Anda di halaman 1dari 47

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Manajemen merupakan suatu ilmu tentang bagaimana menggunakan
sumber daya secara aktif, inovatif dan kreatif serta rasional untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Manajemen mencakup
kegiatan koordinasi dan supervisi terhadap staf, sarana dan prasarana dalam
mencapai tujuan. Manajemen keperawatan merupakan proses bekerja melalui
anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara
professional. Keperawatan professional dalam pelayanannya diperlukan
adanya pengembangan keperawatan secara professional. Dalam
mengoptimalkan peran dan manajemen keperawatan perlu adanya strategi
yang salah satunya adalah dengan harapan adanya faktor pengelolaan yang
optimal serta mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan
keperawatan.
Suatu organisasi dalam mencapai tujuan perlu didukung oleh pengelolaan
faktor-faktor antara lain Man, Money, Machine, Methode dan Material.
Pengelolaan yang seimbang dan baik dari kelima faktor tersebut akan
memberikan kepuasan kepada klien dan pelanggan rumah sakit. Kelima
standar rumah sakit tersebut harusnya telah dimiliki oleh rumah sakit yang
telah terakreditasi.
Di dalam suatu rumah sakit unit pelayanan kesehatan terkecil adalah
suatu ruangan yang merupakan pelayanan kesehatan tempat perawat untuk
menerapkan ilmu dan asuhan keperawatanya secara optimal. Akan tetapi,
tanpa adanya tata kelola yang memadai, kemauan, dan kemampuan yang kuat,
serta peran aktif dari semua pihak, maka pelayanan keperawatan profesional
hanyalah akan menjadi suatu teori. Untuk itu perawat perlu mengupayakan
kegiatan penyelenggaraan Model Praktek Keperawatan Profesional yang
merupakan penataan sistem pemberian pelayanan keperawatan melalui
pengembangan model praktik keperawatan.
Model praktek keperawatan professional salah satunya adalah dengan
adanya posisi perawat sebagai seorang kepala ruangan, ketua tim atau perawat

1
pelaksana, dalam suatu bagian perlu adanya suatu pemahaman tentang
bagaimana mengelola dan memimpin orang lain dalam mencapai tujuan
asuhan keperawatan yang berkualitas. Mutu asuhan keperawatan yang baik
antara lain: memenuhuistandar profesi yang ditetapkan, sumber daya untuk
pelayanan asuhan keperawatan dimanfaatkan secara wajar, efisien, dan efektif,
aman bagi pasien dan tenaga keperawatan, memuaskan bagi pasien dan tenaga
keperawatan serta aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, etika dan tata nilai
masyarakat diperhatikan dan dihormati. Kemampuan manajerial dapat dimiliki
melalui berbagai cara salah satunya untuk dapat ditempuh dengan
meningkatkan ketrampilan melalui bangku kuliah yang harus melalui
pembelajaran dilahan praktek.
Ruang Teratai RSUD Bangil Pasuruan merupakan salah satu ruang
perawatan yang membutuhkan manajemen keperawatan yang baik demi
tercapainya mutu pelayanan yang optimal. Ruang Teratai merupakan ruang
rawat inap penyakit paru dan penyakit menular lainya yang terdiri dari 9
ruang. Ruang 1 dan 2 khusus penyakit menular kontak, ruang 3 khusus
penyakit Diabetes Melitus, ruang 4 khusus penyakit paru yang tidak menular,
ruang 5,6 dan 7 khusus penyakit paru yang menular, dan untuk ruang 8 untuk
pasien dengan imunnocompramise dan 9 untuk penyakit tetanus.
Ruangan atau bangsal sebagai salah satu unit terkecil pelayanan
kesehatan merupakan tempat yang memungkinkan bagi perawat untuk
menerapkan ilmu dan kiatnya secara optimal. Namun perlu disadari, tanpa
adanya kelola yang memadai, kemauan, dan kemampuan yang kuat, serta
peran aktif dari semua pihak, maka pelayanan keperawatan professional
hanyalah akan menjadi teori semata. Untuk itu, maka perawat perlu
mengupayakan kegiatan penyelenggaraan Metode Model Asuhan
Keperawatan Profesional (MAKP) khususnya di Ruang Teratai RSUD
Bangil.
Model asuhan keperawatan yang sampai saat ini dilaksanakan di ruang
teratai adalah model asuhan keperawatan dengan Metode Tim dengan
kombinasi Medular. Metode Tim murni tidak dilaksanakan karena adanya
beberapa permasalahan yang pertama adalah kurang tenaga perawat, yang

2
kedua untuk penerapan asuhan keperawatan masih jarang di laksanakan dan
hingga saat ini masih terfokus kepada tindakan medis.
Berdasarkan fenomena yang terjadi di ruang Teratai maka perlu dilakukan
sebuah studi tentang proses keperawatan di Ruang Teratai dimana salah satu
terbentuknya adalah praktek stase manajemen keperawatan.

1.2 WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN


Tempat praktek mahasiswa profesi Ners Stase Manajemen Keperawatan
dilaksanakan di Ruang Teratai RSUD Bangil Pasuruan mulai tanggal 15 Juli –
24 Agustus 2019

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah melakukan praktek manajemen keperawatan selama 6 minggu
diharapkan mahasiswa mampu menerapkan konsep dan prinsip
manajemen keperawatan pada unit pelayanan kesehatan secara nyata
dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di Ruang Teratai
RSUD Bangil Pasuruan
1.3.2 Tujuan Khusus
Setelah melakukan praktek manajemen keperawatan di RuangTeratai
RSUD Bangil Pasuruan mahasiswa mampu :
a. Menganalisis lingkungan suatu ruang perawatan dan menghitung
kebutuhan tenaga keperawatan disuatu ruangan perawatan.
b. Melaksanakan peran sesuai dengan model MAKP yang telah
ditentukan.
c. Melakukan supervisi keperawatan.
d. Melakukan timbang terima keperawatan
e. Melakukan Discharge Planning.
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan menggunakan
model problem, intervensi, dan evaluasi.
g. Menganalisis tingkat keberhasilan post pelaksanaan MAKP yang
diterapkan.

3
1.4 MANFAAT
1.4.1 Bagi Mahasiswa
a. Tercapainya pengalaman dalam pengelolaan suatu ruang rawat
sehingga dapat memodifikasi metode penugasan yang akan
dilaksanakan
b. Mahasiswa dapat mengumpulkan data dalam penerapan MAKP
c. Mahasiswa dapat mengetahui masalah dalam penerapan MAKP
Tim Modifikasi diruang Teratai RSUD Bangil Pasuruan
d. Mahasiswa dapat menganalisis masalah dengan metode SWOT
dan menyusun rencana strategi
e. Mahasiswa dapat memperoleh pengalaman dalam menerapkan
sistem asuhan keperawatan professional tim modifikasi di ruang
Teratai RSUD Bangil Pasuruan
1.4.2 Bagi Perawat Ruang Teratai RSUD Bangil
a. Melalui praktik manajemen keperawatan dapat diketahui masalah-
masalah yang ada di ruang teratai yang berkaitan dengan
pelaksanaan MAKP
b. Melalui praktik manajemen keperawatan perawat ruangan dapat
melaksanakan MAKP Tim Modifikasi dengan optimal
c. Tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal
d. Terbinanya hubungan baik antara perawat dengan perawat,
perawat dengan tim kesehatan lain, dan perawat dengan pasien
serta keluarga
e. Tumbuh dan terbinanya akuntabilitas dan disiplin diri perawat.
1.4.3 Bagi Pasien dan Keluarga
a. Pasien dan keluarga mendapatkan pelayanan yang memuaskan
b. Tingkat kepuasan pasien dan keluarga terhadap pelayanan tinggi
1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan memperoleh bahan masukan dan gambaran
tentang pengelolaan ruangan dengan pelaksanaan MAKP dan Tim
gabungan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Manajemen

Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui


anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara
profesional. Manajer keperawatan bertugas untuk merencanakan,
mengorganisasi, memimpin dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang
tersedia untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan efisien
bagi individu, keluarga dan masyarakat. Manajemen keperawatan terdiri atas :
pengumpulan data, identifikasi data, identifikasi masalah, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi hasil. (Nursalam, 2011).

Manajemen keperawatan juga ditekankan pada unsur – unsur


paradigma keperawatan dalam melakukan pengelolaan terhadap klien,
ketenagaan, peralatan, administrasi dan lain – lain yang berhubungan dengan
pengelolaan organisasi di pelayanan, pendidikan dan atau institusi
pemerintah. (Nursalam, 2011)

Filosofi pelayanan keperawatan pada tatanan klinik/rumah sakit


ditekankan pada : (Nursalam, 2011)

1. Hak klien untuk mendapatkan pelayanan dan menentukan kehidupannya.


2. Setiap klien harus dihargai sama tanpa membeda – bedakan agama, suku,
warna kulit, status dan jenis kelamin.
3. Asuhan keperawatan yang diberikan harus ditujukan pada pemenuhan
kebutuhan individu.
4. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai bagian integral dari
pelayanan kesehatan lainnya
5. Perlunya koordinasi dan kerja sama dalam memanfaatkan sumber daya
yang ada dalam mencapai tujuan organisasi.
6. Perlunya adanya evaluasi secara terus menerus terhadap semua pelayanan
keperawatan yang diberikan.

5
Konsep dasar manajemen adalah keseimbangan antara visi, misi dan
motivasi yang jelas dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Perawat / manajer keperawatan harus mempunyai suatu pandangan dan
pengetahuan yang luas tentang manajemen dan proses perubahan yang terjadi
saat ini dan yang akan datang, yaitu tentang penduduk, sosial, ekonomi dan
politik yang akan berdampak terhadap pelayanan kesehatan. Peran manajer
keperawatan adalah sebagai pengawal proses prefesinalisasi supaya tidak
salah jalan dan arah. Suatu langkah nyata dari profesi keperawatan yaitu
menjaga dan mengawasi suatu proses profesionalisasi keperawatan Indonesia
agar terus berjalan dan berkesinambungan. (Nursalam, 2011).

Proses Manajemen Keperawatan

1. Pengkajian dan pengumpulan data.


Pada tahap ini, seorang manajer keperawatan dituntut tidak hanya
mengumpulkan informasi tentang keadaan klien melainkan juga mengenai
institusi (rumah sakit / puskesmas), tenaga keperawatan, administrasi dan
bagian keuangan yang memengaruhi fungsi organisasi keperawatan secara
keseluruhan.
Manajer perawat yang efektif harus mampu memanfaatkan proses
manajemen dalam mencapai suatu tujuan melalui usaha orang lain.
Manajer keperawatan bekerja berdasarkan informasi penuh dan akurat
tentang masalah apa yang perlu dan harus diselesaikan, dengan cara apa,
untuk alasan apa, tujuannya apa dan sumber daya apa yang tersedia untuk
melaksanakan rencana itu. setelah masalah teridentifikasi, manajer
mengevaluasi apakah rencana tersebut perlu untuk diubah atau prestasi
karyawan yang perlu dikoreksi. Sehingga pada tujuan akhirnya, proses
manajemen keperawatan bertujuan untuk mencapai perawatan yang efektif
dan ekonomis bagi semua kelompok klien.
2. Perencanaan
Perencanaan adalah menyusun langkah strategis dalam mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan. Perencanaan ini bertujuan untuk
menentukan kebutuhan dalam asuhan keperawatan kepada semua klien,
menegakan tujuan, mengalokasikan anggaran belanja, menetapkan ukuran

6
dan tipe tenaga keperawatan yang dibutuhkan, membuat pola struktur
organisasi yang dapat mengoptimalkan efektivitas kerja staf, serta
menegakkan kebijaksanaan dan prosedur operasional untuk mencapai visi
dan misi institusi yang telah ditetapkan.
3. Pelaksanaan
Tahap pada pelaksanaan ini terdiri atas bagaimana manajer memimpin
orang lain untuk menjalankan tindakan yang telah direncanakan. Fungsi
kepemimpinan dapat dibagi lagi dalam komponen fungsi yaitu
kepemimpinan, komunikasi dan motivasi.
4. Evaluasi
Tahap akhir proses manajerial adalah mengevaluasi seluruh kegiatan yang
telah dilaksanakan. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai seberapa jauh
staf mampu melaksanakan perannya sesuai dengan tujuan organisasi yang
telah ditetapkan serta mengidentifikasi faktor – faktor yang menghambat
dan mendukung dalam pelaksanaan.

2.2 Konsep Kepemimpinan

2.2.1 Definisi

Kepemimpinan merupakan suatu hubungan yang memiliki sifat saling


mempengaruhi karena adanya hubungan timbal balik, untuk mewujudkan
suatu perubahan yang nyata sebagai hasil dari tujuan bersama antara
pemimpin dan pengikut/bawahan.

2.2.2 Unsur – unsur kepemimpinan

Subjek dari proses kepemimpinan merupakan hubungan antara


pemimpin dan bawahannya. Mereka yang terlibat dalam suatu hubungan
tersebut pasti menginginkan suatu perubahan. Berawal dari keinginan
untuk berubah tersebut pemimpin diharapkan memiliki kemampuan dalam
mengadakan perubahan tersebut sebagai tujuan yang diharapkan dan
dimiliki bersama bukan untuk pribadi. Untuk bergerak, pemimpin harus
memiliki kemampuan mempengaruhi bawahannya untuk memiliki
keinginan dan niat sehingga kedua belah pihak terlibat aktif dalam

7
pencapaian hasil yang menjadi keinginan bersama. Oleh karena itu, setiap
individu memiliki peranan dalam menjalankan tanggung jawab
pribadinya.

Hal-hal yang harus diperhatikan pula bahwa antara pemimpin dan


bawahan harus seimbang, memiliki kualitas yang bisa
dipertanggungjawabkan sehingga peran yang dijalankan tidak menjadi
timpang, karena pada dasarnya pemimpin dan bawahan yang berkualitas
adalah pribadi yang sama, hanya saja memiliki peran yang berbeda pada
waktu yang berbeda. Pencapaian hasil yang optimal tidak hanya
dibutuhkan pemimpin yang berkualitas saja, namun juga diperlukan
bawahan yang berkualitas. Bawahan yang berkualitas adalah bawahan
yang melakukan pekerjaan dengan antusiasme, kreatif, dinamis, dan berani
melakukan tindakan tepat dan tidak serta merta mengikuti kehendak dari
pemimpinnya.

2.2.3 Realitas Baru Bagi Pemimpin

Paradigma Lama Paradigma Baru


Masa Industri Masa Informasi
Stabilitas Perubahan
Kontrol Pemberdayaan
Kompetisi Kolaborasi
Barang Orang dan Hubungan

a. Stabilitas menuju Perubahan


Stabilitas menjadi hal yang lebih disukai daripada suatu perubahan,
karena dengan kehidupan yang stabil, seseorang mampu
memprediksi masa depan depan tanpa harus ada rasa takut dan
cemas akan ketidakpastian yang membuat seseorang menjadi tidak
aman keberadaannya. Namun, harus perlu disadari bahwa pada
kenyataanya manusia dihadapkan pada perubahan yang

8
berlangsung terus menerus, yang lebih banyak menimbulkan
ketidakteraturan daripada keteraturannya.
Seperti yang dikatakan oleh Triantoro bahwa “ bagi pemimpin
adalah sangat sulit untuk membuat segalanya serba tetap dan
stabil.... membutuhkan energi yang lebih besar untuk
mempertahankannya”
Oleh karena hal tersebut, suatu organisasi harus mampu
beradaptasi dengan perubahan dan menjadikan perubahan tersebut
bukan sebagai penghambat tetapi sebagai peluang untuk semakin
mengembangkan diri dan organisasi untuk mencapai sukses serta
sebagai sumber energi yang potensial. Keyakinan yang dimiliki
bahwa stabilitas adalah suatu keadaan di mana kehilangannya
inovasi, yang berati kemunduran bahkan gugurnya suatu organisasi
adalah keyakinan yang sebaikanya ditanamkan untuk pemimpin
maupun anggota dibawahnya.
b. Kontrol menuju Pemberdayaan
Paradigma lama beranggapan bahwa seseorang pemimpin
merupakan pemegang kekuasan besar, dan bawahannya terkesan
tidak memiliki wewenang apa-apa dalam pengerjaan dan
pengordiniran tugas. Sehingga pada umumnya sudah dibuat suatu
aturan kerja yang detail, seperti bagaimana cara melakukannya,
kapan, dan siapa yang akan melakukan, hal tersebut membuat
pekerjaan menjadi monoton dan terkesan kaku. Pemimpin masa itu
beranggapan pula bahwa kontrol yang ketat terhadap bawahan
merupakan suatu hal yang perlu dilakukan supaya kondisi menjadi
efisien dan efektif. Namun , dewasa ini karyawan yang bersifat
pasif, menunggu perintah baru bekerja sudah tidak seharusnya
berlaku.
Masa orde baru salah satu contohnya dimana sudah mulai
timbulnya kebebasan. Bahwasanya kepemimpinan tidak hanya
berpusat pada satu titik saja, tetapi sudah lebih menyebar ke
berbagai titik. Sekarang pemerintah tidak bisa melakukan suatu hal

9
semaunya, karena pemerintah memiliki sekelompok rakyat dan
profesi yang juga memiliki peran dan pengaruhnya sendiri.
Pemimpin harus sudah bisa menyadari bahwa pemberdayaan
merupakan suatu kewajiban moral untuk diberikan, dikembangkan,
dan didorong dalam organisasi serta menjadikan kekuasaan yang
dihadapinya sebagai hasil dari kekuatan dan kualitas hubungan
manusiawi daripada bersumber dari kedudukan,kebijakan, dan
prosedur.
c. Kompetisi menuju Kolaborasi
Istilah kolaborasi terdorong salah satunya karena adanya
pemberdayaan. Karena pemberdayaan lebih mengacu pada
kolaborasi daripada kompetisi. Kompetisi memang menjadi hal
yang positif, namun tergantung bagaimana arti yang dianut
sebenarnya bagaimana. Kompetisi saat ini adalah, dimana setiap
angggota organisasi berlomba-lomba memberikan kinerja yang
terbaik yang bisa mereka lakukan untuk kemajuan organisasi.
Istilah organisasi membuat sekat-sekat pembatas di dalam
organisasi menjadi hilang, karena sudah terbentuknya tim kerja
baik secara horizontal maupun fungsional silang. Keuntungan dari
kolaborasi adalah bahwasanya mereka mampu berkembang
kemampuannya diluar batas kemampuan mereka sendiri, karena
kolaborasi ini tidak hanya kolaborasi antar anggota dalam
organisasi tetapi bisa kolaborasi dengan anggota di luar organisasi.
Hal tersebut akan sangat bermakna bagi setiap individu karena
masing-masing memiliki kontribusi aktif dalam pencapaian suatu
tujuan bersama, sehingga setiap individu merasakan buah
kemenangannya.
d. Barang menuju Orang dan Hubungan
Pada masa industrial menganggap bahwa dunia merupakan sebuah
mesin yang dapat terpisah-pisah fungsinya, sehingga apabila ada
bagian yang rusak dianggap bisa diganti dengan bahan yang baru
dan kerusakan bisa teratasi sehingga pekerjaan bisa berjalan

10
optimal kembali. Padahal, penanganan dari suatu masalah tidak
semudah itu. Sekarang perkembangannya sudah berbeda, bahwa
segala sesuatu memiliki hubungan satu sama lain. Seperti yang
tertulis pada teori bahwa
“Pandangan ini menekankan bahwa dunia dilihat sebagai sesuatu
yang kompleks, mempunyai sistem yang dinamis, di mana realitas
berada tidak pada bagian-bagian terpisah, tetapi pada hubungan
yang holistik di antara bagian tersebut”
2.2.4 Karakteristik Kepemimpinan
a. Pemberdayaan
Sistem pemberdayaan adalah pemimpin yang memberdayakan
bawahannya untuk memberi pengaruh dan mengendalikan anggota
kelompok dalam memutuskan cara mencapai tujuan organisasi.
Melalui pemberdayaan ini, setiap anggota kelompok akan memiliki
rasa pencapaian, kepemilikan, dan harga diri. Contoh : ketika kepala
ruangan mengajak anggota tim di ruangan berdiskusi mengenai
pemberian pelayanan pada klien.
b. Intuisi
Intuisi di sini dimaksudkan pada suatu rasa terhadap situasi
lingkungan, termasuk pada kebutuhan maupun keinginan dari
anggotanya. Keuntungan intuisi ini adalah pemimpin mampu
membangun hubungan saling percaya, mampu mengamati situasi,
membaca situasi, mengamati kebutuhan untuk berubah dan kapan
harus segera bergerak untuk mencapai perubahan yang sesuai.
c. Pemahaman diri
Salah satu hal yang sangat diperlukan untuk pemimpin, kemampuan
memahami diri mengenai hal yang menjadi kekuatan dan kelemahan
diri. Hal ini diperlukan untuk memperbaiki yang menjadi
kekurangan serta mengoreksi kekuatan.

d. Visi

11
Pemimpin yang memiliki visi mampu berfikir secara maju ke depan
sekaligus memikirkan cara dalam pencapaiannya. Visioner tidak
berarti dan melulu ide yang baru dan orisinil, tetapi bisa menyatukan
caring dan efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan klien dan
pegawainya.
e. Kongruensi nilai
Hal ini merupakan kemampuan dalam memahami dan menerima
misi serta tujuan dari organisasi dan nilai yang dimiliki pegawai
serta untuk menjadikan kedua sistem tersebut menjadi serasi dan
selaras. Kemampuan ini sangat diperlukan pada pribadi suatu
pemimpin.
f. Kepemimpinan Keperawatan
Perawat dewasa ini juga seharusnya mampu dalam mengemban
peran kepemimpinan, minimal di dalam lingkungan kerja mereka,
meskipun mereka tidak memiliki posisi kepemimpinan yang
ditetapkan. Peranan kepemimpinan pada perawat akan membantu
memperbaiki kualitas pelayanan ke klien dan mampu memperbaiki
kualitas lingkungan kerja perawat dan profesional tenaga kesehatan
lainnya. Salah satu contoh bahwa perawat menunjukan kegiatan
kepemimpinan yaitu ketika mereka melakukan pembelaan pada
suatu komunitas tertentu, sperti pada ODHA, korban kekerasan, dll.
Saat ini perawat sudah mulai menunjukan cakupan keterampilan dan
manajemen yang lebih luas terhadap politisi dan legislator.

2.2.5 Teori Kepemimpinan


1) Teori Bakat (Trait Theory)
Setiap orang adalah pemimpin (pemimpin dibawa sejak lahir bukan
didapatkan) dan mereka mempunyai karakteristik tertentu yang
membuat mereka labih baik dari orang lain, teori ini disebut Great
Man Theory. (Marquis dan Huston, 1998)

2) Teori Perilaku

12
Teori perilaku lebih menekankan pada apa yang dilakukan pemimpin
dan bagaimana seorang manajer menjalankan fungsinya. Perilaku
sering dilihat sebagai suatu rentang dari perilaku otoriter ke
demokratis atau dari fokus suatu produksi ke fokus pegawai. Teori
perilaku ini dinamakan sebagai gaya kepemimpinan seorang manajer
dalam suatu organisasi. Gaya kepemimpinan dapat diidentifikasikan
berdasarkan perilaku pemimpin itu sendiri. Kepribadian seorang
pemimpin akan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang digunakan.

a. Gaya kepemimpinan menurut Tannenbau dan Warrant H.


Schmitdt.
Gaya kepemimpinan ini dapat dijelaskan melalui dua titik
ekstrem yaitu kepemimpinan berfokus pada atasan dan
kepemimpinan berfokus pada bawahan. Gaya tersebut dipengaruhi
oleh faktor manajer, faktor karyawan dan faktor situasi. Ketika
pemimpin memandang bahwa kepentingan organisasi harus
didahulukan jika dibanding dengan kepentingan individu maka
pemimpin akan lebih otoriter, akan tetapi jika bawahan mempunyai
pengalaman yang lebih baik dan menginginkan partisipasi maka
pemimpin dapat menerapkan gaya partisipasinya.
b. Gaya kepemimpinan menurut Likert.
Gaya kepemimpinan dikelompokkan dalam 4 sistem :
1) Sistem otoriter – eksploitatif
Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan
sangat rendah terhadap anggotanya, memotivasi dengan
ancaman atau hukuman. Komunikasi yang dilakukan bersifat
satu arah ke bawah (top-down).
2) Sistem Benevolent – Otoritatif (Authoritative).
Pemimpin mempercayai bawahan sampai pada tingkat tertantu,
memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi
tidak salalu dan membolehkan komunikasi ke atas.
3) Sistem konsultatif

13
Pemimpin mempunyai kepercayaan yang cukup besar terhadp
bawahan. Pemimpin menggunakan balasan / insentif untuk
memotivasi bawahan dan kadang – kadang menggunakan
ancaman atau hukuman. Komunikasi yang dilakukan bisa dua
arah.
4) Sistem partisipatif.
Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap
bawahan, selalu memanfaatkan ide bawahan, serta
menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan.
Komunikasi bersifat dua arah dan menjadikan bawahan sebagai
kelompok kerja.
c. Gaya kepemimpinan menurut Teori X dan Teori Y
Teori ini dikemukakan oleh Douglas McGregor yang
menyebutkan bahwa perilaku seseorang dalam suatu organisasi
dapat dikelompokkan menjadi dua kutub utama yaitu sebagai Teori
X dan Teori Y. Teori X mengansumsikan bahwa bawahan itu tidak
menyukai pekerjaan, kurang ambisi, tidak mempunyai tanggung
jawab, cenderung menolak perubahan dan lebih suka dipimpin
daripada memimpin. Sebaliknya teori Y mengansumsikan bahwa
bawahan itu senang bekerja, bisa menerima tanggung jawab,
mampu mandiri, mampu mengawasi diri, mampu berimajinasi dan
kreatif. Berdasarkan teori ini, gaya kepemimpinan dibedakan
menjadi empat macam :
1) Gaya kepemimpinan diktator
Gaya kepemimpinan yang dilakukan dengan menimbulkan
ketakutan serta menggunakan ancaman dan hukuman
merupakan bentuk dari pelaksanaan Teori X.
2) Gaya kepemimpinan otokratis
Gaya kepemimpinan ini mirip diktator namun dengan kadar
yang kurang. Segala keputusan berada di tangan pemimpin,
pendapat dari bawahan tidak dibenarkan. Gaya ini juga
merupakan pelaksanaan dari Teori X.

14
3) Gaya kepemimpinan demokratis
Ditemukan adanya peran serta dari bawahan dalam pengabilan
keputusan yang dilakukan dengan cara musyawarah. Gaya
kepemimpinan ini pada dasarnya sesuai dengan Teori Y.
4) Gaya kepemimpinan santai
Peranan dari pemimpin hampir tidak terlihat karena segala
keputusan diserahkan pada bawahan. Gaya kepemimpinan ini
sesuai dengan Teori Y.
5) Gaya kepemimpinan menurut Robert House
Gaya kepemimpinan ini berdasarkan teori motivasi
pengharapan. Gaya kepemimpinan ini dikemukakan menjadi
empat macam :
2.5.4.1 Direktif
Pemimpin menyatakan kepada bawahan tentang
bagaimana melaksanakan suatu tugas. Gaya ini
berorientasi pada hasil yang dicapai oleh bawahannya.
2.5.4.2 Suportif
Pemimpin berusaha mendekatkan diri kepada bawahan
dan bersikap ramah terhadap bawahan.
2.5.4.3 Partisipatif
Pemimpin berkonsultasi dengan bawahan untuk
mendapatkan masukan dan saran dalam rangka
pengambilan sebuah keputusan.
2.5.4.4 Berorientasi tujuan
Pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan
mengharapkan bawahan berusaha untuk mencapai
tujuan tersebut dengan seoptimal mungkin.
6) Gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard
Beberapa gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard
(1997) :
2.5.3.1 Instruksi
a. Tinggi tugas dan rendah hubungan

15
b. Komunikasi searah
c. Pengambilan keputusan berada pada pimpinan dan
peran bawahan sangat minimal.
d. Pemimpin banyak memberikan pengarahan atau
instruksi yang spesifik serta mengawasi dengan ketat.
2.5.3.2 Konsultasi
a. Tinggi tugas dan tinggi hubungan
b. Komunikasi dua arah
c. Peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan cukup besar, bawahan diberi
kesempatan untuk memberi masukan dan menampung
keluhan
2.5.3.3 Partisipasi
a. Tinggi hubungan tapi rendah tugas
b. Pemimpin dan bawahan bersama – sama memberi
gagasan dalam pengambilan keputusan
2.5.3.4 Delegasi
a. Rendah hubungan dan rendah tugas
b. Komunikasi dua arah, terjadi diskusi dan pendelegasian
antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan
keputusan pemecahan masalah.
7) Gaya kepemimpinan menurut Lippits dan K. White.
1. Otoriter
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri – ciri antara lain :
a) Wewenang mutlak berada pada pimpinan
b) Keputusan dan kebijaksanaan selalu dibuat oleh
pemimpin
c) Komunikasi satu arah
d) Pengawasan kepada bawahan oleh atasan dilakukan
secara ketat.
e) Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk
memberikan saran, pertimbangan atau pendapat.

16
f) Lebih banyak kritik daripada pujian
g) Pimpinan menuntut prestasi sempurna dan kesetiaan
tanpa syarat.
h) Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya
dipikul oleh pimpinan
2. Demokratis
Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan dalam
memengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Gaya
kepemimpinan ini memiliki ciri – ciri antara lain :
a) Wewenang pimpinan tidak mutlak
b) Pimpinan berbagi kewenangan dengan bawahan
c) Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan
bawahan
d) Komunikasi berlangsung dua arah
e) Pimpinan banyak memberikan kesempatan kepada
bawahan agar bisa memberikan saran
f) Pujian dan kritik dan seimbang
g) Pimpinan mendorong prestasi dan kesetiaan dalam
batas – batas yang wajar.
h) Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung
bersama – sama.
3. Liberal atau Laissez Faire.
Kepemimpinan gaya liberal atau Laissez Faire adalah
kemampuan memengaruhi orang lain agar bersedia bekerja
sama untuk mencapai tujuan dengan cara lebih banyak
menyerahkan pelaksanaan berbagai kegiatan kepada
bawahan. Ciri kepemimpinan ini antara lain :
a) Pimpinan melimpahkan wewenang sepenuhnya
kepada bawahan.
b) Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan
c) Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh bawahan

17
d) Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan
oleh bawahan
e) Hampir tidak ada pengawasan terhadap tingkah laku
bawahan
f) Prakarsa selalu berasal dari bawahan
g) Hampir tidak ada pengarahan dari pimpinan
h) Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kelompok
i) Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan
kelompok
j) Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul
oleh perorangan.
4. Gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional
Manajer tradisional yang berfokus pada tugas dari hari ke
hari dalam mencapai tujuan organisasi. Pemimpin
transaksional memahami dan memenuhi kebutuhan
kelompok. Hubungan dengan dilandaskan pada pertukaran
beberapa sumber yang dihargai anggota kelompok. Insentif
digunakan untuk meningkatkan kesetiaan dan performa.
Sebagai contoh, untuk memastikan jumlah staf yang
adekuat pada sif malam, perawat manajer bernegosiasi
dengan staf perawat yaitu bagi mereka yang bekerja sif
malam akan mendapat libur akhir pekan.
Teori kepemimpinan transformasional
mempertimbangkan kembali karakteristik manajer –
pemimpin, menekankan kembali visi yang dibagi manajer –
pemimpin dengan kelompok dan menekankan pentingnya
mempersiapkan orang untuk berubah. Model ini
menggabungkan unsur teori sebelumnya dan mengenali
pengaruh pemimpin, pekerja, tugas dan lingkungan.
Kepemimpinan transformasional dicirikan dengan empat
faktor primer :

18
a) Karisma. Pemimpin karismatik sangat dihargai dan
dipandang dengan penuh rasa hormat, dedikasi dan
kekaguman.
b) Motivasi inspirasional. Pemimpin berbagi visi
dengan staf yang menarik emosi dan cita – cita
mereka.
c) Stimulasi intelektual. Pemimpin menstimulasi
pengikut untuk mempertanyakan status quo, untuk
mempertanyakan secara kritis mengenai apa yang
mereka lakukan dan mengapa.
d) Contingent reward. Pemimpin menyadari tujuan
yang disepakati bersama dan memberikan
penghargaan pada pencapaian pegawai.
Tova Hendel (2005) menyebutkan bahwa kepala ruang
pada rumah sakit lebih cenderung ke gaya kepemimpinan
transformasional dibandingkan gaya yang trasnsaksional dan dalam
manajemen konflik yang dipakai digunakan model kompromi,
menurutnya gaya kepemimpinan transformasional lebih efektif
pada strategi konflik.

2.3 Man (M1)


Pengkajian manajemen keperawatan pertama kali dikaji adalah M1 (Man)
dalam hal ini yang perlu dikaji diantaranya mencakup ketenagaan yang ada
diruangan, kebutuhan tenaga perawat di ruangan, dan BOR.

2.4 Material (M2)


Pengkajian manajemen keperawatan kedua Berkaitan dengan sarana dan
prasarana yang mendukung pelayanan bagi pasien baik itu bagi pasien
maupun bagi perawat.

2.5 Methods (M3)


2.5.1 Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)

19
2.5.1.1 Definisi MAKP
Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu
sistem (struktur, proses dan nilai-nilai) yang memungkinkan perawat
profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan
untuk menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart &Woods, 1996).
Mc. Laughin, Thomas dean Barterm (1995) mengidentifikasikan 8
model pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum dilakukan di
rumah sakit adalah keperawatan tim dan keperawatan primer. Karena setiap
perubahan akan berdampak terhadap suatu stress, maka perlu
mempertimbangkan 6 unsur utama dalam penentuan dalam pemilihan metode
pemberian asuhan keperawatan (Marquis & Huston, 1998; 143) yaitu:
a. Sesuai dengan visi dan misi institusi
b. Dapat diterapkan proses keperawatan dalam asuahan keperawatan
c. Efisien dan efektif penggunaan biaya.
d. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat
e. Kepuasan kinerja perawat
2.5.1.2 Jenis Model Asuhan Keperawatan Profesional
Menurut Grant & Massey (1997) dan Marquis dan Huston (1998)
ada 4 metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan
akan terus dikembangkan dimasa depan dalam menghadapi tren pelayanan
keperawatan, yaitu :
a. Model Asuhan Keperawatan Profesional Fungsional
Mod
el fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan
keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua.
Pada saat itu karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan
perawat maka setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi
keperawatan kepada semua pasien di bangsal. Model ini berdasarkan
orientasi tugas dari filosofi keperawatan, perawat melaksanakan tugas
(tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada (Nursalam,
2002). Model pelayanan keperawatan dilaksanakan berdasarkan tugas
yang ditentukan oleh kepala unit keperawatan (head nurse). Model ini

20
cocok untuk keadaan darurat, tetapi kurang untuk meningkatkan mutu
asuhan keperawatan (Gillies, 1998; tomey, 1992).
1) Keuntungan:
 Perawat terampil untuk tugas tertentu
 Efisien, memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staf
atau peserta didik yang praktek untuk keterampilan tertentu
2) Kerugian:
 Pelayanan keperawatan terpilah-pilah
 Sulit membangun hubungan perawat-pasien, karena tidak
adanya saling percaya
 Kemungkinan pasien merasa tidak puas
b. Metode Asuhan Keperawatan Profesional Medular
Metode keperawatan medular adalah suatu variasi dari metode
keperawatan primer dan metode tim. Metode ini memilik kesamaan
dengan metode primer dan metode tim (Gillies, 1994). Metode ini sama
dengan metode keperawatan tim karena baik perawat profesional
maupun non profesional bekerja bersama dalam memberikan asuhan
keperawatan di bawah kepemimpinan seorang perawat profesional
disamping itu dikatakan memiliki kesamaan dengan metode
keperawatan primer karena dua atau tiga orang perawat bertanggung
jawab atas sekelompok kecil pasien sejak masuk dalam perawatan
hingga pulang, bahkan sampai dengan waktu follow up care. Dalam
memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan metode
keperawatan medular, satu tim yang terdiri dari dua hingga tiga perawat
memiliki tanggung jawab penuh pada sekelompok pasien sekitar 8-12
orang (Magargau, 1987). Hal ini tentu saja dengan suatu persyaratan
peralatan yang dibutuhkan perawatan cukup memadai.
Sekalipun dalam memberikan asuhan keperawatan dengan
menggunakan metode ini dilakukan oleh dua hingga tiga perawat,
tanggung jawab yang paling besar tetap ada pada perawat profesional.
Perawat profesional juga memiliki kewajiban untuk membimbing dan
melatih non profesional. Apabila perawat profesional sebagai ketua tim

21
tidak masuk tugas dan tanggung jawab dapat digantikan oleh perawat
profesional lainnya. Peran perawat kepala ruang diarahkan dalam hal
membuat jadwal dinas dengan mempertimbangkan kecocokan anggota
untuk bekerja sama, dan berperan sebagai fasilitator, pembimbing serta
mivator.
c. Model Asuhan Keperawatan Profesional Kasus
Metode manajemen kasus sering digunakan dalam perangkat
pelayanan kesehatan masyarakat, psikiatris, dan diadopsi dalam asuhan
pasien rawat nginap, berfokus pada populasi semua pasien penyakit
dalam dan beresiko tinggi (Cardiac Arrest). Manajement kasus adalah
model yang digunakan untuk mengidentifikasi, koordinasi, dan
monitoring implementasi kebutuhan pelayanan untuk mencapai asuhan
yang diinginkan dalam periode waktu tertentu.
Elemen penting dalam manajemen kasus meliputi:
1) Kerjasama dan dukungan dari semua anggota pelayanan dan
anggota kunci dalam organisasi (administrator, dokter dan
perawat).
2) Kualifikasi perawat manajer kasus.
3) Praktek kerjasama tim.
4) Kualitas system manajemen yang diterapkan.
5) Menggunakan prinsip perbaikan mutu yang terus menerus.
6) Menggunakan “Critical pathway” (hasil) atau asuhan MAPS
(Multidisciplinary Action Plans) yaitu kombinasi “Clinical Path
dengan Care Plans.
7) Promosi praktek keperawatan professional.
Dalam 1 unit diperlukan 2 manajer kasus yang bekerja
mengkoordinasikan, mengkomunikasikan, bekerjasama untuk
menyelesaikan masalah dan memfasilitas asuhan sekelompok pasien.
Idealnya satu orang manajer kasus mempunyai 10-15 kasus pasien
dimana perkembangan pasien akan diikuti terus oleh manajar kasus dari
masuk sampai pulang. Bila diperlukan mengikuti perkembangan pasien
dirawat jalan.

22
Keuntungan dari manajemen kasus meningkatnya mutu asuhan
karena perkembangan kesehatan pasien dimonitoring terus menerus
sehingga selalu ada perbaikan bila asuhan yang diberikan tidak
memberikan perbaikan, dan adanya kerjasama yang harmonis antara
manajer kasus dengan tim kesehatan lain merupakan elemen penting
yang mempengaruhi meningkatnya mutu asuhan, menurunnya
komplikasi dan biaya menjadi lebih efektif. Manajer kasus melakukan
monitoring terhadap asuhan keperawatan yang dilaksanakan oleh
tenaga perawat dan non keperawatan.
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien
saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk
setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh
orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa
diterapkan satu pasien, satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan
untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti isolasi
intensive care. Metode ini berdasarkan pendekatan holistic dan filosofi
keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan
observasi pada pasien terentu (Nursalam, 2002).
Metode ini adalah suatu penugasan yang diberikan kepada perawat
untuk memberikan asuhan secara total terhadap seorang atau
sekelompok klien.
1) Keuntungan
Asuhan yang diberikan komperhensi, berkesinambungan dan
holistic.
2) Kerugian
Kurang efisien karena memerlukan perawat professional dengan
keterampilan tinggi dan imbalan yang tinggi, sedangkan masih ada
pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh asisten perawat.

d. Model Asuhan keperawatan Profesional Primer


Adalah suatu metode pemberian askep dimana perawat profesional
bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan

23
keperawatan pasien selama 24 jam. Tanggung jawab meliputi
pengkajian pasien, perencanaan, implementasi, dan evaluasi askep dari
sejak pasien masuk ruma sakit hinggga pasien dinyatakn pulang, ini
merupakan tugas utama perawat primer yang dibantu oleh perawat
asosiet. Menurut Gillies (1986) perawat menggunakan metode
keperawatan primer dalam pemberian asuhan keperawatan disebut
perawat primer (primary nurse). Pada metode keperawatan primer
terdapat kontinutas keperawatan dan bersifat komperhensif serta dapat
dipertanggung jawabkan, setiap perawat primer biasanya mempunyai 4-
6 klien dan bertangggung jawabkan selama 24 jam selama klien dirawat
di rumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan
komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan
dan juga akan membuat rencana pulang klien jika diperlukan. Jika
perawat primer sedang tidak bertugas kelanjutan asuhan akan
didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse).
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggungjawab
penuhselama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari
pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit. Mendorong praktik
kemandirian perawat, ada kejelasan antara si pembuat rencana asuhan
dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan
kuat dan terus menerus antara pasien dan perawatyang ditugaskan untuk
merencanakan, melakukan dan koordinasi keperawatan selama pasien
dirawat.
1. Keuntungan:
 Otonomi, motivasi, tanggung jawab dan tanggung gugat
perawat meningkat.
 Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan
 Meningkatnya hubungan antara perawat dan pasien
 Terciptanya kolaborasi yang baik
 Penugasan pasien oleh seorang perawat primer
2. Kerugian

24
 Ruangan tidak memerlukan perawat pelaksana, harus perawat
professional
 Biaya yang diperlukan banyak

e. Model Asuhan Keperawatan Profesional Tim


Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawtan
dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga
keperawtan dalam memberikan asuhan keperawatan kelompok klien
melalui upaya koopreatif dan kolaboratif (Douglas, 1984). Model tim
didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai
kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan
sehingga timbul motivasi dan rasa tangung jawab perawat yang tinggi
sehingga diharapkan mutu asuhan keperawatan meningkat.
Menurut Kron & Gray (1987) pelaksanaan model tim harus
berdasarkan konsep berikut:
1. Ketua tim sebagi perawat profesional harus mampu menggunakan
teknik kepemimpinan.
2. Komunikasi yang efektif penting agar kontinitas rencana
keperawatan terjamin.
3. Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim.
4. Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan
berhasil baik bila didukung oleh kepala ruang.
Metode ini digunakan bila perawat pelaksana terdiri dari berbagai
latar belakang pendidikan dan kemampuannya. Ketua tim mempunyai
tanggung jawab untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan asuhan
keperawatan dalam tanggung jawab anggota tim. Tujuan metode
penugasan keperawatan tim untuk memberikan keperawatan yang
berpusat pada pasien. Ketua tim melakukan pengkajian dan menyusun
rencana keperawatan pada setiap pasien , dan anggota tim bertanggung
jawab melaksanakan asuhan keperawatan yang telah di buat. Oleh
karena kegiatan dilakukan bersama-sama dalam kelompok, maka ketua
tim seringkali melakukan pertemuan bersama dengan anggota tim

25
(konfrensi tim) guna membahas kejadian-kejadian yang dihadapi dalam
pemberian asuhan keperawatan.
Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang
berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/group
yang terdiri dari tenaga profesional, tehnikal dan membantu dalam satu
group kecil yang saling membantu.

1) Peran Kepala Ruangan


 Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf.
 Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
 Memberi kesempatan kepada ketua tim untuk
pengembangan kepemimpinan.
 Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode
tim keperawatan.
 Menjadi narasumber bagi ketua tim.
 Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui
riset keperawatan.
 Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka
2) Tugas dan Tanggung Jawab Ketua Tim
 Bertanggung jawab terhadap pengelolaan asuhan
keperawatan klien sejak masuk sampai pulang
 Mengorientasikan klien yang baru dan keluarganya
 Mengkaji kondisi kesehatan klien dan keluarganya
 Membuat diagnose keperawatan dan rencana keperawatan
 Mengkomunikasikan rencana keperawatan kepada anggota
tim
 Mengarahkan dan membimbing anggota tim dalam
melakukan tindakan keperawatan
 Mengevaluasi tindakan dan rencana keperawatan
 Melaksanakan tindakan keperawatan tertentu

26
 Mengembangkan perencanaan pulang
 Memonitor pendokumentasian tindakan keperawatan yang
dilakukan oleh anggota tim
 Melakukan/mengikuti pertemuan dengan anggota tim/tim
kesehatan lainnya untuk membahas perkembangan kondisi
pasien
 Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap
anggota kelompok dan memberikan bimbingan melalui
konfrensi
 Mengevaluasi pemeberian asuhan keperawatan dan hasil
yang dicapai serta pendokumentasiannya
3. Tugas dan Tanggung Jawab Anggota Tim
 Melaksanakan tindakan keperawatan yang telah
direncanakan ketua tim.
 Mendokumentasikan tindakan keperawatan yang dilakukan.
 Membantu ketua tim melakukan pengkajian, menentukan
diagnosa keperawatan dan membuat rencana keperawatan.
 Membantu ketua tim mengevaluasi hasil tindakan
keperawatan.
 Membantu/bersama ketua tim mengorientasikan pasien
baru.
 Mengganti tugas pembantu keperawatan bila perlu
4. Tugas dan Tanggung Jawab Pembantu Keperawatan
 Membersihkan ruangan dan meja pasien.
 Menyediakan alat-alat yang diperlukan untuk tindakan
keperawatan.
 Membersihkan alat-alat yang telah digunakan.
 Membantu perawat dalam melakukan asuhan keperawatan.
 Mengurus pemberangkatan dan pemulangan pasien konsul.
 Mengatur urinal dan pispot pasien

27
Dalam keperawatan tim perawat profesional dapat
mempraktikan kemampuan kepemimpinannya secara
maksimal. Kepemimpinan perawat ini menjadi kunci
keberhasilan praktek keperawatan dan menjamin asuhan
keperawatan bermutu bagi pasien.

2.5.2 Timbang Terima


2.5.2.1 Pengertian
Timbang terima memiliki beberapa istilah lain. Beberapa istilah
itu diantaranya handover, handoffs, shift report, signout, signover dan
cross coverage. Handover adalah komunikasi oral dari informasi tentang
pasien yang dilakukan oleh perawat pada pergantian shift jaga. Friesen
(2008) menyebutkan tentang definisi dari handover adalah transfer tentang
informasi (termasuk tanggung jawab dan tanggung gugat) selama
perpindahan perawatan yang berkelanjutan yang mencakup peluang
tentang pertanyaan, klarifikasi dan konfirmasi tentang pasien. Handoffs
juga meliputi mekanisme transfer informasi yang dilakukan, tanggung
jawab utama dan kewenangan perawat dari perawat sebelumnya ke
perawat yang akan melanjutnya perawatan.
Menurut Nursalam (2011) definisi timbang terima adalah suatu
cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan
dengan keadaan klien. Timbang terima merupakan kegiatan yang harus
dilakukan sebelum pergantian dinas. Selain laporan antar dinas, dapat
disampaikan juga informasi yang berkaitan dengan rencana kegiatan yang
telah atau belum dilaksanakan. Timbang terima merupakan sistem
kompleks yang didasarkan pada perkembangan sosio-teknologi dan nilai-
nilai yang dimiliki perawat dalam berkomunikasi. Timbang terima dinas
berperan penting dalam menjaga kesinambungan layanan keperawatan
selama 24 jam (Kerr, 2002).
Menurut Australian Medical Association/AMA (2006), timbang
terima merupakan pengalihan tanggung jawab profesional dan
akuntabilitas untuk beberapa atau semua aspek perawatan pasien, atau
kelompok pasien, kepada orang lain atau kelompok profesional secara

28
sementara atau permanen. Timbang terima merupakan komunikasi yang
terjadi pada saat perawat melakukan pergantian dinas, dan memiliki tujuan
yang spesifik yaitu mengomunikasikan informasi tentang keadaan pasien
pada asuhan keperawatan sebelumnya.
2.5.2.2 Bagan Timbang Terima

SITUATION

Data Demografi Diagnosis Keperawatan


Diagnosis Medis

Background

RiwayatKeperawatan

Assessment :
KU; TTV ; GCS ; Skala Nyeri ; Skala Resiko Jatuh ;
dan ROS

Rekomendation :
1. Tindakan yang sudah dilakukan
2. Dilanjutkan
3. Stop
4. Modifikasi
5. Strategi Baru

29
Gambar Bagan Timbang Terima
Sumber :Nursalam MAKP, 2013
2.5.2.3 Tujuan Timbang Terima
Menurut Australian Health Care and Hospitals Association/ AHHA
(2009) tujuan timbang terima adalah untuk mengidentifikasi,
mengembangkan dan meningkatkan timbang terima klinis dalam berbagai
pengaturan kesehatan. Menurut Nursalam (2011) tujuan dilaksanakan
timbang terima adalah:
a. Menyampaikan kondisi atau keadaan pasien secara umum.
b. Menyampaikan hal-hal penting yang perlu ditindaklanjuti oleh
dinas berikutnya.
c. Tersusunnya rencana kerja untuk dinas berikutnya.
2.5.2.4 Manfaat timbang terima
Manfaat timbang terima menurut AHHA (2009) adalah:
a. Peningkatan kualitas asuhan keperawatan yang berkelanjutan.
Misalnya, penyediaan informasi yang tidak akurat atau adanya
kesalahan yang dapat membahayakan kondisi pasien.
b. Selain mentransfer informasi pasien, timbang terima juga
merupakan sebuah kebudayaan atau kebiasaan yang dilakukan
oleh perawat. Timbang terima mengandung unsur-unsur
kebudayaan, tradisi, dan kebiasaan. Selain itu, timbang terima
juga sebagai dukungan terhadap teman sejawat dalam melakukan
tindakan asuhan keperawatan selanjutnya.
c. Timbang terima juga memberikan “manfaat katarsis” (upaya
untuk melepaskan beban emosional yang terpendam), karena
perawat yang mengalami kelelahan emosional akibat asuhan
keperawatan yang dilakukan bisa diberikan kepada perawat
berikutnya pada pergantian dinas Universitas Sumatera Utara dan
tidak dibawa pulang. Dengan kata lain, proses timbang terima
dapat mengurangi kecemasan yang terjadi pada perawat.
d. Timbang terima memiliki dampak yang positif bagi perawat,
yaitu memberikan motivasi, menggunakan pengalaman dan

30
informasi untuk membantu perencanaan pada tahap asuhan
keperawatan selanjutnya (pelaksanaan asuhan keperawatan
terhadap pasien yang berkesinambungan), meningkatkan
kemampuan komunikasi antar perawat, menjalin suatu hubungan
kerja sama dan bertanggung jawab antar perawat, serta perawat
dapat mengikuti perkembangan pasien secara komprehensif.
e. Selain itu, timbang terima memiliki manfaat bagi pasien
diantaranya, pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang
optimal, dan dapat menyampaikan masalah secara langsung bila
ada yang belum terungkap. Bagi rumah sakit, timbang terima
dapat meningkatkan pelayanan keperawatan kepada pasien secara
komprehensif.
Menurut Nursalam (2011) timbang terima memberikan manfaat bagi
perawat dan bagi pasien. Bagi perawat manfaat timbang terima adalah
meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat, menjalin hubungan
kerjasama dan bertanggung jawab antar perawat, pelaksanaan asuhan
keperawatan terhadap pasien yang berkesinambungan, perawat dapat
mengikuti perkembangan pasien secara paripurna. Sedangkan bagi pasien,
saat timbang terima pasien dapat menyampaikan masalah secara langsung
bila ada yang belum terungkap.
2.5.2.5 Prinsip Timbang Terima
Prinsip timbang terima Friesen, White dan Byers (2009)
memperkenalkan enam standar prinsip timbang terima pasien, yaitu :

a. Kepemimpinan dalam timbang terima pasien


Semakin luas proses timbang terima (lebih banyak peserta
dalam kegiatan timbang terima), peran pemimpin menjadi sangat
penting untuk mengelola timbang terima pasien di klinis.
Pemimpin harus memiliki pemahaman yang komprehensif dari
proses timbang terima pasien dan perannya sebagai pemimpin.
Tindakan segera harus dilakukan oleh pemimpin pada eskalasi
pasien yang memburuk.
b. Pemahaman tentang timbang terima pasien

31
Mengatur sedemikian rupa agar timbul suatu pemahaman
bahwa timbang terima pasien harus dilaksanakan dan merupakan
bagian penting dari pekerjaan sehari-hari dari perawat dalam
merawat pasien. Memastikan bahwa staf bersedia untuk
menghadiri timbang terima pasien yang relevan untuk mereka.
Meninjau jadwal dinas staf klinis untuk memastikan mereka hadir
dan mendukung kegiatan timbang terima pasien. Membuat solusi-
solusi inovatif yang diperlukan untuk memperkuat pentingnya
kehadiran staf pada saat timbang terima pasien.
c. Peserta yang mengikuti timbang terima pasien
Mengidentifikasi dan mengorientasikan peserta, melibatkan
mereka dalam tinjauan berkala tentang proses timbang terima
pasien. Mengidentifikasi staf yang harus hadir, jika memungkinkan
pasien dan keluarga harus dilibatkan dan dimasukkan sebagai
peserta dalam kegiatan timbang terima pasien. Dalam tim
Universitas Sumatera Utara multidisiplin, timbang terima pasien
harus terstruktur dan memungkinkan anggota multiprofesi hadir
untuk pasiennya yang relevan.
d. Waktu timbang terima pasien
Mengatur waktu yang disepakati, durasi dan frekuensi untuk
timbang terima pasien. Hal ini sangat direkomendasikan, dimana
strategi ini memungkinkan untuk dapat memperkuat ketepatan
waktu. Timbang terima pasien tidak hanya pada pergantian jadwal
kerja, tapi setiap kali terjadi perubahan tanggung jawab misalnya
ketika pasien diantar dari bangsal ke tempat lain untuk suatu
pemeriksaan. Ketepatan waktu timbang terima sangat penting
untuk memastikan proses perawatan yang berkelanjutan, aman dan
efektif.
e. Tempat timbang terima pasien
Sebaiknya, timbang terima pasien terjadi secara tatap muka dan di
sisi tempat tidur pasien. Jika tidak dapat dilakukan, maka pilihan
lain harus dipertimbangkan untuk memastikan timbang terima

32
pasien berlangsung efektif dan aman. Untuk komunikasi yang
efektif, pastikan bahwa tempat timbang terima pasien bebas dari
gangguan misalnya kebisingan di bangsal secara umum atau bunyi
alat telekomunikasi.
f. Proses timbang terima pasien
1) Standar protocol
Standar protokol harus jelas mengidentifikasi pasien dan peran
peserta, kondisi klinis dari pasien, daftar
pengamatan/pencatatan terakhir yang paling penting, latar
belakang yang relevan tentang situasi klinis pasien, penilaian
dan tindakan yang perlu dilakukan.
2) Kondisi pasien memburuk
Pada kondisi pasien memburuk, meningkatkan pengelolaan
pasien secara cepat dan tepat pada penurunan kondisi yang
terdeteksi.
3) Informasi kritis lainnya
Prioritaskan informasi penting lainnya, misalnya: tindakan
yang luar biasa, rencana pemindahan pasien, kesehatan kerja
dan risiko keselamatan kerja atau tekanan yang dialami oleh
staf.

2.5.2.6 Jenis timbang terima


Menurut Hughes (2008) beberapa jenis timbang terima pasien yang
berhubungan dengan perawat, antara lain:

a. Timbang terima pasien antar dinas


Metode timbang terima pasien antar dinas dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai metode, antara lain secara lisan,
catatan tulisan tangan, dilakukan di samping tempat tidur pasien,
melalui telepon atau rekaman, nonverbal, dapat menggunakan
laporan elektronik, cetakan computer atau memori.
b. Timbang terima pasien antar unit keperawatan
Pasien mungkin akan sering ditransfer antar unit
keperawatan selama mereka tinggal di rumah sakit.

33
c. Timbang terima pasien antara unit perawatan dengan unit
pemeriksaan diagnostik. Pasien sering dikirim dari unit
keperawatan untuk pemeriksaan diagnostik selama rawat inap.
Pengiriman unit keperawatan ke tempat pemeriksaan diagnostik
telah dianggap sebagai kontributor untuk terjadinya kesalahan.
d. Timbang terima pasien antar fasilitas kesehatan
Pengiriman pasien dari satu fasilitas kesehatan ke fasilitas
yang lain sering terjadi antara pengaturan layanan yang berbeda.
Pengiriman berlangsung antar rumah sakit ketika pasien
memerlukan tingkat perawatan yang berbeda.

e. Timbang terima pasien dan obat-obatan


Kesalahan pengobatan dianggap peristiwa yang dapat
dicegah, masalah tentang obat-obatan sering terjadi, misalnya saat
mentransfer pasien, pergantian dinas, dan cara pemberitahuan
minum obat sebagai faktor yang berkontribusi terhadap kesalahan
pengobatan dalam organisasi perawatan kesehatan.

2.5.2.7 Macam-macam timbang terima


Secara umum terdapat empat jenis timbang terima diantaranya:
a. Timbang terima secara verbal Scovell (2010) mencatat bahwa
perawat lebih cenderung untuk membahas aspek psikososial
keperawatan selama laporan lisan.
b. Rekaman timbang terima Hopkinson (2002) mengungkapan bahwa
rekaman timbang terima dapat merusak pentingnya dukungan
emosional. Hal ini diungkapkan pula oleh Kerr bahwa rekaman
timbang terima membuat rendahnya tingkat fungsi pendukung.
c. Bedside timbang terima
Menurut Rush (2012) tahapan bedside timbang terima diantaranya
adalah:
1) Persiapan (pasien dan informasi).
2) Timbang terima berupa pelaporan, pengenalan staf masuk,
pengamatan, dan penjelasan kepada pasien.

34
3) Setelah timbang terima selesai maka tulis di buku catatan
pasien.
Menurut Caldwell (2012) yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan bedside timbang terima adalah:
1) Menghindari informasi yang hilang dan memungkinkan staf
yang tidak hadir pada timbang terima untuk mengakses
informasi.
2) Perawat mengetahui tentang situasi pasien dan apa saja yang
perlu disampaikan, bagaimana melibatkan pasien, peran
penjaga dan anggota keluarga, bagaimana untuk berbagi
informasi sensitif, apa yang tidak dibahas di depan pasien, dan
bagaimana melindungi privasi pasien.
d. Timbang terima secara tertulis
Scovell (2010) timbang terima tertulis diperkirakan dapat
mendorong pendekatan yang lebih formal. Namun, seperti rekaman
timbang terima, ada potensi akan kurangnya kesempatan untuk
mengklarifikasi pertanyaan tertentu.

2.5.2.8 Langkah-langkah pelaksanaan timbang terima


Menurut Nursalam (2011) langkah-langkah dalam pelaksanaan
timbang terima adalah:
a. Kedua kelompok dinas dalam keadaan sudah siap.
b. Dinas yang akan menyerahkan dan mengoperkan perlu
mempersiapkan hal-hal apa yang akan disampaikan.
c. Perawat primer menyampaikan kepada penanggung jawab dinas
yang selanjutnya meliputi:
1) Kondisi atau keadaan pasien secara umum.
2) Tindak lanjut untuk dinas yang menerima timbang terima.
3) Rencana kerja untuk dinas yang menerima timbang terima.
4) Penyampaian timbang terima harus dilakukan secara jelas dan
tidak terburu-buru.
5) Perawat primer dan anggota kedua dinas bersama-sama secara
langsung melihat keadaan pasien.

35
2.5.2.9 Pelaksanaan Timbang terima yang baik dan benar
Menurut AMA (2006) pelaksanaan timbang terima yang baik dan
benar diantaranya:
a. Timbang terima dilakukan pada setiap pergantian dinas dengan
waktu yang cukup panjang agar tidak terburu-buru.
b. Pelaksanaan timbang terima harus dihadiri semua perawat, kecuali
dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan pasien.
c. Perawat yang terlibat dalam pergantian dinas harus diberitahukan
untuk mengetahui informasi dari dinas selanjutnya.
d. Timbang terima umumnya dilakukan di pagi hari, namun timbang
terima juga perlu dilakukan pada setiap pergantian dinas.
e. Timbang terima pada dinas pagi memungkinkan tim untuk
membahas penerimaan pasien rawat inap dan merencanakan apa
yang akan dikerjakan.
f. Timbang terima antar dinas, harus dilakukan secara menyeluruh,
agar peralihan ini menjamin perawatan pasien sehingga dapat
dipertahankan jika perawat absen untuk waktu yang lama,
misalnya selama akhir pekan atau saat mereka pergi berlibur.

2.5.2.10 Pemilihan tempat untuk pelaksanaan timbang terima


AMA (2006) menyatakan bahwa tempat yang tepat pada saat akan
dilakukan pelaksanaan timbang terima adalah:
a. Idealnya dilakukan di ruang perawat atau nurse station.
b. Tempatnya luas dan besar sehingga memberikan kenyamanan dan
memungkinkan semua staf menghadiri dalam pelaksanaan timbang
terima.
c. Bebas dari gangguan sehingga berkontribusi dalam meningkatkan
kesulitan untuk mendengar laporan dan dapat mengakibatkan
penerimaan informasi yang tidak tepat.
d. Terdapat hasil lab, X-ray, informasi klinis lainnya.

36
2.5.2.11 Prosedur timbang terima
Nursalam (2011) menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam prosedur timbang terima pasien, yaitu:
a. Persiapan
1) Kedua kelompok yang akan melakukan timbang terima
sudah dalam keadaan siap.
2) Kelompok yang akan bertugas atau yang akan melanjutkan
dinas sebaiknya menyiapkan buku catatan.
b. Pelaksanaan
1) Timbang terima dilaksanakan pada setiap pergantian dinas.
2) Di nurse station (ruang perawat) hendaknya perawat
berdiskusi untuk melaksanakan timbang terima dengan
mengkaji secara komprehensif hal-hal yang berkaitan
tentang masalah keperawatan pasien, rencana tindakan yang
sudah ada namun belum dilaksanakan serta hal-hal penting
lainnya yang perlu dibicarakan.
3) Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian
yang lengkap sebaiknya dicatat secara khusus untuk
kemudian diberikan kepada perawat jaga berikutnya.
4) Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima
adalah:
a) Identitas pasien dan diagnosis medis.
b) Masalah keperawatan yang mungkin masih muncul.
c) Tindakan keperawatan yang sudah dan belum
dilaksanakan.
d) Intervensi kolaboratif dan dependensi.
e) Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan
dalam kegiatan selanjutnya, diantaranya operasi,
pemeriksaan laboratorium, atau pemeriksaan penunjang
lainnya, persiapan untuk konsultasi atau prosedur
lainnya yang tidak dilaksanakan secara rutin.

37
f) Perawat yang melakukan timbang terima dapat
melakukan klarifikasi, tanya jawab dan melakukan
validasi terhadap hal-hal yang dilakukan pada saat
timbang terima dan berhak menanyakan mengenai hal-
hal yang kurang jelas.
g) Penyampaian pada saat timbang terima secara singkat
dan jelas.
h) Lamanya waktu timbang terima untuk setiap pasien
tidak lebih dari 5 menit kecuali pada kondisi khusus dan
memerlukan penjelasan yang lengkap dan terperinci.
i) Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara
langsung pada buku laporan ruangan oleh perawat
primer.
Menurut Yasir (2009) saat pelaksanaan timbang terima
juga dapat:
 Menggunakan tape recorder. Melakukan perekaman
data tentang pasien kemudian diperdengarkan
kembali saat perawat jaga selanjutnya telah datang.
Metode itu berupa one way communication atau
komunikasi satu arah.
 Menggunakan komunikasi oral atau spoken atau
melakukan pertukaran informasi dengan berdiskusi.
 Menggunakan komunikasi tertulis atau written.
Yaitu melakukan pertukaran informasi dengan
melihat pada medical record saja atau media tertulis
lain.

2.5.2.12 Tahapan dan bentuk pelaksanaan timbang terima


Lardner (1996) proses timbang terima memiliki 3 tahapan yaitu:
a. Persiapan yang dilakukan oleh perawat yang akan melimpahkan
tanggung jawab meliputi faktor informasi yang akan disampaikan
oleh perawat jaga sebelumnya.

38
b. Pertukaran dinas jaga, dimana antara perawat yang akan pulang
dan datang melakukan pertukaran informasi. Waktu terjadinya
timbang terima itu sendiri yang berupa pertukaran informasi yang
memungkinkan adanya komunikasi dua arah antara perawat yang
dinas sebelumnya kepada perawat yang datang.
c. Pengecekan ulang informasi oleh perawat yang datang tentang
tanggung jawab dan tugas yang dilimpahkan merupakan aktivitas
dari perawat yang menerima timbang terima untuk melakukan
pengecekan dan informasi pada medical record dan pada pasien
langsung.

2.5.2.13 Hambatan dalam pelaksanaan timbang terima


Engesmo dan Tjora (2006); Scovell (2010) dan Sexton, et al., (2004)
menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat
dalam pelaksanaan timbang terima, diantaranya adalah:
a. Perawat tidak hadir pada saat timbang terima
b. Perawat tidak peduli dengan timbang terima, misalnya perawat
yang keluar masuk pada saat pelaksanaan timbang terima
c. Perawat yang tidak mengikuti timbang terima maka mereka tidak
dapat memenuhi kebutuhan pasien mereka saat ini

2.5.2.14 Efek timbang terima


Timbang terima memiliki efek-efek yang sangat mempengaruhi
diri seorang perawat sebagai pemberi layanan kepada pasien. Efek-efek dari
timbang terima menurut Yasir (2009) adalah sebagai berikut:
a. Efek Fisiologis
Kualitas tidur termasuk tidur siang tidak seefektif tidur malam,
banyak gangguan dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk
menebus kurang tidur selama kerja malam. Menurutnya kapasitas
fisik kerja akibat timbulnya perasaan mengantuk dan lelah
menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan.
b. Efek Psikososial
Efek ini berpengaruh adanya gangguan kehidupan keluarga, efek
fisiologis hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk

39
berinteraksi dengan teman, dan mengganggu aktivitas kelompok
dalam masyarakat.
c. Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja dinas malam yang diakibatkan oleh
efek fisiologis dan efek psikososial. Menurunnya kinerja dapat
mengakibatkan kemampuan mental menurun yang berpengaruh
terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas rendah
dan pemantauan.
d. Efek Terhadap
Kesehatan Dinas kerja menyebabkan gangguan gastro intestinal,
masalah ini cenderung terjadi pada usia 40-50 tahun, dinas kerja
juga dapat menjadi masalah terhadap keseimbangan kadar gula
dalam darah bagi penderita diabetes.
e. Efek Terhadap Keselamatan Kerja
Survei pengaruh dinas kerja terhadap kesehatan dan keselamatan
kerja yang dilakukan Smith et al dalam Wardana (1989),
melaporkan bahwa frekuensi kecelakaan paling tinggi terjadi pada
akhir rotasi dinas kerja (malam) dengan ratarata jumlah kecelakaan
0,69 % per tenaga kerja. Tetapi tidak semua penelitian
menyebutkan bahwa kenaikan tingkat kecelakaan industri terjadi
pada dinas malam. Terdapat suatu kenyataan bahwa kecelakaan
cenderung banyak terjadi selama dinas pagi dan lebih banyak
terjadi pada dinas malam.

2.5.2.15 Dokumentasi dalam Timbang Terima


Dokumentasi adalah salah satu alat yang sering digunakan dalam
komunikasi keperawatan. Hal ini digunakan untuk memvalidasi asuhan
keperawatan, sarana komunikasi antar tim kesehatan, dan merupakan
dokumen pasien dalam pemberian asuhan keperawatan. Ketrampilan
dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat untuk
mengkomunikasikan kepada tenaga kesehatan lainnya dan menjelaskan apa
yang sudah, sedang, dan akan dikerjakan oleh perawat. Yang perlu di
dokumentasikan dalam timbang terima antara lain:

40
a. Identitas pasien.
b. Diagnosa medis pesien.
c. Dokter yang menangani.
d. Kondisi umum pasien saat ini.
e. Masalah keperawatan.
f. Intervensi yang sudah dilakukan.
g. Intervensi yang belum dilakukan.
h. Tindakan kolaborasi.
i. Rencana umum dan persiapan lain.
j. Tanda tangan dan nama terang.
Manfaat pendokumentasian adalah:
a. Dapat digunakan lagi untuk keperluan yang bermanfaat.

b. Mengkomunikasikan kepada tenaga perawat dan tenaga kesehatan


lainnya tentang apa yang sudah dan akan dilakukan kepada pasien.

c. Bermanfaat untuk pendataan pasien yang akurat karena berbagai


informasi mengenai pasien telah dicatat. (Suarli & Yayan B, 2009)

2.5.2.16 Evaluasi dalam Timbang Terima


a. Evaluasi Struktur

Pada timbang terima, sarana dan prasarana yang menunjang telah


tersedia antara lain : Catatan timbang terima, status klien dan kelompok
shift timbang terima. Kepala ruangan memimpin kegiatan timbang terima
yang dilaksanakan pada pergantian shift yaitu pagi ke sore. Sedangkan
kegiatan timbang terima pada shift sore ke malam dipimpin oleh perawat
primer.

b. Evaluasi Proses

Proses timbang terima dipimpin oleh kepala ruangan dan dilaksanakan


oleh seluruh perawat yang bertugas maupun yang akan mengganti shift.
Perawat primer malam menyerahkan ke perawat primer berikutnya yang
akan mengganti shift. Timbang terima pertama dilakukan di nurse station
kemudian ke bed klien dan kembali lagi ke nurse station. Isi timbang
terima mencakup jumlah klien, masalah keperawatan, intervensi yang

41
sudah dilakukan dan yang belum dilakukan serta pesan khusus bila ada.
Setiap klien dilakukan timbang terima tidak lebih dari 5 menit saat
klarifikasi ke klien.
c. Evaluasi Hasil

Timbang terima dapat dilaksanakan setiap pergantian shift. Setiap


perawat dapat mengetahui perkembangan klien. Komunikasi antar perawat
berjalan dengan baik.

2.5.3 Ronde Keperawatan


2.5.3.1 Definisi
Ronde keperawatan sebagai salah satu bentuk dari pelaksanaan
Model asuhan keperawatan dengan metode keperawatan primer.
Metode ini ditujukan untuk menggali atau membahas secara
mendalam masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien
sehingga dengan ronde keperawatan diharapkan bisa didapatkan
pemecahan masalah melalui cara berfikir kritis berdasarkan konsep
asuhan keperawatan.

42
2.5.3.2 Bagan ronde keperawatan

43
2.5.4 Sentralisasi obat
2.5.4.1 Definisi
Obat merupakan salah satu program terapi yang sangat menunjang
proses kesembuhan pasien. Dalam pemberian obat diperlukan
ketepaan waktu, dosis, cara dan tempat pemberian obat. Salah satu
upaya untuk memastikan pemberian obat yang tepat dan efektif
adalah sistem sentralisasi obat yang tepat dan efektif.
2.5.4.2 Bagan Sentralisasi Obat

2.5.5 Discharge Planning


2.5.5.1 Definisi
Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dilakukan
secara berkesinambungan dimulai saat pasien masuk rumah sakit
sampai dengan pasien pulang. Rentang keperawatan kontinue
adalah integrasi sistem keperawatan yang berfokus pada pasien
terdiri atas mekanisme pelayanan keperawatab yang membimbing
dan mengarahkan pasien sepanjang waktu. Oleh karena itu

44
deperlukan adanya suatu perencanaan pasien pulang (Discharge
Planning) yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehtan
pasien secara signifikan dan menurunkan biaya biaya yang
diperlukan untuk rehabilitasi lebih lanjut. Dengan adanya dicharge
planning pasien diharapkan lebih bertanggung jawab terhadap
kesehatan mereka sendiri (Nursalam,2011)
2.5.6 Supervisi
2.5.6.1 Definisi
Dalam pemberian asuhan keperawatan dibutuhkan sumber daya
yang bermutu, standar pelayanan termasuk pelayaanan yang
berkualtas, disamping fasilitas yang diharapkan masyarakat. Agar
pelayanan keperawatan sesuai dengan harapan konsumen dan
memenuhi standar yang berlaku maka diperlukan supervisi atau
pengawasan. Supervisi merupakan suatu bentuk kegiatan dari
manajemen keperawatan dan merupakan cara yang tepat untuk
menjaga mutu pelayanan keperawatan.
2.5.6.2 Bagan Supervisi

45
2.5.7 Dokumentasi
2.5.7.1 Definisi
Dokumentasi adalah catatan otentik yang dapat dibuktikan atau
dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Komponen dari
dokumnetasi mencakup aspek komunikasi, proses keperawatan,
standar keperawatan. Manfaat dan pentingnya dokumentasi
keperawatan paling sering adalah dari segi hukum karna semua
catatan informasi tentang pasien bernilai hukum.

2.6 Money (M4)


Money/ Keuangan merupakan bagan keempat dalam pengkajian
manajemen keperawatan dikaji mengenai keuangan yang

46
digunakan dalam operasional pelayanan, termasuk biaya maupun
metode pembayaran bagi pengguna jasa. 

2.7 Mutu (M5)


Bagian terakhir dalam pengkajian manjamen yaitu Mutu bisa
terlihat dari indikator seperti angka kejadi phlebitis; kejadian pasien
jatuh; dekubitus; kesalahan pemberian obat; ISK; pneumonia; dan
tingkat kepuasan pasien  terkait pelayanan. Dan tingkat kecemasan
pasien.

47

Anda mungkin juga menyukai