Anda di halaman 1dari 36

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Cabai Rawit

(Capsicum frutescens L.) Terhadap Bakteri


Penyebab Infeksi Kulit

NAMA : AYU ASTRIA


STAMBUK : 15020160162
PEMBIMBING : 1. Prof. Dr. H. Tadjuddin Naid, N.Sc., Apt
2. Siska Nuryanti, S.Si.,M.Kes.,Apt

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi merupakan masalah penting yang banyak dijumpai pada

kehidupan seharai-hari. Penyakit kulit semakin berkembang, hal ini

dibuktikan bahwa penyakit kulit dan jaringan subcutan menjadi peringkat

ketiga dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan dirumah sakit

se-indonesia berdasarkan jumlah kunjungan yaitu sebanyak 192.414

kunjugan dan total kasus baru 122.076 kasus (Kemenkes RI 2011, h. 1).

Antibiotik merupakan pilihan terbaik untuk menanggulangi suatu

infeksi.Antibiotik merupakan suatu zat yang dapat menghambat

pertumbuhan suatu mikroorganisme. Antibiotik yang awalnya sensitif

terhadap mikroorganisme bisa menjadi tidak sensitif disebut dengan

resistensi antibiotik, dimana resistensi antibiotik ini disebabkan oleh

beberapa faktor, seperti intensitas paparan pada suatu wilayah serta

penggunaan antibiotik yang tidak terkendali (Refdanita et al 2004, h.103).

Namun pada kenyataannya didapatkan penggunaan antibakteri yang

tidak tepat guna.The Center for Disease Control and Prevention in

Universitas Muslim Indonesia


1
2

USAmengungkapkan bahwa terdapat 50 juta penulisan resep antibakteri

yang tidak diperlukan dari 150 juta peresepan setiap tahun (Akalin 2002,

h.191).

Penggunaan antibakteri yang tidak tepat akan memunculkan bakteri

patogen yang kebal terhadap satu (antibacterial resisten) atau beberapa

jenis antibakteri (multiple drug resistance) mengakibatkan susahnya

penganganan infeksi oleh bakteri. Untuk itu harus digunakan obat-obatan

antibakteri lini kedua ataupun ketiga. Namun tidak menutup kemungkinan

akan terjadinya kekebalan terhadap obat lini kedua maupun ketiga (Utami

2012, h.2). Dengan adanya resistensi antibiotik maka kebutuhan untuk

mencari alternatif antibiotik lain meningkat, termasuk antibiotik yang

berasal dari tumbuhan.

Sebagaimana dalam firman Allah SWT, dalam Al-Qur’an pada

surah Asy-syu’ara ayat 7.

Terjemahannya :

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya

kami tumbuhkan dibumi, itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang

baik”.

Salah satu tanaman obat yang dapat digunakan adalah daun cabe

rawit (Capsicum Frutescens, L) merupakan salah satu tanaman yang

mengandung capsaicin yang dapat digunakan sebagai antibakteri. Secara

Universitas Muslim Indonesia


3

empiris masyarakat kota ambon menggunakan daun cabai rawit untuk

menyembuhkan luka.

Tjitrosoepomo (2000), menyatakan tanaman C. frutescens (cabe

rawit) selain dimanfaatkan sebagai bumbu masakan dapat juga digunakan

untuk mengobati penyakit kulit. Asosiasi Herbalis Nusantara (2017),

mengungkapkan khasiat daun cabe rawit yang dapat digunakan untuk

mengobati sakit perut dan bisul.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Rahim et al (2014)

menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun cabe rawit dengan pelarut

etanol70% dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Staphylococcusaureus. Anuzar et al (2017) menunjukkan adanya aktivitas

penghambatan bakteri Propionibacterum acnes dari ekstrak etanol daun

cabe rawit. Daun cabe rawit mempunyai nilai IC 50 yang lebih besar

dibandingkan dengan daun cabe merah, dibuktikan dari penelitian Astuti

(2016) yaitu nilai IC50 ekstrak daun cabai merah (Capsicum annum L.)

sebesar 76,58 ppm ± 0,13, sehingga memiliki aktivitas antioksidan kuat

Ekstrak etanol daun cabai rawit terbukti menghambat pertumbuhan bakteri

Steptococus aureus (Rahim et al., 2014).

Dari latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang menentukanaktivitas antibakteri ekstrak etanol daun cabai rawit

(Capsicum frutescens L.) terhadap bakteri penyebab infeksi kulit.

Universitas Muslim Indonesia


4

B. RumusanMasalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Apakah ekstrak etanol daun cabai rawit (Capsicum frutesces L.)

memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri penyebab infeksi

kulit?

2. Berapa besar zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak etanol daun

cabai rawit (Capsicum frutesces L.) terhadap bakteri penyebab infeksi

kulit?

3. Berapa nilai Rf komponen kimia pada ekstrak etanol daun cabai rawit

(Capsicum frutesces L.) yang berpotensi sebagai antibakteri?

C. Maksuddan Tujuan Penelitian.

1. Maksud Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk melakukan

pengujian aktivitas aktibakteri uji penyebab infeksi kulit dengan

menggunakan ekstrak etanol daun cabai rawit (Capsicum frutesces

L.).

2. Tujuan

a. TujuanUmum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui

aktivitas aktibakteri ekstrak etanol daun cabai rawit (Capsicum

frutesces L.) terhadap bakteri penyebab infeksi kulit.

b. TujuanKhusus

1) Untuk menentukanaktivitasuji aktibakteri ekstrak etanol daun

cabai rawit (Capsicum frutesces L.) terhadap bakteri penyebab

infeksi kulit dengan metode difusi agar dan KLT-bioautografi


Universitas Muslim Indonesia
5

2) Untuk menentukan zona hambat terbesar yang dapat dihambat

oleh ekstrak etanol daun cabai rawit (Capsicum frutesces L.)

3) Untuk menentukan nilai Rf komponen kimia ekstrak etanol

daun cabai rawit (Capsicum frutesces L.) yang bersifat

antibakteri.

D. ManfaatPenelitian

1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah diharapkan dapat

menjad sumber data ilmiah dan sumber rujukan bagi mahasiswa dan

peneliti selanjutnya atau penelitian lain tentang ekstrak etanol daun

cabai rawit (Capsicum frutesces L.)sebagai sumber antibakteri.

2. Manfat praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah diharapkan dapat

memberikan informasi kepada masyarakat dan pemerintahan

kabupaten buru tentang potensi daun cabai rawit sebagai salah satu

alternatif antibakteri sehingga penggunaannya dapat

dipertagungjawabkan secara ilmiah.

Universitas Muslim Indonesia


6

E. Kerangka Pikir

Infeksi kulit Antibakteri Resistesi

Penemuanantibakteri baru
Pengujian aktivitas
ekstraKdaun cabe rawit
(Capsicum Frutescens,
L) terhadap bakteri daun cabe rawit
penyebab infeksi kulit
(Capsicum Frutescens,
L)

Mengandung senyawa
kimia teraktif yang
terdapat pada daun Ekstra daun cabe rawit
cabe rawit ialah
flavonoid dan glikon (Capsicum Frutescens, L)
(Yunita, 2012)

Universitas Muslim Indonesia


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Uraian Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.)

1. Klasifikasi tanaman (Syamsiah, 2016)

Regnum : Plantae

Division : Magnoliophyta

Classis : magnoliopsida

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum frutescens L.

2. Nama Daerah Tanaman

Sumatra: Leudeu Jarum, Leudeu Pantek (Gayo), Setudu Langit,

Lacina Sipane (Batak Simalungung), Lada Limu (Nias), Lada Mutia

(Melayu). Jawa: Cabe Rawit, Cabe Cengkek (Sunda), Lombok

Jempling, Lombok Jemprit, Lombok Gambir, Lombok Rawit, Lombok

Setan, Lombok Cempling (Jawa), Cabhi Letek (Madura).Sulawesi:

Kaluya Kapal (Alfuru), Marela Dodi (Mongod), Malita Diti

(Gorontalo), Malita Didi (Buol), Lada Masiwo (Baree), Lada Marica,

Lada Capa, Lasomeyang (Makassar), Ladang Burica, Ladang

Marica, Lasomeyong (Bugis), Rica Halus, Rica Padi (Manado). Bali:

Tabia Krinyi. Nusa Tenggara: Kurus (Alor). Maluku: Abrisan Kubur

(Kai), Katupa Batawe (Elpaputi), Katupu Walata (Waraka, Aratupa

Patawe (Atamano), Kapita Batawi (Amahai), Katupa Manesane (Nua


Universitas Muslim Indonesia
7
8

Ulu), Katupu Batawi (Sepa), Maricang Katupe (Weda Halmahera),

Rica Gufu (Ternate Dan Tidore). Irian: Metrek Waktoh (Sarmi),

Basen Tanah (Berik) (Ditjen POM, 1977).

3. Morfologi Tanaman

Tanaman Cabai rawit kadang-kadang ditanam di pekarangan

sebagai tanaman sayur atau tumbuh liar di tegalan dan tanah kosong

yang terlantar. Tumbuhan ini berasal dari Amerika tropik, menyukai

daerah kering, dan ditemukan pada ketinggian 0,5-1.250 m dpl. Perdu

setahun, percabangan banyak, tinggi 50-100 cm. Batangnya berbuku-

buku atau bagian atas bersudut.Daun tunggal, bertangkai, letak

berselingan. Helaian daun bulat telur, ujung meruncing, pangkal

menyempit, tepi rata,pertulangan menyirip, panjang 5-9,5 cm, lebar

1,5-5,5 cm, berwarna hijau.

Bunga keluar dari ketiak daun, mahkota bentuk bintang, bunga

tunggal atau 2-3 bunga letaknya berdekatan, berwarna putih, putih

kehijauan, kadang-kadang ungu. Buahnya buah buni, tegak, kadang-

kadang merunduk, berbentuk bulat telur, lurus atau bengkok, ujung

meruncing, panjang 1-3 cm, lebar 2,5-12 mm, bertangkai panjang,

dan rasanya pedas. Buah muda berwarna hijau tua, putih kehijauan,

atau putih, buah yang masak berwarna merah terang. Bijinya banyak,

bulat pipih, berdiameter 2-2,5 mm, berwarna kuning kotor.Cabai rawit

terdiri dari tiga varietas, yaitu cengek leutik yang buahnya kecil,

berwarna hijau, dan berdiri tegak pada tangkainya; cengek domba

(cengek bodas) yang buahnya lebih besar dari cengek leutik, buah

Universitas Muslim Indonesia


9

muda berwarna putih, setelah tua menjadi jingga; dan ceplik yang

buahnya besar, selagi muda berwarna hijau dan setelah tua menjadi

merah (Fadhilah, 2011)

4. Kandungan Kimia Tanaman

Daun cabai rawit mengandung flavonoid, tanin dan saponin

(Yunita, 2012, h. 67).

5. Kegunaan daun cabe rawit

Menurut Tjitrosoepomo (2000). Menyatakan bahwa tanaman C.

frutescens (cabe rawit) digunakan untuk mengobati penyakit

kulit.Asosiasi Herbalis Nusantara (2017) mengatakan bahwa khasiat

daun cabe rawit digunakan untuk mengobati sakit perut dan bisul.

Secara empiris masyarakat kota kendari menggunakan daun

cabe rawit untuk memacu pertumbuhan rambut dengan menggunakan

sari daun cabai rawit yang dioleskan pada kulit (musdalipah 2018, h.

84).

B. Bakteri uji

1. Staphylococcus aureus

a. Klasifikasi (Garrity et al2004, h. 187)

Domain : Bacteria

Kingdom : Eubacteria

Phylum : Fimicutes

Class : Bacilli

Ordo : Bacillales

Familia : Staphylococcaceae

Universitas Muslim Indonesia


10

Genus :Staphylococcus

Spesies :Staphylococcus aureus

b. Morfologi dan fisiologi (Radji 2011, h.130)

Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang

menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak

menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh

berpasangan maupun kelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0

µm. S. aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri

biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas dan

kulit.Keberadaan S. aureus pada saluran pernafasan atas dan kulit

pada individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat

biasanya hanya berperan sebagai karier. Infeksi serius akan

terjadi ketika resisten inang melemah karena adanya perubahan

hormone, adanya penyakit, luka, atau pelakuan menggunakan

steroid atau obat lain yang mempengaruhi imunitas sehingga

terjadi pelemahan inang.

c. Patogenisitas (Elliot et al. 2013, h.24).

Staphycoccus aureus menimbulkan penyakit karena

kemampuanya melekat ke sel, menyebar dalam jaringan dan

membentuk abses, menghasilkan enzim ekstrasel atau eksotoksin

melawan pertahanan, tahan terhadap penjamu dan tahan

terhadap berbagai terapi antibiotik.

2. Staphylococcus epidermidis

a. Klasifikasi (Garrity et al 2004, h. 187).

Universitas Muslim Indonesia


11

Domain : Bacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Bacili

Ordo : Bacilliales

Famili : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus epidermidis

b. Morfologi dan fisiologi (Radji 2011, h.130)

Staphylococcus epidermidis adalah salah satu spesies

bakteri dari genus staphylococcus yang diketahui dapat

menyebabkan infeksi oportunistik (menyerang individu dengan

system kekebalan tubuh yang lemah). Beberapa karakteristik

bakteri ini adalah fakultatif, koagulase negative, katalase positif,

gram-positif, berbentuk kokus, dan berdiameter 0,5-1,5 µm.

bakteri ini secara alami hidup pada kulit dan membrane mukosa

manusia. Secara klinis, bakteri ini menyerang orang-orang yang

rentan atau imunitas rendah, seperti penderita AIDS, pasien kritis,

penggunaan obat terlarang (narkotika), bayi yang baru lahir, dan

pasien rumah sakit yang dirawat dalam waktu lama.

c. Patogenisitas (Elliot et al. 2013, h.24).

Organisme ini mengolonisasi alat plastik dengan melekat

erat kepermukaan artificial. Beberapa galur juga menghasilkan

lapisan lendir (glikokaliks) yang tampaknya mempermudah

perlekatan dan melindungi organisme dari antibiotik dan

Universitas Muslim Indonesia


12

pertahanan penjamu. Meningkatnya pemakaian alat implan

plastik, terutama kateter vena sentral menybabkan

staphylococcus epidermidis yang paling sering ditemukan pada

biakan darah.

3. Propionbacterium acnes

a. Klasifikasi (Radji 2011, h, 205)

Domain : Bacteria

Phylum : Actinobakteria

Class : Actinobacteridae

Ordo : Actinomycetales

Familia : Propionbacteriaceae

Genus : Propionbacterium

Spesies : Propionbacterium acnes

b. Marfologi dan fisiologi (Radji 2011, h. 204-205)

Propionbacterium acnes adalah flora normal kulit terutama

di wajah yang tergolong dalam kelompok bakteri corynebacteria.

Bakteri ini berperan pada pathogenesis jerawat dengan

menghasilkan lipase yang memecahkan asam lemak bebas dari

lipid kulit.Bakteri ini berbentuk batang tak teratur yang terlihat pada

pewarna gram positif, dapat tumbuh diudara dan tidak

menghasilkan endospora.

c. Patogensitas (Radji 2011, h. 205)

Propionbacterium acnes berperan dalam pathogenesis acne

dengan cara memecah komponen sebum yaitu trigliserida menjadi

Universitas Muslim Indonesia


13

asam lemak bebas yang merupakan mediator pemicu terjadinya

inflamasi.

C. Antibakteri

Antibakteri merupakan zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan

bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan

kuman sedangkan toksisitasnya bagi manusia relative kecil.Turunan zat-

zat ini dibuat secara semi-sitensis, juga termasuk kelompok ini, begitulah

semua senyawa sintesis dengan khasiat antibakteri (Tjay & Rahardja

2013, h.65).

Senyawa antibakteri merupakan senyawa antimikroba yang dapat

menghambat pertumbuhan bakteri.Secara umum senyawa antibakteri

dapat diklasifikasikan berdasarkan spectrum aktivitas, efek

terhadapbakteri dan mekanisme kerja penghambat. (Giguereet al 2006, h.

3-5)

Berdasarkan spectrum aktivitasnya, senyawa antibakteri terbagi

menjadi spectrum luas (board spectrum) dan spectrum sempit (narrow

spectrum).Senyawa anti bakteri dengan spectrum luas mampu

menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif dan bakteri gram positif,

sedangkan senyawa antibakteri dengan spektrum sempit hanya mampu

penghambat pertumbuhan bakteri gram negatif atau gram positif (Giguere

et al 2006, h. 5).

Antibakteri yang digunakan untuk membasmi mikroorganisme

adalah antibiotik. Berdasarkan kerjanya dibedakan menjadi antibiotika

berspektrum sempit (menghambat pertumbuhan bakteri atau hanya

Universitas Muslim Indonesia


14

membunuh bakteri gram negatif atau positif saja) dan antibiotik

berspektrum luas (menghambat atau membunuh bakteri gram positif

maupun gram negatif. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri

dibagi dalam lima kelompok, yaitu (Pratiwi 2007, h.154):

1. Yang menganggu metabolisme sel bakteri

2. Yang menghambat sintesis dinding sel bakteri

3. Yang menghambat permeabilitas membran sel bakteri

4. Yang menghambat sintesis protein sel bakteri

5. Yang menghambat sintensi atau merusak asam nukleat sel bakteri.

Berdasarkan efek terhadap bakteri, senyawa antibakteri dapat

bersifat bakteriostatik dan bakterisidal. Bakteriostatik berarti senyawa

antibakteri memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan sel yaitu

dengan menahan pertumbuhan bakteri pada fase stasioner.Bakterisidal

berarti senyawa antibakteri memiliki kemampuan membunuh sel

bakteri.Namun demikian, penentu senyawa antibakteri bersifat

bakteriostatik atau bakterisidal tidak absolut karena dipengaruhi berbagai

faktor.Penentuan suatu senyawa antibakteri bersifat bakteriostatik atau

bakterisidal dapat dipengaruhi oleh kosentrasi senyawa antibakteri,

jumlah inokulum bakteri dan lama pengujian (inkubasi) (Pankey & Sabath

2004:864-865).

Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba

yang merugikan manusia. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada

mikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal

sebagai aktivitas bakteriostastik dan ada yang bersifat membunuh

Universitas Muslim Indonesia


15

mikroba, dikenal sebagai bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk

menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing

dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal

(KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari

bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan

melebihi KHM (Ganiswarna, 2007)

Restiati (2000) dalam penelitianya menyatakan bahwa kecepatan

populasi mikroba mengalami kematian erat hubunganya dengan umur

mikroba. Pada umumnya mikroba yang lebih muda daya tahannya lebih

rendah dibandingkan dengan bakteri yang lebih tua (fase stasioner).

Kemampuan suatu bahan dalam menghambat atau membentuk mikroba

tergantung pada tinggi rendahnya konsentrasi dan bahan antimikroba.

Pada umumnya, kecepatan kematian mikroba berhubungan secara

langsung dengan konsentrasi antimikroba. Ini berarti semakin tinggi

konsentrasi antimikroba yang digunakan, semakin cepat mikroba

terbunuh.

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kerja zat antimikroba

menurut Pelczar (1988) adalah sebagai berikut :

1. Konsentrasi atau intensitas zat mikroba

Semakin tinggi konsentrasi suatu zat antimikroba semakin tinggi zat

antimikrobanya, artinya banyak bakteri akan terbunuh lebih cepat bila

konsentrasi zat tersebut lebih tinggi.

2. Jumlah mikroorganisme

Universitas Muslim Indonesia


16

Semakin banyak jumlah organisme yang ada makin banyak pula

waktu yang diperlukan untuk membunuhnya

3. Suhu

Kenaikan suhu yang besar dapat menaikan keefektifan suatu

desinfektan atau bahan mikrobial lain. Hal ini disebabkan karena zat

kimia merusak mikroorganisme melalui reaksi kimia. Dan reaksi kimia

dipercepat dengan meningkatkan suhu

4. Spesies mikroorganisme

Spesies mikroorganisme menujukan ketahanan yang berbeda-beda

terhadap suatu bahan kimia tertentu.

5. Adanya bahan organik

Adanya bahan organik asing dapat menurunkan keefektifan zat kimia

antimikrobial dengan cara menginaktifkan bahan kimia tersebut.

D. Ekstrasi

Ekstrasi atau penyarian merupakan proses pemisahan senyawa

matriks atau simpliasia dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Peran

ekstrasi dalam analisis fitokimia sangat penting karena sejak tahap awal

hingga akhir menggunakan proses ekstraksi, termasuk fraksinasi dan

pemurnian. Ada beberapa istilah yang digunakan dalam ekstraksi antara

lain ekstraktan (yakni pelarut yang digunakan untuk ekstraksi), rafinat

(yakni larutan atau senyawa atau bahan ekstraksi), dan linarut (yakni

larutan atau zat yang diinginkan terlarut dalam rifanat) (Hanani 2015, h.

10)

Universitas Muslim Indonesia


17

Tujuan ekstraksi adalah menarik atau memisahkan senyawa dari

campurannya atau simplisia. Ada berbagai cara ekstraksi yang telah

diketahui. Masing-masing cara tersebut memiliki kelebihan dan

kekurangannya. Pemilihan metode dilakukan dengan memperlihatkan

antara lain sifat senyawa, pelarut yang digunakan dan alat yang tersedia.

Struktur setiap senyawa, suhu, dan tekanan merupakan factor yang perlu

diperhatikan dalam melakukan ekstraksi. Alkohol merupakan salah satu

pelarut yang paling banyak dipakai untuk menyari secara total (Hanani.

2015, h.11).

Ada beberapa metode ekstraksi yang umum digunakan antara lain

(Hanani 2015, h.11).

1. Maserasi

Meserasi adalah cara ekstrasi simplisia dengan merendam

dalam pelarut pada suhu kamar sehingga kerusakan atau degradasi

metabolit dapat diminimalisi, pada maserasi, terjadi proses

keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar dan didalam sel

sehingga diperlukan pengantian pelarut secara berulang. Kinetik

adalah cara ekstraksi seperti maserasi yang dilakukan dengan

pengaduan sedangkan digesti hanya lebih tinggi dari suhu kamar 40-

60°C.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah cara ekstraksi simplisia menggunakan pelarut

yang selalu dengan mengalirkan pelarut melalui simplisia hingga

senyawa tersari sempurna. Cara ini memerlukan waktu lebih lama dan

Universitas Muslim Indonesia


18

pelarut yang lebih banyak.Untuk meyakinkan perkolasi sudah

sempurna, perkolat dapat diuji adanya metabolit dengan pereaksi

yang sepesifik.

3. Refluks

Refluks adalah cara ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik

didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Agar hasil penyarian

lebih baik atau sempurna, refluks umumnya dilakukan berulang-ulang

(3-6 kali) terhadap residu pertama.Cara ini memungkinkan terjadinya

penguraian senyawa yang tidak tahan panas.

4. Soxhletasi

Soxhletasi adalah cara ekstraksi menggunakan pelarut organik

pada suhu didih dengan alat soxhlet. Pada soxhletasi, simplisia dan

ekstrak berada pada labu berbeda.Pemasangan mengakibatkan

pelarut menguap dan uap masuk dalam labu pendingin.Hasil

kondensasi jatuh bagian simpilisia sehingga ektrasi berlangsung terus

menerus dengan jumlah pelarut relatif konstan.

5. Infusa

Infusa adalah cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut air

pada suhu 96-98°C selama 15-20 menit (dihitung setelah suhu 96°C

tercapai). Bejana infusa tercelup dalam tangas air.Cara ini sesuai

untuk simplisia yang bersifat lunak seperti bunga dan daun.

6. Dekok

Universitas Muslim Indonesia


19

Dekok adalah cara ekstraksi yang mirip dengan infusa, hanya

saja waktu ekstraksinya lebih lama yaitu 30 menit dan suhunya

mencapai titik didih air.

7. Destilasi (penyulingan)

Destilasi merupakan cara ekstraksi untuk menarik atau menyari

senyawa yang ikut menguap dengan air sebagai pelarut. Pada proses

pendinginan, senyawa dan uap air akan terkondensasi dan terpisah

menjadi destilat air dan senyawa yang diekstraksi.

E. Metode Pengujian Antibakteri

1. Metode KLT-Bioautografi

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan

fisikokimia yang didasarkan atas penyerapan, partisi (pembagian) atau

gabungannya. Lempeng pemisah tipis yang terdiri dari butir penyerap

dilapiskan pada lempeng kaca, logam dan lain-lain. Untuk

mendapatkan kondisi jenuh bejana kromatografi, dinding bejana

dilapisi dengan lembaran kertas sering, fase gerak dituang didalam

bejana sehingga kertas sering basah dan dalam bejana terdapat fase

gerak setinggi 5-10 mm, bejana ditutup dan dibiarkan selama 1 jam

pada 20-25 °C (Harmita, 2016).

Metode bioautografi merupakan metode sederhana yang

digunakan untuk menunjukan adanya aktivitas antibakteri atau

antikapang. Metode ini menggabungkan teknik kromatografi lapis tipis

dengan respon dari mikroorganisme yang diuji berdasarkan aktivitas

Universitas Muslim Indonesia


20

biologi dari suatu analit yang dapat berupa antibakteri, antikapang, dan

antiprotozoa. Bioautografi dapat digunakan untuk mencari antibakteri

atau antikapang baru, kontrol kualitas antimikroba dan mendeteksi

golongan senyawa (Kusumaningtyas et al 2008,Vol. 6 h. 75)

Uji bioautografi merupakan metode spesifik untuk mendeteksi

bercak pada kromatogram hasil KLT (kromatrografi lapis tipis) yang

memiliki aktivitas antibakteri, antifungi, dan antivirus, sehingga

mendekatkan metode separasi dengan uji biologis.( Pratiwi, 2007,

hal.191)

Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang efisien untuk

mendeteksi adanya senyawa antimikroba karena letak bercak dapat

ditentukan walaupun berada dalam campuran yang kompleks

sehingga kemungkinan untuk mengisolasi senyawa aktif tersebut.

Kerugianya adalah metode ini tidak dapat digunakan untuk

menentukan KHM dan KBM. (Pratiwi 2007, hal.191)

Ada dua macam metode bioautografi (Pratiwi, 2007, hal.192)

a. Bioautografi langsung : dengan menyemprot plat KLT dengan

suspensi mikroorganisme ataupun dengan menyentukan plat KLT

pada permukaan media Agar yang telah ditanami mikroorganisme.

Setelah inkubasi pada waktu tertentu, letak senyawa aktif tampak

sebagai area jernih dengan latar belakang keruh.

b. Bioautografi overlay : dengan menuangkan media Agar yang telah

dicampur dengan mikroorganisme di atas permukaan plat KLT,

media ditunggu hingga padat, kemudian diinkubasi. Area

Universitas Muslim Indonesia


21

hambatan dilihat dengan penyemprotan menggunakan tetrazolium

klorida. Senyawa yang aktif sebagai antimikroba akan tampak

sebagai area jernih dengan latar belakang ungu.

2. Metode difusi

Metode difusi Agar telah digunakan secara luas dengan

menggunakan cakram kertas saring yang tersedia secara komersial;

kemasan yang menujukan konsentrasi antibiotik tertentu juga

tersedia.Efektivitas relatif antibiotik yang berbeda menjadi dasar bagi

spectrum sensitivitas suatu organisme.Informasi ini, bersama dengan

berbagai pertimbangan farmakologi digunakan dalam memilih

antibiotik untuk pengobatan (Harmita & Radji 2009, h.21).

Selain metode difusi Agar, ada juga beberapa metode difusi lain

yang dapat digunakan pada pengujian antimikroba, yaitu (Pratiwi

2008, h.188-190).

b. Metode disc diffusion

Metode disc diffusion (tes kitty dan Bauer) untuk

menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen

antimikroba diletakan pada media agar yang telah ditanami

mikroorganisme yang akan berdisfusi pada media agar tersebut.

Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan

mikroorganisme oleh agen antimikroba permukaan media agar.

c. E-test

Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MC (minimum

inhibitory concentration) atau KHM (kadar hambatan minimum)

Universitas Muslim Indonesia


22

yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat

menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pada metode ini

digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari

kadar terendah hingga tertinggi dan diletakan permukaan media

agar yang telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan

pada area jernih yang menujukan kadar agen antimikroba yang

menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar.

d. Ditch-plate technique

Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang

diletakan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media

agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan

mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan kearah perit yang

berisi agen antimikroba

e. Cup-plate technique

Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, diman

dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan

mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba

yang akan diuji

f. Gradient-plate technique

Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media

agar secara teoretis bervariasi dari 0 hingga maksimal.Media agar

dicairkan dan larutan uji ditambahkan.Campuran kemudian dituang

kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring.Nutrisi

kedua selanjutnya dihitung diatasnya.Plate diinkubasikan selama

Universitas Muslim Indonesia


23

24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan

permukaan media mongering.Mikroba uji (maksimal 6 macam)

digoreskan pada arah mulia dari konsentrasi tinggi kerendah.Hasil

diperhitungkan sebagai panjang pertumbuhan mikroorganisme

maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang

pertumbuhan hasil goresan.

3. Metode dilusi

Metode dilusidibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution)

dan dilusi padat (solid dilution) (pratiwi 2007, h.190).

a. Metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution)

Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration

atau kadar hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum

bactericidal concentration atau kadar bunuh minimum, KMB). Cara

yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen

antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba

uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat

jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai

KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya

dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji

ataupun agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24 jam.

Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan

sebagai KHM.

b. Metode Dilusi Padat

Universitas Muslim Indonesia


24

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun

menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah

satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan

untuk menguji beberapa mikroba uji.

F. Infeksi Kulit

Infeksi adalah proses masuknya parasit dan mengadakan hubungan

dengan inang. Infeksi terjadi bila parasit itu sangup mengadakan

penetrasi atau melalui tanggul pertahanan inang dan hidup didalamnya

(Irianto 2006).

Kulit merupakan organ tubuh pada manusia yang sangat penting

karena terletak pada bagian luar tubuh yang berfungsi untuk menerima

rangsangan seperti sentuhan, rasa sakit dan pengaruh lainnya dari luar

(Nuraeni 2016, hal 33-55)

Adapun flora normal mikroorganisme yang terdapat pada kulit yaitu

proteus, Enterobacter, Stephylococcus, Acinobacter, Klebsiella,

Pseudomonas, Mirococcus, Corynebacterium, Propionibacterium,

Malassezia, dan Pityrosporum (Pratiwi 2007, h.175).

Infeksi kulit merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri

staphylococcus, streptococcus atau keduanya.Penyebab utamanya

adalah staphylococcus aureus dan staphylococcus pyogenes

(Nugerahdita 2009). Tanda-tanda infeksi kulit oleh bakteri adalah adanya

inflamasi dengan sedikit atau tanpa nekrosis dan adanya pengeluaran

nanah dari jaringan lunak (Wells et al. 2006, h..463).

Universitas Muslim Indonesia


25

Menurut (Madigan et al.,2002, h.50). Mengatakan bahwa

staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab penyakit

infeksi kulit seperti jerawat, bisul dan borok luka.

Universitas Muslim Indonesia


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat / Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Program

Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia,

Makassar pada tanggal November 2019 – Selesai..

B. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini yaitu tanaman cabe rawit (Capsicum

Frutescens L.) dimana sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

daun cabai rawit yang diperoleh dari Kab. Buru Kec.Waelata Desa

Debowae

C. Metode Kerja

Penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorium

dengan melakukan ekstraksi pada sampel daun cabe rawit (Capsicum

Frutescens L.) kemudian uji aktivitas antibakteri pada ekstrak etanol daun

cabe rawit (Capsicum Frutescens L.) dengan menggunakan metode Difusi

Agar dan KlT-Biautografi.

D. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu aquadest

steril, etanol 96%, lempeng KLT, larutan NaCl 0,9%, medium Nutrien

Agar (NA), bakteri uji Staphylococcusaureus ATCC 25923,

Universitas Muslim Indonesia


26
27

Staphylococcus aeruginosa ATCC 27853, Staphylococcus epidermidis,

Propionibacterum acnes, dan sampel daun cabe rawit (Capsicum

Frutescens L.)

2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf (Smic

Model YX-280 B), blender, cawan petri, cutter steril , gelas erlenmeyer

250 mL dan 500 mL (Iwaki Pyrex), gelas ukur, incubator (memmet),

lampu spiritus, ose bulat, ose lurus, lampu UV 254 dan 366 nm , oven

(Fisher), shaker, shaker, dan timbangan analitik

E. Prosedur Kerja.

1. Sterilisasi alat dan bahan

Sterilisasi alat dan bahan dengan cara membungkus alat-alat

yang tahan terhadap pemasan di sterilkan pada oven pada suhu 180 0C

selama 2 jam, sedangkan alat yang tidak tahan terhadap pemanasan

disterilkan pada autoklaf pada suhu 121 0C dengan tekanan 15 atm

selama 15 menit ose di sterilkan dengan cara dipijarkan pada lampu

spiritus (James & Agalocco 2008, h. 20)

2. Pengambilan dan penyiapan sampel

Daun cabe rawit dipetik pada sore hari karena proses

fotosintesis hanya terjadi pada siang hari dengan bantuan sinar

matahari, sehingga pada sore hari proses pembentukan metabolit

sekunder pada tanaman telah terbentuk sempurna (Fatmawati,

Setiawan, dan Saryanti 2019,Vol. 6, hal. 142).

Universitas Muslim Indonesia


28

Sampel yang telah dikumpulkan dibersihkan dari kotoran, dicuci

dengan air bersih. Kemudian sampel dikeringkan dengan cara diangin-

anginkan dan tidak dibawah sinar matahari langsung. Selanjutnya

sampel yang sudah kering kemudian dirajang dan dikeringkan kembali

di dalam lemari pengering hingga kadar air dalam sampel sudah tidak

ada. Terakhir sampel dibuat menjadi partikel yang lebih kecil, sampel

yang sudah berbentuk serbuk simplisia siap untuk dimaserasi (Aswad

2018, h. 47)

3. Penyarian /Ekstraksi Sampel

Simplisia daun cabai rawit (Capsicum frutescens L.) ditimbang

sebanyak 500 gram lalu dimasukkan ke dalam wadah maserasi

(toples), direndam dengan cairan penyari etanol 96% 10 liter hingga

simplisia terbasahi seluruhnya. Wadah maserasi ditutup dangan

penutup wadah yang dilapisi aluminium foil dan disimpan selama 2 ×

24 jam pada suhu ruang (kamar). Selanjutnya disaring, dipisahkan

antara ampas dan filtratnya menggunakan penyaring kain kasa.

Ampas diekstraksi kembali dengan cairan penyari etanol 96% yang

baru dengan jumlah yang sama. Hal ini terus dilakukan hingga cairan

penyari tampak bening.Ekstrak etanol yang diperoleh kemudian

dikumpul dan diuapkan cairan penyarinya menggunakan alat rotary

evaporator dengan suhu 60˚C dan kecepatan 65 rpm hingga diperoleh

ekstrak etanol kental. Terakhir ekstrak kemudian dibebas-etanolkan

(Aswad 2018, h. 47)

Universitas Muslim Indonesia


29

4. Penyiapan bakteri uji

a. Peremajaan bakteri uji

Bakteri uji pseudomonas aureus, propionibacterium acne,

dan staphylococcus epidermidis, diambil dari biakan masing-

masing satu ose kemudian diinokulasi pada medium NA miring

dengan cara digoreskan secara aseptis.masing-masing biakkan

bakteri diinkubasi selama 1x24 jam pada suhu 37 0C.

b. Pembuatan suspense bakteri uji

Mikroba uji hasil peremajaan disuspensikan menggunakan larutan

NaCl fisiologis 0,9% sampai diperoleh transmitan 25% untuk

bakteri.

5. Uji Skrining Antibakteri

Sebanyak 10 mg ekstrak daun cabai rawit (Capsicum

frutescens L.)dimasukkan ke dalam vial steril dengan 0,2 mL DMSO.

Kemudian ditambahkan medium Nutrient Agar (NA) sebanyak 9,8 mL

ke dalam vial lalu dihomogenkan. Setelah itu dituang ke dalam cawan

petri steril secara aseptis. Lalu didiamkan hingga memadat dan

digoreskan 1 ose mikroba ujiPropionibacterium acne diatas medium

yang memadat. Dilakukan hal yang sama terhadap bakteri uji

Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus.Kemudian

diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Setelah itu diamati ada

atau tidak adanya pertumbuhan bakteri (Herwin, Zulhisda, dan Siska

2018,Vol. 10, h. 249)

Universitas Muslim Indonesia


30

6. Pengujian Antibakteri Dengan Metode Difusi Agar

Medium NA yang telah dipanaskan dan disterilkan kemudian

didinginkan hingga suhu 40-50°C, tuang secara aseptis kedalam

masing-masing cawan petri sebanyak 10 mL lalu ditambahkan 20

µL suspense bakteri uji, homogenkan dan dibiarkan memadat.

Cawan pentri dibagi menjadi tiga zona/konsentrasi. Kemudian

sampel ditimbang lalu dimasukan kedalam vial steril dan

ditambahkan 10 mL aquadest, homogenkan. Kemudian

diinkubasikan selama 1x24 jam pada suhu 37 °C. lalu sampel

diamati yang memberikan aktivitas penghambatan terhadap

mikroba uji yang ditandai dengan tidak adanya atau sedikitnya

pertumbuhan bakteri uji (Mansyur 2014, h. 26)

7. Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Ekstrak etanol daun cabe rawit (Capsicum Frutescens L.)

diindentifikasi dengan Kromatografi Lapis tipis (KLT) dan digunakan

yang menunjukan aktivitas paling tinggi. Kemudian ditotolkan pada

lempeng KLT dengan ukuran 7 x 1 cm dengan menggunakan pipa

kapiler, setelah penotolan lalu lempeng dielusi hingga batas tanda

dan dilihat bercaknya pada UV 254 dan 366.

8. Pengujian KLT-Bioautografi

Hasil identifikasi KLT menggunakan eluen yang sesuai

dilanjutkan dengan uji KLT-Bioautografi dengan cara kedalam

cawan petri dituang NA sebanyak 10 mL dan ditambahkan

suspensi bakteri sebanyak 20 μL lalu dihomogenkan, lempeng KLT

Universitas Muslim Indonesia


31

yang telah dielusi diletakkan diatas permukaan medium agar yang

telah diinokulasikan dengan mikroba uji kemudian dibiarkan selama

60 menit. Setelah itu lempeng diangkat dan dikeluarkan,

selanjutnya diinkubasi selama 1x24 jam pada suhu 37 0C kemudian

diamati bercak yang memberikan aktivitas penghamabatan

terhadap pertumbuhan bakteri uji (Mustary et al, 2011).

Universitas Muslim Indonesia


Daftar Pustaka

Akalin, E. H. 2002. The Evolution Of Guedilines In An Era Of Cost


Containment, Surgical Prophylaxis. J Hosp Infect.
Anuzar, Chania Hardianty., Siti Hazard Dan Suwendar, 2017. Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstra Etanol Daun Cabe Rawit (Capsicum
Frustescens L.)Terhadap Pertumbuhan Bakteri Penyebab
Jerawat Propionibacterium Acnes Secara Invintro, Prosiding
Farmasi, 457-646.
Asosiasi herbalis nusantara. 2017. Daftar obat herbal Indonesia.
www.herbalisnusantara.com. Diakses tanggal 2 Desember
2019.
Astuti, Sari, 2016, Uji Aktivitas Antioksidan Ekstra Kloroform Daun Tomat
(Solanum Lycopersicum L.), Daun Cabai Merah (Capsicum
Annum L.) Dan Daun Ciplukan (Physalis Angulata L.) Dengan
Metode DPPH, Tugas Akhir, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Aswad Hajratul S, 2018, ‘Uji Efektivitas Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun
Cabai Rawit (Capsicumfrutescens L.) Terhadap Pertumbuhan
Bakteri Penyebab Jerawat Propionibacterium acnes Secara In
vitro’, SkripsiFakultas Kedoktetan dan Ilmu kesehan,
Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar hal. 47
Choma IM, Grzelak EM 2010, ‘Bioautography Detection In Thin Layer
Chromatography’, Journal of Chromatography A, volume 12,
nomor 69, pp.

Ditjen POM 1977,‘Materia Medika Indonesia, Jilid I. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI.
Fadhilah Nur, 2011, ‘Uji Antifungi Ekstrak ETanol Buah Cabai Rawit
(Caposicum ftutescens L.) Terhadap pertumbuhan Jamur
Penyebab Pitriasis Versikolor Secara In Vitro’, Skripsi, Fakultas
Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Alaudin, Makassar.
Fatmawati Muslikah Suci, Setiawan I, Saryanti D, 2019, ‘Formulasi Uji
Efektivitas Sediaan Gel Antiseptik Ekstrak Daun Cabe Rawit
(Capsicum frutescens L.) Dengan Metode Replika,Jurnal Ilmiah
Frmacy, Vol 6 No.1, hal. 142

Garrity, GM, Bell, JA & Liburn, TG 2004, ‘Taxonomic Outline of the


Pokaryotes Bergey’s Manual of Systematic
Bacteriology’ ,Second Edition, New York hal. 187

Giguere S, Prescott JF, Baggot JD. 2006. Antimicrobial Therapy in


Veterinary Medicine. Ed ke-4. Iowa: Iowa State Univ Pr, hal. 3,
5.
Universitas Muslim Indonesia
32
33

Hanani, E 2015.‘Analisis Fitokimia’, EGC, Jakarta, hal. 10-11.


Harmita & Radji, M 2009, ; Buku Ajar Analisi Hayati’, Penerbit Kedokteran,
Jakarta. Hal. 21.

Herwin, Zulhisda Premeita Sari, Siska Nuryanti, 2018, ‘Aktivitas


Antibakteri Ekstrak Etanol Daun dan Ampas The Hijau
(Camellia sinensis L. )Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat
(Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis )
Secara Difusi Agar’, Jurnal As-Syifaa Vol 10 (02) : Hal. 247-254
Irianto, Koes, 2006. ‘ Mikrobiologi Bandung’, Yrama Widya.

James & Agalloco, 2008, ‘Validation Of Pharmaceutical Processes


(electronic version), Informa Healthcare Inc, USA.

Kemenkes RI, (2011) Profil Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010,


Jakarta: Kemenkes RI.

Kusumaningtyas E, Astuti E, Darmono 2008, ‘Sensitivitas Metode


Bioautografi Kontak dan agar overlay dalam penentuan
senyawa antikapang’, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia,
volume 6, Nomor 2, hal. 75.

Mansyur, S 2014, ;Uji Aktivitas Antimikroba Madu Asli Asal Bima Provinsi
Nusa Tenggara Barat Terhadap Beberapa Mikroba Uji Secara
Difusi Agar’, S.Farm. Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas
Muslim Indonesia, Makassar, hal. 26

Musdalipah, Karmilah, 2018, ’Evektivitas Ekstrak Daun Cabai Rawit


(Capsicum frutescens L.)Sebagai Penumbuh Rambut Terhadap
Hewan Uji Kelinci (Oryctolagus cuniculus), Jurnal Riset
Informasi Kesehatan, Vol.7, No 1.
Mustary, M, Djide, MN, Mahmud, I, & Hasyim, N 2011, ‘Uji Daya Hambat
dan Analisis KLT-Bioautografi Perasan Buah Sawo Manila
(Achras Zapota Linn) Terhadap Bakteri Uji Salmonella
Thyposa’,Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia 17(1)

Nuraeni, F, 2016, ‘Aplikasi Pakar Untuk Diagnosa Penyakit Kulit


Menggunakan Metode Forward Chaining Di Al Arif Skin Care
Kabupaten Ciamis’, Teknik Informatika STMIK Tasikmalaya,
hal. 33-55
Pankey, G. A., dan Sabath, L. D., 2004, ‘Clinical Relevance of
Bacteriostatic versus Bactericidal Mechanism of Action in the
Treatment of Gram-Positif Bacterial Infections’, hal. 864-865
Pratiwi, ST 2008, ‘ Mikrobiologi Farmasi’Erlangga, Jakarta, hal. 154, 173,
188,190.
Universitas Muslim Indonesia
34

Yunita, 2012.Uji Aktivitas Antioksidan Ekstra Dan Fraksi Ekstra Daun


Cabe Rawit (Capsicum Frutescens L.) Dan Identitas Golongan
Senyawa Dari Fraksi Teraktif. Jakarta: Universitas Indonesia
Radji , M 2011, ‘Buku Ajar Mikrobiologi Mahasiswa Farmasi dan
Kedokjteran’, EGC, Jakarta, hal. 130, 204, 205.
Rahim, Abdul., Indra Wahyudin., Endang Lusyana, 2014, Efektifitas Ekstra
Daun Cabe Rawit (Capsicum Frutescens L.) Terhadap Bakteri
Staphylococcus Aureus Dengan Metode Difusi: Uji
Pendahuluan Potensi Tanaman Obat Tradisional Sebagai
Alternatif Pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan, Prosiding
Snst Ke-5,7-12.
Refdanita, Maksum, Nurgani, Dan Endang. 2004, ‘Pola Kepekaan Kuman
Terhadap Antibiotika Di Ruang Rawat Insentif Rumah Sakit’
Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002. Jurnal Kesehatan. Vol.
8(2):41-48
Syamsiah.Taksonomi Tumbuhan Tinggi. Buku Ajar. Makassar: Jurusan
Biologi Fakultas FMIPA UNM. 2016.
Tjay, T.H. Rahardja, K 2013, ‘Obat-Obat Penting’ : Khasiat, Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi IV, PT. Elex Media
Komputindo Jakarta, hal. 65.
Tjitrosoepomo, G. 2000. Taksonomi TumbuhanSpermatophyte. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Utami, R.E.,2012, ‘Antibiotika, Resitensi Dan Rasionalisasi Terapi’,
Sainitis, Fakultas Sain Dan Teknologi UIN Maliki Malang,
Malang.
Wells, B.G, Dipiro, JT, Schwinghammer, TL, & Hamilton, CW, 2006
‘Pharmacotherapy handbook, 6th edn, The Mc-Graw Hill
Companies, New york, hal. 463

Universitas Muslim Indonesia


35

LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema kerja

daun cabe rawit (Capsicum Frutescens, L)

 Dicuci
 Dipotong kecil-kecil
 Dikeringkan
 Diblender

Maserasi dengan entanol 96%

Ekstra etanol cair Residu

 Diuapkan dengan menggunakan


rotary vacuum evaporator

Ekstra etanol kental

 Uji skrining antibakteri

Ekstra aktif
Pemisahan senyawa secara KLT

Profil bioautografi

 Uji KLT-bioautografi
Bercak aktif

pengamatan pembahasan kesimpulan

Ganbar 1: skema kerja aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun cabe rawit
(Capsicum Frutescens, L) dengan metode KLT-Bioautografi

Universitas Muslim Indonesia


36

LAMPIRAN

Simpliasis daun cabe rawit (Capsicum Frutescens, L)

Ekstra etanol cair Residu

 diuapkan
Ekstra etanol kental

Skrining aktivitas
Ekstra Aktif
antibakteri

Uji KHM Uji KBM

Uji difusi agar

Analisi data

Pembahasan

kesimpulan

Gambar 1: Skema kerja uji aktivitas antibakteri ekstra etanol daun cabe
rawit (Capsicum Frutescens, L) dengan metode difusi Agar

Universitas Muslim Indonesia

Anda mungkin juga menyukai