Metodelogi Studi Potensi Air Baku PDF
Metodelogi Studi Potensi Air Baku PDF
BAB E
PENDEKATAN METODELOGI DAN PROGRAM
KERJA
5.1. PENDAHULUAN
5.1.1 Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang sangat strategis dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Air dibutuhkan oleh segala bentuk kehidupan. Bagi
manusia, air diperlukan sebagai kebutuhan dasar untuk tetap hidup, disamping sebagai
sarana penunjang aktivitasnya sehari-hari. Terkait dengan penyediaan air minum di
Indonesia umumnya dikelola oleh suatu perusahaan milik daerah yang dikenal dengan nama
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Namun, pelayanan penyediaan air minum yang
disediakan oleh PDAM seringkali masih dikeluhkan oleh masyarakat pelanggannya. Keluhan
tersebut terutama karena air sering tidak mengalir dalam jumlah yang cukup, tidak kontinyu,
dan kualitas air buruk.
Kondisi ini antara lain disebabkan daya dukung lingkungan semakin menurun. Hal ini
ditunjukkan dengan semakin banyak DAS yang kondisinya semakin memburuk dan tidak
bisa lagi menyimpan air dengan baik. Sehingga ketersediaan air baku semakin berkurang.
Pada sisi lain, kondisi sumber air, terutama sungai, cenderung makin tercemar, baik karena
limbah rumah tangga, limbah industri, atau juga oleh penggunaan pestisida, insektisida dan
usaha pertambangan yang tidak terkendali. Hal ini sangat mempengaruhi kualitas air baku
yang akan diolah menjadi air minum. Sumber daya air walaupun merupakan benda yang
dapat diperbaharui, tetapi ketersediaannya dibatasi oleh kondisi geografis dan musim, hal
ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Soerjani Muhammad (Lingkungan, Sumber
Daya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan, Universitas Indonesia, Jakarta,1987) bahwa
distribusi air secara geografis tidak merata, demikian juga secara kualitas.
Saat ini, ketersediaan air di Indonesia mencapai 15.000 meter kubik per kapita per tahun -
masih di atas rata-rata dunia yang hanya 8.000 meter kubik per kapita per tahun, namun jika
ditinjau ketersediaannya perpulau akan sangat lain dan bervariasi. Pulau Jawa yang luasnya
mencapai tujuh persen dari total daratan wilayah Indonesia hanya mempunyai empat
setengah persen dari total potensi air tawar nasional, namun pulau ini dihuni oleh sekitar 65
persen total penduduk Indonesia. Kondisi ini menggambarkan potensi kelangkaan air di Pulau
Jawa sangat besar. Jika dilihat ketersediaan air per kapita per tahun, di Pulau Jawa hanya
tersedia 1.750 meter kubik per kapita per tahun, masih di bawah standar kecukupan yaitu 2000
meter kubik per kapita per tahun. Jumlah ini akan terus menurun sehingga pada tahun 2020
diperkirakan hanya akan tersedia sebesar 1.200 meter kubik per kapita per tahun. Apabila
fenomena ini terus berlanjut maka akan terjadi keterbatasan pengembangan dan pelaksanaan
pembangunan di daerah-daerah tersebut karena daya dukung sumberdaya air yang telah
terlampaui.
Kapasitas produksi PDAM di Indonesia th. 2000 sekitar 114 m3/detik, ditujukan untuk
penyediaan air minum dengan sistem perpipaan penduduk perkotaan dengan cakupan
pelayanan mencapai 31% sedang untuk penduduk perdesaan baru mencapai 8% (sumber :
data BPS dan Depkes (Survey Ekonomi Nasional)). Namun upaya peningkatan produksi yang
mencapai 10 (sepuluh ) kali lipat dalam tiga dasawarsa terakhir ini, akan menghadapi
tantangan yang jauh lebih besar untuk tahun-tahun mendatang. Data Ditjen Cipta Karya 2009,
cakupan pelayanan air minum perpipaan secara nasional mencapai 24%, untuk wilayah
perkotaan mencapai 47% dan 11% di perdesaan. Jumlah pelanggan nasional 8.006.814
sambungan (sumber : Data dari Perpamsi, Februari 2010).
Pembangunan Pengelolaan Air Baku merupakan salah satu agenda nasional yang terkait juga
dengan agenda global sebagaimana dicanangkan melalui Deklarasi Millenium Development
Goals (MDGs). Saat ini pencapaian sasaran MDGs tersebut masih belum sesuai dengan yang
ditargetkan. Status tahun 2005 (Kantor Menko Kesra) menunjukkan pencapaian cakupan
pelayanan baru 52,4%. Dalam rangka pemenuhan target MDG 2015, menjadi prioritas
tersedianya akses sumber air bersih yang menjangkau 67% penduduk dan akses terhadap
sanitasi dasar berkualitas yang menjangkau 75% penduduk sebelum 2014 (sumber : RPJMN
2010-2014)
Pada Skala Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Utara, bertambahnya jumlah penduduk
di Kabupaten Bulungan membawa konsekuensi kebutuhan akan air baku untuk masyarakat
semakin meningkat. Kebutuhan akan air baku adalah kebutuhan pokok bagi masyarakat
sehingga pemerintah seyogyanya menyediakan kebutuhan akan air baku untuk masyarakat
Kabupaten Bulungan.
Untuk menyediakan kebutuhan air baku penduduk di Kabupaten Bulungan yang dirasakan
semakin meningkat maka dilakukan kajian untuk mengetahui keseimbangan air di Kabupaten
ketersediaan air bersih dan efisien dalam sudut pandang ekonomi serta memenuhi kaidah
keamanan konstruksi.
3. Tersedianya kontribusi yang nyata dari program pembangunan yang sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah setempat guna pemenuhan kebutuhan air baku untuk air
bersih.
Agar dapat mencapai hasil sesuai dengan maksud dan tujuan pekerjaan ini, maka diperlukan
batasan-batasan yang akan mempertajam kajian yang akan dilakukan oleh konsultan, ada 9
(sembilan) kelompok atau tahapan pekerjaan sesuai tertuang dalam ruang lingkup pekerjaan
sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini Konsultan melakukan analisis hasil survey topografi, survey geologi dan soil
investigasi.
Survey Topografi, melakukan kegiatan pengukuran pada situasi lokasi bangunan utama yang
sesuai dengan skala prioritas pengembangan yang direncanakan. Jenis kegiatan tersebut
antara lain :
- Kegiatan survey pemetaan ini melakukan pengukuran dengan alat ukur yang berupa
waterpass dan theodolit yang menghasilkan data pengukuran, data pengukuran ini
dianalisa sehingga menghasilkan koordinat dan elevasi titik-titik yang bisa menghasilkan
gambar kontur dari daerah yang di ukur sepanjang posisi bangunan utama dan fasilitas
penunjang yang terpilih.
- Kegiatan ini menghasilkan peta situasi dari rencana bangunan utama dan fasilitas
penunjang yang terpilih dengan skala 1 : 2.000 dan peta detail bangunan utama yang
terpilih dengan skala 1 : 500. Dalam mengusulkan usulan teknis penyedia jasa
menyebutkan metode apa yang digunakan untuk kegiatan pemetaan ini.
- Analisa morfologi daerah penyelidikan diantaranya posisi intake pada aliran sungai
- Menganalisa kedudukan kedalaman pondasi dari hasil pekerjaan sondir dan boring
- Mengkorelasi hasil drilling sehingga didapatkan gambaran suatu lapisan bawah
permukaan bangunan dam.
- Uji Laboratorium mekanika batuan
Tujuan penelitian dan penyelidikan mekanika tanah adalah untuk meneliti, mempelajari dan
menyelidiki keadaan fisik, keseimbangan dan perubahan dari tanah, baik dengan ataupun
tanpa tekanan.
Tujuan penelitian dan penyelidikan sosial dan ekonomi berkaitan dengan ketersediaan dan
dukungan masyarakat dalam mendukung program penyediaan air baku. Beberapa form
kuisoner akan dibuat berkaitan dengan keinginan masyarakat terkait kebutuhan akan air
bersih.
- Desain bangunan utama dan fasilitasnya, jalur pipa transmisi dan bangunan pelengkap
- Penyusunan RAB
Kegiatan jasa konsultasi ini dilaksanakan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Utara.
wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan/atau wilayah
sungai strategis nasional menjadi kewenangan Pemerintah.
wilayah sungai yang secara utuh berada pada satu wilayah kabupaten/kota menjadi
kewenangan pemerintah kabupaten/kota;
3. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
Pengelolaan sumber daya air dalam Peraturan Pemerintah ini adalah upaya
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya
rusak air. Lingkup pengaturan pengaturan pengelolaan sumber daya air dalam peraturan
pemerintahan ini meliputi :
a) proses penyusunan dan penetapan kebijakan, pola, dan
e) konservasi sumber daya air dan pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian
daya rusak air.
(1) Pemerintah melakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan atau lintas batas
negara.
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan
atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi
air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum terkait dengan keberlanjutan air baku, terdapat beberapa ayat dalam pasal-pasal PP
16/2007 yang secara eksplisit mengungkapkan hal yang dimaksud pertama, bab 3 pasal 14
ayat 1 menyatakan bahwa perlindungan air baku dilakukan melalui keterpaduan pengaturan
pengembangan SPAM dan Prasarana dan Sarana Sanitasi.
Kedua, pasal 23 ayat (1) “Penyelenggaraan pengembangan SPAM harus dilaksanakan secara
terpadu dengan pengembangan Prasarana dan Sarana Sanitasi untuk menjamin keberlanjutan
fungsi penyediaan air minum dan terhindarnya air baku dari pencemaran air limbah dan
sampah”.
Pasal 38, 39 dan 40 Pemerintah (Pusat, Propinsi dan Kab/Kota) bertanggung jawab terhadap
fasilitasi pemenuhan kebutuhan air baku untuk kebutuhan pengembangan SPAM.
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 mengenai irigasi merupakan turunan dari Undang-
undang No. 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air. Sebagaimana judul dari Peraturan
Pemerintah ini yakni irigasi, maka pasal demi pasal yang terdapat di dalamnya lebih terkait
pada usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah,
irigasi pompa, dan irigasi tambak.
Lebih lanjut pasal 2 Peraturan Pemerintah ini menyatakan, Pasal 2 ayat (1) Irigasi berfungsi
mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam
rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani, yang
diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi, ayat (2) Keberlanjutan sistem irigasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pengembangan dan pengelolaan
sistem irigasi.
Menarik untuk mencermati Peraturan Pemerintah ini sebab dalam Pasal 36 ayat 2
dinyatakan dalam hal tertentu, penyediaan air irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat diberikan dalam batas tertentu untuk pemenuhan kebutuhan lainnya.
Kebutuhan lainnya meliputi
• Kebutuhan untuk penanggulangan kekurangan air baku untuk air minum rumah
tangga;
Target akses sanitasi sistem setempat (on site) yang aman untuk tahun 2014, yaitu 80%
untuk perkotaan dan 50% untuk perdesaan atau 60% untuk skala nasional. Pada tahun
2007 penduduk Indonesia yang telah memiliki akses terhadap prasarana air imbah telah
mencapai 77.15%. Sesuai dengan target MDGS dimana diharapkan sampai dengan tahun
2015 pencapaian akses air limbah dapat mencapai 75,34% atau sekitar 185 Juta Jiwa dari
246 Juta Jiwa penduduk. Dengan telah terlampauinya target pelayanan prasarana dasar air
limbah permukiman berdasarkan target MDGs, maka proyeksi target nasional ditetapkan
untuk pencapaian target pelayanan prasarana dan sarana air limbah permukiman yang
aman sebesar 60% pada tahun 2014. Selanjutnya untuk kota metropolitan dan besar
secara bertahap dikembangkan sistem air limbah terpusat (sewerage system).
(1) Peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah baik sistem on site maupun off site di
perkotaan dan perdesaan untuk perbaikan kesehatan masyarakat;
limbah permukiman;
(4) Penguatan kelembagaan serta peningkatan kapasitas personil pengelola air limbah
permukiman;
(5) Peningkatan pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman.
1. Penanganan Air bersih terutama sektor air limbah masih belum menjadi prioritas
terlebih setelah terbentuknya otonomi daerah
2. Berdasarkan hasil observasi literatur, analisa dan evaluasi dari kota objek study,
menunjukkan bahwa kota tersebut belum ada integrasi antara sanitasi dan SPAM yang
optimal, khususnya terkait dengan issue perlindungan terhadap air baku.
3. Pada dasarnya diperlukan suatu lembaga koordinatif yang akan menangani integrasi
Air Baku. Koordinasi dapat dilakukan pada aspek teknis hingga hal-hal yang bersifat
strategis, mulai dari tahap perencanaan, penyusunan program hingga pelaksanaan
pembangunan.
4. Terdapat perbedaan pada institusi pengelola Air baku sehingga menyulitkan koordinasi
pengelolaan antar sector.
1. Optimalisasi pengelolaan sector air Bersih dan air limbah sebaiknya dilakukan
pemisahan institusi yang berfungsi sebagai regulator dan operator, dengan
pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah.
2. Pengelolaan Air Baku harus diintegrasikan dengan sector SPAM dan sanitasi.
4. Diperlukan institusi Pembina teknis yang berperan aktif sebagai coordinator yang
mampu mengintegrasikan kepentingan lingkungan secara local dan regional para
pengelola pelaksana pengelolaan Air Baku.
Kabupaten Bulungan terbagi atas 10 kecamatan, dengan, kecamatan terluas yaitu Kecamatan
Peso dengan luas 3.142,79 Km2 atau 23,84 % dari luas Kabupaten Bulungan secara keseluruhan.
Sedangkan kecamatan yang memiliki luas terkecil adalah Kecamatan Bunyu dengan luas 198,32
Km2 atau sekitar 1,50 % dari luas Kabupaten Bulungan. Dilihat dari jumlah desa /kelurahan yang
ada, Kecamatan Sekatak memiliki jumlah desa terbanyak yaitu sebanyak 22 Desa, sedangkan
kecamatan yang memiliki jumlah desa paling sedikit adalah Kecamatan Bunyu dan Tanjung Palas
Tengah sebanyak 2 Desa.
Posisi Kabupaten Bulungan berbatasan langsung 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten Tana Tidung,
Kabupaten Nunukan, Kabupaten Berau, serta secara administrasi wilayahnya berbatasan
dengan:
PT. DAYA CIPTA DIANRANCANA |E -13
DOKUMEN PENAWARAN TEKNIS
Studi Potensi Air Baku DI Kabupaten Bulungan
Batas Wilayah :
5.4 METODELOGI
Ketentuan-ketentuan dalam Kerangka Acuan Kerja dan hasil klarifikasi dengan pemilik
pekerjaan.
Berdasarkan uraian tugas yang terangkum dalam Kerangka Acuan Kerja, diperlukan
metode pelaksanaan pekerjaan yang tepat dan efektif agar dapat dicapai suatu hasil
perencanaan yang memenuhi kaidah-kaidah dan persyaratan teknis. Untuk itu diperlukan
data-data, laporan studi terdahulu agar dapat menunjang selama proses pelaksanaan
pekerjaan.
Pada bagian ini akan dipaparkan aspek-aspek yang menjadi bahan pertimbangan dalam
persiapan pekerjaan Studi Potensi Air Baku Di Kabupaten Bulungan. Bagian pertama
akan memaparkan mengenai dasar pemikiran, pola pikir dan pendekatan yang akan
dilakukan dalam Studi Potensi Air Baku . Pada bagian selanjutnya untuk memahami dan
mempertajam proses sejak awal hingga akhir pekerjaan perencanaan ini.
Studi Potensi Air Baku Di Kabupaten Bulungan merupakan salah satu alternatif cara
pemanfaatan potensi air untuk mengantisipasi kebutuhan air bersih masyarakat seiring
perkembangan pembangunan Kota tarakan.
Desain Konstruksi
Tampungan Air
Baku, perhitungan
BoQ dan RAB,
gambar desain,
pembuatan
laporan-laporan
KAJIAN METODE
PELAKSANAAN
KONSTRUKSI
TAMPUNGAN AIR BAKU
Gambar 5. 1. Konsep pendekatan pelaksanaan pekerjaan Studi Potensi Air Baku Di Kabupaten
Bulungan.
DOKUMEN PENAWARAN TEKNIS
Studi Potensi Air Baku DI Kabupaten Bulungan
Pola pikir Studi Potensi Air Baku Di Kabupaten Bulungan ini berawal dari permasalahan
atas issue yang berkembang di wilayah studi, dari issue tersebut dikembangkan menjadi
kegiatan studi identifikasi dan dilanjutkan dengan persiapan untuk kegiatan kajian.
Selanjutnya dilakukan pengumpulan data, studi literature, kajian data dan peninjauan,
pengukuran lapangan untuk menggambarkan kondisi fisik alam, sumber air,
karaketeristik sungai/ saluran pembuang, lingkungn serta karakteristik penduduk dan
sosial budaya.
Dari pengumpulan, studi literature, kajian data dan pengukuran lapangan kemudian
dilakukan analisis dengan metode dan teknik analisis yang tepat sesuai dengan kaidah
dan persyaratan-persyaratan teknis yang berlaku. Ketelitian dan akurasi pada saat
pengumpulan data dan proses analisis, akan menghasilkan suatu hasil desain yang tepat
dan akurat, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya perubahan desain pada saat
proses pelaksanaan pekerjaan fisik.
5.5 Metodologi
Agar dapat mewujudkan dengan baik semua sasaran yang direncanakan, suatu pekerjaan
perlu memiliki metodologi pelaksanaan yang terencana dengan baik. Secara garis besar,
metodologi pelaksanaan pekerjaan yang akan dilaksanakan terbagi 4 (empat) tahap
sebagai berikut :
Kegiatan A (persiapan)
A. Pekerjaan Persiapan
Pekerjaan persiapan ini meliputi penyelesaian administrasi, mobilisasi personil dan
peralatan, persiapan pekerjaan lapangan dan pengumpulan data dan pembuatan
rencana kerja di lapangan.
1. Penyelesaian Administrasi
Masalah administrasi yang harus diselesaikan terutama meliputi administrasi
kontrak dan legalitas personil yang akan ditugaskan untuk melaksanakan
pekerjaan ini, baik di lingkungan intern konsultan maupun untuk berhubungan
dengan pihak lain.
Data sekunder lain yang dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan perencanaan adalah
data-data yang mendukung pekerjaan ini yaitu meliputi :
Data meteorologi yang digunakan adalah hasil pengamatan dari stasiun yang
terdekat sehingga dianggap mewakili kondisi di lokasi perencanaan. Data-data
yang diperlukan adalah:
a. Data curah hujan periode jam-jaman, harian, bulanan dan tahunan dari stasiun
terdekat.
C. Orientasi Lapangan
Orientasi Lapangan ini bertujuan untuk melihat kondisi dan lokasi Tampungan Air
Baku. Selain itu juga untuk melihat kondisi hilir Penampungan, sehingga dapat
diperkirakan lokasi-lokasi yang akan terkena dampak seandainya Penampungan
mengalami kegagalan konstruksi.
A. Survey Topografi
Secara garis besar, survey topografi yang dilakukan terdiri dari kegiatan sebagai
berikut:
1. Pekerjaan Pengukuran
Pengukuran ini maksudkan untuk menetapkan posisi dari titik awal proyek
terhadap koordinat maupun elevasi triangulasi, agar pada saat pengukuran untuk
pelaksanaan (stake out) mudah dilakukan.
Pengukuran pengikatan dilakukan dari titik triangulasi terhadap salah satu titik
pada kerangka dasar horizontal/vertikal utama, agar seluruh daerah pemetaan
berada dalam satu sistem referensi yang sama. Apabila titik triangulasi tidak
ada/berada jauh sekali dari lokasi proyek, maka dapat digunakan titik referensi
lokal.
2. Orientasi Medan
Sebagai langkah awal setelah tim tiba di Base Camp lapangan adalah melakukan
orientasi medan yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Melacak letak dan kondisi existing BM (BM yang telah terpasang sebelumnya)
dan pilar beton lainnya yang akan dimanfaatkan sebagai titik-titik kontrol
pengukuran.
Penghimpunan Tenaga Lokal (TL) yang diambil dari penduduk sekitar lokasi.
BM dipasang di tempat yang stabil, aman dari gangguan dan mudah dicari. Setiap
BM akan difoto, dibuat deskripsinya, diberi nomor dan kode. Penentuan
koordinat (x, y, z) BM dilakukan dengan menggunakan pengukuran GPS, poligon
dan sipat datar. Pada setiap pemasangan BM akan dipasang CP pendamping
untuk memudahkan pemeriksaan.
Pen kuningan
Ø6 cm
20
25
Nomor titik
10
100
65
Dicor beton
75
20
Beton 1:2:3
15
10
20
Pasir dipadatkan
20
40
Pada dasarnya ada beberapa macam cara untuk melakukan pengukuran titik
kerangka dasar horizontal, diantaranya yaitu dengan melakukan pengukuran
dengan menggunakan satelit GPS (Global Positioning System) dan dengan
pengukuran poligon.
• Dapat dilakukan setiap saat (real time), baik siang maupun malam.
• Proses pengamatan relatif tidak tergantung pada kondisi terrain dan cuaca.
• Datum untuk penentuan posisi ditentukan oleh pemilik dan pengelola satelit.
Pemakai harus menggunakan datum tersebut, atau kalau tidak, ia harus
mentransformasikannya ke datum yang digunakannya (transformasi datum).
• Pemrosesan data satelit untuk mendapatkan hasil yang teliti, relatif tidak
mudah. Banyak faktor yang harus diperhitungkan dengan baik dan hati-hati.
Alat yang dipergunakan alat ukur datar Automatic Level Ni.2, Ni.1, Nak 2 / sejenis.
• Sebelum melaksanakan pengukuran, alat ukur sipat datar harus dicek dulu
garis bidiknya. Data pengecekan harus dicatat dalam buku ukur.
• Bidikan rambu harus antara interval 0,5 m dan 2,75 m (untuk rambu yang 3 m).
Jarak bidikan alat ke rambu maksimum 50 m.
• Usahakan pada waktu pembidikan jarak rambu muka = jarak rambu belakang
atau jumlah jarak muka = jumlah jarak belakang.
• Data yang dicatat adalah pembacaan ketiga benang silang yakni benang atas,
benang bawah dan benang tengah.
6. Pengukuran Poligon
Poligon terdiri dari poligon utama pada batas saluran utama dan sepanjang
sungai, sedangkan poligon cabang untuk pengukuran detail lapangan dengan
polygon raai atau voorstaal yang terikat pada titik poligon.
Poligon Utama
PT. DAYA CIPTA DIANRANCANA |E -24
DOKUMEN PENAWARAN TEKNIS
Studi Potensi Air Baku DI Kabupaten Bulungan
Pengukuran poligon harus diikatkan ke titik tetap yang telah ada (titik
triangulasi, benchmark yang ada), titik referensi yang digunakan harus
mendapat persetujuan direksi pekerjaan.
• Pengukuran sudut poligon dilakukan dengan dua (2) seri dengan ketelitian
bacaan sudut 5” (lima detik).
• Alat ukur sudut yang harus digunakan Teodolit T2 Wild atau yang sejenis (
dan pengukuran sudut dilakukan dengan titik nol yang berbeda 00,900 dan
seterusnya).
• Sudut vertikal dibaca dalam satu seri dengan ketelitian sudut 10” (dua kali
bacaan).
Poligon Cabang
• Poligon Cabang dilakukan dari titik poligon utama batas calon saluran
sampai pada titik poligon utama batas daerah penguasaan calon saluran.
• Pengukuran sudut poligon dilakukan dengan satu (1) seri dengan ketelitian
sudut 2’.
• Semua benchmark yang dipasang maupun yang telah ada harus dilalui
poligon.
7. Pengukuran Jarak
d1
d2
A 1
d3
2
B
Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat
ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan dihitung
berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon.
Penjelasan pengukuran sudut jurusan sebagai berikut lihat Gambar 5.6.
α = sudut mendatar
Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B) dan
luar biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:
(f x
2
= fy
2
)
KI = ≤ 1 : 5.000
∑d
αAB
β B
αAC
A
C
di mana:
αT = azimuth ke target
Slag 2
Slag 1 b2 m21
b1 m1
Bidang Referensi
D
D
• Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang
menjadi rambu muka.
• Sebelum melakukan pengukuran, alat ukur sipat datar harus dicek dulu garis
bidiknya. Data pengecekan harus dicatat dalam buku ukur.
• Kontrol pembacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah
(BB), yaitu : 2 BT = BA + BB.
• T = 10” √ D mm
Dimana : D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satu kilo
meter.
• Poligon tambahan jika diperlukan dapat diukur dengan metode Raai dan
Vorstraal.
• Ketelitian poligon raai untuk sudut 20” √n, dimana n = banyaknya titik sudut.
• Kerapatan titik detail harus dibuat sedemikian rupa sehingga bentuk topografi
dan bentuk buatan manusia dapat digambarkan sesuai dengan keadaan
lapangan.
• Sketsa lokasi detail harus dibuat rapi, jelas dan lengkap sehingga memudahkan
penggambaran dan memenuhi mutu yang baik dari peta.
• Azimuth magnetis.
• Pengukuran long section pada access road adalah elevasi pada rencana as jalan
• Pada gambar sketsa kerangka utama harus dicantumkan hasil hitungan : Salah
penutup sudut poligon dan jumlah titiknya, salah linier poligon beserta harga
toleransinya, jumlah jarak, salah penutup sipat datar beserta harga
toleransinya, serta jumlah jaraknya.
1. Investigasi Lapangan
Pekerjaan pemetaan geologi teknik ini akan menghasilkan suatu peta geologi
teknik yang menggambarkan kondisi geologui teknik daerah kajian. Peta ini akan
menggambarkan sebaran, susunan, struktur geologi dan sifat fisik batuan
penyusun dan tanah pelapukannya. Dalam peta tersebut juga akan dijelaskan
mengenai gejala-gejala geologi yang ada, seperti : struktur strike dan dip, sesar,
stratigrafi satuan batuan berdasarkan sejarah geologinya dan sebagainya. Dari
pemetaan geologi ini selanjutnya dapat dianalisis keadaan geologi bawah
permukaan secara umum sehingga dapat digunakan sebagai dasar penentuan
titik-titik penyelidikan lebih lanjut.
Pemetaan geologi ini dilakukan dengan mengamati singkapan batuan dan tanah
pelapukannya serta gejala geologi yang berpengaruh di daerah tersebut yang
dikombinasikan dengan penyelidikan teknik lainnya.
Pengamatan dilakukan pada singkapan batuan dan tanah pelapukan dan gejala
geologi yang terdapat di daerah tersebut dan dibantu dengan menggunakan peta
geologi sekala 1 : 50.000. Pengamatan sebaran tanah/batuan ini dimaksudkan
untuk mengetahui kondisi geologi teknik berdasarkan satuan-satuan tanah dan
batuan yang ada di permukaan. Penyusunan satuan geologi teknik dilakukan
dengan cara pengelompokan tanah dan batuan yang mempunyai sifat-sifat fisik
dan keteknikan yang sama atau hampir sama, berdasarkan pada pengamatan di
lapangan dan ditunjang oleh data hasil penyondiran, pemboran, test pit dll.
Dalam pekerjaan pemetaan geologi teknik ini akan dilakukan pengamatan bahaya
yang beraspek geologi, yang meliputi : pengamatan erosi, kestabilan lereng tanah
dan batuan (potensi longsor), dan permasalahan tanah lunak dan lempung
PT. DAYA CIPTA DIANRANCANA |E -33
DOKUMEN PENAWARAN TEKNIS
Studi Potensi Air Baku DI Kabupaten Bulungan
3. Bor inti
Pemboran inti akan dilaksanakan dengan menggunakan bor mesin jenis “hydraulic
feed, rotary drilling machine”. Pekerjaan ini dilakukan dengan mengikuti prosedur
ASTM D-2113. Dalam pemboran ini akan dipakai core barrel berukuran NX.
Apabila pemboran dilakukan pada lapisan tanah maka dipakai “Single Core Barrel”
dengan pemboran kering (tanpa sirkulasi air), sedangkan pada formasi batuan
akan dipakai “double core barrel” dengan sirkulasi air (wash boring). Sirkulasi air
akan diatur sedemikian rupa sehingga “core recovery” (perolehan inti bor)
mencapai ≥ 90%. Dalam hal formasi batuannya mudah runtuh maka akan
dipasang pipa lindung (casing pipe).
Selanjutnya, inti bor akan disimpan di dalam kotak contoh (core box) yang terbuat
dari papan kayu dengan kapasitas simpan 5 x 1 m untuk setiap kotak contoh.
Kemudian inti bor di diskripsi oleh tenaga ahli geologi teknik sesuai prosedur
ASTM D.2488 (untuk contoh tanah) dan ISRM 1982 (untuk contoh batuan). Hasil
pemboran inti akan disajikan dalam format Log Pemboran Inti (format terlampir).
Pada setiap kotak contoh (core box) akan diberi tutup dan label sebagai berikut :
Nama Proyek
SPT akan dilaksanakan dengan mengikuti prosedur ASTM D-1586 atau SNI 03-
4153-1996 dengan penjelasan sebagai berikut :
- Knocking block
Agar diperoleh hasil yang teliti maka pencatatan jumlah tumbukan dilakukan
setiap kemajuan penetrasi 5 cm.
- SPT N ≥ 50
Transportasinya mudah
Kualitas baik
Oleh karena itu sumuran uji (test pit) akan diprioritaskan sedekat mungkin ke
tubuh bendungan (terutama direncana daerah genangan) Penggalian sumuran uji
akan dilakukan secara manual (tenaga manusia) dengan menggunakan peralatan
cangkul, linggis, singkup, keranjang serta meteran. Kedalaman galian
direncanakan mencapai 3 (tiga) meter.
Dimensi sumuran uji yang diusulkan oleh Konsultan adalah 1,5 m x 1,5 m x D (D =
kedalaman galian, m).
Dinding sumuran uji akan diobservasi dan dideskripsi oleh tenaga ahli geologi
teknik sesuai prosedur ASTM D.2488. Selanjutnya akan dilakukan pengambilan
contoh tanah terganggu (disturbed sample) sebanyak ± 25 kg dengan cara
mengikis dinding galian, memakai cangkul atau singkup. Contoh tanah akan
dimasukkan ke dalam karung plastik dan diberi label :
Lokasi
Kedalaman contoh
Contoh tanah akan dibawa ke laboratorium untuk diuji sifat fisik dan sifat
teknisnya. Contoh pasir/kerikil akan diambil secara acak sesuai kondisi lapangan
dan diperlakukan sama seperti halnya contoh tanah.
Hasil pekerjaan sumuran uji/tes pit akan disajikan dalam format log sumuran uji
(terlampir). Untuk contoh batu akan diambil dari quarry berupa bongkah batu
guna pengujian mekanika batuan/bahan.
Pengeboran tangan auger untuk mengetahui lebih jelas tentang susunan lapisan
tanah yang ada dan tebal setiap lapisan sampai kedalaman 5 m. Pengeboran auger
harus dilaksanakan sesuai dengan yang disebutkan standar Earth Manual atau
ASTM D-420, D1452, menggunakan alat tipe Iwan. Setiap titik dilakukan
pencatatan tentang diskripsi jenis tanah, butiran tanah, tebal setiap lapisan dan
muka air tanah.
Setiap jenis tanah di ambil contoh terganggu dan tak terganggu dari lubang bor,
sesuai untuk penyelidikan tanah lunak sampai lempung teguh.
Hand bor ini dilakukan pada titik yang tersebar pada lokasi rencana konstruksi.
Lokasi pengambilan titik bor ditentukan oleh tenaga ahli dan mendapat
persetujuan dari pihak Direksi dan setiap titik pengeboran di photo.
Q
k=
5,5.R.H
dimana :
k = koefisien permeabilitas.
Q = laju injeksi
R = jari-jari casing
H = tinggi energi
Pada metode ini, Gambar 5.9.b, air dimasukkan kedalam casing sampai
penuh. Kemudian air dibiarkan turun sendiri sampai ke kedalaman tertentu
(misalnya 5 cm) sambil dicatat waktupenurunannya.
(a) (b)
A h
k= log 1
F( t 2 − t 1 ) h2
dimana : k : permeabilitas
F : faktor intake
A : luas lubang
casing casing
D D
F = 2D F = 2 75D
Soil flush with bottom at Soil flush with bottom in uniform
impervious boundary soil
casing casing
D D
L L
2D 2.75D
F= F=
1 + (8L / πD) 1 + (11L / πD)
Soil in casing with bottom at Soil in casing with bottom in
impervious boundary uniform soil
c) Metode Packer
Cara ini digunakan apabila ruas uji berupa formasi batuan. Pengujian akan
mengikuti prosedur SNI 03-2411-1991. Pengujian dilakukan pada lubang bor
dengan kedalaman yang telah ditentukan.Panjang ruas uji bervariasi antara 1-5
m tergantung pada kondisi batuan pada ruas uji.
Pompa air yang mampu menghasilkan debit tertentu secara konstan pada
tekanan yang dikehendaki
Selang udara
Stopwatch
P2 q1 q2 q3 q4 q5 Q2
Pmax q1 q2 q3 q4 q5 Q3
P2 q1 q2 q3 q4 q5 Q4
P1 q1 q2 q3 q4 q5 Q5
Lamanya pengujian pada setiap tekanan = 5 menit sehingga total waktu yang
diperlukan untuk 5 variasi tekanan adalah 25 menit.
Q L
K= ln (untuk L > 10 r)
2πLH r
Q L
K= sinh −1 (untuk r > L > 10r)
2πLH 2r
Dengan penjelasan :
10q
Lu =
LH
Dengan penjelasan :
Q = debit (lt/menit)
10 = konstanta
Survey ini mempunyai tujuan untuk mencari bahan-bahan utama yang nantinya akan
digunakan untuk penambahan bangunan pelengkap Tampungan Air Baku. Hal
tersebut dilakukan dalam rangka mencapai biaya yang optimal dalam pembangunan
fisik bangunan pelengkap embung nantinya. Bahan-bahan yang perlu dididentifikasi
keberadaannya antara lain batu dan tanah liat.
Kegiatan analisis data pada kegiatan Kajian Pelaksanaan Pekerjaan Studi Potensi Air Baku
Di Kabupaten Bulungan, meliputi :
A. Analisis Topografi
Tujuan dari analisis data topografi adalah melakukan pengolahan dan perhitungan
data lapangan hasil pengukuran topografi sehingga dapat dihasilkan suatu peta
lengkap untuk memberikan gambaran permukaan tanah berupa situasi dan ketinggian
serta posisi kenampakan dari sungai.
Pada analisis topografi akan dicari tiga hal yaitu:
Dalam rangka penyelenggaraan Kerangka Dasar Peta, dalam hal ini Kerangka Dasar
Horizontal/posisi horizontal (X,Y) digunakan metoda poligon. Dalam perhitungan
poligon ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu jarak dan sudut jurusan
yang akan diuraikan berikut ini:
XP = X A + dAP SinαAP
YP = YA + dAP CosαAP
α12 = α1A + β1
(
= α AP + β A + β1 − 1 180 )
α 23 = α 21 + β1 = α12 + β 2 − 180
(
= α AP + β A + β1 + β 2 − 2 180 )
α 34 = α 32 + β 3 = α 23 + β 3 − 180
(
= α AP + β A + β1 + β 2 + β 3 − 3 180 )
(
α 4B = α 43 + β 4 = α 34 + β 4 − 180 )
(
= α 43 + β A + β1 + β 2 + β 3 + β 4 − 4 180 )
Koordinat titik kerangka dasar dihitung dengan perataan metoda Bowdith.
Rumus-rumus yang merupakan syarat geometrik poligon dituliskan sebagai
berikut:
PT. DAYA CIPTA DIANRANCANA |E -43
DOKUMEN PENAWARAN TEKNIS
Studi Potensi Air Baku DI Kabupaten Bulungan
α = sudut jurusan
β = sudut ukuran
n = bilangan kelipatan
m
( X Akhir − X Awal ) − ∑ ∆X i =0
i =1
di mana:
X = absis
Koreksi Ordinat
di
K∆Y = − f∆Y
∑ di
di mana:
Y = ordinat
SL = ( f∆X 2
+ f∆Y 2 )
PT. DAYA CIPTA DIANRANCANA |E -44
DOKUMEN PENAWARAN TEKNIS
Studi Potensi Air Baku DI Kabupaten Bulungan
KL =
( f∆X 2
+ f∆Y 2)≤ 1 : 5.000
∑D
Sinδ − Sinϑ.Sinm
Cosα M =
Cosϑ.Cos.m
di mana:
αM = azimuth matahari
Dalam perhitungan azimuth matahari harga sudut miring (m) atau sudut Zenith
(Z) yang
Z d = Z u + r ± 1 d − p ± i atau
2
md = mu − r ± 1 d + p ± i
2
di mana:
R = koreksi refraksi
p = koreksi paralax
Syarat geometris :
H Akhir − H Awal = ∑ ∆H ± FH
(
T = 8 D mm )
Hitungan beda tinggi : ∆H 1−2 = Btb − Btm
di mana:
H = tinggi titik
H = beda tinggi
d
= FH
∑d
T = toleransi kesalahan penutup sudut
Azimuth magnetis
TB = T A + ∆H
1
∆H = 100(Ba − Bb )Sin 2m + TA − Bt
2
Dd = DOCos2m
Dd = 100(Ba - Bb)Cos2m
di mana:
TA = titik tinggi A yang telah diketahui
TB = titik tinggi B yang akan ditentukan
ΔH = beda tinggi antara titik A dan B
Ba = bacaan benang diafragma atas
Bb = bacaan benang diafragma bawah
Bt = bacaan benang diafragma tengah
TA = Tinggi alat
Do = jarak optis (100(
Ba-Bb)
)
m = sudut miring
Mengingat akan banyaknya titik-titik detail yang diukur, serta terbatasnya
kemampuan jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka akan diperlukan titik-
titik bantu yang membentuk jaringan poligon kompas terikat sempurna. Sebagai
konsekuensinya pada jalur poligon kompas akan terjadi perbedaan arah orientasi
utara magnetis dengan arah orientasi utara peta sehingga sebelum dilakukan
hitungan, data azimuth magnetis diberi koreksi Boussole supaya menjadi azimuth
geografis. Hubungan matematik koreksi boussole (C) adalah:
C = αg - α m
di mana:
αg = azimuth geografis
αm = azimuth Magnetis
• Kop di pojok kanan bawah lembar peta disesuaikan dengan Kop Direksi.
b. Penggambaran situasi peta ikhtisar dengan skala 1 : 5000 dengan selang garis
ketinggian 1 m untuk daerah tinggi (berbukit) sedangkan untuk daerah pengukuran
yang rata selang garis ketinggian 0.5 m.
• Detail situasi digambar dengan skala 1 : 500 dan selang garis tinggi 1 m atau 0.5
m.
• Batas genangan muka air banjir dan muka air normal ditebalkan dan diwamai.
• Penulisan huruf dan angka dengan cetak atau sablon dengan model dan format
sesuai dengan petunjuk tim teknis.
• Tebal garis dalam gambar situasi maupun gambar cross section harus sesuai
dengan standar yang disetuji tim teknis.
c. Long section digambar dengan skala vertikal 1 : 100 atau 1 : 200 dan skala
horizontal 1 : 1.000 atau skala 1 : 2.000.
B. Analisis Hidrologi
Data-data hidrologi terutama berupa data curah hujan, yang akan dianalisis guna
kebutuhan perencanaan dimensi bangunan pengendali banjir.
Mulai
Data
Curah Hujan Harian
Maksimum
Metode
Metode Normal
Gumbell
Uji Kecocokan
(Smirnov-Kolmogorov)
Hasil
Curah Hujan Rencana
Intensitas Hujan
Rencana
Selesai
sekali. Untuk itu perlu dilakukan analisis agar data yang digunakan mewakili
karakteristik daerah proyek yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
gambar dibawah ini yang menerangkan pengolahan data hujan menjadi hujan
wilayah.
Mencari korelasi antara stasiun yang akan diuji konsistensinya dengan data stasiun
pembanding. Bila korelasi kedua data mendekati satu maka data tersebut dapat
dikatakan konsisten. Cara ini dipakai jika daerah aliran (cathment area) kedua
stasiun kondisinya dapat diasumsikan homogen. Bila kondisi daerah aliran tidak
homogen, misalkan ada gunung maka cara regresi/kolerasi tidak berlaku.
Data hujan pada suatu stasiun akan diuji konsistensinya dengan meninjau data pos
hujan di sekitarnya. Caranya adalah dengan memplot data hujan kumulatifnya
(sebagai absis). Jika dari data-data tersebut bisa ditarik suatu garis lurus dengan
kemiringan tertentu, maka data tersebut dianggap konsisten. Apabila terdapat
perubahan kemiringan, maka data-data yang menyebabkan kemiringan tersebut
harus disesuaikan dengan perbandingan kemiringan dari kedua segmen kurva.
Dalam mempergunakan metode ini diperlukan ketelitian. Titik-titik yang
PT. DAYA CIPTA DIANRANCANA |E -50
DOKUMEN PENAWARAN TEKNIS
Studi Potensi Air Baku DI Kabupaten Bulungan
a. Rata-rata Aljabar
Cara rata-rata aljabar maksudnya adalah memperkirakan data curah hujan yang
tidak lengkap dengan menghitung rata-rata curah hujan dari stasiun-stasiun yang
terdekat dengan stasiun yang ditinjau pada waktu yang sama.
Misalkan A, B, C dan D adalah stasiun pengamat hujan, apabila pada stasiun D ada
data hujan yang tidak lengkap maka data hilang tersebut dapat diperkirakan
dengan rumus:
HD = 1/3 (HA + HB + HC),
dimana :
HA, HB, HC = data hujan teramati pada masing-masing stasiun (A, B, C)
HD = data hujan yang diperkirakan pada stasiun D.
Cara tersebut berlaku, apabila perbedaan antara data hujan pada stasiun terdekat
untuk jangka waktu tahunan rata-rata < 10 %.
Bila ternyata perbedaan data hujan untuk jangka waktu tahunan rata-rata antara
stasiun hujan yang terdekat > 10 %, maka cara ratio normal lebih dianjurkan.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
1 ND ND ND
HD = HA + HB + HC ,
3 NA NB NC
dimana :
NA, NB, NC = hujan tahunan rata-rata pada masing-masing stasiun A, B dan C
Metode ini digunakan oleh ‘US National Weather Service’ untuk peramalan debit
sungai. Dengan memperkirakan hujan pada suatu stasiun sebagai rata-rata
berbobot dari empat stasiun yang terdekat di mana masing-masing terdapat
dalam kuadran yang dibatasi oleh garis utara-selatan dan timur-barat melalui
stasiun yang bersangkutan.
HI, HII, HIII, HIV = hujan pada masing-masing stasiun pada kuadran I, II, III dan IV
RI, RII, RIII, RIV = jarak masing-masing stasiun terhadap stasiun yang ditinjau
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan rancangan pemanfaatan air adalah
curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan. Stasiun-stasiun pengamat
hujan yang tersebar pada suatu daerah aliran dapat dianggap sebagai titik (point).
Tujuan mencari hujan rata-rata adalah mengubah hujan titik (point rainfall) menjadi
hujan wilayah (regional rainfall) atau mencari suatu nilai yang dapat mewakili pada
suatu daerah aliran. Ada tiga cara pendekatan untuk menghitung hujan rata-rata yang
akan diuraikan berikut ini.
Metode ini adalah yang paling sederhana yaitu dengan merata-ratakan tinggi
PT. DAYA CIPTA DIANRANCANA |E -52
DOKUMEN PENAWARAN TEKNIS
Studi Potensi Air Baku DI Kabupaten Bulungan
curah hujan yang terukur dalam daerah yang ditinjau secara aritmatik.
Keuntungan cara ini adalah lebih obyektif jika dibandingkan dengan cara lain. Hasil
yang diperoleh dengan cara ini tidak berbeda jauh dari hasil yang didapat dengan
cara lain jika dipakai pada:
daerah datar
N = jumlah stasiun
RH = rata-rata hujan
Perlu diketahui bahwa untuk menghitung hujan wilayah dengan menerapkan cara
rata-rata aljabar, data hujan yang ditinjau dan diperhitungkan adalah data hujan
yang berada di dalam daerah aliran (cathment area) dalam hal ini H1, H2, …., Hn.
Yang berada di luar daerah aliran tidak dihitung.
Mulai
Pembacaan Data: A
Daerah, JStasiun, JTahun,
Stasiun, Lintang, Bujur, Data
Hujan
Penulisan hasi:
data hujan yang
Proses perhitungan dilengkapi
jumlah data kosong
Pembacaan Data:
Penulisan Hasil: Bobot wilayah
persentase data kosong polygon Thiessen
tiap stasiun
Proses perhitungan
Proses perhitungan hujan wilayah
jarak antar stasiun
Penulisan hasil:
Penulisan hasil: hujan wilayah Yes
jarak antar stasiun
Proses sortir:
No
jarak terdekat thd 3 stasiun yang
mempunyai data
Analisis Homogenitas
Gambar 5. 12. Bagan alir proses pengolahan data hujan menjadi hujan wilayah.
Cara ini sering dipakai karena mengimbangi tidak meratanya distribusi alat ukur
dengan menyediakan suatu faktor pembobot (weighting factor) bagi masing-
masing stasiun. Cara Poligon Theiessen dapat dipakai pada daerah dataran atau
daerah pegunungan (dataran tinggi) dan stasiun pengamat hujan minimal ada tiga,
sehingga dapat membentuk segitiga.
Koordinat/lokasi stasiun diplot pada peta, kemudian hubungkan tiap titik yang
∑H .L
i =1
i i
RH = n
∑Li =1
i
dimana:
RH = rata-rata hujan
Kendala terbesar dari metode ini adalah sifat ketidakluwesannya, dimana suatu
diagram poligon Thiessen baru, selalu diperlukan setiap kali terdapat suatu
perubahan dalam jaringan alat ukurnya.
c. Cara Isohyet
Cara ini merupakan cara rasional yang terbaik dalam merata-ratakan hujan pada
suatu daerah, jika garis-garis digambar dengan akurat. Cara ini dapat dipakai bila
stasiun curah hujan cukup banyak dan tersebar merata pada daerah aliran sungai.
Cara ini agak sulit mengingat proses penggambaran peta isohyet (serupa dengan
garis kontur pada peta topografi) harus mempertimbangkan topografi, arah angin
dan faktor di daerah yang bersangkutan. Lokasi stasiun dan besar datanya diplot
dalam peta, kemudian digambar garis yang menghubungkan curah hujan yang
sama (prosesnya sama dengan penggambaran garis kontur pada peta topografi)
dengan perbedaan interval berkisar antara 10 sampai 20 mm. Luas bagian daerah
antara dua garis isohyet berdekatan yang termasuk bagian-bagian daerah itu
kemudian diukur dengan planimetri. Besarnya rerata curah hujan dapat dihitung
dengan formulasi sebagai berikut :
∑H .L
i =1
i i
RH = n
∑Li =1
i
dimana :
Gambar 5. 13. Metode pemetaan hujan wilayah, (a) Poligon Thiessen (b) Isohyet.
1. Memakai data intensitas hujan yang dicatat dalam waktu yang pendek.
tersebut tidak ada penakar hujan otomatis, oleh sebab itu untuk Analisis intensitas
hujan digunakan cara kedua seperti tersebut di atas.
Untuk memperoleh kurva IDF (Intensity Duration Frequency) bagi daerah proyek,
digunakan metoda Alternating Block Method (ABM) Mononobe yang menggunakan
data harian maksimum untuk mendapatkan intensitas hujan.
2
R 24 24 3
I = T ×
t
T
24 t
dengan:
ItT : intensitas curah hujan pada durasi t untuk kala ulang T tahun (mm/jam),
R24T : curah hujan harian maksimum dengan kala ulang T tahun (mm).
Untuk mendapatkan intensitas hujan dengan durasi yang lebih pendek, maka dibuat
dengan cara membandingkannya dengan intensitas hujan daerah lainnya yang telah
diketahui.
a. Distribusi Normal
Merupakan fungsi distribusi kumulatif (CDF) Normal atau dikenal dengan distribusi
Gauss (Gaussian Distribution). Distribusi normal memiliki fungsi kerapatan
probabilitas yang dirumuskan :
1 x−µ
2
f ( x) = . exp − .
1 −∞ < x < ∞
σ . 2.π 2 σ
Dimana :
σ = Nilai rata-rata
µ = standar deviasi
1 ln x − λ
2
f (x) = . exp− 1 .
ξ.x. 2.π 2 ξ
Dimana :
λ = E ln x
ξ = Var. ln( x )
S log x
Cv =
log x
∑ (log x − log x )
i
2
Slogx = (n − 1)
∑ log x i
log x = n
Dimana :
n = Jumlah data
Secara sederhana fungsi kerapatan peluang distribusi Log Pearson ini mempunyai
persamaan sebagai berikut
∑ log Xi
log X = N
(log Xi − log X) 2
Si = standar deviasi = N−1
∑(log Xi − log X) 2
Cs = Koefisien skewness = (N − 1).(N − 2)Si
3
Dimana :
d. Distribusi Gumbel
Metoda distribusi Gumbel banyak digunakan dalam Analisis Frekuensi hujan yang
mempunyai rumus
Rt = R + K. Sx
K = (yt - yn)/Sn.
Dimana:
Sx = Standar deviasi
K = Faktor frekuensi
Sn, Yn = Faktor pengurangan deviasi standar rata-rata sebagai fungsi dari jumlah
data.
a. Metode Smirnov-Kolmogorov
Prosedur dasarnya mencakup perbandingan antara probabilitas kumulatif
lapangan dan distribusi kumulatif fungsi yang ditinjau. Sampel yang berukuran N,
diatur dengan urutan yang meningkat. Dari data yang diatur akan membentuk
suatu fungsi frekuensi kumulatif tangga.
Prosedur pengujian ini adalah sebagai berikut:
Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang
dari masing-masing data tersebut:
X1 P(X1)
X2 P(X2)
XN P (XN)
X1 P’(X1)
X2 P’(X2)
XN P’(XN)
Dari kedua nilai peluang tersebut tentukan selisih terbesar antara peluang
pengamatan dengan peluang teoritis.
Apabila D lebih kecil dari Do maka distribusi teoritis yang digunakan untuk
menentukan persamaan distribusi dapat diterima, tetapi apabila D lebih besar dari
Do maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan distribusi tidak
dapat diterima.
dengan rumus :
(OF − EF ) 2
X2Cr = ∑ EF
dimana :
n = jumlah data
Hitung jumlah kelas yang ada (k) = 1 + 1,33 log n. dalam pembagian kelas
disarankan agar masing-masing kelas terdapat empat buah data
pengamatan.
Hitung nilai X2Cr untuk masing-masing kelas kemudian hitung nilai total
X2Cr
Nilai X2Cr dari perhitungan harus lebih besar dari nilai X2Cr dari tabel
untuk derajat nyata tertentu (Level of Significance) yang sering diambil
sebesar 5% dengan parameter derajat kebebasan.
DK = k – (P + 1)
Dimana:
DK = derajat kebebasan
k = jumlah kelas
EF = n/k
Ukuran sebaran yang paling banyak digunakan adalah deviasi standart (standart
deviation). Apabila penyebaran sangat besar terhadap nilai rata-rata, maka hasil Sx
akan besar, tetapi apabila penyebaran data sangat kecil terhadap nilai rata-rata
maka Sx akan kecil.
Rumus :
Sx =
∑ ( Xi − X ) 2
n −1
dimana :
Sx = Standart deviasi
dari suatu distribusi mempunyai ekor memanjang dari kanan atas kekiri terhadap
titik pusat maksimum kurva tersebut tidak akan berbentuk simetris.
n∑ ( Xi − X ) 2
Cs =
(n − 1)(n − 2) Sx 3
n 2 ∑ ( Xi − X ) 4
Ck =
(n − 1)(n − 2)(n − 3) Sx 4
d. Koefisien Variasi
Sx
Cv =
X
Tabel 5. 1.
Kriteria Persyaratan Pemilihan Distribusi
(Sumber : Ir. Sri Harto, 1981, Hidrologi Terapan).
Jenis distribusi Syarat
Distribusi Normal Cs ≅ 0
Distribusi Log Normal Cs ≅ 3Cv + Cv2
Cs ≅ 0,2146
Distribusi Log Person Cs < 0
Distribusi Gumbel Cs ≤ 1,1396
Ck ≤ 5,4002
Gambar 5. 14. Bagan alir hitungan banjir rancangan dengan cara Hidrograf Satuan.
a. Daerah Pengaliran
Luas daerah tangkapan hujan pada perencanaan saluran adalah daerah
pengaliran yang menerima curah hujan selama waktu tertentu (intensitas
hujan) sehingga menimbulkan debit limpasan yang harus ditampung oleh
saluran untuk dialirkan ke sungai. Penampang melintang daerah pengaliran (A)
seperti pada Gambar F.15 dengan panjang yang ditinjau adalah sepanjang
saluran (L).
A = Lt x L
A = L (L1 + L2 + L3)
b. Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi (tC) adalah waktu yang diperlukan untuk air hujan dari
daerah yang terjauh dalam daerah pengaliran untuk mengalir menuju ke suatu
titik atau profil melintang saluran tertentu yang ditinjau. Besarnya waktu
konsentrasi didefinisikan sebagai:
t C = t1 + t 2
di mana:
Inlet time atau waktu pencapaian awal adalah waktu yang diperlukan untuk
titik air terjauh dalam daerah pengaliran mengalir pada permukaan tanah
menuju ke saluran permukaan yang terdekat. Inlet time dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti kondisi dan kelandaian permukaan, luas dan bentuk
PT. DAYA CIPTA DIANRANCANA |E -65
DOKUMEN PENAWARAN TEKNIS
Studi Potensi Air Baku DI Kabupaten Bulungan
daerah tangkapan.
Rumus inlet time:
0.167
2 n
t 1 = x 3.28 xL t x d
3 k
di mana:
k = kelandaian permukaan
CL
L1 L2
a) L3>(L1+L2 )
Perkerasan Bahu
C L3
L
b) L1 L2
L3>(L1+L2 )
1) Kelandaian :
Untuk L1, k1 = 2 – 3%
Untuk L2, k2 = 3 – 5%
2) Lebar :
Waktu pengaliran (t2) adalah waktu yang diperlukan untuk air mengalir dari
saluran permulaan menuju ke suatu profil melintang saluran tertentu yang
ditinjau. Waktu pengaliran diperoleh sebagai pendekatan dengan membagi
panjang aliran maksimum dari saluran dengan kecepatan rata-rata aliran pada
saluran tersebut.
L
t2 =
60 v
di mana:
1 2 / 3 1/ 2
v= R S
n
dengan:
S = kemiringan saluran
e. Debit Aliran
Debit aliran dicari dengan menggunakan Metode Rasional, karena daerah
pengaliran yang ditinjau tidak luas dan curah hujan dianggap seragam untuk
suatu luas daerah pengaliran yang kecil. Rumus Metode Rasional:
Qa = CIA
di mana:
C = koefisien pengaliran
Dimana :
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai
menjadi 30 % dari debit puncak (jam)
t
Qa = Qp 2, 4
T
p
Dimana :
t = Waktu (jam)
t − Tp + 0 , 5 T0 , 3
t − Tp +1, 5 T0 , 3
dimana untuk
Dimana :
Dengan besarnya α :
• untuk bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat α
= α 15
• untuk bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat α
=3
• Panjang sungai
• Koefisien pengaliran
3. Kurva Hidrograf
Kurva naik dipengaruhi oleh hujan lebat dan daerah karakteristik daerah aliran
PT. DAYA CIPTA DIANRANCANA |E -70
DOKUMEN PENAWARAN TEKNIS
Studi Potensi Air Baku DI Kabupaten Bulungan
(DAS). Kurva resesi dipengaruhi hanya oleh karakteristik daerah aliran (DAS),
tidak tergantung dari hujan lebat. Meskipun hidrograf akan berbeda namun
kurva resesi untuk setiap hidrograf akan serupa dan hanya bergantung kepada
karakteristik DAS.
Q =
(P − 0.2 S )2
(P − 0.2 S ) + S
Persamaan diatas memperlihatkan bahwa SCS hanya memperhitungkan aliran
permukaan, tanpa adanya aliran dasar (base flow). Tetapi tidak berarti aliran
bawah dasar tidak bisa diikut sertakan, hanya saja kita harus bisa membedakan
hasil infliltrasi (F) yang menjadi genangan yang memungkinkan menjadi debit base
flow (Qbf) pada waktu mendatang dengan mengalikan besaran koefisien base flow
(Cbf) dengan F. Tetapi dalam hal banjir dengan waktu yang singkat maka air yang
menjadi pengisi F tidak akan keluar pada hari itu juga, atau tidak akan menjadi Qbf
dan aliran dasar yang bisa terjadi adalah aliran yang sudah ada pada saat sebelum
banjir datang Qbf(n-1) .
Dari persamaan diatas, yang tidak diketahui adalah bilangan S dan bilangan ini
berdasarkan penelitian lapangan yang dilakukan oleh team SCS memberikan
persamaan sebagai berikut:
1000
S = − 10
CN
tergantung dari faktor diatas.
Hujan
Kurva
Q Infiltrasi
Ia
F
Waktu
Gambar 5. 18. Histogram hujan, debit Aliran, genangan di dalam tanah, serta
initial abstraction (Ia).
Sekarang yang tidak diketahui tetap tinggal 1 tetapi sudah diganti menjadi CN
(curve number). Seperti uraian diatas bahwa pada prinsipnya S tergantung dari
land cover dan kelembaban tanah maksimum serta faktor yang memberikan
tingkat infiltrasi yang akan menjadi genangan air di dalam tanah (F) dan sisanya
merupakan aliran air dipermukaan, maka CN pun
Q
Ia
P
P-Ia F
P
Ia
a. Memperkirakan harga CN
Besaran aliran permukaan sangat tergantung dari iklim dan karakteristik dari
daerah aliran sungai (DAS) sendiri, dan untuk memperkirakan harga aliran
permukaan tentunya ada besaran index yang harus diperkirakan yang
berhubungan dengan kedua faktor diatas. Tinggi hujan adalah yang sangat
penting dalam perhitungan aliran permukaan, tinggi hujan bisa didapat dari
pencatatan tinggi hujan di lapangan (pos pengamat hujan). Fakor yang
berhubungan dengan kondisi tanah, land cover, hydrologic condition adalah
merupakan faktor dari karakteristik DAS, faktor ini yang sangat berpengaruh
terhadap besaran aliran permukaan. Dari faktor yang berhubungan dengan
kondisi tanah akan memberikan kapasitas maksimum kelembaban air juga
sangat mempengaruhi besaran aliran permukaan.
Dalam perhitungan aliran permukaan dengan methode SCS besaran index
tersebut adalah CN dan CN tersebut tergantung dengan faktor yang berkaitan
dengan karakteristik yang ada pada DAS.
CN akan tergantung dari kondisi tanah di dalam DAS yang ditinjau dan SCS
telah memberikan klasifikasi type tanah tersebut dalam beberapa group tanah.
Metode pengelompokan group terdiri dari beberapa kriteria yaitu:
• Group C.- Clay loams, shallow sandy loam, soil low in organic content,
and soil usually high in clay.
• Group D.- soil that swell significanly when wet, heavy plastic clays and
certain saline soils.
Hujan-Aliran Permukaan
20
14 25
30
0 100
0 2 4 6 8 10 12 14
Hujan (P) [inches]
Gambar 5. 20. Grafik hubungan hujan total & aliran permukaan dengan
berbagai CN.
2. Minimum infiltrasi
Klasifikasi dari Minimum infiltrasi air hujan pada permukaan tanah adalah
sebagai berikut,
Waktu konsentrasi (tc) adalah waktu tempuh perjalanan butiran air dari DAS
yang terjauh sampai ke titik di sungai yang ditinjau. Banyak cara untuk
menentukan harga tc, masing masing cara berbeda pengambilan
ketergantungannya atau pengambilan variable pengaruh terhadap tc.
SCS menganut bahwa waktu konsentrasi terpengaruh oleh time lag dan time
lag dipengaruhi oleh panjang Hydraulic (l) dalam feet, kemiringan sungai (Y)
dalam prosen (%) dan dipengaruhi oleh penyimpanan air total didalam tanah
(retention (S)).
l 0.8 (S + 1)
0.7
L =
1900Y 0.5
dimana
L = waktu dari pusat masa hujan (rainfall excess) sampai puncak debit. (jam)
SCS menemukan hubungan antara time lag L dan time konsentrasi (tc) yaitu
sebagai berikut:
5
tc = L
3
l 0.8 (S + 1)
0.7
1000
tc = 5 S = − 10
3 1900Y 0.5 dan CN
0.7
1000
l 0.8
− 9
tc = CN
0.5
1140Y
l adalah panjang hidrolis DAS [diukur sepanjang sungai utama] dalam
feet;
dimana:
tl 6 10
= tc = tl
tc 10 ; 6
tc = waktu konsentrasi
Sesuai dengan difinisi dari tc maka waktu tempuh tersebut tergantung dari
panjang jarak perjalanan butiran air sampai titik sungai yang ditinjau atau l
dalam feet dan dibagi oleh kecepatan tempuh dalam perjalanan tersebut.
Kecepatan ini tergantung dari land cover dan kemiringan DAS.
l
tc =
V [jam]
l
tc = 3600
V [detik]
Luas dari UH sama dengan volume dari aliran permukaan yang telah di tulis
pada salah satu persamaan di atas, maka volume tersebut merupakan luas segi
tiga dari UH adalah sebagai berikut.
q p (T p + Tr )
1
Q=
2
dimana
qp = debit puncak.
Untuk mencapai dimensi bagi qp [cfs], Q [inch], maka diperlukan ada luas A
dengan square miles dan kalikan dengan bilangan 645.3 dan sehubungan harga
Tr = 1.67 Tp maka persamaan 10.11 menjadi.
484 AQ
qp =
Tp
Bilangan 484 adalah akibat dari UH mempunyai 3/8 dari luasan berada dalam
rising limb. Sedangkan apabila DAS merupakan pegunungan yang terjal maka
bilangan tersebut menjadi lebih besar menjadi 600. Apabila DAS merupakan
daerah datar atau daerah rawa maka bilangan menjadi 300.
600 AQ
qp =
Tp
Untuk daerah DAS berupa pegunungan
300 AQ
qp =
Tp
Untuk daerah DAS berbetuk datar atau rawa
Apabila dilihat pada gambar yang disebut tc adalah waktu dari ahir excess
hujan sampai titik belokan lengkung hidrograph dan hubungan antara durasi
excess hujan (D) dengan Tp dan tc ialah sebagai berikut.
t c + D = 1.7T p
D
0.6t c + = Tp
2
726 AQ
qp =
tc
45
Hydrograph Hydrograph
40 Family No.1 Family No.2
35
30
Hujan P [in]
25
20 HF No.3
15
HF No.4
10
5
HF No.5
0
100 90 80 70 60 50 40 30
Runoff Curve Numbers
0,9
0,8
rainfall)
0,6
Arid and semiarid climate
Ra = -0,2015Ln(A) + 1,4817
0,5
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
(A) Drainage area, [sq m i]
parameter.
Satuan hidrograf sintetik Gama I dibentuk oleh tiga komponen dasar yaitu waktu
naik (TR), debit puncak (QP), waktu dasar (TB) dengan uraian sebagai berikut :
L
TR = 0,43( ) 3 + 1,0665SIM + 1,2775
100 SF
dimana :
SIM = faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar (WF)
dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA).
WF = faktor lebar yaitu perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari titik di
sungai yang berjarak ¾ L dan lebar DAS yang diukur dari titik yang
berjarak ¼ L dari tempat pengukuran (lihat Error! Reference source not
found.)
dimana :
Waktu dasar :
dimana:
Sedangkan bentuk garis dari hidrograf satuan ditampilkan pada Gambar F.26.
Koofisien Penampungan (K) dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
dimana :
SF = Faktor sumber
D = Kerapatan jaringan
B
WU
X ~ A = 0,25 L
WL
A X ~ B = 0,75 L
WF = WU/WL
(m3/det)
QP
t (jam)
TR
TB
3. Routing Reservoir
Routing reservoir ini digunakan untuk mengetahui elevasi banjir rencana yang
akan keluar melewati spillway, sehingga desain spillway akan lebih efisien. Prinsip
yang digunakan adalah metode konservatif, yaitu keluaran dari reservoir hanya
lewat outlet (tidak diperhitungkan adanya evaporasi, presipitasi atau kejadian
alam lainnya), sehingga persamaannya menjadi:
Δt : Beda waktu
Metoda Mock dikembangkan untuk menghitung debit rata-rata. Metoda ini lebih
jauh lagi bisa memprediksi besarnya debit. Data-data yang dibutuhkan dalam
perhitungan debit dengan Metoda Mock ini adalah data klimatologi, luas dan
penggunaan lahan dari catchment area.
Perhitungan
Evapotranspirasi Potensial
(Metoda Penman)
Perhitungan
Evapotranspirasi Aktual
Perhitungan
Water Surplus
Perhitungan
Base Flow, Direct Run Off dan Storm Run Off
Pada prinsipnya, Metoda Mock memperhitungkan volume air yang masuk, keluar,
dan yang disimpan dalam tanah (soil storage). Volume air yang masuk adalah
hujan. Air yang keluar adalah infiltrasi, perkolasi dan yang dominan adalah akibat
evapotranspirasi. Perhitungan evapotranspirasi menggunakan metoda Penmann.
Sementara soil storage adalah volume air yang disimpan dalam pori-pori tanah,
hingga kondisi tanah menjadi jenuh.
e. Water Balance
P = Ea + DGS + TRO
dimana
P = presipitasi
Ea = evapotranspirasi
Water balance merupakan siklus tertutup yang terjadi selama satu tahun,
dimana tidak terjadi perubahan groundwater storage atau DGS = 0. Artinya
awal penentuan
P = Ea + TRO
Beberapa hal yang dijadikan acuan dalam prediksi debit dengan Metoda Mock
sehubungan dengan water balance adalah:
Jumlah total evapotranspirasi dan total run off selama satu tahun sama
dengan total presipitasi yang terjadi dalam tahun itu.
f. Evapotranspirasi
g. Evapotranspirasi Potensial
AH + 0,27D
E=
A + 0,27
dengan
H = energy budget
dimana
ea = tekanan uap air jenuh (saturated vapour pressure) pada temperatur rata-
rata, dalam mmHg
Tabel 5. 3.
Hubungan Temperatur Rata-rata dengan Parameter Evapotranspirasi A, B dan ea
Temperatur
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
(0C)
A 0.48 0.82
0.304 0.342 0.385 0.432 0.541 0.603 0.671 0.746 0.917 1.013
(mmHg/ F) 0 4 8
B
12.60 12.90 13.30 13.70 14.80 14.50 14.90 15.40 15.80 16.20 16.70 17.10
(mmH2O/hari)
ea 22.4
8.05 9.21 10.50 12.00 13.60 15.50 17.50 19.80 25.20 28.30 31.80
(mmHg) 0
h. Evapotranspirasi Aktual
∆E m
= (18 − n )
E P 20
sehingga:
m
∆E = E P (18 − n )
20
• Banyaknya hari hujan dalam bulan yang diamati pada daerah itu sama
dengan 18 hari.
memperhitungkan faktor exposed surface dan jumlah hari hujan dalam bulan
yang bersangkutan. Sehingga evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi
yang sebenarnya terjadi atau actual evapotranspiration, dihitung sebagai
berikut:
E actual = E P − ∆E
i. Water Surplus
WS = (P – Ea) + SS
Dimana:
Asumsi yang dipakai oleh Dr. F.J. Mock adalah air akan memenuhi SMC
terlebih dahulu sebelum water surplus tersedia untuk infiltrasi dan perkolasi
yang lebih dalam atau melimpas langsung (direct run off).
b) SMC = SMC bulan sebelumnya + (P – Ea), jika (P–Ea) < 0. Untuk keadaan ini,
tampungan tanah lembab (soil moisture storage) belum mencapai kapasitas
PT. DAYA CIPTA DIANRANCANA |E -88
DOKUMEN PENAWARAN TEKNIS
Studi Potensi Air Baku DI Kabupaten Bulungan
maksimum, sehingga ada air yang disimpan dalam tanah lembab. Besarnya
air yang disimpan ini adalah P – Ea. Karena air berusaha untuk mengisi
kapasitas maksimumnya, maka untuk keadaan ini tidak ada water surplus
(WS = 0).
C. Analisis Hidraulika
Kalibrasi Permodelan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis hidraulis adalah terbagi menjadi
beberapa tahap, yaitu :
Menentukan sarana dan prasarana yang mana masih berfungsi dan yang
tidak berfungsi.
Desain saluran
Mulai
Intensitas Hujan
Ater
Data Eksisting
No
Kalibrasi
Yes
Kapasitas (Q)
Kapasitas Eksisting
No
Sufficient
Yes
Selesai
Karena metode pengukuran debit aliran saluran di lapangan karena kondisi aliran
saluran tidak memungkinkan untuk diukur secara langsung, maka perlu dilakukan
simulasi untuk mengetahui besarnya debit aliran pada tiap segmen saluran.
Dalam melakukan simulasi ini diperlukan data hidrologi berupa data curah hujan
dan karakteristik saluran yang akan diperkirakan debit alirannya. Dengan Hec-Ras
maka masalah tersbut dapat kita atasi. Hec-Ras akan melakukan simulasi dari
data-data input yang kita masukan sesuai boundary condition yang mewakili lokasi
Variabel-variabel dari boundary condition suatu lokasi meliputi semua data yang
diperlukan oleh Hec-Ras. Variabel yang diperhitungkan adalah debit aliran
berdasarkan curah hujan harian maksimum, paling sedikit selama 10 tahun
terakhir.
Program HEC-RAS 4.0 merupakan program lanjutan dari HEC-RAS 3.1.3 yang
dikeluarkan oleh U.S. Army Corps of Engineers. Program HEC-RAS sendiri
dikembangkan oleh The Hydrologic Engineering Center (HEC), yang merupakan
bagian dari U.S. Army Corps of Engineers.
HEC-RAS 4.0 direlease pada tahun 2006. Selain memiliki kemampuan untuk
melakukan pemodelan dengan perhitungan aliran tak tunak dengan tinjauan satu
dimensi, HEC-RAS 4.0 juga dilengkapi dengan kemampuan memodelkan sedimen
dan kualitas air dengan tinjauan satu dimensi juga.
Program dengan versi yang terbaru ini dapat menangani jaringan saluran air secara
penuh dengan memodelkan aliran subkritis, superkritis, aliran mixed untuk
kalkulasi aliran tunak dan sedimen. Perhitungan dasarnya mengikuti prosedur
pemecahan kalkulasi energi aliran satu dimensi. Kehilangan energi dievaluasikan
terhadap friksi yang terjadi pada saat pengaliran (persamaan manning), kontraksi
dan ekspansi saluran (dengan koefisiennya yang dikalikan dengan kecepatan alir).
Persamaan momentum digunakan saat situasi dimana profil muka air secara cepat
bervariasi. Situasi ini termasuk perhitungan mixed flow regime (misalnya loncatan
hidrolik), perhitungan pada hidrolika aliran melintasi jembatan dan perhitungan
pada junction (pertemuan dan perpisahan dua atau lebih saluran). Selanjutnya
perhitungan juga bisa dilakukan terhadap talang air, gorong-gorong, pompa air
dan struktur bangunan air lainnya termasuk perhitungan aliran dengan saluran
tertutup es. Penyelesaian aliran tak tunak diambil dari model UNET yang pernah
dibuat oleh Dr. Robert L. Barkau. Fasilitas aliran tak tunak ini dikembangkan
terutama untuk kalkulasi aliran subkritis.
PT. DAYA CIPTA DIANRANCANA |E -92
DOKUMEN PENAWARAN TEKNIS
Studi Potensi Air Baku DI Kabupaten Bulungan
sebagai syarat batas. Data geometri untuk model saluran dan bangunan air
menggunakan data as built drawing dan data ketinggian elevasi. Data perhitungan
hidrologi berupa data debit banjir rancangan dengan periode ulang tertentu.
Pemodelan dibuat dengan memanfaatkan data debit berdasarkan kurva hidrograf
untuk mengetahui pergerakan air. Data elevasi muka air yang tercatat adalah data
elevasi muka air pada tiap segmen atau cross section yang diamati tiap beda waktu
tertentu.
Tr
ip
a
Trip a-1
i
Tr
p
a
Trip a-2
0 Bank Sta
-1
Tripa-2
-2
-3
-300 -200 -100 0 100 200
Station (m)
WS Max WS
8 Ground
LOB
6 R OB
4
Elevation (m)
-2
-4
-6
-8
0 5000 10000 15000 20000
Main C hannel Dis tance (m)
− Tinggi muka air dan debit, dapat dalam bentuk konstan maupun berubah
menurut waktu atau merupakan seri Fourier.
− Hubungan debit dengan tinggi muka air (rating curve) dalam bentuk tabel.
Kondisi batas yang digunakan pada pemodelan ini diperoleh dari hasil
analisis hidrologi berupa kurva hidrograf banjir dengan periode ulang tahunan
tertentu. Kurva hidrograf ini berisi data debit dalam bentuk berubah menurut
waktu (time series).
e. Kalibrasi
Untuk mendapatkan model yang sesuai dengan kondisi real di lapangan, maka
kalibrasi model perlu dilakukan. Kalibrasi dilakukan dengan membandingkan
debit atau tinggi muka air hasil model dengan debit atau tinggi muka air real
yang terjadi di lapangan. Jika hasil model tidak sesuai dengan kejadian
sebenarnya di lapangan, maka parameter-parameter hidrologi dalam model
(kekasaran, koef. Infiltrasi koef. Groundwater dsb) dirubah dengan cara coba-
coba sampai hasil pemodelan mendekati kenyataan sebenarnya di lapangan.
2. Analisis Dambreak
• Index Properties (sifat fisik ) tanah, meliputi : kadar air asli, berat isi asli, berat
jenis, batas cair, batas plastis, dan analisis ukuran butir.
Dimaksudkan untuk memperoleh nilai berat ini tanah. Pengujian dilakukan pada
tanah asli (undisturb). Cara menentukan berat isi tanah ialah dengan mengukur
berat sejumlah tanah yang isinya diketahui. Untuk tanah asli dipakai sebuah
cincin yang diketahui dimensi (diameter = d ; tinggi = t) dan beratnya (W1),
dimasukan kedalam tanah sampai berisi penuh, kemudian bagian atas dan
bawahnya diratakan dan kemudian cincin serta tanahnya ditimbang (W2). Sesuai
dengan prosedur SNI 03-3637-1994.
W2 − W1
γ=
1 π* d 2 * t
4
Kadar air (wn) merupakan perbandingan antara berat air dan berat butir tanah.
Untuk menentukan kadar air, sejumlah tanah ditempatkan pada krus (kaleng
kecil) yang beratnya (W1) diketahui sebelumnya. Krus dengan tanah ditimbang
(W2) dan kemudian dimasukan dalam oven bertemperatur 1050 C untuk masa
waktu 24 jam, kemudian krus tanah ditimbang kembali (W3). Dengan demikian
kadar air dapat diketahui, yaitu :
Ww W2 − W1
w= =
Ws W3 − W1
Merupakan perbandingan antara berat isi butir tanah dengan berat isi air. Untuk
percobaan ini dilakukan menurut prosedur SNI 03-1994-1992, yaitu suatu
percobaan untuk mengetahui berat jenis dengan menggunakan alat picnometer,
yaitu sebuah botol yang isinya diketahui. Cara melakukan percobaan adalah
sebagai berikut :
− Air suling ditambahkan pada picnometer sampai setengah penuh, udara yang
masih ada dalam tanah tersebut dikeluarkan dengan memakai pompa
vacum. Setelah tidak ada lagi udara dalam tanah, tambahkan air suling
sampai penuh. Kemudian bagian luar picnometer dikeringkan dengan hati-
hati dan picnometer + tanah + air ditimbang (W3).
− Air dan tanah dikeluarkan dari picnometer, lalu dibersihkan dan diisi air suling
sampai penuh, kemudian dimasukan lagi dalam constant temperature bath.
Kemudian bagian luar dikeringkan dan ditimbang (W4) dengan demikian
maka berat isi (Gs) dapat dihitung dan diketahui.
W2 − W1
Gs =
(W4 − W1 ) − (W3 − W2 )
iv. Grain Size Analisys
berattertinggal
= x100%
berattotal
Gs
* γ c (R − R a ) * 100%
V
N= *
G s − 1 Ws
dimana :
c =
berat jenis air pada temperatur percobaan.
v. Atterberg Limit
Penentuan batas atterberg hanya dilakukan pada bagian tanah yang lolos
saringan No. 40. Karena batas-batas ini tidak merupakan sifat fisik yang jelas,
maka dipakai cara empiris untuk menentukannya. Prosedur yang digunakan
adalah sesuai dengan SNI 03-1967-1990 untuk batas cair dan SNI 03-1966-1990
untuk batas plastis.
b. Engineering Properties
i. Triaxial Test
1. Contoh tanah ditaruh diatas dasar sel dengan penutup ditaruh diatasnya.
Kemudian semua ini ditutup dengan membran yang diameternya sama
dengan diameter contoh.
2. Bagian atas sel dipasang pada tempatnya dan dibuat. Sel diisi air dan
tegangan air dinaikkan sampai mencapai nilai yang diperlukan. Tegangan sel
yang tetap ini (
3) dibiarkan bekerja selama jangka waktu tertentu.
4. Dari hasil pembacaan tersebut, maka dapat diketahui tekanan vertikal yang
maksimum, yaitu pada saat terjadi keruntuhan.
Hasil pengujian triaxial adalah nilai kekuatan geser tanah yang diperoleh melalui
plotting hasil percobaan pada lingkaran mohr, yang meunjukkan hubungan
Pengujian permeabilitas dilakukan pada contoh tanah asli. Ada dua cara
pengujian di laboratorium, yaitu Cara Constant Head dan Cara Falling Head.
Cara ini terutama cocok untuk jenis tanah berbutir kasar. Air dengan tinggi
tekanan (h) tetap dan debit Q dialirkan ke dalam contoh tanah berdimensi
tertentu (diameter D atau luas penampang A dan tinggi L), lihat Gambar
F.35. Bila debit persatuan waktu (t) diketahui, maka nilai koefisien
permeabilitas dapat ditentukan sebagai berikut :
Q.L
k=
t.h. A
dimana : k : permeabilitas
Q : debit aliran
h : tinggi tekanan
A : luas lubang
t : waktu pengaliran Q
Cara ini terutama cocok untuk jenis tanah berbutir halus (nilai k kecil), dimana
pengukuran debit sulit dilakukan, lihat Gambar F.36. Air dalam buret dengan
tinggi tekanan awal h1 dialirkan ke dalam contoh tanah berdimensi tertentu
(diameter D atau luas penampang A dan tinggi L), lihat Gambar F.36. Bila
dalam waktu (t) tekanan air turun menjadi h2, diketahui, maka nilai koefisien
permeabilitas dapat ditentukan sebagai berikut :
a.L h
k = 2,3. log 1
t. A h2
dimana : k : permeabilitas
t : waktu pengaliran Q
PT. DAYA CIPTA DIANRANCANA |E -103
DOKUMEN PENAWARAN TEKNIS
Studi Potensi Air Baku DI Kabupaten Bulungan
Estimasi Sedimentasi
Sedimentasi didefinisikan sebagai perpindahan dan pengendapan erosi tanah, khususnya
sebagai hasil dari percepatan erosi lembar dan alur (White. 1987). Menurut Linsley et al.
(1983) sedimentasi menggambarkan material tersuspensi dan diangkut oleh gerakan air
dan angin atau diakumulasi sebagai bed load. Dari proses sedimentasi, hanya sebagian
aliran sedimen di sungai yang diangkut keluar dari DAS, sedangkan yang lain mengendap
dilokasi tertentu dari sungai
• Suspended load dapat dipandang sebagai material dasar sungai (bed material) yang
melayang di dalam aliran dan terdiri terutama dari butiran halus. Pada bagian sungai
yang pendek di alur sungai, suspended load dapat dianggap tetap konsentrasinya,
tetapi pada seluruh alur sungai, konsentrasi suspended load sangat bervariasi,
sehingga dalam kaitannya dengan sedimentasi yang terjadi di dalam embung,
informasi konsentrasi sedimen suspensi sebaiknya diperoleh pada lokasi yang
letaknya tidak jauh dari embung.
• Partikel kasar yang bergerak di sepanjang dasar sungai secara keseluruhan disebut
dengan bed-load. Adanya bed load ditunjukkan oleh gerakan partikel di dasar sungai
yang ukurannya besar; gerakannya dapat bergeser, menggelinding atau meloncat-
loncat, akan tetapi tidak pernah lepas dari dasar sungai. Partikel kasar ini akan
terendapkan di bagian hulu dari embung sebagai suatu delta.
Untuk studi sedimentasi embung, pengaruh partikel kasar ini terhadap usia embung
biasanya relatif kecil dibandingkan dengan pengaruh sedimen suspensi yang
mengendap, sehingga muatan dasar yang mengendap jarang ditentukan dengan
hitungan (dengan rumus-rumus muatan dasar yang banyak ditemukan di literatur),
melainkan berdasarkan presentase dari hasil predisksi volume sedimen suspensi yang
masuk embung.
Untuk muatan suspensi, besar angkutan yang terjadi biasanya lebih banyak
ditentukan dengan jalan mengukur daripada menghitung. Dengan anggapan
bahwa partikel-partikel sedimen suspensi diangkut dengan kecepatan yang sama
dengan kecepatan aliran, debit sedimen suspensi dapat dinyatakan sebagai hasil
perkalian antara debit aliran dengan konsentrasi dari sedimen suspensi, sehingga
debit sedimen suspensi dapat dihitung dengan rumus :
Qs = 0.0864. C. Qw
Hubungan antara debit air dan debit sedimen suspensi biasa disebut sebagai
lengkung debit sedimen suspensi (suspended-sediment rating curve). Lengkung
debit sedimen suspensi ini diperoleh dari plotting data debit air (Qw) dengan data
debit sedimen suspensi (Qs) pada kertas logaritmik. Dengan menggunakan power
regression untuk data Qw dan Qs, persamaan umum berikut ini dapat diperoleh:
Qs= a Qwb
dimana
Jadi dengan menggunakan data pengukuran debit air dan debit sedimen suspensi
pada suatu sungai, dapat diperoleh lengkung debit sedimen suspensi pada sungai
tersebut. Lengkung ini selanjutnya dapat digunakan untuk menaksir debit
sedimen suspensi pada hari-hari dimana tidak ada pengukuran angkutan
sedimennya.
dimana:
R = radius hidraulik
Tb' = berat sedimen padat dalam air tiap satuan lebar, tiap
satuan waktu (ton/m.det)
b. Rumus Einstein
dimana
= (
s - )/
s = rapat massa pasir
c. Rumus Frijlink
∆.d m
− 0,27( )
µRI
Tb = d m . g.µ.R .I . e
dimana
= K (10.4 -1.5
)
K = (1-0.045 2.5
) untuk 14 < Y < 25
Sedimen yang terangkut melalui alur sungai sebagian besar akan mengendap di
dalam embung, sementara hanya sebagian kecil yang keluar melewati embung.
Setelah jumlah/volume sedimen total yang masuk ke dalam embung dapat
ditentukan, langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah menentukan
jumlah/volume sedimen yang akan mengendap/tertahan di dalam embung.
Beberapa hal yang berhubungan dengan pengendapan sedimen di embung yaitu :
a. Trap efficiency
Secara teoritis, trap efficiency dari suatu embung, dari tahun ke tahun akan
berkurang secara kontinu dengan berkurangnya kapasitas embung karena
bertambahnya endapan sedimen. Tetapi biasanya analisa perubahan trap
efficiency tidak dilakukan untuk interval waktu yang kurang dari 10 tahun
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi berat jenis dari sedimen yang
mengendap di dalam embung, yaitu :
4) faktor-faktor lain seperti arus rapat massa (density current) dan kemiringan
thalweg dari sungai-sungai yang masuk.
Pada waktu aliran sungai yang membawa sedimen mendekati suatu embung,
kecepatan dan turbulensi dari aliran akan berangsur-angsur berkurang.
Erosi permukaan dilahan usaha tani adalah salah satu sumber sedimen di sungai,
disamping sumber sedimen lainnya diantaranya erosi tebing dan longsoran. Erosi
permukaan berasal dari hasil proses erosi percik, erosi selaput permukaan dan berlanjut
pada erosi parit. Secara kausalitas erosi permukaan ini faktor-faktor penyebab terjadinya
telah terformulasikan dalam prediksi erosi dari model USLE yang terdiri dari lima faktor,
yaitu iklim, vegetasi dipermukaan tanah, topografi, jenis tanah dan aktivitas manusia.
Perhitungan erosi lahan menurut model USLE dapat dituliskan sebagai berikut :
A =R x K x LS x C x P
dimana :
A : merupakan jumlah erosi lahan yang terjadi per acre per tahun.
Seluruh parameter di atas oleh USLE sudah ditabelkan dalam beberapa tabel di bawah ini.
untuk pengecekan data hujan menggunakan metode kurva masa ganda atau
yang sesuai;
debit rencana dihitung dengan metode Rasional, Nakayasu, SCS atau Gama I;
koefisien limpasan (run off) ditentukan berdasarkan tata guna lahan daerah
tangkapan;
A. Jenis Bangunan
Sesuai dengan fungsinya yaitu untuk menaikkan elevasi muka air, maka bangunan
yang cocok pada embung.
- Tipe komposit
urugan (homogen dan majemuk) dapat dibangun pada pondasi tanah atau batu,
sedangkan tipe pasangan batu atau beton hanya dapat dibangun pada pondasi
batu. Disamping itu tipe pasangan batu atau beton karena maka hanya disarankan
bila lembah sempit (bentuk V) dimana kedua tebingnya curam dan terdiri dari
material batu. Bilamana lembah panjang/lebar dan terdiri dari material batu maka
tubuh embung akan lebih murah bilamana dipilih tipe komposit.
b) Urugan Majemuk
Urugan kedap air atau inti kedap air umumnya dari lempung atau tanah
berlempung, dan ditempatkan vertikal didesain di bagian tengah. Tanah bahan
urugan inti harus mengandung lempung minimal 25% (perbandingan berat).
Bagian inti tanah ini dilindungi dengan urugan semi kedap air di bagian udik
dan hilirnya. Sedangkan bagian paling luar terdiri dari urugan lulus air. Dengan
susunan seperti itu koefisien kelulusan air dan gradasi material berubah secara
bertahap, makin ke luar makin besar.
Apabila tanah bahan inti tidak dapat diperoleh di tempat, maka inti dapat
dibuat dari bahan substitusi, misal : beton atau semen tanah. Bila bahan
substitusi dipakai maka inti menjadi relatif tipis, tebal minimal 0,60 m.
c) Pasangan batu/beton
Apabila pondasi tubuh embung terdiri dari satuan batu, maka tubuh embung
dapat dibuat dari pasangan batu atau beton. Pada lembah yang sempit dan
curam, berbentuk V, tubuh embung tipe ini umumnya didesain menjadi satu
dengan bangunan pelimpah yang terbuat dari material yang sama.
d) Komposit
Tipe komposit dibangun pada pondasi yang terdiri dari batu, dengan lembah
yang cukup panjang. Bangunan pelimpah dibangun menjadi satu dengan tubuh
embung. Bangunan pelimpah didesain sebagai pelimpah dari pasangan batu
atau beton, sedang tubuh embung dibangun di kiri-kanan pelimpah yang dapat
didesain sebagai urugan homogen atau urugan majemuk.
Yang perlu diperhatikan disini yaitu hubungan antara pelimpah dengan urugan
tubuh embung, karena bagian kontak ini merupakan tempat yang kritis
terhadap rembesan. Di bidang kontak antara pasangan batu/beton dengan
urugan inti perlu diberi tanah lempung yang sangat plastik dan dipadatkan
dalam keadaan basah.
Apabila pondasi tubuh embung terdiri dari material tanah yang lulus air di bagian
atas, sedangkan material yang kedap air terletak cukup dalam dibawahnya, maka
rembesan harus dikurangi agar tidak terjadi proses erosi buluh maupun kehilangan
air yang cukup besar. Umumnya diperlukan dinding halang untuk menghubungi
lapisan kedap air di pondasi dengan zona kedap air dari urugan tubuh embung.
Dinding halang dibangun pada paritan yang digali sejajar sumbu urugan hingga
mencapai lapisan pondasi kedap air, dan dibuat dali lembah sampai pada kedua
bukit tumpu. Lebar dasar paritan minimum 1,50 m dengan kemiringan galian
lereng tidak boleh lebih curam dari 1H : 1V. Paritan diisi dengan lapisan urugan
kedap air dari lempung yang dipadatkan pada kondisi kadar air cukup tinggi
(basah).
3. Lebar Puncak
Apabila puncak urugan akan digunakan untuk lalu lintas umum, maka dikiri dan
kanan badan jalan diberi bahu jalan masing-masing selebar 1,00 m. Sedangkan
puncak tubuh embung tipe pasangan/beton tidak disarankan untuk lalu lintas
karena biaya konstruksi akan menjadi terlalu mahal.
Kemiringan lereng urugan harus ditentukan sedemikian rupa agar stabil terhadap
longsoran. Hal ini sangat tergantung pada jenis material urugan yang hendak
dipakai. Kestabilan urugan harus diperhitungkan terhadap surut cepat muka air
embung , dan rembesan langgeng, serta harus tahan terhadap gempa. Dengan
mempertimbangkan hal di atas dan mengambil koefisien gempa sebesar 0,15 g
diperoleh kemiringan urugan yang disarankan seperti Tabel 5. 12 berikut ini.
5. Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan adalah jarak vertikal antara muka air embung pada waktu banjir
Desain (50 tahunan) dan puncak tubuh embung.
Besarnya tinggi jagaan tergantung dari tipe tubuh embung dan di ambil seperti
Tabel 5. 13 berikut.
Tinggi Jagaan
Tipe Tubuh Embung
(m)
1. Urugan homogen dan majemuk 0.50
2. Pasangan batu/beton 0.00
3. Komposit 0.50
Hd = HK + Hb + Hf
Dimana :
Pada tubuh embung tipe urugan diperlukan cadangan untuk penurunan yang
secara praktis dapat diambil sebesar 0,25 m. Cadangan penurunan ini perlu
ditambahkan pada puncak embung di bagian lembah terdalam. Untuk tubuh
embung tipe pasangan beton hal ini tidak diperlukan.
a. Umum
Kehilangan air yang cukup besar akibat infiltrasi yang berupa rembesan atau
bocoran dari dasar maupun dinding embung tampung embung sangat
mempengaruhi nilai ekonomis dari sedimen airnya. Pada embung dengan
kondisi geologi yang kurang menguntungkan dilihat dari segi keleluasaan
airnya, diperlukan selimut rapat air agar tidak terjadi infiltrasi atau kehilangan
air berlebihan.
Selimut kedap air hanya akan diterapkan pada tanah atau satuan batu lulus air.
Sedang pada tanah atau satuan batu dengan klasifikasi semi lulus air, selimut
kedap air diperlukan apabila kehilangan air dari embung dipandang cukup
besar dibandingkan dengan daya tampung embung.
Apabila sifat lulus air pondasi tubuh embung, dasar dan dinding embung
merata, maka selimut kedap air harus dipasang menutup seluruh bagian
embung sampai setinggi elevasi pelimpah dan dihubungkan dengan bagian
tubuh embung yang kedap air. Tetapi bila sifat lulus air tersebut tidak merata,
terdapat di bagian tertentu, maka selimut cukup dipasang di bagian yang lulus
air.
Jenis atau tipe selimut yang akan diterapkan tergantung dari macam
material/bahan alami yang tersedia di tempat. Apabila bahan alami tidak
tersedia di tempat dapat dipakai bahan substitusi (buatan), namun bahan ini
mahal. Berbagai bahan selimut kedap air antara lain: selimut lempung, semen-
tanah, dan membran sintetik.
Selimut lempung
Material lempung yang akan digunakan sebagai selimut paling baik yang
termasuk klasifikasi CH, tetapi tanah yang mengandung lempung minimal
25% berdasarkan berat cukup baik pula bila digunakan.
Tebal selimut lempung minimal 50 cm, terdiri atas tiga lapis yang
dipadatkan dalam kondisi basah. Untuk melindungi selimut lempung
terhadap retakan pada waktu kering, maka perlu dilindungi dengan
hamparan pasir kerikil setebal 30 cm di atasnya.
Metoda lain untuk mengurangi kehilangan air yang berlebihan dari embung
tampungan embung adalah dengan menggunakan lapisan kedap air dari
membran fleksibel yang terbuat dari bahan dasar plastik (polyethylene) atau
dari bahan karet (butyl rubber). Metoda ini lebih mahal daripada metoda (a)
dan (b), karena itu akan dipakai bila metoda (a) dan (b) tidak dapat
diterapkan karena beberapa sebab.
PT. DAYA CIPTA DIANRANCANA |E -119
DOKUMEN PENAWARAN TEKNIS
Studi Potensi Air Baku DI Kabupaten Bulungan
Membran fleksibel ini sangat tipis dengan tebal sampai beberapa mm.
Selimut dari bahan karet (butyl rubber) harus dilindungi dari sinar matahari
dan cuaca. Lapisan lindung membran karet dapat berupa hamparan tanah
(pasir kerikil), pasangan batu, atau semen-tanah. Beberapa jenis membran
fleksibel yang terbuat dari “polyethylene” (misal: geomembrane) dapat
dipasang terbuka terhadap sinar matahari maupun cuaca sehigga tidak
diperlukan pelindung. Selimut “polyethtlene” jauh lebih murah dari pada
selimut “butyl rubber”.
Daerah yang akan diberi selimut kedap air harus dibersihkan dari tanaman
dan akar akarnya, batu-batu tajam, dan obyek lain yang dapat merusak atau
merobek membran. Seluruh tebing galian, dan urugan di tempat yang akan
diberi lapisan membran harus mempunyai kemiringan yang seragam dan
tidak boleh lebih curam dari 1V : 1H untuk lapisan membran yang terbuka
dan 1V : 3H untuk lapisan membran yang diberi sistem pelindung.
Kemiringan yang landai diperlukan untuk mencegah terjadinya longsoran
pada sistem pelindung.
8. Perencanaan Spillway
Secara umum tipe pelimpah yang dapat diterapkan pada embung adalah:
Pelimpah tipe saluran terbuka dipilih bilamana tubuh embung bertipe urugan.
Pelimpah ini harus diletakan terpisah dengan tubuh embung dan dapat dibangun di
atas bukit tanah atau batu.
Bilamana pondasi berjenis batu sehingga tubuh embung dipilih dari tipe pasangan
batu/beton atau komposit, maka pelimpah akan bertipe ogee. Pelimpah jenis ini
dibangun menyatu dengan tubuh embung.
i. Struktur
Pelimpah yang digali pada satuan tanah perlu diberi pelindung terhadap erosi
dengan penanaman rumput, namun apabila terpaksa dapat dibuat lapisan
pasangan batu/beton. Sedangkan pada pelimpah batu pelindung tersebut tidak
diperlukan. Rumput pelindung erosi dapat digunakan rumput yang tumbuh rendah
untuk saluran penghantar atau saluran dengan kemiringan landai, sedangkan
rumput yang tumbuh tinggi (rumput gajah) dapat dipakai pada saluran dengan
kemiringan curam/besar, dimana keadaan aliran superkritis.
ii. Hidraulik
Desain dari pelimpah tipe saluran terbuka perlu memperhatikan kriteria seperti
Tabel 5. 15. berikut ini :
• Dimensi saluran
Q = V.A
Dimana :
S = kemiringan saluran
Tabel 5. 16. Koefisien kekasaran Manning untuk berbagai jenis pelindung pada
pelimpah.
Dimensi saluran pelimpah untuk berbagai debit, lebar saluran, dan kemiringan
dasar pada pelimpah tanah yang dilindungi dengan rumput menurut kriteria di
atas dan untuk pelimpah yang digali pada satuan batu.
PT. DAYA CIPTA DIANRANCANA |E -122
DOKUMEN PENAWARAN TEKNIS
Studi Potensi Air Baku DI Kabupaten Bulungan
i. Struktur
Pelimpah tipe ogee ini didesain dari pasangan batu/beton dan menyatu dengan
tubuh embung yang dibuat dari material yang sama atau tipe komposit, bila
pondasinya berupa batu. Pelimpah tipe ini umumnya ditemukan pada alur terda-
lam sehingga aliran yang melalui pelimpah dapat dialirkan kembali pada alur
disebelah hilir yang ada.
Tinggi mercu pelimpah dari galian pondasi diambil maksimum 6,00 m. Tubuh
pelimpah bertipe graviti dengan mercu “ogee” berambang lebar. Di hilir mercu,
tubuh pelimpah dibuat dengan kemiringan 1H: 1V sebelum aliran masuk peredam
energi (kolam olak). Tipe peredam energi ini dipilih karena bentuknya cukup
sederhana. Ambang lebar pada mercu pelimpah dipilih agar supaya dapat dipakai
untuk pejalan kaki dan sekaligus lebih menstabilkan bangunan. Pondasi bangunan
ini harus diterapkan pada satuan batu yang segar, dengan galian minimal sedalam
1,00 m.
ii. Hidraulik
Besar aliran yang meluap sempurna melalui mercu pelimpah dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus :
Q = C B H 1,5
Dimana :
Muka Air
Banjir
Ha (Design Head)
Crest Pelimpah
Xr x
Yr
y
Y/Ho = - x (x/Ho)n
Upstream Surface
Q50
B=
1,8 H 1,5
Tabel 5. 17. Hubungan tinggi air kolom di atas mercu pelimpah “Ogee” debit, dan
lebar pelimpah
Tinggi air kolam di atas mercu pelimpah = H (m)
Debit aliran (Q)
Lebar Mercu (B)
(m3/d)
(m) 10 15 20 25 30 35 40 50
2.00
3.00
5.00 1.07
6.00 0.95
7.00 0.86
8.00 0.78 1.03
9.00 0.72 0.95
10.00 0.68 0.89 1.07
12.00 0.78 0.95
14.00 0.71 0.86 0.99
16.00 0.78 0.91 1.03
18.00 0.72 0.84 0.95 1.05
20.00 0.68 0.78 0.89 0.98 1.07 1.24
22.00 0.74 0.83 0.92 1.01 1.17
24.00 0.69 0.73 0.87 0.95 1.10
26.00 0.74 0.82 0.90 1.05
28.00 0.71 0.78 0.86 0.99
30.00 0.75 0.82 0.95
32.00 0.72 0.78 0.91
34.00 0.69 0.75 0.87
36.00 0.72 0.84
38.00 0.70 0.81
40.00 0.78
42.00 0.76
44.00 0.74
• USBR Tipe IV, jika nilai bilangan Froude antara 2,5 – 4,5
• USBR Tipe II atau III, jika nilai bilangan Froude > 4,5
V1 = Q 2g [ (Z + D) - D/2 ]
V1 = Q 2g ( Z + ½ D )
d1 = q/Q1
• Nilai Froude
V1
F1 =
Qgd 1
D2 1
= (Q1 + 8 F1 − 1)
d1 2
• Tidak menimbulkan endapan sedimen pada saat debit banjir, dan faktor-faktor
lainnya.
1. ANALISA PENURUNAN
S = Si + Sc + SS
di mana:
Harga Si jauh lebih kecil daripada harga SC dan waktu yang diperlukan juga lebih kecil
daripada waktu SC. Sedangkan SS merupakan tahapan kedua sesudah selesainya
penurunan pertama, waktu yang diperlukan SS sangat lama dan harga penurunannya
juga kecil.
Si =
B. q o
ES
( )
1 − μ 2 .IS
di mana
μ = angka poisson
L = panjang pondasi
B = lebar pondasi
SC = mV.∆P.H
CC . H P + ΔP
SC = xlog o
(1 + eo ) Po
t
SS = Cα H ts log
tp
di mana :
= Ht - Sc
Analisa stabilitas lereng dihitung dengan Slice Method (Metode Irisan). Analisa
stabilitas dengan menggunakan metoda irisan dapat dijelaskan pada Gambar F.39 di
mana AC adalah busur kelongsoran coba-coba. Tanah di atas busur tersebut dibagi
menjadi beberapa irisan vertikal dengan lebar setiap irisan tidak harus sama.
r sin αn
θ r
bn
r C
B
1
r
H n
2
A Wn
αn
Ditinjau irisan ke n seperti terlihat pada Gambar 5.40. Berat irisan adalah Wn. Gaya Nr
dan Tr adalah komponen normal dan tangensial dari reaksi R. Pn dan Pn+1 adalah gaya
normal yang bekerja pada kedua sisi irisan. Gaya geser yang bekerja pada kedua sisi
irisan adalah Tn dan Tn+1. Untuk penyederhanaan tekanan air pori diasumsikan sama
dengan nol.
Tn
Pn
Tn+1
Wn
Pn+1
αn Tr Nr
R=W n
∆Ln
Gambar 5. 40. Skema gaya yang bekerja pada analisa stabilitas Metoda Elemen
Hingga.
Tinjauan keseimbangan:
N r = Wn . cosα n
Untuk keseimbangan ABC, momen terhadap titik O harus sama dengan momen
penahan terhadap titik O.
n =p n =p
1 Wn . cosα n
∑ Wn . sinα n =∑ c+
n =1 FS ΔL n
tanφ . ΔL n . r , atau dapat dinyatakan dalam Fs
n =1
n =p
∑ (c . ΔL
n =1
n + Wn . cosα n . tanφ )
FS = n =p
∑W
n =1
n . sinα n
Catatan : ∆Ln adalah hampir sama dengan bn / cos αn , di mana bn = lebar irisan ke n.
1
qu = c. NC + q. Nq + γ .B. N γ
2
di mana:
c = kohesi tanah
B = lebar pondasi
Umumnya analisa daya dukung didasari pada analisa keruntuhan geser lokal (local
shear failure) dan keruntuhan geser umum (general shear failure) sehingga nilai faktor
daya dukung Terzaghi dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Penentuan daya dukung tanah yang diijinkan untuk desain didasari atas besarnya
angka keamanan (FS) yang nilainya sekitar 3 (FSijin = 3). Besarnya daya dukung tanah
untuk suatu struktur yang ada di atasnya dapat diperoleh menurut persamaan berikut.
qu
FS = > FSijin = 3
∑P i
di mana:
Sedangkan kemampuan tanah untuk menahan gaya geser yang terjadi sebagai
berikut:
FSgeser =
∑ Fr i
> FSijin = 1,5
∑F i
di mana:
Panjang creep line dihitung berdasarkan teori Blight. Menurut Blight besarnya
perbedaan tekanan dijalan pengaliran adalah sebanding dengan panjangnya jalan
air (Creep Line).
Rumus Blight :
ΔH = L / C
Dimana:
Besar ΔH diambil sama dengan perbedaan muka air saat sejajar dengan tinggi
mercu dengan lantai ruang olakan karena pada keadaan tersebut besar ΔH paling
besar.
Gaya angkat atau uplift pressure adalah tekanan ke atas yang dilakukan oleh air
terhadap bidang bawah spillway embung.
Ux = Hx - [ ( Lx / ∈L ) * ΔH ]
Dimana:
ΔH = beda tekanan
Hasil dari hitungan kemungkinan didapat nilai positif atau negatif. Dalam hal ini
tekanan negatif kenyataannya tidak akan terjadi oleh karena adanya liang-liang
renik di antara butir-butir tanah, sehingga akan berhubungan dengan atsmosfir.
Jadi untuk hasil perhitungan dengan hasil tekanan negatif besarnya dianggap nol.
Sesudah besar tekanan uplift di setiap titik didapat, maka besar tekanan di setiap
bidang dasar spillway embung, baik horisontal maupun vertikal dapat ditentukan
besarnya. Gaya–gaya tekanan yang bekerja adalah tegak lurus dengan bidang baik
horisontal , vertikal maupun miring.
Dari hasil perhitungan tekanan pada bidang dapat ditentukan besar gaya horisontal
maupun vertikal akibat tekanan air pada dasar embung, kemudian didapat momen
yang bekerja akibat tekanan air ini baik horisontal maupun vertikal.
c. Stabilitas Guling
FSgeser =
∑ Mri
> FSijin = 2,0
∑M i
di mana:
Mri =
total momen yang menahan pengaruh guling
Mi =
total momen yang bekerja pada tanah
Di dalam pipa air mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Kalimat ini dapat
diartikan sebagai selama air mengalir, tinggi tekanannya berkurang. Atau dengan kata
lain energinya berkurang. Berkurangnya energi atau tinggi tekanan merupakan fungsi
debit, panjang pipa, diameter pipa dan koefisien gesek pipa.
L Q2
hf = 8 f
D5 π 2 g
Dengan :
f : koefisien gesek
minor losses
EGL V2/2g
Datum
Gambar 5. 41. Aliran dalam pipa dan kehilangan tinggi tenaga major(utama) maupun
minor (sekunder).
Perhatikan kehilangan tenaga pada di atas yang ditunjukkan oleh posisi titik titik yang
membentuk garis yang disebut EGL (Energy Grade Line). Energi awal adalah setinggi
muka air, kemudian turun sepanjang aliran dan akhirnya minimum di ujung pipa.
Tinggi tekanan energi diukur dari suatu datum tertentu. Datum adalah garis atau
bidang horisontal (datar) yang dapat dipilih sesuka kita. Selain garis energi, terdapat
pula garis HGL (Hydraulic Grade Line) yang merupakan garis yang menunjukkan
tekanan air di setiap titik yang ditinjau. Perbedaaan tinggi antara EGL dan HGL adalah
V2/2g.
Selain kehilangan energi akibat gesekan dengan pipa terjadi pula kehilangan energi
akibat sambungan pipa dengan tangki dan pada saat air keluar dari pipa. Pada saat air
mulai masuk pipa EGL turun tajam walaupun dalam kuantitas yang tidak begitu besar.
Kehilangan energi ini disebut kehilangan energi minor.
Koefisien gesek sebenarnya merupakan fungsi dari kekasaran relatip pipa dan angka
Reynold. Namun demikian dalam perancangan untuk kasus turbulen sempurna,
koefisien gesek ini hanya dianggap tergantung pada kekasaran pipa saja.
Kekasaran beberapa pipa pipa baru diberikan pada Tabel 5. 21. Selanjutnya harga f
(koefisien kekasaran) dapat dilihat pada Tabel 5. 21.
Harga kekasaran material pipa pada tabel masih tergantung pada banyak hal seperti
pabrik pembuatnya, pengaruh kemampuan manusia. Pada usia pipa yang lebih tua
Ada baiknya, untuk proyek proyek yang cukup besar jika kekasaran pipa yang akan
digunakan diuji dulu di laboratorium. Dengan demikian perencanaan jaringan pipa
dapat lebih mendekati kenyataan.
Kekasaran (e)
Material dalam mm
Selain kehilangan energi karena gesekan dengan dinding pipa, selama pengalirannya,
dimungkinkan kehilangan energi karena air harus membelok sehingga terjadi
turbulensi. Demikian pula jika terjadi penyempitan dan pembesaran secara tiba tiba.
Kehilangan energi juga akan terjadi jika air harus melalui katup. Seperti diketahui,
katup mengganggu aliran sehingga dapat mengurangi atau bahkan menghentikan
aliran sama sekali.
minor. Walaupun disebut minor, kehilangan di tempat tempat tersebut mungkin saja
jauh lebih besar dibandingkan dengan kehilangan energi akibat gesekan dengan pipa.
Dengan demikian kehilangan energi tersebut harus diperhatikan dalam perhitungan.
Pada kondisi lain, saat pipa sangat panjang, kehilangan minor atau sekunder mungkin
menjadi tidak signifikan terhadap kehilangan energi utama.
Gambar 5. 42. Grafik Moody untuk menentukan harga f secara manual Kehilangan energi
akibat sambungan dan fitting.
Q2 V2
hf = k atau hf = k
2 A2 g 2g
dengan :
V : kecepatan aliran
Koefisien k bervariasi tergantung pada bentuk fisik belokan, penyempitan, katup dan
sebagainya. Harga k ini (selain katup) biasanya berkisar antara 0 s/d 1.
Sulit kiranya untuk menguji harga k untuk setiap bentuk belokan dan katup yang akan
dipakai dalam jaringan penyedia air. Biasanya jenis jenis belokan yang digunakan
sudah baku, sehingga pengujian koefisien tidak terlalu banyak.
Katup agak lain dengan belokan dan penyempitan (perubahan diametr pipa). Katup
PT. DAYA CIPTA DIANRANCANA |E -137
DOKUMEN PENAWARAN TEKNIS
Studi Potensi Air Baku DI Kabupaten Bulungan
dapat diatur menutup dan membuka, yang berarti mengubah diameter pipa secara
variatip. Dengan demikian kehilangan energi yang disebabkan oleh katup sangat
variatip, atau k katup sangat bervariasi tergantung pada posisi katup.
Pada hakekatnya harga k katub dapat berkisar antara 0 hingga tak berhingga.
Kejadian fisik pada fitting ditunjukkan pada Gambar F. 43.
Turbulensi
Penyempitan
Turbulensi
Ekspansi
Gambar 5. 43. Turbulensi pada fitting yang menyebabkan kehilangan energi minor.
Penggambaran
Selanjutnya setelah melakukan analisis dan perhitungan, konsultan akan melakukan
penggambaran dengan program komputer terhadap komponen desain.
Secara umum gambar perencanaan akan memuat antara lain:
2. Peta lokasi harus dapat menunjukkan propinsi, kota dan tempat lokasinya proyek.
11. Gambar-gambar lainnya yang dianggap perlu oleh Pemberi Tugas (sesuai KAK).
1. Biaya bahan-bahan.
3. Biaya peralatan.
4. Biaya overhead.
• Pekerjaan persiapan.
• Bahan/Material
• Tenaga Kerja
• Alat Berat
Dalam menjalankan operasi manajemen air dan pemeliharaan embung, perlu dibuat suatu
pedoman operasi dan pemeliharaan yang akan digunakan sebagai petunjuk operasional di
lapangan.Untuk memudahkan kegiatan operasional tersebut di lapangan maka dibuat
suatu petunjuk yang praktis dan informatif.
Pedoman ini memuat tuntunan cara mengoperasikan fasilitas embung agar supaya
potensi air dan bangunan fasilitas yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal.
Disamping itu juga melakukan upaya pemeliharaan terhadap fasilitas yang ada sehingga
fungsi dan kondisi bangunan dapat dipertahankan sesuai dengan usia ekonomis yang
direncanakan.
1. Sistem Operasi
Secara garis besar sistem operasi embung ini dibuat supaya pengeluaran air dari
tampungan embung dapat dikendalikan secara optimal sesuai dengan kebutuhan,
sehingga pengeluarannya tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil.
Untuk pengoperasian embung ini pola operasi dapat berdasarkan kondisi debit
andalan Q95% dengan periode 10 harian selama satu tahun.
Parameter - parameter yang perlu diperhatian dalam sistem operasi ini adalah :
2. Pengawasan
Pengawasan secara rutin terdiri atas Pengawasan Umum dan Pengawasan Khusus.
Untuk pemantauan kondisi tubuh embung dan tampungannya diperlukan waktu yang
teratur untuk memastikan keamanannya. Pendeteksian secara dini pada suatu
kejanggalan, dapat memberi kesempatan untuk mengambil langkah sebelum
kerusakan berkembang ke arah yang membahayakan.
Beberapa aspek dari perilaku tubuh embung yang harus dipantau adalah :
Rembesan
Penyusunan Laporan
Setelah semua tahapan dalam proses perencanaan diselesaikan, konsultan selanjutnya
akan menyiapkan laporan-laporan hasil pekerjaan.
Hasil pekerjaan akan dituangkan dalam bentuk laporan, dengan jenis dan volume yang
sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja. Pada penyerahan laporan ini dibarengi dengan
pembahasan pengguna jasa, dengan pembuatan berita acara serah terima.