
3,57 persen secara bulanan, sedangkan secara tahunan turun 16 persen. Secara keseluruhan pada bulan Oktober tercipta surplus 161,3
juta dollar AS.
Bank of America memperkirakan, dalam 10 tahun mendatang, permintaan minyak dunia akan mencapai
puncaknya kemudian menurun. Pada 2030 diperkirakan pertumbuhan permintaan minyak dunia akan mencapai nol
persen per tahun. Faktor penyebabnya adalah penyebaran mobil listrik. Kendati demikian, pertumbuhan kendaraan
listrik akan terhambat kelangkaan barang tambang langka yang digunakan untuk bahan baku baterai, yaitu Lithium
dan Cobalt.

Pada 2020, kendaraan listrik hanya mengambil pangsa 5 persen dari penjualan kendaraan bermotor dunia.
Pangsa ini diramalkan akan meningkat menjadi 40 persen pada 2030 dan 95 persen pada 2050. Ditandatanganinya
Peraturan Pemerintah tentang Mobil Listrik memberi isyarat jalur ekspansi Indonesia di masa depan ke arah industri
yang mempunyai basis sumber daya dalam negeri. Nikel dan Cobalt merupakan hasil tambang Indonesia yang
menjadi elemen utama industri baterai mobil listrik. Dengan jumlah penduduk yang besar sebagai penyangga pasar,
Indonesia mempunyai prospek baik berperan dalam industri otomotif dunia di masa depan.
KRISIS HUTANG TAHUN 1980
Pembangunan ekonomi merupakan prasyarat mutlak bagi negara-negara , termasuk Indonesia, untuk memperkecil jarak
ketertinggalannya di bidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dari negara-negara industri maju. Upaya pembangunan ekonomi di
negara-negara tersebut, yang umumnya diprakarsai pemerintah, agak terkendala akibat kurang tersedianya sumber-sumber daya
ekonomi yang produktif, terutama sumberdaya modal yang seringkali berperan sebagai katalisator pembangunan. Untuk mencukupi
kekurangan sumberdaya modal ini, maka pemerintah negara yang bersangkutan berusaha untuk mendatangkan sumberdaya modal dari
luar negeri melalui berbagai jenis pinjaman.

Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran
pendapatan dan belanja negara, akibat pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Dengan
demikian, laju pertumbuhan ekonomi dapat dipacu sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Tetapi dalam jangka panjang,
ternyata utang luar negeri pemerintah tersebut dapat menimbulkan berbagai persoalan ekonomi di Indonesia. Pada masa krisis ekonomi,
utang luar negeri Indonesia, termasuk utang luar negeri pemerintah, telah meningkat drastis dalam hitungan rupiah. Sehingga,
menyebabkan pemerintah Indonesia harus menambah utang luar negeri yang baru untuk membayar utang luar negeri yang lama yang
telah jatuh tempo. Akumulasi utang luar negeri dan bunganya tersebut akan dibayar melalui APBN RI dengan cara mencicilnya pada
tiap tahun anggaran. Hal ini menyebabkan berkurangnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat pada masa mendatang, sehingga jelas
akan membebani masyarakat, khususnya para wajib pajak di Indonesia.
Upaya Pengurangan Ketidakstabilan Ekonomi Makro, Kebijakan Stabilitas IMF

Perekonomian yang tidak stabil menimbulkan biaya yang tinggi bagi perekonomian dan masyarakat.
Ketidakstabilan akan menyulitkan masyarakat, baik swasta maupun rumah tangga, untuk menyusun
rencana ke depan, khususnya dalam jangka lebih panjang yang dibutuhkan bagi investasi.Tingkat
investasi yang rendah akan menurunkan potensi pertumbuhan ekonomi panjang. Adanya
fluktuasi yang tinggi dalam pertumbuhan keluaran produksi akan mengurangi tingkat keahlian tenagakerja
yang lama menganggur. Inflasi yang tinggi dan fluktuasi yang tinggi menimbulkan biaya yang sangat
besar kepada masyarakat. Beban terberat akibat inflasi yang tinggi akan dirasakan oleh penduduk miskin
yang mengalami penurunan daya beli. Inflasi yang berfluktuasi tinggi menyulitkan pembedaan pergerakan
harga yang disebabkan oleh perubahan permintaan atau penawaran barang dan jasa dari kenaikan
umum harga-harga yang disebabkan oleh permintaan yang berlebih. Akibatnyaterjadi alokasi inefisiensi
sumber daya. Mengingat pentingnya stabilitas ekonomi makro bagi kelancaran dan pencapaian sasaran
pembangunan sosial
Pemerintah bertekad untuk terus menciptakan dan memantapkan stabilitas ekonomi makro. Salah satu
arah kerangka ekonomi makro dalam jangka menengah adalah untuk menjaga stabilitas ekonomi makro
dan mencegah timbulnya fluktuasi yang berlebihan di dalam perekonomian.
Stabilitas ekonomi makro tidak hanya tergantung pada pengelolaan besaran ekonomi makro semata,
tetapi juga tergantung kepada struktur pasar dan sektor-sektor. Untuk memantapkan stabilitas ekonomi
makro, kebijakan ekonomi makro, melalui kebijakan fiskal dan moneter yang terkoordinasi baik, harus
didukung oleh kebijakan reformasi struktural, yang ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi
pasar, antara lain pasar modal dan uang, pasar tenaga kerja
serta pasar barang dan jasa, dan sektor-sektor meliputi seperti sektor industri, pertanian, perdagangan,
keuangan dan perbankan.
Kebijakan Stabilitas IMF

IMF menilai perekonomian Indonesia terus menunjukkan kinerja yang baik dengan pertumbuhan ekonomi
yang stabil dan stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pemerintah, dan otoritas terkait telah berhasil
memitigasi dampak tekanan eksternal yang terjadi sejak awal 2018.Dewan Direktur IMF menyambut baik
fokus bauran kebijakan yang ditujukan untuk mendukung stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan,
safeguarding buffers, serta mengatasi kerentanan.Dewan Direktur IMF juga menilai positif upaya otoritas
dalam menjaga penyangga fiskal dan memperbaiki kualitas pengeluaran anggaran. IMF menilai prospek
perekonomian Indonesia tetap menjanjikan, meski juga menekankan perlunya menjaga kewaspadaan
terhadap risiko khususnya dari eksternal yang masih mengemuka.IMF juga menekankan pentingnya
melanjutkan reformasi struktural, khususnya yang terkait dengan implementasi strategi penerimaan
jangka menengah panjang dan pendalaman pasar keuangan .
Pandangan positif IMF tersebut sejalan dengan hasil asesmen Bank Indonesia yang meyakini bahwa
resiliensi perekonomian Indonesia semakin membaik. Sementara itu, Pemerintah terus melanjutkan
upaya reformasi perpajakan dan meningkatkan kualitas pengeluaran anggaran terutama untuk proyek
infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.Pemerintah dan Bank Indonesia juga akan terus melanjutkan
upaya reformasi struktural untuk memperbaiki iklim investasi, perbaikan infrastruktur, dan pendalaman
pasar keuangan.
Cara untuk Meringankan Hutang

1. Mengurangi atau bahkan membatasi import barang ataupun bahan pangan dari negara lain dengan
cara lebih memaksimalkan hasil sumber daya negara kita sendiri.
2. Mengurangi pemakaian dana belanja negara untuk anggaran-anggaran yang belum terlalu penting.
Seperti banyaknya proyek pemerintah yang molor dan tidak efektif, padahal telah mengeluarkan
dana yang tidak sedikit nominalnya.
3. Megurangi biaya anggaran yang kurang penting.
4. Mengurangi subsidi atau bahkan menghilangkan subsidi yang kurang penting bagi kepentingan
masyarakat banyak. Contohnya adalah menghilangkan subsidi BBM kecuali untuk angkutan umum
karena kebanyakan yang memakai BBM adalah kalangan menengah keatas yang memiliki
kendaraan pribadi.
5. Meningkatkan pendapatan negara dari penerimaan pajak, memaksimalkan hasil penerimaan
sumber daya alam, pendapatan bagian laba BUMN, pendapatan BLU, dan hasil dari PNPB lainnya.
KRISIS FINANSIAL GLOBAL DAN NEGARA
BERKEMBANG

● Pada tahun 2007, diawali dengan krisis subprime mortgage di AS, dunia menghadapi krisis keuangan global dan
resesi hebat di negara maju.
● Pendapatan ekspor berkurang dan pertumbuhan ekonomi menurun.
● Banyak negara berkembang bergantung pada pertumbuhan ekonomi di AS yang tinggi untuk memperluas ekspor
mereka.
● Periode pemulihannya yang lambat membuat negara-negara yang terkena dampak ini mengurangi pertumbuhan
impornya selama periode yang panjang.
● Dilakukan inisiatif kerjasama negara-negara G-20.
● Secara garis besar, isu global yang menjadi fokus G-20 terkait penanganan krisis global dibagi ke dalam tiga
kelompok, yaitu: (i) pemulihan pertumbuhan ekonomi; (ii) penataan kembali sektor keuangan; dan (iii) reformasi
lembaga keuangan internasional.
PENYEBAB KRISIS TERJADI DAN TANTANGAN
BERTAHAN
Para ekonom belum sepenuhnya sepakat mengenai akar penyebab krisis ini. Namun ada yang mengatakan krisis ini tidak
akan terjadi bila beberapa kondisi tidak terjadi.

1) Kebijakan publik yang mendorong kepemilikan rumah melalui pemberian pinjaman subprime, didorong dukungan
perusahaan pemerintah yang punya jaminan tersirat (terutama Freddie Mac dan Fannie Mae) beserta pengemasan
dan penjualan kembali pinjaman tersebut tanpa memperhitungkan risikonya.
2) Ketidakseimbangan perdagangan internasional antara Asia Timur (terutama Cina) dan negara-negara maju
(terutama AS) seiring mengalir masuknya modal ke AS.
3) Sebagian besar krisis keuangan sejak Perang dunia II dianggap berawal dari negara-negara berkembang. Krisis
hutang di Amerika Latin hingga Krisis Tequilla di tahun 1994 di Meksiko dan Krisis Ekonomi Asia Timur di tahun 1998
terjadi akibat lemahnya pasar dan lembaga keuangan negara berkembang serta ekonomi politik tidak stabil.
4) Beberapa negara berkembang mengalami pemulihan yang cepat seperti India, Brazil, terutama Cina. Selama
dasawarsa hingga krisis meletup, negara-negara berkembang pesat tersebut sangat bergantung pada ekspor ke AS
dan negara maju lainnya. Untuk merespon krisis tersebut, Presiden Obama menghimbau melipatgandakan ekspor
AS selama 5 tahun ke depan namun Cina menolak karena itu artinya negara-negara lain harus berhenti menahan
kekuatan pasar untuk menaikkan nilai tukarnya.
DAMPAK EKONOMI PADA NEGARA
BERKEMBANG
1) Pertumbuhan ekonomi : Negara berkembang lebih dapat bertahan terhadap krisis keuangan global dibandingkan
negara-negara maju karena sistem keuangan mereka tidak terkait erat dengan sistem perbankan AS dan Eropa yang
terkena imbas paling besar

2) Ekspor : Awalnya ekspor turun drastis. Untuk mengurangi defisitnya, AS berharap dapat menabung lebih banyak
seiring dolar terdepresiasi. Jika AS telah mengalami defisit perdagangan, akan ada kemungkinan terjadi sedikit pemulihan
ekspor. Pemerintahan Eropa beritikad menurunkan defisit anggaran dan meningkatkan tabungan dengan penurunan impor
negara-negara berkembang.

3) Aliran masuk investasi : Negara berkembang diperkuat oleh krisis ini karena pangsa dari investor negara
berkembang dalam aliran masuk investasi bertambah dan ini membuktikan ketahanan negara berkembang lebih baik
ketimbang aliran masuk investasi di negara maju.

4) Pasar saham negara berkembang : pelarian modal ke tempat yang lebih aman menyebabkan pasar saham negara
berkembang meningkat tajam. Salah satu negara berkembang yang perekonomiannya tumbuh pesat tersebut adalah India
dan Cina.
5) Bantuan : Bantuan dari negara maju untuk negara berkembang seperti Afrika menurun selama krisis. Meski begitu,
aliran keuangan lain seperti pengiriman uang dari pekerja luar negeri, aliran masuk investasi, dan investasi portofolio
bertambah beberapa kali lipat. Namun untuk negara miskin, tetap masih diperlukan bantuan lebih banyak.

6) Distribusi pengaruh di antara negara-negara berkembang : Pertumbuhan tinggi yang menyebar di Asia
menyebabkan beberapa negara berkembang memiliki pengaruh global yang makin kentara. Namun ketimpangan ekonomi
di antara negara-negara berkembang makin melebar.

7) Pengiriman uang oleh tenaga kerja ke negara asalnya : Awalnya pengiriman yang terjadi tinggi meski tidak mencapai
10%, kemudian pengiriman kembali menurun.

8) Kemiskinan : Pertumbuhan lebih rendah di negara maju mengurangi tingkat pengentasan kemiskinan di sebagian
negara berkembang dan sisanya mengalami peningkatan kemiskinan. Ancaman kemiskinan dan kelaparan akan
menghantui terus jika tidak segera diperbaiki.
9) Kesehatan dan pendidikan : Sejumlah besar anak-anak di Afrika terancam kematian karena kemiskinan dalam
rumah tangga terutama yang di wilayah pedesaan dan mereka punya tingkat pendidikan rendah. Dampaknya situasi
pendidikan, pekerja anak, dan akses layanan kesehatan menurun dan timbul kelaparan di Ghana.

10) Kerangka kebijakan umum : Sejumlah negara berkembang mempertimbangkan ulang fokus mereka untuk berperan lebih
besar dalam globalisasi seiring risiko dianggap lebih tinggi dibanding sebelum krisis. Namun, pertumbuhan pulih lebih cepat
dari yang diperkirakan sehingga pembahasan ini tidak dilanjutkan.
PROSPEK PEMULIHAN DAN STABILITAS
Pasca krisis, lembaga keuangan internasional dan pengamat individu memperkirakan negara-negara berkembang akan
memimpin dalam pemulihan global karena pertumbuhan produktivitas dan GDP-nya. Bank Dunia dan IMF mengindikasikan
akan ada risiko penurunan. Ada 5 alasan untuk mempertimbangkan hal ini dan skenario proyeksi menengah serupa :

1) AS masih mengalami defisit perdagangan yang tinggi. Beberapa negara yang terkena krisis punya tingkat impor di bawah
tren. Penurunan impor tidak disesuaikan dengan penurunan ekspor. Hal ini menghasilkan ketergantungan pada ekspor ke
negara berpendapatan tinggi terutama AS.

2) Defisit fiskal tinggi di hampir seluruh negara berpendapatan tinggi. Ketika perekonomian mereka berkontraksi, permintaan
agregat pun demikian sehingga mengurangi pasar ekspor. Defisit dan hutang begitu tinggi dan kapasitas politik untuk
stimulus baru masih minim. Peluang kebijakan moneter dibatasi tingkat bunga yang hampir mendekati 0. Sektor rumah
tangga sedang menghadapi kebutuhan untuk meningkatkan tabungannya, dan permintaan domestik akan berada di bawah
tren beberapa waktu.
3) Persepsi pasar berisiko tinggi gagal bayar pemerintah. Secara historis hal ini berkebalikannya untuk negara berkembang.
Kombinasi defisit fiskal yang tinggi diikuti hutang pemerintah yang besar menyebabkan hilangnya kepercayaan pada pasar.
Jika terjadi pembekuan pinjaman maka negara maju kembali ke fase penurunan tajam untuk kedua kalinya dalam resesi.
Kegagalan membayar hutang dan restrukturasi hutang besar-besaran mengancam solvabilitas bank dan berpotensi
memperluas krisis. Mengalirnya dana talangan ke India menjadi pertanda risiko ini.

4) Risiko deflasi yang tinggi menimbulkan kesulitan lain. AS merespon dengan kebijakan pelonggaran moneter (Quantitive
easing) namun hal ini mengakibatkan nilai dolar menurun dan menjadi kekhawatiran bagi eksportir di negara berkembang.
Rendahnya tingkat bunga akibat kebijakan ini juga memicu aliran keluar modal menuju negara-negara berpendapatan
menengah.

5) Manfaat ekspor produk manufaktur ke negara-negara berpendapatan tinggi masih berlangsung. Bila hal tersebut berkurang
akibat pertumbuhan yang lambat, hambatan kredit akan semakin parah, meningkatnya proteksionisme tersamar, laju
transfer teknologi dan pertumbuhan menurun.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai