L.3 Rational Vs Paradoxical Healing-1
L.3 Rational Vs Paradoxical Healing-1
Disusun Oleh :
Yusi Delia Elsani (I1B017004) Nurul Afifah Mutiasih
(I1B017032)
Ita Yuniati Maulidiyah (I1B017008) Fiqna Khozanatuha (I1B017035)
Nabila Paramasari Luthfiah (I1B017013) Kurnia Widya Ningsih (I1B017039)
Eka Titi Setiani (I1B017018) Sherina Indah Febriliani (I1B017043)
Dhea Pradastya Sugadang (I1B017024) Atika Sahaba Zhafira (I1B017047)
Saskia Intan Pradani (I1B017028)
Kegiatan penyembuhan dari suatu penyakit dapat terbagi menjadi dua bagian,
yaitu pengobatan rasional dan pengobatan paradoksikal atau sugesti. Untuk
menentukan kedua pengobatan tersebut dapat dengan melihat tingkatan dalam
kegiatan yang dilakukan dan keterlibatannya. Penyembuhan yang dilakukan
dalam pengobatan rasional termasuk pada terapi atau peristiwa yang masuk akal
dan dapat diterima secara logis, sedangkan penyembuhan paradoksikal termasuk
pada pengobatan yang mungkin tampak tidak masuk akal atau bertentangan
dengan pikiran logis tetapi kenyataanya benar. Adapun contoh dari pengobatan
paradoksikal adalah adanya keajaiban, kepercayaan, efek placebo atau pengobatan
palsu yang bertujuan mengontrol efek dari harapan, dan biofeedback atau kendali
diri untuk mengatasi masalah.
Pengobatan rasional sangat didasari oleh ilmu pengetahuan. Strategi ini sesuai
dengan pandangan masyarakat dunia mengenai gagasan umum suatu pengobatan.
Seringkali, tenaga kesehatan profesional dapat mengikuti prosedur yang sistematis
untuk menentukan langkah demi langkah. Contoh dari pengobatan rasional adalah
teknik pembedahan, radiasi, pengobatan, latihan fisik, diet, konseling psikologi.
Kepercayaan dan berdoa juga merupakan salah satu contoh dari pengobatan
paradoksikal. Pengobatan ini merupakan suatu hal yang tidak rasional dalam
keilmuan dan belum terukur keefektifannya. Namun studi tentang itu masih
dibahas dalam penelitian. Seperti yang dilakukan oleh Byrd, dengan sampel 5-7
orang agama protestan dan Katolik berdoa secara berkelompok. Seperti halnya
data dari United States, terdapat hasil penelitian dengan berdoa setiap hari untuk
201 pasien dengan infak miokard dengan kelompok kontrol 192 orang dengan
penyakit yang sama dengan tidak dilakukan intervensi berdoa. Hasilnya dalam 10
bulan pasien yang berdoa tidak terlalu membutuhkan antibiotik, jumlah pasien
yang mengalami edema paru semakin berkurang, tidak membutuhkan inkubasi
endotrakeal, dan jumlah pasien yang diintervensi dengan doa dapat bertahan hidup
lebih lama.