Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH AUDITING 1

PERBANDINGAN SPAP DENGAN ISA

DI INDONESIA

Disusun Oleh :

Falda Rislia Aziz C1C015036


Kukuh Andini C1C016006
Aulia Risafana C1C016023
Hannisa Rahmadani Hapsari C1C016074
Rahmah Nur Indah Rahayu C1C016076

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN AKUNTANSI
PURWOKERTO

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan lancar. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Atiek Sri Purwati selaku dosen mata kuliah Auditing 1 kelas Akuntansi A
2016 yang telah memberikan tugas makalah ini sebagai sarana menambah ilmu
dan wawasan baik bagi penyusun sendiri maupun para pembaca. Terima kasih
kepada para pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk membaca makalah
ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak lain yang
membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Kami mohon maaf sebesar – besarnya apabila dalam pembuatan makalah


ini masih banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat, tata bahasa, maupun
isi. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat
diperlukan untuk perbaikan kami dalam membuat makalah selanjutnya. Kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat maupun memberikan inspirasi kepada
pembaca.

Purwokerto, 14 November 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

1. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)


2. International Standards on Auditing (ISA)
3. Perbedaan-Perbedaan antara SPAP lama dengan SPAP berbasis ISA.

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan

KASUS
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laporan keuangan merupakan hal yang sangat penting bagi suatu


perusahaan. Laporan keuangan akan menunjukkan kondisi kesehatan keuangan
perusahaan dan sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap
stakeholder. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemeriksaan atau audit atas
laporan keuangan oleh auditor harus dilakukan. Audit bertujuan untuk
mengetahui apakah laporan keuangan telah disusun sesuai standar yang berlaku
dan mengandung salah saji yang material atau tidak.

Menurut Arens, Elder, dan Beasley, 2014 menyatakan bahwa audit


merupakan proses akumulasi dan evaluasi bukti mengenai informasi untuk
menentukan dan melaporkan tingkat hubungan antara informasi dan standar
atau kriteria yang berlaku. Audit harus dilaksanakan oleh auditor yang
kompeten dan independen karena menyangkut kepercayaan stakeholder
perusahan. Dalam melaksanakan tugas, auditor eksternal atau akuntan publik
harus berpedoman pada standar yang berlaku. Standar audit yang berlaku di
Indonesia saat ini yaitu Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dengan
mengadopsi Internasional Standards on Auditing (ISA).

Pada awalnya, auditor menggunakan SPAP yang menggunakan sumber


acuan utama US GAAS (General Auditing and Assurance Standards) yang
dikeluarkan oleh AICPA ditandai dengan Penerbitan SPAP per 1 Agustus
1994. Berdasarkan pengalaman masa lalu dan antisipasi tren perubahan pasca
krisis ekonomi Indonesia serta memperhatikan perubahan pesat yang terjadi di
AICPA sebagai sumber acuan SPAP, Dewan SPAP selama tahun 1999
melakukan perombakan besar atas SPAP per 1 Agustus 1994 dan
menerbitkannya dalam buku yang diberi judul Standar Profesional Akuntan
Publik per 1 Januari 2001. SPAP per 1 Januari 2001 merupakan kodifikasi
SPAP terakhir yang masih berlaku sampai saat ini, dengan sedikit penambahan
berupa interpretasi-interpretasi yang diterbitkan tahun 2001-2008.
Indonesia kemudian beralih dari US GAAS ke ISA yang dikeluarkan oleh
IAASB (International Auditing and Assurance Standards Board) dari IFAC
(International Federation of Accountants). Keanggotaan Indonesia di IFAC
diwakili oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia). Sebagai anggota IFAC Indonesia
mempunyai kewajiban yang dituangkan dalam Statements of Membership
Obligations disingkat SMO[ CITATION Tua14 \l 1057 ]. Lima dari tujuh SMO
masuk “wilayah IAPI” yakni SMO 1 sampai 4 dan SMO 6. Sehingga, dalam
Rapat Anggota (IAPI) tanggal 10 Mei 2005 ditegaskan Indonesia akan
mengadopsi ISA secara penuh (full adoption) dan diterapkan secara penuh
mulai tahun buku 2007.

Langkah full adoption tersebut ditempuh untuk memenuhi tuntutan


pesatnya perkembangan dunia usaha dan bisnis yang berimbas pada bidang
akuntansi dan auditing. Aplikasi ISA diwujudkan melalui revisi terhadap
SPAP. Secara umum banyak KAP di Indonesia telah menerapkan audit
berbasis ISA, meski begitu masih ada perusahaan yang melakukan audit
berbasis US GAAS karena alasan-alasan tertentu.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)?


2. Apa yang dimaksud dengan International Standards on Auditing (ISA)?
3. Apa saja perbedaan antara SPAP dengan ISA?

C. Tujuan

1. Untuk menambah pemahaman tentang SPAP.


2. Untuk menambah pemahaman tentang ISA.
3. Untuk mengetahui perbedaan-perbedaan antara SPAP dengan ISA.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) merupakan hasil


pengembangan berkelanjutan standar profesional akuntan publik yang
dimulai sejak tahun 1972. Pada tahap awal perkembangannya, standar ini
disusun oleh suatu komite dalam organisasi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
yang diberi nama Komite Norma Pemeriksaan Akuntan. Standar yang
dihasilkan oleh komite tersebut diberi nama Norma Pemeriksaan Akuntan.
Sebagaimana tercermin dari nama yang diberikan, standar yang
dikembangkan pada saat itu lebih berfokus ke jasa audit atas laporan
keuangan historis. Perubahan pesat yang terjadi di lingkungan bisnis di awal
dekade tahun sembilan puluhan kemudian menuntut profesi akuntan publik
untuk meningkatkan mutu jasa audit atas laporan keuangan historis, jasa
atestasi, dan jasa akuntansi dan review. Di samping itu, tuntutan kebutuhan
untuk menjadikan organisasi profesi akuntan publik lebih mandiri dalam
mengelola mutu jasa yang dihasilkan bagi masyarakat juga terus meningkat.
Respon profesi akuntan publik terhadap berbagai tuntutan tersebut
diwujudkan dalam dua keputusan penting yang dibuat oleh IAI pada
pertengahan tahun 1994 : (1) perubahan nama dari Komite Norma
Pemeriksaan Akuntan ke Dewan Standar Profesional Akuntan Publik dan (2)
perubahan nama standar yang dihasilkan dari Norma Pemeriksaan Akuntan
ke Standar Profesional Akuntan Publik.

Standar Profesional Akuntan Publik (disingkat SPAP) adalah kodifikasi


berbagai  pernyataan standar teknis yang merupakan panduan dalam
memberikan jasa bagi akuntan publik  di Indonesia. SPAP dikeluarkan
oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik
Indonesia (DSPAP IAPI). Selama tahun 1999 Dewan melakukan perubahan
besar atas Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Agustus 1994 dan
menerbitkannya dalam buku yang diberi judul Standar Profesional Akuntan
Publik per 1 Januari 2001, yang terdiri atas lima standar yaitu :

a) Pernyataan Standar Auditing (PSA) yang dilengkapi dengan Interpretasi


Pernyataan Standar Auditing (IPSA).
b) Pernyataan Standar Atestasi (PSAT) yang dilengkapi dengan Interpretasi
Pernyataan Standar Atestasi (IPSAT).
c) Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR) yang dilengkapi
dengan Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review
(IPSAR).
d) Pernyataan Standar Jasa Konsultansi (PSJK) yang dilengkapi dengan
Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Konsultansi (IPSJK) .
e) Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (PSPM) yang dilengkapi dengan
Interpretasi Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (IPSPM) [ CITATION
Suk12 \l 1057 ].

Kelima standar profesional di atas merupakan standar teknis yang bertujuan


untuk mengatur mutu jasa yang dihasilkan oleh  profesi akuntan publik di
Indonesia. Selain kelima standar tersebut masih dilengkapi dengan Kode Etik
Profesi Akuntan Publik yang merupakan aturan normal yang wajib dipenuhi
oleh akuntan publik [ CITATION Suk12 \l 1057 ].

2. STANDAR AUDIT INTERNASIONAL (ISA)

International Standards on Auditing adalah suatu standar kompetensi


bagi profesional yang bekerja di bidang auditing. ISA diterbitkan oleh
International Auditing and Assurance Standards Boards (IAASB) melalui
International Federation of Accountant (IFAC) pada tahun 2009. Dalam
aktanya ditulis, “International Standards on Auditing (ISAs) are professional
standards that deal with the independent auditor's responsibilities when
conducting an audit of financial statements. ISAs contain objectives and
requirements together with application and other explanatory material. The
auditor is required to have an understanding of the entire text of an ISA,
including its application and other explanatory material, to understand its
objectives and to apply its requirements properly  ”, lebih jelas lagi, auditor
diharuskan untuk mengerti ISA, termasuk penerapannya dan isi materinya,
serta tujuannya.
ISA memperbarui dua puluh standar lama juga menambah satu standar
baru. ISA dibuat dengan tujuan meningkatkan kualitas bukti-bukti audit yang
pada akhirnya meningkatkan kualitas hasil audit. International Standards on
Auditing amat terkait dengan International Standard on Quality Control.
International Standards on Auditing ini mempunyai 5 bagian, yaitu :

a) Introduction mencakup tujuan, ruang lingkup  dan subjek materi;


b) Objective menjelaskan kepentingan auditor;
c) Definitions yang menjelaskan pengertian yang dibakukan ISA;
d) Requirements adalah bagian yang menjelaskan bagaimana auditor
seharusnya.
e) Application and Other Explanatory Material menjelaskan bagaimana
pelaksanaan berikut prosedur serta penjelasan hal lain yang masih terkait.

Secara garis besar, ISA terdiri dari beberapa hal pokok, yaitu:
a) Tanggungjawab (Responsibilities)
b) Perencanaan Audit (Audit planning)
c) Pengendalian Internal (Internal Control)
d) Bukti Audit (Audit evidence)
e) Penggunaan oleh Ahli (Using work of other experts)
Standar auditing ISA mulai diterapkan pada tahun 2013 untuk emiten
dan tahun 2014 untuk non-emiten. Standar auditing tersebut wajib diterapkan
oleh akuntan publik dalam proses audit laporan keuangan historis entitas pada
semua ukuran dan kompleksitas. Tercapainya konvergensi terhadap standar
pelaporan internasional akan memudahkan penerapan standar audit secara
konsisten yang akan mengarah pada comparability laporan keuangan.

3. Perbedaan-Perbedaan antara SPAP lama dengan SPAP berbasis ISA.


Berikut disajikan beberapa contoh sifat perbedaan (antara ISA dan standar
sebelumnya) yang bersifat substantif dan mendasar.
a) Auditing Berbasis Risiko
Ciri yang paling menonjol dari auditing berbasis ISA ialah penekanan
terhadap aspek risiko. Sebelumnya, buku-buku auditing dan praktik GAAS
menekankan audit (pada waktu itu masih dikenal sebagai examination atau
pemeriksaan) atas akun satu per satu, dengan penekanan pada akun-akun
neraca. Risiko audit tidak dibahas, atau jika disinggung (seperlunya)
keterkaitan dengan auditing tidak diperagakan. Arens dan penulis-penulis lain
mengubah pemikiran audit itu ke dalam pendekatan siklus (cycle approach)
yang mengintegrasikan audit atas seluruh akun dalam siklus yang
bersangkutan [ CITATION Tua14 \l 1057 ].
Arens dan rekan-rekan tidak mengabaikan faktor risiko. Namun, ISAs
memberikan penekanan yang sangat besar terhadap faktor risiko, sejak
auditor mempertimbangkan untuk menerima atau menolak suatu entitas
dalam penugasan auditnya sampai sesudah laporan berisi opininya
diterbitkan. ISAs berulang-ulang menegaskan kewajiban auditor (dengan
istilah “the auditor shall”) dalam menilai risiko (to assessed risk), dalam
mengevaluasi risiko yang ditemukan (detected risk), baik yang akan dikoreksi
maupun yang tidak dikoreksi entitas. Penegasan ini bermakna, jika auditor
tidak menjalankan kewajibannya, ia teledor (negligent). ISA merajut konsep
risiko dalam setiap tahap audit. Ini contoh dari sifat perubahan yang mendasar
[ CITATION Tua14 \l 1057 ].
b) Dari Rules-Based ke Principles-Based Standards
ISA dan IFRS (International Financial Reporting Standards) adalah standar
berbasis prinsip (principles-based standards), yang merupakan perubahan
besar dari standar-standar sebelumnya yang berbasis aturan (rules-based
standards).
Oleh para penyusunnya, IASB, IFRS dirancang untuk menjadi standar
akuntansi yang berlaku secara global. Mengingat konteks ekonomi, politik,
dan hukum di masing-masing negara berbeda-beda satu sama lain,
pengembangan IFRS diklaim lebih berbasis prinsip (principle-based). Teori
akuntansi yang original diharapkan lebih melandasi standar akuntansi
internasional, bukan kebijakan negara atau produk hukum tertentu.
Implikasinya, IFRS memang lebih fleksibel dan memberikan keleluasaan
yang lebih besar terhadap akuntan untuk menggunakan pertimbangan
profesional (professional judgment). Bandingkan misalnya dengan US GAAP
yang sangat ketat. Pertimbangan profesional telah “direduksi” menjadi pohon
keputusan (decision tree), dalam kondisi apa harus melakukan apa. Standar
akuntansi Amerika Serikat, seperti halnya standar nasional di negara-negara
lain, sangat erat terkait dengan konteks ekonomi, sosial, dan hukum yang
berlaku. Dengan kata lain, pengembangan standar akuntansi lebih berbasis
aturan (rule-based).
c) Berpaling dari Model Matematis
Ciri dari semua buku teks auditing Amerika, maupun buku-buku
pedoman (manuals) dari KAP besar seperti Big Four di era Assurance Model
ialah membantu auditornya dengan memberikan model-model matematis
dalam sampling, statistical sampling maupun non statistical sampling
[ CITATION Tua14 \l 1057 ] . Model matematis ini seharusnya membantu auditor
dalam berpikir, namun dalam praktiknya model ini justru mebuat auditor
berhenti berpikir.
Salah satu sifat dari model-model matematis, ialah kerumitannya.
Kerumitan atau kompleksitas model matematis sering memberikan kesan
keliru, seolah-olah model itu seperti black box yang memberikan jawaban
yang tepat (precise atau exact) [ CITATION Tua14 \l 1057 ] . Sedangkan ISA
menekankan pada penggunaan professional judgement atau kearifan
profesional.
d) Kearifan Profesional dan Konsekuensinya
Setiap auditor mengklaim bahwa ia telah menggunakan kearifan
profesional. Konsekuensi dari kearifan profesional yang diwajibkan oleh
ISAs yang paling mudah diamati ialah keterlibatan auditor yang
berpengalaman, dan dalam praktik akuntan publik, ini berarti keterlibatan
partner yang mempunyai pengalaman (jam terbang dan kepakaran dalam
industri tertentu atau jenis audit tertentu), pendidikan, dan pelatihan (juga
dalam ISAs) dengan ciri-ciri kepribadian tertentu seperi sifat skpetis
(professional skcpticism) [ CITATION Tua14 \l 1057 ].
Jika keputusan auditor masih dibuat oleh asisten yang belum
mempunyai pengalaman yang memadai, ISAs menegaskan bahwa auditnya
tidak sesuai dengan ISAs. Untuk Indonesia, ciri penerapan ISAs yang paling
jelas ialah seberapa besarnya keterlibatan partner yang pakar dalam
penugasan audit tersebut [ CITATION Tua14 \l 1057 ].
e) Pengendalian Internal
ISA menekankan mengenai kewajiban entitas (dalam membangun,
memelihara, dan mengimplementasikan pengendalian internal) dan kewajiban
auditor (dalam menilai pengendalian internal dan menggunakan hasil
penilaiannya) serta mengkomunikasikan dengan manajemen mengenai
temuan auditor atas ketidakefisienan dalam pengendalian internal.
Pengendalian internal merupakan perubahan mendasar dalam standar audit
dan merupakan bagian yang erat kaitannya dengan audit berbasis risiko.
Sedangkan dalam standar sebelumnya menganggap seolah-olah prosedur
audit selanjutnya dan review atas pengendalian internal merupakan dua hal
yang berdiri sendiri [ CITATION Tua14 \l 1057 ].
f) Those Charged with Governance (TCWG)
ISAs menekankan berbagai kewajiban entitas dan manajemen. Namun,
perkembangan dalam tata kelola pada dua dekade terakhir menekankan
perlunya orang atau lembaga dengan wewenang yang cukup dalam
mengawasi entitas. Mereka inilah yang disebut TCWG. Konsekuensinya
adalah bahwa jika orang atau lembaga TCWG itu eksis dalam entitas tersebut
(misalnya di pasar-pasar modal di dunia, ini sudah menjadi best practice),
auditor wajib berkomunikasi dengan mereka. Untuk komunikasi auditor
dengan TCWG mengacu pada ISAs nomor 260, 265, dan 450.
g) Dokumentasi Prosedur Audit.
Secara konseptual bahwa dokumentasi prosedur audit antara SPAP
dengan ISA atau Standar Audit berbeda. Pada ISA atau SA lebih menekankan
kepada kearifan profesional (professional judgement). Secara spesifik pada
ISA 230 paragraf 14 mensyaratkan auditor untuk menyusun dokumentasi
audit di dalam suatu berkas audit dan melengkapi proses administratif
penyusunan berka audit final tepat waktu setelah tanggal laporan auditor, dan
penerapan yang terkait serta penjelasan materialitas yang mengindikasikan
bahwa batas waktu penyelesaian penyusunan berkas audit final biasanya tidak
lebih dari 60 hari setelah tanggal laporan aduitor. Paragraf 15 pada ISA 230
juga mensyaratkan setelah penyusunan audit final telah selesai, maka auditor
tidak boleh memusnahkan dokumentasi audit sebelum periode retensi
berakhir. Periode retensi daripada kertas kerja juga berbeda pada SPAP
versus ISA.
h) Pertimbangan Kelangsungan Usaha (going-concern)
Ketika mempertimbangkan apakah suatu entitas berkemampuan untuk
melanjutkan kelangsungan usahanya dimasa depan, ISA tidak membatasi
paling sedikit 12 bulan, sedangkan SPAP membatasi hingga 12 bulan setelah
akhir periode pelaporan. Pada ISA 570 mengasumsikan bahwa manajemen
mempunyai tanggung jawab untuk menilai kemampuan entitas untuk
melangsungkan usahanya sebagai “going concern” tanpa mempertimbangkan
apakah kerangka pelaporan keuangan yang diterapkan oleh manajemen atau
tidak. Salah satu dari tujuan ISA 570 yaitu untuk memperoleh bukti audit
yang memadai terkait dengan penggunaan asumsi “going concern” oleh
manajemen. Pada SPAP juga mensyaratkan bahwa auditor harus
mengevaluasi apakah ada keraguan yang substansial mengenai kelangsungan
usaha.
i) Penggunaan Auditor Lain untuk Bagian Suatu Audit
Dalam penggunaan auditor pengganti atau auditor lain, ISA tidak
mengijinkan auditor utama menggunakan referensi hasil audit daripada
auditor lain. Sedangkan SPAP membolehkan auditornya mempunyai opsi
untuk menerbitkan laporan audit yang dikatakan sebagai “division of
responsibility”. Dengan kata lain merujuk kepada laporan dan kertas kerja
auditor lain atau sebelumnya dalam laporan auditor yang diterbitkan.
j) Perbedaan Lainnya
 Penerimaan klien dalam SPAP baru lebih jelas dengan adanya syarat
“Prakondisi”. SA memerlukan pemahaman memadai tentang kerangka
pelaporan keuangan apa yang digunakan entitas. Berbeda kerangka dapat
berakibat pada penggunaan SA yang berbeda.
 Materialitas menurut ISA menggunakan konsep buffer, selisih antara
performance materiality dan overall materiality. Sedangkan menurut US
GAAS materialitas terdiri dari tiga kategori yaitu tidak material
(immaterial), material, dan sangat material (highly material).
 Opini auditor dalam SPAP lama :
1. Wajar tanpa pengecualian
2. Wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas
3. Wajar dengan pengecualian
4. Tidak wajar
5. Tidak memberikan pendapat
Sedangkan opini auditor dalam ISA :
1. Opini baku (unqualified opinion)
2. Opini yang dimodifikasi (qualified opinion, disclaimer opinion,
dan adverse opinion)
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Pada awalnya untuk standarisasi profesional auditor, Indonesia


menggunakan SPAP yang dikeluarkan oleh DSPAP IAPI. Standar tersebut
merupakan standar yang diadaptasi dari US GAAS (General Auditing and
Assurance Standards). Kemudian seiring berjalannya waktu dan
berkembangnya ekonomi terjadi perubahan standar, yaitu dari SPAP menjadi
ISA. Adopsi ISA merupakan bagian dari globalisasi perekonomian, termasuk
globalisasi pasar uang dan pasar modal [ CITATION Tua14 \l 1057 ].
Kedua standar tersebut tentunya memiliki perbedaan yang signifikan.
Mulai dari organisasi yang menerbitkan aturan hingga isi dari kedua standar.
ISA lebih menekankan kepada risiko audit, sedangkan SPAP lama
menekankan pada proses pemeriksaan. Kemudian SPAP baru beralih dari
berbasis aturan ke berbasis prinsip. ISA juga menekankan mengenai
kewajiban entitas, kewajiban auditor serta mengkomunikasikan kepada klien
terkait temuan auditor atas ketidakefisienan dalam pengendalian internal, dan
masih banyak perbedaan lainnya seperti yang telah dijelaskan pada
pembahasan di atas.
Menurut Tuanakotta (2014), perubahan antara ISA dan standar
terdahulu bukanlah perubahan tanpa makna, atau perubahan yang sepele, atau
perubahan yang dapat dikesampingkan begitu saja. Perubahan standar audit
(antara ISA dan standar terdahulu) bersifat substantif dan mendasar. Dari segi
utilitas, perubahan ini menjawab banyak tantangan yang dihadapi auditor
dalam menangani risiko yang diambilnya ketika menerima dan melaksanakan
perikatan audit. Harapannya dengan standar yang diterapkan saat ini mampu
menjawab kebutuhan standarisasi prosfesional auditor, serta memberikan
manfaat bagi keseluruhan pihak yang terkait dan mencegah hal yang tidak
diinginkan.
KASUS

Kasus pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik kembali muncul.


Menteri Keuangan pun memberi sanksi pembekuan. Menteri Keuangan (Menkeu)
Sri Mulyani Indrawati membekukan izin Akuntan Publik (AP) Drs. Petrus Mitra
Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra Winata dan Rekan selama
dua tahun, terhitung sejak 15 Maret 2007. Kepala Biro Hubungan Masyarakat
Departemen Keuangan Samsuar Said dalam siaran pers yang diterima
Hukumonline, menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan
publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP).
Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan
Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang
dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas
pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan
keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa
Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004.
Selama izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi
termasuk audit umum, review, audit kinerja, dan audit khusus. Yang bersangkutan
juga dilarang menjadi pemimpin rekan atau pemimpin cabang KAP, namun dia
tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi
ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan
izin oleh Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor
423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003.

ANALISIS
Dalam kasus tersebut, sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan
publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP). Berdasarkan etika profesi akuntansi,  auditor  tersebut telah
melanggar prinsip objektivitas. Dimana setiap anggota harus menjaga
objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya.
PT Muzatek Jaya telah melakukan pelanggaran moral dan etika dalam
dunia bisnis dengan melakukan suap terhadap Akuntan Publik Petrus Mitra
Winata agar Akuntan Publik Petrus Mitra Winata hanya mengaudit laporan
keuangan umum. Dengan begitu PT Muzatek Jaya akan mendapatkan keuntungan
dari kecurangan tersebut dan Akuntan Publik Petrus Mitra Winata akan
mendapatkan keuntungan yang sesuai karena telah melakukan pekerjaan seperti
keinginan klien. Untuk membuat efek jera PT Muzatek Jaya seharusnya diberikan
sanksi baik sanksi pidana maupun sanksi sosial. Sebagai perusahaan yang cukup
besar, tentu saja masyarakat menilai bahwa PT Muzatek Jaya seharusnya
mempunyai integritas, moralitas, etika dan kemampuan untuk menghasilkan
laporan keuangan yang mempunyai kualitas baik sehingga membuat para investor
tertarik untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut. Tindakan
manipulasi ini, sudah membuat masyarakat berprasangka buruk terhadap kualitas
PT Muzatek Jaya dan akan berpengaruh terhadap nama baik perusahaan tersebut.
Sebagai seorang akuntan publik, Drs. Petrus Mitra Winata seharusnya
mematuhi Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku. Ketika memang
dia melakukan jasa audit, maka audit yang dilakukan harus sesuai dengan Standar
Auditing (SA) dalam SPAP. Sikap auditor yang seharusnya berdasar kasus
tersebut berdasarkan SA Seksi 504 Sumber PSA No.52 Paragraf 8- 9 berikut ini :
PERNYATAAN TIDAK MEMBERIKAN PENDAPAT BILA
AUDITOR TIDAK INDEPENDEN

08 Standar umum kedua mengharuskan: “Dalam semua hal yang behubungan


dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan
oleh auditor.” Auditor independen harus tidak memihak kepada kliennya;
jika tidak, ia akan dapat memisahkan diri agar temuan-temuannya dapat
diandalkan. Mengenai independensi akuntan, hal ini merupakan sesuatu
yang harus diputuskan oleh akuntan yang bersangkutan dan merupakan
pertimbangan profesional.

09 Jika akuntan tidak independen, prosedur apa pun yang dilaksanakan tidak
akan sesuai dengan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan
Indonesia, dan ia akan terhalang dalam menyatakan pendapat atas laporan
keuangan. Oleh karena itu, ia harus menyatakan tidak memberikan
pendapat terhadap laporan keuangan dan harus menyatakan secara khusus
bahwa ia tidak independen.
Penelitian terhadap perilaku akuntan telah banyak dilakukan baik di luar
negeri maupun di Indonesia. Penelitian ini dipicu dengan semakin banyaknya
pelanggaran etika yang terjadi. Dari kondisi tersebut banyak peneliti yang ingin
mencari tahu mengenai faktor – faktor apa saja yang menjadi penentu atau
mempengaruhi pengambilan keputusan tidak etis atau pelanggaran terhadap etika.
Trevino (1990) menyatakan bahwa terdapat dua pandangan mengenai
faktor – faktor yang mempengaruhi tindakan tidak etis yang dibuat oleh seorang
individu. Pertama, pandangan yang berpendapat bahwa tindakan atau
pengambilan keputusan tidak etis lebih dipengaruhi oleh karakter moral individu.
Kedua, tindakan tidak etis lebih dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya sistem
reward dan punishment perusahaan, iklim kerja organisasi, dan sosialisasi kode
etik profesi oleh organisasi dimana individu tersebut bekerja.
Sementara Volker menyatakan bahwa para akuntan profesional cenderung
mengabaikan persoalan etika dan moral bilamana menemukan masalah yang
bersifat teknis, artinya bahwa para akuntan profesional cenderung berperilaku
tidak bermoral apabila dihadapkan dengan suatu persoalan akuntansi.
Selain itu Finn Etal juga menyatakan bahwa akuntan seringkali
dihadapkan pada situasi dilema yang menyebabkan dan memungkinkan akuntan
tidak dapat independen. Akuntan diminta untuk tetap independen dari klien, tetapi
pada saat yang sama kebutuhan mereka tergantung kepada klien karena fee  yang
diterimanya, sehingga seringkali akuntan berada dalam situasi dilematis. Hal ini
akan berlanjut jika hasil temuan auditor tidak sesuai dengan harapan klien
sehingga menimbulkan konflik audit. Konflik audit ini akan berkembang menjadi
sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang
bertentangan dengan independensi dan integritasnya dengan imbalan ekonomis
yang mungkin terjadi atau tekanan di sisi lainnya.

 Sikap Auditor Yang Seharusnya


Sikap auditor dalam pelaksanaan audit mestilah menjunjung tinggi sikap
indepedensi, bentuk gratifikasi seperti pemberian sesuatu (gratifikasi) diluar fee
audit yang semestinya harusnya ditolak untuk menghindari sikap tidak
independensi. Pemberian opini auditor merupakan hal yang menjadi tujuan utama.
Sikap auditor yang menyalahi aturan akan menurunkan kepercayaan masyarakat
terhadap kredibiltas auditor sebagai profesi yang memberikan penilaian kewajaran
atas suatu entitas. Oleh karena itu, auditor harus menjunjung kode etik profesinya.

KESIMPULAN

Independensi merupakan salah satu karakteristik auditor yang paling kritis


dan penting. Independensi menjadi fondasi atau batu pijakan dalam struktur etika.
Independensi juga menjadi faktor yang sangat menentukan bagi pengembangan
dan penerapan prinsip-prinsip fundamental etika dalam menekuni profesi akuntan.
Oleh karena itu, seorang auditor penting melakukan identifikasi dan evaluasi
keadaan dan hubungan dengan klien yang dapat menciptakan ancaman terhadap
independensi. Selanjutnya mengeliminasi ancaman atau menguranginya sampai
ke tingkat yang dapat diterima.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. 2012. AUDITING Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh


Akuntan Publik. Jakarta : Salemba Empat.

Darmawan, Priyo. (2016). KAJIAN PERBEDAAN SPAP DENGAN ISA. Diperoleh


dari www.academia.edu/6549517/KAJIAN_PERBEDAAN-SPAP-
DENGAN _ISA.

Hanantio, Bio Audi, dkk. STANDAR AUDIT INTERNASIONAL DAN


PERKEMBANGANNYA. Diperoleh dari
https://www.scribd.com/document/362643974/Standar-Audit-
Internasional-Dan-Perkembangannya.

Hasana, Nana. STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK (SPAP).


Diperoleh dari http://www.academia.edu/31187384/
STANDAR_PROFESIONAL_AKUNTAN_PUBLIK_SPAP_.

Institut Akuntan Publik Indonesia. (2016). Update Perkembangan Standar


Profesional Akuntan Publik. Diperoleh dari
http://www.iaiglobal.or.id/v03/files/file_publikasi/6.%20Forum
%20Bidang%20Ilmu%20AUDITING_Tarkosunaryo.pdf.

Mauludy, Mohammad Iqbal As’ad, dkk. 2017. ANALISIS KASUS


PELANGGARAN STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK
OLEH KAP WINATA. Prosiding Seminar Nasional dan Call For
Paper Ekonomi dan Bisnis (SNAPER-EBIS 2017) – Jember, 27-28
Oktober 2017 (hal 196-201) ISBN : 978-602-5617-01-0 : Universitas
Jember. Diperoleh dari https://jurnal.unej.ac.id.

Nadia. (4 Juni 2013). Standar Audit Internasional (ISA) untuk Indonesia.


Diperoleh dari feb.ugm.ac.id/id/berita/538-standar-audit-internasional-
untuk-indonesia.

Pramitha, Ayu. (September 2017). Kasus Pelanggaran Standar Profesional


Akuntan Publik PT Muzatek Jaya 2004. Diperoleh dari
ayupramitasari.blogspot.com/2017/09/kasus-pelanggaran-standar-
profesional.html?m=1

SPAP-Standar Professional Akuntan Publik. Diperoleh pada 13 November 2018


dari www.academia.edu/15042592/SPAP_Standar_Professional_Akun-
tan _Publik.

Tuanakotta, Theodorus M. 2014. Audit Berbasis ISA (International Standards on


Auditing). Jakarta : Salemba Empat.

Warsidi. (April 2010). Rule-based versus principle based accounting. Diperoleh


dari https://www.warsidi.com/2010/04/rule-based-versus-principle-
based.html.

https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/8304/Bab
%202.pdf?sequence=10

Anda mungkin juga menyukai